BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita, yang terdiri dari tiga genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton (Rianyta, 2011). Prevalensinya cukup tinggi di Indonesia, mengingat Indonesia termasuk dalam negara beriklim tropis dan mempunyai kelembaban yang tinggi. Untuk kasus di Indonesia, dari hasil penelitian menunjukan dari seluruh infeksi dermatomikosis, sebanyak 52 % adalah kasus dermatofitosis dengan T. rubrum sebagai agen penyebab utama (Agustine, 2012). Sedangkan penelitian mengenai kasus dermatofitosis di India menunjukkan sebanyak 71 pasien yang menderita dermatofitosis memperlihatkan hasil biakan yang positif. Dimana hasil kultur pada 66 pasien (93%) positif mengandung biakan Trichophyton spp, dengan Trichophyton rubrum (Castell.) Sabour penyebab utama dermatofitosis di India (Venkatesan, 2007). 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita, yang terdiri dari tiga genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton (Rianyta, 2011). Prevalensinya cukup tinggi di Indonesia,
mengingat Indonesia termasuk dalam negara beriklim tropis dan mempunyai
kelembaban yang tinggi.
Untuk kasus di Indonesia, dari hasil penelitian menunjukan dari seluruh
infeksi dermatomikosis, sebanyak 52 % adalah kasus dermatofitosis dengan T.
rubrum sebagai agen penyebab utama (Agustine, 2012). Sedangkan penelitian
mengenai kasus dermatofitosis di India menunjukkan sebanyak 71 pasien yang
menderita dermatofitosis memperlihatkan hasil biakan yang positif. Dimana hasil
kultur pada 66 pasien (93%) positif mengandung biakan Trichophyton spp,
dengan Trichophyton rubrum (Castell.) Sabour penyebab utama dermatofitosis di
India (Venkatesan, 2007).
Pengobatan secara medis selama ini untuk kasus dermatofitosis dengan lesi
lokal, menggunakan obat antifungal golongan imidazol seperti mikonazol dan
klotrimazol, sedangkan untuk lesi sistemik menggunakan ketokonazol, terbinafin
dan griseosulvin. Ketokonazol masih menjadi pilihan utama di beberapa negara
dan efektif terhadap tinea korporis, kruris, pedis, dan infeksi jamur pada kuku
(Weller. dkk., 2008), tetapi obat-obatan tersebut sulit untuk didapatkan bagi
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Masyarakat di daerah Desa Tanjung
1
Ganti I, Kecamatan Kelam Tengah, Kabupaten Kaur masih menggunakan
pengobatan tradisional untuk pengobatan terhadap dermatofitosis.
Pengobatan tradisonal yang dilakukan di Desa Tanjung Ganti I, Kecamatan
Kelam Tengah, Kabupaten Kaur, menggunakan kombinasi rebusan akar
gelinggang dan jahe merah untuk mengobati penyakit kurap. Dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan, akar gelinggang memiliki senyawa aktif seperti
rhein dan chrysophanol yang merupakan derivat dari anthrakuinon yang
memperlihatkan adanya aktivitas biologis seperti sebagai antimikroba, antijamur,
antitumor, antioksidan, dan sitotoksik. Di Suriname ektrak akar gelinggang
digunakan sebagai obat pada kasus gangguan ovarium (Fernand, 2008). Hasil
penelitian mengenai ekstrak daun gelinggang mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap penghambatan pertumbuhan Trichophyton sp pada umur
kultur 1 x 24 jam, 2 x 24 jam (Hujjatusnaini, 2010). Kandungan senyawa
metabolit pada rimpang jahe merah seperti gingerol, shagol, dan zingeron
memiliki efek farmakologi sebagai antifungal (Supriadi, dkk., 2011).
Untuk pengobatan alternative menggunakan kombinasi ekstrak akar
gelinggang dan rimpang jahe merah yang didapatkan di Desa Tanjung Ganti I,
Kecamatan Kelam Tengah, Kabupaten Kaur belum pernah diteliti efektivitasnya
sebagai antifungal. Hal inilah yang mendasari peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai “Uji Efektivitas Kombinasi Antifungal Ekstrak Akar Gelinggang
(Senna alata L.) dan Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) Terhadap
Selanjutnya kelima konsentrasi tersebut diuji efektivitasya terhadap T. rubrum.
24
4.2 Uji Efektivitas
Uji efektivitas ekstrak akar gelinggang (Senna alata L.) maupun rimpang
jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap jamur T. rubrum dilakukan
dengan menggunakan metode dilusi padat. Sebanyak 1 ml konsentrasi ekstrak
antimikroba dicampurkan pada 9 ml Potato Dextrose Agar yang telah disterilisasi
sebelumnya di dalam tabung reaksi.
Lalu dipindahkan ke dalam cawan petri steril dengan cara aseptik dan dibiarkan
sampai memadat. Setelah itu miselia jamur T. rubrum hasil peremajaan diletakan
di atas media yang telah memadat tadi menggunakan cork borrer 0,7 cm. Setelah
diinkubasi pada suhu 250 C selama 7 hari, terbentuk pertumbuhan dari jamur T.
rubrum. Semakin kecil diameter pertumbuhannya berarti semakin besar daya
hambat dari ekstrak tersebut. Dari hasil pengukuran terhadap kontrol negatif
didapatkan besarnya pertumbuhan dari jamur T. rubrum yaitu sebesar 4,3 cm.
Daya hambat dari ekstrak tersebut terhadap pertumbuhn T. rubrum ini di
tampilkan dalam bentuk persentase, dimana untuk menghitung persentase tersebut
menggunakan rumus sebagai berikut (Silvia, dkk., 2013).
X = b−a
bx 100%
Keterangan :
X = Persentase penghambat (%)
a = Diameter pertumbuhan T. rubrum pada perlakuan
b = Diameter pertumbuhan T. rubrum pada kontrol
Adapun hasil penghitungan diameter daya hambat dan persentase rata-rata
daya hambat dari ekstrak akar gelinggang G1, G2, G3, G4, dan G5, rimpang jahe
25
merah J1, J2, J3, J4, dan J5 maupun kombinasi terhadap pertumbuhan T. rubrum
yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 3, 4, dan 5
Tabel 3. Data rata-rata Diameter dan Persentase Daya Hambat Pengaruh Dari Ekstrak Akar Gelinggang (Senna alata L.) Terhadap Pertumbuhan T. rubrum (Castell.) Sabour., 1911
Perlakuan (Kode)Pengulangan (cm) Persentase
Daya Hambat (%)1 2 3 4 5
15% (G1) 1,52 1,62 1,77 2,02 1,8 59,394
22,5% (G2) 1,5 1,65 1,42 1,75 1,22 64,926
30% (G3) 1,3 1,3 1,32 1,72 1,32 67,624
37,5% (G4) 1,35 1,1 1,2 1,25 1,35 70,926
45% (G5) 1,22 1,15 1,12 1,17 1,3 72,274
Ketoconazole 1,45 1,75 1,5 1,17 1,25 64,41
Dari data Tabel 3 dapat dilihat terjadi peningkatan daya hambat dari
konsentrasi yang terkecil hingga konsentrasi terbesar. Untuk konsentrasi 15%
(G1) dari ekstrak akar gelinggang (Senna alata L.) dihasilkan daya hambat
terhadap pertumbuhan T. rubrum sebesar 59,394%, dan konsentrasi 22,5% (G2)
daya hambatnya sebesar 64,926%, dimana pada konsentrasi ini terjadi daya
hambat yang hampir sama besar dengan daya hambat yang dihasilkan pada
kontrol positif, konsentrasi 30% (G3) daya hambatnya 67,624%, konsentrasi
37,5% (G4) daya hambatnya sebesar 70,926%, sedangkan untuk konsentrasi 45%
(G5) daya hambat yang terbentuk sebesar 72,274%, konsentrasi 45% (G5) ini
memiliki daya hambat jauh lebih besar dibandingkan dengan daya hambat yang
dihasilkan oleh kontrol positif.
26
Grafik hubungan antara besarnya persentase daya hambat pertumbuhan
dari T. rubrum dengan ekstrak Akar Gelinggang (Senna alata L.) dapat dilihat
pada Gambar 8.
15.00% 22.50% 30.00% 37.50% 45.00%0
1020304050607080
Konsentrasi Ekstrak Akar Gelinggang
Rat
a-ra
ta D
aya
Ham
bat
(%
)
Gambar 8. Grafik hubungan antara besarnya persentase daya hambat pertumbuhan dari T. rubrum dengan ekstrak akar gelinggang (Senna alata L.)
Dari data grafik Gambar 8 dapat dilihat terjadi peningkatan daya hambat
terhadap pertumbuhan jamur T. rubrum dan kondisi ini berbanding lurus dengan
peningkatan konsentrasi dari ekstrak akar gelinggang (Senna alata L.) tersebut,
dengan konsentrasi 45% (G5) sebagai konsentrasi yang memiliki persentase daya
hambat paling besar dibandingkan konsentrasi ekstrak akar gelinggang lainnya,
dan konsentrasi 15% (G1) memiliki daya hambat terkecil dari semua konsentrasi
ekstrak akar gelinggang yang telah diujikan. Hal ini menunjukan bahwa semakin
tinggi konsentrasi dari ekstrak tersebut semakin besar pula daya hambat yang
dihasilkan. Jadi jelas bahwa zat antimikroba tersebut memiliki sifat concentration
dipendent killing, yang artinya semakin tinggi konsntrasi zat antimikroba tersebut
semakin besar pula daya bunuh atau daya hambatnya terhadap mikroba
(Gunawan, dkk., 2009).
27
Akar gelinggang mempunyai kandungan senyawa kimia seperti fenolik,
antrakuinon (Rhein, aloe-emodin, emodin, chrysophanol dan physcion), tanin,
alkaloid, fenol dan flavonoid (Mahmood, 2008). Dari beberapa kandungan
senyawa kimia tersebut juga terdapat pada bagian lain dari tumbuhan gelinggang
(Senna alata L.) yaitu bagian daunnya, seperti flavonoid, alkaloid, atrakuinon,
tanin (Hujjatusnaini, 2010). Beberapa penelitian membuktikan bahwa kandungan
senyawa kimia tersebut memiliki efek sebagai antifungal.
Hasil penelitian Hujjatusnaini (2010) menunjukkan daya hambat ekstrak
daun Senna alata L. yang efektif dalam menghambat jamur Trichophyton sp pada
konsentrasi 60% dengan lama kultur 1x24 sampai 2x24 jam setelah perlakuan.
Mekanisme dari kandungan senyawa antifungal yang terkandung dalam tanaman
gelinggang (Senna alata L.) tersebut dalam menghabat pertumbuhan jamur
Trichophyton sp adalah dengan cara menghambat kerja dari enzim tertentu yang
ada pada jamur dan mengakibatkan terganggunya metabolisme dari sel jamur,
sehingga akan menghambat proses pemanjangan hifa (misellium) pada jamur.
Terjadinya penghambatan dari fragmentasi hifa (misellium) disebabkan karena
terjadinya kerusakan pada jaringan hifa tersebut, secara bersamaan sel-sel jamur
tersebut sangat rentan terhadap fluktuasi dari perubahan lingkungan dan
menyebabkan sel jamur tidak dapat bertahan hidup. Hal ini bisa dikatakan bahwa
sel jamur tidak dapat berkembang biak sebagaimana mestinya, hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hujjatusnaini, 2010) tentang uji pengaruh
ekstrak daun ketepeng cina (Senna alata L.) terhadap pertumbuhan Trichophyton
sp. Untuk mekanisme dari senyawa flavonoid sebagai antifungal adalah dengan
28
cara mendenaturasikan protein dan membuat lisis membrane sel jamur yang
bersifat irreversibel (Robinson, 1995).
Menurut (Windarwati, 2011) mekanisme senyawa fenol dalam
menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan cara mengendapkan protein sel
si mikroba, merusak dan menembus dinding sel, serta merusak protoplasma dari si
mikroba. Enzim pada mikroba juga dapat didenaturasi oleh komponen dari
senyawa fenol dimana enzim tersebut bertanggung jawab terhadap asam amino
yang terlibat dalam proses germinas atau dengan kata lain berpengaruh terhadap
germinasi spora. Enzim esensial di dalam sel mikroba dapat diinaktifkan oleh
senyawa fenolik yang bermolekul besar walaupun pada konsentrasi yang sangat
rendah.
Selain itu senyawa fenol juga dapat memutuskan ikatan peptidoglikan yang
nantinya dapat menembus dinding sel mikroba. Setelah menembus dinding sel si
mikroba, terjadilah kebocoran nutrien sel dari mikroba, hal ini dikarenakan
larutnya komponen-komponen dari membran sel yang berikatan secara
hidrofobik, serta rusaknya komponen-komponen tersebut yang berakibat
meningkatnya permeabilitas membran. Sehingga mengakibatkan terhambatnya
aktivitas dan biosintesa enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi
metabolisme akibat kerusakan dari membran sel (Robinson, 1995).
29
Tabel 4. Data rata-rata Diameter dan Persentase Daya Hambat Pengaruh Dari Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Pertumbuhan T. rubrum
Perlakuan (Kode)
Pengulangan (cm)
Rata-rata (cm)
Persentase daya hambat
(%)1 2 3 4 5
35% (J1) 2,5 2,9 2,52 2,32 2,6 2,57 40,27
42,5% (J2) 2,45 2,4 2,12 2,6 2,63 2,44 43,27
50% (J3) 2,47 1,42 2,3 2,52 2,52 2,25 47,76
57,5% (J4) 2,5 2,67 2,37 2,3 2,4 2,45 43,39
65% (J5) 2,65 2,55 2,75 2,32 2,7 2,59 39,67
Ketoconazole 1,45 1,75 1,5 1,17 1,25 1,42 64,41
Untuk data daya hambat dari ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber
officinale Rosc.) ini tidak ada satupun konsentrasi yang melebihi ataupun
menyamai besarnya daya hambat dari kontrol positif. Dimana untuk konsentrasi
35% (J1) persentase daya hambat yang terbentuk hanya sebesar 40,27%,
konsentrasi 42,5% (J2) sebesar 43,27%, konsentrasi 50% (J3) sebesar 47,76%
yang merupakan konsentrasi dengan daya hambat paling besar dari semua
konsentrasi ekstrak rimpang jahe merah, dan untuk konsetrasi 57,5% (J4)
memiliki daya hambat sebesar 43,39%, sedangkan konsentrasi 65% (J5)
merupakan konsentrasi dengan daya hambat terkecil dengan daya hambat sebesar
39,67%.
Grafik hubungan antara besarnya persentase daya hambat pertumbuhan
dari T. rubrum dengan ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)
dapat dilihat pada Gambar 9.
30
35.00% 42.50% 50.00% 57.50% 65.00%0
10
20
30
40
50
Konsentrasi Ekstrak Rimpang Jahe Merah
Rat
a-ra
ta D
aya
Ham
bat
(%
)
Gambar 9. Grafik hubungan antara besarnya persentase daya hambat pertumbuhan dari T. rubrum dengan ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)
Dari data grafik (Gambar 9) terlihat terjadi peningkatan daya hambat pada
konsentrasi 35% (J1) sampai dengan konsentrasi 50% (J3) dan mengalami
penurunan pada konsentrasi 50% (J3) sampai dengan konsentrasi 65% (J5).
Kondisi ini dikarenakan zat antimikroba yang bersifat time dipendent killing, yaitu
zat antimikroba jika kadarnya dipertahankan sedikit lama di atas kadar hambat
minimum/MIC akan menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap mikroba.
Kadar konsentrasi zat antimikroba yang sangat tinggi tidak meningkatkan
efektivitas untuk membunuh kuman (Gunawan. dkk., 2009). Jadi, jelas disini yang
dibutuhkan adalah memperlama pajanan antimikroba kepada si mikroba.
Besarnya daya hambat yang dihasilkan oleh ekstrak rimpang jahe merah
(Zingiber officinale Rosc.) terhadap pertumbuhan dari jamur T. rubrum ini tidak
sebesar daya hambat yang dihasilkan oleh ekstrak akar gelinggang (Senna alata
L.). Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dari
ekstrak rimpang jahe merah, seperti suhu. Dimana beberapa senyawa yang
terkandung dalam rimpang jahe merah yang berfungsi sebagai antifungal hanya
tahan pada suhu tertentu. Dimana untuk senyawa seperti gingerol yang
31
terkandung dalam rimpang jahe dapat dihasilkan rendemen yang paling tinggi
hanya pada suhu 400 C. Jika suhu lebih rendah dari suhu tersebut rendemen yang
dihasilkan juga akan semakin sedikit. dan jika suhu di atas 450C gingerol akan
berubah menjadi shagol (Gaedcke, 2005).
32
Tabel 5. Data Rata-rata Diameter Pertumbuhan dan Persentase Untuk Perlakuan Kombinasi Ekstrak Akar Gelinggang (Senna alata L.) dan rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap pertumbuhan jamur T. rubrum (Castell.) Sabour
Perlakuan Kombinasi (Kode)Rata-Rata Persentase Daya
Hambat (%)35% (J1) 15% (G1) 40,54
35% (J1) 22,5% (G2) 53,33
35% (J1) 30% (G3) 61,70
35% (J1) 37,5% (G4) 51,97
35% (J1) 45% (G5) 57,67
42,5% (J2) 15% (G1) 41,93
42,5% (J2) 22,5% (G2) 57,05
42,5% (J2) 30% (G3) 56,04
42,5% (J2) 37,5% (G4) 61,46
42,5% (J2) 45% (G5) 46,35
50% (J3) 15% (G1) 52,38
50% (J3) 22,5% (G2) 55,65
50% (J3) 30% (G3) 52,94
50% (J3) 37,5% (G4) 48,29
50% (J3) 45% (G5) 52,4
57,5% ( J4) 15% (G1) 47,09
57,5% ( J4) 22,5% (G2) 44,64
57,5% ( J4) 30% (G3) 46,89
57,5% ( J4) 37,5% (G4) 57,20
57,5% ( J4) 45% (G5) 51,62
65% (J5) 15% (G1) 38,21
65% (J5) 22,5% (G2) 40,92
65% (J5) 30% (G3) 62,47
65% (J5) 37,5% (G4) 51,77
65% (J5) 45% (G5) 54,10
Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil dengan persentase daya hambat tertinggi
konsentrasi dari kombinasi ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)
33
dan akar gelinggang (Senna alata L.) berada pada angka 62,47% yaitu pada
kombinasi 65% (J5) 30% (G3) dan untuk persentase daya hambat terendah dari
kombinasi ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) dan akar
gelinggang (Senna alata L.) adalah sebesar 38,21% yaitu pada kombinasi 65%
(J5) 15% (G1). Jika dibandingkan dengan persentase daya hambat ynag dihasilkan
oleh ekstrak akar gelinggag (Senna alata L.) saja, rata-rata konsentrasi dari
kombinasi ekstrak akar gelinggang (Senna alata L.) dan rimapng jahe merah
(Zingiber officinale Rosc.) memiliki persentase daya hambat yang lebih rendah.
Tetapi nilai persentase daya hambat tertinggi dari kombinasi ekstrak rimpang jahe
merah (Zingiber officinale Rosc.) dan akar gelinggang (Senna alata L.) yaitu pada
kombinasi 65% (J5) 30% (G3) hampir mendekati nilai persentase dari daya
hambat yang dihasilkan oleh kontrol positif (ketokonazole). Sedangkan jika
dibandingkan dengan rata-rata persentase daya hambat yang dihasilkan oleh
ekstrak rimpang jehe merah (Zingiber officinale Rosc.) saja, persentase daya
hambat yang dihasilkan oleh kombinasi ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber
officinale Rosc.) dan akar gelinggang (Senna alata L.) masih memiliki persentase
daya hambat yang jauh lebih tinggi.
(Hayati, dkk., 2010) menjelaskan bahwa sampel tanaman yang sama tetapi
berasal dari daerah yang berbeda akan memberikan aktivitas yang berbeda pula.
Hal ini dikarenakan variasi dan jumlah senyawa aktif dalam tanaman dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti : lingkungan geografis, iklim, tanah, morfologi
tanaman, serta sifat sinergis atau antagonis senyawa- senyawa dalam tanaman
tersebut.
34
Adapun beberapa faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi besarnya
daya hambat yang terbentuk pada uji yang telah dilakukan, yaitu antara lain
seperti jumlah dari mikroba (jamur) yang telah diinokulasikan pada cawan petri
yang telah diberikan senyawa antimikroba, dan kecepatan pertumbuhan mikroba
yang telah diujikan, serta kerentanan dari mikroba itu sendiri (WKU, 2005).
Selain itu juga pengaruh banyaknya konsentrasi senyawa antimikroba yang
diberikan kepada mikroba yang diujikan turut serta berperan terhadap besarnya
daya hambat yang terbentuk. Ini sering disebut juga sebagai concentration
dependent killing. Pada kondisi ini senyawa antimokroba akan menghasilkan daya
bunuh yang tinggi jika kadarnya diberikan dalam jumlah yang cukup tinggi
(Gunawan, dkk., 2009). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Hujjatusnaini,
2010) juga memperlihatkan perbandingan antara umur kultur 1x24 jam
dibandingkan dengan 4x24 dari konsentrasi ekstrak antimikroba yang diujikan
kepada Trichophyton sp, dimana kadar efektifitas dari senyawa antimikroba
tersebut memperlihatkan penurunan daya hambat pada umur kultur 4x24. Hal ini
menjelaskan bahwa kadar dari senyawa antimikroba berpengaruh terhadap waktu,
jadi semakin lama kadar senyawa tersebut tersebut diberikan maka efektifitasnya
juga akan semakin berkurang, sehingga perlu diberikan penambahan atau
pemberian ulang senyawa antimikroba. Ini perlu diperhatikan jika ingin
diaplikasikan untuk pengobatan terhadap infeksi yang disebabkan oleh jamur.
Beberapa zat aktif yang berperan sebagai antimikroba dalam jahe merah
masih belum diketahui interaksinya, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui kemungkinan efek sinergisnya atau antagonisnya,
sama halnya dengan kombinasi dari ekstrak rimpang jahe merah dan akar
35
gelinggang yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek
antagonis dari senyawa kimia yang terkandung dalam kedua ekstrak tersebut.
4.3 Analisis Data
Tabel 6. Tabel ANOVA dari Data Persentase Daya Hambat Kombinasi Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) dan Akar Gelinggang (Senna alata L.).
SK JK Db KT f-hitF table
5% 1%
Perlakuan 3304,04 24 137,668 2,56 s 1,74 2,18
Jahe 182,91 4 45,727 0,850 2,56 3,72
Gelinggang 1279,48 4 319,870 5,949 s 2,56 3,72
Interaksi
Jahe*Gelinggang1841,65 16 115,103 2,141 s 1,85 2,38
Galat 2688,26 50 53,765
Total 5992,3 74
Dari data Tabel 6 didapatkan bahwa nilai dari F hitung dari interaksi akar
gelinggang dan rimpang jahe merah lebih besar dari pada nilai F tabel pada taraf
1%, yang berarti bernilai signifikan dimana untuk nilai interaksi dari akar
gelinggang dan rimpang jahe merah adalah sebesar 2,141, sedangkan F tabel pada
taraf 1 % bernilai 2,38. Kemudian data tersebut masuk dalam kriteria untuk
dilakukan uji lanjut. Adapun uji lanjut yang digunakan adalah uji BNT.
Setlah dilakukan uji BNT dari data tersebut, maka hasil dari uji yang telah
dilakukan ditampilkan pada Tabel 7.
36
Tabel 7. Data Hasil Uji BNT Dari Perlakuan Kombinasi Ekstrak Akar Gelinggang (Senna alata L.) dan Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)
Konsentrasi (%)
Notasi* BNT 1%
J5G1 a 14,384
J1G1 ab
J5G2 ab
J2G1 abc
J4G2 abcd
J2G5 abcd
J4G3 abcd
J4G1 abcd
J3G4 abcde
J2G4 abcde
J4G5 abcde
J5G4 abcde
J1G4 abcde
J3G1 abcde
J3G5 abcde
J3G3 bcde
J1G2 bcde
J5G5 bcde
J3G2 cde
J2G3 cde
J2G2 de
J4G4 de
J1G5 de
J1G3 e
J5G3 e
Keterangan : * = notasi yang sama menunjukkan perlakuan yang memiliki
hasil tidak berbeda nyata.
37
Konsentrasi kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah
yang secara statistik efektif dalam menghambat pertumbuhan T. rubrum adalah
konsentrasi J1G3, karena konsentrasi J1G3 merupakan konsentrasi terendah yang
mempunyai daya hambat yang efektif, sehingga pemilihan konsentrasi kombinasi
yang paling efektif adalah ekstrak rimpang jahe merah pada konsentrasi 35% (J1)
dikombinasikan dengan akar gelinggang pada konsentrasi 22,5% (G3).
38
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa :
1. Kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe merah memiliki
daya hambat paling efektif terhadap T. rubrum yaitu pada kombinasi
J1G3
2. Daya hambat yang dihasilkan oleh akar gelinggang saja jauh lebih besar
dibandingkan dengan kombinasi rimpang jahe merah dan akar
gelinggang maupun rimpang jahe merah saja
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan fitokimia lebih lanjut untuk melihat efek sinergis dan
antagonis dari kombinasi ekstrak akar gelinggang dan rimpang jahe
merah.
2. Melakukan uji antifungi dari kombinasi ekstrak tersebut terhadap jenis
jamur yang lain.
3. Perlu dilakukan uji efek antifungal dari kombinasi ekstrak akar
gelinggang dan rimpang jahe merah secara in vivo terhadap hewan
coba.
39
DAFTAR PUSTAKA
Agustine R. 2012. Perbandingan Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan Sediaan Langsung KOH 20% Dengan Sentrifugasi dan Tanpa Sentrifugasi
Tinea Kruris. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. http://repository.unand.ac.id/18063/1/Perbandingan%20Sensitivitas%20Dan%20Spesifitas%20pemeriksaan%20sediaan%20langsung%20KOH%2020%25%20dengan%20Sentrifugasi%20dan%20tanpa%20sentrifugasi%20pada%20tinea%20kruris.pdf Diakses 25 April 2014
Alexopoulus J.C, Mims C.W, dan Well B. M. 1996. Introductory Mycology. Fourth Edition. Jhon Wiley & Sons. INC. New York
Brooks, Butel and Morse. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick & Adelberg. Edisi 23. EGC. Jakarta
Ellis D, Davis H, Handke R dan Bartley R. 2007. Descriptions Of Medical Fungi. Second Edition. Mycology Unit Women’s and Children’s Hospital. School Molecular and Biomedical Science University Of Adelaide. North Adelaide, Australia.
Fernand V. E. 2008. Determination of Pharmacologically Active Compounds in Root Extracts of Cassia alata L. by use of High Performance Liquid Chromatography. Journal of National Institute of Health (NIC Public Medicine Access). http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2276639/ . (Edisi 74(4) ) : pp 896-902
Gaedcke, F. dan Feistel, B., (2005), ―Ginger Extract Preparation‖, U.S. Patent No. 10/496885. Dalam Ramadhan A., Phaza H. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan Jumlah Stage Pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale Rosc) Secara Batch. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro Semarang.http://eprints.undip.ac.id/13902/1/Laporan_Penelitian_Pengaruh_Konsentrasi_etanol,_suhu_dan_jumlah_stage_pada_ekstraksi_oleoresin_ja.pdf. Diakses 07 april 2014
Gunawan S. G., Nafrialdi R. S, dan Elisabeth. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Universitas Indonesia. Jakarta. pp 574-595
Hayati E. K, Fasyah A. G, dan Sa’adah L. 2010. Fraksinasi dan identifikasi senyawa tanin pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Jurnal Kimia 4(2). Hal:193-200
Hirt M. H, dan M'Pia Bindanda. 2008. Natural Medicine in the Tropics I: Foundation text. anamed, Winnenden, Jerman
Hujjatusnaini N. 2010. Uji Potensi Ekstrak Ketepang Cina (Cassia alata L.) Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Trichopyton sp. Tesis. Jurnal Universitas Islam Negeri Malang. http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/lemlit/article/view/2050/pdf Diakses 12 Januari 2014
Mahmood El dan Doughari. 2008. Phytochemical screening and antibacterial evaluation of the leaf and root extracts of Cassia alata Linn. African Journal of Pharmacy and Pharmacology.http://sciencestage.com/uploads/text/XYnbyotXVTVzOJvCJf1I.pdf.(Edisi 2 (7) : pp. 124-129
Pratiwi S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta. pp 188-191.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI. ITB: Bandung.
Schauenberg P dan Paris F. 1977. Guide to medical plants. Keats Publishing New Canaan CT
Silvia F., Raharjo., dan Guntur T. 2013. Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Kedondong (Spondias pinnata) dalam Menghambat Pertumbuhan Aspergillus flavus. Jurnal Lentera Bio. http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio (Vol. 2 No. 2) : pp 125-129. Diakses 15 desember 2013
Siswandono S. B. 1995. Kimia Medisinal, Edisi I. Universitas Airlangga. Surabaya.
Supriadi., Yusron M., dan Wahyuno D. 2011. JAHE (Zingiber officinale Rosc.). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor
Venkatesan G. 2007. Trichophyton rubrum – the predominant etiological agent in human dermatophytoses in Chennai, India. African Journal of Microbiology Research. http://www.academicjournals.org/ajmr/pdf/Pdf2007/May/Venkatesan.pdf. pp. 009-012. diakses 25 januari 2014
Warrell D, Cox T, dan Firth J. 2012. Oxford Textbook of Medicine : Infection. Oxford University Press : United Kingdom.
Weller R, Hunter J, dan Dahl M. 2008. Cinical Dermatology. Fourth Edition. Blackwell publishing. USA.
Windarwati S. 2011. Pemanfaatan Fraksi Aktif Ekstrak Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Sebagai Zat Antimikroba dan Antioksidan Dalam Sediaan Kosmetik. Tesis. IPB Bogor. http://fateta.ipb.ac.id/~tin/images/stories/jurnal/TESIS,%20POSTER%20PENELITIAN/Sri%20Windarwati%20%20F351074011/F351074011Sri%20Windarwati.pdf. Diakses 11 april 2014
WKU. 2005. Microbiology, General microbiology Lab Biology 208. Biology- Western Kentucky University.http://bioweb.wku.edu/courses/Biol208/Lab_Manual/208%20week%205-5.pdf.
Sub Total 114,64 122,78 187,42 155,33 162,31 742,48660,48 754,82 840,18 812,13 786,44 3854,05
Derajat bebas total (dbt) = (j x g x r) – 1 = (5*5*3) – 1 = 75 – 1 = 74Derajat bebas perlakuan (dbp) = (jg-1) = (5*5-1) = 24Derajat bebas faktor J (dbj) = j – 1 = 5 – 1 = 4Derajat bebas faktor G (dbg) = g – 1 = 5 – 1 = 4Derajat bebas interaksi faktor JG (dbj*g) = (j-1)(g-1) = (5-1)*(5-1) = 16Derajat bebas galat (dbg) = dbt – dbp = 74 – 24 = 50
Faktor Koreksi = (3854,05)2
5 x 5 x 3 = 198049,35
JK Total = ∑( Yijk)2- Faktor Koreksi
= 204041,65 – 198049,35
= 5992,3
JK Perlakuan = ∑(∑ yj)2
R- faktor koreksi
57
= 201353,39- 198049,35
= 3304,04
JK Faktor J = ∑(∑ yi)2
rb - faktor koreksi
= 198232,26 - 198049,35
= 182,91
JK Faktor G = ∑(∑ yj)2
ra - faktor koreksi
= 199328,83 - 198049,35
= 1279,48
JK J*G = JK Perlakuan – JK Faktor J –JK Faktor G
= 3304,04 - 182,91 - 1279,48
= 1841,65
JK Galat = JK Total – JK Perlakuan
= 5992,3 – 3304,04
= 2688,26
KT Perlakuan = JK Perlakuandb P(J .G−1)
= 3304,04
24
= 137,668
KT J =JKJ
db J (J−1)
= 182,91
4
= 45,727
KT G = JK G
dbG(G−1)
58
= 1279,48
4
= 319,870
KT J*G = JK J∗G
db J∗G ( J−1 ) .(G−1)
= 1841,65
16
= 115,103
KT Galat = JK Galat
db G(dbt−dbp)
= 2688,26
50
= 53,765
F- hitung:
F- hitung Perlakuan = KT Perlakuan
KT Galat =
137,66853,765
= 2,56
F-hitung J = KT J
KT Galat =
45,72753,765
= 0,850
F- hitung G = KT G
KTGalat =
319,87053,765
= 5,949
F-hitung J*G = KT J∗GKT Galat
= 115,10353,765
= 2,141
Tabel 8 ANOVA dari data pengukuran diameter daya hambat kombinasi ekstrak akar gelinggang (Senna alata L.) dan rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc) terhadap T. rubrum (Castell.) Sabour
Lampiran 5. Perhitungan Standar Deviasi Daya Hambat Ekstrak Akar Gelinggang (Senna alata L.) dan Rrimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) Terhadap T. rubrum.