THE STRICTURE OF MEMBRANOUS URETHRA PASSES AND
VESICHOLITHIASISAida Ayu Chandrawati, Yostin, Achmad M
PalinrungiUrology Department of Medical Faculty, Hasanuddin
UniversityABSTRACTA man 30 years old with chief complaint cannot
urinate and bloody discharge from penis due to trauma that was 6
years ago so it was inserted suprapubic catheter. The patient
complained his urination sometimes cloudy and feels suprapubic pain
since the last 2 years. Patient has never experience sandy urinate.
On physical examination on suprapubic region there is Foley
catheter no 20F inserted. There is a wound operation scar of 3 cm,
and on palpation found tenderness. , The diagnosis is confirmed by
routine urine examination found erythrocytes +++ / 200, and
leukocytes +++ / 500. Ultrasound examination of the abdomen
obtained vesicolithiasis and cystitis. In the pelvic examination
found vesicholith and Old Fracture bilateral ramus inferior pubic
bones and fusion at simphisis os pubis. On Urethtrocystography
found the membranous urethtra passes, vesicoureteral reflux dextra
grade II-III, and Vesicolith. Internal Uretrotomy surgery is done
visually using a fiberoptic camera with a knife sasche and
vesicholithotomyKeyword: Urethral Stricture, Vesicholithiasis,
internal Uretrotomy ,sasche, Section Alta, Trauma
ABSTRAKSeorang laki-laki umur 30 tahun dengan keluhan utama
tidak bisa buang air kecil dan keluar darah dari ujung kemaluan
sejak 6 tahun lalu karena trauma sehingga dipasangkan kateter
suprapubik. Pasien mengeluh buang air kecil kadang berwarna keruh
dan nyeri suprapubik yang dialami sejak kurang lebih 2 tahun
terakhir. Pasien tidak pernah kencing berpasir. Pada pemeriksaan
fisis regio suprapubik tampak terpasang kateter foley no 20F.
Tampak luka bekas operasi ukuran 3 cm,nyeri tekan ada. Diagnosis
diperkuat dengan pemeriksaan urin rutin ditemukan eritrosit
+++/200, dan leukosit +++/500. Pemeriksaan USG abdomen didapatkan
kesan vesikolithiasis dan sistitis. Pada pemeriksaan foto pelvis
kesan vesikolit dan Old Fracture ramus inferior os pubis bilateral
dan fusi pada os simphisis pubis. Pada pemeriksaan
urethtrosistografi kesan striktur urethtra pars membranasea,
vesikoureteral reflux dextra grade II-III, vesikolit. Dilakukan
pembedahan vesikolithotomi dan uretrotomi interna dikerjakan secara
visual menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sasche.Kata
kunci: Striktur uretra, vesikolitiasis, uretrotomi interna, section
alta, Trauma
PENDAHULUANSumbatan pada sistem saluran kemih termasuk suatu
kegawatdaruratan medis. Sumbatan dapat terjadi pada sepanjang
saluran kemih. Sumbatan pada saluran kemih atas meliputi organ
ginjal dan ureter dapat memberikan manifestasi klinis berupa nyeri
kolik atau anuria. Sedangkan sumbatan saluran kemih bawah pada
buli-buli dan uretra menyebabkan retensi urine.1 Penanganan kuratif
penyakit ini adalah dengan operasi, namun tidak jarang beberapa
teknik operasi dapat menimbulkan rekurensi penyakit yang tinggi
bagi pasien.Maka dari itu diperlukan penanganan tepat dan adekuat
untuk menghindari resiko kekambuhan penyakit striktur uretra. 1,2
Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai
dengan keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli
melampaui batas maksimal. Salah satu penyebabnya adalah akibat
penyempitan pada lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya,
disebut dengan striktur uretra. LAPORAN KASUSPasien SH, laki-laki
30 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan tidak bisa buang air
kecil yang dialami sejak 6 tahun yang lalu akibat trauma. Saat itu
pasien sedang bekerja , tiba-tiba sebuah balok kayu terjatuh dan
mengenai punggung bagian bawah pasien kemudian keluar darah dari
ujung kemaluan. 4 jam kemudian pasien ingin buang air kecil tetapi
tidak bisa keluar dari ujung kemaluan dan merasakan nyeri di perut
bagian bawah sehingga dibawa ke rumah sakit dan dipasangkan kateter
di dinding perut bawah. Di rumah sakit tersebut juga diketahui
pasien mengalami patah tulang pada kaki kanan sehingga direncanakan
untuk operasi namun pasien menolak. Sejak saat itu pasien berjalan
menggunakan tongkat dan beristirahat di rumah (berhenti bekerja).
Saat ini buang air kecil lancar melalui kateter di dinding perut
bawah. Pasien mengeluh buang air kecil kadang berwarna keruh dan
nyeri di perut bawah yang dialami sejak kurang lebih 2 tahun
terakhir. Pasien tidak pernah kecing berpasir. Riwayat demam
disangkal. Setiap 2 minggu pasien mengganti kateter.Pada
pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum pasien dalam batas
normal. Status vitalis pasien dalam batas normal. Status urologi
ditemukan pada region suprapubik tampak terpasang kateter foley no
20F, Buli-buli kesan tidak bulging. Tampak luka bekas operai ukuran
3 cm. Warna kulit sama dengan sekitar . Nyeri tekan ada. Pada regio
costovertebra dextra dan sinistra tidak ditemukan kelainan. Pada
regio genitalia, tidak ditemukan kelainan. Dari pemeriksaan rectal
tussei didapatkan spingter ani mencekik, mukosa licin, ampulla
berisi feses, teraba massa,konsistensi padat keras, bergerak kesan
batu buli-buli. Nyeri tekan ada arah jam 12. Pada Handscoen feses
ada, darah tidak ada, lendir tidak ada.
Gambar 1. tampak terpasang kateter foley suprapubik no 20FDari
pemeriksaan urin rutin ditemukan eritrosit +++/200, dan leukosit
+++/500. Dari pemeriksaan USG abdomen didapatkan batu dengan ukuran
2,91 cm (29,1 mm) kesan vesicolithiasis dan cystitis. Pada
pemeriksaan foto pelvis (Gambar 2) kesan vesicholithiasis dan Old
Fracture ramus inferior os pubis bilateral dan fusi pada os
simphisis pubis. Pada pemeriksaan Urethtrocystography(Gambar 3)
kesan Striktur urethtra pars posterior, Vesikoureteral Reflux
dextra grade II-III, Vesicolithiasis.
Gambar 2. Foto Pelvis AP/PAGambar 3. Urethtrocystography
Gambar 5. Uretrotomi interna dikerjakan secara visual
menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sascheGambar 4.
Vesikolithotomi (pengangkatan batu buli-buli)Pasien ini didiagnosis
striktur urethra pars posterior dan vesicolithiasis dimana
penatalaksanaan pasien ini adalah penanganan operatif berupa
operasi sachse dan vesikolithotomi .
DISKUSIEtiologi Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian
besar cedera pada uretra pars posterior. Beberapa jenis fraktur
pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera uretra posterior dan
terlihat pada 87% sampai 93% kasus. Fraktur yang mengenai ramus
atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis,
menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. 1,2 Penyebab
striktur uretra lainnya yaitu karena kelainan congenital dan
infeksi. 3 Pada kasus ini, kemungkinan yang menyebabkan striktur
uretra adalah rupture urethra akibat trauma 6 tahun lalu. Pasien
ini juga didiagnosis dengan vesikolithiasis yang merupakan salah
satu komplikasi dari striktur uretra.4
PatomekanismePanjang uretra pria dewasa berkisar antara 23-25
cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm. Karena itulah uretra
pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding
wanita . Uretra posterior merupakan bagian uretra yang memanjang
dari leher kandung kemih melalui prostat dan melalui diafragma
urogenital. Uretra posterior terdiri uretra pars prostatika dan
uretra membranasea yang melintasi diafragma urogenital sesaat
sebelum memasuki corpus spongiosa.1Proses radang akibat trauma atau
infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut
pada uretra.5 Jaringan parut ini berisi kolagen dan fibroblast, dan
ketika mulai menyembuh jaringan ini akan berkontraksi ke seluruh
ruang pada lumen dan menyebabkan pengecilan diameter uretra,
sehingga menimbulkan [hambatan aliran urine. Karena adanya
hambatan, aliran urine mencari jalan keluar di tempat lain dan
akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Karena ekstravasasi urine,
daerah tersebut akan rentan terjadi infeksi akan menimbulkan abses
periuretra yang kemudian bisa membentuk fistula uretrokutan (timbul
hubungan uretra dan kulit).6
Gambar 5.Cedera pada uretra pars posterior7Pembentukkan
vesikolit pada pasien ini menurut teori dibagi dalam beberapa tahap
yaitu sebagai berikut:1. NukleasiProses ini merupakan proses awal
yang terjadi oleh karena suatu keadaan supersaturasi, dimana
keadaan ini merupakan hasil perbandingan antara actual ion-activity
product (APsalt) dan solubility product (SPsalt). Jika nilai
supersaturasi >1 maka faktor risiko pembentukan batu ginjal
semakin tinggi. Pada nukleasi sekunder, kristal-kistal baru akan
terdeposisi pada permukaan kristal yang sejenis sehingga
menghasilkan produksi kristal yang berlebih. Pada proses dimana
kristal satu terdeposisi dengan kristal lain disebut proses
epitaksi.(8,9)2. Pertumbuhan KristalProses pertumbuhan kristal
ditentukan oleh ukuran dan bentuk suatu molekul, tingkatan
supersaturasi, pH urin, dan defek yang mungkin terbentuk pada
permukaan kristal. Dalam proses ini, beberapa atom atau molekul
lainnya, pada keadaan supersaturasi, mulai membentuk klaster.
Klaster yang berukuran kecil lebih signifikan dalam meningkatkan
pertumbuhan kristal.(8,9)3. Agregasi KristalAgregasi dari
partikel-partikel kristal akan membentuk kristal yang berukuran
lebih besar. Jarak yang kecil antar partikel akan mempengaruhi
agregasi dan waktu yang dibutuhkan untuk beragregasi hanya beberapa
detik. Glikoprotein Tamm-Horsfall dan molekul lainnya berperan
sebagai lem dan meningkatkan derajat viskositas pengikatan.
.(8,9)4. Retensi KristalRetensi kristal terjadi karena perlekatan
kristal pada sel epitel tubulus ginjal. Ekspresi asam hialuronat,
uropontin, dan CD44 oleh sel tubulus yang mengalami regenerasi atau
cedera merupakan syarat terjadinya retensi kristal pada ginjal.
.(8,9)Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan
batu, yaitu: 1. Teori Supersaturasi Supersaturasi air kemih dengan
garam-garam pembentuk batu merupakan dasar terpenting dan merupakan
syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu produk
tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi
sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan
terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi
apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam
air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi
9kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air
kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang
larut, tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH
air kemih. 82. Teori Infeksi Teori terbentuknya BSK juga dapat
terjadi karena adanya infeksi dari kuman tertentu. Pengaruh infeksi
pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu survit
dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis
ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk
magnesium ammonium fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri
pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang menghasilkan
urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. 83. Teori Tidak Adanya Inhibitor
Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada
inhibitor organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses
penghambat terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan
tamma-horsefall glikoprotein sedangkan yang jarang terdapat adalah
gliko-samin glikans dan uropontin. 8Pada inhibitor anorganik
terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor yang paling kuat
adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah
terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah perlengketan
kristal kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada
hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal
tersebut yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu
terjadi pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain tidak,
meskipun sama-sama terjadi supersanturasi. 8
DiagnosisDiagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dengan
cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis, ditemukan pasien tidak bisa buang air kecil, keluar
darah dari ujung kemaluan karena fraktur pelvis sehingga dicurigai
pernah mengalami rupture uretra .Trias diagnostik dari cedera
uretra prostatomembranosa adalah fraktur pelvis, darah pada meatus
dan urin tidak bisa keluar dari kandung kemih. 2. Fraktur tulang
pelvis menyebabkan trauma pada uretra pars posterior. Pada pasien
ini trauma pada uretra pars membranasea. Ruptur uretra yang lama
akan menyebabkan suatu striktur. Striktur uretra pars posterior
dapat memberikan gejala berupa disuria, nokturia, pancaran kencing
melemah, nyeri yang bertambah bila terjadi distended kandung
kemih.4 Gejala anuri terjadi pada striktur uretra total. Untuk
menunjang diagnosis, pada pasien ini dilakukan pemeriksaan foto
pelvis dan ditemukan Old Fracture ramus inferior os pubis bilateral
dan fusi pada os simphisis pubis. Pada pemeriksaan
Urethtrocystography didapatkan Striktur urethtra pars
membranasea.Diagnosis rupture uretra melalui pemeriksaan DRE atau
rectal toucher bisa didapatkan hematoma pada pelvis dengan
pengeseran prostat ke superior atau dapat ditemukan prostat
melayang.10,11 Saat ini tanda prostat melayang tidak didapatkan
pada pasien ini. Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan
pemeriksaan untuk mendiagnosis cedera uretra karena akurat,
sederhana dan cepat dilakukan pada keadaan trauma. Sementara CT
Scan merupakan pemeriksaan yang ideal untuk saluran kemih bagian
atas dan cedera vesika urinaria dan terbatas dalam mendiagnosis
cedera uretra. Sementara MRI berguna untuk pemeriksaan pelvis
setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi, pemeriksaan ini tidak
berperan dalam pemeriksaan cadera uretra. Sama halnya dengan USG
uretra yang memiliki keterbatasan dalam pelvis dan vesika urinaria
untuk menempatkan kateter suprapubik2.Pasien ini juga didiagnosis
dengan vesikolithiasis (batu buli-buli). Diagnosis dapat kita
tegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis, pasien mengeluh nyeri suprapubik dan
urin sering berwarna keruh. Namun urin keruh bukanlah gejala khas
pada batu buli-buli karena urin keruh dapat berasal dari nanah.
Dari pemeriksaan fisis ditemukan pasien menggunakan kateter
suprapubik. Penggunaan kateter suprapubik dalam jangka panjang
menyebabkan terjadinya urin statis yang mengarah ke proses nukleasi
kristal dan agregasi . Hal ini pada akhirnya akan menghasilkan
batu. Pada palpasi ditemukan nyeri tekan suprapubik. Pada pasien
ini dilakukan pemeriksaan rectal toucher dan teraba
massa,konsistensi padat keras, bergerak kesan batu buli-buli. Nyeri
tekan ada arah jam 12.Gejala klinis vesikolitiasis berupa gejala
iritasi antara lain disuria hingga stranguri, dan tidak enak
sewaktu kencing, dan kencing terhenti tiba-tiba kemudian menjadi
lancar kembali engan perubahan posisi tubuh.nyeri saat buang air
kecil juga sering dirasakan pada ujung penis, skrotum, perineum,
pinggang sampai kaki. Pada beberapa kasus juga sering ditemukan
urin berwarna keruh. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk penegakkan diagnosis vesikolithiasis antara lain: 11. Foto
Polos AbdomenPembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu
jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan
paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat
bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu
saluran kemih seperti pada tabel 1.Jenis BatuRadioopasitas
KalsiumOpak
MAPSemiopak
Urat/SistinNon opak
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran
Kemih2. UltrasonografiUSG dikerjakan bila pasien tidak mungkin
menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi
terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita
yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow),
hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal. USG dapat
mendeteksi batu radiolusen pada buli-buli.3. Pemeriksaan
Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal. Pada pasien
ini ditemukan eritrosit +++/200, dan leukosit +++/5004. Renogram,
dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi
ginjal.5. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.6.
Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.7. DPL, ureum,
kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase
alkali serum.
Penatalaksanaan Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung
pada lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya.
Contohnya, jika pasien datang dengan retensi urine akut, secepatnya
lakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine dari
buli-buli. Sistostomi adalah tindakan operasi dengan membuat jalan
antara buli-buli dan dinding perut anterior. Pada kasus ini, pasien
pernha mengalami retensi urin akut 6 tahun yang lalu pasca trauma
seingga dilakukan pemaangan kateter suprapubik. Jika dijumpai abses
periuretra, kita lakukan insisi untuk mengeluarkan nanah dan
berikan antibiotika. Jika lokasi striktur di uretra pars bulbosa
dimana terdapat korpus spongiosum yang lebih tebal daripada di
uretra pars pedularis, maka angka kesuksesan prosedur uretrotomi
akan lebih baik jika dikerjakan di daerah tersebut. 6Keluarnya
darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling
penting dari kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak
diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena dapat
menyebabkan infeksi pada periprostatik dan perivesical dan konversi
dari incomplete laserasi menjadi complete laserasi. Cedera uretra
karena pemasangan kateter dapat menyebabkan obstuksi karena edema
dan bekuan darah. 6Adanya Penanganan konvensional seperti
uretrotomi atau dilatasi(businasi) masih tetap dilakukan, walaupun
pengobatan ini rentan menimbulkan kekambuhan. Hasil sebuah studi
mengindikasikan 80% striktur yang ditangani dengan internal
uretrostomi mengalami kekambuhan dalam 5 tahun berikutnya.
Pemasangan stent adalah alternatif bagi pasien yang sering
mengalami rekurensi striktur. Namun tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi komplikasi seperti hiperplasia jaringan uretra sehingga
menimbulkan obstruksi sekunder.5,12,13 Beberapa pilihan terapi
untuk striktur uretra adalah sebagai berikut: 1. Dilatasi uretra
Dapat dilakukan pada pasien yang kontra indikasi dengan pembedahan.
Dilatasi dilakukan dengan menggunakan balon kateter atau busi logam
dimasukan hati-hati ke dalam uretra untuk membuka daerah yang
menyempit.1 Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari
karena itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang
akhirnya menimbulkan striktur baru yang lebih berat. Hal inilah
yang membuat angka kesuksesan terapi menjadi rendah dan sering
terjadi kekambuhan.12
2. Uretrotomi interna Pada pasien ini telah dilakukan uretrotomi
interna dengan menggunakan pisau sacshe, namun tidak berhasil
karena telah terjadi striktur uretra total. Teknik bedah dengan
derajat invasive minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada
jaringan radang untuk membuka striktur. Insisi menggunakan pisau
otis atau sasche. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktur
total, sedangkan pada striktur lebih berat pemotongan dikerjakan
secara visual menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sasche.
Tujuan uretrotomi interna adalah membuat jaringan epitel uretra
yang tumbuh kembali di tempat yang sbelumnya terdapat jaringan
parut. Jika tejadi proses epitelisasi sebelum kontraksi luka
menyempitkan lumen, uretrotomi interna dikatakan berhasil. Namun
jika kontraksi luka lebih dulu terjadi dari epitelisasi jaringan,
maka striktur akan muncul kembali. Angka kesuksesan jangka pendek
terapi ini cukup tinggi, namun dalam 5 tahun angka kekambuhannya
mencapai 80%.6 Selain timbulnya striktur baru, komplikasi
uretrotomi interna adalah pendarahan yang berkaitan dengan ereksi,
sesaat setelah prosedur dikerjakan, sepsis, inkontinensia urine,
dan disfungsi ereksi.143. Pemasangan stent Stent adalah benda
kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur. Stent biasanya
dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua jenis
stent yang tersedia, stent sementara dan permanen. Stent permanen
cocok untuk striktur uretra pars bulbosa dengan minimal
spongiofibrosis. Biasanya digunakan oleh orang tua, yang tidak fit
menjalani prosedur operasi. Namun stent permanen juga memiliki
kontra indikasi terhadap pasien yang sebelumnya menjalani
uretroplasti substitusi dan pasien straddle injury dengan
spongiosis yang dalam. Angka rekurensi striktur bervariasi dari
40%-80% dalam satu tahun. Komplikasi sering terjadi adalah rasa
tidak nyaman di daerah perineum, diikuti nyeri saat ereksi dan
kekambuhan striktur.124. Uretroplasti Uretroplasti merupakan
standar dalam penanganan striktur uretra, namun masih jarang
dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang menguasai teknik
bedah ini. Sebuah studi memperlihatkan bahwa uretroplasti
dipertimbangkan sebagai teknik bedah dengan tingkat invasif minimal
dan lebih efisien daripada uretrotomi.15 Uretroplasti adalah
rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis.
Ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan
substitusi. Uretroplasti anastomosis dilakukan dengan eksisi bagian
striktur kemudian uretra diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau
flap dari jaringan sekitar. Teknik ini sangat tepat untuk striktur
uretra pars bulbosa dengan panjang striktur 1-2 cm. Uretroplasti
substitusi adalah mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan
jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin, atau preputium. Ini
dilakukan dengan graft, yaitu pemindahan organ atau jaringan ke
bagian tubuh lain, dimana sangat bergantung dari suplai darah
pasien untuk dapat bertahan. 12Ini merupakan cara yang paling lama
dan paling sederhana dalam penanganan striktur uretra.
Direkomendasikan pada pasien yang tingkat keparahan striktur Proses
graft terdiri dari dua tahap, yaitu imbibisi dan inoskulasi.
Imbibisi adalah tahap absorsi nutrisi dari pembuluh darah paien
dalam 48 jam pertama. Setelah itu diikuti tahap inoskulasi dimana
terjadi vaskularisasi graft oleh pembuluh darah dan limfe. Jenis
jaringan yang bisa digunakan adalah buccal mucosal graft, full
thickness skin graft, bladder epithelial graft, dan r32i >ectal
mucosal graft. Dari semua graft diatas yang paling disukai adalah
buccal mucosal graft atau jaringan mukosa bibir, karena jaringan
tersebut memiliki epitel tebal elastis, resisten terhadp infeksi,
dan banyak terdapat pembuluh darah lamina propria. Tempat asal dari
graft ini juga cepat sembuh dan jarang mengalami komplikasi.15
Angka kesuksesan sangat tinggi mencapai 87%. Namun infeksi saluran
kemih, fistula uretrokutan, dan chordee bisa terjadi sebagai
komplikasi pasca operasi. 12Antibiotik diberikan pada pasien yang
dicurigai mengalami infeksi saluran kemih dan jenisnya diberikan
sesuai dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil kepekaan steril, maka
dapat diberikan antibiotik profilaksis seperti ampicillin atau
cephalosporin.12,13Batu buli-buli dapat dipecahkan dengan
litotripsi yaitu untuk memecah batu buli-buli dengan memasukkan
alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli atau jika batu
terlalu besar yaitu berukuran lebih dari 20 mm maka indikasi untuk
dilakukan pembedahan terbuka (vesikolithotomi) atau sectio alta .
Penanganan yang telah dilakukan pada pasien ini yang telah
dilakukan pada pasien ini yaitu penanganan operatif yaitu sectio
alta.12,16
TINJAUAN PUSTAKA
1. Purnomo B. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta : Sagung
Seto; 2003. p.97-9
2. Rosentein DI, Alsikafi NF . Diagnosis and classification of
urethral injuries. In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic
clinics of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006 .
p. 74-83
3. Palinrungi AM. Urology Ilustrated. Makassar: Division of
Urology, Departement of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin
University; 2009. 4. Brandes,S. Urethral Stricture Evaluation and
Surgical management.avaible at http://www.urology.wustl.edu 5.
Hohenfellner,M. Emergencies in Urology.2007. p.124-1256. Widya
,Agung Wistara,dkk. Diagnosis dan Penanganan Striktur Uretra.
Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.20097. Palinrungi AM. Lecture notes on urological
emergencies & trauma. Makassar: Division of Urology,
Departement of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin University;
2009. p. 131-68. Basavaraj ,Doddametikurke,dkk.2007.The Role of
Urinary Kidney Stone Inhibitors and Promoters inthe Pathogenesis of
Calcium Containing Renal Stones. European Association of Urology.
available at www.sciencedirect.com9. Coe ,Fredric L., Evan ,Andrew2
, Worcester ,Elaine .2005. Kidney stone disease.vol:15. J. Clin.
Invest. 115:25982608 10. Tanagho EA, et al. Injuries to the
genitourinary tract. In : McAninch, editor. Smiths general urology.
17th Edition. United States of America : Mc Graw Hill; 2008.
p.278-9311. Reynard J, Brewster S, Biers S. Oxford handbook of
urology. England: Oxford University; 2006. p. 442-712.
Sjamsuhidajat R, Jong WM. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC; 2005. p. 770-213. Peterson Andrew, Webster George. Management
of urethral stricture disease: developing option for surgical
intervention . BJU International. 2004; 94. P. 971-976. 14.
Santucci Richard, Joyce Geoffrey, Wisse Matthew . Male Urethral
Stricture Disease. Urologic Disease in America. (Diakses 15 Januari
2011). Diunduh dari URL:
http://kidney.niddk.nih.gov/statistics/uda/male_urethral_stricture_disease-chapter16.pdf.15.
Brandes S. Initial management of anterior and posterior urethral
injuries . In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics
of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006. p.
87-9516. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia
: Lippincott-Raven Publisher.16