Top Banner
CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA BANYUMAS oleh Sugeng Priyadi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Abstract Cablaka is the central of model care of the Banyumas man character. The character perceived by the outers that Banyumas man have no regard on ethics, they are vulgars, or be even they behave unwell because they rude their attitude can hurt others. Moreover, they speak many vulgar words. Cablaka has internalized into a whole circle ofBanyumas man model through their egalitary, freedom, and frankliness impressed to be a vulgarity. Keywords: cablaka, model care, character, ethics, vulgar words, egalitary, freedom, and frankliness. A. PENDAHULUAN Karakter Banyumas merupakan bidang kajian sejarah mentalitas yang secara luas menjadi bagian sejarah intelektual. Sejarah intelektual berkaitan dengan fakta mental (mentifact) yang menyangkut semua fakta yang terjadi pada jiwa, pikiran, atau kesadaran manusia. Fakta tersebut bersumber pada ekspresi yang terjadi dalam mental seseorang (Kartodirdjo 1992: 176-177). Di sini, mentalitas sebagai suatu kompleksitas sifat- sifat sekelompok manusia menonjolkan karakter tertentu yang diwujudkan pada sikap atau gaya hidup tertentu (Kartodirdjo 1992: 179). Pemahaman terhadap karakter masyarakat atau tokoh tertentu yang harus ditinjau dari konteks kebudayaan yang melatarbelakanginya (Kartodirdjo 1992: 178) karena karakter pada hakikatnya adalah identitas dari suatu masyarakat yang lazim berkaitan dengan semacam kepribadian, misalnya bujuk Matarani untuk masyarakat keturunan Mataram, umuk Sala untuk masyarakat di Karesidenan Surakarta, gertak Semarang untuk masyarakat Semarang dan masyarakat pesisir utara Jawa Tengah (Kartodirdjo 1993: 82-83). Sebagai perbandingan pada masyarakat pesisir utara Jawa Tengah bagian barat ditemukan juga identitas masyarakat berdasarkan kepribadian yang dikenal dengan baik yang meliputi merak ngigel sinonderan untuk masyarakat Pekalongan, watang putung untuk masyarakat Pemalang, gong pecah tinabuh untuk masyarakat Brebes, dan bantheng loreng binoncengan untuk masyarakat Tegal (Suputro 1959:47). Jadi, karakter, identitas, dan kepribadian selalu ditemukan pada masyarakat tertentu sebagai warisan masa lampau dari leluhurnya, termasuk Banyumas, yaitu cablaka Banyumas, atau blakasuta Banyumas, atau thokmelong untuk masyarakat di Karesidenan Banyumas (Priyadi 2002: 258). Cablaka atau blakasuta adalah karakter universal Banyumas. Memang ada karakter yang secara khusus menyangkut daerah-daerah tertentu yang dikenal sebagai pralambang yang termuat dalam Prim bon Sabda Amerta yang dikumpulkan oleh Tanoyo (tt: 31) yang menyebut bayem gatel tuwuh ing tegal untuk Banyumas, kebo gupak ing talunan untuk Purwokerto, pandhan rangkep aneng jro paseban untuk Purbalingga, wedhung sumlandhang untuk Cilacap, dan landhak mati aneng elenge untuk Banjarnegara. Karakter 11
8

CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA … · yang tercantum dalam primbon tersebut berasal dari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lain ... dan karakter umum. Atau dengan

Mar 07, 2019

Download

Documents

lequynh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA … · yang tercantum dalam primbon tersebut berasal dari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lain ... dan karakter umum. Atau dengan

CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL

KARAKTER MANUSIA BANYUMAS

oleh Sugeng Priyadi

Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Abstract

Cablaka is the central of model care of the Banyumas man character. Thecharacter perceived by the outers that Banyumas man have no regard on ethics,they are vulgars, or be even they behave unwell because they rude their attitude canhurt others. Moreover, they speak many vulgar words. Cablaka has internalizedinto a whole circle ofBanyumas man model through their egalitary, freedom, andfrankliness impressed to be a vulgarity.

Keywords: cablaka, model care, character, ethics, vulgar words, egalitary,freedom, and frankliness.

A. PENDAHULUAN

Karakter Banyumas merupakan bidangkajian sejarah mentalitas yang secara luasmenjadi bagian sejarah intelektual. Sejarahintelektual berkaitan dengan fakta mental(mentifact) yang menyangkut semua fakta yangterjadi pada jiwa, pikiran, atau kesadaranmanusia. Fakta tersebut bersumber padaekspresi yang terjadi dalam mental seseorang(Kartodirdjo 1992: 176-177). Di sini,mentalitas sebagai suatu kompleksitas sifat-sifat sekelompok manusia menonjolkankarakter tertentu yang diwujudkan pada sikapatau gaya hidup tertentu (Kartodirdjo 1992:179). Pemahaman terhadap karaktermasyarakat atau tokoh tertentu yang harusditinjau dari konteks kebudayaan yangmelatarbelakanginya (Kartodirdjo 1992: 178)karena karakter pada hakikatnya adalahidentitas dari suatu masyarakat yang lazimberkaitan dengan semacam kepribadian,misalnya bujuk Matarani untuk masyarakatketurunan Mataram, umuk Sala untukmasyarakat di Karesidenan Surakarta, gertakSemarang untuk masyarakat Semarang danmasyarakat pesisir utara Jawa Tengah(Kartodirdjo 1993: 82-83). Sebagaiperbandingan pada masyarakat pesisir utara

Jawa Tengah bagian barat ditemukan jugaidentitas masyarakat berdasarkan kepribadianyang dikenal dengan baik yang meliputi merakngigel sinonderan untuk masyarakatPekalongan, watang putung untuk masyarakatPemalang, gong pecah tinabuh untukmasyarakat Brebes, dan bantheng lorengbinoncengan untuk masyarakat Tegal (Suputro1959:47).

Jadi, karakter, identitas, dankepribadian selalu ditemukan pada masyarakattertentu sebagai warisan masa lampau darileluhurnya, termasuk Banyumas, yaitu cablakaBanyumas, atau blakasuta Banyumas, atauthokmelong untuk masyarakat di KaresidenanBanyumas (Priyadi 2002: 258). Cablaka ataublakasuta adalah karakter universal Banyumas.Memang ada karakter yang secara khususmenyangkut daerah-daerah tertentu yangdikenal sebagai pralambang yang termuatdalam Prim bon Sabda Amerta yangdikumpulkan oleh Tanoyo (tt: 31) yangmenyebut bayem gatel tuwuh ing tegal untukBanyumas, kebo gupak ing talunan untukPurwokerto, pandhan rangkep aneng jropaseban untuk Purbalingga, wedhungsumlandhang untuk Cilacap, dan landhak matianeng elenge untuk Banjarnegara. Karakter

11

Page 2: CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA … · yang tercantum dalam primbon tersebut berasal dari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lain ... dan karakter umum. Atau dengan

12

yang tercantum dalam primbon tersebut berasaldari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lainuntuk masyarakat Banyumas secaramenyeluruh yangjuga sering disebutkan dalamtradisi lisan, yaitu kebo cinancang yangditafsirkan sebagai orang yang tidak bebas,khususnya para elite tradisional Banyumastempo dulu. Maka dari itu, tradisi lisanBanyumas tidak mungkin diabaikan dalampenelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untukmengungkap cablaka sebagai inti modelkarakter manusia Banyumas sehingga obyekyang dikumpulkan adalah naskah-naskah yangmemuat teks Babad Pasir dan Babad Banyumasyang tersimpan pada lembaga-Iembagamuseum dan perpustakaan di luar wilayahKaresidenan Banyumas dan para kolektornaskah di Karesidenan Banyumas yangmemuat informasi yang relevan dengankarakteristik orang-orang Banyumas. Teks-teksbabad yang berasal dari Banyumas atau dariluar bisa dalam bentuk puisi (tembangmacapat)dan prosa (gancaran). Di samping itu, padamasyarakat Banyumas juga terdapat pepatah-pepatah atau tradisi lisan yang juga dijadikansumber pembanding.

Lokasi penelitian ini adalahKaresidenan Banyumas yang menyimpannaskah-naskahlokalyangjumlahnyajauhlebihbanyak daripada naskah-naskah yang ada dimuseum dan perpustakaan di luar KaresidenanBanyumas. Lokasi-Iokasi yang relevan denganpenelitian juga menjadi prioritas agar dapatdiperoleh sumber sebanyak mungkin sehinggaakan dapat direkonstruksi sejarah mentalitasBanyumas dengan hasil yang lebih baik. Untukkeperluan tersebut tidak mungkin diabaikantradisi-tradisi yang hidup pada masyarakatyang berbentuk lisan yang mengandungkearifan lokal.

Teks-teks historis, khususnya sastratradisional Indonesia seperti babad, sejarah,dan silsilah dapat dianalisis dengan pendekatansejarah atau sastra (Teeuw 1988:240). Namun,karya sastra sejarah, pertama-tama harus dilihatsebagai karya sastra dan bukan karya sejarah.Kata sejarah memberi batasan terhadap

DIKSI Vol. : 14. No. 1 Januari 2007

pengertian sastra (Teeuw 1976: 5; bdk.Chamamah-Soeratno 1997: 159). Batasan inimenjadi penting kalau jenis sastra ini akanditangani dari kacamata sastra. Analisis sastradapat menerangkan kekaburan, ketidak-teraturan, dan kekacauan yang ban yakditemukan pada karya-karya sastra sejarahtersebut (Sulastin-Sutrisno 1982: 209; bdk.Creese 1991: 239) atau sering menunjukkanadanyaanakronisme(Berg 1985: 140).

Berdasarkan pemikiran di atas, untukmencapai tujuan penelitian, ditempuh metodepenelitian sastra dengan pendekatan struktural,yaitu mencermati teks Babad Pasir dan BabadBanyumas sebagai suatu teks karya sastrasejarah yang memiliki struktur yang utuh danbulat, unsur-unsumya menentukan maknakeseluruhan dan selanjutnya maknakeseluruhan itu menentukan fungsi dan maknasetiap unsumya (Teeuw 1988: 250). Di sini,karya sastra atau teks sastra dianggap sebagaisesuatu yang otonom, yang mencukupi dirinyasehingga dalam kritik sastra yang dipentingkanadalah menganalisis struktur intrinsiknya,kompleksitas karya sastra, bentuk formal karyasastra, dan fenomena-fenomena dalam karyasastra (Pradopo 1995: 163-164). Penelitiansastra ini difokuskan pada pengungkapanmodel karakter manusia Banyumas (studisejarah mentalitas) yang terdapat pada strukturteks-teks Babad Pasir dan Babad Banyumas,serta tradisi lisan yang telah tercatat padanaskah-naskah Banyumas.

Metode penelitian ini ditempuhmelalui empat tahap, yaitu (1) mengumpulkandata yang relevan yang terkandung pada teksBabad Pasir dan Babad Banyumas, (2) kritikteks sehingga diperoleh fakta-fakta sastra,khususnya fakta-fakta mental, (3) interpretasiatau penafsiran terhadap fakta-fakta mental(mentifact), dan (4) hasil disajikan dalambentuk laporan (Djamaris 1977; 24; bdk.Kuntowijoyo 1995:100-103).

B. MODEL KARAKTER MANUSIABANYUMAS

Penelitian ini menghasilkan modelkarakter manusia Banyumas yang dapat

Page 3: CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA … · yang tercantum dalam primbon tersebut berasal dari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lain ... dan karakter umum. Atau dengan

disistematisasikan dalam empat lapis lingkaranyang saling berkaitan dan terintegrasi.Lingkaran pertama merupakan lingkaranterdalam yang berisi karakter manusiaBanyumas yang paling hakiki. Artinya,karakter pada lingkaran pertama adalahkarakter inti yang tidak mudah berubah danmenjadi ciri khas manusia Banyumas yangmembedakan dengan masyarakat lainnyasehingga orang selalu menyebut manusiaBanyumas itu cablaka, atau manusia Banyumasitu thokmelong, atau manusia Banyumas itublakasuta. Glogok soar sepadan dengan ketigaistilah itu.

Lingkaran kedua berisi karakterkhusus yang menyangkut legenda-legendayang hidup di Banyumas. Legenda yangdikenalluas oleh masyarakat Banyumas adalahlegenda Kamandaka dari teks Babad Pasir.Legenda tersebut pengaruhnya tidak hanyapada masyarakat Banyumas di seluruh wilayahKaresidenan Banyumas, melainkan telahmelewati batas-batas budaya Banyumasansehingga legenda tersebut hidup dengansubumya di daerah pesisir se1atanJawa Tengah.Legenda lain yang berasal dari teks BabadBanyumas meliputi legenda Raden Baribin,Raden Keduhu, danAdipati WargaUtama 1.

Lingkaran ketiga berisi karakterkhusus yang terkait dengan sejarah Banyumas.Karakter yang dicerminkan oleh sejarahBanyumas menyangkut peristiwa-peristiwasejarah yang melekat pada tokoh-tokohBanyumas masa lampau, baik yang disebutkanpada teks Babad Pasir dan Babad Banyumasmaupun pada tokoh sejarah yang dikenal dalamsejarah kontemporer Banyumas. Hal itumerupakan penjelasan sejarah yangberkesinambungan antara masa lampau denganmasa kini.

Lingkaran keempat berisi karakterumum yang dijumpai pada masyarakatBanyumas pada umumnya dalam kehidupansehari-hari. Karakter pada lingkaran keempatmerupakan karakter yang bukan karakter inti,me1ainkankarakter yang berada pada lingkaranpaling luar sehingga bisa saja karakter umumini ditemukan gejalanyapada masyarakat lain.

13

Gambar Model Karakter Manusia

Banyumas

Gambar lingkaran di atasmenunjukkanmodel karakter manusia Banyumas yang telahdisistematisasikan. Cablaka atau thokmelong,atau blakasuta merupakan karakter manusiaBanyumas yang paling hakiki yang tidakmudah berubah meskipun manusia Banyumasitu sudah berinteraksi dengan manusia yangberlatarbelakangkan kebudayaan lain. Karaktercablakalthokmelongl blakasuta sangatmenjiwai karakter-karakter lain seperti karakterkhusus (baik yang dicerminkan oleh legendamaupun sejarah) dan karakter umum. Ataudengan kata lain, karakter khusus dan karakterumum manusia Banyumas tidak mungkindilepaskan dari karakter inti tersebut. Tidak adapenjelasan sejarah terhadap karakter manusiaBanyumas yang memuaskan apabilamengabaikan karakter ini karena kekhasan atauciri khas manusia Banyumas itu terletak padakarakter yang berwujud cablakal thokmelonglblakasuta. Pada lingkaran pertama initercermin jiwa egaliter, jiwa bebas, dan jiwavulgar darimasyarakat Banyumas.

C. CABLAKA SEBAGAI INTI MODELKARAKTERMANUSIABANYUMAS

Pembahasan dalam artikel ini

difokuskan pada lingkaran pertama ataulingkaran terdalam yang berisi karaktcrcablaka. Cablaka merupakan pusat atau intimodel karakter manusia Banyumas. Cablakaadalah karakter yang dicetuskan secara spontanoleh manusia Banyumas terhadap fenomenayang tampak di depan mata, tanpa ditutup-tutupi. Cablaka sering diartikan sebagaikarakter yang mengedepankan keterusteranganmanusia Banyumas. Artinya, manusia

Cablaka sebagai Inti Model Karakter Manusia Banyumas (Sugeng Priyadi)

Page 4: CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA … · yang tercantum dalam primbon tersebut berasal dari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lain ... dan karakter umum. Atau dengan

14

Banyumas lebih senang berbicara apa adanyadan tidak menyembunyikan sesuatu. Akibatcablaka manusia Banyumas, orang lainmerasakan bahwa manusia Banyumas dilihatdari sisi luar seperti tidak memiliki unggah-ungguh (etika), lugas, ataubahkankurang ajar.

Anggapan ituwajar sajakarenacablakagaya manusia Banyumas itu memangmenimbulkan rasa yang kadang-kadangmenyakitkan hati (nylekit) bagi orang lain yangtidak memahaminya atau orang yang sedangmudah tersinggung, termasuk sesama manusiaBanyumas sendiri. Perilaku penjorangan,semblothongan, glewehan, atau ngomongbrecuh orang Banyumas memang seringberlebih-Iebihan sebagai perwujudan darikarakter cablaka tersebut. Namun, bagi sesamamanusia Banyumas hal itu tidak menjadimasalah. Maka dari itu, cablaka manusiaBanyumas harus dianggap sebagai perilakuketerusterangan, jiwa yang terbuka, akrab, atauekspresi kebebasan untuk menyatakan sesuatutanpa ada hal-hal yang ditutup-tutupi (tanpatedheng aling-aling) (Darmasoetjipta 1985:153).

Cablaka, thokmelong, dan blakasutasebenamya memiliki maksud yang sama, yaknibicara apa adanya atau terus terang ataubersahaja (Prawiroatmojo 1988: 52). Cablakadan blakasuta memuat unsur kata yang sama,blaka, yang artinya terus terang atau bersahaja(Prawiroatmojo 1988: 39). Blaka selanjutnyaberasal dari kata blak (pada salah satu geografidialek Banyumasan: blag) yang artinya mengaamba atau teladan dan contoh sehingga kataulang blak-blakan (pada salah satu geografidialek Banyumasan: blag-blagan) berarti tanpanganggo ditutupi dan blakasuta berarti kandhaing sabenere (Widada, dkk. 2006: 66; bdk.Prawiroatmojo 1988:39).

Kata blaka jika dicari asal-usulnyatemyata berasal dari bahasa Jawa Kuna, balaka,atau juga Sanskerta, walaka. Balaka diartikanterns terang, sejujur-jujurnya, lurns, tanpatedheng aling-aling (Mardiwarsito 1979: 106)atau hanya, semata-mata, saja, belaka(Zoetmulder 2000a: 100). Kata walakadiartikan balaka, anak, bocah, kanak-kanak,

DIKSI Vol. : 14. No. 1 Januari 2007

atau anak-anak (Mardiwarsito 1979: 655) ataumuda, belum tumbuh sepenuhnya (Zoetmulder2000b: 1372), atau wantah, belaka, wenteyan(Winter & Ranggawarsita 1988: 293).Tampaknya asal-usul kata yang berasal darikata Jawa Kuna dan Sanskerta yangmenimbulkan kata cablaka ataublakasuta.

Kata cablaka ini dimungkinkan berasaldari kata bocah blaka atau disingkat menjadicah blaka, dan selanjutnya menjadi cahblakaatau dibaca cablaka. Kata walaka yang berartibocah, anak, kanak-kanak, anak-anak, ataumuda di atas menunjukkan bahwa cahwalakaat au cawlaka berarti bocah-bocah.Maksudnya, anak-anak yang masih wantah(belaka) atau masih apa adanya dan belumterkontaminasi oleh pengarub-pengaruh luar.Anak masih memperlihatkan watak yang mumiyang berbeda dengan manusia dewasa yangsudah mengalami banyak perkembanganjiwanya. Kata blakasuta juga samapengertiannya dengan cablaka karena kata sutaberarti anak (laki-laki dan perempuan), sais,kusir (Zoetmulder 2000b: 1163; bdk.Prawiroatmojo 1989: 223 & Mardiwarsito1979: 552), atau suta, suta biweh, anak mantu(Winter & Ranggawarsita 1988:261). Dengandemikian, cablaka atau blakasuta mengandungarti keterusterangan atau kejujuran sepertianak-anak. Atau dengan kata lain, cablaka ataublakasuta berarti kejujuran yang masih mumi,lugu, atau apa adanya dan belum berubah.Anak-anak secara fitrah masih memperlihatkankejujuran dan belum berbohong seperti orang-orang dewasa.

Thokmelong adalah istilah yang seringmuncul untuk menyatakan sesuatu yang samadengan cablaka atau blakasuta. Thokmelongterdiri atas dua kata, yakni thok dan melong.Kata thok merupakan bunyi tiruan dari suaraorang yang memukul (mengethok) bambu ataukayu. Dalam pertunjukan wayang kulit,seorang dalang membawa alat yang disebutkethok dan kecrek yang fungsinya hampir miripdengan kenthong dalam pertunjukan senikethoprak. Kethok dipukulkan pada kotaktempat penyimpanan wayang sebagai tanda. Disamping itu, kata thok dalam bahasa sehari-hari

Page 5: CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA … · yang tercantum dalam primbon tersebut berasal dari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lain ... dan karakter umum. Atau dengan

berarti sahaj a, belaka, at au hanya(Prawiroatmojo 1989:285). Dengan demikian,kata thok searti dengan kata blaka, sedangkankata melong berarti kilap atau mengkilap(Prawiroatmojo 1989,;351). Jadi, thokmelongmempunyai maksud hanya yang mengkilapyang tampak atau mencolok di depan mata.Manusia Banyumas bicara apa adanya(thokmelong) karena ia melihat sesuatu danmenyatakan sesuatu itu sebagaimana yangtampak di depan mereka. Maksudnya, manusiaBanyumas tidak mengingkari kenyataan yangmereka lihat.

Thokmelong itu sebagaimana dengancablaka atau blakasuta juga dinyatakan secaraspontan dan tidak dibuat-buat. Kata tholemenunjukkan waktu seketika itu juga, bukanmiki (baru saja) atau mau (tadi agak lama).Waktu seketika itu merupakan kecepatan reaksimanusia Banyumas terhadap suatu fenomenayang tidak memberikan kesempatan ia untukberpikir dan memberikan reaksi yang artifisial.Karena thokmelong itulah, kata-kata yangmuncul menjadikan lawan bicara mendapatkejutan, yaitu sesuatu yang mengejutkan yangberakibat orang itu bisa tersinggung, tidaksenang, tidak nyaman, merasa kurangdihormati, bahkan mungkin merasa dilecehkan.ltulah thokmelong manusia Banyumas yangsebenarnya tidak bermaksud untukmenyinggung perasaan orang lain, tetapimerupakan suatu upaya untuk tidak mengambiljarak dengan orang lain.

Hal itu didukung oleh kehidupanmanusia Banyumas yang cenderung egaliteryang menjunjung kesetaraan relasi antara satuindividu dengan individu lain. Maka dari itu,manusia Banyumas selalu memakai katainyong dan kowe atau ko atau kono atau rikadalam berbahasa dialek Banyumasan. ManusiaBanyumas tidak mengenal sapa sira sapaingsun yang cenderung merupakan representasidari budaya feodalistik yang membedakanantara strata wong gedhe dengan wong cilik.Thokmelong merupakan bentuk keakrabanyang diciptakan oleh manusia Banyumas yangmenganggap orang lain sudah menjadi bagiandari kehidupan masyarakat (padha-padha atau

15

wonge dhewek) sehingga sifat itu bukanekspresi dari sok kenaI sok dekat yang dibelakangnya ada maksud-maksud yang kurangbaik karena manusia Banyumas tidak akanmemanfaatkan kedekatannya denganorang lainuntuk kepentingan pribadi. Bagi manusiaBanyumas memanfaatkan orang lain itutermasuk tindakan yang dikategorikan tidaketis karena di dalam rangka thokmelong itujugaada unsur glewehan yang jelas tidak serius.Glewehan itu memang merupakan perilakupenjorangan atau semblothongan yang tidakharus direaksi dengan serius. Oleh karena itu,manusia Banyumas cenderung saling gleweh,saling menjorang, dan saling semblothonganyang akhirnya bermuara pada keakraban danmengikisjarak.

Salah satu cara yang terbaik untukmenghadapi cablakalblakasuta at authokmelong manusia Banyumas adalahmelakukan reaksi yang sarna sehingga tidakmerasa tersinggung atau dilecehkan karenatidak jarang muncul kata-kata jorok dan saru(brecuh) dalam percakapan sehingga manusiaBanyumas menjunjung ungkapan gemblung-gemblung ari rubung (biar gila asal berkumpul)(Koderi 1991: 154) dalam rangka menjalinkebersamaan dan keakraban. Berbicara brecuh

tampaknya merupakan sesuatu yang khas diantara percakapan manusia Banyumas.

Ada istilah lain yang sepadan dengancablakalblakasutalthokmelong, yaitu glogoksoar, yang diduga berasal dari bahasa Sundagolokgok yang berarti menuangkan air(Sumantri dkk 1985: 149) dan soara berartisuara (Sumantri dkk 1985: 387). Glogok soarberarti menuangkan suaraapa adanya.

Cablaka dalam pewayangan Jawa danjuga gagrag Banyumasan tampak pada tokohWerkudara (Bima), Antasena, Lingsanggeni,dan panakawan Carub Bawor, serta PrabuPuntadewa yang dikenal sebagai manusia yangberdarah putih. Dalam adegan gara-gara,bahkan pada adegan-adegan lain jugaditunjukkan oleh dalang perilaku penjoranganyang intinya lebih mengarah kepada glewehan.Tokoh-tokoh panakawan dan Antasena olehdalang sering dipakai untuk menunjukkan

Cablaka sebagai Inti Model Karakter Manusia Banyumas (Sugeng Priyadi)

Page 6: CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA … · yang tercantum dalam primbon tersebut berasal dari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lain ... dan karakter umum. Atau dengan

16

perilakupenjorangan, tetapi tokoh Puntadewa,Werkudara, dan Lingsanggeni dikategorikanthokmelong atau cablaka!blakasuta yang seriusmeskipun ada juga sebuah naskah wayang dariPurbalingga dari tahun 1860Masehiyang berisiteks yang menggunakan dewa sebagai mediaglewehan, misalnya Sanghyang Naradamelakukan keprok bokong untuk glewehi(menggoda, mengganggu, dan bahkan adaunsur pelecehan) terhadap tapa BagawanPalasara yang bisa dibatalkan (Roorda 1869).Wayang gagrag Banyumasan selama inimenjadi media yang digunakan untukmenyatakan kecablakaan atau keblakasutaanatau kethokmelongan manusia Banyumas diantara sesama Banyumas.

Sementara itu, pada teks Babad Pasirdikisahkan bahwaAdipati Banyak Thole secaracablaka menyatakan ia tidak mau tundukkepada kekuasaan Demak, bahkan ia murtaddari agama Islam. Banyak Thole memperolehbanyak nasihat yang diberikan oleh pamannyayang menjabat patih, yaitu Wirakencana agar iatidak melakukan pemberontakan kepadaDemak karena prajurit Pasirluhur tidakmungkin sanggup menghadapi Demak. Atasnasihat pamannya ini, Banyak Thole bukannyasadar atas perilakunya, tetapi malahan ia jugasecara cablaka mengatakan kepada pamannyasebagai orang lelaki yang tidak mempunyai alatkelamin.

Cablaka gaya Thole ini sangatmenyakitkan hati Wirakencana sehingga iamenyeberang dan patuh kepada Demak. Atasperilaku pamannya, Thole juga membcrikanreaksi cablaka yang lebih keras denganpernyataan bahwa tidak boleh orang Pasirmengambil paman sebagai patih. Pernyataancablaka Thole ini menjadi semacam tabu ataupantangan di kalangan keluarga karenaWirakencana dianggap sebagai patih yangberkhianat. Pengkhianatan Wirakencana ini didalam teks Babad Pasir memang dianggapsebagai suatu kebenaran karena Wirakencanamemiliki prinsip untuk memegang Islamsebagai kepercayaannya dan berkat keteguhanimannya ia boleh dikuburkan dalam satu liangdengan Pangeran Makhdum Wali, seorang wali

DIKSI Vol. : 14. No.1 Januari 2007

yang berasal dari Demak. Babad Pasir memangteks yang mendukung pihak yang menangdalam sejani11.karena ia menggantikan Tholeyang tersingkir akibat ia tidak mampumempertahankan kekuasaannya dari hegemoniDemak.

Pada kasus Thole, cablaka cenderungsebagai salah satu bentuk keterusterangan yangmenyakitkan hati sehingga Wirakencanamerasa tersinggung, di samping Thole telahmurtad dari agama Islam yang berarti Tholesudah tidak seiman dengan dirinya dan orangtuanya. Ayah Thole yang bernama BanyakBelanak adalah pejuang Islam yang tangguhkarena ia telah mengislamkan penduduk diwilayah Pasirluhur yang diteruskan ke JawaBarat di sebelah timur Sungai Citarum. BanyakBelanak juga ikut dalam ekspedisi Demakuntuk mengislamkan beberapa daerah di JawaTimur. Berkat jasa-jasanya, Banyak Belanakdikukuhkan sebagai adipati Pasirluhur yangmuslim dengan gelar Pangeran SenapatiMangkubumi I. Wirakencana agaknya jugadikukuhkan seperti halnya kakaknya dengannama nunggak semi, Pangeran SenapatiMangkubumi II setelah kekalahan Thole karenaia telah berjasa mempertahankan Islam diPasirluhur.

Thole lari ke Bocor (Kebumen) yangternyata karakter ini juga muncul padaketurunannya yang disebut-sebut dalam BabadTanahJawi dengan sebutan Ki Bocor. Ki Bocorsebagai salah seorang dari rombongan mantripamajegan dari mancanegara ki/en yang akanmenghadap ke Pajang dihentikan dan dijamuoleh Panembahan Senapati. Ki Bocor secaracablaka menyatakan bahwa dirinya merasalebih tinggi derajatnya karena ia keturunanPangeran Senapati Mangkubumi I dariPasirluhur. Gelar pangeran jelas lebih tinggidan lebih bergengsi daripada gelar panembahansehingga Ki Bocor tidak mau mengakuiMataram sebagai kerajaan yang lebih baikdaripada Pajang (de Graaf 1985: 73-74). KiBocor merasa takluk kepada Senapati karenaraja Mataram itukebal daripusaka.

Selanjutnya, teks Babad Banyumasmenceritakan perihal pembunuhan Adipati

Page 7: CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA … · yang tercantum dalam primbon tersebut berasal dari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lain ... dan karakter umum. Atau dengan

Warga Utarna I oleh utusan Sultan Pajang yangberakhir dengan munculnya sejumlahpantangan atau tabu dari pihak Wirasaba.Pantangan Adipati Warga Utama I dinyatakansecara cablaka itu dibalas dengan pantanganserupa dari pihak Toyareka yang tidak kalahcablakanya. Oi sini, ada perang cablaka diantara kedua bersaudara itu. Pantangan itumasih berlaku sampaihari ini.

Perang cablaka juga dikisahkan ketikaBanyak Catra yang memakai narna sarnaranKamandaka berani masuk ke taman sari

Pasirluhur. Perilaku yang menyimpang inidisumpahi seperti anjing oleh Kanda Oahadengan cablaka dan dibalas dengan cara cablakajuga oleh Karnandakadengansimbolhatianjing.Jadi, sumpah serapah anjing itu dibalas dengansumpah serapah yang sarna. Oi sini, adasemacarn glewehan Karnandaka untuk orangyang menyumpahinya dengan memberikandarah dan hati anjing sebagaimana sejalandengan peribahasa dalam dialek Banyumasanwong moyok ngoyok-oyok. Kanda Oaha moyoki

Kamandaka itu anjing, tetapi ia sendiri makandarah dan hati anjing. Atau Kamandaka jugamoyoki Kanda Oaha itu anjing. Jadi, intinyaKamandaka dan Kanda Oaha sarna saja, yaknimempunyaikaraktercablaka.

Hal lain yang menonjol dari teks BabadBanyumas adalah cablaka yang ditunjukkanoleh Bagus Mangun atau Jaka Kaiman yangbersedia berangkat ke Pajang untuk memenuhipanggilan Sultan. Saudara-saudara ipar BagusMangun merasa takut apabila mereka akandilibatkan kesalahan orang tuanya oleh SultanPajang. Bagus Mangun menyatakan secaracablaka bahwa dirinya mau berangkat kePajang rela sebagai tumbal mertuanya. Namun,ia secara blak-blakan mengatakan apabila iamendapat anugerah raja dan diangkat sebagaipengganti mertua, saudara-saudaranya besertaseluruh keturunannya tidak boleh iri dengkikepadanya. Pemyataan cablaka itu disetujuioleh saudara-saudaranya.

Cablaka Bagus Mangun inimenunjukkan sifat yang berani dan tidakmenghinakan saudara-saudaranya sehinggatidak menimbulkan konflik di antara keturunan

17

Wirasaba. Bagus Mangun diangkat oleh SultanPajang untuk menggantikan mertuanya dengangelar nunggak semi, Adipati Warga Utama II.Setelah menjadi adipati, putra Kejawar itujugamelakukan tindakan yang dilandasi oleh sifatcablaka, yaitu ia lebih cenderung untukmeninggalkan Wirasaba yang kemudiandiserahkan kepada Wargawijaya. Sementara iasendiri memilihpulang kampung dan membukapusat kadipaten yang baru. Tindakan cablakaAdipati WargaUtarnaII yang menyerahkan danmembagi empat wilayah Wirasaba secaraterang-terangan itu dianggap sebagai suatukebijaksanaan yang dijunjung tinggi olehsaudaranya sehingga ia mendapat namaanumerta yang terkenal hingga kini, yakniAdipati Mrapat. Tanpa kecablakaan AdipatiWarga Utama II tidak mungkin muncul namaBanyumas di panggung sejarah sehinggacablaka itu sendiri melekat pada namaBanyumas. Bukankah nama Banyumasmengandung unsur banyu atau air yangdituangkan (golokgok) ? Mas atau emas adalahlogam mulia yang mengkilap (melong). Logarnmulia berarti suatu logarn yang tidak bisadibentuk secara instan, tetapijuga tidak mudahberubah. Keberadaan emas tidak bisa ditutup-tutupi meskipun ia berada di tengah-tengahsampah, ia tetap emas. Banyumas merupakansimbol kejujuran dan keterusterangan yangberlawanan dengan Toyareka sebagai simbolfitnah dan rekayasa, sertakebohongan.

D. PENUTUP

Masyarakat Banyumas dcnganbersendikan bahasa dialek Banyumasan telahterbangun budaya egaliter, yaitu mengakuikesepadanan antara anggota warganya. Hal ituberpengaruh pada cara bicara orang Banyumasyang terlalu bebas sehingga kesan yang tampakadalah orang Banyumas itu kasar. Kebebasantadi agaknya juga terkait dengan kevulgaranorang Banyumas dalam membicarakanmasalah seks. Jiwa egaliter, jiwa bebas, danjiwa vulgar dilandasi oleh karakter inti manusiaBanyumas, yakni cablaka atau blakasuta atauthokmelong. Karakter inti merupakan lingkaraninti atau lingkaranterdalam.

Cablaka sebagai Inti Model Karakter Manusia Banyumas (Sugeng Priyadi)

Page 8: CABLAKA SEBAGAI INTI MODEL KARAKTER MANUSIA … · yang tercantum dalam primbon tersebut berasal dari tradisi lisan. Namun, ada pralambang lain ... dan karakter umum. Atau dengan

18

DAFTAR PUSTAKA

Berg, C.C. 1985. Penulisan Sejarah Jawa.Jakarta: Bhratara.

Chamamah-Soeratno, Siti. 1997. "Hikayat danSyair 'Penyimpan' Data Sejarah,"dalam Taufik Abdullah & Edi

Sedyawati. Sejarah Indonesia:Penilaian Kembali Karya UtamaSejarawan Asing. Depok: PusatPenelitian Kemasyarakatan danBudaya, Lembaga Penelitian,Universitas Indonesia.

Creese, Helen. 1991. "Balinese Babad asHistorical Sources: A Reinterpretationof The Fall of Gelgel," Bidragen tot deTaal-, Land-, en Volkenkunde (BKI),deeI147,2een3e:236-260.

Darmasoetjipta, F.S. 1985. Kamus PeribahasaJawa: dengan Penjelasan Kala-katadan Pengertiannya. Yogyakarta:Kanisius.

De Graaf, H.J. 1985. Awal KebangkitanMataram. Jakarta: Grafitipers.

Djamaris, Edwar. 1977. "Filologi dan CaraKerja Penelitian Filologi," dalamBahasadanSastra, TahunIII,No.1.

Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan IlmuSosial dalam Metodologi Sejarah.Jakarta: Gramedia PustakaUtama.

_ 1993. Pembangunan Bangsa tentangNasionalisme, Kesadaran, danKebudayaan Nasional. Yogyakarta:Aditya Media.

Koderi, M. 1991. Banyumas Wisata danBudaya. Purwokerto: Metro Jaya.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah.Yogyakarta: BentangBudaya.

Mardiwarsito, L. 1979. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Ende:Nusa Indah.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. BeberapaTeori Sastra, Metode Kritik, danPenerapannya. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Prawiroatmojo. 1988. Bausastra Jawa-Indonesia Jilid 1 (Abjad A-Ny).Jakarta: Haji Masagung.

1989. Bausastra Jawa-Indonesia Jilid 2

(AbjadNy-Z). Jakarta:HajiMasagung.-

DIKSI Vol. : 14. No.1 Januari 2007

Poerbatjaraka, 1992. Agastya di Nusantara.Jakarta:YayasanObor Indonesia.

Priyadi, Sugeng. 2002. Banyumas: AntaraJawa dan Sunda. Semarang: PenerbitMimbar- The Ford Foundation-

YayasanAdikarya Ikapi.Roorda, T. 1869. De Wajangverhalen:

Palasara, Pandoe, en Raden Pandji inhet Javaansch, met Aanteekeningen.Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Sulastin-Sutrisno, 1982. "Sastra danHistoriografi Tradisional," MajalahIlmu-ilmu Sastra Indonesia. Jilid X.No.03.

Sumantri dkk., Maman. 1985. Kamus Sunda-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa,Departemen Pendidikan danKebudayaan.

Suputro. 1959. Tegal dari Masa ke Masa.Djakarta: Bagian Bahasa DjawatanKebudajaan, Kementerian P.P.dan K.

Tanoyo.Tt. Primbon SabdaAmerta. Solo: SaduBudi.

Teeuw,A. 1976. "Some Remarks on the Studyof so-called History Texts inIndonesian Languages," in SartonoKartodirdjo et al. Profiles of MalayCulture,Historiography, Religion, andPolitics. Jakarta: Ministry of Educationand Culture, Directorate General ofCulture.

_' 1988. Sastra dan Ilmu Sastra, PengantarTeori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya-Girirmukti Pasaka.

Widada, dkk. 2006. Kamus Basa Jawa(Bausastra Jawa). Yogyakarta:Kanisius.

Winter & Ranggawarsita. 1988. Kamus Kawi-Jawa. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Zoetmulder, P.J. 2000a. Kamus Jawa Kuna-Indonesia 1 (A-D). PenerjemahDarusuprapta dan Sumarti Suprayitna.Jakarata: Gramedia Pustaka Utama.

. 2000b. Kamus Jawa Kuna-Indonesia 2 (P-Y). Penerjemah Darusuprapta danSumarti Suprayitna. Jakarata:Gramedia PustakaUtama.