Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu
ganguan neurologi. Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
praktek, yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, oyong dan tidak stabil.
Definisi vertigo posisional adalah sensari berputar yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV dapat didefinisikan sebagai gangguan
yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara
berulang-ulang dengan tipikal nistagmus paroksismal.1
BPPV disebabkan ketika material kalsium karbonat dari makula dalam
dinding utrikel masuk kedalam salah satu kanul semisirkular yang akan merespon
ke saraf. BPPV dapat disebabkan trauma, penyakit telinga, otitis media, vestibular
neuritis, penyakit meniere dan penyakit lainnya. Diagnosa BPPV dapat
ditegakkan berdasarkan anamnese, gejala klinis dan dapat dikonfirmasi oleh
berbagai manuver diagnosis.2
Penatalaksanaan BPPV secara umum bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup serta mengurangi resiko jatuh pada pasien. Penatalaksaan BPPV
dengan menggunakan manuver secara baik dan benar menurut beberapa penelitian
dapat mengurangi angka morbiditas.1
Page 2
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. STATUS NEUROLOGI
IDENTITAS PRIBADI
NAMA : RC
JENIS KELAMIN : Perempuan
USIA : 79 tahun
SUKU BANGSA : Minang/Indonesia
AGAMA : Islam
ALAMAT : Jalan Matahari G-174 Medan Helvetia
STATUS : Sudah Kawin
PEKERJAAN : Ibu Rumah Tangga
TGL MASUK : 3 Januari 2014
TGL KELUAR : 7 Januari 2014
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA : Pusing berputar
TELAAH :
- Hal ini telah dialami os ± 1 minggu SMRS, dan memberat dalam 2 hari
terakhir. Sakit kepala terutama dirasakan saat os berpindah posisi dari
tidur ke berdiri. Pasien mengeluhkan pusing yang seolah-olah ia
berputar terhadap ruangan yang ditempatinya. Rasa pusing bersifat
sementara, dan hilang dalam hitungan menit namun selalu muncul
berulang kali. Telinga berdenging (-). Mual (+) Muntah (-)
Sebelumnya os pernah mengeluhkan kejadian serupa 2 tahun yang
lalu.
- Riwayat penyakit darah tinggi, sakit gula, kolesterol tinggi, dan
penyakit jantung disangkal oleh keluarga os. Riwayat trauma
disangkal.
- BAK (+) N, BAB (+) N.
Page 3
3
- RPT : Tidak jelas
- RPO : Tidak jelas
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Tidak dijumpai kelainan, akral hangat, CRT < 3”,
Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai kelainan, sesak nafas (-), batuk (-),
Traktus Digestivus : Tidak dijumpai kelainan, BAB (+) normal
Traktus Urogenitaslis : Tidak dijumpai kelainan, BAK (+) normal
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak jelas
Intoksikasi dan obat-obatan : Tidak jelas
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain-lain : (-)
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Tidak jelas
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : Tidak jelas
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Perkawinan dan Anak : Tidak jelas
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umun
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Temperatur : 36,1 ℃
Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal
Kelenjar dan Getah Bening : Dalam batas normal
Page 4
4
Persendian : Dalam batas normal
Kepala dan Leher
Bentuk dan Posisi : Bulat dan Medial
Pergerakan : Segala arah
Kelainan Panca Indera : Tidak ada kelainan
Rongga Mulut dan Gigi : Dalam batas normal
Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Desah : Tidak dijumpai
Dan lain-lain : (-)
Rongga Dada dan Abdomen
Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris Fusiformis Simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lap. Paru Timpani
Palpasi : SF kanan = kiri Soepel
Auskultasi : Vesikuler (+), Ronki (-) Peristaltik (+) normal
Genitalia
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
STATUS NEUROLOGI
Sensorium : Compos Mentis
Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup rata
Palpasi : teraba pulsasi (+) a. temporalis, a. carotis
Perkusi : Cracked Pot Sign (-)
Auskultasi : Desah (-)
Transluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Page 5
5
Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah : (-)
Sakit Kepala : (-)
Kejang : (-)
SARAF OTAK/ NERVUS KRANIALIS
Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : + +
Anosmia : - -
Parosmia : - -
Hiposmia : - -
Nervus II Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus : 6/6 6/6
Lapangan Pandang
Normal : + +
Menyempit : - -
Hemianopsia : - -
Scotoma : - -
Refleks Ancaman : + +
Fundus Okuli
Warna : tidak dilakukan pemeriksaan
Batas : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio : tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri : tidak dilakukan pemeriksaan
Page 6
6
Vena : tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus III, IV, VI Oculi Dextra Oculi Sinistra
Gerakan Bola Mata : dbn dbn
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : ∅ 3 mm ∅ 3 mm
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Tidak Langsung : (+) (+)
Rima Palpebra : ±7 mm ±7 mm
Deviasi Conjugate : (-) (-)
Fenomena Doll’s eyes: (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Nervus V Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : + +
Palpasi otot masseter dan temporalis : + +
Kekuatan Gigitan : + +
Sensorik
Kulit : dalam batas normal
Selaput Lendir : dalam batas normal
Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Lansung : (+) (+)
Refleks Masseter : (+) (+)
Refleks Bersin : (-) (-)
Nervus VII Kanan Kiri
Motorik
Page 7
7
Mimik : dbn dbn
Kerut kening : dbn dbn
Menutup mata : (+) (+)
Meniup sekuatnya : dbn (tidak ada kebocoran)
Memperlihatkan gigi : dbn dbn
Tertawa : dbn dbn
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah : dbn
Produksi kelenjar ludah : Dalam batas normal
Hiperakusis : -
Refleks Stapedial : -
Nervus VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : + +
Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi Kalori : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : +
Tinnitus : -
Nervus IX, X
Pallatum Mole : dbn
Uvula : medial
Disfagia : -
Disartria : -
Disfonia : -
Refleks Muntah : (+)
Page 8
8
Pengecapan 1/3 belakang lidah : dbn
Nervus XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : dbn dbn
Fungsi otot sternocleidomastoideus : dbn dbn
Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Medial
SISTEM MOTORIK
Trofi : Dalam batas normal
Tonus otot : Dalam batas normal
Kekuatan otot : ESD :55555 ESS : 55555
EID : 55555 EIS : 55555
Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Berbaring
Gerakan spontan abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dan lain-lain : (-)
Page 9
9
TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif : dbn
Propriosepttif : dbn
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Stereognosis : dbn
Pengenalan 2 titik : dbn
Grafestesia : dbn
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (+) (+)
Triceps : (+) (+)
Radioperiost : (+) (+)
APR : (+) (+)
KPR : (+) (+)
Strumple : (+) (+)
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hofman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)
KOORDINASI
Lenggang : dbn
Bicara : dbn
Page 10
10
Menulis : dbn
Percobaan Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test telunjuk-telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test telunjuk-hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Diadokokinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test tumit-lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
VEGETATIF
Vasomotorik : dbn
Sudomotorik : dbn
Pilo-erektor : dbn
Miksi : (+)
Defekasi : (+)
Potens dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
VERTEBRA
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : dbn
Pinggang : dbn
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Nafziger : (-)
Page 11
11
GEJALA-GEJALA SEREBELAR
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (+)
Dan lain-lain : (-)
GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
FUNGSI LUHUR
Kesadaran kualitatif : Compos Mentis
Ingatan baru : dbn
Ingatan lama : dbn
Orientasi
Diri : baik
Tempat : baik
Waktu : baik
Situasi : baik
Intelegensia : dbn
Daya pertimbangan : dbn
Reaksi emosi : dbn
Afasia
Ekspresif : -
Represif : -
Apraksia : -
Page 12
12
Agnosia
Agnosia visual : -
Agnosia jari-jari : -
Akalkulia : -
Disorientasi ka-ki : -
2.2 KESIMPULAN PEMERIKSAAN
KU : Pusing berputar
T : Hal ini telah dialami os ± 1 minggu SMRS, dan memberat dalam 2 hari
terakhir. Sakit kepala terutama dirasakan saat os berpindah posisi dari tidur ke
berdiri. Pasien mengeluhkan pusing yang seolah-olah ia berputar terhadap
ruangan yang ditempatinya. Rasa pusing bersifat sementara, dan hilang dalam
hitungan menit namun selalu muncul berulang kali. Telinga berdenging (-). Mual
(+) Muntah (-) Sebelumnya os pernah mengeluhkan kejadian serupa 2 tahun yang
lalu. Riwayat penyakit darah tinggi, sakit gula, kolesterol tinggi, dan penyakit
jantung disangkal oleh keluarga os. Riwayat trauma disangkal. BAK (+) N, BAB
(+) N.
RPT : Tidak jelas
RPO : Tidak jelas
Status Presens
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Temperatur : 36,1 ℃
Status Neurologis
Tanda Peningkatan TIK
- Sakit kepala (+)
- Muntah (-)
Page 13
13
- Kejang (-)
Tanda Perangsangan Meningeal
- Kaku kuduk (-)
- Tanda Kernig (-)
- Tanda Brudzinski I/II (-)
Refleks Fisiologis ka ki
B/T +/+ +/+
APR/KPR +/+ +/+
Refleks Patologis ka ki
H/T -/- -/-
Babinski -/- -/-
Nervus Kranialis
N. I : normosmia
N. II : Rc +/+, pupil bulat isokor, ∅ 3mm
N. III,IV,VI : Gerak bola mata dbn
N. V : Refleks kornea (+)
N. VII : dbn
N. VIII : pendengaran baik
N. IX, X : Gag reflex (+)
N. XI : angkat bahu dbn
N. XII : Lidah sewaktu istirahat medial
Kekuatan Motorik : ESD : 55555 ESS : 55555
EID : 55555 EIS : 55555
DIAGNOSA BANDING :
1. Vertigo ec BPPV
2. Secondary Headache
3. Tension Headache
Page 14
14
DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Vertigo
DIAGNOSA ETIOLOGIK : Canalith
DIAGNOSA ANATOMIK : Inner Ear
DIAGNOSA KERJA : Vertigo ec BPP
PENATALAKSANAAN
Bed rest, head up 30o
IVFD RL 20 gtt/i makro
Betahistine tab 2x6mg
Neurodex tab 1x1
RENCANA PEMERIKSAAN
Darah Lengkap
Elektrolit
RFT
EKG
Foto thorax AP
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
HASIL LABORATORIUM DARAH
Tanggal : 5 Januari 2013
Hb : 8.5 g% N = 11,7-15,5Leukosit : 11,10 x 103 /mm3 N = 4,5-11,0Trombosit : 320 x 103 /mm3 N = 150-450
Page 15
15
Bilirubin Total : 1,46Bilirubin Direct : 0,64SGOT : 30SGPT : 16Natrium : 147 mEq/dL N : 135-155Kalium : 4,3 mEq/dL N : 3,6-5,5Chlorida : 113 mEq/L N : 96-106
Hasil EKG
Kesan : Sinus Ritme
FOLLOW UP (4-6 Januari 2013)
Tanggal Vital Sign & PF Diagnosa Penatalaksanaan
3-01-14 S: Pusing berputar
O: Sens: CM
TD: 130/70 mmHg
HR: 80 x/i
RR: 20 x/I
temp: 37,0 0C
Peningkatan TIK : -
Perangsangan Meningeal : -
Nervus Kranialis
N. I : normosmia
Vertigo ec BPPV -Bed rest
-IVFD RL 20 gtt/i makro
Page 16
16
N. II : Rc +/+, pupil bulat
isokor, ∅ 3mm
N. III,IV,VI : Gerak bola mata dbn
N. V : Refleks kornea (+)
N. VII : dbn
N. VIII : pendengaran baik
N. IX, X : Gag reflex (+)
N. XI : angkat bahu dbn
N. XII : Lidah sewaktu istirahat
medial
Kekuatan Motorik : ESD : 55555
ESS : 55555
EID : 55555
EIS : 55555
Refleks Fisiologis ka ki
B/T +/+ +/+
APR/KPR +/+ +/+
Refleks Patologis ka ki
H/T -/- -/-
Babinski -/- -/-
5-01-14 S: Pusing berputar (-)
O: Sens: CM
TD: 140/90 mmHg
HR: 78 x/i
RR: 20 x/I
temp: 36.8 0C
Vertigo ec BPPV Bed rest
-IVFD RL 20 gtt/i makro
Page 17
17
Peningkatan TIK : -
Perangsangan Meningeal : -
Nervus Kranialis
N. I : normosmia
N. II : Rc +/+, pupil bulat
isokor, ∅ 3mm
N. III,IV,VI : Gerak bola mata dbn
N. V : Refleks kornea (+)
N. VII : dbn
N. VIII : pendengaran baik
N. IX, X : Gag reflex (+)
N. XI : angkat bahu dbn
N. XII : Lidah sewaktu istirahat
medial
Kekuatan Motorik : ESD : 55555
ESS : 55555
EID : 55555
EIS : 55555
Refleks Fisiologis ka ki
B/T +/+ +/+
APR/KPR +/+ +/+
Refleks Patologis ka ki
H/T -/- -/-
Babinski -/- -/-
6-01-14 S: Pusing berputar (-)
O: Sens: CM
TD: 130/80 mmHg
Vertigo ec BPPV Bed rest
-IVFD RL 20 gtt/i makro
Page 18
18
HR: 78 x/i
RR: 20 x/I
temp: 36.8 0C
Peningkatan TIK : -
Perangsangan Meningeal : -
Nervus Kranialis
N. I : normosmia
N. II : Rc +/+, pupil bulat
isokor, ∅ 3mm
N. III,IV,VI : Gerak bola mata dbn
N. V : Refleks kornea (+)
N. VII : dbn
N. VIII : pendengaran baik
N. IX, X : Gag reflex (+)
N. XI : angkat bahu dbn
N. XII : Lidah sewaktu istirahat
medial
Kekuatan Motorik : ESD : 55555
ESS : 55555
EID : 55555
EIS : 55555
Refleks Fisiologis ka ki
B/T +/+ +/+
APR/KPR +/+ +/+
Refleks Patologis ka ki
H/T -/- -/-
Babinski -/- -/-
Pasoen meminta pulang, segala resiko di tanggung sendiri
Page 19
19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan vestibuler
yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual
muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap
gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.1
3.2. Epidemiologi
Secara keseluruhan, prevalensi BPPV telah dilaporkan berkisar 10,7-64
per 100.000 population, dengan prevalensi per tahun 2,4%. Umumnya kejadian
BPPV terjadi pada usia ke-5 atau 7 dekade kehidupan.2 BPPV melibatkan kanalis
semisirkularis posterior dengan angka resolusi lebih dari 95% setelah terapi
reposisi kanalith. Beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan laporan insiden
BPPV kanalis horizontal, namun dengan angka kesuksesan terapi yang masih
rendah (<75%). Hal ini disebabkan kesalahan dalam penentuan letak lesi dan tipe
BPPV kanalis horizontal.1
3.3. Etiologi
Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik, penyebab
terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%),
migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi
tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest total lama.1
3.4. Manifestasi Klinis
Vertigo merupakan suatu bentuk gangguan sensasi gerakan atau gangguan
orientasi ruangan antara pasien dengan lingkungannya. Biasanya sensasi yang
dirasakan berupa sensasi berputar tetapi dapat juga dirasakan berupa bergerak
linear atau jatuh.3 Pasien dapat merasakan dirinya bergerak terhadap ruangan
Page 20
20
(vertigo subjektif) maupun ruangan sekitar yang bergerak terhadap dirinya
(vertigo objektif).
Keluhan pasien-pasien dengan BPPV berupa vertigo yang dipicu oleh
perubahan posisi kepala, saat berbaring, atau saat bangkit dari tempat tidur.
Bangkitan vertigo timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit.4
Selain vertigo, beberapa gejala BPPV dapat dijumpai berupa rasa pusing
(dizziness), gangguan keseimbangan (imbalance), sulit berkonsentrasi, dan mual.
Aktivitas yang memicu terjadinya gejala-gejala BPPV bervariasi pada setiap
orang, namun hampir selalu dipicu oleh perubahan posisi kepala. Nistagmus atau
gerakan abnormal bola mata yang ritmik, sering dijumpai pada pasien-pasien
BPPV.5
Beberapa tanda khas dari vertigo vestibular perifer meliputi durasi
episodik yang singkat, dipengaruhi oleh faktor pemberat seperti pengaruh gerakan
kepala, dan dijumpai gejala-gejala otonom seperti berkeringat, pucat, mual, atau
muntah. Selain itu, pada vertigo perifer dapat dijumpai beberapa gejala penyerta
seperti tinitus, gangguan pendengaran, atau kelemahan saraf fasialis. Pada pasien-
pasien dengan vertigo sentral, gejala-gejala otonom yang terjadi umumnya lebih
ringan dan gangguan pendengaran biasanya tidak dijumpai. Beberapa gejala-
gejala penyerta neurologis yang mungkin timbul berupa diplopia, hemianopsia,
lemah, rasa kebas, disartria, ataksia, dan kehilangan kesadaran.3
3.5 Patofisiologi
Terdapat 2 teori besar yang dipercaya dalam patofisiologi BPPV, yaitu :
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962, Dr Harold Schuknecht memperkenalkan
teoricupulolithiasis (kupula berat) sebagai penjelasan terhadap kejadianBPPV.
Melalui photomicrograph, ditemukan bahwa terdapat partikelbasofilik yang
menempel di kupula. Dia mendalilkan bahwa terjadiperubahan sensitivitas canales
semicirculares posterior terhadapgravitasi akibat adanya partikel abnormal yang
menempel pada kupulatersebut. Hal ini analog, atau bisa diibaratkan pada keadaan
dimanaterdapat benda yang berat menempel pada sebuah tiang. Tambahanbeban
Page 21
21
membuat tiang tersebut tidak stabil dan menjadi sulit untuk tetapberada pada
posisi yang netral. Sehingga tiang tersebut dengan lebihmudah bergerak dari satu
sisi ke sisi lain tergantung tiang tersebutdimiringkan ke arah mana. Ketika posisi
akhir tercapai, berat daripartikel tersebut menahan cupula untuk kembali ke posisi
netral. Hal iniditunjukkan oleh adanya nistagmus yang persisten dan juga
menjelaskan rasa pusing yang dialami pasien ketika kepala pasiendimiringkan
kebelakang.5
Teori Canalithiasis
Teori ini dipublikasikan oleh Epley pada tahun 1980. Simptom
BPPVdipercaya lebih konsisten dengan adanya benda padat atau partikelyang
bergerak bebas (canalith) di canales semicirculares posterior daripada adanya
benda yang menempel pada kupula. Ketika kepalapada posisi tegak, partikel yang
terdapat di canales semicircularesposterior berada pada posisi paling mudah
dipengaruhi gravitasi. Ketikakepala dimiringkan kebelakang pada posisi supinasi,
partikel akandirotasikan sekitar 90 derajat searah dengan arkus
canalessemicirculares posterior. Setelah beberapa saat tertinggal, gravitasimenarik
partikel jatuh ke arkus. Hal ini menyebabkan endolimfemengalir dari ampulla dan
menyebabkan kupula terbelokkan ataudefleksi. Defleksi kupula menimbulkan
nistagmus. Kebalikan arah rotasi(dengan duduk kembali) menyebabkan defleksi
balik kupula sehinggaterjadi dizziness dan nistagmus pada arah yang
berlawanan.Teori ini memberi kesan bahwa partikel menunjukkan reaksi
sepertikerikil di dalam sebuah roda. Ketika roda berputar, kerikil tersebutterangkat
sebentar kemudian terjatuh akibat adanya gravitasi. Gerakan jatuhnya partikel ini
memacu saraf secara tidak tepat dan
menimbulkansensasi dizziness. Arah rotasi yang berkebalikan tentu saja akan
menyebabkan aliran yang terbalik juga sehingga arah dizzines juga
berbalik.Sebagai perbandingan terhadap adanya benda pada cupula,keberadaan
benda pada canal ini bisa menjelaskan dengan lebih baik adanya keterlambatan
gejala (delay), nistagmus yang transien danadanya keterbalikan pada posisi tegak.
Teori ini ditunjang oleh penemuan Parnes dan McClure pada 1991 yang
Page 22
22
menemukan danmendokumentasikan adanya partikel bebas pada
canalessemicirculares posterior pada operasi yang dilakukan.5
3.6 Penegakkan diagnosa
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-2- detik
akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat
tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan
belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.7
2. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan
pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV
adalah : Dix-Hallpike dan Tes kalori.7
a. Dix-Hallpike Test
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan
leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan
vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai
berikut 8:
1. Pertama-pertama jelasakan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah
beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30°-40°, penderita
diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45° (kalau kanalis
semisirkularis posterior yang terlihat). Ini akan menghasilkan
kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada
di kanalis semisirkularis posterior.
Page 23
23
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita,
penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat
pemeriksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi
tersebut dipertahankan selama 10-15 detik.
6. Komponen cepat nistagmus harusnya ‘up-bet’ (kea rah dahi) dan
ipsilateral.
7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah
yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah
berlawanan.
8. Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke
sisi kiri 45° dan seterusnya.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi
nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus
yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang
dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus
dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan
timbul bersamaan dengan nistagmus8.
b. Tes kalori
Tes kalori ini dianjukan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai dua
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30°C, sedangkan
suhu air panas adalah 44°C. volume air yang dialirkan ke dalam liang
telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air
dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga diperiksa
dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga.
Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-
tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air
panas) pasien diiistirahatkan selama lima menit (untuk menghilangkan
pusingnya)1.
c. Tes Supine Roll
Page 24
24
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-
Hallpike negative, dokter harus melakukan supine roll untuk memeriksa
ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga
BPPV kanal horizontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang
memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang
diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria
diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal
lateral.6
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa maneuver ini bersifat
provokatif dan menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama
beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi
supinasi atau berbaring dengan telentang dengan kepala pada posisi netral diikuti
dengan posisi rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter
mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.6 Setelah
nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke
atas dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian
diputar/dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati
lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.7
Vestibular Neuritis Labirintitis Penyakit Meniere
Penyebabnya tidak
diketahui, pada
Suatu proses peradangan
yang melibatkan telinga
Suatu kelainan labirin
yang etiologisnya belum
Page 25
25
hakikatnya merupakan
suatu kelainan klinis di
mana pasien
mengeluhkan pusing
berat dengan mual,
muntah yang hebat serta
tidak mampu berdiri atau
berjalan. Gejala-gejala
ini menghilang dalam
tiga hingga empat hari.
Sebagian pasien perlu
dirawat di rumah sakit
untuk mengatasi gejala
dan dehidrasi. Serangan
menyebabkan pasien
mengalami
ketidakstabilan dan
ketidakseimbangan
selama beberapa bulan,
serangan episodik dapat
berulang. Pada fenomea
ini biasanya tidak ada
perubahan pendengaran.6
dalam. Terdapat beberapa
klasifikasi klinis dan
patologik yang berbeda.
Proses dapat akut atau
kronik, serta toksik atau
supuratif.7
diketahui, dan
mempunyai trias gejala
yang khas, yaitu
gangguan pendengaran,
tinnitus, dan serangan
vertigo. Terutama terjadi
pada wanita dewasa.7
3.7 Penatalaksanaan BBPV
Terapi BPPV tergantung pada patofisologi dan jenis kanal yang terlibat.
Tujuan terapi adalah melepaskan otokonia dari dalam kanalis atau
Page 26
26
kupula,mengarahkan agar keluar dari kanalis semisirkularis menuju utrikulus
melalui ujung non ampulatory kanal.9
Beberapa teknik manuver telah dikembangkan untuk menangani BPPV
kanalis horizontal.9
1. Barbeceau Manuver
Pasien diminta untuk berputar 360˚ dalam posisi tidur, dimulai dengan
telinga yang sakit diposisi bawah, berputar 90˚ sampai satu putaran lengkap
(360˚). Setiap posisi dipertahankan selama 30 detik. Manuver ini akan
menggerakkan otokonia keluar dari kanal menuju utrikulus kembali.
Gambar 3. Barbecue Manuver
2. Log Roll maneuver
Pasien berputar 270˚ dalam posisi tidur miring ke sisi telinga yang sakit,
berputar 90˚ tiap satu menit menuju ke telinga yang sehat dengan total putaran
270˚
Page 27
27
Gambar 5. Log Roll Maneuver
3. Gufoni Maneuver
Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan direbahkan
dengan cepat ke arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan selama satu menit setelah
nistagmus apogeotropik berakhir. Dalam posisi rebah, kepala pasien diputar 450
ke depan (hidung ke atas), posisi ini dipertahankan selam dua menit. Pasien
kembali ke posisi semula.
Gambar 6. Gufoni maneuver23
Page 28
28
Terapi ini diharapkan mampu mengkonversi nistagmus apogeotropik
menjadi nistagmus geotropik
4. Forced Prolonged Position Maneuver
Pasien diminta untuk tidur miring dengan telinga yang sakit berada di
posisi atas selama 12 jam. Posisi ini diharapkan mampu melepaskan otokonia
yang melekat pada kupula, dan memasukkan otokonia ke utrikulus kembali
dengan bantuan gravitasi.
Barbecue maneuver adalah manuver terapi yang paling banyak digunakan
para klinisi untuk BPPV kanalis horizontal tipe kanalolithiasis maupun
kupulolithiasis, namun sampai saat ini belum ditemukan laporan yang
membandingkan efektifitas masing-masing teknik.
Penatalaksanaan BPPV kanalis horizontal tipe kupulolithiasis sampai saat
ini masih merupakan tantangan tersendiri bagi para klinisi. Prinsip
penatalaksanaan tipe kupulolithiasis adalah melepaskan otokonia dari kupula, dan
memasukkannya kembali ke utrikulus. Hal ini dapat diketahui dengan berubahnya
nistagmus apogeotropik menjadi geotropik.
Keberhasilan terapi di konfirmasi dengan melakukan manuver provokasi
ulang, jika masih terdapat gejala vertigo dan nistagmus, maka manuver terapi
diulang kembali. Umumnya pada manuver provokasi yang ketiga, gejala vertigo
dan nistagmus tidak muncul lagi.9
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria, yaitu:9
1. Asimptomatis; pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar, dan head
roll test tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.
2. Perbaikan; secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih dari 70%,
pasien mampu melakukan aktifitas yang sebelumnya dihindari. Secara objektif
nistagmus horizontal masih muncul pada manuver provokasi
3. Tidak ada perbaikan; jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang <70%, dan
nistagmus muncul dengan intensitas yang sama.
BPPV kanalis horizontal beremisi lebih cepat dan lebih baik daripada BPPV
posterior, hal ini dikarenakan posisi ujung kanalis semisirkularis horizontal yang
terbuka dan sejajar dengan utrikulus sewaktu kepala berada pada posisi sejajar
Page 29
29
bidang horizontal bumi, sehingga otokonia yang berada di sepanjang kanalis dapat
kembali spontan ke utrikulus.9
3.8 Komplikasi
Walaupun Benign paroxysmal posisitional vertigo(BPPV) tidak nyaman,
namun kelainan ini jarang menimbulkan komplikasi. Adapun komplikasi yang
serius yaitu dari reposisi canalith manuver seperti: mual/ muntah yang dapat
diatasi dengan melakukan prosedur maneuver secara perlahan-lahan , kegagalan
dalam melakukan reposisi canalith maneuver sehingga harus diulang, dan
memburukknya vertigo setelah dilakukan reposisi canalith maneuver.5
3.9. Prognosis
Prognosis Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) setelah
melakukan reposisi canalith maneuver pada umumnya cukup baik. Remisi
spontan dapat terjadi pada pasien dalam waktu 6 minggu, walaupun pada
beberapa kasus tidak pernah terjadi. Setelah mendapat pengobatan, tingkat
kekambuhan pasien ± 10-25 %.5
Page 30
30
BAB IV
DISKUSI KASUS
RC, perempuan, usia 79 tahun, datang keluhan pusing berputar yang telah
dialami os ± 1 minggu SMRS, dan memberat dalam 2 hari terakhir. Pusing
berputar terutama dirasakan saat os berpindah posisi dari tidur ke berdiri. Pasien
mengeluhkan pusing yang seolah-olah ia berputar terhadap ruangan yang
ditempatinya. Rasa pusing bersifat sementara, dan hilang dalam hitungan menit
namun selalu muncul berulang kali. Pada pasien dijumpai keluhan utama berupa
vertigo yang merupakan suatu tanda khas gangguan sensibilitas propioseptif.
Vertigo dapat dibagi menjadi vertigo sentral yang diakibatkan oleh gangguan dari
sistem saraf pusat dan vertigo perifer yang disebabkan oleh gangguan pada sistem
vestibularis. Keluhan vertigo pada pasien digolongkan menjadi vertigo perifer,
dengan mengacu pada referensi yang menyatakan bahwa manifestasi klinis
vertigo perifer adalah vertigo dengan durasi episodik yang singkat, dipengaruhi
oleh faktor pemberat seperti pengaruh gerakan kepala, dan dijumpai gejala-gejala
otonom seperti berkeringat, pucat, mual, atau muntah.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan vestibuler
yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual
muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap
gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. Pada laporan
kasus ini, BPPV merupakan diagnosa kerja yang dipilih karena mengacu pada
referensi bahwa vertigo yang timbul pada penderita BPPV berupa vertigo yang
dipicu oleh perubahan posisi kepala, saat berbaring, atau saat bangkit dari tempat
tidur. Bangkitan vertigo timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1
menit. Diagnosa juga diperkuat dengan dilakukannya perasat Dix-Hallpike dengan
hasil positif.
Tujuan terapi BPPV adalah melepaskan otokonia dari dalam kanalis atau
kupula,mengarahkan agar keluar dari kanalis semisirkularis menuju utrikulus
melalui ujung non ampulatory kanal. Namun pada pasien, perasat-perasat untuk
Page 31
31
melepaskan otokonia tidak dilakukan karena pasien telah pulang atas permintaan
sendiri sebelum dilakukan intervensi pada pasien.
Page 32
32
BAB V
KESIMPULAN
RC, perempuan, usia 79 tahun, datang keluhan pusing berputar yang telah
dialami os ± 1 minggu SMRS, dan memberat dalam 2 hari terakhir. Pusing
berputar terutama dirasakan saat os berpindah posisi dari tidur ke berdiri. Pasien
mengeluhkan pusing yang seolah-olah ia berputar terhadap ruangan yang
ditempatinya. Rasa pusing bersifat sementara, dan hilang dalam hitungan menit
namun selalu muncul berulang kali. Pada pasien, dilakukan perasat Dix-Hallpike
untuk memastikan diagnosa Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV),
dimana didapatkan hasil pemeriksaan yang positif. Selama rawatan pasien tidak
mendapat pengobatan spesifik seperti perasat-perasat yang dilakukan untuk
melepaskan otokonia karena pasien telah pulang atas permintaan sendiri sebelum
dilakukan intervensi pada pasien.
Page 33
33
BAB VI
SARAN
Saran pada pasien ini adalah kembali kontrol ke rumah sakit untuk
mendapat rujukan ke dokter spesialis saraf atau dokter spesialis THT-KL agar
perasat-perasat untuk melepaskan otokonia dapat dilakukan bila keluhan kembali
muncul.
Page 34
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Yan Edward SpTHT-KL, Yelvita Roza, 2010. Diagnosis dan
Penatalaksanaan Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis
Horizontal. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang-Indonesia.
http://repository.unand.ac.id/17573/1/Diagnosis_dan_Penatalaksanaan_Be
nign_Paroxysmal_Positional_Vertigo_Kanalis_Horizontal.pdf
2. Neil Bhattacharyya, MD, et al. 2008. Benign Paroxysmal Positional
Vertigo, In: Clinical Practice Guideline. Otolaryngology–Head and Neck
Surgery 139, S47-S81. http://www.entnet.org/Practice/upload/BPPV-
Els.pdf
3. Thompson, T.L. & Amedee,R. 2009. Vertigo: A Review of Common
Peripheral and Central Vestibular Disorder. The Ochsner Journal Spring;
9(1) : 20-26
4. Storper, I.S. & Roberts, J.K. 2010. Dizziness, Vertigo, and Hearing Loss.
Dalam Rowland, L.P. 2010. Merritt’s Neurology, 12th Edition. New
York : Lippincott Williams & Wilkins
5. Li, J.C. 2013. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Diperoleh dari
http://www.emedicine.medscape.com/article/884261-overview [Diakses
pada 7 januari 2014]
6. Parnes et al. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV). CMAJ. 2003;169 (7): 681-93.
Page 35
35
7. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline:
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. 2008;139: S47-S81.
8. Teixera L.J., Pollonio J.N., Machado. Maneuvers for the treatment of
Benign Positional Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian
Journal of Otorhinolaryngology. 2006;72(1): 130-8.
9. Yan E.,Yelvita R..2010.Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign
Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal. Bagian Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang-Indonesia
http://repository.unand.ac.id/17573/1/Diagnosis_dan_Penatalaksanaan_Be
nign_Paroxysmal_Positional_Vertigo_Kanalis_Horizontal.pdf