Home Berita Forum Ketenagakerjaan Infotainment Humor Musik asik Hong Kong Korea Malaysia Contact Home » Gagal Ginjal Sama Dengan Menguras Banyak Biaya Gagal Ginjal Sama Dengan Menguras Banyak Biaya Ginjal merupakan organ yang penting dalam sistem metabolik tubuh manusia karena memiliki fungsi utama sebagai penyaring racun dan zat sisa dalam darah. Bila ginjal rusak dan sudah mengalami gagal ginjal, maka biaya yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Ginjal merupakan filter yang sangat baik, fungsi utamanya adalah untuk membersihkan racun dan mengeluarkan limbah dari darah. Ginjal juga berfungsi untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh, serta untuk mengeluarkan hormon yang membantu produksi sel darah merah. Oleh karena itu, ginjal memainkan peran utama 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Home Berita Forum Ketenagakerjaan Infotainment Humor Musik asik Hong Kong Korea Malaysia Contact
Home » Gagal Ginjal Sama Dengan Menguras Banyak Biaya
Gagal Ginjal Sama Dengan Menguras Banyak Biaya
Ginjal merupakan organ yang penting dalam sistem metabolik tubuh manusia karena memiliki fungsi utama sebagai penyaring racun dan zat sisa dalam darah.
Bila ginjal rusak dan sudah mengalami gagal ginjal, maka biaya yang dibutuhkan tidaklah sedikit.
Ginjal merupakan filter yang sangat baik, fungsi utamanya adalah untuk membersihkan racun dan mengeluarkan limbah dari darah. Ginjal juga berfungsi untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh, serta untuk mengeluarkan hormon yang membantu produksi sel darah merah. Oleh karena itu, ginjal memainkan peran utama dalam mengatur tekanan darah dan menyeimbangkan elektrolit penting yang menjaga ritme jantung.
Selain berfungsi untuk menyaring dan membuang zat-zat yang tidak diperlukan dan mempertahankan kandungan nutrisi dan mineral yang diperlukan tubuh, ginjal juga berperan dalam keseimbangan sirkulasi darah dalam tubuh, yakni dengan mengatur tekanan darah, memproduksi sel darah merah.
Setiap hari, ginjal memfilter 180 liter darah. Ginjal menerima 100-120 mL darah per menit, di mana jumlah ini sangat besar dibandingkan dengan ukurannya yang kecil. Hal tersebut berarti setiap harinya ginjal memfilter darah sebanyak 50 kali dalam sehari.
“Kerusakan ginjal ringan terjadi bila fungsinya sudah kurang dari 90 persen. Dan bila kurang dari 15 persen, maka artinya pasien sudah mengalami gagal ginjal yang obatnya harus hemodialisis (cuci darah) atau transplantasi (cangkok),” jelas dr Dharmeizar, SpPD-KGH, Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), dalam acara Konferensi Pers ‘Hari Ginjal Sedunia: Sayangi Ginjal Anda, Minumlah Air Putih yang Cukup!’ di Hotel Akmani, Jakarta, Selasa (6/3/2012).
Menurut dr Dharmeizar, bila sudah mengalami gagal ginjal, diperlukan terapi pengganti ginjal yang biayanya tidak sedikit.
Berikut biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalani terapi pengganti ginjal:
Hemodialisis (cuci darah) 1. Dilakukan seminggu 2 kali2. 5 jam per sesi3. Biaya per tahun Rp 50-80 juta
CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis atau cuci darah lewat perut) 1. Pemasangan kateter Rp 10 juta2. Biaya CAPD per tahun Rp 50-75 juta
Transplantasi ginjal1. Pretransplantasi dan prosedur Rp 200 juta2. Biaya per tahun Rp 75-150 juta
Gagal ginjal biasanya berawal dari penyakit ginjal kronik, yaitu menurunkan fungsi ginjal. Pada kondisi ini orang biasanya tidak merasakan gejala yang terlalu berarti sampai akhirnya didiagnosis dengan gagal ginjal, yang artinya fungsi ginjalnya kurang dari 15 persen.
Gagal ginjal terjadi karena organ ginjal mengalami penurunan hingga menyebabkan tidak mampu bekerja dalam menyaring elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh (sodium dan kalium) dalam darah atau produksi urine.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang mengalami kerusakan atau gagal ginjal:1.Diabetes melitus2.Hipertensi3.Kelainan ginjal (penyakit ginjal polikistik)4.Penyakit autoimun5.Penyumbatan saluran kemih6.Kanker7.Rusaknya sel penyaring pada ginjal.
2
“Pengidap penyakit ini ditandai dengan lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat atau anemia,” tutup dr Dharmeizar.
Popularity: 1% [?]
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
Kemajuan teknologi kedokteran yang berkembang pesat saat ini memungkinkan para penderita gagal ginjal menjalani rutinitas cuci darah (dialisa) sambil bekerja, cuci mata di mall, bahkan sambil bercinta dengan pasangan! Padahal di masa lalu, kegiatan dialisa harus dilakukan di rumah sakit sambil terbaring lemah selama 5 jam, sebanyak tiga kali seminggu. Belum lagi perasaan gatal di sekujur tubuh sebagai dampak dari terapi cuci darah tersebut.Terapi cuci darah yang begitu praktis itu bernama Continuous Ambulatory Peritoneal Dyalisis/CAPD atau dialisis tanpa mesin dan dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita gagal ginjal. Metode ini merupakan metode alternatif dengan menggunakan membran semipermiabel yang berfungsi sebagai ginjal buatan, sehingga mampu menyerap cairan pembersih ke dalam rongga ginjal. Dalam waktu 4 sampai 6 jam dengan frekuensi 4 kali sehari, terjadi proses difusi serta ultrafiltrasi dalam ginjal, sehingga zat racun yang ada di dalamnya terserap ke luar dan diganti cairan baru.Karena masih tergolong teknologi baru, biaya CAPD masih tergolong mahal. Umumnya, biaya yang dikeluarkan peserta terapi CAPD saat ini masih sebesar Rp 4,2-Rp 5 juta setiap bulannya. Namun, biaya sebesar itu menjadi tak berarti, jika melihat kondisi tubuh penderita yang bugar dan tetap produktif seperti sebelum terkena gagal ginjal.“Karena pasien tetap bisa bekerja dan melakukan segala aktivitas seperti biasa, layaknya orang sehat. Bedanya, peserta CAPD punya kantong kecil di perutnya untuk pergantian cairan dialisat itu,” kata Direktur Medik RS PGI Cikini, Tunggul Situmorang dalam acara peluncuran website sahabat ginjal.com yang disponsori PT Kalbe Farma, di Jakarta, belum lama ini.Pengalaman Karyono (45), karyawan swasta yang telah menjalani terapi CAPD selama tiga tahun ini agaknya bisa jadi pelajaran. Karyono mengaku, kualitas hidupnya makin membaik setelah ikut terapi CAPD. Selain itu, ia bisa kembali bekerja dan sama produktifnya seperti sebelum sakit.“Awalnya saya ragu, karena banyak informasi negatif yang saya dengar soal CAPD. Tetapi karena atasan terus mendesak, akhirnya saya beranikan untuk menjadi peserta CAPD. Bahkan, saudara-saudara saya heran karena raut muka dan badan saya yang terlihat lebih segar. Dan yang terpenting saya sudah bisa tidur enak, sebelumnya saya selalu merasa lemas, letih, gelisah,” katanya mengungkapkan.Belum MemasyarakatDr Tunggul menjelaskan, terapi dengan menggunakan pergantian cairan dialisat ini sebenarnya telah masuk ke Indonesia sejak 2004 lalu, namun tidak banyak diketahui masyarakat. Melihat manfaat CAPD yang begitu besar, pihaknya tergugah untuk terus mensosialisasikan CAPD kepada masyarakat luas di Indonesia sebagai salah satu alternatif penanganan bagi penderita gagal ginjal.Selama ini dikenal dua metode dalam penanganan gagal ginjal. Pertama, transplantasi ginjal dan kedua, dialisis atau cuci darah. Sebenarnya metode pertama memiliki lebih banyak keunggulan karena dapat menggantikan fungsi ginjal yang rusak. “Hanya saja masalahnya, masih sedikit donor yang mau memberikan organ tubuhnya. Selain itu
jarang sekali ditemukan donor yang cocok dengan penderita gagal ginjal, sehingga tingkat keberhasilannya sangat kecil. Selain itu, biayanya sangat besar,” katanya.Karena itu, penderita gagal ginjal lebih banyak melakukan terapi dialisa atau cuci darah. Metode dialisis pada intinya adalah melakukan fungsi utama ginjal, yakni membersihkan darah dari zat-zat yang tidak berguna pada tubuh dan menjaga kestabilan kandungan darah di dalam tubuh.Pembersihan ini dilakukan dengan dua cara, haemodialisis (HD) dan peritonialdialisis (PD). Pada HD, darah yang akan dibersihkan dikeluarkan dari tubuh dan dimasukkan ke ginjal buatan (dializer). Darah dibersihkan dengan menggunakan cairan pembersih (dialisat) dalam serat-serat dializer itu. Setelah bersih, darah baru dimasukkan kembali ke dalam tubuh.Sedangkan pada metode PD, darah tidak dikeluarkan dari dalam tubuh. Proses pembersihan dilakukan di dalam rongga perut (peritoneum), dengan memasukkan cairan dialisat ke dalam rongga itu. Cairan ini dibiarkan selama empat hingga enam jam hingga akhirnya dikeluarkan kembali.Saat ini sudah berkembang metoda PD dengan berbagai cara seperti CAPD atau APD. Keunggulan utama CAPD adalah kemudahannya, sehingga terapi dengan metode itu pun lebih alami. Proses yang berlangsung terus-menerus selama 24 jam setiap harinya itu, menjadikan hampir sama dengan proses yang berlangsung di dalam ginjal.Sementara itu, jika melakukan cuci darah biasa secara HD, keseluruhan proses dilakukan selama lima jam, yang berarti cairan tubuh dipaksa diperas untuk dicuci mesin. “Akibatnya beban jantung menjadi bertambah dan menyebabkan gangguan tekanan darah,” kata Situmorang.AlamiahCAPD belum banyak digunakan, padahal terapi itu memiliki kelebihan, yakni tidak mengganggu jantung, kontaminasi dengan hepatitis lebih kecil. Fungsi ginjal yang tersisa masih dapat dipertahankan, dan proses dialisis pun bekerja selama 24 jam sesuai dengan kerja ginjal secara alamiah.“Pasien juga tidak perlu datang ke rumah sakit untuk melakukan cuci darah, tetapi melakukan cuci darah secara mandiri dengan jadwal yang dapat ia buat sendiri,” katanya.Keuntungan CAPD adalah lebih memudahkan pengendalian kimia darah dan tekanan darah. Cairan dialisat dapat dijadikan sebagai sumber nutrisi dan bagi penderita diabetes dapat diberikan insulin secara intraperitorial. Sedangkan, kekurangan CAPD adalah sering kali menimbulkan infeksi pada rongga perut. Selain itu juga meningkatkan kadar lemak dan mengakibatkan kegemukan (obesitas), serta dapat menimbulkan hernia, serta sakit pinggang. “Kunci utama dari terapi CAPD adalah menjaga kebersihan lubang yang menghubungkan ginjal dalam perut dengan dunia luar, yaitu kantong cairan dialisat. Bila terjadi infeksi di lubang tersebut, maka biayanya sangat mahal. Karena itu, saya selalu mengingatkan pada pasien untuk menjaga kebersihan. Bahkan, kami memberi pelatihan selama tiga hari khusus untuk menjaga agar lubang tetap bersih,” katanya.Tentang jumlah pasien CAPD di seluruh Indonesia , dr Tunggul mengaku tidak tahu pasti. Namun, pasien CAPD di RS PGI Cikini sudah ratusan orang. Sementara di dunia, ada diperkirakan 120.000 penderita gagal ginjal menggunakan terapi CAPD.Ditanya faktor penyebab utama terjadinya gagal ginjal, dr Tunggul mengatakan, penyebab utama adalah hipertensi (darah tinggi) dan diabetes atau kencing manis. Gangguan fungsi ginjal bisa terjadi perlahan-lahan atau mendadak, bahkan tidak disadari oleh penderita karena tubuh tidak menunjukkan gejala seperti orang sakit. Namun, tiba-tiba dokter mendiagnosa Anda terkena gagal ginjal.
4
Jika seseorang memperhatikan gejala yang umum menyertai penderita gagal ginjal, kata dr Tunggul, penyakit tersebut bisa diminimalisir sedini mungkin. Adapun beberapa tanda fisik yang harus diwaspadai seperti tubuh bengkak yang diawali dari kedua kaki, kulit terlihat kasar. Penderitanya mengalami gangguan pengecapan, mual, muntah, tidak nafsu makan, lesu, gangguan tidur dan juga sering gatal. Tanda lainnya, sering kram, vena di leher melebar dan ada cairan di selaput jantung dan paru.“Bila mendapati satu saja dari gejala itu, sudah waktunya untuk waspada. Untuk itu, segera ke rumah sakit untuk chek-up untuk membuktikan kebenarannya. Kalau kita lihat hasil laboratorium, penderita gagal ginjal ini punya peningkatan asam urat, kalsium, fosfor dan kalium. Hati-hati kalau kaliumnya meningkat, karena memperbesar risiko penyakit jantung,” kata dr Tunggul menandaskan.atauKurang minum air putih ternyata dapat mengganggu fungsi ginjal. Gangguan ginjal dalam tahap ringan masih dapat diatasi dengan minum banyak air putih. Namun, kalau sudah gagal ginjal, hanya bisa diatasi dengan cuci darah atau cangkok ginjal yang biayanya sangat mahal.Meskipun ukurannya kecil, organ ginjal bersifat sangat vital. Ginjal berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta mengatur konsentrasi dan komposisi cairan di dalam tubuh. Ginjal juga berfungsi untuk membersihkan darah dan berbagai zat hasil metabolisme serta racun di dalam tubuh. Sampah dari dalam tubuh tersebut akan diubah menjadi air seni (urin). Air seni diproduksi terus menerus di ginjal, lalu dialirkan melalui saluran kemih ke kandung kemih. Bila cukup banyak urin di dalam kandung kemih, maka akan timbul rangsangan untuk buang air kecil. Jumlah urin yang dikeluarkan setiap hari sekitar 1-2 liter. Selain itu, ginjal juga berperan untuk mempertahankan volume dan tekanan darah, mengatur kalsium pada tulang, mengatur produksi sel darah merah, dan menghasilkan hormon seperti erythropoetin, renin, dan vitamin D.Kelainan ginjal dapat terjadi akibat adanya kelainan pada ginjal (penyakit ginjal primer) atau komplikasi penyakit sistematik (penyakit ginjal sekunder), seperti kencing manis (diabetes). Kelainan ringan pada ginjal dapat sembuh sempurna bila penyebabnya sudah diatasi. Kadang cukup dengan pengobatan dan pengaturan diet. Namun, bila keadaannya memburuk, kelainan itu bisa menjadi gagal ginjal yang akut.Perlu diketahui, kasus gagal ginjal di dunia meningkat lebih dari 50%. Di Indonesia sendiri sudah mencapai sekitar 20%. Di Amerika Serikat saja, negara yang sangat maju dan tingkat gizinya tinggi, setiap tahunnya ada sekitar 20 juta orang dewasa menderita penyakit kronik ginjal.Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak mampu menjalankan fungsinya. Penderita biasanya baru merasakan kelainan pada dirinya jika fungsi ginjal menurun sekitar 25%. Bahkan, untuk penderita yang masih muda bisa di bawah 10%. Tidak heran bila umumnya pasien baru ke dokter bila sudah berada dalam tahap terminal.Sekitar 40% gangguan diabetes menjadi penyebab gagal ginjal. Namun, orang yang diyakini mempunyai gejala sakit
AAAAAAAAAAAAAAAA
Kalbe.co.id - Sampai saat ini, pasien gagal ginjal dapat diatasi dengan tindakan hemodialisa, CAPD, ataupun cangkok ginjal. Diantara 3 tindakan tersebut, CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis) saat ini menjadi bahan perbincangan para
5
nefrolog Asia termasuk di Indonesia. Hal ini dikatakan Dr. Ginova Nainggolan, SpPD KGH dalam acara pre-congress Nephrology, Kamis 24 November 2005 di Bali.
Dalam acara workshop ini, dibahas mengenai CAPD. Hadir sebagai pembicara Prof. DR.Dr. Moch. Sja'bani, SppD KGH MSc, Dr. Tunggul D Situmorang SppD KGH dan Prof. DR.Dr. Endang Susalit, SpPD KGH, Dr. Tommy Halauet, SpB.
Dr. Tunggul mengatakan, CAPD sangat membantu bagi pasien gagal ginjal yang harus menjalankan tindakan cuci darah. Keuntungan dari CAPD menurut beliau adalah pasien tidak perlu menggunakan mesin saat melakukan dialisis, dapat digunakan sendiri di rumah, kondisi fisik lebih baik, dapat melakukan olahraga seperti biasa dan pembatasan makanan yang tidak seketat pada tindakan hemodialisa.
CAPD mulai digunakan di Indonesia sejak 1984, dan menurut Prof. Sja'bani saat ini penderita gagal ginjal di Indonesia sudah cukup banyak dan terbanyak dialami oleh pasien-pasien kelas III. Untuk mengatasi biaya yang harus ditanggung oleh pasien yang tidak mampu, tindakan CAPD ini dapat ditanggung biayanya oleh pemerintah melalui PT ASKES, khususnya bagi GAKIN.
Di depan sekitar 150 peserta, Dr. Ita Wijayanti dari Kalbe Farma sebagai pembicara menjelaskan tentang penggunaan dan fungsi dari alat yang dipakai dalam tindakan CAPD. Tak ketinggalan pula dibahas keunggulan dari alat yang digunakan untuk CAPD yang diproduksi oleh Baxter - Kalbe, antara lain dapat memperkecil terjadinya sepsis atau peritonitis.
Kabar Gembira
Ada kabar gembira bagi pengguna maupun calon pengguna CAPD Baxter - Kalbe Farma, khususnya peserta ASKES:
1. Paket awalnya free (yang ini, memang sejak dahulu juga free) 2. Free untuk Paket Rutin 90 (kalau dulu, peserta harus menombok Rp. 600.000) 3. Tambahan hanya Rp. 1.033.000 untuk Paket Rutin 120 (terjadi penurunan dari
Rp. 1.600.000)
Ketentuan di atas mulai berlaku pada Oktober 2005.
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
T : Selain Kacamata, Alat kesehatan apalagi yang ditanggung oleh Askes?
J : Alat kesehatan yang diberikan kepada Peserta antara lain:
IOL (Lensa tanam di mata) Pen & Screw (Alat Penyambung Tulang), 1kali/5 tahun Mesh (Alat yang dipasang setelah operasi Hernia Alat bantu hidrosephalus/VP Shunt Protesa Mandibula Vitrektomi set Penyangga leher/Collar Neck Jakat penyangga patah tulang belakang/corset Anus buatan/colostomi/Pesarium/DJ Stent Double Lumen Kateter untuk CAPD Triple Lumen Kateter untuk CAPD Vaskuler Graf Tulang/Sendi tiruan Colon set
T : Mengapa saya harus ke Puskemas dulu sebelum ke Rumah Sakit?
J : PT Askes (Persero) merupakan asuransi kesehatan yang bersifat sosial. Dalam mengelola jaminan kesehatan, Askes menggunakan beberapa prinsip managed care (kendali mutu, kendali biaya) yang salah satunya adalah sistem pelayanan berjenjang. Sistem pelayanan berjenjang ini bertujuan untuk mengontrol biaya pelayanan kesehatan dan mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada Peserta.
Peserta berobat ke pelayanan tingkat pertama (Puskesmas atau Dokter Keluarga) untuk kasus-kasus penyakit sederhana. Kasus penyakit ini bisa ditangani oleh Dokter Umum. Penanganan penyakit seperti ini di Dokter Spesialis sangat tidak efisien. Apabila Dokter Umum tidak bisa mengobati maka Pasien akan dirujuk ke Rumah Sakit untuk mendapat pelayanan kesehatan lanjutan. Untuk kasus gawat darurat tentu saja Peserta dapat langsung datang ke Rumah Sakit.
Apabila semua Peserta langsung berobat ke Rumah Sakit tentunya biayanya sangat besar, biaya kesehatan yang besar ini tentunya tidak mampu ditanggung oleh PT Askes (Persero) sehingga jaminan kesehatan Askes tidak mampu bertahan lama. Disisi lain penumpukan pasien di Rumah Sakit untuk kasus-kasus yang bisa ditangani oleh Dokter umum akan mengakibatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit tidak optimal.
T : Berapa biaya pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh Askes?
J : Biaya pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh PT Askes (Persero) adalah sesuai dengan Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) tentang Tarif Askes. Tarif Permenkes ini dibuat oleh Kementerian Kesehatan atas usulan Rumah Sakit,
7
Perkumpulan Profesi Kedokteran dan PT Askes (Persero). Besaran Tarif Askes adalah sama untuk semua Rumah Sakit yang bekerjasama dengan Askes, pembedaan hanya pada tipe Rumah Sakit. Dalam pelaksanaannya PT Askes (Persero) akan melakukan negosiasi dengan masing-masing Rumah Sakit mengenai besaran urun biaya yang menjadi beban Peserta. Besaran urun biaya tidak sama antara satu Rumah Sakit dengan Rumah Sakit lainnya karena tergantung dari hasil negosiasi. Untuk tahun 2011 urun biaya yang menjadi beban Peserta pada Rumah Sakit Pemerintah sangat minimal atau tidak ada. Sedangkan untuk Rumah sakit swasta masih ada urun biaya yang menjadi beban Peserta. Besarannya sangat bervariasi. Untuk memperoleh informasi iur biaya Peserta dapat menghubungi Askes Center di Rumah Sakit tempat Peserta dilayani.
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
Terapi CAPD: Alternatif Bagi Gagal Ginjalauthor : Olivia Lewi PramestiTuesday, 15 March 2011 - 07:12 pm
Anda divonis gagal ginjal?Tak mau repot dengan urusan cuci darah di rumah sakit? Kalau begitu Anda perlu mencoba terapi pengganti ginjal CAPD atau Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (Dialisis Peritoneal/cuci darah lewat perut).
8
Terapi ini memang tidak populer di Indonesia, tenggelam oleh terapi hemodialisis (cuci darah di rumah sakit) dan transplantasi. Padahal di Thailand,CAPD justru dianjurkan untuk pasien gagal ginjal.
Direktur RS PGI Cikini, dr.Tunggul D. Situmorang,Sp.P.D,.KGH, di Jakarta (10/3), menyatakan bahwa ada banyak keuntungan yang diperoleh dari terapi ini. Antara lain, zat racun aktif dikeluarkan tubuh karena dilakukan 24 jam penuh, kadar hemoglobin lebih tinggi sehingga meningkatkan kualitas hidup, resiko terkena penyakit hepatitis kecil, dapat dilakukan sendiri oleh pasien, dan pasien pun dapat mengerjakan aktivitasnya tanpa terganggu.
CAPD dilakukan mandiri oleh pasien sebanyak 3 - 4 kali per hari dengan cara memasang sebuah kateter di perut. Kateter tersebut berfungsi untuk mengeluarkan cairan dan racun dari dalam tubuh. Tiap kali CAPD diperlukan waktu 30 menit.
Dr. Tunggul melanjutkan, karena dilakukan sendiri oleh pasien, maka diperlukan kedisplinan dari pasien. Kedisiplinan ini seperti cuci tangan sebelum memasang sistem CAPD, menggunakan masker untuk menutup mulut, serta menjaga kebersihan lingkungan ruangan.
"CAPD ini cenderung sedikit kontradiksinya.Infeksi bisa timbul jika pasien tidak mematuhi aturan kebersihan pemasangan. Jangan khawatir tentang terapi ini, karena sebelumnya pasien akan dilatih hingga benar-benar bisa," kata Tunggul.
Terapi CAPD bisa dilakukan pada semua penderita gagal ginjal dengan tingkat kronis yang berbeda-beda. Hanya saja, bagi pasien yang usai menjalani pembedahan di daerah perut dan yang mengalami gangguan di bagian kulit perut tidak dianjurkan menggunakan terapi ini karena bisa infeksi.
Dibandingkan dengan terapi lain, CAPD relatif lebih murah. Apalagi kalau pasien tidak memiliki Askes. Untuk non-Askes, biaya awal Rp 2,3 juta dan per bulannya Rp 5 - 6 juta. Akan tetapi kalau memegang kartu Askes, biaya awal gratis sedangkan per bulannya Rp 1 juta. Bandingkan dengan transplantasi yang memerlukan biaya awal Rp 200 juta - Rp 500 juta, sedangkan per bulannya harus keluar Rp 6 juta - Rp 7 juta.
AAAAAAAAAAAAAAAAAAA
CAPD This entry was posted on 31 May 2012, in Bebas. Bookmark the permalink. 2 Comments
Sekedar sharing pengalaman. Kebetulan ibu kami, usianya sekitar 60an tahun divonis oleh dokter terkena penyakit gagal ginjal. Karena penyakit tersebut ibu harus menjalani cuci darah 2x seminggu. Cuci darah tersebut harus dilakukan di Rumah Sakit yang jaraknya lumayan jauh dari rumah (1,5 Jam Perjalanan, maklum rumah kami di desa) sehingga seringkali setelah menjalani cuci darah di RS ibu justru tambah down, karena terlalu capek di jalan.
Beberapa minggu menjalaninya, seorang dokter menawarkan untuk menggunakan alternatif cuci darah mandiri yang dinamakan CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis). Dengan teknologi ini, seorang pasien dapat melakukan cuci darah, dimanapun dan kapanpun. Tanpa harus bergantung pada mesin hemodialisis. Selain itu terapi CAPD juga tergolong lebih alamiah. Jika dibandingkan dengan hemodialisis, dari segi medik, terapi ini lebih bisa mempertahankan fungsi ginjal yang masih ada.
Untuk bisa menjalani terapi CAPD, awalnya pasien harus menjalani operasi untuk memasang selang permanen ke dalam perutnya. Selang inilah yang akan menjadi sarana keluar masuknya cairan pembersih dalam tubuh. Setelah selang terpasang, barulah pasien bisa menjalani proses treatmen CAPD yang dilakukan sebanyak 4 kali dalam sehari. Proses treatment CAPD diawali dengan mengeluarkan cairan kotor yang berasal dari racun-racun dalam darah. Setelah seluruh cairan kotor dikeluarkan, lalu cairan pembersih yang baru dimasukkan ke dalam tubuh. Cairan pembersih ini berfungsi untuk menyedot racun yang ada dalam darah.
Dari segi biaya, uang yang harus dikeluarkan untuk proses CAPD tak jauh berbeda dengan hemodialisis yang menggunakan mesin pencuci darah, yaitu berkisar antara Rp7 juta – Rp8 juta per-bulan. Bahkan ibu kami karena menggunakan ASKES semua biaya digratiskan. Alhamdulillah sudah 2 tahun ini ibu sehat dan bisa beraktifitas. Makan lebih enak dengan sedikit sekali pantangan. Jika ada saudara atau kerabat anda terkena penyakit serupa maka metode CAPD ini bisa dicoba. Sekian, Semoga Bermanfaat.
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
10
Ceria Bersama Klub Sayang Ginjalauthor : Olivia Lewi PramestiFriday, 11 March 2011 - 05:14 pm
"Rasanya sudah mau kiamat saja ketika saya divonis gagal ginjal.Namun sejak saya ikut IKCC,saya malah lebih semangat menjalani hidup ini," kata I Ketut Nesa Sumarbwa (45), seorang pasien gagal ginjal.
IKCC (Indonesian Kidney Care Club) atau Klub Sayang Ginjal inilah salah satu komunitas tempat I Ketut saat ini berbagi keluh kesahnya tentang penyakit gagal ginjal yang sudah dialami selama 15 tahun. Dirinya mengaku, tiga tahun terakhir ini hidupnya lebih tenang dan pasrah dengan keadaan. Awalnya hanyalah ketakutan yang melanda dan berefek emosinya yang terus meningkat. Kata istrinya pula, Ni Luh, suaminya sempat berubah sifat menjadi kasar dan main tangan.
Organisasi yang berdiri pada tanggal 5 Mei 2004 ini memang khusus mewadahi masyarakat Indonesia yang peduli kesehatan ginjal. Hingga saat ini anggotanya sudah mencapai 300 orang. Humas IKCC, Dian Ekawati mengatakan, "Organisasi ini memberikan informasi dan edukasi mengenai ginjal serta menciptakan kondisi psikologis yang nyaman bagi sesama penderita."
Misi klub ini adalah ingin meningkatkan kualitas hidup penderita ginjal. IKCC akan membantu melakukan ekplorasi informasi obat baru untuk penderita.
Bentuk kegiatan yang dilakukan IKCC diantaranya menyelenggarakan seminar yang berhubungan dengan ginjal (gaya hidup, pengembangan motivasi, tips dan pola makan, dll.), memberi fasilitas obat-obatan yang berhubungan dengan penyakit ginjal, memberikan arahan bagi penderita,serta memberikan konsultasi yang berhubungan dengan ginjal.
11
Tak hanya itu saja, anggotanya pun diajak aktif untuk mengembangkan kreativitas mereka seperti lomba memasak, menyusun menu ramah ginjal, lomba menulis, dan lainnya. Kegiatan yang dilakukan pun turut melibatkan keluarga pasien. Jangan khawatir bila Anda ingin bergabung dalam klub ini. IKCC terbuka untuk umum dan lembaga ini nirlaba. "Terlebih lagi, klub ini sangat melindungi kepentingan penderita gagal ginjal," kata Dian Ekawati di Jakarta (10/3).
Spesialis Penyakit Dalam RSU Cikini, dr. Tunggul D. Situmorang, Sp.P.D.-KGH menambahkan bahwa penyakit ginjal perlu dicegah sedini mungkin dengan edukasi kepada masyarakat. Proses edukasi ini dapat dilakukan lewat komunitas. "Di negara berkembang, pemahaman masyarakat tentang penyakit ginjal masih minim.Banyak yang tidak mengetahui bahwa penyakit ini bisa disebabkan oleh diabetes (35%) dan hipertensi (25%). Akibatnya kualitas hidup pasien ginjal tidak bertahan lama," ungkapnya.
Untuk pencegahan penyakit ginjal, seseorang mesti rutin memeriksakan urinenya. Bila urine mengandung protein, maka perlu diwaspadai penyakit ginjal segera datang.Tak hanya itu, gaya hidup sehat seperti olahraga teratur dan tidak merokok menjadi cara mencegah penyakit ini.
Bila tertarik mengikuti klub ini, Anda bisa membuka website mereka di www.ikcc.or.id atau facebook IKCC.
Indonesian Kidney Care Club Sekretariat: Gedung Ziebart Lt.2 Jl. Let. Jend. Suprapto Kav. 5 Cempaka Putih, Jakarta-10510Tlp. 021-4214758 Fax. 021-4269734
SINOPSIS Gagal Cinta Pertama tak Separah Gagal Ginjal
Di tengah perjalanan hidupnya sebagai seorang guru di sebuah SMP di Banyuresmi, kabupaten Garut, penulis yang dikenal rajin, penuh dedikasi, periang, sangat mencintai keluarga dan kuat mempertahankan aqidahnya, tiba-tiba penyakit yang dikenal dengan nama Gagal Ginjal Terminal atau Gagal Ginjal Kronik. Penyakit ini sangat ditakuti, karena belum ada obatnya. untuk mempertahankan hidup penderitanya harus dilakukan terapi ginjal pengganti berupa cuci darah(hemodialisis) atau cangkok ginjal. Kisah ini, benar-benar menceritakan autobiografi penulis dengan gamlang, sesuai dengan kejadian yang dialami penulis saat divonis mengalami gagal ginjal kronik, tentang penderitaannya, pencarian obat alternatif, pahit-getirnya menjalani cuci darah, keikhlasannya menerima cobaan, kecintaannya pada keluarga, semangatnya untuk terus bisa bertahan hidup, sampai Alloh memberikan jalan keluar,"Ginjal Cadangan" berupa CAPD.
CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) atau Peritoneal Dialisis Mandiri Berkesinambungan adalah pergantian cairan yang dimasukkan ke dalam perut seberat 2 kg, dilakukan secara rutin dan kontinu sebanyak 3-4 kali setiap hari, sebagai pengganti ginjal yang sudah rusak dan tidak berfrungsi. Karena keyakinannya atas cinta, kasih sayang dan pertolongan Alloh Swt semata, yang pada akhirnya menyelamatkan penulis untuk terus hidup dan semangat mempertahankan aqidah dari kemusyrikan dan mencari kesembuhan sampai menemukan sahabat setianya berupa CAPD. Penulis yakin dengan haqqul yakin, bahwa Allohlah sebagai penolong jiwanya dan hidupnya bertujuan hanya untuk mencari ridho Alloh Swt semata. Amiiiin!
Gagal Cinta Pertama tak Separah Gagal Ginjal
Mungkin Anda akan tertawa membaca ungkapan tadi, terserah! Aku tidak akan
peduli dengan tanggapan atau reaksi spontan Anda.Yang jelas, “Gagal Ginjal” bagiku
adalah peristiwa yang menenggelamkan hidupku dalam penderitaan yang
berkepanjangan tiada henti sampai akhir hayat.
Empat setengah tahun silam hidupku mulai kelam, Subhanallah ………………..
Berawal dari hasil tes laboratorium pada tanggal 20 Februari 2006 yang
dianalisis oleh dr. John Manurung, SpPD. Ia menyatakan bahwa kadar racun yang
bersarang dalam tubuhku terlalu banyak dan tidak bisa dikeluarkan lewat urine (air
seni). Tak ada jalan lain kecuali Cuci Darah. Penyakit tersebut bernama Gagal Ginjal
Terminal atau Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Shock, stres, putus asa dan seabreg perasaan negatif menghimpit dada. Aku
bersama istri tercinta terperangkap dalam situasi mencekam di hadapan dokter yang
masih memberikan segala macam petuah dan nasihat. Sudah terbayang di benakku,
sebelah kaki di atas kubur, karena aku tahu setiap orang yang telah mengalami cuci
darah pasti ajalnya hampir menghampiri. Isak tangis kami berdua tak bisa
menyelesaikan masalah.
Pulang dari RSU dr. Slamet Garut dengan perasaan hampa, hanya istriku yang
masih bisa berpikir jernih. Dia berusaha menghubungi saudaranya, sahabatnya,
kenalannya dan setiap orang yang mungkin lebih tahu atau pernah tahu tentang cuci
darah dan pengobatan alternatif lainnya untuk penyakit gagal ginjal terminal.
Berbagai macam metode penyembuhan melalui obat, ramuan, pijat refleksi,
elektrolisis, bekam, sampai menjadi konsumen dan anggota MLM ramuan modern
13
dari Cina yang harganya mencapai 500 ribuan per-box pernah dicoba. Hasilnya nihil,
bahkan tambah parah. Maksud untuk menghindari cuci darah tidak bisa dihindari.
Tubuhku semakin parah.Wajah, kaki dan hampir seluruh tubuhku bengkak.
Kepala serasa ditusuk-tusuk ribuan paku. Seluruh persendian serasa mau lepas. Napas
sesak, karena paru-paru hampir terendam cairan dan kerja jantung pun makin berat.
Mual terus menerus sehingga muntah tak bisa di tahan. Badanku semakin lesu dan
kehabisan energi.
Akhirnya aku pasrah berbaring disamping mesin cuci darah mulai tanggal 18
April 2006. Empat selang membelit tubuh, 2 selang cuci darah, 1 selang tranfusi darah
dan 1 lagi selang oksigen untuk membantu nafas yang sudah sesak.
Dunia yang tadinya terasa gelap berangsur bersinar lagi. Nafas tidak lagi
tersengal-sengal, jantung mulai berdetak normal, setelah 2 jam pertama menjalani
cuci darah. Harapan hidup lebih lanjut pun mulai tumbuh lagi, namun dalam limit
waktu 3 – 4 hari, karena cuci darah itu harus dijalani secara kontinyu 2 kali dalam
seminggu, seumur hidup.
Anda tahu batas waktu seumur hidup? Itulah yang jadi masalah bahwa, gagal
cinta pertama tak separah gagal ginjal. Gagal cinta pertama tak merepotkan semua
orang yang berada di sekitar Anda, tapi gagal ginjal bisa merepotkan seluruh
keluarga, kerabat, sahabat dan handai taulan. Bahkan akibat lainnya karir Anda,
jabatan dan masa depan suram menanti Anda! Anda harus siap dengan mental
cadangan Anda, belum lagi materi, kantong yang sangat-sangat tebal harus Anda
siapkan. Kita memang memiliki 2 buah ginjal, tetapi jika sudah dinyatakan gagal
ginjal berarti keduanya sudah tidak bisa berfungsi. Sulit untuk mencari ginjal
pengganti, tak ada super market yang menjual ginjal. Berbeda dengan gagal cinta
pertama, kita masih bisa mencari cinta kedua, ketiga bahkan cinta terakhir yang
biasanya lebih membahagiakan. Gagal ginjal belum ada obatnya, sedangkan gagal
cinta ada obatnya, yaitu cinta terakhir.
Mau tahu kelanjutan kisahnya? Silakan baca kisah selanjutnya …!
14
Gelarku
Siapa yang mengira aku akan menderita GGK, tak seorang pun yang tahu, hanya
Allah Swt lah yang Maha Mengetahui. Badanku segar, energik dan kuat. Sampai usia
39 tahun, karirku cerah. Di masa depan aku membayangkan bisa menjadi pejabat di
Dinas Pendidikan, karena di usia sekarang pun aku sudah dipercaya sebagai
Pembantu/Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, disamping tugas pokok
mengajarkan Bahasa Indonesia dan Wali Kelas di kelas 3 SMP Negri 1 Banyuresmi,
Garut.
Sejak aku menjadi guru honorer tahun 1988 sampai diangkat menjadi PNS dua
tahun kemudian. Aku tak pernah pindah tempat tugas. Kegiatanku banyak sekali,
selain mengajar juga selalu mencari penghasilan tambahan, obyekkan, di luar jam
kerja. Kerja tambahanku apa saja, yang penting halal. Oleh karenanya, aku mendapat
banyak gelar dari profesi tambahan itu, walaupun aku belum menjadi sarjana.
Mau tahu apa saja gelarku? Ini dia…………….
Yang pertama, Asep Rongsok. Gelar tersebut didapat karena di awal kehidupan
berumah tangga, aku memulai dengan bisnis rongsokan. Mengumpulkan barang bekas
lalu dijual. Tak ada rasa gengsi, yang penting dapur tetap mengepul. Semua barang
bekas aku kumpulkan mulai dari kertas, dus, koran, plastik, besi tua, botol kecil
sampai botol besar, dan sebagainya.
Rencanaku ingin menampung dan membuka lapangan pekerjaan bagi remaja di
kampung sekitar tempat tinggalku. Tapi ternyata mereka terbelenggu dengan rasa
gengsi. Berbulan-bulan bisnis ini berjalan, aku kerjakan sendiri dan tak ada seorang
pun yang mau menjadi pemulung barang rongsokan.
Akhirnya bangkrut!
Yang kedua, Asep Cacing. Bisnis cacing menggiurkan. Aku beternak cacing-
cacing itu sendiri di rumah, dan menjualnya ke pengumpul atau penampung. Memang
aku berhasil di bisnis ini. Beberapa kali menjual cacing sehingga keuntungan berjuta-
juta pun didapat. Namun sayang, terjadi booming dan kemacetan ekspor. Akhirnya
gelar Asep Cacing tidak bertahan lama, walau aku berusaha memperpanjang usia
bisnis ini dengan membuat jus cacing sebagai obat tifus, maag, panas dalam dan sakit
gigi. Tapi tidak sampai jadi obat gagal ginjal saja.
15
Yang ketiga, Asep Camat. Dari gelar ini, hanya capek yang dirasakan. Aku
harus bolak-balik mengawinkan kesepakatan harga antara penjual dan pembeli barang
atau kendaraan bekas seharian. Bahkan ada yang berminggu-minggu rasa capek sirna
begitu saja, jika telah mendapat keuntungan yang besar. Ya, itulah pekerjaan camat
(calo matuh). Keuntungan didapat dari komisi yang besarnya tergantung pada
kerelaan si penjual atau dari selisih harga yang disepakati bersama.
Yang keempat, Asep Ginjal. Sejak mengidap penyakit GGK inilah aku
mendapat gelar Asep Ginjal, karena di daerahku terbilang jarang orang yang
mengalami GGK ini. Gelar ini tidak bertahan lama, hanya kurang lebih 4 bulan saja.
Dimulai sejak aku menjalani cuci darah pada April sampai Agustus 2006.
Selanjutnya gelar kelima dan terakhir adalah Asep CAPD. CAPD akan kita
bahas nanti, karena memiliki kisah tersendiri, oke?
Jangan heran! Mengapa aku menguraikan gelar /sebutan lain untuk diriku?
Karena di tempat tinggalku, Kampung Cianten, Desa Sukamukti, Kecamatan
Banyuresmi, Garut, terdapat sekitar 23 nama orang yang berawal dengan kata Asep.
Jadi, kalau mencari nama Asep itu, harus komplit dengan kepanjangan namanya.
Sebagai contoh nama Asep yang lain adalah: Asep Furqon, Asep Fitroh, Asep
memaksakan diri tersenyum Pak Asnali memberikan jaminan.
Sebelum khotib naik ke mimbar, DKM mesjid memberikan pengumuman
mengenai uang infak, nama khotib dan imam Jum’at serta pengumuman warga sakit.
Terngiang di telingaku bagian pengumuman mengenai Pak Asnali. “Bapak-bapak ahli
jum’at, kami mohon do’anya demi kesembuhan salah seorang warga kita yang sedang
mengalami cobaan dari Alloh Swt. Pak Asnali, beliau sedang menderita penyakit yang
serius. Mudah-mudahan Pak Asnali diberi kesabaran, dan keikhlasan menerima ujian
ini. Dan cepat-cepat disembuhkan kembali seperti sedia kala agar bisa beribadah
bersama-sama seperti kita semua. Mudah-mudahan deritanya dijadikan kifarat dan
penebus dosa. Keluarganya diberi kesabaran dan ketabahan serta menjadi amal sholeh
di hadapan Allah Swt. Amiin! Alfatihah!”
Semua jama’ah tertunduk kepalanya memanjatkan do’a kepada Allah Swt
demi kesembuhan Pak Asnali, begitu juga diriku.
Aku tak kuasa menahan air mata sebagai rasa iba dan haru. Batinku terus
berceloteh tentang penyesalan dan ketidak berdayaanku untuk menolong dan
mengajak Pak Asnali beralih ke CAPD.
61
Air mataku semakin deras, saat terbayang di benakku orang-orang yang
mendo’akan kesembuhanku. Pasti, setiap jama’ah Juma’t di kampung halamanku,
murid-muridku dan rekan-rekan guru di SMPN 1 Banyuresmi selalu memanjatkan
do’a bagiku. Belum lagi orang tua, anak istri, adik-adik, ibu-ibu pengajian hari Kamis,
bahkan ibu-ibu pengajian Minggu yang diselenggarakan oleh ibu mertuaku di Gunung
Halu, Cililin tak terlewatkan. Terus berkelebat di dalam bayanganku.
Berkat do’a mereka semua, Allah Yang Maha Kasih dan Maha Sayang
memberikan kemudahan bagiku untuk sembuh. Aku yakin dengan haqqul yakin
bahwa Allah akan memberikan jalan keluar atau obat untuk penyakitku ini. Tangis
rasa syukurku semakin menjadi-jadi, setelah kejadian tadi.
Aku benar-benar bisa membayangkan kejadian nanti di hari pembalasan.
Ketika seorang manusia tidak bisa memberi atau meminta pertolongan dari yang
lainnya. Walaupun hubungan mereka itu sebagai ibu-anak, ayah-anak, suami-istri,
murid-guru, rakyat-pemimpin. Apalagi hanya sebagai sahabat. Semuanya tergantung
pada amal baik atau buruk dia sendiri saat hidup. Jangankan di akhirat, di dunia saja
hal ini bisa terbukti.
Sebagai bukti empirik. Aku yang kebetulan berbekal sedikit ilmu dan
kuamalkan sebagai guru SMP selama 17 tahun menjadi PNS, balasannya sudah terasa.
Punya Askes, sehingga berbagai biaya operasi atau untuk persediaan cairan dijamin
gratis. Padahal bagi orang lain belum tentu bisa didapat dengan cuma-cuma.
Kemudian, aku tidak bisa mengalihkan fasilitas yang bisa kuterima kepada orang lain.
Sedangkan Pak Asnali yang berprofesi sebagai pedagang sea food, dia tidak bisa
mendapatkan fasilitas itu, karena tak memiliki Askes. Keinginannya untuk memiliki
Askes Gakin pun harus dia pendam dalam-dalam karena berbagai kendala birokrasi.
Rohaniku semakin terbang jauh membayangkan rekan-rekanku senasib
lainnya yang tidak memiliki Askes. Pak Kurnia, Pak Agus Berlian dan seorang pasien
yang marah-marah di ruang tunggu gara-gara tidak bisa cuci darah karena tidak
memiliki uang Rp. 399.000,00 padahal kepalanya sudah tak tahan menahan sakit
akibat kadar ureum dan kreatinin yang tinggi.
Bagaimana jadinya Pak Kurnia, Pak Asnali, dan yang lainnya bila sudah
kehabisan materi untuk transport dan bayar cuci darah? Bila profesinya tak bisa
menghasilkan uang karena tak bekerja. Sedangkan kondisinya sangat
mengkhawatirkan. Jangankan berpikir dan berusaha mencari uang, menyiapkan
mental dan kesabaran menghadapi penyakit yang mereka derita saja sudah berat. Aku
62
tak habis pikir, bagaimana jadinya ketika mereka pada akhirnya pasrah, menyerah dan
terkapar dalam kondisi yang mengenaskan.
Ih… bayanganku semakin ngeri!
Kembali aku menafakuri kemurahan Allah yang Maha Rahiim. Aku bersyukur
sekali kepada- Nya. Aku diberi kemudahan, kelancaran dan jalan keluar dari
penderitaan yang menjadi momok bagi banyak orang. Cuci darah, selamat tinggal!
Mataku bengkak dan merah. Tangisku tak bisa berhenti sampai khotib selesai
berkhutbah, bahkan shalat Jum’at dan ba’da shalat pun aku masih juga menangis.
Baru kali ini, aku merasakan khusyunya Shalat Jum’at dan merasa begitu
dekatnya dengan Allah yang membimbingku menuju kehidupan baru, yang lebih baik.
Sujud syukurku pada raka’at akhir shalat serasa sempurna, berterima kasih tiada
hingga kepada- Nya.
Sulit menyembunyikan wajahku yang berantakan habis menangis. Aku merasa
sedih dan menyesal sekali tidak bisa menolong Pak Asnali. Makanya, aku bergegas
berpamitan dan mengajak istriku menuju RSKG untuk melanjutkan proses pelatihan
refill CAPD.
Di perjalanan, istriku mengintrogasiku dengan nada penuh keheranan. Karena
mataku bengkak, memerah, dan masih sembab. Dia bertanya, “Kenapa Pak? Ada apa?
Cerita dong! Mimih siap mendengarnya!”
Aku tidak menjawab, malah tangisku semakin menjadi. Sambil kupegang erat
tangannya, aku berurai air mata dan menceritakan wisata rohaniku kepadanya.
Akhirnya, istriku juga ikut menangis. Tangis bahagia, karena besok kami akan
pulang, dengan keterampilan refill dianeal CAPD dan dressing penutup luka.
Akhir Desember 2006, aku kembali merindukan Pak Asnali. Hampir satu
minggu aku selalu teringat padanya, karena aku sudah berhenti cuci darah hampir 4
bulan sehingga aku tak pernah mendengar kabar beritanya. Segera aku menelpon ke
rumahnya untuk mengetahui keadaannya. Kebetulan yang mengangkat gagang
telepon itu bukan dirinya, bukan pula istrinya, melainkan anaknya.
“Assalaamu’alaikuum!” katanya.
“Wa’alaikuum salaam!” jawabku.
“Dengan siapa ya?” tanya dia.
“Saya, Asep Qori’in dari Garut, bisa bicara dengan Pak Asnali?” aku sudah
tak sabar ingin mendengar suaranya.
“Oh…, Bapak mah sudah tidak ada!” katanya dengan nada keheranan.
63
“Apa dia sedang keluar?” tanyaku.
“Bukan Pak? Pak Asnali mah sudah meninggal. Sekarang sudah hampir
seratus harinya.” katanya meyakinkan.
“Innaalillaahi wa innaailaihiiraaji’uun…” kataku dengan penuh rasa haru dan
iba, setelah mendengar kabar yang sangat menyedihkan itu, “Neng, tolong ya
sampaikan kepada ibu, saya minta maaf karena tidak tahu bahwa bapak telah tiada.
Saya hanya bisa berdo’a mudah-mudahan arwah beliau diterima di sisi Allah Swt,
diterima iman Islamnya dan diampuni dari segala dosa dan kekhilapannya. Ibu
bersama keluarga yang ditinggalkan mudah-mudahan diberi kesabaran dan ketabahan
menerima cobaan yang berat ini. Amiin!” do’aku sambil menutup pembicaraan.
Rupanya, wisata rohaniku saat shalat Jum’at dulu tak perlu menunggu lama.
Peristiwa yang mengenaskan itu benar-benar terjadi hanya beberapa bulan seteleh
pertemuan terakhir kami. Peristiwa itu menimpa seorang pasien gagal ginjal yang baik
hati, sahabat sejati sependeritaan kini telah tiada.
Hidup Bersama CAPD makin PD
Kloning ginjal hanyalah impianku. Kenyatannya, masih ada jalan lain yang
bisa lebih nyaman dari cuci darah. Ya, CAPD merupakan alternatif perbaikan kualitas
hidup seorang penderita gagal ginjal kronik, selain cangkok (transplantasi) ginjal.
Banyak orang yang mencemooh dengan perkataan “CAPD, cape dech!”
memang proses refill tiap hari 3 sampai dengan 4 kali membuat kita cape dech! Tapi
jika dibandingkan dengan cuci darah yang menyita waktu banyak, karena jarak rumah
ke tempat cuci darah yang jauh. Berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus km seperti
rumahnya Pak Dadan. Jarak tempuh Pamijahan-Bandung, bukan waktu yang sedikit.
Pak Agus, Pameungpeuk-Bandung. Luky, Tanggerang-Bandung, dan lain-lain.
Proses cuci darahnya 4 sampai dengan 5 jam tidak bisa bergerak ke mana-
mana. Belum rasa sakit ditusuk-tusuk oleh jarum pistula yang besar. Sekali waktu
terjadi kram karena terlalu banyak cairan yang ditarik mesin melebihi dari berat
kering tubuh. Selain itu kalau terjadi drop, tensi yang tiba-tiba rendah, atau terlalu
tinggi kemudian pingsan. Wah, rasanya lebih mengerikan. Lebih capek dech
dibanding CAPD.
64
Beberapa bulan saja berat badanku kembali normal. Perubahan kondisi badan
itu terasa sekali, dari 44 kg menjadi 56 kg dalam waktu 3 bulan. Berarti kenaikan
berat badan yang signifikan. Dalam waktu 3 bulan bisa naik 12 kg. Hebat!
Memang diawal-awal CAPD ada beberapa masalah. Wajar, namanya juga
masa-masa adaptasi. Pasti ada penyesuaian tubuh yang harus melalui proses.
Kendala pertama, daya tariknya cairan pengeluaran kurang. Penumpukan
cairan pada tubuh yang membuat repot juga di dua minggu awal CAPD. Bengkak-
bengkak di tubuh harus ditarik lagi memakai mesin cuci darah. Sabtu, 2 September
2006 terpaksa harus ditusuk lagi jarum pistula, untuk mengeluarkan 4,5 kg cairan di
tubuh, (cuci darah bonus).
Setelah kejadian itu. Alhamdulillah, lancar. Setiap refill, mengalami selisih
lebih volume cairan masuk dan keluar sampai akumulasi 1kg per hari. Pernah
mengalami infeksi peritoneum. Dari hasil tes laboratorium cairan tanggal 30 Agustus
2006 terdapat 497 sel bakteri/virus, yang mengakibatkan cairan keruh dan banyak
fibrinnya. Cairan pembuangan tidak kuning dan jernih. Sehingga volume cairan pun
berkurang. Inilah yang mengakibatkan kaki dan badanku bengkak-bengkak.
Pemberian anti biotik “gentamicin” dimasukkan ke dalam bag cairan yang
mau dipakai sebanyak 40 mg/2 lt dapat dengan cepat menanggulangi infeksi. Infeksi
terjadi akibat dari kelalaianku mengganti cairan (refill) di atas mobil, banyak
penumpang dan sedang macet di tengah jalan. Tempatnya tidak steril.
Hari keduanya, tiba-tiba badan menggigil dan cairan keruh banyak fibrinnya.
Keesokan harinya, baru aku berobat ke RSKG.
Alhamdulillah, setelah kejadian itu sampai sekarang lancar-lancar saja, tidak
ada kendala yang berarti. Kepalaku yang sering pusing, sekarang jarang terjadi. Obat-
obat tensi yang harus selalu dikonsumsi selama 2 tahun sekarang sudah berkurang
bahkan tidak sama sekali. Makan pun rasanya nikmat.
Aku sudah merasa nyaman dengan CAPD. Bisa bepergian jauh berhari-hari
tanpa harus dibatasi waktu seperti saat cuci darah. Jika sudah tiba jadual cuci darah,
aku mesti datang ke tempat cuci darah.
Sekarang, hanya tinggal membawa cairan sebanyak yang dibutuhkan selama
bepergian. Penggantian cairan atau refill bisa dilakukan di mana saja, asal memenuhi
syarat kebersihan dan cuci tangan.
Rasanya senang juga mendapatkan pelayanan dan jaminan kesehatan yang
baik dari semua instansi. PT Askes yang memberikan fasilitas gratis 120 bag cairan
65
untuk refill 4 kali per hari setiap bulan. Begitu pula terhadap produk Baxter yang
berkualitas, steril dan praktis. Kalbe Farma sebagai perusahaan yang memasarkannya
sudah membuktikan diri bisa bertindak professional, menunjukkan perhatian tinggi
terhadap konsumennya. Pak Sutisna.H.SDJ. sebagai karyawan handal siap berkunjung
ke rumah pasien untuk memberikan konsultasi gratis tiap bulan dan selama 24 jam
siap dihubungi, apabila ada keluhan. Sekarang ia sudah pindah tempat kerjanya, tapi
sudah diganti karyawan lain yang sama handal. PT Enseval Putera Megatrading Tbk.
sebagai distributor tunggal di Indonesia siap mengantarkan produk Baxter ke seluruh
pelosok tanah air, tempat konsumen berada dengan tepat waktu.
Subhanallah! Luar biasa jika kita tafakuri, kerepotan semua pihak untuk
menanggulangi kerusakan ginjal seseorang, organ tubuh produk Allah Swt yang
bentuknya sebesar kepalan tangan manusia, harus diganti dengan hal yang melibatkan
ratusan bahkan ribuan orang yang terlibat dalam penyediaan alat dan bahan seperti
tadi. Atau menggunakan mesin cuci darah yang ukurannya sebesar kulkas. Bukti
empiris bahwa ilmu Allah Swt itu sangat tinggi. Allahu Akbar !
Ada juga pengalaman yang menyakitkan yaitu pada saat akhir bulan
Ramadhan 1428 H, aku pergi ke Tasikmalaya untuk memproses pemesanan cairan
dianeal CAPD ke PT. Enseval Putera Megatrading Tbk, sekalian berjalan-jalan dan
shopping persiapan lebaran.
Anak istriku tengah berbelanja di pusat perbelanjaan kota Tasikmalaya. Pukul.
13.00 adalah saatnya jadual refill cairan. Aku menemukan tempat yang tepat, bersih
dan ada mejanya yang berupa rak buku. Tempat itu adalah Musholla.
Aku mencari DKM sebagai pengurus Musholla itu untuk meminta izin, tapi
tidak ada yang tahu. Mungkin orang-orang yang sedang shalat pun sama seperti diriku
yang kebetulan singgah.
Setelah berwudhu, aku shalat Dzuhur, selesai shalat kemudian aku membuka
ikat pinggang kantung kateter dan memasang twins bag dianeal cairan CAPD. Aku
memilih sudut belakang Musholla, agar tidak mengganggu kekhusyuan orang yang
sedang beribadah. Orang-orang yang selesai shalat dan akan shalat banyak yang
melihatku dan menghujaniku dengan pertanyaan tentang CAPD. Sambil melakukan
refill kujawab semua pertanyaan itu dengan penuh kesabaran.
Pengeluaran cairan selesai, tinggal pemasukan. Jadi hanya 10 menit lagi waktu
yang aku butuhkan.
66
Tiba-tiba seorang pemuda menghampiriku dan mengusirku dari tempat itu,
”Bapak tahu ini tempat suci?”
Aku berusaha menjelaskan, namun dia terus saja ngotot.
“Di luar saja Pak! Jangan di dalam, itu kan air najis!” kata dia.
“Maaf, Saya tadi mencari Anda sebagai pengurus Musholla ini sebelum
melakukannya untuk meminta izin. Tapi tidak ada yang tahu.” kataku berusaha
menjernihkan situasi. “Saya tidak bisa melakukan refill ini di luar takut kotor kena
debu nantinya, dan akibatnya infeksi. Kata dokter juga tidak boleh ada debu, agar
terhindar dari infeksi. Saya jamin tidak ada setetes air pun yang akan mengotori
Musholla ini, dan saya pun tahu ini tempat suci, tempat beribadah. Sebentar lagi akan
selesai, tinggal 5 menit lagi.”
Pemuda itu rupanya belum paham.
“Ginjal saya rusak. Cairan kuning ini bukan keluar dari tempat kencing, tapi
dari perut saya. Nih, coba lihat sendiri!” sambil kuperlihatkan posisi kateter. Baru dia
menganggukan kepala sembari menggeloyor meninggalkanku.
Pengalaman lain yang cukup menarik yaitu saat pulang dari RSKG setelah
menjalani tes PET. Pada hari Kamis 26 Oktober 2006, aku harus menjalani tes PET.
Suatu tes cairan buangan, agar bisa menentukan tingkat keberhasilan terapi pengganti
ginjal dengan sistem CAPD. Aku merasa was-was tentang bagaimana nanti hasil PET
tersebut. Hasratku untuk mencicipi buah durian begitu besar, tapi masih takut. Sambil
menunggu hasi laboratorium, aku bersama istri berjalan-jalan dulu ke mall. Stand
yang menjadi tujuan utamaku jelas, tempat buah-buahan. Tentu aku ingin segera
menikmati harumnya dan lezatnya buah durian. Aku memaksa istriku untuk membeli
buah durian yang sudah dikemas dalam plastik transparan.
Buah-buahan yang paling aku suka adalah durian. Makan durian merupakan
hobyku sejak kecil. Tapi semenjak dinyatakan gagal ginjal kronik, aku tak pernah
mencicipinya. Apalagi saat cuci darah aku harus diet buah dan sayuran karena terlalu
tinggi kaliumnya. Hiper kalemia sudah terbukti sebagai penyebab utama kematian,
minimal mengalami sesak nafas sehingga harus OT(over time) artinya harus
menjalani cuci darah ekstra di luar jadual.
Istriku masih trauma dengan pengalaman pahit waktu aku masih cuci darah, ia
tak mau kejadian sesak napas tiba-tiba terulang lagi, sehingga harus OT. Aku terus
membujuknya, “Mih, pokoknya Mimih harus beli durian, ya… ! Bapak sudah tak
tahan dengan keharumannya yang begitu menggoda. Sekarang, Bapak hanya akan
67
menciumi harumnya saja sambil menunnggu hasil laboratorium diketahui. Nanti kalau
sudah terbukti kalium darah Bapak normal, apa lagi kalau di bawah normal, Bapak
akan memakannya. Tapi kalau hasil laboratorium menyatakan bahwa kaliumnya
tinggi, Bapak tidak akan berani memakannya.”
“Yakin, Bapak bisa tahan?” tanya istriku masih ragu.
“Yakin!” kataku mantap.
Tak lagi banyak basa-basi istriku langsung menyambar kemasan buah durian
Montong yang dagingnya kelihatan kekuning-kuningan, besar-besar dan harum sekali,
biasanya bijinya kecil-kecil begitu juga rasanya pasti manis, lezat dan nikmat.
dr. Rusma belum bisa memberikan keterangan tentang hasil laboratoriumku.
Namun dia berjanji akan segera mengabariku secepatnya lewat SMS, “Mungkin nanti
sore hasinya Pak! Jika Bapak mau pulang silakan saja. Nanti saya kabari lewat SMS.”
Akhirnya aku pun pulang ke Garut dengan harap-harap cemas.
Hampir tiba waktu Ashar, perjalananku baru sampai kawasan Nagreg. Aku
masih penasaran ingin segera mengetahui hasil laboratoriumku. Terutama ingin
segera menikmati makan durian yang sudah di depan mata, karena kusimpan di atas
deks boards. Segera kulayangkan sebuah SMS kepada dr. Rusma dengan harapan
mudah-mudahan hasilnya sudah ada.
Beberapa menit kemudian Hp-ku berbunyi sebagai tanda ada pesan baru yang
diterima. Deg-deg plas jantungku saat membuka pesan singkat itu. “Pak Asep, sayang
sekali hasil tes itu, kaliumnya rendah hanya 3,1. Jadi, Bapak tinggal makan buah aja
yang banyak.” Begitu kalimat yang kubaca di layar Hp-ku.
Pucuk di cinta ulam tiba, aku bersorak kegirangan. Kemasan plastik durian
langsung kurobek dan kumakan isinya dengan penuh gairah. Nikmat yang beberapa
bulan terakhir dicabut dari kehidupanku, kini sudah dikembalikan oleh Allah Yang
Maha Pemberi Nikmat. Sujud syukurku kembali terulang saat beristirahat di mesjid
Uswatun Hasanah, Nagreg.
Awal November 2007, aku mengikuti acara silaturahmi Halal Bil Halal
pimpinan, seluruh karyawan dan pasien RSKG Ny. RA Habibie. Aku bisa bertemu
kembali dengan teman-teman sependeritaan, walau sebagian sudah tiada atau tidak
bisa hadir karena kondisinya sedang jelek. Hampir semua pasien menganggap akulah
yang paling bugar. Ada hal yang membanggakan, apalagi setelah disuruh tampil oleh
Prof. Enday agar aku membuka ikat pinggang tempat kateter CAPD dan
menunjukannya kepada seluruh peserta yang hadir. Malah, aku sempat berseloroh,
68
“Maaf, Prof! kalau di kampung saya sebelum saya memperlihatkan kateter ini, harus
dicecep seperti anak sunat.” Hadirin tertawa.
Pada sesi akhir acara, aku juga terpilih sebagai pasien teladan. Alhamdulillah,
ternyata diriku masih berguna bagi orang lain.
Senin, 18 Februari 2008 baru saja aku ganti transferset yang ke tiga kalinya.
Rekan-rekanku yang biasanya memiliki jadual cuci darah setiap hari Senin-Kamis
sore semuanya tinggal 5 orang lagi, dari 17 orang pasien satu ruangan. Pak Kurnia,
Luky, Ceu Eros, Bu Kartini dan aku sendiri. Berarti rekan sependeritaanku, seruangan
dan sejadual sudah 12 orang yang berada tenang di alam baka. Pak Rukmana (Alm),
Pak Asnali(Alm), Pak Agus Berlian (Alm), Ibu Dekan (Almh), dan kawan-kawan
yang lainnya semoga mereka diterima iman Islamnya.
Memang tidak hanya yang cuci darah saja, yang CAPD juga ada yang sudah
mendahului kami. Prof. Maman (Alm), Pak Sya’ban (Alm). Pak Barnas (Alm), Pak
Otong (Alm), dan lain-lain.
Semoga yang masih bertahan hidup diberi umur panjang, lebih sehat, dan tetap
selalu minum vitamin 4 S : Shalat, sabar, semangat, dan sehat baik bersama cuci darah
maupun CAPD.
Sekarang aku bisa kembali bertugas pergi ke sekolah, walaupun hanya sebagai
guru BP. Setelah aku dimuat di bulletin ginjal RSKG. Banyak yang menghubungiku
lewat telepon, ada juga yang sengaja datang ke rumah untuk menanyakan masalah
CAPD. Kini aku naik peringkat menjadi nara sumber CAPD bagi banyak orang, baik
pasien cuci darah, keluarganya atau orang awam sekalipun.
Rasa percaya diriku timbul lagi setelah melalui proses hidup yang panjang.
Depresi dan perasaan serasa tak berguna, sekarang hilang. Semakin PD hidup bersama
CAPD. Aku tetap bangga menyandang gelar Asep CAPD atau Asep cape dech,
bahkan ada yang menyebutkannya terbalik menjadi Asep CPAD.
Sekarang hari-hariku kian indah. Biarpun harus selalu disiplin menunaikan
refill 4 kali sehari secara rutin dan kontinyu. Mudah-mudahan bisa menjadi bentuk
ibadahku, ketundukkanku dan pengabdianku kepada Allah Swt, di samping shalatku
yang 5 waktu. Mudah-mudahan jadi kifarat dosa-dosaku dan bisa mengantarku
menggapai keridhoan-Mu. Amiin!
69
Mengenai Saya
bang_qory Asep Qoriin, A.Md.Pd, anak dari Entin Hartini (Almh) dan ayah Oman Abdurahman, anak pertama dari lima bersaudara. Dibesarkan di pinggiran Situ Bagendit, Banyuresmi, Garut lahir tanggal 5 Februari 1967. SD s.d SMAN di Garut sampai dengan tahun 1986. Pendidikannya kemudian dilanjutkan di Fakultas Bahasa dan Sastra IKIP Bandung (UPI sekarang) jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia program D2 yang diselesaikannya pada tahun 1988. Kemudian melanjutkan kembali ke D3 th 1996 – 1997. Selesai menjalani pendidikan D2 di IKIP Bandung, diangkat menjadi PNS di SMP 1 Banyuresmi sampai sekarang.Dinyatakan mengalami penyakit “Gagal Ginjal Terminal” 20 Februari 2006. Penulis menikah dengan Fatmah Tresnasih, S.Pd. Memiliki 4 orang anak, Faris Fajar Wibawa, Ulfa Shofi Agnia, Nazla Gina Farfasya dan Fhatiya Bilqis Saida. Sering menulis puisi, cerpen dan naskah drama yang dipentaskan di sekolah tempatnya mengajar.Melatih siswa dan anak-anaknya untuk membaca puisi dan mendongeng hingga mereka bisa meraih juara tingkat propinsi Jawa Barat.