Top Banner
KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) DALAM AIR, SEDIMEN DAN ORGAN TUBUH IKAN SOKANG (Triacanthus nieuhofi) DI PERAIRAN ANCOL, TELUK JAKARTA JULIUS MARINUS BANGUN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
64

C05jmb

Oct 22, 2015

Download

Documents

Satria Hidayat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: C05jmb

KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) DALAM AIR, SEDIMEN DAN ORGAN

TUBUH IKAN SOKANG (Triacanthus nieuhofi) DI PERAIRAN ANCOL, TELUK JAKARTA

JULIUS MARINUS BANGUN

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2005

Page 2: C05jmb

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta adalah benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Oktober 2005

Julius Marinus Bangun C24101053

Page 3: C05jmb

ABSTRAK JULIUS MARINUS BANGUN. C24101053. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ”Dibimbing oleh ETTY RIANI Sebagai Ketua dan ISDRADJAD SETYOBUDIANDI Sebagai Anggota”. Perkembangan industri yang ada di sekitar Teluk Jakarta menghasilkan buangan limbah dan menimbulkan pencemaran logam berat seperti timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Cemaran tersebut dapat membahayakan biota dan organisme yang hidup di dalamnya. Hal ini karena keberadaan logam berat dalam perairan akan sulit mengalami degradasi bahkan logam tersebut akan diabsorpsi dalam tubuh organisme. Salah satunya terjadi penimbunan kandungan logam berat pada organ-organ tubuh ikan seperti yang terjadi pada ikan sokang (Triacanthus nieuhofi). Kandungan logam berat ini mengakibatkan rusaknya organ-organ tubuh ikan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam air, sedimen dan organ tubuh ikan sokang (Triacanthus nieuhofi), mengetahui korelasi antara logam berat di air dan di sedimen dengan di organ tubuh ikan sokang di perairan Ancol, Teluk Jakarta. Pengumpulan data diambil dari data primer dan data sekunder. Metode analisa logam berat yang dilakukan menggunakan Spektrofotometrik Serapan Atom (AAS), lalu dilanjutkan dengan analisis data secara deskriptif dan korelasi peringkat Spearman. Kandungan logam berat Pb dan Cd di air masih berada di bawah baku mutu air laut berdasarkan Kep MenLH no. 51 tahun 2004 begitu pula yang terkandung di dalam sedimen masih berada dalam kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen menurut RNO tahun 1981. Kandungan logam berat Pb dalam daging ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) telah melampaui batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan menurut Depkes RI tahun 1989 sehingga ikan ini tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam air dan sedimen masih berada dalam batas maksimum yang ditetapkan sedangkan kandungan logam Pb dalam daging ikan telah melampaui batas maksimum yang telah ditetapkan.

Page 4: C05jmb

© Hak cipta milik Julius Marinus Bangun, tahun 2005

Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

Page 5: C05jmb

KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) DALAM AIR, SEDIMEN DAN ORGAN

TUBUH IKAN SOKANG (Triacanthus nieuhofi) DI PERAIRAN ANCOL, TELUK JAKARTA

JULIUS MARINUS BANGUN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2005

Page 6: C05jmb

Judul Skripsi : Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi), di PERAIRAN ANCOL,

TELUK JAKARTA Nama Mahasiswa : Julius Marinus Bangun NIM : C24101053

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Etty Riani. H, MS. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. NIP. 131 619 682 NIP. 131 471 378

Diketahui

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031

Tanggal Lulus : 03 Oktober 2005

Page 7: C05jmb

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Bapa di surga dan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat, rahmat dan kasih-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ”. Skripsi ini disusun dalam rangka memperoleh gelar sarjana pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Etty Riani. H, M.S dan bapak Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan perbaikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku wakil Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan bapak Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku penguji tamu dalam pelaksanaan ujian akhir.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumbanbatu, M.Agr selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis menjalankan perkuliahan di IPB.

4. Bapak dan Ibu tercinta, B’Teger sekeluarga, K’Merry sekeluarga dan K’Menda atas kasih sayang, doa dan semangat selama menjalani penelitian dan perkuliahan di IPB.

5. B’Karyawan dan K’Clara di Cianjur atas masukan dan bantuannya selama penulis menjalankan perkuliahan di Bogor.

6. Wiradianti yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Rekan-rekan tim penelitian, teman-teman MSP, FPIK dan IPB atas segala saran, pendapat dan dukungan selama penelitian.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2005

Julius Marinus Bangun

Page 8: C05jmb

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sei Semayang pada tanggal 05 Juli 1983 dari ayah Drs. Daulat Bangun, S.Pd dan ibu Naik Br Sitepu. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1989-1995 di SD RK Deli Murni Diski, melanjutkan pendidikan ke SLTP RK Deli Murni Diski pada tahun 1995-1998 dan SMU Negeri 1 Binjai pada tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dengan memilih Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Agama Katolik 2002/2003-2004/2005 dan asisten mata kuliah Biologi Perikanan 2003/2004 dan 2004/2005.

Untuk menyelesaikan studi penulis melaksanakan penelitian dan skripsi yang berjudul “Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta”.

Page 9: C05jmb

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii PENDAHULUAN

Latar Belakang ................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................ 2 Tujuan ................................................................................................ 3

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 4 Logam Berat di Teluk Jakarta ............................................................. 5 Karakteristik Logam Berat .................................................................. 7

Timbal (Pb) ................................................................................. 9 Kadmium (Cd) ............................................................................ 10

Pencemaran Perairan oleh Logam Berat .............................................. 10 Kandungan Logam Berat dalam Air ............................................ 11 Kandungan Logam Berat dalam Sedimen .................................... 12 Kandungan Logam Berat dalam Biota Air ................................... 13 Bahaya dan Nilai Toksisitas dari Logam Berat ............................ 14

Ikan Sokang ........................................................................................ 16 Morfologi dan Klasifikasi ........................................................... 16 Aspek Biologi dan Ekologi ......................................................... 17

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ............................................................................. 18 Alat dan Bahan ................................................................................... 18 Metode Kerja ...................................................................................... 19 Metode Pengambilan Contoh Air dan Sedimen ........................... 19

Metode Pengambilan Ikan Contoh .............................................. 19 Metode Pengambilan Organ Ikan ................................................ 20

Metode Analisa .................................................................................. 20 Analisa Logam Berat .................................................................. 20 Analisa Deskriptif ....................................................................... 20 Korelasi Peringkat Spearman ...................................................... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Logam Berat dalam Air .................................................... 22 Kandungan Logam Berat dalam Sedimen ........................................... 23

Logam Berat Pb .......................................................................... 23 Logam Berat Cd .......................................................................... 24

Page 10: C05jmb

Kandungan Logam Berat pada Organ Tubuh Ikan .............................. 25 Daging ........................................................................................ 25 Ginjal .......................................................................................... 27 Hati ............................................................................................. 28 Insang ......................................................................................... 30

Kondisi Perairan ................................................................................. 32 Suhu ........................................................................................... 32 pH (Derajat Keasaman) ............................................................... 33 Salinitas ...................................................................................... 34 DO (Oksigen Terlarut) ................................................................ 35

Hubungan Kandungan Logam Berat di Sedimen dan Organ Ikan ........ 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................ 38 Saran .................................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 40 LAMPIRAN ............................................................................................... 43

Page 11: C05jmb

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Konsentrasi logam berat dalam air laut di Teluk Jakarta beberapa tahun terakhir .................................................................................... 6 2. Konsentrasi logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta beberapa

tahun terakhir .................................................................................... 7 3. Kadar normal dan maksimum logam berat yang masuk ke

lingkungan laut ................................................................................. 11 4. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur ............................... 19 5. Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Menteri Negara

Lingkungan Hidup, 2004) ................................................................. 20

6. Kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen (RNO, 1981 dalam Hamidah, 1986) .................................................. 21

7. Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan (DEPKES RI, 1989) ......................................................................... 21

Page 12: C05jmb

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut (EPA, 1973 dalam Hutagalung, 1991) ............................................... 8 2. Ikan sokang (Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852) ................................. 17

3. Peta lokasi penelitian ........................................................................ 18 4. Kandungan rata-rata logam berat Pb (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% dalam sedimen .................................................................... 23

5. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging ikan sokang

(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 26

6. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada ginjal ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 27

7. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada hati ikan sokang

(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 28

8. Histologi hati ikan normal (Noga, 2000) ........................................... 29

9. Histologi hati ikan sokang yang terakumulasi logam berat ................. 29 10. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada insang ikan sokang

(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 30 11. Histologi insang normal (Noga, 2000) .............................................. 31 12. Histologi insang ikan sokang yang terakumulasi logam berat............. 31 13. Nilai rata-rata suhu (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun

pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta .................................... 33 14. Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta... 34 15. Nilai rata-rata salinitas (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ........................ 35

16. Nilai rata-rata oksigen terlarut (ω) dan simpangan baku SK 95%

pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ................ 36

Page 13: C05jmb

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kandungan logam Pb dan Cd dalam sedimen .................................... 43 2. Kandungan logam berat Pb dan Cd dalam organ tubuh ikan sokang

(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 44

3. Kualitas air di perairan Ancol, Teluk Jakarta ..................................... 45

4. Surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut ....................................... 46

5. Nilai korelasi peringkat spearman antara kandungan logam Pb dalam

sedimen dan dalam organ tubuh ikan sokang .................................... 47

6. Lokasi penelitian .............................................................................. 48 7. Prosedur analisa logam berat pada ikan ............................................. 49

Page 14: C05jmb

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan Teluk Jakarta membentang sepanjang kurang lebih 33 kilometer

dengan kedalaman berkisar 4 sampai dengan 29 meter. Banyaknya pembangunan

sepanjang pantai bagian hulu telah menyebabkan terjadinya banyak perubahan.

Lahan rawa-rawa yang dulunya berfungsi sebagai daerah resapan air telah

berubah menjadi kawasan permukiman dan berbagai kegiatan industri maupun

pergudangan yang menghasilkan limbah dan menimbulkan pencemaran pada

teluk tersebut. Selain itu sampah dan limbah cair yang masuk ke Teluk Jakarta

melalui 13 sungai yang membelah Jakarta dan bermuara di teluk itu semakin

menambah beban pencemaran karena volumenya yang terus bertambah.

Salah satu pencemaran yang cukup mengkhawatirkan yang terjadi di Teluk

Jakarta adalah pencemaran logam berat seperti Hg, Pb, Cd, Cr, Sn dan lain-lain.

Unsur logam berat tersebut umumnya berasal dari kegiatan industri yang berada di

sekitar Teluk Jakarta seperti industri kaca, industri makanan ternak, industri cat

dan cool storage/gudang pendingin. Penggunaan timbal dikenal luas pada industri

cat, tinta, pestisida, fungisida dan juga sering digunakan pada industri plastik

sebagai bahan stabilizer dan kadmium (Cd) terakumulasi dalam air akibat

masukan limbah yang berasal dari kegiatan elektroplating (pelapisan emas dan

perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen atau zat warna

lainnya dalam industri plastik, tekstil, dan industri kimia (Darmono, 1995).

Keberadaan logam berat dalam perairan akan sulit mengalami degradasi

bahkan logam tersebut akan diabsorpsi dalam tubuh organisme padahal logam

berat seperti Pb dan Cd ini termasuk golongan logam berat yang berbahaya dan

dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan pencernaan

(Darmono, 1995;2001). Keracunan logam berat Pb dan Cd dapat menyebabkan

keracunan yang akut dan kronis. Keracunan akut logam Pb ditandai oleh rasa

terbakarnya mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal dengan

disertai diare dan gejala keracunan kronis ditandai dengan rasa mual, anemia,

sakit di sekitar perut dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001).

Sedangkan efek kronis dari keracunan logam Cd, biasanya mengakibatkan

Page 15: C05jmb

kerusakan ginjal, kerusakan sistem syaraf dan kerusakan pada sebagian renal

tubules. Penyerapan Cd dalam tubuh cenderung terkonsentrasi di dalam hati dan

ginjal.

Terjadinya peningkatan kandungan logam berat pada perairan dapat

membahayakan biota dan organisme yang hidup di dalamnya, salah satunya

adalah ikan. Ikan yang merupakan organisme air yang dapat bergerak dengan

cepat pada umumnya mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh

pencemaran air. Namun demikian, pada ikan yang hidup dalam habitat yang

terbatas (seperti sungai, danau, dan teluk), ikan itu sulit melarikan diri dari

pengaruh pencemaran tersebut. Akibatnya, unsur-unsur pencemaran seperti logam

berat akan masuk ke dalam tubuh ikan (Darmono, 1995).

Ikan Triacanthus nieuhofi atau yang dikenal dengan ikan sokang adalah ikan

demersal yang terdapat di daerah dengan dasar pasir atau dasar berlumpur dan

memakan invertebrata benthik. Terjadinya penimbunan logam berat pada organ-

organ tubuh ikan berakibat lama-kelamaan konsentrasinya akan bertambah besar

yang dapat mengakibatkan rusaknya organ-organ tubuh ikan tersebut dan pada

akhirnya dapat menimbulkan kematian pada ikan. Apabila ikan tersebut

kemudian dikonsumsi oleh manusia hal ini akan sangat berbahaya bagi kesehatan

manusia yang dapat menyebabkan keracunan yang bersifat kronis dan akut karena

sifat logam berat yang mudah terakumulasi.

Perumusan Masalah

Meningkatnya kegiatan manusia di sekitar perairan laut dapat menyebabkan

perubahan pada ekosistem perairan tersebut. Kegiatan industri, rumah tangga dan

pertanian yang ada menghasilkan buangan limbah yang kemudian masuk ke

perairan laut baik melalui aliran run off maupun aliran sungai. Salah satu limbah

yang sangat berbahaya adalah logam berat yang mudah terakumulasi di dalam

tubuh organisme dan pada jumlah tertentu akan sangat berbahaya.

Page 16: C05jmb

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan logam berat

Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam air, sedimen dan organ tubuh ikan sokang

(Triacanthus nieuhofi), mengetahui korelasi antara logam berat di air dan di

sedimen dengan di organ tubuh ikan sokang di perairan Ancol, Teluk Jakarta.

Page 17: C05jmb

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Perairan Teluk Jakarta

Luas perairan Teluk Jakarta sekitar 514 km² dan panjang garis pantai ± 80

km dengan 32 km merupakan garis pantai Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.

Sebelah barat dibatasi oleh Tanjung Pasir dan di sebelah timur dibatasi oleh

Tanjung Karawang (Nontji dan Permana, 1980). Perairan Teluk Jakarta terletak

antara 05º 48’ 30’’ LS hingga 06º 10’ 30’’ LS dan 106º 33’ BT hingga 107º 03’

BT. Di perairannya mengalir beberapa sungai besar diantaranya Sungai Cisadane

di bagian barat, Sungai Ciliwung di bagian tengah serta Sungai Citarum dan

Bekasi di bagian timur. Pada dasar perairannya tumbuh pulau-pulau karang yang

sebagian besar terletak di bagian barat, membujur dengan arah utara-selatan,

seperti Pulau Bidadari, Pulau Damar, Pulau Anyer dan Pulau Lancang. Pulau-

pulau itu muncul dari kedalaman 5 hingga 50 m (Suyarso, 1995).

Praseno (1980) mengatakan bahwa perairan Teluk Jakarta dapat dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu bagian barat, bagian tengah dan bagian timur. Teluk

bagian barat dipengaruhi oleh sungai-sungai yang sebelum bermuara di Teluk

Jakarta terlebih dahulu mengalir melalui kota Metropolitan Jakarta. Bagian tengah

teluk dipengaruhi oleh Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan minyak Jakarta

sedangkan bagian timur Teluk Jakarta terutama dipengaruhi oleh suatu sungai

besar dan sungai-sungai kecil yang tidak melalui kota Jakarta.

Praseno dan Kastoro (1980) menyatakan bahwa perairan Teluk Jakarta

mempunyai berbagai macam fungsi, antara lain sebagai mata pencaharian

nelayan, tempat lalu lintas kapal laut karena Pelabuhan Tanjung Priok merupakan

pintu gerbang Indonesia yang terbesar, sebagai tempat rekreasi dan pariwisata

serta tempat pembuangan limbah industri dan rumah tangga.

Seperti halnya Laut Jawa perairan Teluk Jakarta juga dipengaruhi oleh

musim. Musim timur yang terjadi pada bulan Juni-Agustus biasanya kering dan

arah arus utama menuju ke barat. Musim barat terjadi pada bulan Desember-

Februari merupakan musim hujan dan arah arus utama menuju timur. Diantara

kedua musim tersebut terdapat musim peralihan satu pada bulan Maret-Mei dan

musim peralihan kedua pada bulan September-November. Pada musim peralihan

Page 18: C05jmb

ini biasanya arah angin berubah-ubah tetapi pada umumnya memiliki kecepatan

lemah. Arus barat dan arus timur banyak mempengaruhi pola arah arus. Adanya

kecenderungan bahwa pengaruh arus barat berlangsung lebih lama (April-

November) daripada arus timur (Desember-Maret) dapat mempengaruhi

penyebaran unsur hara di laut (Kastoro dan Birowo, 1977 dalam Anggraeni,

2002).

Teluk Jakarta termasuk perairan yang relatif dangkal sehingga pengaruh

kecepatan dan kekuatan angin yang bertiup akan sangat mempengaruhi tinggi

gelombang di permukaan laut. Tinggi gelombang bervariasi dari 0.5-1.75 meter

yang juga menunjukkan variasi musiman. Pada musim timur tinggi gelombang di

Teluk Jakarta berkisar antara 0.5-1 meter (Anna, 1999). Gerakan pasang surut

Teluk Jakarta bersifat harian tunggal yaitu satu kali pasang dan satu kali surut

setiap harinya (Pardjaman, 1977 dalam Anggraeni, 2002).

Suhu di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 25.6-32.3ºC. Kisaran suhu ini

adalah normal untuk perairan tropika dan perbedaan suhu antara lapisan

permukaan dan lapisan dasar berkisar antara 0.2-0.5°C. Pada musim angin kuat

(musim barat dan timur) suhu permukaan menjadi rendah sedangkan pada musim

pancaroba suhu permukaan umumnya lebih tinggi (Praseno dan Kastoro, 1980).

Seperti halnya suhu, salinitas di perairan Teluk Jakarta dipengaruhi oleh musim.

Secara umum salinitas menunjukkan kisaran antara 28-32‰. Pada musim barat

kisaran salinitas bervariasi antara 16-30‰ dan pada musim timur bervariasi antara

31.4-32‰ (Ilahude dan Liasaputra, 1980).

Untuk jumlah oksigen terlarut di perairan Teluk Jakarta mendekati jenuh,

yaitu antara 3.2-5.6 mg/l dan di dekat muara-muara sungai kadarnya menurun

sampai 2.0 mg/l. Hal ini kemungkinan besar disebabkan proses pembusukan yang

memerlukan oksigen. Sedangkan keasaman (pH) air laut perairan Teluk Jakarta

berkisar 6.9-8.5 dan pH yang rendah umumnya didapatkan di perairan dekat

muara sunagi (Praseno dan Kastoro, 1980).

Logam Berat di Teluk Jakarta

Pemantauan logam berat di perairan Teluk Jakarta telah lama dilakukan.

Beberapa hasil pengamatan terhadap konsentrasi logam berat di perairan tersebut

Page 19: C05jmb

disajikan pada tabel 1. Sumber logam berat tersebut terkait dengan berbagai

tingkat aktivitas seperti lalu lintas angkatan laut baik internasional, regional,

nusantara dan lokal yang menuju pelabuhan Tanjung Priok (penumpang dan

barang), pelabuhan kayu Sunda Kelapa, pelabuhan ikan Muara Baru, pelabuhan

ikan Muara Angke, pelabuhan khusus Bogasari, Pertamina dan pelabuhan kecil

lainnya termasuk marina Ancol potensial mencemari laut (KPPL DKI Jakarta,

1999 dalam Siantiningsih, 2005).

Tabel 1 Konsentrasi logam berat dalam air laut di Teluk Jakarta beberapa tahun

terakhir

Lokasi Tahun Pb (ppm) Cd (ppm)

Teluk Jakarta ¹ 1996 0,29-0,87 0,001-0,067

Teluk Jakarta ¹ 1997 ttd-0,05 -

Bagian barat Teluk ² Jakarta Juni, 2003

September, 2003

0,003-0,01

0,002-0,005

<0,001

<0,001

Bagian tengah Teluk ² Jakarta Juni, 2003

September, 2003

0,006-0,013

0,004-0,007

<0,001

<0,001

Bagian timur Teluk ² Jakarta Juni, 2003

September, 2003

0,001-0,011

0,002-0,005

<0,001

<0,001

ttd: tidak terdeteksi. Sumber : 1. KPPL DKI Jakarta; 2. Razak, 2003

Konsentrasi logam berat dari hasil-hasil penelitian menunjukkan nilai yang

bervariasi dari waktu ke waktu. Secara alami konsentrasi logam berat ada di

dalam air laut, namun dalam konsentrasi yang sangat kecil, Pb di laut lepas

memiliki konsentrasi 0.00003 ppm dan Cd 0.00011 ppm (Waldichuck. 1974).

Dengan memperhatikan konsentrasi-konsentrasi tersebut diperkirakan kondisinya

akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas khususnya industri

yang menggunakan logam berat sebagai bahan baku maupun bahan tambahan

dengan limbah yang dihasilkan tidak diolah sebelum dibuang ke laut. (Razak,

2003).

Menurut Rochyatun (1997) dalam Siantiningsih (2005) walaupun terjadi

peningkatan sumber logam berat, namun konsentrasinya dalam air dapat berubah

setiap saat. Hal ini terkait dengan berbagai macam proses yang dialami oleh

Page 20: C05jmb

senyawa tersebut selama dalam kolom air. Parameter yang mempengaruhi

konsentrasi logam berat di perairan adalah suhu, salinitas, arus, pH dan padatan

tersuspensi total atau seston (Nanty, 1999). Dengan sendirinya interaksi dari

faktor-faktor tersebut akan berpengaruh terhadap fluktuasi konsentrasi logam

berat dalam air yang umumnya akan menurunkan konsentrasi logam berat dalam

air, karena sebagian logam berat tersebut akan tersedimentasikan. Oleh karena itu

konsentrasi logam berat di sedimen menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan

konsentrasi yang ada di kolom air laut seperti disajikan pada Tabel 2.

Peningkatan nilai salinitas mempunyai pengaruh negatif terhadap

konsentrasi logam berat, semakin tinggi salinitas maka konsentrasi logam berat

akan semakin rendah. Derajat keasaman suatu perairan sangat mempengaruhi

kelarutan logam berat. Pada pH alami air laut, logam berat akan sukar larut dan

hadir dalam bentuk partikel atau padatan tersuspensi (TSS).

Tabel 2 Konsentrasi logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta beberapa tahun

terakhir

Lokasi Tahun Pb (ppm) Cd (ppm)

Teluk Jakarta ¹ Juni, 1990 80,1-175 0,90-2,66

November, 1990 79,5-165,5 0,95-2,53

Teluk Jakarta ² 1996 14,38-104,5 ttd-0,15

Teluk Jakarta ² 1997 12,35-215,75 ttd-0,15

Teluk Jakarta ³ 2003 4,42-77,41 <0,001-0,47

ttd: tidak terdeteksi. Sumber: 1. Hutagalung, 1994; 2. KPPL DKI; 3. Razak, 2003

Karakteristik Logam Berat

Logam berat adalah unsur-unsur yang mempunyai daya hantar panas dan

daya hantar listrik yang tinggi serta mempunyai densitas lebih dari 5 (Hutagalung,

1991). Logam berat biasanya bernomor atom 22-29 dan periode 3 sampai 7 dalam

susunan berkala unsur-unsur kimia. Beberapa unsur logam berat tersebut antara

lain Hg, Pb, Cd, Cr, Zn dan Cu. Pada umumnya semua logam berat tersebar di

seluruh permukaan bumi baik di tanah, air dan udara. Logam berat ini dapat

berbentuk organik, anorganik terlarut atau terikat dalam suatu partikel (Harahap,

1991).

Page 21: C05jmb

Unsur logam berat ini dapat terakumulasi dalam tubuh organisme sebagai

akibat terjadinya interaksi antara logam berat dan sel atau jaringan tubuh

organisme tersebut (Syahminan, 1996). Cu dan Zn dibutuhkan sebagai metal

faktor dalam proses kerja enzim. Bila kadar logam berat yang terlalu rendah di

suatu perairan dapat menyebabkan kehidupan organisme mengalami defisiensi,

namun bila unsur logam berat dalam jumlah yang berlebihan dapat bersifat racun.

Bila bahan cemaran masuk ke dalam lingkungan laut, maka bahan cemaran

ini akan mengalami tiga macam proses akumulasi (Hutagalung, 1991), yaitu

proses fisik, kimia dan biologis (Gambar 1).

Diserap oleh ikan

Gambar 1 Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut (EPA, 1973 dalam Hutagalung, 1991).

Zat Pencemar

Diencerkan dan disebarkan oleh

Masuk ke Ekosistem Laut

Dibawa Oleh

Adukan Turbulensi

Arus Laut Dipekatkan Oleh

Biota beruaya

Arus Laut

Proses Biologis

Proses Fisis dan Kimiawi

Diserap oleh plankton

nabati

Diserap oleh rumput laut

dan tumbuhan

Absorpsi Pengendapan Pertukaran Ion

Avertebrata Plankton Hewani

Ikan dan Mamalia

Mengendap di dasar

Page 22: C05jmb

Tingginya kandungan logam berat di suatu perairan dapat menyebabkan

kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti biota,

sedimen, air dan sebagainya (Lu,1995). Berdasarkan kegunaannya, logam berat

dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu (Laws, 1981):

1. Golongan yang dalam konsentrasi tertentu berfungsi sebagai mikronutrien

yang bermanfaat bagi kehidupan organisme perairan, seperti Zn, Fe, Cu, Co.

2. Golongan yang sama sekali belum diketahui manfaatnya bagi organisme

perairan, seperti Hg, Cd, dan Pb.

Selanjutnya Hutagalung (1984) menyatakan bahwa senyawa logam berat

banyak digunakan untuk kegiatan industri sebagai bahan baku, katalisator, biosida

maupun sebagai additive. Limbah yang mengandung logam berat ini akan terbawa

oleh sungai dan karenanya limbah industri merupakan sumber pencemar logam

berat yang potensial bagi pencemaran laut.

Dalam perairan, logam-logam ditemukan dalam bentuk (Hamidah, 1980):

1. Terlarut, yaitu ion logam bebas air dan logam yang membentuk kompleks

dengan senyawa organik dan anorganik.

2. Tidak terlarut, terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan senyawa

kompleks metal yang terabsorbsi pada zat tersuspensi.

Timbal (Pb)

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam,

dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan dengan Pb.

Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan berat atom (BA) 207.2 (Palar, 2004).

Logam timbal Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah

dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik

lainnya dan secara alamiah terdapat pada batu-batuan serta lapisan kerak bumi.

Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS) yang sering

disebut galena (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam industri

misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, pigmen timbal dalam cat yang

merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan (Lu, 1995).

Page 23: C05jmb

Kadmium (Cd)

Logam kadmium mempunyai berat atom 112.41; titik cair 321 ºC dan massa

jenis 8.65 gr/ml (Hutagalung, 1991). Keberadaan kadmium di alam berhubungan

erat dengan hadirnya logam Pb dan Zn. Dalam industri pertambangan Pb dan Zn,

proses pemurniannya akan selalu memperoleh hasil samping kadmium yang

terbuang dalam lingkungan (Palar, 2004). Kadmium digunakan sebagai pigmen

dalam pembuatan keramik, penyepuhan listrik, pembuatan aloi dan baterai alkali

(Lu, 1995).

Pencemaran Laut oleh Logam Berat

Definisi cemaran menurut Saeni (1989) adalah zat yang mempunyai

pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai lingkungan itu.

Sedangkan kontaminan adalah zat yang menyebabkan perubahan dari susunan

normal dari suatu lingkungan. Kontaminan tidak digolongkan sebagai cemaran

bila tidak menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Pencemaran adalah

peristiwa adanya penambahan bermacam-macam bahan sebagai hasil dari

aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh

berbahaya terhadap lingkungan itu.

Logam berat merupakan salah satu unsur pencemar perairan yang bersifat

toksik dan harus terus diwaspadai keberadaaannya. Penyebab utama logam berat

menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu logam berat tidak dapat dihancurkan

(non degradable) oleh organisme hidup di lingkungan dan terakumulasi ke

lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks

bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan kombinasi (Djuangsih

dkk., 1982 dalam Pagoray 2001).

Limbah industri merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi

perairan laut. Sebagai contoh adalah pencemaran Hg (raksa) di Jepang yang

terkenal dengan Tragedi Minamata. Industri kimia yang beroperasi di sekitar

Teluk Minamata ini membuang limbah yang mengandung merkuri ke perairan

teluk. Ibu-ibu yang mengkonsumsi makanan laut (sea food) yang diperoleh dari

Teluk Minamata yang tercemar oleh merkuri melahirkan anak-anak cacat bawaan.

Selain itu kasus keracunan kadmium juga terjadi di Jepang yang terkenal dengan

Page 24: C05jmb

penyakit itai-itai dengan gejala sakit pada tulang dan keroposnya tulang (Effendi,

2000).

Kandungan Logam Berat dalam Air

Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit dalam air secara alamiah,

yaitu kurang dari 1 µg/l. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam tersebut

dapat meningkat. Beberapa macam logam biasanya lebih dominan daripada logam

lainnya dan dalam air biasanya tergantung pada asal sumber air (air tanah dan air

sungai). Disamping itu jenis air (air tawar, air payau dan air laut) juga

mempengaruhi kandungan logam di dalamnya (Darmono 2001).

Kadar ini dapat meningkat jika terjadi peningkatan limbah yang

mengandung logam berat masuk ke dalam laut. Limbah ini dapat berasal dari

aktivitas manusia di laut yang berasal dari pembuangan sampah kapal-kapal,

penambangan logam di laut dan lain-lain dan yang berasal dari darat seperti

limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian. Kadar normal dan

maksimum logam berat yang masuk ke lingkungan laut dapat di lihat pada Tabel 3

di bawah ini.

Tabel 3 Kadar normal dan maksimum logam berat yang masuk ke lingkungan

laut

Kadar (ppm) Unsur

Normal (A) Maksimum (B)

Kadmium (Cd) 0,00011 0,01

Timbal (Pb) 0,00003 0,01

Tembaga (Cu) 0,002 0,05

Sumber : (A) Waldichuk, 1974; (B) Hutagalung, 1991

Menurut Leckie dan James (1974) dalam Palar (2004), kelarutan dari unsur-

unsur logam dan logam berat dalam badan perairan dikontrol oleh :

(1) pH badan air

(2) Jenis dan konsentrasi logam dan khelat

(3) Keadaan komponen mineral teroksidai dan sistem yang berlingkungan redoks.

Page 25: C05jmb

Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi

logam berat dalam air atau lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas

fisiologis (Bryan, 1976 dalam Connel dan Miller, 1995). Organisme laut lebih

memiliki daya tahan dibandingkan dengan biota air tawar. Decapoda yang

merupakan organisme laut paling sensitif mati pada konsentrasi kadmium di laut

pada kisaran 14.8-420 ppb. Efek sublethal pada binatang laut dicatat pada

konsentrasi kadmium 0.5-10 ppb termasuk penurunan pertumbuhan, gangguan

pernafasan, mengubah sistem enzim dan kontraksi otot yang tidak normal.

Pengaruh-pengaruh ini biasanya lebih nyata pada salinitas rendah dan temperatur

tinggi (Eisler, 1985). Pada pH yang tinggi kadmium mengalami presipitasi atau

pengendapan dan Canadian Council of Resource and Environment Ministers

(1987) dalam Effendi (2000) melaporkan kadar kadmium semakin besar dengan

tingkat kesadahan yang semakin besar pula.

Kelarutan timbal di air cukup rendah mengakibatkan kadarnya relatif sedikit.

Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh: kesadahan, pH, alkalinitas dan

kadar oksigen. Timbal diserap dengan baik oleh tanah sehingga pengaruhnya

terhadap tanaman relatif kecil (Effendi, 2000).

Kandungan Logam Berat dalam Sedimen

Sedimen meliputi tanah dan pasir, bersifat tersuspensi, yang masuk ke badan

air akibat erosi atau banjir dan pada dasarnya tidaklah bersifat toksik (Effendi,

2000). Menurut Waldichuck (1974) dalam Nanty (1999) meningkatnya kadar

logam berat dalam lingkungan perairan hingga melebihi batas maksimum akan

menyebabkan rusaknya lingkungan serta dapat membahayakan kehidupan

organisme di dalamnya. Ia juga berpendapat mengendapnya logam berat bersama-

sama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar

perairan dan juga perairan di sekitarnya.

Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di sungai ataupun di laut

akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses, yaitu : pengendapan,

adsorbsi dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976 dalam

Connell dan Miller, 1995) . Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat

bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen

Page 26: C05jmb

sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air

(Harahap, 1991).

Timbal (Pb) masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang

mengandung Pb yaitu hasil pembakaran bensin yang mengandung Timbal

tetraetil, erosi dan limbah industri. Banyak reaksi biokimia dalam tubuh manusia

dipengaruhi oleh logam Pb. Konsentrasi Pb sebesar 50 ppb dapat menimbulkan

bahaya pada lingkungan laut (Saeni, 1989).

Kandungan Logam Berat dalam Biota Air

Kebanyakan logam berat secara biologis terkumpul dalam tubuh organisme,

menetap untuk waktu yang lama dan berfungsi sebagai racun kumulatif (Darmono,

1995). Keberadaan logam berat dalam perairan akan berpengaruh negatif terhadap

kehidupan biota. Logam berat yang terikat dalam tubuh organisme yaitu pada ikan

akan mempengaruhi aktivitas organisme tersebut.

Menurut Darmono (2001), logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh

makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan, pencernaan, dan

penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan, logam diabsorpsi darah, berikatan

dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.

Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi

(ginjal).

Dinata, (2004) mengatakan terdapat beberapa pengaruh toksisitas logam

pada ikan. Pertama, pengaruh toksisitas logam pada insang. Insang selain sebagai

alat pernapasan ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air dan

dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu, insang merupakan organ yang

penting pada ikan, dan sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Dalam hal

ini, logam-logam seperti Cd, Pb, Hg, Cu, Zn, dan Ni, sangat reaktif terhadap ligan

sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan logam tersebut sangat penting bagi fungsi

normal metaloenzim dan juga metabolisme terhadap sel.

Di samping adanya gangguan biokimiawi tersebut, perubahan struktur

morfologi insang juga terjadi. Pada spesies ikan Fundulus heteroclitus yang

diekspose 50 mg/l Cd selama 20 jam, terjadi hipertrofi filamen insang. Di

samping itu, terlihat hiperplasia pada bagian lamela dan interlamela epitel

Page 27: C05jmb

filamen. Terjadinya hiperplasia tersebut juga diikuti gambaran nekrotik sel.

Nekrotik sel epitel respirasi terjadi setelah 20 jam perlakuan. Perubahan tersebut

ternyata hanya terjadi pada daerah sambungan filamen insang dan hanya terjadi

fokal (lokal) saja, sedangkan bagian lain insang tidak terjadi perubahan (Gardner

dan Yevich, 1970 dalam Darmono, 2001).

Kedua, pengaruh toksisitas logam pada alat pencernaan. Toksisitas logam

dalam saluran pencernaan terjadi melalui pakan yang terkontaminasi logam.

Toksisitas logam pada saluran pencernaan juga dapat terjadi melalui air yang

mengandung dosis toksik logam. Gardner dan Yevich (1970) dalam Dinata (2004)

melaporkan, ikan Fundulus heteroclitus yang dipelihara dalam air yang

mengandung 50 mg/l Cd, perubahan patologi terjadi setelah satu jam. Dalam

waktu satu jam setelah ikan hidup dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd

dengan kadar garam 32/1.000, mukosa usus membengkak, aktivitas sel mukosa

meningkat terutama usus bagian depan.

Ketiga, pengaruh logam pada ginjal ikan. Ginjal ikan berfungsi untuk filtrasi

dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh, termasuk

bahan racun seperti logam berat. Hal ini menyebabkan ginjal sering mengalami

kerusakan akibat daya toksik logam. Ikan Fundulus heteroclitus yang dipelihara

dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd, perubahan patologik pada ginjal terjadi

setelah 20 jam. Pada awalnya terjadi kerusakan pada tubulus bagian proksimal

yang kemudian menyebar ke bagian distal. Setelah itu, terlihat degenerasi pada sel

tubulus ginjal dan endapan dalam lumen yang berwarna eosin/pink/kemerahan

(Gardner dan Yevich, 1970 dalam Darmono, 2001). Keempat, pengaruh

akumulasi logam dalam jaringan (bioakumulasi). Proses akumulasi ini terjadi

setelah absorpsi logam dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Kondisi

ini berpengaruh terhadap nilai ekonomi, terutama dalam sistem perikanan

komersial, baik ikan air tawar maupun air laut.

Bahaya dan Nilai Toksisitas dari Logam Berat

Semua logam berat dapat menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap

organisme air pada batas konsentrasi tertentu. Pengaruh tersebut dipengaruhi oleh

jenis logam, spesies hewan, daya permeabilitas organisme, dan mekanisme

Page 28: C05jmb

detoksikasi. Selain itu, faktor lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, suhu

dan salinitas juga mempengaruhi toksisitas logam berat. Daya racun logam berat

adalah sebagai berikut : Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+

> Zn2+ (Darmono, 1995). Daya toksik logam berat terhadap organisme perairan

dapat diketahui dengan mengukur LC50 (Lethal Concentration). Besarnya

konsentrasi logam berat dalam air yang dapat membunuh hewan percobaan

sebanyak 50% dalam waktu tertentu didefinisikan sebagai LC50. Biasanya waktu

yang digunakan adalah 48 atau 96 jam. Semakin kecil nilai LC50, semakin besar

sifat toksik logam beratnya (Hutagalung, 1984). Nilai LC50 logam timbal dalam

tes bioasai 48 jam untuk ikan adalah 0.34 ppm dan untuk kerang sebesar 2.45 ppm

(Waldichuk, 1974 dalam Darmono, 1995) dan nilai LC50 kadmium terhadap

Fundulus heteroclitus (12-20 mm) 18.2 µg/l (Lin dan Dunson, 1993 dalam EPA

2001).

Toksisitas timbal terhadap organisme akuatik berkurang dengan

meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Toksisitas timbal lebih

rendah daripada kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan tembaga (Cu) akan tetapi lebih

toksik daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), zinc (Zn), dan Besi

(Fe) (Effendi, 2000). Batas maksimum timbal dalam makanan hasil laut yang

ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebesar 2,0 ppm. Konsumsi mingguan

elemen ini yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa

adalah 50 µg/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 µg/kg berat badan

(Barchan dkk., 1998 dalam Suhendrayatna, 2001).

Toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan. Keberadaan zinc

dan timbal dapat meningkatkan toksisitas kadmium. Untuk melindungi kehidupan

pada ekosistem akuatik, kadar kadmium sebaiknya sekitar 0.0002 mg/l (Moore,

1991 dalam Effendi, 2000). Departemen Kesehatan RI menetapkan batas aman

kadmium dalam makanan (ikan) sebesar 1.0 ppm. Menurut badan dunia

FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-

500 µg per orang atau 7 µg per kg berat badan (Barchan dkk., 1998 dalam

Suhendrayatna, 2001).

Pencemaran komoditas perairan oleh logam berat berkaitan erat dengan

kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk tersebut. Bahaya-bahaya yang

Page 29: C05jmb

disebabkan oleh logam-logam berat antara lain adalah : (1) Pb dapat menyebabkan

gangguan biosintesis sel darah merah dan anemia, kenaikan tekanan darah,

kerusakan ginjal dan otak serta gangguan sistem saraf (2) Cd dalam jangka

pendek dapat menyebabkan mual-mual, kejang otot, muntah-muntah, gangguan

panca indera, kerusakan hati dan gagal ginjal sedangkan dalam jangka panjang

menyebabkan kerusakan tulang (EPA, 2005).

Ikan Sokang

Morfologi dan Klasifikasi

Ikan sokang memiliki jari-jari sirip punggung VI.22-26; jari-jari sirip dubur

18-21; sirip dada (termasuk bagian yang tidak berkembang atau kecil) 14-16.

Gambaran kepala bagian punggung dari dasar jari-jari keras pertama sampai mata

sedikit cembung di bagian depan jari-jari keras dan hampir berupa garis lurus atau

sedikit cekung di sekitar mata. Setengah bagian badan bagian punggung berwarna

coklat keperakan, di bagian perut berwarna putih keperakan, badan terdapat

beberapa bercak kuning gelap yang tidak teratur; selaput sirip punggung jari-jari

pertama dan kedua berwarna hitam, sedikit atau banyak berkurang diantara jari-

jari keras kedua dan ketiga, pucat diantara yang ketiga dan kelima; jari-jari keras

sirip punggung berwarna putih; jari-jari lemah sirip dubur dan sirip dada berwarna

pucat; sirip ekor berwarna putih dengan bercak kuning yang kurang jelas

(Matsuura dan Peristiwady, 2001).

Klasifikasi ikan sokang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Tetraodontiformes

Famili : Triacanthidae

Genus : Triacanthus

Spesies : Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852

Page 30: C05jmb

Berikut ini adalah gambar ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) yang dapat dilihat

pada Gambar 2.

Gambar 2 Ikan sokang (Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852). (Sumber : www.fishbase.org.)

Ikan sokang memiliki nama umum dan nama lokal sebagai berikut :

Nama umum : Silver tripodfish (Australia), thinkari-mas (India)

Nama lokal : Sunjang langit, pahal-pahal dan sokang (Jawa)

Aspek Biologi dan Ekologi

Ikan sokang merupakan ikan demersal yang hidup di perairan laut beriklim

tropis dan terdapat di daerah dengan dasar pasir atau dasar berlumpur di kawasan

pantai. Ikan ini memakan biota benthos; panjang total maksimum adalah 28 cm.

Distribusi ikan ini terdapat pada khususnya dari Indonesia sampai Australia

bagian barat; tercatat pula dari Teluk Bengal. (Matsuura dan Peristiwady, 2001).

Page 31: C05jmb

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2004 yang meliputi

kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Pengambilan contoh ikan dilakukan di

sekitar perairan Pantai Marina Ancol, Teluk Jakarta. Analisis sampel kandungan

logam berat di dalam organ tubuh ikan dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-

IPB, Bogor. Sedangkan sampel logam berat di air dan sedimen serta kualitas

perairan Teluk Jakarta dilakukan oleh UPT Laboratorium Lingkungan, Badan

Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, DKI Jakarta.

Sumber : Peta jalan & indeks, CD ROM 2003 oleh Gunther W. H, Jakarta

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cool box, plastik, alat

bedah, kertas label, dan AAS untuk mengukur kandungan logam berat. Sedangkan

bahan yang digunakan adalah contoh ikan, contoh air, sedimen, es, formalin untuk

mengawetkan sampel dan HNO3 sebagai bahan pengawet air contoh.

U

Page 32: C05jmb

Metoda Kerja

Metode Pengambilan Contoh Air dan Sedimen

Contoh air dan sedimen menggunakan data sekunder yang diperoleh dari

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Propinsi DKI Jakarta.

Pengambilan contoh air dilakukan pada 4 stasiun pengamatan yang telah

ditentukan berdasarkan adanya aktivitas daratan yang dapat mempengaruhi

kelangsungan hidup ikan (Gambar 3). Parameter-parameter yang diamati dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur

Ket : * = sumber data BPLHD Jakarta

Metode Pengambilan Ikan Contoh

Pengambilan ikan dilakukan dengan menggunakan purse seine atau

masyarakat setempat menyebutnya jaring bondet. Kemudian ikan contoh yang

terkumpul diawetkan dengan es batu dalam kotak pendingin untuk

mempertahankan tingkat kesegaran, sehingga diharapkan pada saat pengambilan

contoh organ, organ masih tetap dalam kondisi yang sama dengan pada saat

ditangkap. Setelah itu ikan contoh dibawa ke Laboratorium Ekobiologi Perairan,

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk kemudian dibedah dan diambil organ

ginjal, hati, insang, dan dagingnya.

Parameter Satuan Alat Metode Keterangan Fisika 1. Suhu oC Termometer Pemuaian In situ* 2. Salinitas o/oo Refraktometer Refraktometrik Laboratorium* Kimia

1. pH Unit Kertas lakmus Komparasi warna

In situ*

2. Oksigen terlarut mg/l Titrasi Titrimetrik Laboratorium*

3. Timbal (Pb) ppm Spektrofotometer AAS Laboratorium*

4. Kadmium (Cd) ppm Spektrofotometer AAS Laboratorium*

Page 33: C05jmb

(g)KeringBerat(ml)Penetapan Volume)mlìg( AASiKonsentras ×

Metode Pengambilan Organ Ikan

Pengambilan organ ikan dilakukan dengan cara membedah ikan dengan

menggunakan gunting. Pengguntingan dilakukan dari anus sampai tutup insang.

Setelah itu dilakukan pengambilan organ ikan seperti hati, ginjal, insang dan

daging dengan menggunakan bantuan pinset kemudian dimasukan ke dalam botol

film. Sebagian untuk analisa logam berat dan sebagian lagi untuk analisa histologi

yang ditambahkan formalin 4%.

Metoda Analisa

Analisa Logam Berat

Analisa logam berat dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometrik

Serapan Atom (AAS) yang didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu

banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Oleh karena

yang mengabsorpsi sinar adalah atom, maka ion atau senyawa logam berat harus

diubah menjadi bentuk atom. Perubahan bentuk ion menjadi bentuk atom harus

dilakukan dengan suhu tinggi (2000ºC) melalui pembakaran (Akbar, 2002).

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya digunakan

formula :

Konsentrasi sebenarnya =

Analisa Deskriptif

Hasil analisa logam berat pada perairan Ancol, Teluk Jakarta untuk melihat

tingkat pencemaran logam berat Pb dan Cd dibandingkan dengan Kriteria Baku

Mutu Air Laut untuk Biota Laut tahun 2004 pada Tebel 5.

Tabel 5 Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Menteri Negara Lingkungan

Hidup, 2004)

Logam Berat Satuan Baku Mutu

Timbal (Pb) ppm 0,008

Kadmium (Cd) ppm 0,001

Page 34: C05jmb

Hasil analisis logam berat dalam sedimen dibandingkan dengan Kisaran

Kadar Maksimum Logam Berat dalam Sedimen menurut RNO (1981) dalam

Hamidah (1986) pada Tabel 6.

Tabel 6 Kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen (RNO, 1981 dalam

Hamidah, 1986)

Logam Berat Satuan Batas Maksimum

Timbal (Pb) ppm 10-70

Kadmium (Cd) ppm 0.1-2

Hasil analisa logam berat dalam organ tubuh ikan dibandingkan dengan

Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Makanan menurut Depkes RI

(1989) dalam Fajri, 2001 pada Tabel 7.

Tabel 7 Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan (DEPKES RI,

1989)

Logam Berat Satuan Batas Maksimum

Timbal (Pb) ppm 2

Kadmium (Cd) ppm 1

Korelasi Peringkat Spearman

Suatu ukuran nonparametrik bagi hubungan antara dua peubah yang

diberikan oleh koefisien korelasi peringkat (Walpole, 1990).

21

2

)1(

61

−−=

∑=

nn

dir

n

is

Keterangan :

rs : Koefisien korelasi peringkat Spearman n : Banyaknya pasangan data di : Selisih antara peringkat bagi xi dan yi

i : 1,2,3... peubah : xi dan yi

Page 35: C05jmb

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Logam Berat dalam Air

Dari hasil pengamatan terhadap kandungan logam berat Pb dan Cd dalam air

diperoleh nilai yang tidak terdeteksi (ttd) dari setiap sampel yang diteliti pada

setiap stasiun pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan logam berat

Pb dan Cd dalam air pada perairan Ancol, Teluk Jakarta memiliki nilai yang kecil

dan masih berada di bawah batas deteksi Atomic Absorption Spectrophotometer

(AAS) yakni sebesar 0.0002 ppm untuk logam Pb dan 0.0003 ppm untuk logam

Cd. Dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap kandungan logan berat Pb

dan Cd di Teluk Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya memperlihatkan nilai yang

bervariasi. Pada tahun 1996 pengamatan yang dilakukan oleh Kantor Pengkajian

Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta (KPPL) didapatkan kandungan Pb sebesar

0.29-0.87 mg/l dan untuk Cd sebesar 0.001-0.067 mg/l. Tahun 1997 hanya

terdeteksi logam berat Pb yakni ttd-0.05 mg/l. Sedangkan yang dilakukan oleh

Razak (2003) diperoleh kandungan Pb di bagian barat, tengah dan timur (Tabel 2)

dengan kisaran 0.001-0.01 ppm dan untuk logam Cd <0.001 ppm.

Berdasarkan data dari pengamatan yang pernah dilakukan di Teluk Jakarta

memperlihatkan kandungan logam berat Pb dan Cd pada saat pengambilan contoh

di perairan Ancol memiliki nilai yang lebih rendah. Kandungan logam Pb dan Cd

yang rendah ini terkait dengan ketersediaan logam tersebut secara alami di

perairan yang sangat rendah yaitu sebesar 0.00003 ppm untuk logam Pb dan

0.00011 ppm untuk logam Cd (Waldichuck, 1974). Di samping itu rendahnya

nilai kandungan logam Pb dan Cd dalam kolom air dapat disebabkan oleh adanya

pengaruh iklim, dalam hal ini curah hujan (pengambilan contoh yang dilakukan

pada bulan Oktober) cukup besar. Darmono (1995) mengatakan kandungan logam

dalam air dapat berubah bergantung pada lingkungan dan iklim. Pada musim

hujan, kandungan logam akan lebih kecil karena proses pelarutan sedangkan pada

musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi karena logam menjadi

terkonsentrasi. Kandungan logam Pb dan Cd yang terukur masih berada dalam

baku mutu air laut berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

No.51 tahun 2004 yaitu sebesar 0.008 mg/l untuk Pb dan 0.001 mg/l untuk Cd.

Page 36: C05jmb

Kandungan Logam Berat dalam Sedimen

Logam Berat Pb

Hasil pengamatan kandungan logam berat Pb dalam sedimen di Perairan

Ancol, Teluk Jakarta pada stasiun 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 32.2275 ±

5.6033 mg/kg dan pada stasiun 2 dengan nilai 30.9025 ± 4.9589 mg/kg.

Sedangkan pada stasiun 3 diperoleh nilai 32.5825 ± 7.3947 mg/kg dan di stasiun 4

sebesar 13.6667 ± 0.3842 mg/kg. Dari nilai yang diperoleh dapat dilihat bahwa

pada stasiun 1, 2, dan 3 kandungan Pb yang ada dalam sedimen nilainya tidak

berbeda jauh, namun berbeda cukup jauh dibandingkan dengan kandungan Pb

dalam sedimen di stasiun 4. Kecilnya nilai kandungan logam Pb di stasiun 4 ini

dapat terjadi karena adanya perubahan keadaan redoks dimana terjadi penurunan

potensial oksigen dalam sedimen akibat adanya peningkatan suhu yang

mempengaruhi pelepasan logam Pb dari sedimen. Hal ini dapat terjadi karena

suhu di stasiun 4 memiliki nilai rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan 3

stasiun lainnya yang diduga karena adanya pengaruh Pembangkit Listrik Tenaga

Uap (PLTU) yang membuang limbahnya ke perairan. Kandungan Pb rata-rata

yang tertinggi terdapat di stasiun 3. Di bawah ini adalah gambar kandungan rata-

rata logam berat Pb dalam sedimen.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1 2 3 4

Stasiun

Kan

du

ng

an P

b (

pp

m)

Gambar 4 Kandungan rata-rata logam berat Pb (ω) dan simpangan baku (-) SK

95% dalam sedimen.

Page 37: C05jmb

Menurut Forstner (1979b) dalam Connell dan Miller (1995) ada beberapa proses

yang mempengaruhi pelepasan logam dari sedimen yaitu kepekatan garam yang

tinggi, perubahan keadaan redoks, perubahan pH, kehadiran zat-zat pembentuk

kompleks dan transformasi biokimiawi.

Pengamatan terhadap kandungan logam Pb dalam sedimen di Teluk Jakarta

antara lain pernah dilakukan oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan,

DKI Jakarta pada tahun 1996, yaitu sebesar 12.23-43.08 mg/l; pada tahun 1997

sebesar 12.35-215.75 mg/kg dan oleh Razak (2003) sebesar 4.42-77.41 ppm. Ini

berarti kandungan logam Pb pada saat pengambilan contoh di perairan Ancol

berada dalam kisaran kandungan Pb pada tahun sebelumnya di Teluk Jakarta dan

memiliki nilai yang lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh masukan limbah

yang berasal dari industri dan rumah tangga ke Perairan Ancol tidak sebesar yang

diterima oleh Teluk Jakarta.

Adanya kandungan logam Pb dalam sedimen menunjukkan telah terjadi

penumpukan kandungan Pb yang cukup tinggi di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.

Hal ini dapat disebabkan oleh adanya buangan limbah perkotaan dan dari berbagai

industri di Jakarta dan sekitarnya yang umumnya banyak mengandung logam

berat. Harahap (1991) menyatakan bahwa logam berat mempunyai sifat yang

mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu

dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi

dibandingkan dengan dalam air. Di samping itu aktivitas kapal pesiar dan kapal

tradisional yang digunakan sebagai alat transportasi dan rekreasi di sekitar

Perairan Ancol dapat mempengaruhi nilai kandungan logam Pb. Hal ini

dikarenakan penggunaan bahan bakar kapal yang mengandung logam Pb yang

berpotensi tumpah maupun tercecer dan kemudian mengendap di dasar perairan.

Kisaran kandungan logam Pb dalam sedimen di perairan Ancol, Teluk Jakarta ini

masih di bawah batas maksimum kadar alamiah logam Pb dalam sedimen

menurut RNO (1981) dalam Hamidah (1986) yaitu 70.000 ppb atau 70 ppm.

Logam Berat Cd

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kandungan logam Cd di sedimen

diperoleh nilai yang tidak terdeteksi (ttd) disemua stasiun pengambilan contoh. Ini

Page 38: C05jmb

menunjukkan bahwa kandungan logam Cd di sedimen pada saat pengambilan

contoh masih berada di bawah batas deteksi alat yakni 0.0003 ppm. Nilai

kandungan logam Cd dalam sedimen dari pengamatan yang pernah dilakukan

pada tahun sebelumnya di Teluk Jakarta oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan

Lingkungan, DKI Jakarta pada tahun 1996 dan 1997 adalah ttd-0.15 mg/l. Dan

oleh Razak (2003) <0.001-0.47 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan

logam Cd pada saat pengambilan contoh di Perairan Ancol memiliki nilai yang

lebih kecil. Nilai kandungan logam Cd dalam sedimen di perairan Ancol, Teluk

Jakarta yang tidak terdeteksi ini berarti masih jauh di bawah batas maksimum

kadar alamiah logam Cd dalam sedimen menurut RNO (1981) dalam Hamidah

(1986) yaitu 2000 ppb atau 2 ppm.

Kandungan Logam Berat pada Organ Tubuh Ikan

Daging

Kandungan logam Pb yang diperoleh dalam daging berkisar 3.2144-5.1653

ppm dan untuk logam Cd sebesar 0.0023-0.2368 ppm. Nilai tertinggi kandungan

logam berat Pb dan Cd terdapat pada stasiun 4 dan paling kecil terdapat pada

stasiun 2. Rendahnya nilai kandungan logam Pb dan Cd di stasiun 2, hal ini dapat

terjadi karena posisi stasiun 2 yang berada di tengah perairan dan pengaruh dari

sumber pencemar tidak terlalu dekat sehingga logam berat yang masuk ke dalam

jaringan tubuh baik melalui pernafasan, penetrasi melalui kulit dan dari makanan

tidak terlalu besar pula. Hasil pengamatan terhadap kandungan logam Pb dan Cd

di dalam daging ikan sokang, nilainya dapat dilihat pada Gambar 5.

Page 39: C05jmb

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

1 2 4

Stasiun

Kan

dung

an lo

gam

ber

at (p

pm)

Pb

Cd

Gambar 5 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging ikan sokang

(Triacanthus nieuhofi).

Kandungan logam Pb memiliki nilai yang lebih besar dari logam Cd dalam

daging ikan sokang. Hal ini disebabkan kandungan logam Pb di sedimen

ditemukan dalam jumlah yang cukup besar bila dibandingkan logam Cd.

Kandungan logam Pb dan Cd di organ daging (otot) lebih rendah bila

dibandingkan dengan organ ginjal tetapi tidak berbeda jauh dengan kandungan

yang ada di organ insang. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Darmono (2001)

bahwa akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan

ekskresi (ginjal). Selain itu menurut Suwirma dkk., (1980) dalam Kusumahadi

(1998) logam Cd yang terakumulasi dalam organ daging memiliki konsentrasi

yang lebih rendah dibandingkan dengan isi perut, insang dan tulang ikan

kembung.

Nilai kandungan logam Pb yang ada dalam daging ikan sokang telah

melampaui batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan menurut

DEPKES RI, 1989 yaitu sebesar 2 ppm sedangkan kandungan logam Cd dalam

daging ikan tersebut masih berada di bawah batas maksimum yang ditetapkan

yaitu sebesar 1 ppm. Berdasarkan kandungan logam Pb yang sudah melampaui

batas maksimum yang ditetapkan maka ikan ini sudah tidak aman untuk

dikonsumsi oleh manusia karena apabila dikonsumsi logam tersebut dapat

terakumulasi dalam tubuh manusia yang dapat mempengaruhi dan mengganggu

kesehatan manusia, bahkan menyebabkan kematian.

Page 40: C05jmb

Ginjal

Kandungan logam Pb dalam ginjal berkisar 3.6684-22.9810 ppm dan untuk

logam Cd sebesar 0.0376-1.1661 ppm. Nilai kandungan tertinggi untuk logam Pb

terdapat pada stasiun 1 dan untuk logam Cd pada stasiun 2. Tingginya kandungan

logam Pb di ginjal pada stasiun 1 terjadi karena kandungan logam Pb di sedimen

pada stasiun 1 juga cukup besar. Prosi (1979) dalam Connell dan Miller (1995)

mengatakan salah satu faktor yang berhubungan dengan akumulasi logam oleh

makhluk hidup perairan adalah sedimen dan detritus. Hewan pemangsa sedimen

dan detritus cenderung mengakumulasi logam dalam kepekatan yang tinggi. Hasil

pengamatan terhadap kandungan logam Pb dan Cd dalam ginjal ikan sokang dapat

dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

1 2 4

Stasiun

Kan

dung

an lo

gam

ber

at (p

pm)

Pb

Cd

Gambar 6 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada ginjal ikan sokang

(Triacanthus nieuhofi).

Nilai kandungan logam Pb dan Cd pada ginjal mempunyai nilai yang lebih

besar dibandingkan dengan kandungan logam Pb dan Cd pada organ lainnya.

Besarnya kandungan logam Pb dan Cd pada ginjal dibandingkan dengan organ

lainnya, dapat terjadi karena ginjal ikan merupakan organ yang berfungsi untuk

filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh,

termasuk bahan beracun seperti logam berat (Dinata, 2004). Sehingga banyak

bahan beracun seperti logam berat terdapat di dalam ginjal tersebut.

Page 41: C05jmb

Hati

Kandungan logam Pb yang diperoleh berkisar 1.2032-3.7760 ppm dan

untuk logam Cd berkisar 0.0008-0.0589 ppm. Nilai tertinggi kandungan logam Pb

dan Cd terdapat pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai

kandungan logam Pb yang jauh lebih besar daripada logam Cd. Hal ini karena

kandungan Pb yang ada di sedimen nilainya berbeda jauh dibandingkan logam

Cd. Kandungan logam Pb dan Cd di hati memiliki nilai yang lebih kecil

dibandingkan dengan kandungan yang ada di daging, insang dan juga ginjal. Hal

ini dapat terjadi karena logam berat yang masuk ke dalam hati ikan menyebabkan

gangguan fisiologis, sehingga ikan berusaha mengeluarkannya sebagai bagian dari

proses detoksifikasi. Salah satu mekanisme detoksifikasi adalah mengubah zat

menjadi bentuk senyawa yang mudah dikeluarkan dari dalam tubuh (Purwanti,

1995 dalam Kusumahadi, 1998). Dari hasil pengamatan, kandungan logam Pb dan

Cd dalam hati ikan sokang dapat dilihat pada Gambar 7.

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

1 2 4

Stasiun

Kan

dung

an lo

gam

ber

at (p

pm)

Pb

Cd

Gambar 7 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada hati ikan sokang

(Triacanthus nieuhofi).

Akumulasi logam Pb dan Cd di dalam hati dapat menyebabkan kerusakan dan

gangguan pada organ tersebut. Purwanti (1995) dalam Kusumahadi (1998)

mengatakan logam berat yang masuk ke dalam hati ikan menyebabkan gangguan

fisiologis, sehingga ikan berusaha mengeluarkannya sebagai bagian dari detoksifikasi.

Page 42: C05jmb

Di samping adanya gangguan fisiologis pada hati akibat adanya akumulasi logam

berat, kerusakan organ juga dapat terjadi seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 8 Histologi hati ikan normal (Noga, 2000). Ket: (P) Parenkim; (M) Makrofaga. M

DM

Gambar 9 Histologi hati ikan sokang yang terakumulasi logam berat (10x40). Ket: (M) Makrofaga; (DM) Degenerasi lemak. (Sumber : Balitvet)

Degenerasi merupakan reaksi peradangan yang terjadi bila kerusakan sel

tidak segera mematikan, perubahan-perubahannya bersifat reversibel (bisa pulih

kembali setelah sumber kerusakan dilenyapkan) yang dapat disebabkan oleh luka-

luka karena trauma, radiasi, kuman, bakteri, zat-zat kimia maupun racun (Nabib

dan Pasaribu, 1989). Degenerasi lemak merupakan kerusakan sel yang lebih parah

setelah sebelumnya terjadi degenerasi granular (sel-sel membengkak sedang

Page 43: C05jmb

sitoplasmanya berbutir-butir halus). Pada degenerasi lemak sitoplasmanya penuh

dengan vakuol-vakuol.

Organ hati yang mengakumulasi logam Pb akan mengalami kerusakan

jaringan hati ikan, yaitu degenerasi lemak, hiperemi (pembengkakan) dan

nekrosa. Semakin tinggi konsentrasi logam berat semakin tinggi kerusakannya

(Hermansyah, 1995 dalam Kusumahadi 1998).

Insang

Hasil pengamatan terhadap kandungan logam berat Pb dan Cd pada organ

insang ikan sokang dapat dilihat pada gambar 10. Untuk logam Pb konsentrasinya

berkisar 3.1162-6.5703 ppm sedangkan untuk logam Cd berkisar 0.0150-0.3753

ppm. Nilai tertinggi untuk kandungan logam Pb dan Cd didapat pada stasiun 1 dan

terendah pada stasiun 4.

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

1 2 4

Stasiun

Kan

dung

an lo

gam

ber

at (p

pm)

Pb

Cd

Gambar 10 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada insang ikan sokang

(Triacanthus nieuhofi).

Kandungan logam Pb dan Cd di insang memiliki nilai yang lebih kecil bila

dibandingkan dengan yang terdapat di ginjal sedangkan nilainya tidak jauh

berbeda dengan yang terdapat di daging. Menurut Darmono dan Arifin, (1989)

dalam Kusumahadi (1998) dibandingkan dengan organ tubuh ikan yang lain,

logam berat yang terakumulasi dalam insang lebih sedikit karena logam berat

yang terabsorpsi dan terakumulasi di insang akan mengalami metabolisme dan

Page 44: C05jmb

akan diekskresikan dari tubuh bersama-sama sisa metabolisme lainnya.

Akumulasi logam Pb dan Cd pada insang dapat pula mengakibatkan terjadinya

perubahan struktur morfologi insang seperti yang terlihat pada Gambar 12.

Gambar 11 Histologi insang normal (Noga, 2000). Ket: (P) Filamen insang; (S) Lamella insang.

DL

Gambar 12 Histologi insang ikan sokang yang terakumulasi logam berat (10x10). Ket: (DL) Degenerasi lamella (Sumber : Balitvet).

Gambar histologi insang ikan sokang memperlihatkan kerusakan yang

disebut degenerasi lamella. Degenerasi merupakan reaksi peradangan yang terjadi

bila kerusakan sel tidak segera mematikan, perubahan-perubahannya bersifat

reversibel (bisa pulih kembali setelah sumber kerusakan dilenyapkan) yang dapat

Page 45: C05jmb

disebabkan oleh luka-luka karena trauma, radiasi, kuman, bakteri, zat-zat kimia

maupun racun (Nabib dan Pasaribu, 1989). Dari gambar dapat kita lihat adanya

kerusakan pada lamella insang dimana terjadi penurunan jumlah dan ukurannya.

Di samping itu menurut Jones (1964) dalam Kusumahadi (1998), ikan yang

mengakumulasi logam Pb, Zn dan Cu pada insangnya akan terbentuk lapisan

mukus (lendir) sehingga ikan mengalami keadaan kekurangan oksigen.

Pembentukan lapisan mukus tersebut disebabkan terjadinya reaksi penolakan

dalam insang ikan terhadap logam berat yang diabsorpsi.

Kondisi Perairan

Suhu

Hasil pengamatan terhadap suhu perairan dapat dilihat pada Gambar 13 yang

memperlihatkan nilai yang tidak jauh berbeda antara satu stasiun dengan stasiun

lainnya. Kisaran suhu yang diperoleh adalah 29-31 °C. Pada stasiun 1 diperoleh

kisaran suhu sebesar 30.5 ± 0.5774 °C dan di stasiun 2 sebesar 30 ± 0.8165 °C

sedangkan pada stasiun 3 adalah 29.75 ± 0.9574 °C dan stasiun 4 sebesar 31 ±

0.8165 °C. Dari nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan antara

stasiun 2 dan 3 adalah sama. Hal ini dapat disebabkan karena posisi kedua stasiun

ini sama-sama berada di tengah perairan.

Nilai suhu di stasiun 4 paling tinggi dibandingkan 3 stasiun lainnya

disebabkan adanya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) didekat stasiun 4

tersebut. Thayib (1994) dalam Anggraeni, (2002) mengatakan bahwa kenaikan

suhu perairan dapat disebabkan karena masukan limbah air panas. Limbah panas

di Teluk Jakarta dihasilkan dari pusat-pusat tenaga listrik yang dapat menaikkan

suhu air laut sebesar 3-4 °C. Apabila dibandingkan dengan keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk

biota laut maka nilai rata-rata suhu di perairan tersebut sedikit lebih besar dari

yang ditetapkan yaitu 28-30 °C.

Page 46: C05jmb

27,0027,5028,0028,5029,0029,5030,0030,5031,0031,5032,0032,50

1 2 3 4

Stasiun

Suh

u (o

C)

Gambar 13 Nilai rata-rata suhu (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun

pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.

pH

Hasil pengamatan terhadap nilai pH dapat dilihat pada Gambar 14. Secara

umum dapat dikatakan kisaran pH yang diperoleh tidak berbeda nilainya antara

satu stasiun dengan stasiun yang lain. Kisaran nilai pH yang diperoleh adalah

sebesar 7.8-8.1. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata

8.05 ± 0.0577 dan yang terendah pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata sebesar

7.9750 ± 0.1258. Berdasarkan nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan

antara keempat stasiun tersebut tidak berbeda. Rendah dan cukup bervariasinya

nilai pH yang diperoleh di stasiun 1 diduga karena letak stasiun 1 yang berdekatan

dengan daratan, dimana buangan limbah dari daratan banyak mengandung bahan -

bahan organik (Lampiran 6). Bahan - bahan organik tersebut akan terurai menjadi

bahan anorganik yang akan melepaskan CO2, sehingga mempengaruhi penurunan

pH. Sedangkan homogennya nilai yang diperoleh di stasiun 2 dapat disebabkan

oleh posisi stasiun 2 yang berada di tengah perairan dimana pengaruh dari sumber

pencemar tidak terlalu besar.

Page 47: C05jmb

7,70

7,75

7,80

7,85

7,90

7,95

8,00

8,05

8,10

8,15

1 2 3 4

Stasiun

Nila

i pH

Gambar 14 Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.

Nilai rata-rata pH yang diperoleh dari masing-masing stasiun masih berada

dalam kisaran normal sesuai dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut sebesar 7-8.5.

Keberadaan pH di perairan penting untuk reaksi-reaksi kimia dan senyawa-

senyawa yang mengandung racun. Sebagian besar material-material yang bersifat

racun akan meningkat toksisitasnya pada kondisi pH rendah (Williams, 1979

dalam Anggraeni, 2002).

Salinitas

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap salinitas perairan (Gambar 15)

diperoleh nilai yang juga tidak berbeda antara satu stasiun dengan stasiun lainnya

dan dari nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan keempat stasiun

tersebut tidak berbeda. Nilai kisaran salinitas yang diperoleh adalah 30.1-31.2 ‰.

Pada stasiun 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 30.4667 ± 0.3873 ‰ dan di stasiun

2 sebesar 30.475 ± 0.25 ‰ sedangkan pada stasiun 3 dan 4 adalah 30.6250 ± 0. 05

‰ dan 30.4750 ± 0.2872 ‰.

Page 48: C05jmb

29,60

29,80

30,00

30,20

30,40

30,60

30,80

31,00

1 2 3 4

Stasiun

Sal

inita

s o/

oo

Gambar 15 Nilai rata-rata salinitas (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.

Dari nilai salinitas rata-rata yang diperoleh pada tiap-tiap stasiun nilainya

masih di bawah kisaran normal menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu 33-34

‰. Hal ini disebabkan oleh adanya curah hujan yang mempengaruhi nilai salinitas

perairan akibat adanya masukan air tawar ke laut karena pengambilan contoh

dilakukan pada saat musim penghujan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi

nilai salinitas adalah jumlah sungai yang bermuara, intensitas penguapan, pasang

surut, dan sebagainya. Banyaknya sungai yang bermuara ke perairan teluk Jakarta

mengakibatkan menurunnya nilai salinitas.

Oksigen Terlarut (DO)

Konsentrasi oksigen terlarut yang diperoleh dari hasil pengamatan dapat

dilihat pada Gambar 16. Kisaran nilai oksigen terlarut yang diperoleh adalah 4.75-

9.86 mg/l dengan rata-rata 7.22 ± 1.1488 mg/l pada stasiun 1 dan 8.4325 ± 1.0659

mg/l pada stasiun 2. Sedangkan pada stasiun 3 memiliki nilai rata-rata sebesar

9.4475 ± 0.3186 mg/l dan 5.6225 ± 0.9244 mg/l pada stasiun 4.

Page 49: C05jmb

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

1 2 3 4

Stasiun

Oks

igen

terla

rut (

mg/

l)

Gambar 16 Nilai rata-rata oksigen terlarut (ω) dan simpangan baku SK 95% pada

stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.

Dari nilai rata-rata yang diperoleh pada tiap stasiun nilai tertinggi terdapat

pada stasiun 3 dan yang terendah terdapat di stasiun 4. Hal ini karena posisi

stasiun 4 yang berada dekat dengan sebuah PLTU yang menyebabkan suhu pada

stasiun ini cukup tinggi sehingga mempengaruhi nilai oksigen terlarutnya. Dengan

meningkatnya suhu maka kelarutan oksigen di suatu perairan akan menurun.

Kisaran nilai oksigen terlarut rata-rata pada masing-masing stasiun masih sesuai

dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang

baku mutu air laut untuk biota laut yaitu >5 mg/l.

Hubungan Kandungan Logam Berat di Sedimen dan Organ Ikan

Hubungan antara kandungan logam berat di sedimen dengan di organ tubuh

(daging, ginjal, hati dan insang) ikan sokang hanya dapat dilakukan pada logam

Pb karena kandungan logam Cd di sedimen pada semua stasiun pengamatan tidak

terdeteteksi. Dari nilai korelasi peringkat Spearman (rs) diperoleh bahwa

hubungan antara kandungan logam Pb di sedimen dengan yang ada di daging

memiliki nilai rs sebesar -1 dan nyata pada tingkat kepercayaan 99% (Lampiran

5). Hal ini memperlihatkan hubungan yang tinggi dan tanda negatif menunjukkan

arah yang berlawanan yaitu jika kandungan logam Pb dalam sedimen meningkat

maka kandungan logam Pb dalam daging akan menurun dan begitu pula

sebaliknya. Untuk hubungan (korelasi) antara kandungan logam Pb dalam

Page 50: C05jmb

sedimen dan yang ada di ginjal, hati dan insang diperoleh nilai korelasi (rs) yang

sama yaitu sebesar 0.5 (Lampiran 5). Hal ini memperlihatkan hubungan yang

sedang dan tanda positif menunjukkan arah perubahan yang sama yaitu jika

kandungan logam Pb dalam sedimen meningkat maka kandungan logam Pb di

ginjal, hati dan insang juga akan naik dan begitu pula sebaliknya.

Nilai korelasi yang diperoleh antara kandungan logam Pb dalam sedimen

dengan organ ginjal, hati dan insang yang sedang dan bertanda positif lebih

memiliki arti dibandingkan nilai korelasi antara kandungan logam Pb dalam

sedimen dengan organ daging yang tinggi namun bertanda negatif. Hal ini karena

tanda positif tersebut menunjukkan apabila terdapat kandungan logam Pb dalam

organ ginjal, hati dan insang maka kandungan logam Pb terdapat juga di sedimen

dan begitu pula sebaliknya.

Page 51: C05jmb

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kandungan logam Pb dan Cd di kolom air Perairan Ancol, Teluk Jakarta

memiliki nilai yang tidak terdeteksi sedangkan di sedimen hanya kandungan

logam Pb saja yang didapat karena kandungan logam Cd di sedimen juga tidak

terdeteksi. Kandungan logam Pb di sedimen mempunyai kisaran tidak terdeteksi

sampai 43.28 mg/kg. Kandungan logam Pb memiliki nilai yang jauh lebih tinggi

di sedimen bila dibandingkan dengan yang ada di dalam air.

Kandungan logam Pb dalam organ tubuh (daging, ginjal, hati dan insang)

ikan sokang berkisar 1.2032 ppm – 22.9810 ppm sedangkan untuk logam Cd

berkisar 0.0008 ppm – 1.1661 ppm. Dilihat dari kandungan logam Pb dan Cd

yang diperoleh, kandungan tertinggi terdapat pada organ ginjal dan terendah pada

organ hati. Kandungan logam Pb dalam daging ikan telah melampaui batas

cemaran maksimum logam berat dalam makanan. Berdasarkan nilai korelasi

peringkat Spearman (rs) antara kandungan logam Pb di sedimen dan organ tubuh

ikan memiliki tingkat keeratan yang sedang dan bertanda positif yaitu pada organ

ginjal, hati dan insang sedangkan pada daging memiliki tingkat keeratan yang

tinggi namun bertanda negatif.

Hasil pengukuran terhadap parameter kualitas air seperti suhu, salinitas, pH

dan oksigen terlarut memiliki kisaran nilai sebagai berikut: 29-31 ºC untuk suhu,

30.1-31.2 ‰ untuk salinitas, 7.8 -8.1 untuk pH dan 4.75-9.86 mg/l untuk oksigen

terlarut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun

2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut nilai-nilai tersebut masih

berada dalam kisaran baku mutu (28-30 ºC; 33-34 ‰; 7 -8.5 dan >5 mg/l) kecuali

parameter suhu yang memiliki nilai sedikit lebih besar.

Page 52: C05jmb

Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh Pb dan Cd

terhadap daging, ginjal, hati dan insang terlebih pada ikan-ikan ekonomis

penting.

2. Menghimbau kepada nelayan dan masyarakat agar tidak menangkap dan

mengkonsumsi ikan tersebut.

Page 53: C05jmb

DAFTAR PUSTAKA

Akbar HS. 2002. Pendugaan Tingkat Akumulasi Logam Berat Cd, Pb, Cu, Zn, dan Ni pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) ukuran >5 cm di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Anggraeni I. 2002. Kualitas Air Perairan Laut Teluk Jakarta selama Periode 1996-2002. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Anna S. 1999. Analisis Kualitas Lingkungan Perairan Teluk Jakarta. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Connell DW dan G.J Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Yanti

Koestoer, penerjemah; Sahati, pendamping. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Terjemahan dari: Chemistry and Ecotoxicology of Pollution. 520 hal.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit UI Press.

Jakarta.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Dinata A. 2004. Waspadai Pengaruh Toksisitas Logam pada Ikan. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/12/cakrawala/lainnya02.htm [14 Mei 2005].

Effendi H. 2000. Telaahan Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Eisler R. 1985. Cadmium Hazards to Fish, Wildlife and Invertebrates: A Synoptic

Review. USA. www.pwrc.usgs.gov/infobase/eisler/CHR_2_Cadmium.pdf [24 November 2005]

Environmental Protection Agency (EPA). 2001. Update of Ambient Water Quality

Criteria for Cadmium. Washington, D.C. http://www.epa.gov [11 Oktober 2005]

Environmental Protection Agency (EPA). 2005. Ground Water and Drinking

Water: Consumer Factsheet on Cadmium. Washington, D.C. http://www.epa.gov [14 Oktober 2005]

Fajri NE. 2001. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb dalam Air Laut,

Sedimen dan Tiram (Carassostrea cucullata) di Perairan Pesisir Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hamidah. 1980. Pengaruh Logam Berat terhadap Lingkungan. Pewarta

Oceana.6(2). Hamidah. 1986. Pengaruh Logam Berat terhadap Lingkungan. Pusat Penelitian

Ekologi, Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta.

Page 54: C05jmb

Harahap S. 1991. Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung ditinjau dari Sifat Fisika-Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan Benthos Makro. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hutagalung HP. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oceana IX

No.1 Tahun 1984.

Hutagalung HP. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P30-LIPI. Jakarta.

Ilahude AG dan Liasaputra. 1980. Sebaran Normal Parameter Hidrologi di Teluk Jakarta. hlm 1-48. LON-LIPI. Jakarta.

Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1996. Studi Potensi Kawasan Perairan Teluk Jakarta.

Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1997. Laporan Tahunan Prokasih PEMDA DKI Jakarta.

Kusumahadi KS. 1998. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cr dan Hg dalam Badan Air dan Sedimen serta Hubungannya dengan Keanekaragaman Plankton, Benthos dan Ikan di Sungai Ciliwung. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Laws EA. 1981. Aquatic pollution. John Willey and Sons. New York.

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. UI-Presss, Jakarta.

Matsuura K, Peristiwady T. Triacanthidae. 2001. http:research.kahaku.go.jp [25 Mei 2005].

Nabib R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar

Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.

Nanty I. H. 1999. Kandungan Logam Berat dalam Badan Air dan Sedimen di Muara Sungai Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Noga EJ. 2000. Fish Disease: diagnosis and treatment. First lowa state university Press edition. hlm 367.

Nontji A dan Setiapermana D. 1980. Pengamatan Musiman Seston dan Klorofil Fitoplankton di Teluk Jakarta selama Periode November 1975-Juli 1979. LON-LIPI. Jakarta, h 15-22.

Pagoray H. 2001. Kandungan Merkuri dan Kadmium Sepanjang Kali Donan Kawasan Indutri Cilacap. Frontir. 33:1-9.

Palar H. 2004. Pencemaran & toksikologi logam berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Praseno DP dan Kastoro W. 1980. Evaluasi Hasil Pemonitoran Kondisi Perairan Teluk Jakarta 1975-1979. LON-LIPI. Jakarta, h 1-7.

Page 55: C05jmb

Razak H. 2003. Penelitian Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Jakarta dan Sekitarnya. P2O-LIPI. Jakarta.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Cetakan ke-II. Bandung: Bina Cipta. 256 hal.

Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB Bogor.

Siantiningsih A. 2005. Pendugaan Sebaran Spasial Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni dalam air dan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan Microorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Institute for Science and Technology Studies. Japan

Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. 2004.

Suyarso. 1995. Lingkungan Fisisk Pantai & Dasar Perairan Teluk Jakarta Dalam : Atlas Oseanologi Teluk Jakarta. LP3O-LIPI, Jakarta. h 21-28.

Syahminan. 1996. Studi Distribusi Pencemaran Logam Berat di Perairan Estuari Sungai Siak, Riau. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Waldichuk M. 1974. Some Biological Concern in Metal Pollution. Academic Press. London.

Walpole RE. 1990. Pengantar Statistika, Edisi ketiga. Terjemahan Bambang Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 56: C05jmb

LAMPIRAN

Page 57: C05jmb

Lampiran 1 Kandungan logam Pb dan Cd dalam sedimen Stasiun 1

Titik Logam Pb Logam Cd

1 32.64 *

2 26.13 *

3 30.56 *

4 39.58 *

Rata-rata 32.2275 *

Stasiun 2

Titik Logam Pb Logam Cd

5 23.91 *

6 32.82 *

7 35.48 *

8 31.4 *

Rata-rata 30.9025 *

Stasiun 3

Titik Logam Pb Logam Cd

9 27.13 *

10 31.71 *

11 43.28 *

12 28.21 *

Rata-rata 32.5825 *

Stasiun 4

Titik Logam Pb Logam Cd

13 13.34 *

14 14.09 *

15 * *

16 13.57 *

Rata-rata 13.6667 *

Ket: * Tidak terdeteksi

Page 58: C05jmb

Lampiran 2 Kandungan logam berat Pb dan Cd dalam organ tubuh ikan sokang (Triacanthus nieuhofi)

Jenis Organ Logam Berat

Kering (g) Konsentrasi AAS (ppm)

Konsentrasi Sebenarnya (ppm)

Daging stasiun 1 Pb 0.6124 0.03 4.8988

Daging stasiun 2 Pb 0.6222 0.02 3.2144

Daging stasiun 4 Pb 1.1616 0.06 5.1653

Ginjal stasiun 1 Pb 0.3046 0.07 22.9810

Ginjal stasiun 2 Pb 0.4468 0.05 11.1907

Ginjal stasiun 4 Pb 0.5452 0.02 3.6684

Hati stasiun 1 Pb 1.589 0.06 3.7760

Hati stasiun 2 Pb 1.6018 0.03 1.8729

Hati stasiun 4 Pb 1.6622 0.02 1.2032

Insang stasiun 1 Pb 0.4566 0.03 6.5703

Insang stasiun 2 Pb 0.5794 0.02 3.4518

Insang stasiun 4 Pb 0.6418 0.02 3.1162

Daging stasiun 1 Cd 0.6124 1.389 0.2268

Daging stasiun 2 Cd 0.6222 0.014 0.0023

Daging stasiun 4 Cd 1.1616 2.7505 0.2368

Ginjal stasiun 1 Cd 0.3046 1.3877 0.4556

Ginjal stasiun 2 Cd 0.4468 5.2101 1.1661

Ginjal stasiun 4 Cd 0.5452 0.2052 0.0376

Hati stasiun 1 Cd 1.589 0.9357 0.0589

Hati stasiun 2 Cd 1.6018 0.623 0.0389

Hati stasiun 4 Cd 1.6622 0.0126 0.0008

Insang stasiun 1 Cd 0.4566 1.7135 0.3753

Insang stasiun 2 Cd 0.5794 0.25 0.0431

Insang stasiun 4 Cd 0.6418 0.0962 0.0150

Page 59: C05jmb

Lampiran 3 Kualitas air di perairan Ancol, Teluk Jakarta

Stasiun 1

Parameter Satuan 1 2 3 4 Rata-rata pH 7.8 8 8 8.1 7.98 DO mg/l 5.85 7.24 7.13 8.66 7.22

Salinitas ‰ 30.3 30.5 30.6 31.2 3.07 Suhu 0C 31 31 30 30 30.5

Stasiun 2

Parameter Satuan 13 14 15 16 Rata-rata pH 8 8 8 8 8.03 DO mg/l 6.91 9.4 8.7 8.72 8.43

Salinitas ‰ 30.5 30.4 30.2 30.8 30.48 Suhu 0C 30 29 30 31 30

Stasiun 3

Parameter Satuan 5 6 7 8 Rata-rata pH 8.1 8.1 8 8 8.05 DO mg/l 9.86 9.37 9.47 5.21 8.48

Salinitas ‰ 30.6 30.7 30.6 30.6 30.6 Suhu 0C 30 29 29 31 29.75

Stasiun 4

Parameter Satuan 9 10 11 12 Rata-rata pH 8 8 8.1 8 8.03 DO mg/l 5.63 4.75 6.9 9.09 6.59

Salinitas ‰ 30.5 30.1 30.5 30.8 30.5 Suhu 0C 31 31 32 30 31

Page 60: C05jmb

Lampiran 4 Surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut

No. Parameter Satuan Baku Mutu

1.

2. 3. 4.

5. 6.

7. 8.

9. 10. 11. 12. 13.

14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

22. 23. 24.

25.

FISIKA Kecerahan

Kebauan Kekeruhan

Padatan Tersuspensi Total

Sampah Suhu

KIMIA pH

Salinitas

Oksigen Terlarut (DO) BOD5

Ammonia Total (NH3-N) Fosfat (PO4-P) Nitrat (NO3-N) Logam Terlarut

Raksa (Hg) Kromium heksavalen (Cr(VI))

Arsen Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni)

BIOLOGI

Coliform (total) Patogen Plankton

RADIO NUKLIDA

Komposisi yang tidak diketahui

m -

NTU mg/l

-

°C -

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

MPN/100 ml Sel.100 ml Sel/100 ml

Bq/l

coral: >5

mangrove: - lamun: >3

alami <5

coral: 20 mangrove: 80

lamun: 20 nihil

coral: 28-30 mangrove: 28-32

lamun: 28-30

7-8.5 coral: 33-34

mangrove: s/d 34 lamun: 33-34

>5 20 0.3

0.015 0.008

0.001 0.005 0.012 0.001 0.008 0.008 0.05 0.05

1000 nihil

tidak bloom 4

Page 61: C05jmb

Lampiran 5 Nilai korelasi peringkat spearman antara kandungan logam Pb dalam sedimen dan dalam organ tubuh ikan sokang

Nonparametric Correlations SEDIMEN DAGING

Correlation Coefficient 1,000 -1,000(**)

Sig. (2-tailed) . ,000

SEDIMEN

N 3 3 Correlation Coefficient -1,000(**) 1,000

Sig. (2-tailed) ,000 .

Spearman's rho

DAGING

N 3 3 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). SEDIMEN GINJAL

Correlation Coefficient 1,000 ,500

Sig. (2-tailed) . ,667

SEDIMEN

N 3 3 Correlation Coefficient ,500 1,000

Sig. (2-tailed) ,667 .

Spearman's rho

GINJAL

N 3 3

SEDIMEN HATI Correlation Coefficient 1,000 ,500

Sig. (2-tailed) . ,667

SEDIMEN

N 3 3 Correlation Coefficient ,500 1,000

Sig. (2-tailed) ,667 .

Spearman's rho

HATI

N 3 3

SEDIMEN INSANG Correlation Coefficient 1,000 ,500

Sig. (2-tailed) . ,667

SEDIMEN

N 3 3 Correlation Coefficient ,500 1,000

Sig. (2-tailed) ,667 .

Spearman's rho

INSANG

N 3 3

Page 62: C05jmb

Lampiran 6 Lokasi penelitian Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4

Page 63: C05jmb

Lampiran 7 Prosedur analisa logam berat pada ikan Prinsip

Organ yang dibutuhkan untuk dapat digunakan dalam analisis AAS sebesar

5 gram. Kemudian ditimbang, dan dilakukan pengabuan kering. Sesudah

penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering, residu dilarutkan

dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada didalam alat

AAS sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisa dan diukur pada panjang

gelombang tertentu.

Cara Kerja

a. Larutan abu berasal dari pengabuan basah

1. Pindahkan larutan abu ke dalam labu takar.

Pilih labu takar yang sesuai sehingga diperoleh konsentrasi logam yang

sesuai dengan kisaran kerjanya.

2. Tepatkan sampai tanda tera dengan air, campur merata

b. Abu berasal dari pengabuan kering

1. Tambahkan 5-6 ml HCl 6N ke dalam cawan/pinggan berisi abu, kemudian

dengan hati-hati panaskan diatas hot plate (pemanas) dengan pemanasan

rendah sampai kering.

2. Tambahkan 5 ml HCl 3N, panaskan cawan diatas pemanas sampai mulai

mendidih.

3. Dinginkan dan saring melalui kertas saring, masukkan filtrat ke dalam labu

takar yang sesuai. Usahakan padatan tertinggi sebanyak mungkin ke dalam

cawan.

4. Tambahkan 10 ml HCl 3N ke dalam cawan, kemudian panaskan sampai

larutan mulai mendidih.

5. Dinginkan, saring dan masukkan filtrat ke dalam labu takar.

6. Cuci cawan dengan air sedikitnya tiga kali, saring air cucian lalu

masukkan ke dalam labu takar.

7. Cuci kertas saring dan masukkan air cucian ke dalam labu takar.

c. Kalibrasi alat dan penetapan sampel

1. Set alat AAS sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut.

Page 64: C05jmb

2. Ukur larutan standar logam dan blanko.

3. Ukur larutan sampel. Selama penetapan sampel, periksa secara periodik

apakah nilai standar tetap konstan.

4. Buat kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi/ emisi vs

konsentasi logam dalam µg/ml).

Sumber : (Lab. Terpadu FKH IPB, 2004)