KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: Sabtu, 1 Desember 2012 SMF ILMU PENYAKIT MATA Rumah Sakit Mata“Dr. Yap” Nama : Yani Hartiwi NIM : 11-2011-237 Dr. Pembimbing : dr. Enni Cahyani P. Sp. M, M.Kes Fak. Kedokteran : UKRIDA STATUS PASIEN I. IDENTITAS Nama : An. D Umur : 10 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Alamat : Jl. Lesanpura Purwokerto II. ANAMNESIS Dilakukan Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 27 November 2012 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus: Sabtu, 1 Desember 2012
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit Mata“Dr. Yap”
Nama : Yani Hartiwi
NIM : 11-2011-237
Dr. Pembimbing : dr. Enni Cahyani P. Sp. M, M.Kes
Fak. Kedokteran : UKRIDA
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : An. D
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Lesanpura Purwokerto
II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 27 November 2012
Keluhan Utama:
Mata kiri buram seperti ada yang menutupi dibagian tengah sejak satu tahun SMRS.
1
Keluhan tambahan:
Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang:
Satu tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan pandangan kabur.
Mata kiri buram seperti ada tirai yang menutupi bagian tengah. Pasien menyangkal
adanya mata merah, nyeri pada mata, air mata berlebihan, kotoran mata berlebih, rasa
berpasir pada mata, gatal pada mata, pusing, mual, muntah, melihat kilatan-kilatan
cahaya, dan distorsi bentuk. Ibu pasien memberi tahu bahwa dua tahun yang lalu pasien
pernah terkena bola kaki dua kali di mata kirinya. Pada awalnya pasien tidak mengelukan
apa-apa, mata tidak merah, keluar air, tidak terasa pusing, dan tidak mual muntah. Setelah
beberapa hari pasien memberitahu bahwa pasien melihat adanya kilatan-kilatan cahaya.
Pasien tidak pernah mengeluh penglihatan kabur sebelumnya. Karena keluhannya
bertambah berat dan mengganggu aktivitas sehari-hari, maka keluarga pasien membawa
pasien ke dokter mata di Purwokerto. Dokter menyarankan paisen untuk segera dioperasi.
Pasien dirujuk ke Rumah Sakit Mata “Dr. Yap” Yogyakarta.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Umum
- DM : tidak ada
- Asma : ada
- Maag : tidak ada
- Alergi obat : tidak ada
b. Mata
- Riwayat penggunaan kaca mata : (-)
- Riwayat operasi mata : (-)
- Riwayat trauma mata : (-)
2
Riwayat Penyakit Keluarga:
Di anggota keluarga tidak pernah menderita hal serupa. Ayah pasien menderita asma.
Tidak ada yang menderita diabetes melitus dan hipertensi.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Respirasi : 16 x/menit
Suhu : 36,3 0C
Kepala : Normocephali
Mulut : Tidak dilakukan
THT : Tidak dilakukan
Jantung : Tidak dilakukan
Paru : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan
KGB : Tidak dilakukan
B. STATUS OFTALMOLOGIKUS
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Aksis Visus 6/9 3/60
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Distansia Pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3
Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidakada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebra Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Injeksi Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
5
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum Lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 11 mm 11 mm
Sensibilitas (+) (+)
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus Senilis Tidak ada Tidak ada
6
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Ada Ada
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
12. PUPIL
Letak Ditengah Ditengah
Bentuk Bulat Bulat
7
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks Cahaya
LangsungPositif Positif
Refleks Cahaya Tak
LangsungPositif Positif
13. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. BADAN KACA
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. FUNDUS OKULI
Batas Tegas Sulit dinilai
Refleks fundus Positif Sulit dinilai
Rasio Arteri :Vena 3 : 1 Sulit dinilai
C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Merah kekuningan
Tampak membran abu-abu merah
merah muda yang menutupi gambaran
vaskuler koroid
8
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ablasio Tidak ada ada
16. PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli 16 11
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 2 7 November 2012
9
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hematologi Lengkap
Hemoglobin : 13,0 g/dl
Eritrosit : 4.62 x 106 / uL
Hematokrit : 41,6 %
MCV : 90,0 fL
MCH : 28,2 pg
MCHC : 31,3 g/dL
RDW : 11.4 %
Leukosit : 6400 / uL
Hitung jenis
Eosinofil : 3 %
Basofil : 0 %
Neutrofil batang : 0 %
Neutrofil segmen : 33 %
Limfosit : 60 %
Monosit : 4 %
Trombosit : 243 000 / uL
Faal Hemostasis
Protrombin Time (PT)
Pasien : 12.2 detik
Kontrol : 12.5 detik
APTT
Pasien : 29.4 detik
Kontrol : 29.7 detik
KIMIA KLINIK
10
Fungsi Hati
SGOT : 25.2 U/L
SGPT : 25.6 U/L
HbsAg : (-)
Fungsi Ginjal
Ureum : 25.2 mg/dl
Serum Kreatinin : 1.05 mg/dl
Elektrolit
Panel Elektrolit
Natrium : 141 mEq/L
Kalium : 4.6 mEq/L
Chlorida : 99.8 mEq/L
V. RESUME
Satu tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan pandangan kabur.
Mata kiri buram seperti ada tirai yang menutupi bagian tengah. Ibu pasien memberi tahu
bahwa dua tahun yang lalu pasien pernah terkena bola kaki dua kali di mata kirinya. Pada
awalnya pasien tidak mengelukan apa-apa, namun setelah beberapa hari pasien
memberitahu bahwa pasien melihat adanya kilatan-kilatan cahaya. Karena keluhannya
bertambah berat dan mengganggu aktivitas sehari-hari, maka keluarga pasien membawa
pasien ke dokter mata di Purwokerto. Dokter menyarankan paisen untuk segera dioperasi.
Pasien dirujuk ke Rumah Sakit Mata “Dr. Yap” Yogyakarta.
Dari pemeriksaan fisik mata :
11
OD
- Visus 6/9 (perbaikan dengan pinhole), pupil bulat, refleks cahaya (+), hitam dan
terletak di sentral, lensa jernih, refleks fundus (+), retina dalam keadaan baik.
OS
- Visus 3/60, pupil bulat, refleks cahaya (+), hitam dan terletak di sentral, lensa
jernih, refleks fundus sulit dinilai, tampak membran abu-abu merah merah muda
yang menutupi gambaran vaskuler koroid.
VI. DIAGNOSIS KERJA
OS Ablasio Retina Rhegmatogenosa
Dasar:
Dari anamnesis : Mata kiri buram seperti ada tirai yang menutupi bagian tengah. Ibu
pasien memberi tahu bahwa dua tahun yang lalu pasien pernah terkena bola kaki dua
kali di mata kirinya. Ada riwayat fotopsia.
Dari pemeriksaan fisik mata : Refleks fundus sulit dinilai. Tampak membran abu-abu
merah merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid
VII. DIAGNOSIS BANDING
(-)
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Ofhtalmoskopi indirek
- USG B-SCAN
IX. PENATALAKSANAAN
Operasi Scleral Buckle
IX. PROGNOSIS
12
OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)
Ad Vitam : Bonam Malam
Ad Fungsionam : Bonam Dubia ad malam
Ad Sanationam : Bonam Dubia ad malam
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
13
Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina yaitu
fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga jenis
utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik.
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan sel batang
retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan
membrana Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang
potensial untuk lepas secara embriologis.
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa.
Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi dengan
prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan lebih sering
terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D)
memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi
ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga
10%.
ANATOMI RETINA
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan terdiri atas
beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola mata. Retina membentang
ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata.
14
Gambar 1. Anatomi retina
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:
1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan vitreous.
2. Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf ke arah saraf
optic.
3. Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua.
4. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan sel bipolar dan
sel horizontal.
7. Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang.
8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut.
10. Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid
Gambar 2. Lapisan retina
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral
masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi dalam retina. Lapisan luar
retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
15
Gambar 3. Gambaran retina normal
FISIOLOGI RETINA
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi
sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang
efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus
dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan
yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di
fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan
serat saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Macula terutama
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina
lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina
sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses
penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu
pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung
dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera
mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran
yang separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar
fotoreseptor.
16
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk
penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak
dapat dibedakan.
Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika senja hari
diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor
batang.
DEFINISI ABLASIO RETINA
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane
Bruch.
ETIOLOGI
1. Robekan retina
2. Tarikan dari jaringan di badan kaca
3. Desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah.
KLSIFIKASI
Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau
hemoragik.
1. Ablasio Retina Regmatogenosa
Merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Pada ablasio retina regmatogenosa
dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga cairan masuk ke belakang
antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair
(fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina
sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
17
Mata yang berisiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan myopia
tinggi, pascaretinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50%
ablasi yang timbul pada afakia.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tirai yang menutup, terdapatnya ada riwayat pijaran api
(fotopsia) pada lapangan penglihatan.
Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis : Robekan tapal kuda sering
terjadi pada kuadran superotemporal, lubang atrofi di kuadran temporal,dan dialysis
retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel maka defek
biasanya terletak 90 satu sama lain.
Gambar 4. Robekan tapal kuda
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
2. Ablasio Retina Traksi
Merupakan jenis tersering kedua, dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes
proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma mata.
Ablasio retina karena traksi khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung
lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora seratta. Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina
akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina, dan
penglihatan turun tanpa rasa sakit.
18
Gambar 6. Ablasio retina traksi
3. Ablasio Retina Serosa Atau Hemoragik (Ablasio Retina Eksudatif)
Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik, dan
terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit
degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas pada macula termasuk neovaskularisasi
subretina yang disebabkan oleh berbagai macam hal, mungkin berkaitan dengan ablasio
retina jenis ini.
Gambar 7. Ablasio retina serosa
DIAGNOSIS
Tabel 1. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina
Regmatogenus Traksi Eksudatif
Riwayat penyakit Afakia, myopia, Diabetes, Factor-faktor sistemik
19
trauma tumpul, photopsia, floaters, gangguan lapangan pandang yang progresif, dengan keadaan umum baik.
premature,trauma tembus, penyakit sel sabit, oklusi vena.
seperti hipertensi maligna, eklampsia, gagal ginjal.
Kerusakan retina Terjadi pada 90-95 % kasus
Kerusakan primer tidak ada
Tidak ada
Perluasan ablasi Meluas dari oral ke discus, batas dan permukaan cembung tergantung gravitasi
Tidak meluas menuju ora, dapat sentral atau perifer
Tergantung volume dan gravitasi, perluasan menuju oral bervariasi, dapat sentral atau perifer
Pergerakan retina Bergelombang atau terlipat
Retina tegang, batas dan permukaan cekung, Meningkat pada titik tarikan
Smoothly elevated bullae, biasanya tanpa lipatan
Bukti kronis Terdapat garis pembatas, makrosis intra retinal, atropik retina
Garis pembatas Tidak ada
Pigmen pada vitreous Terlihat pada 70 % kasus
Terlihat pada kasus trauma
Tidak ada
Perubahan vitreous Sineretik, PVD, tarikan pada lapisan yang robek
Penarikan vitreoretinal
Tidak ada, kecuali pada uveitis
Cairan sub retinal Jernih Jernih atau tidak ada perpindahan
Dapat keruh dan berpindah secara cepat tergantung pada perubahan posisi kepala.
Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada
Tekanan intraocular Rendah Normal Bervariasi
Transluminasi Normal Normal Transluminasi terblok
20
apabila ditemukan lesi pigmen koroid
Keaadan yang menyebabkan ablasio
Robeknya retina Retinopati diabetikum proliferative, post traumatis vitreous traction
Uveitis, metastasis tumor, melanoma maligna, retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis, ablasi eksudatif post cryotherapi atau dyathermi.
Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Pemeriksaan lapangan pandang
3. Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma
4. Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya trauma.
5. Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk
mencari tanda pigmen atau “tobacco dust”, ini merupakan patognomonis dari ablasio
retina pada 75 % kasus.
6. Periksa tekanan bola mata.
7. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan berdilatasi)
PENATALAKSAAN
Non Bedah
1. Fotokoagulasi laser
Prinsip penggunaan sinar laser dalam penanganan kelainan retina adalah
diserapnya cahaya yang berasal dari sinar laser dengan panjang gelombang tertentu
oleh pigmen-pigmen yang terdapat pada retina yang kemudian diubah menjadi panas.
Penyerapan panas paling banyak terjadi pada lapisan epitel pigmen retina yang
21
mengandung banyak pigmen melanin. Kenaikan suhu sebesar 10 – 200C, sudah dapat
menimbulkan koagulasi protein jaringan retina. Pigmen-pigmen pada retina yang dapat
menyerap energi cahaya yang berasal dari sinar laser adalah; melanin, hemoglobin,
serta xantofil yang terdapat pada makula. Masing-masing pigmen tersebut mempunyai
sensitifitas yang berbeda-beda untuk laser dengan panjang gelombang yang berbeda.
Aplikasi sinar laser dapat melalui slit lamp, endovitreal probe, atau oftalmoskop
indirek.
Kombinasi panas yang tinggi dan gelembung kejut yang dihasilkan oleh laser ini
dapat digunakan untuk mengiris struktur halus di dalam mata. Kegunaan alat ini pada
segmen posterior mata adalah untuk meniris atau memotong membran intraokuler,
tarikan vitrous dan untuk mengatasi perdarahan premakula. Terapi laser ini tidak
efektif bila terdapat perdarahan vitreous atau kekeruhan vitreous. Lensa kontak yang
khusus dan pupil yang maksimal diperlakukan untuk tindakan ini.
2. Injeksi intravitreal
Injeksi intravitreal mempunyai keunggulan dibandingkan beberapa cara aplikasi
obat yang lain, diantaranya adalah kemampuannya untuk mencapai efek terapetik yang
diinginkan dengan efek toksik sistematik yang sangan minimal. Disamping manfaatnya
yang telah banyak dilaporkan, injeksi intra vitreal juga menimbulkan risiko terjadinya
beberapa efek samping dan komplikasi, diantaranya yang paling berat adalah terjadinya
infeksi atau endoftalmitis
Vitreous merupakan suatu jelly hidrofilik yang terdiri dari 99% air dan 1%
kolagen dan asam hialuronat. Walaupun telah banyak penelitian baik pada binatang
maupun pada manumur, tetapi farmakokinetika obat yang disuntikan intravitreal masih
belum banyak diketahui.
Obat yang disuntikan kedalam rongga vitreous akan bergerak atau berpindah
tempat ke plasma melalui segmen depan mata (melewati kamera okuli posterior) route
anterior, serta retina (route posterior) dengan menembus sawar darah-retina. Distribusi
dan eliminasi obat yang disuntikan intravitreal dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain adalah (1) adanya perubahan anatomis maupun fisiologis mata, serta (2) besarnya
(berat molekul) obat yang disuntikkan. Vitrektomi, afakia, atau pseudafakia telah
22
terbukti meningkatkan distribusi dan clearance obat dari rongga vitreus. Adanya infeksi
atau peradangan (misalnya endoftalmitis) juga akan meningkatkan klirens obat.
Obat-obat yang diberikan secara intravitreal antara lain; (1) kortikosteroid, (2)
antibiotika dan anti virus, dan (3) obat-obatan anti VEGF. Triamcinolone acetatonide
merupakan kortikosteroid yang sering digunakan secara intravitreal, dan telah
dilaporkan digunakan pada penanganan; (1) edem makula dan eksudat keras yang padat
pada retinopati diabetikum, (2) edem makula pada oklusi vena retina baik sentral
maupun cabangnya, (3) edem makula pada uveitis, (4) edem makula kistoid pasca