Case Report Session ISCHIALGIA Oleh : Cantika Dinia Zulda ( 1010311012 ) Kelompok 2 Preseptor : Dr. Amilus Ismail, Sp.S BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 1
Case Report Session
ISCHIALGIA
Oleh :
Cantika Dinia Zulda ( 1010311012 )
Kelompok 2
Preseptor :
Dr. Amilus Ismail, Sp.S
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD AHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
2015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Ischialgia menurut bahasa yaitu ischias artinya serangan pangkal paha atau
nyeri di daerah pangkal paha (nervus ischiadicus). Prevalensi ischialgia diperkirakan
5%-10% pasien dengan nyeri pinggang bawah mengalami ischialgia. Prevalensi
tahunan ischialgia diskogenik dalam populasi umum berkisar 2,2%. Ditinjau dari segi
anatomik, ischialgia terjadi karena perangsangan terhadap radiks yang ikut menyusun
nervus ischiadicus. Ischialgia timbul akibat perangsangan serabut-serabut sensorik
yang berasal dari radiks posterior L.4 sampai dengan S.3.
Selain anamnesis keluhan ischialgia yang khas, diagnosis ischialgia juga
didukung dengan pemeriksaan fisik khusus seperti lasegue, kontra lasegue, patrick,
kontra patrick, valsava, naffziger. Penatalaksanaan pasien ischialgia cukup secara
konservatif dan simtomatik, namun pada keadaan khusus mungkin diperlukan
tindakan operatif.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ischialgia
Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang tungkai. Ditinjau dari arti
katanya,maka ischialgia adalah nyeri yang terasa sepanjang N.ischiadicus. Iskialgia
menggambarkan nyeri tungkai pada distribusi satu atau lebih akar saraf lumbosacral,
dengan atau tanpa deficit neurologis. Berkas saraf yang menyandang nama itu adalah
seberkas saraf sensorik dan motoric yang meninggalkan plexus lumbosakralis dan
menuju ke foramen infrapiriforme dan keluar pada permukaan belakang tungkai
dipertengahan lipatan pantat. Pada apeks spasium popliteal ia bercabang dua dan
lebih jauh ke distal tidak ada berkas saraf yang menyandang nama n. iskiadikus.
Nama kedua cabang itu, yang merupakan kelajutan dari n. iskiadikus adalah n.
peroneus komunis dan n. tibialis. Jadi ischialgia didefinisakan sebagai nyeri yang
terasa sepanjang nervus ischiadivus dan lanjutannya sepanjang tungkai. 1,2
Penderita dengan nyeri radikuler memperlihatkan low back pain serta nyeri
radikuler sepanjang nervus ischiadicus (Marjono). Nyeri radikuler (nyeri radiks saraf)
biasanya saling tumpang tindih dengan nyeri punggung bawah. Nyeri iskiadika
bersifat tajam dan menjalar kebawah ke salah satu atau kedua tungkai, biasanya
sampai di bawah lutut dengan distribusi dermatomal dan sering kali disertai keluhan
mati rasa serta kesemutan dan mungkin pula kelemahan local. Biasanya rasa nyeri
semakin bertambah dengan gerakan vertebre seperti membungkuk dan dengan bersin,
batuk, atau mengejan.3
3
2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko
Dengan estimasi 4.1 juta penduduk Amerika mempunyai gejala gangguan
diskus intervertebre antara tahun 1985 dan 1988, dengan prevalensi tahunan 2% pada
laki-laki dan 1,5% pada perempuan. Sebuah penelitian pada 295 pekerja usia 15-64
tahun dengan 42% laki-laki dan 60% laki-laki berumur 45 tahun atau lebih,
dilaporkan menderita iskialgia.2
Data epidemiologi menunjukkan bahwa pekerjaan, merokok dan obesitas
merupakan factor predisposisi untuk nyeri punggung.2 Risiko iskialgia meningkat
lebih pada laki-laki perokok, perempuan berat badan berlebih atau obesitas, dan
aktifitas fisik yang berat ketika remaja yang akan menimbulkan gejala ketika dewasa.
Hal-hal tersebut merupakan factor-faktor yang dapat diubah.4
Ada beberapa factor predictor yang dapat digunakan untuk memperkirakan
kejadian iskialgia dalam suatu populasi. Kombinasi individu (jenis kelamin, indeks
massa tubuh), biomedis (ukuran prolapse diskus, deficit neurologis) dan social
(kepuasan kerja, status social, dan lain-lain). Hal ini menunjukkan bahwa factor
klinis, pekerjaan, dan factor individu lebih berperan dari pada factor psikologis
(distress dan kesehatan mental).5
2.3 Etiologi dan Patogenesis1
Ischialgia timbul karena terangsangnya serabut-serabut sensorik dimana
nervus ischiadicus berasal yaitu radiks posterior L4, L5, S1, S2, S3. Iskialgia timbul
akibat perangsangan serabut sensorik yang berasal radiks Posterior L4 sampai dengan
4
S3. Ini dapat terjadi pada setiap bagian n. Iskiadikus sebelum ia muncul pada
permukaan belakang tungkai.
Pada tingkat diskus intervertebralis antara L4-S1 dapat terjadi herniasi
nukleus pulposus. Radiks posterior L5, S1, dan S2 dapat terangsang. Iskialgia yang
timbul akibat lesi iritatif itu bertolak dari tulang belakang di sekitar L5, S1, dan S2.
Pada perjalanan melalui permukaan dalam dari pelvis, n. Iskiadikus dapat terlibat
dalam artritis sakroiliaka atau bursitis m. Piriformis. Karena entrapment neuritis itu,
suatu jenis iskialgia dapat bangkit yang bertolak dari daerah sekitar garis artikulasio
sakro iliaka atau m. Piriformis. Disekitar sendi panggul n. Iskiadika dapat terlibat
dalam peradangan sehingga entrapment neuritis dapat terjadi. Iskialgia yang bangkit
karna itu bertolak dari daerah sekitar panggul.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penetapan tempat iskialgia
bertolak merupakan tindakan diagnostik diferensial yang mengarah ke tempat lokasi
lesi iritatif.
a. Iskialgia sebagai perwujudan lesi iritatif terhadap serabut radiks.
Lesi iritatif itu dapat berupa nukleus pulposus yang menjebol ke dalam kanalis
vertebralis (HNP) atau serpihannya, osteosit pada spondilosis servikal atau spondilitis
angkilopoetika, herpes zoster ganglion spinale L4 atau L5 ataupun S1, tumor di
dalam kanalis vertebralis dan sebagainya.
Pola umum iskialgia itu adalah sebagai berikut. Nyeri seperti sakit gigi atau
nyeri seperti bisul mau pecah atau linu, nyeri hebat dirasakan bertolak dari tulang
belakang sekitar daerah lumbosakral dan menjalar menurut perjalanan n. Iskiadiaka
dan lanjutannya pada n. Peroneus komunis dan n. Tibialis. Makin distal nyeri makin
5
tidak begitu hebat, namun parastesia atau hipestesia dirasakan. Oleh karena radikslah
yang terangsang, maka nyeri dan parastesia atau hipestesia sewajarnya dirasakan di
kawasan radiks bersangkutan. Segmentasi dermatoma pada permukaan belakang
tungkai tidak mudah dikenal, akan tetapi di bagian ventral tungkai dan kaki dermatom
murni radikular L3, L4, L5, dan S1 masih dapat dikenali. Daerah dermatomal ini
disebut autonomous sensory zone. Adanya parastesia atau hipestesia pada kawasan ini
merupakan ciri pola khusus iskialgia akibat iritasi di sekitar radiks posterior. Secara
kasar iskialgia seperti itu dikenal juga sebagai iskialgia diskogenik, walaupun tidak
semuanya disebabkan oleh slipped disk , tetapi oleh sebab-sebab yang berada
disekitar intervertebral disk. Pada anamnesis selanjutnya dan pemeriksaan fisik dapat
diperoleh data yang berlaku untuk semua jenis radikulopati radikulitis dan juga yang
bersifat khusus.
b. Iskialgia sebagai perwujudan entrapment neurtis.
Dalam perjalanan ke tepi n.iskiadiaka dapat terperangkap (terlibat) dalam
proses patologis diberbagai jaringan dan bangunan yang dilewatinya. Pleksus
lumbosakralis dapat diinfiltrasi oleh sel-sel sarkoma retroperitoneal, karsinoma ovarii
atau karsinoma uteri. Di garis persendian sakroiliaka komponen-komponen pleksus
lumbosakralis yang sedang membentuk n. Iskiadika dapat terlibat proses radang
(sakroilitis). Di foramen infrapiriforme n. Iskiadikus dapat terjebak oleh bursitis m.
Piriformis. Dalam trayek selanjutnya n. Iskiadikus dapat terlibat dalam bursitis di
sekitar trokhanter mayor femoris. Pada trayek itu juga, n.iskiadikus dapat terganggu
oleh adanya metastasis karsinoma prostat di tuber iskii.
6
Oleh karena proses patologis tersebut itu dapat bertindak sebagai lesi iritatif,
maka iskialgia dapat dirasakan. Sebelum iskialgia bangkit nyeri primer seharusnya
sudah terasa. Kemudian, dari lokasi nyeri primer itu bertolaklah iskialgia akibat
entrapment neuritis. Diagnostiknya sebagian besar ditentukan oleh pengenalan proses
patologis primer yang menjebak n. Iskiadikus. Tempat proses patologis primer dapat
ditemukan melalui penelitian tentang adanya dan lokasinya nyeri tekan dan nyeri
gerak. Nyeri tekan dapat dibangkitkan dengan penekanan langsung pada sendi
panggul, trokhanter mayor, tuber iskii, dan spina iskiadiaka. Sedangkan nyeri gerak
dapat diprovokasi dengan tindakan dari Patrick dan Gaenslen.
c. Iskialgia dapat sebagai perwujudan neuritis primer.
Primary sciatic neuritis dianggap sebagai penyakit langka. Tetapi dengan
adanya NSAID yang dapat menyembukan iskialgia, anggapan yang sudah baku
tersebut berubah. Iskialgia yang mudah disembuhkan dengan NSAID dapat
dinamakan iskialgia benigna. Tetapi tanpa pengobatanpun iskialgia itu dapat dijuluki
sciatica a frigore atau iskialgia rematoid.
Di Indonesia, sebelum iskialgia melanda, penderita kebanyakan sudah pernah
menderita tendovaginitis, periartritis humeroskapularis, fasitis plantaris, tennis elbow
atau golfer’s elbow dan lain-lain, jenis manifestasi rematisme. Gejala utama neuritis
iskiadikus primer adalah nyeri yang dirasakan bertolak dari daerah antara sakrum dan
sendi panggul, tepatnya di foramen infrapiriforme atau insisura iskiadika dan
menjalar sepanjang perjalanan n. Iskiadikus dan lanjutannya. Berbeda dengan
iskialgia diskogenik, neuritis iskiadikus primer tidak mempunyai kaitan dengan sakit
pinggang bawah kronik. Mula timbulnya akut atau subakut, sering berkenaan dengan
7
diabetes melitus, masuk angin, flu, sakit tenggorokan, nyeri dan pegal pada
persendian. Nyeri tekan positif pada penekanan terhadap n.iskiadikus dan m. Tibialis
anterior serta m. Peroneus longus.
2.4 Gambaran klinis 1
Yang harus di perhatikan dalam anamnesa antara lain :
1. Nyeri pinggang. Lokasi nyeri, sudah berapa lama, mula nyeri, jenis nyeri
(menyayat, menekan, dll), penjalaran nyeri, intensitas nyeri, pinggang
terfiksir, faktor pencetus, dan faktor yang memperberat rasa nyeri.
2. Kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan didalam subarachnoid
seperti batuk, bersin dan mengedan memprivakasi terasanya ischialgia
diskogenik
3. Faktor trauma hampir selalu ditemukan kecuali pada proses neoplasma atau
infeksi
2.5 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Perhatikan keadan tulang belakang, misalnya skoliosis, hiperlordosis atau
lordosis lumbal yang mendatar. Tulang belakang lumbosakral memperlihatkan
pembatasan lingkup gerak.3
b. Palpasi
Lakukan palpasi pada otot-otot paravertebralis untuk menemukan adanya
nyeri tekan dan spasme. Dengan sendi pangkal paha yang berada dalam keadaan
8
fleksi dan pasien berbaring miring pada sisi tubuh yang lain, lakukan palpasi nervus
iskiadikus. Serabut saraf tersebut berada pada pertengahan jarak antara trokhanter
mayor dan tuber iskiadikum ketika meninggalkan rongga pelvis melalui insisura
iskiadiaka. Nyeri tekan pada nervus iskiadika menandakan hernia pada diskus atau
lesi berupa massa yang mengenai radiks saraf dan menimbulkan nyeri tersebut.
Herniasi diskus intervertebralis (herniasi nukleus pulposus; HNP) yang paling sering
terjadi di antara vertebra L5 dan S1 atau di antara L4 dan L5 dapat menimbulkan
nyeri tekan pada prosesus spinosus, persendian intervertebralis, otot paravertebra,
insisura sakroiskiadika dan nervus iskiadika.3 Namun pemeriksaan fisik ini belum
dapat untuk mengidentifikasi level herniasi diskus yang sesuai dengan hasil MRI.4
c. Reflek
- KPR ↓ dan atau APR ↓
d. Pemeriksaan lain
- test Laseque,
Iskialgia diskogenik dapat diprovokasi dengan mengangkat tungkai dalam
posisi lurus. Tes positif (=konfirmasi iskialgia akibat HNP) kalau iskialgia
bangkit sebelum tungkai mencapai kecuraman 70 derajat.1,7
- test kontra Lasegue
Bangkitnya iskialgia diskogenik pada tungkai yang terkena dapat diprovokasi
dengan mengangkat tungkai yang sehat dalam posisi lurus.1
- Test Patrick
Tes ini dilakukan untuk membangkitkan nyeri di sendi panggul yang terkena
penyakit. Dengan menempatkan tumit atau maleolus lateralis tungkai yang
9
terkena pada lutut tungkai yang sehat dapat dibangkitkan nyeri di sendi panggul
kalau diadakan penekanan pada lutut yang difleksikan itu.1,5,6,7
- Test contra Patrick
Tindakan pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan lokasi patologi di sendi
sakro iliaka jika terasa nyeri di daerah bokong, baik yang menjalar sepanjang
tungkai maupun yang terbatas pada daerah gluteal dan sakral saja. Lipatkan
tungkai yang sakit dan endorotasikan serta aduksikan. Kemudian diadakan
penekanan sejenak pada lutut tungkai itu. Nyeri yang bangkit terasa pada garis
sendi sakroiliaka bila di situ terdapat suatu patologi.1
- Test Naffziger
Dengan menekan pada kedua vena jugularis dan menyuruh pasien mengejan,
tekanan intrakranial dan intratekal dinaikkan. Karena itu iritasi yang ada
terhadap radiks diperkuat, sehingga iskialgia diskogenik dapat diprovokasi.1
- Tanda bragard, tanda sicard
Dengan lutut kaku, ekstremitas bawah di fleksikan pada panggul sampai pasien
merasa nyeri, kemudian kaki didorsofleksikan (tanda bragard), atau ibu jari
didorsofleksikan (tanda sicard). Peningkatan rasa nyeri menunjukkan penyakit
radiks saraf.8
- Tes valsalva
Pasien dalam posisi duduk, kemudian disuruh tutup hidng dan mengedan. Jika
pasien merasa nyeri, tes valsalva positif
10
2.6. Pemeriksaan penunjang2
1. Foto rontgen lumbosakral
2. Elektromielografi
3. Myelografi
4. CT scan
5. MRI
2.7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
- Istirahat lebih kurang 2-3 minggu
- Analgetik
- NSAID
- Rehabilitasi (Mobilisasi)
Banyak strategi penatalaksanaan untuk iskialgia dibandingkan pada review
sistematis dan metaanalisis. Temuan yang didapatkan mendukung pengobtan
nonopioit, injeksi epidural, dan operasi diskus. Juga menunjukkan bahwa manipulasi
spinal , akupuntur, dan pengobatan percobaan seperti agen biologi anti inflamasi,
mungkin dilibatkan. Temuan tidak mendukung efektifitas analgesi opioit, istirahat,
terapi latihan, edukasi (ketika dilakukan tunggal), dikektomi perkutaneus, atau
traksi.8,9 Namun demikian, Efektivitas dan tolerabilitas obat yang biasa diresepkan
untuk pengelolaan iskialgia dalam perawatan primer belum jelas.10
b. Penatalaksanaan khusus
Diberikan sesuai dengan etiologi ischialgia
11
2.8. Faktor Prognosis
Faktor prognosis ini berhubungan dengan waktu untuk kembali bekerja pada
pasien dengan iskialgia. Faktor tersebut berupa : umur, keadaan umum, riwayat
iskialgia, durasi episode iskialgia, batas gangguan iskialgia, kecemasan untuk
kembali bekerja, nyeri pinggang, dan hasil straight leg raising test. Faktor yang
mempercepat masa untuk kembali bekerja berupa usia muda, keadan umum baik,
dengan batas gangguan iskialgia rendah, ketakutan bekerja sedikit, dan hasil straight
leg raising test negatif. Sementara riwayat iskialgia dengan episode serangan lebih
dari 3 bulan, batas gangguan iskialgia besar, ketakutan untuk kembali bekerja,
disertai nyeri pinggang, akan memperlama waktu untuk kembali bekerja, begitu pun
dengan terapi bedah.11
12
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien perempuan berumur 75 tahun dirawat di bangsal Neurologi
RSUD Ahmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 24 Juni 2014 dengan :
Identitas
Nama : Ny. J
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 75 tahun
Alamat : Koto Baru, Salo, Kec. Baso
Agama : Islam
Pekerjaan : pasien sudah tidak bekerja
Suku : Minang
Masuk RS : 24 Juni 2015
Tanggal Pemeriksaan: 8 Juli 2015
No MR : 39.68.87
Keluhan Utama :
Nyeri pinggang kanan menjalar sampai ke kaki kanan yang semakin
meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri pinggang kanan menjalar sampai ke kaki yang semakin meningkat sejak
3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan menusuk-nusuk dan menjalar sampai ke
kaki. Nyeri dirasakan ketika, membungkuk dan saat digerakkan.
13
Nyeri pinggang membuat pasien sulit untuk berdiri
Nyeri pinggang disertai dengan sensasi raba yang berkurang pada daerah lutut
kanan sampai ke kaki kanan
Nyeri pinggang membuat pasien tidak dapat bekerja seperti biasa.
Sebelumnya pasien masih dapat beraktivitas seperti membersihkan halaman
rumah
Kelemahan pada kedua tungkai tidak ada.
Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada
BAB dan BAK biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat jatuh di kamar mandi dengan posisi terduduk ada sekitar 6 bulan
yang lalu. Sejak 6 bulan lalu pasien sudah mulai merasakan nyeri, tapi nyeri
tidak terlalu mengganggu sehingga pasien masih bisa beraktivitas. Pasien
hanya membawa berobat kampung.
Riwayat DM, Sakit jantung dan stroke disangkal.
Riwayat hipertensi dikenal sejak 2 tahun yang lalu, dengan tekanan darah
tertinggi 300 mmHg. Pasien hanya berobat kampung, baru di bawa ke dokter
6 bulan terakhir, namun tidak kontrol teratur. Pasien tidak mengetahui nama
obat yang diminum biasanya.
Riwayat rematik ada sejak satu tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga :
14
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan sakit seperti pada pasien ini
Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan:
- Pasien sudah lama tidak bekerja, dulu pasien bekerja sebagai petani.
- Beberapa tahun terakhir, pasien sehari-hari mengisi waktu dengan
membersihkan halaman rumah
.
PEMERIKSAAN FISIK:
Vital Sign :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC , GCS 15 E4M6V5
Tekanan darah : 130/ 80 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x / menit
Frekuensi nafas : 24 x / menit
Suhu : Afebris
Status Internus :
Kulit : tidak ada kelainan.
KGB : tidak teraba pembesaran.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Leher : JVP 5-2 cmH2O.
Paru Inspeksi : gerakan simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
15
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : vesikuler, rhonkhi (-), wheezing (-)
Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : murni, teratur, bising (-)
Perut Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) Normal
Genitalia : tidak diperiksa.
Status Neurologis :
1. Tanda rangsangan meningeal :
Kaku kuduk : (-)
Kernig : -/-
Brudzinsky I : -/-
Brudzinsky II : -/-
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial (-)
3. Nn. Kranial :
N I kanan kiri
Subjektif normosomia normosomia
Dengan bahan tidak dilakukan tidak dilakukan
16
N II
Tajam penglihatan Normal Normal
Lapangan pandang Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan
N III
Bola mata Orto Orto
Pergerakan bulbus Baik Baik
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nystagmus Tidak ada Tidak ada
Exopthalmus Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pupil Besar 3mm 3mm
Bentuk Bulat Bulat
Refleks cahaya Baik Baik
Refleks konvergensi Baik Baik
Refleks akomodasi Baik Baik
N IV
Pergerakan mata Baik Baik
(ke bawah- keluar)
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar Tidak ada Tidak ada
N V
Membuka mulut Baik Baik
Mengunyah Baik Baik
Menggigit Baik Baik
Refleks kornea + +
Sensibilitas Baik Baik
17
N VI
Pergerakan mata ke lateral Baik Baik
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar Tidak ada Tidak ada
N VII
Raut Wajah Normal Normal
Sekresi air mata Normal Normal
Fissura palpebralis Normal Normal
Menggerakan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Bersiul Baik Baik
Sensasi lidah 2/3 depan Baik Baik
N VIII Kanan Kiri
Detik arloji Baik Baik
Suara berisik Baik Baik
Weber tidak dilakukan tidak dilakukan
Rinne tidak dilakukan tidak dilakukan
Swabach tidak dilakukan tidak dilakukan
N IX
Sensasi 1/3 belakang tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek muntah + +
N X
Arcus pharynx simetris simetris
Uvula di tengah di tengah
18
Menelan Baik Baik
Artikulasi Baik Baik
Suara Normal Normal
Nadi Reguler Reguler
N XI kanan kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Normal Normal
Mengangkat bahu ke kanan Normal Normal
Mengangkat bahu ke kiri Normal Normal
N XII kanan kiri
Kedudukan lidah dalam Normal Normal
Kedudukan lidah dijulurkan Normal Normal
Tremor Lidah tidak ada tidak ada
Fasikulasi tidak ada tidak ada
Atrofi tidak ada tidak ada
4. Motorik :
Ekstremitas superior kanan kiri
Tonus eutonus eutonus
Kekuatan 555 555
Trofi eutrofi eutrofi
Ekstremitas inferior
Tonus eutonus eutonus
Kekuatan 555 555
19
Trofi eutrofi eutrofi
5. Sensorik :
- proprioseptif baik
- ekterioseptif
sensasi raba pada tungkai kanan berkurang mulai dari lutut ke bawah
6. Otonom : BAK dan BAB terkontrol
7. Refleks fisiologis : KPR melemah /+ APR -/+
8. Reflek patologis :
Babinsky : -/-
Gordon : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
9. Pemeriksaan iskialgia
Lasegue (+)
Kontra lasegue (+)
Patrick (+)
Kontra Patrick (+)
Test valsava (+)
Pemeriksaan laboratorium :
Darah Rutin
Hb : 13,5 gr%
20
Leukosit : 8.450/mm3
Trombosit : 264.000 / mm3
Kimia Klinik
Gula darah relatif : 100 mg/ dl
Ureum : 24 mg dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Ischialgia dextra
Diagnosis topik : Diskus Intervertebralis
Diagnosis etiologi : trauma
Diff. Diagnosis : arthritis sakroiliaka
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto Rontgen Lumbo sakral AP dan lateral
Kesan : spondilosis lumbal dan skoliosis
b. EMG
TERAPI
1. Umum
- Bedrest total selama 2-3 minggu
- Pemasangan korset lumbosakral untuk imobilisasi
2. Khusus
- IVFD RL 20 tetes/ menit
- Ketorolac drip 1 amp
21
- Metcobalamin 3x 500 mg
PROGNOSIS
Quo ad sanam : dubia at bonam
Quo ad vitam : bonam
BAB 4
DISKUSI
22
Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan berumur 75 tahun masuk
ke bangsal Neurologi RSUD Ahmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 24 Juni 2015
dengan diagnosis klinis ischialgia dextra ec susp trauma.
Dari anamnesis didapatkan bahwa nyeri pinggang kanan menjalar ke kaki.
Nyeri dirasakan meningkat bila pasien bergerak dan membungkuk Pasien juga
mengeluhkan sulit untuk berdiri karena rasa nyeri tersebut, sehingga tidak bisa
beraktivitas seperti biasa.
Pemeriksaan neurologis menunjukkan pasien merasa nyeri pada test laseque,
kontra lasegue, patrick, kontra petrick, serta tes valsava. Hal ini menunjukkan
ischialgia sebagai perwujudan lesi iritatif terhadap serabut radiks.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang, maka
pasien ini didiagnosis klinis dengan ischialgia dextra dengan diagnosis topik discus
intervertebralis dan diagnosis etiologi trauma. Terapi umum pada pasien ini adalah
bedrest total selama 2-3 minggu disertai dengan pemasangan korset lumbosakral
untuk imobilisasi. Terapi khususnya adalah IVFD RL 20 tetes/ menit, ketorolac drip 1
amp, metcobalamin 3x 500 mg
Daftar Pustaka
23
1. Mardjono, Mahar, Priguna, Sidarta. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
2. Wheeler, Anthony H. 2013. Low Back Pain and Sciatica. Melalui http://emedicine.medscape.com/article, di akses pada tanggal 18 Februari 2014
3. Bickley, Lynn S. 2009. BATES Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
4. Revinoja, Anni E, Marcus V. Paananin, et al.2011. Sport, Smoking, and Overweight during Adolhood: A 28 year follow up Study of Birth Cohort. American Journal of Epidemiology, Vol 173 No. 8, 10 Maret 2011
5. Ashworth, J, K. Konstantine, at al. 2014. Predictors of Poor outcome in Sciatica : a Systemic review of literature. British editional society of bone and joint. Orthopedic Proceeding Print
6. Hancock, Mark J, Koes, Bart, at al. 2011. Diagnostic accuracy of the Clinical Examination in Identifying the level of Herniation in Patiens with Sciatica. Spine journal, volume 36, issue 11, p E712-E719
7. Hsu, Philip S, Carnel Armon, Kerry levin. 2011. Lumbosacral Radiculopathy : Pathophysiology, Clinical Features, and Diagnosis. Diakses dari www.Physiologie.uni-maiz.di/physio.mittman/ThalfallZ3.pdf pada tanggal 18 feb 2014
8. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
9. Lewis, Ruth A, Nefyn H. Willians, at al. 2013. Comparative clinical Effectiveness of Management Study for Sciatica: systemic review and network meta analysis. The Spain journal, Publised 3 oct 2013
10. Pinto, Rafael Zambelli. 2012. Drugs for relief of Pain in Patients with Sciatica: Systematic review and Meta-analysis. BMJ
11. Grovie, Lars, Anne J. Haugin. 2013. Prognostic Factors for Return to work in patients with Sciatica. The spine Journal, Vol 13, issue 12, page 1849-1857
24