v BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah adalah pajak daerah; b. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan jenis pajak daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Page 1 of 24
23
Embed
BUPATI MUSI RAWAS - palembang.bpk.go.idpalembang.bpk.go.id/wp-content/uploads/2013/01/Perda-Kab.-Musi-Rawas... · dengan cara lain ke kasdaerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
v
BUPATI MUSI RAWAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS
NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG
PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MUSI RAWAS,
Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna
membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah adalah pajak
daerah;
b. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan merupakan jenis pajak daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu membentuk Peraturan
Daerah tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum AcaraPidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3209);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang PembentukanPeraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4389);
Page 1 of24
1 t
I
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5049);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17
Tahun 2010 tentang Tatacara Penetapan Harga Patokan
Penjualan Mineral dan Batubara.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS
dan
BUPATI MUSI RAWAS
Page 2 of 24
*
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN
LOGAM DAN BATUAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Kabupaten adalah Kabupaten Musi Rawas.
2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten MusiRawas.
3. Bupati adalah Bupati Musi Rawas.
4. Instansi Pelaksana adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang^ bertanggungjawab dan berwenang melaksanakan pungutan
terhadap Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
5. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidangperpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi
wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-besamya kemakmuran rakyat.
7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengannama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
Page 3 of24
I 1
»
8. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas
kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari
sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk
dimanfaatkan.
9. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam
dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan
perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.
10. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapatdikenakan Pajak.
11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
12. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender, yang
menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang.
13. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun
kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun kalender.
14. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian
Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.
15. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya
pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau
retribusi kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
16. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat
SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
b. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang
merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang
tidak dimanfaatkan secara komersial;
Pasal 4
(1) Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orangpribadi atau Badan yang mengambil Mineral Bukan Logam danBatuan.
(2) Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orangpribadi atau Badan yang mengambil Mineral Bukan Logam dan
Batuan yang mempunyai kewajiban membayar Pajak.
BAB III
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN
Pasal 5
(1) Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah
Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
(2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung denganmengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar
di lokasi penambangan atau harga standar masing-masing jenisMineral Bukan Logam dan Batuan.
(3) Nilai pasar atau harga standar sebagaimana dimaksud pada ayat(2) adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi tambang ataulokasi penjualan dikurangi ongkos angkut dan ditetapkan denganPeraturan Bupati.
Page 8 of 24
Pasal 6
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan sebesarsebesar 25% (dua puluh lima persen).
Pasal 7
Besaran pokok Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5.
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 8
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutang dipungut di
wilayah daerah tempat pengambilan Mineral Bukan Logam danBatuan.
BABV
MASA PAJAK
Pasal 9
Masa Pajak adalah jangka waktu selama 1 (satu) bulan kalender.
BAB VI
PENETAPAN
Pasal 10
(1) Pemungutan Pajak tidak dapat diborongkan.
(2) Wajib Pajak yang membayar sendiri pajak terutang berdasarkanSPTPD.
(3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar
dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT.
Page 9 of 24
Pasal 11
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnyapajak, Bupati dapat menerbitkan:
a. SKPDKB dalam hal:
1) jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2) jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam
jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3) jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang
terutang dihitung secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang
semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak
ada kredit pajak.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka
2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau teriambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi
administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan
jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebeium dilakukan tindakan
pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksi
administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa
Page 10 of24
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang
kurang atau teriambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
Pasal 12
(1) Tata cara penerbitan SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Bupati.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan
penyampaian SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB VII
SURAT TAGIHAN
Pasal 13
(1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika:
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran
sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga
dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan
sejak saat terutangnya pajak.
(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo
pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD.
Page 11 of 24
BAB VIII
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN
Pasal 14
(1) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar
penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(2) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan
kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran,
penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan
pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD,
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan
Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak
pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
BAB IX
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 16
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupatiatau pejabat yang ditunjuk atas suatu:
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN;dan
Page 12 of24
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan