BAB I PENDAHULUAN Peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat diperlukan dalam mengisi pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal. Namun sebaliknya gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004). Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu kurangnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang, namun tidak demikian oleh pemerintah dan masyarakat karena masalah gizi buruk adalah masalah ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga, tetapi anehnya didaearah-daearah yang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat diperlukan dalam
mengisi pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Salah satu upaya
peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang
seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan
dan menjadikan pertumbuhan yang normal. Namun sebaliknya gizi yang tidak
seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh
Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah Kurang Energi Protein
(KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004).
Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal
dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi
buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit
sekali ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri
pada dasarnya sangat sederhana yaitu kurangnya intake (konsumsi) makanan
terhadap kebutuhan makan seseorang, namun tidak demikian oleh pemerintah dan
masyarakat karena masalah gizi buruk adalah masalah ketersediaan pangan
ditingkat rumah tangga, tetapi anehnya didaearah-daearah yang telah swasembada
pangan bahkan telah terdistribusi merata sampai ketingkat rumah tangga
(misalnya program raskin), masih sering ditemukan kasus gizi buruk, padahal
sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati beberapa tahapan yang dimulai dari
penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang anak sampai akhirnya
terlihat anak tersebut sangat buruk (gizi buruk). Jadi masalah sebenarnya adalah
masyarakat atau keluarga belum mengetahui cara menilai status berat badan anak
(status gizi anak), maupun belum mengetahui pola pertumbuhan berat badan anak.
Oleh karena itu, beberapa metode Penilaian Status Gizi diperlukan sebagai
acuan untuk menilai status gizi individu. Namun, beberapa metode Penilaian
Status Gizi tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing untuk
diterapkan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa (2001) dapat
dilakukan dengan:
A. Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi
adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum
digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein dan energi.
Menurut Nyoman et al. (2001), ditinjau dari sudut pandang gizi,
anthropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Penggunaan anthropometri ini secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat
pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh. Sedangkan menurut Jelliffe (1989) anthropometri
merupakan metode pengukuran secara langsung dan yang paling umum
digunakan untuk menilai dua masalah gizi utama yaitu masalah gizi kurang
(terutama pada anak-anak dan wanita hamil) dan masalah gizi lebih pada semua
kelompok umur. Menurut suhardjo dan Riyadi (1990) pengukuran status gizi
dengan menggunakan anthropometri dapat memberikan gambaran tentang status
konsumsi energi dan protein seseorang.
Adapun keunggulan dari metode ini menurut Supariasa (2001) adalah :
a. Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
yang besar.
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga
yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran
antropometri.
2
c. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di
daerah setempat.
d. Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.
e. Mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
f. Umumnya dapat mengidentifikasi kasus gizi sedang, kurang dan gizi
buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas.
g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada
periode tertentu, aatau dari satu generasi ke generasi berikutnya.
h. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok
yang rawan terhadap gizi.
Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara
lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar
dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Di bawah ini akan diuraikan
beberapa parameter itu: (Supariasa, 2002)
a) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi penentuan status gizi menjadi
salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak
berarti jika tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
b) Berat Badan
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral
pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot
menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam
tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya
terjadi pada orang kekurangan gizi. Berat badan merupakan pilihan utama karena
berbagai pertimbangan, antara lain (Supariasa, 2002):
3
a. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat
karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
b. Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara
periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.
c. Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di
Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan
secara meluas.
d. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur.
e. Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi,
berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai
indeks yang tidak tergantung pada umur.
f. Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang
tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh masyarakat.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan (Supariasa,
2002):
1. Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.
2. Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3. Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
4. Skalanya mudah dibaca
c) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah
lalu dan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di samping itu, tinggi
badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan
berat badan terhadap tinggi badan (Quac Suck), faktor umur dapat
dikesampingkan.
Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat
badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI).
Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh
(IMT). IMT merupaka alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan,
4
maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa, 2002).
IMT = berat badan (kg )
tinggibadan x tinggi badan(m)
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO,
yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang
normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8. Untuk
kepentingan pemantauan dan tingkat defisiensi energi ataupun tingkat kegemukan,
lebih lanjut FAO atau WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang
antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan
ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat Berat dan menggunakan batas
ambang pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat berat (Supariasa, 2002).
Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal >18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Suyono S. dan Samsuridjal DJ. pada Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi (1993) mengungkapkan tingkat risiko berbagai kategori dari IMT. Risiko
penyakit jantung dengan kelompok IMT dapat dilihat pada tabel berikut:
(Supariasa, 2002:61)
Tabel 2.2 Risiko Relatif Penyakit Jantung dengan Kelompok IMT
IMT 20-25 >25-30 >30-35 35-40 >40
Kelompok 0 I II III IV
Risiko Sangat
rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi
Jumlah
Sel Lemak
Normal Normal Normal
(Naik)
Naik Naik
5
d) Lingkar Lengan Atas (LILA) merupakan salah satu pilihan untuk penentuan
status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit
diperoleh dengan harga yang lebih murah. Beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian pada pengukuran ini adalah (Supariasa, 2002):
a. Baku Lingkar Lengan Atas (LILA) yang sekarang digunakan belum
mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini
didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan
perbedaan angka prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) yang cukup
berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat badan menurut
umur atau berat badan menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di
pihak lain, sekalipun dengan LILA
b. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan
pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, megingat
batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA dari pada
tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada
LILA dibandingkan dengan tinggi badan
c. Lingkar lengan atas sensitif untuk semua golongan tertentu (prasekolah)
tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak
demikian halnya dengan berat badan.
Pengukuran LILA pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) menurut
Depkes RI (1994) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat
dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok berisiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK). Wanita usia subur adalah wanita usia 15-45
tahun. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status
gizi dalam jangka pendek. Adapun tujuan Pengukuran LILA pada kelompok
WUS tersebut adalah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI,
2007):
a. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk
menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR
b. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK
6
c. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak
d. Meningkatkan peran serta petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi
WUS yang menderita KEK
e. Mengerahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK
Ambang batas LILA dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm.
Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya
wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan BBLR.
lingkar pinggang, merupkan segmen berdiameter rekecil. Nilai lingkar pinggang
melebihi 102 cm pada pria dan melebihi 88 cm pada wanita menandakan telah
terjadi obesitas abdomen (Arisman, 2008)
Rasio lingkar pinggang terhadap terhadap panggul, pembagian ukuran
lingkar pinggang dan panggul, ialah cara sederhana dalam penentuan distribusi
lemak baik dibawah kulit maupun pada jaringan intra-abdominal. Pembesaran
ukuran mencerminkan perubahan resiko penyakit degenaratif, terutama penyakit
kardiovaskular (Arisman, 2008)
Masalah kelebihan dan kekurangan gizi pada orang dewasa (18 tahun
keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit-
penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh karena itu,
pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah
satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan ideal atau normal. (Hadju,
2007)
Berat normal adalah idaman bagi setiap orang agar mencapai tingkat
kesehatan yang optimal. Keuntungan apabila berat badan normal adalah
penampilan baik, lincah dan risiko sakit rendah. Berat badan yang kurus dan
berlebihan akan menimbulkan risiko terhadap berbagai macam penyakit. (Hadju,
2007)
Didalam suatu pengukuran perlu diketahui pengertian presisi dan akurasi.
Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto (1990), memberikan pengertian mengenai
presisi yaitu kemampuan mengukur subjek yang sama secara berulang-ulang
7
dengan kesalahan minimum. Sedangkan akurasi adalah kemampuan untuk
mendapatkan hasil yang sedekat mungkin dengan hasil yang diperoleh. Namun,
dalam pengukuran sering dijumpai berbagai kesalahan, diantara penyebabnya
antara lain (Mey, tanpa tahun):
a) Pada waktu melakukan pengukuran tinggi badan tanpa memperhatikan
posisi orang yang diukur, misalnya belakang kepala, punggung, pinggul,
dan tumit harus menempel di dinding. Sikapnya harus dalam posisis
sempurna. Disamping itu pula kesalahan juga terjadi apabila petugas
tidak memperhatikan situasi pada saat anak diukur. Contohnya adalah
anak menggunakan sandal atau sepatu.
b) Pada waktu penimbangan berat badan, timbangan belum di titik nol
c) Kesalahan pada peralatan, Tinggi badan dapat diukur dengan mikrotoa
berkapasitas 200 cm dengan ketelitian 0,1 cm. LILA dapat diukur dengan
pita LILA yang berkapasitas 33 cm dengan skala 0,1 cm.
d) Kesalahan yang disebabkan oleh Tenaga Pengukur, keslahan ini dapat
terjadi karena petugas pengumpul data kurang hati-hati atau belum
mendapat pelatihan yang memadai. Kesalahan-kesalahan yang terjadi
pada saat pengukuran sering disebut Measurement Error.
Secara garis besar untuk mengatasi kesalahan pengukuran, baik dalam
mengukur sebab maupun akibat serta dampak dari suatu tindakan, dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Supariasa, 2002):
a. Memilih ukuran yang sesuai dengan yang diukur. Misalnya mengukur tinggi
badan menggunakan Mikrotoa, dan tidak menggunakan alat ukur lain yang
bukan diperuntukkan untuk mengukur tinggi badan.
b. Membuat prosedur baku pengukuran yang harus ditaati oleh seluruh
pengumpul data. Petugas pengumpul data harus mengerti teknik, urutan dan
langkah-langkah dalam pengumpulan data.
c. Pelatihan petugas. Pelatihan petugas harus dilakukan dengan sebaik-
baiknya, baik ditinjau dari segi waktu maupun materi pelatihan. Materi
pelatihan sebaiknyamenekankan pada ketelitian pembacaan dan pencatatan
hasil.
8
d. Penerapan alat ukur secara berkala. Alat timbang dan alat lainnya harus
selalu ditera dalam kurun waktu tertentu. Apabila ada alat yang rusak,
sebaiknya tidak digunakan lagi.
Oleh karena itu, anthropometri sering digunakan sebagai indicator status
gizi yang berkaitan dengan masalah kurang energi-protein. Indikator
anthropometri yang sering dipakai ada tiga macam yaitu : berat badan
untukmengetahui massa tubuh, tinggi badan untuk mengetahui dimensi linear
panjang tubuh dan tebal lipatan kulit serta lingkar lengan atas untuk mengetahui
komposisi dalam tubuh, cadangan energi dan protein. Dalam penggunaan
indikator anthropometri tersebut selalu dibandingkan dengan umur dari yang akan
diukur. Atas dasar itu maka penentuan status gizi dengan menggunakan
anthropometri adalah dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi (BB/TB), dan lingkar
lengan atas menurut umur (LLA/U) (WHO 1995). Berat badan mencerminkan
masa tubuh, seperti otot dan lemak yang peka terhadap perubahan sesaat karena
adanya kekurangan gizi dan penyakit. Oleh karena itu, indeks BB/U
menggambarkan keadaan gizi saat ini. Tinggi badan menggambarkan skeletal
yang bertambah sesuai dengan bertambahnya umur dan tidak begitu peka terhadap
perubahan sesaat. Oleh karena itu indeks TB/U lebih banyak menggambarkan
keadaan gizi seseorang pada masa lalu. Indeks BB/TB mencerminkan
perkembangan massa tubuh dan pertumbuhan skeletal yang menggambarkan
keadaan gizi saat itu. Indeks BB/TB sangat berguna apabila umur yang diukur
sulit diketahui. lingkar lengan atas member gambaran tentang keadaan jaringan
otot dan lapisan lemak bawah kulit. Seperti halnya dengan berat badan, indikator
LLA dapat naik dan turun dengan cepat, oleh karenanya LLA/U merupakan
indikator status gizi saat ini. Diantara indikator-indikator anthropometri yang telah
disebutkan, indeks BB/U merupakan pilihan yang tepat untuk dipergunakan dalam
rangka pemantauan status gizi sebab sensitif terhadap perubahan mendadak dan
dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini (Khumaidi 1997). Penilaian status
gizi berdasarkan indikator BB/U, hasilnya kemudian dibandingkan dengan data
anthropometri standar WHO-NCHS (National Center for Health Statistics) (WHO
9
1995), dengan kriteria adalah gizi lebih bila skor-z > 2; normal bila skor- z antara
-2 dan 2, gizi kurang bila skor-z < -3 hingga -2 dan gizi buruk bila skor-z < -3.
e) Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit
dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas,
lengan bawah, di tengah garis ketiak, sisi dada, perut, paha, tempurung
lutut, dan pertengahan tungkai bawah.
f) Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul
Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul digunakan untuk melihat
perubahan metabolisme yang memberikan gambaran tentang pemeriksaan
penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh.
Dari berbagai jenis indeks tersebut di atas, untuk menginterpretasikannya
dibutuhkan ambang batas. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara
yaitu: persen terhadap median, persentil, dan standar deviasi unit.
1) Persen terhadap Median
Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi,
median sama dengan persentil 50. Nilai median dinyatakan sama dengan
100% (untuk standar). Setelah itu dihitung persentase terhadap nilai
median untuk mendapatkan ambang batas.
Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Depkes RI Tahun 1999
Kategori
Cut of point*)
Gizi Lebih >120%
Gizi Baik 80% - 120%
Gizi Sedang 70% - 79,9%
Gizi Kurang 60% - 69,9%
Gizi Buruk <60%
Persen dinyatakan terhadap Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
*) Laki-laki dan perempuan sama
Sumber: supariasa. IDN, 2002: 76
10
2). Persentil
Cara lain untuk menentukan ambang batas selain persen terhadap median
adalah persentil. Persentil 50 sama dengan Median atau nilai tengah dari
jumlah populasi berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya.
NCHS merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi buruk dan
kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik.
3). Standar Deviasi Unit (SDU)
Standar Deviasi Unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan
menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan.
B. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan
atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi, seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya digunakan untuk survei klinis secara cepat
(rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat
tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping
itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid
clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda
klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu
digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (Symptom) atau riwayat penyakit.
11
C. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot.
Penilaian status gizi dengan melakukan pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot. Metode biokimia digunakan untuk suatu peringatan
bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih
banyak menolong untuk menentukan
kekurangan gizi yang spesifik.
Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang
spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk
menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
D. Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melibat kemamapuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of
night blindness). Cara yang
digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Penggunaan
Umumnya dapat digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta
senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
12
Penilaian status gizi secara tidak Iangsung menurut Supariasa, IDN
(2001) dapat dilakukan dengan:
A. Survey Konsumsi Makanan
Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat dan gizi yang dikonsumsi.
Kesalahan dalam survey makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang
tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita,
kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan
menambah makanan yang sedikit dikonsumsi ( The Flat Slope Syndrome ),
membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan
melaporkan konsumsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam mencatat
(food record).
Metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah
dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
Penggunaan
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran
tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu.
Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
B. Statistik Vital
Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesebatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
Pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistik
kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat.
Penggunaan
13
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat.
C. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan
lain-lain.
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa
faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi
gizi.
II.2 Kriteria Kausalitas Bradford Hill
Sir Austin Bradford Hill mengemukakan 9 hal yang perlu ditegakkan dalam
membedakan suatu faktor yang dicurigai sebagai kausa dan umumnya digunakan
sebagai kriteria kausa:
1. Kekuatan asosiasi
Faktor ini dimaksudkan besarnya pengaruh kausa dalam menyebabkan
terjadinya penyakit. Hal ini secara umum dapat dilihat dengan tingginya
insiden suatu penyakit dengan keterpaparan kausa dalam masyarakat.
14
Dalam penelitian observasi besarnya hubungan ini dinyatakan dalam
Relative Risk (RR).Semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut
dapat merefleksikan pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini
membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal dari kesempatan) dan
kekakuan metodologis dari kajian-kajian yang ada terhadap bias (seleksi,
informasi, dan kekacauan).
2. Konsistensi
Replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat yang berbeda,
dalam tempat yang berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan
untuk menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
3. Spesifisitas dari asosiasi
Ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang mana
semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin juat
hubungan yang diamati tersebut. Tetapi, fakta bahwa satu agen berkontribusi
terhadap penyakit-penyakit beragam bukan merupakan bukti yang melawan
peran dari setiap penyakit.
4. Temporality
Kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahkan pada saat efek
sementara diperkirakan. Suatu faktor kausa haruslah mempunyai keberadaan
yang mendahului terjadinya penyakit atau akibat (out come) apa saja.
Persyaratan ini mutlak adanya jika suatu faktor dapat disebut kausa sebab tidak
mungkin akibat mendahului kausa.
5. Tahapan biologis
Perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan
dalam penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan
model konseptual yang dihipotesakan.
6. Masuk akal
Apakah asosiasi masuk akal secara biologis. Misalnya, estrogen dan
kanker endometrial, estrogen dan kanker payudara, kontrasepsi oral dan kanker
payudara.
15
7. Koherensi
Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang
dihipotesakan untuk membentuk gambaran yang koheren.
8. Eksperimen
Demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa
bukaan untuk hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin,
mengatakannya sangat diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas.
9. Analogi
Hal ini dilihat dengan membandingkan satu unsure dengan unsure lainnya
yang sejenis. Jika suatu zat tertentu menyebabkan penyakit maka zat lain yang
sejenis harus punya menyebabkan hal yang sama.
Kesembilan kriteria yang diajukan oleh Hill ini dianggap sebagai kriteria
dasar yang ideal. Dalam kenyataannya sulit memenuhinya. Dan perdebatan
tentang kriteria ini tetap berlangsung. Bahkan tampaknya mustahil untuk
mendapatkan suatu faktor risiko yang dapat memenuhi kesembilan kriteria Hill.
Pengecualian dan penyesuaian tetap diperlukan sesuai dengan arah penelitian
yang sedang dilakukan. Beberapa variasi secara teoretik kemudian dikembangkan
dan diajukan terhadap penyakit / masalah tertentu.
Dalam pendekatan epidemiologi ada 4 di antara kriteria Hill yang selalu
ditekankan untuk diperhatikan, yakni kuatnya hubungan, dosis respons,
konsistensi dan kelayakan biologi. keempat criteria ini secara epidemiologi
dengan bantuan biostatistik dan percobaan-percobaan di klinik dan laboratorium,
dapat diteliti dan diukur.
II.3 Kritik Terhadap Penilaian Status Gizi
II.3.1 Penilaian Status Gizi Secara Langsung
A. Antropometri
Kekurangan Antropometri
a. Tidak sensitive
Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Di samping
itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe
16
b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energy) dapat
menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi
d. Kesalahan tersebut terjadi karena:
- Pada waktu melakukan pengukuran tinggi badan tanpa memperhatikan
posisi orang yang diukur, misalnya belakang kepala, punggung, pinggul
dan tumit harus menempel di dinding. Petugas juga harus memperhatikan
situasi saat pengukuran seperti lupa melepaskan sepatu atau sandal
- Pada waktu penimbangan berat badan, timbangan belum dikalibrasi atau
belum di titik nol.
- Kesalahan pada peralatan yaitu alat tidak dikalibrasi
- Kesalahan yang disebabkan oleh tenaga pengukur. Kesalahan ini dapat
terjadi karena petugas pengumpul data kurang hati-hati atau belum
mendapat pelatihan yang memadai.
Kesalahan-Kesalahan Pada Antropometri
Kesalahan dapat terjadi pada antropometri yang dapat berefek pada
ketelitian, keakuratan, dan validitas pada pengukuran dan indicator. Ada tiga
sumber utama pada kesalahan pengukuran antropometri yaitu signifikan:
kesalahan pengukuran, perubahan komposisi dan pemeriksaan badan pada
jaringan-jaringan yang pasti, dan menggunakan penerimaan yang tidak valid pada
asal komposisi tubuh dari pengukuran antropometri.
Mekanisme pengukuran yang salah timbul dari pemeriksa yang salah hasil dari
training yang tidak cukup baik, alat yang rusak, dan kesulitan dalam membuat
pengukuran. Sumber utama pada pengukuran yang salah pada antropometri.
Pengukuran dan Keadaan Biasa Yang
Rusak
Solusi
Semua pengukuran
Alat yang rusak
Anak yang gelisah
Memiliki metode tepat untuk
sumber
17
Membaca
Merekam
Panjang
Metode yang salah untuk usia
Alas kaki/alas kepala tidak
dilepaskan
Kepala tidak datar
Anak-anak tidak lurus pada
papan dan/ atau kaki tidak
sejajar dengan papan yang dapat
dipindahkan
Papan tidak kuat menahan tumit
Tinggi
Metode yang salah untuk usia
Alas kaki/alas kepala tidak
dilepaskan
Kepala tidak datar, subjek tidak
Pengukuran ditunda atau
melibatkan orang tua pada
prosedur atau menggunakan
prosedur tepat secara cultural
Pelatihan dan pelatihan gerak
badan atau penggunaan
menekankan akurat dan perbaikan
intermiten dari supervisor
Rekaman menghasilkan dengan
seketeika setelah pengukuran dan
mempunyai hasil yang mengecek
oleh orang lain
Hanya Menggunakan ketika subjek
adalah < 2 y
Menghilangkan sebagai adat lokal
meminta izin (atau membuat
permintaan)
Posisi yang benar pada anak
sebelum pengukuran
Mempunyai teman yang membantu
dan kehadiran orang tua anak;
tidak mengambil pengukuran
sedangkan anak sedang berjuang;
anak-anak tenang
Tekanan yang betul harus
dipraktekkan
Hanya Menggunakan ketika subjek
adalah > 2 y
18
lurus, lutut bengkok atau kaki
tidak datar pada lantai
Papan tidak kuat menahan
kepala
Berat
Kamar dingin, tidak bebas
Skala tidak dikalibrasi pada nol
Subjek memakai baju yang
berat
Subjek bergerak atau khawatir
sebagai hasil pada kejadian
dahulu
Menghilangkan sebagai adat lokal
meminta izin (atau membuat
permintaan)
Teknik yang benar dengan praktek
dan latihan; menyediakan asisten
yang cukup; menenangkan anak-
anak yang tidak kooperatif
Gerakkan kepala ke atas untuk
memadatkan rambut
Gunakan fasilitas klinik yang tepat
Ulangi kalibrasi setelah setiap
subjek
Hilangkan atau buat permintaan
untuk baju
Menunggu hingga subjek tenang
atau menghilangkan penyebab
kegelisahan (contoh: skala terlalu
tinggi)
Tabel 1 : Kerusakan umum dan kemungkinan solusi ketika pengukuran panjang,
tinggi, dan berat. Dari Zerfas AJ (1979) di Jelliffe DB, Jellife EFP, Human
Nutrition: A Comprehensive Treatise. Volume 2: Nutrition and Growth. Plenum
Press, new York.
Pengukuran dan Keadaan Biasa Yang
Rusak
Solusi
Lingkar Lengan
Subjek tidak berdiri pada posisi
yang benar
Pita ukur elektrik terlalu tebal,
meregang atau kusut
Salah lengan
Titik tengah lengan tandanya
Posisi subjek benar
Menggunakan alat yang benar
Menggunakan lengan sebelah kiri
Pengukuran titik tengah dengan
hati-hati
19
tidak benar
Lengang tidak menggantung
dengan bebas dari sisi/pinggang
selama pengukuran, penguji
tidak nyaman atau tingkat
dengan subjek, pita ukur di
sekitar lengan tidak pada titik
tengah; terlalu sempit
(penyebab garis datar kulit
lekuk), terlalu longgar
Lingkar Kepala
Bencolan oksipital/supraorbital
penunjuk yang kurang baik
ditetapkan
Rambut tidak cukup
memotong, telinga dibawah
pita, posisi tegangan kurang
baik merawat pada waktu
membaca
Penutup kepala tidak dilepas
Lipatan lemak trisep
Salah lengan
Titik tengah atau pengukuran
atau penanda bagian posterior
tidak benar
Lengan tidak longgar dari
sisi/samping selama pengukuran
Jari jempol pencet atau kurus
atau penempatannya
Tehnik yang benar dengan training,
pengawasan, dan penyegaran
bagian regular ; penerimaan pada
laporan apa saja masalah kultural,
seperti menggunakan pita lengan.
Posisi pita dibetulkan dengan
benar
Tehnik yang betul dengan
pelatihan, pengawasan, dan
penyegaran bagian regular
Hilangkan kultur lokal dengan
permisi terlebih dahulu
Menggunakan lengan kiri
Pengukuran titik tengah secara
hati-hati
Tehnik yang betul dengan
pelatihan, pengawasan, dan
penyegaran bagian regular dan
lokakarya
Memastikan pemeriksa
posisinya benar
20
melengkung terlalu dalam (otot)
atau terlalu dangkal (kulit)
Lengkungan moncong tidak
pada sisi yang ditandai;
membaca selesai terlalu cepat,
cubitan tidak merawat,
pegangan lengkungan tidak
lepas
Pemeriksa tidak nyaman atau
setingkat dengan subjek
Tabel 2 Kerusakan umum dan kemungkinan solusi ketika pengukuran panjang,
tinggi, dan berat. Dari Zerfas AJ (1979) di Jelliffe DB, Jellife EFP, Human
Nutrition: A Comprehensive Treatise. Volume 2: Nutrition and Growth. Plenum
Press, new York.
Cara Pengukuran Antropometri Yang Benar
Alat
Alat yang digunakan dalam pengukuran berat badan, tinggi badan, panjang
badan, dan tinggi lutut adalah timbangan seca untuk berat badan, microtoice untuk
tinggi badan, alat ukur tinggi lutut, pita LILA, pita circumference, caliper.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penilaian status gizi secara antropometri
adalah sumber daya manusia.
Cara Kerja
Berat Badan
Pakaian biasa digunakan oleh subjek (diusahakan dengan pakaian yang
minimal). Alas kaki tidak digunakan oleh subjek
Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0
Subjek berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada
kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus kedepan. Usahakan
tetap tenang
Berat badan dibaca pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat
21
Tinggi Badan
Subjek tidak beraoas kaki. Diposisikan subjek tepat dibawah microtoice