LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGANCara Penanganan dan
Pemberian Obat pada Hewan PercobaanSelasa, 10 Maret 2015Kelompok
1Selasa Pukul 07.00 10.00 WIB
Nama
NPM
Tugas
Hasna Nur Syahidah
260110130001Teori Dasar, ProsedurMarita Isti Wulandari
260110130002Kesimpulan, Editor
Anisa Rosdiana
260110130003Tujuan, Prinsip, Teori Dasar
Intan Merita
260110130004Pembahasan, Perhitungan
Nujaimah Rahmawati S260110130005PembahasanLABORATORIUM
FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
NilaiTTD
CARA PENANGANAN DAN PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN
I. Tujuan
1. Mengetahui dan mampu menangani hewan untuk percobaan
farmakologi secara baik.
2. Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi responnya.
3. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute
pemberian serta pengaruhnya terhadap efek yang ditimbulkan.
II. Prinsip
1. Replacement
Replacement relative yaitu memanfaatkan hewan percobaan sebagai
donor organ, jaringanatau sel. Replacement absolute yaitu tidak
memerlukan bahan dari hewan melainkan memanfaatkan galur sel atau
program computer (Hanifah,2008).
2. Reduction
Mengurangi pemanfaatan jumlah hewan percobaan sehingga sedikit
mungkin dengan bantuan ilmu statistik , program computer, dan
teknik teknik biokimia serta tidak mengulangi penelitian dengan
hewan percobaan apabila tidak perlu (Hanifah,2008).
3. Refinement
Mengurangi ketidak nyamanan yang diderita oleh hewan percobaan
sebelum, selama dan setelah penelitian, misalnya dengan pemberian
analgetik (Hanifah,2008).III. Teori DasarPenggunaan hewan percobaan
dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran atau biomedis telah
berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana
percobaan haruslah memenuhi persyaratan persyaratan tertentu antara
lain persyaratan genetic atau keturunan dan lingkungan yang memadai
dalam pengelolaannya, disamping factor ekonomis, mudah tidaknya
diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia (Tjay,T.HdanRahardja,K, 2002).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu
pula diketahui. Cara memegang hewan darimasing- masing jenis hewan
berbeda beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaanfisik (besar
atau kecil) serta tujuannya, kesalahan dalam caranya akan
menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit pada hewan ini
akan menyulitkan dalam penyuntikan ataupun pengambilan darah dan
bagi orang yang memegangnya (Katzung, B.G,1998).
Ditinjau dari segi system penelolaannya atau cara
pemeliharaannya, dimana factor keturunan dan lingkungan berhubungan
dengan sifat biologis yang terlihat karakteristik hewan percobaan,
maka ada 4 golongan hewan ,yaitu :
1. Hewan liar
2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secar
aterbuka
3. Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang
dipelihara dengan system barrier (tertutup).
4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman yaitu hewan
yang dipelihara dengan system isolator. Sudah barang tentu
pengguaan percobaan tersebut diatas disesuaikan dengan macam
percobaan biomedis yang akan dilakukan (Katzung, B.G,1998).
Hewan coba atau hewan uji sering disebut hewan laboratorium
adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan biologic. Hewan
percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat
pada manusia, peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian
ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Deklarasi ini
berisi tentang segi etik percobaan yang menggunakan manusia antara
lain dikatakan perlunya dilakukan percobaan dibidang biomedis
maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia,
sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission
deprogram keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian
biomedis (Sulaksono, ME,1992).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi,
sifat obatnya serta kondisi pasien ,oleh sebab itu perlu
mempertimbangkan masalah masalah seperti berikut :
a. Tujuan terapi untuk efek local atau efek sistemik.
b. Apakah onset time obat cepat atau lambat.
c. Stabilitas obat dalam lambung atau usus.
d. Keamanan relative melalui penggunaan dengan berbagai rute
e. Rute yang tepat bagi pasien.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan
besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi
pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat
member efek obat secara local atau efek sistemik, efek sitemik
diperoleh jika obat beredar keseluruh tubuh melalui peredaran darah
sedang efek local adalah yang bekerja setempat, efek sistemik
digolongkan dengan cara :
a. Oral melalui saluran gastrointestinal dan rectal.
b. Parenteral dengan cara intravena, intramuscular dan
subkutan.
c. Inhalasi langsung kedalam paru paru.
Rute pengguaan obat dapat dengan cara :
a. Melalui rute oral
b. Melalui rue parenteral
c. Melalui Inhalasi
d. Melalui membrane mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina
dan sebagainya.
e. Melalui rute kulit (Anief, 1990).
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam
yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat
(GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme
menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam.
Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 2 jam pemberian oral.
Waktu paruh bervariasi antara 20 50 jam sedang waktu paruh
desmetildiazepam bervariasi hingga 100 jam, tergantung usia dan
fungsi hati (Abdullah, 2012)
Peninngkatan perkembangan ilmu pengetehuan dan teknolofi di
bidang kesehatan dibarengi dengan pengingkatan kebutuhan akan hewan
uji terutama mencit. Penggunaan mencit ini dikarenakan realatif
mudah dalam penggunaanya, ukurannya yang relatif kecil, harganya
relatif murah, jumlah peranakannya banyak yaitu sekali melahirkan
bisa mencapai 16-18 ekor, hewan itu memiliki sistem sirkulasi darah
yang hampir sama dengan manusia serta tidak memiliki kemampuan
untuk muntah karena memiliki katup di lambung. Shingga banyak
digunakan untuk peneitian obat (Marbawati, 2009).
Berbagai cara pemberian perlakuan terhadap hewan coba dapat
dilakukan dengan cara:
a) Per oral
Mencit atau tikus diletakkan di atas ram kawat, ekor ditarik
Jarus suntik yang sudah disolder dimasukkan ke dalam mulut
mencit namun harus diperhatikan proses masuknya jarum agar tidak
melukai organ dalam mencit.
Setelah selesai, tarik kembali jarum tersebut secara
perlahan
b) Intramuskular
Pembantu memgang paha, penyuntik memegang paha kiri dari depan
dengan tangan kiri.
Jarum ditusukkan dari balik dengan sudut tegak lurus terhadap
permukaan kulit kira-kira di tengah paha sehingga tusukan sampai ke
oto bicep femoris
Lalu suntikkan bahan pelakuan, tarik jarum, tempat suntikan
dipijat pelan-pelan
c) Intraperitonea
Mencit dibanding dengan benar
Tusukkan jarum di sisi dekat umbilicus/kira-kira 5 mm disamping
garis tengah antara 2 puting susu paling belakang
Tarik jarum lalu lepaskan mencit
d) Subkutan
Obat/bahan disuntikkan di bawah kulit di daerah punggung, terasa
longgar bila jarum digrak-gerakkan, berarti suntikan sudah benar.
Pengawasan lingkunga. Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan
dalam lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan
fisiolopgis, termasuk memperhatikan suhu, kelembaban dan kecepatan
udara yang ekstrim harus dihindari (Malole,1989).
IV. Alat dan Bahan
A. Alat
Alat suntik
Kandang
Neraca Ohauss
Pemegang (restainer)
Sonde oral
B. Bahan
1. Alkohol
2. Diazepam
3. NaCl Fisiologis
V. Prosedur
Hewan uji yang digunakan adalah 1 ekor tikus dan 3 ekor mencit
yang salah satunya betina. Ke 4 hewan uji tersebut ditimbang
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Kemudian pada mencit 1
yang sudah ditandai, diberi sonde oral yang mengandung diazepam
0,28 ml, diberikan melalui tepi langit-langit sampai ke esofagus.
Kemudian pada mencit 2 dimasukkan ke pemegang (restainer) dengan
ekor dibiarkan keluar, sebelum disuntik pembuluh darah di ekor
dioleshkan dengan eter terlebih dahulu, dan disuntikan diazepam
0,29 ml secara intravena pada ekor mencit tersebut. Kemudian pada
mencit 3 diberikan suntikan diazepam 0,35 ml secara
intraperitoneal, yaitu melalui abdomen bawah tidak terlalu atas
agar tidak mengenai hati dan tidak terlalu bawah supaya tidak
mengenai kandung kemih. Pada tikus diberikan larutan NaCl
fisiologis menggunakan sonde oral ke tepi langit-langit sampai
esofagus. Disuntikkan pula melalui intraperitoneal, yaitu pada
abdomen bawah tikus di sebelah garis midsagital. Dan disuntikkan
melalui intramuskular, yaitu ke dalam sekitar gluteus maximus atau
ke dalam otot paha lain dari kaki belakang. Dengan dicek apakah
jarum tidak masuk ke dalam vena, dengan menarik kembali piston alat
suntik.
VI. Data Pengamatan
1. Berat badan hewan uji
Berat Badan (gram)
Tikus164
Mencit 122,5
Mencit 228
Mencit 323
2. Rute Pemberian
POIVIPSCIM
Tikus
Mencit 1
Mencit 2
Mencit 3
3. Waktu
Mencit 1 (menit)Mencit 2 (menit)Mencit 3 (menit)
Waktu Onset11.252.214.13
Duration of effect2.1044.20
Gambar Pengamatan
1. Mencit 1 : Peroral
2. Mencit 2 : Intra Vena
3. Mencit 3 : IntraPeritonial
4. Tikus : Per Oral
Perhitungan
1. 2. 3. 4. VII. Pembahasan
Praktikum kali ini mempalajari tentang cara pemberian obat
terhadap absorpsi obat dalam tubuh (dalam hal ini pada tubuh hewan
uji). Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik
lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah
kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis
yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini
menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya
dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian
obat.
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran/biomedis telah lama digunakan. Hewan sebagai model atau
sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor
ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.
Pada percobaan kali ini praktikan menggunakan hewan mencit
sebagai hewan uji. Hewan tersebut digunakan sebagai percobaan untuk
praktikum farmakologi organ ini karena struktur dan system organ
yang ada di dalam tubuhnya mirip dengan struktur organ yang ada di
dalam tubuh manusia, mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses
metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok
untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Selain itu mencit lebih
mudah ditangani dibandingkan dengan hewan-hewan uji lainnya seperti
tikus dan kelinci. Sehingga hewan tersebut biasanya digunakan untuk
uj praklinis sebelum nantinya akan dilakukan uji klinis yang
dilakukan langsung terhadap manusia.
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu
pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan
adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik
(besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan
dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi
hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau
pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang
memegangnya.
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan
tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan mencit
menjangkau/mencengkram alas kasar (penutup kawat kandang).Kemudian
tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit
tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan
kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri.
Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap
untuk diberi perlakuan.Jika cara penanganan mencit tidak sesuai,
biasanya mencit akan merasa stress dan ketakutan sehingga akan
buang air besar dan buang air kecil.
Sebelum melakukan percobaan, terlebih dahulu praktikan harus
mengetahui volume pemberian obat/dosis pada hewan percobaan. Volume
cairan/dosis yang diberikan pada setiap jenis hewan percobaan tidak
boleh melebihi batas maksimal, sebab akan mengakibatkan efek
farmakologis yang membahayakan hewan uji.
Pada hewan uji ada beberapa Faktor yang dapat mempengaruhi hasil
percobaan, yaitu Faktor internal dan Faktor eksternal.
1. Faktor internal
Faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan antara
lain adalah variasi biologi (usia, jenis kelamin), rasa dan sifat
genetik, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh dan luas
permukaan tubuh.
Usia dan jenis kelamin berpengaruh pada hasil percobaan karena
pada usia yang tepat pada fase hidup hewan tersebut, efek
farmakolgi yang dihasilkan akan lebih baik. Lain halnya jika usia
hewan tersebut masih bayi. Jenis kelamin juga berpengaruh, karena
jika dilihat dari leteratur berat badan yang berbeda. Keduanya
berpengaruh pada dosis yang akan digunakan pada hewan uji
tersebut.
Ras dan sifat genetik pun berpengaruh karena jika menggunkan
hewan percobaan dengan ras dan sifat genetik yang berbeda-beda dan
karakteristik yang berbeda pula, maka masing-masing memiliki
perbedaan dalam perilaku, kemampuan imunologis, infeksi penyakit,
kemampuan dalam respon terhadap obat, kemampuan reproduksi dan lain
sebagainya.
Bobot dan luas permukaan tubuh hewan uji juga berpengaruh dalam
hasil percobaan. Bobot dan luas permukaan tubuh hewan yang bessar
akan lebih membutuhkan lebih banyka dosis dibandingkan dengan yang
berbobot dan memiliki luas permukaan tubuh yang kecil.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan antara
lain adalah pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang,
suasana asing atau baru, pengalaman hewn dalam penerimaan obat,
keadaan ruang hidup (suhu, kelembaban udaa, ventilasi, cahaya,
kebisingan serta penempatan hewan), suplai oksigen.
Meningkatnya kejadian penyakit infeksi pada hewan percobaan,
disebabkan karena kondisi lingkungan yang jelek dimana hewan itu
tinggal. Maka dengan meningkatnya kejadian penyakit infeksi dan
disertai dengan keadaan nutrisi yang buruk juga akan berakibat
resistensi tubuh menurun, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil
suatu percobaan.
Intraperitonial
Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena
bahaya.Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga
obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah.Disini obat langsung
masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat
dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme
serempak sehingga durasinya agak cepat.Intinya absorpsi dari obat
mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat
diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang
lainnya tidak.
Cara injeksi peritonial yaitu, mencit dipegang dengan memegang
ujung ekornya dengan tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan
mencit menjangkau/mencengkram alas kasar (penutup kawat
kandang).Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk
menjepit kulit tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan
dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis
tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan
kiri, Kepala agak kebawah abdomen. Tandai dengan spidol pada bagian
perut mencit, bagi menjadi empat bagian sama besar. Beri tanda pada
2 bagian bawah kanan dan kiri. Oleskan alcohol bagian yang akan
diinjeksi, jarum disuntikkan dengan sudut 100dari abdomen agak
pinggir, untuk mencegah terkenanya kandung kemih dan apabila
terlalu tinggi akan mengenai hati.Volume larutan aquades yang
disuntikan pada intraperitonial adalah 0.29 ml. Intravena
Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan
obat ke dalam pembuluh darah vena dengan menggunakan
spuit.Tujuannya untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi
daripada dengan injeksi parenteral lain, untuk menghindari
terjadinya kerusakan jaringan dam untuk memasukkan obat dalam
jumlah yang lebih besar.Injeksi intravena merupakan metode injeksi
yang cukup sulit dilakukan oleh orang yang kurang berpengalaman.
Untuk melakukan injeksi intravena dapat menyebabkan masalah pada
mencit bila terjadi kesalahan saat dilakukan injeksi.Injeksi
intravena langsung memasukkan zat ke aliran darah melalui ekor
(pada mencit).Injeksi ini digunakan untuk meneliti
penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan yang membutuhkan
penedahan zat langsung ke aliran darah.Mencit biarkan pada posisi
tengkurap dengan menjulurkan ekor. Kemudian ekor mencit dibuat
mengalami vasodilatasi dengan cara ekor mencit diolesi dengan
etanol. Proses dilatasi pada ekor mencit juga bisa dilakukan dengan
cara merendamnya dalam air hangat.
Ciri-ciri pembuluh vena yang mengalami vasodilatasi adalah garis
merah pada ekor mencit akan terlihat jelas dan besar sehingga akan
memudahkan praktikan untuk menyuntikan larutan aquades. Setelah
garis merah (pembuluh vena) terlihat jelas, aquades disuntikan
kedalamnya.Volume larutan aquades yang disuntikan pada intravena
adalah 0.35 ml. Jarum disuntikkan dengan sudut 100agar jarum tidak
melukai tangan praktikan.Apabila terasa ada tahanan artinya jarum
tersebut belum masuk ke dalam pembuluh vena yang artinya jarum
suntik hanya menembus sampai kulit. Hal ini ditandai dengan
membesarnya kulit pada ekor mencit yang disuntikan, dan apabila
jarum ditarik maka akan diikuti cairan yang keluar dari ekor mencit
(larutan yang disuntikan). Hal ini menyebabkan mencit merasa tidak
nyaman.Kesalahan ditandai dengannya apabila jarum suntik ditarik
maka tidak ada darah yang keluar.
Pada awalnya praktikan melakukan kesalahan dimana jarum tidak
menembus pembuluh vena yang ditandai dengan membesarnya daerah ekor
mencit yang disuntik.Kemudian praktikan menyuntikan kembali larutan
aquades kedalam ekor mencit sesuai dengan perhitungan dosis pada
intravena dan semua aquades masuk kedalam pembuluh vena.Pada saat
jarum suntik ditarik, keluar darah dari daerah ekor mencit yang
disuntik.Hal ini membuktikan bahwa praktikan benar melakukan
injeksi intravena pada mencit.
Peroral
Injeksi peroral dilakukan dengan menggunakan sonde yang
dimasukkan kedalam mulutlangsung ke dalam lambung melalui
esophagus.Pada pemberian larutan aquades secara peroral dengan
menggunakan sonde, mencit harus dibuat dalam keadaan menengadah ke
atas, dimana posisi mencit lurus.Cengkram kuat mencit sehingga
mencit tidak bisa menyentuh atau mengambil ujung sonde.Kemudian
sonde dimasukkan oral ke langit-langit mulut mencit, kemudian
dimasukkan secara perlahan-lahan larutan aquades sampai masuk
kedalam lambung.Volume larutan aquades yang disuntikan pada peroral
adalah 0.28 ml. Pada saat sonde sudah masuk ke dalam esophagus,
maka akan ada dua percabangan dimana terdapat saluran yang menuju
paru-paru dan ada saluran lain yang menuju lambug. Letak saluran
menuju paru-paru terletak di sebelah kiri pada mencit sedangkan
saluran menuju lambung ada di sebelah kanan pada mencit. Sehingga
apa bila dilihat dari sisi praktikan,sonde akan dimasukkan ke
sebelah kiri tikus.
Cara pemberian yang keliru yaitu masuk ke dalam system
pernafasan atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasa dan
kematian pada hewan uji. Cara praktikan mengetahui pemberian obat
secara oral ini berhasil atau tidak yaitu dengan tanda apabila
cairan yang diberikan secara peroral kepada mencit akan keluar
melewati mulut atau hidungnya. Hal ini menandakan bahwa sonde belum
masuk sempurna ke dalam lambung.Hal ini disebabkan karena sonde
mungkin masih berada di di tenggorokan atau sudah masuk kedalam
paru-paru mencit. Tapi apabila pemberian secara peroral berhasil,
maka tidak akan terjadi apa-apa pada mencit.
Apabila percobaan sudah menggunakan zat kimia sesungguhnya atau
pada hewan uji tersebut ditumbuhkan suatu infeksi, maka perlu
dilakukan pengorbanan hewan (etanasi). Etanasi atau cara kematian
tanpa rasa sakit perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga hewan
mati dengan seminimal mungkin rasa sakit. Cara pengorban hewan uji
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara fisik dan kimia.
Untuk cara fisik bisa digunakan dislokasi leher. Caranya adalah
mencit dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan,
letakan pada alas kasar, biarkan mencit menjangkau/mencengkram alas
kasar (penutup kawat kandang) sehingga meregangkan badannya.Ketika
hewan meregangkan badannya, pada bagian tengkuk diberi suatu
penahan yang keras dan dipegang dengan tangan kiri.Sedangkan tangan
kanan menarik ekornya dengan keras sampai lehernya terdislokasi.
Cara kimianya adalah dengan menggunakan eter atau pentobarbital
natrium pada dosis letal sehingga dapat membnuh hewan-hewan
tersebut, dan juga dengan menggunakan gas CO2.
VIII. Kesimpulan1. Dapat disimpulkan bahwa, untuk praktikum
farmakologi ini ada beberapa tata cara dalam menangani hewan
percobaan. Mulai dari memperlakukan hewan dengan baik agar hewan
uji tidak stres. Lalu , kita dapat mengetahui bagaimana agar hewan
uji dapat dikendalikan ketika sedang melalakukan uji farmakologi.2.
Dengan melakukan praktikum ini, kia dapat mengetahui sifat-sifat
dan faktor-faktor yang mempengaruhi responnya. Mencit mempunyai
sifat mudah jinak, sangat aktif, fotofobik, aktif pada malam hari,
cenderung suka berkumpul dengan sesamanya, dan lain-lain. Sedangkan
tikus mempunyai sifat jinak, jika salah perlakuan tikus akan
menyerang manusia, tidak fotofobik, cenderung tidak kumpul dengan
sesamanya, dan lain-lain. Kemudian ada 2 faktor yang mempengaruhi
respon dari hewan uji yaitu, faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi, luas permukaan hewan uji, bobot badan,
genetik, dan asupan nutrisi. Faktor eksternal meliputi suhu,
oksigen, cahaya, da lain-lain.
3. Terdapat teknik-teknik rute pemberian obat pada hewan uji,
yaitu intravena dengan memberikan obat melalui pembuluh darah. Per
oral pemberian obat melalui mulut dengan menggunakan sonde. Intra
muskular yaitu pemberian obat melalui otot bagian paha.
Interperitonial yaitu pemberian obat melalui bagian perut. Subkutan
yaitu pemberian obat melalui bagian bawah kulit. Ketika mencit
diberi diazepam dengan berbagai rute pemberian menimbulkan efek
kepada mencit. Mencit yang aktif akan menjadi diam, karena diazepam
tedapat efek penenang atau sedatif. Sedangkan pada tikus, ketika
diberikan NaCl fisiologis tidak menimbulkan efek. Urutan rute
pemberian obat dari yang tercepat menuju lambat yaitu,
intravena-intraperitonial-subkutan-intramuskular-peroral.DAFTAR
PUSTAKAAbdullah, Rozi. 2012. Diazepam. Tersedia online di
http://bukusakudokter.org [diakses pada tanggal 10 Maret 2015].
Anief,M.1994.Farmasetika.Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Press
Hanifah, J.M & Amir, Amri.2008.Etika Kedokteran & Hukum
Kesehatan Edisi 4. Jakarta : EGC.
Katzung,B.G.1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Hewan Percobaab
Laboratorium. Tersedia online di http://farmasiku.com [diakses pada
tanggal 11 Maret 2015].Marbawati. 2009. Penetapan Hayati dengan
Hewan Percobaan. Tersedia online di elisa.ugm.ac.id [diakses pada
tanggal 10 Maret 2015].
Sulaksono, ME. 1992.Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan
Percobaan: Jakarta.
Tjay,T.H dan K. Rahardja. 2002. Obat Obat PentingKhasiat,
Penggunaan,dan Efek Efek sampingnya Edisi Kelima. Jakarta :
Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.