OUT LINEBagian pertama Pendahuluan Bagian kedua Bengkulu dan
berbagai tradisi Bagian ketiga Agama, kebudayaan dan tradisi Bagian
keempat Tradisi Tabot dan ke-bersatuan masyarakat Bagian kelima
Tradisi Tabot dan akulturasi budaya masyarakat Bagian keenam
Tradisi Tabot dan peningkatan ekonomi Masyarakat Bagian ketujuh
Tradisi Tabot dan pariwisata Bagian kedelapan penutup
1
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
Tulisan ini didasarkan pada asumsi bahwa agama Islam adalah
agama universal, berlaku di segala tempat dan zaman (Shlihun
likulli makn wa zamn) serta membawa rahmat bagi alam semesta
(rahmatan li al-lamn). Keyakinan bahwa Islam sebagai agama
universal membawa berbagai konsekwensi antara lain agama Islam bisa
Agama Islam menyebar pada komunitas yang umumnya telah memiliki
tradisi atau adat istiadat yang sudah berakar dan diwarisi secara
turun-temurun dari nenek moyang mereka. Islam ketika berhadapan
dengan adat yang sudah mapan dituntut menunjukkan kearifannya.
Islam dalam realitasnya mampu menampakkan kearifannya, yang
ditandai dengan pendekatan dakwah secara damai dan bertahap atau
pelan-pelan, bukan sebaliknya dengan cara frontal, sporadis
disertai kekerasan. Singkatnya, Islam mampu berdialektika secara
harmonis dengan kemajemukan adat dan memberikan klarifikasi secara
bijaksana terhadap unsur-unsur adat yang bernilai positif dan bisa
dipelihara dan unsur-unsur adat yang bernilai negatif yang perlu
ditinggalkan. Dengan demikian, kehadiran agama Islam bukan untuk
menghilangkan adat dan budaya setempat melainkan untuk memperbaiki
dan meluruskannya menjadi lebih berperadaban dan manusiawi.
Berangkat dari cara seperti ini menjadikan masuknya Islam di
Nusantara ini tidak banyak mendapatkan hambatan dan rintangan. Hal
ini terutama disebabkan oleh perwajahan Islam sebagai sosok ajaran
yang akomodatif, dinamis dan melindungi tradisi yang telah dimiliki
oleh bangsa Indonesia pra Islam. Corak Islam yang menekankan
prinsip akomodatif dan toleran ini setidak-tidaknya bisa disimak
pada fenomena perayaan Tabot di Bengkulu. Pola hubungan antara
Islam dan tradisi Tabot [1] bisa dikatakan saling melengkapi
sehingga dianggap sebagai implementasi nyata dari semangat Tradisi
lokal dianut oleh berbagai bangsa dan masyarakat dengan latar
belakang berbeda-beda.
2
yang bercorak Islami dan Islam yang bercorak lokal (Azyumardi
Azra, 1998, Agamadalam Keragaman Etnik di Indonesia, Balitbang
Agama, Jakarta). Keanekaragaman wajah budaya Indonesia memberi arti
penting bahwa tradisi atau adat telah menjelma sebagai perwujudan
budaya lokal. Tradisi atau adat istiadat yang dianut oleh
masyarakat memiliki makna dan multitafsir, maka disinilah posisi
pentingnya sebuah kajian untuk memperoleh gambaran kompherensif
terhadap keragaman tradisi dan diharapkan dapat membawa kesatuan
dalam beragam tafsir tersebut. Hefner menetapkan istilah adat itu
sendiri memiliki berbagai macam penggunaan regional (Hefner, dalam
Dr. Erni Budiawanti, 2000:47). Keanekaragaman budaya merupakan
simbol perbedaan kultur, dan kebanyakan komunitas etnik seringkali
memberi pembenaran pada budaya sebagai identitas mereka. Budaya
tidak bisa dipahami sebagai suatu hukum kebiasaan belaka. Keragaman
makna yang terwujud dalam budaya merentang dari cita rasa makanan,
desain arsitektur, gaya berbusana, bertutur dengan dialek tertentu,
serta berbagai pernik seremonial. Contoh
bale adat pada suku Sasak menunjuk pada bangunan publik dimana
dewan tetua danpara pemuka komunitas bisa menyelenggarakan
pertemuan. Pesta adat merupakan upacara tradisional, pakaian adat
adalah busana tradisional, sedangkan perkawinan adat adalah upacara
perkawinan tradisional. Adat mendapatkan kesahehannya dari masa
lampau, yaitu masa ketika nenek moyang membangun pranata yang
berlaku tanpa batas waktu, kalau bukan malah selamanya. Adat
memasuki segala aspek kehidupan komunitas yang mengakibatkan
seluruh aspek kehidupan individu sangat dibatasi dan
dikodifikasikan (Alisahbana 1996). Karena adat secara ideal
dipandang sebagai karya leluhur, keturunan yang masih hidup merasa
bahwa setiap kali mereka mempraktekkan adat, tindakan-tindakan
mereka terus menerus diawasi para leluhur tersebut. Para leluhur
dianggap sebagai makhluk supranatural yang memiliki kekuatan
supranatural yang bisa mempengaruhi kehidupan anak turunannya.
Setiap masyarakat mempunyai tradisi yang turun temurun dilakukan
masyarakat, meskipun kadang-kadang tidak semua masyarakat mengerti
tentang apa
3
yang dilakukan nenek moyangnya. Pada sisi lain, tidak semua
nilai-nilai tradisi yang turun temurun pada masyarakat sejalan
dengan kehidupan beragama. Nilai-nilai budaya dan adat-istiadat
tersebut jika dilihat dari kacamata Islam maka akan kita dapati
sebagian dari amal atau praktek budayanya bertentangan dengan
prinsip-prinsip kebenaran, dipihak lain juga terdapat sebagai
ritual ibadah maupun praktek sosial mereka dibenarkan oleh syariat
Islam. Perlu diakui, nilai-nilai budaya atau adat-istiadat -di
tengah-tengah persoalan relevan atau tidaknya dengan syari'at
Islam- seringkali telah menjalankan peran-peran sosiologis yang
tidak dapat diremehkan. Adat kadang-kadang muncul sebagai medium
pemersatu bagi masyarakatnya. Kebersatuan tersebut dapat dilihat
ketika mereka melakukan seremonial tradisi, mereka tanggalkan
perbedaan latar belakang pemahaman bahkan keyakinan sekalipun dapat
terlepaskan bila di benturkan dengan aplikasi adat yang sifatnya
mengakomodir seluruh masyarakat terkait. Pemandangan seperti ini
antara lain dapat kita saksikan ketika perayaan Tabot pada
masyarakat Bengkulu. Mencermati pemandangan seperti ini, Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta merasa perlu melakukan
penelitian untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang
nilai-nilai tradisi dan budaya lokal serta kehidupan beragama di
masyarakat Bengkulu. Tradisi Tabot merupakan salah satu tradisi
yang berkembang sudah menjadi adat bahkan dijadikan komoditi
Pemerintah Daerah (PEMDA) sebagai medium pariwisata seperti Pekan
Raya Jakarta (PRJ) di Jakarta sampai sekarang di masyarakat
Bengkulu, khususnya komunitas Syiah. Kajian Teoritis Tradisi Tabot
merupakan salah satu upacara tradisional di Kota Bengkulu. Tabot
dirayakan dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Muharam pada
setiap tahunnya dengan tujuan untuk memperingati gugurnya Hasan dan
Husen cucu Nabi Muhammad SAW oleh keluarga Yazid dari kaum Syiah,
dalam perperangan di Karbala pada tahun 61 Hijriah. Pada perayaan
TABOT tersebut dilaksanakan berbagai
4
pameran serta lomba ikan-ikan, telong-telong serta kesenian
lainnya yang diikuti oleh kelompok-kelompok kesenian yang ada di
Provinsi Bengkulu sehingga menjadikan ajang hiburan rakyat dan
menjadi salah satu kalender wisata tahunan. Maksud dan tujuan
penyelenggaraan Festival Tabot antara lain adalah untuk
memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yakni Husein bin Abi
Thalib yang terbunuh di Padang Karbela, Irak oleh Yazid bin
Muawiyyah. Namun, sekaligus untuk melestarikan budaya masyarakat
Bengkulu, sebagai bentuk penghormatan terhadap ketokohan Husein bin
Abi Thalib. Festival Tabot di Bengkulu juga sebagai kegiatan
menyambut dan memeriahkan Tahun Baru Islam. Juga ada upaya
menjadikan acara Budaya Tabot sebagai objek wisata budaya daerah
untuk dikunjungi dan dilihat oleh seluruh masyarakat dan menjadi
kebanggaan Bengkulu. Festival Tabot telah berlangsung selama
bertahuntahun di Bengkulu[4], dan sejak masa silam menjadi tradisi
bagi masyarakat di sana, serta keharusan yang tak boleh
ditinggalkan untuk dilaksanakan para keturunan Tabot setiap 1-10
Muharram tahun Hijriah. Festival Tabot semula adalah tradisi ritual
di Bengkulu, namun kini telah berkembang menjadi suatu kebutuhan
masyarakat luas, atau sebagai cultural manners seperti berbagai
tradisi yang telah lama berlangsung di seluruh penjuru Nusantara.
Tabot secara sosiologis bisa dikategorikan sebagai salah satu local
genius (kearifan lokal). Tabot sebagai local genius berperan
sebagai perimbangan (counterbalance) terhadap pengaruh desakan dari
luar yang begitu gencarnya. Seperti diketahui, sejauh ini ada
kecenderungan bahwa kebudayaan yang lebih tinggi mempengaruhi
kebudayaan yang lebih rendah, masyarakat di suatu benua
mempengaruhi masyarakat di kepulauan, bangsa yang lebih maju
mempengaruhi bangsa yang terbelakang dan mayoritas lebih banyak
mempengaruhi yang minoritas. Sejarah telah menunjukkan bagaimana
kebudayaan dan peradaban Indonesia terbentuk, berturut-turut dari
jaman perunggu (Bronze Age) yang berasal dari Tiongkok, masa
Hindu-Budha mendapat pengaruh dari India, pada masa Islam
pengaruhnya dari Arab, menyusul pengaruh agama Nasrani yang
dikenalkan oleh para Missionary, serta kemudian pengaruh Barat
5
yang kuat dan lebih modern melimpah ke Indonesia, rasanya sudah
tak mungkin terbendung lagi (Made Sukarata, 1999: 42-43). Dalam
cengkeraman hegemoni Barat seperti ini, kita bisa mencermati
bagaimana para leluhur kita penuh bijak melakukan perimbangan
(counterbalance) terhadap pengaruh desakan dari luar yang begitu
gencarnya berkat mengambil sisi positifnya dari pengaruh Barat.
Jadi berbondong-bondongnya pengaruh budaya luar di Indonesia oleh
para leluhur kita dapat dijadikan batu pijakan untuk dapat
menciptakan karya-karya yang lebih menyatu dengan memadukan
unsur-unsur yang telah ada di tempat. Contoh hal ini ada pada
arsitektur Bali dengan dikenalnya perimbangan emas atau golden
section yang disebut Asta Kosala Kosali, dalam seni bangun
Hindu-Budha di Indonesiadikenal bentuk Dwaraphala, patung kembar
berbentuk raksasa penghias sisi kiri kanan pintu utama masuk candi,
dikenalnya bentuk candi Bentar (Split Gate), maupun pintu gerbang
yang disebut Paduraksa yang asli made in Indonesia. Perlu diketahui
bahwa semua ini terjadi karena para leluhur kita punya semacam aji
pamungkas yang disebut local genius. Local genius dapat diartikan
sebagai kecerdasan orang-orang setempat untuk memanipulasi pengaruh
budaya luar dan budaya yang telah ada menjadi wujud baru yang lebih
indah, yang lebih baik serta serasi sesuai selera setempat dan
sekaligus merupakan bentuk spesifik atau jatidiri daerah itu
sendiri, contoh suku Nias dengan Jumping Stone-nya, suku Toraja
dengan Tadulako-nya, suku Batak dengan Si Gale-gale-nya, suku Dayak
dengan Kelebitnya, suku Asmat dengan Spatularnya, suku Bali dengan
tari kecaknya dan banyak lagi suku-suku lain yang tak kalah unik
bertaburan dan bertebaran digugusan jambrut katulistiwa dengan
segala latar belakang
local genius-nya masing-masing. Contoh Local genius lainnya
dalam irigasi di Balidikenal istilah subak, dalam cerita wayang
dikenal istilah ceritera carangan, seperti Arjuna Wiwaha, Trimala
dan terdapat tokoh Punakawan yaitu, Semar, Gareng, Petruk serta
Bagong, semua ini merupakan manifestasi dari local genius yang
dimiliki oleh para leluhur kita. Dan local genius muncul tidak
lepas dari naluri alamiah (basic
instinct) berkesenian yang ada pada sanubari setiap seniman
lokal.
6
Disamping itu tiap-tiap lokal punya kelebihan potensi tertentu
dari pada lokal yang lain dan uniknya lagi sering terjadi suatu
potensi yang berasal dari suatu tempat justru berkembang lebih
canggih ditempat lain, contoh mesin yang pertama dikenal di
Tiongkok untuk bahan mercon oleh orang Barat dipakai untuk isi
peluru senjata canggih pembunuh manusia. Begitu juga Aljabar yang
mula-mula dikenal di Arab setelah sampai di Barat menjadi ilmu
hitung yang luar biasa hebatnya. Ketika orang Jepang pertama kali
diimingiming televisi hitam-putih oleh orang Amerika, selang
beberapa lama orang Jepang memproklamirkan dirinya sebagai pencipta
televisi berwarna pertama di dunia, sampai-sampai tehnisi Jepang
dituduh melakukan apa yang disebut Stolen Technology (teknologi
curian).
7
[1] Istilah Tabot berasal dari kata Arab (Tabot) yang secara
harfiah berarti kotak kayu atau peti. Dalam al-Quran kata Tabot
dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani
Israil masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila
Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka. Sebaliknya
mereka akan mendapat malapetaka bila benda itu hilang. [2] Propinsi
Bengkulu dibentuk pada tahun 1968. Ibu kotanya adalah Bengkulu.
Bengkulu menjadi tempat pengasingan Presiden Sukarno, presiden
pertama Indonesia , pada waktu jaman penjajahan Belanda. Di sana
Sukarno merancang Mesjid Jamik. Kepercayaan, pada umumnya
masyarakat di Provinsi Bengkulu 95 % lebih menganut agama Islam.
Upacara Adat, banyak dilakukan masyarakat di Provinsi Bengkulu
seperti, sunatan rasul, upacara adat perkawinan, upacara mencukur
rambut anak yang baru lahir. Filsafat hidup:sekundang setungguan,
seio Sekato. Kebukit Samo Mendaki, Kelurah Samo Menurun, Yang Berat
Samo dipikul, Yang Ringan Samo Dijinjing, artinya dalam membangun,
pekerjaan seberat apapun jika sama-sama dikerjakan akan terasa
ringan juga. Bulek Air Kek Pembuluh, Bulek Kata Rek Sepakat,
artinya bersatunya air dengan bambu, bersatunya pendapat dengan
musyawarah.
[3] Tradisi Tabot; Salah satu upacara tradisional di Kota
Bengkulu adalah upacara TABOT" yaitu suatu perayaan tradisional
yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Muharam
setiap tahunnya untuk memperingati gugurnya Hasan dan Husen cucu
Nabi Muhammad SAW oleh keluarga Yazid dari kaum Syiah, dalam
perperangan di Karbala pada tahun 61 Hijriah. Pada perayaan TABOT
tersebut dilaksanakan berbagai pameran serta lomba ikan-ikan,
telong-telong serta kesenian lainnya yang diikuti oleh
kelompok-kelompok kesenian yang ada di Provinsi Bengkulu sehingga
menjadikan ajang hiburan rakyat dan menjadi salah satu kalender
wisata tahunan. [4] Tak ada catatan tertulis sejak kapan upacara
Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, disebut-sebut bahwa tradisi
yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syiah ini
mulai ada sejak pembangunan Benteng Marlborought (1718-1719) di
Bengkulu. Tradisi ini dibawa oleh para tukang yang didatangkan
Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India , kemudian
diwariskan kepada anak cucu mereka yang telah berasimilasi dengan
orang Bengkulu. Warga keturunan yang sudah berasimilasi dengan
penduduk asli Bengkulu itu kini dikenal dengan sebutan orang-orang
Sipai. Para tukang yang membangun benteng Malborough ini lah yang
kemudian disebut-sebut keluarga inti yang tergabung dalam Kerukunan
Keluarga Tabot (KKT) dan sudah menjadi agenda KKT setiap tahunnya
mengadakan ritual ini.
8
BAGIAN KEDUA Bengkulu dan berbagai tradisi
Setting Sosial Bengkulu Propinsi Bengkulu dibentuk pada tahun
1968. Ibu kotanya adalah
Bengkulu. Bengkulu menjadi tempat pengasingan Presiden Sukarno,
presiden pertama Indonesia , pada waktu jaman penjajahan Belanda.
Di sana Sukarno merancang Mesjid Jamik. Kepercayaan, pada umumnya
masyarakat di Provinsi Bengkulu 95 % lebih menganut agama Islam.
Upacara Adat, banyak dilakukan masyarakat di Provinsi Bengkulu
seperti sunatan rasul, upacara adat perkawinan, upacara sekundang
mencukur rambut anak yang baru lahir. Filsafat hidup: setungguan,
seio Sekato. Kebukit Samo Mendaki, Kelurah Samo
Menurun, Yang Berat Samo dipikul, Yang Ringan Samo Dijinjing,
artinya dalam membangun, pekerjaan seberat apapun jika sama-sama
dikerjakan akan terasa ringan juga. Bulek Air Kek Pembuluh, Bulek
Kata Rek Sepakat, artinya bersatunya air dengan bambu, bersatunya
pendapat dengan musyawarah (Informasi Pariwisata Nusantara, dalam
http://www.budpar.go.id/filedata/, 23-Feb-2006: 131). Secara
geografis, Provinsi Bengkulu terletak di pantai Barat Pulau Sumatra
yang dari sisi geografisnya sekitar 46,54% atau 920.964 ha lahannya
adalah hutan 131 suaka. Kawasan tersebut merupakan sumber wisata
alam (ekowisata) yang melimpah dengan keunikan flora dan faunanya.
Letaknya di sebelah Barat pegunungan Bukit Barisan dan kawasan
hutan ini masih dihuni berbagai hewan liar seperti harimau, gajah,
badak dan tempat tumbuhnya bunga terbesar di dunia Rafflesia
Arnoldi. Wilayahnya memanjang dari perbatasan dengan provinsi
Sumatra Barat sampai ke provinsi Lampung berjarak sekitar 567
kilometer persegi
9
dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia dengan garis
pantai sepanjang 525 km. Penduduknya mencapai 1,6 juta orang dan
sebagian besar (96%) adalah beragama Islam, sisanya beragama
kristen, budha dan hindu. Masyarakat aslinya berasal dari beragam
etnik dengan bahasa daerah dan dialek yang berbeda seperti bahasa
Melayu, Rejang, Enggano, Serawai, Lembak, Pasemah, Mulak Bintuhan,
Pekal dan Mukomuko.Dari sisi budaya, masyarakat Bengkulu terdiri
atas dua kelompok besar yaitu Orang Rejang dan Orang Serawai. Orang
Rejang ini terbagi atas dua bagian lagi yaitu mereka yang tinggal
di wilayah dataran tinggi dan mereka yang tinggal di sekitar pantai
yang disebut sebagai Rejang Pesisir. Orang Serawai bermukim di
selatan Bengkulu, mereka masih memiliki hubungan dengan Orang
Pasemah yang bermukim di kawasan pegunungan di dekat Pagaralam dan
Gunung Dempo, di Sumatra Selatan. Dari sisi sejarah, Bengkulu
banyak mempunyai hubungan emosional dengan bangsa Eropa, khususnya
Inggris terlihat dari banyaknya peninggalan sejarah pada masa
penjajahan Inggris. Demikian juga dengan catatan sejarah pada jaman
kerajaan hingga pra kemerdekaan yang dapat dilihat dalam bentuk
peninggalan seperti makam Sentot Alisyahbana maupun rumah kediaman
Bung Karno yang menjadi presiden pertama RI. Pada abad ke-13,
Bengkulu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang
memerintah dari Pulau Jawa. Tidak banyak yang diketahui mengenai
sejarah Bengkulu sebelum abad ke-13. Wilayah Bengkulu kemudian
diperintah oleh berbagai kerajaan kecil seperti Kerajaan Sungai
Lebong yang berkuasa di wilayah Curup.Pada tahun 1685, Inggris yang
tiga tahun sebelumnya gagal menguasai Banten masuk ke Bengkulu
untuk mendapatkan hasil bumi yaitu rempah-rempah. Namun upaya awal
Inggris untuk mendapatkan rempahrempah tidak membuahkan hasil yang
memuaskan. Ekspedisi yang mereka lakukan di Bengkulu terhambat oleh
kondisi geografis Bengkulu dan hujan yang terus menerus sehingga
rasa bosan dan penyakit Malaria membunuh banyak orang Inggris yang
saat itu berada di Bengkulu. Keadaan mulai berubah ketika Sir
Thomas Stamford Raffles
10
pada tahun 1818 diangkat menjadi penguasa Bengkulu dengan
jabatan sebagai Gubernur Jenderal. Dalam waktu yang tidak lama,
Raffles berhasil meningkatkan perdagangan rempah-rempah di Bengkulu
sehingga menguntungkan, selain itu ia juga membuka perkebunan kopi,
pala dan tebu dimana hasil perkebunan ini sangat laku di pasaran
internasional. Bengkulu menjadi pusat operasi perusahaan Inggris di
Sumatra. Sejumlah pos perdagangan dibentuk selain untuk berdagang
juga untuk mengawasi daerah pendudukan Inggris di Bengkulu. Namun
pada masa itu perebutan daerah kekuasaan wilayah perdagangan
terjadi silih berganti antara negara-negara Eropa untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Belanda akhirnya menguasai
sebagian besar wilayah Bengkulu dan pada tahun 1824, Inggris
menyerahkan Bengkulu kepada Belanda. Sebagai gantinya Inggris
mendapatkan Malaka dan Singapura. Kota Bengkulu adalah ibukota dari
Provinsi Bengkulu yang dibangun oleh Inggris pada tahun 1685 dan
disebut dengan nama Bencoolen. Pada tahun 1825 kota Bengkulu
diambil alih oleh Belanda hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942.
Dari sejarahnya dapat dimengerti bahwa Bengkulu pada masa lalu
adalah sebuah kota kolonial. Perdagangan dan interaksi dengan
bangsa asing sudah dilakukan ratusan tahun yang lalu. Letak kota
Bengkulu berada di pinggir laut, namun demikian sebagian besar
bangunan penting di kota ini terletak agak jauh dari pantai kecuali
kawasan Benteng Marlborough. Berbagai fasilitas hotel, restoran,
diskotik, sejumlah kantor perusahaan penerbangan, money changer dan
perbankan tersedia untuk memberikan berbagai kemudahan bagi
wisatawan dan sedikitnya ada sembilan obyek wisata yang bisa
dikunjungi di wilayah kota ini. Salah satu kegiatan seni budaya
yang telah menjadi kalender tetap di ibukota provinsi ini adalah
Festival Tabot yang diselenggarakan tanggal 10 Muharram. Tradisi
ini sendiri dibawa oleh orang-orang India yang menjadi tentara
Inggris pada tahun 1685. Salah satunya yang dikenal sebagai ulama
adalah Syeh Burahnudin atau populer dengan nama Imam Sengolo. Tabot
sendiri merupakan symbol
11
kepahlawanan cucu dari Nabi Muhammad SAW yaitu Hasan dan Husein
yang wafat dalam suatu peperangan di gurun Karbala, Irak. Salah
satu obyek pariwisata yang dapat dikunjungi di Kota Bengkulu adalah
Museum Negeri Bengkulu yang terletak di Padang Harapan di dekat
kantor wisata di Jl Pembangunan. Museum ini memiliki koleksi mulai
dari batubatu pra-sejarah, gendang tembaga kuno dan rumah adat
kayu. Koleksi lainnya adalah kain batik Bengkulu yang disebut kain
besurah dengan motif gabungan antara kaligrafi Arab dan motif
matahari dari masa Majapahit. Di museum ini juga terdapat tekstil
dari Pulau Enggano beserta alat tenunnya. Benda lainnya yang
terdapat di museum ini adalah Tabot yaitu sebuah menara yang
tingginya sekitar 10 meter terbuat dari kayu dan kertas yang
digunakan dalam arak-arakan melalui jalan-jalan protokol Kota
Bengkulu untuk memperingati kematian Hasan dan Husein, cucu nabi
Muhammad yang tewas dalam pertempuran Karbala di Irak pada tahun
680. Acara mengarak Tabot ini merupakan tradisi peninggalan aliran
Syiah di Bengkulu dan diadakan setiap tanggal 10 Muharram.
12
Bagian ketigaAgama, kebudayaan dan tradisi RESPON KKT TERHADAP
TRADISI TABOT Kata sakral yang melekat dalam prosesi ritual Tabot,
yang selalu diselenggarakan pada 1-10 Muharram tahun Hijriah (tahun
ini bertepatan dengan 31 Januari-9 Februari 2006), tampaknya sudah
kehilangan makna. Dengan munculnya apa yang kemudian dikenal
sebagai Tabot pembangunan, yang dalam prosesi itu mengiring 17
Tabot sakral, barangkali bisa dibaca sebagai bentuk lain dari kian
cairnya sakralitas di balik ritual adat tersebut. Ritus yang sudah
menjadi tradisi sebagian masyarakat Bengkulu untuk mengenang
peristiwa tragis kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali
bin Abi Thalib, dalam suatu pertempuran tak seimbang dengan
orang-orang dari Bani Umaiyyah di Padang Karbala (wilayah Irak
sekarang), sejak beberapa tahun terakhir harus diakui memang sudah
bergeser menjadi sekadar pesta tahunan masyarakat Bengkulu. Bahkan,
sakralitas itu sudah mulai meluntur pada sebagian keluarga inti
yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabot itu sendiri. Di luar
sembilan tahapan acara ritual Tabot yang sudah melekat sejak dua
abad silam tersebut, seperti mengambik tanah (mengambil tanah) pada
tanggal 1 Muharram; duduk penja (mencuci benda berbentuk telapak
tangan manusia) pada 4 Muharram; menjara (saling berkunjung pada
malam hari sebagai simbol persiapan perang) pada 6 dan 7 Muharram;
arak gedang (membawa Tabot ke tanah lapang) pada 9 Muharram; hingga
prosesi Tabot tebuang (arak-arakan Tabot menuju tempat pembuangan)
pada 10 Muharram, bisa dikatakan bahwa upacara Tabot sudah menjadi
semacam seni pertunjukan dalam pengertian yang sesungguhnya.
Alhasil, ritus-ritus yang menyertainya pun dengan sendirinya
sebagian besar murni sebagai tontonan. Termasuk di dalamnya
keberadaan arena pameran
13
pembangunan dan pasar malam di pusat kegiatan festival di
Lapangan Merdeka Bengkulu, yang justru lebih banyak menyedot
perhatian khalayak pengunjung. Apa yang kemudian disebut Festival
Tabot sebagai peristiwa budaya pada akhirnya adalah pesta rakyat.
Aspek ritual yang semula melandasinya, yang pada awalnya adalah
pusat dari segala upacara tradisi itu, kini malah terkesan hanya
pelengkap. Sebaliknya, berbagai lomba dan atraksi budaya macam
musik dol, tari, telongtelong (sejenis lampion dalam aneka bentuk)
dan permainan ikan-ikanan, juga digelarnya arena pasar malam selama
festival berlangsung, justru kini masuk ke tengah. Bumbu pelengkap
itu malah jadi hidangan sekaligus santapan utama dalam kenduri
rakyat Bengkulu tersebut. Dalam banyak hal, Festival Tabot kini tak
ubahnya seperti Jakarta Fair di kawasan eks Bandara Kemayoran bagi
warga Jakarta, atau Festival Sriwijaya di ibu kota provinsi
tetangganya: Palembang! Bagi warga Bengkulu yang haus akan hiburan,
kemeriahan itulah yang memang jadi tujuan utama, kata Mantaha,
salah satu anggota komunitas Kerukunan Keluarga Tabot Bengkulu dari
Kampung Pondok Besi. A. RESPON PEMUKA AGAMA/AGAMAWAN TERHADAP
TRADISI TABOT 1. Tanggapan dari Tokoh Agama Menurut salah seorang
fungsionasis PW Muhammadiyah Bengkulu, Yohalin, Muhammadiyah
melihat perayaan Tabot sebatas dalam konteks budaya dan seni.
Perayaan Tabot, menurut Yohalin, bisa dilaksanakan asal tidak
dikaitkan dengan kaidah, karena hal ini akan menjurus ke Syirik.
Mereka merayakan Tabot hanya untuk mencintai dan mengagumi keluarga
Ali bin Abi Thalib, bukan mengkultuskannya. Hendaknya, keyakinan
bahwa jika tidak merayakan akan turun bencana tidak disebar-luaskan
karena akan menyesatkan. Umat Islam Bengkulu perlu
14
menempati perayaan Tabot secara wajar sebagaimana perayaan 17
Agustus, Maulid Nabi, atau Isra Miraj. Perayaan Tabot sebagaimana
perayaan hari besar Islam yang lain harus dipahami dalam konteks
manusiawi. Jadi tidak akan menimbulkan efek kutukan jika tidak
dirayakan. Hal-hal irasional semacam ini harus dihindari karena
tidak ada dasa hukumnya. Tetapi kita tidak bisa melarangnya jika
ada sebagian masyarakat yang mempercayai hal-hal seperti itu. Hal
ini sama dengan yang terjadi di Arab Saudi yang tidak bisa mencegah
praktek kaum Syiah yang melakukan pawai sambil dengan memukul-mukul
badannya sampai luka sebagai tanda duka sekaligus ungkapan rasa
kecintaan yang terlalu berlebihan pada Ali bin Abi Talib. Posisi
Muhammadiyah sekedar mengingatkan agar kecintaan yang berlebihan
terhadap keluarga Nabi (ahlul bait) tidak merusak aqidah.
Muhammadiyah mencintai seni dan budaya, tetapi seni budaya yang
sejalan dengan semangat Islam. Dalam menyikapi Tabot, Muhammadiyah
cenderung menggunakan perspektif seni dan budaya. Berdasarkan
perspektif ini, perayaan Tabot lebih tepat jika dipahami dalam
konteks pariwisata yang membuka kesempatan bagi tumbuhnya
pariwisata dan menggerakkan roda ekonomi di Propinsi Bengkulu.
Setidak-tidaknya, perayaan Tabot akan mendatangkan rezeki bagi
pedagang kaki lima serta para penjual barang-barang dagangan
lainnya. Semua terjadi karena arus kedatangan para pengunjung baik
dari dalam maupun dari luar Propinsi Bengkulu. "Jadi, Muhammadiyah
tidak anti Tabot. Hanya saja kita melihat perayaan ini dalam
konteks seni budaya", kata Yohalin. Sejauh ini, Muhammadiyah telah
berupaya menghilangkan perayaan Tabot dari kesyirikan. Caranya
adalah dengan memperkuat keimanan umat Islam. Selain itu, ia
mengajak masyarakat untuk memahami Tabot sebagai bagian dari seni
budaya biasa sebagaimana terjadi di daerah-daerah lain. Setiap
daerah mempunyai ciri khas masing-masing. "Kalau di Palembang ada
lomba bidar, di Riau ada sedekah pantai dan di Bengkulu ada Tabot",
katanya.
15
2. Tanggapan dari Tokoh Adat Para tokoh adat secara umum
mengapreasi positif terhadap perayaan Tabot. Salah seorang Tokoh
adat, H. Zaharuddin Hasyim misalnya mengakui upacara Tabot cukup
berpengaruh terhadap ekonomi rakyat. Hal ini dapat terjadi karena
pada musim Tabot itu mengundang kedatangan arus pengunjung dari
berbagai daerah dalam jumlah besar, yang dampaknya akan
meningkatkan volume usaha dan pendapatan para pedagang, usaha jasa
angkutan, retribusi daerah setempat. Keramaian Tabot merupakan
salah satu objek pariwisata yang cukup potensial di daerah
Bengkulu. Momen tersebut dapat mengenalkan berbagai macam kerajinan
yang ada di Bengkulu sebagai souvenir bagi para pengunjung.
Meskipun demikian, Zaharuddin menyarankan agar upacara Tabot tidak
mengembangsuburkan sifat kultus individu yang berlebihan.
Hendaknya, tradisi Tabot ini hanya dipandang sebagai bentuk
kesenian daerah. Diharapkan agar masyarakat Bengkulu betul-betul
menunjukkan pengertian yang positif bahwa Tabot adalah milik daerah
Bengkulu bukan sekedar milik keluarga Tabot. Oleh karena itu,
perayaan Tabot tidak menitik beratkan pada hal-hal yang berbau
mistik, tetapi cukup dilakukan hal-hal yang dapat menunjang Tabot
itu sebagai kesenian daerah. Pengakuan hamper senada muncul pula
dari Tokoh Adat yang lain, HM Iskak. Menurut pengakuannya, perayaan
Tabot merupakan even satusatunya yang paling ramai di Bengkulu.
Dari segi pariwisata sangat menguntungkan Bengkulu, sebab bisa
memperkenalkan Bengkulu kepada orang lain. Dari sisi ekonomi,
banyak keuntungan yang di dapat, misalnya ramainya pesanan hotel
dan penginapan, pasaran makanan meningkat, omset penjualan orang
ramai berjualan, oleh-oleh khas Bengkulu dan cindera mata yang lain
juga jadi laku.
16
Orang-orang yang menolak Tabot barangkali belum didasarkan pada
kajian mendalam. Karena, Jika Tabot dilihat secara mendalam
sebetulnya hanyalah budaya, walaupun asal-usulnya berasal dari
agama yakni menghormati Hasan-Husen. Seharusnya, polemik atau
bahkan pro-kontra dalam menyikapi Tabot perlu dihindari. 3. Respon
Politisi Tanggapan yang nadanya menghimbau agar semua elemen
masyarakat Bengkulu berupaya melestarikan Tabot disampaikan oleh
politisi terkemuka asal Bengkulu, Drs.H.M.Djali Affandi. Mantan
Ketua DPRD Kota Bengkulu ini menyatakan bahwa Tabot merupakan asset
budaya mencerminkan keunikan dan kekhasan budaya dan alam Propinsi
Bengkulu. Tabot merupakan budaya lokal yang mengkolaborasikan
antara unsur-unsur ritualkeagamaan dengan adat. Terhadap
unsur-unsur ritual-keagamaan tidak perlu disikapi secara
berlebihan, terhadap kekuatan budayanya yang perlu digali dan
dikembangkan lebih jauh. Hal ini karena hanya dengan menampilkan
kekuatan Tabot sebagai budaya lokal Bengkulu yang dapat
mendatangkan manfaat secara positif bagi kehidupan masyarakat
setempat (Wawancara dengan Jali Affandi). Apalagi kehidupan
pariwisata Indonesia saat ini relatif telah berkembang. Kondisi
demikian akan memberi peluang untuk menjadikan Bengkulu salah satu
daerah tujuan wisata yang potensial. Disamping itu agar peluang
tersebut dapat berubah menjadi potensi diantaranya adalah dengan
mempertahankan serta mempromasikan keunikan dan kekhasan budaya dan
alam daerah kota Bengkulu, seperti Tabut serta ragam budaya
lainnya. Menurut pemikiran Jali Affandi, salah satu upaya untuk
melestarikan Tabot adalah dengan mempertahankan keunikannya serta
kearifan dalam memilah antara antara nilai yang sakral dengan nilai
budaya yang melekat dalam Tabot. Nilai sakral yang dikandung Tabot
adalah nilai-nilai agama Islam (walaupun sebagian masih
memperdebatkan). Nilai-nilai ini perlu ditempatkan sebagai fondasi
dalam kehidupan. Sedangkan nilai-nilai budaya yang dikandung
17
Tabot bercirikan prilaku, sikap maupun adapt-adat istiadat
masyarakat, yang sebagian tampak dan mengakar dalam kehidupan.
Dengan dasar pemahaman seperti ini, Tabut merupakan salah satu
bentuk budaya yang prosesinya penuh muatan kesejarahan dan tradisi
yang bersinggungan dengan sejarah perkembangan agama Islam. Sebagai
salah satu bentuk budaya masyarakat yang mempunyai keunikan,
prosesi dan perayaan Tabut akan mengundang minat dan perhatian para
wisatawan. Pelestarian budaya Tabut, dalam pandangan Jali Affandi,
tidak dipahami sebagai kemandekan atau stagnasi dalam pengembangan
prosesi dan bentuk perayaan Tabot. Sebaliknya, pelestarian Tabot
dipahami sebagai upaya mengimplementasikan nilai-nilai Tabot secara
kontekstual dengan mempertimbangkan kultur masyarakat serta
memperkaya bentuk-bentuk perayaan prosesi Tabot. Dalam konteks ini,
Jali Affandi menyarankan agar pengembangan Tabot tidak bertentangan
cirri khas aslinya, maka perlu diorientasikan untuk pengembangan
karakter, pengembangan nilai kesejarahan dan pengembangan model
perayaan (HM Djali Affandi, 2003: 65). Yang dimaksud dengan Tabot
untuk pengembangan karakter adalah bahwa pada saat penyelenggaraan
prosesi Tabut seperti upacara pengambilan tanah, menjarah, upacara
di gergah sampai Tabut bersanding dan upacara pembangunan harus
dimeriahkan demi untuk membangun karakter rakyat Bengkulu agar suka
kerja keras, menggalakkan gotong royong, membangun persaudaraan dan
lain-lain. Jadi yang momentum Tabot untuk membangun karakter yang
perlu diaktualisasikan, bukan prosesinya yang diagung-agungkan.
Dengan demikian, bukan festival dan pentas-pentas dipanggung yang
lebih dimeriahkan. Adapun Tabot untuk tujuan pengembangan nilai
kesejarahan dapat dilakukan dengan membuat dan menyebarluaskan
informasi kesejarahan Tabout pada tiap-tiap prosesi perayaan dengan
cara menjual buku kecil atau selebaran. Misalnya pada saat
pengambilan tabah, perlu dipublikasikan tentang
18
latar belakang sejarah munculnya upacara pengambilan tanah. Juga
perlu dipublikasikan tentang apa sejarah dan arti simbolik dari
kunjungan dengan menggunakan Dol dari Berkas ke Sumur Meleleh,
Pondok Besi, Kebun Ros, Bajak sampai Kampung Bali, mengapa Tabut
harus disandingkan, dan mengapa pula Tabut dibuang. Penulisan dan
penyebarluasan historisitas Tabot dilakukan sebelum dan selama
upacara dilakukan serta pada saat pembukaan festival Tabut.
Sementara itu, pengembangan model perayaan Tabot dapat dilakukan
dengan membangun stand-stand tentang perayaan Tabot. Misalnya, di
kelurahan Berkas dibangun stand perayaan khusus yang menonjolkan
kesenian teradisional yang berhubungan dengan Tabut. Hal ini juga
dilakukan di kelurahan-kelurahan lain terutama yang berdekatan
dengan lokasi pelaksanaan prosesi Tabot. Atas dasar ini, upaya
melestarikan kebudayaan Tabut menjadi tugas semua pihak, mulai dari
pemerintah sampai masyarakat di Bengkulu. Pelestarian budaya Tabut
ini sangat penting, karena di dalamnya mengandung nilai-nilai seni,
kultur, sejarah serta nilai-nilai kepahlawanan. Dari sisi ekonomi,
perayaan Tabut merupakan momentum kepariwisataan yang menjadi salah
satu produk unggul pariwisata daerah yang cukup menjanjikan. Untuk
itu, diperlukan komitmen, kemauan dan kemampuan kita untuk
mengelola Tabot. D. RESPON ANGGOTA MASYARAKAT TERHADAP TRADISI
TABOT Menurut tokoh masyarakat Minang di Bengkulu, Drs. H.M Yunus
Said, Tabot sudah menjadi bagian dari kekayaan adat Bengkulu. Hal
ini dapat diamati dari cara berpakaian dan petatah petitih yang
dipergunakan pada ritual Tabot. Ada nilai-nilai Islam, yang
terkandung dalam Tabot, karena ritual ini dilakukan dalam ketika
memasuki bulan Muharram, tahun baru dalam kalender Islam. Diakui
Yunus, dirinya merasa perlu menjelaskan kepada keluarganya,
terutama anakanaknya yang lahir dan besar diluar kota Bengkulu soal
kedudukan Tabot sebagai
19
salah satu bentuk khasanah budaya yang sudah lama dipelihara dan
dilestarikan (Wawancara dengan HM Yunus Said, 25 Mei 2007). Menurut
Yunus, Tabot bisa bertahan di Bengkulu karena didukung oleh
Pemerintah Daerah melalui ianggarkannya dana oleh pemda Bengkulu.
"Tabot dilaksanakan pada setiap tahun karena ada perda yang
mengaturnya. Bahkan pernah dibuat perda yang mengatur agar setiap
instansi wajib membuat bangunan Tabot sebagai gapura atau pada
pintu-pintu gerbang instansi tersebut. Saya adalah seorang yang
membangun Tabot ( bangunan ) dipintu gerbang Diknas Propinsi", kata
Yunus. Dalam pandangan Yunus, Tabot di satu sisi dapat menguatkan
Aqidah ummat Islam dan di sisi lain dapat mengaburkan Aqidah. Bisa
menguatkan aqidah karena tradisi Tabot isinya mengingatkan kita
akan cucu Rasulullah Hasan dan Husein, serta mengingatkan kita akan
Rasulullah. Jadi hanya sedikit sekali pengaruhnya terhadap
penguatan aqidah. Sebaliknya, Tabot dapat mengaburkan aqidah,
apabila jika ia diyakini sebagai ajaran aqama, bukan sebagai
kekayaan budaya. Harapan agar perayaan Tabot tidak bergeser
semangatnya dari sebuah ritualitas yang sakral menjadi seremoni
profan diungkapkan oleh Budayawan Universitas Bengkulu, Agus
Setiyanto. Dalam analisa Agus, boleh jadi tak banyak orang yang
peduli atas fenomena sosiologis bergesernya makna, fungsi, dan
tujuan upacara ritual Tabot di Bengkulu. Apalagi terhadap peristiwa
kecil berupa patahnya Tabot sakral nomor urut 12, satu di antara 17
buah Tabot yang sudah dibakukan jumlahnya; mewakili 17 keluarga
yang diyakini punya hubungan kekerabatan langsung dengan Sang
Pemula: Imam Senggolo (Ahmad Zulkani, Humaniora
Kompas,
Rabu,
15
Februari
2006,
http://www.kompas.
com/kompas-
cetak/0602/15/ humaniora/ 2438531.htm). Namun, ketika masih ada
yang mau mengarifi adanya makna simbolik di balik upacara ritual
Tabot (meminjam ungkapan Agus Setiyanto dari Universitas Bengkulu),
patahnya Tabot sakral dalam suatu prosesi agung bisa ditafsirkan
juga
20
memberi makna simbolik. Paling tidak terhadap sakralitas ritual
Tabot itu sendiri, yang kini tak ubahnya seperti produk budaya pada
umumnya yang profan. Menurut Agus, saratnya misi yang diemban oleh
kepentingan di luar hal-hal berbau ritual membuat segala sesuatu
yang beraroma sakral terpinggirkan. Di sini terjadi semacam
pertempuran yang tak kalah dahsyat dalam pencitraan, yang untuk
saat ini tampaknya dimenangkan oleh produk budaya profan.
Akibatnya, substansi dari budaya Tabot yang merupakan simbolisasi
dari sebuah keprihatinan sosial cenderung terlupakan. Ini baru satu
hal. Masih ada sejumlah kearifan sosial lain yang belum tergarap di
tengah makin semaraknya pesta budaya Tabot. Terlepas dari adanya
pandangan bahwa ritual Tabot mengandung unsur penyimpangan dalam
akidah, seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat- ayat suci
dalam prosesi mengambik tanah, namun esensi dari ritual ini justru
mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk
menuju puncak kekuasaan. Dan, dalam kekinian kita sebagai bangsa,
sakralitas dalam memahami simbol-simbol kearifan budaya itu
mestinya harus dijaga. Bukan sebaliknya.
21
Bagian keempatTradisi Tabot dan ke-bersatuan masyarakat
Melacak Akar Ideologis-Keagamaan Perayaan Tabot Tak ada catatan
tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu.
Namun, disebut-sebut bahwa tradisi yang berangkat dari upacara
22
berkabung para penganut paham Syi'ah ini mulai ada sejak
pembangunan Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Tradisi
ini dibawa oleh para tukang yang didatangkan Inggris dari Madras
dan Bengali di bagian selatan India, kemudian diwariskan kepada
anak cucu mereka yang telah berasimilasi dengan orang Bengkulu.
Warga keturunan yang sudah berasimilasi dengan penduduk asli
Bengkulu itu kini dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai. Tabot
kini dipandang sebagai upacara tradisional orang Bengkulu, baik
dari kaum Sipai maupun Melayu Bengkulu. Di berbagai belahan dunia
lain, upacara berkabung semacam ini dikenal dengan sebutan Hari
Assyura. Di Irak misalnya, pada puncak Hari Assyura pada 10
Muharram, kaum Syih mengagungkan penggalan sejarah yang terjadi
pada tahun 61 Hijriah atau 681 Masehi itu dengan cara yang
tergolong amat fanatik, bahkan dengan cara menyakiti diri mereka
sendiri. Tidak demikian halnya di Bengkulu. Sejak orang-orang Sipai
lepas dari pengaruh ajaran Syi'ah, lewat upacara Tabot, peringatan
atas gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib dimaknai sekadar
kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat dari leluhur mereka.
Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat
leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud dari peran
serta orangorang Sipai untuk berpartisipasi dalam pembinaan dan
pengembangan budaya daerah (baca; Bengkulu) setempat. Terlepas dari
adanya pergeseran makna dan tujuannya, inti dari upacara Tabot itu
sendiri pada awalnya adalah untuk mengenang upaya para pemimpin
Syi'ah dan kaumnya yang mengumpulkan bagian-bagian dari jenazah
Husein bin Ali bin Abi Thalib, mengaraknya, serta memakamkannya di
Padang Karbala. Seluruh prosesi itu berlangsung selama 10 hari
(1-10 Muharram). Dimulai dari prosesi mengambik tanah pada 1
Muharram (di dua tempat yang dianggap keramat: Tapak Padri dan
Anggut), kemudian diakhiri prosesi penutup yang mereka sebut Tabot
tebuang pada 10 Muharram. (Ahmad Zulkani, Humaniora
23
Kompas, Rabu, 15 Februari 2006,
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0602/15/humaniora/
2438531.htm).
Upacara Tabot mengandung dua aspek: aspek ritual dan aspek non
ritual. Aspek ritual hanya bolah dilakukan oleh keluarga Tabot dan
dipimpin oleh dukun Tabot atau orang kepercayaan saja yang memiliki
ketentuan khusus dan normanorma yang harus ditaati. Upacara non
ritual dapat diikuti oleh siapa saja. Hal ini sejalan dengan
kecenderungan upacara Tabot yang akhir-akhir ini lebih banyak
dititik-beratkan pada aspek kebudayaan dan pariwisata (Jama'an Nur,
1996). Pengkategorian di atas didasarkan pada informasi yang
diberikan oleh para informan. Menurut informasi yang diperoleh,
ritual Tabot dikelompokkan dalam dua jenis. Pertama, Tabot sebagai
ritus yang berarti merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan ritual
yang dilaksanakan mulai malam tanggal 1 sampai 10 tiaptiap bulan
Muharam. Sebagai ritus, ritual Tabot dipimpin oleh seorang anggota
keluarga Tabot yang menguasai secara detail ritual ini, dan yang
dianggap memiliki kemampuan spiritual untuk melaksanakan ritual
tersebut. Sedangkan pengertian
Tabot yang kedua lebih bersifat fisik. Tabot dalam pengertian
ini dipahami sebagaisuatu ornamen berbentuk candi atau rumah yang
mempunyai satu atau lebih puncak, dengan ukuran yang berbeda-beda,
dibuat dari bahan-bahan tertentu dan dikhususkan untuk ritual
Tabut. Mengenai pengertian ini, Djamaris (1985: 43) menjelaskan
Tabot adalah sebuah peti yang dibuat dari anyaman bambu dan diberi
kertas berwarna yang dibawa berarak pada hari peringatan wafatnya
Husein. Dijelaskan lebih lanjut bahwa perayaan mengarak Tabot ini
dipengaruhi oleh kepercayaan Syiah. Sebagaimana diketahui golongan
Syiah adalah elemen umat Islam pasca kematian Nabi Muhammad yang
memuja Nabi Muhammad dan keturunannya. Mereka beranggapan bahwa
hanya orang-orang keturunan Nabi Muhammad saja yang berhak
memerintah golongan Islam. Karem Hasan-Husein adalah cucu Nabi
Muhammad saw, putra Ali dan Fatimah maka keduanya yang ditasbihkan
sebagai pengganti (khalifah) yang absah pengganti kepemimpinan Nabi
pasca kematian
24
Khalifah Ali. Hampir senada, Badrul Munir Hamidy (1991: 62)
menegaskan bahwa ritual Tabot dirayakan di Bengkulu sebagai
ekspresi hari berkabung bagi kaum Syiah. Ada sembilan tahapan
upacara ini:
1. Mengambik tanah (mengambil tanah)Upacara ini berlangsung pada
malam tanggal 1 Muharam, sekitar pukul 22.00 wib. Tanah yang
diambil untuk membuat boneka itu adalah tanah yang dianggap
mengandung unsur magis. Untuk itu pengambilannya harus dilakukan
pada lokasi yang dipandang keramat. Di Bengkulu ada dua tempat
yakni di Keramat Tapak Padri dan Keramat Anggut. Di tempat ini
mereka memberikan sesajen berupa: bubur merah dan bubur putih, gula
merah, sirih 7 subang, rokok nipah 7 batang, kopi pahit 1 cangkir,
air serbat 1 cangkir, dadih (susu dapi murni yang mentah) 1
cangkir, air cendana 1 cangkir, air dan selasih 1 cangkir.
2. Duduk Penja (mencuci jari-jari)Penja adalah benda yang
terbuat dari kuningan, perak atau tembaga yang berbentuk telapak
tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini
disebut juga dengan jari-jari. Menurut keluarga Sipai, Penja adalah
benda keramat yang mengandung unsur magis. Ia harus dicuci dengan
air limau setiap tahunnya. Upacara mencuci penja ini disebut duduk
Penja, yang dilaksanakan pada tanggal 5 Muharram sekitar pukul
16.00 WIB. Pada upacara ini sesajen yang diberikan berupa nasi
kebuli 1 porsi, emping beras 1 piring, pisang emas 1 sisir, tebu 1
potong, kopi pahir 1 gelas, air serobat 1 gelas dan dadih 1
gelas.
3. Menjara (mengandun)Menjara adalah berkunjung atau mendatangi
kelompok lain untuk beruji dol (bertanding membunyikan dol) yang
dilaksanakan pada tanggal 6 Muharram dan 7 Muharram mulai pukul
20.00 wib atau 23.00 wib.
4. Meradai (mengumpulkan dana)
25
Acara meradai ini dilakukan pada tanggal 6 Muharram sekitar
pukul 07.00-17.00 wib. Pelaksanaan acara ini disebut dengan Jola
yang diambil dari anak-anak 10-12 tahun.
5. Arak Penja (mengarak jari-jari)Arak Penja dilaksanakan pada
malam ke-8 Muharram, sekitar pukul 19.00-21.00 wib dengan menempuh
jalan-jalan utama di kota Bengkulu.
6. Arak Serban (mengarak Sorban)Berlangsung pada malam ke-9
Muharram, sekitar pukul 19.00-21.00 dengan mengambil rute yang sama
dengan Arak Penja. Benda yang diarak selain Penja ditambah dengan
Serban (Sorban) putih diletakkan pada Tabot Coki (Tabot Kecil),
dilengkapi dengan bendera/panji-panji berwarna putih dan hijau atau
biru yang bertuliskan nama Hasan dan Husain dengan kaligrafi Arab
yang indah.
7. Gam (tenang berkabung)Satu di antara tahapan upacara Tabot
ini terdapat suatu acara yang mesti ditaati yaitu gam, suatu waktu
yang ditentukan yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Gam berasal
dari kata ghum yang berarti tertutup atau terhalang. Masa gam ini
dimulai dari pukul 07.00 hingga pukul 16.00, di mana pada waktu
tersebut semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot
termasuk membunyikan dol dan tassa, tidak boleh dilakukan. Jadi
masa gam dapat juga disebut masa tenang.
8. Arak Gedang (taptu akbar)Pada 9 Muharram malam, sekitar pukul
19.00 dilaksanakan secara ritual pelepasan Tabot Besanding di gerga
(markas) masing-masing. Selanjutnya dilanjutkan dengan arak gedang
yakni grup Tabot berarak dari markas masing-masing menempuh rute
yang ditentukan. Kemudian mereka akan bertemu sehingga membentuk
arak gedang (pawai akbar). Arak-arakan ini menjadi ramai karena
menyatunya grup-grup Tabot, grup-grup hiburan, para pendukung
masing-masing serta masyarakat. Acara ini berakhir sekitar
26
pukul 20.00 wib. Akhir dari acara arak gedang ini adalah seluruh
Tabot dan grup penghibur berkumpul di lapangan Merdeka Bengkulu
(Sekarang: Lapangan Tugu Propinsi). Tabot dibariskan bershaf
istilah lokal disandingkan, karenanya acara ini dinamakan Tabot
Besanding.
9. Tabot tebuang (Tabot terbuang)Acara terakhir dari rangkaian
upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang. Pada pukul 09.00 wib
seluruh Tabot telah berkumpul di lapangan Merdeka dan telah
disandingkan sebagaimana malam Tabot besanding. Grup hiburan telah
berkumpul pula di sini dan menghibur para pengunjung yang hadir di
waktu itu. Pada sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot bergerak
menuju ke Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum
Karabela. Tempat ini menjadi lokasi acara ritual Tabot tebuang
karena di sini dimakamkan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) pelopor
upacara Tabot di Bengkulu. Pada sekitar pukul 12.30 wib acara Tabot
tebuang di makam Senggolo tersebut. Karena dipandang bernilai
magis, acara ini hanya bisa dipimpin oleh Dukun Tabot yang tertua.
Selesai acara ritual di atas, barulah bangunan Tabot dibuang ke
rawa-rawa yang berdampingan dengan komplek makam tersebut. Dengan
terbuangnya Tabot pada sekitar pukul 13.30, maka selesailah seluruh
rangkaian upacara Tabot dimaksud. Untuk memperoleh gambaran secara
mendalam tentang akar ideologiskeagamaan dari Tradisi Tabot
alangkah baiknya pada bagian ini, peneliti membeberkan pendapat
para tokoh yang dianggap berkompeten memberikan penjelasan seputar
masalah ini. Menurut keterangan Ketua Kerukunan Keluarga Tabot, Ir.
A Syiafril Sy, Tabot berasal dari Jazirah Arab atau persisnya di
daerah Irak sekarang. Istilah Tabot ini sendiri sebenarnya sudah
muncul sejak zaman Nabi Musa A.S dan keluarga Nabi Harun AS yang
berarti kotak. Dalam buku upacara ritual dan festival Tabot tahun
2002 disebutkan bahwa kisah Tabot (perebutan kekusaan
27
antara Talut dan Jalut) juga terjadi pada diri nabi Musa AS,
dimana saat Musa dilahirkan lalu dibuang ke Sungai Nil setelah
terlebih dahulu ditempatkan di dalam Tabot agar diinstruksikan
Firaun. selamat dari pembunuhan terhadap bayi laki-laki yang
Tabot secara harfiah dalam bahasa Arab berarti peti kayu yang
dilapisidengan emas. Dalam pengertian umum Tabot merupakan
arak-arakan peti dari kayu yang dihiasi dengan bermacam warna.
Erman Makmur (1982:19) mengemukakan :
Tabot merupakan suatu arak-arakan dengan membawa panji-panji
sertadiiringi dengan bunyi-bunyian (lagu) gendang bertalu-talu
kegiatannya bermula dari acara mengambil tanah (sebagai Palembang
jasad Husein) dan diakhiri dengan cara Tabot Terbuang, berlangsung
selama 10 hari, yaitu semenjak tanggal 1 sampai tanggal 10
Muharram. Tabot pada hakekatnya sarat makna, karena di dalamnya
berisi serangkaian sikap dan simbol-simbol prilaku yang
diilustrasikan melalui serangkaian arak peti yang dihiasi dengan
bermacam-macam warna dan dilaksanakan pada tanggal 1 Muharram
sampai 10 Muharram, dalam rangka memperingati kematian Husein bin
Ali. Secara lebih luas, menurut Syiafril, Tabot dimaknai untuk
mendramatisasikan peperangan di sebuah perebutan kekuasaan yang
tidak seimbang. Dari
sinilah muncul Tabot dalam bentuk lain, sebagai bagian dari cara
untuk mengenang Kerabela, Irak pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriyah
atau bertepatan dengan 10 Oktober 680 M. Dalam peperangan yang
melibatkan dua kubu pasukan antara 300 orang melawan 3000 orang
(ada yang menyebut 72 lawan 4000), salah satu cucu Nabi Muhammad
Saw bernama Imam Husein terbunuh setelah tangan dan kepala terpisah
dari badannya. Dalam kondisi yang mengenaskan itu jasad Imam Husein
di temukan oleh Ahlul Bait beserta pengikutnya yang selamat dalam
peperangan.
28
Saat itulah turun bangunan aneh dan sangat indah dan disebut
Tabot, oleh Ahlul Bait, jasad Imam Husein tadi diangkat ke udara.
Karena pengikutnya sayang kepada Imam Husein maka pengikutnya ikut
bergantung pada bangunan yang indah tersebut. Kemudian terdengarlah
bunyi, Kalau kamu sayang dengan Imam Husein maka buatlah bentuk
indah seperti ini setiap sepuluh hari pada bulan Muharram guna
mengenang segala yang syahid di Padang Kerabela. Dari sinilah awal
muncul budaya perayaan Tabot tiap satu tahun sekali, kata Syiafril.
Akhirnya budaya Tabot itu dibawa kedaerah-daerah yang di singgahi
dari Jazirah Arab Karena seiring dengan masa penyebaran Agama Islam
ke berbagai penjuru dunia. Budaya Tabot terus masuk ke Punjab,
India. Lalu dari India budaya Tabot di bawa ke Bengkulu. Sebelum
tiba di Bengkulu orang-orang India itu sudah singgah di Aceh namun
karena tidak merasa tidak memperoleh respon secara memadai, mereka
meninggalkan Aceh dan mendarat di Bengkulu tahun 1336 M atau
756/757 H. Mereka yang selamat mendarat di Bengkulu diperkirakan
berjumlah 13 orang. Diantara mereka tercatat nama Maulana Ichsad,
Imam Sobari, Imam Suandari dan Imam Syahbudin. Dikatakan Syiafril:
"Yang membawa budaya Tabot ini adalah orang India dari Punjab kalau
asal muasalnya dari Jazirah Arab atau Irak. Dari Punjab itulah baru
dibawa ke Bengkulu. Masih menurut Syiafril, rombongan Maulana
Ichsad dianggap sebagai elemen masyarakat yang pertama kali
merayakan Tabot di Bengkulu. Hanya saja Maulana Ichsad dan
kawan-kawan ini tidak menetap di Bengkulu. Selang beberapa tahun
kemudian mereka kembali ke Punjab. Tidak ada dokumen pasti yang
menjelaskan bagaimana mata rantai sejarah Tabot pada kurun-kurun
selanjutnya. Namun setelah kepergian Maulana Ichsad dalam sejarah
Bengkulu muncul nama Syech Burhanuddin alias Imam Senggolo. Juga
tidak ada dokumen pasti yang menginformasikan kapan Imam Senggolo
tiba di Bengkulu. Akan tetapi Syiafril memperkirakan bahwa
kedatangan Imam Senggolo di Bengkulu tidak begitu jauh
29
dari rombongan Maulana Ichsad. Imam Senggolo belakangan
diketahui menetap di Bengkulu dan dimakamkan di Kerabela, kota
Bengkulu. Berdasarkan ilustrasi ini bisa dipertegas bahwa Kerabela
yang ada di kota Bengkulu hanyalah tiruan dari Kerabela aslinya di
Irak. Kerabela itu sendiri memiliki arti Tanah Merah, yang
menggambarkan bahwa ditempat itu pernah terjadi peperangan yang
mengakibatkan pertumpahan darah. Kata Syiafril: Kito ko membuat
Kerabela tiruan di Bengkulu. Kerabela itu artinyo tanah merah.
Kalau di Jakarta itu ada tanah abang yang menjadi tempat orangorang
yang menyiarkan Islam. Cuma namonyo bukan Kerabela. Yang asli
mempertahankan istilah Kerabela itu Cuma kito di Bengkulu inilah.
Bahkan ikatan jemaah Ahlul Bait pernah mengatakan bahwa Cuma di
Bengkulu inilah yang berani mempertahankan memakai namo Kerabela
yang asli. Keterangan hampir senada tentang Tabot juga dijelaskan
oleh Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin. Menurutnya, festival
Tabot pada awalnya merupakan upacara hari berkabung bagi kaum syiah
atas gugurnya Syahid Agung Husin bin Ali bin Abi Thalib. "Ia
merupakan cucu Rasulullah dari putrinya, Fatimah Az-Zahroh binti
Muhammad yang meninggal dalam perang tak seimbang antara laskarnya
dengan laskar Ubid Ubaidillah bin Zaid di Padang Karbala di wilayah
Irak. Peristiwa tragedi ini dalam sejarah Islam terjadi pada awal
bulan Muharam tahun 61 Hijriah (681 Masehi) dan dikenal dengan nama
Perang Karbala. (Suara Pembaharuan, 1 Nopember 2007,
http://www.suara pembaruan.com/News/2007/01/11/ Hiburan/hib06.htm).
Dalam pandangan Agusrin, inti dari upacara Tabot adalah untuk
mengenang upaya para pemimpin Syiah dan kaumnya yang mengumpulkan
bagian dari jenazah Husin. Kemudian mereka mengaraknya setelah
berkumpul dan memakamkan di Padang Karbala. Dikatakannya: " Nama
Tabot berasal dari kata Arab yaitu Tabot yang secara harfiah
artinya kotak kayu atau peti mati. Tradisi ini dibawa ke Bengkulu
oleh
30
para tukang yang membangun Benteng Malborough dari negeri
mereka, Madras, Benggali bagian selatan India. Selanjutnya upacara
ini diwariskan kepada anak cucu mereka yang kemudian di antaranya
berasimilasi dengan orang Bengkulu,". Mengingat upacara ini telah
berlangsung sekitar dua abad, menurut Agusrin, ia telah dipandang
sebagai upacara tradisional milik kalangan kaum Sipai maupun
seluruh masyarakat Melayu Bengkulu. Pada awalnya upacara ini adalah
sekadar sebagai kewajiban keluarga demi memenuhi wasiat dari
leluhur mereka untuk meningkatkan rasa cinta mereka kepada ahlul
bait (keluarga Nabi Muhammad SAW, Red), khususnya kepada Husin bin
Ali. Dalam perjalanannya, pelaksanaan upacara Tabot dari waktu ke
waktu selain untuk memenuhi wasiat leluhur juga ikut berperan serta
mensukseskan program pemerintah, khususnya dalam bidang pembinaan
dan pengembangan kebudayaan daerah, serta kepariwisataan di daerah
Bengkulu. Diungkapkan Agusrin: " Pemerintah Bengkulu memandang
perlu untuk
menyelenggarakan event melalui kegiatan Festival Tabot. Bagi
kami, event ini merupakan sebuah kebutuhan masyarakat sebagai
cultural manners, seperti tradisitradisi lainnya yang dipunyai oleh
masyarakat di daerah lainnya di Indonesia,".Pendapat Agusrin ini
secara tersirat menggariskan bahwa perayaan Tabot merupakan praktek
syi'ah kultural di Indonesia.
31
Upacara Tabot, Bengkulu. Dalam kehidupan beragama orang Melayu
terdapat suatu bentuk adaptasi antara "Islam tradisional" dengan
"Islam Modern" sejalan dengan perkembangan kerajaan Melayu. Tradisi
itu masih berlaku hingga kini.
32
Mengenal Para Tokoh Inisiator dan Kreator Tabot Saat ini
masyarakat mengenal ada 17 kelompok Tabot di Bengkulu. Dari mereka,
ternyata tidak semuanya berasal dari keturunan Siti Hajar, tetapi
berasal dari keturunan lain yang belum diketahui secara pasti
asal-usulnya. 17 kelompok Tabot yang ada saat ini adalah Ir.
Syiafril (Tabot Imam/Pasar Melintang), Zainuddin (Bangsal/Tengah
Padang), Syapuan Dahlan (Tabot Kampung Batu), Bayu Syarifuddin
(Tabot Kampung Bali), Agusalim Kasim ( Tabot Lempuing), Zulkifli
(Tabot Tengah Padang), Syofyan (Tabot Kebun Ros), Syaiful Mukli,
S.Ag (Tabot Penurunan), Ibrahim Kaem (Tabot Pondok Besi), Dayat
Jafri (Tabot Bajak), Idrus Kasim (Tabot Anggut Bawah), Bambang
Hermanto (Tabot Tengah Padang), Muhidin (Tabot Malabero), mahyudin
(Tabot Kebun Beler), Saidina Muhammad (Tabot Tengah Padang), Ujang
Amsarudin (Tabot Bumi Ayu), dan Buyuang Saril (Buyuang Tengah
Padang). Ketujuh belas orang inilah yang memegang benda pusaka
Tabot (Zacky Antony, 2003: 4). Seperti terungkap dalam bagian
terdahulu, orang pertama yang merayakan Tabot di Bengkulu adalah
Maulana Ichsad pada tahun 1336. Tradisi ini diteruskan oleh Bakar
dan Imam Sabari. Namun, silsilah ketiga orang ini ternyata tidak
diketahui. Perayaan Tabot diteruskan oleh Syechbedan, anak Imam
Senggolo. Keturunan Imam Senggolo ini yang mempertahankan tradisi
perayaan Tabot di Bengkulu. Ditegaskan oleh Syiafril: Silsilah
perayaan Tabot dari Maulana Ichsad, Bakar hingga Imam Sabari mulai
kehilangn jejak. Tapi mulai Syechbedan hingga Imam Senggolo ada
silsilahnya. Dengan demikian, bisa digaris-bawahi bahwa tidak semua
dari 17 kelompok keluarga Tabot yang ada sekarang merupakan
keturunan Imam Senggolo semua. Dalam pandangan Syiafril, di antara
mereka ada yang berasal dari keturunan Siti Hajar.
33
Asal usul Syiafril sendiri diketahui sebagai salah seorang
keturunan Imam Senggolo dari istrinya yang berasal dari pondok
kelapa, Bengkulu Utara. Silsilah tokoh spiritual Tabot ini bisa
dijelaskan: ibunya bernama Saleha, putri dari tokoh Tabot, Djakpar,
yang meninggal pada tahun 1937. Dalam struktur silsilah, Djakpar
adalah anak Mohammad Taher, Mohammad Taher adalah anak Nurlela dan
Nurlela adalah putri dari Imam Senggolo. Imam Senggolo, dengan
isteri dari Pondok Kelapa, selain berputerikan Nurlela, juga
dikaruniai lima anak yang lain, masing-masing bernama Haniah,
Hamna, Salha, Kasum dan DR. Mahbud. Imam Senggolo juga memiliki
keturunan dari istri yang berasal dari Cinggri., Kumah. Dari istri
yang satu ini, Imam Senggolo dikaruniai 8 anak, masing-masing
bernama: Usman, Baki, Ismail, Moh, Aji, Abdulilah, Rolam, Umi
kalsum dan Upik Borak. Diuraikan oleh Syiafril, Tokoh Bengkulu,
Zainul Karim, SH dan Prof.Dr. Hazairin merupakan keturunan Imam
Senggolo. Zainul Karim diketahui dari keturunan Djakpar (cicit Imam
Senggolo). Jika Ir. Syiafril berasal dari keturunan anak Muhmmad
Taher bernama Djakpar, maka Zainul Karim merupakan keturunan
Mohammad Taher dari anaknya yang bernama Hamma. Bisa dijelaskan
bahwa walaupun pada saat ini masyarakat Bengkulu dikenal dengan
Suku Melayu Bengkulu, tapi kalau dilihat dari kelompok keluarga
maka dapat dibedakan atas kelompok keluarga Tabot dan kelompok
bukan keluarga Tabot. Kelompok keluarga Tabot merupakan kelompok
keluarga yang mewarisi dan bertanggung jawab atas penyelengaraan
upacara Tabot. Sarwiti Sarwono, (1966:43) mengemukakan, masyarakat
keluarga Tabot adalah mereka yang mewarisi dan mnjaga serta
bertanggung jawab atas penyelengaraan upacara Tabot.
Keluargakeluarga yang dianggap sebagai pewaris Tabot adalah
keluarga keturunan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin), yang membawa
dan memperkenalkan Tabot di Bengkulu sekitar tahun 1714 M.
Masyarakat keluarga Tabot umum bertempat tinggal di kecamatan Teluk
segara. Yang menjadi
34
pemimpin pada setiap keluarga Tabot adalah kepala keluarga, dan
anak-anak lakilaki tertua. Sebagai ciri bahwa keluarga tersebut
sebagai ahli waris, penjaga dan pelanjut Tabot, keluarga tersebut
memiliki satu perangkat penja. Penja adalah berupa telapak tangan
lengkap dengan jari jarinya. Hasil penelitian Sarwit Sarsono
(1966;43) juga memperkuat uraian di muka menuruttnyaq, terdapat 14
( empat belas ) keluarga yang menjadi ahli waris dan penjaga
tradisi Tabot . Keempat belas keluarga itu adalah keluarga Ibrahim
( Berkas ), Zainudin tengah padang, Buyung (pintu batu), Keling
(tenggah), Liang (Tenggah padang), Gurai (Keun Ros), Job (Bajak),
Agus Salim (Anggut), Jurai (Anggut), Zakaria (Tengah padang),
Mahyudin (kebun meler), Muhidin (Sumur Meleleh), Gaim (Sumur
meleleh), dan Asmawi (Kampung bai). Keempat belas masyarakat
keluarga Tabot ini semula hanya terdiri dari dua kelompok: kelompok
Tabot Bangsal dan Tabot pecahan (Pengembangan). Masyarakat keluarga
Tabot ini bertanggung jawab dalam mewariskan, memelihara dan
melaksanakan perayaan Tabot. Bagi masyarakat dari non-keluarga,
Tabot dianggap sebagai budaya daerah untk kepentingan pariwisata.
Meminjam pendapat Sarwit Sarwono, (1966:52), Tabot bagi kelompok
non-keluarga Tabot dimaknai sebagai salah satu produk budaya yang
potensial untuk kepentingan pariwisata daerah. Pandangan seperti
inilah yang dikembangkan oleh pemerintah daerah dengan memunculkan
istilah Tabot pembangunan. Bangunan fisik Tabot pembangunan sama
dengan bangunan Tabot sakral. Hanya saja pada Tabot pembangunan
tidak dilengkapi dengan tanah dan penja (jarijari ). Dengan
demikian, dari segi lapisan sosial, keluarga Tabot dapat dibedakan
ke dalam dua bagian: keluarga tradisional dan keluarga
nontradisional. Keluarga tradisional adalah keluarga Tabot yang
tetap memertahankan tradisi yang diterima dari leluhur dan bersikap
tertutup dari pengaruh luar. Dari komunitas inilah, organisasi
Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) dilahirkan. Ide pembentukan KKT
lahir ketika pada awal tahun 1991 Propinsi
35
Bengkulu diundang ke Jakarta untuk menampilkan seni budaya yang
dimiliki. Bengkulu menampilkan Tabot dengan dolnya. Setelah itu
timbul ide tokoh-tokoh Tabot untuk membentuk KKT, dan pada tahun
1993 terbentuklah KKT dan kepengurusan sekarang 2003 2008 bahkan
sudah memiliki akta notaris. Tujuan kelahiran keluarga Tabot untuk
mengorganisir perayaan Tabot dan menjaga kelestarian Tabot.
Meskipun, setiap keluarga Tabot pada mulanya tidak diharuskan
mementaskan Tabot, tetapi mereka terpanggil dengan sendirinya untuk
membuat Tabot, bahkan menjadi sebuah kebanggaan bagi sebagian
mereka jika berhasil menampilkan Tabot. (Wawancara Fatimah Yunus
dengan Syaiful Hidayat). Berdasarkan data dari lapangan diperoleh
temuan bahwa tidak semua keluarga Tabot bisa melaksanakan prosesi
ritual Tabot. Keluarga Tabot yang melaksanakan ritual Tabot harus
orang-orang yang memiliki atau menyimpan benda magis yang lebih
dikenal dengan sebutan. Hanya orang-orang ini yang diperkenankan
untuk membangun bangunan Tabot sakral. (Wawancara dengan Syiafril).
Meskipun demikian, keluarga Tabot yang tidak memiliki Penja
diizinkan untuk membuat bangunan Tabot Pembangunan. Berikut ini
dapat dilihat daftar keluarga yang memiliki penja dan keanggotaan
kelompok Tabot sakral : Daftar Keluarga Pemilik Tabot Sakral Kota
Bengkulu No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nama Tempat Tabot Berkas Tabot
Tengah Padang Tabot Kampung Bali Tabot Pasar Baru Tabot Kampung
Kepiri Tabot Sumur Meleleh Tabot Malabero Keluarga Sapuan Dahlan/
Syafril Zainuddin Bayu Rifwandah Jurai Idrus Ibrahim Mahyudin Tabot
Bangsal Tabot Panglima Tabot Berkas Tabot Bangsal Tabot Bangsal
Tabot Berkas Kelompok Tabot Tabot Imam
36
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Tabot Anggut Tabot Penurunan Tabot Kebun Beler Tabot Lempuing
Tabot Kebun Ros Tabot Pondok Besi Tabot Bajak Tabot Keling Tuo
Tabot Tengah Padang Atas
Agus Syaiful May Deram Sopian Jafar Jab Zulkifli Gatot
Tabut Bangsal Tabot Berkas Tabot Bangsal Tabot Bangsal Tabot
Bangsal Tabot Berkas Tabot Berkas Tabot Bangsal Tabot Bangsal
Sumber : Munir, 1991, Upacara Tabot di Kota Bengkulu, Dinas
Pariwisata dan Informasi komunikasi Bengkulu Keluarga Tabot dalam
sejarahnya merupakan keturunan orang Sipai dari India dan
berdomisili di Kota Bengkulu. Keluarga Tabot umumnya beragama
Islam, namun dalam kehidupan keseharian mereka masih mempercayai
adanya kekuatan magis yang berada dalam sebuah benda (animisme) dan
juga mempercayai adanya roh-roh (dinamisme). Kepercayaan ini masih
sangat dipercayai oleh Keluarga Tabot yang diindikasikan dalam
prosesi ritual Tabot yang masih dicampuri oleh unsur-unsur mistik.
Dalam ritual Tabot, Keluarga Tabot mempercayai adanya
kekuatan-kekuatan yang ada di dalam benda-benda keramat yang
dipergunakan dan akan mempengaruhi kehidupan mereka baik dan
buruknya. Oleh karena itu benda-benda yang dianggap magis tersebut
haruslah disucikan dan dipelihara sebaik-baiknya agar kekuatan
magis tersebut tidak berkurang atau hilang. Pensucian benda-benda
dilakukan dalam ritual penuh dengan pembacaan mantera-mantera dan
doa. Hal ini dimaksudkan agar kesakralan dan nilai magis yang
dikandung oleh benda-benda keramat ini dan membawa keberuntungan
dalam kehidupan mereka. Kaum Sipai (Keluarga Tabot) memiliki
kepercayaan jika mereka tidak melaksanakan ritual Tabot dalam
setiap tahunnya maka kehidupan mereka akan
37
ditimpa bencana. Bencana tersebut bisa berbentuk penyakit yang
berbahaya dan sangat sulit untuk disembuhkan dan pencarian rezki
yang semakin sulit. Oleh karena itu keluarga Tabot akan selalu
merayakan Tabot pada setiap tahunnya. Bisa dikatakan, keluarga
Tabot sangat menghormati leluhur mereka. Hal ini dibuktikan dalam
setiap prosesi ritual mereka yang menggunakan berbagai macam sesaji
disertai dengan pembacaan mantera yang ditujukan kepada roh para
leluhur mereka. Keluarga Tabot dalam kehidupan beragama seperti
layaknya orang-orang yang beragama Islam. Tidak nampak ritualitas
Syiah yang benar-benar mengkultuskan keturunan Ali (Hasan-Husein)
dalam peribadahan mereka. Mereka tetap dipandang layaknya orang
Melayu Bengkulu yang tidak menampakkan unsurunsur Syiah dalam
pengamalan keagamaan mereka.
38
Proses Transformasi dan Akomodasi Budaya dalam Tradisi Tabot
Secara lahiriah keterpengaruhan Tabot oleh nilai-nilai Islam bisa
diamati dalam beberapa hal.
Pertama, persiapan ritual Tabot semenjak sebelum
Muharram diawali dengan doa selamat menurut Islam supaya
pelaksanaan Tabot 1 10 Muharram dan sesudahnya, selamat mendapat
izin dari Allah. Kedua, pelaksanaan Tabot pada tanggal 110 Muharram
yang bersamaan dengan tahun baru hijriyah. Diakui atau tidak even
ini ikut memeriahkan peringatan tahun baru umat Islam ini. Ketiga,
acara Tabot yang dijadwalkan pada malam hari seperti : malam
pengambilan tanah (1), silaturahmi KKT (5 6), arak sorban (7),
Tabot bersanding (10), dimulai setelah sholat Isya. Sedangkan
prosesi pembuangan Tabot dilaksanakan setelah sholat Dzuhur
(Wawancara dengan Saiful Hidayat). Sementara dari perspektif
ontologis diyakini ada nilai-nilai Islam yang memengaruhi tradisi
Tabot. Sekurang-kurangnya tradisi ini mencontoh tradisi yang
berjalan di Baghdad Irak dalam menghormati cucu Nabi, Hasan dan
Husen yang mati terbunuh. Meskipun tradisi ini tidak dianjurkan
oleh Islam, namun tak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaannya
didasarkan pada paham keagamaan, yaitu Syiah. Oleh karena itu patut
diduga bahwa tradisi tersebut berkar dari tadisi Syiah, meskipun
.dalam ritualnya saya tidak bisa memastikan ada pengaruh paham
Syiah. (Ahmad Zulkani, Kompas, Humaniora, Kamis, 02 Februari 2006)
Di pihak lain, Tabot juga menyerap symbol-simbol Islam seperti
miniatur masjid, kubah dan buraq yang secara langsung dan tidak
langsung menambah syi'ar Islam. Tabot dari perspektif akar budaya
berasal dari upacara berkabung kaum Syiah atas gugurnya Syahid
Agung Husin bin Ali bin Abi Thalib (cucu Nabi Muhammad SAW). Husin
gugur dalam perang tak berimbang melawan pasukan Ubaidillah bin
Zaid di suatu tempat yang bernama Padang Karbala, di wilayah Iraq
sekarang. Peristiwa tragis dalam sejarah Islam ini terjadi pada 1
Muharam tahun 61 Hijriah atau tahun 681 Masehi.
39
Ritual Tabot dalam perkembangannya telah banyak dipengaruhi
nilai-nilai Islam atau setidak-tidaknya memiliki pijakan normatif
dalam Islam. Nilai kesamaan ritual Tabot dengan Islam terlihat
dalam orientasinya yang mengharapkan hidayah dari Allah, sorban
bertuliskan kalimat Allah dan pembacaan Basmallah diucapkan oleh
orang-orang yang mengusung Tabot. Perlu diuraikan terlebih dahulu
bahwa tingkah laku yang disimbolisasi melalui arak-arakan Tabot
merupakan pencerminan dari akhlak. Meminjam pendapat Hamzah Yakub
(1993:11) bahwa perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab
(Khuluqan) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan
tabiat. Perkataan akhlak bersumber dari firman allah SWT. yang
artinya, Sesungguhnya engkau (ya
Muhammad) mempunyai budi pekerti yang luhur (Q.S. Al-Qalam : 4).
Sementara itu perkataan yang bersumber dari hadis nabi yang
artinya: Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti
H.R. Ahmad (Hamzah Yakub, 1993:12) Salah satu drama dalam Tabot
yang mengandung nilai akhlak bisa dilihat pada acara Menjara atau
berkunjung dilakukan pada tanggal 6 dan 7 Muharram. Pada tanggal
ini antara keluarga Tabot saling mengunjungi dalam rangka
bersilaturrahmi untuk mempererat hubungan kekeluargaan .Nabi SAW
bersabda artinya ; barang siapa yang ingi rezekinya mudah atau
panjang umurnya maka
hubungilah familinya (keluarganya, sahabatnya). H.R.Muslim
(Husein Bahreisj,1987:29). Kebiasaan mengunjungi keluarga atau
famili dalam rangka menghubungkan silaturrahmi, tidak hanya
terbatas pada saat perayaan Tabot saja, melainkan pada kesempatan
lainpun sering dilakukan saling berkunjung seperti pada hari Raya
Idil Fitri dan hari raya Idil Adha. Pesan untuk hidup sesuai aturan
Islam juga tampak pada acara Duduk
Penja (mencuci jari-jari). Penja adalah
benda yang berbentuk telapak tangan
manusia yang lengkap dengan jari-jarinya. Karena itu penja
disebut juga dengan jarijari. Dalam setiap Tabot, terdapat sepasang
penja atau lebih. Ada yang terbuat dari kuningan, tembaga, dan ada
juga yang terbuat dari perak. Penja ini dicuci
40
dengan air bunga dan air limau setiap tahunnya, upacara mencuci
penja ini disebut dengan duduk penja.
Duduk penja dilakukan di rumah pimpinan kelompok
Tabotbersangkutan, katanya pada tanggal 4 Muharam pukul 16.00 wib
(bada ashar).
Duduk penja atau mencuci jari-jari, melambangkan ketangkasan
Husein bin Alidalam berperang dengan menggunakan tangan dan
jari-jarinya. Husein meninggal dengan tangan dan kepala terpenggal,
sebagaimana ditegaskan oleh Badrul Munir Hamidy (1991:109) bahwa :
Husein bin Ali dalam kondisi bercerai berai terpisah-
pisah akibat kekejaman Ubaidillah bin Zaid.Mencuci jari-jari
mengandung makna bahwa kewajiban bagi setiap muslim untuk
membersihkan atau memandikan setiap muslim yang meninggal sebelum
dimakamkan. Bertitik tolak dari kewajiban memandikan setiap muslim
yang meninggal, maka memandikan dan membersihkan jenazah sebelum
dimakamkan merupakan ibadah. Berdasarkan penjelasan tersebut,
memandikan dan menyelenggarakan jenazah mengandung nilai Religius
seperti: sikap suka akan kebersihan, memberi pertolongan pada orang
lain, tanggung jawab dan rasa kemanusiaan. Arakan Tabot yang lain,
Menjara yang berisi kegiatan berkunjung atau mendatangi kelompok
lain untuk beruji dol (bertanding membunyikan dol) melambangkan
dengan jelas tentang sikap-sikap terpuji. Dalam acara Tabot menjara
ini dilakukan dua kali di dua tempat. Pertama, pada tanggal 6
Muharam kelompok Tabot, Bangsal mendatangi kelompok Tabot Berkas.
Kedua, pada tanggal 7 Muharam kelompok Tabot Berkas mendatangi
kelompok Tabot Bangsal. Acara ini berlangsung di lapangan terbuka
yang disediakan oleh masingmasing kelompok. Waktunya sekitar 20.00
WIB hingga pukul 23.00 WIB. Kelompok yang berkunjung memukul atau
memainkan dol (gendang) di lapangan terbuka yang sudah di sediakan
itu. Gendang dipukul masing-masing, sehingga enak didengar.
Masyarakat yang oleh ahlinya menyaksikan
memberikan-memberikan penilaian kelompok mana yang bagus/indah
bunyi
41
dolnya (gendang). Dengan demikian pemukul dol (gendang) akan
berusaha memukul gendangnya seindah mungkin. Maksud dan tujuan
kedatangan kelompok lain adalah untuk membangkitkan semangat dalam
berperang melawan musuh. Jadi gendang yang dibunyikan itu merupakan
gendang mengobarkan semangat untuk berperang melawan kelompok
penindas. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik makna bahwa
kunjungan dianggap akan membangkitkan semangat. Dengan demikian ia
mengandung nilai politik, nilai juang dan nilai kebersamaan.
Nilai-nilai kebersamaan atau kolektifitas juga tampak mengemuka
ketika prosesi meradai (mengumpulkan dana). Upacara ini dilakukan
pada tanggal 6 Muharam. Pelaksanaan acara ini disebut dengan jola
(acara mengumpulkan dana). Anggota pengumpulan dana terdiri dari
anak-anak yang berusia antara 10-12 tahun. Acara ini dilakukan di
seluruh kota Bengkulu, waktunya pada siang hari dari pukul
07.00-17.00 Wib. Pengumpulan dana dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan biayai pembuatan Tabot yang akan dipestivalkan. Dana yang
terkumpul diserahkan kepada ketua Tabot masing-masing, dilihat dari
pelaksana pengumpulan dana terdiri dari anak-anak, tersirat makna
bahwa anak setelah dewasa harus bisa mencari uang. Selain itu anak
juga akan berkenalan dengan orang-orang kikir yang tidak mau
memberi sumbangan padahal ia mampu. Kikir tidak dibenarkan dalam
agama, karena perbuatan akan membinasakan diri sendiri. Hal ini
sejalan dengan pesan Nabi Muhammad SAW yang artinya: : Jauhilah
kamu dari kikir (bakhil),
maka sesungguhnya kekikiran itu telah membinasakan manusia yang
sebelum kamu. Melalui pengumpulan dana, akan melatih kesabaran
generasi muda,karena kemungkinan tidak semua orang yang diminta
sumbangan bersedia memberi. Melalui kegiatan penghimpunan dana ini,
akan menumbuhkan nilai-nilai kerja keras, tabah, ulet dan
mandiri
42
Prosesi Tabot yang lain, Arak penja (mengarak jari-jari) juga
mengandung nilai-nilai positif. Arak penja dilaksanakan pada
tanggal 8 Muharam pukulu 19.00 21.00 Wib. Dengan menempuh jalan
utama di kota Bengkulu. Setiap kelompok Tabot akan mengirimkan
regunya, yang masing-masing regu terdiri dari 10-15 orang dari
kalangan anak-anak dan remaja. Mengarak jari-jari merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh semua peserta upacara Tabot Tabot
beserta jari-jari, diarak dengan berbaris manurut jalanjalan yang
sudah ditentukan. Star dan finisnya di Lapangan Merdeka. Jari-jari
yang diarak melambangkan keganasan kaum Muawiyah, Husein meninggal
dengan tangan terpotong. Tangan jari Husein melambangkan kelihaian
atau kepintaran Husein menggunkan pedang dalam berperang. Citra
yang terbangun dari kepribadian Husein adalah tidak mendendam,
bersedia berdamai, dan pemaaf. Sikap-sikap kepribadian seperti ini
sesuai dengan apa yang diajarkan Allah dalam al-Qur'an Surat Al-
Anfal:61, yang artinya: Dan jika musuhmu
cenderung untuk berdamai, maka hendaklah kamu cenderung pula
pada perdamaian itu. Dan bertaqwalah terhadap Allah. Sesungguhnya
Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha MengetahuiUraian diatas
mempertegas bahwa jika musuh dalam berperang menginginkan
perdamaian demi untuk kebaikan, maka kita hendaklah menerimanya dan
dengan berjiwa besar kita harus dengan ikhlas memaafkannya. Sikap
pemaaf ini diajarkan oleh Allah melalui firmannya dalam (Q.S.
AlAraaf:199), yang artinya: Hendaklah engkau pemaaf, suruhlah orang
berbuat
makruf (yang baik). Dan jauhilah orang bodoh yang tidak menerima
kebenaran.Sikap memaafkan kesalahan orang lain merupakan bagian
dari akhlak terpuji yang perlu ditumbuh kembangkan pada setiap
pribadi muslim. Dengan demikian, melalui prosesi Arak akan
ditanamkan nilai social seperti pemaaf, rela berkorban, dan tidak
mendendam. Prosesi Tabot lainnya, arak sorban (mengarak sorban)
tampaknya juga dibangun dari konsep dan tata nilai Islami. Arak
sorban dilaksanakan pada 9
43
Muharam pukul 19.00-21.00 Wib. Arak-arakan diawali diakhiri i
lapangan Merdeka dengan rute jalan-jalan utama yang sudah
ditentukan di kota Bengkulu. Benda yang di arak terdiri dari penja
atau jari-jari dan sorban putih yang diletakkan pada Tabot coki
(Tabot kecil) dan dilengkapi dengan bendera atau panji panji
berwarna putih dan hijau yang bertuliskan nama Hasan dan Husein.
Serban yang diarak melambangkan sorban yang dipakai Husein waktu
ketika berperang melawan Muawiyah. Sorban menyimbolkan kebesaran
dalam berjuang untuk membela dan mempertahankan kebenaran. Sorban
juga melambangkan rasa persaudaraan sesama muslim, yang dibuktikan
dengan kesediaan untuk saling membantu di antara sesama muslim.
Tampaknya nilai-nilai Islam telah menjadi prinsip dalam prosesi
ini. Hal ini karena dalam Islam, membantu orang lain, apalagi
sesame muslim sangat diperintahkan. Bantuan ini khususnya diberikan
pada saat kesusahan dan kesempitan sedang menimpa orang lain.
Prosesei arak sorban dalam hal ini akan menumbuhkan nilai
kebersamaan dalam membela dan menegakkan kebenaran. Memperhatikan
penjelasan diatas, dalam arak sorban mengandung nilai-nilai
kebersamaan, pengorbanan dan perjuangan. Prosesi Tabot yang lain,
gam ( masa tenang ) tampaknya juga dibangun dari nilai-nilai Islam.
Gam berasal dari kata ghum yang artinya tertutup. Pada masa
gam ini, semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot
tidak bolehdilaksanakan. Masa gam in dapat disebut masa tenang.
Masa tenang dilaksanakan tanggal 9 Muharam dimulai dari pukul 07.00
Wib berakhir pukul 16.00 Wib. Masa tenang dimaksudkan sebagai masa
berkabung dalam rangka memperingati kematian Husein. Masa kabung
dilakukan sebagai ungkapan keprihatinan atau kesedihan atas
kematian saudara sesama muslim. Tindakan ini menunjukkan rasa
persaudaraan sesama muslim sebagai aktuliasasi dari Hadis Nabi yang
memesankan agar "muslim yang satu dengan muslim yang lainnya
bersaudara, ibarat laksana satu tubuh. Jika sakit salah satu
anggota tubuh tersebut
44
akan dirasaka oleh angota tubuh lainnya. H. R. Muslim (Husein
Bahreisj, 1987:21). Hadits di atas menunjukkan, bahwa perasaan
persaudaraan, dan cinta kasih yang mendalam sesama muslim. Jika
seorang muslim merasa sakit, maka rasa sakit tersebut juga
dirasakan oleh Muslim yang lain. Rasa kebersamaan sebagaimana
diajarkan dalam hadis di atas telah dipraktekkan dalam prosesi
Tabot, yang dikenal dengan gam (masa tenang). Dengan demikian,
upaya gam secara sosiologis akan memunculkan nilai-nilai social
seperti rasa persaudaraan, cinta kasih, sikap kekeluargaan dan rasa
kebersamaan. Nilai-nilai Islami tampaknya mewarnai semangat terjadi
pada prosesi Tabot
arak gedang (pawai besar). Arak gedang dilaksanakan pada tanggal
9 Muharaampukul 19.00 Wib. Acara arak gedang merupakan ritual
pelepasan
Tabot
bersanding dari gerga (Kelompok masingmasing ). Tabot, setelah
dilepas, diarak dari markasnya dengan menempuh route yang telah
ditentukan. Ketika arak-arakan bertemu di jalan protokol maka
mereka akan membentuk arak gedang (pawai besar) menuju ke lapangan
Merdeka. Arakarakan ini menjadi ramai karena menyatunya seluruh
kelompok Tabot, pengikut acara Tabot, kelompok hiburan, pada
pendukung masingmasing, serta masyarakat yang ingin menyaksikan
arak gedang (pawai besar). Pawai akan berakhir setelah seluruh
Tabot dan kelompok penghibur berkumpul di lapangan Merdeka, Tabot
yang telah berkumpul dibariskan bersyaf . Tabot yang dibariskan
disebut Tabot Bersanding. Arak Gedang atau pawai besar dan Tabot
bersanding, merupakan acara menghimpun kekuatan dalam rangka
melawan musuh. Seperti diketahui bahwa tanggal 9 Muharam, pengikut
Husein yang tinggal sedikit menerima petunjuk dan pengarahan dalam
menghadapi musuh. Pada saat Tabot disandingkan masyarakat dihibur
oleh musik dan dol (gendang) yang dibawakan oleh kelompok Tabot
masingmasing. Pada waktu momen Tabot bersanding inilah terlihat
keindahan dari Tabot dengan diiringi
45
bunyibunyian dol (gendang ). Setelah peserta Tabot lengkap
disandingkan pada sekitar pukul 22. 00 Wib, kelompok Tabot kembali
ketempat masingmasing, sambil menunggu waktu pelaksanaan Tabot
terbuang besok hari pada tanggal 10 Muharam. Kegiatan yang
dilakukan pada waktu pawai besar dan Tabot bersanding mengandung
nilai seperti kreatifitas, kekuatan, keteguhan dan kedisiplinan.
Pada prosesi Tabot terbuang juga mengandung nilai-nilai positif.
Upacara yang dilaksanakan pada tanggal 10 Muharam ini mengisahkan
hari pemakaman Husein. Pemakaman cucu Nabi Muhammad ini dilakukan
pada tanggal 10 Muharam 61 H bertepatan dengan 680 M. Melalui
prosesi digambarkan sebuah fragmen tentang kewajiban seorang muslim
terhadap muslim lain jika meninggal adalah memandikan, mengafani,
menshalatkan, dan menguburkan. Sebaliknya, umat Islam akan berdosa
jika seorang muslim meninggal tidak diselengarakan pemakamannya
(dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan). Dengan
demikian nilai yang terkandung dalam acara Tabot adalah bertanggung
jawab, menjunjung tingi nilai kemanusiaan dan kewajiban.
46
TAHAP PENYELENGGARAAN UPACARA DIKOTA MADYA BENGKULU 1 -10
MUHARAM Kegiatan Waktu Penyelenggara Nilai Religius Mengambil 1
Muharram pukul 1. Ketau Tabot - Percaya akan Tanah 22.00 WIB 2.
Sesepuh Keluarkekuasaan ga Tabot Tuhan 3. Anak tertua - Yakin
kejadian manusia dari tanah - Yakin mausia akan mati - Yakin akan
takdir. Religius Duduk Penja 4 Muharram pukul 1. Ketua Tabot - Suka
akan 16.00 WIB 2. Anak tertua (mencuci jarikebersihan ketuaTabot
jari) - Sikap tolong 3. Kaum ibu menolong 4. Anak Remaja - Sikap
tanggung jawab. Politik 1. ketua (Menjara 6 dan 7 Muharram - Nilai
juang Tabot Berkunjung) pukul 20. 00 23. - Nilai 2. pemuka WIB
kebersamaan mayarakat - Nilai 3. Anggota kekuasaan regau pemukul
dol Meradai ( 6 Muharram pukul 1. Anak-anak usia Ekonomi - Kerja
keras 10-12 tahun 07. 00 17.00 Mengumpulkan - Tabah beberapa orang
WIB dana) - Mandiri - Ulet Sosial 1. Ketua Arak penja 8 Muharram
pukul - sikap pemaaf 19. 00- 21. 0 WIB Tabot (Mengarak jari- Rela
berkorban 2. Laki- laki jari) - Tidak dewasa mendendam (beberapa
orang) 3. Pemuda
47
Arak Sorban ( Mengarak Sorban )
Malam tenang)
(masa
Arak Gedang (Berbaris menurut rute yang ditentukan)
Tabot Terbuang (Tabot dibuang)
(beberapa orang ) 4. Anak- anak usia 10-12 tahun beberapa orang.
Politik 9 Muharram pukul 1.Ketua Tabot - Sikap 19. 00- 21. 00 WIB
2. Lakilaki kebersamaan dewasa 1 orang - Sikap 3. Pemuda 5-10
kejuangan orang - Rela berkorban 4. Anak anak usia 713 tahun
beberapa orang Sosial 9 Muharram pukul 1. ketuaTabot - Sikap 07. 00
-16. 00 WIB 2. Laki-laki dewasa Persaudaraan dari keluarga - Sikap
cinta Tabot kasih 3. pemuda - Sikap beberapa orang kekeluargaan -
Sikap kebersamaan Politik 9 Muharam pukul 19. 1. ketua Tabot -
Bertanggung 00 WIB 2. Laki-laki dewasa jawab dari keluarga -
Kekuasaan Tabot - Patuhlin 3. pemuda beberapa - Kreatif orang -
Disiplin 4. panitia pestival Tabot Religius 10 Muharram pukul 1.
ketua Tabot - Tanggungjawa 11. 00 2. selururuh b keluarga dekat -
Nilai 3. pemuda, kemanusiaan remaja, dan - Kewajiban anakanak yang
ikut kegiatan Tabot
48
E. MENARIK BENANG MERAH ANTARA TRADISI TABOT DENGAN PAHAM SYIAH
Walaupun di Indonesia dikenal mazhab Syafii dan menganut Sunnah wal
Jamaah, namun di kalangan masyarakat di beberapa tempat di
Nusantara masih ditemukan jejak-jejak Syiah yang semula dikenal
pusatnya di Persia (Iran). Di Timur Tengah dan di Persia, penganut
Sunnah wal Jamaah dan penganut Syiah tidak sepaham, terutama dalam
hal sumber hokum Islam ( ijma= kesepakatan para alim ulama). Dalam
aliran ini sudah dimulai politisasi agama, terutama pada dasar
hukum ijma. Kaum Syiah menganggap bahwa yang berhak menjadi
Khalifah adalah yang masih keturunan Nabi Muhammad SAW. Dengan
adanya Ijma, dimungkinkan yang bukan keturunan Nabi Muhammad SAW
dapat menjadi Khalifah. Atas pertimbangan inilah, kaum Syiah
beranggapan bahwa hanya alQuran dan Hadist yang menjadi dasar hokum
agama Islam, sedangkan Ijma dan Qiyash (= perumpamaan) tidak perlu.
Runtuhnya kesultanan Syiah tidak menyurutkan ajaran yang terlanjur
berkembang di masyarakat. Berbagai ritual Syi'ah menjelma menjadi
tradisi yang masih ditemukan di beberapa daerah di Nusatara. Di
Indonesia penganut Syiah jumlahnya tidak banyak (sekitar 1 juta),
namun di beberapa tempat tradisi yang biasa dilakukan umat Syiah
masih dapat ditemukan, dan secara kontinyu dilakukan oleh kelompok
masyarakat tersebut. Dapat dikemukakan sebagai contoh tentang
tradisi Syiah, misalnya: Perayaan Tabot, peringatan Hari Arbain
atau hari wafatnya Husein bin Ali (cucu
49
Nabi Muhammad) oleh kaum Syiah dalam bentuk perayaan Tabot
(Tabot). Tabot dibuat dari batang pisang yang dihiasi bunga aneka
warna, diarak ke pantai, diiringi teriakan Hayya Husein hayya
Husein yang artinya Hidup Husein, hidup Husein. Pada akhir upacara
Tabot ini kemudian dilarung di laut lepas. Benda yang disebut Tabot
melambangkan keranda mayat (Bambang Budi Utomo, "Kerjasama Iran dan
Indonesia dalam Perspektif Kebudayaan" dalam , hal. 5-6). Tabot
masih dilakukan masyarakat pada setiap tanggal 10 Muharram di
Bengkulu, Pariaman, dan Aceh. Asyura di Jawa dalam sistem
pertanggalan Jawa berubah menjadi bulan Suro, sebutan untuk bulan
Muharram (bulan wafatnya Husein). Peringatan Asyura belakangan
dikenal dengan istilah Kasan Kusen. Di Aceh, Asyura diistilahkan
dengan Bulan Asan Usen. Di Makassar Asyura dimaknai sebagai
perayaan kemenangan Islam pada zaman Nab Muhammad SAW, sehingga
masyarakat merayakannya dengan sukacita. Mereka membuat bubur tujuh
warna dari warna dasar merah, putih, dan hitam. Peringatan Hari
Arbain dirayakan juga di Desa Marga Mukti, Pengalengan, Jawa Barat.
Ratusan umat Islam Syiah memenuhi Masjid al-Amanah untuk melakukan
nasyid, doa persembahan kepada Imam Husein, dan ziarah Arbain, doa
untuk keluarga Ali bin Abi Thalib. Proses penyerapan tradisi Syi'ah
ke dalam tradisi atau adat-istiadat lokal seperti fenomena perayaan
Tabot bisa dijelaskan dengan meminjam pendapat Jalaluddin Rahmat.
Menurut Jalal, kedatangan Syi'ah ke Indonesia bisa diterangkan
melalui beberapa teori. Teori pertama merujuk pada masa
penyebaran
50
Islam di Indonesia. Jadi menurut teori ini, dahulu orang-orang
Syi'ah yang dikejar-kejar oleh para penguasa Abbasiyah lari dari
Timur Tengah sebelah utara, yang sekarang mungkin daerah Irak, ke
sebelah selatan di bawah pimpinan seorang yang bernama Ahmad
Muhajir sampai di Yaman. Mereka menghentikan pelarian di
puncak-puncak bukit yang terjal. Menurut mereka, di sana sudah aman
ketika itu. Kisah ini ada dimuat dalam beberapa kitab Syi'ah.
Pemimpinnya, Ahmad Muhajir, katanya waktu itu mematahkan pedangnya
dan kemudian mengatakan, "Mulai saat ini kita ganti perjuangan kita
dengan pena ..." (Baca Hasil Wawancara Arief Subhan dan Nasrullah
Ali-Fauzi, wartawan Ulumul Qur'an, dengan judul " Mayoritas Syi'ah
di Indonesia adalah Syi'ah Intelektual" http://free.prohosting.
com/~anands/jalal.htm Dijelaskan Jalal, mereka semua secara lahir
menganut mazhab Syafi'i. Mereka bertaqiyyah sebagai pengikut mazhab
Syafi'i di daerah Yaman, Hadramaut. Sehingga dalam kamus Munjid
edisi lama, ada kata "Hadramaut" ditulis begini : sukkanuha
Syi'iyyuna Syafi'iyyuna, penduduknya orang-orang Syi'i yang
bermazhab Syafi'i. Nah, dari Hadramaut inilah menyebar para
penyebar Islam yang pertama, khususnya kaum Alawi, orang-orang
keturunan Sayyid atau yang mengklaim sebagai keturunan Sayyid.
Mereka datang ke Indonesia dan menyebarkan Islam. Tapi ketika
mereka datang ke Indonesia, di luar mereka Syafi'i, di dalam mereka
Syii. Belakangan ada bukti-bukti lain yang memperkuat teori ini.
Misalnya pernyataan Gus Dur, bahwa NU secara kultural adalah
Syi'ah. Hal itu karena
51
tradisi Syafi'i di sini, berbeda dengan tradisi Syafi'i di
negeri-negeri lain, sangat kental diwarnai oleh tradisi-tradisi
Syi'ah. Ada beberapa shalawat yang khas Syi'ah yang sampai sekarang
masih dijalankan di pesantren-pesantren. Ada wiridwirid tertentu
yang jelas menyebutkan lima keturunan Ahlubait. Kemudian juga
tradisi ziarah kubur, lalu membuat kubah pada kuburan, itu semua
tradisi Syi'ah. Tapi tradisi itu di sini lahir dalam bentuk mazhab
Syafi'i. Masih ada lagi bukti-bukti ritus khas Syi'ah, ialah
tahlilan hari kesatu atau ke-40 dan juga haul. Itu tradisi Syi'ah
yang tidak dikenal pada mazhab Syafi'i yang lain, misalnya Syafi'i
di Mesir. Lalu di kalangan NU, setiap malam Jumat sering dibacakan
shalawat diba'. Pada shalawat itu disebutkan seluruh Imam Syi'ah
yang 12. Itu mereka lakukan setiap malam Jumat, seperti pembaharuan
bai'at, kepatuhan pada 12 Imam.Untuk memperkuat itu, ada juga
kebiasaan orang-orang Indonesia yang menganut mazhab Syafi'i untuk
menghormati, kadang-kadang secara berlebihan, keturunan Nabi yang
mereka anggap sebagai Ahlubait. Saya sebut berlebihan karena
menurut orang-orang Syi'ah, Ahlubaititu hanya terbatas pada 12 Imam
yang maksum. Jadi tidak semua keturunan Nabi itu Ahlubait. Tapi di
Indonesia sini, kalangan Muslim tradisional menganggap semua
keturunan Nabi termasuk Ahlubait. Juga mereka percaya bahwa semua
Ahlubaititu pasti masuk sorga, karena mereka semua tak berdosa.
Kemudian di Surabaya ada seorang peneliti (Agus Sunyoto, staf
Lembaga Penerangan & Laboratorium Islam Surabaya) yang
melakukan penelitian terhadap kuburan-kuburan di Jawa Timur. Ia
menemukan bahwa kuburan-kuburan itu
52
adalah kuburan-kuburan orang Syi'ah. Ia menduga keras bahwa
Islam yang pertama kali masuk ke Indonesia itu adalah Islam Syi'ah.
Kemudian Ali Hasymi juga pernah menulis buku tentang Syi'ah di
Indonesia, dan ia berteori bahwa Islam yang pertama datang ke
Indonesia itu adalah Islam Syi'ah. Menurut Agus Sunyoto, sebagian
besar dari Sembilan Wali itu adalah Syi'ah, kecuali satu yang
Sunni. Teori kedua, Islam yang datang ke Indonesia itu Islam Sunni,
tapi belakangan kemudian masuklah Syi'ah terutama melalui
aliran-aliran tarekat. Soalnya dalam tarekat, Syi'ah dan Sunni
bertemu sejak lama. Ambil contoh tarekat Qadariyah-Naqsyabandiyah,
silsilah-silsilahnya bersambung pada Imamimam Syi'ah. Silsilahnya
begini : dari Allah, malaikat Jibril, Rasulullah, Ali, Husein, Ali
bin Husein dst sampai Imam Ali Riza. Dari situ barulah keluar pada
silsilah yang lain. Tapi tujuh atau delapan silsilah pertama adalah
para Imam Syi'ah. Jadi menurut teori ini, ritus-ritus yang
nampaknya menunjukkan bahwa Syi'ah pertama kali datang ke
Indonesia, sebenarnya ritus-ritus itu hanya sekadar menunjukkan
adanya pengaruh Syi'ah yang masuk dalam pemikiran Ahlusunnah lewat
Syafi'i. Ada juga yang punya teori, karena Islam dulu pernah
disebarkan ke Indonesia lewat orang-orang Persia. Ada yang
menyebutkan mereka pernah tingggal di Gujarat, India Barat yang
kebanyakan adalah Syi'ah. Teori ketiga, Syi'ah itu baru datang
setelah peristiwa Revolusi Islam Iran (RII), yang dimulai dengan
masuknya tulisan-tulisa