BAB IILUSTRASI KASUSI. IDENTITAS PASIENa. Nama: RMb. Jenis
kelamin: Perempuanc. Umur: 17 tahund. Bangsa: Indonesiae. Agama:
Islamf. Pekerjaan: Pelajarg. Alamat : Komp RSMM RT 03/01 no. 19II.
ANAMNESISAutoanamnesis dilakukan pada tanggal 28 November 2012
pukul 15.00 WIB di Poliklinik Mata RSMM Bogor. Keluhan
UtamaPandangan kabur sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan
TambahanMelihat gandaRiwayat Penyakit SekarangPasien datang ke poli
mata RSMM dengan keluhan pandangan terasa kabur sejak tiga bulan
yang lalu, pasien mengatakan pandangan kabur dirasakan pada saat
melihat jauh dan akan jelas bila melihat dekat. Pasien juga
mengeluhkan mata terasa pegal. Selain itu pasien mengeluh saat
melihat jauh pasien sulit untuk memfokuskan penglihatan karena
menglihat benda tersebut terlihat ganda. Kacamata yang digunakan
pasien saat ini dirasakan sudah kurang jelas sejak tiga bulan SMRS.
Pasien menyangkal adanya sakit kepala. Mata merah atau berair juga
disangkal. Penglihatan berkabut juga disangkal
Riwayat Penyakit DahuluPasien pernah memakai kacamata sebelumnya
selama 2 tahun. Tidak ada riwayat trauma, mendapat tindakan operasi
maupun dirawat di RS karena sakit tertentu. Riwayat alergi obat
obatan dan makanan, hipertensi, diabetes dan penyakit mata
sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit KeluargaAnggota keluarga tidak ada yang
menggunakan kacamata selain pasien. Riwayat alergi obat obatan dan
makanan, hipertensi, diabetes dan penyakit mata sebelumnya pada
keluarga disangkal.
Riwayat KebiasaanPasien mengaku memiliki kebiasaan buruk membaca
sambil berbaringIII. PEMERIKSAAN FISIKa. Keadaan umum: tidak tampak
sakitb. Kesadaran: Compos Mentis
c. Tanda VitalI. TD: 120/80 mmHgII. Nadi: 80x/menitIII. Suhu:
AfebrisIV. Pernafasan: 18x/menitd. Kepala: Normocephalie. Mata :
Status Oftalmologif. THTI. Telinga: Normotia, secret -/-, serumen
-/-II. Hidung: Deviasi septum (-), secret -/-III. Tenggorokan:
Faring tidak hiperemisg. Mulut: Lidah kotor (-), tonsil tidak
hiperemis T1 T1 h. Leher: Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba
membesari. ThoraksI. Jantung: S1 S2 reguler, murmur (-), gallop
(-)II. Paru: Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)j.
Abdomen: Nyeri tekan (-), bising usus (+)k. EkstremitasI. Atas:
Akral hangat (+), oedem (-)II. Bawah: Akral hangat (+), oedem
(-)
IV. STATUS OFTALMOLOGISODOS
Visus1,0 C 0,2 X 500 1,00,20 F S 1,25 C 0,25 X 100 1,0
Kedudukan Bola Mata
Posisi OrthoforiaOrthoforia
Pergerakan Bola Mata
Palpebra
Edema --
Luka robek--
Benjolan --
Konjungtiva
Kemosis --
Hiperemis --
Anemis --
Folikel --
Papil --
Pterigium --
Pinguekula --
Injeksi konjungtiva--
Injeksi silier--
Injeksi episklera--
Perdarahan subkonjungtiva--
Kornea
Jernih ++
Edema --
Ulkus --
Macula --
Leukoma --
Pigmen iris--
Bekas jahitan--
Limbus kornea
Arcus senilis--
Bekas jahitan--
Sclera
Sclera biru--
Episkleritis --
Skleritis --
COA
Volume NormalNormal
Iris
Warna CoklatCoklat
Kripta ++
Pupil
Bentuk BulatBulat
Ukuran 3 mm3 mm
Isokoria IsokorIsokor
RCL++
RCTL++
Lensa
Kejernihan JernihJernih
Tekanan Intra Okuler
Palpasi NormalNormal
Tonometer SchiotzTidak dilakukanTidak dilakukan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANGDengan menggunakan kartu Snellen,
ditemukan:VOD: 1,0 VOS: 0,20 FDikoreksi dengan sferis:OD: 1,0 C 0,2
X 500 1,0OS: 0,20 F S 1,25 C 0,25 X 100 1,0
VI. RESUMEPasien wanita 17 tahun datang dengan keluhan pandangan
kabur sejak 3 bulan SMRS saat melihat jauh dan jelas saat melihat
dekat. Saat melihat jauh sulit memfokuskan penglihatan karena
terlihat ganda.Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas
normal. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan: Visus OD 1,0, OS
0,2 F. visus membaik dengan penggunaan pinhole dan dikoreksi dengan
sferis dan dikoreksi dengan silindris.OD: 1,0 C 0,2 X 500 1,0OS:
0,20 F S 1,25 C 0,25 X 100 1,0
VII. DIAGNOSA KERJAASTIGMATISME OS
VIII. PENATALAKSANAANODSa. Protagenta eye drop 4 tetes/harib.
Vitanorm 2 x 1 tab p.o.c. Penggunaan kacamata: I. OD: 1,0 C 0,2 X
500 1,0II. OS: 0,20 F S 1,25 C 0,25 X 100 1,0
IX. PROGNOSISOS: Ad Vitam: bonamAd Visam: dubia ad bonamODAd
Vitam: bonam Ad Visam: dubia ad bonam
BAB IITINJAUAN PUSTAKAMyopia disebut sebagai rabun jauh akibat
berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat
dekat dengan lebih baik. Hipermetropa juga dikenal dengan istilah
hyperopia atau rabun dekat. Pasien dengan hipermetropia mendapat
kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Keluhan
akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya
otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa.
Astigmat adalah terdapatnya variasi kurvatura atau kelengkungan
kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang akan
mengakibatkan sinar tidak terfokus pada satu titik. Presbiopi
perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi
yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan lahan berkurang.
1Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak
dibentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi
ketidakseimbangan system optic pada mata sehingga menghasilkan
bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan
sinar pada titik focus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya
bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada
macula lutea, tetapi dapat didepan atau dibelakang macula. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk myopia, hipermetropia dan
astigmat.
I. MIOPIAMyopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi
dimana yang datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan
didepan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia
akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat
jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien myopia mempunyai
punctum remotum (titik terjauh yang masih dapat dilihat) yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini
menetap maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia.
2Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat
sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada macula
lutea. Titik focus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak
didepan retina. Titik jauh (punctum remotum) terletak lebih dekat
atau sinar datang tidak sejajar. 2ETIOLOGIBerdasarkan penyebabnya,
myopia dapat dibedakan menjadi myopia aksialis dan refraktif.
Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat
sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada macula
lutea. Titik focus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak
didepan retina. Titik jauh (punctum remotum) terletak lebih dekat
atau sinar datang tidak sejajar. 2,3MYOPIA AKSIALISTerjadi karena
jarak antara anterior dan posterior terlalu panjang dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Normal jarak ini adalah
24,5 mm. Dapat merupakan kelainan congenital maupun didapat, serta
adapula factor herediter. Yang congenital didapatkan pada
makroftalmus sedang yang didapat terjadi karena: 1,31. Anak membaca
terlalu dekat. Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus
berkonvergensi berlebihan. M. rectus internus berkontraksi
berlebihan, bola mata terjepit oleh otot otot mata luar sehingga
polus posterior mata yang merupakan tempat terlemah dari bola mata
memanjang.2. Wajah yang lebar. Menyebabkan terjadinya konvergensi
yang berlebihan bila hendak melakukan pekerjaan dekat sehingga
mengakibatkan hal yang sama seperti diatas.3. Bendungan, peradangan
atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi bola mata, disertai
dengan tekanan yang tinggi, disebabkan penuhnya vena dari kepala
akibat membungkuk, dapat menyebabkan pula tekanan pada bola mata,
sehingga polus posterior memanjang.Pada orang dengan myopia 6 D,
punctum remotumnya 100/6 = 15 cm. jadi harus membaca pada jarak
yang dekat sekali, 15 cm, jika tidak dikoreksi, sehingga ia harus
mengadakan konvergensi berlebihan. Akibatnya polus posterior mata
lebih memanjang dan myopianya bertambah. Jadi didapatkan suatu
lingkaran setan antara myopia yang tinggi dan konvergensi. Semakin
lama myopianya semakin progresif.MYOPIA REFRAKTIFPenyebabnya
terletak pada:1. Kornea:a. Congenital: keratokonus dan
keratoglobus.b. Didapat: karatektasia, karena menderita keratitis,
kornea jadi lemah. Oleh karena tekanan intraokuler, kornea menonjol
kedepan.2. Lensa: lensa terlepas dari zonula zinii, pada luksasi
lensa atau subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa
menjadi lebih cembung. Pada katarak imatur, akibat masuknya aqueus
humor, lensa menjadi cembung.3. Cairan mata: pada penderita DM yang
tidak diobati, kadar gula dari aqueus humor meninggi sehingga daya
biasnya meninggi juga. 3,4KLASIFIKASI MYOPIABerdasarkan tinggi
dioptrinya, dibedakan menjadi: 5 Myopia ringan 0,25 3,00 D Myopia
sedang>3,00 6,00 D Myopia berat>6,00 D
Secara klinis dibedakan menjadi: Myopia simpleks, myopia
stasioner, myopia fisiologis.Timbul pada usia muda kemudian
berhenti. Dapat juga naik sedikit pada waktu atau segera setelah
pubertas, atau didapat kenaikan sedikit sampai usia 20 tahun. Besar
dioptrinya kurang dari -5 D tau -6 D. tajam penglihatan dengan
koreksi yang sesuai dapat mencapai keadaan normal. Myopia
progresifDapat ditemukan pada semua usia dan mulai sejak lahir.
Kelainan mencapai puncaknya saat masih remaja, bertambah terus
sampai usia 25 tahun atau lebih. Besar dioptrinya melebihi 6 D.
Myopia malignaMyopia progresif yang lebih ekstrem. Myopia progresif
dan myopia maligna disebut juga myopia patologis atau degenerative,
karena disertai kelainan degenerative di koroid dan bagian lain
dari mata.GEJALA MYOPIATanda objektif:Oleh karena orang myopia
jarang melakukan akomodasi, maka jarang miosis, jadi pupilnya
midriasis. Mm. siliarisnya pun menjadi atrofi, menyebabkan iris
letaknya lebih ke dalam, sehingga bilik mata depan lebih dalam.
5Pada myopia simpleks:Didapatkan mata yang lebih menonjol, bilik
mata depan yang dalam, pupil yang relative lebar, tetapi tidak
disertai kelainan dibagian posterior mata. Mungkin hanya terlihat
kresen myopia yang tampak putih disebelah temporal papil, sedikit
atrofi dari koroid yang superficial, sehingga pembuluh darah koroid
yang lebih besar tampak lebih jelas membayang.Pada myopia
patologik:a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia
simpleksb. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa
kelainan kelainan pada:i. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan
berupa perdarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters
atau benda benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang kadang
ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya
dengan keadaan myopia.ii. Papil saraf optic: terlihat pigmentasi
peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas
terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah
koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
Myopic Crescentiii. Macula: berupa pigmentasi di daerah retina,
kadang kadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah macula.iv.
Retina bagian perifer: berupa degenerasi kista retina bagian
periferv. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa
penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan
koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.
Fundus TigroidKOREKSI MYOPIAMyopia dikoreksi dengan menggunakan
lensa sferis konkaf (minus) yang dapat memindahkan bayangan mundur
ke retina. 6,7Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat
digunakan untuk koreksi myopia dan juga kelainan refraksi
lainnya:a. Kacamatab. Lensa kontak (lensa kontak keras atau
lunak)c. Bedah keratorefraktifd. Lensa intraoculare. Ekstraksi
lensa jernih untuk myopiaKOMPLIKASI MYOPIAKomplikasi myopia sering
terjadi pada myopia tinggi, dapat berupa: 8i. Dinding mata yang
lemah, karena sclera lebih tipisii. Degenerasi miopik pada retina
dan koroid. Retina lebih tipis sehingga terdapat resiko tinggi
terjadinya robekan pada retinaiii. Ablasi retina, lubang pada
macula sering terjadi pada myopia tinggiiv. Orang dengan myopia
mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi glaucoma
Koreksi MyopiaII. ASTIGMATISMEAstigmatisme adalah suatu kelainan
refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa
akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu
titik.Etiologi kelainan astigmatisme adalah sebagai berikut: 5,8i.
Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80 90% dari astigmatismus, sedangkan
media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada
kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata.
Perubahan lengkung permukaan kornea terjadi karena kelainan
congenital, kecelekaan, luka atau parut dikornea, peradangan kornea
serta akibat pembedahan kornea.ii. Adanya kelainan pada lensa
dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah umur
seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin
berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami
kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.iii. Intoleransi
lensa atau lensa kontak pada postkeratoplastyiv. Trauma pada
korneav. Tumor KLASIFIKASIBerdasarkan posisi garis focus dalam
retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:1) Astigmatisme
RegulerDimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena
adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain
sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat
daripada yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi
lensa silindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam
penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan kelainan
penglihatan yang lain. 1,2Bila ditinjau dari letak daya bias
terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi 2
golongan, yaitu:1. Astigmatisme With The RuleBila pada bidang
vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.2. Astigmatisme Against The RuleBila pada bidang
horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertical.
3. Astigmatisme IregulerDimana titik bias didapatkan tidak
teratur.Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada
retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:1. Astigmatisme Myopia
SimpleksAstigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina,
sedang titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah
titik focus dari daya bias terkuat sedang titik B adalah titik
focus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl Y atau Sph X Cyl + Y
dimana X dan Y memiliki angka yang sama.
2. Astigmatisme Hiperopia SimpleksAstigmatisme jenis ini, titik
A berada tepat pada retina, sedang titik B berada dibelakang
retina.
3. Astigmatisme Myopia KompositusAstigmatisme jenis ini, titik A
berada didepan retina, sedang titik B berada diantara titik A dan
retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
X Cyl Y.
4. Astigmatisme Hiperopia KompositusAstigmatisme jenis ini,
titik B berada dibelakang retina, sedang titik A berada diantara
titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis
ini adalah Sph + X Cyl +Y.
5. Astigmatisme MixtusAstigmatisme jenis ini, titik A tepat
berada di depan retina, sedang titik B berada dibelakang retina.
Pola ukuran lensakoreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph + X Cyl
Y atau Sph X Cyl + Y, dimana ukuran tersebut tidak dapat
ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y
menjadi sama sama + atau .
Berdasarkan tingkat kekuatan dioptri:1. Astigmatismus
RendahAstigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 D. biasanya
astigmatismus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan
tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata
sangat perlu diberikan. 42. Astigmatismus SedangAstigmatismus yang
ukuran powernya berada pada 0,75 D s/d 2,75 D. Pada astigmatismus
ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.3.
Astigmatismus TinggiAstigmatismus yang ukuran powernya >3,00 D.
Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata
koreksi.TANDA DAN GEJALAPada umumnya, seseorang yang menderita
astigmatismus tinggi menyebabkan gejala gejala sebagai berikut:
5,8i. Memiringkan kepala (tilting head), pada umumnya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.ii.
Memutar kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.iii.
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan
untuk mendapat efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita
astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti
membaca.iv. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang
bacaan mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini
dilakukan untuk memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina
tampak buram.Sedang pada penderita astigmatismus rendah biasan
ditandai dengan gejala gejala sebagai berikut:i. Sakit kepala pada
bagian frontal.ii. Ada pengaburan sementara/sesaat pada penglihatan
dekat, biasanya penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan
menutup atau mengucek ucek mata.
DIAGNOSIS1. Pemeriksaan pin holeUji lubang kecil ini dilakukan
untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan
oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pinhole berarti pasien tersebut terdapat kelainan
refraksi yang belum dikoreksi dengan baik. Bila ketajaman
penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan ataupun retina yang mengganggu penglihatan. 5,62. Uji
Refraktif1. SubjektifOptotipe dari Snellen dan Trial Lens. Metode
yang digunakan adalah metode Trial & Error. Jarak pemeriksaan 6
meter/5 meter/20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan
setinggi mata penderita. Mata diperiksa satu persatu dibiasakan
mata kanan terlebih dahulu. Ditentukan visus masing masing mata.
Bila visus tidak 6/6, dikoreksi dengan lensa sferis positif. Bila
dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai
5/5. 6/6 atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia,
apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negative
memberikan tajam peglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien itu
menderita myopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap
tidak tercapai tajam penglihatan maksimal, mungkin pasien mempunyai
kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini dilakukan uji
pengaburan (fogging technique).2. Objektifi. Autorefraktometer.
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan computer. Penderita duduk didepan autorefraktometer,
cahaya yang dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya
diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus
dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa
detik.
ii. Keratometri. Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk
mengukur radius kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis
secara luas dan sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.
11
3. Uji Pengaburan (Fogging Technique)setelah pasien dikoreksi
untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatan dikaburkan dengan
lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa sferis positif 3.
Pasien diminta melihat kisi kisi juring astigmat, dan ditanyakan
garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 900
yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa
silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 1800.
Perlahan lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai
garis juring kisi kisi astigmat vertical sama tegasnya atau
kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya
bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan lahan
ditaruh lensa negative sampai pasien melihat jelas.
Kipas Astigmat
4. KeratoskopKeratoskop atau Placido disk digunakan untuk
pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa memperhatikan image ring pada
kornea pasien. Pada astigmatisme regular, ring tersebut berbentuk
oval. Pada astigmatisme ireguler, image tersebut tidak terbentuk
sempurna.5. Javal OphtalmometerBoleh digunakan untuk mengukur
kelengkungan sentral kornea, dimana akan menentukan kekuatan
refraktif dari kornea.TERAPI1) Koreksi lensaAstigmatismus dapat
dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan
koreksi lensa silinder, penderita astigmatismus akan dapat
membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan
bertambah jelas.2) OrthokeratologyOrthokeratology adalah cara
pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu
atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan
myopia. Kekuatan lensa kontak yang digunakan sesuai standar. Pada
astigmatismus ireguler dimana terjdi pemantulan dan pembiasan sinar
yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat
dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak
maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.3) Bedah RefraksiMetode bedah refraksi terdiri dari: 8,9i.
Radial Keratotomy (RK). Dimana pola jari jari yang melingkar dan
lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada
permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung
pada ukuran zona optic, angka dan kedalaman dari insisi.ii.
Photorefractive Keratectomy (PRK). Adalah prosedur dimana kekuatan
kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang
keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien
tanpa bantuan koreksi kadang kadang menyatakan penglihatannya lebih
baik pada waktu sebelum dioperasi. 9
DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas S. Astigmatisme. Dalam: Kelainan Refraksi
dan Koreksi Penglihatan, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006. P.43 92.2. William, AL et al. Basic and Clinical
Science Course: Optics, Refraction and Contact Lens Section 3:
American Academy of Ophtalmology, Lifelong Education of the
Ophtalmologist. 2002 2003. P.118 119.3. Ilyas S. Astigmat. Dalam
Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakulatas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2011. P.52 61.4. Abrams D. Duke Elders
Practice of Refraction 10th Edition. Churchil Livingstone.
Edinburg, 1993. P.65 71.5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva, P.
Kesalahan Refraksi dalam Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2004. P.401 406.6. Ilyas S, dkk. Optik dan Refraksi. Dalam
Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi
ke 2. Jakarta: Sagung Seto. 2006. P.41 56.7. James B, Chew C, Bron
A. Optika Klinis. Oftalmologi Edisi Sembilan. Jakarta: Erlangga,
2002. P.35 80.8. Tanjung H. perbedaan Rata Rata Rigiditas Okuler
pada Myopia dan Hipermetropiadi RSUP H. Adam Malik Medan. Medan:
USU Digital Library, 2002: 2 3.9. Ilyas S. 2005. Penuntun Ilmu
Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
1