GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH PEDOMAN POHON MASALAH KEPERAWATAN 1 RESIKO MENCEDERAI DIRI, ORANG LAIN & LINGKUNGAN PERUBAHAN PERSEPSI-SENSOR : HALUSINASI ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI PERILAKU KEKERASAN TIDAK EFEKTIFNYA KOPING KELUARGA KETIDAKMAMPUAN KELUARGA MERAWAT ANGGOTA KELUARGA TIDAK EFEKTIFNYA KOPING INDIVIDU KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL MENURUNNYA MOTIVASI PERAWATAN DIRI MENURUNNYA MOTIVASI PERAWATAN DIRI GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM TIDAK EFEKTIFNYA PENATALAKSANAAN REGIMEN TERAPEUTIK
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI
RENDAH
PEDOMAN POHON MASALAH KEPERAWATAN
PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DIAGNOSA KEPERAWATAN
RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
1
RESIKO MENCEDERAI DIRI, ORANG LAIN &
LINGKUNGAN
PERUBAHAN PERSEPSI-SENSOR :
HALUSINASI
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
PERILAKU KEKERASAN
TIDAK EFEKTIFNYA KOPING KELUARGA KETIDAKMAMPUAN
KELUARGA MERAWAT ANGGOTA KELUARGA
TIDAK EFEKTIFNYA KOPING INDIVIDU
KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL
MENURUNNYA MOTIVASI PERAWATAN
MENURUNNYA MOTIVASI PERAWATAN
GANGGUAN PROSESPIKIR : WAHAM
BERDUKA DISFUNGSIONAL
TIDAK EFEKTIFNYA PENATALAKSANAAN
REGIMEN TERAPEUTIK
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : ................................. Diagnosa Medis : .................................
Ruang : ................................ No. CM : .................................
TGLNO
DX
DIAGNOSA
KEPERA-
WATAN
PERENCANAAN
INTERVENSI RASIONALTUJUAN KRITERIA EVALUASI
1 2 3 4 5 6 7
Resiko mencederai
diri sendiri dan orang
lain berhubungan
dengan perilaku
kekerasan.
TUM :
Klien dapat melanjutkan
hubungan peran sesuai
dengan tanggung jawab.
TUK :
1. Klien dapat membina
hubungan saling
percaya.
1.1. Klien mau membalas
salam.
1.2. Klien mau menjabat
tangan.
1.3. Klien mau
menyebutkan nama.
1.4. Klien mau tersenyum.
1.5. Klien mau kontak
mata.
1.6. Klien mau mengetahui
nama perawat.
1.7. Menyediakan waktu
untuk kontrak.
1.1.1. Beri salam/ panggil nama
klien.
1.1.2. Sebutkan nama perawat
sambil jabat tangan.
1.1.3. Jelaskan maksud hubungan
interaksi.
1.1.4. Jelaskan tentang kotrak
yang akan dibuat.
1.1.5. Beri rasa aman dan sikap
empati.
1.1.6. Lakukan kontak singkat
tapi sering.
Hubungan saling
percaya merupakan
landasan utama untuk
hubungan
selanjutnya.
2
2. Klien dapat
mengidentifikasi
penyebab perilaku
kekerasan.
2.1. Klien dapat
mengungkap kan
perasaannya.
2.2. Klien dapat
mengungkap kan
penyebab perasaan
2.1.1. Beri kesempatan untuk
mengung kapkan perasaan
nya.
2.1.2. Bantu klien untuk
mengung kapkan penyebab
Beri kesempatan
untuk mengungkap
kan perasaannya
dapat membantu
mengurangi stres dan
penyebab perasaan
3
jengkel/kesal (dari diri
sendiri, dari
lingkungan/ orang
lain).
jengkel/ kesal.
jengkel/kesal dapat
diketahui.
3. Klien dapat
mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku
kekerasan.
3.1. Klien dapat
mengungkap kan
perasaan saat
marah/jengkel
3.2. Klien dapat
menyimpulkan tanda-
tanda jengkel/kesal
yang dialami.
3.1.1. Anjurkan klien
mengungkapkan yang
dialami saat marah/jengkel.
3.1.2. Observasi tanda perilaku
kekerasan pada klien.
3.2.1. Simpulkan bersama klien
tanda-tanda jengkel/ kesal
yang dialami klien.
Untuk mengetahui
hal yang dialami dan
dirasakan saat
jengkel.
Untuk mengetahui
tanda-tanda klien
jengkel/kesal.
Menarik kesimpulan
bersama klien supaya
klien mengetahui
secara garis besar
tanda-tanda
marah/kesal.
4
4. Klien dapat
mengidentifikasi
perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
4.1. Klien dapat
mengungkap kan
perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
4.2. Klien dapat bermain
peran dengan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.3. Klien dapat mengetahui
cara yang biasa dapat
menyesuaikan atau
tidak.
4.1.1. Anjurkan klien untuk
mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan klien.
4.1.2. Bantu klien bermain peran
sesuai dengan perilaku
konsumen yang biasa
dilakukan.
4.1.3. Bicarakan dengan klien
apakah dengan cara yang
klien lakukan masalahnya
selesai ?
Mengeksplorasi
perasaan klien
terhadap perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan.
Untuk mengetahui
perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
dan dengan bantuan
perawat bisa
membedakan
perilaku konstruktif
dan deskruktif.
Dapat membantu
klien menemukan
cara yang dapat
menyelesaikan
masalah.
5. Klien dapat
mengidentifikasi
5.1. Klien dapat
menjelaskan akibat dari
5.1.1. Bicarakan akibat/kerugian
dari cara yang dilakukan
Membantu klien
untuk menilai
5
akibat perilaku
kekerasan.
cara yang digunakan
klien.
klien.
5.1.2. bersama klien
menyimpulkan akibat cara
yang digunakan oleh klien.
5.1.3. Tanyakan pada klien
apakah ingin mempelajari
cara baru yang sehat ?
perilaku kekerasan
yang dilakukannya.
Dengan mengetahui
akibat perilaku
kekerasan diharapkan
klien dapat merubah
perilaku deskruktif
yang dilakukannya
menjadi perilaku
yang konstruktif.
Agar klien dapat
mempelajari cara
yang lain yang
konstruktif.
6. Klien dapat
mengidentifikasi cara
konstruktif dalam
merespon terhadap
kemarahan.
6.1. Klien dapat melakukan
cara berespon terhadap
kemarahan secara
konstruktif.
6.1.1. Tanyakan pada klien
“apakah ia ingin
mempelajari cara baru
yang sehat ?”
Dengan
mengidentifikasi cara
yang konstruktif
dalam berespon
terhadap kemarahan
dapat membantu
klien menemukan
cara yang baik untuk
6
6.1.2. Berikan pujian jika klien
mengetahui cara lain yang
sehat.
6.1.3. Diskusikan dengan klien
cara lain yang sehat.
a. Secara fisik, tarik nafas dalam
jika sedang kesal/ memukul
bantal /kasur atau olah raga
atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
b. Secara verbal katakan bahwa
anda sedang
kesal/tersinggung/jengkel (saya
kesal anda berkata seperti itu,
saya marah karena mama tidak
mengurangi
kejengkelannya
sehingga klien tidak
stres lagi.
Reinforcement
positif dapat
memotivasi klien dan
meningkatkan harga
dirinya.
Berdiskusi dengan
klien untuk memilih
cara yang lain sesuai
dengan kemampuan
klien.
7
memenuhi keinginan saya).
c. Secara sosial, lakukan dalam
kelompok cara-cara marah
yang sehat, latihan asertif,
latihan manajemen perilaku
kekerasan.
d. Secara spiritual, anjurkan klien
sembahyang, berdoa/ibadah
lain, meminta pada Tuhan
untuk diberikan kesabaran,
mengadu pada Tuhan
kekerasan/ kejengkelan.
7. Klien dapat
mendemonstrasikan
cara mengontrol
perilaku kekerasan.
7.1. Klien dapat
mendemonstrasikan
cara mengontrol
perilaku kekerasan
Fisik tarik nafas
dalam, olah raga
menyiram tanaman.
Verbal mengatakan
nya secara langsung
dengan tidak
menyakiti.
7.1.1. Bantu klien memilih cara
yang paling tepat untuk
klien.
7.1.2. Bantu klien
mengidentifikasi manfaat
cara yang dipilih.
Memberikan simulasi
kepada klien untuk
menilai respon
perilaku kekerasan
secara tepat.
Membantu klien
dalam membuat
keputusan untuk
terhadap cara yang
telah dipilihnya
dengan melihat
8
Spiritual sembah
yang, berdoa atau
ibadah klien.
7.1.3. Bantu klien untuk
menstimulasi cara tersebut
(role play).
7.1.4. Beri reinforcement positif
atau keberhasilan klien
menstimulasi cara tersebut.
7.1.5. Anjurkan klien untuk
menggunakan cara yang
telah dipelajari saat
jengkel/ marah.
manfaatnya.
Agar klien
mengetahui cara
marah yang
konstruktif.
Pujian dapat
meningkatkan
motivasi dan harga
diri klien.
Agar klien dapat
melaksanakan cara
yang telah dipilihnya.
Jika ia sedang kesal
atau jengkel.
8. Klien mendapat
dukungan keluarga
dalam mengontrol
perilaku kekerasan.
8.1. Keluarga klien dapat :
Menyebut kan cara
merawat klien yang
berperilaku
kekerasan.
8.1.1. Identifikasi kemampuan
keluarga merawat klien
dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga
terhadap klien selama ini.
Kemampuan
keluarga dalam
mengidentifikasi
akan memungkinkan
keluarga untuk
9
Mengungkapkan
rasa puas dalam
merawat klien.
8.1.2. Jelaskan peran serta
keluarga dalam merawat
klien.
8.1.3. Jelaskan cara merawat
klien :
Terkait dengan cara
mengontrol perilaku marah
secara konstruktif.
Sikap tenang bicara tenang
dan jelas.
Membantu klien mengenal
penyebab ia marah.
8.1.4. Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klien.
melakukan penilaian
terhadap perilaku
kekerasan.
Meningkatkan
pengetahuan
keluarga tentang cara
merawat klien
sehingga keluarga
terlibat dalam
perawatan klien.
Agar keluarga dapat
merawat klien
dengan perilaku
kekerasan.
10
8.1.5. Bantu keluarga mengung
kapkan perasaan nya
setelah melakukan
demontrasi
Agar kekerasan
mengetahui cara
merawat klien
melalui demonstrasi
yang dilihat keluarga
secara langsung.
Mengeksplora si
perasaan keluarga
setelah melakukan
demonstrasi.
9. Klien dapat
menggunakan obat-
obatan yang diminum
dan keguaannya (jenis,
waktu, dosis dan
efek).
9.1. Klien dapat
menyebutkan obat-obat
yang diminum dan
kegunaannya (jenis
dosis dan efek).
9.1.1. Jelaskan jenis-jenis obat
yang diminum klien pada
klien dan keluarga.
9.1.2. Diskusikan manfaat obat
dan berhenti minum obat.
Klien dan keluarga
dapat mengetahui
nama-nama obat
yang diminum oleh
klien.
Klien dan keluarga
11
9.2. Klien dapat minum
obat sesuai program
pengobatan.
9.2.1. Jelaskan prinsip benar
minum obat (baca nama
yang tertera pada botol
obat, dosis obat, waktu dan
cara minum).
9.2.2. Ajarkan klien minta obat
dan minum tepat waktu.
9.2.3. Anjurkan klien melaporkan
pada perawat/dokter jika
merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
9.2.4. Beri pujian jika klien
minum obat dengan benar.
dapat mengetahui
kegunaan obat yang
dikonsumsi klien.
Klien dan keluarga
mengetahui prinsip
benar agar tidak
terjadi kesalahan
dalam
mengkonsumsi obat.
Klien dapat memiliki
kesadaran pentingnya
minum obat dan
bersedia minum obat
dengan kesadaran
sendiri.
Mengetahui efek
samping sedini
mungkin sehingga
tindakan dapat
dilakukan sesegera
mungkin untuk
menghindari
komplikasi.
12
Reinforcement
positif dapat
memotivasi keluarga
dan klien serta dapat
meningkatkan harga
diri.
PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERILAKU KEKERASAN BERHUBUNGAN DENGAN HARGA DIRI RENDAH
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : ................................. Diagnosa Medis : .................................
13
Ruang : ................................ No. CM : .................................
TGL
NO
.
DX
DIAGNOSA
KEPERA-
WATAN
PERENCANAAN
INTERVENSI RASIONALTUJUAN KRITERIA EVALUASI
1 2 3 4 5 6 7
Perilaku kekerasan
berhubungan
dengan harga diri
rendah.
TUM :
Klien dapat berhubungan
dengan orang lain secara
optimal.
TUK 1 :
Klien dapat membina
hubungan saling percaya.
1.1. Ekspresi wajah bersahabat
menunjukkan rasa senang,
ada kontak mata, atau
berjabat tangan mau
menyebutkan nama, mau
menjawab salam, klien
mau duduk bersampingan
dengan perawat, mau
mengeluarkan masalah
dihadapi.
1.1.1. Bina hubungan saling
mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien dengan
ramah baik verbal
maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan
sopan.
c. Tanya kan nama
lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai
klien.
d. Jelaskan tujuan pertemu
an.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjuk kan sikap empati
dan meneri ma klien apa
Hubungan saling
percaya merupakan
dasar untuk
kelancaran
hubungan interaksi
selanjutnya.
14
adanya.
g. Beri perhatian pada
klien dan perhati kan
kebutu han dasar klien.
TUK 2 :
Klien dapat
mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki.
2.1. Klien mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki :
- Kemampuan yang
dimiliki klien.
- Aspek positif keluarga.
- Aspek positif lingkungan
yang dimiliki klien.
2.1.1. Diskusi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
klien.
Diskusikan tingkat
kemampuan klien
seperti menilai
realitas, kontrol diri
atau integritas ego
diperlukan sebagai
dasar asuhan
keperawatan nya
Reinforcement
positif akan
15
2.1.2. Setiap bertemu klien
hindarkan dari memberi
nilai negatif.
2.1.3. Utamakan memberikan
pujian yang realistik.
meningkatkan
harga diri.
Pujian yang
realistik tidak
menyebabkan klien
melakukan kegiatan
hanya karena ingin
mendapat pujian.
TUK 3 :
Klien dapat menilai
kemampuan yang
digunakan.
3.1. Klien menilai kemampuan
yang dapat digunakan.
3.1.1. Diskusikan dengan klien
kemampuan yang masih
bisa digunakan selama
sakit.
3.1.2. Diskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
Keterbatasan dan
pengertian tentang
kemampuan yang
dimiliki adalah
prasarat untuk
berubah.
Pengertian tentang
kemampuan yang
dimiliki diri
memotivasi untuk
tetap mempertahan
kan penggunaan
16
nya
TUK 4 :
Klien dapat (menetapkan)
merencanakan kegiatan
sesuai dengan
kemampuan yang
dimiliki.
4.1. Klien membuat rencan
kegiatan harian.
4.1.1. Rencanakan bersama klien
aktifitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan
banguan segaian
Kegiatan yang
membutuhkan bantuan
total.
4.1.2. Tingkatkan kegiatan yang
sesuai dengan toleransi
kondisi klien.
4.1.3. Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan.
Klien adalah
individu yang
bertanggung jawab
terhadap dirinya
sendiri.
Klien perlu
bertindak secara
17
realitas dalam
kehidupannya.
Contoh peran yang
dilihat klien akan
memotivasi klien
untuk
melaksanakan
kegiatan.
TUK 5 :
Klien dapat melakukan
kegiatan sesuai kondisi
sakit dan kemampuannya.
5.1. Klien melakukan kegiatan
sesuai kondisi sakit dan
kemampuan nya.
5.1.1. Beri kesempatan pada
klien untuk mencoba
kegiatan yang lebih
rencanakan.
5.1.2. Beri pujian keberhasilan
klien.
5.1.3. Diskusikan kemungki nan
pelaksana an dirumah.
Memberikan
kesempatan kepada
klien mandiri di
rumah.
Reinforcement
positif akan
meningkatkan
harga diri.
Memberikan
kesempatan untuk
tetap melakukan
18
kegiatan yang biasa
dilakukan.
TUK 6 :
Klien dapat
memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
6.1. Klien memanfaatkan
sistem pendukung yang
ada di keluarga.
6.1.1. Beri pendidikan kesehatan
pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan
harga diri rendah.
6.1.2. Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat.
6.1.3. Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan di
rumah.
Mendorong
keluarga untuk
mampu merawat
klien mandiri di
rumah.
Support sistem
keluarga akan
sangat berpengaruh
dalam mempercepat
proses
penyembuhan
klien.
Meningkatkan
peran serta
keluargadalam
19
merawat klien di
rumah.
PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DIAGNOSA KEPERAWATAN
RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN BERHUBUNGAN DENGAN HALUSINASI
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : ................................. Diagnosa Medis : .................................
Ruang : ................................ No. CM : .................................
TGL
NO
.
DX
DIAGNOSA
KEPERA-
WATAN
PERENCANAAN
INTERVENSI RASIONALTUJUAN KRITERIA EVALUASI
1 2 3 4 5 6 7
20
Resiko mencederai
diri sendiri dan
orang lain
berhubungan
dengan halusinasi
dengar.
Tujuan Umum
(TUM) :
Klien tidak
mencederai orang lain.
Tujuan Khusus
(TUK) :
1. Klien dapat
membina hubungan
saling percaya.
1.1. Ekspresi wajah
bersahabat
menunjukkan rasa
senang, ada kontak
mata, atau berjabat
tangan mau
menyebutkan nama,
mau menjawab salam,
klien mau duduk
bersampingan dengan
perawat, mau
mengutarakan masalah
yang dihadapi.
1.1.1. Bina hubungan saling
percaya dengan
mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah
baik.
b. Perkenalkan diri dengan
sopan.
c. Tanya kan nama lengkap
klien dan nama panggilan
yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemu
an.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjuk kan sikap empati
dan meneri ma klien apa
adanya.
g. Beri perhatian pada klien
dan perhati kan kebutu
han dasar klien.
Hubungan saling percaya
merupakan dasar untuk
kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya.
21
2. Klien dapat
mengenali
halusinasinya.
2.1. Klien dapat
menyebutkan waktu, isi
frekuensi timbulnya
halusinasinya.
2.2. Klien dapat
mengungkapkan
perasaan terhadap
halusinasinya.
2.1.1. Adakan kontak sering
dan singkat secara
bertahap
2.1.2. Observasi tingkah laku
klien terkait dengan
halusinasinya bicara dan
tertawa tanpa stimulasi,
memandang ke kiri/ke
Kontak sering tapi singkat
selain upaya membina
hubungan saling percaya,
juga dapat memutuskan
halusinasi.
Mengenal perilaku pada
saat halusinasi timbul
memudahkan perawat
dalam melakukan
intervensi.
22
depan seolah-olah ada
teman bicara.
2.1.3. Bantu klien mengenai
halusinasi nya :
a. Jika menemukan klien
yang sedang
berhalusinasi, tanyakan
apakah ada suara yang
didengar.
b. Jika klienb menjawab ada
kelanjutan apa yang
dikatakan
c. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya (dengan
nada bersahabat tanpa
menuduh / menghaki
mi)
d. Katakan bahwa klien lain
juga ada seperti klien.
e. Katakan bahwa perawat
akan membantunya
Mengenal halusinasi
memungkinkan klien
untuk menghindarkan
faktor pencetus timbulnya
halusinasi.
23
2.1.4. Diskusikan dengan klien
a. Sugesti yang
menimbulkan tidak
menimbulkan halusina si
b. Waktu dan frekuensi
2.1.5. Diskusikan dengan klien
apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi
(marah/takut, senang,
sedih) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan
nya.
24
Dengan mengetahui waktu
isi dan frekuensi
munculnya halusinasi
mempermu dah tindakan
keperawatan yang akan
dilakukan perawat.
Untuk mengidentifikasi
pengaruh halusinasi
pasien
3. Klien dapat
mengontrol
halusinasinya.
3.1. Klien dapat
menyebutkan tindakan
yang biasanya
dilakukan untuk
mengendali kan
halusinasinya
3.2. Klien dapat
menyebutkan cara baru
3.3. Klien dapat memilih
cara mengatasi
3.1.1. Identifikasi bersama klien
cara tindakan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah,
menyibuk kan diri dan
lain-lain)
3.1.2. Diskusikan manfaat cara
yang dilakukan klien jika
bermanfaat beri pujian.
3.1.3. Diskusikan cara baru
memutuskan/mengontrol
Upaya untuk memutuskan
siklus halusinasi sehingga
halusinasi tidak berlanjut
Reinforcement positif
dapat meningkatkan harga
diri klien.
25
halusinasi seperti yang
telah didiskusikan
dengan klien
timbulnya halusinasi.
a. Katakan “saya tidak mau
dengar kamu” (pada saat
halusina si terjadi)
b. Menemui orang lain
(perawat/teman/anggota
keluarga) untuk
bercakap-cakap untuk
mengatakan halusina si
yang terdeng ar.
c. Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari agar halusina
si tidak sampai muncul.
d. Meminta
keluarga/teman/perawat
menyapa jika tampak
bicara sendiri.
3.1.4. Bantu klien memilih dan
melatih cara memutus
kan halusi nasi secara
bertahap.
Memberikan alternatif
pilihan bagi klien untuk
mengontrol halusinasi.
26
3.1.5. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang
telah dilatih. Evaluasi
hasilnya dan beri pujian
jika berhasil.
3.1.6. Anjurkan klien mengikuti
terapi aktifitas kelompok,
orientasi realitas,
stimulasi persepsi
Memotivasi dapat
meningkatkan kegiatan
klien untuk mencoba
memilih salah satu cara
mengendalikan halusinasi
dan dapat meningkatkan
27
harga diri klien.
Memberi kesempatan
kepada klien untuk
mencoba cara yang sudah
dipilih.
Stimulasi persepsi dapat
mengurangi perubahan
interprestasi realitas klien
akibat halusinasi.
4. Klien dapat
dukungan dari
keluarga dalam
mengontrol
halusinasinya.
4.1. Klien dapat membina
hubungan saling
percaya dengan
perawat.
4.2. Keluarga dapat
menyebutkan
pengertian, tanda dan
tindakan untuk
mengendali kan
halusinasi.
4.1.1. Anjurkan klien untuk
memberita hu keluarga
jika mengalami
halusinasi.
4.1.2. Diskusikan dengan
keluarga (pada saat
keluarga
berkunjung/pada saat
kunjungan rumah) :
a. Gejala halusinasi yang
Untuk mendapatkan
bantuan keluarga
mengontrol halusinasi.
Untuk mengetahui
pengetahuan keluarga dan
meningkat kan
kemampuan pengetahuan
tentang halusinasi.
28
dialami klien.
b. Cara yang dapat
dilakukan klien dan
keluarga untuk memutus
kan halusinasi.
c. Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi
di rumah, beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri,
makan bersama
bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan
halusinasi tidak
terkontrol dan resiko
mencederai orang lain.
5. Klien
memanfaatkan obat
dengan baik.
5.1. Klien dan keluarga
dapat menyebutkan
manfaat, dosis dan efek
samping obat.
5.2. Klien dapat
mendemonstrasikan
5.1.1. Diskusikan dengan klien
dan keluarga tentang
dosis, frekuensi dan
manfaat obat.
5.1.2. Anjurkan klien minta
Dengan menyebutkan
dosis, frekuensi dan
manfaat obat, diharapkan
klien melaksana kan
program pengobatan.
Menilai kemampuan klien
29
penggunaan obat
dengan benar.
5.3. Klien dapat informasi
tentang efek dan efek
samping obat.
5.4. Klien dapat memahami
akibat berhentinya obat
tanpa konsultasi.
5.5. Klien dapat
menyebutkan prinsip 5
benar penggunaan obat
sendiri obat pada perawat
dan merasakan
manfaatnya
5.1.3. Anjurkan klien bicara
dengan dokter tentang
manfaat dan efek
samping obat yang
dirasakan.
5.1.4. Diskusikan akibat
berhenti obat-obat tanpa
konsultasi.
5.1.5. Bantu klien
menggunakan obat
dengan prinsip benar.
dalam pengobatan nya
sendiri.
Dengan mengetahui efek
samping obat klien akan
tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum
obat.
Program pengobatan dapat
berjalan sesuai rencana.
Dengan menegtahui
prinsip penggunaan obat,
maka kemandirian klien
untuk pengobatan dapat
ditingkatkan secara
bertahap.
30
PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI BERHUBUNGAN DENGAN MENARIK DIRI
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : ................................. Diagnosa Medis : .................................
Ruang : ................................ No. CM : .................................
TGL
NO
.
DX
DIAGNOSA
KEPERA-
WATAN
PERENCANAAN
INTERVENSI RASIONALTUJUAN KRITERIA EVALUASI
1 2 3 4 5 6 7
Perubahan persepsi
sensori halusinasi
Tujuan Umum (TUM) :
Klien dapat berinteraksi 1.1. Ekspresi wajah 1.1.1. Bina hubungan saling Hubungan saling
31
berhubungan menarik
diri.
dengan orang lain
sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus (TUK) :
1. Klien dapat membina
hubungan saling
percaya.
bersahabat menunjukkan
rasa senang, ada kontak
mata, atau berjabat
tangan, mau
menyebutkan nama, mau
menjawab salam, klien
mau duduk
bersampingan dengan
perawat, mau
mengutarakan masalah
yang dihadapi.
percaya dengan
mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien dengan
ramah baik verbal
maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan
sopan.
c. Tanya kan nama
lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai
klien.
d. Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. Jujur dan menepati
janji.
f. Tunjuk kan sikap
empati dan meneri ma
aklien apa adanya.
g. Beri perhatian pada
klien dan perhati kan
kebutu han dasar klien.
percaya merupakan
dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi
selanjutnya.
32
2. Klien dapat
menyebutkan
penyebab menarik
diri.
2.1. Klien dapat
menyebutkan penyebab
menarik diri yang berasal
dari :
a. Diri sendiri
b. Orang lain
c. Lingkungan
2.1.1. Kaji pengetahuan klien
tentang perilaku
menarik diri dan tanda-
tandanya.
2.1.2. Beri kesempatan
kepada klien untuk
mengungkapkan
perasaan penyebab
menarik diri atau tidak
mau bergaul.
2.1.3. Diskusikan bersama
klien tentang perilaku
menarik diri tanda-
tanda serta penyebab
yang muncul.
2.1.4. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien
dalam mengguna kan
Dengan faktor
resipitasi yang
dialami klien.
33
perasaan nya.
3. Klien dapat
menyebutkan
keuntungan
berhubungan dengan
3.1. Klien dapat
menyebutkan
keuntungan berhubungan
3.1.1. Kaji pengetahuan klien
tentang manfaat dan
keuntungan
berhubungan dengan
Klien harus dicoba
berinteraksi secara
bertahap agar terbiasa
membina hubungan
34
orang lain dan
kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain.
dengan orang lain. orang lain.
3.1.2. Beri kesempatan
kepada klien untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
keuntungan
berhubungan dengan
orang lain
3.1.3. Diskusikan bersama
klien tentang ketentuan
berhubungan dengan
orang lain.
3.1.4. Beri reinforcement
positif terhadap
kemampuan
pengungkapan perasaan
tentang keuntungan
berhubungan dengan
orang lain.
3.2.1. Kaji pengetahuan klien
tentang manfaat dan
kerugian tidak
berhubungan dengan
yang sehat dengan
orang lain.
35
3.2. Klien dapat
menyebutkan kerugian
berhubungan dengan
orang lain.
orang lain
3.2.2. Beri kesempatan
kepada klien untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain.
3.2.3. Diskusikan bersama
klien tentang kerugian
tidak berhubungan
dengan orang lain.
3.2.4. Beri reinforcement
positif terhadap
kemampuan
pengungkapan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain
4. Klien dapat
melaksanakan
hubungan sosial
secara bertahap
4.1. Klien dapat
mendemonstrasikan
hubungan sosial secara
4.1.1. Kaji Kemampuan klien
membina hubungan
dengan orang lain.
4.1.2. Dorong dan bantu klien
36
bertahap antara lain :
KP
k-p-k
k-p-kel
K-P-Klp
untuk berhubungan
dengan orang lain
melalui tahap :
K-P
K-P-P Lain
K-P-P Lain K
Lain
K-P-Kel/Klo/ Masy
4.1.3. Beri reinforcement
terhadap keberhasilan
yang telah dicapai.
4.1.4. Bantu klien untuk
mengevaluasi manfaat
berhubungan.
4.1.5. Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama
klien dalam mengisi
waktu.
4.1.6. Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan
ruangan.
4.1.7. Motivasi reinforcement
atas kegiatan klien
37
dalam ruangan.
5. Klien dapat
mengungkapkan
perasaannya setelah
berhubungan dengan
orang lain
5.1. Klien dapat
mengungkapkan
perasaannya setelah
berhubungan dengan
orang lain untuk :
a. Diri sendiri
b. Orang lain
5.1.1. Dorong klien untuk
mengungkapkan
perasaannya bila
berhubungan dengan
orang lain.
5.1.2. Diskusikan dengan
klien tentang perasaan
manfaat berhubungan
dengan oang lain.
5.1.3. Beri reinforcement
positif atas kemampuan
klien mengungkapkan
klien manfaat
berhubungan dengan
orang lain.
6. Klien dapat
memberdayakan
sistem pendukung
atau keluarga mampu
mengembangkan
kemampuan klien
6.1. Keluarga dapat
a. Menjelaskan perasaan
nya.
b. Menjelaskan cara
merawat klien
6.1.1. Bisa berhubungan
saling percaya dengan
keluarga :
a. Salam, perkenalan diri
b. Sampaikan tujuan
Keterlibatan keluarga
sangat mendukung
terhadap proses
perubahan perilaku
klien.
38
untuk berhubungan menarik diri.
c. Mendemonstrasikan
cara perawatan klien
menarik diri.
d. Berpartisipasi dalam
perawatan klien
menarik diri.
c. Buat kontrak
d. Eksplorasi perasaan
keluarga.
6.1.2. Diskusikan dengan
anggota keluarga
tentang :
a. Perilaku menarik diri
b. Penyebab perilaku
menarik diri
c. Akibat yang akan
terjadi jika perilaku
menarik diri tidak
ditanggapi.
d. Cara keluarga
menghadapi klien
menarik diri.
6.1.3. Dorong anggota,
keluarga untuk
memberikan dukungan
kepada klien untuk
berkomunikasi dengan
orang lain.
6.1.4. Anjurkan anggota
keluarga secara rutin
39
dan bergantian
menjenguk klien
minimal satu minggu
sekali.
6.1.5. Beri reinforcement etos
hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga.
40
PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DIAGNOSA KEPERAWATAN
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI BERHUBUNGAN DENGAN HARGA DIRI RENDAH
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : ................................. Diagnosa Medis : .................................
Ruang : ................................ No. CM : .................................
TGL
NO
.
DX
DIAGNOSA
KEPERA-
WATAN
PERENCANAAN
INTERVENSI RASIONALTUJUAN
KRITERIA
EVALUASI
1 2 3 4 5 6 7
Isolasi sosial menarik
diri berhubungan
dengan harga diri
rendah.
TUM :
Klien dapat
berhubungan dengan
orang lain secara
optimal.
TUK 1 :
Klien dapat membina
1.1. Ekspresi wajah
bersahabat
menunjukkan rasa
senang, ada kontak
mata, mau berjabat
tangan, mau
menyebutkan nama,
1.1.1. Bina hubungan saling
percaya dengan
mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah
baik verbal maupun non
Hubungan saling percaya
merupakan dasar untuk
hubungan interaksi
selanjutnya.
41
hubungan saling
percaya.
mau menjawab
salam, klien mau
duduk
bersampingan
dengan perawat,
mau mengutarakan
masalah yang
dihadapi.
verbal.
b. Perkenalkan diri dengan
sopan.
c. Tanya kan nama lengkap
klien dan nama panggilan
yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjuk kan sikap empati
dan meneri ma klien apa
adanya.
g. Beri perhatian pada klien
dan perhati kan kebutu han
dasar klien.
42
TUK 2 :
Klien dapat
mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
yang dimiliki.
2.1. Klien
mengidentifikasi
kemampuan dan
aspek positif yang
dimiliki :
a. Kemampuan yang
dimiliki klien.
b. Aspek positif
keluarga
c. Aspek positif
lingkungan yang
dimiliki klien.
2.1.1. Diskusikan kemampuan
dan aspek positif yang
dimiliki klien
2.1.2. Setiap bertemu klien
hindarkan dan memberi
penilaian negatif.
2.1.3. Utamakan memberi pujian
yang realistik.
Diskusikan tingkat
kemampuan klien seperti
menilai realitas, kontrol
diri atau integritas ego
diperlukan sebagai dasar
asuhan keperawatan.
Reinforcement positif
akan meningkatkan
harga diri klien.
Pujian yang realistik
tidak menyebabkan klien
melakukan kegiatan
hanya karena ingin
mendapatkan pujian.
TUK 3 :
Klien dapat menilai
kemampuan yang
digunakan
3.1. Klien menilai
kemampuan yang
dapat digunakan.
3.1.1. Diskusikan
dengan klien kemampuan
yang masih dapat
digunakan selama sakit.
Keterbukaan dan
pengertian tentang
kemampuan yang
dimiliki adalah
persaratan untuk
berubah.
Pengertian tentang
43
kemampuan yang
dimiliki diri memotivasi
untuk tetap
mempertahankan
penggunaannya.
TUK 4 :
Klien dapat
(menetapkan)
merencanakan kegiatan
yang sesuai dengan
kemampuan yang
dimiliki.
4.1. Klien membuat
rencana kegiatan
harian
4.1.1. Rencanakan
bersama klien aktifitas
yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampu
an :
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan
sebagian
c. Kegiatan yang
membutuhkan bantuan
total
4.1.2. Tingkatkan
kegiatan yang sesuai
dengan toleransi kondisi
klien.
4.1.3. Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan
Klien adalah individu
yang bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri.
Klien perlu bertindak
44
secara realitas dalam
kehidupan nya
Contoh peran yang
dilihat klien akan
memotivasi klien untuk
melaksana kan kegiatan
TUK 5 :
Klien dapat melakukan
kegiatan sesuai kondisi
Rumah sakit dan
kemampuannya.
5.1. Klien melakukan
kegiatan sesuai
kondisi sakit dan
kemampuan nya
5.1.1. Beri kesempatan pada klien
untuk mencoba kegiatan
yang telah direncana kan
5.1.2. Beri pujian atas
keberhasilan klien.
5.1.3. Diskusikan kemungki nan
pelaksanaan di rumah.
Memberikan kesempatan
kepada klien mandiri di
rumah
Reinforcement positif
akan meningkat kan
harga diri.
Memberikan kesempatan
kepada klien untuk tetap
melakukan kegiatan
yang baik.
45
PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DIAGNOSA KEPERAWATAN
PENATALAKSANAAN REGIMEN TERAPEUTIK INEFEKTIF BERHUBUNGAN KOPING KELUARGA INEFEKTIF : KETIDAKMAMPUAN
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : ................................. Diagnosa Medis : .................................
Ruang : ................................ No. CM : .................................
TGL
NO
.
DX
DIAGNOSA
KEPERA-
WATAN
PERENCANAAN
INTERVENSI RASIONALTUJUAN
KRITERIA
EVALUASI
1 2 3 4 5 6 7
Penatalaksanaan
regimen terapeutik
inefektif berhubungan
dengan koping
keluarga inefektif
ketidakmampuan.
TUM :
Keluarga dapat merawat
klien yang mengalami
gangguan jiwa sehingga
penatalaksanaan
regimen terapeutik
efektif.
TUK :
1. Keluarga dapat
mengenal penyebab
1.1. Keluarga dapat
mengidentifikasi
masalah yang
menjadi pencetus
klien kambuh, yang
dipengaruhi oleh
sikap keluarga,
masyarakat dan
klien sendiri.
1.1.1. Bina hubungan saling
percaya dengan keluarga.
a. Sapa keluarga dengan
ramah.
b. Jelaskan tujuan
perawatan dan perannya
selama bersama klien.
c. Dorong keluarga untuk
mengungkapkan masalah
1.1.2. Kaji persepsi keluarga
Hubungan saling percaya
merupakan dasar untuk
kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya. Hal
ini perlu dibina dahulu agar
keluarga klien mau
berkomunikasi secara
terbuka.
46
yang dapat
menyebabkan klien
kambuh.
tentang perilaku klien
yang maladaptif.
1.1.3. Diskusikan dengan
keluarga beberapa
masalah yang dapat
menjadi faktor penyebab
klien kambuh seperti :
a. Tidak menghargai klien
b. Mengisolasikan klien
c. Tidak memperhatikan
klien
d. Klien tidak diberi
kegiatan di rumah
1.1.4. Diskusikan dengan
keluarga tentang sikap
yang harus dilakukan
oleh keluarga,
Untuk mengetahui apakah
keluarga sudah mengetahui
penyebab gangguan jiwa
yang dialami oleh anggota
keluarga tentang faktor
penyebab klien kambuh.
Sikap positif dari keluarga
masyarakat dan individu
dapat memfasilitasi serta
mengatasi perilaku pasien
yang maladatif.
47
masyarakat dan individu
terhadap perilaku
maladatif dari klien.
1.1.5. Bantu keluarga mengenal
sikap dan perilakunya
yang dapat memicu dan
menyebabkan klien
kambuh.
Antisipasi keluarga dalam
mencegah kita untuk
kambuh sangat diperlukan
dalam semua situasi.
Kesadaran keluarga
terhadap tanggung
jawabnya untuk merawat
klien membantu
48
keberhasilan perawatan
klien. Keputusan keluarga
merupakan hal penting
dalam perawatan klien.
2. Keluarga dapat
mengambil keputusan
dalam melakukan
perawatan terhadap
klien.
2.1. Keluarga
mengambil
keputusan yang
tepat dalam
merawat klien.
Dapat menyebabkan
akibat bila klien
tidak dirawat
dengan tepat.
2.1.1. Diskusikan dengan
keluarga bahwa keluarga
merupakan penganggung
jawab utama merawat
klien
2.1.2. Jelaskan pada keluarga
bahwa keluarga
merupakan pengambilan
keputusan dalam
keperawatan keluarga.
2.1.3. Jelaskan pada keluarga
Meningkatkan, memotivasi
keluarga dan melakukan
perawatan klien selama di
rumah dan meningkatkan
pengetahuan keluarga
dalam merawat klien di
rumah sehingga tingkat
kekambuhan dapat teratasi.
Informasi yang telah jelas
akan meningkatkan
kemampuan keluarga dalam
memutuskan fasilitas
kesehatan yang ada bila
suatu saat dibutuhkan.
Meningkatkan peran serta
dan memotivasi keluarga
dalam memanfaatkan
faslitas yang terdekat.
Pemanfaatan fasilitas
49
akibat bila masalah tidak
ditangani secara cepat.
2.1.4. Motivasi keluarga utnuk
memutuskan hal yang
menguntungkan klien.
kesehatan akan
meningkatkan kesehatan
klien dan keluarga.
3. Kelurga dapat
merawat klien di
rumah.
3.1. Keluarga dapat
menyebutkan cara
merawat klien di
rumah.
3.1.1. Diskusikan dengan
keluarga cara merawat
klien di rumah dan
didemonstrasikan
seperti :
a. Bantuan klien dalam
memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
b. Libatkan klien dalam
kegiatan sehari-hari yang
dilakukan oleh keluarga.
c. Dengan keluhan yang
dirasakan klien.
Untuk mengetahui
pengetahuan keluarga
tentang peran dan fungsi
puskesmas.
4. Keluarga dapat
memodifikasi
lingkungan yang
4.1. Kelurga dapat
menyediakan
lingkungan yang
4.1.1. Beri informasi pada
keluarga tentang fasilitas
kesehatan yang di
Untuk mengingatkan
kemandirian keluarga
dalam menggunakan
50
terapeutik dalam
merawat klien.
dapat terapeutik
dalam mendukung
proses keperawatan
klien.
masyarakat dan dapat
digunakan keluarga
sebelum klien di bawa ke
rumah sakit jiwa bila
mengalami kambuh.
4.1.2. Diskusikan dengan
keluarga tentang
pentingnya pemanfaatan
fasilitas tersebut serta
tahu prosedur yang harus
dilakukan oleh keluarga.
4.1.3. Anjurkan pada keluarga
sebagai alternatif
pemecahan masalah bila
klien kambuh untuk
memanfaatkan fasilitas
yang ada di dekat rumah.
fasilitas kesehatan yang ada
dilingkungan nya
5. Keluarga dapat
memanfaatkan
fasilitas kesehatan
yang ada di
masyarakat untuk
merawat kesehatan
5.1. Keluarga dapat
mengunjungi
fasilitas kesehatan
yang ada di
masyarakat dalam
mengoptimalkan
5.1.1. Kaji pandangan keluarga
tentang keberadaan
puskesmas dalam
perawatan klien.
5.1.2. Dorongan keluarga untuk
memanfaatkan
51
klien. perawatan klien di
rumah seperti :
puskesmas dalam
perawatan klien.
PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DIAGNOSA KEPERAWATAN
KERUSAKAN KOMUNIKASI BERHUBUNGAN DENGAN WAHAM
52
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : ................................. Diagnosa Medis : .................................
Ruang : ................................ No. CM : .................................
NO. TGLDIAGNOSA
KEPERAWATAN
PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
TUJUAN (UMUM DAN KHUSUS) TINDAKAN KEPERAWATAN
1 2 3 4 5
Kerusakan komunikasi
berhubungan dengan waham
Tujuan Umum :
Klien dapat melakukan komunikasi.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya. 1.1. Bina hubungan saling percaya dengan klien : beri salam
terapeutik (panggil nama klien), sebutkan mana
perawat, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan
yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik yang akan
dibicarakan, waktu dan tempat).
1.2. Jangan membantah dan mendukung waham klien :
- Katakan perawat menerima keyakinan klien : “Saya
keyakinan anda” disertai ekspresi menerima.
- Katakan perawat tidak mendukung : “Sukar bagi
saya untuk mempercayainya” disertai ragu tapi
53
empati.
- Tidak membicarakan isi waham klien.
1.3. Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindung :
3. Keliat, B.A, (1994). Seri Keperawatan Gangguan Konsep Diri, Cetakan Ii, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
4. stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.
5. Town, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
65
Masalah : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Pertemuan ke I (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien mengatakan malu dan tidak berguna.
b. Klien menunjukkan ekspresi wajah malu.
c. Klien mengatakan “tidak bisa” ketika diminta melakukan sesuatu.
d. Klien tampak kurang bergairah.
e. Klien selalu mengungkapkan kekurangannya dari pada kelebihannya.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (Sp)
66
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Bu, saya Indah Suryani, saya mahasiswa Akper Dep Kes Magelang yang sedang praktik di Rumah Sakit ini”, Ibu bisa panggil saya
Suster Indah atau Suster Ani”. “Nama ibu siapa ?” ....... o o o begitu, “Ibu lebih senang dipanggil siapa ?”. “o o o ibu Siti”. “saya akan
menemani ibu kurang lebih 2 minggu, jadi kalau ada yang mengganggu pikiran ibu, bisa bilang saya, siapa tahu saya bisa bantu”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Ibu saat ini ? .......... o o o begitu”. “Coba ceritakan pada saya, apa yang dirasakan di rumah, hingga dibawa ke RSJ ?”
c. Kontrak
1) Topik
“Maukah ibu Siti bercakap-cakao dengan kemampuan yang dimiliki serta hoby yang sering dilakukan di rumah ?”
2) Tempat
“Ibu siti lebih suka bercakap-cakap dimana ?, o o o..... diteras, baiklah”.
3) Waktu
“Kita mau bercakap-cakap berapa lama ?”, Bagaimana kalau 10 menit saja”.
2. Kerja
“Kegiatan apa saja yang sering ibu Siti lakukan di rumah ?” .......memasak, mencuci pakaian, bagus itu”. Terus kegiatan apalagi yang bisa ibu
lakukan?”. “Kalau tidak salah ibu juga senang menyulam ya ?”, wah bagus sekali !.
“Bagaimana kalau ibu Siti menceritakan kelebihan lain/kemampuan lain yang dimiliki ?”, terus .......... Palagi
“Bagaimana dengan keluarga ibu Siti, apakah mereka menyenangi apa yang ibu lakukan selama ini, atau apakah mereka sering mengejek hasil kerja
ibu ?”.
3. Terminasi
67
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu Siti selama kita bercakap-cakap ?”, “Senang Terimakasih !”.
b. Evaluasi Obyektif
“Tolong ibu Siti ceritakan lagi kemampuan dan kegiatan yang sering ibu lakukan ? ........ Bagus”, “terus bagaimana tanggapan keluarga terhadap
kemampuan dan kegiatan yang ibu lakukan ?”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Baiklah Bu Siti, nanti ibu ingat-ingat lagi ya, kemampuan ibu yang lain dan belum sempat ibu ceritakan kepada saya ?”, besok bisa kita bicara
lagi”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kita bicarakan kembali kegiatan/kemampuan yang dapat Ibu Siti lakukan di Rumah Sakut dan Rumah ?”.
2) Tempat
“Tempatnya mau dimana Bu ?”
3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercakap-cakap ?”. Bagaimana kalau 15 menit ?”
“Setuju !”.
“Sampai bertemu lagi besok ya, Bu Siti “
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
68
Masalah : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Pertemuan ke II (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien telah terbina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Klien telah mengetahui / dapat mengenal beberapa kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
b. Klien dapat merencanakan kegiatan di rumah sakit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (Sp)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Bu Siti !” Masih ingat saya ?” .................. bagus !”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Ibu Siti sekarang ?”.
“........ O ...... ya bagaimana, apakah ada kemampuan lain yang belum ibu Siti ceritakan kemarin ?”
c. Kontrak
69
1) Topik
“Apakah bu Siti masih ingat apa yang akan kita bicarakan sekarang ?”. “ya.......bagus”.
2) Tempat
“Kalau tidak salah, kemarin kita sudah sepakat akan bercakap-cakap di ruang makan benar kan ?”.
3) Waktu
“Kita akan bercakap-cakap selama 15 menit, atau mungkin bu Siti ingin kita bercapak-cakap lebih lama lagi ?”.
2. Kerja
“Kegiatan apa saja yang sering ibu Siti lakukan di rumah ?” .......memasak, mencuci pakaian, bagus itu”. Terus kegiatan apalagi yang bisa ibu
lakukan?”. “Kalau tidak salah ibu juga senang menyulam ya ?”, wah bagus sekali !.
“Bagaimana kalau ibu Siti menceritakan kelebihan lain/kemampuan lain yang dimiliki ?”, terus .......... Palagi
“Bagaimana dengan keluarga ibu Siti, apakah mereka menyenangi apa yang ibu lakukan selama ini, atau apakah mereka sering mengejek hasil kerja
ibu ?”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu Siti setelah berhasil membuat jadwal kegiatan yang dapat dilakukan di rumah sakit ?”’.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba ibu bacakan kembali jadwal kegiatan yang telah dibuat tadi !”. “Bagus”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Ibu Siti mau kan melaksanakan jadwal kegiatan yang telah ibu buat tadi !”.
“......nah nanti kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan bersama-sama dengan teman-teman yang lain ya !”. “Bagaimana kalau nanti siang ?”.
d. Kontrak
70
1) Topik
“Baiklah besok kita bertemu lagi, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kegiatan yang dapat ibu lakukan di rumah”. “Bagaimana
menurut ibu Siti ?”. “Setuju”.
2) Tempat
“Ibu ingin kita bercakap-cakap dimana besok ?”, “.........oooo di taman, baiklah”.
3) Waktu
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap selama 10 menit ?”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
71
Masalah : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Pertemuan ke III (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien telah mampu mengenal dan menyusun jadwal kegiatan yang dapat
dilakukan di rumah sakit.
b. Klien telah berhasil melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang
telah dibuat.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengenal kegiatan yang dapat dilakukan di rumah.
b. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan di rumah.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (Sp)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, bu Siti sedang apa ?”
b. Evaluasi/Validasi
72
“Bagaimana perasaan Ibu Siti saat ini ?”
“Apakah ibu sudah melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat kemarin ?”. “Bagus ibu telah dapat membantu membersihkan
lingkungan”.
“Coba saya lihat jadwal kegiatannya, wah hebat sekali, sudah diberi tanda semua !”, “nanti dikerjakan lagi ya bu !”
c. Kontrak
1) Topik
“Nah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kegiatan yang dapat ibu lakukan di rumah ?”.
2) Tempat
“Kita mau bercakap-cakap dimana ?, Bagaimana kalau ditempat yang kemarin, di taman, kan enak !”
3) Waktu
“Mau berapa lama ?, Bagaimana kalau 15 menit lagi”.
2. Kerja
“Kemarin ibu telah membuat jadwal kegiatan di rumah sakit, sekarang kita buat jadwal kegiatan di rumah ya !. Ini kertas dan bolpointnya, jangan
khawatir nanti saya bantu, kalau kesulitan. Bagaimana kalau kita mulai ?”.
“Ibu mulai dari jam 05.00 WIB ? ............ ya, tidak apa-apa, bangun tidur .... terus ya sholat shubuh, terus masak (sampai jam 20.00 WIB), bagus tapi
jangan lupa minum obatnya, ya bu !”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu Siti setelah dapat membuat jadwal kegiatan di rumah ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba ibu sebutkan lagi susunan kegiatan dalam sehari yang dapat dilakukan di rumah ?”.
c. Rencana Tindak Lanjut
73
“Besok kalau sudah dijemput oleh keluarga dalam sehari yang dapat dilakukan di rumah ?”.
d. Kontrak
1) Topik
“Nah, bagaimana besok kita bercakap-cakap tentang perlunya dukungan keluarga terhadap kesembuhan Bu Siti”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di teras, setuju !, atau mungkin bu Siti mau kita di tempat yang laim ?”.
3) Waktu
“Kita mau bercakap-cakap berapa, bagaimana kalau 10 menit ?”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
74
Masalah : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Pertemuan ke IV (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
Klien telah mampu menyusun kegiatan yang sesuai kemampuan yang dapat dilakukan di rumah.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang dimiliki di rumah.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (Sp)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, bu !”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Ibu Siti hari ini, baik-baik saja ?”. Syukurlah”.
“Masih ibu simpan jadwal kegiatan yang telah dibuat kemarin ?”.
c. Kontrak
75
1) Topik
“Hari ini akan kita bercakap-cakap tentang system pendukung yang dapat membantu ibu Siti di rumah ?”.
2) Tempat
“Sesuai kesepakatan kemarin kita bercakap-cakap di teras, ya ?”.
3) Waktu
“Kita bercakap-cakap mau berapa lama ?”. “10 menit saja ya boleh !”.
2. Kerja
“Apakah ibu tahu artinya system pendukung ?”, “Baiklah akan saya jelaskan system pendukung adalah hal-hal yang dapat membantu di rumah dalam
mencapai kesembuhan nantinya, misalnya : dana, keluarga, teman/tetangga yang mau menerima, kegiatan bersama, dan tempat yang dapat ibu
kunjungi saat obat habis”.
“Ibu di rumah tinggal dengan siapa saja ?.........terus siapa lagi ?. “Apakah mereka sayang dan memperhatikan kesehatan bu Siti ?”.
“Siapa selama ini yang mengingatkan ibu selama ini minum obat dan mengantarkan control/periksa dokter ?”. “Wah bagus ! terus selama ini yang
mencari nafkah dan mencari biaya pengobatan untuk ibu, siapa ?”/
“Apakah punya teman atau tetangga yang dekat dengan ibu Siti ?”. “Kegiatan apa saja yang ada di lingkungan bu Siti ?”. “Oooooo
pengajian......Bagus itu, kalau kelopo ibu-ibu arisan ada tidak bu, oo begitu !”. “Selama ini bu Siti sudah berobat kemana saja, apakah ada RS/RS yang
paling dekat dengan rumah ibu ?”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah bercakap-cakap tentang system pendukung yang bu Siti miliki ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali system pendukung yang ibu miliki di rumah, satu persatu ya !”.
c. Rencana Tindak Lanjut
76
“Besok kalau sudah pulang, harus mendengarkan nasehat keluarga ya Bu ! jangan lupa kalau obat hampir habis cepat datangi rumah sakit !”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita bercakap-cakap lagi, tentang obat-obatan yang ibu Siti minum setiap hari”.
2) Tempat
“Sebaiknya kita bercakap-cakap di mana bu ?”, “di warung makan, o.....bisa!”.
3) Waktu
“Mau berapa lama Bu ?”. “Lima belas menit, boleh sampai ketemu lagi bu !”
LAPORAN PENDAHULUAN
77
HALUSINASI
A. MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori : halusinasin
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti
melihat bayangan atau suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S. 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa
ada rangsang apapun dari panca indera, dimana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan
fungsional, organic atau histerik. Sedangkan menurut pendapat lain halusinasi adalah suatu keadaan dimana seorang mengalami perubahan dalam jumlah
dan pola dari stimulus yang mendekat yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-
lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulus (Townsend, M.C, 1998:156).
Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsi yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi (penglihatan, pendengaran,
pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran (Boyd, M.A & Nirhath, M.A, 1998:303 ; Rawlins, R.P,
Heacock, P.E, 1998;198). Menurut Carpetino, L.J (1998:363) Perubahan persepsi sensori halusianasi merupakan keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau interprestasi stimulus yang dating. Sedangkan menurut pendapat lain
halusinasi merupakan persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, yang dibedakan dari distrorsi atau ilusu yang merupakan
kekeliruan persepsi terhadap stimulus yang nyata dan pasien menganggap halusinasi sebagau suatu yang nyata (Kusuma, W, 1997:284)
2. Tanda dan Gejala
78
Klien dengan halusinasi sring menunjukkan adanya (Carpetino, L.J. 1998:363; Townsend, M.C, 1998:156; Stuart, G.W dan Sundeen, S.J
1998:328-329) :
Data subjektif :
a. Tidak mampu mengenal, orang dan tempat.
b. Tidak mampu memecahkan masalah.
c. Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau melihat bayangan).
d. Mengeluh cemas dan kuatir.
Data objektif :
a. Mudah tersinggung.
b. Apatis dan cenderung menarik diri (controlling).
c. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola konumikasi, kadang berhenti bicara seolah-olah mendengar sesuatu.
d. Menggerakkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara.
e. Menyeringai dan tertawa tidak sesuai.
f. Gerakan mata yang cepat.
g. Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah.
h. Kadang tampak ketakutan.
i. Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks)
3. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik
diri ( Townsend, M.C, 1998:156). Menurut Carpetino, L.J, (1998:381) isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangkan menurut
Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (1998:423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain,
individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
79
Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan adanya perilaku (Carpentino, L.J 1998:382) :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan.
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial.
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna.
Data objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri.
e. Kurang aktivitas.
f. Wajah tampak murung dan sedih.
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain.
4. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 1998:27). Menurut
Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan
orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam.
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir.
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah.
80
b. Mondar-mandir.
c. Mata melotot rahang mengatup.
d. Tangan mengepal.
e. Keluar keringat banyak.
f. Mata merah.
C. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif
1.
2.
3.
Masalah utama : gangguan
persepsi sensori halusinasi
MK : penyebab isolasi sosial :
menarik diri
MK : Akibat resiko
mencederai diri sendiri dan
orang lain
Klien mengatakan melihat atau mendengar
sesuatu. Klien tidak mampu mengenal tempat,
waktu, orang.
Klien mengatakan merasa kesepian.
Klien mengatakan tidak dapat berhubungan
sosial.
Klien mengatakan tidak berguna.
Klien mengungkapkan takut.
Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan
didengar mengancam dan membuatnya takut.
Tampak bicara dan ketawa sendiri.
Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat sesuatu.
Gerakan mata yang cepat.
Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara.
Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.
Wajah klien tampak tegang, merah.
Mata merah dan melotot.
Rahang mengatup.
81
Masalah Utama
Tangan mengepal.
Mondar mandir.
D. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri,
Orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori
Halusinasi pendengaran
Isolasi sosial menarik diri
Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 1998:6)
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran.
2. Perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
82
F. FOKUS INTERVENSI
Menurut Rasmun (2001:43-48) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan dari diagnosa utama : resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Tujuan khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam,
mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
83
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
b. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya
halusinasi.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2) Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara
dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional :
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
- Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
- Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa
menuduh/menghakimi).
- Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
- Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya halusinasi.
d) Diskusikan dengan klien tentang :
84
- Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
c. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
85
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi :
- Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.
- Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang
didengar.
- Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional :
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus
halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :
- Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
- Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
- Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).
- Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
- Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat
meningkatkan harga diri klien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi
86
hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.
d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan unutk
mengendalikan halusinasi.
2) Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama,
tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
- Pengertian halusinasi
- Gejala halusinasi yang dialami klien.
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
87
- Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
- Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga yang
mempunyai masalah halusinasi.
e. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi
serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien melaksanakan program pengobatan.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
88
manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Johnson, B.S. (1995). Psyciatric-Mental Health Nursing Adaption and Growt, Edisi 2th, Lippincott-Raven Publisrs, Philadelphia.
Kusuma, W, (1997). Dari A sampai Z Kedaruratan Psiciatric dalam Praktek, Ed I, Profesional Books, Jakarta.
Keliat, B.A, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed I, EGC Jakarta.
Maramis, W.f, (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya.
Rasmun, (2001), Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Ed I, CV. Sagung Seto, Jakarta.
Rawlins, R.P & Heacock, PE, (1998). Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing, Edisi 1, the C.V Mosby Company, Toronto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
89
Contoh SP (Strategi Pelaksanaan Halusinasi)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pertemuan ke I (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a Klien tampak bicara dan tertawa sendiri.
b. Klien mondar mandir.
c. Klien merasa mendengarkan suara laki-laki yang menyuruh memukul.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Klien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya.
90
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi. Mas, sedang apa ?”. “Kenalkan nama saya Bapak Budi Sisroyo, mas bisa panggil saya Bapak atau mas Budi saja”. “Mas namanya
siapa ? .......o o o Joko Prisanto, senang dipanggil siapa ?”. “Mas Joko atau mas Yanto”. “Ooooo begitu baiklah mas Aynto, saya akan
menemani ibu kurang lebih 2 minggu ke depan, nanti bisa cerita masalah yang dialami mas Joko”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan mas Joko saat ini ?....o o o kalau saya lihat mas Joko tampak bicara, berbicara sama siapa ?”
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap suara yang mas Joko dengar dan orang yang mengajak bicara ?”.
2) Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang Mas ?, o o o.... di ruang makan, baiklah”.
3) Waktu
“Kita akan bercakap-cakap berapa menit ?”. “15 menit !”, ya baiklah”.
2. Kerja
“yeah sekarang kita sudah duduk santai, tolong ceritakan suara-suara yang Mas Joko dengar tadi, oooooooo begitu, lalu !”. “Jadi Mas mendengar
suara orang yang mengajak berbicara dan menyuruh memukul orang”. “menurut Mas suara tersebut suara siapa, apakah mengenalnya?’, ooooooo
seperti suara laki-laki”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
91
“Bagaimana perasaan mas Joko setelah berbincang-bincang tentang suara yang mas dengar ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Jadi suara yang mas dengar adalah ............, muncul saat........., dan yang mas lakukan saat suara-suara tersebut muncul..............”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Baiklah mas, nanti diingat-ingat lagi yang suara-suara lain yang didengar, jangan lupa kalau suara-suara itu muncul lagi beritahu perawat biar
dibantu ya !”
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang cara mengendalikan suara-suara tersebut ?”, Setuju !”.
2) Tempat
“Baiklah kalau begitu, dimana kita akan bercaka-cakap, mungkin Mas Joko punya tempat yang teduh dan santai untuk ngobrol ?”
3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercakap-cakap ?”. ”10 menit atau 15 menit”. “Sampai jumpa besok ya, Mas!”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
92
Pertemuan ke II (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a Klien sudah dapat membina hubungan saling percara dengan perawat.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori halusinasi pendengar.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mas Joko ?”, “Masih ingat nama saya ? Bagus !”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Joko saat ini ? apakah ada suara-suara yang didengar dan belum diceritakan kemarin ?”
c. Kontrak
1) Topik
“Seperti kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap-cakap tentang cara mengendalikan halusinasi yang Mas Joko alami ?”, “Bagaimana
setuju ?”
2) Tempat
“Kita bercakap-cakap di ruang makan saja ya !”
3) Waktu
93
“Mas Joko mau berapa lama kita bercaka-cakap ?”. “15 menit, baiklah”.
2. Kerja
“Kemarin Mas Joko sudah menceritakan tindakan yang dilakukan ketika suara-suara tersebut muncul. Masih ingat?. “Bagaimana apakah dapat
mengurangi / menghilangkan suara-suara yang Mas Joko dengar ?” ooooo.......begitu !”
“Kalau Mas Joko mau saya akan memberitahu cara-cara lain yang dapat dilakukan ketika suara-suara tersebut muncul ?”. “Bagaimana !” “Oke yang
pertama dengan menghardik suara-suara tersebut, caranya dengan mengatakan saya benci kamu, pergi......pergi !”, lalau tarik nafas dalam-dalam tahan
sebentar dan keluarkan pelan-pelan melalui mulut, maka Mas Joko akan rilex dan santai kembali”. “Mari saya ajari, tirukan saya ya !”, “Pertama
katakan “saya benci kamu pergi......pergi!”, kemudian tarik nafas dan keluarkan, begitu”, “Bagus mudah kan ?”
“Cara yang kedua dengan melakukan kegiatan yang dapat memutus/menghilangkan suara-suara itu, misalnya dnegan mengambil air wudhu, sholat
atau membaca Al-Qur’an, membersihkan rumah atau alat-alat rumah tangga, apabila suara-suara tersebut muncul siang atau sore hari”.
“Cara ketiga adalah mencari teman untuk diajak ngobrol sehingga suara-suara tersebut dapat dialihkan, tetapi cara ini tidak dapat dilakukan apabila
suara-suara itu muncul malam hari”.
“Jika suara sering muncul malam hari, yang dapat Mas Joko lakukan adalah minum obat tepat waktu, tepat obat, dan tepat dosis, misalnya jam 17.30
WIB sehingga Mas Joko akan terbangun pada jam 05.00 pagi.”
“Kalau Mas Joko suka olahraga, untuk menghindari suara muncul kembali Mas Joko dapat mengikuti olahraga dengan teman-temannya, tentunya
kalau sore hari”.
“Bagaimana, mudahkan ?”, Mas Joko dapat pilih sesuai dengan kondisi dan keadaan !’
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana rasanya setelah bercakap-cakap tentang cara mengendalikan suara-suara yang muncul ?”.
94
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali cara yang dapat Mas Joko lakukan untuk menghindari/memutus suara-suara yang muncul suara-suara tersebut !.
Bagus ..........lagi”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi coba dipraktekan yang Mas Joko, siapa tahu dapat membantu !”
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok keluarga Mas Joko menjenguk, kita bercakap-cakap lagi bersama-sama keluarga tentang halusinasi yang Mas Joko
alami ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di ruang tamu saja biar lebih leluasa ?”
3) Waktu
“Mas Joko ingin berapa lama kita akan bercakap-cakap besok ?”. o....... 15 menit”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
95
Pertemuan ke III (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien sudah mengetahui cara-cara yang dapat digunakan untuk memutus
atau menghilangkan halusinasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori halusinasi pendengar.
3. Tujuan Khusus
Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam mengatasi halusinasinya.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Pak ?”, “Kenalkan saya Bapak Budi yang merawat Mas Joko di sini, syaa bisa panggil Bapak siapa ?”.......”. o.......ya Pak
Mahmud”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Joko saat ini ? apakah Mas Joko masih ingat cara-cara yang kemarin saya ajarkan ?”. “Apakah Bapak/Ibu mengetahi
pengertian halusinasi, gejala halusinasi dan cara mengatasi halusinasi ?”
c. Kontrak
1) Topik
96
“Pagi hari ini kebetulan Bapak Mahmud menengok Mas Joko, kita akan bercakap-cakap tentang pengertian halusinasi dan cara-cara yang
harus dilakukan agar Mas Joko terhindar dari halusinasi ?”
2) Tempat
“Kita bercakap-cakap di ruang perawatan saja biar lebih santai ?”
3) Waktu
“Berapa lama kita bercaka-cakap ?” bagaimana kalau 30 menit ?”.
2. Kerja
“Tolong Mas Joko ceritakan tentang suara-suara didengar pada Pak Mahmud, agar beliau tahu dan dapat membantu kalau di rumah nanti muncul
lagi”. “Jadi begini, ya Pak, mas Joko ini kalau dalam kedokteran mengalami halusinasi”.
“Nah apa halusinasi itu?”, Halusinasi adalah kesalahan dalam mengartikan rangsangan dari luar yang sebenarnya tidak ada, misalnya mendengar suara
yang mengajak bicara atau menyuruh melakukan sesuatu padahal tidak ada yang mengajak bicara, seperti yang dialami mas Joko ini”.
“Bagaimana cara mengenali orang yang mengalami halusinasi ?”. “Bapak Mahmud akan menjumpai orang tersebut tampak termenung, kemudian
bicara sendiri atau tertawa sendiri, tidak jarang orang tersebut tampak gelisah, mondar-mandir bingung dan ketakutan karena suara yang mengancam,
atau memuluk orang lain jika suara itu tidak menyuruh untuk memukul”. “Bagaimana sudah jelas ?”
“Apa akibatnya jika halusinasi tidak diatasi ?”, orang tersebut dapat beresiko orang tersebut akan melakukan kekerasan yang arahnya diri sendiri,
orang lain atau lingkungan.
“Maka jangan heran kalau Bapak pernah melihat orang gila tiba-tiba melempar pakai batu atau tiba-tiba merusak tanaman yang ada didekatnya”.
“Nah untuk menghindari hal tersebut, ada cara agar halusinasi tidak muncul, yaitu tidak membiarkan Joko sendirian melamun, beri Mas Joko kegiatan
untuk mengisi waktu luangnya, ajak Mas Joko nonton televisi bersama, jalan-jalan atau kegiatan pengajian dan gotong royong”, “Bagaimana ?”
Bapak sudah paham.
“Bila belum jelas pak Mahmud dapat bertanya ?”
“.......... ya jangan lupa minum obat secara tepat dan teratur serta antar mas Joko kontrol atau pergi RSJ sangat membantu agar mas Joko terhindar dari
halusinasi”.
97
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana rasanya setelah bercakap-cakap tentang pengertian dan cara mengendalikan suara-suara yang didengar Mas Joko ?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali pengertian halusinasi dan cara-cara yang dapat keluarga lakukan agar Mas Joko dapat menghindari/memutus suara-suara
yang muncul suara-suara tersebut !” : Bagus....lagi”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Tolong ya Pak, Mas Joko dibantu untuk menghindari suara-suara itu muncul lagi, caranya dengan yang sudah saya jelaskan tadi !”
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita bercakap-cakap tentang manfaat dan efek samping obat yang Mas Joko minum ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di taman ?”, Setuju !’
3) Waktu
“Mau berapa lama ?”. “Bagaimana kalau 10 menit saja ?”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
98
Masalah : Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pertemuan ke IV (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien dan keluarga sudah mengenal pengertian gejala halusinasi.
b. Klien dan keluarga sudah mengetahui cara menghindari munculnya
kembali suara-suara
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori halusinasi pendengar.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mas Joko ?”, “Masih ingat nama saya ? Bagus !”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Joko saat ini ?”, baik-baik saja kan, ada yang ingin disampaikan ?”
c. Kontrak
1) Topik
“Kita akan berbicara tentang jenis obat, manfaat obat, efek samping obat serta cara pemakaiannya”, “Bagaimana mas Joko bersedia ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di taman saja, biar lebih santai?”
99
3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercaka-cakap ?” Bagaimana kalau 15 menit ?”.
2. Kerja
“Berapa jenis obat yang diminum Mas Joko tadi pagi ?”. “ya ..... bagus”.
“Jadi begini ya Mas Joko, obat yang diminum tadi ada tiga macam, ini obatnya saya bawakan”.
“Saya jelaskan satu persatu ya ?”. “yang warnanya oranye ini namanya CPZ atau chlorponazin, gunanya untuk mempermudah Mas Joko tidur
sehingga dapat istirahat, minumnya 2 x sehari pagi hari dan sore hari, pagi jam 07.00 dan sore jam 17.30 WIB”. “Efek sampingnya badan menjadi
lemas, keluar ludah terus menerus”.
“Nah, yang ini, namanya HPD atau haloperidole, karena Mas Joko dapat yang 5 mg, maka warnanya jambon atau pink, cara dan waktu minumnya
sama dengan CPZ, 2x sehari”. “Gunanya obat ini untuk menghilangkan suara-suara yang mas Joko dengar, selain dapat juga membuat mas Joko lebih
rileks, santai dan dapat mengontrol emosi, efek sampingnya badan menjadi kaku, terutama tangan dan kaki, mulut kering dan dada berdebar-debar dan
tremor/ndedek dalam istilah jawa”.
“Tapi mas Joko jangan kuatir, ada penangkalnya, maka diberikan obat yang putih agak besar ini. Ini namanya Triheksipenidile atau THP, fungsinya
obat ini menetralkan atau menghilangkan efek samping yang tidak megenakkan tadi, makanya obat ini harus diminum bersamaan dengan obat CPZ
dan HPD tadi”.
:bagaimana masih ada yang belum jelas ?”. “Jangan lupa kalau obat ini hampir habis segera control kembali ya !”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah bercakap-cakap tentang jenis dan manfaat obat yang mas Joko minum setiap hari ?”
b. Evaluasi Obyektif
100
“Coba sebutkan kembali jenis obat yang mas Joko, dan ambilkan yang namanya HPD........Dan seterusnya, sebutkan manfaatnya sekalian !”.
“Bagus......diingat-ingat ya !”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa obatnya diminum dengan dosis dan waktu yang tepat ya !”. O. Ya kalau ada yang berlum jelas bisa Mas Joko tanyakan kembali pada
waktu lain”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kapan-kapan kita bercakap-cakap lagi dengan topik yang lain ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di teras saja ?”, Setuju !”
3) Waktu
“Mau berapa lama ?”. “Bagaimana kalau 10 menit saja
LAPORAN PENDAHULUAN
101
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
A. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial : Menarik diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Menurut Townsend, M.C (1998:152). Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap
menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKS RI (1998:117) penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu
tindakan melepaskan diri, naik perhatian maupun niatnya terhadap lingkungan sosial yang secara langsung dapat bersifat sementara atau menetap.
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, L.J, (1998:38). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, (1998:423).
Isolasi sosial menarik diri merupakan usaha untuk menghindar dari interaksi dan hubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan
akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berpikir, berperasaan, berprestasi atau selalu dalam kegagalan.
2. Tanda dan Gejala
Menurut Townsend, M.C, (1998:152-153) dan Carpenito, L.J (1998:382) Isolasi menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai
berikut :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan.
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki.
Data objektif :
102
a. Tampak menyendiri dalam ruangan.
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri.
c. Tidak melakukan kontak mata.
d. Tampak sedih afek datar.
e. Posisi meringkuk ditempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu.
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan usianya.
g. Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain.
h. Kurang aktivitas fisik dan verbal.
i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi.
j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan diwajahnya.
3. Penyebab
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh kurangnya rasa percaya kepada orang lain, perasaan panik regresi ke tahap perkembangan
sebelumnya, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut (Townsend, M.C, 1998:152). Menurut Stuart, G.W & Sundeen, S.J (1998:345) Isolasi
sosial disebabkan oleh konsep diri rendah.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998:227). Townsend (1998:189) harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada diunkapkan oleh Carpenito, L.J (1989:352) bahwa harga diri rendah
merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.
Menurut Carpenito, L.J (1998:352); Keliat, B.A (1994:20); perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain :
Data subjektif :
103
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain.
b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan.
c. Perasaan tidak mampu.
d. Rasa bersalah.
e. Sikap negatif pada diri sendiri.
f. Sikap pesimis pada kehidupan.
g. Keluhan sakit fisik.
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi.
i. Menolak kemampuan diri sendiri.
j. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri.
k. Perasaan cemas dan takut.
l. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif.
m. Mengungkapkan kegagalan pribadi.
n. Ketidakmampuan menentukan tujuan.
Data objektif :
a. Produktifitas menurun.
b. Perilaku distruktif pada diri sendiri.
c. Perilaku distruktif pada orang lain.
d. Penyalahgunaan zat.
e. Menarik diri dari hubungan sosial.
f. Ekspresi wajah mau dan rasa bersalah.
g. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
4. Akibat
104
Perilaku sosial menarik diri beresiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998”156). Perubahan persepsi sensori
halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita, kenyataan seperti
melihat bayangan, atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, S.B, 1995:119) halusinasi adalah penerapan tanpa adanya
rangsangan apapun dari panca indera, dimana orang tersebut sadar dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psiotik, gangguang fungsional,
organik atau histerik.
Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi line perasaan
(penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran (Boyd, M.A, & Nihart,
M.A, 1998:303: Rawlins, R.P & Heacock, P.E, 1998:198). Menurut Carpenito, L.J (1998:363). Perubahan persepsi sensori halusinasi merupakan keadaan
dimana individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau interprestasi stimulus yang datang.
Sedangkan menurut pendapat lain halusinasi merupakan persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, yang dibedakan dari
distorsi atau ilusi yang merupakan kekeliruan persepsi terhadap stimulus yang nyata dan pasien yang menganggap halusinasi sebagai suatu yang nyata
(Kusuma, W, 1997:284).
Menurut Carpetino, L.J (1998:363); Townsend, M.C (1998:156) dan Stuart, G,W & Sundeen, S.J (1998:328-329) perubahan persepsi sensori
sering ditandai dengan adanya :
Data subjektif :
a. Tidak mamu mengenal waktu, orang dan tempat.
b. Tidak mampu memecahkan masalah.
c. Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau melihat bayangan)
d. Mengeluh cemas dan khawatir.
Data objektif :
a. Apatis dan cenderung menarik diri (controlling).
b. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang berhenti bicara seolah-olah mendengar sesuatu.
c. Menggerakkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara.
d. Menyeringai dan tertawa tidak sesuai.
105
e. Gerakan mata yang cepat.
f. Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah.
g. Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks).
C. MASALAH DAN DATA YANG HARUS DIKAJI
No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif
1.
2.
3.
Masalah utama : Isolasi sosial :
menarik diri
MK : penyebab gangguan konsep
diri : harga diri rendah
MK : Akibat perubahan persepsi
sendiri halusinasi
Klien mengatakan merasa kesepian
Klien mengatakan tidak dapat berhubungan
sosial
Klien mengatakan tidak berguna
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
Mengungkapkan dirinya tidak berguna
Mengkritik diri sendiri
Perasaan tidak mampu
Klien mengatakan melihat atau mendengar
Tidak tahan terhadap kontak yang lama
Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara
Tidak ada kontak mata
Ekspresi wajah murung, sedih
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri
Kurang aktivitas
Tidak komunikatif
Merusak diri sendiri
Merusak orang lain
Ekspresi malu
Menarik diri dari hubungan sosial
Tidak mau makan dan tidak tidur
Tampak bicara dan ketawa sendiri
106
Masalah Utama
sesuatu
Klien tidak mampu mengenal tempat, waktu,
orang
Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara
Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat sesuatu
Gerakan mata yang cepat
D. POHON MASALAH
Resiko perubahan persepsi
Sensori : halusinasi
Isolasi diri : Menarik diri
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 1998:6)
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
2. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan gangguang konsep diri : harga diri rendah.
F. FOKUS INTERVENSI
107
Diagnosa keperawatan : resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
1. Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Tujuan khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam,
mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
h) Jelaskan tujuan pertemuan.
i) Jujur dan menepati janji.
j) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
k) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
b. TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
108
1) Kriteria evaluasi :
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari diri sendiri orang lain dan lingkungan.
2) Intervensi
a) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
b) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.
c) Diskusikan bersama dengan klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul.
d) Berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri.
Rasional :
Dengan diketahui penyebab menarik diri dapat dihubungkan dengan faktor prisipitasi yang dialami oleh klien.
c. TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain.
b) Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain.
2) Intervensi
a) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
b) Beri pengetahuan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
c) Diskusikan bersama dengan klien keuntungan berhubungan dengan orang lain.
d) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
Klien harus dicoba berinteraksi secara bertahap agar terbiasa membina hubungan sehat dengan orang lain.
a) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
109
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
c) Diskusikan dengan klien tentang kerugian tidka berhubungan dengan orang lain.
d) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain.
Rasional :
Mengevaluasi manfaat yang dirasakan klien sehingga timbul motivasi untuk berinteraksi.
d. TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan secara bertahap.
1) Kriteria evaluasi
Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap : K P, K – P – K, K – P – Keluarga, K – P – P – Kelompok.
2) Intervensi
a) Kaji kemampuan klien dalam membina hubungan dengan orang lain.
b) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap : K P, K – P – P lain, K – P – P lain – K lain, K – P – keluarga / kelompok / masyarakat.
c) Beri reinforcement terhadap kemampuan yang dicapai.
d) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
e) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu.
f) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan diruangan.
g) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
e. TUK V : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain.
1) Kriteria evaluasi
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang lain.
2) Intervensi
110
a) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain.
b) Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain.
c) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien dalam
mengungkapkan perasaan bermanfaat berhubungan dengan orang lain.
f. TUK VI : Klien dapat memperdayakan system pendukung atau keluarga
mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
1) Kriteria evaluasi
Keluarga dapat :
a) Menjelaskan perasaannya.
b) Menjelaskan cara merawat klien menarik diri.
c) Mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri.
d) Berparitisipasi dalam perawatan klien menarik diri.
2) Intervensi
a) Bila hubungan saling percaya dengan keluarga :
- Ucapkan salam dan perkenalkan diri.
- Sampaikan tujuan pertemuan.
- Buat kontrak waktu.
- Eksplorasi perasaan keluarga.
b) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
- Perilaku menarik diri.
- Penyebab perilaku menarik diri.
- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri untuk diatasi.
111
- Cara keluarga mengatasi perilaku menarik diri.
c) Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
d) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu.
e) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.
Rasional :
Keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses perbaikan perilaku klien.
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
DEPKES RI, (1989) Pedoman Perawatan Psikiatrik, Ed 1, DEPKES RI, Jakarta.
Johnson, B.S. (1995). Psyciatric-Mental Health Nursing Adaption and Growth, Edisi 2th, Lippincott-Raven Publisrs, Philadelphia.
Kusuma, W, (1997). Dari A sampai Z Kedaruratan Psiciatric dalam Praktek, Ed I, Profesional Books, Jakarta.
Keliat, B.A, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed I, EGC Jakarta.
Maramis, W.f, (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya.
Rawlins, R.P & Heacock, PE, (1998). Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing, Edisi 1, the C.V Mosby Company, Toronto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Contoh SP (Strategi Pelaksanaan Isolasi Sosial : Menarik Diri)
112
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Pertemuan ke I (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a Klien menyendiri.
b. Klien menghindar dari kontak mata.
c. Klien tidak dapat mempertahankan komunikasi lama.
d. Klien tampak merenung di pojok ruangan.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
113
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi. Mas, sedang apa ?”. “Kenalkan nama saya Iwan Setiawan”, mas bisa panggil saya Bapak atau mas Iwan saja”. “Mas namanya
siapa ? .......o o o Sigit Eko Widiyanto, senang dipanggil siapa ?”. “Mas Sigit atau mas Eko”. “Ooooo begitu baiklah mas Widi, saya akan
menemani mas Widi selama 2 minggu kedepan, nanti bisa cerita masalah yang dialami mas Widi”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan mas Widi saat ini ?....o o o kalau saya lihat mas Widi tampak duduk sendiri ada apa sebenarnya ?”.
c. Kontrak
1) Topik
“Maukah mas Widi bercakap-cakap tentang kejadian di rumah dan yang menyebabkan mas Widi hanya diam menyendiri, mau kan ?”.
2) Tempat
“Dimana kita akan berbincang-bincang Mas ?, Bagaimana kalau di taman?”, mau !”.
3) Waktu
“Kita akan bercakap-cakap berapa menit ?”. “5 menit saja, ya !”.
2. Kerja
“yeach sekarang coba mas Widi ceritakan di rumah tinggal siapa ?”. “terus siapa lagi .........bagus”. “Diantara mereka siapa yang paling dekat dengan
mas Widi ?”.
Mas Widi tadi mengatakan lebih dekat dengan ibu dan kakak, mengapa. Apa ada sesuatu yang membuat mas Widi senang ?”.
“Nah sekarang diantara mereka, apakah ada sesuatu yang mas Widi tidak suka, yang sering membuat jengkel misalnya ?”, “o .......begitu, mengapa
mas Widi sangat tidak menyukainya ?” ........... sering memarahi mas Widi ?”.
“Apa yang dilakukan mas Widi supaya dekat dengan orang lain ?”. “Bagus !”. “Sekarang apa yang menyebabkan mas Widi senang menyendiri dan
tidak mau ngobrol dengan orang lain ?”, “Apakah ada orang yang mengejek atau menghina ?”. “Atau mungkin tidak ada teman yang sebaya dengan
mas Widi ?”. “Sehingga enggan keluar rumah ?”.
114
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan mas Widi setelah kita berbincang-bincang tentang penyebab menyendiri/tidak mau bergaul ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Jadi yang membuat mas Widi menyendiri tadi apa saja ? tolong ceritakan kembali !” ........yanch bagus.”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Baiklah mas, nanti diingat-ingat lagi yang menyebabkan enggan bergaul dengan orang lain yang lain dan esok ceritakan kepada saya ya !”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang cara mengendalikan suara-suara tersebut ?”, Setuju !”.
2) Tempat
“Baiklah kalau begitu, dimana kita akan bercaka-cakap, mungkin Mas Widi punya tempat yang teduh dan santai untuk ngobrol ?”
3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercakap-cakap ?”. ”10 menit”. “Sampai jumpa besok ya, Mas!”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
115
Pertemuan ke II (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a Klien sudah dapat membina hubungan saling percara dengan perawat.
b. Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mas widioko ?”, “Masih ingat nama saya ? Bagus !”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Widi saat ini ? apakah ada penyebab menyendiri yang lain dan belum diceritakan kemarin ?”.
c. Kontrak
1) Topik
“Seperti kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap-cakap tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain serta kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain ?”
2) Tempat
“Seperti kesepakatan kemarin kita bercakap-cakap di taman ya !”
3) Waktu
116
“Mas Widi mau berapa lama kita bercaka-cakap ?”. “10 menit, baiklah”.
2. Kerja
“Kemarin Mas Widi sudah menceritakan penyebab menyendiri, sekarang menurut mas Widi apa keutungan berhubungan dengan orang lain ?”,
“ya ........ bagus, terus apa lagi ?”. “Kalau kerugian tidak berhubungan dengan orang lain ?”. “.........tidak tahu ya tidak apa-apa”.
“Jadi begini, banyak manfaat yang dapat diambil jika kita mau bergaul atau berhubungan dengan orang lain, misalnya jadi banyak teman, dapat
mengisi waktu dan terhindar dari kesepian”. “Dengan bergaul kita juga jadi tambah ilmu dan wawasan”.
“Nah, jika kita tidak mau bergaul atau hanya menyendiri di kamar, kita jadi banyak melamun dan akhirnya tidak punya teman untuk dimintai bantuan
jika punya masalah”.
“Bagaimana sudah mengerti keuntungan dan kerugian bergaul ?”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah bercakap-cakap tentang keuntungan bergaul dengan orang lain dan kerugian tidak bergaul ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali keuntungan bergaul !”. “Bagus.......lagi”, “kalau kerugiannya........?”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Nah karena mas Widi sudah tahu keuntungan bergaul maka harus dipraktikan ya !”. nanti pak Iwan bantu, bagaimana, bersedia ?”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita mulai belajar berkenalan dengan teman lain ?”.
117
2) Tempat
“Dimana kita belajar berkenalan ?. O......diruang tamu baiklah”.
3) Waktu
“Mas Widi ingin berapa lama kita belajar berkenalan ?”. O......15 menit baiklah !”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
118
Pertemuan ke III (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
Klien sudah mengetahui berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan antara klien dengan perawat.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, mas Widi !”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Widi saat ini ?”.
c. Kontrak
1) Topik
“Pagi hari ini kita akan berlatih cara berkenalan yang baik, kan mas ?”.
2) Tempat
“Sesuai kesepakatan kemarin kita akan berlatih di ruang tamu kan, mas ?”.
3) Waktu
“Berapa lama kita bercaka-cakap ?” bagaimana kalau 15 menit ?”.
119
2. Kerja
“Menurut mas Widi, bagaimana cara kita berkenalan dengan orang lain ?”.
“Yach bagus, apakah perlu kita berdiri dan berjabat tangan ?” terus apa yang kita sampaikan saat berkenalan ?”.
“Bagus !”. “Jadi kita sedang berkenalan, untuk menambah kehangatan dan keakraban kita perlu berjabat tangan dan berdiri, sedangkan seperti yang
mas Widi sebutkan, kita bisa menyampaikan nama, alamat, hoci dan lain-lain !”.
“Nah kita sekarang telah tahu cara berkenalan yang baik, bagaimana kalau kita coba ?”. “Anggap mas Widi belum kenal saya, dan saya belum kenal
mas Widi oke !”. “kita mulai, ayo kita beridiri !”.
“Aku ajari dulu, ya !”. “Kenalkan nama saya Iwan Setiawan, biasa dipanggil Iwan, rumah saya Kalinegoro, Magelang dan hobby saya memancing dan
membaca !”. “Kalau anda siapa, saya bisa panggil.......rumahnya dimana ?” siapa tahu saya bisa mampir suatu saat “, apa hoby anda ?” .......wah bagus
sekali”.
“Nah sekarang gantian mas berkenalan dengan saya ?” ......... terus !”. Bagus sekali, nanti dicoba pada temannya, ya !”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah berlatih berkenalan ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba ulangi lagi cara berkenalan yang sudah kita pelajari tadi !”. Bagus !”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Tolong mas Joko dibantu untuk menghindari suara-suara itu muncul lagi, caranya dengan yang sudah saya jelaskan tadi !”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita bercakap-cakap tentang cara berkenalan dengan orang lain ?”.
120
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di taman ?”, Setuju !’
3) Waktu
“Mau berapa lama ?”. “Bagaimana kalau 10 menit saja ?”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Isolasi Sosial Menarik Diri
121
Pertemuan ke IV (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien mengetahui cara berkenalan yang baik.
b. Klien dapat mempraktekkan perkenalan diri dengan perawat.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat mengembangkan hubungan secara bertahap dengan klien lain dan perawat lain dengan benar.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mas Widi ?”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Widi saat ini ?”, baik-baik saja kan, ada yang ingin disampaikan ?”.
c. Kontrak
1) Topik
“Kita akan memperhatikan cara berkenalan yang sudah kita pelajari kemarin”, “Bagaimana mas Widi bersedia ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di ruang makan saja, biar lebih santai?”.
3) Waktu
122
“Berapa lama kita akan bercaka-cakap ?” Bagaimana kalau 15 menit ?”.
2. Kerja
“Nah, mas Widi ingat apa yang akan kita lakukan sekarang ?”......”ya berkenalan. Sekarang mas Widi berkenalan dengan teman yang lain”,
silahkan !”. “......ya bagus !”.
“Berkenalan dengan teman sudah, bagaimana kalau sekarang mas Widi berkenalan dengan pak Mantri yang sedang duduk di ruang perawatan itu ?”,
nggak apa-apa, saya temani”.
“Ya, bagus, bagaimana perasaannya sekarang. Masih takut berkenalan dengan orang lain ?”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah berkenalan dengan teman dan perawat lain ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali siapa nama teman mas Widi tadi ?” seterus pak Mantri tadi siapa namanya ? ........... Bagus”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa nanti berkenalan dengan teman-teman lain !”. Dan ngobrol dengan yang lain biar tidak jenuh dan banyak melamun”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau keluarga menengok, kita bercakap-cakap lagi tentang perlunya bergaul dengan orang lain ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau besok kita bercakap-cakap di teras saja ?”, Setuju !”
3) Waktu
“Mau berapa lama ?”. “Bagaimana kalau 10 menit saja ?”. “Sampai jumpa !”.
123
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Isolasi Sosial Menarik Diri
Pertemuan ke V (lima)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien sudah dapat berkenalan dengan klien lain dan perawat lain.
b. Klien mau berkomunikasi secara verbal dan non verbal selama kurang lebih
5 menit..
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat mengungkapkannya setelah berkenalan dan ngobrol dengan orang lain.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mas Widi ?”. Baik-baik saja kan ?”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaannya Mas Widi saat ini ?”, apakah sudah berhubungan dengan teman yang lain ?”.
124
c. Kontrak
1) Topik
“Seperti kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap-cakap tentang perasaan mas Widi setelah berhubungan dengan teman yang lain ?”.
2) Tempat
“Kita bercakap-cakap di ruang makan saja !”.
3) Waktu
“Mas Widi mau berapa lam kita bercakap-cakap ?”. “5 menit, baiklah”.
2. Kerja
“Kemarin mas Widi sudah berkenalan dengan teman lain, perawat lain, sekarang bagaimana perasaannya ?”. “Tolong ceritakan pada saya !”.
“Senang, terus apa lagi ?”.
“Nah kalau begitu, ada manfaatnya kan berhubungan dengan orang lain”. Makanya jangan diam saja, cari teman yang banyak dan jangan lupa rutin
minum obat, agar rasa malu yang mas Widi alami dapat hilang (tidak muncul lagi)”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah mengungkapkan perasaan berkenalan dengan yang lain ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba kembali utarakan perasaannya setelah berkenalan dengan orang lain !”. Bagus ........... apa lagi”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa nanti berkenalan dengan teman-teman lain !”. Dan ngobrol dengan yang lain biar tidak jenuh dan banyak melamun”.
d. Kontrak
125
1) Topik
“Bagaimana kalau keluarga menengok, kita bercakap-cakap lagi bersama keluarga mas Widi yang dulu suka menyendiri di kamar ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau besok keluarga datang, kita bercakap-cakap di ruang tamu saja biar lebih leluasa ?”.
3) Waktu
“Mas Widi ingin berapa lama kita bercakap-cakap besok ?”, “o.........20 menit, baiklah !”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Pertemuan ke VI (enam)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
Klien sudah mengetahui cara berkenalan dan manfaat bergaul dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengatasi menarik diri.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
126
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Pak !”. “Kenalkan Bapak yang merawat mas Widi disini, saya bisa dipanggil Bapak siapa ?” .......o o ya Pak Jaya”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Widi saat ini ?”, .........apakah mas Widi mengenal bapak ini siapa ?”. “Apakah Bapak sudah tahu mengapa mas Widi
senang menyendiri di kamar ?”.
c. Kontrak
1) Topik
“Pagi ini kebetulan Pak Jaya menengok mas Widi, kita akan bercakap-cakap tentang pengertian, penyebab menarik diri, akibat menarik diri
dan cara mengatasinya, bagaimana pak, bersedia ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalai kita berbincang-bincang di ruang tamu biar lebih santai ?”.
3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercaka-cakapnya ?” 30 menit ?”.
2. Kerja
“Tolong bapak ceritakan apa yang dilakukan Mas Widi di rumah ?”. “terus apalagi ?” “.......bagus”. “Apa yang dilakukan keluarga mas Widi mau
keluar dari kamar dan bergaul dengan teman-temannya ?”. “Jadi begini, ya pak mas Widi ini masih malu dalam istilah kedokteran mempunyai
perilaku menarik diri, artinya mas Widi mempunyai kebiasaan menyendiri di kamar, malas melakukan aktivitas (mandi), tidak mau bicara dan banyak
melamun”. “Apa benar mas Widi mempunyai perilaku seperti itu Pak ?”.
“Orang yang mempunyai perilaku demikian biasanya disebabkan, karena perasaan malu atau takut diejek atau dihina orang lain”. “Kemudian bila
perilaku ini tidak diatasi, maka dapat menimbulkan perilaku yang lain tampak ketakutan, tertawa atau bicara sendiri dan kadang-kadang justru
menyerang orang lain”.
127
“Bagaimana agar mas Widi ini tidak menyendiri lagi dan terjadi seperti hal tadi”. “Maka keluarga harus menemani mas Widi, mengajak mas Widi
bergaul dengan tetangga, mengajak nonton televisi, makan bersama, berjalan-jalan”. “Jangan lupa awasi ketika mas Widi minum obat dan libatkan
mas Widi dalam pekerjaan rumah, seperti membersihkan rumah atau alat-alat rumah tangga”.
“Bagaimana pak sudah paham atau mungkin ada yang mau ditanyakan ?”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya pak setelah kita berbincang-bincang tentang pengertian, penyebab, akibat dan cara mengatasi perilaku menarik diri ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali !” pengertian, penyebab, akibat dan cara yang dapat dilakukan agar mas Widi tidak mengalami menarik diri ?”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Tolong ya pak mas Widi dibantu untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain (teman dan tetangga)”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok pak Jaya menengok lagi kita bercakap-cakap tentang manfaat dan efek samping obat yang mas Widi minum ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di ruang perawatan saja ?”, Setuju !”
3) Waktu
“Mau berapa lama ?”. “Bagaimana kalau 15 menit saja ?”
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
128
A. MASALAH UTAMA
Masalah utama : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain dan lingkungan yang merupakan respon dari kecemasan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen,
1995). Menurut Harper, et al. (1992) dalam Boyd & Nihart (1998) perilaku kekerasan adalah tindakan fisik karena dorongan yang kuat dapat
menyebabkan orang lain atau obyek lain (barang-barang rumah tangga) dalam rangka untuk menyampaikan pesan, dimana perilaku menganggap
perilakunya benar dan tidak menimbulkan korban.
Individu melakukan kekerasan akibat frustasi yang dirasakan sebagai pemicu dan individu tidak mau berpikir serta mengungkapkan secara verbal,
sehingga mendemonstrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak adekuat (Rawlins & Heacock, 1998). Menurut Schulz & Videbeck (1994) dan
Sives (1998) dikatakan sebagai setiap pasien mempunyai kemampuan untuk melakukan tindakan merusak orang lain sebagai setiap mempunyai
kemampuan untuk melakukan tindakan merusak orang lain sebagai akibat proses internal pasien dan perasan ramah.
2. Tanda dan Gejala
Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukkan adanya (Boyd & Nihart, 1998) antara lain :
Data subyektif :
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam.
b. Klien mengungkapkan perasaan tidak bergunba.
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel.
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa tercekik, dada terasa sekal dan bingung.
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
129
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya.
Data objektif :
a. Muka merah.
b. Mata molotot.
c. Rahang dan bibir mengatup.
d. Tangan dan kaki tegang, tangan mengepal.
e. Tampak mondar mandir.
f. Tampak bicara sendiri dan ketakutan.
g. Tampak berbicara dengan suara tinggi.
h. Tekanan darah meningkat.
i. Frekuensi denyut jantung meningkat.
j. Nafas pendek.
3. Penyebab
Perilaku kekesaran sering disebabkan oleh karena kurangnya percaya pada orang lain, perasaan panik reaksi kemarahan, waham sukar berinteraksi
dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta depresi rasa takut (Townsend, M.C, 1998:150). Menurut Stuart, G.W & Sundeen, S.J (!998:315)
perilaku kekerasaan disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah.
Gangguan konsep diri harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998:227). Menurut Townsend (1998:189) harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri
atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada diungkapkan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri
rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.
Menurut Carpenito, L.J (1998:352); Keliat, B.A (1994:20); perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain :
Data subjektif :
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain.
130
b. Perasaan tidak mampu.
c. Rasa bersalah.
d. Sikap negatif pada diri sendiri.
e. Sikap pesimis pada kehidupan.
f. Keluhan sakit fisik.
g. Menolak kemampuan diri sendiri.
h. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri.
i. Perasaan cemas dan takut.
j. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif.
k. Mengungkapkan kegagalan pribadi.
l. Ketidakmampuan menentukan tujuan.
Data objektif :
a. Produktifitas menurun.
b. Perilaku distruktif pada diri sendiri.
c. Menarik diri dari hubungan sosial.
d. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah.
e. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
4. Akibat
Menurut Townsend, M.C, (1998:156). Perilaku kekerasan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri
maupun orang lain.
Seseorang dapat beresiko mengalami perilaku kekerasan pada dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam.
131
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas khawatir.
Data objektif :
a. Wajah tegang merah.
b. Mondar mandir.
c. Mata melotot, rahang mengatup.
d. Tangan mengepal.
e. Keluar keringat banyak.
f. Mata merah.
g. Tatapan mata tajam.
h. Muka merah.
C. MASALAH DAN DATA YANG HARUS DIKAJI
No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif
1.
2.
Masalah utama : perilaku kekerasan
MK : penyebab gangguan konsep diri :
harga diri rendah
Klien mengatakan telah merusak alat-lat rumah tangga
dan memukul orang lain
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
Mengungkapkan dirinya tidak berguna
Mengkritik diri sendiri
Perasaan tidak mampu
Tampak cemas dan khawatir
Wajah tampak tegang
Mondar-mandir
Merasa diremehkan orang lain
Merusak diri sendiri
Merusak orang lain Ekspresi malu
Menarik diri dari hubungan sosial
Tampak mudah tersinggung
Tidak mau makan dan tidak mau tidur
132
Masalah Utama
3. MK : Akibat resiko mencederai diri
sendiri dan orang lain
Klien mengungkapkan cemas dan khawatir
Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan didengar
mengancam dan membuatnya takut
Wajak klien tampak tegang
Mata merah dan melotot
Rahang mengatup
Tangan mengepal
Mondar mandir
D. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri
Orang lain & lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 1998:6)
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan.
133
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
F. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa keperawatan : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
1. Tujuan umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai dengan tanggung jawab.
2. Tujuan khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien mau membalas salam.
b) Klien mau berjabat tangan.
c) Klien mau menyebutkan nama.
d) Klien mau kontak mata.
e) Klien mau mengetahui nama perawat.
f) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak.
2) Intervensi
a) Beri salam dan panggil nama klien.
b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan.
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi.
d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
e) Beri rasa aman dan sikap empati.
f) Lakukan kontak singkat tapi sering.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan landasarn utama untuk hubungan selanjutnya.
b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
134
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya.
b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari
diri sendiri, lingkungan dan orang lain).
2) Intervensi
a) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
b) Bantu klien untuk mengungkap perasaannya.
Rasional :
Dengan memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya membantu mengurangi stres dan penyebab perasaan jengkel dapat
diketahui.
c. TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasaan.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel.
b) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami.
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat marah/jengkel.
Rasional :
Untuk mengetahui hal-hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel.
b) Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional :
Untuk mengetahui tanda-tanda klien saat jengkel / marah.
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat jengkel/marah yang dialami.
Rasional :
Menarik kesimpulan bersama klien supaya mengetahui secara garis besar tanda-tanda marah/jengkel.
135
d. TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasaan yang biasa
dilakukan.
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang dilakukan.
b) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c) Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan
masalah atau tidak.
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasaan yang biasa
dilakukan klien.
Rasional :
Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b) Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
Rasional :
Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan
destruktif.
c) Bicarakan dengan klien apakan dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai ?
Rasional :
Dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat menyelesaikan masalah.
e. TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
136
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang dilakukan klien.
2) Intervensi
a) Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan klien.
Rasional :
Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat cata yang dilakukan oleh klien.
Rasional :
Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien merubah perilaku destruktif yang dilakukan menjadi perilaku konstruktif.
c) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat ?
Rasional :
Agar klien mengetahui cara lain yang lebih konstruktif.
f. TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespons
terhadap kemarahan secara konstruktif.
1) Kriteria evaluasi
Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
2) Intervensi
a) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat ?
Rasional :
Dengan mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespons terhadap kemarahan dapat membantu klien menemukan cara yang baik untuk
mengurangi kejengkelannya sehingga klien tidak stres lagi.
137
b) Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat.
Rasional :
Reinforcement positif dapat memotivasi dan meningkatkan harga dirinya.
c) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
- Secara fisik : tarik nafas jika sedang marah/jengkel, memukul benda/kasur atau olah raga atau pekerjaan yang menguras tenaga.
- Secara verbal : bahwa anda sedang kesal, tersinggung/jengkel (saya kesal anda berkata seperti itu; saya marah karena mama tidak
memenuhi keinginan saya).
- Secara sosial : Lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
- Secara spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdo’a/ibadah lain : meminta kepada Tuhan untuk diberi kesabaran mengadu kepada
Tuhan kekerasan/kejengkelan.
Rasional :
Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain sesuai dengan kemampuan klien.
g. TUK VI : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
1) Kriteria evaluasi
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
- Fisik : tarik, olah raga dan menyiram tanaman.
- Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
- Spiritual : sembahyang, berdo’a/ibadah yang lain.
2) Intervensi
a) Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien.
Rasional :
Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai respons perilaku kekerasan secara tepat.
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
138
Rasional :
Membantu klien membuat keputusan untuk memilih cara yang akan digunakan dengan melihat manfaatnya.
c) Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play)
Rasional :
Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif.
d) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi
cara tersebut.
Rasional :
Pujian dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien.
e) Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya jika ia
sedang kesal atau jengkel.
Rasional :
Agar klien menggunakan cara yang telah dipilihnya jika ia sedang kesal atau jengkel.
h. TUK VII : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien yang
berprilaku kekerasan.
b) Keluarga klien merasa puas dalam merawat klien.
2) Intervensi
a) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang
telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional :
139
Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan keluarga untuk melakukan penilaian terhadap perilaku kekerasan.
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien.
Rasional :
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien sehingga keluarga terlibat dalam perawatan kliem.
c) Jelaskan cara-cara merawat klien.
- Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
- Sikap tenang bicara tenang dan jelas.
- Membantu klien mengenal penyebab marah.
Rasional :
Agar dapat merawat klien dengan perilaku kekerasam klien.
d) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional :
Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui demonstrasi yang dilihat oleh keluarga secara langsung.
e) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
Rasional :
Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi.
i. TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan).
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dapat menyebutkan obat – obatan yang diminum dan
kegunaannya (jenis, waktu, dosis dan efek)
b) Klien dapat minum obat sesuai dengan program pengobatan.
140
2) Intervensi
a) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien dan keluarga.
Rasional :
Klien dapat mengetahui nama-nama obat yang diminum oleh klien.
b) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat
tanpa izin dokter.
Rasional :
Klien dan keluarga dapat mengetahui obat yang dikonsumsi oleh klien.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Perilaku Kekerasan
141
Pertemuan ke II (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a Klien sudah dapat membina hubungan saling percara dengan perawat.
b. Klien dapat mengenal penyebab marah.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan dengan perilaku kekerasan.
3. Tujuan Khusus
a Klien mampu mengidentifikasi tanda gejala perilaku kekerasan.
b. Klien mampu mengidentifikasi yang biasa dilakukan.
c. Klien mampu mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan klien.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mas Arif ?”, “Masih ingat nama saya ?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Arif saat ini ? apakah ada penyebab marah yang lain dan belum diceritakan kemarin ?”.
c. Kontrak
1) Topik
“Seperti kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap-cakap tentang perasaan mas Arif rasakan saat marah, yang bisa dilakukan saat
marah dan akibat dari tindakan yang telah dilakukan?”.
142
2) Tempat
“Seperti kesepakatan kemarin kita bercakap-cakap di taman ya !” “Atau mungkin mas Arif ingin tempat lain ?”.
3) Waktu
“Mas Arif mau berapa lama kita bercaka-cakap ?”. “15 menit, baiklah”.
2. Kerja
“Kemarin Mas Arif sudah menceritakan penyebab marah, Nah ceritakan apa yang dirasakan mas Arif saat marah/saat memukul ibu !”, saat mas Arif
marah apakah ada perasaan tegang, kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar mandir ?”. “atau mungkin ada hal lain yang dirasakan ?”.
“Apakah mas Arif pernah melakukan tindakan lain selain memukul ibu saat marah ?”, “misalnya membanting piring memcahkan kaca, atau mungkin
merusak tanaman !” ........memecahkan kaca !”. “terus apakah setelah melakukan tindakan tadi (memukul ibu dan memecahkan kaca) masalah yang
dialami selesai, apakah diberikan motor oleh orang tua mas Arif ?”.
“Apakah mas Arif akibat dari tindakan yang telah dilakukan di rumah ?” ..........ya tangan jadi sakit, jendela rusak.........terus apalagi ?” ...........dan
akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa !”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah bercakap-cakap tentang perasaan saat marah dan yang bisa dilakukan saat marah dan akibatnya ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali tindakan yang bisa dilakukan saat marah !”. “Bagus.......lagi”, “kalau akibatnya apa......?”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Nah karena mas Arif sudah tahu tindakan yang telah dilakukan maukah mas Arif belajar mengungkapkan rasa marah yang sehat ?”. “nanti suster
ajari, bagaimana, bersedia ?”.
d. Kontrak
1) Topik
143
“Bagaimana kalau besok kita mulai belajar mengungkapkan rasa marah yang sehat ?”.
2) Tempat
“Dimana kita belajar marah yang sehat ?. O......diruang tamu baiklah”.
3) Waktu
“Mas Arif ingin berapa lama kita belajar marah yang sehat ?”. O......15 menit baiklah !”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Perilaku Kekerasan
144
Pertemuan ke III (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
Klien sudah mengetahui perasaan marah dan akibat tindakan yang dilakukan saat marah, klien tenang dan kooperatif.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
a. Memilih cara marah yang konstruktif.
b. Mendemonstrasikan sat cara marah yang konstruktif.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, mas Arif !”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Arif saat ini ?”.
c. Kontrak
1) Topik
“Pagi hari ini kita akan berlatih cara mengungkapkan marah yang sehat, benar kan mas ?”.
2) Tempat
“Sesuai kesepakatan kemarin kita akan berlatih di ruang tamu kan, mas ?”.
3) Waktu
145
“Berapa lama kita bercaka-cakap ?” bagaimana kalau 15 menit ?”.
2. Kerja
“Menurut mas Arif, bagaimana cara mengungkapkan marah yang benar, tentunya tidak merugikan / membahayakan orang lain ?”........ya terus,
bagus !”. “Nah sekarang akan suster ajarkan satu persatu cara marah yang sehat, langsung suster jelaskan !”.
“Yang pertama kita bisa ceritakan kepada orang lain yang membuat kita kesal atau marah, misalnya dengan mengatakan : saya marah dengan
kamu !”, maka hati kita akan sedikit lega”.
“Yang kedua dengan menarik nafas dalam saat marah / jengkel sehingga menjari rileks”.
“Yang ketiga dengan mengambil air rudhu lalu sholat atau berdo’a agar diberi kesabaran, tujuannya agar kita menjadi lebih tenang”.
“Yang keempat dengan mengalihkan rasa marah/jengkel kita dengan aktivitas, misalnya dengan olah raga, membersihkan rumah, membersihkan alat-
alat rumah tangga seperti mencuci piring. Sehingga energi kita menjadi berkurang dan dapat mengurangi ketegangan”.
“Suster sudah jelaskan empat cara marah yang sehat, ada yang belum jelas ?”. “Nanti mas Arif bisa coba memilih salah satu cara untuk dipraktekkan”.
“O...... mau yang menarik nafas dalam !”, “baiklah ayo kita mulai, coba ikuti suster, tarik nafas melalui hidung, ya bagus, tahan sebentar dan
keluarkan / tiup melalui mulut, ulangi sampai 5 kali”. “Nah kalau sudah merasa lega bisa mas Arif lanjutkan dengan olah raga, membersihkan rumah
atau kegiatan lain”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah berlatih cara marah yang sehat ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba ulangi lagi cara menarik nafas yang dalam yang sudah kita pelajari tadi !”. Bagus !”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Tolong mas, nanti dicoba lagi cara yang sudah suster ajarkan dan jangan lupa ikuti kegiatan di ruangan ya !”.
d. Kontrak
1) Topik
146
“Bagaimana kalau keluarga datang kita bercakap-cakap cara marah yang sehat ?”.
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di ruang tamu ?”, Setuju !’
3) Waktu
“Mau berapa lama ?”. “Bagaimana kalau 30 menit saja ?”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Perilaku kekerasan
147
Pertemuan ke IV (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien mengetahui cara mengungkapkan marah yang sehat.
b. Klien dapat mempraktekkan cara marah yang sehat.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mas Arif ?”. Ini keluarganya ya ?”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Arif saat ini ?”, baik-baik saja kan, ada yang ingin disampaikan ?”. “O......saya adalah suster Dani yang merawat mas
Arif, Bapak namanya siapa ?”. “Pak Eko. Ada hubungan apa dengan mas Arif ?”, oooooo ayah, naiklah, kebetulan !”.
c. Kontrak
1) Topik
“Pada kesempatan ini kita akan berbincang-bincang cara tentang merawat mas Arif di rumah”, “Bagaimana pak Eko bersedia ?”
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di ruang tamu saja, biar lebih santai?”.
148
3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercaka-cakap ?” Bagaimana kalau 30 menit ?”.
2. Kerja
“Nah, tolong ceritakan apa yang membuat mas Arif dibawa ke RSJ ?”. “Terus apa yang dilakukan keluarga saat mas Arif modar mandir dan marah-
marah ?” .......terus apa lagi pak ?”.
“Apa yang diceritakan tadi tidak salah, akan tetapi ada cara lain yang lebih menolong agar mas Arif tidak melakukan tindakan mencederai orang lain
dan merusak kaca lagi”.
“Begini pak, ada beberapa cara yang dapat disarankan agar dilakukan mas Arif, misalnya dengan olah raga, membaca al-Qur’am, sholat,
membersihkan kamar mandi, membersihkan rumah, memukul bantal/kasur, membantu orang tua bekerja”.
“Masih ada cara lain yang lebih mudah, misalnya dengan melatih klien bersikap terbuka, juga penting untuk klien yang sedang marah, melakukan
relaksasi dengan menarik nafas dalam dapat mengurangi rasa marah dan dapat menenangkan perasaan klien, Bagaimana pak sudah jelas, atau masih
ada yang akan ditanyakan ?”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah tahu cara merawat mas Arif ?”.
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali berapa cara yang dapat dilakukan saat marah ?” “Terus apa lagi ?”............ Bagus”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa besok kalau mas Arif sudah pulang dan seperti akan marah-marah tolong ingatkan cara-cara yang sudah diajarkan tadi ya !”.
d. Kontrak
1) Topik
149
“Bagaimana kalau besok keluarga menengok lagi, kita akan bercakap-cakap lagi tentang cara minum obat dan manfaatnya bagi mas Arif ?”.
2) Tempat
“Kita bercakap-cakap di tempat ini lagi ya ?”.
3) Waktu
“Mau berapa lama ?”. “Bagaimana kalau 30 menit saja ?”. “Sampai jumpa !”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Perilaku Kekerasan
150
Pertemuan ke V (lima)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien mengetahui cara mengungkapkan marah yang sehat.
b. Klien dapat mempraktekkan cara merawat pasien yang sedang marah-
marah.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobatan).
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, Mas Arif dan Pak Eko ?”. Baik-baik saja kan ?”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Arif saat ini ?”, apakah sudah lebih rileks ?”.
c. Kontrak
1) Topik
“Seperti kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap-cakap tentang cara penggunaan obat yang dan manfaatnya bagi mas Arif ?”.
2) Tempat
“Kita bercakap-cakap di ruang tamu saja !”.
151
3) Waktu
“Mas Arif mau berapa lama kita bercakap-cakap ?”. “30 menit ?”. “Baiklah !”.
2. Kerja
“Berapa jenis obat yang diminum mas Arif tadi pagi ?”. “Ya......bagus”.
“Jadi begini ya mas Arif, obat yang diminum tadi ada tiga macam, ini obatnya saya bawakan”.
“Saya jelaskan satu persatu ya ?”. “Yang warnanya oranye ini namanya CPZ atau chlorponazin, gunanya untuk mempermudah mas Arif tidur
sehingga dapat istirahat, minumnya 2 x sehari pagi hari dan sore hari, pagi jam 07.00 dan sore jam 17.30 WIB”. “Efek sampingnya badan menjadi
lemas, keluar ludah terus menerus”.
“Nahm yang ini namanya PHD atau haloperidole, karena mas Arif dapat yang 5 mg, maka warnanya jambon atau pink, cara dan waktunya minum
sama dengan CPZ, 2 x sehari “. “Gunanya obat ini untuk menenangkan mas Arif sehingga dapat mengontrol perilakunya saat marah, sehingga lebih
rileks, santai dan dapat mengontrol emosi, efek sampingnya badan menjadi kaku, terutama tangan dan kaki, mulut kering dan dada berdebar-debar dan
tremor/ndredek dalam istilah jawa”.
“Tapi mas Arif jangan kuatir, ada penangkalnya, makanya diberikan obat yang putih agak besar ini. Ini namanya Triheksipenidile atau THP,
fungsinya obat ini menetralkan atau menghilangkan efek samping yang tidak mengenakan tadi, makanya obat ini harus diminum bersamaan dengan
obat CPZ dan HPD tadi”.
“Bagaimana masih ada yang belum jelas ?”. “Jangan lupa kalau obat ini hampir habis segera kontrol kembali ya !”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah bercakap-cakap tentang jenis dan manfaat obat yang mas Arif minum setiap hari ?”.
b. Evaluasi Obyektif
152
“Coba sebutkan kembali jenis obat yang mas Arif, dan ambilkan yang namanya HPD ........dan seterusnya, sebutkan manfaatnya sekalian !”>
c. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa obatnya diminum dengan dosis dan waktu yang tepat ya !”. “O, ya kalau ada yang belum jelas bisa mas Arif tanyakan kembali pada
waktu lain “. “Dan tolong ya pak nanti kalau sudah pulang diingatkan saat minum obat dan saat kontrol kembali, jangan lupa diawasi mas Arif
minum obat”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kapan-kapan kita bercakap-cakap lagi tentang masalah mas Arif yang lain ?”.
2) Tempat
“Kita bercakap-cakap di teras saja ya ?”.
3) Waktu
“Mas Arif ingin berapa lama kita bercakap-cakap ?”, “O.....20 menit, Baiklah !”.