Page 1
SEPSIS DAN SYOK SEPTIK
Definisi
Systemic inflammatory response syndrome adalah pasien yang memiliki dua
atau lebih dari kriteria berikut:
Suhu > 38°C atau < 36°C
Denyut jantung >90 denyut/menit
Respirasi >20/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau >10% sel imatur
Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun SIRS,
sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus
terdapat bakteriemia. Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi
yang menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu
metabolisme sel/jaringan. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan
tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg)
disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat
atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.1
Terdapat beberapa kriteria diagnostik baru untuk sepsis, diantaranya
memasukkan pertanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-reactive
protein, sebagai langkah awal dalam diagnosis sepsis.2
Etiologi
Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan penting
terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar
dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat langsung
mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan gejala
septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi
yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat
juga menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang
1
Page 2
merupakan komponen dinding sel dari semua kuman, dapat menyebabkan agregasi
trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung.2
Patofisiologi Syok Septik
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses
inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil,
komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan
proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi.
Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses
inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif,
kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat seluler pada berbagai organ.
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang
menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan
syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi
penurunan curah jantung.
Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang
dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF
merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan
perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang
diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi,
malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek
samping dari terapi yang diberikan.1
Penatalaksanaan Sepsis
Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan
pengalaman dalam mencari dan menentukan sumber infeksi, menduga patogen yang
menjadi penyebab (berdasarkan pengalaman klinis dan pola kuman di RS setempat),
sebagai panduan dalam memberikan terapi antimikroba empirik.
2
Page 3
Penatalaksanaan yang baik dapat mengurangi mortalitas akibat sepsis berat & syok
sepsis.
1. Resusitasi
Resusitasi harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis sepsis tegak. Hal ini
dimaksudkan untuk stabilisasi keadaan pasien yang mengancam jiwa.
2. Antibiotik
Antibiotik merupakan terapi utrama pada penderita sepsis. Terapi antibiotik intravena
harus segera diberikan dalam satu jam pertama sejak diagnosis tegak. Pemilihan
antibiotik secara empiris yang tepat telah terbukti bermakna menurunkan mortalitas
pada pasien sepsis. Antibiotik empiris harus yang berspektrum luas dan poten
terhadap kuman dugaan penyebab sepsis. Pemberian antibiotik harus disesuikan
setelah hasil kultur dan kepekaan keluar, serta mempertimbangkan perbaikan klinis.
3. Obat vasopressor-sympathomimetic amine
Pada keadaan tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan saja maka perlu diberi
obatr vasopressor, golongan sympathomimetic amine. Norepinefrin merupakan
vasopressor pilihan utama untuk syok sepsis.4,5
SINDROM GERIATRI
Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan kecacatan.
Penatalaksanaan pasien dilakukan berdasarkan prinsip pengobatan pada geriatri.
Sindrom geriatri adalah suatu kondisi klinis, bukan penyakit. Sindrom geriatri
merupakan gabungan antara penurunan fisiologik dan berbagai proses patologik.
Ilmu geriatri ini baru dikatakan berkembang dengan nyata pada tahun 1935 di
Inggris oleh seorang dokter wanita, Marjorie Warren dari West-Middlesex Hospital
yang dianggap sebagai pelopornya.7
Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan angka
3
Page 4
morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua yang lemah.
Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom geriatrik mungkin
memiliki kesamaan patofisiologi meskipun presentasi yang berbeda, dan memerlukan
intervensi dan strategi yang fokus terhadap faktor etiologi.6
Pada tahun 2000 jumlah orang lanjut usia sebesar 7,28% dan pada tahun 2020
diperkirakan mencapai 11,34%. Dari data USA-Bureau of the Census, bahkan
Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga geriatri terbesar di
seluruh dunia, antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414%.7
Menurut Kane RL (2008), sindrom geriatri memiliki beberapa karakteristik,
yaitu: usia> 60 tahun, multipatologi, tampilan klinis tidak khas, polifarmasi, fungsi
organ menurun, gangguan status fungsional, dan gangguan nutrisi.
Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering
dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut Solomon dkk:
The “13 i” yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan
jatuh), Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan delirium),
Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi),
Immuno-deficiency (penurunan imunitas), Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi),
Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan
iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman).8
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan kematian
no.2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa hal
antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak, menurunnya daya
tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usila sehingga
sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada
semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur badan,
dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi
sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 36B C lebih
sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa
konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan
4
Page 5
menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia
lanjut.9
Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh
usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan
sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan
oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis, obat
diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang
dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek
samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat
yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap,
jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama,
kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan,
obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hati-hati mengguakan
obat baru.8
Pasien telah diberikan penatalaksanaan berupa pemberian terapi
medikamentosa yang sesuai dengan keadaan geriatri, pemberian nutrisi dan cairan
yang cukup serta latihan yang cukup untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan sindrom geriatri.
BRONKOPNEUMONIA 10,11
Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
Etiologi
5
Page 6
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif,
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir
ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif.
Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian
kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada
keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga
6
Page 7
aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum
bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya
masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat
disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi
pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.
Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a.Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a.Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang
tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan
7
Page 8
b.Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial
Diagnosis
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-
kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi
ronki basah kasar pada stadium resolusi.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta
gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
8
Page 9
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
Pengobatan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik
pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat
sebagai berikut :
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
9
Page 10
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin genereasi 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
10
Page 11
• Efusi pleura.
• Empiema.
• Abses Paru.
• Pneumotoraks.
• Gagal napas.
• Sepsis
ILUSTRASI KASUS
Telah dirawat seorang pasien perempuan berumur 80 tahun di bangsal
Penyakit Dalam sejak tanggal 14 Februari 2015 jam 20.00 WIB dengan :
Keluhan Utama: Penurunan kesadaran sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang : (alloanamnesa)
11
Page 12
Penurunan kesadaran sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
pasien masih bisa di ajak komunikasi lama kelamaan pasien lebih banyak
tidur dan sulit untuk di ajak komunikasi.
Sesak nafas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas
sudah dirasakan sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas tidak
berhubungan dengan aktivitas, cuaca dan makanan. Terbangun tengah malam
karena sesak tidak ada. Sesak nafas seperti bunyi menciut tidak ada.
Nafsu makan menurun sejak 1 bulan yang lalu. Pasien hanya menghabiskan
sepertiga porsi makan, kira-kira 5 sendok makan dengan makan 3 kali sehari.
Penurunan berat badan sejak 1 bulan yang lalu. Keluarga tidak mengetahui
berapa jumlah penurunan berat badan.
Badan lemah, letih dan lesu sejak 1 bulan yang lalu.
Luka lecet pada punggung sejak 1 minggu yang lalu. Luka baru disadari
keluarga pasien saat mau memandikan pasien. Kulit punggung tampak
kemerahan, tidak berdarah, tidak bernanah.
Batuk sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak namun dahak
susah untuk dikeluarkan. Batuk darah tidak ada.
Demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi, terus
menerus, tidak menggigil, tidak berkeringat banyak.
Mual dan muntah tidak ada.
Riwayat jatuh tidak ada.
Buang air kecil biasa.
Buang air besar biasa.
Sejak 1 bulan ini pasien lebih banyak berbaring di tempat tidur.
Pasien sebelumnya telah dirawat di RSUD Lubuk Basung selama 4 hari
karena penurunan kesadaran kemudian dirujuk ke RS. M.Djamil untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi tidak ada.
12
Page 13
Riwayat DM tidak ada.
Riwayat stroke tidak ada.
Riwayat batuk lama tidak ada.
Riwayat minum obat TBC tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kebiasaan
Pasien janda, tidak mempunyai anak, tidak bekerja dan biaya hidup dari
keponakannya sekitar ± Rp. 1 juta/ bulan. Pasien tinggal dirumah dengan
seorang cucu ( anak dari keponakannya ) yang berusia 28 tahun. Pekerjaannya
wiraswasta dan kebiasaan cucu jarang di rumah. Keponakannya berkunjung
sekali dalam 3 bulan.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Apati
Tekanan darah : 60/40 mmHg
Nadi : 110x/ menit, reguler, pengisian kurang
Nafas : 36x/menit
Suhu : 39 °C
Keadaan umum : buruk
Keadaan gizi : kurang
Berat badan : 35 Kg
Tinggi badan : 150 cm
BMI : 15,55 (underweight)
Edema : (-)
Ikterus : (-)
Anemis : (-)
13
Page 14
Sianosis : (+)
Indeks ADL Barthel (BAI) sedang sakit : 0 Kesan : Kertergantungan total
MMSE: tidak bisa dilakukan
GDS : tidak bisa dilakukan
MNA : tidak bisa dinilai
Kulit : ptekie (-), turgor kulit menurun
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : normocephal, tidak ada benjolan
Rambut : beruban, mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : aurikula normal, meatus externa tidak hiperemis
Hidung : deviasi septum tidak ada
Tenggorokan : faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : karies (+), kandidiasis oral (-)
Leher : JVP 5 - 2 cmH2O, kelenjar tiroid tak teraba
Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, statis dan dinamis
Palpasi : fremitus sulit dinilai
Perkusi : sonor, batas pekak hepar sukar dinilai.
Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi (+/+) basah halus nyaring di
kedua lapang paru, wheezing (-/-)
Paru Belakang
Inspeksi : simetris, kiri = kanan.
Palpasi : fremitus sulit dinilai
Perkusi : sonor, peranjakan paru sukar dinilai.
Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi (+/+) basah halus nyaring di
kedua lapang paru, wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : iktus tidak terlihat
14
Page 15
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, seluas kuku
ibu jari, tidak kuat angkat
Perkusi : batas atas: RIC II, kanan : Linea parasternalis dekstra,
kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : irama murni, teratur, M1>M2 ,P2 < A2, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tak membuncit
Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : nyeri tekan & nyeri ketok CVA tidak bisa dinilai,
ulkus dekubitus (+), tidak berdarah, tidak bernanah,
tidak tampak jaringan otot.
Alat kelamin : tidak ada kelainan
Anus : tidak ada kelainan
Anggota gerak : Akral dingin, Reflek fisiologis +/+,
Reflek patologis -/-, edema -/-
LABORATORIUM
Darah
Hemoglobin : 12,1 gr/dl
Hematokrit : 36%
Leukosit : 9.000 /mm³
Trombosit : 147.000/mm3
LED : 24 mm/jam I
Hitung jenis : 0/0/3/92/5/0
15
Page 16
Urinalisis
Protein : (+) Leukosit : (4-5/LPB)
Bilirubin : (-) Eritrosit : (1-2/LPB)
Glukosa : (-) Epitel : gepeng
Urobilinogen : (+) Kristal : (-)
Feses :
Warna : coklat Eritrosit : (-)
Konsistensi : lembek Lekosit : 0-1/LPB
Darah : (-) Amuba : (-)
Lendir : (-) Parasit : (-)
EKG
Irama : sinus QRS komplek : 0,08 detik
HR : 102 x/’ ST elevasi : (-)
Aksis : normal ST depresi : (-)
Gel P : normal T inverted : (-)
Q patologis : (-) R/S di V1 : < 1
PR interval : 0,16 detik S V1 + RV5 : < 35 mm
Kesan : Sinus Takikardi
Daftar Masalah:
Penurunan kesadaran
Syok sepsis
Bronkopneumonia
Malnutrisi
Immobilisasi
Ulkus dekubitus
Hipokalemia
16
Page 17
Diagnosis Kerja :
Syok Sepsis ec Bronchopneumonia Duplex (HAP) dengan gagal nafas tipe 1
Sindroma Geriatri: immobilisasi, malnutrisi, ulkus dekubitus
Hipokalemia ec dehidrasi ec low intake
Diagnosis Banding :
Syok sepsis ec ulkus dekubitus
Terapi :
Istirahat / NGT/ MC 6x150 cc / O2 NRM 10 liter/menit
Loading NaCl 0,9% hingga TD ≥ 100 mmHg atau produksi urin mencapai
0,5- 1 cc/kgbb/jam
Inj. Meropenenm 3x1 gr (iv)
Inf. Levofloxacin 1 x 500 mg (iv)
Inj. Metil Prednisolon 2 x 30 mg (iv)
Parasetamol 3 x 500 mg (po)
Ambroxol 3 x 30 mg (po)
Mobilisasi bertahap Mika/Miki setiap 2 jam
Redressing 2 x sehari
Kontrol intensif / 15 menit
Balans cairan
Pemeriksaan Anjuran:
Cek elektrolit
Kultur darah
Kultur urin
Kultur sputum
Kultur pus
Eksertise Rontgen Thoraks
Prokalsitonin
17
Page 18
EKG
Follow Up 15 februari 2015
Pukul 00.30
S/ penurunan kesadaran (+), demam (+), sesak nafas (+), batuk (+)
O/ KU : buruk Nadi : 120 x/’
Kesadaran : sopor Nafas : 36 x/’
TD : 60/40 mmHg Suhu : 38C
AGD
pH : 7,55 HCO3 : 41,1 mmol/L
pCO2 : 47 mmHg BEecf : 18,7 mmol/L
pO2 : 52 mmHg SO2 : 91%
Natrium : 130 mmol/L Ureum : 80 mg/dl
Kalium : 1,7 mmol/L Kreatinin : 0,5 mg/dl
GDS : 103 mg/dl
Kesan: Alkalosis respiratorik dengan gagal nafas tipe 1
Hiponatremia dan Hipokalemia
Jumlah urin : ± 40 cc/jam
Kesan : Syok belum teratasi
Sikap :
- Drip Norepinefrin 4 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% (dalam syringe
pump) mulai dengan 0,01 µg/kgBB/menit titrasi tiap 15 menit hingga
TD ≥ 100 mmHg, maksimal 0,1 µg/kgBB/menit.
- Koreksi KCL 30 meq dalam 200 cc NaCl 0,9% habis dalam 4 jam
Pukul 01.30 WIB
18
Page 19
S/ penurunan kesadaran (+),demam (+), sesak nafas (+), batuk (+)
O/ KU : buruk Nadi : 118 x/’
Kesadaran : sopor Nafas : 36 x/’
TD : 90/50 mmHg Suhu : 37,8C
Jumlah urin : ± 50 cc/jam
Kesan: syok belum teratasi
Advis : Drip Norepinefrin 0,04 µg/kgBB/menit titrasi naik
Pukul 01.45 WIB
S/ penurunan kesadaran (+), demam (+), sesak nafas (+), batuk (+)
O/ KU : buruk Nadi : 116 x/’
Kesadaran : sopor Nafas : 38 x/’
TD : 100/60 mmHg Suhu : 37,6C
Jumlah urin : ± 60 cc/jam
Kesan: syok teratasi dengan Norepinefrin 0,05 µg/kgBB/menit
Pukul TD Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Suhu Vascon
00.30 60/40 120 36 38 0,34cc/j
00.45 60/50 118 38 37,6 0,67cc/j
01.00 70/50 118 36 37,4 1,01cc/j
01.15 80/50 116 34 37,3 1,35cc/j
01.30 90/60 112 34 37,3 1,69cc/j
Follow Up 16 Februari 2015
Pukul 07.00 WIB
S/ penurunan kesadaran (+), sesak nafas (+), batuk (+)
O/ KU : buruk Nadi : 100 x/’
Kesadaran : sopor Nafas : 30 x/’
TD : 100/60 mmHg Suhu : 37,3C
19
Page 20
Jumlah urin : ± 90 cc/jam
Konsul Konsultan Penyakit Tropik Infeksi
Kesan : Syok Sepsis ec Bronkopneumonia ( HAP )
DD/ - syok sepsis ec ulkus dekubitus
Sikap : - Kontrol intensif / 15 menit
- Kultur darah, urin, sputum, kultur pus
Konsul Konsultan Geriatri :
Kesan : - Sindrom Geriatri : imobilisasi, malnutrisi dengan ulkus dekubitus
Grade II
Advis : - Diet MC 6x150 Kkal via NGT Diet dinaikkan bertahap
- Pasang kasur dekubitus
- Mobilisasi mika/miki per 1 jam
- Oral Higienis
- Konsul Gizi
Konsul Konsultan Pulmonologi
Kesan : Hospital acquired pneumonia (HAP)
Advis :
- Kultur Sputum
- Ekspertise Rontgen Thorax,
Follow up : 17 Februari 2015
Pukul 07.00 WIB
S/ Penurunan kesadaran (+),demam (+), sesak (+)
KU : buruk Nadi : 106 x/’
Kesadaran : sopor Nafas : 27 x/’
TD : 100/60 mmHg Suhu : 38 C
Jumlah urin : ± 80 cc/jam
20
Page 21
Keluar hasil Labor :
Na : 130 mmol/L
K : 2,7 mmol/L
Kesan : hipokalemia perbaikan
Keluar Hasil Expertise Rontgen Thorax
Kesan : Bronkopneumonia
18 Februari 2015
Pukul 07.00 WIB
S/ penurunan kesadaran (+),demam (+), sesak (+)
KU : buruk Nadi : 110 x/’
Kesadaran : sopor Nafas : 32 x/’
TD : 90/50 mmHg Suhu : 38 C
Jumlah urin : ± 70 cc/jam
Kesan : Syok sepsis ec bronkopnemonia
Sikap :
- Drip Norepinefrin 0,05 µg/kgbb/menit titrasi naik atau produksi urin
mencapai 0,5-1 cc/kgbb/jam
- Drip Dobutamin 2-20 µg /KgBB/jam, titrasi naik sampai TD ≥ 100 mmHg
- Kontrol Intensif / 15 menit
- Balance Cairan
Pukul 08.30 WIB
KU : buruk Nadi : 70 x/’ pengisian kurang, halus
Kesadaran : coma Nafas : 28 x/’
TD : 50/- mmHg Suhu : 37C
21
Page 22
Kesan : Syok tidak teratasi
Sikap : - Norepinefrin 0,1 µg/kgBB/menit ( maksimal )
Pukul TD Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Suhu Vascon
08.30 50/- 70 28 37 1,69cc/j
08.45 80/50 60 26 37,2 2,36cc/j
09.00 70/50 40 26 37 3,04cc/j
09.15 60/pulse Halus 24 37,1 3,34cc/j
09.30 60/pulse Halus 14 37 3,34cc/j
Pukul 09.30 WIB
Pasien apnoe, tekanan darah tidak terukur, akral dingin, nadi tidak teraba, pupil
midriasis, reflek cahaya (-). EKG flat. Pasien dinyatakan meninggal dihadapan
keluarga, dokter, dokter muda dan paramedik dengan penyebab kematian syok sepsis
ec HAP.
Tanggal 20 Februari 2015
Keluar hasil kultur darah : steril
Keluar hasil kultur swab tenggorok : Klebsiella spp sensitif meropenem
Keluar hasil kultur urin : ditemukan candida sppDISKUSI
Telah dilaporkan seorang perempuan, 80 tahun dirawat di bangsal Penyakit
Dalam RSUP Dr M Djamil Padang sejak 14 Februari 2015 pukul 20.00 WIB dengan
diagnosis akhir:
Syok Sepsis ec Bronchopneumonia Duplex (HAP)
Sindroma Geriatri: imobilisasi dan ulkus dekubitus grade II
Syok yang terjadi pada pasien ini tergolong syok sepsis, Sepsis pada pasien
ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemukan yaitu suhu badan > 38ºC,
frekuensi nadi jantung > 90 x/menit dan frekuensi nafas > 20 x/menit, meskipun
22
Page 23
jumlah leukosit pada pasien ini tidak melebihi 12.000/mm3 namun telah memenuhi
kriteria diagnosis sepsis. Sumber infeksi pada pasien ini berasal dari infeksi paru-paru
yaitu Bronkhopneumonia dupleks.
Bronkopneumonia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, laboratorium & pemeriksaan penunjang. Pasien ini awal masuk
dengan sesak nafas, batuk, demam. Dari pemeriksaan paru, di temukan suara
pernafasan bronkovesikuler ronkhi basah halus nyaring di kedua lapang paru.
Ekspertise rontgen thoraks dengan kesan bronkopneumonia. Pasien diberikan
antibiotik yang adekuat sesuai kultur. Pada pasien geriatri yang imobilisasi dan
berbaring lama mudah terinfeksi dan sering mengalami bronkopneumonia.
Untuk penatalaksanaan syok sepsis pada pasien ini pada awalnya diberikan
cairan kristaloid untuk memperbaiki perfusi jaringan, namun setelah pemberian
loading cairan NaCl 0,9% sebanyak 2 liter dan jumlah urin sudah tercukupi keadaan
syok pada pasien masih belum teratasi, dan kemudian diberikan vasoaktif berupa
norepinefrin dengan dosis awal 0,01 µg/kgbb/jam dititrasi tiap 15 menit hingga
maksimal 0,1 µg/kgBB/jam dan dobutamin dengan dosis 2-20 µg/kgbb/jam.
Penatalaksanaan sepsis telah sesuai hasil kultur, kultur yang di ambil melalui
swab tenggorok karena pasien tidak sadar sehingga tidak bisa dilakukan kultur
sputum. Pada analisa swab tenggorok ditemukan kuman Klebsiella yang sensitif
dengan Meropenem. Menurut literatur kuman ini yang paling sering terdapat pada
pasien sepsis. Di USA, sepsis penyebab kematian utama pasien ICU secara umum,
dengan rata-rata kematian 20% untuk sepsis, 40% untuk sepsis berat, dan >60%
untuk syok sepsis.
Hipokalemia yang dialami pasien ini dikarenakan low intake dan sudah
dikoreksi lewat intravena dan mengalami perbaikan.
Permasalahan lain dari pasien ini adalah dimana sudah terjadi ulkus dekubitus
grade II karena imobilisasi lama dan malnutrisi pada pasien. Untuk penanganan ulkus
dekubitus sudah diberikan berupa pemasangan kasur dekubitus, mobilisasi miring
kanan miring kiri dan redressing ulkus dua kali sehari.
23
Page 24
Penanganan pada pasien ini hendaknya diberikan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh (baik segi promosi, prevensi, kurasi, dan rehabilitasi) untuk pasien usia
lanjut yang dilakukan oleh tenaga medik/paramedik di rumah pasien dengan
keterlibatan anggota keluarga lain yang tinggal di rumah dan dirumah sakit.
Perawatan di rumah sebenarnya bukan monopoli pasien berusia lanjut, namun data di
luar negeri menunjukkan dari seluruh upaya perawatan di rumah yang diberikan oleh
tenaga kesehatan profesional, 85%nya dilakukan terhadap pasien-pasien berusia
lanjut. Perawatan di rumah secara prinsip dapat dilakukan oleh siapa saja, mulai dari
tenaga kesehatan profesional (dokter, perawat, fisioterapis), ahli gizi, care-giver,
hingga pekerja sosial. Yang penting adalah bahwa untuk melakukan perawatan usia
lanjut di rumah siapapun harus dibekali prinsip-prinsip pelayanan kesehatan bagi usia
lanjut yang bersifat paripurna dan interdisiplin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9.
2. Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang.
Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Pp: 1840-3.
24
Page 25
3. Purwadianto A dan Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta:
Bina Aksara. Pp: 55-6.
4. Chen Khie. Penatalaksanaan Syok Septik: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed
IV jilid I, Pusat Penerbit Departemen IPD FKUI 2006: 187 – 189.
5. Hadisaputro S. Perkembangan Mutakhir Sepsis dan Syok Septik Dalam:
Pendidikan kedokteran Berkelanjutan ke II Ilmu Penyakit Dalam. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro 1997: 5 – 18.
6. Panita L, Kittisak S, Suvanee S, Wilawan H. 2011. Prevalence and recognition of
geriatri syndromes in an outpatient clinic at a tertiary care hospital of Thailand.
Medicine Department; Medicine Outpatient Department, Faculty of Medicine, Sr
nagarind Hospital, Khon Kaen University, Khon Kaen 40002, Thailand. Asian
Biomedicine. 5(4): 493-497.
7. Pranarka, Kris. 2011. Simposium geriatric syndromes: revisited. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
8. Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia. hlm. 1335-1340.
9. Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of clinical
geriatris. 6th ed. New York, NY: McGraw-Hill.
10. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003.
11. Fishman’s. Pulmonary Disease and Disorders. 3rd Ed. United State of America.
McGraw-Hill Companies, 1998.
25