hukuman pidana pasal ‗‘Makar‘‘. Tindakan pidana makar merupakan suatu fenomena yang ada dalam suatu Negara. Hal ini juga disebut kejahatan konvensional, yang telah ada sejak dulu. Makar merupakan kejahatan terhadap keamanaan negara dan termasuk dalam delik politik. Makar memiliki unsur yang sama dengan percobaan, yaitu niat dan permulaan pelaksanaan. Perbedaannya, pada makar tidak ada alasan penghapus penuntutan. Pada percobaan, bila pelaku membatalkan niat jahatnya maka hapuslah penuntutan pidana terhadap perbuatan tersebut. Perbedaan lainnya, makar memiliki kekhususan pada objeknya. Objek makar yaitu : 1. Presiden dan Wakil Presiden 2. Kedaulatan Negara 3. Pemerintah Apabila gerakan makar berhasil dilakukan dan didukung oleh rakyat, maka makar dijadikan sumber hukum abnormal. Jika, gerakan makar gagal maka sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana makar sebagaimana tercantum dalam KUHP, yaitu pasal 104 tentang serangan terhadap presiden atau wakil presiden, pasal 106 tentang separatisme atau usaha memisahkan diri dari Negara Kesatuan Indonesia dan menundukkan diri pada negara lain (yang menjadi objek dalam pasal ini adalah kedaulatan negara), pasal 107 tentang usaha menggulingkan Pemerintahan dengan maksud ingin menggantikan posisi orang yang di gulingkan, pasal 108 tentang melawan terhadap pemerintahan yang sah tanpa maksud ingin menggantikan posisi dan perlawanan ini menggunakan senjata, serta pasal 110 tentang konsipirasi dengan hukuman kurungan sekurang-kurangnya 10 – 20 tahun. ....Bersambung ke Hal. 3..... Secara kasat mata, kualitas demokrasi Indonesia saat ini mengalami ujian yang cukup berat. Dalam kurun beberapa tahun belakangan ini, tercatat berbagai gerakan penyampaian pendapat dari warga Negara mengalami tekanan baik bersifat pembubaran, pelarangan bahkan kriminalisasi dengan menggunakan hukum pidana. Dalam pidana tersebut memanfaatkan berbagai pasal-pasal haatzaai artikelen (hukum produk kolonial Belanda yang masih di Indonesia) dan lese majesty serta pasal-pasal “karet” lainnya yang masih berlaku dalam hukum positif Indonesia. Tindakan-tindakan tersebut secara massif dilakukan dalam upaya membungkam kritik yang dilakukan oleh warga negara di Indonesia khususnya oleh aktivis mahasiswa dan pemuda pro - demokrasi. Tindakan pembungkaman atas kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam kurun beberapa waktu dari era 1990‘an – hingga sekarang terus menghantam aktivis mahasiswa dan pemuda di Papua. ―Kejahatan‖ apa yang mereka lakukan? mereka tidak mencuri barang tetangga atau di toko. mereka tidak mencuri triliunan uang rakyat. Mereka juga tidak merusak harta benda orang lain atau menyerang seseorang secara fisik. mereka tidak memperkosa, menyiksa, ataupun membunuh seseorang. mereka tidak melakukan pengeboman terhadap masyarakat yang tidak berdosa. Mereka hanya menyampaikan aspirasi secara damai tanpa menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Tapi, mereka harus dijerumuskan ke dalam bui. Beberapa penjara di Papua, tahanan politik yang lebih sering mendapatkan kekerasan di dalam penjara. Tahanan politik di Papua diberikan stigma ‗‘separatis‘‘. Jumlah tahanan politik di Papua paling banyak dikenakan dengan Dibalik Penjara Hanya Untuk Keadilan B ERANI , CERDAS & MEMIHAK RAKYAT Website: http://gardapapua.org Blog. http://gardapapua.blogspot.com Email: [email protected]Dok: Sasori86 Edisi: 03 Mei - Juni 2010 BuletinWene Para Tahanan Politik , kasus Wamena 4 April 2003 di Lapas Biak Harga Cetak : 6000
Tentang Kekerasan Negara terhadap tahanan Politik Papua
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
hukuman pidana pasal ‗‘Makar‘‘.
Tindakan pidana makar
merupakan suatu fenomena yang
ada dalam suatu Negara. Hal ini
j u g a d i s e b u t k e j a h a t a n
konvensional, yang telah ada sejak
dulu. Makar merupakan kejahatan
terhadap keamanaan negara dan
termasuk dalam delik politik.
Makar memiliki unsur yang sama
dengan percobaan, yaitu niat dan
p e r m u l a a n p e l a k s a n a a n .
Perbedaannya, pada makar tidak ada
alasan penghapus penuntutan. Pada percobaan, bila pelaku
membatalkan niat jahatnya maka hapuslah penuntutan
pidana terhadap perbuatan tersebut. Perbedaan lainnya,
makar memiliki kekhususan pada objeknya.
Objek makar yaitu :
1. Presiden dan Wakil Presiden
2. Kedaulatan Negara
3. Pemerintah
Apabila gerakan makar berhasil dilakukan dan
didukung oleh rakyat, maka makar dijadikan sumber
hukum abnormal. Jika, gerakan makar gagal maka sanksi
hukum bagi pelaku tindak pidana makar sebagaimana
tercantum dalam KUHP, yaitu pasal 104 tentang serangan
terhadap presiden atau wakil presiden, pasal 106 tentang
separatisme atau usaha memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Indonesia dan menundukkan diri pada negara
lain (yang menjadi objek dalam pasal ini adalah
kedaulatan negara), pasal 107 tentang usaha
menggulingkan Pemerintahan dengan maksud ingin
menggantikan posisi orang yang di gulingkan, pasal 108
tentang melawan terhadap pemerintahan yang sah tanpa
maksud ingin menggantikan posisi dan perlawanan ini
menggunakan senjata, serta pasal 110 tentang konsipirasi
dengan hukuman kurungan sekurang-kurangnya 10 – 20
tahun.
....Bersambung ke Hal. 3.....
Secara kasat mata, kualitas
demokrasi Indonesia saat ini
mengalami ujian yang cukup
berat. Dalam kurun beberapa
tahun belakangan ini, tercatat
berbagai gerakan penyampaian
pendapat dari warga Negara
mengalami tekanan baik
b e r s i f a t p e m b u b a r a n ,
p e l a r a n g a n b a h k a n
k r i m i n a l i s a s i d e n g a n
menggunakan hukum pidana.
Dalam pidana tersebut
memanfaatkan berbagai pasal-pasal haatzaai artikelen
(hukum produk kolonial Belanda yang masih di
Indonesia) dan lese majesty serta pasal-pasal “karet”
lainnya yang masih berlaku dalam hukum positif
Indonesia. Tindakan-tindakan tersebut secara massif
dilakukan dalam upaya membungkam kritik yang
dilakukan oleh warga negara di Indonesia khususnya oleh
aktivis mahasiswa dan pemuda pro - demokrasi.
Tindakan pembungkaman atas kebebasan
berpendapat dan berekspresi dalam kurun beberapa waktu
dari era 1990‘an – hingga sekarang terus menghantam
aktivis mahasiswa dan pemuda di Papua.
―Kejahatan‖ apa yang mereka lakukan? mereka tidak
mencuri barang tetangga atau di toko. mereka tidak
mencuri triliunan uang rakyat. Mereka juga tidak merusak
harta benda orang lain atau menyerang seseorang secara
fisik. mereka tidak memperkosa, menyiksa, ataupun
membunuh seseorang. mereka tidak melakukan
pengeboman terhadap masyarakat yang tidak berdosa.
Mereka hanya menyampaikan aspirasi secara damai tanpa
menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Tapi, mereka
harus dijerumuskan ke dalam bui.
Beberapa penjara di Papua, tahanan politik yang lebih
sering mendapatkan kekerasan di dalam penjara. Tahanan
politik di Papua diberikan stigma ‗‘separatis‘‘. Jumlah
tahanan politik di Papua paling banyak dikenakan dengan
(Indonesia), Auung San Suu kyi (Burma), dan Xanana Gusmao
(Timor Leste) justru menjadi besar dan berhasil menjadi simbol perla-
wanan rakyat terhadap kekuasaan otoriter dan menindas dengan
membayar konsekwensi mendekam dalam sel tahanan yang sempit
pengap, dan dingin.
Penjara memang bisa memasung jiwa dan raga namun takkan
bisa memasung dan membelenggu serta membungkam pikiran dan
kebenaran yang mereka suarakan.***
EDITORIAL 2
Wene ... adalah sebuah kata dalam bahasa suku Dani, Nduga dan beberapa suku
serumpun, yang artinya bicara atau khabar. Melalui buletin Wene, kita bicara tentang
masalah yang kita hadapi, jati diri kita, dan bicara tentang apa kerja kita
Mulia Yang Terhina Maraknya kriminalitas terhadap aktivis dan pejuang demokrasi atas
nama martabat negara cukup menyedihkan bagi sebuah bangsa yang
baru merasakan kebebasan berekspresi. Penghianatan dan penging-
karan terhadap hak sipil dan hak politik terjadi terang-terangan. Jami-
nan kebebasan warga Negara berekspresi dalam UU Dasar 1945 dan
diperjelas dalam UU No 12 tahun 2005 sebagai konstitusi tertinggi yang
menjamin hak sipil politik warga Negara, justru diingkari terang-
terangan dengan praktek-praktek kekerasan dan pemasungan hak-hak
tersebut melalui produk undang-undang KUHP yang derajatnya lebih
rendah dari UU dasar 1945. KUHP dan pasal-pasal karetnya dipakai
sebagai alat paling ampuh memenjarakan dinamika demokrasi dalam
semua ranah kehidupan.
Ketidakadilan penegakan hukum di Indonesia justru mencoreng
hakikat Negara ini sebagai Negara hukum karena praktek keberpihakan
hukum pada para penjahat yang sebenarnya merugikan bangsa dan
Negara terlihat jelas. Praktek hukum di Indonesia memang tidak jauh
dari gambaran Plato tentang hukum sebagai ‘jaring laba-laba’ yang
mampu menjerat penjahat-penjahat kecil namun tak mampu menjerat
para penjahat kelas kakap yang melenggang bebas dan tak mampu
tersentuh hukum.
Proses transisi menuju demokrasi di Indonesia, belum juga menampil-
kan sosoknya yang jelas. Kekhawatiran dan pertanyaan pun muncul,
‘apakah transisi di Indonesia memang sedang bergerak menuju sebuah
Negara yang demokratis atau bakal kembali ke sistem pemerintah
otoriter?
Pembangunan hukum yang seharusnya menjadi pembangunan
nilai-nilai kepastian hukum dan keadilan serta nilai kemanfaatannya
bagi kehidupan tiap warga Negara justru direduksi menjadi sekedar
memasukan ‘penjahat’ sebanyak-banyaknya dalam bui dan disalah
tafsirkan sebagai kesuksesan penegakan hukum. Padahal kesuksesan
dalam penegakan hukum justru terjadi jika jumlah mereka yang dilabeli
‘penjahat’ dan dikurung di balik jeruji besi semakin berkurang karena
dalam Negara demokrasi, seharusnya perlakuan terhadap para
tahanan justru dijadikan ukuran peradaban suatu bangsa, bukannya
keberhasilan untuk mempertahankan dan memelihara citra penegakan
hukum.
Protes dan kritik terhadap kekuasaan di Indonesia yang otoriter
justru ditabukan dan dipasung dengan memenjarakan para pelaku pro-
tes ke balik jeruji besi yang mendapat istilah resmi dari pemerintah
sebagai Lembaga Pemasyarakatan (LP). Namun penjara dalam per-
spektif mana pun selalu di konotasikan sebagai kurungan, isolasi, dan
hilangnya kebebasan melakukan apapun walaupun penguasa mengar-
tikannya sebagai tempat rehabilitasi pemikiran maupun tindakan.
Dewan Redaksi: Anggota KPP, Pemimpin Redaksi: Saren Reporter: Saren, Nasta, Smadav, Kahar, Manwen, Sasori86, Don, Bovit, Ronda, Gepe-gepe dan Ramos. Distributor: Tong Semua.
Bersatu
Untuk
Pembebasan
Nasional
Dewan redaksi memohon maaf atas kesalahan cetak buletin Wene edisi ke 3 (tiga) pada tanggal 16 Juni 2010 yang telah disebarkan. Atas perhatian, Kami mengucapkan terima kasih
FOKUS 3
....Sambungan dari H. 1.
Saat ini ada 24 tahanan politik kasus makar di Papua
yang divonis dengan hukuman pidana setelah
menyampaikan ekspresi secara damai dan menaikkan
bendera bintang kejora.
Kasus Wamena , 04 April 2003
Mereka ketika ditahan secara paksa oleh aparat
dengan tindakan kekerasan secara semena – mena. Hal
ini terjadi terhadap tahanan politik kasus pembongkaran
senjata markas kodim di Wamena. Penyisiran yang
dilakukan oleh aparat di Wamena kota dan sekitarnya
dalam kasus pembobolan gudang senjata markas kodim
1702/Wamena, dalam melakukan pengejaran TNI/POLRI
melakukan penyisiran dan penangkapan sewenang –
wenang kepada masyarakat sipil dan mereka yang
dituduh melakukan pembobolan gudang senjata diminta
untuk menandatangani surat penahanan secara paksa.
Dalam hasil penyisiran aparat sengaja menangkap
masyarakat sipil yang tidak bersalah berjumlah 9 orang.
Dalam penangkapan tersebut 9 orang yang ditahan
mengalami penyiksaan yang sangat berat saat berada
dalam tahanan polres Wamena. Mereka disiksa dan
dipukul sehingga menyebabkan salah satu dari mereka
yaitu Yapenas Murib, umur 32 tahun, meninggal akibat
penyiksaan oleh TNI/POLRI didalam tahanan polres
Wamena. 8 tahanan ini dituduh telah melakukan
pembobolan gudang senjata dan hukuman vonis yang
diberikan oleh pengadilan dikenakan dengan pasal makar
yang tuntutan hukumannya yaitu 3 orang dengan tuntutan
hukuman seumur hidup dan 5 orang dengan tuntutan
hukuman 20 tahun. Namun, salah satu dari mereka yang
mendapatkan hukuman 20 tahun melarikan diri dari
lapas Wamena yaitu Des Wenda umur 25 tahun.
Ketakutan dari Pemerintah Indonesia dan TNI/POLRI
melihat bahwa salah satu dari tahanan ini melarikan diri,
maka 6 orang diantara mereka dipindahkan ke lapas
Abepura,15 Desember 2004. Satu dari mereka tetap
tinggal di lapas Wamena yaitu Kanius Murip umur 65
tahun dengan hukuman seumur hidup.
Dalam pemindahan para tahanan di lapas Abepura,
sempat terjadi perlawanan antara masyarakat Wamena
dan aparat, masyarakat Wamena menginginkan agar
mereka tetap berada di Lapas Wamena. Didalam lapas
Abepura sendiri terjadi kelebihan penghuni. Pada 17
Desember 2004, ke-enam tahanan politik ini di
pindahkan ke Lapas Gunung Sari Makassar. Merasa jauh
dari keluarga membuat mereka tidak pantang – menyerah
dalam menjalani masa hukuman dibalik terali besi, di
Lapas itu sendiri mereka tidak pernah diperlakukan buruk
oleh petugas maupun sipir penjara dan selalu
diperhatikan oleh para aktivis Papua yang menimbah
ilmu di kota Makassar yang sering melakukan kunjungan
seminggu. Dalam pelayanan medis, salah satu tahanan
politik tidak mendapatkan fasilitas yang memadai sehingga
terlambat diberikan pertolongan, akhirnya Michael Haselo
meninggal dunia, 28 Agustus 2007. Jenazahnya dikirimkan
pulang ke Wamena.
Dengan melihat kondisi tahanan yang meninggal, para
aktivis Papua di Makassar mendesak agar beberapa tahanan
politik yang ada di Lapas Gunung Sari Makasar untuk
segera dipindahkan ke Papua. Karena, tidak ingin terjadi
kasus yang sama seperti Michael Haselo. Desakan ini
didengar oleh Menteri Hukum dan Ham, Andi Mattalatta.
Sehingga, 5 (lima) tahanan politik ini dipindahkan ke
Biak ,31 Januari 2008. Juga 2 (dua) tahanan dipindahkan ke
Lapas Nabire, 3 Maret 2008.
Kasus Pengibaran Bintang Kejora, 01 Desember
2004.
Filep Karma berasal dari Biak, 50 tahun. Dia menjadi
narapidana politik kasus pengibaran bendera Bintang Ke-
jora di Lapangan Trikora, Abepura dengan hukuman 15
tahun penjara dan dikenakan pasal makar yang juga
mendapatkan perhatian dari Amensty International yang
menyebutkan bahwa dia adalah tahanan hati nurani yang
berjuang dan berdemokrasi secara damai.
Kekerasan terhadapnya, terjadi dari awal penangkapan,
Filep Karma, Tapol Papua
sambil mengenggam dan meninju mata sebelah kiri
Ferdinand hingga berdarah. Matanya buta disebelah kanan,
dan sampai saat ini Ferdinand tidak diperhatikan hampir 1,8
tahun. Kalapas Abepura yang lama, Anthonius Ayorbaba
menganggap ini masalah kecil, tanpa berpikir bahwa
mereka telah menghilangkan salah satu mata manusia.
Kasus, Aksi Damai 16 Oktober 2008
Buchtar Tabuni berasal dari Wamena, 30 tahun.
Dakwaan yang diberikan adalah ‗‘Makar‘‘. Pemukulan
Buchtar Tabuni terjadi pada 28 Januari 2009 dan 27
November 2009. Dia mendapat perlakuan penyiksaan, 28
Januari 2009 oleh seorang petugas Lapas
Abepura ,Adrianus Sihombing. Pemukulan pada bagian
pelipis mata sebelah kiri mengeluarkan darah dan tanpa
diobati. Kemudian dipindahkan kembali ke tahanan Polda
Papua, guna menyembunyikan tindakan kekerasan tersebut
dari kedatangan Andi Mattalatta, Menteri Hukum dan
HAM RI yang berkunjung pada 29 Januari 2009.
Pemukulan kedua, 27 November 2009 karena
mengeluhkan pemadaman air yang hampir tiga hari di
Penjara Abepura dan dia dipukul oleh dua anggota TNI
yang saat itu sedang masa tahanan di tempat yang sama.
Kekerasan di Lapas Abepura
01 Febuari 2009, beberapa tahanan politik yang
melihat Buchtar dipindahkan ke Tahanan Polda Papua,
contohnya Yusak Pakage, meminta tanggung jawab dari
petugas, Adrianus Sihombing, yang melakukan pemukulan
terhadap Tabuni. Adrianus merasa tersinggung dan
mendorong Yusak sehingga kacamatanya pecah dan patah
juga pelipis sebelah kirinya mengeluarkan darah. Petugas
Lapas (Elly Awie, Yahya Apnawas, Pineas Kubia dan
Pecky Wanda) pada malam hari datang ke sel tahanan
Yusak dan petugas memaksa dia untuk mencopoti pakaian
yang dikenakan. Dengan berbadan kosong dia dipindahkan
ke sel isolasi bersama beberapa tahanan politik lainnya,
yaitu; tahanan politik lain yaitu: Selpius Bobii, Chosmos
Yual, Elias Tamaka, Nelson Rumbiak, dan Ricky Jitmau.
Dalam sel isolasi selama 4 hari, mereka tidur diatas lantai
semen yang penuh dengan kotoran manusia, berbau, tidak
ada cahaya matahari, gelap, tidak diberikan makan selama
dan hari dan pada hari ketiga mereka diberikan makanan.
Pada saat itu petugas Lapas juga mengeledah dan
membongkar kamar para tahanan. Petugas membakar
transkrip nilai dari smenster I – VII dan skripsi milik Elias
Tamaka salah satu aktvis kasus 16 Maret 2006, juga Ijasah
strata – 1(S1) beserta paspor milik Yusak Pakage dibakar di
Lapangan oleh Petugas Lapas ; Yosef Yembise, Gustav
Rumakewi , dan Irianto Pakombong.
Kepala seksi pembinaan dan pendidikan, Yosef
Yembise,SH.M,Hum. Dia memukul dan meninju Nelson
FOKUS 4
Filep Karma, kasus 01 Desember 2004 .
Tahanan Politik Papua
dia dipukul dengan rotan dikepala dan tangannya
dipelintir kebelakang oleh aparat keamanaan yang
menangkapnya pada 01 Desember 2004, Dalam aksi
damai pengibaran bendera Bintang Kejora. Pada maret
2005, dia dipukul oleh salah satu petugas Lapas,
Abraham Fingkreuw pada bagian pelipis kanan dan
kepala bagian belakang. Pada saat dia mengalami kendala
kesehatan pada tanggal 06 Agustus 2009, dia tidak
diberikan pelayanan medis yang memadai. Bahkan,
seminggu merasakan kesakitan di dalam penjara. Dia
dilarikan ke RSUD DOK II, 18 Agustus 2009. Dari
keterangan dokter yang menanganinya, dia menderita
pembesaran pada ginjal kiri dan kanan dan harus dirujuk
di RS PGI Cikini - Jakarta namun sampai saat ini masih
berada di Jayapura karena belum ada tindakan dari
Kakanwil Departemen Hukum dan HAM Provinsi Papua
untuk kelanjutan perawatan medisnya ke Jakarta.
Kasus 16 Maret 2006
Ferdinand Pakage berasal dari Nabire, 23 tahun, kini
menjadi narapidana politik. Dia adalah korban penyisiran
kasus Abepura 16 maret 2006. Hukuman pidana yang
diberikan padanya adalah 15 tahun dan dituduh
membunuh seorang petugas kepolisian pada saat
bentrokan demonstrasi terjadi. Dia mengalami kebutaan
dimata sebelah kanan. 22 Sepetember 2008, Dia dipukul
secara bergiliran oleh tiga orang petugas Lapas yaitu:
Victor Apono, Herbert Toam dan Gustaf Rumaikewi.
Tanpa sadar, Herbert Toam memegang anakan kunci
Ferdinand Pakage, Tahanan Politik Kasus 16 Maret 2006
Mata kanan cacat permanen akibat penyiksaan Petugas Lapas Abepura
Dok. Sasori 86
FOKUS 5
Rumbiak , Chosmos Yual dan beberapa tahanan lainnya
tepat dikepala bagian belakang. Karena Yusak masih
merasakan sakit sejak pemukulan awal yang terjadi dan
tidak bisa berdiri dengan kedua kakinya secara baik,
Yusak diseret seperti hewan dilantai sambil menarik
tangan dan rambutnya oleh petugas.
Tekanan psikologis juga terjadi kalapas Abepura,
Ayorbaba mengancam ‘‘tahanan politik akan di
pindahkan ke tahanan militer‘‘.
Kondisi penjara di Papua
Kondisi yang terjadi di Indonesia diakhir tahun
2005 bahwa seluruh rumah tahanan dan penjara di
Indonesia sudah tidak layak huni karena kelebihan
penghuni. Dapat disamakan juga dengan kondisi
beberapa penjara di Provinsi Papua. sangat
memprihatinkan dan masuk dalam kondisi tidak layak.
Penjara yang layak hanya ada di lapas narkotika Doyo –
Baru (Sentani) dan Lapas Nabire. Penjara yang tidak
layak huni, Misalkan :
Lapas Abepura : bangunan dan plafon sudah sangat
rendah sehingga penghuni narapadina di dalam
sangat sulit mendapatkan udara dan sinar matahari
dan juga kondisi air yang sering mati sampai berhari
– hari.
Lapas Timika : tidak ada listrik dan sering memakai
genset kalau lampu mati sore hari.
Lapas Merauke : kalau pada saat hujan air sudah
masuk sampai ke dalam kamar – kamar penghuni.
Kekerasan secara fisik dan non – fisik dilakukan
oleh para petugas terhadap tahanan politik didalam lapas
Abepura. Pembiaran terhadap Ferdinand Pakage dan
Filep Karma merupakan salah satu pelanggaran HAM
dalam bidang kesehatan. Padahal UU No 12/1995
tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan bertanggungjawab atas
kesehatan semua narapidana dalam berbagai penjara
Indonesia.
Hak – hak para tahanan di Papua sangat diabaikan
dan juga mendapat perlakuan yang sangat buruk dari
petugas Lapas. Hal ini juga tidak ada tanggung jawab
dari pemerintah maupun Departemen Hukum dan HAM
bagi para pelaku – pelaku kriminal yang melakukan
kekerasan didalam tahanan.
Patrialis Akbar, Menteri Hukum dan Ham. Dalam
kunjungannya ke Lapas Mataram, 5 desember 2009. Dia
mengatakan ‗‘hak-hak dasar yang paling utama harus
diperoleh oleh para penghuni Lapas adalah kebutuhan
air, makanan dan jaminan kesehatan. Selain itu,
pihaknya juga sudah melakukan pembicaraan dengan
beberapa menteri seperti Menteri Kesehatan, Menteri
Pendidikan Nasional, serta Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi untuk bekerjasama dalam memberikan
pelayanan dan pembinaan kepada penghuni Lapas‘‘.
Dalam bidang kesehatan, Menteri Hukum dan HAM
juga bekerjasama dengan Menteri Kesehatan dalam hal
pemberian pelayanan perawatan dan pengobatan kepada
penghuni Lapas yang mengalami gangguan kesehatan secara
gratis di rumah sakit umum (RSU) milik pemerintah. Tapi,
ini tidak berjalan sebagaimana baiknya di tiap – tiap lapas di
provinsi Papua. Desakan dari pihak Internasional bergulir
untuk Indonesia agar membebaskan tahanan politik Papua
tanpa syarat dan memberikan kebebasan berekspresi, bagi
para aktivis pemuda dan mahasiswa pro demokrasi—Papua.
(Sasori86)
Doc. Nasta
HAK UNTUK DEMOKRASI ATAU KEBEBASAN
BEREKSPRESI SUDAH DIJAMIN OLEH UNDANG-
UNDANG NO. 9/1998 DAN UUD 1945
PASAL 28E AYAT 3.
STOP PENJARAKAN AKTIVIS PAPUA YANG BERANI
MENGUNGKAPKAN PIKIRAN DAN PENDAPAT
MEREKA BUKAN SEPARATIS DAN MAKAR.
MEREKA ADALAH PAHLAWAN KEADILAN!!!!
MULUT KAMI DIBUNGKAM OLEH PRODUK HUKUM PENJAJAH
Kebebasan berekspresi punya peran sangat mendasar
dalam demokratisasi. Demokrasi adalah sebuah sistem
politik dimana masyarakat memilih sendiri pemerintah
yang mereka inginkan dan agar pilihan masyarakat
tersebut merupakan pilihan yang dibuat rasional
berdasarkan informasi dan bermakna, maka perlu ada
kebebasan berekspresi.
Kebebasan berekspresi penting karena membuka pintu
untuk terjadi pertukaran pemikiran, diskusi yang sehat dan
perdebatan yang berkualitas. Kemudian, dengan adanya
jaminan terhadap kebebasan berekspresi memastikan
munculnya gagasan serta terobosan yang dibutuhkan demi
2. Front persatuan tidak hanya mengangkat satu isu atau
persoalan saja (secara parsial) tetapi harus menjadi
suatu front yang sanggup mengakomodir dan men-
ghubungkan suatu isu atau persoalan dengan persoa-
lan lainnya (komprehensif). Suatu front persatuan,
harus sanggup menemukan penyebab objektif atau
akar masalah dari semua persoalan yang ada, ke-
mudian sanggup menemukan jalan keluar (solusi)
persoalan tersebut. Selain itu, front tersebut harus
sanggup untuk terus memperjuangkan solusi-solusi
yang ditemukan dan terus memerangi penyebab ob-
jektif yang di temukan tersebut dengan kegiatan yang
sifatnya regular atau rutin.
3. Untuk itu, yang kita butuhkan adalah suatu front per-
satuan yang lebih strategis dengan melihat kaitan satu
isu yang diangkat oleh tiap front dengan isu lainnya
yang diangkat oleh front lain. Kemudian, melakukan
konsolidasi isu, konsolidasi organisasi dan memban-
gun suatu kesatuan gerak yang lebih maju, solid, serta
lebih programatik (tidak lagi sebatas isu, tapi sudah
sanggup melihat sebab yang lebih tinggi yang menye-
babkan munculnya isu atau persoalan-persoalan
yang di hadapi). Selain itu, front tersebut harus lebih
akomodatif dalam menghubungkan semua isu dan
tuntutan yang ada.
4. Front tersebut seharusnya berbasiskan kesadaran
kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok
yang sedang berjuang, dan juga mengakomodasi
kesadaran lain yang berupa solidaritas atau simpati.
Misalnya front yang mengusung isu solidaritas Tapol/
Napol seharusnya berisi kelompok-kelompok bukan
hanya organisasi Tapol/Napol saja tetapi juga indi-
vidu atau kelompok yang bersimpati atau memberi
dukungan terhadap isu atau persoalan tersebut.
(Smadav)
-------- ## -------
sih banyak kelemahan-kelemahan dalam proses pem-
bangunan Front yang terjadi di Papua saat ini. Kele-
mahan-kelemahan tersebut antara lain:
Kesatu, belum mempunyai mekanisme demokratik
sebagai sebuah front persatuan. Tidak mungkin kita
membangun dan mengharapkan sebuah front persatuan
akan berubah secara dialektis menjadi sebuah kekuatan
politik alternatif rakyat Papua, jika kita mengabaikan
mekanisme demokrasi di dalam front tersebut. Singkat-
nya jika tidak ada demokrasi, maka tidak ada dukungan
rakyat dan rakyat tidak akan merasa memiliki terhadap
front tersebut. Akibatnya sudah pasti yaitu front terse-
but tidak bias menjadi alat perjuangan, bahkan menjadi
alat alternatif politik perjuangan bagi rakyat Papua.
Kedua, masih berjuang sebatas suatu isu tertentu.
Tidak mungkin suatu front persatuan akan mendapat
dukungan mayoritas rakyat Papua, jika front tersebut
hanya memperjuangkan satu isu/persoalan saja. Karena
seluruh rakyat Papua punya persoalannya masing-
masing yang artinya seluruh rakyat Papua punya ke-
pentingan terhadap penyelesaian persoalannya. Oleh
karena itu, perlu dihubungkan antara satu isu/persoalan
dengan persoalan lainnya. Kemudian menemukan se-
buah penyebab dari persoalan-persoalan yang ada, dan
mencari jalan keluarnya dan kemudian mewujudkan
jalan keluar tersebut.
Ketiga, Front yang terbangun relatif tidak meluas
karena anggotanya masih sama saja. Hal ini berhu-
bungan dengan dua persoalan di atas yaitu persoalan
demokrasi dalam front tersebut dan juga persoalan me-
luaskan tuntutan dan kemampuan suatu front untuk
mengkaitkan suatu tuntutan dengan tuntutan lainnya.
Artinya, semakin demokratis suatu front persatuan,
maka front tersebut makin sanggup mengakomodir ber-
macam-macam isu atau persoalan rakyat yang ada.
idealnya, front yang terbangun semakin sanggup me-
luaskan strukturnya, sehingga makin luaslah front
tersebut. Jika hal tersebut diatas terpenuhi, maka secara
dialektis front yang terbangun sanggup menyediakan
syarat-syarat untuk menjadi alternatif politik bagi selu-
ruh isu/persoalan rakyat Papua yang ada.
Keempat, belum sanggup mendorong pengorgan-
isiran sektor rakyat yang isunya di angkat. Sampai saat
ini front-front yang ada belum sanggup melibatkan sek-
tor-sektor rakyat yang berkepentingan terhadap isu/
persoalan yang di usung. Artinya front-front yang ada
hanya berisi orang-orang yang bersolidaritas terhadap
persoalan yang ada.
Kelima, struktur front yang terbangun belum me-
luas karena baru ada di kota Jayapura saja. Jika struk-
ARAH JUANG 9
OPINI 10
Penjara, sering disebut sebagai hotel prodeo – hotel
gratis atau cuma-cuma – merupakan tempat bagi orang-
orang yang melakukan tindakan melanggar hukum, masuk
dalam kategori penjahat, melakukan tindakan kriminal, dan
sebagainya. Singkatnya, siapapun yang pernah menginap di
hotel prodeo pasti mendapat label ‗penjahat, sampah
masyarakat, kriminal, tanpa melihat jenis kejahatan yang
dilakukan oleh mereka. Orang yang berada di balik jeruji
besi atau penjara sebenarnya dibedakan lagi dengan tahanan
– orang yang sudah ditahan oleh pihak berwajib namun be-
lum mendapat putusan pengadilan –, sedangkan hukuman –
orang yang sudah mendapat putusan hukum terhadap jenis
tindakan yang dilakukannya. –. Secara yuridisi normatif,
tahanan dan hukuman berbeda namun dalam realitas hukum,
keduanya diperlakukan tidak berbeda dan hal tersebut sudah
lumrah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Tahanan
atau narapidana politik (TAPOL/NAPOL) adalah salah satu
jenis hukuman yang biasanya mendekam dibalik bui. Aneh
memang jika di pikir secara logis bahwa tak ada kerugian
apapun yang ditimbulkan dari aktivitas para tahanan jenis ini
kecuali menjadi duri dalam daging bagi status quo para pen-
guasa. Aktivitas mereka (tapol) dianggap memiliki unsur
politis dan bisa mempengaruhi opini orang banyak, men-
yadarkan orang lain terhadap realitas sebenarnya yang beru-
saha ditutupi oleh pihak penguasa sehingga orang mulai sa-
dar untuk melakukan perlawanan terhadap sistem pemerin-
tahan yang melenceng atau keluar dari jalur yang seharus-
nya. Singkatnya, kesadaran nurani mereka yang kritis terse-
butlah yang kemudian menghantar mereka untuk mendekam
di balik jeruji besi.
Menahan dan memenjarahkan para ‗tukang kritik‘
tidak memiliki arti lain, selain memenjarakan, dan mem-
bungkam suara mereka supaya tidak didengar oleh orang
lain dan sekaligus membatasi perkembangan dinamika de-
mokrasi dan pendidikan politik di tengah-tengah rakyat. Hal
itu dikarenakan, para penguasa lebih suka menyelenggara-
kan pemerintahan sesuai keinginan dan kepentingan mereka
sehingga perbedaan pendapat apalagi kritik merupakan hal
yang sangat ditabukan karena akan menyuburkan bibit-bibit
perlawanan terhadap kekuasaan yang ada. Karena, pada
dasarnya pemerintah dimanapun selalu berfikir bahwa im-
perium kekuasaan yang ideal bagi mereka adalah imperium
diam, dimana rakyat hanya menjadi objek kekuasaan dan
dijadikan seperti sekawanan hewan yang melakukan apa saja
tanpa membantah, dan menerima apa saja yang disodorkan
pada mereka. Memang, tahanan politik dari manapun asal-
nya, selalu identik dengan orang yang melawan penguasa
yang diktator, anti demokrasi, dan korup serta menging-
kari hak-hak warga negaranya.
Tak beda halnya dengan Indonesia saat ini.
Meskipun angin reformasi belum lama berhembus dan
bisa dikatakan baru seumur jagung, namun kini cita-
citanya agar ruang-ruang demokrasi yang sekian lama
terpasung terbuka lebar tersebut kini dikhianati oleh
rezim-rezim yang justru lahir pasca reformasi. Pembung-
kaman, pemenjaraan ide-ide kritis, stigmatisasi
‗penjahat‘, semakin marak bahkan mulai menjadi trend di
kalangan para penegak hukum di Indonesia walaupun hak
warga negara di Indonesia diatur dengan jelas dalam un-
dang-undang Pasal 28D (1) ― Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum‖.
Pengkhianatan dan pengingkaran terhadap hak sipil dan
hak politik juga terjadi terang-terangan. Jaminan kebe-
basan warga Negara berekspresi dalam UU Dasar 1945
dan diperjelas dalam UU No 12 tahun 2005 sebagai kon-
stitusi tertinggi yang menjamin hak sipil politik warga
Negara, justru diingkari dengan praktek-praktek
kekerasan dan pemasungan hak-hak melalui produk un-
dang-undang KUHP yang derajatnya lebih rendah dari
UU Dasar 1945.
Realita yang sama juga terdapat di Papua semen-
jak dianeksasi secara paksa lewat Pepera 1969 yang cacat
hukum tersebut. Banyak orang Papua yang menjadi
tahanan politik bahkan diasingkan ke tempat-tempat lain
di luar Papua. Sejarah mencatat bahwa beberapa orang
yang terlibat dalam peristiwa di Markas Arfai, 28 Juli
1965, yang ditangkap kemudian diasingkan ke beberapa
daerah di Indonesia. Rekaman pemasungan hak politik
yang terjadi di Papua diantaranya: usaha penangkapan
terhadap group musik Black Brothers yang melakukan
protes lewat lagu-lagu kemudian harus lari meninggalkan
Papua dan berada di pengasingan hingga kini, atau
penangkapan sosiologi dan antropolog Arnold C. Ap
yang berakhir dengan penembakan dirinya (1984), ke-
mudian penahanan Tom Wanggai setelah pengibaran
bendera di Lapangan Mandala Jayapura (1988), penang-
kapan warga Biak pasca pengibaran Bintang Kejora yang
kemudian mengakibatkan operasi militer besar-besaran,
terkenal dengan kasus Biak Berdarah (6 Juli 1998), pena-
hanan dan penangkapan pelaku pembongkaran gudang
(Refleksi Kritis Terhadap Pemenjaraan Demokrasi di Papua)
(Ronda)
OPINI 11
senjata di Wamena (4 April 2003), penangkapan 4 aktivis
mahasiswa Papua di Jakarta pasca demonstrasi di depan
kedutaan Belanda dan Amerika (Desember 2000), pena-
hanan 4 aktivis Papua usai pengibaran Bintang Kejora di
Lapangan Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah (3 De-
sember 2003), penahanan Yusak Pakage dan Filep Karma,
pasca pengibaran Bintang Kejora di lapangan Trikora,
Abepura 2004, penangkapan dan penahanan Ferdinan Pak-
age dkk pasca aksi demonstrasi didepan Kampus Uncen ,
Jayapura (16 Maret 2006), penangkapan Zakharias Horota
dan Elias Weya (2008), penahanan Buchtar Tabuni (2009)
melawan ketidakadilan, pelanggaran HAM dan operasi
militer yang dijalankan di Papua dan juga masih banyak
lagi nama yang lain.
Apa yang salah dengan aktivitas mereka sehingga
mereka ditahan dan dijadikan tahanan politik? Protes ter-
hadap ketidakadilan, kasus-kasus pelanggaran HAM yang
terus terjadi di Papua, penebangan dan pengrusakan ling-
kungan serta hutan Papua atas nama Investasi, peminggiran
masyarakat Asli Papua, implementasi undang-undang yang
salah kaprah dan tumpang tindih (UU Otonomi Khusus dan
UU Pemekaran Wilayah) serta PP 77 yang memasang hak
politik masyarakat Papua, pengebirian produk UU Otsus
yang sarat dengan pelanggaran hak-hak dasar orang Papua,
justru mendapat label atau stigma sebagai separatis, dan
dijerat dengan pasal-pasal makar.
Sebagian tahanan politik tersebut sudah bebas, ada
yang mati dalam tahanan, ada yang sudah tak bisa kembali
lagi menginjakkan kakinya ke Papua, namun masih banyak
yang mendekam di prnjara. Sebagian besar dari mereka,
ditahan tanpa melalui prosedur hukum, kemudian mendapat
keputusan secara tidak adil tanpa pengadilan yang terbuka
dan transparan, bahkan sebahagian lagi masih terkatung-
katung nasibnya karena pengadilan belum memutuskan
lama hukuman mereka, namun mereka sudah diperlakukan
layaknya hukuman. Singkat kata, hukum Indonesia sama
sekali tak berpihak pada mereka karena kekerasan terhadap
mereka terus saja terjadi bahkan dalam penjara yang seha-
rusnya menjadi tempat mereka dibina. Lantas dimana bukti
bahwa negara Indonesia ini adalah negara yang menganut
sistem hukum, dimana hukum memegang kedaulan
tertinggi?
Penjara memang tempat mengasingkan dan mema-
sung kebebasan namun kita tak boleh melupakan satu
makna penting tentang penjara bahwa semakin banyak
tahanan politik di Papua berarti pihak pemerintah Indonesia
sedang menyembunyikan kebenaran, dan mereka tak ingin
masyarakat Papua sadar terhadap hak-hak mereka, dan juga
menunjukkan jenis pemerintahan yang otoriter dan militer-
istik yang diterapkan di seluruh tanah Papua. Hal tersebut
bisa terlihat jelas ketika orang Papua memprotes pengiri-
man militer yang melahirkan pelanggaran HAM besar-
besaran yang masih terus terjadi di Papua, pelarangan
jurnalis asing (luar negeri) untuk masuk ke Papua, depor-
tasi terhadap wartawan asing yang meliput demonstrasi
pemuda dan mahasiswa baru-baru ini, dan penangkapan
pelaku demonstrasi sampai tindakan kekerasan yang
menyebabkan kematian atau cacat seumur hidup.
Hal tersebut menjadi bukti bahwa mengharapkan
demokrasi di Negara yang hanya memakai kata de-
mokrasi sebagai tameng dan jargon politik untuk menda-
pat bantuan dan dukungan internasional adalah sia-sia
bahkan hal yang sangat mustahil. Realita tersebut seha-
rusnya menyadarkan kita, orang Papua, bahwa ada yang
salah di negara ini karena orang hanya berbicara dan
mengemukakan pendapat dan melakukan protes saja bisa
dianggap penjahat dan dikurung dalam penjara. Oleh
karena itu, jika kita, orang Papua, diseret masuk ke dalam
penjara dan menjadi tahanan politik karena menyuarakan
hak-hak kita maka kita tidak perlu malu atau takut tetapi
harus berbangga dan yakin bahwa apa yang kita suarakan
itu mulia dan benar adanya.
Kebebasan dan pemerintahan yang jujur, adil,
dan menghargai nilai kemanusiaan tidak bisa datang den-
gan sendirinya tetapi harus diperjuangkan dengan darah
dan air mata maupun penjara.
Jangan pernah takut untuk dimasukan ke dalam
penjara karena menyuarakan kebenaran, karena kebena-
ran bisa disalahkan tetapi takkan pernah dikalahkan. Wa-
TAHANAN POLITIK MENYUARAKAN ASPIRASI RAKYAT PAPUA UNTUK
KEADILAN
Stop Kekerasan
dan diskriminasi
terhadap Tahanan
Politik Papua
BOM SELEBARAN 12
Rakyat Papua adalah subjek dari cita-cita Papua Merdeka
Bangun alat/lembaga politik dan pemerintahan sendiri, diluar NKRI
Kemerdekaan tidak datang karena kebaikan atau rasa kasihan orang lain atau karena kita menunggu. Tapi datang karena kita, Rakyat Papua, mau memperjuang-kannya. Kita, rakyat Papua, adalah subjek/pelaku dari cita-cita Papua merdeka tersebut.
Kemerdekaan tidak datang dari lembaga-lembaga politik dan pemerintahan NKRI seperti MPR, DPR RI, DPD RI, Presiden, DPRP, Gubernur, MRP, DPRD Kota/Kabupaten, Bupati, partai-partai politik NKRI, or-ganisasi-organisasinya NKRI, dll. Karena semua lembaga itu adalah milik NKRI, yang mengabdi kepada kepentin-gan NKRI.
Tapi kemerdekaan Papua datang karena rakyat Papua mau membangun alat/lembaga politik dan pemerin-tahanya sendiri, diluar semua alat/lembaga politik dan pemerintahan NKRI. Seperti apakah alat/lembaga politik dan pemerintahan itu? Kita bisa lihat beberapa contoh: CNRT di Timor Leste, PLO di Palestina, PAIGC di Guinea Bisau, dll
Alat/lembaga politik dan pemerintahan rakyat Papua dapat di bangun jika rakyat Papua mau mengor-ganisasikan perjuangan/perlawanannya. Jadi dimulai dengan BERORGANISASI. Bangun organisasi perjuan-gan/perlawanan. Apa saja yang harus diperjuangkan? Yang harus di perjuangkan adalah segala hal yang dalam kesadaran politik kita seharusnya ada agar hidup kita lebih baik. Contohnya kita menuntut kemerdekaan Papua, karena kita sadar bahwa itu adalah hak kita untuk menentukan nasib kita sendiri. Kita tuntut agar
mama-mama pedagang Papua diberikan pasar khusus, karena dengan adanya pasar tersebut mereka bisa dilatih untuk lebih terampil dan sanggup bersaing. Kita tuntut pendidikan dan kesehatan gratis, karena kita sadar hal itu akan membantu kita untuk maju dan berkembang, kita tuntut agar masyarakat adat Papua dimampukan/diberdayakan untuk mengelolah sumber daya nya sendiri karena kita yakin dengan hal itu masyarakat adat tidak tersingkir dari tanah adat-nya, dll.
Kemudian dengan adanya organisasi-organisasi per-juangan/perlawanan tersebut kita bisa membangun suatu FRONT PERSATUAN/Koalisi/Aliansi yang terdiri dari organisasi-organisasi perlawanan tersebut. FRONT PERSATUAN/Koalisi/Aliansi tersebut adalah tempat kita melatih diri kita dan terus menerus memajukannya sehingga FRONT PER-SATUAN/Koalisi/Aliansi sanggup mengemban tu-gasnya sebagai alat/lembaga politik dan pemerin-tahan kita yaitu alat/lembaga politik dan pemer-intahan seluruh rakyat Papua.
Alat/lembaga politik dan pemerintahan seluruh rakyat Papua inilah yang kemudian menjadi alat perjuangan seluruh rakyat Papua untuk mewu-judkan cita-cita Papua Merdeka dan sekaligus menjadi bukti kesanggupan kita, rakyat Papua, untuk memimpin dan memerintah diri kita sendiri di atas tanah kita.
TOKOH 13
pekerjaan di sebuah kantor pelayanan publik yang mem
bolehkannya untuk meneruskan pendidikannya. Namun,
pada tahun 1968, ia harus meninggalkan bangku pendidi-
kan karena di rekrut oleh Angkatan Darat Portugis me-
layani negara. Wajib militer itu ia jalani selama 3 tahun,
sampai mencapai pangkat Kopral. Dalam masa-masa men-
jalankan bergabung dalam militer itulah, Gusmao menda-
pat seorang putra, Eugenio, dan seorang putri, Zenilda, dari
istrinya Emilia Batista.
Tahun 1971 merupakan titik permulaan bagi Gusmão
dalam dalam keterlibatannya di gerakan pembebasan
Portugis Timor. Ia terlibat dalam suatu organisasi
nasionalis yang diketuai oleh José Ramos Horta.
Pada tahun 1974 Gusmao bergabung dengan Fretilin,
saat yang bersamaan dengan terjadinya kudeta di Portugal
yang mengakibatkan Portugal harus melakukan dekolo-
nisasi bagi negara-negara jajahannya, salah satunya adalah
Timor Portugis. Untuk itu, Gubernus Portugal saat itu,
Mario Lemos Pires, mengumumkan rencana untuk mem-
berikan kemerdekaan koloni dengan langkah mengadakan
Pemilihan Umum dengan tujuan mempersiapkan kemer-
dekaan Timor Leste di tahun 1978.
Pada masa itu ada dua faksi di Timor Portugis yaitu:
UDT (Uni Demokratik Timor) dan Fretelin yang selalu
saling berselisih dan bersaing. Xanana aktif dalam salah
salah satu faksi yaitu Fretelin, sehingga pada pertengahan
tahun 1975, ia dipenjarakan oleh faksi saingannya, UDT.
Masa penahanan Gusmao oleh faksi saingannya tersebut
tidak berlangsung lama karena pada akhir tahun 1975,
faksi Fretelin yang sepenuhnya telah menguasai Timor
Portugis, mengeluarkannya dari penjara. Setelah keluar
dari penjara, Gusmao semakin terlibat secara aktif dan
hingga menduduki posisi Sekertaris dalam organisasinya,
Fretelin.
Mengambil keuntungan dari kekacauan internal antara
UDT dan Fretelin dan masa senggang saat persiapan ke-
merdekaan tersebut, Indonesia segera memulai kampanye
destabilisasi dan serangan sering ke Timor Portugis secara
bertahap dari pada akhir tahun 1975.
Pada tangga 28 November 1975, Fretelin mendeklara-
sikan Kemerdekaan Timor Portugis sebagai ‗Republik De-
mokratik Timor Leste’. Dalam proses ini, Gusmao sendiri
terlibat dalam syuting kegiatan upacara bersejarah tersebut.
Namun, 9 hari setelah deklarasi kemerdekaan dan pemerin-
tahan lokal, Republik Demokratik Timor Leste, Indonesia
Pria bernama lengkap Kay Rala Xanana Gusmao atau
Jose Alexandre yang lebih akrab di sapa ‗Xanana‘, nama
yang diambil dari lirik musik sha-na-na ini, lahir tanggal
20 Juni di Manatuto, di suatu daerah di Timor Leste yang
sering disebut daerah Timor Portugis, pada tahun 1946.
Xanana, adalah seorang mestico, sebutan untuk anak
berdarah campuran Timor Portugis dari sepasang suami
istri yang berprofesi sebagai guru.
Ia menimba ilmu di sekolah Jesuit di luar Dili, namun
meninggalkan sekolah Jesuit tersebut pada usia 16 tahun
kemudian mencari pekerjaan. Pekerjaannya ada beberapa,
namun di tengah kesibukannya bekerja, pendidikan tetap
masih ia prioritaskan diatas segalanya. Hal it terbukti saat
ia tetap melanjutkan pendidikan di sebuah sekolah malam
selepas kerja. Pada tahun 1965, di usianya yang ke-19 ia
bertemu Emilia Batista, yang kemudian menjadi istri per-
tamanya.
Pada tahun 1966, Xanana memperoleh sebuah
Xanana Gusmao, Perdana Mentri Timor Leste
XANANA GUSMAO
DARI PENJARA MENUJU PEMBEBASAN NASIONAL TIMOR LESTE
skinan menjadi separuh sesuai target Millennium Devel-
opment Goals (MDGs) pada 2015. Bagaimana dengan
Indonesia? Saat ini Pemerintahan SbY-Boediono justru
membuka ruang yang lebih luas terhadap perdagangan
bebas tersebut. Betapa tidak? Tahun 2010 adalah dimu-
lainya Perjanjian Perdagangan Bebas (ASEAN-China
Free Trade Agreement/ACFTA).
Meski Pemerintah menghimbau pengusaha-
pengusaha Nasional dan rakyat tidak usah khawatir, na-
mun ACFTA dengan otomatis akan memukul industri
padat karya, industri berteknologi sedang, dan skala kecil
karena kalah bersaing, terutama dengan China sehingga
ditahun 2010 angka pengangguran akan melonjak karena
terjadi PHK massal di berbagai industri yang berakibat
pada naiknya jumlah orang miskin. Data terbaru BPS
(Maret 2009) mencatat 14,15% atau sekitar 32,5 juta jiwa
penduduk negara Indonesia tergolong miskin.
Dampak Pasar Bebas bagi Papua
Wilayah Papua saat ini merupakan bagian integral
dari Negara Indonesia, sehingga dampak Pasar Bebas
secara Nasional sudah pasti akan terjadi di Papua.
Sejarah pertarungan Pedagang Asli Papua dengan
Pedang Non-Papua membuktikan bahwa saat ini rakyat
Papua sangat tidak siap untuk menghadapi tsunami pasar
bebas tersebut.
Otonomi Khusus yang sebenarnya merupakan
kebijakan untuk memproteksi potensi Sumber Daya
Manusia Papua terutama Pemberdayaan Ekonomi rakyat,
Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur salah di terje-
mahkan oleh birokrasi bahkan digunakan oleh pen-
gusaha-pengusaha nasional dalam menguatkan bisnis-
bisnis, terutama industri padat karya, dan juga industry
skala kecil bagi rakyat Papua. Tanah Papua ( Prov Papua
dan Papua Barat) memiliki komoditi primadona untuk
pasar bebas (niat menanamkan modal/investasi bagi se-
mua Negara-negara maju) dibanding daerah Indonesia
lainnya. Investasi dibidang Minyak dan Gas (migas) dan
mineral (emas, nikel, dll), merupakan investasi dengan
nilai yang sangat besar dibanding investasi pada sector
lain seperti perkebunan, Perikanan, dan kelautan. Arti-
nya, sector pertambangan migas dan mineral adalah pem-
beri kontribusi cukup besar terhadap tingginya nilai in-
vestasi nasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa Provinsi Papua termasuk Papua Barat) adalah kon-
tributor terbesar bagi tingginya nilai investasi tersebut.
PERLAWANAN RAKYAT 17
Spanduk Solpap di depan kantor Gubernur
Doc. Nasta
PERLAWANAN RAKYAT 18
Bahkan negara Indonesia telah menawarkan 24 blok
minyak dan gas yang baru bagi para investor pada bulan
Mei tahun 2009, dan sebagian besar blok yang akan
dilepas itu berada di bagian timur Indonesia, sesuai den-
gan pengumuman Evita Legowo, Direktur Umum Minyak
dan Gas di Kementerian Energi. untuk blok di daerah
lepas pantai Papua, seperti: ―... Kofiau, lepas pantai Papua
Barat (Biak Petroleum, Niko Resources; lepas pantai
Papua Barat (Marathon, Komodo Energi, Energi Ku-
mawa); Cenderawasih, Papua Barat lepas pantai ( Esso,
Exxon Mobil, dan Biak Petroleum); Northern Papua, On-
shore dan lepas Pantai Utara Papua (Sarmi Papua, Asia
minyak). Selain sector migas dan mineral yang menempati
urutan pertama, sector investasi berikutnya yang signifi-
kan di Papua adalah pertanian, perkebunan, perikanan dan
kehutanan.
Hal ini akan mendorong Birokarsi Pemerintahan di
Papua untuk mempercepat pembuatan undang-undang
( peraturan daerah) untuk menjawab persoalan infrastruk-
tur ( jalan, jembatan, kelistrikan, dll) yang tidak memadai,
mempersiapkan sistem keamanan (TNI/Polri) yang kuat,
dan juga mempercepat sertifikasi (surat berharga) tanah
untuk mempercepat pelepasan kepemilikan Tanah Adat
yang dinyatakan cukup rumit.
Saat ini Pemekaran Wilayah, baik Propinsi/Kabupaten
di Tanah Papua merupakan bentuk nyata dari kepentingan
modal asing,untuk lebih mudah menjalankan penanaman
investasi bernilai milyaran dolar tersebut. Para elit
birokrasi Papua akan mempercepat kegiatan investasi
tersebut karena berharap mendapatkan uang sogokan
(upeti) dari adanya suatu kegiatan investasi ekonomi di
wilayahnya. Ini yang menyebabkan para elit birokrasi
Papua tersebut menjadi bodoh, dan lupa untuk membuat
aturan-aturan (peraturan daerah yang khusus) untuk mem-
proteksi kegiatan ekonomi rakyat Asli Papua. Artinya,
dalam beberapa tahun ke depan rakyat Papua akan berha-
dapan dengan persoalan2 yang berkaitan dengan pemu-
luskan arus investasi di Papua (yang merupakan kepentin-
gannya modal asing, birokrasi nasional, dan birokrasi local
Papua), mulai dari persoalan pelepasan Tanah Adat,
pengganguran, pencari kerja hingga persoalan bertambah-
nya jumlah pencari kerja dari luar Papua yang merupakan
program Nasional untuk Transmigrasi.
Miskin di Negeri sendiri
Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2009 mencatat
Papua sebagai provinsi dengan persentase kemiskinan
penduduk kota dan desa tertinggi dibanding 33 provinsi
lain di Indonesia. Posisi ini tidak bergeser dibanding per-
sentase tingkat kemiskinan pada 2008 lalu. Papua men-
duduki posisi teratas dengan angka 37,08 persen. Per Ma-
ret 2009 ini, persentase kemiskinan nasional adalah 14,15
persen
Posisi kedua sampai kelima ditempati oleh Propinsi
Papua Barat (35,71 persen), Maluku (28,23 persen),
Gorontalo (25,01 persen) dan Nusa Tenggara Timur den-
gan jumlah 23,31 persen.
Persentase penduduk miskin ini kalau dilihat dari
penyebarannya di pedesaan paling besar berada di
provinsi Papua. Tingkat kemiskinan di sini mencapai
46,81 persen atau 732 ribu, paling tinggi dari rata-rata
nasional kemiskinan di pedesaan yang hanya 17,35 per-
sen per Maret 2009.
Data BPS ini menunjukkan tidak ada perubahan yang
signifikan pasca Otonomi Khusus mulai diterapkan pada
tahun 2001. Artinya, rakyat Asli Papua tidak di berikan
ruang secara khusus melalui kebijakan di tingkat
Gubernur, DPRP, dan DPRD untuk membuat aturan-
aturan yang tegas dalam meningkatkan produktivitas
rakyat Asli Papua baik di sektor ekonomi, pendidikan dan
kesehatan.
Membangun Kesadaran Rakyat Papua
Dari penjelasan tersebut, sudah pasti bahwa Rakyat
Papua akan tergusur di tengah persaingan pasar bebas
saat ini karena tidak diatur dengan kebijakan-kebijakan
radikal yang dibuat oleh birokrasi di pemerintahan
Papua. Birokrasi yang ada saat ini adalah perpanjan-
gan tangan dari Birokrasi Nasional maupun kepentingan-
kepentingan modal internasional sehingga mereka
( DPRP, DPRD, Gubernur, Bupati dan Walikota) tidak
akan membuat perubahan apapun, bahkan akan membuat
segala aturan yang di inginkan oleh kepentingan Pusat
Ini salah satu Pamplet memprotes ketidak berasilan Otsua di Papua
Doc. Nasta
PELAWANAN RAKYAT 19
perubahan atau jawaban yang pasti terhadap isu terse-
but?? Rakyat Papua tidak pernah mendapat penjelasan
yang detail/sistematis tentang tahapan dan metode untuk
mengerjakan bahkan menjawab isu yang diperjuangkan
tersebut. Mereka bahkan memberikan janji-janji yang jus-
tru membodohi rakyat untuk tidak terlibat aktif. Kita tidak
bisa hanya meniru apa yang ditulis dari berbagai sudut
pandang perjuangan dari Negara lain namun refleksi terha-
dap perjuangan Negara lain bisa menjadi metode untuk
melahirkan kreativitas baru yang harus kita laksanakan.
Kita bisa terlibat bersama-sama rakyat dalam mendorong
dan mencari jalan bagi segala keresahan yang di hadapi
oleh rakyat Papua saat ini.
Kejenuhan rakyat Papua saat ini, mengajarkan kita
untuk mencari bentuk dan metode yang baru dalam mem-
buat taktik (jalan) dalam bentuk program yang mudah di
pahami dan dapat dilaksanakann bersama-sama. Solidari-
tas atau front (SOLPAP) saat ini bisa menjadi pelajaran
bagi kita untuk mulai menilai keseriusan kita dalam men-
gawal dan mengevaluasi bentuk-bentuk perlawanan dan
membangun kesepakatan-kesepakatan bersama untuk
dikerjakan.
Pemahaman membangun kerja bersama ( Front/
Solidaritas) SOLPAP
Kerja bersama saat ini merupakan bentuk awal
(embrio) untuk mengukur komitmen kita dalam men-
dorong pembangunan pasar khusus bagi rakyat Asli
Papua. Keterlibatan berbagai organisasi/komunitas bahkan
individu yang simpati terhadap isu ini merupakan wacana
awal untuk lebih memajukan keyakinan kita tentang
pentingnya kerja bersama tersebut. Ada evaluasi, kritik,
bahkan ide-ide baru merupakan kemajuan dalam men-
dorong isu kita saat ini. Ketika kita melakukan evaluasi
atau kritik berarti kita harus terlibat secara aktif untuk me-
lakukan apa yang diusulkan sehingga memberikan pela-
jaran bahkan menyakinkan kita bahwa apa yang menjadi
ide tersebut dapat dikerjakan. Hal tersebut dapat melatih
kita untuk konsisten di dalam mengerjakan apa yang
dipikirkan sehingga watak pengamat dalam menghayal
program-program yang berlebihan dapat terkikis dan
menghargai apa yang telah di kerjakan saat ini.
Dengan mulai menghargai keberhasilan hal-hal kecil
(yang sudah di lakukan dalam SOLPAP, maka akan me-
latih diri subyektif kita untuk memajukan dan membenahi
organisasi internal untuk menemukan taktik-taktik baru
dalam mendorong kerja bersama yang lebih besar tun-
tutannya karena rakyat semakin paham dengan apa yang
kita kerjakan karena melibatkan mereka dalam menterje-
mahkan keresahan dan kegelisaan mereka dalam realisasi
yang nyata untuk mendorong suatu perubahan di Tanah
Papua. (NASTA)
yang sudah bergandeng tangan dengan pemilik-pemilik
modal internasional. Hal ini membuat rakyat Papua akan
menjadi penonton bahkan tidak terlibat dalam mendorong
laju pertumbuhan ekonomi masyarakat Asli Papua.
Situasi ini, mengharuskan kita (seluruh rakyat Papua)
untuk melakukan perubahan-perubahan melalui kerja-
kerja yang nyata dalam melawan kepentingan modal inter-
nasional dengan meninggalkan sifat pesimis dan harus
selalu menemukan taktik-taktik (cara) baru dalam mem-
buat perubahan saat ini.
Solidaritas Pedagang Asli Papua ( SOLPAP) adalah
salah bentuk organisasi yang melihat betapa penting men-
dorong bahkan akan menciptakan tenaga produktif
masyarakat Asli Papua dalam membendung lajunya pasar
bebas saat ini. Ada banyak hal yang perlu di evaluasi men-
yangkut perjungan SOLPAP yang cukup panjang ( tahun
2001-2010) yaitu sebagai berikut:
Metode Loby Pemerintah Daerah
Sudah jelas Pemerintah Daerah saat ini adalah perpan-
jangan tangan dari kepentingan modal internasional se-
hingga mereka akan menggunakan alasan apa saja untuk
mengelabui rakyat dengan janji-janji yang tidak akan
mereka tepati. Walaupun Birokrasi berambut keriting
dan kulit hitam tetapi watak/ perilakunya sudah dibeli oleh
pemodal-modal besar, baik nasional maupun internasional.
Coba kita lihat produk-produk hukum yang dibuat
pada dasarnya tidak memposisikan Masyarakat Adat seba-
gai pemilik hak ulayat, tetapi mempermudah investasi baik
minyak dan gas, perkebunan kelapa sawit, dan tambang
lainya (emas,nikel, dll) untuk beroperasi secara bebas.
Inilah wajah birokrasi Papua yang bermental penjilat,
sehingga mereka tidak pernah melihat bahkan tidak
mengerti dampak buruk yang terjadi saat ini yang
mengakibatkan tergusurnya Masyarakat Adat. Selain itu,
membiarkan Masyarakat Adat untuk berusaha mengem-
bangkan ekonomi rakyatnya tanpa menyiapkan fasilitas
dan lahan atau memberikan ruang untuk melakukan kredit
usaha kecil dan latihan-latihan khusus agar tenaga produk-
tif Masyarakat Asli Papua semakin banyak.
Bergerak dengan kreativitas kita
Banyak komunitas/organisasi dan individu yang ma-
sih pesimis bahkan lebih banyak berteori dan berdebat
untuk mengamati proses perjuangan SOLPAP saat ini.
Pengamat-pengamat perjuangan Papua ini selalu men-
ganggap remeh tentang metode-metode baru yang harus
dilakukan sesuai dengan kondisi Papua hari ini. Masih
banyak yang menghayal untuk mendorong isu-isu politik
yang kelihatan revolusioner (Merdeka, Referendum, Dia-
log Internasinal/nasional, mogok sipil, dll). Isu-isu ini su-
dah cukup lama di kampanyekan namun kenapa tidak ada
NYANYIAN JIWA 20
Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P)
Mengucapkan Selamat ULTAH Ke 12 ELSHAM PAPUA “Menjadi Radikal Untuk menyelesaikan Kasus-kasus Pelanggaran HAM
Di Seluruh Tanah Papua”
“…….Menjadi tuan di negeri sendiri hanya hayalan yang tidak pasti keberadaannya….yang pasti se-
makin banyak budak yang kehilangan identitas di Negeri Sendiri…”
“ ….Apakah engkau mampu menterjemahkan kondisi hari ini… yang jelas ada penderitaan dan pen-
jajahan yang selalu menemani kehidupan sehari-hari di tengah kegersangan, kegaduhan, kekejaman
dan banyaknya penjilat-penjilat kanibal yang tidak pernah kenyang di atas tanah ini, mereka bahkan
memakan tanah leluhur yang sudah di gadaikan dan melacurkan diri dengan investasi yang memabu-
kan hingga rakyat menjadi bisu dengan banyaknya intelektual-intelektual yang sekarat dan tidak
memiliki identitas leluhur melainkan identitas penjajah dan penjilat yang menjadi kebanggaan dengan
jas dan dasi di atas mobil-mobil berplat merah menutup suram dan hitam negeri yang mengagungkan
slogan kosong yang penuh penderitaan “ Papua Tanah Damai”…..( Nasta)
Apuse... Aku mau bernazar di bentangan fasifik
Lewati wampasi dan wambarek
Sampai pada istana kuri-pasai
Apuse... Aku mau buktikan kalau kalawai yang kita pakai
Busur yang kita pegang Tifa yang kita pukul
Sanggup saingi sangka kala !!
Apuse... Aku mau terbang seperti mansibin
Aku mau bernyanyi di atas langgit
Dengan iringan ukulele dari atas namangkawi
Apuse... Akulah daun pembungkus papeda
Aku ingin bilang padamu
Suatu saat akan kutiupkan Kulit triton warisanmu
Biar gelegarnya katakan pada mereka
Tanah kami sakit hati
Selamat ultah Elsham ke 12, semoga derap langkah “bicara kebenaran”
membuat gemuruh jagat ini.
Oleh: Septer Manufandu
Apuse
ARNOLD AP
NYANYIAN JIWA UNTUK
PEMBEBASAN NASIONAL
SUARA PEMBEBASAN HARUS DITERIAKKAN DEN-GAN KERAS DAN PENUH DENGAN KEYAKINAN UNTUK MEREBUT KEMENANGAN WALAUPUN NYAWA MENJADI TARUHAN…
RAKYAT PAPUA HARUS DIDIDIK UNTUK MENJADI PEMIMPIN-PEMIMPIN YANG RADIKAL TETAPI
BIJAKSANA DALAM MEMBERIKAN ARAHAN DALAM KERJA-KERJA SEHINGGA TIDAK ADA EGO-ISME DAN OTORITER TETAPI MENGHARGAI SE-MUA SUARA RAKYAT …
SUARA-SUARA PEMBEBASAN HARUS DINYANYI-KAN DENGAN MERDU YANG PENUH DENGAN KENYAKINAN..BAHWA KEMENANGAN ITUPASTI DI REBUT DENGAN PENGORBANAN JIWA YANG MULIA...(NASTA)