BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa semakin berkembangnya usaha perdagangan eceran dalam skala kecil, menengah dan besar maka berdampak pada pemberdayaan perekonomian yang berazaskan kekeluargaan untuk kesejahteraan seluruh rakyat, sehingga pasar tradisional perlu diberdayakan agar dapat tumbuh dan berkembang, serasi, saling memerlukan, saling memperkuat serta saling menguntungkan, maka dipandang perlu adanya upaya penataan, pembinaan dan pengawasan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern di Daerah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penataan, Pembinaan dan Pengawasan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam
31
Embed
BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN … · BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN, PEMBINAAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BUPATI PEKALONGAN
PROVINSI JAWA TENGAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN
NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG
PENATAAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PASAR TRADISIONAL,
PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PEKALONGAN,
Menimbang : a. bahwa semakin berkembangnya usaha perdagangan eceran
dalam skala kecil, menengah dan besar maka berdampak
pada pemberdayaan perekonomian yang berazaskan
kekeluargaan untuk kesejahteraan seluruh rakyat,
sehingga pasar tradisional perlu diberdayakan agar dapat
tumbuh dan berkembang, serasi, saling memerlukan,
saling memperkuat serta saling menguntungkan, maka
dipandang perlu adanya upaya penataan, pembinaan dan
pengawasan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko
modern di Daerah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah
tentang Penataan, Pembinaan dan Pengawasan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang–Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam
2
lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757);
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3817);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437), sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubaan Kedua atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 591, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4955);
9. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
10. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3258), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
3
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5145);
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718);
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
15. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern;
16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-
DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern;
17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68/M-
DAG/PER/10/2012 tentang Waralaba Untuk Jenis Usaha
Toko Modern;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 8 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi
Kewenangan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Pekalongan Tahun 2008 Nomor 8);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 2 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Pekalongan Tahun 2011 – 2031 (Lembaran
Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2011 Nomor 2);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN PEKALONGAN dan
BUPATI PEKALONGAN,
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PASAR TRADISIONAl, PUSAT
PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN.
4
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Pekalongan.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah
3. Bupati adalah Bupati Pekalongan.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Pekalongan.
5. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut
Dinas adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi
dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kabupaten
Pekalongan yang merupakan unsur pelaksana otonomi
daerah yang mempunyai tugas membantu Bupati dalam
melaksanakan kewenangan desentralisasi Pemerintah
Daerah di bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi
dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
6. Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah
penjual lebih dari satu yang disebut sebagai pusat
perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan mall, plasa,
pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.
7. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan
dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara
dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama
dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios,
los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil,
menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan
usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli
barang dagangan dengan melalui tawar menawar.
8. Kios adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar yang
dipisahkan antara satu tempat dengan yang lainnya
mulai dari lantai, dinding, plafon dan atap yang sifatnya
tetap atau permanen sebagai tempat berjualan barang
atau jasa.
9. Los adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar yang
beralas permanen dengan bentuk memanjang tanpa
dilengkapi dengan dinding pembatas ruangan atau
tempat berjualan dan sebagai tempat berjualan barang
atau jasa.
10. Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang
terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan
5
secara vertikal dari satu atau beberapa bangunan yang
didirikan secara vertikal maupun horisontal yang dijual
atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola
sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.
11. Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang
digunakan untuk menjual barang atau jasa dan terdiri
dari hanya satu penjual.
12. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan
mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran
dengan berbentuk Minimarket, Supermarket, Departemen
Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk
perkulakan.
13. Toko Modern Berjejaring adalah toko modern yang secara
operasional berada dibawah satu manajemen yang
terpusat.
14. Minimarket adalah sarana/tempat usaha untuk
melakukan penjualan barang-barang kebutuhan sehari-
hari secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir
dengan cara swalayan.
15. Supermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk
melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah
tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok
secara eceran dan langsung kepada konsumen dengan
cara pelayanan sendiri.
16. Departemen Store adalah sarana tempat usaha untuk
melakukan penjualan barang secara eceran, barang
konsumsi utamanya adalah produk sandang dengan
perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan
jenis kelamin dan/atau usia konsumen yang luas lantai
usahanya diatas 400 M2.
17. Hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk
melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah
tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok
secara eceran dan langsung kepada konsumen yang
didalamnya terdiri atas pasar swalayan, toko modern, dan
toko serba ada, yang menyatu dalam satu bangunan yang
pengelolaannya dilakukan secara tunggal dan/atau jasa
yang terletak pada bangunan/ruangan yang berbeda
dalam satu kesatuan wilayah/tempat.
18. Perkulakan atau grosir adalah sarana atau tempat usaha
untuk melakukan pembelian berbagai macam barang
dalam partai besar dari berbagai pihak dan menjual
barang tersebut dalam partai besar sampai pada
subdistributor dan/atau pedagang eceran.
19. Pengelola jaringan Minimarket adalah pelaku usaha yang
melakukan kegiatan usaha di bidang Minimarket melalui
6
satu kesatuan manajemen dan sistem pendistribusian
barang ke outlet yang merupakan jaringannya.
20. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya
disingkat UMKM adalah kegiatan ekonomi yang berskala
mikro, kecil dan menengah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah.
21. Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil
dengan usaha menengah dan usaha besar disertai
dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha
menengah dan usaha besar dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan
saling menguntungkan, sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang
Kemitraan.
22. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional yang
selanjutnya disingkat IUP2T, adalah izin untuk dapat
melaksanakan usaha pengelolaan Pasar Tradisional.
23. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan yang selanjutnya disingkat
IUPP, adalah Izin untuk dapat melaksanakan usaha
pengelolaan Pusat Perbelanjaan.
24. Izin Usaha Toko Modern yang selanjutnya disingkat
IUTM, adalah izin usaha untuk dapat melaksanakan
pengelolaan Toko Modern.
25. Perdagangan eceran adalah suatu usaha perorangan atau
badan usaha dengan modal kecil dan kegiatan pokoknya
melakukan penjualan barang-barang dagangan tertentu
dalam partai (jumlah) kecil/satuan.
26. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah,
di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
rel dan jalan kabel.
27. Jalan Arteri adalah merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
28. Jalan Kolektor adalah merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
29. Jalan Lokal adalah merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
7
30. Jalan Lingkungan adalah merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah.
31. Kompleks Perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana lingkungan.
32. Pemasok adalah pelaku usaha yang secara teratur
memasok barang kepada toko modern dengan tujuan
untuk dijual kembali melalui kerja sama usaha.
33. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha,
baik langsung maupun tidak langsung atas dasar prinsip
saling memerlukan, mempercayai memperkuat dan
menguntungkan yang melibatkan Pelaku Usaha Mikro,
Kecil, Menengah dan Usaha Besar.
34. Pihak Ketiga adalah instansi atau badan usaha atau
perorangan yang berada di luar organisasi pemerintah
daerah antara lain Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
lainnya, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Koperasi, Swasta Nasional dan/atau Swasta
Asing yang tunduk pada Hukum Indonesia.
35. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
Pasal 26 dan Pasal 27 dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
a. Pembekuan Izin Usaha; dan
b. Pencabutan Izin Usaha.
26
(3) Pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dilakukan apabila telah diberikan peringatan
secara tertulis berturut-turut 3 (tiga) kali dengan tenggang
waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, dilakukan apabila Pelaku Usaha tidak
mematuhi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 31
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai
Penyidik untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan Tindak
Pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari atau mengumpulkan keterangan
mengenai Orang Pribadi atau Badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan Tindak
Pidana tersebut;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti Orang Pribadi
atau Badan sehubungan dengan Tindak Pidana;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-
dokumen lain berkenaan dengan Tindak Pidana;
e. Melakukan penggeledehan untuk mendapatkan bahan
bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen
lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan Tindak Pidana;
g. Menyuruh berhenti dan melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf c;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan Tindak
Pidana;
27
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan; dan
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan Tindak Pidana sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut
Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
(1) Setiap orang atau badan yang melanggar Pasal 22 dan
Pasal 23 diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (Lima
puluh juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
BAB XIV
PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 33
(1) Dinas bertanggungjawab atas pembinaan dan pelaksanaan
Peraturan Daerah ini.
(2) Pengawasan umum atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini
dilakukan oleh Perangkat daerah yang mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan fungsional.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Setiap orang atau badan yang pada saat berlakunya Peraturan
Daerah ini melaksanakan kegiatan usaha Toko Modern, harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Toko Modern yang berjejaring yang sudah berizin dalam
waktu paling lama 3 (tiga) tahun harus sudah
menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini;
28
b. Toko Modern yang berjejaring yang belum berizin, paling
lambat 1 (satu) tahun harus sudah mengajukan
permohonan izin sesuai ketentuan Peraturan Daerah ini;
c. Toko Modern yang tidak berjejaring yang sudah berizin
dapat tetap melaksanakan operasional usahanya; dan
d. Toko Modern yang tidak berjejaring yang belum berizin,
paling lambat 1 (satu) tahun setelah Peraturan Daerah ini
ditetapkan harus mengajukan permohonan izin operasional
usahanya pada lokasi usahanya pada saat Peraturan
Daerah ini ditetapkan.
BAB XVI KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35
(1) Pasar Tradisional milik Pemerintah Daerah yang
memiliki nilai-nilai historis tidak dapat diubah atau
dijadikan Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern,
kecuali upaya revitalisasi agar menjadi Pasar
Tradisional yang bersih, teratur, nyaman, aman,
memiliki keunikan, menjadi ikon kota dan memiliki
nilai sebagai bagian dari Industri Pariwisata.
(2) Rencana revitalisasi Pasar Tradisional milik Pemerintah
Daerah yang pelaksanaannya dikerjasamakan dengan
Pihak Ketiga ditetapkan oleh Bupati setelah terlebih
dahulu memperoleh persetujuan dari DPRD.
(3) Dalam rangka memberikan perlindungan dan
pemberdayaan usaha Pasar Tradisional, Pemerintah
Daerah melakukan penataan dan pembinaan terhadap
pelaku ekonomi sektor informal agar tidak mengganggu
kelangsungan dan ketertiban Pasar Tradisional.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini,
sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 37
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
29
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Pekalongan.
Ditetapkan di Kajen pada tanggal 6 Januari 2014
BUPATI PEKALONGAN,
Ttd.
AMAT ANTONO
Diundangkan di Kajen pada tanggal 6 Januari 2014
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN,
Ttd.
SUSIYANTO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2014
NOMOR 1
30
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG
PENATAAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
II. UMUM
Dengan semakin perkembangnya usaha perdagangan eceran dalam skala
kecil dan menengah, serta usaha perdagangan eceran modern dalam skala besar secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
keberadaan Pasar Tradisional. Untuk mengarahkan usaha perdagangan tersebut agar tercipta tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan, serta memberikan kesempatan berusaha bagi semua pelaku usaha, perlu
adanya penataan dan pembinaan.
III. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3
Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas
Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7
Cukup jelas Pasal 8
Cukup jelas Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10 Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “hal tertentu” antara lain: pembangunan infrastruktur perkotaan, pembangunan yang berkaitan dengan
percepatan pertumbuhan perkotaan, dan mendorong investasi. Pasal 12
Cukup jelas Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14 Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas Pasal 16
Cukup jelas
31
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas Pasal 19
Cukup jelas Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21 Cukup jelas
Pasal 22 Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25 Cukup jelas
Pasal 26 Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29 Cukup jelas
Pasal 30 Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas Pasal 32
Cukup jelas Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34 Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas Pasal 36
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 35