l::=t:.f .. I ·> UJil f C-f lf••••«•lutl_ .......... as Fumasi 'UGM Oteh: Siti Sua.claft Mufrod Dlbiayalz Kegiatan Proyek Bantuan Pel.alcsanaaR -Peaelitltul (01D3.1} P.-oyelc OpN-asl daft Pera-watan Fll.liitkas UGM{OPF - UGI\4) Tahun Angp.ran 1992/1993 DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAY AAN . UN1VERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS FARMASI 1992 BebB I·
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
l::=t:.f 61~ .. I ·> UJil
f C-f
lf••••«•lutl_ .......... ~ as Fumasi 'UGM
Oteh:
Siti Sua.claft
Mufrod
Dlbiayalz
Kegiatan Proyek Bantuan Pel.alcsanaaR -Peaelitltul (01D3.1} P.-oyelc OpN-asl daft Pera-watan Fll.liitkas UGM{OPF - UGI\4)
Tahun Angp.ran 1992/1993
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDA Y AAN . UN1VERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS FARMASI 1992
BebB I·
......... -· ···~ ......... ... :; ' ... 1 \
··. .~,·;\ ,.., ~ ........... .... ··~ .. ~ ....
Puji syukur kehadirat 'Allah "swT '~re_na karunia dan ' .......
petunjukNya telah dapat .. dise·les.aikan tugas penelitian de-
ngan judul : "Formulasi Kloram.fenikol tetes mata dengan
derivat selulosa, pengaruh sterilisasi terhadap viskosi-
tas".
Penyakit mata banyak diderita masyarakat, sehingga
sediaan obat tetes mata masih sangat dibutuhk.an. Kloram
fenikn;,l· merupakan an tibio•tika yang sering digunakan dalam
sediaaa tetes mata untuk mengo,bati mata .yang luk.a (terin
feksi), untuk keadaan iai mutlak diperlulmn syarat s·te:-r
rilitas.
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk menge
tahui pengaruh sterilitas terhadap viskosita-s tetes mata
kloramfenikol yang menggunakan derivat selu~osa. -
Atas terlaksananya penelitian ini penulis ucapkan
terima kasih yang setinggi-tingginya ke:s;)ada :
1. Ketua Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas UGM tahun , anggaran 1992/1993 yang telah membeayai penelitian ini.
2. Dekan i'akultas Farmasi UGM dan Ketua Jurusan Farmaseti-
ka yang telah memberi izin dan fasilitas laboratorium.
3. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian
ini.
Sebagai penutup, walaupun masih banyak kekurangannya
ii
iii
semoga laporan penelitian ini ada meafaatnya bagi ilmu
IV. Viskos1tas (cps) larutan derivat selulosa sebelum dan sesudab ster1lisas1 pada suhu
v.
VI.
VII.
VIII.
IX.
x.
00 0 2 C dan 25 C •••••••••••••••
Viskositas tetes mata dengan larutan metil 0 selulosa pada suhu· 20 C • • •••••••
Viskositas tetes mata dengan larutan metil selulosa pada suhu 25°C • • • • • • • • •
V1skos1tas tetes mata dengan larutan HPMC pada suhu 20°C • • • • • • • • • • • • •
Viskositas tetes mata dengan larutan HPMC pada suhu 25°C • • • • • • • • • • • • •
Viskositas tetes mata dengan larutan CMC pada suhu 20°C • • • • • • • • • • • • •
Viskositas tetes mata dengan larutan CMC pada suhu 25°C • • • • • • • • • • • • •
35
37
38
39
39
40
40
v
INTI SARI
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh sterilisasi terhadap visk.ositas larutan tetes mata kloramfenikol
yang menggunakan derivat selul~a. Derivat selulosa yang digunakan adalah metil selulo~
sa, hidro.k.si propil metil selulosa (HPMC) dan karboksi ·metil selulosa (CMC) dengan kadar 0~55%. ~etes mata dibuat dengan menggunakan larutan derivat selulosa (0,55%) dengan· kadar 1 ,.00,.6; 2,.5%; 5,00,6 dan 1 0,0:,.6 dari jumlah larutan sediaan yang dibuat. Pembuatan larutan tetes mata dilakukan secar.a aseptis (uap) otoklaf mengalir 100°C
dan penggunaan sterilisasi dengan panas pada suhu 115°C· 30 menit dan ~p air 30 menit. Terhadap larutan derivat selulo-
sa dilakukan uji viskasitas sebelum dan sesudah. dilakukan sterilisasi dan terhadap larutan tetes mata yang dibuat dilakukan uji kejernihan, adanya partikel asing dan viskasitas pada suhu 20°C dan 25°C.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa viskositas deriva.t selulosa mengalami penurunan karena panas (uap) sterilisasi. Larutan tetes mata klor~mfenikol dengan deri~at s.elulasa dapat memenubi persyaratan kejernihan dan tida~ adanya partikel asing. Viskasitas larutan tetes mata kloramfenikol mengalami penurunan karena penggunaan panas (uap) sterilisasi. Viskositas tetes mata kloramfenikol dengan derivat selulosa sangat dipengaruhi oleh metode pembuatan dan sterilisasi yang digunakan.
vi
BAB I
PENGANTAR
A. La tar .Belakang
Mata merupakan salah satu organ tubuh yang amat
peting sehingga perlu dijaga dan ~ilindungi. Infeksi
yang terjadi pada mata dapat menimbulkan keadaan yang
membahayakan, bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Pen.ya
kit mata banyak diderita masyarakat. Oleh sebab itu se
diaan obat mata sangat dibutuhkan masyarakat. Salah sa
tw· bentuk sediaan untuk mata adalah obat tetes mata.
Berdasar penggunaannya, terdapat dua macam obat tetes
mata yaitu o,bat tetes mata untuk mata utuh dan obat te
tes mata untuk mata terluka.
Syarat larutan tetes mata yang baik antara lain
harus jernih dan tidak meni•bulkan rasa sakit (iritas~)
pa~a saat digunakan. :
Untuk dapat memberikan efek terapi yang dikehen
daki, obat·dalam sediaan tetes mata harus dapat kontak
lama dengan tempat penggunaannya (mata). Hal ini dapat
· dicapai apabi~a larutan tetes mata di dalam pembuatan~ ,,
nya ditambahkan zat pengental untuk menaikkan viskosi-
tasnya.
Derivat selulosa seperti metil selulosa sering di-
gunakan dalam formula.tetes mata untuk menaikkan visko-
• 2
~itas, sedangkan derivat selulosa yang lain seperti bi
droksi propil metil selulosa (HPMC) dan karboksi metil
selulosa ( CMC) belum· pernah dijumpai. Hidroksi" · propil
metil selulosa mengembang dalam air dan membentuk la-. rutan yang lebih jernih dari metil selulosa. Karboksi
metil selulosa larut dalam air pada berbagai suhu mem
bentuk larutan jernih.
Kloramfenikol merupakan antibiotika yang. ser~g
digunakan dalam sediaan tetes mata untuk mengobati mata
yang luka (terinfeksi). Untuk keadaan ini mutlak diper-
lukan syarat sterilitas. Tetes mata yang tidak steril
dapat membahaya:kan mata· yang terluka karena dapat ter
jadi infeksi yang lebih parah bahkan dapat menyebabkan
kebutaan.
Untuk men.dapatkan gambaran tentang pengaruh panas
sterilisasi terhadap viskositas, maka terhadap larutan
tetes mata kloram.fenikol selain dilakukan secara asep
tis juga dilakukan sterilisasi dengan menggunakan panas.
Namun sterilisasi yang menggunakan panas akan menimbul
kan permasalahan terhadap viskasitas larutan yang meng
gunakan derivat selulosa. Viskositasnya tersebut akan
turun dengan adanya panas. Tingginya suhu dan lamanya
pemanasan s~mpai terjadinya penurunan viskositas akan
berbeda-beda tergantung panjan.g rantai po.limer.
Berdasar. hal-hal ter.sebu t di a tas maka permasalahan
3
.Yang tim.bul adalah : sampai seberapa jauh pengaruh meto
de sterilisasi (panas) terhadap visk.ositas larutan tetes
mata yang aenggunakan derivat selulosa.
Dari basil penelitian ini diharapkan dapat diguna
k.an untuk men.dapatkan formula kloram·fenikol tetes mata
yang menggunakan derivat selulosa, sehingga didapat ba
sil yang baik mengenai sifat-sifat fisikanya.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menge
tahui sam,pai seberapa jauh pengaruh metode sterilisasi
terhadap viskositas larutan tetes mata yang menggunakan
derivat selulosa.
:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
Dalam memenuhi kebutuhan aasyarakat ~kan obat, in
dustri-industri farmasi banyak meabuat bermacam-macam
bentuk sediaan, misalnya bentuk padat dan bentuk cair.
Tetes mata merupakan sediaan farmasi bentuk cair ya~g ba
nyak digunakan karena memberikan beberapa keuntungan d1-
banding sediaan obat mata bentuk salep dan suspensi. Ke
un·tungan yang_ dimiliki oleh tetes mata meliputi •udah d.i
gunakan, tidak mengbalangi penglibatan pada pemakaiannya
serta cepat memberikan efek (Chien, 1982).
Tetes.mata adalah sediaan steril berupa larutan
atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara aenetes
kan·obat pada selaput lendir mata d1 sekitar kelopak mata
dan bola mata (Anonim, 1979).
· Tetes mata dapat mengandung satu atau lebih obat/
zat aktif. ·pada umumnya, obat-obat yang digunakan untuk
mata ~tbagi dalam beberapa kategori :
1. miotik
2. midriatik
3. anti inflamasi
4. anti inteksi : antibiotik, antivirus, antibakteri.
5. obat yang digunakan dalam operasi mata
6. diagnosis. 4
5·
Besarnya.aktivitas, obat mulai beretek yang diperlu
kan dan waktu durasi, serta kondisi pasien dan keadaan pe
nyakit akan meaentukan macam obat atau ko•b1Das1 obat yang
digunak.an, termasuk bentuk sediaan dan rute penggunaannya
(Hecht !! ~. 1979).
Anatomi dan fisiologi .ata
Pupil
---..-....;;;..;;-.;;.;;.. chamber Iris Kornea
Poe terior cbaaber-
CililarYDUlSCle
Gambar 1. Penampang membujur bola mata yang aenunjukkan struktur dalam mata dan aliran darah (Chien, 1982).
:
Beberapa anggota anatomi mata (Hecht et al, 19?9) : --. 1 •
2.
3·
4·
Konjungtiva
.kantong konjungtiva bawab
kantong konjungtiva atas
Kornea
epitel
selaput Bowman
.stroma
selaput Descemet
endotel
Anterior chamber
angle g! anterior
Iris
!Ua
posterior chamber
len sa
vitreus humor
retina
ciliary body
chamber
:
6
Kornea, len sa dan vi t·rous body adalab media trans
paran tanpa memiliki pembulub darah, kebutuhan okeigen
dan mak.anan diangku ~ ke dalam jaringan tanpa pembuluh
darah ini oleb aqueous humor. Aqueous humor ini mempu
nyai tek.anan oksigen tinggi clan aempunyai tekanan osaose
yang sama dengan darah.
7
Kornea juga memperoleh sebagian oksigen dari at
mosfere dan apabila oksigen ini dikeluarkan akan aenye
babkan terjadi metabolisme anaerob dengan meningkatnya
konsentrasi asam laktat intrac()rneal. Kond1s1 ini dapat
menyebabkan terjadinya edema, menyebabkan bilangnya si:!-·
fat transparansi kornea dan kadang-kadang dapat aeng
ganggu penglibatan.
Keadaan ini dapat terjadi jilts. lensa kontak ;yang
dipakai mengbalangi pertukaran oksigen atmosfir atau ji
ka terganggu oleh persediaan darah kapiler pada daerah
tepi.
Kornea ditutupi oleh suatu lapisan epitel yang ti
pis yang dihubungkan dengan konjungtiva pada Cornea
sclerotic. Bagian utama dari kornea ini dibentuk oleh
lapisan-lapisan silang menyilang d~ri kolagen dan diba
tasi oleh lapisan elastik pada dua permukaan depan dan
belakang. Permukaan belakang ditutu~i oleh suatu lapisan
enelotel. Kornea yang transparan dilanjutkan ke ~gian
belakang menjadi sklera putih keruh yang terdiri dari
jaringan berserat yang liat. Kornea dan sklera ini aena
han tekanan intraocular yang dipertahankan konstan di
dalam mata.
Mata secara terus menerus dicuci dan dibasahi oleh
bagian mata yang· terdiri dari empat struktur yaitu kelen
jar air mata, saluran air mata, kantong air mata dan ~
solacrimal duct. -
8
Cairan mata dtsekresikan oleh kelenjar air •ta
dan diealurkan pada permukaan konjungtiva dari bagian
atas kelopak mata pada kecepatan .!. 16% per menit.
Cairan mata mencuci seluruh bola mata dan peaba
eahan secara merata oleb kedipan kelopak JData. Otot-otot ·
yang berhubungan dengan reflek kedipan menekan kantong
air mata. Pada saat- otot-otot ini relaksasi, kantong
tersebut akan mengeabang dan menarik cairan uta dari
ujung-ujung kelopak sepanjang saluran mata ke dalaa kan
tong-kantong air mata. Sebaliknya gaya gravitasi akan
menggerakkan cairan turun ke nasolacrimal duct aengalir
ke dalam inferior meatus dari hidung. Dengan deaild.an
bola mata selalu dibasahi dengan aliran yang terus .aene
rus oleh cairan air uta sehingga dapat mencegali •ta
menjadi kering dan inflamasi.
Pada umumnya jualah cairan mata yang selalu ter
bentuk dengan seringkali terjadinya kedipan secara be
bas hanyalah cukup untuk menjaga kenyamanan uta. Pem- :
bentukan dan sekresi cairan mata yang berlebihan atau
lakrimasi akan terbentuk jika ada benda asing atau irri
tan masuk ke dalam mata, sinar terang yang menyilaukan
mata atau pada keadaan tekanan emosional.
Cairan mata pada manusia mempunyai volume normal ' sekitar 7
1Ul dan merupakan larutan isotonik dari bikar-
/
bonat dan sodium klorida (PH 7,4), yang berfungsi untuk
mengencerkan irritan atau membersihkan partikel asing
9
keluar dar1 kantong konjungtiva. Cairan aata aeagandung
lysozY!e, yang mempunyai aktivitas bakterisida sebingga
dapa t mengurangi jwalah bakteri di dalam kantong konjung
tiva.
Kecepa.tan kedipan sangat bervariasi dari satu indi
vidu ke'individu yang lain; yang berkisar antara lima s~m
pai lima puluh gerakan kedipan per menit, atau rata-rata
karang lebih 20 kali kedipan per menit. Pada setiap kali
kedipan, kelopak mata akan menutup untuk periode waktu
yang pendek (kurang lebih 0,3 d~tik).
Ag ueous humor pada manusia kurang lebih sebanyak
.300 ul dan aengisi anterior chamber mata (bagian mata
yang terletak bagian de pan lensa). Aqueous humor disekre
si cleh proses ciliary dan dialirkan ke luar dari !!!!
.!:!.2! chamber pada kecepatan kurang lebih 1% per menit.
Sistem pengaliran dari anterior chamber bukan proses ·~
kaais: ·yang spesifik. Kecepatan pengaliran sebanding'de
ngan kecepatan produksi, dengan demikian dapat memperta
hankan tekanan intraocular konstan dari 25 - 30 mmHg pa
da manusia. Tekanan·tersebut sedikit naik bila terjad1
kontraksi otot-otot ocular external dan pada lterlingan.
Telah diketahui babwa mekanisme focusing mata tergantung
pada adanya tekanan intraocular yang cukup konstan.
Jika tekanan terlalu tinggi, misalnya pada glaukoma
karena tidak efektifnya cairan mengalir keluar, otot-otot
siliaris tidak mampu mengadakan akomodasi. Tekanan intra
ocular yang tinggi juga dapat aenyebabkan hambatan pada
sirkulasi retina sebingga dapat terjadi kerusakan pada
retina. Sebaliknya pengurangan yang berlebiban pada te
kanan intra ocular dapat mengendorkan ikat sendi penun
jang lensa dan dapat ~~enyebabkan bengkak (Chien, 1982).
Absorbsi obat ~ ~
Pada.umumnya dianggap bahwa obat-obat yang diguna
kan secara topikal pada mata adalah cepat dan diabsorbsi
total dan dapat diberikan/tersedia pada tempat yang di
ingini pada bola mata untuk dapat memberika.n efek terapi.
Sebenarnya, pada umuanya tidak demikian.
Ada be berapa faktor yang dapa t mempengarahi ke·ter
sediaan obat yang terkandung dalam jumlah bentuk sed1aan
segera setelah obat diberikan pada mata, yaitu :
1 • Hilangnya efektifi tas oba t yang tersedia dari
celah ·pada kelopak 1111ta. Hal ini terjadi karena obat di
tumpahkan dari Illata dan dib_uang lewat apparatus nasola~ .
crimal. Volume normal dari air mata manusia kurang lebih
7 pl, dan jika tidak terjadi kedipan, mata manusia dapat
menampu~g sampai volume 30 ul tanpa tumpab dari celah pa
da kelopak mata. Bila volume tetesan 50 ul maka diperk1-
rakan bahwa 70% dari volume dua tetesan akan dituapabkan
l~wat aliran yang ~erlebiban. Bila terjadi kedipan, ma
ka masih terdapat sisa volume 10%, in1 menunjukkan bahwa
11
90% dari volume 2 tetesan yang dipakai dikeluarkan.
2. Mengalirnya tetes mata yang digunakan lewat na-. -soc~omal system masuk ke dalam saluran gastro intestinal,
dimulai segera setelah penggunaan tetes aata. Hal ini
terjadi bila refleks pengeluaran air mata menyebabkan vo
lume cairan di dalam celah pada kelopak uta melebihi vo
lume lacrimal normal yaitu 7 - 10 ul. Volume cairan yang
lebih masuk ke dalam superior dan inferior lacrimal punc
~. melewati saluran penghubung masuk ke dalam kantong
cairan mata, dan kemudian masuk ke dalam saluran gastro
intestinal.
3. Mekanisme ketiga (pengaruh ketiga} adanya kompe
tisi absorpsi obat ~~ dalam mata.yaitu antara absorpsi
superfisial dari obat ke dalam kelopak mata dan bulbar
konjungtiva dengan pembuatan egrat yang terjadi bersaaaan
dari jaringan ocular oleh aliran darah periferal. Bagian
yang terlatak di bawah membran mukosa konjungtiva adalah
sklera dengan sistem sirkulasinya, merupakan bagian putib
dari mata, dan suatu penutup yang liat, yang dengan kornea
membentuk lapisan pelindung luar dari mata.
Obat-obat yang larut dalam air ak.an segera menetra
si ke dalam sklera, sedangkan obat-obat yang kurang larut
dalam air dan lebih larut dalam lipid tidak segera m~ne
trasi ke dalam sklera.
Ketiga mek.anisme pembuangan obat .dari celah pada
12
kelopak mata berkompetisi dengan absorpsi transcorneal,
yaitu rute yang efektif untuk aembawa obat ke bagiaa an
terior mata lewat absorpsi.
Kornea adalah suatu bagian yang mempunyai peabulah
darah dan dengan lapisan air 11ata precorneal merupalran
mekanisme retraksi pertama yang berperan dalam proses
fis1olog1 penglihatan.
Kornea terdiri dari tiga lapisan umum :
1. Epitel, kaya dengan lipid
2. Stroma, sedikit lipid
3• Endotel, kaya dengan lipid.
Dari beberapa penelitian yang berbeda terbadap kanduagan
relatif li~i~ dari ketiga jaringan tersebut aenunjukkan
bahwa epi tel dan endotel kornea masing-maaing mengandung
lipid lturang le bib 1 00 kali kandungan lipid pada stroma
kornea.
Hal ini merapakan faktor fisi~logi utama yang ae•~
pengaruhi penetrasi oba t melalui kornea dan selanjutn)'
ke dalam aqueous humor. Suatu obat yang digunabn secara
topikal, untuk masuk ke dalam kornea utuh yang muncul da
lam agueous · hum.or, maka obat harus memiliki. dua kelarut
an yang berbeda. Karakteristik kelarutan yang b.erbeda
ini merupakan sifat dari suatu molekul obat yang 11en7e
babkan obat tersebut tergantun~ pada pH lingkungan, da
pat berada dalam kesetimbangan dengan bentuk ionnya.
13
Molekul obat yang tidak terionkan atau berada secara ber
lebiban sebagai spesies ionnya pada pH tisiologi banya
sedikit menetrasi kornea utub atau tidak sama sekali •
mata Air pH..;? ,4
+
Epitel pH-7,4
R NB+
j( R3N
K o r n e a
Stroma pH-7,4
+ , j(NH R3N
...
Endotel pH-7,4
ruueous a or
pk-7,4
- R NH+ I_..._
Jf R NR+
J( .. R N
3 R3N
Gambar 2. Penetrasi alkaloid melalui kornea utuh berdasarkan perbedaan kelarutan (Hecht !! !,!, 1919).
Penetrasi ke dalam kornea oleb molekul obat yang me
miliki dua kelarutan yang berbeda dapat diterangkan de
ngan menggunakan contob suatu alkaloid,.-llisalnya piloka.r-- . .
pin (R3N) dan bentuk ion yang larut dalam;air (R3NH+).
Bila suatu larutan pilokarpin hidroklorida diteteskan pa
da mata maka ia akan masuk ke dalam lapisan air mata pre
corneal yang pada pH sekitar 7,4 menyebabkan terjadinya
kesetimbangan dengan bentuk base bebas yang tak ~rionkan
(R3N). Bentuk yang tak terionkan dari obat dapat segera • masuk ke dalam epitel kornea yang kaya kandungan lipid.
Bentuk yang tak terionkan ini tidak dapat segera masuk ke
14
dalaa stroma, kornea karena sitat lipotilaya, aka·n te
tapi' setelah ·pilokarpin terionkan karena pengaruh pH
stroma (?,4), bentuk ionnya (R3NH+) akan menetrasi. Sela
ma pilokarpin dalam bentuk ion meninggalkan epitel masuk
ke dalam stroma, jumlah pilokarpin tak terionkan yang
menjadi bentuk.ion akan bertambah di dalam epitel untuk
mengembalikan keseimba..ngan yang terganggu .. Proses ini
akan berlangsung terus menerus dan kecepatannya tergan
tung pada hukum aksi massa. Apabila konsentrasi pilokar
pin bentuk ion dalam stroma meningkat, akan terjadi kea
daan seimbang dengan bentuk tak terion yang akan segera
masuk ke dalam endotel kornea, kemudian segera terjadi
bentuk ion karena karakteristik keseimbangan dan bentuk
ion ini akan meninggalkan endotel masuk ke dalam agueous
hu11.0r.
Obat-obat yang diabsorbsi melalui kornea dan ~uk
ke dalam aqueous humor dengan mekanisme ·tersebut di atas
meliputi pilokarpin, atropin, homatropin, epinefrin, tro
pikomida dan siklopentolat. Dari aqueous humor oba.t-obat
tersebut kemudian mencapai dan masuk ke dalam jaringan
sasaran.
Beberapa obat digunakan dalam bentuk tunggal untuk
mendapatkan efek topikal. Sulfonamida-sulfonamida dan
antibiotik, misal kloramfenikol, sering digunakan untuk
15
1nfeksi a1lpe~t1s1al atau inflamasi ·dari ·konjungtiYa c:ian
akan usuk . ke dalam kornea · pada derajat tertentu
tergantung pada strukturnya (Hecht~ !!1, 1979).
Persyaratan tetes mata
Mata termasuk organ tubuh yang sangat penting kare
na fungsi dan· kedudukannya dalam tubuh manusia, maka or
gan ini sering dan mudah terkontaminasi atau terkena ben
da asing sehingga menyebabkan mata mudah terinfeksi atau
terluka.
Tetes mata J-ang baik harus memenuhi beberapa persya
ratan (Gunn, 1965; Raw~ins, 1977) :
1. Harus steril (pada saat digunakan).
Berdasarkan penggunaannya, terdapat dua macam obat te
tes mata yaitu o,bat tetes mata. untuk mata utuh dan
obat tetes mata untuk mata terluka. Untuk mata yang
utuh obat tetes mata agar steril, tetapi untuk mata
luka obat tetes mata mutlak harus steril dan hanya di
gunakan untuk seorang pasien. Tetes mata yang tidak
steril dan telah terko.ntaminasi oleh · mikroorganisme,
misal Pseudomonas euro.genosa bila digunakan pada mata
yang luka dapat menyebabkan keadaan/kerusakan yang,le
bih berat bahkan dapat terjadi kebutaan.
2. Bebas dari partikel.
16
Larutan tetes mata harus bebas dari partikel-partikel
·asing baik berupa serpihan gelas/wadah atau saat dari
saringan maupun berupa partikel pengotor dari serbuk
O;bat atau bahan pem.bantu lainnya. Partikel-partikel
padat yang tidak larut dapat mengganggu penggunaan
obat tetes pada mata.
3. Tidak menimbulkan iritasi.
Tetes mata sebaiknya tidak menimbulkan iritasi pada
penggunaan.nya karena hal ini dapat menimbulkan keru
gian bag:iL pemakai (pasien). Larutan tetes mata yang
mengiri.tasi mata dapat merangsang keluarnya air ma-
ta dalam jumlah lebih ban yak. · Keluarnya air mata yang
banyak ini dapat menyebabkan obat yang diteteskan
ikut terbuang,~engan demikian pengobatan menjad~ ku
rang efektif.
4. Men~andung pengawetfpreservative) yang
mencegah pertumbuhan mikroorganisma.
sesuai untuk
Tetes mata yang dibuat untuk begerapa kali penggunaan
bagi mata yang utuh harus mengandung pengawet untuk
mencegab pertumbuhan mikroorganisme selama penggunaan.
Untuk mata y~:ng luka, tetes Q!ata tidak bo-leh mengan
dung pengawet, sehingga untuk sediaan.larutan tetes .
mata ini harus betul-betul dibuat steri1.
Penggunaan pengawet di dalam sediaan tetes mata
ini sangat penting untuk men~egah pertumbuhan mikro-
17
organisme, terutama jenis Pseudomonas aeruginosa yang
dapat menyebabkan kerusakan berat pada mata babkan
dapat menyebabkan kebutaan.
5. Tetes mata dengan pelarut air sebaiknya isotonis de
ngan sekresi/cairan lakrimal.
Larutan tetes mata yang isotonis dengan sekresi la
krimal ak.an menim.bulkan rasa nyaman (enak} pada peng
gunaannya, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit atau
iritasi pada mata. Zat yang biasa digunakan untuk
membuat_larutan isotanis antara lain sodium klorida.
6. Mem-punyai pH yang sesuai untuk obat tertentu, daa se
baik.nya tidak j.auh dari pH netral.
Pengaturan pH larutan tetes mata ini perlu diperhati
kan dengan tujuan menjamin stabilitas obat yang digu
nakan dan kenyam:anan penggunaan obat tetes mata ter
sebut.
? .. Stabil secara kimia.
Obat yang dibuat dalam bentuk tetes mata harus1stabil
secara kimia. Ketidakstabilan obat kadang-kadang da
pat dilihat secara visual dengan adanya perubahan
warna larutan. Perubahan atau kerusakan obat dapat
menimbulkan efek yang tidak dibarapkan. Untuk menge
tahui· stabilitas kimiawi obat tetes mata dapat dila
kukan dengan beberapa macam perlakuan.
18
Pembuatan t:etes uta
Beberapa cara dape.t dilakukan untuk pembuatan tetes
mata. Tetes mata dalam bentuk larutan harus memenuhi be-
berapa persyaratan antara lain jernih dan stabil baik
secara fisika maupun kimia. Untuk bentuk suspensi maka
partikel-partikel obat dan bahan lain harus dalam keada
an yang halus dan stabil tidak mudah mengenap.
Secara umum The British Pharmaceutical Codex aenge
mukakan· beberapa cara pelllbu.a.tai!t tetes·mata sebaga1 beri
kut · (Anonim, 1963) :
1 • Bahan obat dilarutkan dalam pembawa air yang mengan
dung bahan anti mikrGba. Larutan dijernihkan dengan
~ara filtrasi, kemudian dimasukkan ke dalam bGtGl/wa
dah akh:ir, ditu.tup rapat dan disterilkan dengan oto-
clave.
2. Bahan o,ba t di_laru tkan dalam pembawa air yang mengan
dung baha:n anti mikraba. Larutan disterilkan dengan
cara filtrasi dan dikemas ke dalam. wadah akhir steril
secara aseptis, kemudian ditu.tup kedap.
3. Bahan o.bat dilarutk.an dalam pem..bawa air yang mengan
dung bahan anti mikroJba. Larutan dijernihkan dengan
qifiltrasi, dimasukkan ke dalam wadah akbir, ditutup
rapat. Kemudian disterilkan pada suhu 98°C - 100°C
selama 30 menit.
19
Sterilisasi ·tetes mata
Untuk mendapatkan sediaan yang baik dan tidak ter
kontaminasi mikroba, maka tetes mata dibuat dalam kon
disi bebas dari kontaminasi mikroba dan pada tahap akhir
bila perlu disterilkan.
Ada beberapa cara sterilisasi yang dapat dipakai untuk
mensterilk:an tetes. mata.
The British Pharmaceutical Codex 1963, memuat be
berapa cara sterilisasi untuk tetes mata, yaitu :
Metode A1• Sterilisasi dengan filtrasi·diikuti
dengan penuangan ke dalam wad~h dengan cara aseptis.
Metode A2 • Sterilisasi cara panas dengan otoklaf
se te lab disaring dan dikemas ra.pa t dalam wadah akhir.
Metode B. .sterilisasi dengan pemanasan pada suhu
.98.0 - 100°C selama ,?0 menit, setelah sebelurrmya difil
trasi dan dik~mas rapat dalam wadah akhip. Larutan ha
rus dibuat baru:
Metode c. Pembuatan dengan cara aseptis m.engguna
kan aquadest steril, alat-alat dan wadah yang disteril
kan. Tetes mata harus dibuat baru.
Metode D. Pembuatan dengan cara aseptis bila di
gunakan pelaru t/pembawa minyak •. Ala t-alat dan wadah da
lam keadaan steril. Tetes mata tidak perlu dibuat baru.
( Gunn, ,.1 965 J.
20
Menurut USP XIX ada lima metode sterilisasi untuk
obat tetes mata yaitu (Anonim, 1975)
1 • Sterilisasi dengan uap pada 121°C
2. Sterilisasi panas kering
3. Sterilisasi dengan filtrasi
4· Sterilisasi gas (etilen;oksida; propilen oksida)
5. Sterilisasi dengan radiasi pengion ( ra.diotsotop).
Zqt tambahan dalam sediaan tetes mata
Tetes mata yang baik harus mem.punyai beberapa sifat,
khas sehingga memberikan rangsarigan serta keajegan peng
gunaan selama pengobatan. Sifat khas tersebut antara la
in
1. nyaman dipakai, tidak menimbulkan iritasi atau rasa
sakit pada mata;
2. tetap stabil baik secara fisika maupun ki.mia;
3. dapat memberikan efek terapi.
Untuk dapat memenuhi ketiga sifat di atas maka da
lam. pembuatan tetes mata sering ditambahkan bahan-bahan
lain seperti (Hecht et ~' 1979)
1 • Pengawet (preservatives)
Beberapa bahan dapat digunakan se~agai preser
vatives dalam pem.buatan tetes mata yang berfungsi un
tuk mencegah pertumb~han mikroba dalam sediaan tetes
21
mata selama digunakan. Pengawet yang digunakan di da-',
lam, sediaan"obat tetes mata antara lain fenil raksa
(II) nitrat atau fenil raksa (II) asetat o.oo2% b/v,
benzalkonium klorida 0,01% b/v dan klorheksidina ase
tat o.01% b/v, yang pemilihannya didas~rkan atas ke
tercampuran zat pengawet dengan obat yang terkandung
di dalam.nya selama tetes mata itu dimungkinkan untuk
digunakan (Anonim, 1979).
2. Bahan pembuat isGtonis
Bahan ini ditambahkan dalam pembuatan tetes ma
ta_bila digunakan aquadest sebagai pelarut. Dengan ·
penambahan sejumlah tertentu, larutan tetes mata di
buat isOito.nis (mempunyai tekanan osmose yang sama)
dengan air mata atau eekresi lakrimal sehingga dapat
memberikan kenyamanan pada saat dipakai karena tidak
menimbulkan rasa sakit atau iritasi. Bahan peabuat
isator"is· yang sering digunakan an:tara ·lain sodium
klorida.
3. Anti oksidan
Bahan o:bat yang digunakan dalam pembuatan tetes
mata kemungkinan bersifat mudah teroksidasi yang me
nyebabkan obat cepat mengalami kerusakan. Untuk men
gah hal ini dalam pembuatan tetes mata sering ditam
bahkan anti oksidan, misalnya Sodium metabisulfit.
22
4. Viskositas
Tetes mata adalah tipe bentuk sediaan yang mu
dah digunakan tetapi dapat mengalami kerugian kare-
na sebagian besar obat segera diencerkan oleh air
mata begitu tetes mata digunakan, kemudian segera
dialirkan dari rongga mata oleh aliran air mata yang
konstan yang btasanya diproduksi lebih banyak pada
keadaan inflamasi dibanding mata normal.
Dengan demikian maka hanya sekitar 1,2% obat yang
diabsorbsi o.leh jaringan t~rget, misal aqueous humor.
Untuk !Jlemperoleh efek terapi yang diinginkan·
diperluk.an konsentrasi yang lebih pekat. Dari pene
litian para ahli di bidang sediaan mata dan perkem
bangannya, diketahui bahan efektivitas dan kemanjur
an terapi dengan obat mata (bentuk sediaan untuk ma-.
ta) dapat di~eroleh dengan mempertahankan kontak yang
lama a~tara o.bat/tetes mata dengan permukaan kornea.
Keadaan s~macam ini bisa dicapai d·engan penambaban
zat yang mena1kkan viskositas mi.salnya metil selulo
sa. Penambahan zat tersebut disamping dapat menyebab
kian kontak lama dengan mata juga dapat menghambat
mengalirnya larutan tetes mata dan menaikkan bioavai
labilitas (Chien, 1982; Hecht; li ,al, 1979) •
Penambahan zat yang dapat menaikkan viskositas tidak
boleh menyebabkan terhalangi!Lya penglinatan mata, jadi
23
larutan harus tetap jernih. Viskositas sekitar 25 cps
biasa digunakan dalam formula te·tes mata dengan metil
selulosa {Anonim, 1966).
Penilaian ~ t~tes mata
Beberapa cara sering dilakukan untuk menguji obat
tetes mata, antara lain meliputi :
1 • Kejernihan
Pengujian ini dilakukan secara visual terbadap
larutan tetes mata yang ditempatkan dalam botol/wadah
transparan. Perubaha~ warna yang terjadi dapat meru
pakan indikasi adanya perubahan fisika dari tetes ma
ta. Perubahan warna ini bisa diikuti dengan degradasi
obatnya (Turco dan ~ing, 1979).
2. Adanya partikel asing
Parti~el asing dalam tetes mata dapat diamati
secara visual di bawah l~pu neon dengan latar bela
kang putih dan gelap dalam. suatu kotak khusus. Latar
belakang putih untuk melihat partikel berwarna yang
mungkin berasal dari kotoran obat/bahan tambahan atau
dari kertas saring ,· sedangkan latar belakang gelap un
tuk melihat partikel jernih/transparan, misalnya par
tikel kaca (Turco dan King, 1979).
3. Viskositas
24
3. Viskositas
Viskositas sediaan tetes mata dapat diuji dengan
menggunakan viskometer-stormer. Kekeritalan suatu zat· da
pat diketahui dengan menghitung lamanya waktu (t, detik)
jarum berputar dari angka 0- 100 dengan beban tertentu.
Dengan diket?-huinya waktu (t), maka dengan persamaan (V=
at + b) yang diperoleh dengan menggunakan 2 (dua) cairan
standard, maka kekentalan (viskositas) tetes mata d.apat
diketahui •.
Derivat.selulosa
Derivat selulosa merupakan suatu hidrokoloid yang me-
rupakan polime.r rantai panjang di mana gugus R-nya telah
tereterifikasi pada gugus hidroksilnya. Viskositasnya ter
gantung pada tingkat polimerisasi atau panjang rantai. Pa-·
da umumnya viskositas derivat sel:ulosa akan tu~un dengan
adanya pemanasan. Tingginya suhu dan lamanya waktu pe~~anas
an santpai terjadinya ,penurunan viskositas berbeda-beda 'ter
gantung panjang rantainya (Todd, 1968).
Metil selulosa -(Todd, 1968)
Serbuk sedikit higroskopis, tidak berasa dan tidak ber-
bau, berwarna putih atau putih-krim. Larutan dalam air ber-
sifat netral. Viskositas larutan dapa.t menurun karena naik-
nya suhu. Apabila suhu dinaikkan terus dapat menyebabkan pe-•
ngendapan metil selulosa, meskipun pada pendinginan akan la-
rut kernbali dan viskositas naik. Pemanasan yang lama akan
me~yebabkan kehilangan viskositas yang bersifat permanen.
25
So~iua karboksi metil selulosa (CMC-Na)
Serbuk putih atau krim, tidak berbau. Larutan 1%
dalam air mempunyai pH 6 - 8. Larutan Sodium CMC yang
disterilkan dengan autoclave pada suhu 125°C selama 15
menit, kemudian dibiarkan dingin, viskositasnya menurun
sampai sekitar 25%. Oleh sebab itu jumlah CMC harus se
lalu d~perhitungkan yang akan digunakan bila sediaan
akan disterilkan dengan otoklaf . (Todd, 1968) •
Hidroksi propil metil selulosa
Berupa granul halus atau fibrous berwarna putih,
mengembang dalam air dan menghasilkan larutan jerni~
atau kaloid kental (Todd, 1968) •.
B. Hipotesis
Viskasitas larutan derivat selulosa dapat dipenga
ruhi oleh suhu. Sterilisasi panas (uap) Q.iduga dapat :
berpengaruh terhadap viskositas tetes mata kloramfeni-
k!.o.l yang menggunakan deri vat selulosa.
C. Rencana Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap seba
gari berikru.t :
1. Sterilisasi alat-alat yang digunakan untuk pem-
26
buatan larutan tetes mata.
2. Sterilisasi bahan-bahan yang digunakan untuk pem
bua tan laru:tan tetes ma ta secara aseptis.
3. Pembuatan larutan metil selulosa dengan berbagai
macam kadar untuk mendapatkan larutan yang mempunyai vis
Viskositas larutan tetes mata dengan CMC seperti ter
lihat pada tabel IX dan tabel X juga terlihat adanya pe
nurunan viskositas pada tetes mata yang disterilisasi di
bandingkan dengan pembuatan seeara aseptis (tanpa panas}.
Dari basil penelitian ten.tang viskositas tetes mata
dapat dilihat dari ketiga macam larutan tetes mata klo
ram,fenikol yang m.enggunakan derivat selulo:Sa (metil selu
losa, HPMC dan CMC-Na) viskositasnya semuanya mengalam·i
penurunan setelah dilakukan sterilisasi dengan panas (uap)
otoklaf dan uap air mengalir dibandingkan dengan visko-
sitas larutan tetes mata yang dibuat secara aseptis (tan
pa pan:as) • Penurunan vis kosi tas terse but dise babkan kare
na rusaknya (putwsnya) rantai po;limer derivat selulosa
yang merupaka.n salah satu bahan penyusun larutan tetes ma
ta tersebut yang dapat menyebabkan turunnya harga visk.o
sitasnya. Penurunan visk:ositas tersebut semuanya bersifat
irreversibel (tidak dapat kembali seperti semula). Dengan
demikian .aa·pat diketahui bahwa viskositas larutan tetes
mata yang menggunakan derivat selulosa sangat dipengaruhi
oleh adanya panas (uap) dari penggunaan sterilisasi. Pada
umumnya penurunan viskcisitas larutan tetes mata yang di
sterilisasi dengan otoklaf lebih besar daripada penggu
naan panas dengan uap air mengalir. Hal ini diseb~bkan ka
rena pada penggunaan otokla f dengan menggunakan tekanan
yang dapat menghasilkan energi panas yang lebih tinggi
42
sehingga kemampuan merusak rantai poli.mer selulosa lebih
besar. Dengan demikian penurunan viskositasnya juga le
bih besar.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari basil peneli
tiall! ini adalah
1 • Larutan metil selulasa dengan kadar 0,55% mempunyai
viskositas lebih kurang 25 cps (25,22 cps pada suhu
20°-c dan 24,10 cps pada suhu 25°C).
2. Sterilisasi dengan panas (uap) dapat menyebabkan penu
runan viskositas larutan derivat selulosa.
3. Laru tan tetes -ma ta kloram..feniko,l yang me~ggunakan de
rivat selulooa dapat memenuhi persyaratan tetes mata
mengenai ~ejernihan dan tidak adanya partikel asing.
4. Visk:osi tas laru tan tetes ma ta k.loramfenikol pada suhu
20°b dan 25°"'C mengalami . penurunan karena peng~unaan
panas (uap) sterilisasi.
Viskositas larutan tetes mata klora~fenik_ol yang meng
gunakan derivat selulasa sangat dipengaruhi oleh meto
de pembuatan dan sterilisasi yang digunakan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Ano,nilll, 1963, .[3ritish Pharmaceutical Codex, 1353-1357, The Council of the Pharmaceutical Society o.f Great Britain, The Pharmaceutical Press, London.
Anonim, 1966, Formularium Indonesia, 28, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1975, The United States Pharmacopeia, 19th Ed., 702-703, U.S. Pharmacopeia Convention, Rockville, fvlaryland.
Anonim, 1 979, Farmakope Indonedia Ed. III, 9-1 0, De partemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Chien, Y.W., 1982, Ocular controlled-release drug administration dalam No.vel Drug Delivery Systems, Vol. 14, 13-15, Marcel Dekker Inc., New York and Basel.
Gunn, Cta 1965, Dispersing for-Pharmaceutical Students, 11 ed., 184-193, Pitman Medical and Scientific Pu-blishing Co. Ltd., London.
Hecht, G., Roehrs, R.E., dan Shively, C.D., 1979, Design and evaluation of Opthalmic Pharmaceutical Products dalam ~1ode·rn Pharmaceutics, Bankes, S.G. dan Rhodes, C.T.(editor), 485-509, Marcel Dekker, Inc., New York and Basel.
Rawlin8~~ E.A., 1977, Bentl!'s Textbook of Pharmaceutics, ed., 358-364, Bai licre Tindalr: Landon.
Weast, Hobertthc., 1977, Hand book of Chemistry and Physics, 57 Ed., CRC Press, Clevelan.
45
LAMPI RAN
Lam.piran 1 • Con toh Kalibrasi Visk.ometer Stormer
Kalibrasi viska.eter stormer dilakukan dengan zat
standar gliserin dan air (akuades) pada suhu 20°c dan 25°C.
Waktu t (detik.) yang dibutuhkan jarum untuk berputar d:$i skala 0 - 100 alat Viskometer Stormer pada subu 20 c ====================================================
Gliserin Air -------------------------------------------~--------
86 4,8 85 4.9 86 4.6 86 4,& 85 4,9 86 4,8
t rata-rata = 85,66 4,63 ======================================~=============
Viskositas standar gliserin. (20°C) = 1490 cps (Weast,1977)
Viskositas standar air (20°C) = 1,002 cps(We~t,t9?7).
Persamaan : V = at + b
dari data di atas dipero•leh
1 4 90 = 8 5, 66 a + b 1 ,002 = 4,83 a + b
1486,998 = 80,83 a
a = 18,421 b = -87,971
dipero1eh persamaan untuk mendapatkan visk.ositas
v = 18 '421 t - 87 '971
di mana V = viskositas dalam cps t = waktu yang diperlukan jarum untuk berputar dari
skala 0 - 100 dengan beban tertentu pada alat Viskometer Stormer (detik).
46
Lampiran 2. Contoh perhitungan viskositas pada suhu 209c
------------------------------------------------------------------------------------------------·No. t (detik)