BAB 2 PLANET BUMI TATASURYA Bumi merupakan salah satu planet dalam sistem tatasurya, dan terdapat di dalam Jagad raya yang tak terhingga besarnya. Seperti kita ketahui bahwa dalam Jagad raya terdapat tidak hanya satu sistem tatasurya kita saja tetapi masih ada lagi yang ribuan jumlahnya, sampai pada saat ini belum ada yang mengetahuinya dengan pasti. Baru hanya ada dugaan-dugaan berdasarkan pengamatan dari bumi dan dari angkasa. Tatasurya atau solar system adalah suatu sistem yang terdiri dari matahari dan planet- planet serta benda-benda angkasa yang berputar mengitarinya, menurut orbit tertentu. Planet-planet tersebut dapat tetap beredar pada orbitnya akibat adanya gaya tarik gravitasi. Proses terbentuknya tatasurya kita sama dengan sistem matahari yang lain dalam Jagad raya. Mengenai proses pembentukan tatasurya ada beberapa teori, yang salah satunya adalah teori atau model Nobular; dimana di dalam Jagad raya yang tampaknya hampa, sebenarnya mengandung atom-atom dari berbagai unsur, yang menyebar di mana-mana berupa “awan” tipis, berbentuk gas tipis yang bergolak dan selalu berputar. Saat awan dengan gas tipis tersebut secara perlahan-lahan memadat yang disebabkan oleh mengelompoknya atom-atom yang tersebar, lahirlah pusat tatasurya yaitu matahari. Energi kinetik gas-gas yang berputar dan bergolak meningkatkan rotasi matahari dan planet-planetnya. Mengelompoknya atom-atom itu disebabkan oleh gaya gravitasi dan karena atom-atom yang bergerak saling mendekat secara perlahan, mengakibatkan gas menjadi makin panas dan makin padat. Salah satu akibat dari proses mengelompoknya gas ini membentuk bumi dan planet-planet yang lain, Gambar 2.1 memperlihatkan proses teori nobular ini. Lebih dari 99 persen atom-atom di ruang angkasa adalah hidrogen dan helium yang merupakan dua atom yang paling ringan. Dekat pusat awan gas, atom-atom tersebut berada dalam tekanan dan suhu yang tinggi sehingga hidrogen dan helium mulai bergabung, membentuk unsur-unsur yang lebih berat. Bergabungnya unsur-unsur ringan menjadi unsur yang lebih berat akan menyebabkan terlepasnya energi panas. Hidrogen dan helium mengalami pembakaran nuklir. Matahari terbentuk pada saat pembakaran nuklir yang dimulai di dalam awan gas, kira-kira 6.000 juta tahun yang lalu. Pembakaran nuklir terbatas hanya terjadi di pusat awan gas, sedangkan gas yang bertekanan lebih rendah masih berputar dengan cepat disekeliling pusatnya, matahari. Perputaran ini menimbulkan gaya sentrifugal, menarik ke arah luar, sedangkan gaya berat cenderung menarik gas-gas ke dalam, ke arah matahari. Akibat interaksi kedua gaya yang berlawanan ini maka perlahan-lahan menjadikan awan gas berbentuk datar, membentuk piringan gas yang berputar disekitar matahari, dan dinamakan nebula planetaria. Bagian luar nebular planetaria yang lebih dingin, menjadi cukup padat dan memungkinkan bahan- bahan padat terkondensasi. Yang akhirnya menjadi planet-planet, Gambar 2.2. Teori lain tentang pembentukan tatasurya yang dikemukakan oleh ahli-ahli kosmologi (cosmologist), sebagai “big bang”, yang terjadi pada 20 billiun (10 9 ) tahun yang lalu. Menurut teori ini, pada suatu saat seluruh jagad raya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
PLANET BUMI
TATASURYA
Bumi merupakan salah satu planet dalam sistem
tatasurya, dan terdapat di dalam Jagad raya
yang tak terhingga besarnya. Seperti kita ketahui
bahwa dalam Jagad raya terdapat tidak hanya
satu sistem tatasurya kita saja tetapi masih ada
lagi yang ribuan jumlahnya, sampai pada saat ini
belum ada yang mengetahuinya dengan pasti.
Baru hanya ada dugaan-dugaan berdasarkan
pengamatan dari bumi dan dari angkasa.
Tatasurya atau solar system adalah suatu
sistem yang terdiri dari matahari dan planet-
planet serta benda-benda angkasa yang
berputar mengitarinya, menurut orbit tertentu.
Planet-planet tersebut dapat tetap beredar pada
orbitnya akibat adanya gaya tarik gravitasi.
Proses terbentuknya tatasurya kita sama dengan
sistem matahari yang lain dalam Jagad raya.
Mengenai proses pembentukan tatasurya ada
beberapa teori, yang salah satunya adalah teori
atau model Nobular; dimana di dalam Jagad
raya yang tampaknya hampa, sebenarnya
mengandung atom-atom dari berbagai unsur,
yang menyebar di mana-mana berupa “awan”
tipis, berbentuk gas tipis yang bergolak dan
selalu berputar. Saat awan dengan gas tipis
tersebut secara perlahan-lahan memadat yang
disebabkan oleh mengelompoknya atom-atom
yang tersebar, lahirlah pusat tatasurya yaitu
matahari.
Energi kinetik gas-gas yang berputar dan
bergolak meningkatkan rotasi matahari dan
planet-planetnya.
Mengelompoknya atom-atom itu disebabkan
oleh gaya gravitasi dan karena atom-atom yang
bergerak saling mendekat secara perlahan,
mengakibatkan gas menjadi makin panas dan
makin padat. Salah satu akibat dari proses
mengelompoknya gas ini membentuk bumi dan
planet-planet yang lain, Gambar 2.1
memperlihatkan proses teori nobular ini.
Lebih dari 99 persen atom-atom di ruang
angkasa adalah hidrogen dan helium yang
merupakan dua atom yang paling ringan. Dekat
pusat awan gas, atom-atom tersebut berada
dalam tekanan dan suhu yang tinggi sehingga
hidrogen dan helium mulai bergabung,
membentuk unsur-unsur yang lebih berat.
Bergabungnya unsur-unsur ringan menjadi unsur
yang lebih berat akan menyebabkan terlepasnya
energi panas. Hidrogen dan helium mengalami
pembakaran nuklir.
Matahari terbentuk pada saat pembakaran nuklir
yang dimulai di dalam awan gas, kira-kira 6.000
juta tahun yang lalu. Pembakaran nuklir terbatas
hanya terjadi di pusat awan gas, sedangkan gas
yang bertekanan lebih rendah masih berputar
dengan cepat disekeliling pusatnya, matahari.
Perputaran ini menimbulkan gaya sentrifugal,
menarik ke arah luar, sedangkan gaya berat
cenderung menarik gas-gas ke dalam, ke arah
matahari. Akibat interaksi kedua gaya yang
berlawanan ini maka perlahan-lahan menjadikan
awan gas berbentuk datar, membentuk piringan
gas yang berputar disekitar matahari, dan
dinamakan nebula planetaria.
Bagian luar nebular planetaria yang lebih dingin,
menjadi cukup padat dan memungkinkan bahan-
bahan padat terkondensasi. Yang akhirnya
menjadi planet-planet, Gambar 2.2.
Teori lain tentang pembentukan tatasurya yang
dikemukakan oleh ahli-ahli kosmologi
(cosmologist), sebagai “big bang”, yang terjadi
pada 20 billiun (109) tahun yang lalu. Menurut
teori ini, pada suatu saat seluruh jagad raya
Bab 2 / Planet Bumi
6
menyatu menjadi suatu bulatan yang padat,
panas dan sangat massif. Kemudian terjadi
ledakan dahsyat yang menghancurkannya dan
menghasilkan serpihan-serpihan yang berputar
dan terlempar ke segala arah dan membentuk
sistem Tatasurya-tatasurya. Benda-benda
angkasa yang terbentuk ini bergerak saling
menjauh. Dan pada suatu saat sistem tersebut
geraknya melambat dan akan berhenti.
Kemudian gaya gravitasi akan menyatukannya
kembali, mungkin 20 billiun tahun kemudian,
menjadi suatu “bola api” kembali. Selanjutnya
akan terjadi lagi ‘big-bang’ yang dalam sesaat
membentuk sistem tatasurya-tatasurya yang
baru.
Saat ini kita ketahui bahwa matahari sebagai
pusat sistem tatasurya dikelilingi oleh planet-
planet, termasuk planet bumi, yang mengorbit di
sekelilingnya atau disebut heliocentric. Lintasan
orbitnya berbentuk ellips. Akan tetapi pada masa
Sebelum Masehi tidaklah demikian. Bangsa
Yunani yang sudah mempelajari astronomi,
percaya akan geocentric, yang artinya bumilah
yang menjadi pusat sistem tatasurya. Matahari
dan bintang-bintang bergerak mengelilingi bumi.
Pada masa itu dipercaya bahwa bumi berbentuk
bulat (spheric), tidak bergerak atau diam, dan
dikelilingi oleh angkasa yang transparan dimana
bintang-bintang tergantung.
Dalam Tatasurya yang kita kenal sekarang,
matahari dikelilingi 9 planet, Merkuri, Venus,
Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus,
Neptunus dan Pluto. Berdasarkan rapat massa
dan jaraknya dari matahari, dapat
dikelompokkan menjadi Planet-planet
Terrestrial, yang merupakan 4 planet terdekat
ke matahari dan yang lainnya Planet-planet
Jovian.
Planet-planet Terrestrial, yaitu Merkuri, Venus,
Bumi dan Mars, bersifat mirip dengan Bumi,
mempunyai rapat massa yang besar yaitu 3
g/cm3 atau lebih dan berukuran kecil.
Sedangkan planet-planet Jovian terdiri dari
Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto,
yang mirip dengan Jupiter, lintasannya lebih jauh
dari Matahari, rapat-massanya lebih kecil, hanya
0,7 - 1,3 g/cm3, namun massanya jauh lebih
besar. Misalnya Jupiter dan Saturnus,
mempunyai massa sebesar 317 dan 95 kali
massa bumi, sehingga bentuknya lebih besar
dari Bumi.
Planet-planet terdekat dengan matahari bersuhu
paling tinggi, terdiri dari bahan-bahan yang
hanya dapat terkondensasi pada suhu tinggi,
seperti besi (Fe), silikon (Si), magnesium (Mg)
dan alluminium (Al).
Planet-planet yang jauh dari matahari bersuhu
lebih rendah dan terdiri dari selain unsur-unsur
seperti di atas, juga unsur-unsur volatil, seperti
hidrogen, helium dan belerang yang dapat
berbentuk gas meskipun pada suhu rendah.
GAMBAR 2.1. Pembentukan Tatasurya model Nobular Sistem. Tatasurya diawali dari awan gas yang berputar (A). Sebagian besar massa terkonsentrasi di pusat dan membentuk Matahari, sisa material berakumulasi dan terkosentrasi membentuk planet-planet (B). Tata surya saat ini (C). Bumi merupakan planet ketiga dari Matahari, yang berjarak sekitar 150 juta kilometer dan mempunyai komposisi khas yang memungkinkan adanya kehidupan. (Carla W Montgomery,1989)
Bentuk Bumi
Menurut cerita zaman dahulu orang mengira
bahwa bumi merupakan daratan yang bundar,
ditutupi oleh langit dan dikelilingi oleh lautan
yang melingkar. Kemudian pemikiran para filsuf
Yunani, Thales mengatakan bumi terapung di
lautan. Anaximander berpendapat bahwa bumi
berbentuk silinder dan melayang di langit yang
bulat. Sedangkan Pythagoras dan para
penganutnya sebagai ahli matematika
memikirkan bumi sebagai bulatan yang tentunya
mempunyai bentuk simetris
Bulatan ini sesuai dengan bentuk ideal suatu
model matematis, dan bumi sesuai sebagai
pusat dari seluruh sistem.
Kemudian timbul argumen baru, yaitu bayangan
bumi di bulan pada saat gerhana bulan yang
tampak sebagai lingkaran. Dan kapal laut di
kejauhan mula-mula hanya terlihat tiangnya saja,
setelah dekat baru tampak badannya. Kemudian
pada tahun 1519 Magelhaens berlayar
mengelilingi bumi. Dengan adanya foto satelit
dan manusia yang dapat mengamati dari satelit
di angkasa maka sekarang jelaslah bahwa bumi
kita berbentuk bulat. Namun tidaklah sebulat
bentuk sebuah bola.
Newton menduga akibat perputaran pada
sumbunya, maka bumi tidak berbentuk bulat
sempurna melainkan berbentuk ellipsoid.
Mendatar pada kutub-kutubnya dan lebih
cembung di khatulistiwa. Dugaan ini diperkuat
oleh pengamatan terhadap benda-benda
angkasa dengan teropong bintang, terutama
terhadap planet Jupiter yang berputar lebih cepat
dari bumi, yaitu selama 10 jam setiap putaran
(bumi memerlukan waktu 24 jam untuk setiap
putaran).
Dengan demikian, lebih “mendatar”nya kutub-
kutub bumi, maka seharusnya derajat meridian
di kutub-kutub bumi lebih besar dari pada di
khatulistiwanya.
Untuk membuktikannya tahun 1735 Academie
des Sciences Paris mengirim ekspedisi ke
Lapland dan Peru. Hasilnya adalah benar,
bahwa derajat meridian di Lapland yang terletak
di daerah kutub satu meter lebih panjang dari di
Peru, yang ada di khatulistiwa.
Ukuran Bumi
Keingintahuan manusia mengenai bumi tidaklah
terbatas pada bentuk bumi dan permukaannya
saja, tetapi juga berapa besar bumi ini
sebenarnya. Eratosthenes (275 -195 SM) yang
GAMBAR 2.2 Susunan Tatasurya. Planet-planet Jovian jauh lebih besar dari planet Terrestrial. Matahari merupakan pusatnya dan berukuran beberapa ratus kali lebih besar dari planet-planetnya, (Skinner, 2004).
Bab 2 / Planet Bumi
6
tinggal di Alexandria berpendapat bahwa jika
bumi bulat, tidak mungkin matahari berada pada
zenit (titik kulminasi) di dua tempat yang
berjauhan letaknya. Ia memperhatikan sinar
matahari pada tengah hari di pertengahan
musim panas di kota Syene, yang jatuh tepat di
dasar sumur yang dalam. Sedangkan di
Alexandria yang berjarak 5.000 stad, Gambar
2.3. Pada saat yang sama, bayangan jarum
gnomon (jam matahari) memperlihatkan
besarnya 1/50 bagian dari seluruh lingkaran.
Sudut ini sama dengan sudut APS, maka
dengan demikian ia menyimpulkan bahwa
keliling bumi haruslah 50 kali 5.000 stad atau
250.000 stad. Bila satu stad mempunyai ukuran
kurang lebih 157 m maka keliling bumi adalah
sekitar 39.250 km. Perkiraan ini ternyata
mendekati dengan hasil perhitungan yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti selanjutnya.
Pada tahun 1617 Snellius melakukan
pengukuran dengan metoda segitiga. Dan sejak
ditentukannya satuan panjang yaitu meter pada
tahun 1719, maka keliling bumi adalah sekitar
40.000 km. Dengan diketahuinya keliling bumi,
maka jari-jari bumi dapat dihitung, di khatulistiwa
sebesar 6.378,38 km sedangkan di kutub
6.356,91 km.
Struktur dalam Bumi
Pendahulu yang memikirkan struktur-dalam
bumi yang terkenal adalah Plato. Ia berpendapat
bahwa bumi terdiri dari substansi berfasa cair
yang dilapisi oleh lapisan kerak yang tipis. Pada
bagian-bagian kerak yang lemah kerak
diterobos oleh substansi dari dalam, keluarlah
magma dan timbullah gunung api. Untuk
mengetahui struktur dalam bumi tidaklah mudah.
Karena pemboran terdalam yang pernah
dilakukan hanya sedalam 8 km. Dari hasil
mempelajari batuan yang tersingkap di
permukaan bumi, akibat erosi hanya mencapai
kedalaman 20 sampai 25 km saja.
Gunung api memberikan contoh batuan yang
lebih dalam, tetapi hanya sampai sekitar 200
km.
Akan tetapi dengan mempelajari sifat gelombang
gempa bumi dapat diketahui lebih banyak hal
mengenai struktur dalam bumi.
Dengan mempelajari waktu tempuh perambatan
gelombang, ternyata bervariasi dan tidak sesuai
dengan hasil yang diperhitungkan berdasarkan
antara jarak tempuh dan waktu tempuh
gelombang yang diperlukan.
Berdasarkan kenyataan bahwa kecepatan
rambat gelombang merupakan fungsi dari
densitas media yang dilaluinya, maka para ahli
kegempaan menjelaskan ketidaksesuaian dan
variasi waktu tempuh tersebut yang disebabkan
oleh karena gelombang gempa merambat tidak
dalam satu macam media, tetapi dalam
beberapa media yang densitasnya berbeda.
Dengan kata lain, bumi tidaklah merupakan
suatu bulatan yang homogen, melainkan terdiri
dari beberapa lapisan yang konsentris dengan
densitas berbeda. Densitas terbesar
terakumulasi pada pusat, dan mengecil menjauhi
dari pusat.
Dari data kegempaan tersebut, secara
sederhana dibuatlah suatu model struktur-dalam
bumi, berdasarkan komposisinya. Bumi dibagi
menjadi 3 bagian, seperti terlihat pada Gambar
2.4.
GAMBAR 2.3. Erasthotenes menghitung keliling bumi dengan mengukur jarak antara Alexandria dan Syene, x = 5000 Std. dan membandingkan besar sudut pada gnomon di Alexandria, α = 1/50 lingkaran. Maka keliling lingkaran
adalah : 50 x 5000 std = 250 000 std atau 40 000 km.
Bab 2 / Planet Bumi
7
1. Inti bumi (Core), terletak mulai dari
kedalaman 2.883km sampai ke pusat bumi.
Densitasnya berkisar dari 9,5 dekat selubung
dan membesar ke arah pusat sampai 14,5
gr/cc. Berdasarkan besarnya densitas ini
diperhitungkan inti bumi terdiri dari campuran
unsur-unsur yang mempunyai densitas besar,
besi (Fe) dan nikel (Ni). Oleh karena itu inti
bumi disebut juga sebagai lapisan Nife.
2. Selubung bumi (Mantle), atau mantel,
merupakan lapisan yang menyelubungi inti
bumi, merupakan bagian terbesar dari bumi,
82.3 persen dari volume dan 67.8 persen dari
keseluruhan massa bumi. Terdiri dari batuan,
ketebalannya 2.883 km. Densitasnya berkisar
dari 5.7 gr/cc dekat dengan inti dan 3,3 di
dekat kerak bumi.
3. Kerak bumi (Earth crust). merupakan lapisan
terluar yang tipis, terdiri dari batuan yang
lebih ringan dibandingkan dengan batuan
selubung di bawahnya. Dengan densitas rata-
rata 2.7 grm/cc. Ketebalannya tidak merata,
perbedaan ketebalan ini menimbulkan
perbedaan elevasi antara benua dan
samudera. Pada daerah pegunungan
ketebalannya lebih dari 50 km dan pada
beberapa samudera kurang dari 5 km.
Berdasarkan data kegempaan dan komposisi
material pembentuknya, para ahli
membaginya menjadi kerak benua dan kerak
samudra.
4. Kerak benua, pada umumnya terdiri dari
batuan granitik, ketebalan rata-rata 45 km.,
dan berkisar antara 30-50 km. Oleh karena
GAMBAR 2.4 Keratan bumi memperlihatkan lapisan-lapisan yang komposisinya berbeda dan daerah-daerah dengan kuat
batuan (rock strength) berbeda. Lapisan-lapisan berdasarkan komposisi, dari dalam adalah inti, mantel dan kerak. Kerak benua lebih tebal dibandingkan kerak samudera. Perlu diperhatikan juga bahwa batas daerah yang kuat batuannya berbeda, litosfir (terluar), astenosfir dan mesosfir tidak sama atau berimpit dengan batas komposisi, (Skinner, 2004).
Bab 2 / Planet Bumi
8
kaya akan unsur Si dan Al maka ada yang
menyebutnya sebagai lapisan Sial.
5. Kerak samudera, terdiri dari batuan basaltik
yang tebalnya sekitar 7 km, kerak samudera
kaya akan unsur Si dan Mg dan disebut juga
lapisan Sima.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan
kegempaan dan banyaknya stasiun gempa di
bumi, yang memungkinkan mempelajari sifat
perambatan gelombang-gelombang gempa P
dan S, (akan dibahas dalam BAB 17,
KEGEMPAAN), sehingga dapat diketahui sifat
fisik struktur dalam bumi lebih rinci.
Disamping lapisan-lapisan berdasarkan
komposisinya, yang lebih penting adalah adanya
perubahan sifat fisik (physical property) seperti
kuat batuan (rock strengh) dan fasanya, fasa
padat dan fasa cair. Perubahan sifat fisik
terutama lebih dikontrol oleh suhu dan tekanan
dibandingkan dengan komposisi batuan.
Titik-titik dimana terjadi perubahan sifat fisik
tidaklah sama dengan perubahan komposisi
batuan, seperti terlihat dalam Gambar 2.4.
Gambar 2.4 memperlihatkan struktur dalam
bumi berdasarkan sifat fisiknya (physical
property) yang terdiri dari :
Inti dalam dan inti luar
Bagian terdalam dari bumi merupakan pusat
massa bumi, dengan garis tengah 7.000 km.
Dari sifatnya yang tidak merambatkan
gelombang gempa S, disimpulkan bahwa inti
bumi terdiri dari dua bagian. Bagian luar setebal
2.000 km berfasa cair, dan bagian dalam
berfasa padat. Inti bagian dalam yang
mengalami tekanan yang sangat tinggi sehingga
unsur besi berada dalam fasa padat, meskipun
suhu di sekelilingnya tinggi, suhu dan tekanan
berada dalam keseimbangan yang sangat baik
sehingga unsur besi meleleh dan dalam fasa
cair. Bagian ini dinamakan inti bumi bagian luar.
Perbedaan kedua bagian inti tersebut tidak pada
komposisinya (diperkirakan komposisinya
sama), tetapi oleh sifat fisiknya. Bagian dalam
berfasa padat sedangkan bagian luar berfasa
cair.
Mesosfir
Kekuatan (strength) material padat sangat
dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Suatu
material padat bila dipanaskan akan berkurang
atau hilang kekuatannya.
Dan jika mengalami kompresi, akan bertambah
kuat. Perbedaan suhu dan tekanan membagi
selubung dan kerak bumi menjadi tiga daerah
yang mempunyai kekuatan berbeda.
Pada bagian paling bawah dari selubung, batuan
berada dalam pengaruh kompresi yang sangat
tinggi sehingga mempunyai kekuatan yang agak
besar, meskipun suhunya sangat tinggi. Lapisan
padat dalam selubung yang bersuhu tinggi tetapi
kekuatannya relatif tinggi, dinamakan
mesosphere (lapisan menengah, intermediate
or midle sphere). Lapisan ini terletak antara
batas inti dan selubung (pada kedalaman 2883
km) sampai kedalaman sekitar 350 km
Astenosfir
Lapisan selubung bagian atas, pada kedalaman
antara 350 km sampai 100 km di bawah
permukaan bumi, adalah lapisan yang
dinamakan asthenosphere (lapisan lemah,
weak sphere). Keseimbangan antara suhu dan
tekanan disini sedemikian rupa menjadikan
materialnya dalam keadaan mendekati titik
leburnya.
Karena hampir melebur dan berstruktur lemah
(weak) dapat memungkinkan material tersebut
untuk mengalir dan mudah terdeformasi.
Pergerakan di dalam lapisan ini berperan
sebagai penyebab aktifitas gunung api dan
deformasi pada kerak bumi.
Selama ini para ahli geologi menyatakan bahwa
batuan di mesosfir dan astenosfir mempunyai
komposisi sama. Perbedaan satu-satunya
hanyalah pada sifat fisiknya, kekuatan.
Litosfir
Terletak di atas astenosfir, lapisan setebal
sekitar 100 km dari permukaan bumi,
merupakan lapisan yang batuannya lebih dingin,
lebih kuat dan lebih kaku (rigid) dibandingkan
dengan batuan astenosfir yang plastis. Lapisan
Bab 2 / Planet Bumi
9
GAMBAR 2.5 Bagian terluar dari bumi (tanpa skala). Kerak dan selubung (mantel) mempunyai pengertian komposisi.
Litosfir dan astenosfir mencerminkan sifat fisiknya, litosfir (termasuk kerak dan bagian atas mantel) padat dan kaku (rigid), astenosfir berbentuk lelehan parsial dan plastis. Astenosfir merupakan bagian atas mantel dan di bawahnya mantel bersifat padat. (C.W. Montgomery,1989).
terluar yang keras ini, mencakup selubung
bagian atas dan seluruh kerak bumi, dinamakan
lithosphere, yang berarti lapisan batuan, seperti
pada Gambar 2.5. Perlu diingat bahwa
komposisi kerak dan selubung bumi ini berbeda,
namun yang membedakan litosfir dan astenosfir
adalah kuat batuan (rock strength), bukanlah
komposisinya.
Batas antara litosfir dan astenosfir berada pada
keseimbangan suhu dan tekanan. Litosfir
bentuknya patah-patah atau pecah-pecah
menjadi sejumlah lempeng-lempeng yang besar,
bergerak, seolah-olah terapung di atas
astenosfir. Dikenal sebagai lempeng tektonik.
Bidang-bidang diskontinu.
Seorang ahli seismologi Yugoslavia yang
bernama Andrija Mohorovicic, mempelajari
data gempa dan menjumpai kecepatan
gelombang gempa yang naik dengan tiba-tiba di
bawah kedalaman 50 km. Bidang batas
perubahan ini atau bidang diskontinuitas ternyata
merupakan bidang batas antara lapisan kerak
bumi dan selubung atas.
Untuk menghormati penemunya maka bidang ini
dinamakan Bidang Mohorovicic dan disingkat
menjadi bidang Moho saja.
Beberapa tahun kemudian seorang ahli gempa
Jerman, Beno Gutenberg, menemukan bidang
batas yang lain. Dari pengamatan gelombang P
yang mengecil bahkan hilang sama sekali pada
daerah 105 derajat dari pusat gempa dan
muncul kembali pada 140 derajat berikutnya.
Tetapi terlambat 2 menit dari waktu yang
diperhitungkan berdasarkan jarak tempuh. Jalur
hilangnya gelombang selebar 35 derajat ini
disebut jalur bayangan.
Menurut Gutenberg, jalur bayangan ini terjadi
hanya jika bumi mempunyai inti, dengan bahan
yang tidak sama dengan selubung yang
mengitarinya. Dan jari-jarinya sebesar 3.420 km.
Inti bumi ini membelokkan gelombang P seperti
terlihat pada Gambar 2.6
Bab 2 / Planet Bumi
10
Bidang di mana gelombang P dibelokkan, atau
bidang antara selubung bumi dan inti bumi
disebut bidang diskontinu Gutenberg atau bidang
Gutenberg.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa
selubung bumi terletak diantara bidang-bidang
Moho dan Gutenberg.
Benua dan Samudra Selain perbedaan struktur, elevasi dan topografi,
benua dan samudera juga mempunyai batuan,
densitas, susunan kimia, umur dan sejarah
pembentukan yang berbeda.
Samudera yang menempati hampir sepertiga
dari permukaan bumi memperlihatkan topografi
khusus, pada umumnya akibat perkembangan
kegiatan gunung api dan pergerakan bumi yang
masih berlangsung sampai saat ini.
Benua, berada di atas cekungan samudera
sebagai daratan yang luas dengan ciri yang khas
yaitu : merupakan perisai, dataran yang stabil
dan jalur-jalur pegunungan lipatan.
Bagian benua yang stabil, dalam keseimbangan
isostasi, datar dan luas dimana kompleks batuan
kristalin tua tersingkap atau tertutup oleh lapisan
tipis sedimen, disebut Kraton (Craton). Wilayah
ini hampir tidak mengalami gangguan dalam
jangka waktu yang sangat panjang, kecuali
pelengkungan lemah secara luas. Kraton benua,
juga perisai benua dan dataran (platform) yang
stabil dinamakan Hedreocraton. Kraton pada
blok benua (continental block) disebut
Epeirocraton.
Bagian yang permukaannya berelief rendah,
yang terletak beberapa ratus meter dari
permukaan laut, mempunyai struktur dan batuan
yang kompleks, disebut Perisai (Shield).
Kebanyakan batuan kristalin dalam perisai pada
mulanya berbentuk cair dan terbentuk di bawah
permukaan. Kemudian muncul ke permukaan
akibat erosi atau pengangkatan dan telah
mengalami deformasi akibat tekanan. Daerah
yang luas dari kraton maupun perisai yang terdiri
dari batuan beku dan metamorfosa yang telah
mengalami deformasi kuat, disebut basement
complex.
Dahulu kerak samudera dapat juga dianggap
termasuk sebagai kraton, yang dikenal sebagai
Thalassocraton, akan tetapi akhir-akhir ini
disepakati bahwa kraton hanyalah pada benua.
Bentuk lantai samudra
Sebelum tahun 1947, orang mengira bahwa
dasar samudera hanya merupakan dataran
abissal yang datar dan tertutup oleh lapisan
sedimen.
Kemudian, dari profil-profil dasar samudera
dapat diketahui bahwa dasar samudera juga
mempunyai relief seperti halnya dengan
permukaan benua.
Penelitian pada kerak samudera menyatakan
bahwa kerak samudera terdiri dari batuan
dengan komposisi utama dari basalt, suatu
batuan vulkanik yang padat. Berumur relatif
muda, kurang dari 150 juta tahun (umur batuan
pada perisai lebih dari 700 juta tahun), dan tidak
mengalami deformasi karena tekanan.
Bentuk-bentuk relief pada dasar samudera
umumnya adalah :
Punggungan samudra (oceanic ridge, mid
ocean ridge atau oceanic rises), merupakan
tonjolan atau punggungan yang terdiri dari
batuan di atas lantai samudera. Panjangnya
sampai puluhan ribu kilometer dan lebarnya
beberapa ratus kilometer, berdiri setinggi 0,6 km
atau lebih. Sistem punggungan samudera
GAMBAR 2.6 Perubahan sifat fisik antara selubung dan inti bumi menyebabkan gelombang P dibiaskan dan membelok
mengakibatkan terjadinya zona bayangan 35°.
Bab 2 / Planet Bumi
11
berupa rangkaian pegunungan sekitar 84.000
km panjangnya, yang terpuntir (twists) dan
bercabang-cabang dan membentuk pola yang
kompleks di cekungan samudera. Lembah
sempit atau rift membelah sepanjang tengah-
tengah punggungan samudera. Ciri khas rift ini
adalah aktifitas volkanik yang intensif. Beberapa
tempat di bumi, oceanic ridge dengan rift
ditengahnya mencapai permukaan laut dan
membentuk kepulauan volkanik, seperti di
Islandia.
Lantai abissal (abyssal floor atau abyssal plain),
adalah daerah yang sangat luas dan datar,
berelief lebih halus dibandingkan dengan
punggungan samudera. Terdapat pada
kedalaman 3 sampai 6 km di bawah permukaan
laut, lebarnya berkisar antara 200 sampai 2.000
km, dan membentang antara punggungan
samudera dan batas benua. Dataran abissal
terbentuk oleh proses mengendapnya lumpur
melalui air laut dan menimbun topografi lantai
samudera sebenarnya.
Bagian yang menonjol disebut perbukitan
abissal, tingginya sampai 900 m di atas dasar
samudera.
Gunung laut (sea mount), berbentuk puncak-
puncak gunung api di bawah laut yang terisolir.
Bila mencapai ke permukaan laut akan
membentuk pulau, seperti kepulauan Hawaii.
Palung (trench), merupakan bagian yang
terendah di bumi, rata-rata dengan kedalaman
lebih dari 8.000 m. Palung terdalam adalah
palung Mariana di Samudera Pasifik, sedalam
11.000 m.
Batas benua (continental margin) adalah daerah
transisi yang terletak antara massa benua dan
cekungan samudera.
Garis pantai yang sekarang tidak mutlak sama
dengan batas antara kerak benua dan kerak
samudera. Hal ini disebabkan karena sebagian
air laut di cekungan samudera melimpah ke
daratan, Gambar 2.7. Batas antara kerak benua
dan kerak samudera sekarang sudah tertutup air
laut. Garis pantai sekarang ini sebenarnya
berada di kontinen, sehingga setiap benua
dikelilingi oleh sisi yang tergenang, dengan lebar
yang bevariasi, dan dinamakan paparan benua,
continental shelf. Dalam geologi, batas
cekungan samudera bukan garis pantai
melainkan tempat dimana lempeng samudera
bertemu dengan lempeng benua. Dan ujungnya
ada di dasar lereng benua, continental slope.
Continental rise berada pada dasar lereng
benua, daerah yang lerengnya melandai dimana
lantai cekungan samudera bertemu dengan
benua
Daerah ini sebenarnya termasuk bagian dari
lantai cekungan samudera, tetapi merupakan
daerah tersendiri karena dasarnya kerak
samudera dan tertutup oleh tumpukan tebal
material hasil erosi dari benuanya.
Beberapa dari batas benua bersatu dengan
ujung lempeng tektonik. Dan ada juga benua
lainnya yang berada di tengah lempeng sehingga
batasnya jauh dari ujung lempeng.
Gradient Suhu bumi
Sejak bumi mulai terbentuk, secara teoritis
suhunya akan menurun. Dari gumpalan awan
gas yang pijar menjadi batuan yang padat,
seperti yang kini kita jumpai di permukaan.
Namun bagaimanakah keadaan suhu ke bagian
bawah permukaan bumi kita ini. Dari data hasil
pemboran dalam diketahui bahwa makin ke
dalam suhunya menjadi naik. Kenaikkan suhu
atau gradient temperature, atau gradient
geothermal ini tidaklah sama pada setiap
tempat, setiap turun 1 km. suhu akan naik antara
GAMBAR 2.7 Diagam samudera Atlantik (sebagian) yang disederhanakan dengan bentuk-bentuk utama topografinya. (Skinner, 1992)
Bab 2 / Planet Bumi
12
15°C sampai 75°C. Di daerah dekat gunung api
tentunya harga gradient ini lebih besar.
Gaya berat (gravity)
Meskipun bumi berputar pada porosnya, namun
benda-benda di atas permukaan bumi termasuk
kita, tidak terlempar ke angkasa. Mengapa ?
Hal ini akibat adanya gaya berat atau gaya
gravitasi-bumi atau gaya tarik bumi.
Gaya ini lebih besar dari pada gaya sentrifugal
akibat perputaran bumi, sehingga kita tidak
terlempar. Jadi gaya berat adalah gaya yang
bekerja pada suatu elemen massa (di
permukaan bumi) akibat gaya tarik massa bumi
(mengikuti hukum Newton). Gaya ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
perputaran bumi, topografi dan variasi densitas
dalaman bumi. Oleh karena itu besarnya gaya
gravitasi tidak sama pada setiap tempat. Ketidak
samaan ini dikatakan anomali gaya berat.
Gaya berat sangat berperan dalam dinamika
bumi, yang berpengaruh pada :
Pengaturan isostasi,
pemisahan bagian dalam (interior) bumi,
tektonik lempeng,
sistem aliran gaya berat (sungai, air tanah,
sirkulasi air di atmosfir, sedimentasi dan
sebagainya).
Kemagnetan Bumi
Bila kita hendak mengetahui arah dengan tepat,
maka kita melihat kompas, tanpa menyadari
mengapa jarum kompas selalu menunjuk Utara -
Selatan.
Yang terjadi adalah jarum kompas yang
bermuatan magnet terinduksi oleh medan
magnet bumi, yang saat ini kutub-kutubnya
miring 11° terhadap kutub bumi. Dan yang
menjadi pertanyaan adalah apakah di dalam
bumi teradapat magnet raksasa yang dapat
menimbulkan medan manget di bumi ?
Jawabnya “ya” dan “tidak”. Ya, karena didalam
bumi terdapat sumber medan magnet tersebut,
dan tidak, sebab sumber tersebut tidak
berbentuk batang atau tapal kuda (sebagai
lazimnya magnet yang kita kenal). Terjadinya
medan magnet di bumi masih belum
sepenuhnya terjawab, meskipun telah
dikemukakan beberapa hipotesa yang menarik.
Pada prinsipnya adalah perbedaan fasa dan
kecepatan perputaran antara inti dalam dan inti
luar, yang menimbulkan proses magneto
hidrodinamis. Beberapa hal yang harus
dijelaskan antara lain : (1) mempunyai dua kutub
yang letaknya berdekatan dengan kutub
geografi; (2) memperlihatkan variasi yang tidak
teratur, baik dalam posisi maupun polaritas; (3)
variasi-variasi tersebut tidak bersangkutan
dengan kerak bumi, jadi asalnya haruslah jauh di
dalam bumi.
Pandangan yang banyak diterima, yang mula-
mula diajukan seorang Perancis, Ampere, pada
tahun 1820 menyatakan bahwa medan arus
listrik dalam (bumi), mirip dengan yang terjadi
pada sekitar kawat yang dialiri arus listrik. Untuk
mempertahankan arus listrik yang diduga ada,
haruslah ada mekanisme yang menimbulkannya.
Inti yang kaya akan unsur besi dan nikel,
merupakan konduktor listrik yang baik dan
bagian luar inti yang cair memungkinkan sebagai
gerak mekanik untuk muatan listrik.
W.M. Elasser, seorang ahli fisika, pada tahun
1939 mengemukakan hipotesa dinamo. Interaksi
gerak dan arus listrik di dalam inti bagian luar
dapat menghasilkan dan mempertahankan
medan magnet. Goyangan sumbu perputaran
bumi bersama dengan efek Coriolis
(penyimpangan arah gerak yang seharusnya
akibat perputaran bumi) yang menggerakkan
dinamo tersebut. Medan magnet bumi
merupakan akibat langsung dari gerakan-
gerakan inti. Dan perputaran bumi
mempengaruhi orientasi dan kuat medan
magnet bumi.
Deklinasi dan inklinasi magnet
Kutub magnet bumi tidak sama dengan kutub
geografi, perbedaannya dinyatakan dalam
derajat sebagai deklinasi. Deklinasi (θ) untuk
setiap tempat di bumi tidak sama, tergantung
pada lokasinya.
Sudut yang dibentuk antara kuat medan magnet
dengan permukaan bumi, yang dianggap
Bab 2 / Planet Bumi
13
mendatar, disebut inklinasi (φ) seperti yang
terlihat dalam Gambar 2.8.
Isostasi
Pengalamam para juru ukur (surveyor) pada
saat melakukan pengukuran topografi di Peru
dekat pegunungan Chimborazo (Andes) pada
tahun 1735 dan kemudian juru ukur lain dekat
pegunungan Himalaya pada tahun 1855,
memberikan hal yang sama. Yaitu unting-
untingnya selalu tidak tepat, tertarik ke arah
massa pegunungan, sehingga hasil
pengukurannya lebih kecil dibandingkan dengan
yang diperhitungkan. Pratt, seorang ahli geodesi
dan Airy seorang ahli astronomi menyelesaikan
masalah ini dengan memperhitungkan adanya
massa di bawah pegunungan. Isostasi dapat
diartikan keseimbangan. Adanya tinggian atau
pegunungan, oleh Pratt diperhitungkan adanya
perbedaan densitas. Untuk mencapai
keseimbangan maka densitas yang lebih kecil
akan menonjol ke atas.
Sedangkan Airy, untuk mencapai keseimbangan
perlu adanya “akar” di bawah pegunungan,
Gambar 2.9. Dapat dibayangkan sebagai
sebongkah es terapung di atas air. Besar es di
atas permukaan air sama dengan yang berada
di bawah permukaan air.
Demikian juga halnya dengan lapisan terluar
bumi, yang terapung di atas selubung, dan kerak
benua lebih tebal dibandingkan dengan kerak
samudera.
Siklus muka Bumi
Bumi tidak diam. Maksud diam disini adalah
tidak bergerak. Kita tahu bahwa adanya siang
dan malam akibat bumi berputar pada
sumbunya.
GAMBAR 2.8 Kuat medan magnet F dengan komponen-komponennya, H pada bidang horizontal, Z pada bidang
vertikal. Deklinasi θ (pada bidang horizontal) dan Inklinasi
φ (pada bidang vertikal)
GAMBAR 2.9 Isostasi merupakan gejala universal kerak bumi untuk stabil pada keseimbangan gravitasi. Perbedaan densitas dan ketebalan dapat menyebabkan keseimbangan isostasi (isostatic adjustment) kerak bumi. (A) Pratt beranggapan bahwa pegunungan lebih tinggi karena komposisinya lebih ringan dari dataran sekelilingnya. (B) Airy berpendapat bahwa pegunungan mempunyai densitas yang sama dengan sekitarnya. Dan lebih tinggi karena lebih tebal, mempunyai akar. (W.K. Hamblin, 1985)
Bab 2 / Planet Bumi
14
GAMBAR 2.10 Diagram memperlihatkan siklus lapisan terluar bumi; magma bergerak naik dari astenosfir pada pusat pemekaran di lantai samudera , mendingin dan membentuk litosfir baru yang ditutupi oleh kerak samudera. Adanya material baru, mendorong litosfir lama (yang terbentuk lebih dulu) menjauhi pusat pemekaran (arah panah) dan kemudian tenggelam kembali kedalam astenosfir, pada zona subduksi dimana dipanaskan kembali dan bercampur kembali dengan selubung. Terjadinya lelehan parsial menghasilkan magma dan membentuk busur volkanik sejajar palung samudera (Skinner, 2004).