BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang ditandai dengan adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas. Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. 1 Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, namun dapat pula bersifat menetap mengganggu aktivitas dan bahkan kegiatan harian. Produktivitas yang menurun akibat terganggunya kegiatan dalam pekerjaan maupun dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktifitas dan kualitas hidup. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. 2 Survei menunjukkan bahwa penyakit asma menyebabkan absensi 16 % pada anak sekolah di Asia, 43% anak-anak di Eropa, dan 40% hari 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang ditandai dengan adanya
mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas.
Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di
seluruh dunia.1 Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas,
namun dapat pula bersifat menetap mengganggu aktivitas dan bahkan kegiatan
harian. Produktivitas yang menurun akibat terganggunya kegiatan dalam
pekerjaan maupun dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah
penurunan produktifitas dan kualitas hidup.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta
penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus
bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun.2 Survei menunjukkan
bahwa penyakit asma menyebabkan absensi 16 % pada anak sekolah di Asia, 43%
anak-anak di Eropa, dan 40% hari pada anak-anak di Amerika Serikat. Serangan
asma yang terjadi pada anak-anak tersebut, didiagnosis oleh para ahli sebagai
asma ekstrinsik yang dapat disebabkan oleh alergen.2,3 Di Indonesia prevalensi
asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia
13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (Internationla Study on
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%,
sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%.3
1
Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta
orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini.
Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi
peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang serta
mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup pasien.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam atau dini
hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai
gangguan inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya
sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi tersebut
menimbulkan gejala yang berhubungan dengan gangguan bernafas saat ekspirasi
seperti kesulitan mengeluarkan nafas akibat adanya penyempitan jalan napas yang
luas namun bervariasi yang dapat juga terjadi pada penderita selain asma akibat
hiperreaktivitas akibat rangsangan, namun hal tersebut paling sering terjadi pada
penderita asma.4
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-
ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari
yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan
adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas,
yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri
3
patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai
dengan perubahan struktur saluran napas.5
2.2 Epidemiologi
Prevalensi asma di seluruh dunia sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada
dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%. Peningkatan
prevalensi asma meningkat terutama di negara-negara barat, dimana > 5%
populasi mungkin simptomatik dan mendapatkan pengobatan. Sekitar 4-5%
populasi di Amerika Serikat terkena oleh penyakit ini. Prevalensi asma di Jepang
di-laporkan meningkat 3 kali yakni sebanyak 4,14% setiap tahunnya dan lebih
banyak pada usia muda. Serangan asma juga semakin berat, terlihat dari
meningkatnya angka kejadian asma rawat inap dan angka kematian.6,7
Bersamaan dengan prevalensi yang meningkat terjadi peningkatan
mortalitas, meskipun ada perbaikan pengobatan. Di Indonesia prevalensi asma
berkisar antara 5-7%.7 Menurut penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma
adlah 25-34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan
lebih banyak dari pada laki-laki (52,86%).8
2.3 Etiologi dan Faktor risiko
Penelitian yang dilakukan oleh pakar dibidang asma sudah sedemikian
jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa saluran napas penderita asma mempunyai sifat
yang sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang dikenal dengan istilah
hiperreaktivitas bronkus ini erat hubungannya dengan proses inflamasi. Proses
4
inflamasi akan meningkat bilapenderita terpajan oleh allergen tertentu, misalnya
debu rumah, serpihan binatang dan lain-lain.9
Adapun faktor risiko maupun pemicu dari asma tersebut adalah: 9,10
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14
tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding
anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang
lebih sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan
faktor risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi
fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma.
Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita
5
obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru,
morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari dan spora jamur).
Pasien Ny. Westi, 39 tahun, masuk ke Nuri II RSUD AA melalui IGD
pada tanggal 3 November 2015 dengan keluhan utama sesak nafas sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas pasein tidak dipengaruhi oleh perubahan
posisi maupun kegiatan. Pasien dapat mengucapkan kalimat ketika berbicara saat
sesak timbul. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk, berdahak dan bewarna putih.
Pasien mempunyai riwayat asma sejak umur 10 tahun yang muncul apabila
pasien terlalu kelelahan, terpapar debu dan mengkonsumsi es serta beberapa jenis
seafood. Dalam beberapa tahun terakhir, asma pasien kambuh paling banyak 2
kali dalam satu bulan dengan riwayat terbangun malam akibat asma yang muncul
<2 kali dalam satu bulan. Ayah dan ibu pasien memiliki riwayat asma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penggunaan otot bantu pernapasan (+),
ekspirasi memanjang (+) dan wheezing (+/+).
DAFTAR MASALAH
Asma akut sedang pada asma persisten berat
RENCANA PEMERIKSAAN
• Spirometri
• Analisa gas darah
26
Rencana Penatalaksanaan
Non Farmakologi
• Istirahat
• hindari faktor pemicu
• menjaga kebersihan kamar tidur agar tidak banyak debu menumpuk
Farmakologi
• IVFD D5% 20 tts/i + aminofilin drip 1 ampul
• O2 5 L/i
• Nebulizer Combivent + pulmicort 3x1
• Metilprednisolon 2x 6.25
• Cefixime 2x1
• Ozid 2x1
• Ventolin 3x1
27
DAFTAR PUSTAKA
1. John M. Weiler, Sergio Bonini, Robert Coifman, Timothy Craig, Luı´s Delgado, Miguel Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work Group Report : Exercise-induced asthma. Iowa City, Iowa, Rome and Siena, Italy, Millville, NJ, Hershey, Pa, Porto, Portugal, and Colorado Springs, Colo : American Academy of Allergy : 2007
2. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.
3. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.
4. Fitzgerald JM. Pocket guide for asthma management and prevention. GINA. 2015.
5. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia. 2008;58(11):444-51
6. Sumdaro H, Sukamto. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 245-250
7. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga. 54-57
8. Anggi D. Profil Penderita Asma Bronkial yang dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI.2006
9. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.2000. 196-224
10. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2004
11. Mangunnegoro dkk. Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di indonesia. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 2004. 3-79
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82
28
13. Sundaru H. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 21-27
14. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
15. Widysanto A. Dalam diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru. Edisi 1. Jakarta : Sagung Seto, 2008. 19 – 27
16. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi 5. Jakarta : Erlangga, 2006. 28-29