PENGARUH PEMBIAYAAN BERMASALAH, PENGHAPUSBUKUAN, CAPITAL ADEQUACY RATIO, DAN EFISIENSI OPERASIONAL TERHADAP RETURN ON ASSETS BANK UMUM SYARIAH PADA TAHUN 2010 – 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Oleh: ASRI MAULIDIYAWATI NIM. 1113046000002 PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
130
Embed
CAPITAL ADEQUACY RATIO, DAN EFISIENSI OPERASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36183/1/ASRI MAULIDIYAWATI-FEB.pdfPENGARUH PEMBIAYAAN BERMASALAH, PENGHAPUSBUKUAN,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH PEMBIAYAAN BERMASALAH, PENGHAPUSBUKUAN,
CAPITAL ADEQUACY RATIO, DAN EFISIENSI OPERASIONAL
TERHADAP RETURN ON ASSETS BANK UMUM SYARIAH PADA
TAHUN 2010 – 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Ekonomi (S.E)
Oleh:
ASRI MAULIDIYAWATI
NIM. 1113046000002
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2017 M
PENGARUH PEMBIAYAAN BERMASALAH, PENGHAPUSBUKUAN,
CAPITAL ADEQUACY RATIO, DAN EFISIENSI OPERASIONAL
TERHADAP RETURN ON ASSETS BANK UMUM SYARIAH PADA
TAHUN 2010 – 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Ekonomi (S.E)
Oleh:
ASRI MAULIDIYAWATI
NIM. 1113046000002
Di bawah bimbingan
Ir. Rr. Tini Anggraeni, ST., M.Si
NIDN. 2010088001
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Hari ini Kamis, 28 September 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Asri Maulidiyawati
2. NIM : 1113046000002
3. Jurusan : Ekonomi Syariah
4. Judul Skripsi : Pengaruh Pembiayaan Bermasalah,
Penghapusbukuan, Capital Adequacy Ratio, dan
Efisiensi Operasional terhadap Return On Assets
Bank Umum Syariah pada Tahun 2010 – 2015
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Lampiran 3: Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 109
Lampiran 4: Pemilihan Model Regresi Data Panel ............................................. 111
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997/1998
membuat beberapa bank konvensional mengalami kebangkrutan. Hal itu terjadi
karena nilai tukar rupiah terhadap dollar semakin menurun. Pada saat itu juga
masyarakat semakin banyak membeli dollar sehingga permintaan dollar pun
meningkat. Hal itu pun berdampak pada bank konvensional yang meminjam
dana dari luar sehingga mereka harus menghadapi biaya yang sangat besar
dalam melunasi pembayaran utang tersebut dan pada akhirnya mereka
mengalami kebangkrutan. Namun demikian, bank syariah merupakan bank
yang tahan terhadap krisis moneter. Dengan adanya polemik ekonomi yang
terjadi pada saat itu, bank syariah mulai dikenal masyarakat terhadap
ketanggguhannya dalam menghadapi krisis. Mulailah bank konvensional
mencari solusi dan alternatif melalui perbankan dengan sistem syariah. Pada
tahun 1999, berdirilah bank syariah kedua di Indonesia yaitu Bank Syariah
Mandiri, anak perusahaan Bank Mandiri.1
Kemunculan bank syariah sebagai suatu institusi bisnis keuangan
berlandaskan prinsip-prinsip yang dianut dalam syariah Islam, menghadirkan
nuansa baru dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat dunia termasuk
Indonesia.2 Dalam kurun waktu 17 tahun, bank syariah mengalami
perkembangan yang sangat signifikan, meskipun secara nasional market share
bank syariah masih rendah dibandingkan dengan bank konvensional.3 Dengan
semakin ketatnya persaingan antar bank syariah maupun dengan bank
konvensional, membuat bank syariah dituntut untuk memiliki kinerja yang
bagus agar dapat bersaing dalam memperebutkan pasar perbankan nasional di
Indonesia. Selain itu Bank Indonesia juga semakin memperketat dalam
1 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011, Cet. Pertama), h. v 2 Yusak Laksmana, Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah Memahami Praktik
Proses Pembiayaan di Bank Syariah, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), h. 1 3 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011, Cet. Pertama), h. v
2
pengaturan dan pengawasan perbankan nasional. Karena Bank Indonesia tidak
ingin mengulangi peristiwa di awal krisis ekonomi pada tahun 1997 di mana
banyak bank dilikuidasi karena kinerjanya tidak sehat, yang pada akhirnya
merugikan masyarakat.4
Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank
pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun
penyaluran dananya. Penilaian terhadap kinerja suatu bank dapat dilakukan
dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangannya.5 Penilaian kinerja
bagi manajemen merupakan penilaian terhadap prestasi yang dicapai. Hal ini
penting dilakukan oleh pemegang saham, manajemen, pemerintah, maupun
pihak lain yang berkepentingan. Ukuran dari prestasi yang dicapai dapat dilihat
dari profitabilitasnya. Bank perlu menjaga profitabilitas yang tinggi, prospek
usaha yang berkembang, membagikan deviden dengan baik, dan memenuhi
ketentuan prudential banking regulation dengan baik agar kinerjanya dinilai
bagus.6
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran
tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba
yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.7 Penggunaan rasio
profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara
berbagai komponen yang ada di laporan keuangan.8 Salah satu indikator yang
digunakan untuk melihat kinerja keuangan dari sisi profitabilitas adalah Return
on Assets (ROA).9 Return on Assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan
4 Yunanto Adi Kusumo, “Analisis Kinerja Keuangan Bank Syariah Mandiri Periode 2002 –
2007 (dengan Pendekatan PBI No. 9/1/PBI/2007)”, La_Riba Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, No. 1
(Juli 2008): h. 110 5 Lyla Rahma Adyani, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas (ROA)
(Studi pada Bank Umum Syariah yang Terdaftar di BEI Periode Desember 2005-September 2010)”,
Universitas Gadjah Mada (2011), h. 2 6 Rida Hermina & Edy Suprianto, “Analisis Pengaruh CAR, NPL, LDR, dan BOPO terhadap
Profitabilitas (ROE) pada Bank Umum Syariah (Studi Kasus pada Bank Umum Syariah di BEI 2008
– 2012), Jurnal Akuntansi Indonesia, Vol. 3 No. 2 Juli 2014, h. 130 7 Kasmir, Pengantar Manajemen Keuangan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 115 8 Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 196 9 Nur Mawaddah, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Syariah”, Jurnal
Etikonomi Volume 14 (2), Oktober 2015, h. 245
3
hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROA juga
merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola
investasinya.10 Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran
kinerja bank syariah. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, ROA
dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik kemampuan bank dalam
mengatur aset yang dimilikinya secara keseluruhan. Rasio ini sekaligus
merupakan indikator efisiensi manajerial bank yang mengindikasikan
kemampuan manajeman dalam mengelola aset-asetnya untuk memperoleh
keuntungan. Kedua, ROA dapat digunakan untuk membandingkan kinerja antar
bank dari suatu periode ke periode yang lain.11 Kasmir menyatakan bahwa
semakin kecil (rendah) rasio ini, maka semakin kurang baik, demikian pula
sebaliknya.12
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap profitabilitas bank
syariah, yaitu Pembiayaan Bermasalah (NPF), Penghapusbukuan (Write-off),
Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Rasio Efisiensi Operasional (REO).
Pembiayaan bermasalah merupakan risiko pembiayaan yang disebabkan oleh
adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya.13 Dalam
penelitian ini, indikator yang digunakan dalam pembiayaan bermasalah yaitu
Non Performing Financing (NPF) di mana rasio ini digunakan untuk mengukur
tingkat permasalahan Pembiayaan yang dihadapi oleh bank. Semakin tinggi
rasio ini, menunjukkan kualitas Pembiayaan bank syariah semakin buruk.
Dalam penghapusbukuan pembiayaan bermasalah, jumlah pembiayaan debitur
dihapus dari pencatatan neraca, sedangkan kewajiban debitur kepada bank tetap
berjalan.14 Hal itu dilakukan karena untuk menghindari NPF yang tinggi serta
menjaga tingkat profitabilitas agar stabil. Capital Adequacy Ratio (CAR)
10 Kasmir, Pengantar Manajemen Keuangan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 115 11 Kuntari Dasih, “Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Return on Asset Perbankan (Studi
pada Bank Umum yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2013)”, Skripsi S1 Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2014, h. 4-5 12 Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 202 13 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013), h. 260 14 Djoko Retnadi, Memilih Bank yang Sehat Kenali Kinerja dan Pelayanannya, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2006), h. 188
4
merupakan rasio yang berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang
diperlukan untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul dari
penanaman dana dalam aktiva-aktiva produktif yang mengandung risiko serta
untuk membiayai penanaman dana dalam benda dan invetaris.15 Rasio Efisiensi
Operasional (REO) atau lebih dikenal dengan sebutan BOPO merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasionalnya.16 Adapun data mengenai kondisi rasio
keuangan Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2010 – 2015 secara umum
disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1: Kondisi Rasio Keuangan Bank Umum Syariah pada Tahun 2010-
2015 (dalam persen)
Tahun ROA NPF CAR REO
2010 1.67 3.02 16.25 80.54
2011 1.79 2.52 16.63 78.41
2012 2.14 2.22 14.13 74.97
2013 2.00 2.62 14.42 78.21
2014 0.41 4.95 15.74 96.97
2015 0.49 4.84 15.02 97.01
Sumber: Statistik Perbankan Syariah (data diolah)
Berdasarkan tabel 1.1 dapat kita cermati pergerakan rasio ROA Bank
Umum Syariah terjadi fluktuasi dari tahun ke tahun. Rasio ROA mengalami
penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2014 sebesar 1.59% yang
mengindikasikan bahwa terjadi penurunan kemampuan bank dalam
15 Wiji Nurastuti, Teknologi Perbankan, Edisi Pertama Cetakan PertamaI, (Yogyakarta:
GRAHA ILMU, 2011), h. 44 16 Boy Loen dan Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Devisa, (Jakarta, Grasindo,
2007), h. 121
5
menghasilkan laba dan tergolong rendah yaitu terdapat pada peringkat 4 karena
nilai ROA terletak 0% < 0.41% ≤ 0.5% sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia.
Rasio NPF Bank Umum Syariah mengalami kenaikan pada tahun 2014
dengan nilai NPF sebesar 2.33%. Hal yang perlu diperhatikan dalam pergerakan
tahun 2013 ke tahun 2014 adalah kenaikan NPF yang berdampak pada
menurunnya ROA. Fakta ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
tingginya NPF dapat terjadi penurunan pada ROA, sehingga semakin tinggi
nilai NPF akan mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi
profitabilitas atau rentabilitas bank.
Rasio CAR pada tahun 2012 mengalami penurunan yang cukup
signifikan sebesar 2.5% yang diikuti dengan kenaikan rasio ROA sebesar
0.35%. Namun pada tahun 2014, rasio CAR mengalami kenaikan sebesar
1.32% dari tahun sebelumnya yang diikuti dengan penurunan rasio ROA yang
cukup signifikan sebesa 1.59%. Fakta yang terjadi di lapangan bertentangan
dengan teori dan tidak sesuai dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya. Padahal dalam penelitian yang dilakukan oleh Lina Trisnawati
dan Kuntari Dasih menyatakan bahwa variabel CAR berpengaruh positif
terhadap ROA yang berarti bahwa semakin tinggi CAR, ROA akan mengalami
peningkatan.
Rasio Efisiensi Operasional (REO) pun mengalami kenaikan yang
cukup signifikan pada tahun 2014 sebesar 18.76%. Dalam Surat Edaran Internal
Bank Indonesia, rasio yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya
kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan
pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank
kurang efisien dalam mengelola usahanya. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Lina Trisnawati yang menyatakan bahwa variabel BOPO
berpengaruh negatif terhadap ROA. Karena REO pada tahun 2014 mengalami
peningkatan, maka pada tahun yang sama ROA mengalami penurunan yang
cukup signifikan, sehingga berbanding lurus dengan teori dan penelitian yang
ada.
6
Tabel 1.2: Kondisi Aktiva Produktif yang Dihapusbuku pada Tahun 2010-2015
(dalam Miliar Rupiah)
Tahun Bank Umum
Syariah
Keterangan Bank
Konvensional
Keterangan
2010 1.941
115.970
2011 2.350 Naik 1,82% 132.218 Naik 1,60%
2012 2.419 Naik 0,31% 159.833 Naik 2,72%
2013 3.615 Naik 5,33% 180.184 Naik 15,04%
2014 4.878 Naik 5,63% 195.932 Naik 1,55%
2015 7.238 Naik 10,52% 230.274 Naik 3,39%
Sumber: Statistik Perbankan Syariah dan Statistik Perbankan Indonesia (data diolah)
Berdasarkan tabel 1.2 dapat kita cermati bahwa kondisi aktiva produktif
yang dihapusbuku mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jika
dibandingkan dengan hapusbuku yang dilakukan oleh bank konvensional, bank
umum syariah mengalami kenaikan yang cukup besar pada tahun 2015 ketika
bank konvensional hanya mengalami kenaikan sebesar 3,39%. Tingginya nilai
hapusbuku disebabkan oleh peningkatan rasio pembiayaan bermasalah (NPF)
akibat dari pembiayaan yang tidak tumbuh sehingga NPF akan naik.
Dengan dihapusbukukannya sebuah pembiayaan yang sudah macet,
maka angka pembiayaan bermasalah bank (Non Performing Financing/ NPF)
secara langsung akan menurun. Angka NPF yang rendah jelas akan
meningkatkan tingkat kesehatan bank tersebut, karena dianggap memiliki
risiko kredit macet lebih rendah. Selain itu, angka tingkat pengembalian
terhadap aset (Return On Assets/ROA) bank tersebut juga akan membaik,
karena nilai pembagi di dalam ROA menjadi semakin berkurang sedangkan
nilai pembilang (return) konstan. ROA ini akan terus membaik, khususnya
ketika pembiayaan yang telah dihapusbukuan ternyata menghasilkan tingkat
7
recovery yang tinggi. Hasil dari recovery pembiayaan yang telah
dihapusbukukan ini akan menjadi pendapatan operasional lainnya yang jelas
akan sangat membantu mengangkat angka ROA.17
Dengan demikian, berdasarkan fenomena di atas dan adanya temuan
yang berbeda terhadap faktor penentu ROA Bank Umum Syariah dalam
meningkatkan rasio profitabilitas Bank Umum Syariah, maka peneliti tertarik
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pembiayaan Bermasalah,
Penghapusbukuan, Capital Adequacy Ratio, dan Efisiensi Operasional
terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah pada Tahun 2010 – 2015”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah tersebut cukup
luas untuk dibahas dalam penelitian ini, maka penulis perlu untuk
membatasi permasalahan yang akan dibahas. Oleh karena itu, pembahasan
hanya akan dibatasi sebagai berikut:
a. Variabel independen yang digunakan adalah pembiayaan bermasalah
(NPF), penghapusbukuan (Write-off), Capital Adequacy Ratio (CAR)
dan Rasio Efisiensi Operasional (REO)
b. Variabel dependen yang digunakan adalah Return On Assets (ROA).
c. Objek penelitian yang digunakan adalah empat Bank Umum Syariah di
Indonesia yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia, Bank
Jabar Syariah, dan BRI Syariah.
d. Data yang digunakan berdasarkan Laporan Tahunan 4 (empat) Bank
Umum Syariah mulai tahun 2010 hingga tahun 2015.
17 Djoko Retnadi, Memilih Bank yang Sehat Kenali Kinerja dan Pelayanannya, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2006), h. 188
8
2. Perumusan Masalah
a. Apakah pengaruh NPF, penghapusbukuan, CAR, dan efisiensi
operasional secara simultan terhadap Return On Assets Bank Umum
Syariah pada Tahun 2010 – 2015?
b. Apakah pengaruh NPF, penghapusbukuan, CAR, dan efisiensi
operasional secara parsial terhadap Return On Assets Bank Umum
Syariah pada Tahun 2010 – 2015?
c. Variabel mana di antara pembiayaan bermasalah, penghapusbukuan,
Capital Adequacy Ratio, dan efisiensi operasional yang paling dominan
mempengaruhi Return On Assets Bank Umum Syariah pada Tahun 2010
– 2015?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis pengaruh pembiayaan bermasalah,
penghapusbukuan, Capital Adequacy Ratio, dan efisiensi operasional
secara simultan terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah pada
Tahun 2010 – 2015.
b. Untuk menganalisis pengaruh pembiayaan bermasalah,
penghapusbukuan, Capital Adequacy Ratio, dan efisiensi operasional
secara parsial terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah pada
Tahun 2010 – 2015.
c. Untuk mengetahui variabel independen yang paling dominan
mempengaruhi Return On Assets Bank Umum Syariah pada Tahun
2010 – 2015.
9
2. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
a. Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan
dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian
dengan judul yang sejenis dalam memahami mengenai tingkat
rentabilitas/profitabilitas Bank Umum Syariah berdasarkan rasio Return
On Assets.
b. Bagi Instansi Terkait
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan kontribusi
yang baik tentang tingkat rentabilitas/profitabilitas Bank Umum Syariah
di Indonesia serta diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan dalam
pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan nilai ROA, NPF,
penghapusbukuan, REO serta CAR yang ideal bagi Bank Umum
Syariah.
c. Bagi Bank Syariah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada Bank
Syariah dalam meminimalisir pembiayaan bermasalah dan
pertimbangan dalam melakukan penghapusbukuan yang akan
berdampak pada tingkat rentabilitas/profitabilitas Bank Umum Syariah.
d. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi untuk
memperluas wawasan dan pengetahuan tentang tingkat profitabilitas
Bank Umum Syariah bukan hanya dilihat berdasarkan rasio Return On
Assets saja, melainkan rasio yang berkaitan dengan peningkatan tingkat
profitabilitas Bank Umum Syariah.
10
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang masalah, pembatasan masalah dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi landasan teori terhadap hal-hal yang akan dibahas, yang
berisikan teori-teori mengenai pengertian Return On Assets, Non Performing
Financing, Penghapusbukuan, Capital Adequacy Ratio dan Rasio Efisiensi
Operasional, keterkaitan antara variabel independen dengan dependen, review
studi terdahulu, kerangka pemikiran, serta hipotesis penelitian.
BAB III METODOLOGI DAN OBJEK PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang sumber-sumber data dan analisisnya yang
berisi ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber
data, metode analisis data yang terdiri dari uji stasioneritas, uji asumsi klasik,
model regresi data panel, pengujian model, pengujian hipotesis regresi data
panel, dan definisi operasional variabel penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi informasi mengenai Bank Syariah Mandiri, Bank
Muamalat Indonesia, Bank Jabar Syariah, dan BRI Syariah, analisis deskriptif
statisik, perkembangan variabel penelitian, Selain itu, pada bab ini juga
dipaparkan hasil analisis statistik dengan menggunakan regresi data panel
berupa uji stasioneritas, uji asumsi klasik, pemilihan model regresi data panel,
pengujian hipotesis regresi data panel, serta analisis deskriptif komparatif.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat kesimpulan berupa jawaban-jawaban dari
permasalahan penelitian yang telah dikemukan sebelumnya dan memberikan
saran yang membangun sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Return on Assets (ROA)
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah
kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan.18 Manajemen dituntut untuk
meningkatkan imbal hasil (return) bagi pemilik perusahaan, sekaligus juga
meningkatkan kesejahteraan karyawan. Selain bertujuan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, rasio
ini juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam
menjalankan operasional perusahaan. Kinerja yang baik akan ditunjukkan melalui
keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba yang maksimal bagi
perusahaan.19
Return on Assets (ROA) merupakan rasio rentabilitas yang menunjukkan
perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total asset bank, rasio ini
menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang
bersangkutan.20 Di samping itu, hasil pengembalian menunjukkan produktivitas
dari seluruh dana bank, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil
(rendah) rasio ini, maka semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya.21
Hasil pengembalian atas asset merupakan rasio yang menunjukkan
seberapa besar kontribusi asset dalam menciptakan laba bersih. Dengan kata lain,
rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan
dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total asset. Semakin tinggi
hasil pengembalian atas asset berarti semakin tinggi pula jumlah laba bersih yang
18 M. Nur Rianto Al Arif & Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankan Syariah, (Jakarta:
UIN PRESS, 2015), h. 251 19 Hery, Analisis Kinerja Manajemen, (Jakarta: PT Grasindo, 2014), h. 192 20 Dwi Nur’aini Ihsan, Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2013), h. 101 21 Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 202
12
dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total asset. Sebaliknya,
semakin rendah hasil pengembalian atas asset berarti semakin rendah pula jumlah
laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total
asset.22
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, standar ROA yang baik adalah
sekitar 1.5%. Semakin besar ROA menunjukkan bahwa kinerja perusahaan
semakin baik, karena return semakin besar.23 ROA digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan dari
total aktiva yang dimiliki.24 Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian
besarnya ROA karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas lebih
mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang
dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat.25 Perhitungan
ROA terdiri dari:
1. Menghitung Earning Before Tax (EBT) laba perusahaan (bank) sebelum
dikurangi pajak.
2. Menghitung keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh bank yang terdiri dari aktiva
lancar dan aktiva tetap.
Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA = Laba Sebelum Pajak
Total Asset x 100%
22 Hery, Analisis Kinerja Manajemen, (Jakarta: PT Grasindo, 2014), h. 193 23 Lyla Rahma Adyani dan R. Djoko Sampurno, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Profitabilitas (ROA), (Jurnal Universitas Diponogoro, 2011), h. 4 24 M. Nur Rianto Al Arif & Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankan Syariah, (Jakarta:
UIN PRESS, 2015), h. 252 25 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h. 119
13
Tabel 2.1: Kriteria Peringkat Komponen ROA
Rasio Peringkat
ROA > 1.5% 1
1.25% < ROA ≤ 1.5% 2
0.5% < ROA ≤ 1.25% 3
0% < ROA ≤ 0.5% 4
ROA ≤ 0% 5
B. Pembiayaan Bermasalah
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian
fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan deficit unit.26 Pembiayaan dapat dibagi menjadi beberapa jenis
pembiayaan yang berlaku umum baik di bank syariah maupun di bank
konvensional.
a. Pembiayaan dilihat dari tujuannya, antara lain:
(1) Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang diberikan untuk tujuan
konsumtif yang hanya dinikmati oleh pemohon.
(2) Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang dimanfaatkan untuk
kegiatan produksi yang menghasilkan suatu barang atau jasa.
(3) Pembiayaan Perdagangan, yaitu pembiayaan yang diberikan untuk
pembelian barang sebagai persediaan untuk dijual kembali.
b. Pembiayaan dilihat dari jangka waktunya, antara lain:
(1) Pembiayaan jangka pendek (short term financing), yaitu pembiayaan
yang berjangka waktu maksimal 1 tahun.
26 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), h. 160
14
(2) Pembiayaan jangka menengah (medium term financing), yaitu
pembiayaan yang berjangka waktu 1 – 3 tahun.
(3) Pembiayaan jangka panjang (long term financing), yaitu pembiayaan
yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun.
c. Pembiayaan dilihat dari penggunaannya, antara lain:
(1) Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan jangka pendek dan
menengah yang digunakan untuk kebutuhan modal kerja bagi
kelancaran kegiatan usaha, antara lain untuk pembelian bahan baku,
bahan penolong, dan biaya produksi seperti upah tenaga kerja, biaya
distribusi, dan sebagainya.
(2) Pembiayaan Investasi, yaitu pembiayaan jangka menengah dan
panjang untuk melakukan investasi seperti pembelian barang-barang
modal, serta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi maupun ekspansi
usaha yang sudah ada dengan pembelian mesin dan peralatan, dan
pembangunan pabrik.
(3) Pembiayaan Multi Guna, yaitu pembiayaan jangka pendek dan
menengah bagi perorangan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
seperti biaya pendidikan, pembelian aneka peralatan rumah
tangga,dan sebagainya.27
Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting karena dengan
pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama dan menjadi penunjang
kelangsungan usaha bank. Sebaliknya, bila pengelolaannya tidak baik akan
menimbulkan permasalahan dan berhentinya usaha bank. Oleh karena itu
diperlukan adanya suatu manajemen pembiayaan syariah yang baik sehingga
27 Yusak Laksmana, Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2009), h. 23
15
penyaluran dan atau dalam hal ini pembiayaan kepada nasabah bisa efektif dan
efisien sesuai dengan tujuan dari perusahaan maupun syariat Islam itu sendiri.28
2. Non Performing Financing (NPF)
Dalam berbagai peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia,
pembiayaan bermasalah diterjemahkan sebagai Non Performing Financing
(NPF) atau Amwal Mustamirah Ghairu Najihah. 29 Namun, dalam Statistik
Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank
Indonesia dijumpai istilah Non Performing Financings (NPF) atau dalam
kamus Perbankan Syariah disebut duyuunun ma’duumah yang diartikan
sebagai “Pembiayaan non lancar mulai dari kurang lancar sampai dengan
macet”. Dapat disimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan
yang kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar (golongan III),
diragukan (golongan IV), dan macet (golongan V).30
Berdasarkan kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank, NPF bertujuan untuk mengukur tingkat
permasalahan Pembiayaan yang dihadapi oleh bank. Semakin tinggi rasio ini,
menunjukkan kualitas Pembiayaan bank syariah semakin buruk. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut (sesuai Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia
Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank)
NPF = Pembiayaan (KL, D, M)
Total Pembiayaan
Cakupan komponen pembiayaan dan kolektabilitas pembiayaan
berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva
28 Djawahir Hejazziey, Perbankan Syariah dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Deepublish,
2014), h. 137 29 A. Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012), h. 89) 30 Ibid, h. 90
16
Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah
yang berlaku.
Dengan kriteria penilaian sebagai berikut.
Tabel 2.2: Kriteria Peringkat Komponen NPF
Rasio Peringkat
NPF < 2% 1
2% ≤ NPF < 5% 2
5% ≤ NPF < 8% 3
8% ≤ NPF < 12% 4
NPF ≥ 12% 5
3. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah (NPF)
Menurut Sutan Remi Sjahdeini, pembiayaan bermasalah disebabkan
karena nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank karena
faktor-faktor intern nasabah, intern bank, dan atau ekstern bank dan nasabah.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:31
a. Faktor-faktor Intern Bank
Faktor-faktor intern bank yang dapat menyebabkan pembiayaan
bermasalah, antara lain:
(1) Kemampuan dan naluri bisnis analisis pembiayaan belum memadai.
(2) Analis pembiayaan tidak memiliki integritas yang baik.
(3) Para anggota komite pembiayaan tidak mandiri.
(4) Pemutus pembiayaan “takluk” terhadap tekanan yang datang dari
pihak eksternal.
(5) Pengawasan bank setelah pembiayaan diberikan tidak memadai.
31 Ibid, h. 92
17
(6) Pemberian kredit yang kurang cukup atau berlebihan jumlahnya
dibandingkan dengan kebutuhan sesungguhnya.
(7) Bank tidak memiliki sistem dan prosedur pemberian dan pengawasan
kredit yang baik.
(8) Bank tidak mempunyai perencanaan kredit yang baik.
(9) Pejabat bank, baik yang melakukan analis pembiayaan maupun yang
terlibat dalam pemutusan pembiayaan, mempunyai kepentingan
pribadi terhadap usaha/proyek yang dimintakan pembiayaan oleh
calon nasabah.
(10) Bank tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai watak calon
debitur.
b. Faktor-faktor Intern Nasabah
Faktor-faktor intern nasabah yang dapat menyebabkan pembiayaan
bermasalah, antara lain:
(1) Penyalahgunaan pembiayaan oleh nasabah yang tidak sesuai dengan
tujuan perolehan.
(2) Perpecahan di antara para pemilik/pemegang saham.
(3) Key person dari perusahaan sakit atau meninggal dunia yang tidak
dapat digantikan oleh orang lain dengan segera.
(4) Tenaga ahli yang menjadi tumpuan proyek/perusahaan meninggalkan
perusahaan.
(5) Perusahaan tidak efisien, yang terlihat dari overhead cost yang
tertinggi sebagai akibat pemborosan.
c. Faktor-faktor Ekstern Bank dan Nasabah
Faktor-faktor ekstern bank dan nasabah yang dapat menyebabkan
pembiayaan bermasalah, antara lain:
18
(1) Feasibility study yang dibuat konsultan, yang menjadi dasar bank
untuk mempertimbangkan pemberian pembiayaan, telah dibuat tidak
benar.
(2) Laporan yang dibuat oleh akuntan public yang menjadi dasar bank
untuk mempertimbangkan pemberian pembiayaan tidak benar.
(3) Kondisi ekonomi/bisnis yang menjadi asumsi pada waktu pembiayaan
diberikan berubah.
(4) Terjadi perubahan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku
menyangkut proyek atau sektor ekonomi nasabah.
(5) Terjadi perubahan politik di dalam negeri.
(6) Terjadi perubahan di Negara tujuan ekspor dari nasabah.
(7) Perubahan teknologi dari proyek yang dibiayai dan nasabah tidak
menyadari terjadinya perubahan tersebut atau nasabah tidak segera
melakukan penyesuaian.
(8) Munculnya produk pengganti yang dihasilkan oleh perusahaan lain
yang lebih baik dan murah.
(9) Terjadinya musibah terhadap proyek nasabah karena keadaan kahar
(force majeure).
(10) Kurang kooperatifnya pihak perusahaan asuransi yang tidak cepat
memenuhi tuntutan ganti rugi nasabah yang mengalami musibah.
C. Penghapusbukuan (Write Off)
1. Pengertian Penghapusbukuan (Write Off)
Penghapusbukuan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan sistem
pembiayaan dalan suatu bank dengan memindahkan pembiayaan-pembiayaan
bermasalah (macet) yang sulit untuk ditangani dari neraca bank
menjadi ekstrakomtable sehingga tidak membebani kinerja bank lagi, namun tidak
menghapus hak bank untuk menagih pelunasan kepada Debitur.
19
Mekanisme penghapusbukuan pada dasarnya merupakan upaya terakhir
yang dapat dipilih perbankan apabila upaya-upaya penyelamatan pembiayaan yang
lain seperti penagihan intensif, reconditioning, rescheduling, restructuring dan
penjualan agunan tidak memberikan hasil yang memadai, atau debitur melarikan
diri, menghilang, dan tidak bisa dihubungi lagi. Mekanisme hapus buku pada
umumnya kurang populer bagi para pemegang saham karena dapat mengurangi
laba bank dan deviden bagi pemegang saham serta mencerminkan kekurang hati-
hatian manajemen bank dalam mengelola portofolio pembiayaannya.
Penghapusbukuan merupakan mekanisme resmi yang memiliki dasar
hukum, dapat dilakukan kalangan perbankan pada umumnya dalam menangani
portofolio pembiayaan bermasalahnya di mana dana yang dipergunakan untuk
hapus buku tersebut sebenarnya telah disiapkan dengan pembentukan cadangan
penghapusan aktiva produktif sesuai Peraturan Bank Indonesia.32
Hal itu diperkuat dengan adanya dasar hukum mengenai hapus buku, sebagai
berikut:
(1) Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 54 ayat
(1) huruf d yang berbunyi “Dalam hal Bank Syariah mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia berwenang
melakukan tindakan dalam rangka tindak lanjut pengawasan antara lain
meminta Bank Syariah menghapusbukukan penyaluran dana yang macet dan
memperhitungkan kerugian Bank Syariah dengan modalnya”.33
(2) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah yang tercantum dalam BAB IV mengenai hapus buku.34
32 Bagaskara, “Permasalahan Hapus Buku Kredit Bank Pemerintah”, diakses pada tanggal 17
November 2016 dari: https://legalbanking.wordpress.com/2013/10/01/permasalahan-hapus-buku-
kredit-bank-pemerintah/ 33 Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
Press, 2013), h. 93 36 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Bogor: GHALIA INDONESIA, 2009), h. 121 37 Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-aspek Operasi Bank Umum, (Jakarta: BUMI
AKSARA, 1999), h. 92
22
akibat dair kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko.38
Capital Adequacy Ratio (CAR) bertujuan untuk mengukur kecukupan modal bank
dalam menyerap kerugian dan pemenuhan ketentuan KPMM yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, Capital Adequacy Ratio (CAR)
mempunyai nilai minimal 8%. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa bank
semakin solvable.39
Rumus untuk menghitung CAR sebagai berikut:
CAR = Modal Inti + Pelengkap
ATMR
Modal bank terdiri dari dua komponen yaitu modal inti dan modal
pelengkap. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang
terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba
ditahan. Sedangkan modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap,
penyisihan penghapusan aktiva produktif, modal pinjaman, dan pinjaman
subordinasi. Kebutuhan modal minimum bank dihitung berdasarkan ATMR
(Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) yang merupakan penjumlahan ATMR aktiva
neraca dan ATMR aktiva administratif. ATMR aktiva neraca diperoleh dengan
cara mengalikan nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko
masing-masing aktiva. ATMR aktiva administratif diperoleh dengan cara
mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan
risiko.40
38 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Bogor: GHALIA INDONESIA, 2009), h. 121 39 Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank, h. 230 40Lyla Rahma Adyani dan R. Djoko Sampurno, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Profitabilitas (ROA), (Jurnal Universitas Diponogoro, 2011), h. 5
23
E. Rasio Efisiensi Operasional
1. Pengertian Efisiensi
Efisiensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk
memaksimalkan output dengan menggunakan input tertentu atau
menggunakan input secara minimal untuk menghasilkan output tertentu.
Ukuran ini mengacu pada efisiensi teknis atau operasional (TE) yang
mencerminkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh output yang
optimal dari suatu input yang digunakan, atau sebaliknya, kemampuan
perusahaan untuk memanfaatkan setidaknya suatu input untuk menghasilkan
jumlah tertentu dari output.41
Bank dapat dikategorikan efisien tergantung dari cara manajemen
memproses input menjadi output.42 Begitu pentingnya efisiensi pada bank,
selain dapat memperlihatkan bahwa bank tersebut sehat, efisiensi juga dapat
menarik investor atau masyarakat untuk menginvestasikan dananya di bank.
Efisiensi juga diperlukan dalam hal persaingan antar bank, semakin efisien
sebuah bank, maka bank tersebut akan menghasilkan profit yang optimal,
sehingga bank yang efisien akan lebih unggul dari bank yang inefisien. Sebagai
lembaga intermediasi, dunia perbankan harus bertindak rasional dan efisiensi
merupakan salah satu kata kunci yang harus selalu diperhatikan.43
41 Dadang Muljawan, dkk, Faktor-faktor Penentu Efisiensi Perbankan Indonesia serta
Dampaknya terhadap Perhitungan Suku Bunga Kredit, (Working Paper Bank Indonesia, Desember
2014), h. 6 42 Daris Purba, Pengaruh Kecukupan Modal, Likuiditas dan Efisiensi Operasional terhadap
Profitabilitas pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 37 43 Asep Saepullah, Efisiensi Perbankan Indonesia: Komparasi, Evaluasi, dan Solusi, (Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 3
24
2. Rasio Efisiensi Operasional (REO)
Rasio Efisiensi Operasional (REO) atau lebih dikenal dengan sebutan
BOPO merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya.44 Rasio yang
sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional
yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. 45 Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut (sesuai Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank)
REO = BO
PO
Data biaya operasional yang digunakan adalah beban operasional
termasuk kekurangan PPAP. Sedangkan data pendapatan operasional yang
digunakan adalah data pendapatan operasional setelah distribusi bagi hasil.
Dengan kriteria penilaian peringkat sebagai berikut:
Rasio Peringkat
REO ≤ 83% 1
83% < REO ≤ 85% 2
85% < REO ≤ 87% 3
87% < REO ≤ 89% 4
REO > 89% 5
44 Boy Loen dan Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Devisa, (Jakarta, Grasindo,
2007), h. 121 45 Iswi Hariyani, Restrukturisasi & Penghapusan Kredit Macet, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2010), h. 55
25
REO suatu upaya bank untuk meminimalkan risiko operasional, yang
merupakan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank. Risiko operasional
berasal dari kerugian operasional jika terjadi penurunan keuntungan yang
dipengaruhi oleh struktur biaya operasional, dan kemungkinan terjadinya
kegagalan atas jasa-jasa dan produk-produk. Biaya dana bagi bank merupakan
biaya operasional dengan jumlah terbesar.46
Baiknya kinerja keuangan tersebut diperoleh karena efisiensi
operasional yang berhasil diterapkan. Dengan jumlah cabang yang banyak dan
luas tetap mampu mempertahankan operasional dengan efisiensi yang tinggi.
Biaya operasional masih jauh di bawah pendapatan nasional. Efisiensi juga
dilakukan cukup baik terhadap asset sehigga mampu mengimbangi
pertumbuhan asset dan modal yang berakibat pada tingginya perolehan
rentabilitas.47
F. Keterkaitan antar Variabel Penelitian
1. Keterkaitan antara Non Performing Financing (NPF) terhadap Return
On Assets (ROA)
Rasio ini mengukur tingkat pembiayaan bermasalah yang terdapat pada
suatu bank syariah yang merupakan salah satu indikator kunci dalam menilai
kinerja keuangan bank. NPF tinggi merupakan indikasi adanya masalah dalam
bank tersebut, jika tidak segera mendapatkan solusi maka akan berdampak
pada bank, di antaranya dapat mengurangi jumlah modal yang dimiliki oleh
46 Rendy Kamal, Analisis Pengaruh Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia periode September 2009 –
Desember 2013, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h.
49 47 Rizky Aryo Wichaksono, Analisis Pengaruh Faktor Eksternal dan Internal Perbankan
Syariah terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Perbankan Syariah periode 2010 – 2014, (Skripsi S1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 32
26
bank.48 Menurut teori, semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas
Pembiayaan bank syariah semakin buruk.
Lukman Dendawijaya mengemukakan bahwa akibat dari timbulnya
pembiayaan bermasalah dapat berupa:
- Dengan adanya pembiayaan bermasalah bank akan kehilangan
kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari pembiayaan yang
diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh
buruk bagi profitabilitas atau rentabilitas bank.
- Return On Assets (ROA) mengalami penurunan.
Mahmoedin mengatakan bahwa jika terjadi pembiayaan bermasalah yang
mengarah kepada pembiayaan macet dan merugikan, maka tingkat
profitabilitas pasti terganggu.49 Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin
tinggi nilai NPF suatu bank syariah dapat mengakibatkan menurunnya tingkat
profitabilitas, sehingga NPF berpengaruh negatif terhadap tingkat profitabilitas
bank itu sendiri.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Amrina Rosyada (2015)
menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif anara NPF dan besarnya Return
On Asset (ROA). Apabila NPF semakin kecil maka besarnya nilai ROA
semakin besar, begitupun sebaliknya. Kedua, Melinda Sulistyo Rini (2016)
menyatakan bahwa NPF berpengaruh negatif terhadap ROA Bank Umum
Syariah di Indonesia periode 2011 – 2015, jika bank mempunyai NPF yang
tinggi, hal itu menunjukkan bahwa bank tersebut tidak professional dalam
pengelolaan pembiayaannya, sekaligus memberikan indikasi bahwa tingkat
risiko atas pemberian pembiayaan pada bank tersebut cukup tinggi. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel Non Performing Financing
48 Edy Setiadi, Buku Materi Kuliah Manajemen Treasury Bank Syariah, (Jakarta: UIN Jakarta,
Edisi 1 – 2013), h. 217 49 Mahmoeddin, Melacak Kredit Bermasalah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), h. 20
27
(NPF) memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan variabel Return On
Assets (ROA).
2. Keterkaitan antara Write Off (WO) terhadap Return On Assets (ROA)
Penghapusbukuan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan
sistem pembiayaan dalan suatu bank dengan memindahkan pembiayaan-
pembiayaan bermasalah (macet) yang sulit untuk ditangani dari neraca bank
menjadi ekstrakomtable sehingga tidak membebani kinerja bank lagi, namun
tidak menghapus hak bank untuk menagih pelunasan kepada Debitur. Jika
jumlah penghapusbukuan meningkat, akan sedikit mempengaruhi
pengurangan atau peningkatan laba dikarenakan pada saat terjadinya beban
pencadangan kerugian telah dibebankan terlebih dahulu ketika pembiayaan
macet tersebut tergolong dalam pembiayaan bermasalah.50 Dengan
dihapusbukukannya sebuah pembiayaan yang sudah macet, maka angka
pembiayaan bermasalah bank (NPF) secara langsung akan menurun. Angka
NPF yang rendah jelas akan meningkatkan tingkat kesehatan bank tersebut,
karena dianggap memiliki risiko pembiayaan macet lebih rendah. Selain itu,
angka tingkat pengembalian terhadap aset (ROA) bank tersebut juga akan
membaik, khususnya ketika pembiayaan yang telah dihapusbukukan ternyata
menghasilkan tingkat recovery yang tinggi. Hasil dari recovery pembiayaan
yang terlah dihapusbukukan ini akan menjadi pendapatan operasional lainnya
yang jelas akan sangat membantu meningkatkan angka ROA.51 Dengan
demikian, penhapusbukuan berpengaruh negatif terhadap ROA.
50 Raden Cahya Rahmadiansyah, Pengaruh Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) dan
Penghapusan Kredit Bermasalah terhadap Net Profit Margin (Studi Kasus pada Bank Umum yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia), (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama, 2012), h.
40 51 Djoko Retnadi, Memilih Bank yang Sehat Kenali Kinerja dan Pelayanannya, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2006), h. 190-191
28
Namun, penelitian yang dilakukan oleh Raden Cahya Rahmadiansyah
menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
penghapusan kredit terhadap NPM. Karena penghapusan kredit hanya
berpengaruh terhadap menurunnya kualitas kredit, adapun penyisihan kredit
yang digunakan pada saat penghapusan berasal dari pencadangan kerugian
kredit yang telah dibentuk sebelumnya. Sehingga penghapusan kredit
bermasalah tidak berpengaruh secara langsung dan signifikan. Penelitian lain
juga menunjukkan bahwa penghapusan kredit tidak berpengaruh terhadap
perubahan NPM Bank BRI, di mana NPM bank BRI tetap meningkat walaupun
penghapusan kredit mengalami fluktuasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa variabel Write Off (WO) memiliki keterkaitan dan ketergantungan
dengan variabel Return On Assets (ROA) meskipun tidak secara langsung.
3. Keterkaitan antara Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return On
Assets (ROA)
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami oleh bank-
bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat
bersumber dari dua hal, pertama karena modal yang jumlahnya kecil, kedua
karena kualitas modal yang buruk. Rasio ini merupakan perbandingan antara
jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya
sebesar 8%.52 Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa bank semakin
solvable. Dengan semakin meningkatnya tingkat solvabilitas bank, maka
secara tidak langsung akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja bank,
karena kerugian-kerugian yang ditanggung bank dapat diserap oleh modal
yang dimiliki bank tersebut. Semakin kecil risiko maka semakin meningkat
52 M. Nur Rianto Al Arif & Yuke Rahmawati, Manajemen Risiko Perbankan Syariah, (Jakarta:
UIN PRESS, 2015), h. 246
29
keuntungan yang diperoleh, sehingga CAR berpengaruh positif terhadap
perubahan laba.53
Pernyataan tersebut didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan
oleh Lina Trisnawati yang menyatakan bahwa variabel CAR berpengaruh
positif terhadap ROA pada Bank Umum Syariah Devisa di Indonesia periode
2010 – 2014. Berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan
yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi profitabilitas. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Kuntari
Dasih (2014) menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan
terhadap ROA bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2007 – 2013, yang berarti bahwa faktor permodalan memainkan peranan
penting dalam menunjang keuntungan bank. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki
keterkaitan dan ketergantungan dengan variabel Return On Assets (ROA).
4. Keterkaitan antara Rasio Efisiensi Operasional (REO) terhadap Return
On Assets (ROA)
Rasio efisiensi operasional ini digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional
yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Seperti yang dikemukan oleh Endang
Hugraheni, Lukman Dendawijaya menyatakan bahwa setiap peningkatan biaya
operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada
akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang
53 Nur Aini, Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, dan Kualitas Aktiva Produktif terhadap
Perubahan Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI) Tahun 2009 –
2011), (Jurnal Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan, Vol. 2, No. 1, Mei 2013), h. 18
30
bersangkutan. Dalam Surat Edaran Internal Bank Indonesia, rasio yang
semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam
menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya
yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam
mengelola usahanya. Sebaliknya menurut Veithzal, semakin kecil rasio biaya
(beban) operasionalnya akan lebih baik, karena bank yang bersangkutan dapat
menutup biaya (beban) operasional dengan pendapatan operasionalnya.54
Hal ini didukung oleh penelitian Lina Trisnawati yang menyatakan
bahwa variabel BOPO secara parsial berpengaruh negatif terhadap ROA. Hal
ini disebabkan karena tingkat efisiensi bank dalam menjalankan operasinya
berpengaruh terhadap pendapatan yang dihasilkan oleh bank tersebut. Selain
itu, penelitian yang dilakukan oleh Rendy Kamal dan Ismah Wati juga
menyatakan bahwa BOPO berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap
laba dan menunjukkan bahwa menurunnya nilai BOPO akan membuat laba
pada bank syariah meningkat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
variabel Rasio Efisiensi Operasional (REO) memiliki keterkaitan dan
ketergantungan dengan variabel Return On Assets (ROA).
54 Endang Hugraheni, “Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing to Deposit
Ratio (FDR), Beban Operasional-Pendapatan Operasional (BOPO), dan Non Performing Financing
(NPF) terhadap Return On Asset (ROA) pada PT. Bank Syariah Mandiri”, Master Thesis, Program
Pasca Sarjana UIN-SU, 2015, h. 25
31
G. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu)
No.
Judul
Penelitian/Peneliti
/Tahun
Variabel dan Metode Penelitian
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Pengaruh Capital
Adequacy Ratio
(CAR), Non
Performing
Financing (NPF),
Net Interest
Margin (NIM),
Biaya Operasional
Pendapatan
Operasional
(BOPO), dan
Inflasi terhadap
Return On Asset
(ROA) Studi Kasus
pada Bank Umum
Syariah Devisa di
Indonesia Periode
2010-2014 (Lina
Trisnawati, 2016)
Menggunakan
variabel CAR,
NPF dan BOPO
sebagai variabel
independen dan
variabel ROA
sebagai variabel
dependen.
1. Menggunakan
variabel Write
off sebagai
pengganti
variabel
inflasi.
2. Menggunakan
metode
analisis regresi
data panel
dengan
program
eviews.
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa CAR, NPF,
NIM, BOPO dan
Inflasi secara
simultan
berpengaruh
terhadap ROA.
Sedangkan secara
parsial, CAR dan
NPF yang
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap ROA dan
BOPO berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
ROA. Sedangkan
NIM dan inflasi
tidak berpengaruh
terhadap ROA.
2. Analisis Pengaruh
Non Performing
1. Menggunakan
variabel CAR,
1. Menggunakan
variabel Write
Hasil penelitian
menunjukkan
32
Financing (NPF),
Biaya Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO), Capital
Adequacy Ratio
(CAR) dan
Sertifikat Bank
Indonesia Syariah
(SBIS) terhadap
Laba Perbankan
Syariah di
Indonesia periode
September 2009 –
Desember 2013
(Rendy Kamal,
2014)
NPF dan
BOPO sebagai
variabel
independen.
2. Menggunakan
Eviews
sebagai alat
analisis.
off sebagai
pengganti
variabel SBIS.
2. Menggunakan
variabel ROA
sebagai
variabel
dependen.
3. Menggunakan
metode
analisis regresi
data panel.
bahwa variabel NPF
dan BOPO
mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
laba perbankan
syariah di Indonesia.
Sedangkan CAR
dan SBIS tidak
mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
laba perbankan
syariah di Indonesia.
3. Pengaruh Capital
Adequacy Ratio
(CAR), Financing
to Deposit Ratio
(FDR), dan Non
Performing
Financing (NPF)
terhadap
Profitabilitas Bank
Umum Syariah di
Menggunakan
variabel CAR dan
NPF sebagai
variabel
independen dan
variabel ROA
sebagai variabel
dependen.
1. Menggunakan
variabel Write
off sebagai
pengganti
variabel FDR.
2. Menambahkan
variabel REO
sebagai
variabel
independen.
Hasil penelitian ini
secara simultan
variabel CAR, FDR
dan NPF
mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
ROA pada Bank
Umum Syariah di
Indonesia.
33
Indonesia periode
2011 – 2015
(Melinda Sulistyo
Rini, 2016)
3. Menggunakan
metode
analisis regresi
data panel
dengan
program
eviews.
Sedangkan secara
parsial, hanya
variabel NPF yang
berpengaruh
terhadap ROA pada
Bank Umum
Syariah di
Indonesia.
4. Pengaruh Kredit
Bermasalah (Non
Performing Loan)
dan Penghapusan
Kredit Bermasalah
terhadap Net Profit
Margin (Studi
Kasus pada Bank
Umum yang
Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia)
(Raden Cahya
Rahmadiansyah,
2012)
Menggunakan
variabel NPF dan
Penghapusan
Kredit
Bermasalah
sebagai variabel
independen.
1. Menambahkan
variabel CAR
dan BOPO
sebagai
variabel
independen.
2. Variabel ROA
sebagai
variabel
dependen.
3. Menggunakan
metode
analisis regresi
data panel
dengan
program
eviews.
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa secara
parsial, kredit
bermasalah
memiliki pengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
NPM. Sedangkan
penghapusan kredit
tidak memiliki
pengaruh yang
signifikan terhadap
NPM.
34
5. Analisis Kredit
Bermasalah dan
Penghapusan
Kredit Bermasalah
terhadap
Peningkatan Net
Profit Margin
(Studi Kasus pada
PT. Bank Rakyat
Indonesia
(Persero), Tbk
Tahun 2011-2013)
(Herry Goenawan
Soedarsa dan Apri
Irianti Raharjo,
2015)
Menggunakan
variabel NPF dan
Penghapusan
Kredit
Bermasalah
sebagai variabel
independen.
1. Menambahkan
variabel CAR
dan BOPO
sebagai
variabel
independen.
2. Variabel ROA
sebagai
variabel
dependen.
3. Menggunakan
metode
analisis regresi
data panel
dengan
program
eviews.
Hasil penelitian
menunjukkan kredit
bermasalah
berpengaruh positif
terhadap
peningkatan NPM
dan penghapusan
kredit bermasalah
tidak berpengaruh
terhadap
peningkatan NPM.
6. Analisis Pengaruh
Inflasi, Nilai
Tukar, Capital
Adequacy Ratio,
Biaya Operasional
dan Pendapatan
Operasional
terhadap
Profitabilitas pada
Perbankan Syariah
periode 2010 –
Menggunakan
variabel CAR dan
BOPO sebagai
variabel
independen dan
variabel ROA
sebagai variabel
dependen.
1. Penambahan
variabel NPF
dan Write Off
sebagai
variabel
independen.
2. Menggunakan
metode
analisis regresi
data panel
dengan
Hasil penelitian
menunjukkan
variabel Kurs dan
BOPO berpengaruh
signifikan secara
parsial terhadap
ROA sedangkan
variabel inflasi dan
CAR tidak
berpengaruh secara
35
2014 (Muhamad
Rafi Maulana,
2015)
program
eviews.
parsial terhadap
ROA.
7. Pengaruh Capital
Adequacy Ratio,
Non Performing
Financing, dan
Financing to
Deposito Ratio
terhadap Return On
Asset dan Return
On Equity pada
Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
(Studi pada BPRS
di Wilayah
Jabodetabek)
(Nuke Wulandari,
2016)
Menggunakan
variabel NPF dan
CAR sebagai
variabel
independen dan
variabel ROA
sebagai salah satu
variabel
dependen.
1. Penambahan
variabel BOPO
dan Write Off
sebagai
variabel
independen.
2. Melakukan
pengujian
asumsi klasik.
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa variabel
CAR dan NPF tidak
mempengaruhi
ROA dan ROE.
Sedangkan variabel
FDR mempengaruhi
ROA dan ROE.
8. Analisis Pengaruh
Efisiensi
Operasional
terhadap Kinerja
Profitabilitas pada
Sektor Perbankan
Syariah (Studi
Kasus pada Bank
Menggunakan
variabel CAR,
NPF dan BOPO
sebagai variabel
independen dan
variabel ROA
sebagai variabel
dependen.
1. Menggunakan
variabel Write
off sebagai
pengganti
variabel FDR.
2. Menggunakan
metode
analisis regresi
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa pengaruh
CAR dan NPF
terhadap ROA tidak
signifikan.
Sedangkan BOPO
dan FDR
36
Umum Syariah di
Indonesia Tahun
2007 – 2010)
(Ishmah Wati,
2012)
data panel
dengan
program
eviews.
berpengaruh
signifikan terhadap
ROA. Dalam
hubungannya
dengan ROE, hanya
CAR dan BOPO
yang berpengaruh
signifikan,
sedangkan NPF dan
FDR tidak
berpengaruh secara
signifikan.
9 Pengaruh
Kecukupan Modal,
Likuiditas, dan
Efisiensi
Operasional
terhadap
Profitabilitas pada
PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk
periode 2005 –
2010 (Daris Purba,
2011)
Menggunakan
variabel CAR dan
BOPO sebagai
variabel
independen dan
variabel ROA
sebagai variabel
dependen.
1. Penambahan
variabel NPF
dan Write Off
sebagai
variabel
independen.
2. Menggunakan
metode analisis
regresi data
panel dengan
program
eviews.
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa CAR, FDR
dan BOPO
berpengaruh secara
signifikan terhadap
ROA sebesar
89,30%. Sedangkan
secara parsial hanya
rasio FDR yang
berpengaruh secara
signifikan terhadap
ROA.
10 Faktor – Faktor
Penentu
Menggunakan
variabel BOPO
1. Menggunakan
variabel Write
Hasil penelitian
menunjukkan
37
Profitabilitas Bank
Syarih di Indonesia
(Sri Muliawati,
2015)
dan NPF sebagai
variabel
independen dan
variabel ROA
sebagai variabel
dependen.
off dan CAR
sebagai
pengganti
variabel DPK,
FDR, dan
SWBI.
2. Menggunakan
metode analisis
regresi data
panel dengan
program
eviews.
bahwa DPK, NPF,
FDR, BOPO dan
SWBI secara
simultan
berpengaruh
terhadap
ROA
sebesar 93,2%.
Sedangkan secara
parsial, variabel
DPK, FDR dan
BOPO
berpengaruh negatif
terhadap ROA.
Sedangkan untuk
variabel NPF dan
SWBI
berpengaruh positif
terhadap ROA.
11 Pengaruh Loan To
Deposit Ratio dan
Capital Adequacy
Ratio terhadap
Profitabilitas Bank
Umum
Konvensional di
Indonesia Tahun
2010 – 2014
Menggunakan
variabel CAR dan
NPL sebagai
variabel
independen dan
variabel ROA
sebagai variabel
dependen.
1. Menggunakan
variabel Write
off dan BOPO
sebagai
pengganti
variabel LDR
2. Menggunakan
metode analisis
regresi data
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa LDR
berpengaruh positif
terhadap
profitabilitas
sedangkan CAR dan
NPL berpengaruh
negatif terhadap
38
dengan Non
Performing Loan
sebagai
Pemoderasi (I
Wayan Suka
Negara dan Ni
Kadek Desy
Natalia, 2016)
panel dengan
program
eviews.
profitabilitas. NPL
berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
terhadap hubungan
antara LDR dengan
profitabilitas dan
NPL berpengaruh
positif terhadap
hubungan antara
CAR dengan
profitabilitas.
12 Pengaruh Rasio
CAR, NPL, LDR,
BOPO, Dan NIM
terhadap
Kinerja Bank
Umum di
Indonesia (Dwi
Priyanto Agung
Raharjo, Bambang
Setiaji dan
Syamsudin, 2014)
Menggunakan
variabel CAR,
NPL, dan BOPO
sebagai variabel
independen dan
variabel ROA
sebagai variabel
dependen.
1. Menggunakan
variabel Write
off sebagai
pengganti
variabel NIM.
2. Menggunakan
metode analisis
regresi data
panel dengan
program
eviews.
Hasil penelitian in
menunjukkan
bahwa CAR, NPL,
LDR, dan BOPO
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap ROA.
Sedangkan NIM
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap ROA.
13 Pengaruh CAR,
FDR, dan BOPO
terhadap ROA
Bank Umum
Syariah Indonesia
Menggunakan
variabel CAR dan
BOPO sebagai
variabel
independen dan
1. Menggunakan
variabel Write
off dan NPF
sebagai
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa Capital
Adequacy Ratio
39
(Studi Kasus Pada
Bank Syariah di
Indonesia) (Sylvia
Nurul Maulida,
2015)
variabel ROA
sebagai variabel
dependen.
pengganti
variabel FDR.
2. Menggunakan
metode analisis
regresi data
panel dengan
program
eviews.
(CAR), dan Biaya
Operasional
terhadap
pembiayaan
Operasional
(BOPO)
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap ROA,
sedangkan
Financing to
Deposit
Ratio (FDR)
bepengaruh negatif
dan tidak signifikan
terhadap ROA.
H. Kerangka Pemikiran
Kerangka teoritis merupakan model konsep dari suatu teori atau logika
pengertian yang saling berhubungan di antara beberapa faktor penting pada
masalah penelitian. Kerangka teoritis akan menghasilkan kerangka berpikir yang
baik. Sekaran (2003) mengungkapkan bahwa kerangka berpikir merupakan model
tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir akan menyatukan
secara teoritis antar variabel yang diteliti. Kerangka berpikir yang baik akan
memuat variabel dan penjelasannya, adanya teori yang mendasari hubungan
40
variabel, mampu menunjukkan posisi variabel dan hubungan (kausal dan simetris),
baiknya dinyatakan dalam diagram hubungan variabel.55
55 Tony Wijaya, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
GRAHA ILMU, 2013), h. 11
41
Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran
Bank Umum Syariah
Laporan Keuangan
NPF (X1) CAR (X2) WO (X3) REO (X4)
Uji Stasioner Data
Pemilihan Model Estimasi Data Panel
Uji Asumsi Klasik
Uji Fixed Effect Uji Common Effect Uji Random Effect
Uji Chow Uji Hausman
Model Estimasi Terpilih
Uji F Uji t Uji R2
Interpretasi
Kesimpulan
ROA (Y)
42
I. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan yang
ingin dicari.56 Hipotesis tidak pernah dibuktikan kebenarannya tetapi diuji
validitasnya dengan data atau fakta-fakta yang ada.57 Adapun hipotesis dari
penelitian ini sebagai berikut:
1. Variabel Pembiayaan Bermasalah (NPF) (X1)
H0 : tidak terdapat pengaruh secara signifikan dari Pembiayaan
Bermasalah terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah.
H1 : terdapat pengaruh secara signifikan dari Pembiayaan Bermasalah
terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah.
2. Variabel Penghapusbukuan (WO) (X2)
H0 : tidak terdapat pengaruh secara signifikan dari Penghapusbukuan
terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah.
H1 : terdapat pengaruh secara signifikan dari Penghapusbukuan
terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah.
3. Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) (X3)
H0 : tidak terdapat pengaruh secara signifikan dari Capital Adequacy
Ratio terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah.
H1 : terdapat pengaruh secara signifikan dari Capital Adequacy Ratio
terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah.
56 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 151 57 Ibid, h. 161
43
4. Variabel Rasio Efisiensi Operasional (REO) (X4)
H0 : tidak terdapat pengaruh secara signifikan dari Rasio Efisiensi
Operasional terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah.
H1 : terdapat pengaruh secara signifikan dari Rasio Efisiensi
Operasional terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah.
5. Variabel Pembiayaan Bermasalah (X1), Penghapusbukuan (X2), Capital
Adequacy Ratio (X3) dan Rasio Efisiensi Operasional (X4)
H0 : tidak terdapat pengaruh signifikan secara dari Pembiayaan
Bermasalah, Penghapusbukuan, Capital Adequacy Ratio dan
Rasio Efisiensi Operasional terhadap Return On Assets Bank
Umum Syariah.
H1 : terdapat pengaruh signifikan secara dari Pembiayaan Bermasalah,
Penghapusbukuan, Capital Adequacy Ratio dan Rasio Efisiensi
Operasional terhadap Return On Assets Bank Umum Syariah.
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai pengaruh variabel dependen yaitu
Return On Assets (ROA) terhadap variabel independen yaitu Pembiayaan
Bermasalah (NPF), Penghapusbukuan (WO), Capital Adequacy Ratio (CAR),
dan Rasio Efisiensi Operasional (REO). Penelitian ini adalah penelitian tentang
analisis pengaruh karena bertujuan untuk meneliti hubungan pengaruh antara
dua variable atau lebih.
Objek penelitian ini yaitu 4 Bank Umum Syariah yang pernah
mengalami NPF lebih dari 5% dan melakukan Write Off / Penghapusbukuan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data panel karena
gabungan antara data 4 Bank Umum Syariah yang sifatnya time series.
Penelitian ini mencakup komponen-komponen yang terdapat dalam data
laporan keuangan tahunan bank umum syariah yang dipublikasikan oleh
masing-masing bank di website resminya.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Studi Kepustakaan (Libray Research)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari membaca literatur seperti buku, jurnal, artikel, internet dan
sumber informasi lainnya yang dapat menunjang penelitian ini untuk
memperoleh data yang valid dan dapat memecahkan permasalahan yang ada
dalam penelitian ini.
2) Penelitian Lapangan (Field Research)
Data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini diperoleh dari
Laporan Keuangan Tahunan 4 Bank Umum Syariah mulai dari tahun 2010
45
sampai dengan tahun 2015 yang telah dipublikasikan oleh setiap bank
umum syariah melalui website resminya.
C. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat
kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan fenomena-fenomena objektif dan
dikaji secara kuantitatif. Maksimalisasi objektivitas desain penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur
dan percobaan terkontrol.58
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif di
mana jenis data yang biasanya dinyatakan dengan satuan angka-angka, baik
diperoleh dari sumber aslinya maupun diperoleh melalui hasil pengukuran
statistik menggunakan teknik-teknik statistik yang telah dilakukan
sebelumnya.59 Data dalam penelitian ini diperoleh melali data sekunder, yaitu
data yang diperoleh dari sumber yang menerbitkan dan bersifat siap pakai.
Karena data sekunder mampu memberikan informasi dalam pengambilan
keputusan meskipun dapat diolah lebih lanjut. 60
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah di
Indonesia. Populasi didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengamatan atau
obyek yang mejadi perhatian kita, baik yang terhingga maupun yang tak
terhingga.61 Selain itu, populasi juga sebagai seluruh kumpulan elemen (orang,
kejadian,produk) yang dapat digunakan untuk membuat beberapa kesimpulan.62
Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah per Januari 2017, jumlah Bank Umum
58 Asep Saepul Hamdi, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan,
(Yogyakarta: Deepublish, November 2014), h. 5 59 Muhammad Teguh, Metode Kuantitatif untuk Analisis Ekonomi dan Bisnis, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014), h. 12 60 Tony Wijaya, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), h. 19 61 Ronald E. Walpole, Pengantar Statistika Edisi ke-3, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1992), h. 6 62 Tony Wijaya, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), h. 27
46
Syariah sebanyak 13 BUS. Waktu penelitian ini yaitu dari tahun 2010 sampai
dengan 2015.
Berikut ini adalah daftar nama Bank Umum Syariah di Indonesia
Tabel 3.1: Populasi Bank Umum Syariah
No. Bank Umum Syariah
1. PT. Bank Aceh Syariah
2. PT. Bank Muamalat Indonesia
3. PT. Bank Victoria Syariah
4. PT. BRISyariah
5. PT. Bank Jabar Banten Syariah
6. PT. Bank BNI Syariah
7. PT. Bank Syariah Mandiri
8. PT. Bank Mega Syariah
9. PT. Bank Panin Syariah
10. PT. Bank Syariah Bukopin
11. PT. BCA Syariah
12. PT. Maybank Syariah Indonesia
13. PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Tahun 2017
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil/ditentukan
berdasarkan karakterisik dan teknik tertentu.63 Dalam penelitian ini, sampel
yang diambil adalah 4 Bank Umum Syariah. Hal itu didasarkan pada
pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling yaitu sampel yang
memiliki tujuan untuk memahami informasi tertentu pada sumber tertentu.
Sampel ini dapat dikelompokkan menjadi sampel keputusan (judgment) yang
memilih anggota-anggota sampel yang sesuia dengan beberapa kriteria tertentu
tas dasar catatan yang lalu atau tujuan penelitian yang ingin dicapai.64
63 Ibid, h. 27 64 Ibid, h. 28
47
Kriteria yang dipilih yaitu Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank
Indonesia, yang telah mempublikasikan laporan keuangan tahunan (Annual
Report), yang pernah mengalami NPF lebih dari 5% dan yang melakukan write
off pada tahun 2010 – 2015.
Tabel 3.2: Karakteristik Pengambilan Sampel
No. Kriteria
Tidak
Masuk
Kriteria
∑
1.
Bank Umum Syariah yang terdaftar di
Bank Indonesia pada tahun 2010 –
2015
1 12
2.
Bank Umum Syariah yang telah
mempublikasikan laporan keuangan
tahunan (Annual Report) pada tahun
2010 – 2015
1 12
3.
Bank Umum Syariah yang pernah
mengalami NPF lebih dari 5% pada
tahun 2010 – 2015
9 4
4. Bank Umum Syariah yang melakukan
write off pada tahun 2010 – 2015 9 4
5. Waktu Penelitian 6
Jumlah Sampel Penelitian (x 6 tahun) 24
Sumber: data sekunder yang diolah
Berdasarkan kriteria tersebut, maka terdapat 4 Bank Umum Syariah
yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian, antara lain:
48
Tabel 3.3: Sampel Bank Umum Syariah
No. Bank Umum Syariah
1. PT. Bank Syariah Mandiri
2. PT. Bank Muamalat Indonesia
3. PT. Bank Jabar Banten Syariah
4. PT. BRISyariah
Sumber: data sekunder yang diolah
D. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang memiliki ciri khas
berhubungan dengan data numeric dan bersifat objektif. Fakta atau fenomena
yang diamati memiliki realitas objektif yang bisa diukur. Variabel-variabel
penelitian dapat diidentifikasi dan interkorelasi variabel dapat diukur.65 Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi data
panel. Data panel merupakan data hasil dari pengamatan pada beberapa individu
atau (unit cross-sectional) yang diamati dalam beberapa periode waktu yang
berurutan.66 Untuk analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi
Microsoft Excel 2013 dan Eviews 9. Sebelum melakukan pengujian regresi data
panel, dilakukan uji stasioneritas terlebih dahulu.
1. Uji Stasioneritas
Stasioneritas merupakan salah satu prasyarat penting dalam model
ekonometrika untuk data runtut waktu (time series). Data stasioner adalah
data yang menunjukkan mean, varians dan autovarians (pada variasi lag)
tetap sama pada waktu kapan saja data itu dibentuk atau dipakai, artinya
dengan data yang stasioner model time series dapat dikatakan lebih stabil.
Apabila data yang digunakan dalam model ada yang tidak stasioner, maka
data tersebut dipertimbangkan kembali validitas dan kestabilannya, karena
65 Edy Supriady, SPSS + AMOS, (Jakarta: Penerbit IN MEDIA, 2014) h. 7 66 Styfanda Pangestika, Analisis Estimasi Model Regresi Data Panel dengan Pendekatan
Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM),
(Skripsi, S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2015),
h. 14
49
hasil regresi yang berasal dari data yang tidak stasioner akan menyebabkan
spurious regression. Spurious regression adalah regresi yang memiliki R2
yang tinggi, namun tidak ada hubungan yang berarti dari keduanya.
Salah satu konsep formal yang dipakai untuk mengetahui
stasioneritas data adalah melalui uji akar unit (unit root test). Uji ini
merupakan pengujian yang populer, dikembangkan oleh David Dickey dan
Wayne Fuller dengan sebutan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Jika
suatu data time series tidak stasioner pada orde nol, I(0), maka stasioneritas
data tersebut bisa dicari melalui order berikutnya sehingga diperoleh tingkat
stasioneritas pada order ke-n (first difference atau I(1), atau second
difference atau I(2), dan seterusnya.67 Beberapa model yang dapat dipilih
untuk melakukan Uji ADF:
Yt = ρYt-1 + Ut
Apabila koefisien Yt+1 (ρ) adalah 1 yang artinya terdapat masalah,
maka variabel mengandung unit root dan bersifat non-stasioner. Untuk
mengubah tren yang bersifat non-stasioner menjadi stasioner dilakukan uji
orde pertama (first difference):
∆ Yt = (ρ-1) Yt - Yt-1
Koefisien ρ akan bernilai 0, dan hipotesis akan ditolak sehingga
model menjadi stasioner. Hipotesis yang digunakan pada pengajuan ADF
adalah:
H0 : ρ = 0 (terdapat unit roots, variabel tidak stasioner)
H1 : ρ ≠ 0 (tidak terdapat unit roots, variabel stasioner)
Dengan pengambilan keputusan adalah:
a. Jika nilai Augmented Duckey-Fuller t-statistic < nilai kritis pada
derajat kepercayaan tertentu, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
b. Jika nilai Augmented Duckey-Fuller t-statistic > nilai kritis pada
derajat kepercayaan tertentu, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Atau:
67 Kuntarto Purnomo, Estimasi Underground Economy di Indonesia Periode 2000 – 2009
melalui Pendekatan Moneter, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2010), h. 39
50
a. Jika nilai probability < α = 5% maka H0 ditolak dan H1 diterima.
b. Jika nilai probability > α = 5% maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Kesimpulan hasil root test diperoleh dengan membandingkan niai
thitung dengan thitung pada tabel Dickey-Fuller.68
2. Uji Asumsi Klasik
Model regresi yang baik akan menghasilkan estimator yang linear,
tidak bias dan mempunyai varian yang minimum (Best Linear Unbiased
Estimator) sehingga perlu melakukan uji asumsi klasik untuk mengetahui
sebuah model regresi yang memenuhi asumsi-asumsi OLS69 sebagai
berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai
residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi
normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika
nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai
rata-rata. Nilai residual yang terstandarisasi yang terdistribusi normal
jika digambarkan dengan bentuk kurva akan membentuk gambar
lonceng (bell-shaped curve) yang kedua sisinya tersebar sampai tak
terhingga.70
Dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan
Jarque-Bera (JB Test). Uji ini dilakukan dengan membandingkan
statistik Jarque-Bera (JB) dengan nilai X2 tabel. Jika nilai Jarque-Bera
(JB) ≤ X2 tabel maka nilai residual terstandarisasi dinyatakan
68 Nuke Wulandari, Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non performing Financig, dan
Financing to Deposito Ratio terhada Return On Assets dan Return On Equity pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (Studi pada BPRS di Wilayah Jabodetabek), (Skripsi S1 Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 36 69 Agus Widarjono, Analisis Statistika Multivariat Terapan, UPP STIM YKPN (Yogyakarta:
2010), h. 75 70 Suliyanto, Ekonometrika Terapan – Teori dan Aplikasi dengan SPSS, (Yogyakarta: CV.
ANDI OFFSET, 2011), h. 69
51
berdistribusi normal. Untuk menghitung nilai statistika Jarque-Bera (JB)
digunakan rumus sebagai berikut:71
JB = n [S2
6+
(K−3)2
24]
Keterangan:
JB = Statistik Jarque-Bera
S = Koefisien skewness
K = Koefisien kurtosis
Berikut ini merupakan hipotesis pengujian Uji Normalitas:
H0 = data berdistribusi normal
H1 = data berdistribusi tidak normal
Dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika JB hitung > Chi Square tabel, maka H0 ditolak
Jika JB hitung < Chi Square tabel, maka H0 diterima
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang
sempurna di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi.72
Multikolinearitas dalam arti yang lebih luas, yaitu untuk terjadinya
korelasi linear yang tinggi di antara variabel-variabel bebas (X1, X2, …,
Xp).73 Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna di
antara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi yang
terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel
bebas maka model regresi tersebut dinyatakan mengandung gejala
multikolinier.74
71 Ibid, h. 75 72 J.Supranto, Ekonometri, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), h. 13 73 Setiawan & Dwi Endah Kusrini, Ekonometrika, (Yogyakarta, CV. ANDI OFFSET, 2010),
h. 82) 74 Suliyanto, Ekonometrika Terapan – Teori dan Aplikasi dengan SPSS, (Yogyakarta: CV.
ANDI OFFSET, 2011), h. 82
52
Dalam penelitian ini pendeteksian adanya multikolnearitas
menggunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Jika nilai VIP tidak lebih
dari 10, maka model tersebut dinyatakan tidak terdapat gelaja
multikolinier. Hal itu dapat dilihat pada tabel kolom Centered VIF.75
Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi linier dengan OLS,
maka model regresi linier yang baik adalah yang terbebas dari adanya
multikolinieritas. Dengan demikian, model di atas telah terbebas dari
adanya multikolinieritas.76
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas berarti ada varian variabel pada model
regresi yang tidak sama (konstan).77 Heteroskedastisitas terjadi pada
saat residual dan nilai prediksi memiliki korelasi atau pola hubungan.
Pola hubungan ini tidak hanya sebatas hubungan linier, tetapi dalam
pola yang berbeda juga dimungkinkan.78
Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas menggunakan uji
White dilakukan dengan meregresikan semua variabel bebas, variabel
bebas kuadrat dan perkalian (interaksi) variabel bebas terhadap nilai
residual kuadratnya. Jika X2 hitung lebih besar dari X2 tabel dengan
df=α, jumlah variabel bebas, maka dalam model terdapat masalah
heteroskedastisitas.79 Keputusan terjadi atau tidaknya
heteroskedastisitas pada model regresi linier adalah dengan melihat nilai
Prob. F-statistic (F-hitung) sebagai berikut:
75 Ibid, h. 90 76 Mansuri, Modul Praktikum EViews: Analisis Regresi Linier Berganda menggunakan
Eviews, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Borobudur, 2016), h. 40 77 Suliyanto, Ekonometrika Terapan – Teori dan Aplikasi dengan SPSS, (Yogyakarta: CV.
ANDI OFFSET, 2011), h. 95 78 Mansuri, Modul Praktikum EViews: Analisis Regresi Linier Berganda menggunakan
Eviews, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Borobudur, 2016), h. 40 79 Ibid, h. 107
53
Apabila nilai prob. F hitung lebih besar dari tingkat alpha 0.05 (5%)
maka H0 diterima yang artinya tidak terjadi heteroskedastisitas,
Apabila nilai Prob. F hitung lebih kecil dari tingkat alpha 0.05 (5%)
maka H0 ditolak yang artinya terjadi heteroskedastisitas.80
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada
korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan
menurut waktu (time-series) atau ruang (cross-section). Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode Uji Durbin Watson
(Durbin Watson Test). Uji D-W merupakan uji yang sangat populer
untuk menguji ada-tidaknya masalah autokorelasi dari model empiris
yang diestimasi. Rumus yang digunakan untuk uji Durbin-Watson
adalah:
DW = ∑(e−𝑒𝑡−1)2
∑ e𝑡2
Keterangan:
DW = Nilai Durbin-Watson Test
e = Nilai residual
et-1 = Nilai residual satu periode sebelumnya
Berikut ini merupakan kriteria pengujian autokorelasi dengan Uji
Durbin-Watson.81
DW Kesimpulan
< dL Ada Autokorelasi (+)
dL s.d. dU Tanpa Kesimpulan
dU s.d. 4 – dU Tidak ada autokorelasi
4 – dU s.d 4 – dL Tanpa Kesimpulan
>4 – dL Ada Autokorelasi (-)
80 Ibid, h. 43 81 Ibid, h. 127
54
3. Model Regresi Data Panel
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi data panel karena setiap unit cross section memiliki data time series
yang sama.82 Regresi data panel adalah regresi yang menggunakan data
pengamatan terhadap satu atau lebih variabel pada suatu unit secara terus
menerus selama beberapa periode waktu.83 Model regresi data panel dalam
Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengestimasi
model regresi dengan data panel. Terdapat tiga pendekatan, yaitu:
a. Common Effect Model (CEM)
Model estimasi Common Effect merupakan teknik paling
sederhana untuk mengestimasi data panel adalah hanya dengan
mengkombinasikan data time series dan cross section. Dengan hanya
menggabungkan data tersebut tanpa melihat perbedaan antar waktu dan
individu maka kita bisa menggunakan metode OLS untuk mengestimasi
model panel. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi
individu maupun waktu. Diasumsikan bahwa perilaku data antar
perusahaan sama dalam berbagai kurun waktu.
82 Ansofino, dkk, Buku Ajar Ekonometrika, (Yogyakarta: Deepublish, Juli 2016), h. 142 83 Ni Putu Anik Mas Ratnasari, dkk, Aplikasi Regresi Data Panel dengan Pendekatan Fixed
Effect Model (Studi Kasus: PT PLN Gianyar), (E-Jurnal Matematika Vol. 3, No. 1 Januari 2014), h.
2
55
Persamaan dengan menggunakan Common Effect Model dapat
ditulis dalam bentuk sebagai berikut:84
Yit = β0 + β1X1it + β2X2it + ℇ it
b. Fixed Effect Model (FEM)
Fixed effect model merupakan teknik estimasi data panel dengan
menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan
intersep.85 Perbedaan ini disebabkan karena penggunaan variabel
dummy untuk menjelaskan perbedaan intersep yang timbul antar
individu. Istilah FEM berasal dari kenyataan bahwa meskipun intersep
berbeda antar individu namun intersep sama antar waktu (itme
invariant). Hal ini juga memberikan asumsi bahwa slope β tetap sama
antar individu dan antar waktu. 86
Persamaan dengan menggunakan Fixed Effect Model dapat
Dengan D = (D1, D2, …, Dn) merupakan variabel dummy untuk
unit ke-i. Penggunaan variabel dummy inilah yang membuat estimasi
pada Fixed Effect Model disebut Least Square Dummy Variabel (LSDV)
model.87
c. Random Effect Model (REM)
Random Effect Model merupakan metode estimasi model regresi
data panel dengan asumsi koefisien slope dan intercept berbeda antar
84 Ansofino, dkk, Buku Ajar Ekonometrika, (Yogyakarta: Deepublish, Juli 2016), h. 143 85 Rama Primanita Aristy, Pengaruh Pembiayaan Bagi Hasil, Pendapatan Islam, Investasi
Islam, dan Rasio Zakat terhadap Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah, (Skripsi S1 Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 65 86 Ni Putu Anik Mas Ratnasari, dkk, Aplikasi Regresi Data Panel dengan Pendekatan Fixed
Effect Model (Studi Kasus: PT PLN Gianyar), (E-Jurnal Matematika Vol. 3, No. 1 Januari 2014), h.
2 87 Ibid, h. 3
56
individu dan antar waktu.88 Dimasukkannya variabel dummy di dalam
fixed effect model membawa konsekuensi berkurangnya derajat
kebebasan yang pada akhirnya mengurangi parameter. Masalah ini bisa
diatasi dengan mengguakan variabel gangguan dikenal dengan metode
random effect. Di dalam model ini kita akan mengestimasi data panel di
mana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan
antar individu.89
Persamaan dengan menggunakan Random Effect Model dapat
ditulis dalam bentuk sebagai berikut:
Yit = α + βXit + ℇit ℇit = ui + vt + wit
Keterangan:
ui = Komponen error cross section
vt = Komponen error time section
wit = Komponen error gabungan
Adapun asumsi yang digunakan untuk komponen error sebagai berikut:
ui ~ N (0, σu2);
vt ~ N (0, σv2);
wit ~ N (0, σw2)
Berdasarkan persamaan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa
Random Effect Model menganggap efek rata-rata dari data cross section
dan time series direpresentasikan dalam intercept. Sedangkan deviasi
efek secara random untuk data time series direpresentasikan dalam vt
dan deviasi untuk data cross section dinyatakan dalam ui.90
88 Rama Primanita Aristy, Pengaruh Pembiayaan Bagi Hasil, Pendapatan Islam, Investasi
Islam, dan Rasio Zakat terhadap Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah, (Skripsi S1 Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 65 89 Ansofino, dkk, Buku Ajar Ekonometrika, (Yogyakarta: Deepublish, Juli 2016), h. 153 90 Styfanda Pangestika, Analisis Estimasi Model Regresi Data Panel dengan Pendekatan
Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM),
(Skripsi, S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2015),
h. 22
57
4. Pengujian Model
a. Uji Chow
Uji ini digunakan untuk memilih salah satu model pada regresi
data panel, yaitu antara model efek tetap (fixed effect model) dengan
model koefisien tetap (common effect model).91 Berikut ini merupakan
hipotesis pengujian Uji Chow:
H0 = model menggunakan pendekatan common effect
H1 = model menggunakan pendekatan fixed effect
Statistik uji yang digunakan merupakan uji F, yaitu
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = [𝑅𝑅𝑆𝑆 − 𝑈𝑅𝑆𝑆]/(𝑛 − 1)
𝑈𝑅𝑆𝑆/(𝑛𝑇 − 𝑛 − 𝐾)
Keterangan:
𝑛 = Jumlah individu (cross section)
𝑇 = Jumlah periode waktu (time series)
𝐾 = Jumlah variabel independen
𝑅𝑅𝑆𝑆 = Restricted residual sums of squares yang berasal dari
model koefisien tetap
𝑈𝑅𝑆𝑆 = Unrestricted residual sums of squares yang berasal dari
model efek tetap
Jika nilai Fhitung > F(n – 1,nT – n – K) atau p-value < α (taraf
signifikansi/alpha = 5%) maka H0 ditolak sehingga model yang terpilih
adalah model efek tetap (fixed effect model).
b. Uji Hausman
Uji ini digunakan untuk memilih model efek acak (random effect
model) dengan model efek tetap (fixed effect model). Uji ini bekerja
dengan menguji apakah terdapat hubungan antara galat pada model
(galat komposit) dengan satu atau lebih variabel penjelas (independen)
dalam model. Hipotesis awalnya adalah tidak terdapat hubungan antara
91 Ibid, h. 24
58
galat model dengan satu atau lebih variabel penjelas.92 Berikut ini
merupakan hipotesis pengujian Uji Chow:
H0 = model menggunakan pendekatan random effect
H1 = model menggunakan pendekatan fixed effect
Statistik Uji Haussman ini menggunakan distribusi statistik Chi
Square dengan degree of freedom. Jika nilai statistic Haussman lebih
besar dari nilai kritisnya maka H0 ditolak dan model yang tepat adalah
model fixed effect, sebaliknya jika nilai statistik Haussman lebih kecil
dari nilai kritisnya maka H0 diterima dan model yang tepat adalah model
random effect. Selain pengujian tersebut, dapat dilihat berdasarkan nilai
probabilitas cross section random dengan ketentuan sebagai berikut:93
Jika probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak
Jika probabilitas > 0.05 maka H0 diterima
5. Pengujian Hipotesis Regresi Data Panel
a. Uji t
Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk
mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak. Sebelum
melakukan pengujian, biasanya dibuat hipotesis terlebih dahulu.94
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan nilai statistic t (t
hitung) untuk mengetahui pengaruh setiap variabel dependepn terhadap
variabel independen. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai t
hitung adalah:
t = β̂1− β1
∗
se (β̂1)
di mana β1∗ merupakan nilai pada hipotesis nol.
92 Ibid, h. 25 93 Rama Primanita Aristy, Pengaruh Pembiayaan Bagi Hasil, Pendapatan Islam, Investasi
Islam, dan Rasio Zakat terhadap Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah, (Skripsi S1 Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 68 94 Nachrowi Djalal Nachrowi & Hardius Usman, Penggunaan Teknik Ekonometri, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 24
59
Berikut ini merupakan hipotetis membandingkan nilai t hitung dengan t
kritisnya:
Jika nilai t hitung > nilai t kritis maka H0 ditolak dan H1 diterima
Jika nilai t hitung < nilai t kritis maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika kita menolak H0 atau menerima H1 berarti secara statistik
variabel independen signifikan mempengaruhi variabel dependen dan
jika H0 diterima dan H1 ditolak berarti secara statistik variabel
independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.95
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengevaluasi pengaruh semua variabel
independen terhadap variabel dependen atau merupakan uji signifikansi
model regresi.96 Berikut ini merupakan hipotesis pengujian Uji F:
H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen.
H1 = Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel independen
terhadap variabel dependen.
Dasar pengambilan keputusan:
Jika Fhitung > Fkritis maka H0 ditolak, yang berarti bahwa secara bersama-
sama variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
Jika Fhitung < Fkritis maka H0 diterima, yang berarti bahwa secara bersama-
sama variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen.
Selain menggunakan Fkritis, uji F ini dapat dilihat berdasarkan nilai
probabilitasnya, yaitu:97
Jika nilai Fhitung < nilai probabilitas maka H0 ditolak
Jika nilai Fhitung < nilai probabilitas maka H0 diterima
95 Agus Widarjono, Analisis Multivariat Terapan dengan Program SPSS, AMOS, dan
SMARTPLS, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2015), h. 23 96 Ibid, h. 19 97 Ibid, h. 21
60
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi R2 digunakan untuk mengukur seberapa
baik garis regresi sesuai dengan data aktualnya (goodness of fit).
Koefisien determinasi ini mengukur presentase total variasi variabel
dependen Y yang dijelaskan oleh variabel independen di dalam garis
regresi.98 Nilai koefisien determinasi ini terletak antara 0 dan 1 (0 ≤ R2
≤ 1). R2 semakin mendekati 1 maka semakin baik garis regresi dan
semakin mendekati angka nol maka mempunyai garis regresi yang
kurang baik.
Nilai koefisien determinasi nilainya selalu naik jika kita terus
menambah variabel independen, walaupun variabel independen yang
ditambahkan secara teoritik tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen. Untuk menghindari kesalahan terhadap perbandingan dua
regresi yang mempunyai variabel dependen Y sama tetapi berbeda
dalam jumlah variabel independen X, maka menggunakan adjusted R2
sebagai alternatifnya.99
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional mengacu pada makna serta pengukuran dari
variabel (karakteristik yang melekat dari sebuah variabel, bisa formatif atau
reflesif). Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk
mengoperasikan konstruk sehingga memungkinkan bagi peneliti lain untuk
melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan
cara pengukuran konstruk yang lebih baik. Defisini operasional berkaitan
dengan penyusunan alat ukur atau skala penelitian. Definisi operasional
berhubungan dengan skala yang dapat dikatakan sebagai alat atau mekanisme
yang seseorang dapat membedakan suatu variabel utama dengan variabel utama
yang lain dari penelitian yang dilakukan.100 Berdasarkan rumusan masalah dan
98 Ibid, h. 17 99 Ibid, h. 18 100 Tony Wijaya, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), h. 14
61
model regresi yang akan disusun, maka operasional variabel dalam peneitian ini
dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Return On Assets (ROA) (Y)
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu Return on Assets
(ROA), merupakan rasio rentabilitas yang menunjukkan perbandingan
antara laba (sebelum pajak) dengan total asset bank, rasio ini menunjukkan
tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang
bersangkutan. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA = Laba Sebelum Pajak
Total Asset x 100%
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
website setiap Bank Syariah yaitu laporan tahunan bank syariah dari tahun
2010 – 2015 yang dinyatakan dalam persen.
2. Non Performing Financing (NPF) (X1)
Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan
kurang lancar (golongan III), diragukan (golongan IV), dan macet
(golongan V). Secara matematis NPF dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPF = Pembiayaan (KL, D, M)
Total Pembiayaan
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
website setiap Bank Syariah yaitu laporan tahunan bank syariah dari tahun
2010 – 2015 yang dinyatakan dalam persen.
3. Write Off (WO) (X2)
Penghapusbukuan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan
sistem pembiayaan dalan suatu bank dengan memindahkan pembiayaan-
pembiayaan bermasalah (macet) yang sulit untuk ditangani dari neraca bank
menjadi ekstrakomtable sehingga tidak membebani kinerja bank lagi,
namun tidak menghapus hak bank untuk menagih pelunasan kepada
62
Debitur. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari website setiap Bank Syariah yaitu laporan tahunan bank syariah dari
tahun 2010 – 2015 yang dinyatakan dalam jutaan rupiah.
4. Capital Adequacy Ratio (CAR) (X3)
Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio kewajiban pemenuhan
modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. Rasio ini menunjukkan
bahwa seberapa jauh seluruh aktiva yang mengandung risiko ikut dibiayai
dari dana modal bank sendiri, selain memperoleh dana dari sumber-sumber
di luar bank seperti dana masyarakat, pinjaman dan lain sebagainya. Rumus
untuk menghitung CAR sebagai berikut:
CAR = Modal Inti + Pelengkap
ATMR
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
website setiap Bank Syariah yaitu laporan tahunan bank syariah dari tahun
2010 – 2015 yang dinyatakan dalam persen.
5. Rasio Efisiensi Operasional (REO) (X4)
Rasio Efisiensi Operasional (REO) atau lebih dikenal dengan
sebutan BOPO merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (sesuai Kodifikasi Peraturan Bank
Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank)
REO = BO
PO
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
website setiap Bank Syariah yaitu laporan tahunan bank syariah dari tahun
2010 – 2015 yang dinyatakan dalam persen.
63
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat PT Bank Syariah Mandiri101
Krisis multi-dimensi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998
membawa hikmah tersendiri bagi tonggak sejarah Sistem Perbankan
Syariah di Indonesia. Di saat bank-bank konvensional terkena imbas dari
krisis ekonomi, saat itulah berkembang pemikiran mengenai suatu konsep
yang dapat menyelamatkan perekonomian dari ancaman krisis yang
berkepanjangan.
Di sisi lain, untuk menyelamatkan perekonomian secara global,
pemerintah mengambil inisiatif untuk melakukan penggabungan (merger)
4 (empat) Bank milik pemerintah, yaitu Bank Dagang Negara, Bank Bumi
Daya, Bank Exim dan Bapindo, menjadi satu, satu Bank yang kokoh dengan
nama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan
penggabungan tersebut juga menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
sebagai pemilik mayoritas PT Bank Susila Bakti (BSB). PT BSB merupakan
salah satu Bank konvensional yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan
Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi.
Untuk keluar dari krisis ekonomi, PT BSB juga melakukan upaya
merger dengan beberapa Bank lain serta mengundang investor asing.
Sebagai tindak lanjut dari pemikiran Pengembangan Sistem Ekonomi
Syariah, pemerintah memberlakukan UU No.10 tahun 1998 yang memberi
peluang bagi Bank Umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking
system). Sebagai respon, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk melakukan
konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah, yang
bertujuan untuk mengembangkan Layanan Perbankan Syariah di kelompok
perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
101 Profil Bank Syariah Mandiri, Laporan Tahunan 2016 Bank Syariah Mandiri, h. 63
64
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa
pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk
melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari Bank Konvensional menjadi
Bank Syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah
segera mempersiapkan sistem dan infrastruktur, sehingga kegiatan usaha
BSB berhasil bertransformasi dari Bank Konvensional menjadi Bank yang
beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah
Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23
tanggal 8 September 1999.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah
dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No.
1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat
Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP. DGS/
1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri
(BSM). Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank
Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab
1420 H atau tanggal 1 November 1999.
PT Bank Syariah Mandiri hadir dan tampil dengan harmonisasi
idealisme usaha dengan nilai-nilai spiritual. Bank Syariah Mandiri tumbuh
sebagai bank yang mampu memadukan keduanya, yang melandasi kegiatan
operasionalnya. Harmonisasi idealisme usaha dan nilai-nilai spiritual inilah
yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya
di perbankan Indonesia.
2. Sejarah Singkat PT Bank Muamalat Indonesia102
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (“Bank Muamalat Indonesia”)
didirikan pada 1 November 1991 atau 24 Rabi’us Tsani 1412 H yang
digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI), serta pengusaha muslim dengan dukungan Pemerintah
102 Profil Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2015 Bank Muamalat Indonesia, h.
14-15
65
Republik Indonesia. Bank Muamalat Indonesia beroperasi pada 1 Mei 1992
atau 27 Syawal 1412 H. Sebagai bank syariah pertama di Indonesia, Bank
Muamalat Indonesia merupakan inisiator bisnis keuangan syariah lainnya
antara lain; Asuransi syariah pertama (Asuransi Takaful), Dana pensiun
lembaga keuangan Muamalat (DPLK Muamalat), multifinance syariah
pertama (Al-Ijarah Indonesia Finance).
Bank Muamalat Indonesia mendapatkan ijin sebagai Bank Devisa
pada 27 Oktober 1994 dan merupakan perusahaan publik namun tidak
listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bank Muamalat Indonesia telah
melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT) dengan Hak Memesan Efek
Terlebih Dahulu (HMETD) sebanyak 5 (lima) kali dan merupakan lembaga
perbankan pertama di Indonesia yang mengeluarkan Sukuk Subordinasi
Mudharabah di tahun 2003.
Dalam melakukan ekspansi bisnisnya, selain membuka kantor
cabang di seluruh wilayah Indonesia, Bank Muamalat Indonesia juga
membuka kantor cabang internasional di Kuala Lumpur, Malaysia pada
tahun 2009 dan tercatat sebagai bank pertama dan satu-satunya dari
Indonesia yang membuka jaringan bisnis di Malaysia.
Bank Muamalat Indonesia memiliki serangkaian produk dan
layanan, antara lain; produk Shar-e yang diluncurkan pada tahun 2004
merupakan tabungan instan pertama di Indonesia, produk Shar-e Gold Debit
Visa yang diluncurkan pada tahun 2011 dapat dipergunakan sebagai alat
pembayaran di seluruh merchant VISA dalam dan luar negeri yang
mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai
Kartu Debit Syariah dengan teknologi chip pertama di Indonesia serta
layanan e-channel seperti internet banking, mobile banking, ATM, dan cash
management.
66
3. Sejarah Singkat PT Bank Jawa Barat Banten Syariah103
Pendirian Bank BJB Syariah diawali dengan pembentukan
Divisi/Unit Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
dan Banten Tbk. pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk
menggunakan jasa perbankan syariah pada saat itu.
Setelah 10 (sepuluh) tahun operasional Divisi/Unit Usaha syariah,
manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
berpandangan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta
mendukung program Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan share
perbankan syariah, maka dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
diputuskan untuk menjadikan Divisi/Unit Usaha Syariah menjadi Bank
Umum Syariah.
Sebagai tindak lanjut keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. maka pada tanggal
15 Januari 2010 didirikan Bank BJB Syariah berdasarkan Akta Pendirian
Nomor 4 yang dibuat oleh Notaris Fathiah Helmi dan telah mendapat
pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
AHU.04317.AH.01.01 Tahun 2010 tanggal 26 Januari 2010.
Pada saat pendirian Bank BJB Syariah memiliki modal disetor
sebesar Rp.500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah), kepemilikan saham
Bank BJB Syariah dimiliki oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
dan Banten Tbk. dan PT Global Banten Development, dengan komposisi
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. sebesar
Rp.495.000.000.000 (empat ratus sembilan puluh lima milyar rupiah) dan
PT Banten Global Development sebesar Rp.5.000.000.000 (lima milyar
rupiah).
103 Profil Bank Jawa Barat Banten Syariah, diakses pada tanggal 30 Juni 2017 dari: