Top Banner
BAB I STATUS PASIEN Identitas : o Nama : Ny. A o Jenis kelamin : Perempuan o Usia : 46 tahun o Alamat : Cianjur o Masuk RS : 9 Januari 2012 o No. RM : A141509 Anamnesis : o Keluhan Utama : Luka di kaki kanan disertai nanah sejak 2 minggu SMRS o Riwayat Penyakit Sekarang : Luka di kaki kanan disertai nanah sejak 2 minggu SMRS. Keluhan luka disertai dengan bengkak dan nyeri. Luka awalnya muncul di awali dengan bengkak tanpa disertai nanah sejak 3 bulan SMRS. Nanah baru muncul sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengatakan bahwa tidak sadar saat tertusuk luka. Bengkak lama-kelamaan menjadi bertambah besar dan timbul rasa nyeri. Keluhan bengkak tidak disertai demam. Keluhan juga disertai dengan mual,dan muntah serta nyeri ulu hati. Pasien juga merasa lemas. Buang air besar normal. Buang air kecil normal. 1
43

Case Diabetic Foot

Dec 13, 2015

Download

Documents

portofolio
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Diabetic Foot

BAB I

STATUS PASIEN

Identitas :

o Nama : Ny. A

o Jenis kelamin : Perempuan

o Usia : 46 tahun

o Alamat : Cianjur

o Masuk RS : 9 Januari 2012

o No. RM : A141509

Anamnesis :

o Keluhan Utama :

Luka di kaki kanan disertai nanah sejak 2 minggu SMRS

o Riwayat Penyakit Sekarang :

Luka di kaki kanan disertai nanah sejak 2 minggu SMRS. Keluhan luka

disertai dengan bengkak dan nyeri. Luka awalnya muncul di awali dengan bengkak

tanpa disertai nanah sejak 3 bulan SMRS. Nanah baru muncul sejak 2 minggu SMRS.

Pasien mengatakan bahwa tidak sadar saat tertusuk luka. Bengkak lama-kelamaan

menjadi bertambah besar dan timbul rasa nyeri. Keluhan bengkak tidak disertai

demam. Keluhan juga disertai dengan mual,dan muntah serta nyeri ulu hati. Pasien

juga merasa lemas. Buang air besar normal. Buang air kecil normal.

3 tahun SMRS, pasien sering merasa ba’al pada kaki kanannya. Pasien di

diagnosa DM oleh dokter puskesmas 3 tahun yg lalu dengan GD awal yaitu 345 gr/dl.

Saat di diagnosa DM, pasien diberikan metformin 3 x 1 tetapi pasien tidak berobat

teratur. Pasien minum obat jika keluhan timbul.

o Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini. DM (+) 3 thn terakhir, Hipertensi

disangkal, kolesterol disangkal, Asam urat disangkal

1

Page 2: Case Diabetic Foot

o Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini, DM disangkal

o Riwayat Pengobatan :

Pasien belum pernah berobat sebelumnya utk mengobati luka ini

o Riwayat Psikososial

Pasien sering menggunakan alas kaki jika pergi keluar rumah. Merokok disangkal,

alkohol disangkal

o Riwayat Alergi :

Riwayat Alergi obat maupun makanan disangkal oleh orang tua OS.

Pemeriksaan Fisik :

KU : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 100/70 mmHg

HR : 80x/menit

Pernapasan : 18x/menit

Suhu : 36,50C

Status generalis

Kepala : Normocephal, rambut hitam

Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sclera ikterik -/-

Hidung : Deviasi septum nasi -/-, sekret (-), epistaksis (-)

Mulut : mukosa bibir lembab

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thorax

Pulmo : Inspeksi : simetris, barrel chest (-), retraksi ICS (+)

Palpasi : vocal fremitus ka = ki, ICS lebar (+)

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : vesicular +/+, wheezing +/+, ronki +/+

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS VI linea maxillaris anterior sinistra

2

Page 3: Case Diabetic Foot

Perkusi : batas jantung kanan pada ICS II linea parasternalis dextra

batas jantung kiri atas pada ICS II linea parasternalis sinistra

batas kiri bawah ICS V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I,II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen :

Inspeksi : datar

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Perkusi : timpani

Status Lokalis

at region pedis dextra :

• Inspeksi :terlihat ulcus a/r maleolus dextra (+), pus (+), darah (+), edema (+).

• Palpasi : Nyeri tekan (+), pulsasi arteri dorsalis pedis (+)

Resume :

Berdasarkan anamnesa :

Luka di kaki kanan disertai nanah sejak 2 minggu SMRS disertai dengan bengkak dan nyeri. Pasien

mengatakan bahwa tidak sadar saat tertusuk luka. Keluhan tidak disertai demam, disertai mual,dan

muntah serta nyeri ulu hati. 3 tahun SMRS, pasien sering merasa ba’al pada kaki kanannya. Riwayat

DM 3 tahun yg lalu tetapi pasien tidak berobat teratur.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Keadaan umum : tampak sakit sedang, Kesadaran GCS = 15, TD = 100/70 mmHg, Nadi =

80 x/menit, RR = 18 x/menit, suhu = 36,5o C. Status generalis dalam batas normal.

Status lokalis a/r abdomen inspeksi : Inspeksi :terlihat ulcus a/r maleolus dextra (+), pus (+),

darah (+), edema (+), Palpasi : Nyeri tekan (+), pulsasi arteri dorsalis pedis (+)

3

Page 4: Case Diabetic Foot

Assassment : ulkus diabetikum dextra grade V

dd/ ulkus non diabetikum

Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan darah rutin serta GDS 9 Januari 2013

Pemerik saan Hasil Satuan Nilai Normal

WBC 28.700 103/uL 4.– 10 x 103

HGB 7.2 g/dL 11.5 – 14.5

HT 20.2 % 32.0 – 42.0

PLT 457.000 103/uL 150 – 450 x 103

GDS 397 mg/dl 120 – 200 mg/dl

Planning

• Transfusi PRC 1I labu

• Infus NaCl 0,9% 20 tpm

• Ciprofloxacin 2 x 1 gr

• Rantidin 2 x 1 amp

• Metrondazole 3 x 1 infus

• Ketorolac 2 x 1 amp

• Gentamisin 2 x 1

• Insulin sesuai protab

• Anputasi

4

Page 5: Case Diabetic Foot

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya

komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang

lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat

berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.

Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi

kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan

gejala dan tanda sebagai berikut :

1. Sering kesemutan

2. Nyeri saat istirahat.

3. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).

Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa anggota tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,

jantung dan pembuluh darah.

2.2. Epidemiologi

Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset

ataumulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga

morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini.

Prevalensi ulkus pada penduduk berkisar antara 2 - 10 %, sebenarnya hanya

sebagian kecil persoalan kaki kemudian berlanjut sampai memerlukan amputasi tungkai

bawah. Sebagian besar dapat diselamakan dengan pengelolaan yang cermat.

5

Page 6: Case Diabetic Foot

Diabetes mellitus adalah sebagai penyebab utama amputasi ekstremitas bawah

non traumatik di Amerika Serikat. Amputasi kaki karena diabetes merupakan 50 % total

amputasi di Amerika Serikat. Dalam 1 tahun pasca amputasi 14,8 % meninggal dan

meningkat 37 % pada pengamatan 3 tahun.

2.3. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus terdiri atas :

a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :

1) Umur ≥ 60 tahun.

Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita ulkus

diabetika 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun. Penelitian

kasus kontrol di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus

diabetika pada usia tua ≥ 60 tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda < 55 tahun.

Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia

tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan

sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap

pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.

2) Lama DM ≥ 10 tahun.

Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah

menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali,

karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga

mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan

neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya

robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.

b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup)

1) Obesitas.

2) Hipertensi.

3) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.

4) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.

6

Page 7: Case Diabetic Foot

5) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :

a) Kolesterol Total tidak terkontrol.

b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.

c) Trigliserida tidak terkontrol.

6) Kebiasaan merokok.

7) Ketidakpatuhan Diet DM.

8) Pengobatan tidak teratur.

2.4. Patogenesis

Kaki diabetes merupakan kombinasi antara arteriosklerosis ke-2 tersering setelah

arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah.

Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular Disease). Ada 3

faktor yang dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu

neuropati, PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tetapi

seringkali merupakan komplikasi iskemia maupun neuropati.

Pada kaki neuropatik, somatic dan otonom rusak, namun sirkulasi masih intak

sehingga nadi teraba jelas, secara klinis kaki teraba hangat, sensasi terhadap rabaan

berkurang, dan kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam : ulkus neuropatik,

sendi neuropatik (sendi Charcot) dan edema neuropatik.

Patogenesis Neuropati

Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara

patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat dianggap

sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes mellitus bersama

faktor genetik, dan lingkungan (misalnya alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut

memberi neuropati klinis. Faktor metabolik : kenaikan poliol, sorbitol / osmotik poliol

(hasil reduksi glukosa oleh enzim yang banyak tertimbun pada sel tubuh penderita DM),

fruktosa, kurangnya kontrol gula darah, dan penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP

menyebabkan demielinasi artrofi akson; autoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD

menyebabkan neuropati, gangguan vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma

memberi hipoksia endoneurial yang selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental.

7

Page 8: Case Diabetic Foot

Adapun faktor lain seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etiologi sel darah merah

dan hematologic.

Perubahan yang terjadi pada kaki DM

Patogenesis Angiopati

Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler berupa

arteriosklerosis. Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan metabolisme

karbohidrat dalam pembuluh darah, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol. Hal

tersebut akan diperberat dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol.

Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah kapiler

yang diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan kolagen. Pembuluh

darah arteri yang paling sering terkena adalah arteri tibialis dan poplitea. Adanya

trombus, emboli maupun tromboemboli menyebabkan penyempitan lumen pembuluh

darah. Selanjutnya oklusi dapat menjadi total dan jika perfusi darah dari aliran kolateral

tidak mencukupi kebutuhan maka terjadi iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan

gejala claudicatio intermitten dan yang paling berat dapat mengakibatkan gangren.

Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler, menyebabkan

ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau sebagian kecil kulit.

Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi, infeksi ataupun gangren.

Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang mengalami gangguan berukuran lebih

besar maka gangguan oksigenasi jaringan akan lebih luas. Adanya trombus yang

menyumbat lumen arteri akan menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh

darah yang sedang atau besar. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun

kronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat

makrovaskuler (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskuler

menyebabkan terjadinya iskemia kaki dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai

terjadinya ulkus.

Patogenesis Infeksi

8

Page 9: Case Diabetic Foot

Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi daripada

orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi serius karena gejala

klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita.

Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:

a. Faktor imunologi

produksi antibodi menurun

peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal

daya fagositosis granulosit menurun

b. faktor metabolik

hiperglikemia

benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya

glikogen hepar dan kulit menurun

c. faktor angiopati diabetika

d. faktor neuropati

Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak kaki,

selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak kaki.

Pada ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan infeksi kuman

Gram positif, negatif dan anaerob.

Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Abses pada deep plantar space

2. Selulitis non supuratif dorsum pedis

3. Ulkus perforasi pada telapak kaki

9

Page 10: Case Diabetic Foot

Mekanisme terjadinya ulkus kaki diabetik

2.5. Gambaran klinis

Gambaran klinisnya dibedakan menjadi :

1. Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik (Artropati

Charcot ), Edema neuropatik

a. Ulkus neuropatik

Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibreneuropathy yang

berakibat gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa hilangnya sensasi

panas dan nyeri sebelum rabaan dan fibrasi terganggu. Juga saraf simpatik

mengalami denervasi yang mengganggu aliran darah disebabkan karena terjadi

aliran yang berlebih dengan arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta dilatasi

arteri perifer. Aliran darah yang miskin makanan ini mengurangi efektivitas dari

perfusi jaringan yang memang sudah berkurang. Disamping ini neuropati merusak

serabut C saraf sensorik sehingga terjadi gangguan nosiseptor. Jadi ulkus pada kaki

diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat adanya gambaran gas. Penyebabnya

dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan Bacteroides sp. Untuk

melakukan identifikasi kasus yang rentan ulkus, kini digunakan alat sederhana

untuk screening, yaitu TCD (Tactile Circumferential Discriminator) pada hallux

yang korelasinya dengan menggunakan filament dan ambang fibrasi yang cukup

tinggi. Dalam menilai ulkus perlu dipastikan dalam serta luasnya ulkus.

Secara klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap

berbaring. Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada ulkus

maka perlu diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample untuk biakan

bakteri.

10

Page 11: Case Diabetic Foot

b. Artrofi Neuropatik

Kerusakan serabut motorik, sensorik dan autonom memudahkan

terjadinya atropati Charcot. Keadaan ini diduga akibat disfungsi saraf otonom

yang berakibat terjadi perfusi yang abnormal pada tulang-tulang kaki, sehingga

terjadi fragmentasi tulang dan kolaps arkus. Atropati Charcot atau dengan

nama lain “Rocker-bottom foot” ini rentan terhadap kerusakan jaringan dan

ulserasi. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler (aterosklerosis)

maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinya

iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus

juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki.

Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes

cenderung mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang

berhubungan dengan menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah caput

metatarsal pertama. Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk

yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot. Sebab terjadinya fraktur

dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum jelas, tetapi diduga akibat

neuropati otonom (akibat gagalnya tonus vaskular ini akan meningkatkan aliran

darah, pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita

diabetes densitas tulang rendah) dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga pasien

masih aktif berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada

fraktur, kolaps sendi, dan deformitaskaki. Awalnya kaki Charcot ini akut: panas,

merah, dengan nadi yang keras, dengan atau tanpa trauma (perlu di DD dengan

selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali terjadi ulkus dan infeksi dan gangren yang

dapat berakibat amputasi

11

Page 12: Case Diabetic Foot

Lokasi-lokasi tempat terjadinya ulkus DM neuropati

c. Edema Neuropatik

Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat edema

(pitting) kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan kerusakan saraf tepi

(kesampingkan dulu sebab kardial dan renal). Gangguan saraf simpatis berakibat

edema dan venous pooling yang abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada

sikap berdiri.

2. Neuro ischemic foot

Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang dipercepat

pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio intermitten, nyeri

tungkai waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren. Umumnya rest pain

diwaktu malam, dan berkurang pada sikap kaki yang tergantung. Untuk

membedakan dengan ulkus neuropatik, disini ulkusnya nyeri, satu nekrosis,

dilingkari pinggiran eritemateus dan tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari,

tepi medial metatarsal I, atau tepilateral metatarsal V, serta tumit. Perlu

diperiksa pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan arteriografi.

2.6. Klasifikasi ulkus diabetic

Klasifikasi ulkus diabetik berguna untuk menyamaratakan bahasa dalam deskripsi

dan kondisi ulkus, serta untuk kepentingan manajemen/ terapi. Ada beberapa sistem

klasifikasi untuk menilai gradasi lesi, salah satunya yang banyak digunakan adalah

klasifikasi ulkus DM berdasarkan University of Texas Classification System. Sistem

klasifikasi ini menilai lesi bukan hanya faktor dalamnya lesi, tetapi juga menilai ada

tidaknya faktor infeksi dan iskemia. (tabel 1).

12

Page 13: Case Diabetic Foot

Tabel 1 : Klasifikasi ulkus DM berdasarkan University of Texas Classification System

Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren ,maka dibuat klasifikasi

derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner.

Tingkat Karakteristik kakiDerajat 0 Tidak ada ulserasi, tetapi beresiko tinggi walaupun tidak ada ulserasi, untuk

menjadi kaki diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat perhatian khusus.  Pengamatan berkala, perawatan kaki yang baik dan penyuluhan penting untuk mencegah ulserasi.

Derajat I Ulkus superfisial, tanpa infeksi disebut juga ulkus neuropatik, oleh karena itu lebih  sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak mengalami tekanan berat badan yaitu di daerah ibu jari kaki dan plantar. Sering terlihat adanya kallus.

Derajat II Ulkus dalam, disertai selulitis, tanpa abses atau kelainan tulang Adanya ulkus dalam, sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya kelainan tulang.

Derajat III Ulkus dalam disertai  kelainan kulit dan abses luas yang dalam.Derajat IV Gangren terbatas yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit Penyebab utama adalah

iskemi, oleh karena itu disebut juga ulkus iskemi  yang terbatas pada daerah tertentu.

Derajat V Gangren seluruh kaki Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar, tetapi juga ada kelainan neuropati dan infeksi.

Tabel 2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetic

2.7. Diagnosis

13

Page 14: Case Diabetic Foot

Anamnesa

Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri, polidipsi dan

polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya ke dokter dan

laboratorium menunjang penegakkan diagnosis. Adanya riwayat keluarga yang sakit

seperti ini dapat ditemukan, dan memang penyakit ini cenderung herediter.

Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang

digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat

beraktivitas atau istirahat, durasi menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan

(merokok, alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita

ulkus/amputasi sebelumnya.

Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan prognosis

seorang pasien, sebab walaupun penanganan telah baik namun terapi diabetesnya tidak

teratur maka akan sia-sia. Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung

segera setelah trauma. Gangguan neuropati sensorik mengkaburkan gejala apabila luka

atau ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai

dikeluhkan oleh penderita dan menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah sakit.

Banyak dari seluruh penderita diabetes melitus dengan komplikasi ulkus atau bentuk

infeksi lainnya, memeriksakan diri sudah dalam keadaan lanjut,sehingga

penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih buruk ( contohnya amputasi atau

sepsis ).

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah defek pada

kulit sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda ) yang bersifat kronik,

terinfeksi dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang

dangkal mempunyai dasar luka dermis atau lemak /jaringan subkutis saja. Ulkus yang

profunda kedalamannya sampai otot bahkan tulang. Ulkus sering disertai hiperemi di

sekitarnya yang menunjukkan proses radang.

Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan fluktuatif. Abses yang

letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk didiagnosis, kecuali nanah telah mencari

jalan keluar dari sumbernya.

14

Page 15: Case Diabetic Foot

Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non

pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri tekan.

Hal ini menandakan proses infeksi/radang telah mencapai jaringan lunak atau soft tissue.

Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi darah. Klinis

tampak warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika

terdapat krepitasi di bawah kulit maka disebut dengan gas gangren.

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena

berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk

mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal

yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksivaskuler perifer, trauma atau

deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk

menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis.

Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk

dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang

dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus,

warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal I-III,

lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren,

kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti;

tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai

dengan bantuan probe steril. Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus,

mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber,

lokasi ulkus tersering adalah dipermukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar

(metatarsal dan tumit 37%) dan daerah dorsum pedis (11%).

Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab terjadinya ulkus

dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan

dengan garpu tala, atau dengan uji monofilamen. Uji monofilamen merupakan

pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang

memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris

perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan

nilon monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi

plantar (area metatarsal, tumitdan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.

15

Page 16: Case Diabetic Foot

Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela

jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga mudah terluka

dan kemudian mengalami infeksi.

Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada

penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pulsasi arteri femoralis,

arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus dinilai dan kekuatannya di

kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi

arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini

menggambarkan patensi aksial normal. Penderita dengan claudicatio intermitten 

mempunyai gangguan arteri femoralis superfisialis, dan karena itu meskipun teraba

pulsasi pada lipat paha namun tidak didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan

tibialis posterior. Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan infra

popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan popliteatapi

tidak didapatkan pulsasi distalnya.

Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk

mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah,

mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya

insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah

menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri

akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal

tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan

tekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri

di tungkai bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio

tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, normal

dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah terjadi

obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskulerberat.

Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri kaki

bagian bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan lebih dari

1,2 sehingga angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI

kurang dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika

ABI >0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan.

16

Page 17: Case Diabetic Foot

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara

pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete

Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit.

Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan non

invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada pemeriksaan

fisik. Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color

Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction

angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau computed

tomography angiography (CTA ).

Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan,

atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka

pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold

standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer adalah DSA.

Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular menjadi pilihan terapi.

Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada

tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran destruksi tulang dan

osteolitik.

2.8. Penatalaksanaan

Usaha penyelamatan kaki yaitu :

a. Memperbaiki kelainan vaskuler.

b. Memperbaiki sirkulasi.

c. Edukasi perawatan kaki.

d. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap)

dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan

keluhan/gejala dan penyulit DM.

e. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.

f. Menghentikan kebiasaan merokok.

17

Page 18: Case Diabetic Foot

Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah :

1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi

(benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy vaskularisasi (non

invasive).

2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetic

3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya

4. Debridement luka yang adekuat, radikal

5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)

6. Antibiotic oral-parental

7. Perawatan luka yang baik

8. Mengurangi edema

9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus,

total kontak casting)

10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular

11. Nutrisi

12. Rehabilitasi

Evaluasi keadaan luka dengan cara :

a. Kedalaman ulkus.

Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajad dan dalamnya ulkus. Hati-hati bila

menjum pai ulkus yang nampaknya kecil dan dangk al, karena kadang -kadang ha ltersebut

hanya merupakan puncak dari gunung es, dan pada pemeriksaan yang seksama penetrasi

itu mungkin sudah mencapai jaringan lebih dalam dan luas.

b. Pemeriksaan X foto

Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah didapatkan benda asing,

osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur asimptomatik.

c. Lokasi Ulkus

Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabtetik sukar sembuh. Dengan

pengelolaan yang adekuat dan pada anamnesis tidak diakibatkan oleh suatu

trauma perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan biopsi. Hal ini. untuk

mengetahui kemungkinan terjadinya keganasan pada ulkus tersebut.

18

Page 19: Case Diabetic Foot

d. Evaluasi vaskuler

Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vaskuler kaki penderita,

diusahakan pemeriksaan yang tidak invasive. Salah satu diantaranya adalah

membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki dengan tekanan darah sistolik

lengan atas (Ankle-Brachial pressure index), normalnya > 1,1. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa Pressure index tersebut dapat dipakai untuk memperkirakan /

meramalkan penyembuhan , suatu ulkus. Pada suatu penelitian, 87% penderita ulkus

dengan pressure index lebih dari 0,6 dapat sembuh, sedangkan penderita dengan

pressure index kurang dari 0,6 yang mengalami penyembuhan hanya 40 %.

Pengukuran tekanan oksigen transkutan dapat digunakan untuk menaksir keadaan

mikrosirkulasi jaringan. Normalnya, tcPO2 jaringan kaki adalah 45-90mmHg.

Debr i d e men t   d a n Pemb a lu t an

Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka lain,yaitu

mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan granulasi,

sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan istilah

preparasi bed  luka. Debridement merupakan tahapan yang penting dalam proses

penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat drainase

yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari bahwa setelah

tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui bahwa tidak ada

obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik dengan teknik yang

benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan yang bersih.

Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti pada gangren

yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada tungkai dengan

sirkulasi yang buruk.

Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau

jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan

mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh

darah, tendo dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi

pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Ada beberapa jenis debridement,

yaitu:  Autolytic debridement; Enzym ayic debridement; Mechanical debridement;

biological debridement; surgical debridement.

19

Page 20: Case Diabetic Foot

Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil eksperimen

menunjukkan jumlah antara 105-106 organisme/gram di bed  luka akan mengganggu

penyembuhan luka. Mengelola eksudat merupakan hal yang penting dalam pengelolaan

luka. Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik adalah

dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara direct maupun

indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly absorbent dressing

atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian dan irigasi menggunakan NaCl

0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan untuk mengurangi penyebab yang

mendasari koloni bakteri yang ekstrim.

Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan adalah

keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin>3,5 g/dl, total

limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam

dan diambil dari jaringan yang dalam. Diperlukan debridement yang optimal sampai

nampak jaringan yang sehat dengan cara membuang semua jaringan nekrotik. Debridement

yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.

Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat

bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi angka

amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement.

Kultur yang didapat dari hapusan luka luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang

buruk dengan kuman pathogen sebenarnya.

Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. Tradisionil masih sering

dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan infeksi sekunder. Selainitu

karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka bakar akibat penderita bermaksud

merendam lukanya dengan air hangat, ternyata yang digunakan adalah air panas.

Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam asetat,

kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu dipertimbangkan

keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat membunuh bakteri yang ada di

permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi

sehingga menghambat penyembuhan luka. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan

antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan

waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.

20

Page 21: Case Diabetic Foot

Pembalutan

Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini, tapi yang

terpenting pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut :

Merangsang penyembuhan luka.

Melindungi dari suhu luar.

Melindungi dari trauma mekanis.

Bebas dari zat yang mengotori.

Tidak melekat diluka.

Mempunyai daya serap terhadap eksudat.

Mudah untuk melakukan monitor luka.

Memudahkan pertukaran udara.

Tidak tembus mikroorganisme.

Nyaman untuk pasien.

Mudah penggunaannya.

Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu penyembuhan luka dengan

memberikan suasana yang dibutuhkan untuk pertahanan lokal oleh makrofag, akselerasi

angiogenesis, dan mempercepat proses penyembuhan luka.Suasana lembab membuat

suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan danmemacu pertumbuhan jaringan.

Kemampuan hidrokoloid secara signifikan lebihbaik dari kasa NaCl 0,9%, dressing

time rata-rata dan lama rata-rata perawatanulkus relatif lebih sedikit.

Aplikasi Tekanan Negatif (VAC – Vaccum Assisted Closure) Pada Luka Sulit

Sembuh.

Ciri-siri luka sulit sembuh adalah luka yang luas yang memerlukan teknik

berketerampilan tinggi untuk menutupnya, chrush injury, luka dengan gangguan

vaskuler, luka dengan penyerta yang kompleks, dan membutuhkan waktu yang lama

untuk sembuh. Ulkus diabetikum termasuk dalam kategori luka yang sulit sembuh.

Penutupan luka dengan bantuan aplikasi tekanan negatif (VAC) telah berkembang untuk

mempercepat penyembuhan luka sulit sembuh. Mekanisme kerja aplikasi tekanan negatif

(VAC) tersebut melalui gaya mekanis untuk (1) menyerap eksudat dan menghilangkan

udem, (2) mempercepatpembentukan pembuluh darah baru (proses angiogenesis), (3)

mengurangi kolonisasi bakteri, (4) meningkatkan proliferasi seluler, sehingga

21

Page 22: Case Diabetic Foot

keseluruhan mempercepat pembentukan jaringan granulasi untuk memberi fasilitas

penutupan luka definitif. Dari hasil penelitian Ford et al, menunjukkan bahwa aplikasi

tekanan negatif (VAC) memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan terapi pada

ulkus dengan 3 FDA Gel - Accuzyme, Iodosorb, dan panafil.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan platelet-derivedgrowth factors

(PDGFs) dapat mempercepat penyembuhan lesi dan telahresisten terhadap pengobatan yang

komperhensif.

Platelet derived woundhealing formula (PDWHF) berasal dari selalfa platelet dan mengandung

faktor pertumbuhan (growth factors) sebagai berikut :

a) Platelet factors 4 (PF4), yang merangsang netrofil dan monosit, bersifat

chermoattractive dan membantu membersihkan debris dan bakteri.

b) Platelet-derived growth factors (PDGF), adalah suatu unitrogen dan

chermoattractive meningkatkan sintesis matriks, menguatkan matriks, merangsang

monosit dan monoblast untuk mengontrol infeksi

c) Platelet derived angiogenesis factor (PDAF) adalah suatu chermoattractive

merangsang pertumbuhan sel endoteliel dan jaringan granulasi oleh karena itu

meningkatkan suplai vaskuler.

d) Platelet-derived epidermal growth factor (PDEGF) adalah suatu nitrogen yang

merangsang sel epidermal, menghasilkan epidermal kulit

Dalam suatu penelitian randomized double-blind penggunaan factors

pertumbuhan secara tunggal (factor pertumbuhan fibroblast) kurang berhasil dalam

mempercepat kesembuhan lesi, hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mempercepat

penyembuhan suatu lesi diperlukan beberapa factor pertumbuhan (multiple growth

factor).

Pada penderita KD sering dijumpai edema kaki, hal ini dapat meningkatkan

insufisiensi vaskuler oleh karena penekanan kapiler. Edema tersebut dapat dikurangi

dengan cara menaruh satu bantal di bawah tungkai penderita. Jangan menaruh elevasi

terlalu tinggi karena hal tersebut juga akan mengganggu sirkulasi.

Biakan Ulkus

22

Page 23: Case Diabetic Foot

Dalam menghadapi kasus Kaki Diabetik kita haruslah berpegang bahwa tidak semua

kaki diabetik mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-tanda infeksi tidaklah perlu

dilakukan kultur.

Kuman penyebab infeksi pada KD umumnya adalah :

a. Infeksi yang ringan : aerobic gram positif ( Staphylococcus aureus, Streptococcus)

b. Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya polimikrobial, terdiri

dari Aerobic gram positif. Basil gram positif (E coli, Klebsiella sp,Proteus sp),

anaerob ( Bacteriodes sp, Peptostreptcoccus sp)

Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi KD diperlukan kultur. Pengambilan bahan

kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil kultur akan lebih dipercaya apabila

pengambilan bahan dengan cara “curettage” dari hasil ulkus setelah debridement.

Antibiotika

Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik :

1) Pilihlah antibiotik yang paling potent terhadap bakteri - bakteri ditempat yang

dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).

2) Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri-bakteri tertentu.

Antibiotik yang mempunyai potensi baik, memungkinkan pemberian dosis yang

kecil khususnya pada infeksi yang ringan - sedang.

3) Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa biasanya

penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang melawan aerob

gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob. Pada ulkus diabetika ringan/sedang

antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus

terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat

polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif

berbentuk batang, dan bakteri anaerob). Antibiotika harus bersifat broad

spectrum dan diberikan secara injeksi.

Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa

alternatif antibiotika seperti:

ampicillin/sulbactam,

ticarcillin/clavulanate,

23

Page 24: Case Diabetic Foot

piperacillin/

tazobactam,

Cefotaxime

atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin.

Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan

beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam +

aztreonam,

piperacillin/tazobactam +vancomycin,

vancomycin+metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin

atau fluoroquinolone +vancomycin + metronidazole. 

Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila

ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh.

Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan

reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama beberapa

minggu dan kemudian dievaluasi kembali melalui fotopolos radiologi. Apabila jaringan

nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih, pemberian antibiotika dapat dipersingkat,

biasanya memerlukan waktu 2 minggu.

Perbaikan sirkulasi

Sirkulasi pada KD merupakan salah satu faktor yang penting untuk penyembuhan

maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan kemungkinan gangguan rheologi

pada penderita tersebut. PenderitaDM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah

mengalami koagulasi dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan viskositas

pada plasma, deformabilitas eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan trogen

dan faktor vonWillbrand’s.

Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat

memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit.

Perubahan –perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi dengan tentunya menambah

oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya kurang mendapat oksigen. Perbaikan

mikrosirkulasi bukan hanya memperbaiki oksigenasi jaringan dapat kemungkinan juga

mempertinggi efektifitas obat antibiotic , dengan demikian dapat mempercepat

penyembuhan.

24

Page 25: Case Diabetic Foot

John MF Adam (1990) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penderita KD

yang mendapat pemberian bencyclane / pentoxyfilin sebanyak 6 ampul sertiap hari yang

diberikan secara “continous drips” selama 10 hari, dan selanjutnya diberikan obat tablet

per oral, mempunyai lama perawatan yang lebih singkat dibandingkan kolompok control.

Pada penderita DM mudah mengalami gangguan agregasi trombosit sehingga

obat – obat antiagregasi trombosit yang lain seperti aspirin, dypirodamol, nisergolin,

indebuten, ticlopidin dan yang terbaru masuk Indonesia adalah cilotazol sering dipakai

untuk mengurangi insiden terjadinya PVD pada penderita DM.

Non weight bearing

Tindakan non wight bearing diperlukan pada penderita KD karena umunnya

kaki penderita sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan

maka akan menyebabkan luka bertambah besar dan dalam, serta menyebabkan bakteri yang

ada akan mengadakan penetrasi lebih dalam sehingga menghambat penyembuhan.

Penggunaan tongkat penyangga ("crutches") dan atau kursi roda jarang mencapai non

weight bearing total dan konsisten. Cara terbaik untuk mencapainya adalah mempergunakan

gips ( “contact cast ”).

Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan

luka.Adanya anemia dan hipoalbuminenia akan sangat berpengaruh dalam proses

penyembuhan. Perlu untuk monitor kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali.

Usahakan Hb di atas 12 gr / dl dan albumin darah > 3,5gr / dl. Besi, vitamin B12, asam folat

membantu sel darah merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga merupakan suatu kofaktor

dakam sintesis kolagen, sedangkan vitamin C dan Zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc

juga berperan dalam respon imun.

Pengelolaan Kaki Diabetik menurut klasifikasi Wagner

a. Wagner derajat I

Pada lokasi di tempat-tempat bertekanan tinggi, dilakukan pemeriksaan identifikasi

faktor risiko. Pengelolaan dapat berupa :

Menghilangkan tekanan

Pengangkatan kalus

25

Page 26: Case Diabetic Foot

Mengatasi gangguan vascular yang terjadi

Melakukan pemeriksaan kultur jaringan apabila telah terjadi infeksi, memulai

pemberian antibiotika serta melakukan x-ray foto.

Pengukuran ulkus setiap kali penggantian balutan.

b. Wagner derajat II & III

Pada stadium ini sudah terbentuk ulkus profunda, di mana proses yang terjadi akibat

dari ulkus superficial yang terus dipaksakan untuk mendapatkan tekanan akibat

gangguan berjalan seorang penderita neuropati. Hal ini menimbulkan proses

perusakan jaringan terus berlanjut, menyebabkan tendon otot yang mendasarinya ikut

terkena dan pada akhirnya terjadi osteomielitis. Pemeriksaan yang dilakukan pada

tahap ini adalah x-ray foto, kemudian menangani sepsis dan debridement agresif.

Tendon di bagian dalamnya harus tetap dijaga agar tidak kering.

c. Wagner derajat IV

Pada umumnya ditemukan pada ujung jari-jari kaki dan tumit. Dalam inspeksi dapat

ditemukan gangrene akibat insufisensi arteri, dapat pula ditemukan infeksi yang

potensial menyebabkan vaskulitis. Pemeriksaan vascular merupakan keharusan untuk

pasien dalam stadium ini, kemudian dilakukan perawatan lanjutan dengan perhatian

utama terhadap kaki yang masih baik.

d. Wagner derajat V

Tampak nekrosis/gangrene kaki luas akibat kegagalan atau sumbatan arteri.

Pengelolaan yang dilakukan adalah amputasi primer dengan tindakan rekonstruksi.

Kriteria Terapi Pembedahan pada Kaki Diabetik

Kriteria terapi konservatif

Klinis : - Pulsasi arteri tungkai dan pedis teraba

- Nutirisi kulit cukup

- Tidak ada deformitas

- Nekrosis atau jaringan infeksi dapat dikendalikan

Radiologis : tidak ada tanda-tanda osteomielitis

Kriteria amputasi lokal / trans-metatarsal

Klinis : - Gangrene pada jari kaki atau meluas hanya ke distal kaki penderita

- Nutrisi kulit cukup

26

Page 27: Case Diabetic Foot

- Infeksi dapat dikendalikan

- Pulsasi arteri poplitea dapat teraba

Radiologis : ada tanda-tanda osteomielitis

Kriteria amputasi bawah lutut

Klinis : - Gangrene dan edema pada kaki, menyebar sampai ke angkle

- Infeksi tidak dapat dikendalikan

- Pulsasi poplitea tidak teraba

Radiologi : ada tanda-tanda osteomielitis

Kriteria amputasi atas lutut

Klinis : - Gangrene menyebar ke atas pergelangan kaki sampai sepertiga tungkai

- Infeksi tidak dapat dikendalikan

- Nutrisi kulit buruk

- Pulsasi poplitea tidak teraba

Radiologi : sirkulasi buruk, ada tanda-tanda osteomielitis, perubahan neuropati pada

sendi subtalar dan midtalar.

2.9. Diagnosis Banding

Infeksi skeletal dan jaringan lunak kaki tidak terbatas hanya disebabkan oleh diabetes

mellitus. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan beberapa kondisi yang dapat menjadi

diagnosis banding, sehubungan dengan infeksi dan struktur yang mengenainya.

Buerger Disease (Thromboangiitis Obliterans)

Trombophlebitis superficial selulitis

Sarcoid arthritis OM akut

Ca sel skuamosa OM kronis

27

Page 28: Case Diabetic Foot

DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S , Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik dalam 1 Makalah

Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan,Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang, 1997; E1-16.

2. Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus dalam

Naskah lengkap Kongres Nasional V PersatuanDiabetes Indonesia (Persadia) dan

Pertemuan Ilmiah PerkumpulanEndokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit

UniversitasDiponegoro, Semarang, 2002 ; 57 – 68.

3. Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di Poliklinik

Endokrin, dalam Naskah lengkap Kongres Nasional VPersatuan Diabetes Indonesia

(Persadia) dan Pertemuan IlmiahPerkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni),

Badan PenerbitUniversitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 – 97.

4. Preventive Foot Care in People with Diabetes in American Diabetes

Association. Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes Care, Volume 25,

Suplemen 1, January 2003; page 78 - 79.

5. Diabetes Foot Care. Last Up Date at June, 2002. Available from file

//www.diabetes.org/

6. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrison”s Principles ofInternal Medicine –15 th

Edition [monographin CD Room] , Mc GrawHill ; 2001.

7. Scope Management of type 2 diabetes : prevention and management of Foot

problems. Diabetes Care, Volume 25, June 2002;S 1085 - 1094. Available at

8. http://w w w .nice.org.uk/nice medi a/pdf/footcare_s cope.pdf

28