ANAMNESISNama : An. EFJenis Kelamin : PerempuanUmur : 12 tahun 3
bulanRuang : MelatiKelas : I-2
Nama lengkap : An. EF Jenis Kelamin : PerempuanTempat dan
tanggal lahir : Karanganyar, 01 Januari 2003 Umur : 12 tahun 3
bulanNama Ayah : Tn. S Umur : 47 tahunPekerjaan ayah : Karyawan
Pendidikan ayah : SMPNama ibu : Ny. S Umur : 44 tahunPekerjaan ibu
: Karyawan Pendidikan ibu : SMPAlamat : Kaling 6/1 Kaling,
Tasikmadu, Karanganyar Masuk RS tanggal : 20 April 2015 Jam: 08.00
WIB Diagnosis masuk: Obs. Febris hari 4
Dokter yang merawat : dr. A. Septiarko, Sp. A Ko Asisten :
Yanuar Murna, S. Ked
Tanggal : 22 April 2015 (Autoanamnesis) di Bangsal MelatiKELUHAN
UTAMA : DemamKELUHAN TAMBAHAN : Pusing, mual, nyeri ulu hati, nafsu
makan turun1. Riwayat penyakit sekarang4 Hari SMRS pasien mengeluh
nyeri ulu hati, demam sumer-sumer, pusing, mual, BAB dbn, BAK dbn,
nafsu makan menurun, kemudian berobat ke bidan.3 Hari SMRS pasien
mengeluh nyeri ulu hati tidak berkurang, demam sumer-sumer, pusing,
mual, BAB dbn, BAK dbn, nafsu makan menurun, kemudian berobat ke
dokter umum.2 Hari SMRS Pasien panas hanya berkurang setelah minum
obat, panas naik terutama malam hari. Nyeri ulu hati masih menetap,
pusing (+), mual (+), lemas (+), nafsu makan berkurang (+), minum
sedikit, BAB dbn, BAK dbn.HMRS demam naik, pasien mengeluh nyeri
ulu hati tidak berkurang, pusing, mual, BAB dbn, BAK dbn, nafsu
makan menurun, kemudian dibawa ke IGD RSUD Karanganyar.2. Riwayat
penyakit dahulu : Riwayat sakit serupa : disangkal Riwayat batuk
pilek sebelumnya: disangkal Riwayat batuk lama: disangkal Riwayat
asma : disangkal Riwayat kejang tanpa demam : disangkal Riwayat
kejang dengan demam : disangkal Riwayat alergi : disangkal Kesan:
Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit sekarang3. Riwayat penyakit pada keluarga yang diturunkan
Riwayat sakit serupa : disangkal Riwayat batuk pilek : disangkal
Riwayat asma : disangkal Riwayat alergi : disangkalKesan: Tidak
terdapat riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
sekarang4. Riwayat penyakit lingkungan Riwayat penyakit serupa :
disangkalKesan: Tidak terdapat riwayat penyakit lingkungan yang
berhubungan dengan penyakit sekarang5. Pohon keluarga
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan
: Pasien
RIWAYAT PRIBADI1) Riwayat kehamilan dan persalinana. Riwayat
kehamilan ibu pasien: P2A0, hamil pertama usia 24 tahun,
memeriksakan kehamilannya rutin ke bidan. Kehamilan dinyatakan
normal.b. Riwayat persalinan ibu pasien: Persalinan normal dibantu
bidan, UK 39 mg.c. Riwayat paska lahir pasien: Bayi perempuan
langsung menangis, gerak aktif, warna kulit kemerahan, BBL 2800 gr,
pjg 42 cm. Cacat bawaan, demam dan kejang (-). ASI langsung keluar,
bayi dilatih menetek dari hari pertama keluar ASI. Kesan: Riwayat
ANC baik, riwayat persalinan baik, riwayat PNC baik.
2) Riwayat makanan0-6 bulan : ASI eksklusif6-12 bulan : ASI,
bubur cair, susu, buah-buahan (pisang, jeruk), diselingi kuah
sayur.1-2 tahun : ASI, bubur, susu, buah-buahan, diselingi nasi,
kuah sayur, daging halus.Kesan : Pasien mendapat ASI eksklusif,
kualitas makanan baik.
3) Perkembangan dan kepandaian : Perkembangan dan kepandaian
pasien:Motorik KasarMotorik HalusBahasaPersonal Sosial
Duduk sendiri (9 bulan)Memegang benda (4 bulan)Menoleh ke sumber
suara (5 bulan)Tersenyum(3 bulan)
Belajar berjalan(12 bulan)Makan sendiri (3 tahun)Berbicara baik
(1,5 tahun)Berpartisipasi dalam permainan (ikut tepuk tangan)(9
bulan)
Berlari (3 tahun)Berpakaian sendiri (4 tahun)Lancar berbicara
(3,5 tahun)Aktif & bermain bersama temannya di lingkungan
rumah(4 tahun)
Kesan : Motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial
sesuai usia.
4) VaksinasiJenisIIIIIIIVVVI
HEPATITIS B0 bulan 2 bulan4 bulan6 bulan--
BCG1 bulan-----
DPT2 bulan4 bulan6 bulan---
POLIO1 bulan2 bulan4 bulan6 bulan --
CAMPAK9 bulan-----
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
5) Sosial, ekonomi, dan lingkungan: Sosial dan ekonomi: Ayah-ibu
(karyawan), penghasilan 11,5 jt/bulan, keluarga merasa cukup.
Lingkungan: Tinggal dengan ayah, ibu, & kakak. Rumah di kampung
cukup padat, jauh dr sungai, sawah & TPA. Berlantai tanah,
tembok batu bata, terdiri dr ruang tamu, ruang keluarga, dapur, 1
kamar mandi dg closet jongkok & 3 kamar tidur. Sumber air dr
sumur. Kesan: keadaan sosial ekonomi cukup & kondisi lingungan
rumah kurang.
6) Anamnesis sistem : Cerebrospinal: pusing (+), kejang (-),
delirium (-) Kardiovaskuler: sianosis (-), biru (-) Respiratorius:
batuk (-), pilek (-), sesak (-) Gastrointestinal: mual (+), muntah
(-), BAB (+) dbn Urogenital: BAK (+) dbn, nyeri berkemih (-)
Muskuloskeletal: kelainan bentuk (-), nyeri otot (-), nyeri sendi
(-) Integumentum: bintik merah (-), ikterik (-) Otonom: demam
(+)
PEMERIKSAANJASMANINama : An. EFJenis Kelamin : PerempuanUmur :
12 tahun 3 bulanRuang : MelatiKelas : I-2
PEMERIKSAAN OLEH : Yanuar Murna, S.Ked Tanggal 22 April 2015 Jam
10.00 WIB
PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum: Lemah, Kesadaran: Compos
MentisTANDA VITAL:TD : 110/70 mmHgNadi : 100 x/menitRR : 24
x/menitSuhu : 38,4 CStatus Gizi : Baik (Normal)BB/TB : 20/140 cmBMI
: 14,28 kg/m2 Kesimpulan status gizi : Baik (Normal) menurut
WHO
Kulit : Sawo matang, pucat (-), sianosis (-), petekie
(-).Kel.limfe: Tidak terdapat pembesaran limfonodi.Otot: Kelemahan
(-), atrofi (-),nyeri otot (-).Tulang: Tidak ada deformitas
tulangSendi : Gerakan bebasKesan : Kulit, kel limfe, Otot, Tulang
dan Sendi dalam batas normal
PEMERIKSAAN KHUSUS Kepala: Normocephal, rambut hitam, lurus,
jumlah cukup. Ubun-ubun besar sudah menutup. Mata: Air mata (+/+),
CA (-/-), SI (-/-), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-).
Hidung: Sekret (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-).
Mulut: Mukosa kering / sianosis (-), lidah tifoid (-). Faring:
Hiperemis (-), tonsil membesar (-). Leher: Pembesaran limfonodi
(-). Kesan : Kesan: Kepala, mata, hidung, mulut, faring, dan leher
dalam batas normal.
Thorax: Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-) Cor
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak Palpasi: ictus cordis tidak
kuat angkat Perkusi : batas kanan atas : SIC II linea parasternalis
dextra batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra batas
kiri atas: SIC II linea parasternalis sinistra batas kiri bawah:
SIC IV linea midclavicula sinistra Auskultasi: BJ I-II intensitas
reguler (+), bising jantung (-)
Pulmo :KananDEPANKiri
Simetris(+), retraksi (-)InspeksiSimetris (+),retraksi (-)
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+) PalpasiKetinggalan gerak
(-), fremitus (+)
SonorPerkusiSonor
SDV normal, Rh (-), Wh (-)AuskultasiSDV normal, Rh (-), Wh
(-)
KananBELAKANGKiri
Simetris (+)InspeksiSimetris (+)
Ketinggalan gerak (-), fremitus (+)PalpasiKetinggalan gerak (-),
fremitus (+)
SonorPerkusiSonor
SDV, Rh (-), Wh (-)AuskultasiSDV, Rh (-), Wh (-)
Kesan : Thorax dalam batas normal
Abdomen :Inspeksi: Distended (-), sikatrik (-)Auskultasi:
PeristaltikPerkusi: Timpani (+), pekak beralih (-)Palpasi: Turgor
kulit normal, nyeri tekan (-), Hepar: Tidak teraba membesarLien:
Tidak teraba membesar Anogenital: Tidak ada kelainan Kesan :
Abdomen dalam batas normal
Ekstremitas : PemeriksaanEkstremitas superiorEkstremitas
inferior
Sianosis--
Oedema--
Akral dingin--
Capiler refill< 2 detik< 2 detik
Reflek fisiologisnormalnormal
Reflek patologis--
Tonusnormalnormal
Klonus--
Kesan : status neurologi dalam batas normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTINDarah Rutin (20 April
2015)PemeriksaanHasilNilai rujukanSatuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin14,112,00-16,00g/dL
Hematokrit41,737,00-47,00%
Lekosit2,83 (L)5-10x10^3 uL
Trombosit153150-300x10^3 uL
Eritrosit5,004,00-5,00x10^6 uL
MPV8,36,5-12,00fL
PDW16,39,0-17,0%
INDEX
MCV83,382,0-92,0fL
MCH29,227,0-31,0pg
MCHC33,932,0-37,0g/dL
HITUNG JENIS
Limfosit %34,425,0-40,0%
Monosit %1,1 (L)3,0-9,0%
Eosinofil %1,00,5-5,0%
Basofil %3,2 (H)0,0-1,0%
Granulosit %59,250,0-70,0%
IMUNO-SEROLOGI
WIDAL
Salmonella Typhi ONegativeNegative
Salmonella Typhi HNegativeNegative
Salmonella Paratyphi AONegativeNegative
Salmonella Paratyphi AHNegativeNegative
Salmonella Paratyphi BO NegativeNegative
Salmonella Paratyphi BH +1/80Negative
Salmonella Paratyphi CO+1/160Negative
Salmonella Paratyphi CH+1/80Negative
Kesan : Hasil laboratorium terdapat penurunan leukosit dan
hitung jenis monosit% serta peningkatan basofil%, titer Salmonella
Paratyphi BH, Salmonella Paratyphi CO, Salmonella Paratyphi CH.
RINGKASAN ANAMNESIS Pasien dibawa ke IGD RSUD karanganyar dengan
keluhan badan panas, makin panas terutama malam hari, pusing, mual
dan nyeri ulu hati. Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu yang
berhubungan dengan penyakit sekarang.. Tidak terdapat riwayat
penyakit pada lingkungan yang ditularkan pada pasien. Riwayat ANC
baik, persalinan spontan, riwayat PNC baik. Pasien dahulu
mendapatkan ASI eksklusif. Imunisasi dasar lengkap. Perkembangan
baik. Keadaan sosial ekonomi & kondisi lingkungan rumah
kurang.
RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK KU: CM Vital sign TD: 110/70 mmHg ;
Nadi : 100 x/menit ; RR : 24 x/menit ; Suhu : 38,4C Status gizi
baik (normal) menurut WHO. Kepala: CA -/-, SI -/- Mata: cekung
(-/-) Hidung : sekret (-/-) Mulut : mukosa dan lidah kering (-),
sianosis (-) Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-) Thorax :
dalam batas normal Abdomen: peristaltic dan turgor kulit dalam
batas normal Extremitas: dalam batas normal
LABORATORIUMHasil laboratorium terdapat penurunan leukosit dan
hitung jenis monosit% serta peningkatan basofil%, titer Salmonella
Paratyphi BH, Salmonella Paratyphi CO, Salmonella Paratyphi CH.
DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIFAKTIFDemamPusingMual Nyeri ulu
hatiNafsu makan menurun
INAKTIF Kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan
DIAGNOSA KERJADemam Tifoid
RENCANA PENGELOLAANRencana TindakanObsevasi keadaan umum dan
vital sign Pemeliharaan hidrasi dan nutrisiBed rest
jbRencana TerapiInf. RL 16 tpmInj. Amoxan 500 mg / 8 jam
i.v.Inj. Norages 200 mg KPPCT syr 3 dd cth II
Rencana Edukasi Menjelaskan kepada orangtua pasien mengenai
penyakit yang diderita pasien. Menjaga kebersihan tangan dan rajin
cuci tangan Memperhatikan kebersihan keluarga dan lingkungan
Mengatur pola makan
PROGNOSISQuo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad fungsionam: dubia
ad bonamQuo ad sanam: dubia ad bonam
ILMUKESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
344863NO RM : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
13
TglSOAP
20 April 2015
21 April 2015
22 April 2015
2 HSMRS: pasien mengeluh nyeri ulu hati, demam sumer-sumer,
pusing, mual, BAB susah, BAK dbn, nafsu makan menurun, kemudian
berobat ke bidan.1 HSMRS: pasien mengeluh nyeri ulu hati tidak
berkurang, demam sumer-sumer, pusing, mual, BAB dbn, BAK dbn, nafsu
makan menurun, kemudian berobat ke dokter umum.HMRS: demam naik,
pasien mengeluh nyeri ulu hati tidak berkurang, pusing, mual, BAB
dbn, BAK dbn, nafsu makan menurun, kemudian dibawa ke IGD RSUD
Karanganyar.
Pasien mengeluh demam dan nyeri ulu hati menetap, pusing, mual,
BAB dbn, BAK dbn, nafsu makan menurun.
Pasien mengeluh demam, pusing dan nyeri ulu hati berkurang, mual
(-), muntah (-), BAB dbn, BAK dbn, nafsu makan membaik.
Keadaan Umum: LemahKesadaran: CMTANDA VITAL :TD : 110/70
mmHgNadi : 100 x/menitRR : 24 x/menitSuhu : 38,4 CBB : 20 kgTB :
140 cmBMI : 14,28 kg/mStatus gizi: Baik (Normal))K/L: ca(-/-),
si(-/-), pkgb (-)Thorax: sdv (+/+), Rh (-/-), wh (-/-), BJ I/II
murni regulerAbdomen: distensi (-), NT (+) di ulu hati, kembung (+)
ringanEkstremitas : akral hangat
Keadaan Umum: LemahKesadaran: CMTANDA VITAL :TD : 110/70
mmHgNadi : 104 x/menitRR : 24 x/menitSuhu : 38,2 CBB : 20 kgTB :
140 cmBMI : 14,28 kg/mStatus gizi: Baik (Normal))K/L: ca(-/-),
si(-/-), pkgb (-)Thorax: sdv (+/+), Rh (-/-), wh (-/-), BJ I/II
murni regulerAbdomen: distensi (-), NT (+) di ulu hati, kembung (+)
ringanEkstremitas : akral hangat
Keadaan Umum: LemahKesadaran: CMTANDA VITAL :TD : 110/70
mmHgNadi : 80 x/menitRR : 24 x/menitSuhu : 37,2 CBB : 34 kgTB : 146
cmBMI : 15,95 kg/mStatus gizi: Baik (Normal))K/L: ca(-/-), si(-/-),
pkgb (-)Thorax: sdv (+/+), Rh (-/-), wh (-/-), BJ I/II murni
regulerAbdomen: distensi (-), NT (-) di ulu hati, kembung (-)
ringanEkstremitas : akral hangat
Observasi Febris Hari ke 4
Demam Tifoid
Demam Tifoid
Infus RL 16 tpmInj. Amoxan 500 mg / 8 jamInj. Norages 200 mg
KPPCT syr 3 dd cth II
Periksa DR + Widal Sore
Inf. RL 16 tpmInj. Amoxan 500 mg / 8 jam i.v.Inj. Norages 200 mg
KPPCT syr 3 dd cth II
Inf. RL 16 tpmInj. Amoxan 500 mg / 8 jam i.v.Inj.Norages 200 mg
KPPCT syr 3 dd cth II
BLPL
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID1. DefinisiDemam tifoid disebut juga dengan Typus
abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi
akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus)
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi.2.
Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan
mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini
dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam
air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan
(suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitua)
Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari
tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida
atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan
alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.b) Antigen H
(Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan
tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan
alkohol.c) Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari
kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis Ketiga macam
antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.3.
PatogenesisSalmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam
tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus dan berkembang biak.Bila respon imunitas humoral mukosa IgA
usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama
sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag
dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian
ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam
sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik)
dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama
hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel
fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam,
malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.4. Tanda dan Gejala
KlinisGejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan
jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10
20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal,
yaitu perasaan anoreksia, malaise, sakit kepala bagian depan, nyeri
otot, lidah kotor, gangguan perut (perut kembung dan sakit) serta
nafsu makan turun.Kemudian menyusul gejala klinis yang bisa
ditemukan antara lain :a) DemamPada kasus-kasus yang khas, demam
berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa
tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,
penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga
suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.b) Gangguan pada saluran pencernaanPada mulut
terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue),
ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen
mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan
konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi
diare.c) Gangguan kesadaranUmumnya kesadaran penderita menurun
walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang
terjadi sopor, koma atau gelisah5. Patofisiologi Demam Tifoida)
Minggu pertama (awal terinfeksi)Setelah melewati masa inkubasi
10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit
infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan
yaitu setinggi 39c hingga 40c, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,
anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali
permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan
diare dan sembelit silih berganti.Pada akhir minggu pertama, diare
lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di
bagian tengah, tepi, dan ujung merah serta bergetar atau tremor.
Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan
terasa kering dan merandang.Jika penderita ke dokter pada periode
tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala diatas yang
bisa saja terjadi pada penyakit lain juga. Ruam kulit (rash)
umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah
satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung
3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi teruma
pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua
ukuran 2-4mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut,
lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan.
Pada infeksi berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa
menjadi teraba (splenomegali) dan abdomen mengalami distensi.b)
Minggu keduaJika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari
kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada
minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit
pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi
penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan
peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan
peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai
dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat.
Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare
menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat
terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan
sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai
kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.c) Minggu ketigaSuhu tubuh
berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu
jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
membaik, gejalagejala akan berkurang dan temperatur mulai turun.
Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari
ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia
memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau
stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan
inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga
tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut.
Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat
meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini
menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat
dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba
denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial
toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita
demam tifoid pada minggu ketiga.d) Minggu keempatMerupakan stadium
penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.6. Penderita
Demam TifoidYang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang
selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika
ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan.
Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit
penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.7. Karier Demam
TifoidPenderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya
(feses atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun
pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita
demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 3 bulan masih dapat
ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini
disebut karier pasca penyembuhan.Pada demam tifoid sumber infeksi
dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi
kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi
medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan
operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan
anatominya.Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:a)
Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya
tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis
akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang
lain, seperti pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan
meningococcus b) Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang
masih dalam masa tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk
menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti pada
penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis c) Convalescent
carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari
penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan
penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya
kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella,
hepatitis B dan pada difteri.d) Chronis carrier (menahun) merupakan
sumber penularan yang cukup lama seperti pada penyakit tifus
abdominalis dan pada hepatitis B.8. Diagnosisa) Diagnosis
KlinikTanda dan gejala klinik dari demam tifoid menyerupai tanda
dan gejala klinis berbagai macam penyakit yang disertai dengan
demam. Akan tetapi trias gejala yang dapat diidentikan dengan demam
tifoid adalah demam, gangguan saluran pencernaan, penurunan
kesadaran (pasien yang awalnya komposmentis menjadi letargi hingga
mencapai delirium).b) Diagnosis Mikrobiologik/pembiakan kumanMetode
diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan
lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya
positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah
pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%.
Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil
yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil
kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan
25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme
dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita
dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella
typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.c) Diagnosis
Serologik1) Uji WidalUji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi
antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik
terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam
tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada
orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.Antigen yang
digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga
menderita demam tifoid.Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan
Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula
kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada
infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan
ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari.
Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3
minggu memastikan diagnosis demam tifoid.i. Interpretasi hasil uji
Widal Titer O yang tinggi (160) menunjukkan adanya infeksi akut
Titer H yang tinggi (160) telah mendapat imunisasi atau pernah
menderita infeksi Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi
terjadi pada carrierii. Faktor yang mempengaruhi uji Widal Faktor
yang berhubungan dengan penderita antara lain : keadaan umum gizi
penderita, waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit, pengobatan
dini dengan antibiotik, penyakit penyerta, pemakaian obat
imunosupresif, vaksinasi, infeksi klinis atau subklinis oleh
Salmonella sebelumnya. Faktor teknis antara lain : aglutinasi
silang, konsentrasi suspensi antigen, strain Salmonella yang
digunakan untuk suspensi antigen.
2) Uji ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay)i. Uji ELISA
untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan
ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji
ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini
tergantung dari jenis antigen yang dipakai.ii. Uji ELISA untuk
melacak Salmonella typhi. Deteksi antigen spesifik dari Salmonella
typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara teoritis
dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji
ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella
typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich
ELISA.9. Komplikasia) Komplikasi intestinal1) Perdarahan
ususSekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan
minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat
terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan
akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5
ml/kgBB/jam.2) Perforasi ususTerjadi pada sekitar 3% dari penderita
yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula
terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan
perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah
kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda
perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan
sampai syok.b) Komplikasi ektraintestinal1) Komplikasi
kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis 2) Komplikasi hematologi
: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler
diseminata, dan sindrom uremia hemolitik 3) Komplikasi paru :
pneumoni, empiema, dan pleuritis 4) Komplikasi hepar dan kandung
kemih : hepatitis dan kolelitiasis5) Komplikasi ginjal :
glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis6) Komplikasi
tulang : osteomielitis, perostitis, spondilitis, dan artritis7)
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, menigitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
10. Penatalaksanaan Demam Tifoida) Perawatan umumPasien demam
tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring
adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau
perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara bertahap
sesuai dengan pulihnya kekuatan pasienPasien dengan kesadaran
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu
tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena
kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. Pengobatan
simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang
dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan
meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan
paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun
enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan
maupun perforasi intestinal.Pengobatan suportif dimaksudkan untuk
memperbaiki keadaan penderita, misalnya pemberian cairan,
elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk
mempercepat penurunan demam.b) DietDi masa lampau, pasien demam
tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya
diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan
padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien
demam tifoid. Selain itu, kebersihan dari diet itu sendiri juga
diperhatikan. Pada penderita demam tifodi, pasien dilarang untuk
makan makanan yang merangsang seperti makanan dengan rasa pedas dan
kecut.c) Terapi MedikamentosaObat-obat antimikroba yang sering
digunakan antara lain:1) Kloramfenikol : kloramfenikol masih
merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid. Dosis yang
diberikan 100 mg/kgBB/Hari dibagi dalam 4x pemberian selama 10-14
hari2) Ampisilin dan Amoksisilin : Dosis ampisilin 200 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4x pemberian secara intravena. Amoxicilin dosis yang
diberikan 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian per oral.3)
Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan
bahwa sefalosporin generasi ketifa antara lain ceftriaxon, dan
cefotaxim efektif untuk demam tifoid. Dosis ceftriaxon
100mg/kg/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 gr/hari)
selama 5-7 hari.Dosis cefotaxime 150-200 mg/kg/hari.
BAB IIIPEMBAHASAN
An. EF, perempuan berusia 12 tahun 3 bulan mulai rawat inap
tanggal 20 April 2015 di bangsal Melati RSUD Karanganyar dengan
demam sudah 3 hari, demam sumer-sumer, semakin tinggi pada sore dan
malam hari, sudah periksa ke dokter umum demam hanya turun sebentar
kemudian naik lagi. Keluhan lain berupa pusing, mual, nyeri ulu
hati, dan penurunan nafsu makan, Pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan thyphoid tongue yaitu lidah tremor berwarna putih dengan
tepi hiperemis. Pada pemeriksaan penunjang seroimunologi Widal
didapatkan titer Salmonella paratyphi BH, Salmonella paratyphi CO,
dan Salmonella paratyphi CH positif.Berdasarkan dari hasil
autoanamnesis dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis
mengalami demam tifoid, meskipun pada pemeriksaan fisik penurunan
kesadaran tidak tampak nyata serta tidak ditemukan thyphoid tongue
ataupun bradikardi relatif dan hepatomegali/splenomegali. Gejala
klinis pada demam tifoid berupa trias yaitu demam lebih dari tujuh
hari terutama malam hari dengan pola step ladder temperature chart,
gangguan pencernaan, serta gangguan kesadaran (apatis). Secara
klinis dengan ditemukannya trias tersebut maka seorang klinisi
sudah dapat membuat diagnosis demam tifoid. Namun pada pasien ini
hanya ditemukan demam kurang dari 7 hari yang meningkat pada malam
hari dengan pola step ladder temperature chart. Pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang juga tidak didapatkan tanda-tanda
komplikasi. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil positif
pada titer Salmonella paratyphi BH, Salmonella paratyphi CO, dan
Salmonella paratyphi CH positif pada demam hari ke-4. Hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang tersebut telah dapat
menjadi dasar diagnosis demam tifoid pada pasien ini meskipun
pemeriksaan baku emas yaitu Gall Culture/biakan empedu atau biakan
darah tidak dilakukan.Terapi demam tifoid mencakup perawatan umum,
diet dan medikamentosa. Perawatan umum yaitu pasien demam tifoid
perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Diet pada demam tifoid di masa lampau,
pasien diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya
diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan
padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang
sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien
demam tifoid. Selain itu, kebersihan dari diet itu sendiri juga
diperhatikan. Pada penderita demam tifoid, pasien dilarang untuk
makan makanan yang merangsang seperti makanan dengan rasa pedas dan
asam. Terapi Medikamentosa berupa obat-obat antimikroba, yang
sering digunakan antara lain: Kloramfenikol, Ampisilin dan
Amoksisilin, dan Sefalosporin generasi ketiga yaitu ceftriaxon dan
cefotaxime.Terapi awal pada pasien ini yaitu: Inf. RL 16 tpm; Inj.
Amoxan 500 mg / 8 jam i.v.; Inj. Norages 200 mg KP; PCT syr 3 dd
cth II. Terapi ini tetap diberikan di hari kelima dan terus
dilakukan observasi keadaan umum pasien. Hingga hari keenam di
rumah sakit pasien sudah mengalami perbaikan keadaan umum dan
klinis, demam dan keluhan lain sudah berkurang, pasien diobservasi
dan pada hari keenam pasien dipulangkan. KASUSTEORI
Demam terus naik sore/ malam hari
Lidah tifoid (-)
Bradikardi relatif (-)
mual (+), nyeri perut (+), nafsu makan berkurang (+), BAB
susah
Lemas (+), pusing (+), nyeri otot (-)
Hepatomegali (-), splenomegali (-)
Gangguan kesadaran (+) ringan
Widal terdapat peningkatan titer Salmonella Paratyphi BH,
Salmonella Paratyphi CO, Salmonella Paratyphi CH Demam lebih dari 7
hari terutama malam hari
Lidah tifoid
Bradikardi relatif
Gangguan saluran cerna
malaise, nyeri kepala, pusing, nyeri otot
Hepatomegali, splenomegali
Gangguan kesadaran
Widal Adanya kenaikan titer Salmonella
DAFTAR PUSTAKA
Avner JR. Acute Fever. 2009. Pediatr Rev. Pp:30:5-13.Bhutta ZA.
Bhutta ZA. Typhoid fever. Demam tipus. In: Rakel P, Bope ET, eds.
Conn s Current Therapy 200 8. Dalam: P Rakel, Bope ET, eds. Conn 's
Terapi Lancar 2008. 60th ed. 60 ed.Philadelphia, Pa: Saunders
Elsevier; 2008:chap 48. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008:
bab 48Braunwald. 2005. Typhoid in Harrisons Principles of Internal
Medicine. 16th Edition, New York.Cunha BA. 2006. The clinical
significance of fever patterns. Inf Dis Clin North America.
Pp10:33-44El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. 2009. Fever.
Dalam: El-Radhi SA, Carroll J,Klein N, penyunting. Clinical manual
of fever in children. Edisi ke-9. Berlin:
Springer-Verlag.Pp.1-24.Henri Santoso.2009.Kajian Rasionalitas
Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Demam Tifoid yang Dirawat pada
Bangsal Penyakit Dalam di RSUP Karyadi Semarang. Semarang: Undip
Press.Powel KR. 2007. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier.Soedarmo, Sumarmo SP. 2012.
Demam Tifoid dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi
Kedua. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI.http://www.who.int/topics/typhoid_fever/en diakses tgl 2 juni
2014http://www.who.int/immunization/topics/typhoid/en/index.html
diakses tgl 2 juni
2014http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever
diakses tgl 2 juni
2014http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001332.htm
diakses tgl 2 juni
2014http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/TyphoidFever_g.htm
diakses tgl 2 juni 2014