8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
1/33
Case Report Session
KEHAMILAN EKTOPIK
Oleh:
Rahmi Dina Indra 1110312004
Muhammad Lingga Primananda 1110312008
Adelina Damar Fitri 1110313083
Preseptor:
dr. H. Muslim Nur, SpOG(K)
dr. Alam Patria, SpOG
dr. Susanti Apriani, SpOG
dr. Alhadi Arlym, SpOG, M.Kes
BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI
RSUP DR. M. ZEIN PAINAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
2/33
2
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Perdarahan pada Trimester I Kehamilan
1.1.1 Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Cunningham et al, 2014)
1) Abortus iminens
Anamnesis didapatkan perdarahan pada trimester pertama kehamilan, biasa
berupa bercak-bercak, bisa atau tidak disertai dengan mulas atau nyeri pinggang,
dan tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisik
dilakukan inspekulo ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina, portio
tertutup,tidak ditemukan jaringan.
2) Abortus insipiens
Anamnesis didapatkan perdarahan pada trimester pertama kehamilan, biasa
berupa darah segar yang mengalir, disertai dengan mulas atau nyeri pinggang, dan
tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisikdilakukan inspekulo ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, portio
terbuka,tidak ditemukan jaringan.
3) Abortus inkomplit
Anamnesis didapatkan perdarahan pada trimester pertama kehamilan, biasa
berupa darah segar yang mengalir, disertai dengan mulas atau nyeri pinggang, dan
ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisik dilakukan
inspekulo ditemukan darah segar di sekitar dindingvagina, portio terbuka, bisaditemukan jaringan di jalan lahir.
4) Abortus komplit
Anamnesis didapatkan perdarahan pada trimester pertama kehamilan, darah biasa
berupa bercak-bercak, disertai dengan mulas atau nyeri pinggang, dan ada riwayat
keluarnya jaringan dari jalan lahir. Dari pemeriksaan fisik dilakukan inspekulo
ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup,tidak ditemukan
jaringan.
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
3/33
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
4/33
4
- Anemia atau hiperemesis
Sebagian kecil (2%) wanita mengalami anemia atau muntah berlebihan
(Cunningham et al, 2014)
Tabel 1.1 Karakteristik Mola Hidatidosa Komplit dan Mola Hidatidosa
Parsial. (Cunningham et al, 2014)
1.1.2.2 Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi: muka dan badan kadang kelihatan kekuningan yang disebut
muka mola (mola face)
- Palpasi abdomen: Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan,
teraba lembek, tidak teraba bagian-bagian janin dan gerakan janin.
- Auskultasi: tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.- Pemeriksaan dalam: Memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek,
terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis ( Mansjoer et al, 2001 dan
Martaadisoebrata et al, 2002)
1.1.2.3 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Serum β-HCG
Pada kehamilan mola komplit, kadar serum β -HCG biasanya
meningkat diatas kadar yang seharusnya pada usia kehamilan yang sama.
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
5/33
5
2) Sonografi
Pada mola komplit, terlihat sebagai echogenic uterine mass
dengan anechoic cystic spaces yang banyak namun tanpa adanya janin
atau kantong gestasi. Gambaran seperti ini biasa disebut sebagai
“snowstorm”. Mola parsial mempunyai karakteristik plasenta yang tebal
dan multikistik dengan adanya janin atau sekurang-kurangnya jaringan-
jaringan pembentuk janin (Cunningham et al, 2014).
Gambar 1.1 Gambaran sonogram dari mola hidatidosa. A. Penampang
sagittal uterus dengan mola hidatidosa komplit. Karakteristik gambaran
“snowstorm” yang terbentuk dari anechogenic cystic space yang banyak
pada masa uterus yang echogenic. Janin dan kantong gestasi tidak ada. B.
Pada gambaran mola hidatidosa parsial, janin terlihat di atas plasenta yang
multikistik. (Cunningham et al, 2014)
1.1.3 Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik merupakan suatu kelainan pada proses kehamilan yang
menyebabkan hasil konsepsi berimplantasi dan tumbuh di luar kavum uteri yang
sering berujung pada kematian fetus. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di
tuba Fallopii. (Sepilian, 2015; Hadijanto, 2010)
Pada tahap awal perkembangannya, embrio dapat tumbuh dan berkembang
di dalam saluran tuba tetapi jika dibiarkan maka perkembangan embrio tersebut
dapat menyebabkan ruptur/pecahnya saluran tuba atau tempat implantasi lainnya
karena berkembang melebihi kapasitas ruang tempat implantasi dan menjadi
kehamilan ektopik yang terganggu. (Hadijanto, 2010)
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
6/33
6
1.1.3.1 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi
menjadi 5, yaitu: (Cunningham, et al., 2014; Hadijanto, 2010)
Kehamilan tuba, meliputi > 95 % yang terdiri atas: pars ampularis (55 %), pars
ismika (25 %), pars fimbrae (17 %), dan pars intestitialis (2 %).
Kehamilan ektopik lain (
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
7/33
7
ektopik per 1000 konsepsi. Denominator lainnya adalah jumlah wanita dalam usia
produktif, yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 10.000 wanita
dalam rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang digambarkan
sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran. Di Indonesia kejadian
kehamilan ektopik sekitar 5 – 6 per seribu kehamilan. (Hadijanto, 2010)
Pada perkembangan terbaru, di Inggris, kehamilan ektopik masih
merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir
32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya. Di Amerika
Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada tahun 1992
menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka kejadian ini
menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian Pelvic Inflammatory Disease
(PID). (Sowter, 2004)
1.1.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar
penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan
pembuahan di dalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke dalam uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, ataunidasinya di tuba dipermudah. (Hadijanto, 2010)
Normalnya, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan kedalam tuba
ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari
tuba fallopii selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik.
Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf
yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau
apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau
kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2 lapisan
ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang
beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio
sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari
kehamilan tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen. (Della-
Guistina, 2003)
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
8/33
8
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor risiko yang dapat mendukung
terjadinya kehamilan ektopik : (Hadijanto, 2010)
1. Faktor dalam lumen tuba :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping,
sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;
b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada
hipoplasia uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia
endosalping;
c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan
sterilisasi yang tidak sempurna.
2. Faktor pada dinding tuba :a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba;
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi ditempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba :
a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur; b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba.
4. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka
zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,
kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.
5.
Faktor ovariumBila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih
panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih
besar.
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
9/33
9
6. Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan
dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
7. Faktor lain
Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada
endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.
1.1.3.4 Patofisiologi
Pada kehamilan ektopik, karena tuba fallopi tidak memiliki lapisan
submukosa, ovum yang telah dibuahi langsung tertanam ke epitel. Zigot akan
berkembang mendekati otot dan trofoblas akan berkembang dengan cepat. Embrio
atau fetus pada kehamilan ektopik sering tidak ada atau stunted.
Kejadian yang mungkin terjadi pada kehamilan ektopik adalah ruptur tuba,
abortus tuba atau pregnancy failure with resolution. Pada ruptur, akibat
perkembangan hasil konsepsi dan perdarahan terkait dapat merobek tuba fallopi
dari berbagai sisi. Jika ruptur terjadi pada beberapa awal minggu kehamilan lokasiyang paling memungkinkan adalah di portio isthmus, sedangkan ampula sedikit
lebih distensible. Biasanya kehamilan ektopik tuba akan pecah spontan tetapi bisa
juga pecah akibat koitus atau pemeriksaan bimanual.
Abortus biasanya terjadi pada kehamilan ektopik di fimbrial dan ampulla,
dimana ruptur biasa terjadi pada kehamilan ektopik di isthmus. Akibat terjadinya
abortus tuba, hubungan antara plasenta, membran dan dinding tuba terganggu
karena adanya perdarahan. Jika plasenta terlepas seluruhnya, seluruh hasil
konsepsi dikeluarkan melalui fimbria ke rongga peritoneal. Pada keadaan ini,
perdarahan bisa berhenti dan gejala akhirnya menghilang. Beberapa kasus,
perdarahan menetap selama hasil konsepsi tersisa di tuba. Darah perlahan-lahan
keluar dari fimbrial tuba masuk ke rongga peritoneum dan biasanya menumpuk di
rectouterine cul-de-sac.
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
10/33
10
Kemungkinan lain yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba,
yaitu:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total.
Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja
yang terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh
darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian
atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba
abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi
telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba
pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi korialeskea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika.
Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas,
sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi
dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai
berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriaedan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas
dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba
fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan
ruptur pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode
pengukuran kadar korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
11/33
11
tuba berakhir pada trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada
kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan
biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di
pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur
dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau
pemeriksaan vagina.
Gambar 1.3 Ruptur Tuba.
(https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-
terganggu-ket/, 2016)
Gambar 1.4 Ruptur Ampula Tuba pada Kehamilan Ektopik Dini.
(Cunningham, et al., 2014)
https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-terganggu-ket/https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-terganggu-ket/https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-terganggu-ket/https://pusmaika.wordpress.com/2010/06/15/kehamilan-ektopik-terganggu-ket/
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
12/33
12
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan
ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis
karena invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan
intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar
dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena
perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan
tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi
kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila
janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.
1.1.3.5 Gambaran Klinis
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan
penggunaan tes hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkanuntuk menegakkan diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala.
Namun, bila umur gestasi sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal muncul
karena keluarnya dari fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila
memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut
kehamilan ektopik belum terganggu. (Sepilian, 2015; Cunningham, et al., 2014)
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias kehamilan
ektopik yaitu, terlambat haid, nyeri abdomen, dan perdarahan pervaginam atau bercak ( spotting ). Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama.
Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang
menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Gejalanya antara lain, yaitu :
(Sepilian, 2015; Hadijanto, 2010; Cunningham, et al., 2014)
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
13/33
13
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan muda
Seperti mual, muntah, uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak
sesuai dengan usia kehamilan.
2. Nyeri abdomen
Nyeri yang dapat dirasakan pada satu sisi atau kedua sisi perut bagian atas,
bawah, atau seluruh bagian perut. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba
berintensitas tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh
pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba tidak sehebat nyeri akibat
ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri terdapat pada
satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang
peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh. Kadang-kadang pasien merasakan
nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi diafragma oleh
hemoperitoneum.
3. Terlambat menstruasi atau Amenorhea
Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin
tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau menyangka dirinya hamil
normal, atau mengalami keguguran (abortus tuba). Sebagian penderita
tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian janin terjadisebelum haid berikutnya.
4. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri
dan dari abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna
coklat tua.
5. Tanda-tanda syok
Penderita pucat, kesadaran menurun atau lemah, Nadi lemah, tekanandarah menurun akibat kehilangan banyak darah.
6. Gangguan vasomotor
Berupa vertigo atau sinkop, payudara terasa penuh, fatigue.
7. Iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak
Berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat
inspirasi.
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
14/33
14
1.1.3.6 Diagnosis
Dalam mendiagnosis kehamilan ektopik, kita harus menggunakan
pendekatan multimodalitas dikarenakan banyaknya gejala nyeri perut yang
menyertai suatu kehamilan. Nyeri yang muncul dari kondisi uterus seperti abortus,
infeksi uterus, hamil mola, dan lainnya. Penyakit pada adneksa yang menyertai
kehamilan ektopik, seperti perdarahan, ruptur, atau terpuntirnya ovarium,
salfingitis, atau abses tuboovarian . Penyakit non-ginekologi yang dapat
menyebabkan nyeri perut bagian bawah pada awal kehamilan seperti, apendisitis,
sistitis, batu ginjal, atau gastroenteritis. (Cunningham, et al., 2014)
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang
belum terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami ruptur atau
abortus dahulu sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis,
dengan anamnesis yang teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan
ektopik, namun untuk menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan
pemeriksaan fisik yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik.
Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan
sesuatu yang harus dilakukan,apabila memang tersedia, untuk menentukan
diagnosis. (Hadijanto, 2010)
Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid
untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan
muda. Terdapat nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang
tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah
muncul keluhan nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya, warna
dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan
apakah keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilansebelumnya, bila sudah pernah hamil, riwayat menstruasinya. (Sepilian, 2015;
Hadijanto, 2010; Cunningham, et al., 2014)
Pemerik saan umum.
- Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan.
- Pada perdarahan aktif : tanda syok (bradikardia dan hipotensi)
- Nyeri perut yang mendadak dan nyeri tekan. (Hadijanto, 2010; Cunningham, et
al., 2014)
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
15/33
15
Pemerik saan ginekologi.
- Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri goyang portio.
- Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-
kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
- Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan
adanya hematokel retrouterina. (Hadijanto, 2010; Attar, 2004)
Pemerik saan laboratorium.
- Beta-human chorionic gonadotropin ( β-hCG). Pemeriksaan tunggal tes β-hCG
kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat
membedakan antara kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterin.
- Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin dan atauhematokrit yang dapat rendah bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga
dinilai kadar leukosit untuk membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa
disebabkan oleh kehamilan ektopik ini atau dugaan adanya infeksi pelvik. Pada
infeksi pelvik biasanya lebih tinggi hingga dapat lebih dari 20.000 /mm 3.
(Cunningham, et al., 2014; Hadijanto, 2010; Stenchever, 2001)
Pemerik saan penun jang lain .
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosiskehamilan ektopik adalah berikut ini: (Sepilian, 2015; Cunningham, et al., 2014)
Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama
transvaginal, kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis
sederhana yang penting untuk mengenali kehamilan ektopik. Penemuan
hasil berupa cairan yang mengandung bekuan darah atau cairan berdarah
yang tidak membeku (hemoperitoneum) pada kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna.
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
16/33
16
1.5 Teknik untuk Mengidentifikasi Hemoperitoneum. A. Hasil TVS
menunjukkan adanya akumulasi cairan pada retrouterin cul-de-sac. B.
Kuldosentesis pada forniks posterior vagina. (Cunningham, et al., 2014)
Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu
ditegakkan dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui
laparaskopi. Namun, dengan adanya hemoperitoneum, adhesi, atau
kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi. Dalam penelitian
oleh Samuellson dan Sjovall, didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan
ektopik yang tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal diatas,
sehingga ada kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau false-negatif.
Progesteron Serum
Pemeriksaan kadar serum progesterone dapat membantu diagnosis
kehamilan ektopik. Nilai lebih dari 25 ng/ml dapat menepis adanya
kehamilan ektopik dengan sensitivitas 92,5 persen. Nilai dibawah 5
ng/ml juga ditemukan pada 0,3 persen kehamilan normal. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (2012), pada kadar
preogesteron
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
17/33
17
kehamilan berada pada intrauterin atau merupakan suatu kehamilan
ektopik. Pada saat penilaian endometrium dengan TVS, kantong gestasi
dapat terlihat antara minggu 4½ - 5 kehamilan. Yolk sac dapat terlihat
antara minggu 5 – 6 kehamilan, dan fetal pole dengan adanya aktivitas
jantung pertama kali dapat terdeteksi pada minggu 5½ - 6 kehamilan.
Pada transabdominal ultrasonografi biasanya ditemukan lebih terlambat.
Sebagai acuan, pada kehamilan ektopik ditemukan ”trilaminar
endometrial pattern” yang spesifik 94 persen, tapi sensitivitas hanya 38
persen. Akumulasi cairan anechoic yang terlihat normalnya merupakan
gambaran kantong gestasi di awal kehamilan intrauerin dapat juga
terlihat pada kehamilan ektopik. Gambaran ini terdiri dari
pseudogestational sac (kantong gestasi palsu) dan kista desidual. Kedua
gambaran ini sangat berbeda dengan tanda intradesidual yang terlihat
pada kehamilan intrauterin.
Pada tuba dapat ditemukan adanya massa adneksa yang terpisah
dari ovarium. Jika tuba Fallopii dan ovarium terlihat dan sebuah yolk sac
intrauterin, embrio, atau fetus teridentifikasi makan kehamilahn ektopik
dapat dikonfirmasi. Pada perempuan dengan kehamilan ektopik, denganditemukannya hemoperitoneum dapat menambah nilai diagnostik. Tetapi
hemoperitoneum dapat lebih mudah ditemukan dengan kuldosentesis.
Gambar 1.6 Tampak Kantong Gestasi dan Denyut Jantung Janin di dalam
Tuba. (http://earlypregnancy.net/tag/ectopic-pregnancy-surgery-time, 2016)
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
18/33
18
1.1.3.7 Diagnosis Banding
1. Appendisitis akut
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka
kanan. Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak
terletak dalam di pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi
dan pasien terlihat sakit berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Salpingitis
Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan
tes kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.
3. Puntiran Tangkai Tumor Ovarium
Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba
umumnya terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat
demam akibat perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin
tidak ditemukan namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang
dengan sendirinya
4. Abortus Inkomplit
Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum
ada nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti padakehamilan ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram).
Uterus membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat
dikenali dari pemeriksaan vagina.
5. Corpus Lutheum Hemoragis
6. Pelvic Inflammatory Disease (PID) atau Radang Panggul
7. Endometriosis
1.1.3.8 Penatalaksanaan
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik,
yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya
bisa dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti
adanya ruptur atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien
harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
19/33
19
perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila
terjadi ruptur harus dioperasi. (Sepilian, 2015)
Terapi Bedah
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan
tindakan bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif
(biasanya salpingostomi) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau
laparatomi. Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara
hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi,
fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan
teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa
kasus saja salpingostomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang
hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingostomi dapat dilakukan dengan
teknik laparaskopi. Salpingostomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil
ektopik yang belum ruptur, besarnya < 2 cm, dan berlokasi pada sepertiga distal
tuba Fallopii dilakukan melalui laparaskopi. (Sepilian, 2015; Cunningham, et al.,
2014)Linier salpingostomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada
pasien hamil ektopik yang belum ruptur dengan menginsisi permukaan
antimesenterik dari tuba dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian
diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki hemostasis. Kehamilan ektopik
dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah di kauter.
Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau denganmenggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk
pasien dengan tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini
mempunyai kemungkinan invasi trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih
kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmus. Pasien dengan implantasi
pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari reseksi segmental dan
anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan lebih awal,
maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingostomi. Pada kehamilan
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
20/33
20
ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seeperti
memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.
(Sepilian, 2015; Cunningham, et al., 2014)
Salpingektomi dilakukan dengan cara reseksi tuba untuk kehamilan
ektopik yang ruptur maupun belum ruptur. Untuk mengurangi rekurensi
kehamilan ektopik pada tuba maka dianjurkan untuk mengeksisi secara komplit.
Hal terpenting adalah untuk mengangkat semua jaringan trofoblas, pelvis dan
abdomen harus diirigasi dan disuction agar bebas dari sisa darah dan debris
jaringan.
Gambar 1.7 Linier Salpingostomi pada Kehamilan Ektopik.
(Cunningham, et al., 2014)
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit
waktu yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau
total salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat
penyakit tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk
kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilanektopik berulang (5-20%) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak
komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal MTX post operasi sebagai
profilaksis pada pasien resiko tinggi.
Terapi Farmakologi
Penggunaan methotrexate (MTX) pertama kali digunakan pada tahun
1980-an dan telah diterima secara luas sebagai pengobatan utama untuk
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
21/33
21
kehamilan ektopik. MTX merupakan antagonis asam folat (agen kemoterapeutik
antimetabolit) yang dimetabolisme di hati dan diekskresikan oleh ginjal. MTX
bekerja dengan menghambat sintesis basa purin dan pirimidin dengan berikatan
pada enzim dihydofolate reductase (DHFR), sehingga dapat mengintervensi
sintesis DNA, RNA dan sintess protein. Sel-sel dengan tingkat pembelahan tinggi
paling sensitif terhadap MTX. Berdasarkan sifatnya, obat ini bekerja pada
jaringan trofoblastik, mukosa traktus gastrointestinal, kandung kemih, sumsum
tulang dan kulit. MTX telah lama dikenal efektif dalam pengobatan leukemia,
limfoma, dan karsinoma kepala, leher, payudara, ovarium, dan kandung kemih.
Efek samping obat antara lain adalah mual, muntah, stomatitis, diare, distress
gaster dan pusing, peningkatan sementara enzim hati. Pada dosis lebih tinggi
dapat menyebabkan supresi sumsum tulang, dermatitis, pleuritis, pneumonitis, dan
alopesia, namun jarang terjadi pada dosis untuk terapi kehamilan ektopik. Terapi
dengan MTX juga menimbulkan keluhan seperti nyeri abdominal yang
bertambah, p eningkatan kadar β -hCG pada hari 1-3 terapi, serta flek atau
perdarahan vagina. (American Society for Reproductive Medicine, 2013;
Cunningham, et al., 2014)
Tabel 1.2 Kontraindikasi Terapi MTX. (American Society for Reproductive
Medicine, 2013)
Idealnya, seorang pasien yang akan menjalankan terapi Methotrexate
(MTX) harus memenuhi kriteria berikut: (1) hemodinamik stabil, (2) tidak ada
nyeri perut hebat atau persisten, (3) komitmen untuk teratur berobat, (4) hasil tes
fungsi hati dan ginjal dalam batas normal. MTX dapat digunakan dalam single
dose dan multidose . Walaupun MTX memiliki potensi menimbulkan efek
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
22/33
22
samping toksik yang diagnosis kehamilan ektopik telah ditegakkan dan massa
ektopik memiliki dimensi terbesar kurang dari 3.5 cm, terapi MTX dapat
dijadikan pertimbangan. Selain itu, kadar ß-hCG perlu dipertimbangkan pada
pasien sebelum terapi ini. Suatu studi menunjukkan bahwa kadar ß-hCG lebih dari
1500 mIU/ml dikaitkan dengan resiko kegagalan terapi yang lebih tinggi. Studi
yang sama juga menunjukkan bahwa pasien dengan kadar ß-hCG lebih dari 5000
mIU/ml umumnya tidak responsif terhadap terapi MTX. (American Society for
Reproductive Medicine, 2013; Cunningham, et al., 2014)
Tabel 1.3 Protokol Pengobatan Kehamilan Ektopik. (Cunningham, et al.,
2014)
Kegagalan terapi ditandai dengan meningkat, menetap atau gagal tidak
terjadi penurunan kadar β -hCG sebesar 15% pada hari ke 4-7 setelah injeksi. Bilaterjadi, dapat dipikirkan perlunya terapi pembedahan. Pengulangan dosis tunggal
methotrexate (MTX) juga dapat dijadikan pilihan setelah dilakukan evaluasi ulang
pasien. (American Society for Reproductive Medicine, 2013; Cunningham, et al.,
2014)
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
23/33
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
24/33
24
BAB 2
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. E
No. MR : 213293
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
Alamat : Air Sikambing
Agama : Islam
Suku : Minang
Status Menikah : Menikah
Pendidikan Terakhir : Tamat SD
Tanggal Masuk RS : 24 Mei 2016
Jam Masuk RS : 14.15 WIB
AnamnesisSeorang pasien wanita umur 36 tahun datang ke IGD RSUD Dr. M. Zein
Painan tanggal 24 Mei 2016 pukul 14.15 WIB, rujukan dari puskesmas Air Haji
dengan diagnosis G 3P2A0H2 gravid ?? + Susp. KET.
Keluhan Utama
Perut terasa nyeri sejak ± 3 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Perut terasa nyeri sejak ± 3 hari yang lalu, dan meningkat sejak 6 jam yanglalu. Nyeri dirasakan terutama pada bagian perut bawah tengah, menjalar
ke atas. Nyeri terasa semakin bertambah dengan pergerakan.
Keluar darah dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu, membasahi sehelai
celana dalam, keluar bongkahan tidak ada
Riwayat trauma tidak ada Demam tidak ada
Riwayat keputihan tidak ada
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
25/33
25
Tidak haid sejak ± 1,5 bulan yang lalu HPHT: lupa (April 2016) TP: sulit ditentukan Ini merupakan kehamilan ke-3 dengan riwayat SC pada persalinan
sebelumnya tahun 2008 a.i. letak lintang
BAB dan BAK tidak ada keluhan Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), perdarahan (+) Riwayat menstruasi : menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur 1 x 30
hari, lamanya 4-6 hari, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut, nyeri (-).
Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan: 3/0/2
1. 2000 / perempuan / 2800 gr / cukup bulan / spontan / bidan / hidup
2. 2008 / perempuan / 2800 gr / cukup bulan / SC a.i. letak lintang / SpOG di
RSUD / hidup
3. Sekarang
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM,
dan hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit
menular, atau penyakit kejiwaan.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan
Riwayat Perkawinan : 1 kali tahun 1999 Riwayat Imunisasi : tidak ada Riwayat Kontrasepsi : pil KB tahun 2015, suntik 3 bulan tahun 2009 Riwayat Pendidikan : tamat SD
Riwayat Pekerjaan : Petani Riwayat Kebiasaan : minum alkohol (-), narkoba (-), merokok (-)
Pemeriksaan Fisik (20 Mei 2016)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis kooperatif
Vital Sign
TD : 100/70 mmHg
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
26/33
26
HR : 104 x/i
RR : 28 x/i
T : 37,3 oC
Berat Badan (sebelum hamil) : 59 kg
Berat Badan (setelah hamil) : 59 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 23,05
Status Generalisata
Kepala : bentuk simetris
Rambut : tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor ka=ki, refleks cahaya (+/+)
Hidung : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : JVP 5-2 cm H 2O
Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
ThoraksParu
I : paru simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Pa : fremitus kiri = kanan
Per: sonor
Au : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
I : iktus kordis tidak terlihatPa : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Per : batas jantung
atas: RIC II, kanan: LSD, kiri: 1 jari medial LMCS RIC V
Au : irama teratur, bising (-), murmur (-)
Aksila : tidak ada pembesaran KGB
Abdomen : Status Obstetri
Genitalia : Status Obstetri
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
27/33
27
Anus : tenang
Inguinal : tidak ada pembesaran KGB
Ekstremitas : akral hangat, CRT
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
28/33
28
Urine
Makroskopis
Warna : putih
Kekeruhan : (-)
pH : 6,0
Mikroskopis
Leukosit : 1-2
Eritrosit : (-)
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Epitel : 1-5
Kimia
Protein : (-)
Glukosa : (-)
Bilirubin : (-)
Urobilin : (+) normal
Plano test : (+)
USG
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
29/33
29
Kesan :
tampak GS ekstra uterin tampak cairan bebas di dalam rongga abdomen
Diagnosa Kerja
Akut Abdomen e.c. KET pada G 3P2A0H2 gravid 6-7 minggu + bekas SC 1 kali +
Anemia Ringan
Penatalaksanaan
- Kontrol KU, VS, PPV, volume urine (balance cairan)
- Informed Consent
- Crossmatch
- IVFD RL 500 cc guyur 1 kolf lanjut IVFD RL 30 tpm
- Injeksi antibiotik 1 gr (iv) skin test
- Pasang kateter urin
- Laparotomi cito
Follow up24 Mei 2016
Pukul 16.00 WIB
Dilakukan laparotomy, ketika fasia dibuka otot dipisahkan, tampak
peritoneum kemerahan, ketika peritoneum dibuka tampak darah dan
bekuan darah mengisi rongga abdomen ± 500 cc.
Dilakukan eksplorasi uterus tampak perdarahan berasal dari ruptur tuba
kiri. Dilakukan eksplorasi pada tuba kanan, kesan dalam batas normal.
D/ Ruptur tuba Fallopii pars ampularis sinistra + Anemia ringan
R/ Salphingektomi sinistra
Pukul 17.00 WIB
Laparotomy selesai
A/ Post salphingektomi sinistra a.i. ruptur tuba Fallopii pars ampularis sinistra +
Anemia ringan
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
30/33
30
P/ Awasi pasca tindakan
Kontrol KU, VS, PPV, volume urine
IVFD RL 28 tpm
Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr (iv)
Injeksi Gentamisin 2 x 80 mg (iv)
Cek laboratorium darah rutin post op
Transfusi jika Hb < 10 g/dl
25 Mei 2016 (07.00 WIB)
S/ - Demam (-)
- BAB (-) dan BAK (+) via kateter 750 cc/24 jam- PPV (-)
O/ KU : sedang Nadi : 80 x/i
Kes : CMC Nafas : 20 x/i
TD : 110/70 mmHg Suhu : 37 oC
- Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
- Abdomen : luka post op tertutup perban, rembesan darah (-),
FUT tidak terabanyeri luka operasi (+), nyeri lepas (-), defans muskular (-)
- Genitalia : I : v/u tenang, perdarahan pervaginam (-)
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 8,9 g/dl
A/ Post salphingektomi sinistra a.i. ruptur tuba Fallopii pars ampularis sinistra
+ Anemia ringan dalam perbaikan
P/ - Kontrol KU, VS, PPV- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr (iv)
- Injeksi Gentamisin 2 x 80 mg (iv)
- Asam Mefenamat tab 3 x 500 mg (po)
- Vitamin B Kompleks 1 x 1 tab (po)
- Sulfas Ferosus tab 1 x 300 mg (po)
R/ Transfusi darah 1 unit PRC
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
31/33
31
BAB 3
DISKUSI
Seorang pasien, Ny. E, perempuan, umur 36 tahun datang ke IGD RSUD
Dr. M. Zein Painan tanggal 24 Mei 2016 pukul 14.15 WIB, dengan keluhan perut
terasa nyeri sejak ± 3 hari yang lalu yang meningkat sejak 6 jam yang lalu.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien diagnosis sebagai Akut Abdomen e.c. KET pada G 3P2A0H2 gravid 6-7
minggu + bekas SC 1 kali + Anemia ringan.
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan nyeri di seluruh perut yang
bertambah dengan pergerakan yang disertai keluar darah dari kemaluan. Tidak
haid sejak ± 1,5 bulan yang lalu. Berdasarkan literatur terdapat trias kehamilan
ektopik yang ditemukan dari anamnesis pasien, yaitu: terlambatnya haid, nyeri
perut, dan perdarahan pervaginam / spotting.
Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan konjungtiva anemis. Pada
abdomen didpatkan tanda akut abdomen. Pada VT didapatkan nyeri goyang portio
dan penonjolan cavum douglas.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,4 g/dl dengan plano test
positif. Dari USG didapatkan gambaran GS ekstra uterin dan tampak cairan bebas
di dalam rongga abdomen. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang maka diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat
ditegakkan.
Berdasarkan literatur, dalam keadaan tidak adanya USG, pemeriksaan
sederhana yang penting dan dapat dilakukan adalah kuldosentesis pada forniks
posterior vagina dengan hasil berupa cairan yang mengandung bekuan darah atau
cairan berdarah yang tidak membeku (hemoperitoneum).
Tatalaksana pada pasien ini dinilai sudah tepat. Sebagai tindakan definitif
dilakukan salphingektomi sinistra a.i. ruptur tuba Fallopii pars ampularis sinistra.
Post operatif dilakukan pemeriksaan darah rutin, didapatkan Hb 8,9 g/dl dan
direncanakan transfusi PRC 1 unit/hari hingga Hb 10 gr/dl. Selain itu diberikan
antibiotik untuk mencegah infeksi. Pemberian roboransia dimaksudkan sebagai
terapi suportif untuk mempercept penyembuhan dan regenerasi sel yang rusak.
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
32/33
32
DAFTAR PUSTAKA
American Society for Reproductive Medicine. 2013. Medical Treatment of
Ectopic Pregnancy: a committee opinion , USA: Elsevier Inc.Attar, Erkut. 2004. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and
Gynecology Clinics. Volume 31 number 4 , USA: W.B Saunders CompanyCunningham FG, et al. 2014. Pregnancy Hypertension. dalam: Williams
Obstetrics 24 rd Edition , USA : The McGraw Hill Companies.Della-Guistina, David; Denny, Mark. 2003. Ectopic Pregnancy. Emergency
Medicine Clinics of North America. Volume 21 number 3 , USA: W.BSaunders Company
Depkes RI, 2007. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu, Jakarta
Hadijanto, Bantuk. 2010. Ilmu Kebidanan edisi keempat , Jakarta: PT. BinaPustaka Sarwono PrawiroharjoMansjoer, A. dkk. 2001. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. Hal265-267
Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. 2002. Penyakit Serta Kelainan Plasenta &Selaput Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo. Jakarta. Hal 341-348.
Sepilian VP. 2015 Ectopic Pregnancy : http://emedicine.medscape.com/article/2041923-overview
Sowter, Martin; Farquhar, Cindy. 2004. Ectopic Pregnancy: an update. CurrentOpinion in Obstetrics and Gynecology
Stenchever. 2001. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology 4 th edition ,USA: Mosby Inc
8/16/2019 Case KET Lingga, Ade, Dina
33/33
Lampiran 1
Algoritma Evaluasi Wanita dengan Suspek Kehamilan Ektopik.
(Cunningham, et al., 2014)