Top Banner

of 43

Case Gilut Fix

Oct 04, 2015

Download

Documents

case gigi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

Laporan KasusSindrom Sjogren

Oleh:Dwika Putri Mentari, S.Ked

04084811416033

Novrilia Kumala Sari, S.Ked 04084811416034

I Made Bayu W, S.Ked

04124708054

Pembimbing:

drg. Billy Sujatmiko, SpKGDEPARTEMEN GIGI DAN MULUTRUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Sindrom Sjogren. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada drg. Billy Sujatmiko, SpKG selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang, 6 Januari 2015

Penulis

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan KasusJudul

Sindrom SjogrenOleh:

Dwika Putri Mentari, S.Ked04084811416033

Novrilia Kumala Sari, S.Ked 04084811416034

I Made Bayu W, S.Ked 04124708054Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang

Palembang, Januari 2015

drg. Billy Sujatmiko, SpKG

BAB I

LAPORAN KASUS1.1Identifikasi Pasien

Nama:Ny. SGUmur:42 tahun

Jenis Kelamin:PerempuanStatus Perkawinan:Kawin

Agama:Islam

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

Alamat:Jl. Keramat Talang Jawa RT 06 RW04 Pasar Tanjung

Enim Kebangsaan:Indonesia

1.2Anamnesis

a. Keluhan Utama : Rujukan dari bagian Penyakit Dalam untuk tanda-tanda karies dan fokal infeksib. Keluhan Tambahan : -c. Riwayat Perjalanan Penyakit

1 tahun yang lalu, penderita mengeluh kulit wajah mulai terasa licin dan mengkilat dibanding biasanya. Kulit juga terasa bersisik dan kering, mata kering dan terasa seperti terbakar (-), mata merah dan terasa gatal (-), sariawan (-), mulut terasa kering (-), gangguan menelan (-), lidah berkurang merasa makanan (-).

Sejak 9 bulan SMRS, pasien mengeluh kulit muka, kedua tangan sampai jari-jari dan kedua tungkai sampai kaki terasa mengeras dan menegang. Pasien merasa rahang terasa kaku dan terasa tidak leluasa membuka mulut tetapi masih bisa membuka mulut dan menganga.. Kulit juga terasa bersisik dan kasar. Warna kulit mulai tampak gelap dari biasanya.

Pasien mengeluh jari-jari kedua tangan semakin kaku dan tidak bisa lagi dipakai untuk menggenggam kuat. Pasien merasa warna kulit menjadi lebih gelap dari sebelumnya. Mata kering dan terasa seperti terbakar (+), rasa mengganjal pada mata (-).

4 hari smrs, pasien masih merasa rahang terasa kaku dan terasa tidak leluasa membuka mulut tetapi masih bisa membuka mulut dan menganga. Os merasa mulutnya kering, gangguan menelan (-), lidah berkurang merasa makanan (-). Mata kering dan terasa terbakar (+), rasa mengganjal pada mata (-).Os berobat ke rumah sakit lalu dirujuk ke RSMH.

Bagian Penyakit Dalam merujuk Os ke poli mata dan dikatakan produksi air mata os berkurang, kemudian os dirujuk ke poli Gigi RSMH untuk mencari adanya tanda-tanda karies.d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik

Penyakit atau Kelainan SistemikAdaDisangkal

Alergi : debu, dingin

Penyakit Jantung

Penyakit Tekanan Darah Tinggi

Penyakit Diabetes Melitus

Penyakit Kelainan Darah

Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H

Kelainan Hati Lainnya

HIV/ AIDS

Penyakit Pernafasan/paru

Kelainan Pencernaan

Penyakit Ginjal

Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah

Epilepsy

e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya

Penderita belum pernah melakukan pemeriksaan gigi sebelumnya.

1.3Pemeriksaan Fisik

a. Status Umum Pasien

1. Konsultasi: dari teman sejawat untuk fokal gigi2. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis

3. Berat Badan : 55 kg

4. Tinggi Badan : 156 cm

5. Vital Sign

Tekanan Darah : 130/80 Nadi : 88x/menit, isi dan tegangan cukup RR : 20x/menit

T : 36,6 0Cb. Pemeriksaan Ekstra Oral Wajah

: Simetris Bibir

: Simetris Tonus otot maksila : Normal

Tonus otot bibir : Normal KGB

: Tidak ada pembesaran dan tidak ada nyeri tekan TMJ

: Normal

c. Pemeriksaan Intra Oral Debris

: tidak ada Plak

: tidak ada Kalkulus

: ada, di semua regio Perdarahan Papilla Interdental : tidak ada

Gingiva

: tidak ada kelainan Mukosa

: kering (+) Palatum

: tidak ada kelainan

Lidah

: kering, kemerahan Dasar Mulut

: tidak ada kelainand. Status Lokalis GigiLesiSondasePerkusiPalpasiCEDiagnosis/ ICDTerapi

3.6-----Gangren radixPro Ekstraksi

4.6-----Gangren radixPro Ekstraksi

4.7-----Gangren radixPro Ekstraksi

e. Temuan MasalahSusp. Sindrom Sjogren dengan gangren radixf. Perencanaan Terapia. Susp Sjogren syndrome : sialometri, sialografi, scintigrafi, histopatologi

kelenjar saliva minorb. Gangren radix

: pro ekstraksic. Kalkulus

: ScallingBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi Rongga Mulut

Rongga mulut dan orofaring,merupakan bagian lain dari kepala dan leher, memberikan kontribusi pada kemampuan untuk mengunyah, menelan, bernapas, dan berbicara.

Gambar 1. Aantomi rongga mulut

Rongga mulut termasuk bibir, mukosa bukal ,gingiva, dua pertiga bagian depan lidah, dasar mulut di bawah lidah, palatum durum , dan trigonum retromolar (daerah kecil di belakang gigi molar3).

Bibir terutama disusun oleh sebgian besar otor orbikularis oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Vermilion berawarna merah karena ditutupi oleh lapisan tipis epitel sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Muara duktus kelenjar parotis menghadap gigi molar kedua atas.Gigi ditunjang oleh Krista alveolar mandibula dibagian bawah dan Krista alveolar maksila dibagian atas. Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan sebagian besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole dapat berubungan dengan faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring. Ketidakmampuan palatum mole menutup mengakibatkan kesulitan bicara dan menelan. Dasar mulut diantara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula. Muara duktus mandibularis terletak didepan tepi frenulum lidah. Anatomi Palatum

Secara anatomi, palatum terbagi menjadi palatum durum (merupakan bagian dari rongga mulut) dan palatum molle (merupakan bagian dari oropharynx). Palatum memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan sinus maksilaris. Mukosa palatum merupakan keratinisasi epitel skuamos pseudostratified. Namun demikian, submukosa memiliki banyak sekali kelenjar saliva minor, terutama pada palatum durum. Periosteal yang membungkus palatum durum menjadi barier relative terhadap pemisaha kanker kedalam tulang palatine.

Batas-batas rongga mulut ialah:

a. Depan : tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah

b. Atas : palatum durum dan molle

c. Lateral: bukal kanan dan kiri

d. Bawah: dasar mulut dan lidah

e. Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula, arkus glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah

Ruang lingkup tumor rongga mulut meliputi daerah spesifik dibawah ini:

a. bibir

b. lidah 2/3 anterior

c. mukosa bukal

d. dasar mulut

e. ginggiva atas dan bawah

f. trigonum retromolar

g. palatum durum

h. palatum molleSuplai neurovascular palatum berasal dari foramina palatine, yang berada di medial sampai gigi molar ketiga. Foramina ini membagi jalur untuk pemisahan tumor. Arteri palatina desendes dari maksilari interna membagi suplai darah. Pembuluh darah melewati secara anterio melalui foramen nasopalatina sampai ke hidung. Sensoris dan serat sekretomotor dari nervus maksilaris (VII) cabang dari nervus trigeminus dan ganglion pterygopalatina melintasi palatum durum melalui nervus palatine major dan minus.Secara anatomi, palatum molle adalah bagian dari oropharynx. Ini mengandung mukosa pada kedua permukaanya. Intervensi antara kedua permukaan mukosa adalah jaringan penyambung, serat otot, aponeurosis, banyak pembuluh darah, limfatik, dan kelenjar saliva minor. Secara fungsional, palatum molle berperan untuk memisahkan oropharynx dari nasopharynx selama menelan dan berbicara. Palatum molle mendekat ke dinding posterior pharyngeal selama menelan untuk mencegah regurgitasi nasopharyngeal dan mendekat selama berbicara untu mencegah udara keluar dari hidung.Gambar 1. Anatomi Palatum

2.2 SINDROM SJOGREN

I. Definisi

Sindrom Sjogren (SS) disebut juga Autoimmune Exocrinopathy, Mickuliczs Disease, Geugerots Syndrome, Sicca Syndrome adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjar saliva dan lakrimalis.1,2II. Epidemiologi

Sindrom Sjogren merupakan penyakit autotimun yang sering dijumpai selain Systemic Lupus Eritematosus (SLE), di seluruh dunia angka kejadian SS berkisar 0,1-4% populasi. Hampir 60% Sindrom Sjogren ditemukan bersamaan dengan penyakit autoimun lain. SS dapat dijumpai pada semua usia, paling sering pada usia 40-60 tahun, terutama pada wanita dengan perbandingan wanita dan pria adalah 9:1.2 Prevalensinya pada populasi wanita di China berkisar 0,33-0,77%.III. Etiologi

Penyebab SS sampai saat ini masih belum diketahui pasti; terdapat peranan faktor genetic dan non genetik. Didapatkan adanya kaitan antara SS dengan Human Leukocyte Antigen (HLA) HLA-DR dan DQ.1 Frekuensi pasien dengan HLA-DR52 pada SS Primer diperkirakan mencapai 87%, sedangkan pada SS sekunder akan meningkat seiring penyakit penyertanya seperti Rheumatoid Arthritis, Systemic Lupus Erythematosus, Sklerosis Sistemik.

Keterlibatan struktur kelenjar lakrimal dan saliva juga diduga sebagai salah satu etiologi SS. Bentuk patologis kelenjar lakrimal dan saliva pada SS menunjukkan agregasi limfosit pada bagian periduktal, kemudian menujupanlobulus. Sel-sel ini terdiri dari 75% sel TCD4 dan sel memori, 10% sel B dan sel plasma yang mensekresi immunoglobulin. Walaupun terjadi destruksi lobuli, 40-50% sampel biopsy kelenjar saliva pasien SS menunjukkan struktur normal sehingga proses destruksi kelenjar saliva dan lakrimal tidak menentukan derajat manifestasi klinis SS.

Keterlibatan struktur pada SS bermanifestasi sebagai hipergamaglobulinemia dan produksi autoantibodi multipel, terutama Anti Nuclear Antibody (ANA) dan Rheumatoid Factor (RF). Hal ini bisa memicu aktivasi sel B poliklonal, tapi penyebab meluasnya aktivasi ini tidak diketahui pasti. Keterlibatan organ dan jaringan lain dapat menghasilkan reaksi antibodi, kompleks imun, atau infiltrasi limfosit dan terjadi pada satu per tiga kasus pasien SS. Pemanjangan masa hiperstimulasi sel B dapat memicu gangguan pada proses diferensiasi dan maturasi, dan dapat memicu peningkatan insiden limfoma.3Imunopatologi

Pada sebagian besar pasien SS terjadi peningkatan imunoglobulin dan autoantibodi. Autoantibodi ini ada yang non spesifik seperti RF, ANA, dan yang spesifik SS seperti anti Ro (SS-A) dan anti LA (SS-B). Peran anti Ro dan anti-La pada patogenesis SS masih belum jelas. tetapi pada wanita hamil dapat memicu terjadinya komplikasi; setelah kehamilan 20 minggu antibodi ini bisa menembus plasenta dan mengakibatkan inflamasi sistem konduksi jantung janin menyebabkan congenital heart block.1

IV. Patofisiologi

Mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya SS adalah stimulasi terus-menerus pada sistem autoimun, baik sel B maupun sel T, walaupun mekanisme abnormalitas imunitas humoral maupun selular masih belum diketahui pasti. Ada beberapa faktor yang diyakini bertanggung jawab mencetuskan SS yaitu kerentanan genetik, stres psikologis, hormonal, dan infeksi dapat memicu aktivasi sel epitel yang ditandai dengan terstimulusnya Toll-like receptor. Permulaan perjalanan SS adalah kelainan struktur kelenjar seperti perubahan matriks ekstraselular akibat infi ltrasi sitokin, kemokin, dan limfosit. Adanya stimulus pada Toll-like receptor memicu aktivasi sel T dan sekresi sitokin pro-infl amasi. Teraktivasinya sel epitel tidak hanya berfungsi sebagai APC yang memicu aktivasi sel B atausel T, tetapi juga mengaktivasi sel dendritik melalui regulasi molekul pro-apoptosis yang menyimpan bentukan eksosom sehingga dapat membantu aktivasi sel B. Selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas B-cell activating factor (BAFF) yang sekresinya memicu disproporsi terhadap jumlah sel B yang diaktivasi sehingga memicu jumlah limfosit tambahan pada jaringan kelenjar yang selanjutnya memperberat proses destruksi kelenjar. Hiperaktivitas sel B merupakan kejadian peningkatan kadar imunoglobulin dan autoantibodi di sirkulasi untuk melawan autoantigen ribonukleoprotein. Ro/SS-A dan La/SS-B. Anti-La bersifat lebih spesifi k tapi kurang sensitif untuk SS dibandingkan anti-Ro sejak munculnya penyakit autoimun SLE. Antibodi sirkulasi yang terlibat meliputi RF danAnti-Fodrin. Cryoglobulin tipe II (monoclonal dengan aktivitas RF) tampak pada 20% pasien. Hipokomplemenemia terjadi pada pasien SS dengan vaskulitis sistemik, glomerulonefritis, dan limfoma sel B. Antimitochondrial Antibodies (AMA), sejalan dengan peningkatan transaminase dan alkalin fosfatase, ditemukan setidaknya pada 7% kasus pasien SS dengan tampilan histologis sirosis biliaris primer stadium I. Antithyroglobulin (anti-TG) dan Anti thyroid peroxidase (anti-TPO) muncul pada pasien SS dengan penyakit dasar Tiroiditis Hashimoto yang ditandai munculnya antibody Anticentromere Antibodies (ACA) yang berkorelasi dengan rendahnya angka kejadian pembesaran kelenjar parotis dan antibodi anti-La. Antibodi anti-DNA positif pada pasien SS yang berkaitan dengan SLE, antiphospholipid (a-PL), dan antineutrophilcytoplasmic (ANCA) merupakan antibodiatipikal yang paling sering ditemukan.4

V. Manifestasi klinis

Gambaran klinik SS sangat luas berupa suatu eksokrinopati disertai gejala sistemik dan ekstraglandular. Xerostomia dan xerotrakea merupakan gambaran eksokrinopati mulut. Gambaran eksokrinopati pada mata berupa mata kering atau keratokonjungtivitis sicca akibat mata kering. Manifestasi ekstraglandular dapat mengenai paru, ginjal, pembuluh darah maupun otot. Gejala sistemik pada SS sama seperti penyakit autoimun lain dapat berupa kelelahan, demam, nyeri otot, artritis.

Poliartiritis nonerosif merupakanbentuk artiritis yang khas pada SS. Raynauds phenomena merupakan gangguan vaskular yang sering ditemukan, biasanya tanpa telangiektasis maupun ulserasi jari. Manifestasi ekstraglandular lain tergantung penyakit sistemik yang terkait misalnya RA, SLE, dan Sklerosis Sistemik. Meskipun SS tergolong penyakit autoimun yang jinak, bisa berkembang menjadi malignan, diduga karena transformasi sel B ke arah ganas.2Manifestasi Glandular

1. Xerostomia

Lebih dari 90% pasien dengan keluhan gejala SS adalah gangguan fungsional kelenjar saliva. Pasien sering mengeluhkan rasa tidak enak, sulit memproses makanan kering, dan membutuhkan minum lebih banyak air. Pada tahap awal SS, mulut tampak pucat dan lembap; dengan berjalannya penyakit, tidak tampak saliva pada dasar mulut. Seiring progresifi tas penyakit, terutama pada stadium lanjut, mukosa cavum oris akan menjadi sangat kering. Permukaan lidah menjadi merah dan berlobulasi disertai depapilasi parsial maupun komplit. Xerostomia menjadi sangat nyeri disertai sensasi terbakar, disertai pembentukan fisura lidah, disfagia, disertai keilitis angularis. Keadaan di atas dapat memicu infeksi Staphylococcus aureus atau Pneumococcus yang bermanifestasi sebagai sialadenitis akut. Lebih jauh penyakit ini dapat menyebabkan karies dentis, infeksi periodontal, peningkatan kejadian kandidiasis.1,52. Keratoconjungtivitis Sicca (KCS)

Mata kering pada SS disebut KCS yang lebih sering tampak dibanding xerostomia. Anamnesis yang cermat dibutuhkan untuk mendeteksi gejala mata kering. Keluhan utama KCS adalah rasa mengganjal bisa disertai rasa tebal, fotosensitif, dan sensasi terbakar. Mata kering disebabkan infi ltrasi limfosit pada kelenjar lakrimal sehingga mengganggu produksi dan komposisi airmata menyebabkan gangguan epitel kornea dan konjungtiva yang diketahui merupakan penanda KCS. Pada kasus berat, dapat terjadi gangguan visus. Komplikasi ulkus kornea dapat memicu perforasi dan iridosiklitis.53. Pembesaran Kelenjar Paratiroid

Sekitar 20-30% pasien SS Primer mengalami pembesaran kelenjar parotis atau submandibula yang tidak nyeri. Pembesaran kelenjar ini bisa berubah menjadi limfoma. Suatu penelitian mendapatkan 98 orang dari 2311 pasien SS (4%) berkembang menjadi limfoma, sementara Ioannidis mendapatkan 38 dari 4384 pasien SS berkembang menjadi limfoma.2Manifestasi Ekstraglandular

Banyak manifestasi ekstraglandular pada SS yaitu artralgia (25-85%), fenomena Raynoud (13-62%), tiroiditis autoimun Hashimoto (10-24%), renal tubular asidosis (5-33%), sirosis bilier primer dan hepatitis autoimun (2-4%), penyakit paru (7-35%), vaskulitis (9-32%). Risiko limfoma meningkat pada pasien SS.

1. Manifestasi Kulit

Merupakan gejala ekstraglandular yang paling sering dijumpai, dengan gambaran klinis yang luas. Kulit kering dan gambaran vaskulitis merupakan keluhan yang sering dijumpai. Manifestasi vaskulitis pada kulit bisa mengenai pembuluh darah sedang maupun kecil. Vaskulitis pembuluh darah sedang biasanya terkait dengan krioglobulin dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil berupa purpura. Vaskulitis di kulit dikatakan merupakan petanda prognosis buruk.22. Manifestasi Paru

Manifestasi penyakit paru yang sering dijumpai adalah Penyakit Paru Interstisial atau fibrosis berat. Adanya pembesaran kelenjar limfe parahiler sering menyerupai limfoma (pseudolimfoma). Manifestasi paru pada SS primer dan sekunder berbeda, manifestasi SS sekunder disebabkan oleh penyakit primer yang mendasari.2

3. Manifestasi Pembuluh Darah

Vaskulitis ditemukan sekitar 5%, dapat mengenai pembuluh darah sedang maupun

kecil dengan manifestasi klinik berbentuk purpura, urtikaria berulang, ulkus kulit, dan mononeuritis multipel. Vaskulitis pada organ internal jarang ditemukan. Fenomena Raynaud dijumpai pada 35% kasus dan biasanya muncul setelah bertahun-tahun, tanpa disertai telangiektasis dan ulserasi.24. Manifestasi Ginjal

Keterlibatan ginjal hanya sekitar 10%. Manifestasi tersering berupa kelainan tubulus dengan gejala subklinis. Gambaran kilnis dapat berupa hipofosfaturia, hipokalemia, hiperkalemia, asidosis tubular renal tipe distal. Manifestasi sering tidak jelas, dapat menimbulkan komplikasi batu kalsium dan gangguan fungsi ginjal. Gejala hipokalemia sering dijumpai dengan klinis kelemahan otot. Pada biopsi ginjal didapatkan infi ltrasi limfosit pada jaringan interstisial.25. Manifestasi Neuromuskular

Manifestasi neurologi akibat vaskulitis system saraf dengan manifestasi klinik neuropati perifer. Neuropati kranial juga dapat dijumpai pada SS, biasanya tunggal, misalnya neuropati trigeminal, neuropati optik. Neuropati sensorik merupakan komplikasi neurologi yang sering dijumpai. Kelainan muskular hanya berupa mialgia dengan enzim otot dalam batas normal.26. Manifestasi Gastrointestinal

Keluhan yang sering dijumpai adalah disfagia karena kekeringan daerah mulut dan esophagus, disamping itu dismotilitas esophagus akan menambah kesulitan proses menelan. Mual dan nyeri perut daerah epigastrium juga sering dijumpai. Biopsi mukosa lambung menunjukkan gastritis kronik atrofi yang secara histopatologi didapatkan infiltrasi limfosit.27. Artritis

Lima puluh persen gejala artritis pada SS mungkin muncul lebih awal sebelum gejala sindrom sicca muncul. Artritis pada SS tidak erosif. Artralgia, kaku sendi, sinovitis, poliartritis kronis merupakan gejala lain yang mungkin dijumpai.2VI. Pemeriksaan Laboratorium

Pada SS sering didapatkan peningkatan imunoglobulin serum poliklonal dan sejumlah autoantibodi yang sesuai dengan aktivitas kronis sel B. Laju endap darah meningkat sesuai peningkatan globulin gama. Suatu penelitian multisenter atas 400 pasien SS berdasarkan kriteria The European Community Preeliminary Criteria tahun 1993 mendapatkan38% pasien SS. Kelainan hematologi yang bisa didapatkan pada SS adalah anemia 20%, leukopenia 16%, dan trombositopenia 13%, hipergamaglobulinemia ditemukan hampir pada 80% kasus.

VII. Kriteria diagnosis

(THE EUROPEAN COMMUNITY

PRELIMINARY CRITERIA,1993)25

I. Gejala Okular: jawaban YA pada paling tidak satu pertanyaan di bawah ini:

1. Apakah memiliki keluhan mata kering selama 3 bulan?

2. Apakah merasakan sensasi/rasa mengganjal pada mata?

3. Apakah menggunakan suplemen air mata paling tidak 3 kali sehari?

II. Gejala Oral: jawaban YA pada paling tidak satu pertanyaan di bawah ini:

1. Apakah memiliki keluhan mulut kering selama 3 bulan?

2. Apakah memiliki riwayat/saat ini berupa pembesaran kelenjar saliva?

3. Apakah banyak minum saat menelan makanan kering?

III. Pemeriksaan Mata: tanda objektif keterlibatan mata sebagai temuan positif, paling tidak pada satu pemeriksaan di bawah ini:

1. Tes Schrimer I, dilakukan tanpa anestesi (50 limfosit) per 4 mm2 jaringan kelenjar.

V. Keterlibatan Kelenjar Saliva: Temuan klinis yang mengarah pada gangguan kelenjar saliva paling tidak pada salah satu metode diagnostik berikut:

1. Salivary Flow