KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan
Inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah
presentasi kasus dipersiapkan yang berjudul Stroke Iskemik ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan
klinik bagian Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas
Trisakti di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para
pengajar di SMF Neurologi, khususnya dr. Marwatal Hutadjulu Sp.S,
atas bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian
Neurologi ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan
maksimal kemampuan saya.Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, maka saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk memperbaiki makalah ini dan untuk melatih kemampuan
menulis makalah untuk berikutnya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang
menempuh pendidikan.Jakarta, 14 Jun 2013PenyusunMohd Rodzi
Rashid
03008.279
Fk Trisakti
PENDAHULUANMeningoensefalitis berarti peradangan pada otak
(encephalon) dan selaput pembungkusnya (meningen).
Meningitis adalah suatu peradangan yang mengenai satu atau semua
lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang
belakang, yang menimbulkan eksudasi (keluarnya cairan) berupa pus
(nanah) atau serosa.
Meningitis biasanya disebabkan oleh infeksi infeksi virus,
infeksi bakteri, jamur, dan parasit, juga bisa dari berbagai
penyebab non-infeksius, seperti karena obat-obatan misalnya atau
bisa juga penyebaran ke meninges (malignant meningitis). Virus yang
dapat menyebabkan meningitis termasuk enterovirus, virus tipe 2
(dan kurang umum tipe 1), varicella zoster virus (dikenal sebagai
penyebab cacar air dan ruam saraf), virus gondok, HIV, dan LCMV.
Pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah diduga
meningitis adalah pemeriksaan lumbal pungsi (pemeriksaan cairan
selaput otak). Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa
sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara infus
(intravenous) adalah langkah yang baik untuk kesembuhan serta
mengurangi atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang
diberikan kepada penderita tergantung dari jenis bakteri yang
ditemukan. Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh
dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain
Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis
yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan
Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol
atau Ceftriaxone. Terapi lainnya adalah yang mengarah kepada gejala
yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock
dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.Ensefalitis adalah suatu
peradangan pada otak, yang biasanya disebabkan oleh virus dan
dikenal sebagai ensefalitis virus. Penyakit ini terjadi pada 0.5
dari 100.000 penduduk, umumnya pada anak-anak usia 2 bulan sampai 2
tahun, orang tua, dan individu yang mengalami gangguan sistem
imun.
Ensefalitis bisa disebabkan berbagai macam mikroorganisme,
seperti virus, bakteri, jamur, cacing, protozoa, dan sebagainya.
Yang terpenting dan tersering adalah virus: virus herpes simpleks,
arbovirus, dan enterovirus. Beberapa virus yang berbeda bisa
menginfeksi otak dan medula spinalis, termasuk virus penyebab
herpes dan gondongan (mumps).
Status Pasien
I. Identitas Pasien
Nama
: Tn. PP Usia
: 22 tahun 11 bulan Tempat/Tanggal Lahir: 03/07/1990 Jenis
Kelamin
: Laki laki Alamat
: Jalan Pasir Pajetan Timur Pasar Minggu Jakarta Selatan
Pendidikan terakhir: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Pekerjaan
: Pegawai Swasta Status
: Kawin Agama
: Islam Tanggal Masuk RS: 11/6/13 (sjam:2300)
II. Status Perjalanan Penyakit (Alloanamnesis)
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dihantar keluarga dengan keluhan utama mengalami
penurunan kesadaran 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
pasien mengeluh sakit kepala sejak 1 bulan yang lalu dengan
intensitas nyeri yang tidak berubah. Nyeri kepala dirasakan
menjalar ke tengkuk dan punggung. Pasien juga mengalami mual dan
muntah sebanyak 4 kali dengan isi cairan dan makanan sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Riwayat kejang, trauma kepala, infeksi
telinga dan hidung tersumbat disangkal oleh keluarga pasien.
Sebelumnya didapatkan batuk-batuk yang lama pada pasien. Namun
pasien tidak pernah berobat untuk keluhan batuknya. Riwayat
Penyakit Dahulu
Riwayat Meningitis pada bulan Mei Riwayat batuk lama (+)
Riwayat trauma/kecelakaan (-) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat keluarga yang mengidap penyakit seperti pasien
Riwayat keganasan (-) Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan merokok, konsumsi alcohol dan penggunaan obat obatan
terlarang disangkalIII. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Kesadaran
: Apatis
Tekanan Darah: 130/60 mmHg
Frekuensi Nadi: 112x/menit
Frekuensi Napas: 20x/menit
Suhu
: 39,5oC
Status Generalis
Kepala
: Normosefali
Mata
: Conjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterikMulut
: candidiasis oral (+)Leher
: Kelenjar getah bening tidak membesar
Thorak
Cor : Inspeksi: Tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di medial garis midclavikularis
sinistra
Perkusi: Batas kanan: ICS III-IV linea parasternalis dextra
: Batas kiri: ICS V 1cm medial dari garis midklavikularis
sinistra
Auskultasi: S1,S2 reguler, murmur (-). Gallop (-)
Pulmo: Inspeksi: Dada kiri dan kanan simetris saat bernapas
Palpasi: Vocal fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi: Suara Napas Vesikuler Wh (-/-), Rh (-/-)
Abdomen
Inspeksi: Buncit normal, scar (-),
Auskultasi: Peristaltik usus (+) normal
Palpasi
: supel, distensi (-), nyeri tekan (-)
\Perkusi: timpani seluruh abdomen
Ekstremitas: deformitas (-), edema (-)
Status Neurologis
Glaucoma Scale (GCS) : E3, M5, V4 Tanda Rangsang meningeal
Kaku kuduk
: (+)Brudzinski I
: (+)Brudzinski II
: (+/-)Laseque
: kanan >70o : kiri 135 o : kiri < 135 o Kepala
Bentuk
: Normosefali, deformitas (-)Mata
: Pupil bulat isokor 3mm/3mm
: Refleks cahaya langsung (+/+)
: Refleks cahaya tidak langsung (+/+)
Nervus Kranialis
N.I (Olfaktorius): Tidak valid dinilai
N. II Opticus
:
Acies
: kesan baik
Visus campus: kesan baik
Lihat warna: kesan baik
Funduskopi: tidak dilakukan
N. III Oculomotor, N.IV Trochlearis, N.VI Abducens :
Kedudukan bola mata
: ortoposisi +/+
Pergerakan bola mata: (+) ke semua arah, hambatan (-),
nistagmus(+) penglihatan ganda (-)
Exofthalmus
: -/-
Pupil
: Bentuk isokor, diameter 3mm/3mm
Refleks cahaya langusng
: +/+
Refleks cahaya tidak langsung: +/+
Refleks akomodasi
: +
Releks konvergensi
: +
N. V Trigeminus
Cabang motorik
: baik
Cabang sensorik
Ophtalmikus
: baik
Maksilaris
: baik
Mandibularis
: baik
N. VII Facialis
: Parese Nerve VII sinistra tipe sentral
N. VIII Vestibulotrochlearis
Vestibular
: vertigo (-)
: Nistagmus (+)
Koklearis
Tuli konduktif
: Kesan baik
Tuli perseptif
: Kesan baik
N. IX glossophraygeus, N.X Vagus:
Motorik
: arcus faring simetris, uvula di tengah
Sensorik
: kesan baik
N. XI Accecorius
Mengangkat bahu: kesan baik
Menoleh
: kesan baik
N. XII hipoglosus
: kesan baik
Gerakan involunter
Tremor : -/-
Chorea
: -/-
Atetose: -/-
Miokloni: -/-
Tics
: -/-
Trofik : eutrofik/eutrofik
Tonus: normotonus/normotonus
Sistem motoric
: hemiparese sinistra Sistem Sensorik
Propioseptif
: kesan baik
Eksteroseptif
: kesan baik
Ataxia
: (+)
Tes Romberg
: Tidak dilakukan
Disdiadokokinesia
: (-)
Jari-jari
: (-)
Jari- hidung
: (-)
Rebound Phenomenon: (-)
Hipotoni
: (-)
Fungsi Luhur
Astereognosia
: (-)
Apraxia
: (+)
Aphasia
: (-)
Fungsi otonom
: on DC
Refleks fisiologis
Kornea
: (+/+)
Biceps
: (+2/+2)
Triceps
: (+2/+2)
Radius
: (+2/+2)
Dinding perut
: (+/+)
Otot perut
: (+/+)
Patella
: (+2/+2)
Tumit
: (+2/+2)
Refleks patologis
Hoffman Tromer
: -/-
Babinsky
: -/+
Chaddok
: -/-
Gordon
: -/-
Schaefer
: -/+
Klonus otot
: -/-
Klonus tumit
: -/-
Keadaan psikis
Intelegansia
: (-)
Tanda regresi
: (-)
Demensia
: (-)IV. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Hb
: 14.0 g/dl (11.7-15.5)
Ht
: 45 %
(33-45)
Lekosit
: 24.7 ribu/ul (5.0-10.0)
Trombosit
: 505 ribu/ul(150-440)
Eritrosit
:5.30 juta/ul (3.80-5.90)
Fungsi hati
SGOT
: 12 U/I(0-34)
SGPT
: 22 U/I(0-40)
Fungsi ginjal
Ureum darah: 36 mg/dl(20-40)
Kreatinin darah: 1.1 mg/dl(0.6-1.5)
Glukosa darah sewaktu : 215 mg/dl(70-140)
Analisa Gas DarahpH
: 7.464
( 7.370 7.440)
pCO2
: 25.0 mmHg( 35.0 45.0)
pO2
: 141.8 mmHg ( 83.0 108.0)
BP
: 751.0 mmHg
HCO3
: 17.5 mmol/L( 21.0 28.0)
O2 saturasi: 99.0 %( 95.0 99.0)
BE (base excess): -4.3 mmol/L ( -2.5 2.5)
Elektrolit darah
Natrium (darah): 145 mmol/l(135-147)
Kalium (darah): 3.11 mmol/l(3.10-5.10)
Klorida (darah): 112 mmol/l (95-108)Urin LengkapEpitel
: positive
Lekosit
: 1-2/LPB
(0-5)
Eritrosit
: 1-3/LPB
(0-2)Silinder
: negative/LPK(Negative)
Kristal
: negative
(negative)
Bakteri
: negative
(negative)
Lain-lain
: negative
(negative)
V. Pemeriksaan Radiologi
Foto thoraks AP
Kesan : Cord dan pulmo dalam batas normal
Ct Scan kepala tanpa kontras
Kesan:
Meningoensefalitis ec causa multipel absesVI. Pemeriksaan
Penunjang Lain
Ekg
Kesan : normal
VII. Resume
Pasien datang dengan keluhan utama mengalami gangguan kesadaran.
Pasien tampak gelisah, mengeluh sakit kepala menjalar ke punggung,
mual, muntah dan panas tinggi. Terdapat riwayat
meningitis.Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
apatis, febris, takikardia, kaku kuduk, parese NVII sentral
sinistra, hemiparese sinistra, ataxia dan refleks patologis
barbinski dan schaeferPada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis, trombositosis, gula darah sewaktu meningkat,
alkalosis metabolic dan CD4 rendah. Ct scan kepala tanpa kontras
dengan kesan multiple abses cerebri VIII. Diagnosis Kerja
MeningoensefalitisIX. Penatalaksaan
Non-Medika Mentosa
1. Bed rest2. Posisi kepala ditinggikan 30 derajat3. O2
3L/menit
Medika Mentosa1. Nacl 0.9% 500cc/12jam
2. Dexamethasone 4x5mg3. Manitol 50mg dalam 250cc Nacl 0.9%
loading dalam 30 menit (jika MABP meningkat)
4. Pyrimethamine 50mg / hari + sulfadiazine 1000mg/ hari +
folinic acid 10mg P.O (minimal 6 minggu)5. Citicholin 2 x 500mg6.
Sohobion ( B1 100mg, B6 100mg, B12 5000mcg) 1x5000 iv
7. Ranitidine 2 x 1 amp iv
8. Paracetamol 3 x 500mg
9. Farmadol 100ml loading 15 menit X. Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan cairan serebrospinal Biopsy otak XI. Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonamAd Fungtionam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonamBAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MENINGITIS
2.1.1. Definisi
Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada
selaput otak (meningens) yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan
duramater yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau
protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
2.1.2. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan
parasit.
1.Meningitis bakterial :
a.Bakteri non spesifik : meningokokus, H. influenzae, S.
pneumoniae, Stafilokokus, Streptokokus, E. coli, S.
typhosa.b.Bakteri spesifik : M. tuberkulosa.
2. Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I
(HSV-I), Virus Varisela-zoster (VVZ).
3.Meningitis karena jamur.4.Meningitis karena parasit, seperti
toksoplasma, amoeba.2.1.3. Klasifikasi
Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak
sebagai berikut :
1.Meningitis purulenta
Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan
medulla spinalis. Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan
secara hematogen dari sumber infeksi (tonsilitis, pneumonia,
endokarditis, dll.)
2.Meningitis serosa Radang selaput otak araknoid dan piameter
yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti lues, virus,
Toxoplasma gondhii, Ricketsia.2.1.4. Patogenesis
a. Meningitis bakteri
Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi serius pada
anak-anak. Infeksi ini berhubungan dengan komplikasi dan risiko
kematian.
Etiologi dari meningitis bakterial pada neonatus yaitu pada
periode 0 28 hari. Bakteri menyebabkan meningitis pada neonatus
apabila terpapar dengan flora pada gastrointestinal dan
genitourinarius ibu. Contohnya: streptococcus, E. coli, klebsiella.
E.coli merupakan penyebab kedua tersering pada meningitis
neonatus.
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen
yang masuk melalui celah subarachnoid. Mikroorganisme masuk ke
cerebral nervous system melalui 2 jalur potensial. Bakteri masuk
kedalam kavitas intrakranial melalui sirkulasi darah atau berasal
dari infeksi primer pada nasofaring, sinus, telinga tengah, sistem
kardiopulmonal, trauma atau kelainan kongenital daripada tulang
tengkorak. Frekuensi terbanyak berasal dari sinusitis. Organisme
juga dapat menginvasi meningens dari telinga tengah. Meningitis
yang diikuti terjadinya otitis media merupakan proses bakteriemia,
walaupun bukan kongenital atau adanya posttraumatic fistula pada
tulang temporal yang mensuplai akses ke CSS.
b. Meningitis Virus
Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui
saluran pencernaan disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa
disebabkan oleh campak, rubella, virus varisela-zoster (VVZ), Virus
herpes simpleks (VHS), atau dengan penyebaran hematogen melalui
gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus melakukan
multiplikasi dalam aliran darah yang disebut fase ekstraneural,
pada keadaan ini febris sistemik sering terjadi. Propagasi virus
sekunder terjadi jika menyebar dan multiplikasi dalam organ-organ.
VHS mencapai otak dengan penyebaran langsung melalui akson-akson
neuron.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan
perusakan jaringan saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2)
Reaksi hospes terhadap antigen virus secara langsung, sedangkan
respons jaringan hospes mengakibatkan demielinasi dan penghancuran
vascular serta perivaskuler.
Pada pemotongan jaringan otak biasanya dapat ditemukan kongesti
meningeal dan infiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel
plasma perivaskuler, beberapa nekrosis jaringan perivaskuler dengan
penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai stadium termasuk
pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan.
Tingkat demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan
akson, terutama dianggap menggambarkan ensefalitis pascainfeksi
atau alergi.2.1.5. Manifestasi Klinis
1.Gejala-gejala yang terkait dengan tanda-tanda non spesifik
disertai dengan infeksi sistemik atau bakteremia meliputi, demam,
anoreksia, ISPA, mialgia, arthralgia, takikardia, hipotensi dan
tanda-tanda kulit seperti; ptechie, purpura, atau ruam macular
eritematosa. Mulainya tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua
pola dominan yaitu :
- Akut / timbul mendadak berupa ; manifestasi syok progresif,
DIC, penurunan kesadaran cepat, sering menunjukkan sepsis akibat
meningokokus dan pada akhirnya menimbulkan kematian dalam 24
jam.
- Sub akut berupa ; timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA
atau gangguan GIT yang disebabkan oleh H.influenza dan
Streptokokus. 2.Tanda-tanda peningkatan TIK dikesankan oleh adanya
muntah, nyeri kepala dapat menjalar ke tengkuk dan punggung,
moaning cry, kejang umum, fokal, twitching, UUB menonjol, paresis,
paralisis saraf N.III (okulomotorius) dan N.VI (abdusens),
strabismus, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan
hiperventilasi, sikap dekortikasi atau deserebrasi, stopor, koma.
Selain tersebut diatas, hal lain yang juga meningkatkkan TIK
dikarenakan :
Peningkatan protein pada CSS :
Karena adanya peningkatan permeabilitas pada sawar otak (Blood
Brain Barier) dan masuknya cairan yang mengandung albumin ke
subdural.
Penurunan kadar glukosa dalam LCS :
Karena adanya gangguan transpor glukosa yang disebabkan adanya
peradangan pada selaput otak dan pemakaian gula oleh jaringan
otak
Peningkatan metabolisme yang menyebabkan terjadinya asidosis
laktat.
3.Tanda Rangsang Meningeal seperti :
Kaku kuduk
Brudzinsky 1 & 2
Kernig sign
Sakit pada leher dan punggung
Posisi hiperekstensi pada leher & punggung
Kelainan N.II, III, VI, VII, VIII
2.1.6. Diagnosa
Diagnosa meningitis tergantung dari organisme penyebab yang
terisolasi dari darah, CSS, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun
terutama berdasar pada pemeriksaan kultur dari cairan
serebrospinal. Lumbal punksi dilakukan pada setiap anak dengan
kecurigaan terjadinya sepsis.
Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3.
Kekeruhan CSS terlihat leukosit pada CSS melampaui 200 400/mm3.
Normal pada neonatus hanya 30 leukosit/mm3. Sedangkan pada
anak-anak < 5 leukosit/mm.
Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah
sel, protein dan glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat
ditemukan cairan jernih dengan beberapa sel mengandung banyak
bakteri, yaitu sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa meningitis.
Jumlah sel dalam CSS > 60/l dan yang terbanyak adalah sel
neutrofil. Konsentrasi protein yang meningkat dan penurunan glukosa
juga dapat ditemukan. Kadar protein normal pada neonatus dapat
mencapai 150 mg/dl, terutama pada bayi prematur. Pada meningitis
kadar proteinnya dapat mencapai beberapa ratus sampai beberapa ribu
mg/dl. Kadar glukosanya kurang dari 40 mg/dl dan 50% lebih rendah
dari glukosa darah yang waktu pengambilan darahnya bersamaan dengan
pengambilan likuor.
Skema Meningitis
BakteriVirusTBC
WarnaKeruhJernihJernih
Sel( PMN( Limfosit( Limfosit
Protein(( Ringan( Tinggi
Glukosa(Normal(
Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat
menduga penyebab meningitis serta diagnosis meningitis dapat segera
ditegakkan. Biakan dari bagian tubuh lainnya seperti aspirasi
cairan selulitis atau abses, usapan dari kotoran mata yang purulen,
sekret di umbilikus, dan luka sebaiknya dilakukan pula, mengingat
mikroorganisme pada bahan tersebut mungkin sesuai dengan penyebab
meningitis. Pada bayi usia 1 bulan jumlah leukosit berkisar antara
0-5 sel/mL, banyak kasus pada neonatus ditemukan peningkatan jumlah
leukosit dengan polymorphonuclear (PMN) leukosit lebih dominan.
Kultur darah pada meningitis bakterial mempunyai nilai positif pada
85% kasus neonatus.
Pemeriksaan radiologis yaitu foto dada, foto kepala, bila
mungkin CT scan.
2.1.7. Penatalaksanaan
Meningitis bakterial :
a.Meningitis pada bayi dan anak dengan sistem imun yang baik,
untuk : S.pneumonia, M.meningitidis dan H.influenza
Cephalosporin generasi III: Cefotaksim 200mg/kgBB/24jam dibagi 4
dosis atau
Ceftriakson 100mg/kgBB/24jam dosis tunggal atau
Ceftriakson 50mg/kgBB/12 jam
Kombinasi dengan Vankomycin 60mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.
Lama terapi antibiotik
S.pneumonia sensitif penisilin: dengan cephalosporin generasi
III atau penicillin IV dosis 300.000 U/kg/24jam dalam 4-6 dosis
selama 10-14 hari,
Jika resisten: Vankomycin
N.meningitidis: Penicillin IV u/ 5-7 hari
H.influenza type B tanpa komplikasi:7-10 hari
Meningitis tuberkulosa :
OAT PO atau parenteral
Multi drug treatment dengan OAT (INH, Rifampisin,
Pirazinamid)
Bila berat dapat + Etambutol/ Streptomycin
Pengobatan minimal 9 bulan
OAT
INH
Bakteriosid & bakteriostatik
Dosis 10-20mg/kgBB/hari max. 300mg/hari PO
Komplikasi : Neuropati perifer, dpt dicegah dg Piridoksin
25-50mg/hari
INH + Rifampisin : Hepatotoksik
Rifampisin
Bakteriostatik
Dosis 10-20mg/kgBB/hari PO AC
Menyebabkan urin merah
Efek samping : Hepatitis, kelainan GIT, trombositopenia
Pirazinamid
Bakteriostatik
Dosis 20-40mg/kgBB/hari PO atau
50-70 mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2-3 dosis PO selama 2
bulan
Etambutol
Bakteriostatik
Dosis 15-25mg/kgBB/hari PO atau
50mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2 dosis PO
Efek samping : Neuritis optika, atrofi optik
Rehabilitasi: Fisioterapi & penanganan lanjut bila ada
komplikasi
Diet : Tinggi Kalori Tinggi Protein
Konsultasi dokter spesialis saraf
Konsultasi bedah saraf (bila ada hidrosefalus)
Meningitis Virus
Istirahat dan pengobatan simptomatis. Likuor serebrospinalis
yang dikeluarkan untuk keperluan diagnosis dapat mengurangi gejala
nyeri kepala.Pengobatan simptomatis
Menghentikan kejang :
o Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis
rektal suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan :
o Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
o Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis
Menurunkan panas :
o Antipiretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen
5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari
o Kompres air hangat/biasaPengobatan suportif
Cairan intravena
Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara
30-50%.2.2. ENSEFALITIS VIRUS
2.2.1. Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang proses
peradangannya jarang terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir
selalu mengenai selaput otak, maka dari itu lebih tepat bila
disebut meningoensefalitis. Manifestasi utama meningoensefalitis
virus terdiri dari konvulsi, gangguan kesadaran (acute organic
brain syndrome), hemiparesis, paralisis bulbaris
(meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar dan nyeri
serta kaku kuduk.
Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari bentuk yang paling
ringan sampai dengan yang parah sekali seperti koma dan kematian.
Ensefalitis dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur,
riketsia dan virus, tetapi yang terutama virus dan bakteri. 2.2.2.
Etiologi
Ensefalitis virus di bagi dalam 3 kelompok :
1)Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus
kelompok herpes simpleks, virus influenza, ECHO, Coxsackie dan
virus arbo
2)Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya
3)Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul
sebagai komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal, seperti
rubeola, varisela, herpes zoster, parotitis epidemika,
mononukleosis infeksiosa dan vaksinasi.
2.2.3. Manifestasi Klinis
Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan
otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena
itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai
meningo-ensefalitis. Manifestasi utama meningo-ensefalitis adalah
konvulsi, gangguan kesadaran (acute organic brain syndrome),
hemiparesis, paralisis bulbaris (meningo-encephalomyelitis),
gejala-gejala serebelar, nyeri, dan kaku kuduk.1. Infeksi
ringan:
- demam
- nyeri kepala
- nafsu makan yang memburuk
- lemah
2. Infeksi berat:
- demam tinggi
- nyeri kepala yang berat
- mual dan muntah
- kekakuan leher
- disorientasi dan halusinasi
- gangguan kepribadian
- kejang
- gangguan berbicara dan mendengar
- lupa ingatan
- penurunan kesadaran sampai koma
3. Tanda-tanda yang bisa dilihat adalah:
- muntah
- ubun-ubun mencembung
- menangis yang tidak berhenti
Secara umum, gejala ensefalitis dibagi menjadi tiga (trias):
- tanda infeksi, baik akut maupun subakut: panas
- kejang-kejang
- kesadaran menurun2.2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, titer
antibodi terhadap virus, pemeriksaan cairan otak: limfosit, monosit
meningkat, kadar protein meninggi ringan, kadar glukosa normal,
kultur virus bila mungkin, EEG dan CT-Scan bila mungkin. Pada
ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes simpleks tipe I, gambaran
EEG khas berupa aktivitas gelombang tajam periodik di temporal
dengan latar belakang fokal/difus.2.2.5. PenatalaksanaanPengobatan
simtomatik diberikan untuk menurunkan demam dan mencegah kejang.
Kortison diberikan untuk mengurangi edema otak. Pengobatan
antivirus diberikan pada ensefaltis virus yang disebabkan herpes
simpleks atau varisela zoster yaitu dengan memberikan asiklovir 10
mg/kgBB intravena, 3 kali sehari selama 10 hari, atau 200 mg tiap 4
jam per oral. Bila kadar hemoglobin (Hb) turun hingga 9 d/dl,
turunkan dosis hingga 200 mg tiap 8 jam. Bila Hb kurang dari 7
g/dl, hentikan pengobatan dan baru diberikan lagi setelah Hb normal
kembali dengan dosis 200 mg per 8 jam.2.3. ENSEFALITIS SUPURATIF
AKUT
2.3.1. Etiologi
Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus,
streptokok, E. coli, M. tuberculosa dan T. pallidum. Tiga bakteri
yang pertama merupakan penyebab ensefalitis bakterial akut yang
menimbulkan pernanahan pada korteks serebri sehingga terbentuk
abses serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut
ensefalitis supuratif akut.
2.3.2. Patogenesis
Pada ensefalitis supuratif akut, peradangan dapat berasal dari
radang, abses di dalam paru, bronkiektasis, empiema, osteomielitis
tengkorak, fraktur terbuka, trauma tembus otak atau penjalaran
langsung ke dalam otak dari otitis media, mastoiditis,
sinusitis.
Akibat proses ensefalitis supuratif akut ini akan terbentuk
abses serebri yang biasanya terjadi di substansia alba karena
perdarahan di sini kurang intensif dibandingkan dengan substansia
grisea. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang
adalah edema dan kongesti yang disusul dengan pelunakan dan
pembentukan nanah. Fibroblas sekitar pembuluh darah bereaksi dengan
proliferasi. Astroglia ikut juga dan membentuk kapsul. Bila kapsul
pecah, nanah masuk ke ventrikel dan menimbulkan kematian.
2.3.3. Manifestasi Klinis
Secara umum, gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun. Pada ensefalitis supuratif
akut yang berkembang menjadi abses serebri , akan timbul
gejala-gejala sesuai dengan proses patologik yang terjadi di otak.
Gejala-gejala tersebut ialah gejala-gejala infeksi umum,
tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala
yang kronik progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda
defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.
2.3.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ensefalitis
supuratif akut adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan pada
kasus-kasus infeksi lainnya. Di samping itu dapat juga dilakukan
pemeriksaan elektroensefalogram (EEG), foto Rontgen kepala, bila
mungkin CT-Scan otak, atau arteriografi. Pungsi lumbal tidak
dilakukan bila terdapat edema papil. Bila dilakukan pemeriksaan
cairan serebrospinal maka dapat diperoleh hasil berupa peningkatan
tekanan intrakranial, pleiositosis polinuklearis, jumlah protein
yang lebih besar daripada normal, dan kadar klorida dan glukosa
dalam batas-batas normal.
2.3.5. Diagnosis Banding
Pada kasus ensefalitis supuratif akut diagnosis bandingnya
adalah neoplasma, hematoma subdural kronik, tuberkuloma, hematoma
intraserebri.
2.3.6. Penatalaksanaan
Pada ensefalitis supuratif akut diberikan ampisilin 4 x 3-4 g
dan kloramfenikol 4 x 1 g per 24 jam intravena, selama 10 hari.
Steroid dapat diberikan untuk mengurangi edema otak. Bila abses
tunggal dan dapat dicapai dengan cara operasi sebaiknya dibuka dan
dibersihkan tetapi bila multiple, yang dioperasi ialah yang
terbesar dan mudah dicapai.2.3.7. Prognosis
Prognosis ensefalitis supuratif akut buruk karena angka kematian
mencapai 50%.2.4. ENSEFALITIS SIFILIS2.4.1. Patogenesis
Pada sifilis, yang disebabkan kuman Treponema pallidum, infeksi
terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual.
Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di
sistem limfatik. Melalui kelenjar limfe, kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu
hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan
tersebar di seluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan
saraf pusat.
2.4.2. Manifestasi Klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu
gejala-gejala neurologis dan gejala-gejala mental. Gejala-gejala
neurologis itu diantaranya adalah kejang-kejang yang dating dalam
serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin
menurun, sering dijumpai pupil Argyl-Robertson. Nervus optikus
dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguan-gangguan
motorik yang profresif.
Gejala-gejala mental yang dijumpai ialah timbulnya proses
demensia yang progresif. Intelegensia mundur perlahan-lahan yang
pada awalnya tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi
mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu, pasien
kemudian tak acuh terhadap pakaian dan penampilannya, tak acuh
terhadap uang. Pada sebagian timbul waham-waham kebesaran, sebagian
menjadi depresif, lainnya maniakal.
2.4.3. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus-kasus ensefalitis sifilis, perlu dilakukan
pemeriksaan tes serologik darah (VDRL, TPHA) dan cairan otak.
Cairan otak menunjukkan limfositosis, kadar protein meningkat, IgG,
IgM meninggi, tes serologis positif. Scan otak dapat dilakukan bila
dicurigai ada komplikasi hidrosefalus.2.4.4. Penatalaksanaan
Terapi dengan medikamentosa yaitu:
1.Penisilin parenteral dosis tinggi
Penisilin G dalam air:
12 24 juta unit/hari intravena dibagi 6 dosis selama 14 hari,
atau
Penisilin prokain G:
2,4 juta unit/hari intramuskular + Probenesid 4 x 500 mg oral
selama 14 hari
Dapat ditambahkan Benzatin penisilin G: 2,4 juta unit,
intramuscklar, selama 3 minggu
2.Bila alergi penisilin:
Tetrasiklin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau
Eritromisin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau
Kloramfenikol: 4 x 1 gram intravena selama 6 minggu, atau
Seftriakson: 2 gram intravena/ intra muskular selama 14 hariBAB
III
KESIMPULAN
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang
dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah
radang jaringan otak.Diagnosis meningoensefalitis pada pasien dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta
penunjang yang dilakukan pada pasien. Pada pasien didapatkan
keluhan demam yang berlangsung selama 5 hari, merupakan salah satu
keluhan atau gejala pada meningitis, selain demam juga didapatkan
adanya keluhan mual tapi tidak sampai muntah ini menunjukkan adanya
peningkatan tekanan intrakranial pada pasien: Agen penyebab reaksi
local pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler
kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume
cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak
adekuat pe TIK
Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi
sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada
kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor. Kaku kuduk
pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi
pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh
adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu
Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga
akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas. Sedangan pada
pemeriksaan Kernig sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan
bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis
bagian bawah.
Hasil pemeriksaan dan laboratorium yang menunjukkan adanya
leukositosis menunjang terjadinya demam pada pasien, hasil
pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya infeksi pada meningen
yang belum mencapai medulla spinalis, oleh karena itu gejala yang
didapat pada pasien ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang maka sesuai dengan diagnosis meningitis. untuk mengetahui
penyebab pastinya dibutuhkan adanya kultur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gilroy, John Basic Neurology, Mc Graw Hill. USA, 1997
Hauser,Stephen,L (ed). Harrisons , Neurology in Clinical Medicine .
Mc Graw Hill, Philadelphia, 2005
2. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga.
Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2000. Hal 11-
16
3. Mark Mumenthaler, Neurologi jilid 1, Bern, Swiss, 1989. hlm.
66 74. Prof DR Mahar Mardjono, Prof DR Priguna Sidharta .
Neurologis Klinis Dasar Cetakan ke 15 : 2012
5. Prof DR. Dr .S.M Lumbantobing . Neurologi Klinik pemeriksaan
fisik dan mental : cetakan ke 15 . 20126. Taslim S. Soetamenggolo,
Sofyan Ismael, Buku Ajar Neurologi Anak, Jakarta, IDAI, 1999, hlm.
373 84
7.
http://www.bergerlagnese.com/library/the-facts-about-meningitis.cfm
8.
http://emedicine.medscape.com/article/1167298-overview#aw2aab6b8.CNS
toxoplasmosis in HIV. 20139.
http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/health_professionals/.
Toxoplasmosis infection and treatment. 2013
3