BAB I KASUS I.1 IDENTITAS PASIEN Nama : An. T Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 7 tahun Alamat : Kampung rumput, Cimanggis, Depok Pekerjaan : Pelajar Agama : Islam Status : Belum menikah Tanggal masuk RS : 5 Maret 2013 No. RM : 014705 I.2 ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 5 Maret 2013 WIB A. Keluhan Utama Mata gatal sejak 3 hari yang lalu B. Keluhan tambahan Mata berair dan kadang disertai belekan C. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke poli mata RSAL Mintohardjo dengan keluhan kedua mata gatal sejak tiga hari yang lalu. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
KASUS
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. T
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 7 tahun
Alamat : Kampung rumput, Cimanggis, Depok
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Tanggal masuk RS : 5 Maret 2013
No. RM : 014705
I.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 5 Maret 2013 WIB
A. Keluhan Utama
Mata gatal sejak 3 hari yang lalu
B. Keluhan tambahan
Mata berair dan kadang disertai belekan
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli mata RSAL Mintohardjo dengan keluhan kedua mata
gatal sejak tiga hari yang lalu. Pasien mengaku keluhan ini timbul bukan yang
pertama kali. Pertama kali, os mengeluhkan keluhan ini ketika umur 6 tahun.
Menurut os keluhan ini timbul saat os sedang bermain di luar, berpanas-
panasan atau sedang bermain di pasir. Keluhan gatal ini dirasakan bisa
berkurang dengan sendirinya, ataupun kadang-kadang os perlu minum obat
untuk menghilangkan rasa gatal. Pasien juga mengeluhkan adanya mata berair
dan kadang disertai belekan. Pasien menyangkal adanya demam dan nyeri
1
pada tenggorokan pasien. Penurunan tajam penglihatan disangkal oleh pasien.
Rasa penuh di bagian belakang mata disangkal oleh pasien. Riwayat trauma
pada daerah mata juga disangkal oleh pasien.
D. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pasien sering mengalami keluhan yang sama sejak usia 6 tahun. Tidak ada
riwayat asma, eksem dan rhinitis allergi. Tidak ada riwayat trauma pada mata
pasien.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada orang disekitar pasien yang menderita hal yang serupa. Ayah pasien
memiliki riwayat asma dan rhinitis allergi Riwayat penyakit mata pada
keluarga disangkal.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum baik : Baik
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah 120/80 mmHg
Nadi 72x/menit
Suhu 36,5° C
Pernafasan 20 x/menit
Mata : status oftalmologis
THT : Kedua telinga hiperemis(-), edema(-), nyeri(-)
Thoraks : Jantung :BJ I II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler/vesikuler, rh -/-, wh -/-
Abdomen : BU (+), supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat
2
Status oftalmologis
OD OS
6/6 Visus 6/6
Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia
Bergerak ke segala arah Pergerakan bola mata Bergerak ke segala arah
Ptosis (-) lagoftalmos (-)
blefaritis (-) hordeolum (-)
kalazion (-) ektropion (-)
entropion (-) oedem (-)
trikiasis (-) hematoma (-)
Palpebra superior Ptosis (-) lagoftalmos (-)
blefaritis (-) hordeolum (-)
kalazion (-) ektropion (-)
entropion (-) oedem (-)
trikiasis (-) hematoma (-)
Ptosis (-) lagoftalmos (-)
blefaritis (-) hordeolum (-)
kalazion (-) ektropion (-)
entropion (-) oedem (-) trikiasis
(-) hematoma (-)
Palpebra inferior Ptosis (-) lagoftalmos (-)
blefaritis (-) hordeolum (-)
kalazion (-) ektropion (-)
entropion (-) oedem (-)
trikiasis (-) hematoma (-)
Injeksi (-) pterigium (-)
subkonjungtiva bleeding (-)
pinguekula (-) folikel (-) giant
papil (+), sekret (+) mukoid
Konjungtiva Injeksi (-) pterigium (-)
subkonjungtiva bleeding (-)
pinguekula (-) folikel (-) giant
papil (+), sekret (+) mukoid
Jernih, arkus senilis (-)
sikatrik (-) ulkus (-)
neovaskular (-) perforasi (-)
benda asing (-)
Kornea Jernih, arkus senilis (-) sikatrik
(-) ulkus (-)
neovaskular (-) perforasi (-)
benda asing (-)
Dalam, hifema (-)hipopion (-)
flare (-)
COA Dalam, hifema(-)hipopion(-)
flare (-)
Coklat, kripti(-) sinekia (-),
shadow test (-)
Iris Coklat, kripti(-) sinekia (-),
shadow test (-)
3
Tepi reguler, bulat,
RCL(+)RCTL (+),
Pupil Tepi reguler, bulat,
RCL(+)RCTL (+),
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreus Jernih
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan TIO Tidak dilakukan
Sama dengan pemeriksa Uji konfrontasi Sama dengan pemeriksa
I.3 RESUME
Pasien datang ke poli mata RSAL Mintohardjo dengan keluhan kedua mata gatal
sejak tiga hari yang lalu. Pasien mengaku keluhan ini timbul bukan yang pertama kali.
Pertama kali, os mengeluhkan keluhan ini ketika umur 6 tahun. Menurut os keluhan ini
timbul saat os sedang bermain di luar, berpanas-panasan atau sedang bermain di pasir.
Keluhan gatal ini dirasakan bisa berkurang dengan sendirinya, ataupun kadang-kadang os
perlu minum obat untuk menghilangkan rasa gatal. Pasien juga mengeluhkan adanya mata
berair dan kadang disertai belekan. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus mata kanan
dan kiri 6/6. Giant papil ( cobblestone ) +/+, sekret +/+ mukoid.
I.4 DIAGNOSIS KERJA
1 Konjungtivitis Vernal
I.5 DIAGNOSIS BANDING
1. Konjungtivitis Hay Fever
2. konjungtivitis atopik
4
I.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Kerokan konjungtiva untuk mempelajari gambaran sitologi
I.7 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
1 Cendoxytrol tetes mata diberikan 4 kali sebanyak 1 tetes pada mata kanan dan
kiri.
2 Interhistin tablet sebanyak 1 kali sehari
3 Rawat jalan
Non-medikamentosa:
1. Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan,
karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-
mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada
akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.
2. Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari
3. Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen
di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak
akan membantu retensi alergen.
I.8 PROGNOSIS
Ad. Vitam = ad bonam
Ad sanationam = ad bonam
Ad functionam = ad bonam
5
BAB II
ANALISIS KASUS
Konjungtivitis vernalis adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang
(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi (hipersensitivitas tipe I). Penyakit
ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”, “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis
musim kemarau”. Pada kasus ini pasien merupakan anak laki-laki dengan usia 7 tahun. Hal
ini sesuai dengan teori kepustakaan yang menyebutkan bahwa konjungtivitis vernalis paling
sering terjadi pada anak umur antara 3-25 tahun dengan prevalensi pada kedua jenis kelamin
sama dan sering terjadi pada anak dengan riwayat eksema, asma, atau alergi musiman.
Konjungtivitis vernalis biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang pada musim gugur
dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi pada umur dewasa muda.
Pasien datang dengan keluhan mata gatal pada kedua mata sejak 3 hari sebelum
dilakukan pemeriksaaan, disertai dengan mata berair, kotoran mata juga dikeluhkan terutama
pada pagi hari setelah bangun tidur yang berwarna putih dan lengket seperti lendir. Rasa
nyeri pada kedua mata, silau dan pandangan kabur disangkal oleh pasien. Hal ini sesuai
dengan teori pada kepustakaan, di mana gejala-gejala konjungtivitis vernalis meliputi rasa
gatal, mata merah, mata berair, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang
masuk. Gejala-gejala ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani
aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal.
Pada pemeriksaan mata didapatkan visus mata kanan dan kiri normal, edema palpebra
pada kedua kelopak mata kanan dan kiri, papil cobble stone pada konjungtiva tarsalis
superior kedua mata dan terdapat sekret mukoid pada permukaan konjungtiva palpebra. Pada
pemeriksaan sklera, kornea, bilik mata depan, iris, pupil, lensa, dan refleks fundus tidak
ditemukan adanya kelainan. Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik mata pada pasien ini sesuai
dengan tanda-tanda konjungtivitis vernalis berdasarkan kepustakaan.
Konjungtivitis vernalis pada dasarnya merupakan suatu reaksi alergi (hipersensitivitas
tipe I). Pada reaksi hipersensitivitas tipe I terjadi pelepasan mediator sel mast (histamin) yang
dapat memicu vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, rasa gatal, dan
peningkatan produksi mukus dari sel-sel goblet pada lapisan konjungtiva. Vasodilatasi arteri
konjungtiva posterior yang memasok darah ke konjungtiva bulbi mengakibatkan penampakan
6
mata merah yang dominan ditemukan pada fornix. Peningkatan permeabilitas pembuluh
darah mengakibatkan terjadinya edema palpebra dan kemosis. Keluhan lain seperti nyeri,
silau dan penurunan visus tidak dijumpai pada pasien, karena proses patologis dari penyakit
ini tidak melibatkan media refraksi seperti kornea, bili mata depan dan lensa. Pada pasien ini
dijumpai adanya papil pada kedua konjungtiva tarsalis posterior. Papil terbentuk sebagai
respon terhadap peradangan yang ditandai oleh infiltrasi sel-sel radang (limfosit, eosinofil,
basofil dan sel mast), neovaskularisasi, deposit jaringan ikat kolagen dan terjadinya
hiperplasia sel-sel epitel konjungtiva. Pada pemeriksaan dengan menggunakan tes fluorosens
tidak ditemukan adanya tanda-tanda erosi epitel pada kornea.
Terapi yang diberikan pada kasus ini antara lain berupa Cendoxytrol eyesdrop 4 x 1
tetes / hari ODS, Interhistin Tab 1 x 1, Kontrol poliklinik 1 minggu kemudian dan KIE.
Konjungtivitis vernalis merupakan penyakit yang sembuh sendiri sehingga medikasi yang
dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka
panjang. Pada pasien ini diberikan Cendoxytrol eyesdrop yang memiliki fungsi sebagai anti
alergi dan vasokontriksi pembuluh darah. Sedangkan interhistin merupakan antihistamin yang
berfungsi untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila antihistamin
dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada kasus
yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Pasien juga disarankan untuk kontrol ke
poliklinik minggu depan untuk menilai respon dari terapi yang diberikan dan diberikan KIE
antara lain:
- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena
telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel
mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada akhirnya
berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari
- Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen
di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak
akan membantu retensi alergen.
- Kompres mata dengan air dingin
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan.
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Konjungtivitis (radang konjungtiva) adalah penyakit mata paling umum didunia.1
Konjungtivitis adalah proses inflamasi yang meliputi permukaan mata dan dikarakteristikan
oleh adanya dilatasi vaskular, infiltrasi sel dan eksudasi. Konjungtivitis dibedakan menjadi 2
bentuk yaitu: akut dan kronis.2 Penyebab umumnya eksogen, namun bisa juga endogen.
Gejala penting pada konjungtivitis adalah sensasi benda asing yaitu sensasi tergores atau
terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal dan fotofobia. Tanda-tanda penting
konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair, eksudasi, pesudoptosis, hipertrofi papilar,
kemosis, folikel, pseudomembran dan membran, granuloma dan adenopati pre-aurikuler.1
Konjungtivitis vernalis adalah penyakit bilateral yang biasanya mulai pada tahun-
tahun prapubertas dan berlangsung selama 5-10 tahun.1 Konjungtivitis vernalis adalah
penyakit pada anak-anak, penyakit ini adalah 0,5% dari penyakit alergi pada mata.3 Penyakit
ini lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. Penyakit ini hampir selalu
lebih parah selama musim semi, musim panas, dan musim gugur daripada musim dingin.
Paling banyak ditemukan di afrika sub-sahara dan timur tengah.1 Konjungtivitis vernalis
mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia <10 tahun.
Penyakit ini paling banyak pada laki-laki yaitu pada dekade ke 2 kehidupan.4
Konjungtivitis vernalis adalah akibat dari reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang
mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.5 Konjungtivitis vernalis menunjukan adanya
aktivitas sel mast/ limfosit yang memediasi respon alergi.4 Alergen spesifiknya sulit dilacak,
tetapi pasien konjungtivitis vernalis biasanya menampilkan manifestasi alergi lainnya yang
diketahui berhubungan dengan sensitivitas terhadap tepung sari rumput-rumputan.1
Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserat-serat. Biasanya
ada riwayat alergi pada keluarga dan pasien itu sendiri. Pada konjungtiva palpebralis superior
sering terdapat papila raksasa mirip batu kali (cobblestone) yang berbentuk poligonal dengan
atap rata dan mengandung berkas kapiler.1 Papil raksasa ini disertai dengan rasa gatal berat,
sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil, pada kornea terdapat keratitis,
8
neovbaskularisasi dan tukak indolen.5 Konjungtiva tampak putih susu, dan terdapat banyak
papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.1 Pada penyakit ini, kulit periorbita biasanya
normal.3 Ada 2 bentuk utama dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palpebral dan limbal.1
Penyakit ini adalah penyakit yang sembuh sendiri, dan medikasi yang dipakai adalah
untuk meredakan gejala dan dapat memberikan perbaikan dalam waktu singkat, namun dapat
memberi kerugiain jika dipakai dalam jangka panjang.1 Pemakaian steroid topikal atau
sistemik yang mengurangi rasa gatal akan menyembuhkan, tetapi pemakaian dalam jangka
panjang dapat menyebabkan glaukoma, katarak dan komplikasi yang lainnya. Kombinasi
antihistamin penstabil sel mast bermanfaat sebagai agen profilaktik dan terapeutik pada kasus
sedang hingga berat.1,5 Dapat diberikan kompres dingin, vasokonstriktor natrium karbonat
untuk membuat pasien merasa nyaman.5 Tidur atau berektivitas/ bekerja diruang ber-AC juga
membuat nyaman. Blefaritis dan konjungtivitis stafilokok adalah komplikasi yang sering dan
harus ditangani.1
2.1. Anatomi Konjungtiva.
Morfologi konjungtiva.
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan
kulit pada tepi palpebra (suatu
sambungan mukokutan) dan dengan
epitel kornea di limbus.
9
sumber dari oftalmologi a pocket textbook altas hal 84-119.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat
ke tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat
berkali-kali. Adanya lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks
temporal superior. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di
bawahnya, kecuali dilimbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3
mm).
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak yaitu plica
semilunaris, letaknya di kantus internus. Struktur epidermoid kecil semacam daging
(caruncula) menempel secara superfisial ke bagian dalam plica semilunaris dan merupakan
zona transisi yang mengandung elemen kulit maupun mukosa.
Histologi konjungtiva.
Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas 2 hingga 5 lapisan sel epitel silindris bertingkat,
superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas caruncula dan di
dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
10
untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merat. Sel-sel epitel basal berwarna lebih
pekat dibandingkan dengan sel-sel superfisial dan didekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi 1 lapisan adenoid (superfisial) dan 1 lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat
dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan in tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari
jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Lapisan ini tersusun longgar pada
bola mata.
Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar krause dan wolfring) yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, letaknya di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause
berada di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di tepi atas
tarsus atas.
Perdarahan, limfatik dan persarafan.
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari a. ciliaris anterior dan a. Palpebralis. Kedua
arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dg vena konjutiva lainnya membentuk
jaring vaskular yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan
superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk
pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama
nervus V, saraf ini memeliki serabut nyeri yang relatif sedikit.
Imunitas humoral di konjungtiva sebagian besar adalah diperankan oleh Ig A,
sedangkan imuinitas selulernya didominasi oleh sel T CD4+. Serosal sel mast berisi protease
netral yang normalnya ada dikonjungtiva, dan mukosa sel mast dg granua-granula yang berisi
triptase. Triptase ini akan meningkat pada pasien atopi. Degranulasi produk dari sel mast
akan menyebabkan kemerahan pada konjungtiva, kemosis, pengeluaran sekret dan gatal.
2.2. Konjungtivitis
Definisi dan etiologi.
Konjungtivitis adalah proses inflamasi yang meliputi permukaan mata dan
dikarakteristikan oleh adanya dilatasi vaskular, infiltrasi sel dan eksudasi. Konjungtivitis
dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu:
11
1. Konjungtivitis akut, onsetnya mendadak dan mulanya unilateraldengan inflamasi pada
mata dalam hitungan detik dalam 1 minggu. Keluhan berlangsung selama <4 minggu.
2. Konjungtivitis kronik, berlangsung >3-4 minggu.
Konjungtivitis (radang konjungtiva) adalah penyakit mata paling umum didunia. penyakit
ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen, namun bisa juga
endogen.
Konjungtivitis adalah salah satu penyakit mata merah dengan penglihatan normal dan
kotor atau sekret. Sekret merupakan produk kelenjar, ada di konjungtiva bulbi yang
dikeluarkan oleh sel goblet. Sekret pada konjungtiva bulbi dapat bersifat;
Air, disebabkan oleh infeksi virus atau alergi
Purulen, disebabkan oleh infeksi bakteri atau klamidia
Hiperpurulen, disebabakn oleh gonokok atau meningokok
Mukoid, disebabkan oleh alergi atau vernal
Serous, disebabkan oleh adenovirus.
Sitologi konjungtivitis.
Cedera epitel konjuntiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema epitel, kematian
sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau pembentukan granuloma. Hal ini juga memungkinkan
terjadi edema stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapisan limfoid stroma
(pembentukan folikel). Dapat ditemukan sel-sel radang termasuk neutrofil,eosinofil, basofil,
limfosit dan sel plasma yang seringkali menunjukkan agen peruskanya. Sel-sel radang
bermigrasi dari stroma konjuntiva melalui epitel permukaan. Sel-sel ini bergabung dengan
fibrin dan mukus dari sel-sel untuk membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan
perlengketan tepian palpebra (terutama pagi hari).
Sel-sel radang terutama terlihat dalam eksudat atau kerokan yang diambil dengan
spatula platina steril dari permukaan konjungtiva yang telah dianestesi. Bahan ini dipulas
dengan pulasan gram (untuk mengidentifikasi organisme bakteri) dan pulasan giemsa (untuk
menetapkan jenis dan morfologi sel). Pada konjungtivitis alergi, eosinofil dan basofil sering
ditemukan dalam biopsi konjungtiva, tapi jarang pada sediaan hapus konjungtiva, eosinofil
atau granul eosinofilik biasanya ditemukan pada keratokonjungtivitis/konjungtivitis vernalis.
12
Sejumlah besar protein yang eksresikan eosinofil (ex: protein kation eosinofil) dapat
ditemukan dalam air mata pasien konjungtivitis vernal, atopik dan alergika. Sebaran
eosinofilik dan eosinofil terdapat dalam konjungtivitis vernal. Pada semua jenis konjungtiva
terdapat sel-sel plasma dalam stroma konjungtiva, namun tidak bermigrasi melalui epitel
sehingga tidak tampak dalam hapusan eksudatatau kerokan permukaan konjungtiva, kecuali
epitelnya telah nekrotik seperti pada trakoma.
Gejala konjungtivitis.
Gejala penting pada konjungtivitis adalah sensasi benda asing yaitu sensasi tergores
atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan
sensasi tergores atau terbakar sering dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papila yang
biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, korneanya juga mungkin
terkena.
Tanda konjungtivitis.
Tanda-tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair, eksudasi, pesudoptosis,
hipertrofi papilar, kemosis, folikel, pseudomembran dan membran, granuloma dan adenopati
pre-aurikuler.
Hiperemia.
Adalah tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok. Kemerahan paling jelas di
forniks dan makin berkurang ke arah limbus kornea karena dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior. Dilatasi perilimbus atau hiperemia siliaris mengesankan adanya radang
kornea atau struktur yang lebih dalam. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis
bakteri, tampilan putih susu mengesankan konjungtivitis alergika. Hiperemi tanpa infiltrasi
sel mengesankan iritasi oleh penyebab fisik seperti angin, matahari, asap dll. Bisa juga karena
penyakit yang berhubungan dg ketidakstabilan vaskular (ex: acne roseosa).
Mata berair (epifora).
Tanda ini seringkali khas pada konjungtivitis. Sekresi air mata yang diakibatkan oleh
adanya sensasi benda asing, sensai terbakar atau tergores atau oleh rasa gatalnya. Transudasi
ringan juga timbul dari pembuluh-pembuluh yang hiperemik dan menambah jumlah air mata
tersebut. Kurangnya sekresi air mata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sika.
Eksudasi.
Adalah ciri semua konjungtivitis akut. Eksudatnya berlapis-lapis dan amorf pada
konjungtivitis bakteri dan berserabut pada konjungtivitis alergika. Pada hampir semua jenis
13
konjungtivitis, didapatkan banyak kotoran mata dipalpebra saat bangun tidur, jika eksudatnya
sangat banyak dan palpebranya saling lengket mungkin disebabkan oleh konjungtivitis
bakteri atau klamidia.
Pseudoptopsis.
Adalah terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller. Keadaan ini
dijumpai pada jenis konjungtivitis berat (ex: trakoma dan keratokonjungtivitis epidemika).
Hipertrofi papilar.
Adalah reaksi konjutiva nonspesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus
atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang
membentuk substansi papila (bersama unsur eksudat) mencapai membran basal epitel,
pembuluh ini bercabang-cabang diatas papila mirip jeruji payung. Eksudat radang
mengumpul diantara serabut-serabut dan membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva. Pada
penyakit-penyakit nekrotik (ex:trakoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi
atau jaringan ikat. Jika papilanya kacil, tampilan konjungtiva umunya licin, seperti beludru.
Konjungtiva dengan papila merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia (ex:
konjungtiva tarsal merah mirip beludru adalah khas pada trakoma akut). Pada infiltasi berat
konjungtiva, dihasilkan papil raksasa.
Pada keratokonjuntivitis vernal/konjungtivitis vernal, papil ini disebut “papila
cobblestone’ karena tampilannya yang rapat, papila raksasa beratap rata, poligonal dan
berwarna putih susu kemerahan. Jika letaknya di tarsal superior maka mengesankan
keratokonjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis papil raksasa. Sedangkan di tarsal
inferior mengesankan keratokonjungtivitis atopik.
Papila juga dapat timbul dilimbus, terutama pada daerah yang biasanya terpajan saat mata
terbuka (antara pukul 2 dan 4 dan antara pukul 8 dan 10), disini tampak berupa tonjolan-
tonjolan gelatinosa yang dapat meluas sampai ke kornea. Papila limbus ini khas untuk
keratokonjungtivitis vernal, tapi jarang pada keratokonjungtivitis atopik.
Kemosis.
Konjungtiva sangat mengarah pada konjungtivitis alergi, tapi dapat timbul pada
konjungtyivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada kojungtivitis adenoviral.
Folikel.
14
Tampak pada sebagian besar konjungtivitis virus, semua kasus konjungtivitis klamidia,
kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, beberapa kasus konjungtivitis parasitik dan pada
beberapa kasus konjungtivitis toksik yang diniduksi oleh obat topikal (ex; miotik, dipivefrin,
idoxuridine). Folikel merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal di dalam lapisan limfoid
konjungtiva dan biasanya mempunyai sebuah pusat germinal. Folikel dapat dikenali sebagai
struktur bulat kelabu atau putih yang avaskular. Pada pemeriksaan slitlamp, tampak
pembuluh-pembuluh kecil yang muncul pada batas folikel dan mengitarinya.
Pseudomembran dan membran.
Adalah hasil dari proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya. Pseudomembran adalah
suatu pengentalan (koagulum) diatas permukaan epitel, jika diangkat maka epitelnya tetap
utuh. Sedangkan membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel yang jika
diangkat, meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah. Pseudomembran dan membran
dapat menyertai konjungtivitis epidemika, k. Virus herpes simpleks primer, k. Streptokok,
difteria dll. Dapat pula kibat luka bakar kimiawi, terutama alkali.
Granuloma.
Pada Konjungtiva selalu mengenai stroma dan paling sering berupa kalazion. Penyebab
endogen contohnya sifilis, sarkoid.
Fliktenula.
Merupakan reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroba (ex: antigen
mikrobial). Fliktenula awalnya berupa perivaskulitis dengan penumpukan limfosit di
pembuluh darah.
Limfadenopati preaurikuler.
Adalah tanda penting konjungtivitis.
Diagnosis banding tipe konjungtivitis yang lazim.
Klinik dan sitologi Viral bakteri Klamidia Atopik (alergi)Gatal Minim Minim Minim HebatHyperemia Umum Umum Umum UmumAir mata Profuse Sedang Sedang SedangEksudasi Minim mengucur Mengucur MinimAdenopati periaurikuler Lazim Jarang Lazim hanya
konjungtivitis inklusiTak ada
Pewarnaan kerokan dan eksudat Monosit Bakteri, PMN
PMN, plasma sel, badan inklusi
Eosinofil
Sakit tenggorok, panas yg menyertai
Kadang kadang Tak pernah Tak pernah
15
Diagnosis banding konjungtivitis berdasarkan gambaran klinis.