ANALISIS POTENSI PENGHEMATAN DARI STANDARISASI JENIS OBAT-OBATAN DI APOTEK R Oleh: Rahmalia Dini Putranti ABSTRAK Apotek R yang didirikan pada tahun 1992 di Rumah Sakit H merupakan unit usaha mandiri yang bergerak dalam bidang penyediaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan jasa profesi farmasi. Saat ini, dalam menjalankan peranannya sebagai penunjang kinerja Rumah Sakit H, Apotek R harus melakukan pemesanan untuk ribuan jenis obat-obatan ke berbagai Pedagang Besar Farmasi sebanyak tiga kali seminggu, kemudian mendistribusikannya kepada 29 titik depo. Banyaknya jenis obat yang berputar serta belum maksimalnya pemanfaatan teknologi komputer dalam sistem kerja apotek berakibat pada kesulitan dalam melakukan inventory management. Agar dapat survive dalam kondisi industri yang makin kompleks, perusahaan harus mengoptimalkan kinerja sistem distribusinya, termasuk diantaranya adalah dengan menganalisis kemungkinan dilakukannya variety reduction (standarisasi) pada persediaan obat-obatan di Apotek R. Analisis ditujukan untuk mengetahui dan mengkuantifikasi berbagai konsekuensi yang timbul akibat penerapan standarisasi jenis obat-obatan. Hal ini mencakup analisis obat-obatan yang memiliki komposisi sama, mengelompokkannya dan menelaah frekuensi penjualan masing- masing obat tersebut. Berdasarkan data tersebut, obat-obat dari setiap kelompok yang jumlah penjualannya di bawah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS POTENSI PENGHEMATAN DARI STANDARISASI JENIS
OBAT-OBATAN DI APOTEK R
Oleh: Rahmalia Dini Putranti
ABSTRAK
Apotek R yang didirikan pada tahun 1992 di Rumah Sakit H merupakan unit usaha
mandiri yang bergerak dalam bidang penyediaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan
jasa profesi farmasi. Saat ini, dalam menjalankan peranannya sebagai penunjang kinerja
Rumah Sakit H, Apotek R harus melakukan pemesanan untuk ribuan jenis obat-obatan ke
berbagai Pedagang Besar Farmasi sebanyak tiga kali seminggu, kemudian
mendistribusikannya kepada 29 titik depo. Banyaknya jenis obat yang berputar serta belum
maksimalnya pemanfaatan teknologi komputer dalam sistem kerja apotek berakibat pada
kesulitan dalam melakukan inventory management. Agar dapat survive dalam kondisi
industri yang makin kompleks, perusahaan harus mengoptimalkan kinerja sistem
distribusinya, termasuk diantaranya adalah dengan menganalisis kemungkinan
dilakukannya variety reduction (standarisasi) pada persediaan obat-obatan di Apotek R.
Analisis ditujukan untuk mengetahui dan mengkuantifikasi berbagai konsekuensi
yang timbul akibat penerapan standarisasi jenis obat-obatan. Hal ini mencakup analisis
obat-obatan yang memiliki komposisi sama, mengelompokkannya dan menelaah frekuensi
penjualan masing-masing obat tersebut. Berdasarkan data tersebut, obat-obat dari setiap
kelompok yang jumlah penjualannya di bawah standar, akan dihapuskan dari daftar
inventory Apotek R, dan penjualan maupun pembelian obat-obat tersebut akan dialihkan ke
obat generik. Dengan jenis item yang lebih sedikit, pihak apotek akan lebih mudah
menangani proses distribusi inventory-nya.
Kata Kunci: Variety Reduction, Apotek, Obat Generik, Proses Distribusi.
PROFIL PERUSAHAAN
Pendirian Apotek R di Rumah Sakit H didasari oleh adanya kebijakan Pemerintah
mengenai swadanisasi rumah sakit dan berakhirnya perjanjian kerja sama antara Rumah
Sakit H dan PT Kimia Farma dalam hal pelayanan obat, pada tanggal 31 Desember 1991.
Sebagai usaha perapotekan yang merupakan bagian dari Rumah Sakit H, Apotek R bertugas
untuk menyuplai kebutuhan instalasi farmasi Rumah Sakit H.
Proses bisnis Apotek R adalah proses pelayanan kefarmasian serta proses
pendistribusian obat-obatan dan alat kesehatan. Pelayanan yang diberikan meliputi
pelayanan obat bebas atau tanpa resep, maupun pelayanan resep yang dibuat oleh dokter,
baik dari lingkungan Rumah Sakit H ataupun dari luar rumah Sakit H. Selain itu, Apotek R
juga memberikan pelayanan kefarmasian berupa pemberian informasi obat dan alat
kesehatan untuk menjamin keamanan pemakaian obat oleh pasien, serta pemberian
konseling atau konsultasi obat kepada pasien ataupun keluarga pasien. Pelayanan diberikan
di seluruh depo-depo farmasi yang tersebar di Rumah Sakit H. Pihak-pihak yang terlibat
dalam proses bisnis Apotek R adalah:
Pedagang Besar Farmasi (PBF), yang terdiri atas distributor-distributor yang
menyediakan obat-obatan dan alat kesehatan yang dipesan oleh gudang pusat.
Gudang pusat yang mengkoordinasikan seluruh kegiatan pembelian apotek dan
mendistribusikan barang, baik secara langsung maupun tidak langsung ke depo-depo
pelayanan di Apotek R.
Gudang gedung baru atau gudang antara, merupakan penyedia obat-obatan bagi depo
yang terletak di gedung baru.
Depo yang tersebar di gedung lama, bertugas untuk melayani persediaan obat untuk
instalasi rawat inap dan rawat jalan di gedung lama.
IPD, merupakan salah satu depo pelayanan di gedung lama yang juga menyuplai obat-
obatan untuk depo-depo pelayanan yang tidak memiliki ruangan persediaan.
Gambar 1 Jaringan Distribusi Apotek R
Gudang pusat melakukan pembelian rutin ke PBF sebanyak 3 kali dalam
seminggu, yaitu pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Selain itu, proses bisnis gudang pusat
juga meliputi pelayanan pemesanan rutin dari gudang gedung baru dan depo-depo di
gedung lama. Gudang gedung baru melakukan pemesanan rutin setiap hari Senin hingga
Jumat, sementara itu depo-depo lain melakukan pemesanan sebanyak 3 kali dalam
seminggu pada hari-hari yang telah ditentukan dalam jadwal.
Tabel 1 Jadwal Pemesanan Rutin di Apotek R
Jadwal Pemesanan RutinSenin: OPD I, OPD II, Gudang Gedung Baru, Depo Rawat Inap Gedung Lama
Selasa: IPD, Gudang Gedung Baru, Askes Pusat, Depo Rawat Inap Gedung LamaRabu: OPD I, OPD II, Gudang Gedung Baru, Depo Rawat Inap Gedung LamaKamis: IPD, Gudang Gedung Baru, Askes Pusat, Depo Rawat Inap Gedung Lama
Jumat: OPD I, OPD II, Gudang Gedung Baru, Depo Rawat Inap Gedung Lama
Sabtu: IPD, Gudang Gedung Baru, Askes Pusat, Depo Rawat Inap Gedung Lama
PENDAHULUAN
Hingga saat ini, sistem rantai pasok yang berlangsung di Apotek R belum optimal,
karena proses pemesanan (baik dari gudang pusat ke PBF ataupun dari depo ke gudang
pusat) masih bergantung pada intuisi dari pegawai inventory di gudang pusat. Keterlibatan
teknologi komputer dalam sistem distribusinya masih rendah. Meskipun depo-depo telah
dilengkapi dengan komputer yang difasilitasi dengan jaringan lokal, komputer hanya
dimanfaatkan untuk melakukan proses pemesanan obat ke gudang pusat atau peminjaman
ke depo lain. Dengan tidak digunakannya sistem komputerisasi untuk inventory
management di setiap depo, kegiatan monitoring level persediaan untuk tiap jenis obat
menjadi sulit dilakukan. Hal tersebut diperparah dengan tata letak dan pengaturan rak
penyimpanan obat-obatan yang kurang ergonomis sehingga menyebabkan kesulitan untuk
melakukan pengecekan level persediaan secara rutin. Hal ini berujung pada tingginya
frekuensi stock out pada depo-depo pelayanan di Rumah Sakit H. Stock out pada level depo
mengakibatkan terjadinya fenomena pinjam-meminjam antar depo dan terjadinya
pemesanan non-rutin ke gudang pusat, yang menghambat proses pemenuhan pesanan rutin.
Baik pada level gudang pusat maupun depo, hingga saat ini permintaan non-rutin
merupakan gangguan yang paling dominan bagi proses pemenuhan pesanan rutin. Hal ini
disebabkan pesanan non rutin umumnya bersifat urgent atau mendesak sehingga
pemenuhannya harus diprioritaskan.
Gambar 2 Current Reality Tree Permasalahan Sistem Distribusi di Apotek R
Tingginya frekuensi stock out dan pinjam-meminjam antar depo mengindikasikan
bahwa sistem distribusi di Apotek R belum optimal. Kombinasi dari banyaknya jenis obat-
obatan yang disuplai oleh gudang pusat dan tidak efektifnya sistem distribusi internal,
mengakibatkan kesulitan yang sangat besar, baik bagi pegawai gudang pusat untuk
mengkalkulasi secara tepat jumlah pesanan obat-obatan ke PBF maupun bagi pegawai depo
untuk melakukan pemesanan ke gudang pusat. Permasalahan distribusi di Apotek R
merupakan hal yang sangat penting untuk dibenahi, mengingat:
1. Rumah Sakit H merupakan rumah sakit referensi di Jawa Barat, sehingga jumlah
pasiennya sangat banyak (depo IPD melayani ± 371 konsumen setiap harinya).
2. Apotek R mengelola lebih dari 6000 jenis inventori di gudangnya, dan berhubungan
dengan puluhan PBF atau distributor obat.
3. Sistem kerja di Apotek R terbagi atas 87 shift dan memiliki 29 titik depo pelayanan.
4. Saat ini gudang pusat Apotek R tidak berada di “pusat” apotek, sehingga delivery time
ke depo-depo menjadi lebih lama. Selain itu, kapasitas ruang persediaan sangat tidak
memadai, sehingga sistem penyimpanan inventori sangat tidak sistematis dan
menyulitkan pencarian obat.
5. Terdapat banyak dokter di lingkungan Rumah Sakit H dengan preferensi brand obat
yang berbeda-beda, sehingga banyak varian inventori yang beredar di Apotek R
Karena rumitnya kondisi kerja di Apotek R, sistem distribusi dan rantai pasok yang optimal
merupakan hal yang tak bisa ditawar lagi bagi Apotek R.
Alternatif yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja sistem distribusi
Apotek R adalah melalui pengurangan variasi brand obat-obatan yang disediakan di setiap
depo layanan Apotek R. Alternatif ini logis untuk dilakukan mengingat dari ribuan jenis
obat yang disuplai oleh Apotek R, banyak diantaranya yang memiliki komposisi ataupun
kegunaan yang identik, namun diproduksi oleh pabrik yang berbeda. Secara teoritis,
standarisasi jenis obat-obatan akan dapat menghasilkan berbagai keuntungan, termasuk
diantaranya keuntungan finansial dari segi penurunan biaya.
Bahasan pada makalah ini diarahkan pada analisis kuantitatif dan kualitatif
terhadap berbagai konsekuensi yang akan dihadapi oleh apotek akibat penerapan proses
standarisasi jenis obat-obatan. Objek analisis akan dibatasi pada obat-obatan kategori CKT
(Capsule, Kaplet dan Tablet) di luar tablet-tablet jenis vitamin, multivitamin dan suplemen
yang umumnya memiliki kandungan kompleks. Proses standarisasi akan dilakukan
berdasarkan data penjualan apotek pada periode Desember 2005 hingga Januari 2006.
PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH
Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data, pada periode Desember 2005 –
Januari 2006 Apotek R telah menjual 1134 brand obat kategori CKT dari seluruh depo
layanannya. Setelah melakukan pengelompokan dan menetapkan kriteria eliminasi,
diperoleh 52 kelompok obat sebagai objek analisis standarisasi. Nama-nama kelompok obat
tersebut disajikan pada Tabel 2.
Gambar 3 Metode Pengelompokan Obat
Tabel 2 52 Kelompok Obat yang Menjadi Objek Analisis Standarisasi
* Average daily demand = Average weekly demand/7 Standard deviation of daily demand = Weekly standard deviation/√ 7
Dengan menggunakan metode Periodic Review Policy, maka nilai base stock level atau
target inventory level adalah:
Base stock level = (r+L) x AVG + z x STD x
r = Periodic Order (2 hari)L = Lead Time (4 jam atau 0,167 hari)AVG = Average Daily Demandz = Safety Factor (z = 1,65 untuk service level 95%, nilai ini dipilih karena metode ini merupakan hal yang baru bagi Apotek R, sehingga sebaiknya digunakan standar yang moderate untuk awal penerapannya).STD = Standard Deviation of Daily Demand
Tabel 5 Nilai Base Stock Level Golongan Amoxicillin 500 di IPD Sebelum Standarisasi
Dengan menggabungkan data pada Tabel 10 dan 11, total waktu pemesanan non-rutin
untuk seluruh kategori inventori adalah selama 57,29 jam per bulan, sementara itu waktu
pemesanan non-rutin untuk obat kategori CKT adalah selama 21,93 jam. Dengan adanya
reduksi brand obat kategori CKT sebanyak 13,58%, maka jumlah waktu pemesanan non-
rutin yang dapat dihemat adalah = 13,58% x 21,93 = 2,98 jam/bulan.
Apabila penghematan waktu pemesanan non-rutin yang dihasilkan dari
standarisasi obat kategori CKT diproyeksikan untuk mengkalkulasikan penghematan waktu
yang diperoleh dari standarisasi inventori total, maka dengan menggunakan asumsi yang
sama dengan sebelumnya, diperoleh penghematan waktu total selama 16,69 jam/bulan atau
29,15% dari waktu pemesanan non-rutin awal.
Waktu Pemeriksaan Barang Diterima dan Waktu Entry Data
Selain waktu pemesanan barang ke PBF, penerapan standarisasi juga akan
mengakibatkan penurunan waktu yang diperlukan untuk pengecekan barang yang baru
diterima dari PBF dan waktu untuk memasukkan informasi barang ke komputer. Hasil
sampling pengamatan kegiatan checking dan entry data disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil Sampling Durasi Kegiatan Checking Barang dan Pemasukan Data
21/04/2006 PBF dan Jumlah Varian Obat Durasi Checking&Entry Data Durasi per Varian ObatEntry Data 1 Indofarma: 4 varian 8 menit 4 detik 2 menit 1 detikEntry Data 2 Rajawali: 1 varian 50 detik 50 detikEntry Data 3 Antarmitra: 4 varian 8 menit 31 detik 2 menit 8 detikEntry Data 4 Langkah Abadi: 2 varian 3 menit 50 detik 1 menit 55 detikEntry Data 5 Anugrah Argon: 5 varian 10 menit 33 detik 2 menit 7 detikEntry Data 6 Singgasana: 2 varian 2 menit 11 detik 1 menit 6 detikEntry Data 7 Enseval: 13 varian 28 menit 12 detik 2 menit 11 detik26/04/2006 PBF dan Jumlah Varian Obat Durasi Checking&Entry Data Durasi per Varian ObatEntry Data 1 Kebayoran: 5 varian 10 menit 41 detik 2 menit 8 detikEntry Data 2 Anugrah Argon: 11 varian 23 menit 3 detik 2 menit 6 detikEntry Data 3 Cahaya Berkat: 1 varian 1 menit 2 detik 62 detikEntry Data 4 Indofarma: 1 varian 53 detik 53 detikEntry Data 5 Antarmitra: 4 varian 9 menit 21 detik 2 menit 20detikEntry Data 6 Tunggal: 4 varian 7 menit 41 detik 1 menit 55 detikEntry Data 7 Enseval: 7 varian 12 menit 18 detik 1 menit 45 detikEntry Data 8 Megah Medika: 2 varian 3 menit 3 detik 1 menit 32 detik08/05/2006 PBF dan Jumlah Varian Obat Durasi Checking&Entry Data Durasi per Varian ObatEntry Data 1 Wigo: 4 varian 8 menit 18 detik 2 menit 5 detikEntry Data 2 Brataco: 1 varian 56 detik 56 detikEntry Data 3 Anugrah Argon: 6 varian 10 menit 56 detik 1 menit 49 detikEntry Data 4 Kalista: 1 varian 1 menit 3 detik 1 menit 3 detikEntry Data 5 Megah Medika: 4 varian 7 menit 4 detik 1 menit 46 detikDurasi Rata-rata Checking&Entry Data = 1 menit 41 detikJumlah Pembelian Reguler dan Askes Bulan Maret 2006 = 6.606 varian
Berdasarkan data pada tabel di atas, waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk melakukan
checking barang serta untuk memasukkan data per varian obat adalah 1 menit 41 detik.
Dengan jumlah pembelian pada bulan Maret 2006 sebanyak 6.606 varian, maka waktu total
yang dibutuhkan untuk proses checking dan entry data selama 1 bulan adalah 185,34 jam.
Pada bulan Maret 2006, pembelian jenis obat CKT mencapai 39,41% dari jenis
item total yang dibeli oleh Apotek R. Melalui pendekatan proporsional, maka total waktu
yang dibutuhkan oleh Apotek R untuk melakukan checking dan entry data obat kategori
CKT setiap bulannya adalah 73,04 jam (39,41% dari 185,34 jam). Dengan reduksi brand
sebanyak 13,58% dari jumlah obat kategori CKT, waktu checking dan entry data total dapat
berkurang sebanyak 9,92 jam setiap bulannya. Apabila penghematan waktu ini
diproyeksikan untuk mengkalkulasikan penghematan waktu yang diperoleh dari
standarisasi inventori total, maka dengan asumsi yang sama dengan sebelumnya, dihasilkan
penghematan waktu checking dan entry data total selama 55,72 jam/bulan.
Waktu Pemenuhan Pesanan dari Gudang Pusat
Untuk mengetahui pengaruh standarisasi terhadap waktu yang dibutuhkan oleh
gudang pusat dalam memenuhi permintaan dari depo-depo, dilakukan sampling pada IPD
selama 7 hari. Data hasil sampling tersebut disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Waktu Pemenuhan Pesanan Untuk IPD
Tanggal Pengamatan Jumlah Varian Barang yang Dipesan Waktu Pemenuhan Pesanan25/04/2006 164 4 jam 23 menit27/04/2006 137 3 jam 59 menit29/04/2006 133 4 jam 18 menit2/05/2006 103 4 jam 29 menit4/05/2006 128 4 jam 32 menit6/05/2006 107 4 jam 23 menit9/05/2006 86 4 jam 3 menit
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, berapapun jumlah varian barang yang
dipesan, waktu pemenuhan pesanan tetap berkisar antara 4 hingga 4,5 jam. Lamanya waktu
pemenuhan pesanan tersebut tidak dapat menunjukkan suatu pola. Dari Tabel 13, terlihat
bahwa dengan jumlah varian barang yang lebih sedikit, waktu pemenuhan pesanan
terkadang justru lebih lama dibandingkan dengan jumlah varian barang yang banyak. Hal
ini menunjukkan bahwa lamanya waktu pemenuhan pesanan bukanlah merupakan fungsi
dari banyaknya varian atau jenis barang. Dengan demikian, standarisasi atau penurunan
variasi brand obat-obatan tidak akan mempengaruhi waktu pemenuhan pesanan oleh
gudang pusat. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan petugas terkait,
lamanya waktu pemenuhan tersebut disebabkan oleh banyaknya ketidakpastian pada
aktivitas apotek. Ketidakpastian itu bersumber pada terbatasnya jumlah petugas pengantar
barang, terbatasnya jumlah trolley untuk mengangkut barang (Apotek R hanya memiliki
trolley sejumlah tiga buah) maupun karena aktivitas pemenuhan pesanan rutin terinterupsi
oleh pemenuhan pesanan non-rutin yang sifatnya lebih mendesak.
Harga Pembelian Obat-obatan
Pengalihan penjualan beberapa jenis obat ke obat generik akan mengakibatkan
volume pembelian obat-obat generik dari para Pedagang Besar Farmasi meningkat dengan
cukup signifikan. Contoh beberapa obat yang dapat mengalami peningkatan penjualan
dengan cukup signifikan disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Peningkatan Penjualan Beberapa Obat generik Pasca Standarisasi