Acara I BUTTER DAN BUTTERMILK LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU Disusun oleh: Nama : Angela Putrihan S NIM : 13.70.0010 Kelompok : A4
Jul 09, 2016
Acara I
BUTTER DAN BUTTERMILK
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh:
Nama : Angela Putrihan S
NIM : 13.70.0010
Kelompok : A4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2015
1. TOPIK DAN TUJUAN PRAKTIKUM
1.1. Topik
Pada praktikum teknologi pengolahan susu, praktikum butter dan buttermilk yang
dilaksanakan oleh kloter A merupakan materi yang pertama kali dilakukan pada hari
Senin, 16 Mei 2016 di Laboratorium Rekayasa Pengolahan Pangan bersamaan dengan
materi praktikum susu pasteurisasi. Menurut Codex Alimentarius Comission (1995)
butter merupakan produk lemak turunan susu dalam bentuk emulsi air dalam minyak
(w/o). Walstra (2006) menambahkan bahwa butter mengandung 80% lemak, sedangkan
buttermilk merupakan fase air yang dilepaskan saat churning cream pada proses
pembuatan butter (Sodini et al., 2006). Butter dapat digolongkan menjadi 4 jenis bila
dilihat dari proses pembuatannya antara lain sweet cream – unsalted butter, sweet cream
– salted butter, cultured – unsalted butter dan cultured – salted butter. Dari keempat
jenis butter tersebut sweet cream – unsalted butter merupakan jenis butter yang akan
dibuat pada saat praktikum, akan tetapi pada proses pembuatannya tidak dilakukan
tahapan fermentasi karena pada praktikum tidak dilakukan penambahan kultur starter
dan garam. Untuk membuat butter dan buttermilk pada saat praktikum, bahan yang
digunakan adalah whipping cream cair dan bubuk. Whipping cream adalah suatu emulsi
lemak dalam air dan diperoleh dari lemak yang dipisahkan dari susu, serta mengandung
30-35% lemak (Gaman & Sherrington, 1994; Potter & Hotchkiss, 1996). Produk butter
dan buttermilk kemudian diamati berdasarkan karakteristik sensori (warna, rasa, aroma,
tekstur) dan berdasarkan karakteristik fisik (penampakan dan rendemen). Pengamatan
pada butter dilakukan dalam kondisi suhu ruang dan dingin. Untuk dapat membuat
butter memiliki suhu dingin, butter disimpan di kulkas selama 1 jam.
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum butter dan buttermilk adalah supaya mampu membuat unsalted
butter yang tidak difermentasi dan memahami prinsip pembuatannya.
1
2. HASIL PENGAMATAN
Berikut merupakan hasil pengamatan butter yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Butter
Kel
Produk Sensori FisikWarn
aRasa Aroma Tekstur Penampakan Rendemen (%)
1 Butter ++ ++ ++ +++ - Tidak punya body
- Mudah dioles- creamy
26,43
Butter setelah
disimpan di kulkas
++ ++ +++ ++++ - Punya body- Tidak mudah
dioles- creamy
Buttermilk + +++ +++ - Creamy 66,672 Butter + ++ ++ +++ - Tidak punya
body- Mudah dioles- Creamy
27,49
Butter setelah
disimpan di kulkas
++ ++ +++ ++++ - Punya body- Creamy- Tidak mudah
diolesButtermilk + +++ +++ - Creamy 60
3 Butter - - - - - -Butter setelah
disimpan di kulkas
- - - - -
Buttermilk - - - - - -4 Butter - - - - - -
Butter setelah
disimpan di kulkas
- - - - -
Buttermilk - - - - - -5 Butter - - - - - -
Butter setelah
disimpan di kulkas
- - - - -
Buttermilk - - - - - -
2
3
Keterangan :Warna Rasa+ : putih + : tidak enak++ : agakkuning ++ : agak enak+++ : kuning +++ : enak++++ : sangat kuning ++++ : sangat enak+++++ : coklat Aroma Tekstur+ : tidak kuat + : kasar/keras++ : agakkuat ++ : agak kasar+++ : kuat +++ : lembut++++ : sangat kuat ++++ : sangat lembutPenampakan Punya body atau tidak Mudah dioles atau tidak
Creamy atau tidak
Berdasarkan tabel hasil pengamatan butter, dapat dilihat bahwa pada kelompok A1 dan
A2 dapat menghasilkan produk butter dan buttermilk sedangan pada kelompok A3, A4,
dan A5 tidak dapat menghasilkan produk butter dan buttermilk sehingga pada kelompok
tersebut tidak dapat diamati secara sensori maupun fisik. Sebelum produk butter yang
dihasilkan oleh kelompok A1 dan A2 disimpan ke dalam kulkas, karakteristik berupa
rasa, aroma, dan tekstur yang dihasilkan pada butter memiliki kemiripan yaitu rasanya
agak enak, aromanya agak kuat, dan teksturnya lembut akan tetapi pada warna terdapat
perbedaan yaitu pada butter yang dihasilkan oleh kelompok A2 warnanya lebih putih
bila dibandingkan butter yang dihasilkan oleh kelompok A1. Bila dilihat dari
kenampakan fisiknya, butter yang dihasilkan oleh kedua kelompok tersebut tidak
memiliki body, mudah dioles, dan creamy. Setelah butter tersebut disimpan ke dalam
kulkas, butter mengalami perubahan aroma dan tekstur yaitu aromanya menjadi lebih
kuat dan teksturnya menjadi lebih lembut, sedangkan pada warna butter kelompok A2
menjadi lebih kuning dibandingkan sebelumya. Bila dilihat dari kenampakannya butter
setelah didinginkan, penampakannya sama – sama memiliki body, tidak mudah dioles,
dan creamy. Untuk buttermilk yang dihasilkan oleh kelompok A1 dan A2 memiliki
kesamaan karakteristik sensori berupa warna, rasa, dan aroma yaitu warna yang putih,
rasa yang enak, dan aroma yang kuat, sedangkan pada kenampakannya kedua buttermilk
ini sama – sama memiliki kenampakan yang creamy. Pada hasil pengamatan dapat pula
dilihat rendemen butter dan buttermilk yang dihasilkan oleh kelompok A1 dan A2.
Rendemen butter pada kelompok A1 persentasenya lebih rendah bila dibandingkan
4
dengan kelompok A2, akan tetapi pada buttermilk presentase rendemennya lebih tinggi
bila dibandingkan dengan A2.
3. PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijelaskan pada topik, praktikum pada materi butter dan buttermilk
ini akan menguji 2 bentuk whipp cream yaitu bubuk dan cair. Krim tersebut nantinya
akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan butter dan buttermilk. Saat praktikum,
butter dan buttermilk yang dibuat tidak menggunakan metode fermentasi. Secara teori,
butter adalah produk lemak yang diturunkan dari susu atau produk yang diperoleh dari
susu terutama dalam emulsi water-in-oil (Codex Alimentarius Comission, 1995).
Produk ini merupakan produk susu yang dihasilkan dari proses pemisahan lemak susu,
yaitu dengan pengocokan atau biasa disebut dengan churning (Walstra et al., 2006).
Butter memiliki energi tinggi, rendah protein, serta tidak mengandung laktosa dan
mineral (Winarno, 1993). Karakteristik yang akan diuji adalah sensori yang berupa
warna, rasa, aroma, tekstur dan fisik yang berupa kenampakan dan rendemen.
Pada praktikum butter dan buttermilk, butter dibuat dengan menggunakan metode
churning konvensional berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Walstra (2006). Bahan
dasar yang digunakan dalam praktikum adalah whipping cream bubuk dan cair.
Kelompok A1 dan A2 menggunakan whipping cream cair sedangkan pada kelompok
A3, A4, dan A5 menggunakan whipping cream bubuk. Bahan whipping cream ini
sangat tepat untuk digunakan dalam pembuatan butter karena dibutuhkan bahan baku
dengan kandungan lemak susu yang mengandung lemak dengan porsi besar. Whipping
cream / krim ini mengandung semua jenis lemak susu dan sebagian laktosa serta protein
susu (Gaman & Sherrington, 1994).
Langkah awal yang perlu dilakukan sebelum melakukan pemisahan lemak pada krim
yaitu melakukan proses preparasi krim. Pada whipping cream bubuk merk “Haan”,
sebanyak 150 gram krim bubuk dilarutkan kedalam 300 ml air dan kemudian diukur
beratnya sebagai berat awal, sedangkan pada whipping cream cair merk “Roselle”
hanya dilakukan pengukuran 300 ml krim menggunakan gelas ukur dan kemudian
diukur beratnya sebagai berat awal.
5
6
Krim tersebut kemudian kocok menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi sehingga
lemak dan buttermilk akan terpisah. Kemudian didiamkan supaya semua lemak yang
terbentuk dapat naik ke atas. Proses pengocokan krim harus dilakukan dengan
kecepatan tinggi supaya globula lemak dapat terpecah. Pada saat proses pengocokan,
mula - mula akan terbentuk busa ketika krim diaduk. Busa ini merupakan busa dari
protein, dan kemudian membran globula lemak akan berada di antara permukaan udara
dan air. Apabila pengadukan terus dilakukan, gelembung yang terbentuk menjadi
semakin kecil dikarenakan protein mengeluarkan air, sehingga membuat busa makin
kompak, makin tersusun rapat, sehingga memberi tekanan pada globula lemak.
Akhibatnya sebagian lemak cair dapat ditekan keluar dari globula lemak. Kandungan
dari lemak cair yang terbentuk ini adalah lemak kristal. Komponen ini nantinya akan
menyebar keluar pada lapisan tipis permukaan gelembung udara serta pada globula
lemak. Saat gelembung yang tersusun sudah padat, maka lemak cair yang ditekan
semakin banyak yang keluar dan busa yang terbentuk menjadi tidak stabil dan akhirnya
pecah. Globula lemak yang tertinggal kemudian akan terkoagulasi menjadi butter grain
(Susilorini & Sawitri, 2006).
Pemisahan ini mengindikasikan bahwa krim yang dikocok tersebut telah pecah akibat
proses churning dan kneading. Pada proses churning, krim yang memiliki emulsi
minyak dalam air (o/w) akan melakukan inversi yang mengakibatkan emulsinya
berubah menjadi air didalam minyak (w/o), yang kemudian dilanjutkan dengan proses
kneading yaitu globula lemak yang terpisah itu akan berkumpul dan mengkristal
membentuk butter (Gunstone, 2002).
Setelah proses churning dan kneading dilakukan, butter yang terbentuk dipisahkan dari
buttermilk dengan cara penyaringan menggunakan kain saring steril sambil dilakukan
penekanan supaya didalam butter tidak lagi terkandung buttermilk. Menurut Winarno
(1993), pemisahan butter dengan buttermilk ini dapat pula dilakukan pencucian
menggunakan bantuan air dingin atau air es. Tujuan dari proses pencucian ini adalah
untuk menghilangkan buttermilk yang mungkin masih belum terpisah dari butter.
Dengan menggunakan proses pencucian ini, lemak susu yang berupa gumpalan dapat
dipisahkan dari bagian lainnya. Air dingin dapat menghilangkan kandungan susu dan
7
yang tertinggal hanyalah lemak susu. Akan tetapi pada saat praktikum langkah ini tidak
dilakukan karena apabila butter mengandung kadar air yang tinggi, maka akan
menyebabkan butter mudah berubah menjadi tengik. Namun, proses penambahan garam
dapat pula dilakukan, hal ini dikarenakan garam dapat mengeluarkan air yang tersisa
dalam lemak susu dalam bentuk teremulsifikasi, karena pada dasarnya butter adalah
produk emulsi air dalam minyak. (Winarno, 1993).
Kemudian proses selanjutnya yang dilakukan adalah penimbanggan butter dan
pengamatan berdasarkan karakteristik sensori dan fisiknya. Penimbangan ini dilakukan
untuk dapat mengetahui berat butter yang dihasilkan sehingga persentase rendemen
butter dapat diketahui. Selain rendemen butter, buttermilk yang merupakan by-product
butter juga memiliki presentase rendemen yang dapat dihitung dari volume krim awal
dengan volume buttermilk yang dihasilkan. Butter yang telah ditimbang dan diamati
ditutup menggunakan cling wrap, kemudian disimpan di dalam kulkas selama 1 jam.
Sesudah proses pendinginan dilakukan, butter dapat diamati kembali berdasarkan
karakteristik – karakteristik tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan, kelompok A1 dan A2 yang
menggunakan whipping cream cair berhasil memproduksi butter dan buttermilk,
sedangkan pada kelompok lainnya (A3, A4, A5) yang menggunakan whipping cream
bubuk tidak dapat menghasilkan butter dan buttermilk. Perbedaan jenis whipping cream
ini ternyata dapat menimbulkan perbedaan hasil yang sangat signifikan. Berikut ini
adalah gambar dari hasil proses pengocokan yang dilakukan dengan kedua bahan dasar
tersebut.
Gambar 1. Proses pembuatan butter menggunakan whipping cream cair (kiri) dan whipping cream bubuk (kanan)
8
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa whipping cream cair dapat pecah dan
memisahkan gumpalan – gumpalan lemak, sedangkan pada whipping cream bubuk
tidak terlihat adanya pemisahan lemak. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan
komposisi dan persentase lemak yang dimiliki oleh kedua produk whipping cream yang
dapat dilihat pada lampiran foto gambar 2 dan gambar 3. Komposisi yang paling
signifikan dalam mempengaruhi perbedaan hasil pengocokan ini adalah bentuk lemak
yang digunakan. Pada whipping cream merk “Haan” menggunakan lemak nabati
sedangkan pada whipping cream merk “Roselle” menggunakan susu skim (lemak
hewani). Menurut Bogasari (2015), krim yang menggunakan bahan nabati atau non –
diary lebih kokoh dan stabil serta tahan lama pada suhu ruang bila dibandingkan dengan
krim cair. Kestabilan ini akan membuat krim menjadi sulit pecah saat pengocokan
sehingga pada krim bubuk, butter dan buttermilk tidak dapat terpisah. Selain itu
kandungan lemak yang dimiliki oleh whipping cream merk “Roselle” lebih tinggi bila
dibandingkan dengan whipping cream merk “Haan”.
Butter yang dihasilkan dari proses churning dan kneading oleh kelompok A1 dan A2
memiliki beberapa kemiripan pada karakteristik fisiknya yang berupa kenampakannya
seperti pada butter memiliki tidak body, mudah dioles, dan creamy. Selain itu kemiripan
juga dapat dilihat dari karakteristik sensorinya yang berupa rasa yang agak enak,
aromanya agak kuat, dan teksturnya lembut. Akan tetapi kedua jenis butter ini juga
memiliki sedikit perbedaan baik pada karakteristik sensori maupun fisik. Pada
karakteristik sensori, warna yang dihasilkan pada butter kelompok A2 memiliki warna
yang lebih putih bila dibandingkan butter yang dihasilkan oleh kelompok A1,
sedangkan pada karakteristik fisiknya, rendemen pada butter yang dihasilkan oleh
kelompok A2 memiliki presentase yang lebih tinggi daripada rendemen butter yang
dihasilkan oleh kelompok A1 akan tetapi pada hasil rendemen buttermilk menunjukan
adanya perbandingan yang terbalik.
Setelah dilakukan pendinginan di dalam kulkas selama 1 jam, butter mengalami
perubahan baik secara sensori maupun fisik. Pada karakteristik sensori butter,
perubahan terjadi pada aroma dan teksturnya yaitu pada aroma menjadi lebih kuat dan
teksturnya menjadi lebih lembut, selain itu pada warna butter kelompok A2 berubah
9
menjadi lebih kuning daripada sebelumnya. Apabila dilihat dari karakteristik fisiknya,
penampakannya berubah menjadi memiliki body, tidak mudah dioles, dan creamy.
Menurut jurnal yang dikarang oleh Rønholt, S., J.J.et al,. (2014), butter yang disimpan
dalam waktu yang lama (sekitar 28 hari) akan membentuk jaringan kristal yang dapat
dilihat secara mikroskopis.
Berdasarkan hasil pengamatan, karakteristik sensori berupa warna mengalami
perubahan pada satu sampel. Namun baik sebelum maupun sesudah pendinginan, butter
secara umum memiliki warna kekuningan. Menurut Potter & Hotchkiss (1996), warna
kuning ini menunjukan pigmen alami dari butter. Keberadaan pigmen larut lemak
menentukan warna pada butter. Selain itu, pigmen warna yang dihasilkan bisa
bermacam – macam, bergantung pada kandungan karotenoid yang menyusunya.
Pigmen ini dapat digelapkan apabila butter diberi penambahan ekstrak biji annatto atau
karoten. Kedua bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan pada butter,
sehingga dapat meminimalkan ketengikan akibat adanya oksidasi. Butter yang dibuat
dari lemak nabati akan lebih mudah teroksidasi karena adanya kandungan asam butirat
di dalamnya (Kosikowski, 1977).
Karakteristik sensori lainnya berupa rasa dan tekstur Kosikowski (1977) menambahkan
bahwa pada rasa sangat dipengaruhi oleh tipe ternak sumber susu, musim, metode
pembuatan butter, dan jumlah garam yang ditambahkan untuk menghilangkan air. Pada
praktikum, faktor rasa yang dimiliki oleh butter antar kelompok tidak menunjukan
adanya perbedaan baik sebelum maupun sesudah didinginkan karena tidak ada
perbedaan pada hal – hal yang mempengaruhi rasa yang dimiliki kedua kelompok
tersebut. Untuk hasil pengamatan tekstur butter, proses pendinginan dapat
mempengaruhi perubahan tekstur menjadi lembut. Tekstur yang lembut ini terbentuk
karena lemak butter terdiri atas lemak cair tetapi bagian utamanya terdispersi pada
produk dalam bentuk kristal halus. Akan tetapi pada teorinya, perubahan suhu menjadi
rendah akan menimbulkan perubahan tekstur menjadi keras. Hal ini tidak terjadi pada
saat praktikum karena butter dimasukan kedalam wadah yang diberi penutup berupa
cling wrap. Ketika konsidi didalam wadah suhunya lebih tinggi bila dibandingkan
dengan lingkungan luar, maka akan terjadi pengembungan pada wadah dan nantinya
10
embun tersebut dapat membasahi butter yang ada didalam wadah, selain itu perlakuan
pendinginan ini hanya dilakukan dalam waktu yang singkat. Herschdoefer (1986)
menambahkan bahwa tekstur pada butter secara jangka panjang sebenarnya dapat
dikontrol dengan menggunakan suhu, lamanya waktu pembuatan, metode pembuatan,
lama waktu penyimpanan, dan stuktur kimia lemak.
Jika dilihat dari karakterisitik fisik berupa penampakannya, butter mengalami
perubahan body dan kemudahaan untuk dioles saat dilakukan perlakuan pendinginan.
Perubahan dari yang tidak memiliki body dan setelah pendinginan butter memiliki body
ini terjadi karena adanya pemadatan antara butter dan buttermilk yang mungkin belum
terpisahkan pada suhu rendah. Perubahan penampakan ini mungkin saja terjadi, karena
adanya proses pendinginan, air bebas yang tersisa dapat membeku kemudian ketika
thawing pada butter akan menjadi air murni, sehingga air dalam butter berkurang
(Herschdoefer, 1986). Untuk sifat spreadability atau kemudahan untuk dioles
merupakan sifat kompleks dari butter yang berkaitan dengan viskositas juga
perubahannya seiring dengan keberadaan tekanan, perubahan suhu, jenis lemak, metode
pendinginan krim, serta working pada butter. Sama halnya dengan teori ini, pada saat
praktikum, butter yang telah diberi perlakuan dingin akan lebih susah untuk dioles
karena lebih keras daripada sebelumnya. Sedangkan pada rendemen butter seharusnya
lebih tinggi daripada rendemen buttermilk. Ketidak sesuaian hasil dengan teori ini
disebabkan karena kain saring yang digunakan memiliki pori – pori yang besar serta
tidak dilakukan pencucian sehingga dimungkinkan masih terdapat komponen butter
dalam buttermilk (Kosikowski, 1977).
Dalam praktiknya, butter yang biasanya menggunakan susu sapi dapat pula dipalsukan
dengan mencampurkan lard (lemak babi). Nurrulhidayah et al. (2015) menguji butter
yang diduga dipalsukan dengan mencampurkan lard yang tidak halal. Pengujian
dilakukan dengan metode differential scanning calorimetry (DSC) yang dapat
mendeteksi perubahan yang terjadi pada butter ketika didinginkan dan dipanaskan.
Buttermilk merupakan fase air yang dilepaskan saat churning cream pada proses
pembuatan butter, maka sering kali disebut sebagai produk samping atau by-product
11
dari proses pembuatan butter (Sodini et al., 2006; Smit, 2003). Buttermilk ini
mengandung rata-rata 9% total padatan dan 91% air (Hunziker, 1922). Pada jurnal
buttermilk yang dikemukakan oleh Vanderghem et al (2010), konsentrasi lipid dalam
bentuk polar pada buttermilk lebih tinggi empat, lima, bahkan sepuluh kali lipat bila
dibandingkan dengan susu skim, whole milk, dan krim. Maka dari itu, di negara Eropa
saat ini telah mengembangkan pengaplikasian buttermilk untuk membuat produk –
produk seperti keju, yoghurt, dan roti untuk meningkatkan nilai nominal buttermilk dan
meningkatkan nilai gizi pada produk diary. Selain itu, padatan buttermilk juga telah
terbukti memiliki sifat antioksidan dan telah digunakan untuk menstabilkan matriks
makanan terhadap reaksi peroksidase lipid (Bahrami et al, 2015).
Terdapat dua jenis buttermilk, yaitu sweet cream buttermilk yang diproses dengan
metode pasteurisasi krim dengan kultur starter butter setelah pemisahan dengan lemak
butter, atau dinamakan fermented buttermilk, dan sour cream buttermilk yang
fermentasinya dilakukan sebelum pemisahan dengan lemak butter (Smit, 2003). Pada
sweet cream buttermilk mengandung protein yang terdiri dari kasein sebesar 59%,
serum protein sebesar 23% yang berupa α-laktalbumin dan β-laktalbumin, serta terdapat
protein MFGM (milk fat globuline membrane) sebesar 19% (Vanderghem et al,(2010).
Pada jurnal yang diterbitkan oleh Bahrami et al, (2015) juga menambahkan bahwa pada
buttermilk jenis ini yang ditambahkan dengan whole milk dapat digunakan untuk
memproduksi cream cheese, penambahan buttermilk sebanyak 25% dapat
meningkatkan hasil pada cream cheese dan kualitasnya masih dapat diterima. Selain itu
dapat membantu pengurangan polusi (limbah), meningkatkan hasil, dan meningkatkan
keuntungan.
Pada praktikum, sweet cream buttermilk yang dibuat tidak menggunakan proses
fermentasi. Bila terdapat proses fermentasi, kultur yang digunakan adalah bakteri asam
laktat berupa Streptococcus, Lactobacillus, atau kombinasi kedua bakteri tersebut.
Kualitas dari buttermilk bergantung pada fermentasi laktosa yang terjadi akibat bakteri
asam laktat (Smit, 2003).
12
Pada hasil pengamatan dapat dilihat terdapat kesamaan pada semua karakteristik yang
diuji yaitu warna, rasa yang enak, aroma yang kuat, dan penampakannya yang creamy.
Warna yang dihasilkan pada buttermilk ini adalah putih. Menurut Kosikowski (1977),
warna yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh keberadaan pigmen larut lemak yang
tersedia. Untuk rasa dan aroma ini tenyata ditimbulkan oleh karena adanya keasaman
yang cukup tinggi akibat dari curd yang pecah. Selain itu, hal ini juga akan berdampak
pada kenampakannya yang creamy, kenampakan ini hal lain yang dapat mempengaruhi
antara lain pengadukan berlebihan, suhu penyimpanan yang tinggi, padatan bukan
lemak yang rendah dalam susu, serta adanya bakteri pencerna protein.
Untuk buttermilk yang dihasilkan oleh kelompok A1 dan A2 memiliki kesamaan
karakteristik sensori berupa warna, rasa, dan aroma yaitu warna yang putih, rasa yang
enak, dan aroma yang kuat, sedangkan pada kenampakannya kedua buttermilk ini sama
– sama memiliki kenampakan yang creamy. Pada hasil pengamatan dapat pula dilihat
rendemen butter dan buttermilk yang dihasilkan oleh kelompok A1 dan A2. Rendemen
butter pada kelompok A1 persentasenya lebih rendah bila dibandingkan dengan
kelompok A2, akan tetapi pada buttermilk presentase rendemennya lebih tinggi bila
dibandingkan dengan A2.
Menurut jurnal yang ditulis oleh Lonkar et al (2011), buttermilk dalam bentuk “Mattha”
(buttermilk yang merupakan minuman khas negara India dan diberi tambahan rempah –
rempah) ternyata dapat diubah bentuknya menjadi padat dengan memanfaatkana metode
spray drying. Produk ini ternyata dapat meningkatkan nilai gizi buttermilk karena
mengandung protein, karbohidrat, lemak, serat, dan mineral.
4. KESIMPULAN
Bahan yang digunakan untuk membuat butter dan buttermilk adalah whipping
cream bubuk dan cair.
Butter merupakan produk susu yang dihasilkan dari proses pemisahan lemak susu,
yaitu dengan pengocokan atau biasa disebut dengan churning.
Whipping cream bubuk tidak dapat menghasilkan butter dan buttermilk karena
lemak yang digunakan adalah lemak nabati yang sifatnya stabil.
Karakteristik yang diamati pada saat praktikum adalah sensori (warna, rasa, aroma,
tekstur) dan fisik (kenampakan dan rendemen).
Butter sebelum disimpan di dalam kulkas kenampakannya akan tidak memiliki
body, mudah dioles, dan creamy
Butter setelah disimpan di dalam kulkas kenampakannya akan memiliki body, tidak
mudah dioles, dan creamy.
Warna kuning pada butter menunjukan pigmen alami dari butter.
Tekstur lembut pada butter terbentuk karena lemak butter terdiri atas lemak cair
tetapi bagian utamanya terdispersi pada produk dalam bentuk kristal halus.
Aroma yang ditimbulkan oleh butter disebabkan karena adanya asam.
Rendemen yang dihasilkan pada saat praktikum tidak sebanding dengan teori
karena rendemen butter lebih rendah daripada rendemen buttermilk.
Produk samping atau by-product dari proses pembuatan butter adalah buttermilk.
Buttermilk saat ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan subtitusi pangan seperti
pada cream cheese, mattha, yoghurt dan roti.
Semarang, 21 Mei 2016Praktikan, Asisten praktikum :
- Graytta Intannia
Angela Putrihan S.13.70.0010
Kelompok A4
13
5. DAFTAR PUSTAKA
Bahrami, Masoud., Dariush Ahmadi, Faranak Beigmohammadi, and Fakhrisadat Hosseini. 2015. Mixing sweet cream buttermilk with whole milk to produce cream cheese. Irish Journal of Agricultural and Food Research. 54(2) • 2015 • 73–78.
Bogasari. 2015. Tips on How to Shuffle Cream Frosting. http://www.bogasari.com/en/tips/tips-cara-mengocok-cream-untuk-frosting diakes pada tanggal 19 Mei 2016 pukul 22:29
Codex Alimentarius Comission. (1995). Report of The First Session of The Codex Committee on Milk and Milk Products, Rome, Italy, 28 November-2 December 1994. Joint FAO/WHO Food Standards Programme. Rome, Italy
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. UGM Press. Yogyakarta.
Gunstone, F. D. (2002). Food Application of Lipid, in Food Lipids: Chemistry, Nutrition & Biotechnology, Second Edition, Revised & Expanded. Ed. Akoh, C.C & D. B. Min. Marcel Dekker, Inc. New York.
Herschdoefer, S. M. (1986). Quality Control in the Food Industry Volume 2. Academic Press. London.
Hunziker, O. F. (1922). Utilization of Buttermilk in The Form of Condensed and Dried Buttermilk. Journal Of Dairy Science I Vol. VI, No. 1
Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Milk Foods. Edwards Brother, Inc. USA
Lonkar, S.P, A.P. Mahajan, R.C. Ranveer and A.K. Sahoo. 2011. Development of Instant “Mattha Mix”. World Journal of Diary and Food Sciences 6(2): 125 – 129.
Nurrulhidayah, A.F., Arieff, S.R., Rohman, A., Amin, I., Shuhaimi, M. and Khatib, A. 2015. Detection of Butter Adulteration with Lard using Differential Scanning Calorimetry. International Food Research Journal 22(2): 832-839.
Potter, N. N. & J. H. Hotchkiss. (1996). Food Scince Fifth Edition. CBS Publishers & Distributors. New Delhi.
14
15
Rønholt, S., J.J.K. Kirkensgaard, K. Mortensen, J.C. Knudsen. 2014. Effect of cream cooling rate and water content on butter microstructure during four weeks of storage. Food Hydrocolloids 34 (2014) : 169-176.
Smit, G. (2003). Dairy Processing. Woodhead Publishing Limited. Cambridge.
Sodini, I., P. Morin, A. Olabi, dan R.J Flores. (2006). Compositional and Functional Properties of Buttermilk: A Comparison Between Sweet, Sour, and Whey Buttermilk. Jurnal Diary Science 89(2):525-36.
Susilorini, T. E. & M. E. Sawitri. (2006). Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Vanderghem, Caroline., Pascal Bodson, Sabine Danthine, Michel Paquot, Claude Deroanne, Christophe Blecker. 2010. Milk fat globule membrane and buttermilks: from composition to valorization. Biotechnol. Agron. Soc. Environ. 2010 14(3), 485-500.
Walstra, P., J. T. M. Wouters & T. J. Geurts. (2006). Dairy Science and Technology 2nd Ed. Taylor & Francis Group, LLC. Bpca Raton.
Winarno, F. G.(1993). Pangan:Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rendemenbutter :berat butterberat awal
×100 %
Rendemenbuttermilk :volumebuttermilk
volumeawal× 100%
KelompokA1
Rendemenbutter : 83314
× 100 % = 26,43%
Rendemenbuttermilk : 200500
×100 % = 66,67%
KelompokA2
Rendemenbutter : 85,5311
×100 %= 27,49%
Rendemenbuttermilk : 180300
×100 % = 60%
6.2. Foto
16
17
Gambar 2. Komposisi pada whipping cream “Haan” (kelompok A3, A4, A5) dan komposisi whipping cream “Roselle” (kelompok A1 dan A2)
Gambar 3. Informasi nilai gizi whipping cream “Haan” (kelompok A3, A4, A5) dan whipping cream “Roselle” (kelompok A1 dan A2)
6.3. Abstrak
6.4. Laporan Sementara