Top Banner
CAPUNG SUMBA Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti
77

CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

1

CAPUNG SUMBATaman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

Page 2: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

2 1

Andi IrawanWahyu Sigit Rahadi

CAPUNG SUMBATaman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

Page 3: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

2 3

Page 4: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

4 5

Capung Sumba

Penulis: Andi IrawanWahyu Sigit Rahadi

ISBN: 978-602-60691-0-8

Fotografer: Simon Onggo Eko HastomoWahyu Sigit Rahadi

Desain sampul dan tata letak:Simon Onggo Eko Hastomo

Penerbit:Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

Kantor:Jln. Adam Malik KM 5, Kel. KambajawaWaingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara TimurTelp: (0387) 61914E-mail: [email protected]

Bekerja sama dengan:Indonesia Dragonfly Society

Cetakan pertama, November 2016Cetakan kedua, Oktober 2018 (dengan revisi)

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Dicetak dengan anggaran DIPA BTNMTLW 2018

Foto sampul: Rhinocypha sumbanaFoto pembuka 1: Eupharia lara laraFoto pembuka 2: Kompleks air terjun Kanabuwai.

Page 5: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

6 7

Daftar Isi

Kata Pengantar 08Tentang Capung

30Capung Sumba, Dari Pulau Terluar Kami Menyapa 14

Jenis-jenis Capung

60

Karakter Ekosistem Perairan Sumba

18Spesies Kunci Capung Sumba 70

Habitat Capung

22 Catatan Perjalanan 132Kompleks air terjun Kanabuwai.

Page 6: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

8 9

KATA SAMBUTAN

Taman nasional tidak dapat dipungkiri memiliki peranan yang sangat penting sebagai sumber keanekaragaman jenis baik flora fauna, bentang alam maupun gejala alam. Bentang alam yang luas serta tersebar diseluruh wilayah nusantara menjadi wadah kekayaan hayati di setiap daerah. Taman Nasional MaTaLaWa di ujung selatan bangsa ini menjadi salah satu wilayah yang cukup menyita perhatian para peneliti baik nusantara maupun manca negara dengan keunikan ekosistem karst dan padang savana yang didalamnya terdapat flora fauna dengan tingkat endemisitas tinggi. Satu hal lain yang sangat penting dalam pengelolaan kawasan konservasi saat ini adalah validitas informasi mengenai eksistensi satwaliar dan tumbuhan serta potensi komponen lainnya dalam kawasan tersebut yang selalu di-update oleh pengelola dan accessible oleh khalayak umum. Akselerasi informasi tidak serta merta dilaksanakan oleh pengelola sendiri, tetapi membuka ruang pelibatan multi pihak dari para pakar dan pemerhati lingkungan. Buku

ini merupakan salah satu perwujudan hal tersebut yang menjadi instrumen awal yang mencerminkan keseriusan pengelola dalam pengelolaan kawasan dan sekaligus pelayanan publik. MaTaLaWa menjadi unit pelaksana yang selalu berinovasi dan mempromosikan potensi kawasannya sehingga tidak hanya dinikmati oleh masyarakat setempat juga masyarakat lain di Indonesia dan bahkan dari negara lain. Sekali lagi, buku ini menunjukkan perjalanan yang berorientasi scientific based yang memberikan energi positif bagi kebangkitan pengelola kawasan konservasi, yang tidak hanya MaTaLaWa tetapi juga kesatuan kawasan-kawasan konservasi lain di Negara tercinta ini. Kami memberikan apresiasi atas karya nyata ini dan semoga menjadi inspirasi untuk mendorong terbitnya buku dengan tema Capung di wilayah konservasi lainnya. Kepada para penulis yang telah meluangkan waktu untuk terwujudnya karya ini, kami ucapkan terima kasih, dan kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita sekalian untuk dapat berpartisipasi di bidang tugas kita masing-masing dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur Bangsa Indonesia.

Ir. Wiratno, M.ScDirektur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem

Page 7: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

10 11

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala karena atas rahmat, nikmat dan hidayah-Nyalah sehingga buku Capung Sumba cetakan ke dua dengan data yang lebih lengkap dari Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (TN Matalawa) selesai diperbaharui. Buku ini menjadi perwujudan kekayaan keanekaragaman hayati Taman Nasional Matalawa yang terletak di gugusan kepulauan Wallacea (Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara). Taman Nasional Matalawa merupakan kawasan konservasi yang sangat eksotis dan memiliki keanekaragaman jenis flora dan fauna yang sangat khas dan endemik yang tidak dapat dijumpai di wilayah lainnya yang didominasi oleh ekosistem karst. Ekosistem karst umumnya dicirikan dengan adanya sungai bawah tanah, drainase permukaan, dan gua yang menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang berbeda dengan daerah lainnya. Sungai-sungai kecil dengan tutupan tajuk yang

berbeda-beda di masing-masing tempat menjadi habitat berbagai jenis Capung. Capung merupakan salah satu keanekaragaman satwa yang dimiliki Taman Nasional Matalawa dari bangsa Odonata yang cukup unik mulai siklus hidupnya dan warnanya. Satwa ini juga dikenal predator yang ulung saat berburu mangsa sehingga menjadi pengendali hama alami baik di bidang pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Capung juga mempunyai peranan yang sangat penting sebagai bio indikator lingkungan. Penulisan buku ini melengkapi daftar jenis dan sebaran hasil kegiatan penelitian dan survei yang telah dilakukan sebelumnya. Daftar awal distribusi Odonata di pulau Sumba pertama kali dilakukan oleh seorang ahli biologi dan zoology berkebangsaan Belanda pada tahun 1953 oleh Mauritz Anne Lieftinck. Hasil kerja Lieftinck dalam menyediakan data dasar distribusi Capung di Sumba patut diapresiasi, namun belum pernah diperbaharui sampai pada akhirnya Taman Nasional Matalawa dan Indonesia Dragonfly Society pada tahun 2015 s/d 2018 berjuang untuk melanjutkan pekerjaan itu. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku Capung Sumba ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

“Salam lestari, salam konservasi dari penjuru negeri”

Maman Surahman, S.Hut., M.SiKepala Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

Page 8: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

12 13

PENGANTAR CETAKAN

Cetakan pertama buku Capung Sumba terbit pada tahun 2016 yang juga merupakan awal penggabungan antara Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti. Pada tahun 2015, pengumpulan data dilakukan di kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti sampai buku siap untuk diterbitkan kemudian terjadi penggabungan dua Kawasan Konservasi yang berada di Sumba. Para pihak yang terlibat dalam penyusunan dan pengumpulan materi Capung Sumba tanpa dilengkapi data kawasan Manupeu Tanah Daru, bersepakat untuk tidak menunggu sharing informasi melalui terbitnya buku Capung Sumba cetakan pertama. Cetakan kedua buku ini diterbitkan dengan perubahan sampul dengan tampilan yang lebih fresh dengan menambahkan catatan data hasil survei pada kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Keragaman jenis yang berhasil dicatat menjadi penting karena dari dua kawasan konservasi di pulau Sumba tersebut terdapat perbedaan tipe habitat. Di kawasan Laiwangi Wanggameti terdapat habitat pada ketinggian di atas 1000 mdpl sementara di kawasan Manupeu Tanah Daru tidak terdapat habitat di ketinggian tersebut. Sebaliknya, terdapat habitat pantai dikawasan Manupeu Tanah Daru sedangkan di kawasan Laiwangi Wanggameti tidak terdapat habitat capung di ekosistem tersebut. Buku pada cetakan ini terdapat penambahan jumlah yang didiskripsikan disertai foto yang mungkin dapat memicu rasa ingin tahu para penggiat satwa liar untuk datang langsung ke Taman Nasional Matalawa. Pada cetakan cetakan kedua ini menyajikan 48 spesies bertambah 6 spesies dari cetakan sebelumnya. Semoga penerbitan buku ini bermanfaat untuk masyarakat luas pada umumnya dan khususnya para pemerhati capung di seluruh nusantara.

Air terjun Matayangu

Page 9: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

14 15

CAPUNG SUMBA, DARI PULAU TERLUAR KAMI MENYAPA

Capung Sumba, buku yang cukup lama dinanti oleh para pemerhati capung Indonesia, sekarang bisa kita baca dan pelajari. Indonesia Dragonfly Society sangat bangga bisa bekerja bersama dengan Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti dalam mengungkap kembali kekayaan capung di daerah Indonesia Timur khususnya pulau Sumba. Berawal dari perjumpaan dan diskusi kami dengan Simon Onggo, serta dukungan dari Bapak Hart Lamer Susetyo, impian kami mendata capung di kawasan timur mulai terwujud. Selama ini penelitian capung Indonesia bagian timur banyak dilakukan oleh peneliti asing, tetapi belum dilakukan oleh anak bangsa. Hal tersebut memicu kami untuk mempelajari dan membukukan keragaman capung di pulau Sumba. Pulau Sumba sebagai salah satu daerah yang berada di Kawasan Wallacea sering menarik perhatian para peneliti karena memiliki biodiversitas yang unik dengan tingkat endemisitas tinggi. Melalui buku ini, kita bisa mempelajari

Magdalena Putri N.Indonesia Dragonfly Society

hal tersebut. Pulau Sumba memiliki ekosistem karst yang seringkali dipandang sebagai daerah gersang karena tidak banyak memiliki hutan dan air permukaan. Akan tetapi, di kawasan taman nasional kita melihat hal yang berbeda. Di kawasan konservasi ini kita dapat mempelajari bagaimana hutan sangat berperan untuk ketersediaan air permukaan dan air bawah tanah. Survei pendataan capung ini dilakukan di 10 daerah perairan yang terdiri dari danau, telaga, sungai, dan gua dengan air yang melimpah. Di sekitar daerah perairan tersebut terdapat vegetasi pohon dengan tutupan rapat. Perairan di kawasan ini dibutuhkan oleh masyarakat sekitar untuk mendapatkan suplai air. Selain itu, perairan tersebut ternyata menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi, salah satunya capung. Di tengah keterbatasan literatur tentang capung di pulau Sumba, buku ini memberikan informasi terkini dan penting tentang capung di kawasan Wallacea khususnya pulau Sumba. Pendataan capung terdahulu di kawasan Nusa Tenggara dilakukan oleh M.A Lieftinck tahun 1949 (hasil penelitiannya diterbitkan tahun1953) seperti yang tercantum di buku Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Di pulau Sumba M.A. Lieftinck menemukan 68 jenis capung dan 11 jenis endemik pulau Sumba. Survei capung di kawasan taman nasional ini menghasilkan data yang sangat menarik. Survei pertama di tahun 2015 – 2016 di kawasan Laiwangi Wanggameti menemukan 48 jenis capung, 9 jenis endemik pulau Sumba, dan 7 jenis merupakan catatan baru. Delapan jenis capung endemik pulau Sumba, antara lain Rhinocypha sumbana, Indolestes bellax, Nososticta diadesma, Burmagomphus williamsoni austrosundanum, Paragomphus tachyerges, Hemicordulia chrysochlora, Idionyx orchestra dan Orthetrum austrosundanum, Euphaea lara lara. Tujuh jenis catatan baru, yaitu Euphaea lara lara, Pseudagrion pilidorsum deflexum, Drepanosticta berlandi, Burmagomphus williamsoni austrosundanum, Brachythemis contaminata, Neurothemis ramburi martini dan Potamarcha congener. Tujuh jenis capung tersebut sebelumnya tidak ditemukan

Page 10: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

16 17

oleh M.A. Lieftinck di pulau Sumba. Euphaea lara lombokensis, Pseudagrion pilidorsum declaratum dan Drepanosticta berlandi sebelumnya telah ditemukan oleh M.A. Lieftinck di daerah Nusa Tenggara lainnya seperti Lombok, Sumbawa, serta Flores. Pada survei ke dua tahun 2018 di kawasan Manupeu Tanah Daru tidak menemukan tambahan jenis baru, hanya penambahan catatan sebaran dari ragam jenis yang sudah ditemukan saat survei pertama di kawasan Laiwangi Wanggameti. Berdasarkan hasil survei di taman nasional, kita juga menemukan capung dengan tingkat sensitivitas yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sensitivitasnya tinggi sampai rendah. Capung dengan tingkat sensitivitasnya tinggi antara lain Burmagomphus williamsoni austrosundanum, Hemicordulia chrysochlora, Idionyx orchestra, Tetrathemis irregularis hyalina, Pseudagrion pilidorsum declaratum, Indolestes bellax, Drepanosticta berlandi, dan Nososticta diadesma. Capung-capung tersebut biasanya susah dan jarang ditemukan, berada di perairan yang bersih atau dekat mata air. Jika suatu perairan mengalami perubahan, capung yang tingkat sensitivitasnya tinggi akan merespon cepat perubahan tersebut dengan cara nimfa mengalami kematian atau capung dewasa berpindah ke perairan yang lebih sesuai dengan habitatnya sehingga capung menjadi lebih sulit dijumpai. Oleh karena itu, capung sering digunakan sebagai bioindikator perairan. Melalui survei ini, kita dapat mengetahui kualitas perairan di hulu Laiwangi dan Wanggameti. Kualitas perairan di kawasan konservasi ini masih bagus. Capung saat ini tidak hanya digunakan untuk mengetahui kualitas perairan, tetapi juga digunakan untuk memantau kualitas kawasan dan upaya konservasi kawasan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar jenis capung juga membutuhkan vegetasi terutama vegetasi riparian rapat dan masih terjaga, selain kondisi perairan yang bersih. Penggunaan capung sebagai indikator penilaian dan pemantauan kualitas suatu kawasan pertama kali dikembangkan oleh Michael J. Samways dan

J. P. Simaika tahun 2008-2012 di salah satu kawasan konservasi Afrika Selatan. Berdasarkan penelitian tersebut kita juga bisa mengetahui bahwa capung merupakan bioindikator yang mudah, dan cepat untuk memantau kualitas kawasan seperti lingkungan perairan air tawar, hutan, kawasan restorasi, kualitas landscape yang berubah, dan memantau pemulihan

habitat di suatu kawasan. Metode yang dikembangkan oleh kedua peneliti capung itu, beberapa tahun terakhir mulai digunakan oleh peneliti-peneliti capung lainnya antara lain di Republik Cekoslowakia. Survei capung di taman nasional ini merupakan langkah awal dan membuka pintu studi-studi capung selanjutnya dalam upaya konservasi kawasan di Sumba. Buku Capung Sumba diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk dunia pendidikan dan mengenalkan kekayaan alam Sumba kepada masyarakat terutama anak-anak. Buku ini juga diharapkan menjadi pemicu bagi kita untuk mempelajari capung di daerah Indonesia Timur lainnya. Kami yakin masih banyak temuan-temuan menarik yang belum terungkap di kawasan Indonesia Timur. Kita masih membutuhkan tangan-tangan dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia untuk mewujudkan impian besar, yaitu mengumpulkan kembali informasi capung Indonesia, melestarikan alam Indonesia melalui capung. Mari kita mewujudkan cinta kita kepada tanah air dimulai dari hal sederhana di lingkungan sekitar. Memperhatikan, mengenal, mencintai, dan melestarikan hewan kecil seperti capung akan memberi arti untuk kehidupan yang lebih baik. Salam Capung Teman Kita!

Pseudagrion pilidorsum deflexum

Page 11: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

18 19

SPESIES KUNCI CAPUNG SUMBA

Kawasan Wallacea terkenal dengan kawasan dengan biodiversitas yang unik dan tinggi tingkat endemisitasnya. Pulau Sumba termasuk dalam kawasan Wallacea dan merupakan gugusan Kepulauan Sunda Kecil. Apabila dilihat dari jumlah jenis capung, tercatat di kawasan Wallacea berjumlah 386 spesies, dengan hampir 40% jenis-jenis capung tersebut tersebar di Bali dan Nusa Tenggara. Capung endemik diketahui sejumlah 134 jenis. Sedangkan diversitas capung di Kepulauan Sunda Kecil sebanyak 152 spesies, dengan 24 jenis diantaranya endemik. Sebagian besar capung endemik di Kepulauan Sunda Kecil berada di kepulauan Nusa Tenggara, dimana 50% disumbangkan oleh pulau Sumba. Jenis capung kunci yang perlu dipantau dan dilestarikan adalah jenis-jenis endemik pulau Sumba, karena apabila jenis-jenis tersebut punah, maka tidak akan pernah ditemukan lagi. Terdapat 2 jenis capung endemik yang perlu mendapat perhatian lebih, yaitu Paragomphus tachyerges karena status IUCN masuk dalam kategori

Pungki Lupiyaningdyah Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Garis Wallacea386 spesies134 endemik

Kepulauan Sunda Kecil152 spesies24 endemik

Informasi dan grafik dibuat untuk tujuan penulisan buku ini, menggunakan konten dari tulisan Pungki Lupiyaningdyah (Pusat Penelitian Biologi LIPI), Lieftinck (1953), dan hasil survei capung di TN Matalawa.

* Hasil sementara mencakup dataran Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

Seberapa banyak capung endemik?

Wallacea 134

Kep. Sunda Kecil 24

Sumba (1953) 11

Capung di Wallacea, kepulauan Sunda Kecil, dan Sumba

Wallacea 386

Kep. Sunda Kecil 152

Sumba (1953) 68

Sumba (2018)* 48

FAKTA CAPUNG SUMBASumba adalah bagian dari daerah Wallacea, suatu daerah yang sejak zaman dahulu terpisah dari pulau-pulau di sebelah barat dan timur Indonesia. Sumba juga bagian dari kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda). Endemisitas di pulau Sumba menarik bagi banyak kalangan peneliti dan pemerhati hidupan liar, termasuk sang predator kecil di udara “punda” (capung).

65tahun

40%

Jarak waktu penelitian Lieftinck dan survei capung oleh taman nasional.

Capung di Wallacea tersebar di pulau Bali dan kepulauan Nusa Tenggara.

Page 12: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

20 21

Rentan (Vulnerable) dan Indolestes bellax yang masuk status Hampir Terancam (Near Threatened). P. tachyerges dimasukkan dalam kategori rentan, karena dahulu jenis ini dapat ditemukan di 10 lokasi berdasarkan publikasi Lieftinck (1953), namun sekarang laporan jumlah populasinya belum diketahui dan dengan laju deforestasi yang cukup cepat, maka diperkirakan penemuan P. tachyerges hanya di area tertentu saja, tidak sebanyak 60 tahun lalu. Begitu pula halnya dengan I. bellax, dengan pertimbangan yang kurang lebih sama dengan P. tachyerges menyebabkan jenis ini masuk kategori hampir terancam. Disamping kedua jenis tadi, Drepanosticta berlandi yang merupakan catatan baru di Sumba dan Nososticta diadesma juga penting dipantau keberadaannya secara berkala, karena jenis-jenis tersebut sulit dijumpai, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan dan sebarannya terbatas. Mempertahankan keberadaan jenis-jenis capung endemik memang bukan pekerjaan mudah, akan tetapi perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh. Bahkan, apabila kita berhasil memantau populasi mereka di alam secara terus menerus dan tampak kecenderungan bahwa jenis-jenis endemik tersebut masih tetap ada atau bertambah populasinya, bisa jadi status IUCN menjadi turun atau hilang sama sekali.

Dragonfly Biodiversity Index (DBI) Salah satu cara memantau diversitas capung yang paling mudah adalah dengan menggunakan DBI (Dragonfly Biodiversity Index). DBI ini terukur parameternya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Akan tetapi, di Indonesia masih belum banyak yang mengaplikasikan sistem ini. Hal ini mungkin selain karena belum familiar juga disebabkan keterbatasan dari indeks ini, yaitu indeks ini dapat “berbicara” apabila kita konsisten dan kontinyu memantau capung di suatu area dalam kurun waktu tertentu. Sehingga, kita akan mendapatkan perbandingan nilai DBI di waktu awal dan akhir survei.

Salah satu negara yang telah berhasil mengaplikasikan DBI adalah Afrika Selatan, dimana pada sekitar tahun 1990-an akhir, mereka merestorasi seluruh sungai dari pohon-pohon invasif karena pohon tersebut menghalangi sinar matahari dan menyebabkan kemerosotan pinggiran sungai sehingga mengancam keberadaan capung-capung di Afrika Selatan. Berdasarkan pengalaman tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan capung bukan saja pengalihan lahan, deforestasi, pencemaran air, namun juga jenis tumbuhan invasif di badan sungai atau lahan basah dapat menggangu dan mengancam kehadiran capung di suatu habitat. Buku Capung Sumba dapat menjadi dasar maupun tonggak untuk pengelolaan data keanekaragaman hayati di Laiwangi dan Wanggameti yang berstatus sebagai taman nasional. Informasi yang disajikan dalam buku ini dapat menjadi acuan untuk mencetuskan penelitian dan studi lanjutan dalam menentukan langkah-langkah manajemen konservasi, seperti pemantauan keberadaan capung setiap tahun maupun pemetaan habitat capung secara berkala. Upaya mengungkap dan mengelola biodiversitas yang ada di Sumba, khususnya wilayah-wilayah yang menjadi kawasan konservasi, tentu tidak berhenti hanya pada kelompok capung saja, melainkan menambah dan mengembangkan inventarisasi dan studi lanjut pada kelompok hewan lainnya. Sehingga, data keanekaragaman hayati baik di pulau Sumba maupun di taman nasional menjadi lengkap. Data-data ini pun seyogyanya terbuka dan dapat diakses oleh para pemerhati lingkungan, pemegang kebijakan dan khalayak umum. Sehingga, banyak orang dapat berkontribusi lebih banyak dalam kegiatan konservasi di pulau Sumba, dengan tujuan untuk menyokong kehidupan penduduk pulau ini.

Page 13: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

22 23

KARAKTER EKOSISTEM

PERAIRAN SUMBA

Air merupakan elemen penting dalam kehidupan. Penggunaan air dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan dasar berupa air minum, tetapi juga sebagai sumber energi terbarukan (listrik), penunjang proses-proses industri, irigasi pertanian, hingga berbagai penggunaan lainnya yang memiliki nilai komersial. Di daerah tropis penggunaan air secara komersial telah dilakukan dengan sangat extensif, akan tetapi studi dan pengetahuan mengenai siklus, daya dukung, dan batas ekologis air dalam ekosistem, masih belum diketahui secara mendalam (Whitten et al., 1987). Hal tersebut mendorong munculnya kawasan-kawasan konservasi yang ditujukan untuk mengamankan

Air terjun Laputi

Page 14: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

24 25

keanekaragaman hayati dan melindungi proses-proses alamiah yang penting bagi kehidupan, seperti siklus air (fungsi hidrologi). Di bagian selatan Indonesia, kita dapat jumpai salah satu pulau terluar nusantara - pulau Sumba. Pulau ini terbentuk dari teras terumbu karang yang terungkit satu juta tahun yang lalu, dengan kecepatan 0.5 mm/ tahun (Monk et al., 2000; Pirazzoli et al., 1991, 1993). Formasi batuan penyusun daratan di pulau ini bertumpuk-tumpuk (Efendi et al., 1994), dimana lapisan batuan kapur berada pada lapisan atas (Abdullah et al., 2000). Secara kimia batuan kapur pada ekosistem karst dapat terlarut oleh aliran-aliran air, sehingga membentuk lubang-lubang pori berukuran kecil maupun besar. Pelarutan batuan kapur pada ekosistem karst kerap dipandang sebagai pemicu terbentuknya jaringan air yang kompleks dibawah permukaan tanah. Air hujan mengalir melalui jaringan ini, hingga mencapai air tanah bebas (water table). Para ahli geologi percaya bahwa pelarutan batuan kapur yang terjadi pada ekosistem karst bahkan dapat memicu tebentuknya gua yang cukup besar. Serupa dengan ekosistem karst pada umumnya, ekosistem karst di pulau Sumba, juga memiliki gua-gua dengan beragam dimensi dan struktur, serta beragam galeri, bahkan banyak diantaranya dialiri sungai-sungai di bawah permukaan tanah. Dapat kita bayangkan, pulau Sumba menyerupai spons, dengan celah-celah batuan, gua dan sungai di bawah permukaannya. Desain ekosistem yang demikian sempurnanya, berperan sangat penting dalam mengatur ketersediaan air. Terlebih lagi, dengan curah hujan yang rendah, air menjadi isu penting di pulau ini. Kehadiran hutan tropis, disisi lain, juga memberikan pengaruh yang cukup besar bagi siklus hidrologi di Pulau Sumba. Pentingnya hutan tropis di berbagai daerah karst telah dikaji dalam berbagai studi (Chandler, 2006; Tuyet, 2001). Vegetasi pohon pada ekosistem karst memberikan beberapa keuntungan secara hidrologis, salah satunya adalah menunjang terbentuknya lubang

pori pada permukaan tanah yang sering disebut dengan istilah makropora. Sistem perakaran vegetasi hutan pada ekosistem karst dapat meningkatkan porositas tanah dan batuan kapur sehingga memungkinkan air untuk meresap melalui celah batuan, serta menunjang pengisian air di dalam ruang-ruang di bawah permukaan tanah. Kerusakan tutupan vegetasi hutan pada hamparan karst, oleh karenanya dapat memberikan dampak negatif yakni berkurangnya ketersediaan dan kualitas air tanah, yang diakibatkan oleh tertutupnya makropora dan sedimentasi. Deforestasi, pembakaran dan kerusakan hutan alam pada ekosistem karst telah sejak lama dipercaya dapat memicu timbulnya berbagai bencana seperti erosi, kelangkaan air, banjir, pergerakan batuan, hingga kekeringan dan perubahan karst akuifer (Tuyet, 2001). Berbeda halnya dengan ekosistem lain, para ahli percaya bahwa ekosistem karst bersifat rentan atau relatif tidak dapat dipulihkan dari kerusakan.

Air terjun bawah tanahJaringan air bawah tanah

Sungai bawah tanah

Batuan karst

Mata airLapisan kedap air

Gua horizontal

Rekahan batuan karst (clint & gryke)

Gua dengan stalaktit & stalakmit

Gua vertikal

Reruntuhan batuanSungai

Lubang air (sink hole)

Lapisan tanah

Proses aliran air pada bentang karst, digambar ulang oleh Elde N. Respatika Oscilata dari: https://web.viu.ca/geoscape/Karst.htm.

Page 15: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

26 27

Hutan di pulau Sumba, telah mengalami degradasi sehingga menyisakan kantong-kantong kecil hutan yang terpisah antara satu dengan yang lainnya. Dengan kondisi pulau ini yang berupa ekosistem karst, maka sah-sah saja ketika kita berandai-andai bahwa air dapat menjadi isu yang lebih serius lagi pada masa mendatang jika kita tidak berbuat. Berbuat untuk menjaga hutan di pulau indah nan elok di bagian timur Indonesia ini. Kantong-kantong hutan di pulau Sumba kini tersisa di daerah-daerah yang dilindungi (kawasan konservasi). Kerap daerah-daerah ini disebut sebagai benteng terakhir bagi pelestarian keanekaragaman hayati. Namun sebenarnya lebih dari itu, kawasan-kawasan ini juga menjadi benteng terakhir kelangsungan hidup pulau Sumba, karena fungsinya dalam mengatur tata air. Kawasan hutan Laiwangi Wanggameti, merupakan salah satu kawasan konservasi di pulau Sumba. Di kawasan ini, lubang-lubang pada batuan kapur dapat terlihat dengan jelas, diantara lebatnya hutan maupun terpapar langsung diatas permukaan tanah. Lubang-lubang ini merupakan hasil dari pelarutan batuan kapur oleh air hujan yang berfungsi sebagai pintu masuk air (sink holes) ke bawah permukaan. Aliran air ini kemudian terakumulasi di dalam ruang-ruang dan gua di bawah permukaan tanah. Air yang terakumulasi tersebut masih dapat kembali bergerak melalui celah-celah batuan, yang kemudian bisa saja muncul sebagai mata air di tempat yang berbeda, kemudian mengalir ke sungai baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Sistem jaringan air yang kompleks ini memiliki fungsi sebagai penyimpan dan regulator air, bagi daerah hilir.

Sensitivitas Ekosistem Karst Karst dikenal sebagai ekosistem yang unik, berharga dan tak-terbarukan, serta sangat rentan terhadap gangguan, bahkan lebih rentan dari sumberdaya lahan pada umumnya. Karst memiliki sensitifitas yang tinggi karena menghubungkan tiga dimensi alam yaitu karakteristik permukaan karst yang unik, lorong-lorong

di bawah permukaan, dan fungsi hidrologi. Hubungan kompleks antara karakteristik permukaan karst yang unik dan lorong-lorong di bawah permukaan tanah serta hidrologi menciptakan sistem yang seimbang. Aktivitas aktivitas industri, seperti penambangan batu kapur, atau aktivitas lain yang mengubah vegetasi, jika tidak dilaksanakan dengan hati-hati, dapat menyebabkan erosi tanah yang berlebihan, perubahan pada aliran air dibawah permukaan, kontaminasi, sedimentasi serta penyumbatan aliran air di bawah dan di permukaan tanah. Bentuk-bentuk aktivitas manusia yang mengubah bentang lahan pada ekosistem karst harus dilaksanakan dengan sangat seksama dan penuh dengan pertimbangan untuk memastikan bahwa fungsi dan nilai karst tetap terjaga. Pun aktivitas rekreasi di daerah karst, juga perlu memperhatikan aspek kelestarian, guna mengantisipasi terjadinya kerusakan dan penggunaan yang berlebihan atas sumberdaya karst.

Gua Matawai La Rawa menjadi gua terpanjang yang pernah ditemukan di dalam kawasan taman nasional. Penelusuran oleh caver dari Ritsumeikan University telah mencapai 3 km dan belum mencapai ujung gua. Di dalam gua ini ditemukan beberapa genangan air yang kemungkinan besar saat musim hujan menjadi sungai bawah tanah. Foto oleh Yushiro Kuroki

Page 16: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

28 29

Air terjun di dalam gua La Iring di desa Katikuwai. Di mulut guanya yang sempit ditemukan jenis catatan baru untuk Sumba yaitu Depranosticta berlandi.

Lalu bagaimana kita mengetahui, bahwa ekosistem karst dan fungsi hidrologinya sudah berubah? Ekosistem karst sangat sensitif dan ketika terjadi kerusakan, sulit untuk dipulihkan. Kerusakan vegetasi pada ekosistem karst dapat memicu terjadinya sedimentasi, penyumbatan lorong-lorong air yang pada akhirnya akan mempengaruhi bukan saja kualitas tetapi juga ketersediaan air. Sehingga penting bagi kita untuk mengetahui, apakah ekosistem karst dan fungsi hidrologinya sedang mengalami perubahan karena terdampak oleh adanya kerusakan. Penggunaan indikator-indikator biologi merupakan salah satu alternatif untuk mendeteksi perubahan dan kerusakan pada ekosistem karst, dan capung adalah salah satu diantaranya. Capung (odonata) sangat sering dijumpai pada badan air dan konon mendominasi total biomassa dan jumlah spesies invertebrata (Batzer et al., 1999; Blois-Heulin et al., 1990; Sang et al., 2011; Wittwer et al., 2010). Banyak peneliti berpendapat bahwa odonata peka terhadap perubahan yang terjadi pada habitat perkembangbiakannya maupun ekosistem daratan di sekitarnya. Mereka merespon dengan cepat perubahan kualitas lingkungan, melalui persebaran aktif. Kehadiran satu atau beberapa spesies capung oleh karenanya dianggap mampu menggambarkan perubahan yang terjadi pada suatu habitat atau ekosistem. Tak terkecuali ekosistem karst yang erat kaitannya dengan sumberdaya air. Sebagai bioindikator, capung dewasa lebih populer, karena relatif lebih mudah diamati secara kasat mata dan lebih mudah untuk diidentifikasi, dibandingkan dengan fase perkembangan capung yang lain. (ANDI IRAWAN)

Page 17: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

30 31

Capung dikenal sebagai hewan perairan, sehingga tempat terbaik untuk menemukan mereka tentunya di badan-badan air. Segala tipe lahan basah dapat menjadi tempat perkembang biakan yang baik bagi capung, hanya saja beberapa jenis capung mungkin dapat berkembang lebih baik pada kondisi badan air tertentu. Pada umumnya, jenis-jenis capung lebih banyak dijumpai pada danau dan badan air yang bersuhu hangat dengan tutupan vegetasi yang relatif baik. Banyak diantara jenis-jenis capung yang memiliki sifat “pemilih” (habitat specialist), sehingga untuk menemukannya perlu mengenal karakteristik habitat yang menjadi pilihan mereka. Cara terbaik untuk menemukan berbagai jenis capung adalah dengan melakukan pengamatan pada beragam tipe habitat, tidak hanya pada satu tipe danau dan sungai saja, melainkan berbagai macam tipe dan karakteristik badan air yang berbeda. Danau dan sungai-sungai besar, misalnya, bisa saja dihuni oleh jenis capung yang tidak ditemukan di badan-badan air yang berukuran lebih kecil. Beberapa jenis capung bahkan lebih memilih habitat buatan seperti waduk dan embung.

HABITAT CAPUNG

Man has been endowed with reason, with the power to create, so that he can add to what he’s been

given. But up to now he hasn’t been a creator, only a destroyer. Forests keep disappearing, rivers dry up, wild life’s become extinct, the climate’s ruined and

the land grows poorer and uglier every day.

Anton Chekhov, Uncle Vanya, 1897

Euphaea lara lara

Page 18: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

32 33

Wahyu Sigit Rahadi sedang mengamati capung Lathrecista asiatica asiatica di sekitar danau Laputi.

Daftar distribusi jenis capung di Nusa Tenggara dan Maluku dipublikasikan pertama kali sebagai data dasar oleh Lieftinck pada tahun 1953, termasuk diantaranya capung di Pulau Sumba (Monk et al., 2013). Sejak saat dikeluarkannya daftar tersebut belum ada yang mempelajarinya kembali khususnya di pulau Sumba, hingga diterbitkannya buku ini. Pada tahun 2015, survei capung untuk yang kedua kalinya dilaksanakan, setelah 63 tahun sejak daftar jenis capung pulau Sumba pertama kali dirilis. Studi ini dilaksanakan atas kerjasama Balai Taman Nasional Laiwangi Wanggameti dan Indonesia Dragonfly Society. Meskipun pengambilan data masih terbatas di seputaran dataran Laiwangi hingga Wanggameti, kegiatan survei mampu mendata 48 jenis capung dimana 9 diantaranya adalah jenis endemik pulau Sumba. Hasil temuan ini sedikit lebih rendah dari daftar yang dibuat oleh Lieftinck pada tahun 1953. Kala itu, Lieftinck mendaftar 68 jenis capung, yang 11 jenis diantaranya endemik pulau Sumba. Hal menarik lainya dari hasil survei adalah ditemukannya 2 jenis capung yang belum tercatat pada kajian sebelumnya. Para pengamat sering menggunakan istilah catatan baru (new record), untuk disematkan pada jenis-jenis yang belum pernah tercatat sebelumnya. Kemudian dengan adanya penggabungan dua taman nasional di Sumba menjadi Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti maka diadakan survei lagi di tahun 2018 di kawasan Manupeu Tanah Daru. Pada survei di kawasan Manupeu Tanah Daru ini tidak menemukan tambahan jenis baru, hanya penambahan catatan sebaran dari ragam jenis yang sudah ditemukan saat survei pertama di kawasan Laiwangi Wanggameti. Hutan diperbukitan Manupeau Tanah Daru Laiwangi Wanggameti merupakan asosiasi dari beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem air tawar. Disana dapat dijumpai badan-badan air dengan tipe dan karakteristik

Capung di Pulau Sumba yang berbeda-beda, mulai dari yang alami hingga buatan, yang terbuka dan tertutup vegetasi. Tipe dan karakteristik yang berbeda-beda inilah yang mendukung berbagai jenis capung untuk hidup dan berkembang biak. Berikut ini adalah beberapa habitat capung yang berhasil kami jelajahi di Manupeau Tanah Daru Laiwangi Wanggameti.

Page 19: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

34 35

Danau Laputi merupakan habitat capung bervegetasi alami di dataran Laiwangi. Tutupan vegetasi hutan menyelimuti danau ini, lantai hutan disekitar danau bersih, dan hanya ditumbuhi beberapa jenis herba. Suasananya masih sangat alami, dengan berbagai jenis pohon lebat tumbuh disekitarnya. Danau seluas kurang lebih 1 ha ini, menampung air dari sungai kecil yang berhulu di mulut gua. Aliran sungainya cukup deras dan terus mengalir sepanjang tahun. Danau Laputi terletak di bibir tebing. Luapan air dari danau ini jatuh dari tebing membentuk air terjun dan terus mengalir jauh menyusuri sungai, melewati desa-desa dibawahnya. Penduduk desa memanfaatkan air sungai yang bersumber dari danau Laputi untuk berbagai keperluan. Mulai dari keperluan sehari-hari, pengairan lahan pertanian, hingga untuk pembangkit listrik. Interaksi antara alam dan aktivitas manusia ini juga berperan dalam menciptakan habitat buatan bagi capung.

Danau Laputi

Nososticta diadesma

Page 20: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

36 37

Terletak di bagian timur perbukitan Laiwangi, sungai Billa memiliki aliran yang relatif tenang. Sungai kecil ini merupakan sungai temporer, yang mengalirkan air di waktu tertentu saja, yakni di musim penghujan. Pada musim kemarau sungai ini hanya menyisakan genangan-genangan air yang terperangkap di ceruk-ceruk sungai. Pepohonan kecil tumbuh di sepanjang sungai, menutupi badan sungai. Tajuk-tajuk pepohonan tidak terlalu rapat, tetapi tetap berperan dalam mengatur suhu udara di sekitar sungai. Cahaya matahari masih sanggup menembus vegetasi pohon dengan intensitas sedang dan berperan menghangatkan suhu air. Kondisi sungai Billa yang sedemikian, cukup berpotensi bagi perkembangan capung.

Sungai Billa

Saat musim kemarau, sungai Billa tidak mengalir, hanya menyisakan sedikit genangan air saja.

Sungai Billa saat musim penghujan.

Kabut melingkupi hutan di Billa setiap pagi saat musim penghujan.

Page 21: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

38 39

Tersembunyi di antara perbukitan Laiwangi, komplek air terjun Kanabuwai terisolir dari aktivitas manusia. Air terjun Kanabuwai berundak-undak bagai tangga, yang tersusun secara acak, hasil desain dari daya-daya alam. Air terjun Kanabuwai berhulu di sebuah mulut gua, di bagian puncak air terjun. Dari mulut gua itulah air memancar, menumbuk bebatuan kapur pada dinding tebing beberapa kali sebelum mencapai dasar tanah, dan mengalir mengikuti aliran sungai menuju Desa Waikanabu. Aliran air di komplek ini selalu ada sepanjang tahun, dan pada saat musim penghujan sungainya meluap dengan arus yang sangat deras. Ketika musim kemarau, tampak kolam-kolam air berwarna biru, dibagian tepi sepanjang sungai. Hutan alam dengan pepohonan yang sangat rindang menyelimuti komplek air terjun Kanabuwai. Pohon-pohon berukuran sedang dan besar melengkapi pemandangan dan menciptakan naungan bagi badan air di kompleks air terjun ini. Rotan, rumpun-rumpun bambu menghiasi tepian sungai. Berbagai jenis herba, paku-pakuan, dan lumut tumbuh di lantai hutan sekitaran sungai. Hal yang menandakan bahwa komplek ini selalu lembab. Percikan dan butiran-butiran air kerap terbawa angin hingga mencapai daratan sekitarnya. Lokasi yang nampaknya digemari oleh berbagai jenis capung untuk nerkumpul dan berkembang biak.

Kompleks Air Terjun Kanabuwai

Idionyx orchestra

Page 22: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

40 41

Berbeda dengan habitat alami yang lain, telaga Pahulu Bandil sebenarnya merupakan embung. Cekungan yang digunakan untuk menampung air hujan sebagai persediaan air untuk ternak. Terletak di dataran tinggi Wanggameti, badan air ini mengering di saat musim kemarau. Tidak ada tajuk pohon di sekitar badan air, sinar matahari langsung mencapai permukaan air, dan menghangatkan suhu air di danau ini. Alang-alang dan semak belukar mendominasi vegetasi di sekitar badan air. Acapkali pada musim penghujan, air menjadi keruh. Sedimen-sedimen tanah terbawa air hujan, langsung menuju badan air, dan hanya sebagian kecil saja tertahan oleh rumput dan belukar. Parit-parit kecil disela-sela rerumputan, semakin menegaskan bahwa erosi permukaan terjadi secara terus-menerus di area ini.

Pahulu Bandil

Pantala flavescens

Page 23: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

42 43

Dengan kondisi relatif terbuka dari naungan, telaga Ananjaki (foto kiri atas) dan telaga Praimadita (foto kiri bawah) didominasi vegetasi semak dan perdu. Beberapa batang pohon kesambi, serta rumpun bambu tumbuh di sekitar telaga terpisah satu dengan yang lain, dengan jarak yang saling berjauhan. Tajuk pohon tidak merata, sehingga badan air langsung terkena sinar matahari. Berbagai jenis rumput termasuk alang-alang tumbuh hingga tepian danau. Keberadaan beberapa jenis ikan, pada umumnya ikan nila, membuat telaga ini kerap dijadikan spot memancing oleh penduduk sekitar. Letak dua telaga di atas, berada di dataran rendah, di sebelah selatan dekat pantai Tawui. Terang saja, suhu udara di telaga ini hangat dan panas di siang hari.

Telaga Ananjaki dan PraimaditaTelaga Ananjaki

Telaga Praimadita

Tramea eurybia eurybia

Ischnura senegalensis

Page 24: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

44 45

Air terjun di dalam gua La Iring.

Foto oleh Agus Hong

Merupakan salah satu spot penting, untuk pengamatan jenis-jenis capung endemik. Drepanosticta berlandii adalah salah satu jenis endemik yang ditemukan di spot ini. Gua La Iring memiliki karakter unik. Air terjun dan sungai aktif berada di dalam gua dan kerap menarik minat para petualang. Namun untuk dapat menikmatinya, dibutuhkan pengorbanan dan sedikit jiwa petualang, karena mulut gua La Iring berada di atas bukit terjal dan mulut guanya sempit.

Gua La Iring

Drepanosticta berlandi

Page 25: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

46 47

Wanggameti adalah dataran tertinggi di pulau Sumba. Berbagai badan air dapat dijumpai di dataran tinggi ini. Sungai kecil di dalam lebatnya hutan Wanggameti merupakan salah satu spot pengamatan penting jenis-jenis endemik seperti Hemicordulia chrysochlora. Masih di seputaran dataran tinggi Wanggameti, di desa Katikuwai juga terdapat spot menarik berupa sungai. Sungai yang membelah desa ini merupakan sungai utama bagi masyarakat di Sumba. Aliran airnya sepanjang tahun, mengalir hingga bejarak ratusan kilometer menuju daerah-daerah hilir hingga ke pantai utara pulau Sumba. Di sisi-sisi sungai masih terdapat tegakan-tegakan pohon. Letaknya yang berada di dataran tinggi membuat sungai ini terasa dingin di pagi hari. Namun hangat di siang hari, oleh pancaran sinar matahari.

Wanggameti dan Katikuwai

Hemicordulia chrysochlora

Page 26: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

48 49

Terletak di bagian timur kawasan Manupeu Tanah Daru yang berbatasan dengan kabupaten Sumba Timur, memiliki banyak aliran sungai mengalir tenang dan beberapa perairannya pada saat musim kemarau tidak mengering. Sedang beberapa perairan lain menyisakan genangan-genangan air saja. Tutupan pepohonan masih bagus di sekitar badan perairan. Walau tidak jauh dari sekitaran sungai sudah banyak ruang terbuka dengan tumbuhan savana dan perladangan. Watumbelar merupakan kawasan yang tidak jauh dengan pemukiman warga desa.

Watumbelar

Page 27: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

50 51

Kawasan ini lebih banyak semak dan perdu. Tegakan pepohonan banyak dijumpai di sekitar karts menuju gua. Aliran sungai keluar dari dalam mulut gua yang berada di dinding tebing lubang besar. Kiri kanan sungainya tidak terdapat pepohonan, lebih banyak rerumputan dan semak. Aliran sungai yang keluar dari mulut gua juga tidak panjang dan sepanjang musim mengalir. Tidak banyak ragam jenis capung yang ditemukan di kawasan ini.

Kanabuwulang

Page 28: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

52 53

Kawasan sungai besar hasil pertemuan dua aliran sungai yang sepanjang musim mengalir. Sekitar badan sungai penuh dengan tegakan pepohonan besar dan rapat. Sungai berbatu dengan aliran cukup deras jauh dari pemukiman ini menghadirkan banyak ragam capung. Aliran sungai yang sangat panjang dengan kiri kanan dipenuhi pepohonan menandai sebuah kawasan yang masih sehat. Sering terdengar teriakan monyet ekor panjang dan kicau aneka burung.

Praimahala Sungai 1

Merupakan aliran sungai di atas aliran sungai Praimahala 1 yang alirannya menyatu jadi satu sungai. Karakter sungai dengan bebatuan dasar karst akan tampak muncul pada saat musim kemarau. Sepanjang badan sungai penuh dengan pepohonan lebat. Ragam capung juga banyak ditemukan di sepanjang aliran sungai ini. Sinar matahari juga masih bisa tembus di antara aliran sungainya.

Praimahala Sungai 2

Page 29: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

54 55

Kawasan Tanah Mas merupakan kawasan di Manupeau Tanah Daru yang berdekatan dengan pantai. Survei yang dilakukan di sekitar kantor resort merupakan kawasan yang masih sangat lebat vegetasi sekitar perairannya. Mengalir tenang dengan kondisi air yang jernih, sekitar badan sungai masih banyak ditumbuhi tanaman rotan. Perairan yang sepanjang musim tidak mengering. Tidak jauh dari perairan dengan kelebatan vegetasi merupakan lahan terbuka savana dengan penuh perdu dan semak. Banyak ragam capung yang ditemukan dan menjadi spot ragam capung endemik.

Taman Mas

Page 30: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

56 57

Di bagian selatan Indonesia, kita dapat jumpai salah satu pulau terluar nusantara - pulau Sumba. Pulau ini terbentuk dari teras terumbu karang yang terungkit satu juta tahun yang lalu, dengan kecepatan 0.5 mm/ tahun. Formasi batuan penyusun daratan di pulau ini bertumpuk-tumpuk, dimana lapisan batuan kapur berada pada lapisan atas. Serupa dengan ekosistem karst pada umumnya, ekosistem karst di pulau Sumba, juga memiliki gua-gua dengan beragam dimensi dan struktur, serta beragam galeri, bahkan banyak diantaranya dialiri sungai-sungai di bawah permukaan tanah. Dapat kita bayangkan, pulau Sumba menyerupai spons, dengan celah-celah batuan, gua dan sungai di bawah permukaannya. Desain ekosistem yang demikian sempurnanya, berperan sangat penting dalam mengatur ketersediaan air. Terlebih lagi, dengan curah hujan yang rendah, air menjadi isu penting di pulau ini. Luas Taman Nasional Matalawa yang kurang dari 10 % luas Sumba, memiliki peran/fungsi dan manfaat yang begitu banyak bagi kehidupan mahluk hidup. Tegakan hutan alam yang tersisa di pulau ini sebagian besar terdapat di taman nasional. Begitu juga dengan ribuan mata air yang mengalirkan airnya menjadi banyak air terjun dan sungai-sungai besar, menjadikan Matalawa sebagai kawasan perlindungan hidrologi yang sangat penting. Perpaduan antara variasi ekosistem dan tegakan hutan dengan daerah alirah sungai yang beragam merupakan rumah yang nyaman bagi sekitar 48 jenis capung, dengan 8 jenis endemik pulau Sumba.

Ekosistem Karst Sumba

Matayangu

Taman MasPadiratana

Kanabuwulang

Watumbelar

Bentang Karst

Kawasan Taman Nasional

Pulau Sumba

Sungai Kambaniru

Sumba Timur

Sumba Tengah

Sumba Barat

Sumba Barat Daya

Dataran Manupeu Tanah Daru

Laiwangi Wanggameti

Manupeu Tanah Daru

Page 31: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

58 59

Pula

u Su

mba

Wai

ngap

uW

aika

buba

kW

aiba

kul

Tanj

ung S

asar

Pant

ai T

arim

bang

Tam

bola

ka

Uta

ra

Dan

au L

aput

i

Air

Terju

n La

puti

Billa

Des

a W

aika

nabu

Des

a Ka

tikuw

ai

Sung

ai K

atik

uwai

Kana

buai

Dat

aran

Lai

wan

gi

Dat

aran

Tin

ggi W

angg

amet

i

Gua

La

Iring

Katik

uwai

Wan

ggam

eti Pa

ulub

andi

l

Tela

ga A

nanj

aki

Tela

ga P

raim

adita

Are

a di

perb

esar

di b

awah

Are

a di

perb

esar

di k

anan

Punc

ak W

angg

amet

i

Pula

u Sa

lura

Ekos

iste

m K

arst

Bent

ang

Kars

t

Kars

t Lai

wan

giKa

rst W

angg

amet

i

.

Pant

ai Ta

wui Pa

ntai

Lai

lung

gi

SAM

UD

ERA

HIN

DIA

LEG

END

A P

ETA

Pant

ai K

atun

du

Hut

an m

enan

gkap

air

huja

n ag

ar ti

dak

cepa

t men

galir

ke

laut

. Str

uktu

r ba

tuan

kar

st d

i baw

ahny

a m

enah

an a

ir ya

ng m

eres

ap. K

ombi

nasi

dua

fakt

or

ini m

embu

at k

awas

an T

aman

Nas

iona

l Man

upeu

Tan

ah D

aru

dan

Laiw

angi

W

angg

amet

i ber

fung

si ju

ga se

baga

i dae

rah

tang

kapa

n ai

r (w

ater

catc

hmen

t ar

ea).

Teka

nan

mem

buat

air

yang

ters

impa

n di

per

ut b

umi m

enca

ri ja

lann

ya

sehi

ngga

mem

bent

uk su

ngai

-sun

gai d

alam

tana

h da

n ke

luar

ke

perm

ukaa

n se

baga

i mat

a ai

r. M

elal

ui su

ngai

, air

men

jang

kau

ham

pir s

elur

uh p

ulau

Sum

ba.

Air

Sum

ber K

ehid

upan

Sung

ai

Billa

Des

a Pr

aing

kare

ha

Des

a W

aika

nabu

Des

a Ka

tikuw

ai

Dan

au L

aput

i

Air

Terju

n La

puti

Sung

ai K

atik

uwai

Sung

ai K

amba

niru

Kana

buw

ai

Dat

aran

Lai

wan

gi

Gua

La

Iring

Katik

uwai

Wan

ggam

eti

Paul

uban

dil

Tela

ga A

nanj

aki

Tela

ga P

raim

adita

Punc

ak W

angg

amet

i1.

225

m d

pl

..

Dat

aran

Lai

wan

gi te

rleta

k di

ata

s be

ntan

g ka

rst.

Bera

gam

tipe

dan

uku

ran

gua

ters

ebar

di d

atar

an

ini.

Sedi

kitn

ya te

rdap

at 4

0 gu

a di

ben

tang

kar

st

Laiw

angi

. Tak

dira

guka

n la

gi d

atar

an L

aiw

angi

be

rfun

gsi s

ebag

ai ta

ndon

air

bagi

dae

rah

hilir

. Kiri

Ka

rang

a sa

lah

satu

gua

meg

ah d

i dat

aran

Lai

wan

gi,

terp

ampa

ng s

ecar

a ve

rtik

al, d

enga

n ke

dala

man

m

enca

pai 5

8 m

eter

dan

pan

jang

471

met

er.

Dib

elah

an la

in, g

ua h

oriz

onta

l Mat

awai

La

Raw

a,

mas

ih te

rcat

at s

ebag

ai g

ua te

rpan

jang

di d

atar

an

ini.

Panj

ang

gua

yang

sud

ah d

itelu

suri

men

capa

i 3

km, n

amun

uju

ngny

a be

lum

dite

muk

an.

Gua

-gua

di

dat

aran

ini m

enel

an a

ir hu

jan

yang

ker

ap tu

run

di

data

ran

tingg

i Lai

wan

gi.

Sung

ai L

aput

i

Sung

ai T

amuj

iPa

njan

g: 1

5 km

Terle

tak

pada

ket

ingg

ian

1.22

5 m

.dpl

, men

jadi

titik

tert

ingg

i di

pula

u Su

mba

. Mes

ki re

latif

tida

k te

rlalu

ting

gi, p

unca

k W

angg

amet

i di

dom

inas

i veg

etas

i hut

an e

lfin

trop

is. D

i Ind

ones

ia, h

utan

ini p

ada

umum

nya

bera

da p

ada

ketin

ggia

n ≥2

000

mdp

l. (A

ri Pr

ihar

dian

to K

eim

, Pu

sat P

enel

itian

Bio

logi

LIP

I)

Dan

au L

aput

i dih

uni o

leh

belu

t (se

bena

rnya

sid

at, A

ngui

lla sp

.) ya

ng o

leh

mas

yara

kat d

iseb

ut “a

pu” a

rtin

ya n

enek

. Kep

erca

yaan

m

asya

raka

t unt

uk ti

dak

men

ggan

ggu

kebe

rada

an “a

pu” d

an

lingk

unga

n se

kita

r mem

buat

wila

yah

ini t

erja

ga k

eles

taria

nnya

.

Peta

ole

h A

ndi I

raw

anPe

ta S

ebar

an E

kosi

stem

Kar

st, F

ord,

D.,

& W

illia

ms,

P. D

. (20

13);

Peta

Rup

a Bu

mi,

Peta

Citr

a La

ndsa

t 8, U

SGS.

gov

Ilust

rasi

ole

h El

de N

. Res

patik

a O

scila

ta

..

.

.

.

..

.

.

Dat

aran

Tin

ggi W

anggameti

Panj

ang

sung

ai K

amba

niru

m

enca

pai 1

.174

km

. Tan

pa h

enti,

su

ngai

ini m

enyu

plai

keb

utuh

an

air p

endu

duk

Sum

ba T

imur

.

Neu

roth

emis

ram

burii

mar

tini

Page 32: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

60 61

TENTANG CAPUNG

Capung merupakan serangga yang masuk ke dalam ordo (bangsa) Odonata. Dalam tingkatan takson, di bawah ordo Odonata masih ada sub ordo lagi yaitu Anisoptera dan Zygoptera. Anisoptera secara umum dikenal sebagai capung atau dragonfly, sementara Zygoptera disebut capung jarum atau damselfly. Cara yang mudah untuk membedakan capung dengan serangga lainnya adalah melihat bagian mata dan perut. Mata capung sangat besar dibandingkan dengan kepalanya. Dan perutnya kecil dan panjang.

EMBELAN(Anal apendages)

Embelan pada capung betina berfungsi sebagai ovipositor. Ovipositor adalah organ yang dimiliki serangga untuk meletakkan telurnya. Bentuknya seperti katup dan tumpul. Saat kopulasi, embelan betina akan menempel pada genital sekunder jantan.

BETINA

KEPALA

Terdiri dari mata, dahi, mulut, dan antena. Mata capung mendominasi seluruh kepalanya dengan 30.000 mata majemuk (ommatidia) dan sudut pandangnya bisa mencapai 360 derajat. Lebih dari 80% otak capung digunakan untuk menganalisis informasi visual yang ditangkap mata.

PROTORAKS (DADA DEPAN) SINTORAKS (DADA)

SAYAP

Capung memiliki empat sayap transparan yang melekat pada dada dengan otot yang terpisah. Setiap sayap bisa bergerak sendiri-sendiri. Hal ini membuat capung bisa terbang mundur dan berputar dengan cepat.

EMBELAN(Anal apendages)

Capung jantan dan betina memiliki embelan. Embelan jantan berbentuk seperti capit. Selain sebagai penanda jenis kelamin, embelan juga berfungsi membantu proses kopulasi (kawin). Saat terbang tandem, embelan jantan mencengkeram leher capung betina.

KAKI

Enam kaki capung jarang digunakan untuk berjalan. Tiga pasang kaki yang panjangnya berbeda ini berfungsi untuk menangkap mangsa dan bertengger baik saat beristirahat atau bertelur.

RUAS ABDOMEN

GENITAL SEKUNDER

Bagian yang tampak menonjol ini hanya dimiliki oleh capung jantan.

JANTAN

Page 33: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

62 63

Anisoptera

Perbedaan Anisoptera dan Zygoptera

Dua sub ordo Odonata dapat dibedakan dari bentuk tubuh, mata, sayap, dan perilaku terbang.

KEPALA

PROTORAKS

SINTORAKS

EMBELAN

RUAS ABDOMEN

12

3

4

5

6

7

8

9

10

MATA

Bentuk mata capung Anisoptera terlihat menyatu dibandingkan Zygoptera yang terpisah.

SAYAP

Ukuran sayap Anisoptera antara depan dan belakang berbeda. Biasanya sayap belakang lebih besar. Sementara sayap Zygoptera relatif sama ukurannya. Saat hinggap, sayap Anisoptera terentang atau terbuka sementara Zygoptera dilipat atau menutup. Perilaku terbang Anisoptera cenderung cepat dan wilayah jelajahnya lebih luas, kebalikan dengan Zygoptera yang terbang pelan dan sempit wilayah jelajahnya.

KEPALA

PROTORAKS

SINTORAKS

SAYAP

RUAS ABDOMEN

EMBELAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Zygoptera

Anisoptera Zygoptera

MATA MAJEMUK

ANTENA

DAHI

OCELLI

MULUT

Page 34: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

64 65

KOPULASIPertemuan alat kelamin jantan dan betina pada

hewan disebut kopulasi.

TANDEMPosisi saat capung jantan mengaitkan embelannya

pada leher betina disebut tandem. Posisi tandem

dilakukan saat capung akan kopulasi dan meletakkan telur.

TELURTelur diletakkan di benda-benda yang ada di dalam air. Setelah menetas menjadi larva yang disebut nimfa.

AIR

Ilustrasi oleh Elde N. Respatika Oscilata

MOLTINGNimfa yang sudah tua (mature) akan

merangkak keluar dari air.Capung yang telah sempurna akan merobek kulit nimfa

dan keluar. Proses ini disebut molting.

NIMFAMasa terpanjang dalam siklus hidup capung

berada pada fase nimfa. Kemampuan bertahan nimfa pada berbagai jenis kualitas perairan

menjadikan capung bisa menjadi bioindikator pencemaran air.

CAPUNG DEWASASetelah keluar dari nimfa,

capung butuh waktu beberapa jam untuk mengeraskan organ

tubuhnya sampai kuat untuk terbang.

Siklus Hidup Capung

Page 35: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

66 67

Kopulasi capung Pseudagrion pilidorsum deflexum

Posisi tandem Pseudagrion calosomum

Molting Anax sp

Cangkang nimfa Anax sp yang banyak ditemukan di telaga Ananjaki

Page 36: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

68 69

Aliran sungai sebelum mencapai air terjun Kanabuwai.

Page 37: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

70 71

JENIS-JENIS CAPUNG MANUPEU TANAH DARU DAN LAIWANGI WANGGAMETI

E Jenis Endemik Sumba

Neurothemis ramburi

Page 38: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

72 73

Pseudagrion pilidorsum deflexum

ZygopteraSUBORDO

Page 39: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

74 75

CHLOROCYPHIDAE

Libellago naiasLieftinck, 1932

Capung sangat cantik dengan ukuran kecil ini merupakan jenis endemik NTT. Panjang abdomen jenis ini sekitar 14-16 mm dengan panjang sayap 15-18 mm. Spot kecil di bagian ujung sayapnya menjadi penanda bagi jenis ini Mata bagian atas pejantan berwarna abu-abu kebiruan, dengan dahi berwarna biru. Terdapat garis hitam cokelat di bagian toraks, dengan

bagian samping berwarna biru muda bergaris hitam. Bagian perut jantan ber-warna kemerahan cerah mulai ruas pertama sampai kesepuluh, tiap ruasnya

memiliki garis hitam tipis. Capung betina memiliki ukuran sedikit lebih kecil dari pejantan, dengan warna dominan kecokelatan dan variasi spot hitam cokelat di bagian toraks dan perutnya.

CHLOROCYPHIDAE

Rhinocypha sumbana Foerster, 1897

Merupakan salah satu jenis capung dengan ukuran lebih pendek dari capung jarum lainnya. Perut berbentuk bulat dengan warna merah menyala pada pejantan dan kekuningan untuk betina. Mata berwarna hitam kecokelatan, dengan bagian atas toraks berwarna hitam sedangkan bagian bawahnya berwarna merah, dan antehumeral berwarna

kuning pucat. Keseluruhan tubuh betina berwarna cokelat kekuningan dengan variasi garis hitam. Habitat capung ini diperairan yang mengalir

dan berbatu, baik berupa sungai ataupun parit. Dapat dijumpai pula di kolam telaga pegunungan dengan vegetasi rapat.

E

Page 40: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

76 77

EUPHAEIDAE

Euphaea lara lara

Capung ini memiliki kepak sayap yang indah dan relatif mudah dijumpai karena jumlahnya cukup melimpah. Pejantan penuh dengan warna oranye. Seluruh sayapnya berwarna

Krüger, 1898

oranye dan memiliki toraks berwarna oranye dengan variasi garis hitam. Mata berwarna kehitaman, mulut putih kebiruan seturut berjalannya dewasa. Perut, mulai ruas ketiga sampai

Jantan

ruas terakhir berwarna kehitaman. Sedangkan betina berwarna cokelat kekuningan muda pucat. Perut berwarna hitam dan toraks cokelat kekuningan pucat dengan variasi garis hitam. Mata berwarna hitam dan mulut berwarna putih. Sayap betina tanpa warna. Habitat perairan capung jenis ini antara lain sungai, selokan, kolam, telaga, yang pada umunya bervegetasi.

Betina

E

Page 41: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

78 79

LESTIDAE

Indolestes bellax Lieftinck, 1930

Capung jenis ini memiliki sosok tubuh berwarna biru. Mulut berwarna biru, mata biru kehitaman, toraks biru hitam sampai dengan perut ruas kedua. Setelah itu perut

berwarna hitam bagian atas dan memutih bagian bawah. Anal apendages panjang menyerupai jarum. Habitat jenis ini di perairan dengan kanopi rapat dengan vegetasi

beragam baik di sungai maupun parit. Capung ini sensitif terhadap perubahan lingkungan dan sulit untuk dijumpai.

E

LESTIDAE

Lestes concinnus

Spesies Lestes concinnus ini akan sering di jumpai jauh dari sumber air, lahan terbuka dan kawasan tandus. Jarang terlihat dan tidak tampak kontras, kemunculannya tidak setiap waktu musim. Capung jarum jenis ini saat bertengger akan terlihat sayap lebih sering terbuka. Habitatnya juga biasanya

Hagen, 1862

di kawasan udara kering dengan banyak tanaman-tanaman batang kering, di atas tanah lumpur coklat kering. Jantan berwarna lebih cokelat terang. Sedang betinanya lebih tampak pucat. Capung jarum ini mempunyai bentuk abdomen yang cukup panjang.

Foto oleh Heri Andri

Page 42: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

80 81

COENAGRIONIDAE

Agriocnemis femina

Spesies ini tergolong capung terkecil, yang mempunyai banyak variasi warna berdasarkan tingkat kedewasaannya. Jantan muda berwarna hijau dan hitam dengan noktah oranye pada dua ruas terakhir. Pada jantan yang lebih tua noktah oranye hilang dan ada serbuk

Brauer, 1868

putih pada toraksnya. Pada jantan, anal apendages bagian bawah sedikit panjang. Betina muda berwarna merah terang pada toraks dan perutnya sedang betina yang sudah dewasa berwarna hijau

kekuningan dengan corak cokelat tua. Habitat capung ini ada di area berumput pada kolam, rawa dan persawahan.

COENAGRIONIDAE

Agriocnemis pygmaea Rambur, 1842

Sering keliru diidentifikasi sebagai A. femina karena mempunyai ukuran, warna dan corak yang hampir sama. Jantan mempunyai toraks berwarna hijau dengan garis hitam. Pada dua ruas

terakhir terdapat corak berwarna oranye. Pada jantan, anal apendages bagian bawah pendek. Sedang betina berwarna hijau muda dengan garis hitam pada bagian atas toraks. Abdomen berwarna

hijau dengan garis hitam sepanjang abdomen. Spesies ini sering ditemui di area berumput dekat kolam, sawah, maupun rawa.

Jantan

Betina

Page 43: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

82 83

COENAGRIONIDAE

Ischnura senegalensis

Jantan mempunyai mata dan toraks berwarna hijau kebiruan. Perut warna hitam bagian atas dan kekuningan bagian samping bawah. Ciri khas dari spesies ini ada pada warna biru di ruas ke-9.

Rambur, 1842

Sedang betina memiliki dua warna berbeda yaitu oranye dan kuning kehijauan seturut tingkat kedewasaan. Spesies ini dapat ditemukan di kolam-kolam lahan basah dengan air mengalir ataupun rawa dan kolam.

Posisi kopulasi capung dengan pejantan berada di atas.

Page 44: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

84 85

Betina

Jantan

COENAGRIONIDAE

Pseudagrion calosomum Lieftinck, 1936

Capung jarum dengan kemiripan warna dan ukuran seperti ini cukup banyak. Sehingga cukup membingungkan kalau tidak cermat. Pseudagrion calosomum menjadi berbeda dengan Pseudagrion yang lain karena habitat ada di perairan mengalir berbatu dengan kanopi rapat, teduh dan vegetasi ragam. Sifatnya soliter, cukup agresif dan mempunyai kemampuan terbang cukup jauh. Individu sedikit dijumpai. Warna biru mulai mata, toraks dan perut ruas ke 1 – 2 dan ruas 8 – 9 –dan

10 (ada sedikit spot hitam bagian atas) juga biru. Selebihnya perut warna hitam. Secara umum sama dengan capung Pseudagrion lain, hanya bedanya di toraks garis antehumeral lebih luas (bidang warna biru di toraks). Di samping itu habitat dan sifat kebiasaan juga berbeda. Sedang untuk betina, warna biru dengan sedikit hijau variasi hitam ada di mata, toraks dan perut. Ruas perut 9 – 10 ada sedikit warna biru.

Tandem

Page 45: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

86 87

COENAGRIONIDAE

Pseudagrion microcephalum

Kepala berwarna biru, mata berwarna biru dengan garis hitam pada bagian atas. Keseluruhan tubuh dominan berwarna biru dengan garis hitam di bagian lateral thoraks; Kaki hitam dan sayap transparan dengan pterosigma berwarna hitam kecoklatan di ujung sayap. Pola venasi berwarna hitam. Bagian abdomen ruas kesatu bagian atas berbatas dengan ruas kedua ada noktah sedikit hitam. Capung betina, warnanya lebih muda dibandingkan dengan capung jantan. Kebiasaan aktif pada pagi dan siang hari, banyak dijumpai ditempat-tempat perairan terbuka dengan tanaman air dan intensitas sinar tinggi, terbang dengan kecepatan rendah di antara rumpun-rumpun tanaman air dan hinggap diantara batang tanaman air dan di ujung daun. Bukan jenis capung jarum yang soliter, karena akan dijumpai bersama individu-individu lain.

Rambur, 1842

Habitat dan distribusinya tersebar sampai di darah dataran rendah sampai dataran tinggi, di sekitar aliran mengalir tenang dan sekitar kolam atau genangan air. Menyenangi dan biasa dijumpai di sekitar habitat yang banyak tanaman air dan rerumputan.

COENAGRIONIDAE

Pseudagrion pilidorsum deflexum

Catatan baru untuk Sumba. Capung dengan mata majemuk merah di bagian atas, oranye di bagian bawah dan moncong. Toraks dan kaki berwarna merah. Perut warna hitam di setiap ruasnya, kecuali ruas 9-10 warna merah. Betina mempunyai mata majemuk hijau muda. Thoraks hijau

Lieftinck, 1936

kekuningan. Perut warna hitam, di ruas satu hijau kekuningan, sedang ujung perutnya di ruas 9 ada noktah putih. Jenis ini umum ditemui di perairan bersih daerah pegunungan sampai perairan hutan dataran rendah dengan aliran berbatu tenang dan rerumputan di sekitar perairan.

Page 46: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

88 89

COENAGRIONIDAE

Pseudagrion rubriceps rubriceps

Secara morfologi menyerupai P. microchephalum dengan warna tubuh dominan biru dan hitam serta terdapat garis hitam horisontal yang terletak pada sisi lateral thoraks. Perbedaan dengan P. microchephalum, adalah adanya warna jingga pada bagian kepala dan kaki kuning kecoklatan. Sayap belakang berwarna transparan dengan pola venasi hitam kecoklatan. Capung betina memiliki pola warna yang mirip dengan capung jantan tetapi lebih pudar. Biasanya ditemukan tidak jauh bersama-sama dengan P. microchephalum. Aktif pada pagi dan siang hari, banyak dijumpai di tempat-tempat perairan terbuka dengan tanaman air dan intensitas sinar tinggi, Terbang dengan kecepatan rendah di antara rumpun-rumpun tanaman air dan hinggap di antara batang tanaman air dan di ujung daun.

Selys, 1876

Habitat dan distribusinya tersebar sampai di darah dataran rendah sampai dataran tinggi, di sekitar aliran mengalir tenang dan sekitar kolam atau genangan air. Menyenangi dan biasa dijumpai di sekitar habitat yang banyak tanaman air dan rerumputan.

PLATYCNEMIDIDAE

Copera marginipes

Jantan capung dewasa memiliki toraks berwarna hitam dengan garis-garis kuning. Kaki berwarna kuning terang. Abdomen hitam dan putih pada dua ruas terakhir hingga

Rambur, 1842

embelan. Betina dewasa sama seperti jantan. Betina yang masih muda seluruh tubuhnya berwarna putih. Fase ini biasa disebut ‘fase hantu’, karena warna putih sedikit cokelat muda jadi

susah teramati. Habitat capung ini ada di sungai, parit mengalir tenang, rawa dan kolam-kolam yang teduh.

Jantan

Betina

Page 47: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

90 91

PLATYSTICTIDAE

Drepanosticta berlandi Lieftinck, 1939

Catatan baru untuk data Sumba dan dicatat sebagai capung endemik pulau Sumbawa. Dibantu terident oleh Rory Dow, capung yang habitatnya di kawasan hutan yang masih baik, dengan kelembaban tinggi, vegetasi basah, dan kanopi rapat. Warna yang

hitam gelap mulai dari mata, toraks sampai perut menyulitkan untuk mudah menjumpai capung ini. Kebiasaan bertengger di balik daun atau tanaman yang jauh dari intensitas cahaya. Jantan di bagian ruas perut ke sembilan ada spot warna biru muda,

Jantan

toraks ada satu bidang putih dan mulut warna putih. Pangkal kaki putih, seturut kebawah sedikit cokelat. Sedang betina, hampir sama dengan jantan hanya keseluruhan perut berwarna hitam, dengan sedikit warna putih kebiruan di setiap garis ruas perutnya.

Capung ini termasuk sangat sensitif terhadap perubahan lingkugan. Sangat jarang dijumpai, dan dapat dijadikan salah satu jenis yang dipakai untuk pemantauan kesehatan kawasan.

Betina

Page 48: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

92 93

PROTONEURIDAE

Nososticta diadesma

Merupakan capung endemik Sumba. Pejantan memiliki toraks berwarna biru hijau, mata berwarna hitam. Pada bagian atas perut ruas pertama dan kedua terdapat spot biru

Lieftinck, 1936

ungu. Ruas ke-3 s.d. ke-7, berwarna hitam sedangkan ruas ke-8 s.d. ke-10 berwarna biru ungu dibagian atasnya. Selebihnya ruas perut berwarna hitam.

E

Capung ini cukup sulit dijumpai. Perairan dengan kanopi rapat dan beragam vegetasi merupakan habitatnya. Capung jenis ini juga sensitif terhadap perubahan lingkungan.

Page 49: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

94 95

PROTONEURIDAE

Nososticta selysi

Warna oranye cerah sangat menonjol di bagian toraks dan sintoraks, serta ruas ke-8 s.d. ke-10 bagian perut (digunakan untuk mencermati jenis ini). Di setiap batas ruas perut

(Foerster, 1896)

terdapat garis oranye. Warna oranye juga tampak sangat jelas di bagian dahi. Sayap transparan, pterostigma hitam jelas dan kaki hitam. Perairan sungai dengan kondisi masih baik

Jantan

dengan beragam vegetasi dan kanopi sedikit terbuka merupakan habitat capung ini. Perjumpaan individu masih cukup banyak.

Betina

Page 50: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

96 97

Paragomphus tachyerges

AnisopteraSUBORDO

Page 51: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

98 99

AESHNIDAE

Anax sp.

Capung ini berukuran cukup besar. Temuan di Sumba ini belum bisa dipastikan antara Anax gibbosulus atau Anax guttatus. Sedang catatan data Sumba tidak tercantum

Lieftinck, 1964

Anax guttatus (Buku Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku). Dada berwarna hijau, cerah untuk jantan. Sebagian besar perut coklat kehitaman dengan sedikit pucat dan keseluruhan ruas ada band kuning. Di ruas satu dan dua bagian atas perut berwarna biru.

Sayap transparan dan besar, menghabiskan sebagian besar waktu untuk terbang dan mencari mangsa. Habitat di perairan terbuka baik sungai atau telaga danau dengan vegetasi tegakan dan semak di sekitarnya.

GOMPHIDAE

Burmagomphus williamsoni austrosundanumLieftinck, 1964

Capung endemik Sumba ini dapat dijumpai di perairan sungai berbatu mengalir deras. Seluruh dadanya berwarna hijau bergaris hitam. Bagian perut hitam dengan cincin

hijau sebagai batas setiap ruasnya. Capung ini tergolong jenis yang susah dan jarang ditemukan. Sifatnya yang sensitif membuatnya hanya mendiami habitat

yang cukup terlindungi. Penyebaran umum di beberapa wilayah, sementara jenis sub species ini berada di Sumba.

E

Page 52: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

100 101

GOMPHIDAE

Paragomphus tachyerges

Capung ini endemik Sumba; Individu masih banyak ditemui di sekitar perairan sungai mengalir berbatu, baik sungai besar ataupun perairan kecil. Mata hijau cerah, toraks

Lieftinck, 1934

variasi bidang antara hitam dan kuning. Perut sepanjang ruas berwarna hitam dengan variasi spot kuning di tiap ruasnya. Pada jantan anal apendages bagian atas berbentuk mata

pancing, dan pada ruas ke 8 s.d. ke 9 ada embelan mirip sayap dibagian kiri-kanannya. Motif antara jantan dan betina kurang lebih sama. Habitat perairan mengalir dengan di sekitar masih kaya ragam vegetasi, penyebaran baik di pegunungan maupun di perairan dataran rendah.

ECORDULIIDAE

Hemicordulia chrysochlora Lieftinck, 1953

Capung endemik Sumba ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1953 oleh ahli capung Belanda bernama Lieftinck. Seluruh tubuhnya berwarna hijau gelap metalik,

dengan mata sedikit hitam kecokelatan. Habitat di sekitar perairan yang masih baik dengan kanopi vegetasi yang rapat, dan intensitas cahaya sedang. Warna

tubuh antara jantan dan betina tidak begitu berbeda. Jenis ini sensitif terhadap perubahan lingkungan.

E

Page 53: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

102 103

CORDULIIDAE

Idionyx orchestra

Capung dengan mata hijau kecokelatan dan dewasa hijau penuh. Sosoknya ramping, hitam kecokelatan dengan bidang hijau logam dan kuning di toraks. Perut gelap, sedikit kuning dibagian bawahnya. Habitat di perairan sungai pegunungan berbatu, vegetasi rapat dengan intensitas cahaya teduh. Sensitif terhadap perubahan lingkungan.

Lieftinck, 1953E

Jantan

Betina

LIBELLULIDAE

Acisoma panorpoides Rambur, 1842

Merupakan salah satu capung yang tergolong berukuran kecil. Lima ruas pertama dari perut melebar. Kemudian mengecil dari ruas keenam dan seterusnya seperti tabung terompet. Jantan mencolok dengan mata biru cerah, warna biru dan hitam di dada dan perut. Dua ruas perut terakhir berwarna hitam sedangkan pelengkap anal

berwarna putih. Jantan yang baru moulting akan berwarna kuning hijau seperti betina dewasa dan saatnya menuju dewasa perubahan warna dari kuning ke biru. Habitat di perairan tenang dengan banyak vegetasi tanaman air dan ruang terbuka, seperti danau, telaga atau kolam.

Page 54: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

104 105

LIBELLULIDAE

Agrionoptera insignis insignis Rambur, 1842

Capung dengan ukuran sedang, dengan perut ramping berwarna merah. Ujung abdomen berwarna hitam mulai ruas ke-8 s.d. ke-10. Kepala dan dada berwarna hijau terang. Sayapnya relatif panjang. Mata berwarna kuning dan coklat bagian atas. Dada berbintik-bintik kekuningan tidak teratur. Saat dewasa dada akan berubah warna menjadi gelap abu-abu.

Jantan

Perut tipis dan sebagian banyak berwarna merah bagian atas. Sedang betina, perut sama bentuknya tapi sedikit lebih tebal dan kusam warnanya. Habitat di kawasan hutan dataran rendah, dekat dengan perairan tenang dan teduh.

LIBELLULIDAE

Brachythemis contaminata Fabricius, 1793

Capung berukuran sedang dengan keseluruhan tubuhnya berwarna orange dan sayap orange terang untuk jantan dan kuning pucat untuk betina. Tersebar luas di habitat terbuka, kolam, danau

dan sungai aliran tenang. Capung ini toleran terhadap gangguan, sehingga mudah untuk dijumpai.

Page 55: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

106 107

LIBELLULIDAE

Crocothemis servilia

Capung berwarna merah dengan garis hitam membujur di perut bagian atas ini sangat umum dan luas penyebarannya, di seluruh daratan tropis dan subtropis. Betina berwarna kuning kecokelatan. Akan dijumpai di bentuk habitat apapun, mulai sungai, kolam, danau, selokan, persawahan dari dataran rendah sampai di perairan gunung.

Drury, 1773

LIBELLULIDAE

Diplacodes trivialis Rambur, 1842

Capung yang tergolong kecil dalam ukuran, dengan warna biru seluruh badannya dan untuk betina berwarna kuning kehijauan dengan perut mulai ruas ke-8 berwarna hitam. Menyukai beraktifitas dan bertengger di atas permukaan tanah dan rerumputan. Intensitas terbang rendah. Akan mudah dijumpai di ruang terbuka yang banyak ditumbuhi rerumputan atau tanaman.

Jantan

Betina

Page 56: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

108 109

LIBELLULIDAE

Lathrecista asiatica asiatica Hampir sama dengan Agrionoptera insignis insignis, jantan akan dikenali oleh perutnya yang lurus tipis dan sepenuhnya merah, kecuali untuk dua ruas terakhir yang hitam. Dada berwarna coklat dengan garis-garis kuning gelap, terutama di bagian sisi. Saat dewasa warna dada berubah menjadi abu-abu. Sedang betina memiliki perut merah kecoklatan dan lebih tebal daripada jantan. Ada garis kuning di atas dada melalui perut dan secara bertahap menyempit menjadi garis ke arah ujung. Habitat capung ini ada di sekitar rawa-rawa dan berkembang di kolam hutan dataran rendah yang teduh.

Fabricius, 1798

Jantan

Betina

LIBELLULIDAE

Nesoxenia lineata Selys, 1879

Perjumpaan dengan jenis ini hanya betinanya saja. Tidak banyak catatan, hanya catatan menurut buku Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku untuk jenis capung ini tidak disebutkan penyebarannya ada di pulau Sumba. Sekilas akan mirip dengan Agrionoptera insignis, tetapi akan terlihat berbeda di bagian pola garis toraksnya; Baik jantan ataupun betinanya.

Betina

Capung ukuran sedang ini ruang hidupnya menyukai kawasan hutan dataran rendah, dekat dengan perairan mengalir tenang dan teduh.

Page 57: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

110 111

LIBELLULIDAE

Neurothemis ramburii Brauer, 1866

Mata bagian atas merah kecokelatan dan di bagian bawah abu-abu kehijauan dengan sedikit bintik hitam. Abdomen dan toraks merah gelap. Sisi atas dan samping ruas-ruas perut

terdapat garis kehitaman. Kedua sayap merah matang kecokelatan. Sedang tubuh betina berwarna kuning kecokelatan. Mata cokelat di bagian atas dan abu-abu kehijauan dibagian bawah.

Di sisi atas dan samping perut terdapat garis hitam. Warna sayap capung betina transparan saat muda dan menuju dewasa akan cokelat kekuningan. Habitat dapat ditemukan di perairan tenang yang banyak tanaman air, kolam taman atau tepi sungai, maupun area persawahan mulai dataran tinggi - dataran rendah.

Jantan

Betina

LIBELLULIDAE

Neurothemis ramburii martini

Neurothemis ramburii martini adalah subspesies dari Neurothemis ramburii. Hanya saja sub species ini peredarannya di sekitar Nusa Tenggara Timur tidak sampai ke Sunda Besar dan

Krueger, 1903

Peninsular Malaysia. Separuh dari sayap capung jantan berwarna merah. Mata, toraks dan keseluruhan perut berwarna merah matang. Sedang capung betinanya berwarna

kecokelatan. Habitat di segala perairan baik sungai, kolam, telaga dengan ruang terbuka dan masih banyak vegetasi disekitarnya.

Jantan

Betina

Page 58: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

112 113

LIBELLULIDAE

Neurothemis terminata Ris, 1911

Capung marga Neurothemis memang hampir mirip antara species satu dengan yang lain; Untuk N. terminata memiliki ciri warna merah gelap pada mata, toraks, sayap dan perutnya. Pada

sayap, warna merah hampir memenuhi keseluruhan dua pasang sayap, sampai melebihi pterostigma. Habitatnya danau, kolam, perairan tenang, area persawahan dan rawa-rawa.

LIBELLULIDAE

Orthetrum austrosundanum

Capung ini endemik Sumba; Cukup umum ada di perairan sungai berbatu yang sekitarnya masih banyak vegatasi. Mata warna biru tosca, sedikit kehitaman seturut dengan menuju dewasa. Toraks kuning kecokelatan dengan

Lieftinck, 1953

bidang garis hitam dan perut cokelat hitam dengan serbuk abu-abu di sekitar ruas perut ke 1 s.d 4. Sedang betina dari capung ini secara umum tubuhnya cokelat tua-muda, dan mata kebiruan hampir sama dengan jantan.

E

Page 59: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

114 115

LIBELLULIDAE

Orthetrum glaucum Brauer, 1865

Mata jantan berwarna biru kehijauan, toraksnya biru tua, dan perutnya biru muda. Pada dua ruas terakhir abdomen berwarna gelap. Sedang betina berwarna cokelat

kekuningan dengan mata biru keabu-abuan. Habitat capung ini mudah ditemukan tidak jauh dari perairan berbatu mengalir deras.

LIBELLULIDAE

Orthetrum sabina

Mata berwarna hijau pucat. Toraks mempunyai pola hijau kekuningan. Embelan berwarna putih. Jantan dan betina mempunyai warna dan bentuk tubuh yang sama. Spesies ini umum dijumpai pada berbagai macam

Drury, 1773

habitat. Sifat soliter, dan mampu berkembang di berbagi karakter lingkungan perairan.

Jantan

Kopulasi

Page 60: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

116 117

LIBELLULIDAE

Orthetrum testaceum soembanumForster, 1903

Jantan mempunya mata berwarna abu-abu kecokelatan, toraks merah jingga gelap, dan abdomen merah.

Terdapat corak berwarna oranye pada pangkal sayap depannya.

Betina berwarna cokelat kekuningan, sayap tidak berwarna. Capung ini

merupakan sub species Orthetrum testaceum dari yang ada di Sunda besar. Dapat dijumpai di perairan

mengalir sungai, selokan dan persawahan.

Jantan

Saat capung betina meletakkan telurnya di air, pejantan menjaga dengan terbang di atasnya.

LIBELLULIDAE

Pantala flavescens

Mata jantan berwarna cokelat kemerahan di bagian atas dan abu-abu terang di bagian bawah. Toraks berwarna oranye dan abdomen berwarna cokelat-oranye. Warna tubuh betina adalah kuning muda. Ukuran sayap belakang lebar baik pada jantan maupun betina. Capung ini merupakan jenis yang mampu

Fabricius, 1798

melakukan migrasi dan kerap terlihat berkelompok dalam jumlah ratusan individu. Seringkali terbang jauh dari perairan dan area persawahan atau ladang. Capung ini hidup pada berbagai karakter habitat, dan memiliki kebiasaan meletakkan telurnya pada air yang tidak mengalir atau mengalir tenang.

Foto oleh Agus Hong

Jantan

Page 61: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

118 119

LIBELLULIDAE

Potamarcha congener Rambur, 1842

Capung jantan mempunyai mata cokelat kemerahan. Toraks dan perut pada ruas ke-1 s.d. ke-4 berwarna biru abu-abu dengan ditutupi serbuk putih. Ruas ke-5 dan seterusnya berwarna

cokelat dengan corak warna oranye. Ruas ke-9 s.d. ke-10 berwarna hitam. Sedang toraks betina bercorak kuning-hitam. Perutnya berwarna hitam dengan corak oranye pucat, bentuknya sedikit pipih

dan dua ruas terakhir ada embel sayap kecil disamping kiri kanannya. Spesies ini sering ditemui di berbagai tipe habitat. Mempunyai kebiasaan bertengger di media yang keras (kayu, ranting, bambu).

LIBELLULIDAE

Rhodothemis rufa

Capung jantan memiliki mata, toraks dan abdomen berwarna merah. Baik Jantan atau betina terdapat garis putih pucat sepanjang toraks dan perut bagian atas. Jantan sering dijumpai hinggap pada daun yang permukaannya datar. Jantan yang belum dewasa mempunyai corak dan warna yang sama dengan betina.

Rambur, 1842

Capung ini berkembang biak pada kolam dan rawa yang berumput serta danau dengan banyak tanaman air.

Jantan

Betina

Page 62: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

120 121

LIBELLULIDAE

Rhyothemis phyllis ixias Lieftinck, 1953

Capung berukuran sedang; Yang sebarannya di pulau Sumba merupakan sub species dari Rhyothemis phyllis. Jantan memiliki mata majemuk merah tua di bagian atas serta kuning kecokelatan pada bagian bawah. Toraks hitam keemasan sampai hijau metalik. Abdomen hitam. Sayap depan transparan dengan ujung hitam dan sedikit warna hitam di bagian tengah. Sayap belakang memiliki corak yang khas, transparan dengan pangkal hitam-kuning-hitam dan venasi kuning. Betina sangat mirip dengan jantan, biasanya abdomen lebih gemuk. Ruang terbuka dengan cahaya kuat di dataran rendah merupakan tempat yang disukai. Kebiasaan sangat menyukai sinar matahari. Intensitas terbang sangat aktif, mampu sepanjang hari.

Adakalanya terbang berkerumun. Kemampuan terbang capung jenis ini

sekaligus digunakan untuk mencari mangsa dengan menyambar.

Jantan

Betina

LIBELLULIDAE

Rhyothemis regia thisbe Lieftinck, 1953

Sulit dijumpai, capung jenis ini mempunyai kemampuan terbang cukup tinggi. Mata berwarna cokelat kebiruan dan toraks sampai perut berwarna biru tua. Sayap

cukup lebar, lebih dari capung pada umumnya, dengan corak spot biru tua cerah mewarnai hampir keseluruhan dua pasang sayapnya. Capung yang sangat indah saat terbang

maupun hinggap. Habitat di ruang terbuka rawa, telaga danau, atau di sekitar perairan tenang dataran rendah.

Page 63: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

122 123

LIBELLULIDAE

Tetrathemis irregularis hyalina

Capung ini berukuran kecil. Mempunyai mata hijau metalik, toraks hitam dengan garis-garis kuning, perut hitam dengan sedikit titik-titik kuning. Capung ini biasanya hinggap di vegetasi teduh. Habitat capung ini ada di sungai beraliran lamban yang dekat dengan area hutan atau vegetasi rapat.

Brauer, 1868

Jantan

Betina

LIBELLULIDAE

Tholymis tillarga Fabricius, 1798

Mata capung jantan berwarna oranye di bagian atas dan kuning kehijauan di bagian bawah. Toraks dan perut berwarna oranye. Jantan mudah dikenali dari corak warna cokelat dan

semburat putih pada sayap bagian belakang. Betina berwarna cokelat muda dan sayapnya tidak bercorak. Jantan yang belum dewasa terlihat seperti betina. Capung ini merupakan

spesies crepuscular. Pada sore hari, sering terlihat terbang di atas permukaan air. Habitatnya di kolam dan perairan tenang dengan ruang terbuka.

Page 64: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

124 125

LIBELLULIDAE

Tramea eurybia eurybiaSelys, 1878

Untuk capung marga Tramea ini memang banyak kemiripan antar species satu dengan yang lain. Capung jantan yang sangat khas di anal apendages, meruncing cukup panjang warna merah tua kehitaman dam mata kepala merah

kecokelatan. Sedang toraks merah muda sedikit cokelat dan sepanjang ruas perut warna merah dengan spot hitam di ruas 8-9-10 bagian atasnya. Sayap belakang ada spot merah tegas di pangkal. Yang polanya bisa untuk bedakan antar

beberapa marga Tramea. Capung ini menurut Rory Dow teridentifikasi Tramea eurybia eurybia (Selys, 1878), habitat di perairan rawa-rawa, danau telaga dengan kawasan terbuka.

LIBELLULIDAE

Trithemis aurora

Jantan mempunyai mata berwarna merah. Toraks dan abdomen berwarna merah muda magenta dan mengkilat. Pada pangkal sayap depan terdapat corak berwarna kuning tua. Sayap berwarna merah muda. Betina berwarna cokelat muda dan warna kuning

Burmeister, 1839

pada pangkal sayap bagian belakang. Jantan yang belum dewasa sama seperti betina namun dengan sayap yang tidak bercorak. Spesies ini dapat ditemui di pinggir danau, rawa-telaga atau kolam yang luas juga sekitar sungai terbuka.

Jantan

Capung betina ini akan segera meletakkan telurnya dan pejantan selalu menjaga dari atas.

Page 65: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

126 127

LIBELLULIDAE

Trithemis festivaRambur, 1842

Capung ini ukuran sedang, mata berwarna cokelat tua dan biru tua. Seluruh toraks warna biru tua. Perut berwarna sedikit kehitaman dengan corak cokelat kekuningan. Betina berwarna kuning kecokelatan pada toraks dan tiap ruas perut ada garis hitam. Dapat dijumpai di sungai yang berbatu mengalir deras atau selokan berbatu dengan vegetasi ragam disekitarnya.

Jantan

LIBELLULIDAE

Trithemis lilacina

Capung dengan warna indah ini tersebar luas di kawasan Nusa Tenggara pada umumnya. Jantan dengan toraks warna merah mawar, mata dan perut juga berwarna merah terang. Di ruas perut ke 8-9-10 spot hitam pada jantan, kaki hitam. Sedang betina lebih ke warna kuning kecokelatan, dengan variasi bidang hitam baik di toraks ataupun seluruh perutnya. Habitat di perairan sungai atau perairan kecil mulai dataran tinggi sampai dataran rendah.

Forster, 1899

Jantan

Page 66: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

128 129

LIBELLULIDAE

Zygonyx ida

Mata berwarna cokelat tua keabu-abuan. Toraks berwarna hijau keemasan tua metalik. Abdomen cokelat tua metalik. Pada ruas perut ada cincin berwarna kuning. Betina mempunyai warna yang

Selys, 1869

Proses tandem, kopulasi, dan meletakkan telur di sungai

Kanabuwai yang airnya masih jernih dan mengalir cukup deras.

Jantan

hampir sama dengan jantan namun tidak dengan cincin kuning pada abdomen. Habitat capung ini berkembang biak di air sungai berbatu, biasanya di daerah perbukitan dan pegunungan. Beberapa populasi terancam oleh deforestasi, proyek perairan skala besar dan dengan pembangunan, tapi secara

keseluruhan spesies ini belum terancam. Mempunyai kebiasaan meletakkan telur di sekitar aliran jeram perairan. Cukup sensitif terhadap perubahan lingkungan.

LIBELLULIDAE

Zyxzoma obtosun

Capung berukuran sedang. Capung ini memiliki warna dominan putih pada seluruh bagian tubuh kecuali ujung-ujung sayap dan ujung abdomen yang berwarna cokelat gelap. Apabila diamati lebih teliti, mata majemuk berwarna putih kehijauan, ruas abdomen gemuk ruas 1-2, lebih ramping pada ruas ke -3 dan membesar kembali pada ruas 4-10. Betina berwarna cokelat terang. Sayap transparan dengan ujung cokelat. Kebiasaan aktif pada sore hari menjelang petang atau pagi hari sebelum intensitas cahaya matahari kuat/crepuscular. Lebih sering terlihat terbang di atas perairan seperti kolam dan tambak atau selokan dengan perairan yang tenang dan ruang yang teduh. Capung jenis ini sulit terlihat dalam posisi hinggap. Menangkap mangsa dalam aktifitas

Albarda, 1881

Jantan

terbang. Proses kopulasi dilakukan saat terbang. Jantan sering terlihat

terbang di atas betina yang sedang meletakkan telurnya di perairan.

Jantan

Betina

Page 67: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

130 131

CATATAN PERJALANAN

Kami mengundang presiden Capung Indonesia Wahyu Sigit Rahadi di saat musim hujan akan berakhir. Saya menyambutnya sebagai alumni peserta Jambore Capung di Rawa Pening yang diselenggarakan Indonesia Dragonfly Society tahun 2014. Komunikasi tetap terjalin sampai kami bisa mengundangnya untuk meneliti capung di Sumba. Sesi pertama kunjungan ke lapangan dilakukan pada bulan Maret 2015 yang targetnya mengitari dataran Laiwangi hingga Wanggameti untuk

observasi awal. Selanjutnya menentukan lokasi yang potensial untuk dijelajahi lagi. Ketika matahari sedang di puncaknya, kami beserta tiga petugas taman nasional menyusuri lekuk aspal menuju desa Billa, yang berjarak 103 km dari kota Waingapu. Terik mentari sejak awal keberangkatan ternyata tidak menjamin hujan tak turun. Untungnya kami telah membungkus semua peralatan di bak belakang mobil dengan terpal. Awan gelap mulai

menutupi sang mentari. Kami melaju seiring gumpalan awan yang semakin pekat. Hujan pun mulai mengguyur di jalan aspal terakhir di Lailara. Embun di depan kaca mobil serta derasnya hujan yang menghalangi pandangan supir memaksa kami singgah di simpang Tarimbang. Bayangan menyesap kopi panas sejak hujan turun segera terwujud, sisa jagung rebus yang kami beli di jalan pun jadi rebutan. Bekal makan siang akhirnya kami santap sambil menanti hujan reda.

Hujan masih cukup deras namun kami tetap melanjutkan perjalanan. Bahkan sampai lokasi menginap di desa Billa pun hujan tak kunjung reda. Setelah benar-benar tak ada air menetes dari langit, kami mulai mencari capung. Namun tidak bisa lama karena matahari mulai tenggelam. Sambil menikmati suasana sore kami menanti gerombolan burung julang sumba melintas. Kebetulan hutan di Billa ini menjadi rumah yang nyaman bagi salah satu burung endemik ini.

Tak salah memang menunggu si burung bersuara helikopter itu, akhirnya sekitar 20 ekor terbang melintas di depan kami. Saya segera mendekati kamera dan merekamnya. Saya menekan tombol rekam karena memang telah bersiap membuat videonya. Meski hanya mendapat rekaman beberapa detik saja tapi cukup penting sebagai catatan pengamatan. Menurut informasi dari media dalam jaringan (online), malam ini bakal terjadi gerhana matahari

menjelang sunset. Sayangnya pemandangan kami dari tempat menginap terhalang bukit. Namun semburat jingga saat pergantian hari sudah cukup menghibur kami. Setelah makan malam pak Wahyu bercerita tentang capung yang telah menjadi perhatian dunia terkait perubahan iklim. Esok harinya kami gagal menyambut mentari pagi di atas bukit. Akhirnya hanya menikmati kabut yang silih berganti menutupi bukit sekitar tenda. Matahari cerah bersinar ketika kabut

Presiden Capung Wahyu Sigit Rahadi berjalan paling depan diikuti Oktovianus Klau, Agus Hong, dan Hasanul Satrio Utomo saat memulai pencarian capung di hutan Wanggameti. Suasana masih sangat hijau karena musim hujan yang belum berakhir.

Page 68: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

132 133

mulai terbuka. Setelah kopi pagi tandas kami mulai bergegas, capung-capung sudah mulai beraktivitas. Kami menyusuri sungai yang deras alirannya karena hujan kemarin. Sungai yang melintasi hutan Billa ini hanya mengalir ketika musim hujan dan akan kering di musim kemarau. Ketika kami menyusuri sungai ke arah hulu ternyata aliran airnya terputus. Aliran air dari hulu sungai lenyap di tempat kami berdiri. Namun beberapa puluh meter ke arah hilir mata air besar muncul kembali. Mata air inilah yang dimanfaatkan penduduk desa untuk kebutuhan sehari-hari, sementara sisanya mengalir menjadi sungai melewati desa Billa. Setelah makan

Di depan mulut gua La Iring kami sempatkan diri berfoto bersama. Mulut guanya memang tidak terlihat karena ukurannya sangat kecil dan harus merangkak untuk memasukinya. Perjalanan panjang yang melelahkan terobati dengan temuan capung yang termasuk new record untuk daftar capung di Sumba yaitu Drepanosticta berlandi (Lieftink. 1939).

siang kami melanjutkan perjalanan menuju desa selanjutnya, desa Praingkareha. Desa ini berjarak 3 km di sebelah selatan desa Billa. Danau dan air terjun Laputi adalah tujuan utama kami di desa Praingkareha. Kami memutuskan untuk menginap satu hari di desa ini. Keesokan harinya kami menuju danau Laputi yang berada di bagian atas air terjun. Selesai dengan desa Praingkareha, kami melanjutkan perjalanan menyusuri pantai selatan melewati desa Tawui lalu

menuju desa Tandulajangga. Di daerah ini banyak ditemukan sungai dan danau-danau yang menampung air hujan, dan ketika musim kemarau biasanya mengering. Tipe habitat capung di lokasi ini berbeda dari lokasi sebelumnya yang tutupan hutannya rapat. Danau dan sungai di desa ini cukup terbuka dan dekat dengan pemukiman warga. Kami melakukan 2 hari pengamatan di desa ini. Selanjutnya kami menuju desa Wanggameti yang merupakan daerah yang paling tinggi di pulau

Sumba. Kami menyusuri sungai kecil yang membelah hutan Wanggameti yang sangat rapat kanopinya. Selain di tengah hutan kami juga menyusuri sungai Katikuwai yang berjarak sekitar satu jam perjalanan dari Wanggameti. Sungai Katikuwai merupakan salah satu sungai besar yang alirannya sampai di laut utara pulau Sumba dekat Waingapu, ibu kota kabupaten Sumba Timur. Ekspedisi capung yang pertama dilaksanakan di akhir musim penghujan, meski hujan masih sering turun. Kemudian

Foto kanan: Peralatan dan logistik cukup banyak yang perlu dibawa ke air terjun Kanabuwai, tenaga manusia ternyata masih kurang. Untungnya ada warga yang memiliki kuda yang sudah biasa membawa beban. Kuda Sumba memang terkenal dengan kekuatan dan ketangguhannya. Foto kiri: Paling tidak lima bukit harus kami lewati untuk sampai di kompleks air terjun Kanabuwai. Kami mulai mendaki bukit pertama menjelang matahari tenggelam. Malam membantu kami menjaga harapan untuk bisa sampai di base camp dengan stamina yang hampir tak tersisa. Karena kegelapan menyembunyikan tanjakan yang sebenarnya tak ingin kami hadapi. Gemerisik suara sungai melegakan kami.

Page 69: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

134 135

dilanjutkan dengan ekspedisi kedua pada akhir musim kemarau. Kunjungan terakhir ini menyusuri kembali sungai di Wanggameti, Katikuwai, air terjun Laputi, dan danau Laputi. Selain itu kami juga menjelajah lokasi baru yaitu di air terjun Kanabuwai dan gua La Iring di Katikuwai. Dua lokasi terakhir membutuhkan tenaga lebih untuk mencapainya karena jaraknya jauh dan banyaknya perbukitan yang harus dilewati. Untuk mencapai air terjun Kanabuwai kami sampai

harus menggunakan kuda untuk mengangkut logistik dan peralatan lain. Rencana menginap awalnya dua malam saja namun kami tambah semalam lagi. Selain untuk mencari capung, penambahan waktu ini kami manfaatkan untuk memulihkan tenaga, sebelum kami kembali pulang. Perjalanan yang terhitung sangat berat ini seolah terbayarkan dengan pemandangan air terjun Kanabuwai yang bertingkat-tingkat. Terlihat dari jauh air keluar dari dinding batu dan mengalir melewati

Kawasan hutan Praingkareha merupakan salah satu hutan yang sangat penting untuk penampung air. Di dalamnya muncul mata air yang mengalir menuju danau Laputi dan menjadi air terjun di ujung tebing. Penelitian capung ini erat kaitannya dengan pemetaan potensi mata air dan perairan di kawasan taman nasional dan pengembangan potensi sumberdaya alam yang berkelanjutan.

beberapa lereng menjadi air terjun. Airnya begitu segar dan sangat bersih namun kandungan kapurnya sangat tinggi karena kayu yang tersangkut di tengah air terjun menjadi putih dan keras karena pengapuran. Air yang mengalir cukup deras meskipun di musim kemarau. Di atas tebing tempat keluar air terjun dikelilingi hutan yang sangat rapat. Kalau dilihat dari peta memang di atas air terjun Kanabuwai terbentang hutan yang luas dan sebidang padang savana yang disebut padang La

Pahar. Keduanya berfungsi sebagai penampung air hujan. Struktur batuan dan ekosistem di pulau Sumba pada umumnya berupa karst yang mampu menampung air. Air hujan yang terserap tertampung di dalam tanah kemudian mengalir melewati celah-celah karst sampai keluar di tebing. Namun ada juga yang tidak sampai keluar di permukaan. Terkadang terdapat aliran sungai bawah tanah di dalam gua. Di wilayah hutan di desa Katikuwai kami menjelajahi

Kanabuwai lebih tepat disebut kompleks air terjun karena jumlahnya lebih dari delapan air terjun. Tingkat yang paling atas bahkan belum dipastikan jumlahnya karena belum ada yang sampai di atas. Kolam-kolam kecil yang terbentuk juga menambah keunikan air terjun ini.

Page 70: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

136 137

sebuah gua yang memiliki air terjun di dalamnya, namanya gua La Iring. Ternyata di dalam gua pun bisa terbentuk air terjun. Yang cukup aneh air dari dalam gua ini tidak mengalir menjadi sungai permukaan, hanya rembesan saja. Gua ini terletak di atas bukit yang terjal dengan mulut yang sempit. Perjuangan menyusuri sungai dan mendaki bukit terjal untuk mencapai gua ini terbayar tuntas dengan ditemukannya jenis capung Drepanosticta berlandi (Lieftink. 1939). Jenis ini merupakan jenis capung yang sangat sensitif terhadap perubahan habitat. Menyukai habitat yang rapat vegetasinya dan perairan yang masih bersih. Setelah dilihat dalam daftar jenis capung di Sumba,

jenis ini ternyata tidak tercantum. Artinya capung ini adalah catatan baru di Sumba. Begitu juga dengan Neurothemis ramburi martini yang merupakan temuan baru. Selama kegiatan kami melakukan pengamatan capung di sekitar wilayah perairan karena seluruh daur hidup capung tak bisa jauh dari air. Capung dewasa yang telah kawin akan meletakkan telurnya di permukaan air ataupun di bawah air. Begitu menetas akan menjadi larva yang disebut nimfa. Nimfa dapat hidup di dalam air selama beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Capung menghuni wilayah perairan air tawar seperti sungai, danau, dan genangan. Salah satu kelompok serangga ini sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan dan vegetasi. Perubahan keanekaragaman dan kemelimpahan capung di

suatu lokasi merupakan sinyal terbaik untuk mengetahui adanya perubahan kondisi lingkungan. Setiap jenis capung memiliki tingkat sensifitas yang berbeda sehingga bisa digunakan sebagai indikator dalam metode Capung Indikator Lingkungan atau Dragonfly Biotic Index. Namun syarat utamanya harus dikenali terlebih dahulu jenis-jenis yang ada di kawasan. Untuk mengidentifikasi jenis capung kami tidak menangkap dan

“Perubahan keanekaragaman dan kemelimpahan capung di suatu lokasi merupakan sinyal terbaik untuk mengetahui adanya perubahan kondisi lingkungan. “

mengawetkannya, namun menggunakan media fotografi. Kami memotret setiap jenis yang ditemui kemudian mencocokkan dengan buku-buku referensi dan bertanya pada para ahli capung. Beberapa kunci identifikasi harus terpotret dengan baik antara lain di bagian genitalia sekunder, embelan, abdomen, dan sayap. Secara teknis fotografi yang harus diperhatikan antara lain fokus, ruang tajam (depth of field), pencahayaan, warna, dan sudut bidik (angle). Capung yang dalam

Danau Laputi dikeramatkan masyarakat karena dihuni oleh “apu” yang dipercaya se-bagai nenek moyang mereka. Namun banyak pengunjung yang datang untuk menyaksi-kan sendiri keberadaan belut sang “apu”.

bahasa Sumba disebut punda ini meskipun kecil tapi bisa memberikan pengetahuan baru tentang keanekaragaman hayati. Bagi pengelola penerbitan buku ini bisa dijadikan dasar pengelolaan, pemantauan, dan evaluasi wilayah perairan di dalam kawasan taman nasional. (SIMON ONGGO)

Page 71: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

138 139

REFERENSI

Abdullah, C., Rampnoux, J.-P., Bellon, H., Maury, R., & Soeria-Atmadja, R. (2000). The evolution of Sumba Island (Indonesia) revisited in the light of new data on the geochronology and geochemistry of the magmatic rocks. Journal of Asian Earth Sciences, 18(5), 533-546. Batzer, D. P., Rader, R. B., & Wissinger, S. A. (1999). Invertebrates in freshwater wetlands of North America: ecology and management: John Wiley & Sons.Blois-Heulin, C., Crowley, P. H., Arrington, M., & Johnson, D. M. (1990). Direct and indirect effects of predators on the dominant invertebrates of two freshwater littoral communities. Oecologia, 84(3), 295-306. Chandler, D. G. (2006). Reversibility of forest conversion impacts on water budgets in tropical karst terrain. Forest Ecology and Management, 224(1), 95-103. Córdoba-Aguilar, A. (2008). Dragonflies & Damselflies: Model Organisms for Ecological and Evolutionary Research. Oxford University Press. New York.Efendi, A. C., & Apandi, T. (1994). Geology of the Waikabubak and Waingapu Sheets, Nusa Tenggara. Bandung, Indonesia: Geological Research and Development Centre.Ford, D., & Williams, P. D. (2013). Karst hydrogeology and geomorphology: John Wiley & Sons.Kalkman, V. 2009. Indolestes bellax. The IUCN Red List of Threatened Species 2009: e.T163863A5661210. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2009-2.RLTS. T163863A5661210.en Kalkman, V. (2009). Paragomphus tachyerges. The IUCN Red List of Threatened Species 2009: e.T163853A5660074. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2009-2. RLTS.T163853A5660074.enKosterin, Oleg E. Odonata briefly observed on the islands of Bali and Lombok, Lesser Sundas, Indonesia, in the late February 2014 1-48. - Volume 74 2014. Journal of the International Dragonfly Fund-ISSN 1435-3393

Lieftinck, M.A. 1953. The Odonata of the island Sumba with a survey of the dragonfly fauna of the Lesser Sunda Islands. – Verhandlungen der naturforschenden Gesell- schaft Basel 64 (1): 118-228.Lieftinck, M.A. 1954. Handlist of Malaysian Odonata. A catalogue of dragonflies of Ma- lay Peninsula, Sumatra, Java and Borneo, including the adjacent small islands. Treubia (suppl.) 22: 1-102.Monk, K., Fretes, D., & Liley, G. (2000). Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku (Vol. Buku V). Jakarta: Prehallindo.Orr, A.G. 2005. Dragonflies of Peninsular Malaysia and Singapore. A pocket guide. Natural History Publications (Borneo) Sdn. Bhd., Kota Kinabalu: 127 pp.Pirazzoli, P., Radtke, U., Hantoro, W., Jouannic, C., Hoang, C., Causse, C., & Best, M. B. (1991). Quaternary raised coral-reef terraces on Sumba Island, Indonesia. Science, 252(5014), 1834-1836. Pirazzoli, P., Radtke, U., Hantoro, W., Jouannic, C., Hoang, C., Causse, C., & Best, M. B. (1993). A one million-year-long sequence of marine terraces on Sumba Island, Indonesia. Marine Geology, 109(3-4), 221-236. Sang, A., & Teder, T. (2011). Dragonflies cause spatial and temporal heterogeneity in habitat quality for butterflies. Insect Conservation and Diversity, 4(4), 257-264. Steinmann, H. (1997). Das Tierreich, Teilband 111: World Catalogue of Odonata Volume II Anisoptera. Walter de Guyter, Berlin. New York.Tang, H.B., L.K. Wang, M. Hämäläinen. 2010. A Photographic Guide of the Dragonflies of Raffles Museum of Biodiversity Research, Singapore.Tuyet, D. (2001). Characteristics of karst ecosystems of Vietnam and their vulnerability to human impact. Acta Geologica Sinica (English Edition), 75(3), 325-329. Wahyu Sigit Rhd, Bambang Feriwibisono, Magdalena Putri Nugrahani, Bernadeta Putri ID, dan Tabita Makitan. 2013. Naga Terbang Wendit : Keanekaragaman Capung Perairan Wendit, Malang, Jawa Timur; Indonesia Dragonfly Society, ISBN-13: 9786021793909 [paperback]Whitten, A. J., Mustafa, M., & Henderson, G. S. (1987). The Ecology of Sulawesi: Gadja Mada University Press, Yogyakarta.Wittwer, T., Sahlén, G., & Suhling, F. (2010). Does one community shape the other? Dragonflies and fish in Swedish lakes. Insect Conservation and Diversity, 3(2), 124-133.

Page 72: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

140 141

PARA PENYUSUN

Wahyu Sigit [email protected]

Wahyu Ids (FB)@wahyu_ids (IG)

Andi [email protected]

Andi Irawan (FB)@banyumega (IG)

Simon Onggo E [email protected]

Simon Onggo (FB)@bocahsawah (IG)

UCAPAN TERIMA KASIH

Buku ini terwujud atas bantuan, kerjasama, dan dukungan dari banyak pihak, maka kami ucapkan terima kasih kepada: Maman Surahman, S.Hut, M.Si selaku kepala Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti; Ir. Hart Lamer Susetyo mantan kepala balai: Tim pengamatan capung yaitu Oktovianus Klau, Sekfamner Samiri Kapitarauw, Hasanul Satrio Utomo, Domingus Nguru, Melkianus Yohanis Damanuna, Awaliah Anjani, Heri Andri, Rimba Bintoro, Dwi Agung Herdiyanto, Titus Hamba Nduku, Eka Yanuar Pribadi, Tommy S.R. Dadi dan Agus Hong; Rory A. Dow, peneliti di Naturalis Biodiversity Center, Leiden yang telah membantu untuk identifikasi beberapa jenis capung; Pungki Soegihanto dari LIPI; Anggota Indonesia Dragonfly Society, Magdalena Putri, Diagal Wisnu, Amelia Nugrahaningrum, Nanang Kamaludin, Annisa Yuniar, Apen Irawan; Elde N. Respatika Oscilata; serta seluruh pegawai Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti.

Page 73: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

142 143

No Jenis P Pro

DistribusiLieftink (1949)

Survei Capung Sumba (2015)

Survei Capung Sumba (2018)

Nusa Tenggara Maluku

ZYGOPTERA

Chlorocyphidae

1 Libellago naias N Ntt F, Sm • • •

2 Rhinocypha sumbana Y Ntt Sm • • •

Euphaeidae

3 Euphaea lara lara Y Ntt Sm • • •

4 Euphaea lara lombokensis N Sm

Lestidae

5 Indolestes bellax Y Ntt Sm • • •

6 Lestes concinnus N S, F, Sm • •

7 Lestes praemorsus decipiens N F, Sm, T •

8 Lestes sutteri Y Ntt Sm •

Coenagrionidae

9 Aciagrion fragili N Sm T •

10 Argiocnemis femina N L, S, F, Sm, T K,A,Am,S,Se,Bu,Su,Bc,te,Ha • • •

11 Argiocnemis pygmaea N S, F, Sm D • • •

12 Austroallagma sagittiferum N Ntt, M Sm T •

13 Ceriagrion aurantieum N Sm •

14 Ceriagrion calamineum Y S, Sm, T •

15 Ischnura a. aurora N Sm •

16 Ischnura senegalensis N L, S, Sm, R, T Su • • •

17 Pseudagrion calosomum N Ntb, Ntt S, Sm • • •

18 Pseudagrion microcephalum N F, Sm B,Am,S,Se,Bu,Su • •

19 Pseudagrion pilidorsum deflexum N Ntb, Ntt L, S, F, A, Sa, Sm* • •

20 Pseudagrion rubriceps rubriceps •

21 Xiphiagrion cyanomelas N F, Sm W,A,Am,S,Se,Bu,Su •

Platycnemididae

22 Copera marginipes N S, F, Sm • • •

Platystictidae

23 Drepanosticta berlandi N Ntb, Ntt L, S, Sm • •

Protoneuridae

24 Nososticta diadesma Y Sm • • •

Daftar distribusi Odonata di Sumba. Perbandingan data antara daftar awal distribusi oleh Lieftnick (1949) dan hasil survei capung di Laiwangi dan Wanggameti (2015) serta survei di Manupeu Tanah Daru (2018)

No Jenis P Pro

DistribusiLieftink (1949)

Survei Capung Sumba (2015)

Survei Capung Sumba (2018)

Nusa Tenggara Maluku

25 Nososticta selysi N Ntt Km, F, Sm, Sa, T • • •

ANISOPTERA

Aeshnidae

26 Anaciaeschna jaspidea N L, Sm Ba,Am,S •

27 Anax gibbosulus N L, S, F, Sm, T K,A,Ba,Am,S,Se,O,Bc,Te,Ha • • •

28 Gynacantha arthuri Y Ntt Sm •

29 Gynacantha bayadera N F, Sm, Sa •

30 Gynacantha subinterrupta N L, Sm •

31 Hemianax (Anax) papuensis N Sm •

Gomphidae

32 Burmagomphus williamsoni javicus N Sm •

33 Burmagomphus williamsoni austrosundanum

Y Ntt Sm* • •

34 Paragomphus tachyerges Y Ntt Sm • • •

Corduliidae

35 Hemicordulia chrysochlora Y Ntt Sm • • •

36 Hemicordulia eduardi N Ntt Sm, T •

37 Idionyx orchestra Y Ntt Sm • • •

38 Procordulia sambawana N L, S, F, Sm •

Libellulidae

39 Acisoma panorpoides N L, F, Sm • • •

40 Agrionoptera insignis insignis N F, Sm • • •

41 Brachydiplax duivenbodei N S, F, Sm A,Am,S,Se,Bu,Su,Bc,Te,Ha •

42 Brachythemis contaminata N Sm* • •

43 Camacinia gigantea N L, F, Sm, T Ki,A,Am,S,M,E •

44 Crocothemis servillia servillia N L, S, F, A, Sm • • •

45 Diplacodes bipunctata N Sm B,K,A,Am •

46 Diplacodes trivialis N L, S, Km, F, Sm, R, T W,T,A,Am,S,Se,Bu,Su,M • • •

47 Lathrecista asiatica asiatica N Km, F, Sm • • •

48 Lyriothemis magnificata N Sm •

49 Nesoxenia lineata N Sm •

50 Neurothemis intermedia excelsa •

51 Neurothemis r. ramburii N F, A, Sm Am • • •

52 Neurothemis ramburi martini N Sm* • •

53 Neurothemis t. terminata N L, S, F, Sm • • •

54 Orthetrum austrosundanum Y Ntt Sm • • •

Page 74: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

144 145

No Jenis P Pro

DistribusiLieftink (1949)

Survei Capung Sumba (2015)

Survei Capung Sumba (2018)

Nusa Tenggara Maluku

55 Orthetrum caledonicum N Sm, T •

56 Orthetrum chrysis N S, Sm •

57 Orthetrum glaucum N L, S, F, Sm, T Am,S,Bu • • •

58 Orthetrum sabina sabina N L, F, A, Sm, R, T B,T,K,A,Am,S,Se,Bu,Su,Bc,Te,Ha • • •

59 Orthetrum testaceum soembanum N Ntt, M S, F, A, Sm W • • •

60 Pantala flavescens N S, Km, Sm, R, T W,Ki,T,K,A,Ba,Am,S,Se,Bu,Su • • •

61 Potamarcha obscura N L, S, F, Sm, T Am,S,Su •

62 Potamarcha congener N Sm* • •

63 Rhodothemis rufa N F, Sm K,A,Ba,Su,Bc,Te,Ha,M • • •

64 Ryothemis graphiptera N Sm, T A,Bu •

65 Ryothemis phyllis ixias N Ntt F, Sm • •

66 Ryothemis regia thisbe N F, Sm Bu • • •

67 Tetrathemis irregularis hyalina N S, F, Sm, T • • •

68 Tholymis tillarga N L, F, Sm A,Am,S,Se,Bu,Su,Bc,Te,ha,M • • •

69 Tramea euryale N Sm •

70 Tramea eurybia eurybia N L, Km, F, Sm, Sa B,K,Am,S,Bu • • •

71 Tramea loewi tillyardi N Sm, Sa, T T,K,A •

72 Trithemis aurora N F, Sm, T • • •

73 Trithemis festiva N F, A, Sm B,T,Am,S,Se,Bu,Bc,Te,Ha • • •

74 Trithemis lilacina N Ntb, Ntt, M L, S, F, Pa, A, Sm, T W • • •

75 Urothemis signata bisignata N Sm •

76 Zygonyx ida N L, Sm, T • • •

77 Zyxzoma obtosun N L, F, Sm • •

Jumlah 68 42 48

P = jenis endemik Pulau. N=tidak endemik, Y= EndemikPro= jenis endemik Provinsi. Nusa Tenggara Barat (Ntb), Nusa Tenggara Timur (Ntt), Maluku (M)Nusa Tenggara : L= Lombok, S=Sumbawa, Km= Komodo, F=Flores, Pa=Pantar, A=Alor, Sm=Sumba, Sa=Sawu, R=Rote, T=TimorMaluku: W= Wetar, Ki=Kisar, L=Leti, D= Damar, B= Babar, T= Tanimbar, K=Kai, A=Aru, Wa=Watubela, G=Gorong, Ba=Banda, Am=Ambon, H=Haruku, S=Saparua, N=Nusa Laut, Se=Seram, Bu=Buru, Su=Sula, O=Obi, Bc=Bacan, Te=Ternate, Ha=Halmahera, M=Morotai, E=Gebe(*) catatan baru (new record)

Jumlah catatan baru : 7 jenisJumlah endemik : 9 jenisJumlah catatan baru 2018 : 6 jenis

DAFTAR FOTO

Simon Onggo Eko HastomoHalaman: Pembuka 1, pembuka 2, daftar isi, 12-13, 17, 22, 28, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 63 (Zygoptera), 66 (Pseudogrion calosomum), 68-69, 71, 83, 85 (tandem), 87 (tandem), 93, 101, 106, 108 (betina), 125 (terbang), 131, 132-133, 134, 135, 137, 140, 148-149.

Wahyu Sigit RahadiHalaman: Sampul depan, 39 (Idionyx orchestra), 41 (Pantala flavescens), 43 (Tramea eurybia eurybia), 45 (Drepanosticta berlandi), 47 (Hemicordulia chrysochlora), 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 60-61, 62-63 (mata Anisoptera dan Zygoptera), 66 (Pseudogrion pilidorsum deflexum), 67, 72-73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 83, 84, 86, 87 (kopulasi), 88, 89, 90, 91, 92, 94, 95, 96-97, 98, 99, 100, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 146-147, sampul belakang.

Page 75: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

146 147

Page 76: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

148 149

Page 77: CAPUNG SUMBA - tnmatalawa.com

150

Buku Capung Sumba merupakan dokumentasi pustaka tentang keanekaragaman capung di pulau Sumba. Buku ini melengkapi kajian pustaka sebelumnya berupa daftar awal distribusi Odonata di pulau Sumba. Daftar ini

disusun pada tahun 1953 oleh Mauritz Anne Lieftinck, seorang ahli biologi dan zoology berkebangsaan Belanda. Hasil kerja Lieftinck dalam menyediakan data dasar distribusi capung di Sumba patut diapresiasi. Setelah 63 tahun akhirnya

baru diperbaharui dan buku ini menjadi penerus tradisi saintifik Nusantara.