Top Banner
HEMOPTISIS BUKU TUTOR FAKULTAS KEDOKTERAN 1
62
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Buku Tutor is

HEMOPTISIS

BUKU TUTOR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU2005/2006

1

Page 2: Buku Tutor is

PENYUSUN:

dr. Azizman Saad, SpPdr. Zarfiardi Aksa Fauzi, SpP

dr. Arlina Gusti, SpPdr. Fridayenti, SpPK

dr. Andreas Makmur, SpRdr. Zulkifli Malik, SpPA

dr. Harry, PAKdr. M. Yulis Hamidy, M.Kes

dr. Elda Nazriati, M.Kesdr. Sri Wahyuni, M.Kes

drg. Rita Endriani, M.KesFifia Chandra, SKM, M.Kes

MODUL HEMOPTISIS

2

Page 3: Buku Tutor is

Tujuan Instruksional Umum

Mahasiswa mampu menjelaskan, mendiagnosis dan menyusun rencana intervensi terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan hemoptisis.

Tujuan Instruksional Khusus

1. Menjelaskan masalah kedokteran dan kesehatan yang berhubungan dengan hemoptisis berdasarkan pengertian ilmu biomedik, klinik, perilaku dan komunitas terkini Menjelaskan definisi hemoptisis Menjelaskan etiologi hempotisis Menjelaskan patofisiologi hemoptisis Menjelaskan anatomi dan fisiologi paru

2. Memperoleh dan mencatat riwayat penyakit secara lengkap dan konstektual serta melakukan pemeriksaan secara komperehensif pada berbagai keadaan yang berhubungan dengan hemoptisis Melakukan anamnesis (auto-

aloanamnesis) dengan baik Melakukan pemeriksaan fisik (inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi) secara lege artis

3. Memilih dan melakukan secara”lege artis”, serta menafsirkan hasil berbagai prosedur klinik dan laboratorium yang berhubungan dengan hemoptisis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

3

Page 4: Buku Tutor is

Melakukan pemeriksaan darah rutin Melakukan pemeriksaan BTA sputum

(SPS) Membaca hasil rontgen toraks (PA dan

Lateral) Melakukan kultur BTA sputum dan

resistensi BTA4. Menyusun rencana penatalaksanaan

berdasarkan indikasi dan pemahaman ilmiah Menyusun rencana terapi

nonfarmakologis (edukasi, posisi, infus, transfusi dll)

Menyusun rencana terapi farmakologis (OAT, obat anti perdarahan)

Menyusun rencana intervensi lanjutan (advance intervention)

5. Menjelaskan konsep kedokteran keluarga pada saat diagnosis, pengelolaan dan pencegahan masalah individu yang berhubungan dengan hemoptisis Menjelaskan diagnosis dan rencana

terapi kepada keluarga Menjelaskan faktor risiko (perilaku, gizi,

sosial ekonomi) Menjelaskan manfaat imunisasi BCG Menjelaskan manfaat mantoux test

6. Menerapkan prinsip-prinsip kedokteran berbasis bukti dalam praktek kedokteran

7. Menjelasakan rencana pengelolaan masalah kesehatan individu yang berhubungan dengan hemoptisis melalui keterampilan clinical reasoning untuk menjamin hasil maksimal (aspek medikolegal)

4

Page 5: Buku Tutor is

Skenario

Seorang dokter muda yang sedang bertugas di IGD RSAA menerima seorang pasien perempuan berusia 50 tahun dengan keluhan utama batuk darah sejak 10 hari yang lalu, batuk darah ± 3 sendok makan sehari. Suaminya juga mempunyai riwayat batuk darah 1 tahun yang lalu. Pasien tinggal di pemukiman padat dan kumuh. Pasien ini juga belum pernah mendapat OAT. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum sedang, tenang, kesadaran komposmentis kooperatif, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 88 kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu badan 370C, dan pada auskultasi didapatkan hasil: vesikuler dan ronkhi di lapangan atas paru kanan. Terhadap pasien tersebut langsung dilakukan pemeriksaan CT scan toraks.

Selanjutnya pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil sebagai berikut:

Darah rutin: Hb 9,0 gram %, Leukosit 6500/mm3, hitung jenis 0/2/2/35/52/9, LED 100/1 jam

Sputum BTA SPS +/++/- Rontgen toraks: infiltrat di lapangan atas

paru kiri dan perihiler kiri, kavitas ukuran ≥ 2 cm di lapangan atas paru kanan

Kultur dan uji resistensi BTA: positif (+) dan sensitif terhadap seluruh OAT

5

Page 6: Buku Tutor is

Tugas MahasiswaSetelah membaca skenario dengan cermat,

mahasiswa ditugaskan untuk:1. Mengidentifikasi data tambahan yang

diperlukan pada buku mahasiswa untuk pasien tersebut

2. Membuat kata kunci dari skenario di atas3. Menetapkan learning issues untuk

didiskusikan selanjutnya

Kata Kunci

1. Batuk Darah2. OAT3. Penularan TB4. Faktor resiko5. Sputum6. Infiltrat7. Kavitas8. Issue etik

6

Page 7: Buku Tutor is

Learning Issues

I. Anatomi Paru

7

Page 8: Buku Tutor is

8

Page 9: Buku Tutor is

II. Fisiologi Paru

Paru merupakan organ respirasi yang berfungsi menyediakan O2 dan mengeluarkan CO2. Selain itu paru juga membantu fungsi nonrespirasi, yaitu:

Pembuangan air dan eliminasi panas Membantu venus return Keseimbangan asam basa Vokalisasi Penghidu

Terdapat dua jenis respirasi, yaitu:1. Respirasi internal (seluler), merupakan proses

metabolisme intraseluler, menggunakan O2 dan memproduksi CO2 dalam rangka membentuk energi dari nutrien

2. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses yang melibatkan pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan sel tubuh. Tahap respirasi ekstrenal:a. Pertukaran udara atmosfir dan alveoli

dengan mekanisme ventilasib. Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler

pulmonal melalui mekanisme difusic. O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru

ke jaringand. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan

darah dengan proses difusi melintasi kapiler sistemikTahap a & b oleh sistem respirasi, sedangkan tahap c & d oleh sistem sirkulasi

9

Page 10: Buku Tutor is

Ventilasi paruGerakan nafas dengan 2 cara:

1. Turun-naik diafragma yang merubah diameter superoinferior rongga toraksa. inspirasi: kontraksi diafragmab. ekspirasi: relaksasi diafragma

2. Depresi-elevasi iga, merubah diameter anteroposterior rongga toraksa. inspirasi: elevasi igab. ekspirasi: depresi iga

Difusi paruFaktor yang mempengaruhi kecepatan

difusi gas pada membran respirasi:1. Tebal membran2. Luas permukaan membran3. Koefisien difusi gas4. Perbedaan tekanan pada kedua sisi membran

Pada radang jaringan paru dapat terjadi penurunan kapasitas difusi paru karena penebalan membran alveoli dan berkurangnya jumlah jaringan paru yang dapat berfungsi pada proses difusi gas Transportasi gas1. Transpor O2 dalam darah. 97% O2 ditranspor

dalam bentuk HbO2, 3% terlarut dalam cairan plasma dan sel. Rata-rata Hb dalam 100 ml darah dapat berikatan dengan 20 ml O2. 5 ml O2 dilepaskan ke jaringan oleh 100 ml darah.

10

Page 11: Buku Tutor is

2. CO2 ditranspor dalam bentuk terlarut dalam darah 7 %, ion bikarbonat 70%, gabungan CO2, Hb, dan protein plasma 20 %.

Hipoksia1. Oksigenasi paru tidak memadai karena

keadaan ekstrinsik kurangnya O2 dalam udara atmosfer hipoventilasi (gangguan saraf otot)

2. Penyakit paru Peningkatan tahanan saluran nafas atau

penurunan compliance Rasio ventilasi perfusi abnormal Berkurangnya difusi membran pernafasan

3. Pintas jantung dari kanan ke kiri4. Transpor O2 ke jaringan tidak memadai

Anemia Penurunan sirkulasi umum Penurunan sirkulasi lokal (perifer, cerebral,

jantung) Edema jaringan

5. Rendahnya kemampuan jaringan menggunakan O2

Keracunan enzim sel Penurunan kapasitas metabolik sel

Rasio ventilasi perfusiVA (ventilasi alveolus), Q (aliran darah)1. Rasio ventilasi perfusi normal (VA dan Q

normal) 2. VA/Q nol => VA nol tapi masih ada perfusi (Q)3. VA/Q tak terhingga => VA adekuat tapi Q nol4. VA/Q di bawah normal =>ventilasi tidak cukup5. VA/Q di atas normal => ventilasi besar tapi

aliran darah alveolus rendah

11

Page 12: Buku Tutor is

Abnormalitas rasio ventilasi perfusi pada paru normal

1. Apeks paru pada posisi tegak => VA/Q 2,5 ideal, karena aliran darah lebih sedikit (ruang rugi fisiologik), tapi pada saat kerja aliran darah ke apeks paru meningkat sehingga ruang rugi fisiologik berkurang

2. Di dasar paru => VA/Q 0,6 ideal, karena ventilasi sangat kecil dibanding aliran darah sehingga sebagian darah tidak teroksigenasi

Abnormalitas VA/Q pada penyakit paru obstruksi kronik pada perokok kronik terjadi abnormalitas VA/Q karena:

1. Sebagian bronkiolus tersumbat sehingga alveoli tidak terventilasi

2. Dinding alveolus rusak, aliran darah tidak adekuat sehingga ruang rugi fisiologik meningkat

III.HemoptisisSinonim : hemaptoe, batuk darah

Definisi : membatukkan darah, yang berasal dari

saluran pernafasan bagian bawah (dari

glottis ke distal)

Etiologi1. Infeksi

1.1. TB paru

12

Page 13: Buku Tutor is

1.2. Bronkiektasis1.3. Abses paru1.4. Pneumonia1.5. Bronkitis

2. Neoplasma2.1. Karsinoma paru2.2. Adenoma

3. Lain – lain3.1. Tromboemboli paru infark paru3.2. Mitral stenosis3.3. Trauma3.4. Diatesis hemoragik3.5. Hipertensi pulmonal

Batuk darah Muntah darah1. Riwayat penyakit

paru/jantung2. Darah dibatukkan

dengan rasa panas di tenggorokan

3. Darah berbuih bercampur dahak

4. Mengandung makrofag & netrofil

5. Darah berwarna merah segar

6. Asfiksia (+)/mungkin 7. pH alkali8. Benzidine test (-)

1. Riwayat penyakit lambung/hati

2. Darah dimuntahkan dengan rasa mual

3. Darah bercampur dengan makanan

4. Mengandung partikel makanan

5. Darah berwarna merah kehitaman

6. Asfiksia (-)/jarang 7. pH asam8. Benzidine test (+)

Sirkulasi paru terdiri dari sirkulasi pulmoner dan sirkulasi bronkial. Sirkulasi bronkial :

o nutrisi pada paru dan saluran napas o tekanan pembuluh darah sistemik o cenderung terjadi perdarahan lebih hebat

13

Page 14: Buku Tutor is

Sirkulasi pulmonar o mengatur pertukaran gas o tekanan rendah

Am Rev Respir Dis 1987; 135:463-81

PatofisiologiPada TB paru hemoptisis terjadi karena proses ulserasi mukosa dan dinding pembuluh darah pada lesi. Hemoptisis masif terjadi karena iritasi dari Aneurisme Rasmussen pada dinding kavitas.

14

Page 15: Buku Tutor is

Komplikasi1. sufokasi, sering fatal karena tersumbatnya

trakhea atau saluran nafas sentral/utama.2. aspirasi, dimana terhisapnya darah ke

bagian paru yang sehat3. atelektasis, karena tersumbatnya saluran

nafas sehingga bagian paru yang distal kolaps

4. anemia, karena perdarahan yang banyak

Kriteria Hemoptisis Masif (Busroh, 1978) sebagai berikut:

Batuk darah sedikitnya 600 mL/24 jam Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih

dari 250 mL/24 jam, Hb < 10 g% dan masih terus berlangsung

Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih dari 250 mL/24 jam, Hb > 10 g% dalam 48 jam belum berhenti

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan sputum Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan radiologi Bronkoskopi Lainnya sesuai indikasi

Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan hemoptisis:

o Menjaga jalan napas dan stabilisasi penderita

o Menentukan lokasi perdarahano Memberikan terapi

15

Page 16: Buku Tutor is

Prioritas tindakan awal → penderita lebih stabil, kemudian mencari sumber dan penyebab perdarahan

Mencegah risiko berulangnya hemoptisis Penderita dengan hemoptisis masif harus

dimonitor dengan ketat di instalasi perawatan intensif

Langkah – langkah:Langkah I : menjaga jalan napas dan stabilisasi penderitao Menenangkan dan mengistirahatkan penderita o Menjaga jalan napas tetap terbuka o Resusitasi cairan dan bila perlu transfusio Laksan (stool softener) o Obat sedasi ringan o Suplementasi oksigeno Instruksi cara membatukkan darah dengan benar o Penderita dengan keadaan umum berat dan refleks

batuk kurang adekuat, maka posisi penderita Tredelenberg untuk mencegah aspirasi darah ke sisi yang sehat

o Bronkoskopi serat optik lentur untuk evaluasi, melokalisir perdarahan dan tindakan pengisapan (suctioning)

Langkah II : lokalisasi sumber dan penyebab perdarahano Pemeriksaan radiologi (foto toraks, angiografi,

CT Scan toraks) o Bronkoskopi (FOB maupun bronkoskop kaku) Langkah III : pemberian terapi spesifik1. Bronkoskopi terapeutik

Bilas bronkus dengan larutan garam fisiologis dingin (iced saline lavage)

Pemberian obat topikal

16

Page 17: Buku Tutor is

Tamponade endobronkial Fotokoagulasi laser (Nd-YAG Laser)

2. Terapi non-bronkoskopik Pemberian terapi medikamentosa

Vasopresin intravena Asam traneksamat (antifibrinolitik) Kortikosteroid sistemik pada autoimun Gonadotropin releasing hormon agonist

(GnRH) atau danazol hemoptisis katamenial

Antituberkulosis, antijamur ataupun antibiotik

Radioterapi 3. Embolisasi arteri bronkialis dan pulmoner,

teknik ini terutama dipilih untuk penderita dengan penyakit bilateral, fungsi paru sisa yang minimal, menolak operasi ataupun memiliki kontraindikasi tindakan operasi

4. Bedah

Prognosiso Dengan tatalaksana tepat kebanyakan

penderita memiliki prognosis yang baiko Akibat keganasan dan gangguan pembekuan

darah memiliki prognosis yang lebih buruk

IV.Materi DiagnostikPemeriksaan Laboratorium Tuberkulosis

Ada beberapa perihal yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis paru yaitu :

1. Pemeriksaan kultur kuman17

Page 18: Buku Tutor is

2. Pemeriksaan mikroskopis langsung3. Pemeriksaan serologi

Pembiakan kultur kuman Diagnosis yang paling pasti dari penyakit

tuberkulosis ialah dengan pembuatan kultur/biakan kuman. Bahan spesimen dapat berupa dahak segar, cairan lambung, urin, cairan pleura, cairan olah, cairan sendi, bahan biopsy, dll.

Kultur Sputum ditanam pada medium Lowenstein

Jensen Inkubasi selama 6-8 minggu Ada pertumbuhan dilakukan pemeriksaan

resistensi antibiotik

Identifikasi Mycobacterium tuberkulosis berdasarkan:1. Waktu pertumbuhan

Kuman Mycobacterium tuberculosis tumbuh setelah 2-3 minggu dengan koloni yang timbul dari permukaan, berwarna kuning atau krem.

2. Pembentukan pigmen3. Tes biokimia

Merah Netral: hasil (+) berarti Mycobacterium tuberculosis

Tes Niasin: hasil (+) berarti Mycobacterium tuberculosis

Nikotimanida 5000 mikrigram (ug)/ml: Hasil (-) berarti Mycobacterium tuberculosis

Arysulfatasa: hasil (-) berarti Mycobacterium tuberculosis

18

Page 19: Buku Tutor is

Reduksi nitrat: hasil bisa (+) atau (-) berarti Mycobacterium tuberculosis

Hidrolisis Tween-80 selama 10 hari: hasil (-) berarti Mycobacterium tuberculosis

Pertumbuhan pada 4 (p)–nitro benzoic acid 500 ug/ml: hasil tumbuh, berarti Mycobacterium tuberculosis

Pertumbuhan pada thiacetazone: hasil tumbuh, berarti Mycobacterium tuberculosis

4. Suhu pertumbuhan. Tumbuh pada suhu 35-37 OC

Tes resistensiYaitu tes kepekaan kuman tuberkulosis terhadap obat-obatan antituberkulosis. Penting dilakukan untuk pengobatan yang tepat. Obat-obat yang dicoba termasuk streptomisin, INH, PAS, etambutol, pirazimanida, rifampisin dan kanamisin yang biasa digunakan di klinik.

Tes resistensi dilakukan secara langsung apabila jumlah kuman di

dalam sputum cukup banyak yaitu : ≥ bronkhorst III. Pada umumnya dilakukan secara tidak langsung.

secara tidak langsung yaitu kuman diisolasi dahulu sebelum dilakukan tes.

Metode tes resistensi Absolut, patokannya kadar hambatan minimum

kuman terhadap obat tertentu. Hasil > KHM: resisten

Resintance ratio, perbandingan dengan kuman standar H37Rv. Hasil sama berarti sensitif

19

Page 20: Buku Tutor is

Propotion methode, persen populasi kuman telah resisten terhadap obat tertentu. Hasil: proporsi resisten rendah obat dapat digunakan untuk terapi.

Cara yang lazim digunakan kombinasi resistance ratio dan propotion methode dengan hasil:

Obat anti TB A : B x H37Rv C %B : apabila > 4 x dianggap resistenC : Apabila > 1% dianggap resisten

Pemeriksaan sputum secara mikroskopis langsung 1. Pemeriksaan sputum secara mikroskopis

merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah. Pemeriksaan bersifat spesifik dan cukup sensitive.

2. Mycobacterium tuberculosis: Berbentuk batang Sifat tahan terhadap penghilangan warna

dengan asam dan alkohol karena itu disebut Basil Tahan Asam (BTA)

Dapat dilihat di mikroskop bila jumlah kuman paling sedikit 5000/ml sputum. Sputum yang baik diperiksa adalah sputum kental dan purulen warna hijau kekuningan. Volume 3-5 ml tiap pengambilan.

3. Tujuan pemeriksaan sputum: Menegakkan diagnosis dan menentukan

klafikasi/tipe Menilai kemajuan pengobatan Menentukan tingkat penularan

4. Pengumpulan sputum

20

Page 21: Buku Tutor is

Sputum ditampung dalam pot sputum yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm, tutup berulir tidak mudah pecah dan bocor. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan 3 spesimen sputum Sewaktu Pagi Sewaktu(SPS). Dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan.Pelaksanaan pengumpulan sputum SPS.

S (sewaktu), sputum dikumpulkan pada saat suspek TB datang pertama kali. Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot sputum untuk sputum hari keduaP (pagi), sputum dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua segera setelah bangun tidurS (sewaktu), sputum dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan sputum pagi

5. Pewarnaan kuman BTA Ziehl Nielsen Tan Thiam Hok (kinyoun-gabbett) Auramin–phenol fluorochrome

6. Pewarnaan sediaan dengan metode Ziehl Nielsen

Larutan Carbol Fuchsin 0,3% Asam alcohol (HCL – alcohol) 3% Methylen Blue 0,3%

7. Pembacaan hasil Basil tahan asam berwarna merah Basil tidak tahan asam berwarna biru SPS. Menurut Depkes bila 2 dari 3

spesimen tersebut hasilnya BTA (+) TB Pembacaan hasil dengan menggunakan

skala IUATLD:

21

Page 22: Buku Tutor is

Negatif (-), tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang

Meragukan (ditulis jumlah kuman yang ditemukan), 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang

Positif 1 (+), 10 – 99 BTA dalam 100 lapangan pandang

Positif 2 (++), 1-10 dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 50 lapang pandang

Positif 3 (+++), >10 BTA dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 20 lapang pandang

Catatan: Bila ditemukan 1 – 3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan harus diulang dengan spesimen dahak yang baru. Bila hasilnya tetap 1-3 BTA hasilnya dilaporkan negatif. Bila ditemukan 4-9 BTA dilaporkan positif.

8. Tes SerologiTes serologi yang dapat membantu diagnosis tuberkulosis adalah tes takahashi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer lebih dari 128 dianggap positif yang berarti proses tuberkulosis masih aktif.

22

Page 23: Buku Tutor is

Bagan diagnosis

Tersangka penderita TB(suspek TB)

Periksa Dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA + - - - - - +++ ++-

Periksa rontgen Beri antibiotik dada

spektrum luas

Hasil Hasil tidak Tidak ada Ada mendukung mendukung perbaikan perbaikan TB TB

Ulangi periksa dahakSPS

Penderita TB Hasil BTA Hasil BTABTA positif +++ - - -

++ -

23

Page 24: Buku Tutor is

Periksa rontgen dada

Hasil mendukung TB Hasil rontgen negatif TB BTA (-) Bukan TB Rontgen (+) Penyakit lain

Gambaran Radiologis Tuberkulosis ParuKlarifikasi tuberkulosis sekunder menurut

American Tuberculosis Association:1. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis)

yaitu luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median , apeks dan iga 2 depan. Sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja tidak harus berada dalam daerah tersebut diatas. Tidak ditemukan adanya lubang (kavitasi).

2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan bila ada kavitas diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi luas satu lobus.

3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis) yaitu luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih daripada klasifikasi kedua diatas atau bila ada kavitas maka diameter keseluruhan semua kavitas melebihi 4 cm.

24

Page 25: Buku Tutor is

Kelainan yang dapat dilihat pada foto rontgen tuberkulosis paru:1. Sarang eksudatif, bentuk awan-awan atau

bercak yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah

2. Sarang produktif, bentuk butir butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya sedang

3. Sarang induratif atau fibrotik, berbentuk garis-garis atau pita tebal berbatas tegas dengan densitas tinggi

4. Kavitas (lubang)5. Sarang kapur (klasifikasi)

Pembagian lain yang lebih banyak dipergunakan di Indonesia:1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-

bercak dengan densitas rendah atau sedang dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang seperti ini biasanya menunjukkan bahwa proses aktif

2. Lubang (kavitas) berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil yang dinamakan lubang sisa (residual cavity)

3. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang biasanya menunjukkan bahwa proses telah tenang

Kelanjutan suatu sarang tuberkulosis:1. Penyembuhan tanpa bekas sering terjadi pada

anak-anak (tuberkulosis primer) pada orang dewasa (tuberkulosis skunder) bila diberikan pengobatan yang baik.

2. Penyembuhan dengan meninggalkan cacat. Berupa garis-garis berdensitas tinggi/sarang fibrotik atau bintik-bintik kapur (sarang kalsiferus). Sarang-sarang fibrotik yang tebal

25

Page 26: Buku Tutor is

dan kalsiferus disebut sarang fibrokalsiferus. Secara rontgenologis sarang baru dapat dinilai sembuh (proses tenang) bila setelah jangka waktu sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama (stationary). Sifat bayangan tidak boleh bercak-bercak, awan atau kavitas melainkan garis-garis atau bintik-bintik kapur. Kesan rontgenologis bahwa proses sudah tenang harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik, laboratorium, termasuk sputum yang baik.

Gambaran Histopatologik Penyakit Tuberkulosis Paru Yang Dapat Menyebabkan Hemoptisis

Makroskopik:Tuberkulosis di paru pada orang dewasa merupakan tuberkulosa sekunder (antara usia 5 – 15 tahun jarang ditemukan penyakit tuberkulosis ini).Lesi yang pertama hampir selalu ditemukan pada apeks paru-paru kanan. Salah satu keterangan mengenai hal ini ialah bahwa tekanan hidrostatik pembuluh pulmonal rendah pada bagian apeks, sehingga pertukaran oksigen sangat sedikit dan zat imun tidak dapat mencapai daerah tersebut. Akibatnya kuman mudah tumbuh pada tempat itu.Lesinya merupakan tuberkel berukuran kurang dari 3 cm, terletak 1-2 cm subpleura, berbatas tegas, kenyal, berwarna putih kelabu atau kekuningan.Pada paru akan ditemukan pula pembentukan rongga-rongga yang disebut kaverne oleh karena

26

Page 27: Buku Tutor is

proses nekrosis tuberkel ditengahnya yang dapat sampai kedinding bronkiolus.

Mikroskopik:Pada tuberkulosis paru yang sering menyebabkan hemoptisis adalah bentuk tuberculosis fibrocaseosa chronica.Pada kelainan ini secara mikroskopik ditemukan lesi pada paru yang mengandung bentuk-bentuk tuberkel yaitu kumpulan sel makrofag yang berubah menjadi sel epiteloid yang merupakan sel histiosit. Protoplasmanya menjadi jernih karena mengandung zat lipoid sehingga menyerupai sel epitel. Sel epiteloid tersusun berkelompok dan sentrifugal dengan ditengahnya mengandung jaringan nekrosis perkijuan yang merupakan massa eosinofilikamorf, tanpa sisa struktur sama sekali dan sel datia langhans yang dibentuk oleh sel histosit yang bersatu. Disekelilingnya tampak banyak proliferasi sel fibroblas. Selanjutnya bila nekrosis terus berlanjut dan meluas dan tuberkel membesar maka akan dapat menimbulkan erosi pada dinding bronkiolus yang akan membentuk rongga atau kaverne. Rongga itu sering dilintasi oleh pembuluh darah dan bila pembuluh darah ikut mengalami erosi maka akan menimbulkan HEMOPTISIS.Tuberkel dan kaverne itu dapat meluas dan mengenai seluruh lobus paru-paru sehingga jaringan paru rusak dan berubah menjadi seperti sarang lebah (Honey comb) pleuritis dengan perlengketan fibrostik ditemukan pula.

27

Page 28: Buku Tutor is

V. Obat Antituberkulosis

Terdiri dari 2 kelompok, yaitu:1. obat primer, efektivitas tinggi dengan toksisitas dapat

diterima, seperti INH, rifampisin, etambutol, streptomisin, pirazinamid

2. obat sekunder, kurang efektif dan digunakan karena pertimbangan resistensi atau kontra indikasi, seperti etionamid, PAS, sikloserin, amikasin, kanamisin

StreptomisinAktivitas Antituberkulosis obat TB pertama yang dinilai efektif, tidak ideal

sebagai obat tunggal in vitro bakteriostatik dan bakterisid terhadap

kuman TB (KHM: 0,4 g/ml) in vivo bersifat supresi, bukan eradikasi kuman

TB

Resistensi makin lama terapi, makin meningkat resistensi resistensi akibat mutasi? bila kavitas tidak menutup atau BTA sputum

tetap (+) dalam 2-3 bulan berarti kuman telah resisten terapi tidak efektif

dihindari dengan kombinasi dengan anti TB lain

Farmakokinetik absorpsi dari tempat suntikan, hampir semua

berada dalam plasma, hanya sedikit yang masuk ke eritrosit

terdistribusi ke seluruh cairan ekstrasel, sukar berdifusi ke cairan intrasel

dapat mencapai kavitas

28

Page 29: Buku Tutor is

1/3 streptomisin yang berada dalam plasma berikatan dengan protein plasma

waktu paruh 2-3 jam, memanjang pada gagal ginjal sehingga menimbulkan efek samping

ekskresi melalui filtrasi glomerulus 50-60% diekskresi utuh dalam 24 jam

(sebagian besar dalam 12 jam)

Efek Nonterapi ototoksik (N. VIII) akibat dosis besar jangka

lama pemeriksaan audiometri nefrotoksik sakit kepala, malaise, parestesi di muka dan

mulut, kesemutan di tangan reaksi hipersensitivitas, reaksi anafilaktik,

agranulositosis, anemia aplastik tidak dianjurkan pada trimester pertama

kehamilan

Interaksi dengan penghambat neuromuskuler terjadi

potensiasi penghambatan dengan obat ototoksik (furosemid dan asam

etakrinat) dan obat nefrotoksik

Sediaan dan Posologi bubuk injeksi 1 dan 5 g/vial diberikan dosis 20

mg/kgBB IM maksimum 1 g/hari selama 2-3 minggu, dilanjutkan dengan 2-3x/minggu

IsoniazidAktivitas Antituberkulosis in vitro bakteriostatik & bakterisid thd kuman

TB (KHM: 0,025-0,05 g/ml) lebih aktif daripada streptomisin

29

Page 30: Buku Tutor is

Mekanisme Kerja mekanisme pasti belum diketahui diduga menghambat biosintesis asam mikolat

(unsur penting dinding sel mikobakterium)

Resistensi terjadi akibat kegagalan obat mencapai kuman

atau kuman tidak menyerap obat menimbulkan strain baru yang resisten

Farmakokinetik absorpsi baik pada pemberian oral dan

parenteral kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam setelah

pemberian oral metabolisme melalui asetilasi di hati (asetilator

cepat dan lambat) waktu paruh 1-3 jam, memanjang pada

gangguan fungsi hati mudah berdifusi ke dalam sel dan semua

cairan tubuh (termasuk cairan pleura dan asites)

kadar di CSS 20% kadar plasma 75-95% diekskresi melalui urin dalam waktu 24

jam sebagai metabolit (asetil INH dan asam nikotinat sebagai hasil proses hidrolisis)

sebagian kecil diekskresi sebagai isonikotinil glisin, isonikotinil hidrazon dan N-metil INH

Efek Nonterapi reaksi hipersensitivitas: demam, kelainan

morbiliform, makulopapular, urtikaria reaksi hematologik: agranulositosis,

trombositopenia, anemia

30

Page 31: Buku Tutor is

vaskulitis, arthritis perubahan neurologis: neuritis perifer,

menghilangnya vesikel sinaps, membengkaknya mitokondria, pecahnya akson terminal atasi dengan pemberian piridoksin (B6)

kejang, neuritis optik (atropi), kedut otot, vertigo, ataksia, parestesia, stupor, ensefalopati toksik

kelainan mental: euphoria, penurunan memori, hilangnya pengendalian diri, psikosis, sedasi yang berlebihan dan inkoordinasi (bersama fenitoin)

ikterus, kerusakan hati (nekrosis multilobular), peningkatan SGOT dan SGPT

mulut kering, abdominal discomfort, methemoglobinemia, tinitus, retensi urin

Status Pengobatan preventif: tunggal kuratif: kombinasi

Sediaan dan Posologi tablet 50, 100, 300, dan 400 mg, serta sirup 10

mg/ml diberikan dosis tunggal per oral setiap hari

dengan dosis 5 mg/kgBB maksimum 300 mg/hari, anak <4 tahun 10 mg/kgBB/hari

dapat diberikan secara intermitten 2x seminggu dengan dosis 15 mg/kgBB/hari

diberikan bersama piridoksin 10 mg/hari

RifampisinAktivitas Antituberkulosis in vitro menghambat pertumbuhan M.

tuberculosis (KHM 0,005-0,2 g/ml)

31

Page 32: Buku Tutor is

in vivo meningkatkan aktivitas streptomisin dan INH

menghambat pertumbuhan kuman gram positif dan negatif

gram positif: penisilin G>rifampisin> eritromisin, linkomisin, sefalotin

gram negatif: rifampisin<tetrasiklin, kloramfenikol, kanamisin, kolistin

mekanisme kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dengan menekan mula terbentuknya rantai dalam sintesis RNA

Farmakokinetik absorpsi dihambat oleh makanan dan PAS kadar puncak dicapai setelah 2-4 jam

pemberian oral 75% terikat pada protein plasma difusi baik ke berbagai jaringan termasuk otak

(warna merah pada urin, tinja, sputum, airmata, keringat)

mengalami deasetilasi, dalam waktu 6 jam obat dalam empedu berupa deasetil rifampisin yang bersifat aktif

menginduksi metabolisme; walaupun bioavailabilitas tinggi eliminasi meningkat pada pemberian berulang

waktu paruh eliminasi 1,5-5 jam dan memanjang pada gangguan fungsi hati, memendek pada pemberian berulang

ekskresi melalui empedu dan mengalami sirkulasi enterohepatik

32

Page 33: Buku Tutor is

30% diekskresi melalui urin (sebagian besar dalam bentuk utuh) tidak perlu penyesuaian dosis pada insufisiensi renal

juga diekskresi melalui ASI

Efek Nonterapi ruam kulit, mual, muntah, flu like syndrome,

nefritis interstisial, nekrosis tubular akut, trombositopenia

hepatotoksisitas: ikterus, hepatitis, sindrom hepatorenal, peningkatan aktivitas SGOT, SGPT dan alkali fosfatase

gangguan saluran cerna: abdominal discomfort, mual, muntah, kolik, diare

gangguan neurologis: lelah, mengantuk, sefalgia, ataksia, sukar konsentrasi

reaksi hipersensitivitas: demam, pruritus, urtikaria, kelainan kulit, eosinofilia, sakit pada lidah, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufisiensi renal

gangguan hematologik: trombositopenia, leukopenia, anemia

efek teratogenik? Hindari pemberian pada masa hamil (menembus sawar uri)

Interaksi Obat PAS menghambat absorpsi rifampisin Rifampisin menginduksi metabolisme ADO,

kortikosteroid, kontrasepsi oral efektivitas berkurang

Rifampisin mengganggu metabolisme vitamin D osteomalasia

Disulfiram dan probenesid menghambat ekskresi rifampisin melalui ginjal

Rifampisin meningkatkan hepatotoksisitas INH

33

Page 34: Buku Tutor is

Sediaan dan Posologi kapsul 150 dan 300 mg, tablet 450 dan 600

mg, suspensi 100 mg/5 ml diberikan 1x sehari 1 jam sebelum atau 2 jam

sesudah makan dengan dosis:- BB<50 kg 450 mg/hari- BB>50 kg 600 mg/hari- Anak-anak 10-20 mg/kgBB/hari maksimum

600 mg/hari

EtambutolAktivitas Antituberkulosis hanya efektif untuk kuman TB bersifat tuberkulostatik hanya aktif terhadap

sel yang sedang tumbuh menekan pertumbuhan kuman TB yang

resisten terhadap INH dan streptomisin mekanisme kerja menghambat sintesis

metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati

dapat timbul resistensi bila digunakan tunggal

Farmakokinetik 75-80% diserap dari saluran cerna kadar puncak plasma dicapai setelah 2-4 jam

pemberian oral waktu paruh eliminasi 3-4 jam kadar dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam

plasma eritrosit sebagai depot tidak menembus sawar otak, tetapi pada

meningitis TB ditemukan dalam CSS

34

Page 35: Buku Tutor is

50% diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh, 10% dalam bentuk metabolit (derivat aldehid dan asam karboksilat) dalam waktu 24 jam

ekskresi ginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli

Efek Nonterapi ruam kulit, demam, pruritus, nyeri sendi,

gangguan saluran cerna, malaise, sakit kepala, pusing, bingung, disorientasi, halusinasi, kaku dan kesemutan di jari, reaksi anafilaksis, leukopenia

neuritis retrobulbar: bilateral, penurunan visus, hilangnya kemampuan membedakan warna, pengecilan lapangan pandang, skotoma sentral dan lateral

peningkatan kadar asam urat karena penurunan ekskresi asam urat melalui ginjal

Sediaan dan Posologi tablet 250 dan 500 mg, diberikan dosis 15

mg/kgBB sekali sehari, pada gangguan faal ginjal perlu penyesuaian dosis

PirazinamidAktivitas Antituberkulosis bakterisid yang kuat untuk BTA dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi

asam pirazinoat yang bersifat tuberkulostatik pada media asam

mekanisme kerja?

Farmakokinetik mudah diserap di usus dan terdistribusi ke

seluruh tubuh

35

Page 36: Buku Tutor is

kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 2 jam, waktu paruh 10-16 jam

asam pirazinoat dihidroksilasi menjadi asam hidropirazinoat

ekskresi terutama melalui filtrasi glomerulus

Efek Nonterapi gangguan hati: ikterus, nekrosis hati,

peningkatan SGOT dan SGPT menghambat ekskresi asam urat (pirai) artralgia, anoreksia, mual, muntah, disuria,

malaise, demam

Sediaan dan Posologi tablet 250 dan 500 mg dengan dosis 20-35

mg/kgBB sehari 1 sampai beberapa kali sehari maksimum 3 g

Regimen Pengobatan1. pengobatan jangka panjang: 18 bulan tanpa

rifampisin2. pengobatan jangka pendek: 6-8 bulan dengan

rifampisin

Paduan terapi:1. 9HR2. HR/8H2R2, bila ada kuman yang resisten obat

ditambah dengan pirazinamid atau etambutol. Pemeriksaan BTA sputum dilakukan setiap bulan sampai hasilnya negatif. Pengobatan diteruskan minimal 6 bulan setelah BTA negatif.

3. 2HRZ/4HR4. 2HRZ/4H2R25. 2HRZ/4H3R3

36

Page 37: Buku Tutor is

6. 2H3R3Z3/4H3R37. 2HRZE/4H3R38. 2HRZ/2H3R3

Kegagalan pengobatan akibat paduan pengobatan tidak memadai, dosis tidak cukup, makan obat tidak teratur, masa pengobatan kurang lama, terjadi resistensi, dropout, dan adanya kerusakan jaringan yang luas.

VI. Epidemiologi Penyakit TBTuberkulosis (TB) merupakan penyakit

menular kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sampai saat ini TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,9 milyar manusia (sepertiga penduduk dunia), telah terinfeksi kuman TB. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB di dunia ini, dan dalam dekade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang akan terinfeksi oleh TB. Pada tahun 1990 tercatat ada lebih dari 45 juta kematian di dunia ini karena berbagai sebab, di mana 3 juta diantaranya (7%) terjadi karena TB. Selain itu 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah (preventable death) terjadi akibat TB. WHO pada tahun 1993 bahkan telah mencanangkan TB sebagai “Global Emergency” (kedaruratan global) karena pada sebagian besar negara di dunia penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (Basil Tahan Asam (BTA) positif.

37

Page 38: Buku Tutor is

Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (2001) menunjukkan bahwa TB menduduki ranking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian) setelah sistem sirkulasi dan sistem pernafasan. Pada survei yang sama angka kesakitan TB di Indonesia ketika itu sebesar 800/100.000 penduduk. Namun pemeriksaan ini memiliki kelemahan, yakni hanya berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium (Badan Litbangkes, 2002). Estimasi incidence rate TB di Indonesia berdasarkan pemeriksaan sputum (BTA positif) adalah 128/100.000 penduduk untuk tahun 2003, sedangkan untuk tahun yang sama estimasi TB semua kasus (prevalensi) adalah 675 per 100.000 penduduk (WHO, 2005). Berdasarkan kultur yang dilakukan pada 11 provinsi, definite case sebesar 186/100.000 penduduk. Hasil kultur mengindikasikan potensi masalah penyakit TB di masyarakat, sementara pengetahuan mayarakat terhadap TB dan penularannya ternyata sangat rendah.

Faktor Risiko Penyakit TB Faktor risiko yaitu semua variabel yang

berperan atas timbulnya kejadian penyakit. Pada dasarnya berbagai faktor risiko TB saling berkaitan satu sama lainnya. Berbagai faktor risiko dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok faktor risiko yaitu kependudukan, faktor lingkungan dan faktor risiko perilaku.A. Faktor Risiko Kependudukan

Kejadian penyakit TB merupakan hasil interaksi antara komponen lingkungan yakni udara yang mengandung basil TB, dengan masyarakat

38

Page 39: Buku Tutor is

serta dipengaruhi berbagai variabel lainnya. Variabel pada masyarakt secara umum dikenal sebagai variabel kependudukan.Banyak variabel kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya atau kejadian penyakit TB, yaitu:1. Status Gizi

Menurut Robinson dan Weighley (1984) keadaan kesehatan berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi:a. Faktor langsung. dipengaruhi oleh

asupan makanan dan penyakit, khususnya penyakit infeksi.

b. Faktor tidak langsung:- Faktor ekonomi, penghasilan

keluarga yang mempengaruhi status gizi.

- Faktor pertanian, kemampuan menghasilkan produksi pangan.

- Faktor budaya, masih ada kepercayaan untuk memantang makanan tertentu, yang dipandang dari segi gizi sebenarnya mengandung zat gizi yang baik.

- Faktor pendidikan dan pekerjaan, faktor pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan menyerap pengetahuan gizi yang diperoleh. Faktor pekerjaan juga dianggap mempunyai peranan yang penting.

- Faktor kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan yang jelek

39

Page 40: Buku Tutor is

akan memudahkan menderita penyakit tertentu.

- Faktor fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi.

Status gizi dan penyakit infeksi (TB Paru)

Proses penyakit infeksi merupakan konfigurasi asing dalam tubuh manusia, sehingga terjadi suatu komplek interaksi antara mikroorganisme yang menyerang tubuh manusia dengan mekanisme imunitas tubuh. Malnutrisi akibat respon metabolik dan biokimia dalam tubuh manusia mempunyai kontribusi dalam mekanisme pertahanan tubuh tersebut, yang selanjutnya menentukan hasil setiap episode infeksi.

Malnutrisi energi protein merupakan gangguan nutrisi yang sering dijumpai pada keadaan sakit berat baik yang ditimbulkan oleh infeksi. Tanpa pemberian nutrisi yang adekuat, stres metabolik akibat infeksi akan menimbulkan kehilangan berat badan dan rusaknya sel bagian tubuh organ vital yang penting. Penurunan berat badan 10-20% dari semula akan sangat mengurangi kemampuan daya tahan tubuh dan meningkatkan morbiditas serta mortalitas, bahkan kehilangan 40% berat badan dapat menyebabkan kematian.

Untuk mencegah masuknya organisme patogen ke dalam tubuh, maka

40

Page 41: Buku Tutor is

manusia mempunyai berbagai mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tubuh ini ditandai oleh komponen pasif dan aktif yang akan bereaksi terhadap infeksi.

Serum secara normal mengandung protein yang menolong sebagai faktor anti mikroba dalam sistem immunitas, termasuk lisozim, komplemen transferin dan protein lain dengan fungsi opsonik seperti glutamin.

Masuknya parasit dalam tubuh manusia akan menyebabkan interaksi dengan status gizi, yang mana besar kecilnya pengaruh interaksi tersebut tergantung pada (1) pengaruh parasit pada metabolisme host, (2) efek nutrisi host terhadap perkembangan pertumbuhan populasi parasit, (3) perkembangan respon imunitas dari host dan (4) patofisiologi infeksi.

2. Kondisi Sosial EkonomiWHO (2003) menyebutkan 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara kemiskinan dengan TB bersifat timbal balik, TB merupakan penyebab kemiskinan dan karena miskin maka manusia menderita TB. Kondisi sosial ekonomi itu sendiri, mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi buruk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan kesehatan juga

41

Page 42: Buku Tutor is

menurun kemampuannya. Menurut perhitungan, rata-rata penderita TB kehilangan 3 sampai 4 bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan penghasilan setahun secara total mencapai 30% dari pendapatan rumah tangga.

3. UmurKlinis terjadinya penularan tidak ada perbedaan karena perbedaan usia, akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa median umur penderita TB didominasi kelompok usia produktif (15-50 tahun/75%). Fakta ini mungkin dikarenakan pada kelompok umur tersebut mempunyai riwayat kontak disuatu tempat dalam waktu yang lama.

4. Jenis KelaminDari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita TB adalah wanita. Halini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupun tingkat molekuler.

B. Faktor Risiko Lingkungan1. Kepadatan

Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit. Semakin padat, maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui udara, akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu, kepadatan dalam rumah maupun kepadatan hunian tempat tinggal merupakan variabel yang berperan dalam kejadian TB. Untuk itu Departemen

42

Page 43: Buku Tutor is

Kesehatan telah membuat peraturan tentang rumah sehat, dengan rumus jumlah penghuni/luas bangunan. Syarat rumah dianggap sehat adalah 10m2 per orang (Depkes, 2003), jarak antar tempat tidur satu dan lainnya adalah 90 cm, kamar tidur sebaiknya tidak dihuni 2 orang lebih, kecuali anak di bawah 2 tahun.

2. Lantai RumahSecara hipotesis jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian TB, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah, cenderung menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman TB di lingkungan juga sangat dipengaruhi oleh kelembaban tersebut.

3. VentilasiVentilasi bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta mengurangi kelembaban. Ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara, dengan kata lain mengencerkan konsentrasi basil TB dan kuman lain, terbawa keluar dan mati terkena sinar ultra violet. Menurut persyaratan ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai (Kepmenkes, 1999, Depkes 2003).

4. PencahayaanRumah sehat memerlukan cahaya cukup, khususnya cahaya alam berupa cahaya matahari yang berisi antara lain ultra violet. Cahaya matahari minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan. Semua cahaya pada dasarnya dapat mematikan

43

Page 44: Buku Tutor is

kuman, namun tentu tergantung jenis dan lamanya cahaya tersebut.

C. Faktor Risiko PerilakuFaktor risiko perilaku adlah kebiasaan yang dilakukan sehari-hari yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan/penyebaran penyakit. Yang termasuk factor risiko perilaku dalam terjadinya penularan TB adalah sebagai berikut:1. Kebiasaan tidur penderita TB bersama-sama

dengan anggota keluarga2. Tidak menjemur kasur secara berkala3. Kebiasaan membuang ludah/dahak

sembarangan 4. Kebiasaan tidak pernah membuka jendela

rungan5. Kebiasaan tidak pernah membuka jendela

kamar tidur6. Kebiasaan tidak pernah membersihkan

lantai7. Kebiasaan merokok

Penularan Penyakit TB Jika seseorang penderita TB berbicara,

meludah, batuk, atau bersin, maka kuman-kuman TB berbentuk batang (panjang 1-4 mikron, diameter 0,3-0,6 mikron) yang berada di dalam paru-parunya akan menyebar ke udara sebagai partikulat melayang (suspended particulate matter) dan menimbulkan droplet infection. Basil TB tersebut dapat terhirup oleh orang lain yang berada di sekitar penderita. Basil TB dapat menular pada orang-orang yang secara tak sengaja menghirupnya. Dalam waktu satu tahun,

44

Page 45: Buku Tutor is

1 orang penderita TB dapat menularkan penyakitnya pada 10 sampai 15 orang disekitarnya.

Pencegahan Penyakit TB Apabila batuk, menutup mulut, agar keluarga

dan orang lain tidak tertular Jangan meludah di sembarang tempat Gunakan tempat seperti tempolong atau

kaleng yang bertutup, dan diisi air sabun atau Lysol, untuk menampung dahak

Buang tampungan dahak ke lubang WC atau timbun ke dalam tanah di tempat yang jauh dari keramaian

Pencegahan penularan penyakit TB pada masyarakat umumnya adalah: Menghindari percikan ludah atau percikan

dahak melalui ventilasi yang efektif di kendaraan umum, ruang di tempat umum (sekolah, tempat ibadah, ruang kerja, dll), ruang-ruang di rumah dengan mengurangi konsentrasi partikulat melayang

Pencahayaan di dalam rumah, pencahayaan matahari langsung ke dalam rumah/ruang mematikan kuman TB karena terkena sinar ultra violet atau panas sinar matahari. Pencahayaan yang cukup juga mencegah kelembaban dalam ruang.

Menghindari kepadatan hunian, kepadatan hunian bersama penderita TB aktif dalam rumah memungkinkan kontak efektif untuk terjadinya infeksi baru pada penghuni rumah

Mencegah kepadatan penduduk/permukiman untuk menjamin ventilasi yang efektif.

45

Page 46: Buku Tutor is

Mencegah pencemaran udara yang bersumber dari dalam rumah seperti pemakaian bahan bakar hayati tanpa ventilasi efektif, merokok, dll.

Menghindari adanya lantai tanah dalam rumah, karena lantai tanah dapat menambah kelembaban dan memungkinkan perkembangbiakan parasit.

Strategi Pembelajaran1. Tutorial pertama berupa pemahaman tentang skenario

dan dilanjutkan dengan curah pendapat antar mahasiswa untuk menetapkan kata kunci dan learning issues.

2. Belajar mandiri di perpustakaan dengan memanfaatkan buku teks, jurnal, computer aided learning, internet, dan lain-lain.

3. Konsultasi dengan narasumber untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam.

4. Tutorial kedua untuk menyampaikan informasi-informasi yang didapat selama melakukan belajar mandiri sesuai dengan learning issues yang telah ditetapkan.

5. Praktikum di Laboratorium Keterampilan.

Referensi

46

Page 47: Buku Tutor is

1. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press: 1989

2. Katzung BG, editor. Basic & Clinical Pharmacology. Eighth Edition. New York: Lange Medical Books, 2001: 9-33.

3. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC, Fisher BD, editors. Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology. 2nd Editon. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers, 1997.

4. Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG, editors. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics. Tenth Edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc., 2001: 31-43.

5. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI.6. SOP Pemeriksaan mikrobiologi klinik7. Penuntun praktikum 8. Buku saku petugas program TB9. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis10. Buku ajar Mikrobiologi kedokteran, Staf pengajar

FKUI

47