Laporan kasus ABLASIO RETINA REGMATOGENOSA OKULI DEXTRA Oleh : Awanda Herman 1408465576 Pembimbing : dr. R. Handoko Pratomo, Sp M
Laporan kasus
ABLASIO RETINA REGMATOGENOSA OKULI DEXTRA
Oleh :Awanda Herman
1408465576
Pembimbing :
dr. R. Handoko Pratomo, Sp M
KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga bola
mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang merupakan jaringan
vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan
sel pigmen epitel retina. Antara retina dan sel pigmen epitel retina terdapat rongga yang
potensial yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari sel pigmen epitel retina. Hal ini yang
disebut sebagai ablasio retina.1
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari
lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak
sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina
memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh
otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan
informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel ganglion menuju
ke saraf optikus dan otak. 1,2
Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina yaitu
fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat dua
jenis utama : ablasio retina regmatogenosa dan ablasio retina nongermatogenosa.1,2
Ablasio retina regmatogenosa mengenai sekitar 1 dari 10.000 populasi setiap tahun
dan keterlibatan kedua mata sekitar 10 % kasus.1,6 Di Amerika Serikat sekitar 6 % dari
populasi menderita ablasio retina regmatogenosa, dengan insiden 1 dari 15000 populasi,
prevalensi 0,3 %. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan perempuan. Sekitar 15 %
penderita ablasio retina pada satu mata, akan berkembang pula pada mata yang lain. Lebih
sering pada etnis yahudi dan rendah pada orang kulit hitam, dan biasanya pada orang berusia
40-70 tahun. Insiden ablasio retina idiopatik yang berkaitan dengan usia sekitar 12,5 kasus
dari 100000 setiap tahun, atau sekitar 28000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . Anatomi Retina
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan terdiri atas
beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora
serrata.1
Gambar 1. Anatomi retina
2.2 Histologi Retina
Ada 10 lapisan yang menyusun retina , yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.
Lapisan retina
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu
lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di
basal. Daerah basal sel melekat erat pada membrane Bruch dari koroid.
Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan pada proses
penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar
fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk
sawar selektif antara koroid dan retina.3, 4, 5
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke
korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel
kerucut meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih
tinggi di perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel
kerucut mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut
iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna
(merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk
penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang
gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau merah). Sel batang
berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan
adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat
dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan
batang.2,4, 5
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti sel
batang dan kerucut.3,6
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor .3,6
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .3,6
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutamamengandungsel badansel ganglion
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus.3,6
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan
retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat
yang Muller, dan pada dasarnya adalah dasar membran..3,6
2.3 Ablasio retina
Ablasio retina merupakan suatu kelainan pada mata di mana lapisan sensori retina, sel
kerucut dan sel batang terlepas dari lapisan epitel pigmen retina.1,2,3 Pada keadaan ini sel
epitel pigmen retina masih melekat erat dengan membran Bruch.3
Terdapat 2 tipe utama ablasio retina, yaitu:
1. Ablasio retina regmatogenosa: terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan
masuk ke dalam rongga subretina, di antara lapisan sensori retina dan sel epitel pigmen
retina.1,2,3,4
2. Ablasio retina non regmatogenosa: tidak terjadi robekan.
Dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
Traksional: lapisan sensori retina tertarik keluar dari sel epitel pigmen retina oleh
kontraksi membran vitreoretina dan tidak diketahui asal dari cairan
subretina.
Eksudatif: cairan subretina berasal dari koroid melalui sel epitel pigmen retina yang
rusak.1
2.3.1Ablasio Retina Regmatogenosa
2.3.1.1 Epidemiologi
Ablasio retina regmatogenosa mengenai sekitar 1 dari 10.000 populasi setiap tahun dan
keterlibatan kedua mata sekitar 10 % kasus.1,6 Di Amerika Serikat sekitar 6 % dari populasi
menderita ablasio retina regmatogenosa, dengan insiden 1 dari 15000 populasi, prevalensi 0,3
%. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan perempuan. Sekitar 15 % penderita ablasio
retina pada satu mata, akan berkembang pula pada mata yang lain. Lebih sering pada etnis
yahudi dan rendah pada orang kulit hitam, dan biasanya pada orang berusia 40-70 tahun.
Insiden ablasio retina idiopatik yang berkaitan dengan usia sekitar 12,5 kasus dari 100000
setiap tahun, atau sekitar 28000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat.4
2.3.1.2 Etiologi
Kelompok orang tertentu memiliki faktor risiko lebih tinggi dibandingkan dengan
orang lain, seperti miopia berat, afakia (misal pada pasien katarak setelah dioperasi tanpa
lensa intraokular), usia lanjut, dan trauma.2,3,4,6 Ablasio retina yang disebabkan oleh trauma
lebih sering terjadi pada individu berusia 25-45 tahun. Hal yang tidak terlalu berhubungan
dengan ablasio retina regmatogenosa, antara lain riwayat keluarga, riwayat kelainan
kongenital mata seperti glaukoma, vitreopati herediter dengan abnormal badan vitreus, dan
riwayat retinopati prematuritas.6
Miopia tinggi, di atas 5-6 dioptri, berhubungan dengan 67 % kasus ablasio retina dan
cenderung terjadi lebih muda dari pasien non miopia. Diperkirakan terjadi pada 5-16 dari
1000 setelah operasi katarak dengan metode ICCE. Risiko ini menjadi lebih tinggi pada
pasien dengan miopi tinggi. Walaupun ablasio retina terjadi pada satu mata tetapi 15 %
kemungkinan akan berkembang pada mata yang lainnya, dan risiko ini lebih tinggi, sekitar
25-30 % pada pasien yang telah menjalani operasi katarak pada kedua mata.2
2.3.1.3 Klasifikasi
Ablasio retina regmatogenosa dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis, morfologi dan
lokasi.
Berdasarkan patogenesisnya, dibagi menjadi
Tears: disebabkan oleh traksi vitreoretina dinamik dan memiliki predileksi di superior
dan lebih sering di temporal daripada nasal.
Holes: disebabkan oleh atrofi kronik dari lapisan sensori retina, dengan predileksi di
daerah temporal dan lebih sering di superior daripada inferior, dan lebih berbahaya dari
tears.
Berdasarkan morfologi, ablasi retina regmatogenosa dibagi menjadi :
U-tears: terdapat flap yang menempel pada retina di bagian dasarnya,
incomplete U-tears: dapat berbentuk L atau J,
operculated tears: seluruh flap robek dari retina,
dialyses: robekan sirkumferensial sepanjang ora serata
giant tears.
Berdasarkan lokasi, dibagi menjadi :
oral: berlokasi pada vitreous base,
post oral: berlokasi di antara batas posterior dari vitreous base dan equator,
equatorial
post equatorial: di belakang equator
macular: di fovea.1
2.3.1.4 Patogenesis
Terjadinya robekan retina disebabkan ketidakseimbangan dari gaya. Terdapat gaya yang
mempertahankan perlekatan retina dengan sel epitel pigmen retina, juga terdapat gaya lain
yang mencetuskan robekan. Ablasio retina regmatogenosa terjadi ketika gaya yang
mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan
retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina, antara lain tekanan hidrostatik,
tekanan onkotik, dan transpor aktif. Tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang
lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. Selain itu, koroid mengandung substansi yang
lebih dissolved dibandingkan vitreus sehingga memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi.
Kemudian, pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang
subretina ke koroid. Hasil dari aktivitas ketiga hal tersebut yang mempertahankan perlekatan
retina.7
Gambar 3.
Patofisiologi ablasio retina regmatogenosa
Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan
adanya kelemahan di retina perifer dengan predisposisi degenerasi. Pada traksi vitreoretina
dinamik terjadi synchysis, yaitu likuefaksi dari badan vitreus yang akan berkembang menjadi
suatu lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan synchytic dari
tengah badan vitreus masuk melalui lubang tersebut ke ruang retrohialoid yang baru
terbentuk. Proses ini mengakibatkan terlepasnya secara paksa permukaan vitreus posterior
dari lapisan sensori retina. Badan vitreus lainnya kolaps ke inferior dan ruang retrohialoid
terisi oleh cairan synchitic. Proses ini dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse
atau dikenal dengan acute PVD henceforth.
Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD (posterior
vitreal detachment). Hal ini tergantung dari kekuatan dan lebarnya sisa adhesi vitreoretina.
Robekan yang disebabkan oleh PVD cenderung berbentuk seperti huruf U, berlokasi di
superior fundus dan sering berhubungan dengan perdarahan vitreus sebagai hasil dari ruptur
pembuluh darah retina perifer.1
2.3.1.5 Gejala Klinis
Gejala yang sering ditemukan adalah fotopsia. Fotopsia ini terjadi sebagai hasil dari
stimulasi mekanik pada retina. Hal ini diinduksi oleh gerakan bola mata dan lebih jelas pada
keadaan gelap. Sekitar 60 % pasien mengalami fotopsia. Ketika retina robek, darah dan sel
epitel pigmen retina dapat masuk ke badan vitreus dan terlihat sebagai floaters, yaitu
keopakan/ bayangan gelap pada vitreus.1,6 Kedua gejala tersebut merupakan hal yang sering
dikeluhkan oleh pasien.
Setelah beberapa waktu tertentu, pasien menyadari adanya defek lapang penglihatan
mulai dari perifer dan akan progresif ke sentral. Hal tersebut digambarkan pasien sebagai
black curtain. Kuadran dari defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina.
Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea. Selain itu juga dapat
terjadi karena tertutupnya oleh bulosa yang besar di depan makula.
Pada pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan adanya defek relatif pupil aferen
(Marcus Gunn pupil), tekanan intraokular yang menurun, iritis ringan, adanya gambaran
tobacco dust atau Schaffer sign, robekan retina pada funduskopi.1,5 Pada pemeriksaan
funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di
atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan
terlihat retina yang terlepas bergoyang.3
2.3.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain ultrasonografi, CT-scan,
dan MRI. Akan tetapi, USG mata lebih superior daripada CT-scan dan MRI. USG dilakukan
apabila pada pemeriksaan oftalmoskop direk ataupun indirek tidak dapat melihat dengan
jelas, misal pada fotofobia berat, periorbital edema, katarak, perdarahan intraokular.6
Gambar 4. Gambar 5.
Gambaran funduskopi normal Gambaran funduskopi ablasio retina
regmatogenosa
Gambar 6. USG Ablasio retina 2.3.1.7 Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah melepaskan traksi vitreoretina, dan
menutup robekan retina.5 Pembedahan merupakan pengobatan yang dapat dilakukan untuk
tujuan tersebut. Pemilihan tehnik pembedahan ditentukan oleh ukuran, jumlah dan lokasi dari
robekan.6,7
Tehnik yang dapat digunakan, antara lain scleral buckling, pneumatic retinopexy dan
intraocular silicone oil tamponade. Kebanyakan praktisi lebih sering melakukan prosedur
scleral buckling.
Pasien dengan ablasio retina regmatogenosa akut sebaiknya dirujuk segera ke dokter
spesialis mata atau vitreoretina. Penutupan robekan dicapai dengan menciptakan adhesi
korioretinal yang kuat di sekeliling robekan. Hal ini diperoleh melalui diatermi, krioterapi,
atau fotokoagulasi laser. Diatermi ada 2 macam, yaitu diatermi permukaan (surface
diatermy), dan diatermi setengah tebal sklera (partial penetraling diathermy) sesudah reseksi
sklera. Setelah operasi, sebagian dokter memberikan pasien antibiotik topikal sebagai
profilaksis selama 7-10 hari, siklopegik (misalnya atrofin 1 %) selama 1 bulan, dan steroid
topikal (misalnya prednison asetat 1%) selama 1 bulan. Selain itu, sebaiknya pasien istirahat
sebanyak mungkin setelah operasi.2,3,4,5,6,7
2.3.1.8 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh lamanya retina terlepas, mekanisme dasar dari ablasio
retina, dan keterlibatan makula.6
2.3.1.9 Pencegahan
Beberapa ablasio retina dapat dicegah. Cara paling efektif untuk pencegahan tersebut
adalah dengan melakukan edukasi untuk memeriksakan diri ke dokter mata jika terdapat
gejala kecurigaan adanya suatu PVD. Dengan mendeteksi awal adanya tear pada retina,
pasien dapat diterapi dengan laser atau cryotherapy, yang akan mengurangi risiko terjadinya
ablasio retina.
Selain itu pada kelompok individu yang memiliki faktor risiko terjadinya ablasio
retina, sebaiknya menghindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan pada mata.2
STATUS BAGIAN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B Pendidikan : SMPUmur : 52 tahun Agama : KristenJenis Kelamin : Laki-laki Status : MenikahAlamat : Pematang pudu - Mandau MRS : 18-06-2015Pekerjaan : Petani MR : 00893741
Keluhan Utama : Penglihatan menghilang sebagian pada mata kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien datang ke poli mata Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad
Pekanbaru dengan keluhan penglihatan mulai menghilang sebagian pada mata
kanan bagian bawah sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, sebagian
lapangan pandang mata kanan bagian bawah menghitam secara perlahan dan
semakin memberat beberapa hari belakangan ini. Awalnya pasien mengeluhkan
melihat cahaya seperti kilat, kemudian secara perlahan - lahan muncul bayangan
hitam seperti asap hitam bergelombang yang semakin lama semakin gelap hingga
sebagian penglihatan bagian bawah mata kanan menghilang. Keluhan lain seperti
mata merah, kotoran mata berlebih, nyeri pada mata , demam , mata berpasir
maupun terasa mengganjal dimata serta riwayat trauma pada mata disangkal.
Sebelumnya sekitar 3 minggu SMRS pasien telah berobat ke Eka hospital dan
dilakukan laser pada mata kanan pasien, namun dikatakan dokter disana bahwa
harus segera dilakukan operasi dan pasien diminta berobat ke RSUD AA agar
mendapatkan rujukan operasi di Eka Hospital.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama pada kedua mata
- Pasien sebelumnya menggunakan kacamata, dikatakan dokter penglihatan kabur
akibat penyakit mata akibat usia tua, ukuran tidak diketahui
- Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus tidak diketahui namun gejala polidipsi,
poliuri dan polifagi ditemukan.
Riwayat Pengobatan:
- Pasien telah berobat kerumah sakit lain dan telah dilakukan laser pada mata
kanan.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Ayah dan kakak kandung menderita diabetes melitus
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : BaikKesadaran : KomposmentisVital Sign : TD : 130/80 mmHg
N : 84 x/i RR : 20 x/i S : 36,7 ºC
STATUS OPTHALMOLOGI
OD OS1/60 Visus Tanpa Koreksi 20/25
Tidak dapat dikoreksi Visus Dengan Koreksi Tidak dikoreksiOrthoporia Posisi Bola Mata Orthoporia
Baik ke segala arah
Gerakan Bola Mata
Baik ke segala arahLebih lembek dibandingkan mata kiri dan mata pemeriksa (palpasi)
Tonometri : 9 mmHgTekanan Bola Mata
Normal perpalpasiTonometri : 14 mmhg
Normal Palpebra NormalNormal Konjungtiva NormalJernih Kornea Jernih
Tenang Sklera TenangDalam COA Dalam
Bulat, sentral, reflex cahaya direk dan indirek menurun, Ø:6 mm
Iris/PupilBulat, sentral, reflex cahaya
direk dan indirek (+), Ø:3 mmJernih Lensa Jernih
+ Refleks fundus +Tampak tobbaco dust Media Jernih
Bulat, batas tegas, C/D 0.3. aa/vv 2/3
PapilaBulat, batas tegas, C/D 0.3.aa/vv
2/3
Bayangan retina berwarna abu-abu pada bagian temporal superior, tampak robekan
berbentuk U pada retina arah jam 11, macula dalam batas normal
Retina Normal
Refleks (+) Makula Refleks (+)
Berkurang pada bagian bawahTes
Lapangan PandangSama dengan pemeriksa
Gambar
KESIMPULAN:
Pasien Tn. B berusia 52 tahun dengan keluhan penglihatan pada mata kanan bawah
menghitam atau menghilang sebagian secara perlahan . Keluhan lain seperti mata merah,
kotoran mata berlebih, nyeri pada mata , demam , mata berpasir maupun terasa mengganjal
dimata serta riwayat trauma pada mata disangkal. Mata kanan visus tanpa koreksi 1/60 dan
tidak dapat dikoreksi, palpebra normal , kornea tampak jernih, konjungtiva tenang, pupil
refleks cahaya direk dan indirek menurun dengan Ø: 6 mm, lensa dan media jernih, papilla
normal , bayangan retina berwarna abu-abu pada temporal superior okuli dextra, tampak
robekan berbentuk U arah jam 11 , macula normal.
Pemeriksaan Penunjang : -Funduskopi direk dan indirek- Pemeriksaan kimia darah
Funduskopi indirek okuli dextra
Diagnosis kerja:Ablasio Retina Regmatogenosa Okuli Dextra
PrognosisQuo ad vitam : Dubia ad bonamQuo ad functionam : Dubia ad malamQuo ad kosmetikum : Dubia ad bonam
Tatalaksana :
Pembedahan dengan teknik scleral buckling dan vitrektomi
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology. 6th ed. Oxford: Butterworth Heinemann; 2007. p.
695-733.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi umum. Ed 17. Jakarta: EGC; 2010.p.12-
196
3. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
4. Larkin GL. Retinal Detachment. [series online] 2006 April 11 [cited on 2015 June 22].
Available from URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm.
5. Larkin GL. Retinal detachment. 2009 Nov 23. [series online] [cited on 2015 June 22].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/789501-overview
6. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal Detachment.
American Academy of Family Physicians. [series online] 2004 April 1 [cited on 2015
June 22]; vol. 69, no. 7. Available from URL:
http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html.
7. Schwartz SG, Mieler WF. Management of Primary Rhegmatogenous Retinal Detachment.
Comprehensive Ophtalmology Update. [series online] 2004 [cited on 2015 June 235(6):
285-294. Available from URL: http://www.medscape.com/viewarticle/496835_6.
8. Wu L. Retinal Detachment Exudative. [series online] 2007 Agustus 2 [cited on 2015 June
23]. Available from URL: http://www.emedicine.com/ oph /topic 4 0 7 .htm .