CASE REPORT
I. PATIENT IDENTITYMedical Record: 673070Name: Mr. JGender:
MaleDate of Birth / Age: 26-09-1951 / 62 years oldDate of Admission
: 23-07-2014
II. ANAMNESEChief Complaint : Pain on left chest
Present disease history : Chest pain felt approximately 2 days
ago and worsened since 9 hours prior to hospitalization. The pain
was felt suddenly like being pressed and radiated to the back of
the body, and lasted for more than 5 minutes. Cold sweat (+),
nausea (+), vomiting (+). Syncope (-). Shortness of breath also
felt during the pain. DOE (+). PND (-). Orthopneu (-). Cough (+)
for 1 year. Defecation and urination is normal.
Risk Factor : Smoking (+) 1 pack / day. Alcoholism (-)
Past disease history : Diabetes mellitus (+) 20 years, not
controlled. Hypertension (-). Stroke (-). History of tuberculosis
treatment (-)
III. PHYSICAL EXAMINATION General status : Moderate illness /
under nutrition / consciousness GCS 15 (E4M6V5) Vital signBlood
Pressure : 100/60 mmHgRespiratory Rate : 24 x/mntPulse Rate: 75
x/mntBody Temperature : 36.8 OC Head and neck ExaminationEye:
Conjunctiva anemic (-), Sclera icteric (-)Lip: Cyanosis (-)Neck: No
mass, no tenderness, JVP R +3 cmH2O Chest Examination Inspection:
Symetric left = rightPalpation: No mass, no tenderness, focal
phremitus left = rightPercussion: Sonor left = right, lung-liver
border on ICS VI right anteriorAuscultation: Breath sound vesicular
Additional sound : Ronchi Wheezing -/-
Cardiac ExaminationInspection: Ictus cordis not
visiblePalpation: Ictus cordis not palpablePercussion: Right heart
border on right parasternal line, left heart border on two finger
from left midclavicular line ICS VIAuscultation: Heart sound S I/II
regular, no murmur Abdominal ExaminationInspection: Flat, follow
breath movementAuscultation: Peristaltic sound (+),
normalPalpation: No mass, no tenderness, liver and spleen not
palpablePercussion: Tympani (+) Extremity ExaminationEdema
pretibial minimal
IV. ELECTROCARDIOGRAPHY
Interpretation :Sinus rhythm, heart rate 75 x/mntAxis
45OElevation of ST segmen on lead I, aVL, V1-V6
Conclusion :Sinus rhythm, normo axisExtensive anterior STEMI
V. CHEST X-RAY
Interpretation :Active tuberculosis minimal lessionDilatatio et
elongatio aortae
VI. ECHOCARDIOGRAPHY
Conclusion : LV systolic and diastolic dysfunctionEF 35%MR
mildAkinetic anterior, hipokinetic on other segment
VII. LABORATORY EXAMINATIONExaminationResultNormal ValueUnit
GDS330140mg/dL
CK1131< 190U/L
CK-MB72.9< 25U/L
Troponin T0.51< 0.05Ng/mL
VIII. DIAGNOSEExtensive anterior STEMI onset < 12 jam KILLIP
IIDM Type II non-obeseSuspect active tuberculosis
IX. PLANNINGCheck laboratory FPG, FPG2PP, HbA1C, Lipid
profileSputum ExaminationECG controlCoronary angiography
X. TREATMENTOxygenation O2 2-4 Lpm via nasal canuleFluid NaCl
0.9% 500 cc/24 hours/IVAntiplatelet Aspirin 160 mg/24 hours/oral
(loading dose)Antiplatelet Clopidogrel 300 mg/24 hours/oral
(loading dose)Anticoagulan Enoxaparin 0.6 cc/12 hours/SCACE
Inhibitor Captopril 6.25 mg/8 hours/oralOral hypolipidemic agent
Simvastatin 40 mg/24 hours/oralVasodilator Isosorbid dinitrat long
acting 10 mg/8 hours/oralDiuretic Furosemide 20 mg/8
hours/oralAnxiolytic Alprazolam 0.5 mg/24 hours/oralLaxantive
Laxadyn syrup 10 cc/24 hours/oralInsulin Injection : Insulin
aspartat Novorapid 2-3-3 IU Insulin detemir Levemir 0-0-12 IU
DISCUSSION
I. PENDAHULUANAcute coronary syndrome diklasifikasikan
berdasarkan ada atau tidak adanya ST elevasi. ST elevasi biasanya
menggambarkan sumbatan akut pada arteri koroner oleh trombus.
Terapi yang paling efekstif antara lain adalah rekanalisasi arteri
yang tersumbat secepat mungkin dengan percutaneous coronary
intervention (PCI) atau dengan terapi thrombolitik. (1). Di seluruh
dunia, coronary artery disease (CAD) merupakan penyebab kematian
tersering. Lebih dari 7 juta orang meninggal setiap tahunnya karena
CAD, terhitung sekitar 12.8% dari semua kematian. Setiap 6 pria dan
7 wanita di Eropa akan meninggal karena infark myocard. (2)STEMI
yang merupakan singkatan dari ST Elevated myocardial infarction
merupakan sebuah tipe serangan jantung. Infark myocard (serangan
jantung) terjadi ketika sebuah arteri koroner terblok parsial oleh
bekuan darah, yang menyebabkan beberapa otot jantung yang disuplai
oleh arteri tersebut mengalami infark (mati). STEMI merupakan
bagian dari kelompok kelainan pada jantung yang disebut sebagai
acute coronary syndromes yang terdiri atas angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi segmen ST, dan IMA dengan elevasi ST.
(3-5) Insidens STEMI telah menurun selama 20 tahun terakhir.
Mortalitas di rumah sakit akibat acute coronary syndrome telah
menurun dari sekitar 20% menjadi sekitar 5%, karena perbaikan
terapi dan cepatnya didapatkan terapi yang efektif. (4)Pada STEMI,
arteri koroner hampir tertutup sempurna oleh bekuan darah, sehingga
menyebabkan hampir semua bagian otot jantung yang disuplai oleh
arteri tersebut mulai mengalami kematian. Tipe gagal jantung yang
berat ini memiliki karakteristik pada EKG yaitu peningkatan segmen
ST. (3)
II. PATOFISIOLOGIFaktor resiko biologis infark miokard yang
tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat
keluarga. Sedangkan faktor resiko yang masih dapat diubah sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar
serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan
diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.
(6)Mekanisme utama terjadinya acute coronary syndrome adalah proses
thrombosis akut akibat rupturnya plak aterosklerosis yang
menyebabkan sumbatan mendadak aliran darah koroner. Penyebab
non-aterosklerotik lainnya seperti arteritis, trauma, diseksi,
thromboemboli, kelainan kongenital, kokain, serta komplikasi
tindakan kateterisasi jantung. (7)Kejadian infark myocard diawali
dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan
menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan
pembentukan bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri.
Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga
diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah
ke distal dari tempat penyumbatan terjadi. (8)Faktor-faktor seperti
usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species, dan inflamasi menyebabkan
disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor
di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi
endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul
vasoaktif seperti nitric oxide, yang bekerja sebagai vasodilator,
anti-thrombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel
justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan
angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.
(8)Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi thrombus di
arteri koroner, maka terjadi infark myocard tipe elevasi segmen ST
(STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak
menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat
terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya
terjadi jika arteri koroner tersumbat dengan cepat. (9)
III. DIAGNOSISDiagnosis infark myocard bergantung kepada hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisis, pengukuran marker biokimia
kerusakan otot jantung (khususnya Troponin), dan hasil pemeriksaan
EKG. (10) Dari anamnesis, diagnosis infark myocard biasanya
didasarkan pada riwayat nyeri dada selama 20 menit atau lebih di
daerah substernal, tidak hilang dengan istirahat dan tidak berespon
terhadap nitrogliserin. Ciri khas lain adalah nyeri yang menjalar
ke leher, rahang bawah, atau tangan kiri. Nyerinya tidak berat.
Beberapa pasien datang dengan gejala yang lebih ringan, seperti
mual/muntah, sesak nafas, kelelahan, palpitasi, atau pingsan. (2,
7) Pasien juga sering mengalami keringat malam. Pada sebagian kecil
pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent
AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan
hipertensi serta pada pasien berusia lanjut. (5, 11)Dari
pemeriksaan fisis, didapatkan pasien tampak cemas dan tidak bisa
beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat
dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak
keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI. (5)Pemeriksaan
laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana
pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi
reperfusi. Pemeriksaan penanda kerusakan jantung yang dianjurkan
adalah creatinin kinase (CK)MB dan Troponin T atau I yang merupakan
biomarker pilihan karena sensitifitas dan spesifitas yang tinggi
untuk nekrosis myocard. Peningkatan kadar Troponin I atau Troponin
T pada pasien dengan riwayat kemungkinan infark myocard berarti
bahwa telah terjadi infark. (2, 5, 10)
Terjadinya Perubahan EKG pada Infark MyocardAlur perubahan
karakteristik infark myocard adalah sebagai berikut : (10) EKG
normal Elevasi segmen ST Pembentukan gelombang Q Segmen ST kembali
ke baseline Gelombang T menjadi invertedLead EKG yang menunjukkan
perubahan tipikal dari infark myocard tergantung dari bagian
jantung yang mengalami gangguan. (10)ST elevasi pada infark myocard
akut yang diukur dari J point harus ditemukan pada 2 lead yang sama
dan harus 0.25 mV pada pria berusia < 40 tahun, 0.2 mV pada pria
berusia > 40 tahun, atau 0.15 mV pada wanita di lead V2-V3
dan/atau 0.1 mV pada lead lainnya. (2)
Tabel 1 Penentuan Lokasi Infark Myocard (7)
Infark myocard anterior jarang memiliki aliran darah kolateral
yang adekuat dan sering mengalami iskemik yang besar serta stress
dinding myocard yang tinggi. ST elevasi persisten pada infark
myocard fase akut dianggap sebagai penanda iskemik yang masih terus
berlangsung. ST elevasi persisten juga sering diikuti oleh
gelombang T inverted persisten. (1)Diagnosis STEMI yang cepat
merupakan kunci keberhasilan terapi. Monitoring EKG harus dimulai
secepat mungkin pada pasien yang dicurigai menderita STEMI untuk
mendeteksi adanya aritmia yang dapat membahayakan jiwa. (2)
Gambar 1 Alur diagnosis dan terapi acute coronary syndrome
(7)
IV. DIFERENSIAL DIAGNOSISBeberapa diagnosis banding STEMI adalah
sebagai berikut : (7) Diseksi aorta Emboli paru Perforasi ulkus
Tension pneumothorax Ruptur esofagus mediastinitis Pericarditis
Angina atipikal Myocarditis Kardiomyopati hipertrofi
Gatroesophageal reflux (GERD). Serangan panik Somatisasi dan
gangguan psikogenik
V. TERAPITujuan utama penatalaksanaan IMA adalah mendiagnosis
secara cepat, menghilangkan nyeri dada, menilai dan
mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,
memberi antithrombotik dan anti platelet, serta memberi obat
penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) penatalaksanaan
STEMI yaitu dari ACC/AHA dan ESC, tetapi perlu disesuaikan dengan
kondisi sarana / fasilitas di masing-masing tempat dan kemampuan
ahli yang ada. (12)
Tatalaksana awal di ruang emergensi (10 menit pertama setelah
pasien datang) (7) Tirah baring (bed rest total) Oksigen 4 L/menit
(saturasi O2 dipertahankan > 90%) Aspirin 160-325 mg (dikunyah)
dilanjutkan dengan 75-162 mg per hari Nitrat 5 mg sublingual (dapat
diulang 3 kali) lalu drips bila masih nyeri Clopidogrel 300 mg per
oral (jika belum pernah diberikan) Morfin IV bila nyeri tidak
teratasi dengan nitrat Tentukan pilihan revaskularisasi
(memperbaiki aliran darah koroner) dan reperfusi myocard harus
dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi 12 jam.
Tatalaksana umumOksigen (sungkup atau nasal canule) harus
diberikan pada pasien yang sesak nafas, hipoksik, atau yang juga
menderita gagal jantung, serta pada pasien yang saturasi oksigennya
< 90%. Pertanyaan mengenai apakah oksigen juga harus diberikan
kepada pasien tanpa sesak nafas atau gagal jantung masih belum
jelas. Monitoring saturasi oksigen dapat sangat membantu untuk
memutuskan apakah pasien membutuhkan bantuan oksigen atau
ventilator. Semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama. (2, 13)Mengurangi nyeri sangat
penting karena nyeri berhubungan dengan aktivasi simpatik yang
menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan beban kerja jantung.
Titrasi opioid IV (seperti morfin) merupakan obat yang paling
sering digunakan. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan
dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Tidak boleh diberikan dalam bentuk injeksi IM. Efek sampingnya
dapat berupa mual dan muntah, hipotensi dengan bradikardi, dan
depresi pernafasan. Obat antiemetik dapat diberikan bersamaan
dengan opioid untuk mengurangi mual. (2, 13)
Percutaneous Coronary InterventionIntervensi koroner perkutan
(angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik disebut
PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi
pada STEMI jika dilakukan pada beberapa jam pertama infark miokard
akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka
arteri koroner yang tersumbat dan memiliki outcome klinis jangka
pendek dan jangka panjang yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih
jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75
tahun), resiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada
sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan
kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih
mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas
berdasarkan tersedianya sarana, hanya pada beberapa rumah sakit.
(2, 14)
FibrinolitikTerapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30
menit sejak masuk (door to needle time < 30 menit) bila tidak
terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah merestorasi patensi
arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat
fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA),
streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja
dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan
melisiskan trombus fibrin. (14)Fibrinolitik dianggap berhasil jika
terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi segmen ST >
50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Fibrinolitik tidak
menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien pasca CABG
yang datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah
PCI. (14)
Kontraindikasi terapi fibrinolitik : (7, 14)A. Kontraindikasi
absolut1. Setiap riwayat perdarahan intraserebral 2. Terdapat lesi
vaskular serebral struktural (contoh : malformasi AV) 3. Terdapat
neoplasma ganas intrakranial 4. Stroke iskemik dalam 3 bulan
kecuali stroke iskemik akut dalam 3 jam 5. Dicurigai adanya diseksi
aorta 6. Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali
menstruasi) 7. Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam
3 bulan B. Kontraindikasi relatif 1. Riwayat hipertensi kronik
berat, tak terkendali 2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk
(TDS > 180 mmHg atau TDD > 110 mmHg) 3. Riwayat stroke
iskemik sebelumnya > 3 bulan, demensia, atau diketahui ada
patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi 4.
Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (> 10menit) atau
operasi besar (< 3 minggu) 5. Perdarahan internal baru dalam 2-4
minggu 6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi 7. Untuk streptase /
anisreplase : riwayat penggunaan > 5 hari sebelumnya atau reaksi
alergi sebelumnya terhadap obat ini 8. Kehamilan 9. Ulkus peptikum
aktif
Obat fibrinolitik : 1) Streptokinase : Merupakan fibrinolitik
non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak
boleh diberikan pajanan selanjutnya karena telah terbentuknya
antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup
harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang
rendah. (15)2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) :
Penelitian oleh Global Use of Strategies to Open Coronary Arteries
(GUSTO-1) menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada
pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya
lebih mahal dibanding SK dan resiko perdarahan intrakranial sedikit
lebih tinggi. (16)3) Reteplase (retevase) : Penelitian INJECT
menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA
pada penelitian GUSTO III dengan dosis bolus lebih mudah karena
waktu paruh yang lebih panjang. (17)4) Tenekteplase (TNKase) :
Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan
resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1).
Laporan awal dari TIMI 1-B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju
TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama jika dibandingkan
dengan tPA.
VI. PROGNOSISMortalitas rata-rata STEMI adalah sebesar 30%,
dengan 25 hingga 30% dari pasien yang meninggal tersebut meninggal
sebelum sampai di rumah sakit (umumnya karena fibrilasi ventrikel).
(18)
Tabel 2 Klasifikasi KILLIP (18)
DAFTAR PUSTAKA
1.Pierard LA. ST elevation after myocardial infarction: what
does it mean? Heart Journal. November 2007;93(11):132930.2.Steg PG,
James SK, Atar D, Badano LP, Blomstrom-Lundqvist C, Borger MA, et
al. ESC Guidelines for the management of acute myocardial
infarction in patients presenting with ST-segment elevation.
European Heart Journal. 24 August 2012;33(20):2569-619.3.STEMI - ST
Segment Elevation Myocardial Infarction [Internet]. 2014 [cited 29
July 2014]. Available from:
http://heartdisease.about.com/od/heartattack/g/STEMI.htm.4.NICE.
Myocardial infarction with ST-segment elevation : The acute
management of myocardial infarction with ST-segment elevation. NICE
Clinical Guideline. July 2013;167.5.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing; 2010.6.Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner.
147 ed: Cermin Dunia Kedokteran; 2005.7.Dharma S. Pedoman Praktis
Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG; 2009.8.Ramrakha P, Moore K. Oxford Handbook of Acute Medicine
2nd Edition. Oxford, England: Oxford University Press; 26 October
2006.9.Antman EM, Braunwald E. ST-Segment Elevation Myocardial
Infarction. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser
SL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Ed.
USA: McGraw-Hill; 2005. p. 1449-50.10.Hampton JR. The ECG in
Practice, 4th Edition. London: Elsevier Science Limited - CHURCHILL
LIVINGSTONE; 2003.11.Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2007.12.Longo D,
Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine, 18th Edition: McGraw-Hill; July
2011.13.Antman EM, Hand M, Armstrong PW. Focused update of the
ACC/AHA 2004 guidelines for the management of the patients with ST-
elevation myocardial infarction : A report of the American College
of Cardiology American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. AHA Journal. 2008;51:21047.14.Libby P, Bonow RO, Mann
DL, Zipes DP. Braunwalds Heart Diseases: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier; 2008.15.Fesmire
FM, Bardy WJ, Hahn S. Clinical policy: indications for reperfusion
therapy in emergency department patients with suspected acute
myocardial infarction. Journal of Emergency Medicine.
2006(48):35883.16.Rieves D, Wright G, Gupta G. Clinical Trial
(GUSTO-1 and INJECT) Evidence of Earlier Death for Men thanWomen
after Acute Myocardial Infarction. American Journal of Cardiology.
2000(85):147-53.17.International Joint Efficacy Comparison of
Thrombolytics. Randomized, Double-blind Comparison of Reteplase
Doublebolus Administration with Streptokinase in Acute Myocardial
Infarction. Lancet. 1995(346):329-36.18.Acute Coronary Syndromes
(ACS) [Internet]. The MERCK Manual. May 2013 [cited 03 August
2014]. Available from:
http://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/coronary_artery_disease/acute_coronary_syndromes_acs.html.
1
Sheet1Lokasi IMALokasi Elevasi Segmen STArteri
KoronerAnteriorV3, V4Arteri koroner kiri cabang
LAD-diagonalAnteroseptalV1, V2, V3, V4Arteri koroner kiri cabang
LAD-diagonal, cabang LAD-septalAnterior ekstensifI, aVL,
V2-V6Arteri koroner kiri-proksimal LADAnterolateralI, aVL, V3, V4,
V5, V6Arteri koroner kiri cabang LAD-diagonal dan/atau cabang
sirkumfleksInferiorII, III, aVFArteri koroner kanan (paling sering)
cabang desenden posterior dan/ cabang arteri koroner
kiri-sirkumfleksLateralI, aVL, V5, V6Arteri koroner kiri cabang
LAD-diagonal dan/cabang sirkumfleksSeptumV1, V2Arteri koroner kiri
cabang LAD-septalPosteriorV7, V8, V9Arteri koroner
kanan/sirkumfleksVentrikel KananV3R - V4RArteri koroner kanan
bagian proksimal