CASE REPORT “STROKE NON HEMORAGIK” Pembimbing : Dr Ayub L Pattinama, Sp. S Oleh : Vincentia Liny Alwina Tambunan 1161050186 KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RS UKI PERIODE 14 DESEMBER 2015 – 23 JANUARI 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA 1
case report stroke non hemoragik bangsal bougenvil rs uki desember 2015
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
CASE REPORT
“STROKE NON HEMORAGIK”
Pembimbing :
Dr Ayub L Pattinama, Sp. S
Oleh :Vincentia Liny Alwina Tambunan
1161050186
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RS UKI
PERIODE 14 DESEMBER 2015 – 23 JANUARI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologik fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik.
Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik
hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut
sebagai serangan iskemik otak sepintas (Transient Ischemic Attack = TIA).
Stroke merupakan mekanisme gangguan vaskular susunan saraf penyakit-
penyakit dengan lesi vaskuler dikenal sebagai penyakit serebrovaskular atau disingkat
dengan CVID (“Cerebro Vascular Disease”), dan penyakit akibat lesi vaskular di
medulla spinalis bisa disebut juga penyakit spinovaskular.
“Stroke” atau manifestasi CVD mempunyai etiologi dan patogenesis yang
multi kompleks.Rumitnya mekanisme CVD disebabkan oleh adanya integritas tubuh
yang sempurna.Otak tidak berdiri sendiri diluar jangkauan unsur-unsur kimia dan
selular darah yang memperdarahi seluruh tubuh. Jika integritas itu diputuskan
sehingga sebagian dari otak berdiri sendiri di luar lingkup kerja organ-organ tubuh
sebagai suatu keseluruhan, maka dalam keadaan terisolisasi itulah timbul kekacauan
dalam ekspresi (gerakan) dan persepsi (sensorik dan fungsi luhur),suatu keadaan yang
kita jumpai pada penderita yang mengidap “Stroke”
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik.9
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang
oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.10
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau
lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) 3
yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang
terlepas dapat menjadi embolus.11
B. Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu
trombosis serebri atau emboli serebri.12
Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya
karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa
menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam
beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.12
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh
trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis
atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau
ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa
dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai
nyeri kepala berdenyut.12
C. Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat
di bagi dalam :
1. Stroke non hemoragik yang mencakup13
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
4
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses,
granuloma.
2. Berdasarkan subtipe penyebab11
a. Stroke lakunar
b. Stroke trombotik pembuluh besar
c. Stroke embolik
d. Stroke kriptogenik
D. Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik,
diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi.
Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
mengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar
adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol
8,97%.15,16
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :15,16
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali
dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45
tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke
5
didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65
tahun.16,17
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak
menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka kematianya masih
belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD
Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita
stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari
penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.16,18
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga,
terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari
65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan
pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar 29,3%.5
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di
Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya
Yogyakarta).16
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1. Riwayat stroke
6
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.16
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering
di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan
stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan
darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan
darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada
dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit kepala, dan gigi; gerak mengunyah
”mati rasa” pada wajah; kelemahan otot rahang
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum pada platum dan telinga luar; sekresi kelenjar lakrimalis, submandibula dan sublingual; ekspresi wajah
Hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga anterior lidah; mulut kering; hilangnya lakrimasi; paralisis otot wajah
VIII: Vestibulokoklearis
Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging terus menerus); vertigo; nitagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum pada faring dan telinga; mengangkat palatum; sekresi
Hilangnya daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah; anestesi pada farings; mulut
13
kelenjar parotis kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum pada farings, laring dan telinga; menelan; fonasi; parasimpatis untuk jantung dan visera abdomen
Disfagia (gangguan menelan) suara parau; paralisis palatum
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; leher dan bahu
Suara parau; kelemahan otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke non
hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya
kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi
Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks
akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat
sampai mengakibatkan kelumpuhan.26
Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien stroke di
Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%, diikuti oleh
hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan hemiparesese dupleks 7,8%.
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak mungkin berkaitan
dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang tercantum dan disebut sindrom
neurovaskular :5,11
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi arteri
retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri
media
14
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria serebri
media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah. Apabila
lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara
motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
15
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.
G. Pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya
defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian hal-hal berikut
ini :25
1. Status mental
a. Tingkat kesadaran
b. Bicara
c. Orientasi
d. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir
e. Pertimbangan
f. Abstraksi
g. Kosakata
h. Respons emosional
i. Daya ingat
j. Berhitung
k. Pengenalan benda
l. Praksis (integrasi aktivitas motorik).
2. Nervus kranial
a. Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau.
b. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan pemeriksaan oftalmoskopi.
c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.
d. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah, kiri, kanan,
lateral, diagonal.
16
e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea dengan menempelkan
benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan menutup mata, Pemeriksaan cabang
sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada pipi.
f. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke samping kiri dan
kanan.
g. Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga anterior lidah,
mulut kering, paralisis otot wajah.
h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran, keseimbangan, dan
pengetahuan tentang posisi tubuh.
i. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah anestesi
pada farings mulut kering sebagian.
j. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
k. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus sternokleudomastoideus,
pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di berikan si pemeriksa.
l. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke luar jika ada
kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
3. Fungsi motorik
a. Masa otot bisa dengan inspeksi.
b. Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan, bandingkan
dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim digunakan yaitu 0: tidak ada kontraksi, 1: hanya ada
sedikit kontraksi, 2: gerakan yang dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4:
gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan melawan gravitasi dengan
tahanan penuh (normal).
17
c. Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu bandingkan dengan sisi yang
lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan tonus tetapi sebaliknya lesi pada neuron
motorik bawah menyebabkan penurunan tonus otot.
4. Reflek
Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo profunda, dan reflek
superfisial. Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps, brakioradialis, triseps, patela
dan achiles bisa dinilai berdasarkan sekala 0-4+ yaitu 0: tak ada respon, 1+: berkurang, 2+:
normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif. Jika reflek hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus
ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan metabolik, sedangkan jika
reflek berkurangnya reflek merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Reflek
superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek openheim. Reflek
babinski untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua, dengan menggores
bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit ke arah pangkal jari-jari kaki melengkung ke
medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan penyebaran jari-jari lainya. Reflek
chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek openheim dengan
penekanan tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.
5. Fungsi sensorik
a. Sentuhan ringan
b. Sensasi nyeri
c. Sensasi getar
d. Propriosepsis (sensasi posisi)
e. Lokalisasi taktil.
6. Fungsi serebelar
18
a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati sasaran secara
terus menerus dan kadang di sertai tremor.
b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas bawah menuruni
tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari lutut, dalam keadaan penyakit
serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.
c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.
d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan kaki di
rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan tes ini positif jika pasien
mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya untuk keseimbangan.
e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson cenderung berjalan dengan
langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan punggung membungkuk dan tergesa-
gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat
jauh terpisah ketika berjalan. Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang khas.
Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang tinggi.
H. Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraan
Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi yang
mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering
dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan
lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :
1. Gula darah
Tabel 2.3. Kadar glukosa darah.9
Kriteria diagnostik DM
19
Bukan DM (mg/dl)
Belum pasti DM (mg/dl)
DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena <110 110 – 199 >200
Darah kapiler <90 90 – 199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110 – 125 >126
Darah <90 90 – 109 >110
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Gatler
menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes mellitus.
Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang besar, menebalnya
pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh darah otak dan akan
mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat
terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh
terhadap terjadinya stroke.5,26
2. Profil lipid
Tabel 2.4. Kadar Lipid Serum Normal.22
Kolesterol Total (mg/dl)
Optimal < 200
Diinginkan 200 –239
Tinggi ≥240
LDL
Optimal < 100
Mendekati optimal 100 –129
20
Diinginkan 130 –159
Tinggi 160 –189
Sangat tinggi ≥190
HDL
Rendah < 40
Tinggi ≥ 60
Trigliserida
Optimal < 150
Diinginkan 150 –199
Tinggi 200 –449
Sangat tinggi ≥500
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan
komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko aterosklerosis,
HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada dan memindahkannya ke
hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek
protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL
merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.22
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan
diantaranya yaitu :27,11
1. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi stroke non
hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak
memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.20
2. MRI (magnetic resonance imaging)
21
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan,
bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka
dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.20
3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang suara
untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri
atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma
intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.20
4. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri
otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah
di leher dan kepala.20
I. Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di
perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan
hasil akhir pengobatan.9
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan
trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di
berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal
dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya yaitu :22
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol dan hindari
cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis yang
progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan
perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama adalah usia
lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama
43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di berikan bolus
intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil
CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard, bila
terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena
atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak dan
perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal
berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti, iskemia
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik
>180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus
dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika
tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250
ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan
dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin
drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di
naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau
radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke
dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau
sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam
500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial
mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi
24
4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik
dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus
intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat
sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap
mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk
minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau
intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit
serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat
antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika :27
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada
keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk
golongan ini yaitu heparin dan kumarin.28
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada
sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin,
idobufen, epoprostenol, clopidogrel.28
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam
setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang
termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.28
Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang muncul
sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn
25
kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri
di rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri
Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60%
berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri. 28,5
J. Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis
yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu :9
1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif
dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah pneumonia
aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat dilakukan
pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki risiko aspirasi
beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama
setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa 5%
dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak
onset stoke :
a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena
b. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam
c. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
d. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena
26
e. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena
f. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena
g. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena
h. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena
5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam
6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan latihan
gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achiles di lakukan
splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.
7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di lakukan
neurorestorasi dini.
8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc
setiap 12 jam selama 5-10 hari.
9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan
pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin bila
pasien sudah sadar.
K. Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi
seimbang dan olahraga teratur.9
27
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti
hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat
hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia
dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan
dan kurang gerak.9
L. Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10
tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua
pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan
institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat
ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan
stroke dan kecacatan.29,30,31,32
28
BAB III
Status Pasien
Identitas
Nama : Tn. W Alamat : Cililitan
Jenis Kelamin : Laki-laki Masuk : 14 Desember 2015
Umur : 74 tahun Keluar : 23 desember 2015
Pekerjaan : Tidak bekerja RM : 06-05-1941
Pendidikan : SMA Dokter : dr. Agus Yudawijaya, Sp.S
Agama : Islam Ko-Assistant : Vincentia Liny Alwina T
Anamnesa Tanggal 14 Desember 2015 jam 08.30 WIB
Allo anamnesa : Anak pasien
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Keluhan tambahan : lemas separuh badan kanan
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak 20 menit SMRS. Anak pasien mengetahui pasien tidak sadar ketika ingin memberi makan pasien sebelumnya menurut anak pasien, pasien sudah mulai lemas badan sekitar 2 minggu belakangan.
29
Keluhan dialami tiba-tiba. Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami oleh pasien namun pasien memiliki riwayat stroke selama 23 tahun. Keluhan seperti mual, muntal, pusing berputar, kejang dan demam disangkal.
Didalam keluarga pasien tidak pernah ada yang seperti ini dan tidak ada riwayat stroke dalam keluarga.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tekanan Darah Tinggi tidak terkontrol
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat Stroke sebelumnya : 23 tahun stroke non hemoragik
Riwayat sakit gula : Disangkal
Riwayat kebiasaan pribadi : aktifitas terbatas karena stroke yang diderita
Pemeriksaan Umum 14 Desember 2015
Kesadaran Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Sopor GCS: E2M5V2
Tekanan darah : 220/110 mmHg
Nadi : 43 x/menit
Suhu : 36 O C
RR : 20x/menit
Umur Klinis : 70-an
Gizi : Cukup
Stigmata : Tidak ada
Kulit : Sawo matang
Turgor : Baik
Kuku : Sianosis (-)
Kel. Getah Bening : Teraba tidak membesar
Pembuluh darah : A. Carotis : Palpasi kanan dan kiri simetris
Auskultasi : Tidak terdapat bruit
Pemeriksaan Regional30
Kepala : Normocephali
Kalvarium : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Pergerakan Bola mata ke segala arah Lateral kanan : Sulit dinilai Lateral kiri : Sulit dinilai Atas : Sulit dinilai Bawah : Sulit dinilai Berputar : Sulit dinilai
Pupil Bentuk : Bulat Ukuran : Isokor, 3mm/3mm Refleks cahaya langsung : +/+ Refleks Cahaya tidak langsung : +/+ Refleks Akomodasi : Tidak dilakukan
Nervus V (Trigeminus) Motorik
Membuka mulut: Tidak dilakukan Gerakan rahang:Tidak dilakukan
Sensorik Rasa raba : Tidak dilakukan Rasa nyeri : Tidak dilakukan Rasa Suhu : Tidak dilakukan
Refleks Refleks Kornea : +/+
32
Refleks Maseter : Tidak dilakukan Nervus VII (Fasialis)
Sikap wajah : Simetris Mimik : Sulit Dinilai Angkat alis : Sulit Dinilai Kerut Dahi : Sulit Dinilai Kembung pipi : Sulit Dinilai Lagoftalmus : Sulit Dinilai Menyeringai (SNL) : Tidak mendatar Rasa kecap 2/3 lidah depan: Tidak dilalukan
Nervus VIII (Vestibulokoklearis) Vestibularis
Nistagmus : -/- Vertigo : -
Suara bisik : Tidak Dilakukan Gesekan jari : Tidak Dilakukan Test Rinne : Tidak Dilakukan Test Weber : Tidak Dilakukan Test Schwabach: Tidak Dilakukan Nervus IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Sensorik Rasa Raba : Sulit dinilai Rasa Nyeri : Sulit dinilai Rasa Suhu : Sulit dinilai
Fungsi luhur Memori : Tidak dilakukan Kognitif : Tidak dilakukan Efek Emosi : Tidak dilakukan Bahasa : Tidak dilakukan
Koordinasi : Tidak dilakukan
Resume
Pasien seorang laki-laki, usia 74 tahun, datang dengan penurunan kesadaran sejak 20 menit SMRS. Anak pasien mengetahui pasien tidak sadar ketika anak pasien ingin memberi makan pasien. Keluhan dialami tiba-tiba dan pada saat pasien sedang duduk namun keluhan lemas sudah dirasakan pasien selama 2 minggu belakangan.
Didalam kelurga pasien tidak pernah ada yang seperti ini dan tdak ada riwayat stroke dalam keluarga.
34
Riwayat Tekanan darah Tinggi : (+) tidak terkontrol
Riwayat kebiasaan pribadi : -
Status Generalis
Kesadaran Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Sopor GCS: E2M5V2
Tekanan darah : 220/110 mmHg
Nadi : 43 x/menit
Suhu : 36 O C
RR : 20 x/menit
Status Neurologis
Refleks Patologis Babinski : +/- Motorik
Derajat Kekuatan Otot (0 – 5) : Lateralisasi Kanan
Siriraj Skor(2.5 x kesadaran) + (2x Muntah) + (2x nyeri kepala) + (0,1 x diastole) – ( 3x ateroma)- 12
Pergerakan Bola mata: ke segala arah Lateral kanan : Sulit dinilai Lateral kiri : Sulit dinilai Atas : Sulit dinilai Bawah : Sulit dinilai Berputar : Sulit dinilai
Pupil Bentuk : Bulat
48
Ukuran : Isokor, 3mm/3mm Refleks cahaya langsung : +/+ Refleks Cahaya tidak langsung : +/+ Refleks Akomodasi : Tidak dilakukan
Nervus V (Trigeminus) Motorik
Membuka mulut: Tidak dilakukan Gerakan rahang:Tidak dilakukan
Sensorik Rasa raba : Tidak dilakukan Rasa nyeri : Tidak dilakukan Rasa Suhu : Tidak dilakukan
Refleks Refleks Kornea : +/+ Refleks Maseter : Tidak dilakukan
Nervus VII (Fasialis) Sikap wajah : asimetris Mimik : Sulit Dinilai Angkat alis : Sulit Dinilai Kerut Dahi : Sulit Dinilai Kembung pipi : Sulit Dinilai Lagoftalmus : Sulit Dinilai Menyeringai (SNL) : mendatar ke kiri Rasa kecap 2/3 lidah depan: Tidak dilalukan
Nervus VIII (Vestibulokoklearis) Vestibularis
Nistagmus : -/- Vertigo : - Kokhlearis
Suara bisik : Tidak Dilakukan Gesekan jari : Tidak Dilakukan Test Rinne : tidak Dilakukan Test Weber : Tidak Dilakukan
Test Schwabach: Tidak Dilakukan Nervus IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Pergerakan Bola mata: ke segala arah Lateral kanan : Sulit dinilai Lateral kiri : Sulit dinilai Atas : Sulit dinilai Bawah : Sulit dinilai Berputar : Sulit dinilai
Pupil Bentuk : Bulat Ukuran : Isokor, 3mm/3mm Refleks cahaya langsung : +/+
52
Refleks Cahaya tidak langsung : +/+ Refleks Akomodasi : Tidak dilakukan
Nervus V (Trigeminus) Motorik
Membuka mulut: Tidak dilakukan Gerakan rahang:Tidak dilakukan
Sensorik Rasa raba : Tidak dilakukan Rasa nyeri : Tidak dilakukan Rasa Suhu : Tidak dilakukan
Refleks Refleks Kornea : +/+ Refleks Maseter : Tidak dilakukan
Nervus VII (Fasialis) Sikap wajah : asimetris Mimik : Sulit Dinilai Angkat alis : Sulit Dinilai Kerut Dahi : Sulit Dinilai Kembung pipi : Sulit Dinilai Lagoftalmus : Sulit Dinilai Menyeringai (SNL) : mendatar ke kiri Rasa kecap 2/3 lidah depan: Tidak dilalukan
Nervus VIII (Vestibulokoklearis) Vestibularis
Nistagmus : -/- Vertigo : - Kokhlearis
Suara bisik : Tidak Dilakukan Gesekan jari : Tidak Dilakukan Test Rinne : tidak Dilakukan Test Weber : Tidak Dilakukan
Test Schwabach: Tidak Dilakukan Nervus IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Pergerakan Bola mata: ke segala arah Lateral kanan : Sulit dinilai Lateral kiri : Sulit dinilai Atas : Sulit dinilai Bawah : Sulit dinilai Berputar : Sulit dinilai
Pupil Bentuk : Bulat Ukuran : Isokor, 3mm/3mm Refleks cahaya langsung : +/+ Refleks Cahaya tidak langsung : +/+ Refleks Akomodasi : Tidak dilakukan
Nervus V (Trigeminus) Motorik
Membuka mulut: Tidak dilakukan57
Gerakan rahang:Tidak dilakukan Sensorik
Rasa raba : Tidak dilakukan Rasa nyeri : Tidak dilakukan Rasa Suhu : Tidak dilakukan
Refleks Refleks Kornea : +/+ Refleks Maseter : Tidak dilakukan
Nervus VII (Fasialis) Sikap wajah : asimetris Mimik : Sulit Dinilai Angkat alis : Sulit Dinilai Kerut Dahi : Sulit Dinilai Kembung pipi : Sulit Dinilai Lagoftalmus : Sulit Dinilai Menyeringai (SNL) : mendatar ke kiri Rasa kecap 2/3 lidah depan: Tidak dilalukan
Nervus VIII (Vestibulokoklearis) Vestibularis
Nistagmus : -/- Vertigo : - Kokhlearis
Suara bisik : Tidak Dilakukan Gesekan jari : Tidak Dilakukan Test Rinne : tidak Dilakukan Test Weber : Tidak Dilakukan
Test Schwabach: Tidak Dilakukan Nervus IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Pergerakan Bola mata: ke segala arah Lateral kanan : Sulit dinilai Lateral kiri : Sulit dinilai Atas : Sulit dinilai Bawah : Sulit dinilai Berputar : Sulit dinilai
Pupil Bentuk : Bulat Ukuran : anisokor, 2mm/3mm Refleks cahaya langsung : +/+ Refleks Cahaya tidak langsung : +/+ Refleks Akomodasi : Tidak dilakukan
Nervus V (Trigeminus) Motorik
Membuka mulut: Tidak dilakukan Gerakan rahang:Tidak dilakukan
Sensorik Rasa raba : Tidak dilakukan
61
Rasa nyeri : Tidak dilakukan Rasa Suhu : Tidak dilakukan
Refleks Refleks Kornea : +/+ Refleks Maseter : Tidak dilakukan
Nervus VII (Fasialis) Sikap wajah : asimetris Mimik : Sulit Dinilai Angkat alis : Sulit Dinilai Kerut Dahi : Sulit Dinilai Kembung pipi : Sulit Dinilai Lagoftalmus : Sulit Dinilai Menyeringai (SNL) : mendatar ke kiri Rasa kecap 2/3 lidah depan: Tidak dilalukan
Nervus VIII (Vestibulokoklearis) Vestibularis
Nistagmus : -/- Vertigo : - Kokhlearis
Suara bisik : Tidak Dilakukan Gesekan jari : Tidak Dilakukan Test Rinne : tidak Dilakukan Test Weber : Tidak Dilakukan
Test Schwabach: Tidak Dilakukan Nervus IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Pergerakan Bola mata: ke segala arah Lateral kanan : Sulit dinilai Lateral kiri : Sulit dinilai Atas : Sulit dinilai Bawah : Sulit dinilai Berputar : Sulit dinilai
Pupil Bentuk : Bulat Ukuran : anisokor, 2mm/3mm Refleks cahaya langsung : +/+ Refleks Cahaya tidak langsung : +/+ Refleks Akomodasi : Tidak dilakukan
Nervus V (Trigeminus) Motorik
Membuka mulut: Tidak dilakukan Gerakan rahang:Tidak dilakukan
Sensorik Rasa raba : Tidak dilakukan Rasa nyeri : Tidak dilakukan Rasa Suhu : Tidak dilakukan
Refleks65
Refleks Kornea : +/+ Refleks Maseter : Tidak dilakukan
Nervus VII (Fasialis) Sikap wajah : asimetris Mimik : Sulit Dinilai Angkat alis : Sulit Dinilai Kerut Dahi : Sulit Dinilai Kembung pipi : Sulit Dinilai Lagoftalmus : Sulit Dinilai Menyeringai (SNL) : mendatar ke kiri Rasa kecap 2/3 lidah depan: Tidak dilalukan
Nervus VIII (Vestibulokoklearis) Vestibularis
Nistagmus : -/- Vertigo : - Kokhlearis
Suara bisik : Tidak Dilakukan Gesekan jari : Tidak Dilakukan Test Rinne : tidak Dilakukan Test Weber : Tidak Dilakukan
Test Schwabach: Tidak Dilakukan Nervus IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Pergerakan Bola mata: ke segala arah Lateral kanan : Sulit dinilai Lateral kiri : Sulit dinilai Atas : Sulit dinilai Bawah : Sulit dinilai Berputar : Sulit dinilai
Pupil Bentuk : Bulat Ukuran : anisokor, 2mm/3mm Refleks cahaya langsung : +/+ Refleks Cahaya tidak langsung : +/+ Refleks Akomodasi : Tidak dilakukan
Nervus V (Trigeminus) Motorik
Membuka mulut: Tidak dilakukan Gerakan rahang:Tidak dilakukan
Sensorik Rasa raba : Tidak dilakukan Rasa nyeri : Tidak dilakukan Rasa Suhu : Tidak dilakukan
Refleks Refleks Kornea : +/+ Refleks Maseter : Tidak dilakukan
Nervus VII (Fasialis)69
Sikap wajah : asimetris Mimik : Sulit Dinilai Angkat alis : Sulit Dinilai Kerut Dahi : Sulit Dinilai Kembung pipi : Sulit Dinilai Lagoftalmus : Sulit Dinilai Menyeringai (SNL) : mendatar ke kiri Rasa kecap 2/3 lidah depan: Tidak dilalukan
Nervus VIII (Vestibulokoklearis) Vestibularis
Nistagmus : -/- Vertigo : - Kokhlearis
Suara bisik : Tidak Dilakukan Gesekan jari : Tidak Dilakukan Test Rinne : tidak Dilakukan Test Weber : Tidak Dilakukan
Test Schwabach: Tidak Dilakukan Nervus IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Pada pasien tn. W dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala yang didapat terhadap OS
menunjukan gejala Stroke hemoragik namun setelah dilakukan pemeriksaan CT scan sebagai
gold standard dalam pemeriksaan stroke ternyata hasil yang didapatkan ialah stroke non
hemoragik. Hal ini memang sudah ditegaskan banyak peneliti bahwa skor – skor untuk
penghitungan stroke hanya mengandung spesifitas sebesar 70%. Dalam pemeriksaan pasien
juga sempat ditemukan kadar kolesterol yang tinggi menurut ilmu kedokteran yang ada Infark
ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara
menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah lalu oklusi
mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm dan dapat
terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli juga dapat menyebabkan
aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis sehingga dapat
dengan mudah robek.
72
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Irdawati. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non-Hemoragik Hemiparese Kanan Dibandingkan Dengan Hemiparese Kiri. Media Medika Indonesia. Surakarta, 2008.
73
2. Rambe AS. Sekilas Tentang Definisi, Penyebab, Efek, Dan Faktor Risiko. Departemen
Neurologi FK-USU. Medan .2009. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18925. (4 januari 2012)
3. Situmorang MH. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Yang Meninggal di RSU Dr. Pirngadi Medan.FKM USU. Medan. 2009.
4. Utami DN. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stroke Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Seputih Banyak Lampung Tengah Tahun 2009. PSIK-UNIMAL. Bandar Lampung, 2009.
5. Sinaga SA. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan. 2008. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16617. (3 januari 2012).
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Riset kesehatan dasar 2007.Jakarta.2008.
7. Hudak, Gallo. Modified National Institute of Health Stroke Scale for Use in Stroke Clinical Trials. USU Digital Library. 2006.
8. RSUD Abdul Moloek. Rekam Medik RSUD Abdul Moeloek 2010. Lampung, 2010.
9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.
10. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010. http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf (1 januari 2012)
11. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.
12. Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC. Jakarta. 1994.hal:579-80.
13. Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta. 2010: 290-91.
14. Noeryanto M. Masalah-masalah Dalam Stroke Akut, Temu Regional Neurologi, Universitas Diponegoro. Semarang, 2002.dalam Standard Pelayanan Minimal Tatalaksana Stroke Non Hemoragik Fase Akut Dan Pfevensi Skunder.2011. http:/ /standar-pelayanan-minimal- tatalaksana.html (1 januari 2012).
15. Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3745. (1 februari 2012).
16. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
17. Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.
18. Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita Stroke Di Rsud Kabupaten Kudus.FK UNDIP.Semarang.2002. http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf (3 februari 2012)
19. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
20. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
21. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81.
22. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 (1 januari 2012)
23. Andaka D. Normalkah Body Mass Index (BMI) Anda?.2008. http://www.andaka.com/normalkah-body-mass-index-bmi-anda.php.(1 januari 2012)
24. Lamsudin R. Algoritma Stroke Gajah Mada Penyusunan Dan Validasi Untuk Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Stroke Iskemik Akut Atau Stroke Infark. FKUGM. Yogyakarta. 1996.
25. Swartz MH, Buku Ajar Diagnostic Fisik, EGC, Jakarta,2002: 359-98.
26. Januar R. Karakteristik Penderita Stroke Non Hemorage Yang Di Rawat Inap Di RSU Herna Medan Tahun 200.FKM USU.Medan.2002. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569 (1 januari 2012)
27. Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6,Penerbit Erlangga. Jakarta. 2005: 98-99.
28. Rambe AS. Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. FK USU. Medan. 2002. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. (3 januari 2012).
29. Giraldo, elias. Stoke ischemic.2010. http://www.merck.com/mmpe/sec16/ ch211/ch211b.html. (23 januari 2012)
30. Goldstein LB. Stroke Ischemic.2010. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ ency/article/000726.htm. (23 januari 2012)
31. Yayasan Stroke Indonesia. Stroke Non Hemoragik. Jakarta. 2011. http://www.yastroki.or.id/read.php?id=250 (23 januari 2012)
32. Artikel Kedokteran. Stroke Non Hemoragik.2011.http://stroke-non hemoragik.html. (25
desember 2011)
33. Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta, Jakarta, 2005.
34. Arikunto, S, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.
35. Pujarini LA. Dislipidemia pada Penderita Stroke dengan Demensia di RS Dr. Sardjito Jogjakarta. Yogyakarta. 2007
36. Soebroto L. Hubungan Antara Kadar LDL Kolesterol Pada Penderita Stroke di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. USM. Surakarta. 2010
37. Darmawan A. Hiperglikemia dan Aterosklerosis Arteri Karotis Interna pada Penderita Pasca Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4511117_0126-1762.pdf (2 februari 2012)