Laporan kasus LATAR BELAKANG Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara berkembang. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe, dan Peyer’s patch. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus. Selain demam tifoid, tuberkulosis paru juga banyak terdapat di negara berkembang dibandingkan negara maju. Pada penelitian didapatkan kasus TB < 15 tahun adalah 15% di negara bekembang, 1 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Sulianti Saroso Periode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan kasus
LATAR BELAKANG
Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara
berkembang. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe, dan Peyer’s patch.
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan,
sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian
tiap tahun. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/
tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
Selain demam tifoid, tuberkulosis paru juga banyak terdapat di negara berkembang
dibandingkan negara maju. Pada penelitian didapatkan kasus TB < 15 tahun adalah 15% di
negara bekembang, sedangkan 5-7% di negara maju. Di Indonesia, TB anak terbanyak pada usia
12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi < 12 bulan (16,5%).
Selain itu, United Nations Children’s Fund (UNICEF) juga melaporkan Indonesia berada
di peringkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah anak yang terhambat pertumbuhannya.
Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu
kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita masing tinggi + 30-
40%.
1 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSPI PROF DR SULIANTI SAROSO
IDENTITAS MAHASISWA
Nama : Sulistio Anita
NIM : 406148124
Periode : 14 Desember 2015 – 20 Februari 2016
Pembimbing : dr Dedet Sp.A
Topik : Demam Tifoid + TB Paru + Gizi Buruk
2 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
IDENTITAS PASIENNama : An. WW
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Umur : 4 tahun
BB : 11 Kg
Alamat : Jl. Budi Mulia RT 10/12 Pademangan
IDENTITAS ORANG TUANama Ayah : Tn. Sapramin
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl. Budi Mulia RT 10/12 Pademangan
Agama : Islam
Bangsa/ Suku : Madura
Nama Ibu : Ny. Asriatun
Umur : 20 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl. Budi Mulia RT 10/12 Pademangan
Agama : Islam
Bangsa/ Suku : Madura
Hubungan dengan orang tua : anak kandung.
3 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
ANAMNESATanggal masuk rumah sakit : 21 Desember 2015 Pukul 03.00 WIB
Tanggal pemeriksaan : 21 Desember 2015 Pukul 10.00 WIB
Diambil dari : Allo anamnesa (Ibu dan ayah os)
Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : mencret, susah BAB, sakit perut, batuk, keringat malam
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANGOs datang ke IGD dengan membawa hasil darah tanggal 20 Desember 2015. Sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit (smrs) ibu os mengeluh os demam, demam dirasakan naik turun,
naik terutama pada malam hari dan turun menjelang pagi hari namun tidak kembali ke suhu
normal. Suhu ketika demam pada malam hari sempat mencapai 40,4°C. Ibu os mengaku selama
sebulan terakhir badan os memang sering hangat namun hilang timbul dan sering sembuh
sendiri. Tidak disertai dengan kejang.
Keluhan lain yang juga dirasakan adalah mencret sebanyak 1 kali 5 hari sebelumnya, ada
ampas sedikit, jumlah lumayan banyak, berwarna kuning kecoklatan, tidak ada lendir dan darah.
Sekarang pasien susah BAB sejak 5 hari SMRS.
Ibu os juga mengeluh os mulai batuk sejak 1 hari smrs. Batuk tidak berdahak, tidak ada
darah dan tidak disertai dengan sesak nafas. Ibu os mengaku os memang sering batuk – batuk
namun batuk tidak terlalu mengganggu dan sering hilang sendiri tanpa diberi obat dan dapat
muncul kembali secara tiba - tiba.
Kadang – kadang os mengalami keringat pada malam hari ketika sedang tidur, keluarga
os mengira keringat pada malam hari tersebut dikarenakan rumah mereka tidak memiliki ac
maupun kipas angin.
Nafsu makan os juga beberapa hari ini semakin menurun namun tetap minum air putih
dengan banyak. Ibu os menyangkal adanya penurunan berat badan. BAK os lancar, dengan
warna air kemih kuning jernih. Os sudah dibawa ke puskesmas dekat rumah oleh kedua
orangtua, sudah diberi obat dari puskesmas tersebut berupa antibiotik dan obat penurun panas
(paracetamol), namun keluhan tidak membaik juga. Os ke poli anak RSPI Sulianti Saroso 1 hari
smrs dan disarankan untuk melakukan pengecekan darah.
4 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Os belum pernah dirawat di rumah sakit dan tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
dahulu. Riwayat kejang, asma, alergi makanan, alergi obat dan penyakit paru disangkal.
RIWAYAT KELUARGA
Os merupakan anak pertama. Ayah os bernama Tn. Sapramin berusia 29 tahun, bekerja
sebagai pedagang warung kecil - kecilan. Ibu os bernama Ny. Asriatun berusia 20 tahun bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Ayah mengaku dahulu didiagnosa flek paru, pernah di periksa dahak
namun tidak tahu hasil BTA nya positif atau negatif, hingga sekarang tidak melakukan
pengobatan OAT, hanya melakukan pengobatan tradisional saja. Ibu os mengaku sehat dan
sedang tidak menderita penyakit apapun.
DATA PERUMAHAN
Os tinggal bersama kedua orangtua di rumah kecil dengan tepat depan rumah adalah
warung mereka, dengan ukuran 4x4 meter dengan 1 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Keadaan
ventilasi kurang dan pencahayaan kurang, sinar matahari kurang dapat masuk ke dalam rumah.
Keadaan lingkungan sangat padat. Sumber air bersih berasal dari air PAM.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
Kehamilan
Ibu os memeriksakan kehamilannya ke bidan namun tidak rutin, dan tidak mengalami
kelainan atau gangguan selama kehamilan.
Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah
Penolong persalinan : Paraji
Cara persalinan : Spontan pervaginam
Masa gestasi : Cukup bulan (40 minggu)
5 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Lingkar kepala : Tidak tahu
Langsung menangis : Langsung menangis
Nilai APGAR : Tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada
RIWAYAT PERTUMBUHAN
Ibu os tidak rutin memeriksakan os ke puskesmas untuk kontrol. Os pergi ke
puskesmas/rumah sakit hanya pada saat jadwal imunisasi dan bila sakit saja. Menurut ibu os
pertumbuhan anaknya cukup baik, namun berat badan dan tinggi badan tidak sesuai dengan usia
os. Ibu os mengaku karena selama ini os sering susah makan oleh karena itu berat badan os
tergolong lebih kecil dari anak lain seusianya.
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : 9 bulan
Gangguan perkembangan mental dan emosi (-)
Psikomotor :
Tengkurap : usia 3 bulan
Duduk : usia 7 bulan
Berdiri Sendiri : usia 9 bulan
Berjalan : usia 9 bulan
Berbicara : usia 12 bulan
6 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
RIWAYAT IMUNISASI DASAR
Imunisasi dilakukan di posyandu sesuai dengan jadwal posyandu.
RIWAYAT MAKANAN
Os mendapatkan ASI sejak lahir hingga usia 2,5 tahun,namun tidak eksklusif. Os diberi
susu formula untuk menambahkan ASI sejak lahir, lalu secara bertahap os mengkonsumsi
biskuit, bubur susu, nasi tim dan makanan untuk dewasa. Os sering kali makan tidak teratur dan
susah bila disuruh makan . Os lebih sering jajan sembarangan, mengonsumsi cemilan seperti
snack dan permen dari warung. Ibu os juga mengaku bahwa sekarang os tidak suka minum susu
sehingga sangat jarang minum susu. Saat ini setiap hari os makan nasi dengan frekuensi ± 1-
2x/hari, porsi cukup
Makanan yang dikonsumsi saat ini
7 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Vaksin
Usia (bulan)
0 1 2 3 4 9
BCG +
Hepatitis B + + + +
DPT + + +
Polio + + + +
Campak +
Jenis Makanan Frekuensi
Nasi putih 2x/hari
Sayur Jarang
Daging Jarang
Ikan Sering
Telur Sering
Tempe / Tahu Jarang
Susu Jarang
Laporan kasus
P EMERIKSAAN
Dilakukan pada tanggal : 21 Desember 2015 Pukul 10.30 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (GCS= 15)
Tekanan darah : 100/60 mmHG
Suhu : 37,4 °C
Frekuensi Nadi : 98 x/mnt, teraba kuat angkat, isi cukup, dan teratur
Frekuensi napas : 28x/mnt
DATA ANTOPOMETRI
Berat badan : 11 kg
Tinggi badan : 96 cm
BMI : 11,94
Berdasarkan Z - score :
o Tinggi badan terhadap umur (TB/U) : di atas SD -2 (Normal)
o Berat badan terhadap umur (BB/U) : di bawah SD -3 (Gizi buruk)
o Berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) : di bawah SD -3 (Sangat kurang)
o BMI terhadap umur (IMT/U) : di bawah SD -3 (Sangat kurang)
8 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
9 Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
10
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Epitel : +
Pemeriksaan foto thorax AP dan lateral (21/12/2015)
Cor besar normal
Infiltrat perihilar, paracardial kanan, kiri
Hilus tebal
Corakan bronkovaskular kasar
Sinus, diafragfma baik
Kesan pemeriksaan : TB Paru
Pemeriksaan mantoux (24/12/2015) : negatif
DIAGNOSADiagnosa : Demam Tifoid
Diagnosa tambahan :
TB paru
Gizi buruk
Diagnosa banding :
Demam Dengue
ISPA
PENGOBATANNon Medikamentosa :
Tirah baring
Asupan makanan dan minuman yang adekuat
Seluruh keluarga yang serumah agar diperiksa sputum BTA
Monitor BB 1x selama seminggu hingga BB mencapai 13 -14 kg.
Dikonsulkan ke dokter spesialis gizi dengan jawaban konsul:
Edukasi orangtua tentang makanan anak sehat dan gizi seimbang
Bentuk makanan lembek (Nasi tim) extra pisang 2x1buah,
26
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Motivasi anak dan orangtua agar dapat makan secara teratur dan bervariasi jika sudah
sembuh.
Medikamentosa :
IVFD RL KAEN 3B 1000cc/24jam
Paracetamol sirup 3 x 1 Cth p.r.n demam
Ambroxol 2 x ½ Cth
Cetrizine 1x1 bks
Ceftriaxone 1x750 mg 5 hari dilanjutkan cefixime 100mg 2 x 1 selama 3 hari
Paracetamol drip 4 x 125 mg
Proris supp extra
INH, Rifampisin, Pirazinamid (FDC)
INH 100 mg/hari
Rifampisin 150 mg/hari
Pirazinamid 250 mg/hari
PROGNOSA Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
ANALISA KASUS
27
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Demam Tifoid
Teori Kasus
Epidemiologi
Demam tifoid merupakan masalah
kesehatan di negara berkembang.
Diperkirakan angka kejadian
900/100.000/tahun di Asia. Indonesia
merupakan salah satu negara endemis
tifoid dengan 91% kasusnya terjadi
pada anak usia 3-19 tahun.
Pasien tinggal di Indonesia yang
merupakan negara endemis tifoid.
Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh
Salmonella typhi, bakteri gram negatif.
Penularan Salmonella typhi sebagian
besar melalui minuman / makanan
yang tercemar oleh kuman.
Pada kasus, pasien suka jajan atau
makan makanan sembarangan.
Gejala klinik
Demam tifoid dipertimbangkan jika
demam lebih dari 7 hari. Demam tifoid
merupakan demam step–ladder–
temperature–chart yang ditandai
dengan demam timbul insidius,
kemudian naik secara bertahap tiap
harinya dan mencapai titik tertinggi
pada akhir minggu pertama, setelah itu
demam akan bertahan tinggi dan pada
minggu ke-4 demam turun perlahan
secara lisis.
Ibu os mengatakan os mengalami
demam sejak 5 hari SMRS. Demam
muncul hilang timbul dan dirasakan
naik turun, sempat mencapai 40OC pada
hari ke 3 – 4 demam.
Pada pasien dengan demam tifoid, Pasien mengalami demam naik turun,
28
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
banyak dilaporkan bahwa demam lebih
tinggi saat sore dan malam hari,
dibandingkan dengan pagi harinya.
dirasakan lebih tinggi saat sore
menjelang malam hari dan turun
menjelang pagi hari.
Nyeri kepala
Malaise
Anoreksia
Nausea
Muntah
Myalgia
Nyeri perut
Kembung
Gejala gastrointestinal, pada kasus
demam tifoid sangat bervariasi.
Pasien dapat mengeluh diare,
obstipasi, atau obstipasi kemudian
disusul episode diare.
Nyeri kepala (-)
Os tampak lemah
Riwayat nafsu makan menurun
sejak sakit
Nausea dan muntah (-)
Myalgia (-)
Nyeri perut (-)
Kembung (+)
Os BAB dengan konsistensi cair
pada hari ke-1 bersamaan dengan
demam, frekuensi 1xi, warna
kuning coklat ampas (+), lendir (-),
dan darah(-) kemudian obstipasi
selama 5 hari, pada hari ke 6
kembali diare 1x.
Pemeriksaan Fisik
-Kondisi anak tampak jelas sakit dan
lemah
-Lidah tampak kotor dengan putih di
tengah, sedangkan tepi dan ujungnya
kemerahan
-Hepatomegali
-Spenomegali
-Bradikardi relatif
-Rose spot
-Pasien jelas tampak sakit dan lemah.
-Pada pasien tidak ditemukan lidah
kotor maupun hepatosplenomegali.
-Hepatomegali (-)
-Spenomegali(-)
-Bradikardi relatif(-)
-Rose spot (-)
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa demam Pemeriksaan yang bermakna pada
29
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
tifoid, gold standar pemeriksaan adalah
ditemukannya S.typhi dari kultur
(darah, sum sum tulang, urin, feses).
Darah tepi : leukopenia, eosinophilia,
trombositopenia, anemia
Serologi :
-IgM Salmonella (+)
-Tes Widal (+) bila titer O aglutinin ≥
1/200 atau pada titer sepasang terjadi
kenaikan 4 kali
pasien:
Darah tepi: anemia, leukopenia,
trombositopenia
Serologi : IgM Salmonella (+)
Widal tidak diperiksa
Tatalaksana 2
DOC 1st line : kloramfenikol 50-
100mg/kg/hari dibagi 4 dosis PO / IV
selama 10-14 hari.
DOC 2nd line : amoksisilin
100mg/kg/hari dibagi 4 dosis PO
selama 10 hari atau kotrimoksazol
6mg/kg/hari PO selama 10 hari
Jika klinis tidak ada perbaikan
seftriakson 80mg/kg/hari dibagi 1-2
dosis, IM/IV, selama 5 hari atau
sefiksim 10mg/kg/hari dibagi 2 dosis
selama 10 hari.
Pada pasien diberi :
Ceftriaxon IV 1x750mg sampai hari
ke-5 (21/8/2015) 26/12/2015
Cefixime 100mg PO 2 x 1pulv selama
3 hari
TUBERKULOSIS
EpidemiologiTeori KasusBanyak terdapat di negara berkembang dibandingan negara majuPada penelitian didapatkan kasus TB < 15 tahun adalah 15% di negara bekembang, sedangkan 5-
Pasien tinggal di indonesia yaitu termasuk negara yang sedang berkembang.
30
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
7% di negara maju.Di Indonesia, TB anak terbanyak pada usia 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi < 12 bulan (16,5%).
Pasien berusia 4 tahun
AnamnesisTeori Kasus1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau
BB tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, ISK, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi.
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda/ intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).
5. Lesu/ malaise, kurang aktif bermain.6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) tidak
sembuh dengan pengobatan baku diare.
1. Berat badan pasien tidak naik dengan adekuat dan menurut ibu pasien, nafsu makan pasien memang sedikit.
2. Pasien sering mengalami demam berulang tanpa penyebab yang jelas dan tidak tinggi.
3. Pasien juga sering mengalami batuk berulang sejak kurang lebih 1 bulan terakhir.
4. Nafsu makan kurang, gizi termasuk gizi buruk
5. Pasien lesu dan agak rewel.6. Pasien mengalami obstipasi.
Pemeriksaan fisikTeori KasusPada sebagian besar kasus, tidak dijumpai kelainan fisis yang khas. Antropometri : gizi kurang dengan grafik berat
badan dan tinggi badan pada posisi didaerah bawah atau di bawah P5.
Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien.
Kelainan pada pemeriksaan fisis baru jumpai jika Tb mengenai organ tertentu. TB vertebra : gibbus, kifosis, paraparesis atau
paraplegia TB koksae atau TB genu : jalan pincang, nyeri
pada pangkal paha atau lutut Pembesaran KGB mutipel, tidak nyeri tekan,
dan konfluens (saling menyatu) Meningitis TB : kaku kuduk dan tanda
rangsang meningeal lain Sklofuroderma : ulkus kulit dengan skinbridge
biasanya terjadi di daerah leher, axilla atau
Pada pasien didapatkan: Antropometri : gizi buruk dengan
grafik berada dibawah <-3SD. Selama perawatan suhu pasien:
21/12/2015 : 37,4o C 22/12/2015 : 39,7 o C 23/12/2015 : 36,7o C 24/12/2015 : 38o C 25/12/2015 : 36.5o C 26/12/2015 : 36.8o C 27/12/2015 : 36.5o C
Tidak dijumpai kelainan fisik yang lain, KGB tidak membesar.
31
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
inguinal Konjungtivitis fliktenularis yaitu bintik putih
pada limbus korne yang sangat nyeri.Pemeriksaan penunjangTeori Kasus Uji tuberkulin Foto thorax AP dan lateral kanan Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan
lambung atau sputum untuk mencari BTA atau hasil biakan mycobacterium tuberculosis
Pemeriksaan patologi dari biopsi kelenjar, kulit, atau jaringan lain yang dicurigai TB
Fundoskopi untuk TB milier dan meningitis TB
Pungsi lumbal pada TB milier untuk mengetahui ada tidaknya meningitis TB
Foto tulang dan pungsi pleura dilakukan atas indikasi
Pemeriksaan darah tepi, LED, urin, feses untuk membantu menunjang diagnosis namun tidak berperan penting.
Uji tuberkulin dilakukan namun hasil negatif.
Foto thorax PA dilakukan dengan gambaran TB paru.
Pemeriksaan darah tepi, LED, urin, feses dilakukan.
Pemeriksaan lainnya tidak dilakukan.
DiagnosisTeori KasusSistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB Kontak dengan pasien TB BTA positif diberi
skor 3 Penentuan status gizi:
Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment opname).
Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC.
Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas.
Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6
Ibu pasien mengakui adanya kontak dengan pasien TB yaitu ayah pasien namun BTA masih tidak jelas.
BB/TB dan BB/U menurut kurva WHO berada di <-3 SD yaitu status gizi buruk.
Sering mengalami demam namun suhu tidak terlalu tinggi
Sering mengalami batuk dalam 1 bulan terakhir.
Gambaran foto thorax menunjukkan TB paru berupa: Infiltrat perihilar, paracardial
kanan, kiri Hilus kanan tebal Corakan bronkovaskular kasar
Skoring pada pasien : 7
32
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
(skor maksimal 13)TatalaksanaTeori KasusTerapi TB terdiri dari dua fase, yaitu: Fase intensif : 3-5 OAT selama 2 bulan awal. Fase lanjutan dengan 2 OAT (INH-
Rifampisin) hingga 6-12 bulan.
Pasien akan memasuki fase intensif dengan 3 OAT (2HRZ).
Pada anak, obat TB diberikan secara harian (daily) baik pada fase intensif maupun fase lanjutan:TB paru: INH, rifampisin, pirazinamid selama 2 bulan fase intensif dan dilanjutkan INH dan rifampisin hingga genap 6 bulan terapi (2HRZ-4HR). INH : 10 (5-15) mg/kgBB/hari Rifampisin : 15 (10-20) mg/kgBB/hari Pirazinamid : 25 (15-30) mg/kgBB/hari
Pasien mendapatkan dosis sesuai FDC: INH : 100 mg/hari Rifampisin : 150 mg/hari Pirazinamid : 250 mg/hari
GIZI BURUK
EpidemiologiTeori KasusUnited Nations Children’s Fund (UNICEF) melaporkan Indonesia berada di peringkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah anak yang terhambat pertumbuhannya paling besar dengan perkiraan sebanyak 7,7 juta balita.
Pasien tinggal di indonesia.
Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita masing tinggi + 30-40%.
Pasien berusia 4 tahun.
DiagnosisTeori Kasus BB/TB: < -3 SD dan atau; Terlihat sangat kurus dan atau; Adanya Edema dan atau; LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
BB/TB <-3 SD Terlihat kurus Tidak terdapat edema LILA tidak diperiksa
AnamnesisTeori KasusAnamnesis awal (untuk kedaruratan): Kejadian mata cekung yang baru saja muncul Lama dan frekuensi diare dan muntah serta
tampilan dari bahan muntah dan diare (encer/darah/lendir)
Hasil anamnesis awal (untuk kedaruratan) Tidak terdapat mata cekung Diare 1 hari. Konsistensi encer. Tidak
terdapat darah dan lendir. Frekuensi
33
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Kapan terakhir berkemih Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat
mungkin anak mengalami dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani): Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum
sakit Riwayat pemberian ASI Asupan makanan dan minuman yang
dikonsumsi beberapa hari terakhir Hilangnya nafsu makan Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis
paru Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir Batuk kronik Kejadian dan penyebab kematian saudara
kandung Berat badan lahir Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri,
bicara dan lain-lain Riwayat imunisasi Apakah ditimbang setiap bulan Lingkungan keluarga (untuk memahami latar
belakang sosial anak) Diketahui atau tersangka infeksi HIV
1x. Konstipasi 5 hari BAK dalam batas normal Akral hangatHasil anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani): Pola makan tidak teratur, ±1-2x sehari ASI tidak eksklusif selama 2.5 tahun.
ASI + susu formula Makanan dan minuman yang
dikonsumsi beberapa hari terakhir berupa: nasi biasa dengan lauk sedikit.
Kurang nafsu makan Kontak dengan pasien susp.
tuberkulosis paru diakui. Pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir (-). Batuk kronik (+) dalam 1 bulan
terakhir. Kematian saudara kandung (-). BBL : 3000 gram Riwayat tumbuh kembang normal. Riwayat imunisasi : lengkap Penimbangan dilakukan di posyandu Sosioekonomi menengah ke bawah.
Perumahan padat. Ventilasi kurang. Diketahui atau tersangka HIV (-)
Pemeriksaan fisikTeori Kasus Apakah anak tampak sangat kurus, adakah
edema pada kedua punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB
Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan status dehidrasi pada gizi buruk).
Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun.
Demam (suhu aksilar≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C).
Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
Sangat pucat
Anak terlihat kurus Edem pada kedua punggung kaki (-). BB/PB menurut kurva WHO <-3SD Dehidrasi (-), turgor kembali cepat. Tanda syok (-) Demam (+), hipotermi (-) Frekuensi pernafasan normal.
Pernafasan reguler. Pucat (+) Pembesaran hati dan ikterus (-) Perut kembung (+), BU (+)
meningkat, asites (-), abdominal splash (-).
34
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Pembesaran hati dan ikterus Adakah perut kembung,bising usus
melemah/meninggi, asites, adanyasuara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)
Pemeriksaan penunjangTeori Kasus Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin
lengkap, feses lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin.
Tes mantoux Radiologi (dada, AP dan Lateral) EKG
Darah tepi lengkap Urin lengkap Feses lengkap Elektrolit serum Tes mantoux Radiologi thorax AP dan lateral
TatalaksanaTeori Kasus Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit Rehidrasi secara oral dengan Resomal,
secara parenteral hanya pada dehidrasi berat atau syok
Atasi/ cegah hipoglikemi Atasi gangguan elektrolit Atasi/ cegah hipotermi Antibiotika: Bila tidak jelas ada infeksi, berikan
kotrimoksasol selama 5 hari Bila infeksi nyata: ampisilin IV selama 2 hari,
dilanjutkan dengan oral sampai 7 hari ditambah dengan gentamisin IM selama 7 hari
Atasi penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman
Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan : 50.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI, >1 tahun : 200.000 SI) pada perawatan dan hari ke-15 atau sebelum pulang.
Multivitamin-mineral, khusus asam folat hari pertama 5 mg, selanjutnya 1 mg per hari.
Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan normal
Antibiotik diberikan: Ceftriaxone 1 x 750 mg IV Cefixime 100mg PO 2 x 1 pulv
Nutrisi/dietetik: Fase Stabilisasi :
Energi : 80 – 100 kkal/kgBB/hari Protein : 1 – 1,5 /kgBB/hari Cairan : 100-130 ml/kgBB/hari. Bila ada
edema berat : 100 kkal/kgBB/hari Fase Transisi :
Energi : 100 – 150 kkal/kgBB/hari Protein : 2 – 3 g/kgBB/hari Cairan : bebas sesuai kebutuhan energi
Asupan diberikan 2500 kkal/hari Protein 45 g/hari
35
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Fase Rehabilitasi: Energi : 150 – 220 kkal/kgBB/hari Protein : 4 – 6 g/kgBB/hari
36
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi dengan manifestasi klinis berupa demam, gangguan pencernaan, dan dapat pula
mengakibatkan gangguan kesadaran. Pada os ini terjadi demam yang semakin hari semakin
tinggi, dirasakan lebih tinggi saat sore menjelang malam hari dan turun menjelang pagi hari. Os
juga mengalami gangguan pencernaan yang berupa konstipasi.
Tuberkulosis merupakan salah satu infeksi paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberkulosis dengan gejala batuk lama, suhu tubuh subfebris, keringat malam dan penurunan
berat badan. Tuberkulosis dapat di diagnosa dengan scoring TB. Pada os skoring Tb adalah oleh
karena itu perlu diberikan pengobatan OAT selama 6 bulan.
Gizi buruk merupakan salah satu masalah terbanyak di Indonesia. Melalui grafik Z-
Score dari WHO maka os dinyatakan mempunyai status gizi buruk.
37
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
Pendahuluan
Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara
berkembang Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s
patch.
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan demam
enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid
namun biasanya lebih ringan, penyakit ini biasanya disebabkan oleh spesies Salmonella
enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.
Istilah typhoid berasal dari kata Yunani typhos. Terminologi ini dipakai pada penderita
yang mengalami demam disertai kesadaran yang terganggu. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan
urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta
standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.
Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam tipoid
ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran.
Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit
ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health
38
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di
seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus
demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan
sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di
rumah sakit.
Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/
tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di
Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
Etiologi
Demam tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Etiologi
demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B (S.
Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S. Hirschfeldii).
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai
antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida,, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein
dan envelope antigen (K) yang terdiri polisakarida. Mempunyai makromolekular
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin.
Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multipel antibiotik.
Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai natural reservoir).
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret saluran
nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada
diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu,
atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. Typhi hanya dapat hidup kurang
dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp
63°C). Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama
– sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalurr oro-fekal). Dapat juga terjadi transmisi
transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah
39
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses
kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.
Gambar 1. Salmonella typhi
Patogenesis
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism,
yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2) bakteri bertahan hidup dan
bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus mesenterica, dan organ- organ
extra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4)
produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan
permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam
lumen intestinal.
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia
terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2) banyak yang mati
namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejunum dan ileum. Bila
respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan menembus sel- sel
epitel (sel-M, merupakan sel epitel khusus yang yang melapisi Peyer Patch, merupakan port de
entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang
biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang
40
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian
kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya asimtomatik) dan
menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ- organ
RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan
bakteremia kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka
pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang
selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal ini adalah
delirium. Pada anak- anak, gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau.
Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S. typhi
intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan
nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar peyer
patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel mononuclear di
dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus,
dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler
dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi,
dan gangguan organ lainnya.
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan
tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga
endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus
halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari
makrofag inilah yang dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem
41
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
vaskuler, yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imunologis.
Gambar 2. Patogenesis
42
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Gambar 3. Patofisiologi demam tifoid
43
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Manifestasi klinik
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih bervariasi bila
dibandingkan dengan penderita dewasa. Pada anak, masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 5 –
40 hari, dengan rata-rata 10-14 hari.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam lebih dari 1 minggu, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah
minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid,
pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai ganguan kesadaran dari yang ringan
sampai berat.
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang dewasa,
kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa step ladder pattern, dapat pula mendadak
tinggi dan remiten (39 – 41o C).
Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-tanda
antara lain, putih di bagian tengah, di bagian tepi lebih kemerahan. Rose spot, suatu ruam
makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1 – 5 mm, sering kali dijumpai pada daerah
abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan
ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 – 10 dan bertahan selama 2 -3
hari.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah tepianemia (eritrosit normokrom normositer), LED meningkat,
hitung leukosit dapat leukopenia, dalam batas normal dan dapat pula leukositosis,
terutama bila disertai komplikasi lain. Trombosit jumlahnya menurun, gambaran hitung
jenis didapatkan limfositosis relatif, aneosinofilia, dapat shift to the left ataupun shift to
the right bergantung pada perjalanan penyakitnya. SGOT dan SGPT seringkali
meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh.
44
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
2. Uji serologis
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :
a) Uji Widal
Uji widal adalah untuk menentukan adanya antigen dalam serum penderita
tersangka demam tifoid yaitu;
1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)
2. Aglutinin H (flagel kuman)
3. Aglutinin Vi (simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini. Apabila titer O aglutinin ≥ 1/200 atau pada titer sepasang
terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H
banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi
aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi (karier).
Banyak peneliti mengemukanan bahwa uji serologi widal kurang dapat
dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti
biakan darah positif.
b) Tes TUBEX
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit). Tes ini digunakan dalam diagnosis
infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi
antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
c) Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak
antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen
flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi.
3. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
45
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Isolasi bakteri
dari aspirasi sum sum tulang memiliki sensitivitas 90%. Berkaitan dengan patogenesis
penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang
pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.
Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas
yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari)
serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan
tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid dilihat dari gejala klinis, dan ditunjang
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis
demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, serologis, dan bakteriologis.
Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat
menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia.
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis,
infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada
demam tifoid yang berat, sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis
banding.
Penatalaksanaan
I.1. Non Medika Mentosa
a) Tirah baring
b) Nutrisi
Diet untuk penderita demam tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak,
dan nasi tim.
c) Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.
46
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Sulianti SarosoPeriode 14 Desember 2015-20 Februari 2016
Laporan kasus
d) Kompres air hangat
I.2. Medika Mentosa
a) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Paracetamol
dengan dosis 10-15 mg/kg/kali minum dapat diberi 3 kali.
b) Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah
DOC 1st line : kloramfenikol 50-100mg/kg/hari dibagi 4 dosis PO / IV selama 10-14 hari.
DOC 2nd line : amoksisilin 100mg/kg/hari dibagi 4 dosis PO selama 10 hari atau kotrimoksazol
6mg/kg/hari PO selama 10 hari
Jika klinis tidak ada perbaikan seftriakson 80mg/kg/hari dibagi 1-2 dosis, IM/IV, selama 5 hari
atau sefiksim 10mg/kg/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari.
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok dapat diberikan
kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1
mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat berupa: perdarahan usus, perforasi usus, peritonitis,