Top Banner
STATUS ILMU BEDAH RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARJO BENDUNGAN HILIR, JAKARTA PUSAT Nama penyusun : Mochamad Satrio Faiz NIM : 030.10.180 Pembimbing : Dr. Andanu Indratnoto Sp.B. (K) BD I. IDENTITAS PASIEN Nama : Maisie Elisa, an. Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 6 tahun 6 bulan Alamat : Jl. Laut Maluku N0.1 RT 01/11 komplek SESKOAL Pendidikam : SD Pekerjaan : Ayah : Perwira TNI-AL Ibu : IRT Ruang Perawatan : P. Sebatik Tanggal Masuk : 12/11/2015 1
32

Case - Appendicitis Kronik

Jan 28, 2016

Download

Documents

Satrio Gandhi

Case Appendicitis Kronik
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case - Appendicitis Kronik

STATUS ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARJO

BENDUNGAN HILIR, JAKARTA PUSAT

Nama penyusun : Mochamad Satrio Faiz

NIM : 030.10.180

Pembimbing : Dr. Andanu Indratnoto Sp.B. (K) BD

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Maisie Elisa, an.

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 6 tahun 6 bulan

Alamat : Jl. Laut Maluku N0.1 RT 01/11 komplek SESKOAL

Pendidikam : SD

Pekerjaan : Ayah : Perwira TNI-AL

Ibu : IRT

Ruang Perawatan : P. Sebatik

Tanggal Masuk : 12/11/2015

1

Page 2: Case - Appendicitis Kronik

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu pasien di ruang 2 bangsal

P. Sebatik pada tanggal 13/11/2015.

1. Keluhan utama

Pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak 10 jam SMRS.

2. Keluhan tambahan

Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah 10 jam SMRS.

3. Riwayat penyakit sekarang (RPS)

Nyeri yang dirasakan pasien berlangsung sejak kurang-lebih 10 jam SMRS, nyeri

tajam dan terlokalisasi pada daerah kanan bawah perut. 2 bulan sebelumnya, pasien

mengalami nyeri yang diakui tidak terlokalisasi ke hanya satu bagian perut tertentu, nyeri

tersebut diakui terasa lebih ringan dibandingkan nyeri saat sebelum masuk rumah sakit.

Nyeri tersebut hilang saat pasien diberi obat sanmol oleh ibunya.

Pasien juga menderita diare 2 bulan yang lalu, muncul diwaktu yang sama saat

terjadi nyeri perut, dengan frekuensi BAB 2-3x/hari dengan konsistensi cair. Diare ini

diakui oleh ibunya, hilang dengan sendirinya.

2 minggu SMRS, pasien mengalami demam tinggi, demam tersebut diakui terasa

berkelanjutan. Ibu pasien kemudian membawa pasien berobat ke dokter anak di institusi

kesehatan terdekatnya, dan kemudian diberikan obat penurun demam dan antibiotik cair

oleh dokter tersebut. Gejala-gejala ini kemudian tidak terjadi hingga menjelang pasien

masuk ke rumah sakit.

Sekitar pukul 03.00 pagi pada tanggal 12 November 2015 atau sekitar 10 jam

SMRS. Pasien mengalami demam tinggi. Pasien kemudian dibawa ke Satkes TNI

2

Page 3: Case - Appendicitis Kronik

terdekat dan kemudian diperiksa oleh dokter Satkes. Ibu pasien mendeskripsikan bahwa

pasien merasakan sakit ketika dokter menekan bagian kanan bawah pasien dan juga

ketika dokter menekuk kaki kanan pasien. Oleh dokter puskesmas, pasien kemudian

dirujuk ke RSAL Mintoharjo dan diputuskan untuk menjalani operasi segera.

4. Riwayat penyakit dahulu (RPD)

Ibu pasien mengakui bahwa pasien tidak pernah menderita penyakit yang

membuatnya dirawatinapkan dirumah sakit sebelumnya. Penyakit yang diderita, diakui hanya

sebatas demam dan flu ringan.

5. Riwayat alergi (RA)

Pasien diakui tidak memiliki alergi, baik alergi makanan, debu, suhu, maupun obat.

Pasien tidak memiliki asma, tidak ada anggota keluarga yang menderita asma.

6. Riwayat kehamilan (RH)

Riwayat ibu saat hamil dengan pasien diakui baik. Sang ibu tidak menderita penyakit

tertentu ketika mengandung pasien. Dengan jadwal kunjungan kontrol kehamilan yang

teratur.

7. Riwayat kelahiran (RL)

Pasien dilahirkan dengan sectio caesaria di RS Marinir Cilandak, tanpa komplikasi.

Berat badan lahir normal, menangis spontan.

8. Riwayat imunisasi (RI)

Diakui ibunya bahwa pasien telah menjalani imunisasi, adapun jenis imunisasi yang

diberikan tidak diketahui pasti karena keterbatasan pengetahuan dan ingatan narasumber.

3

Page 4: Case - Appendicitis Kronik

9. Riwayat penyakit keluarga (RPK)

Ayah dan ibu pasien diakui memiliki tekanan darah tinggi. Ayah pasien pernah

menderita varicocele.

4

Page 5: Case - Appendicitis Kronik

III. PEMERIKSAAN FISIK (12/11/2015 & 13/11/2015)

Keadaan u mum

- Kesadaran : Compos mentis

- Kesan sakit : Tampak sakit sedang

- Kesan gizi : Gizi cukup

T anda-tanda vital :

- TD : 120/80 mmHg

- N : 110 x/menit (reguler)

- RR : 42 x/menit

- S : 38.0 oC

- Antropometri : BB : 25 kg, TB : 65 cm

Status Generalis :

KULIT

Warna kulit sawo matang, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik

KEPALA

Normochepali, deformitas (-), rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, ptosis (-), palpebra

oedem (-).

Telinga : Normotia

Hidung : Deformitas (-),

Mulut : sianosis (-), bibir dan mukosa mulut tidak kering,

LEHER

Inspeksi : KGB dan kelenjar tiroid tidak tampak membesar

5

Page 6: Case - Appendicitis Kronik

THORAKS

Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak pernafasan simetris, tidak

tampak pergerakan nafas yang tertinggal, tulang iga tidak terlalu vertikal maupun

horizontal, retraksi otot-otot pernapasan (-).

Auskultasi :

- Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-) gallop (-).

- Paru : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronki (-/-).

ABDOMEN

Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna.

EKSTREMITAS

Inspeksi : Simetris, tidak tampak efloresensi yang bermakna, oedem (-) pada keempat

ekstremitas.

Palpasi : Akral teraba hangat.

Status lokalis

Status lokalis pada kuadran kanan bawah abdomen

Look: dbn

Feel: McBurney’s sign (+), rebound tenderness (+)

Move: Obturator sign (+), psoas sign (+)

6

Page 7: Case - Appendicitis Kronik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium (12/11/15)

Hb : 15,1 g/dl (Normal: 12-16 g/dl)

Ht : 44 vol % (Normal : 37-43 vol %)

Leukosit : 13.500/mm3 (Normal : 5.000-10.000/mm3)

LED : 52 mm/jam(Normal : <38 mm/jam)

Trombosit : 227.000/mm3 (Normal :200.000-500.000/mm3)

Hitung Jenis : Basofil : 0 % (0-1 %)

Eosinofil : 0 % (1-3 %)

Batang : 1 % (2-6 %)

Segmen : 90 % (50-70%)

Limfosit : 15 % (20-40 %)

Monosit : 4 % (2-8 %)

V. RINGKASAN

Pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak 10 jam SMRS dan mengeluh nyeri

perut kanan bawah 10 jam SMRS. Nyeri tajam dan terlokalisasi pada daerah kanan bawah

perut. Pasien juga mengalami demam tinggi, demam tersebut diakui terasa berkelanjutan.

Pasien merasakan sakit ketika dokter menekan bagian kanan bawah pasien dan juga ketika

dokter menekuk kaki kanan pasien. Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan suhu,

McBurney’s sign (+), rebound tenderness (+), obturator sign (+), dan psoas sign (+).

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, peningkatan LED dan shift to

the right pada hitung jenis leukosit.

7

Page 8: Case - Appendicitis Kronik

VI. DAFTAR MASALAH

Appendicitis kronik eksaserbasi akut

VII. ANALISA MASALAH

Pada pasien ini, masalah ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yakni nyeri

berulang sejak 2 bulan SMRS, dari pola difus, kemudian bermigrasi ke kanan bawah perut;

disertai dengan gangguan pencernaan berupa diare dengan frekuensi 2-3x sehari dengan

konsistensi cair. Pasien juga mengalami demam yang cukup tinggi yang juga berulang sejak 2

minggu SMRS dengan pola berkelanjutan pada saat demam. Ketiga gejala tersebut kemudian

kembali berulang dengan intensitas yang lebih tinggi yang membuat pasien dibawa ke rumah

sakit.

Selain itu, pada pemeriksaan fisik ditemukan kenaikan suhu, dan pada pemeriksaan

lokal kuadran kanan bawah abdomen ditemukan tanda McBurney (+), tanda obturator (+),

tanda psoas (+) dan rebound tenderness (+). Tanda-tanda tersebut indikatif terhadap masalah

yang dialami pasien.

Pada pemeriksaan laboratorium juga didapatkan adanya leukositosis, LED yang

meningkat dan adanya pergeseran produksi netrofil ke kanan, menandakan inflamasi yang

terjadi merupakan inflamasi kronik. Hal ini juga mendukung terhadap masalah yang dialami

pasien.

8

Page 9: Case - Appendicitis Kronik

VIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah open appendectomy cito pada

tanggal 12/11/2015 pukul 14.30. Hal ini dilakukan atas pertimbangan nyeri yang berulang

dan pasien terlihat kesakitan sehingga dibutuhkan relieve atas rasa sakitnya segera.

Pre-operatif

Pasien pada saat pre-operasi terlihat sangat gelisah, terdengar menjerit dan menangis.

Hal ini kemungkinan dikarenakan rasa sakit yang dialami pasien dan juga rasa takut yang

dialami pasien akibat kondisi ruang operasi.

Tipe anestesia yang dilakukan adalah anestesi umum.

Durante operasi

Setelah pasien berada dalam keadaan anestesia, operator (dr. Mozart Sp. B)

melakukan operasi open appendectomy dengan insisi McBurney-McArthur pada kuadran

kanan bawah abdomen kurang lebih 5 cm. Setelah itu dilakukan insisi terhadap fasia Camper

dan fasia Scarpa untuk dapat memisahkan m. oblique externus dengan klem dan retraktor.

Setelah itu dilakukan pengguntingan terhadap peritoneum dengan arah kranio-kaudal

sehingga rongga perut dapat dicapai. Setelah appendiks teridentifikasi, appendiks bersama

dengan mesoappendiks kemudian diangkat ke daerah insisi, kemudian dilakukan ligasi

terhadap arteri appendiks dan kemudian appendiks dipisahkan dari mesoappendiks. Setelah

itu, dilakukan ligasi ganda pada basis appendiks kemudian appendiks di klem untuk

kemudian dipotong.

9

Page 10: Case - Appendicitis Kronik

Post-operatif

Instruksi post-operatif yang diberikan pada pasien ini adalah sbb:

Puasa hingga BU (+) normal

Infusi RL15 tpm

Injeksi cefotaxim 2x500 mg

Injeksi ketorolac 3x1/2 amp

Perawatan luka 3 hari

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanationam : bonam

Ad functionam : bonam

10

Page 11: Case - Appendicitis Kronik

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-

15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di

bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada

pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab

rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak

intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya

bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.

Gambar 1: anatomi appendiks

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di

belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendicitis

ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica

superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh

karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa

kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan

mengalami gangren.

11

Page 12: Case - Appendicitis Kronik

2.2 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke

dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara apendiks

tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue)

yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu

sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks

tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika

dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Insidensi

Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap

tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi

pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih

sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering

terjadi selama musim panas.

Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna.

Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-

hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu

tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu

menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur

20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.

Etiologi

Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi

kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya

terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith

ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi

appendiks meliputi:

1. Hiperplasia folikel lymphoid

2. Carcinoid atau tumor lainnya

3. Benda asing (pin, biji-bijian)

4. Kadang parasit

12

Page 13: Case - Appendicitis Kronik

Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa

appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien

appendicitis yaitu:

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

Escherichia coli

Viridans streptococci

Pseudomonas aeruginosa

Enterococcus

Bacteroides fragilis

Peptostreptococcus micros

Bilophila species

Lactobacillus species

Patogenesis

Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36

jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3

hari.

Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi

oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi

paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses

peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah

penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada

anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat

menyababkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah

jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau

general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit

seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.

Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti measles,

chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki peningkatan

insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid

tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3

proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu

cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga

mempengaruhi terjadinya appendicitis.

Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya

nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia

berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak.

13

Page 14: Case - Appendicitis Kronik

Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan

dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam,

tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah

menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul

lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain.

Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk

berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran

limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi

vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi

bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi

pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding

appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi

dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri

jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.

Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat

inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran

infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang.

Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan

peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica

urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi

retensi urine.

Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis

umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan

pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan

suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik.

Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48

jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan

risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan

lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya

abscess yang dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik.

Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan

pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum.

Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis

14

Page 15: Case - Appendicitis Kronik

Gambaran Klinis

Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada

neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis

jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul.

Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi

seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri

yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit.

Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada

anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di

kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri

punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan

appendicitis retrocecal arau pelvis.

Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejala dapat berupa

nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi

kandung kemih.

Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset

terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan

iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi

sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun

demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada

anak dengan appendicitis.

Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu

tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-

kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan

menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan

tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang.

Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung

untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan. Anak yang

menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan

appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter.

15

Page 16: Case - Appendicitis Kronik

Tabel 1. Gejala Appendicitis Akut

Gejala Appendicitis AkutFrekuensi

(%)

Nyeri perut 100

Anorexia 100

Mual 90

Muntah 75

Nyeri berpindah 50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah

kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)50

*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

2.7 Pemeriksaan Fisik

Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada

pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:

Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen

menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering

positif tapi tidak spesifik.

Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi

pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas

kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess.

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yangterletak

retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.

Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan

endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan

pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk

menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau perforasi.

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang

terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan

manuver ini.

16

Page 17: Case - Appendicitis Kronik

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan

Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan

hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

Manifestasi Skor

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Laboratorium Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah

sebaiknya dilakukan

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis

akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm.

Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit

menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada

pasien dengan appendicitis.

17

Page 18: Case - Appendicitis Kronik

Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan

pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat

terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.

Ultrasonografi

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang

diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.

Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix

dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya

cairan atau massa periappendix.

False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari

salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak

appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi

appendix.

CT-Scan

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-

98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess,

maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik.

Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7

mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga

memberi gambaran “halo” .

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis

kelamin

· Pada anak-anak balita

Diagnosis banding pada anak-anak balita adalah intususepsi, divertikulitis, dan

gastroenteritis akut.

Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.

Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama

dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada

pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis

banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-

18

Page 19: Case - Appendicitis Kronik

gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit

pada feses.

· Pada anak-anak usia sekolah

Diagnosis banding pada anak-anak usia sekolah adalah gastroenteritis, konstipasi,

infark omentum.

Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi

tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri

abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat

dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark

omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah

· Pada pria dewasa muda

Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn’s disease, klitis

ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan

diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya.

· Pada wanita usia muda

Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan

dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista

ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada

abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.

· Pada usia lanjut

Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang

sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan

saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat

pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua,

divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang

berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan

nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti

dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

Komplikasi

1. Appendicular infiltrat:

Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix

yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

2. Appendicular abscess:

19

Page 20: Case - Appendicitis Kronik

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang

meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.

3. Perforasi

4. Peritonitis

5. Syok septik

6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar

7. Gangguan peristaltik

8. Ileus

Penatalaksanaan

Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :

- Puasakan

- Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala

- Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan

gejala saat pemeriksaan fisik.

- Pertimbangkan KET terutama pada wanita usia reproduksi.

- Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang

membutuhkan Laparotomy

Perawatan appendicitis tanpa operasi

- Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk

Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi

(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko

tinggi untuk dilakukan operasi

Rujuk ke dokter spesialis bedah.

Antibiotika preoperative

- Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya

infeksi post opersi.

- Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan

anaerob

- Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.

- Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya

digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau

Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri

20

Page 21: Case - Appendicitis Kronik

yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Prognosis

Kematian dari appendisitis di Amerika Serikat telah terus menurun dari tingkat 9,9 per

100.000 pada tahun 1939, dengan 0,2 per 100.000 pada 1986. Diantara faktor-faktor yang

bertanggung jawab adalah kemajuan dalam anestesi, antibiotik, cairan intravena, dan produk

darah. Faktor utama dalam kematian adalah apakah pecah terjadi pengobatan sebelum bedah

dan usia pasien. Angka kematian keseluruhan untuk anestesi umum adalah 0,06%. Angka

kematian keseluruhan dalam apendisitis akut pecah adalah sekitar 3%-peningkatan 50 kali

lipat. Tingkat kematian appendisitis perforasi pada orang tua adalah sekitar 15% peningkatan

lima kali lipat dari tingkat keseluruhan.

21

Page 22: Case - Appendicitis Kronik

DAFTAR PUSTAKA

1. Craig S, Brenner BE. Appendicitis: Practice Essentials. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview?src=medscapeapp-

android&ref=email

2. Brunicardi, F. Charles, The appendix in Schwartz’z Principles of Surgery 8th edition,

McGraw-Hill’s, 2007.

3. Prince, A Sylvia, Wilson, Lorraine M, editor Hartanto, Huriawati, Susi Natalia, Wulansari,

Pita, Mahanani, Dewi Asih, Appendisitis in Patofisiologi konsep klinis proses-proses

penyakit vol 1, 6th edition, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2006.

4. World Health Organization. WHO Disease and injury country

estimates". http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/estimates_country/en/

index.html

5.

22