BUPATI SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a. bahwa air susu ibu merupakan makanan sempurna bagi bayi karena mengandung gizi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi; b. bahwa Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan menjamin pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan pemberian Air Susu Ibu Ekslusif yang merupakan hak mutlak bayi dalam pemenuhan kebutuhan bagi kesehatannya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten di Lingkungan Provinsi jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9 dan Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730; SALINAN
30
Embed
BUPATI SITUBONDO · Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup ... melekat pada kulit ibu sesuai prosedur inisiasi menyusu dini. (3) ... kondisi ibu dengan hasil laborat HbsAg(+),
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BUPATI SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO
NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG
PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SITUBONDO,
Menimbang : a. bahwa air susu ibu merupakan makanan sempurna
bagi bayi karena mengandung gizi yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi;
b. bahwa Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab
untuk melindungi dan menjamin pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini dan pemberian Air Susu Ibu Ekslusif
yang merupakan hak mutlak bayi dalam pemenuhan
kebutuhan bagi kesehatannya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten di
Lingkungan Provinsi jawa Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9 dan
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor
41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730;
SALINAN
2
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072;
7. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5080);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5587), sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679;
10. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1972 tentang
Perubahan Nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan
Pemerintahan Daerah Kabupaten Panarukan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1972
Nomor 38);
3
12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 58 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291);
14. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
15. Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia, Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia dan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
48/Men.PP/XXI/2008, Nomor PER.27/MEN/XII/2008
dan Nomor 1177/Menkes/PB/XII/2008 tentang
Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu
Kerja di Tempat Kerja;
16. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah
Menuju Keberhasilan Menyusui;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan
Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air
Susu Ibu;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan
Produk Bayi Lainnya;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
21. Peraturan Daerah Kabupaten Situbondo Nomor 10
Tahun 2013 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Situbondo
Tahun 2013 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Situbondo Nomor 10).
4
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SITUBONDO
dan
BUPATI SITUBONDO
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU
IBU EKSKLUSIF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Situbondo.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Situbondo.
3. Bupati adalah Bupati Situbondo.
4. Dinas adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo.
5. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah
cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu.
6. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI
Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain.
7. Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah ASI
yang selanjutnya disebut ruang laktasi adalah
ruangan yang dilengkapi dengan prasarana menyusui
dan memerah ASI yang digunakan untuk menyusui
bayi, memerah ASI, menyimpan ASI perah, dan/atau
konseling menyusui/ASI.
8. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12
(dua belas ) bulan.
9. Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah
dalam garis lurus ke atas dan ke bawah sampai
dengan derajat ketiga.
10. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus
diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk Bayi
sampai berusia 6 (enam) bulan.
11. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat
dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau
masyarakat.
5
12. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
13. Tenaga Terlatih Pemberian ASI adalah tenaga yang
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
mengenai pemberian ASI melalui pelatihan antara lain
konselor menyusui yang telah mendapatkan sertifikat.
14. Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup
atau terbuka bergerak atau tetap dimana tenaga
bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha.
15. Pengurus tempat kerja adalah orang yang mempunyai
tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
16. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
17. Tempat Sarana Umum adalah sarana yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah/swasta atau
perorangan yang digunakan bagi kegiatan masyarakat.
18. Penyelenggara Tempat Sarana Umum adalah
penanggung jawab tempat sarana umum.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengaturan pemberian ASI Eksklusif dimaksudkan untuk:
a. meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak;
b. meningkatkan derajat kesehatan keluarga; dan
c. memberikan nilai ekonomis kepada masyarakat dengan
mengurangi pemakaian susu formula bayi dan/atau
produk bayi lain.
Pasal 3
Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk:
a. menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI
Eksklusif sejak lahir sampai dengan berusia 6 (enam)
bulan demi menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya;
b. memberikan perlindungan kepada ibu dalam
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan
6
c. meningkatkan peran dan dukungan keluarga,
masyarakat dan Pemerintah Daerah terhadap pemberian
ASI Eksklusif.
BAB III
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH
Pasal 4
Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam Pemberian ASI
meliputi :
a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program
pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program
pemberian ASI Eksklusif;
c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui;
d. memfasilitasi pelatihan dan penyediaan tenaga konselor
menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat
sarana umum lainnya;
e. membina, monitoring, mengevaluasi dan mengawasi
pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI
Eksklusif di fasilitas pelayanan kesehatan, satuan
pendidikan kesehatan, tempat kerja, tempat sarana
umum dan kegiatan di masyarakat;
f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung
perumusan kebijakan;
g. mengembangkan kerjasama dengan pihak lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan
edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif.
BAB IV
ASI EKSKLUSIF
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI
Eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya.
Pasal 6
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, tidak
berlaku dalam hal terdapat :
a. indikasi medis;
b. ibu tidak ada; dan/atau
7
c. ibu terpisah dari bayi.
Bagian Kedua
Inisiasi Menyusu Dini
Pasal 7
(1) Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan wajib melakukan Inisiasi Menyusu Dini
terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling
singkat selama 1 (satu) jam setelah proses persalinan.
(2) Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara
tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi
melekat pada kulit ibu sesuai prosedur inisiasi menyusu
dini.
(3) Inisiasi menyusu dini tidak berlaku dalam hal terdapat
indikasi medis tertentu yang dinyatakan dokter.
Pasal 8
(1) Tenaga kesehatan dan penyelenggara pelayanan
kesehatan wajib menempatkan ibu dan bayi dalam 1
(satu) ruangan atau rawat gabung kecuali atas indikasi
medis yang ditetapkan oleh dokter.
(2) Penempatan dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
memudahkan ibu setiap saat memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya.
Bagian Ketiga
Informasi dan Edukasi
Pasal 9
(1) Untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI Eksklusif
secara optimal, tenaga kesehatan pada fasilitas
pelayanan kesehatan wajib memberikan informasi dan
edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau anggota
keluarga dari bayi yang bersangkutan sejak
pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode
pemberian ASI Eksklusif selesai.
(2) Informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:
a. keuntungan dan keunggulan pemberian ASI;
b. gizi ibu, persiapan dan mempertahankan menyusui;
c. akibat negatif dari pemberian makanan botol secara
parsial terhadap pemberian ASI; dan
8
d. kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak
memberikan ASI.
(3) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan
pendampingan.
(4) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
oleh tenaga terlatih.
BAB V
PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI
DAN PRODUK BAYI LAINNYA
Pasal 10
(1) Setiap ibu yang melahirkan bayi harus menolak
pemberian susu formula bayi dan/atau produk bayi
lainnya.
(2) Dalam hal ibu yang melahirkan bayi meninggal dunia
atau oleh sebab lain sehingga tidak dapat melakukan
penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penolakan dapat dilakukan oleh keluarga.
Pasal 11
Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan dilarang melakukan promosi susu formula bayi
dan produk bayi lainnya dengan cara apapun.
Pasal 12
Dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, maka ibu, keluarga, tenaga medis dan/atau tenaga
kesehatan lainnya dapat memberikan susu formula bayi.
Bagian Kesatu
Indikasi Medis
Pasal 13
(1) Pemberian susu formula bayi berdasarkan indikasi
medis dilakukan dalam hal:
a. bayi yang hanya dapat menerima susu dengan
formula khusus;
b. bayi yang membutuhkan makanan lain selain ASI
dengan jangka waktu terbatas;
9
c. kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI
Eksklusif karena harus mendapatkan pengobatan
sesuai dengan standart pelayanan medis;
d. kondisi ibu dengan hasil laborat HbsAg(+), dalam hal
bayi belum diberikan vaksinasi hepatitis yang pasif
dan aktif dalam 12 (dua belas) jam; dan
e. keadaan lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
(2) Penentuan Indikasi Medis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan oleh dokter.
(3) Dokter dalam menentukan indikasi medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
(4) Dalam hal ini di daerah tertentu tidak terdapat dokter,
penentuan adanya indikasi medis dapat dilakukan oleh
bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Pemberian susu formula dan produk bayi lainnya atas
indikasi medis yang dilakukan oleh bidan dan perawat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diutamakan
untuk penyelamatan nyawa.
Pasal 14
(1) Indikasi medis pada bayi yang hanya dapat menerima
susu dengan formula khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, merupakan kelainan