Top Banner
RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 i
135

Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

Dec 07, 2014

Download

Documents

SDF
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 i

Page 2: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………………. i DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………… ii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………………………. vi DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………………………………… ix BAB. I PENDAHULUAN I – 1 1.1 Latar Belakang I – 1 1.2 Kedudukan I – 1 1.3 Sistimatika Rencana Tata Ruang I – 2 BAB. II GAMBARAN UMUM WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR II – 1 2.1 Letak Geografis Wilayah II – 1 2.2 Kondisi Fisik Dasar II – 1 2.2.1 Topografi, Kemiringan Lereng dan Geologi II – 1 2.2.2 Jenis dan Kemampuan Tanah II – 4 2.2.3 Kedalaman dan Tekstur Tanah II – 4 2.2.4 Drainase dan Erosi Tanah II – 4 2.2.5 Iklim II – 5 2.2.6 Hidrologi II – 5 2.2.7 Flora dan Fauna II – 7 2.2.8 Kondisi Laut dan Pesisir II – 8 2.3 Pola Penggunaan Lahan II – 10 2.3.1 Pola dan Struktur Pemanfaatan Lahan II – 10 2.3.2 Status Penggunaan Lahan II – 10 2.4 Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan II – 10 2.4.1 Jumlah dan Perkembangan Penduduk II – 10 2.4.2 Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten II – 10 2.4.3 Struktur Penduduk II – 10 2.5 Kondisi Perekonomian II – 10 2.5.1 Perkembangan Struktur Ekonomi II – 11 2.5.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi II – 14 2.5.3 Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita II – 14 2.6 Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Alam II – 16 2.6.1 Kegiatan Pertanian II – 16 2.6.2 Sektor Pertambangan II – 27 2.6.3 Pariwisata II – 29 2.7 Pembiayaan Pembangunan II – 29 BAB. III KEBIJAKAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG WILAYAH

PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR III – 1

3.1 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional III – 1 3.1.1 Kawasan Lindung III – 1 3.1.2 Kawasan Budidaya III – 1 3.1.3 Kawasan Tertentu III – 2 3.1.4 Percepatan Pembangunan Daerah III – 3 3.2 Pokok-pokok Permasalahan Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur III – 1

Page 3: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 iii

3.2.1 Permasalahan Struktur Tata Ruang Dalam Lingkup Eksternal

III – 4

3.2.2 Permasalahan Internal III – 5 3.3 Tujuan Pengembangan Tata Ruang III – 6 3.4 Pendekatan Konseptual Pengembangan Tata Ruang Nusa Tenggara

Timur III – 6

3.4.1 Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Konteks Eksternal

III – 7

3.4.2 Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propins Nusa Tenggara Timur Dalam Konteks Internal

III – 8

3.5 Strategi Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT III – 10 3.5.1 Strategi Pengembangan Eksternal III – 11 3.5.2 Strategi Pengembangan Secara Internal (Intra Wilayah) III – 12 3.5.2.1 Strategi Pengembangan Kawasan Lindung III – 12 3.5.2.2 Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya III – 12 3.5.2.3 Strategi Pengembangan Kota-kota III – 13 3.5.2.4 Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah III – 14 3.5.2.5 Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas III – 14 BAB. IV ARAHAN PENGEMBANGAN RENCANA STRUKTUR DAN POLA TATA RUANG

WILAYAH IV – 1

4.1 Arahan Spasial Pembangunan IV – 1 4.1.1 Arahan Pemantapan Kawasan Lindung IV – 1 4.1.1.1 Cakupan Kawasan Lindung IV – 1 4.1.1.2 Kriteria dan Prinsip Pengelolaan Kawasan

Lindung IV – 2

4.1.1.3 Luasan Kawasan Lindung IV – 5 4.1.1.4 Kawasan yang Memberi Perlindungan

Bawahannya IV – 6

4.1.1.5 Arahan Kawasan Perlindungan Setempat IV – 6 4.1.1.6 Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya IV – 7 4.1.1.7 Kawasan Rawan Bencana IV – 7 4.1.2 Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya IV – 9 4.1.2.1 Klasifikasi Kawasan Budidaya IV – 9 4.1.2.2 Kriteria dan Sasaran Kawasan Budidaya IV – 9 4.1.2.3 Arahan Pengembangan Kawasan Hutan

Produksi IV – 12

4.1.2.4 Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Kering dan Perkebunan

IV – 13

4.1.2.5 Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Basah

IV – 13

4.1.2.6 Arahan Pengembangan Kawasan Peternakan IV – 18 4.1.2.7 Arahan Pengembangan Kawasan Kelautan

dan Perikanan IV – 18

4.1.2.8 Arahan Pengembangan Kawasan Peridustrian IV – 19 4.1.2.9 Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata IV – 19 4.1.2.10 Arahan Pengembangan Kawasan

Pertambangan IV – 21

4.1.2.11 Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman IV – 24

Page 4: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 iv

4.1.3 Pola Pengembangan Kota-Kota IV – 25 4.1.4 Pola Pengembangan Sistem Prasarana IV – 27 4.1.4.1 Sistem Prasarana Transportasi IV – 28 4.1.4.2 Pola Pengembangan Transportasi Darat IV – 29 4.1.4.3 Pengembangan Transportasi Laut IV – 31 4.1.4.4 Pola Pengembangan Transportasi Udara IV – 34 4.1.5 Sistem Prasarana Ekonomi IV – 37 4.1.5.1 Pengairan IV – 37 4.1.5.2 Prasarana Perdagangan/Pasar IV – 37 4.2 Arahan Pengembangan Kawasan Prioritas IV – 38 4.2.1 Penentuan Kawasan Prioritas IV – 38 4.2.2 Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas IV – 43 4.3 Kebijaksanaan Penunjang Penataan Ruang IV – 47 4.3.1 Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Spasial IV – 47 4.3.2 Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Bukan Spasial IV – 48 4.3.2.1 Kebijaksanaan Kependudukan IV – 48 4.3.2.2 Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan IV – 51 BAB. V MEKANISME PENGELOLAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI

NUSA TENGGARA TIMUR IV – 1

5.1 Aspek Legalisasi dan Kelembagaan V – 1 5.2 Penetapan dan Pengesahan RTRWP V – 1 5.3 Pemasyarakatan RTRWP V – 2 5.4 Tindak Lanjut Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota V – 2 5.5 Aspek Kelembagaan V – 3 5.6 Pemantauan Dan Penggendalian Pemanfaatan Ruang V – 3 5.6.1 Pemantauan Pemanfaatan Ruang V – 4 5.6.2 Pengendalian Pemanfaatan Ruang V – 4 5.6.3 Peninjauan Kembali RTRWP V – 5 5.6.4 Pembiayaan Pelaksanaan dan Pengendalian Pemafaatan

Ruang V – 5

BAB. VI INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN SESUAI RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR 2006 – 2020

VI – 1

6.1 Umum VI – 1 6.2 Indikasi Program Pembangunan Sektoral VI – 1 6.2.1 Tanaman Pangan dan Hortikultura VI – 1 6.2.2 Tanaman Perkebunan dan Kehutanan VI – 1 6.2.3 Perikanan dan Kelautan VI – 6 6.2.4 Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi VI – 8 6.2.5 Pertambangan dan Energi VI – 8 6.2.6 Infrastuktur Ekonomi VI – 9 6.2.7 Industri VI – 9 6.2.8 Pariwisata VI – 12 6.2.9 Perumahan dan Permukiman VI – 12 6.3 Kawasan Prioritas VI – 15 6.3.1 Kawasan Pertanian Terpadu dan Kawasan Cepat Tumbuh VI – 15 6.3.2 Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu VI – 15

Page 5: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 v

6.3.3 Kawasan DAS Kritis VI – 16 6.3.4 Kawasan Lindung Strategis VI – 16 6.3.5 Kawasan Terbelakang VI – 17 6.3.6 Kawasan Perbatasan Negara VI – 21

Daftar Tabel …,

Page 6: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 vi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Hal.

II.1 Luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di Rinci Perkabupaten Tahun 2004

II – 3

II.2 Sistem Drainase di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur II – 5

II.3 Sungai Yang Menimbulkan Rawan Banjir di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2004

II – 6

II.5 Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

II – 12

II.6 Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara Timur Tahun 2003

II – 13

II.7 Distribusi Persentase PDRB Nusa Tenggara Timur Atas Harga Berlaku Tahun 2000 – 2003

II – 14

II.8 Laju Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur Tahun 2000 – 2003 II – 15

II.9 PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia Tahun 200 – 2003 II – 16

II.10 Pendapatan Regional Perkapita Nusa Tenggara Timur dan Pendapatan Nasional Perkapita 2000 – 2003

II – 16

II.11 Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan PDRB Nusa Tenggara Timur

II – 16

II.12 Luas Wilayah Potensial Menurut Kecocokan Umum Pengembangan Komoditas Pangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur

II – 17

II.13 Luas Areal Panen Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

II – 19

II.14 Produksi Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

II – 20

II.15 Komoditi Unggulan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

II – 20

II.16 Potensi Lahan Basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 II – 21

II.17 Populasi Peternakan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2002 II – 22

II.18 Luas Areal, Produksi dan Productivitas Komoditi Perkebunan di Propinsi Nusa Tenggara Timar Tahun 2004

II – 23

II.19 Luas Padang Pengembalaan di Kabupaten se-NTT II – 25

II.20 Produksi Perikanan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2001

II – 26

II.21 Rata-rata Produksi Perikanan, Potensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan di Nusa Tenggara Timur

II – 26

II.22 Jumlah Volume dan Nilai Ekspor Perikanan II – 27

II.23 Jenis Mineral dan Penyebarannya di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timar Tahun 2004

II – 28

II.25 Keunggulan Produk Wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur II – 25

II.26 Realisasi Penerimaandan Pengeluaran Daerah NTT 2000 – 2003 II – 32

IV.1 Kriteria Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV – 3

Page 7: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 vii

Tahun 2004

IV.2 Presentase Luas Kawasan Lindung menurut Kelompok Pulau di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

IV – 5

IV.3 Keriteria Penetapan Kawasan Budidaya IV – 11

IV.4 Rekapitulasi Kawasan Budidaya di Propinsi Nusa Tenggara Timur IV – 15

IV.5 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Timor IV – 15

IV.6 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Flores IV – 16

IV.7 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah pada SWS Sumba IV – 16

IV.8 Kawasan dan Indikasi Kegiatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai Tahun 2020

IV – 18

IV.9 Satuan Wilayah Pengembangan Pesisir Laut Terpadu di Propinsi Nusa Tenggara Timar samapai tahun 2020

IV – 20

IV.10 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020

IV – 21

IV.11 Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020

IV – 23

IV.12 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020

IV – 24

IV.13 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Propinsi Nusa Tenggara Timar samapai Tahun 2020

IV – 24

IV.14 Sistem Pengembangan Kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020

IV – 27

IV.15 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Jalan dan Perhubungan Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020

IV – 30

IV.16 Rencana Pengembangan Status Pelabuhan Laut di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020

IV – 33

IV.17 Rencana Pengembangan Bandar Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur samapai Tahun 2020

IV – 36

IV.18 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumber Daya Air dan Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020

IV – 37

IV.19 Arahan Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020

IV – 40

IV.20 Kawasan Cepat Tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020

IV – 41

IV.21 Kawasan Lindung Strategis di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020 IV – 42

IV.23 Perkiraan Jumlah Penduduk Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020 IV – 50

VI.1 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Pangan dan Horticultura di propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020

VI – 3

VI.2 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Perkebunan dan Hutan Produksi di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020

VI – 5

VI.3 Indikasi Kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI – 7

VI.4 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumber Daya Air dan Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI – 8

Page 8: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 viii

VI.5 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI – 10

VI.6 Indikasi Kegiatan Prioritas Infrastruktur di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI – 10

VI.7 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri dai Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai

VI – 11

VI.8 Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI – 13

VI.9 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI – 14

VI.10 Kota Pusat Kegiatan dan Fungsi Utamanya di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI – 14

VI.11 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertanian terpadu di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

VI – 18

VI.12 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020

VI – 18

VI.14 Indikasi Kegiatan Prioritas kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timar sampai 2020

VI – 20

Daftar Peta …,

Page 9: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 ix

DAFTAR PETA

Nomor Judul Peta

II.1 Wilayah Administrasi Propinsi Nusa Tenggara Timur

II.2 Kondisi Geologi Propinsi Nusa Tenggara Timur

II.3 Hidrologi Propinsi Nusa Tenggara Timur

II.4 Pola Penggunaan Lahan

IV.1 Rencana Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya

IV.2 Rencana Kawasan Hutan

IV.3 Satuan Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut

IV.4 Pariwisata dan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.5 Potensi Pertambangan dan Energi di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.6 Pusat Kegiatan Nasional dan Pusat Kegiatan Wilayah

IV.7 Kota-kota Pantai di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.8 Jaringan Transportasi Darat di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.9 Jaringan Transportasi Penyeberangan di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.10 Jaringan Transportasi Laut Perintis di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.11 Jaringan Transportasi Feri Cepat di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.12 Jaringan Transportasi Udara di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.13 Kawasan Daerah Irigasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur

IV.14 Kawasan Prioritas di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Page 10: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 I - 1

BBBAAABBB... III PPPEEENNNDDDAAAHHHUUULLLUUUAAANNN

1.1. LATAR BELAKANG Rencana Tata Ruang sebagai manifestasi acuan pelaksanaan pembangunan

wilayah mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan daerah mengingat fungsi-fungsinya, antara lain : a. sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, wilayah Propinsi dan wilayah

Kabupaten/Kota; b. sebagai matra ruang dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); c. sebagai dasar kebijaksanaan pokok tentang pemanfaatan ruang Daerah; d. mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta

keserasian antar sektor; e. sebagai arahan lokasi investasi yang dilakukan Pemerintah, masyarakat dan swasta;

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) sebagai acuan pembangunan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan harus mampu memperkirakan perkembangan yang akan datang dengan mempertimbangkan daya dukung lahan, potensi sumber daya yang ada, berikut batasan dan kendala yang dihadapi. Demikian juga dengan perkembangan kondisi sosial ekonomi yang berkembang sangat dinamis karena adanya pengaruh faktor-faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh politik dan/atau ekonomi regional, nasional dan atau internasioanal terhadap suatu wilayah/daerah. Sedangkan faktor internal dapat berupa pergeseran nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat, peningkatan kemampuan masyarakat, aspek sosial-ekonomi dan perkembangan ekonomi suatu wilayah/daerah. Berdasarkan aspek-aspek tersebut terdapat beberapa perubahan kebijakan Nasional dan regional yang berpengaruh terhadap Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi yang akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) 2006 – 2020 diantaranya yaitu : a. Terbentuknya Negara Timor Leste yang berdampak terhadap wilayah Propinsi Nusa

Tenggara Timur yang berbatasan darat dan tambahan wilayah berbatasan laut; b. Adanya pemekaran Kota/Kabupaten yaitu: Kota Kupang dari Kota Administratif Kupang,

Kabupaten Lembata, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Manggarai Barat dan dalam proses pengusulan yaitu Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Nagakeo;

c. Adanya kebijakan perubahan status beberapa hutan cagar alam menjadi Hutan Taman Nasional (HTN);

d. Adanya perubahan kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menetapkan kota-kota Nasional, regional dan lokal;

e. Adanya perubahan kebijakan dalam pengelolaan Potensi Sumberdaya Alam pesisir dan laut melalui Gerakan Masuk Laut (GEMALA);

f. Adanya usulan perubahan status jalan dari jalan Kabupaten, Propinsi dan jalan non status ke jalan Nasional;

g. Adanya kebijakan kebijakan Nasional tentang pengembangan Pulau-Pulau Kecil dan Pulau terluar wilayah Nasional;

h. Adanya pengembangan wilayah resetlement baru untuk masyarakat eks pengungsi Timor Timur yang cukup besar di Timor Barat;

i. Adanya pembangunan prasarana wilayah yang cukup vital yang berdampak pada perubahan fungsi-fungsi ruang antara lain; pembangunan Bendungan Tilong, pembangunan Bendungan Benanain, pembangunan Mall Flobamora, rencana pembangunan PLTG Mataloko, Pembangunan KAPET Mbay di Flores dan lainnya.

1.2. KEDUDUKAN

Rencana Tata ruang sebagi wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan sebagaimana diarahkan dalam Undang-undang Nomor : 24 Tahun 1999 Tentang Penataan Ruang (UUPR). Pengertian wujud struktural dan pemanfataan ruang ini menunjukan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Sedangkan Rencana Tata Ruang itu sendiri diartikan sebagai hasil perencanaan tata ruang, berupa strategi dan arahan

Page 11: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 I - 2

kebijakan dan memperuntukkan (alokasi) pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan ikatan fungsi lokasi terpadu bagi berbagai kegiatan. Menurut UUPR tersebut, Rencana Tata Ruang tersusun secara hirarkis, mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) untuk tingkat Propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) untuk wilayah kabupaten/kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) untuk bagian wilayah kabupaten/kota yang tidak masuk dalam kelompok wilayah perkotaan, serta Rencana Tata Ruang yang lebih rinci.

Berdasarkan hal tersebut, maka Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 merupakan wujud Penyempurnaan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Nusa Tenggara Timur 1994-2006 yang akan menjadi pedoman dalam proses pembangunan untuk mencapai suatu pemanfataan ruang secara optimal, berkualitas, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan. Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : a. Merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah

Nasional; b. Acuan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten/Kota; c. Pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang Daerah.

1.3 SISTEMATIKA RENCANA TATA RUANG Sistematika Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : Bab. I Pendahuluan; Bab. II Gambaran Umum Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Bab. III Kebijakan Rencana Struktur dan Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa

Tenggara Timur; Bab. IV Arahan Pengembangan Rencana Struktur dan Pola Tata Ruang Wilayah Propinsi

Nusa Tenggara Timur; Bab. V Mekanisme Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Bab. VI Indikasi Program Pembangunan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa

Tenggara Timur 2006-2020.

Page 12: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 1

BBAABB.. IIII GGAAMMBBAARRAANN UUMMUUMM

WWIILLAAYYAAHH PPRROOPPIINNSSII NNUUSSAA TTEENNGGGGAARRAA TTIIMMUURR 2.1. Letak Geografis Wilayah

Propinsi Nusa Tenggara Timur terletak di belahan Selatan Indonesia dan berdampingan dengan Benua Australia, membentang antara 80 – 120 Lintang Selatan (LS) dan 1180 – 1250 Bujur Timur (BT). Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 566 (lima ratus enam puluh enan ) pulau, 411 (empat ratus sebelas) pulau diantaranya sudah mempunyai nama dan 188 (seratus delapan puluh delapan) saat ini belum mempunyai nama. Dari seluruh pulau yang ada, 69 (enam puluh sembilan) pulau diantaranya telah berpenghuni sedangkan 530 (lima ratus tiga puluh) pulau belum berpenghuni.

Terdapat tiga pulau besar, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor, serta pulau Alor, Lembata dan Rote, dan selebihnya adalah pulau-pulau kecil yang letaknya tersebar. Dilihat dari letak geografis Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagian wilayahnya berbatasan dengan Negara Timor Leste, seperti Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Alor yang hanya dipisahkan oleh laut Sawu. Selain hal tersebut, wilayah propinsi ini dikelilingi oleh lautan yang tentunya terdapat wilayah-wilayah pesisir dengan karakteristik yang berlainan. Luas wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu untuk daratan seluruhnya 4.734.991 Ha ( 47.349,9 Km2) atau 2.50 % dari luas Indonesia, dan luas perairan 18.311.539 Ha. Secara fisik batas wilayah propinsi ini adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Flores - Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia (Negara Australia) - Sebelah Timur : berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Laut Timor - Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Sape (Propinsi Nusa Tenggara Barat) Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 15 (lima belas) Kabupaten dan 1 (satu) Kota sebagaimana Tabel II.1 dan Gambar II.1.

2.2 Kondisi Fisik Dasar 2.2.1 Topografi, Kemiringan Lereng dan Geologi

Ditinjau berdasarkan ketinggiannya, 48,78 % dari luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur berada pada rentang ketinggian 100 – 500 meter dari atas permukaan air laut atau sekitar 2.309.747 Ha. Sedangkan wilayah dengan ketinggian di atas 1000 m hanya sebagian kecinya saja, yaitu sebesar 3,65 %. Berdasarkan kemiringan tanahnya, Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur didominasi oleh tanah dengan kemiringan lereng 15 – 40 %. Bagian terbesar lainnya adalah tanah dengan kemiringan lebih dari 40%, yaitu sebesar 1.678.948 Ha atau 35,46% dari luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Besar kecilnya kemiringan lereng menentukan kemudahan penggarapan tanah dan dapat tidaknya alat mekanis digunakan dalam pengelolaan tanah. Selain itu kemiringan lereng ini juga mempengaruhi tingkat erosi.

Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur termasuk dalam kawasan Circum – Pasifik sehingga daerah ini, terutama sepanjang Pulau Flores, memiliki struktur tanah yang labil (sering terjadi patahan). Pulau – pulau seperti Pulau Flores, Alor, Komodo, Solor, Lembata dan pulau– pulau sekitarnya terbentuk secara vulkanik, sedangkan pulau Sumba, Sabu, Rote, Semau, Timor, dan pulau sekitarnya terbentuk dari dasar laut yang terangkat ke permukaan. Dengan kondisi ini maka jalur pulau – pulau yang terletak pada jalur vulkanik dapat dikategorikan subur namun sering mengalami bencana alam yang dapat mengancam kehidupan penduduk yang menetap di daerah tersebut.

Dibalik kondisi geologi tersebut ternyata propinsi ini memiliki berbagai macam deposit, baik mineral maupun sumber – sumber energi lainnya. Hampir 100 lokasi di daerah ini mengandung mineral dari sumber energi bumi/bahan bakar minyak, seperti di Pulau Sumba, Timor dan disepanjang pantai Flores bagian timur. Sumber energi dapat dikembangkan dari sungai-sungai besar, seperti Noelmina, Benanain, Aesesa dan sungai Kambaniru. Mineral yang terkandung di propinsi ini adalah: Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Emas (Au), Flourspor (Fs), Barit (Ba), Belerang (S), Posfat (Po), Zeolit (Z), Batu Permata (Gs), Pasir Kwarsa (Ps), Pasir (Ps), Gipsum (Ch), Batu Marmer (Mr), Batu Gamping, Granit

Page 13: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 2

(Gr), Andesit (An), Balsitis, Pasir Batu (Pa), Batu apung (Pu), Tanah Diatomea (Td) Lempung/Clay (Td). Sebaran struktur batuan geologi yang ada di wilayah propinsi ini, adalah : a. Batuan Silicic (acid) Rock (batuan berasam kersi asam), terdapat di Kabupaten Alor,

Kabupaten Lembata, sebagian besar Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, sebagian besar Kabupaten Ngada, sebagian Kabupaten Manggarai, sebagian besar Manggarai Barat dan sebagian kecil Kabupaten Kupang;

b. Batuan Matic Basic Rocks (batuan basa); c. Batuan Intermediate Basic (basa menengah); d. Batuan Pre Tertiare Undivideo (pra tersier tak dibedakan); e. Batuan Paleagene (pleogen); f. Alluvial Terrace Deposit and Coral Reets (alluvium undak dan berumba koral); g. Batuan Neogene (neogen); h. Batuan Kekneno Series (deret kekneno); i. Batuan Sonebait Series (deret sonebait); j. Batuan Sonebait and Ofu Series Terefolde (deret sonebait dan deret terlipat bersama); k. Batuan Ofu Series (deret ofu); l. Batuan Silicic Efusives (efusiva berasam kersik); m. Batuan Triassic (trias); n. Batuan Crystalline Shist (sekis hablur). Untuk lebih jelasnya keadaan kondisi geologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar II.2. Tabel II.1 ……….,

Page 14: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 3

Tabel II.1 Luas Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di Rinci Perkabupaten Tahun 2004

No Kabupaten /Kota Luas Wilayah (Km) Kecamatan Desa Kelurahan Jumlah

1. Sumba Barat 4.051,92 15 182 10 192 2. Sumba Timur 7.000,50 15 126 16 142 3. Kupang 5.898,26 22 164 22 186 4. Timor Tengah Selatan 3.947,00 21 203 12 215 5. Timor Tengah Utara 2.669,66 9 126 33 159 6. Belu 2.445,57 17 153 12 165 7. Alor 2.864,60 12 153 12 165 8. Lembata 1.266,38 8 112 5 117 9. Flores Timur 1.812,85 13 196 17 213

10. Sikka 1.731,92 11 147 13 160 11. Ende 2.046,62 16 152 20 172 12. Ngada 3.037,88 14 142 31 173 13. Manggarai 4.553,42 12 227 27 245 14. Rote Ndao 1.280,00 6 73 7 80 15. Manggarai Barat 2.582,98 5 116 5 121 16. Kota Kupang 160,34 4 - 45 45

N T T 47.349,90 197 2.272 287 2.559 Sumber: BPS Propinsi NTT

Page 15: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 4

2.2.2 Jenis dan Kemampuan Tanah

Adanya perbedaan iklim, cuaca geologi dan lain–lain menghasilkan adanya perbedaan jenis tanah yang terdapat di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai jenis tanah, keadaan kemiringan tanah, tekstur tanah, drainase tanah, dan tingkat erosi tanah. Berdasarkan jenis tanahnya, sebagian besar adalah tanah dengan jenis mediteran, yaitu seluas 2.415.420 Ha atau 51% dari luas Propinsi NTT, kemudian tanah kompleks seluas 1.527.569 Ha. Sedangkan sisanya memiliki jenis tanah latosol, grumusol, andosol, aluvial, dan legosol. Uraian di bawah ini hanya berupa uraian secara kualitas saja. 1. Pulau Timor

Jenis tanah di Pulau Timor adalah tanah – tanah kompleks dengan bentuk wilayah pegunungan kompleks, mediteran dengan bentuk wilayah daratan, latosol dengan bentuk wilayah plato/volkan. Tanah – tanah kompleks dengan bentuk wilayah pegunungan kompleks merupakan jenis tanah yang paling luas penyebarannya.

2. Pulau Sumba Tanah di Pulau Sumba terdiri dari jenis tanah mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan lipatan dan dataran serta bentuk wilayah volkan dan latosol dengan bentuk wilayah plato/volkan, Grumosol dengan bentuk wilayah pelembaban. Tanah mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan lipatan adalah merupakan jenis tanah yang paling luas penyebarannya, yaitu terletak di bagian Pulau Sumba memanjang dari barat ke timur.

3. Pulau Alor dan Pantar Jenis tanah di pulau ini adalah mediteran kambisol dengan bentuk tanah volkanik.

4. Pulau Flores dan Sekitarnya Tanah di Pulau Flores terdiri dari jenis tanah mediteran dengan bentuk wilayah pegunungan kompleks, latosol dengan bentuk volkan, andosol dengan bentuk wilayah volkan, aluvial dengan bentuk wilayah dataran. Tanah mediteran dengan bentuk wilayah volkan mempunyai penyebaran paling luas. Pulau Lembata, Adonara dan Solor mempunyai tanah dengan jenis mediteran dengan bentuk volkan, sedangkan pulau Rinca mempunyai tanah jenis mediteran dengan bentuk wilayah daratan dan pulau Komodo mempunyai jenis tanah – tanah kompleks dengan bentuk wilayah pegunungan.

2.2.3 Kedalaman dan Tekstur Tanah Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman efektif dimana akar – akar tanaman

masih dapat dengan leluasa mengambil unsur hara bagi pertumbuhannya. Pada umumnya kedalaman efektif tanah dapat di bagi menjadi 4 (empat) kelas, yaitu 0 – 30 cm, 30 – 60 cm, 60 – 90 cm dan >90 cm. Propinsi ini sebagian besar tanahnya memiliki kedalaman efektif tanah 0 – 30 cm, yaitu sebesar 40,94 % dari luas wilayah NTT atau seluas 1.938.403 Ha. Sedangkan kelas kedalaman 30 – 60 cm memiliki sebaran sebesar 25,06% dari luas wilayah atau sebesar 1.186.801 Ha, kelas 60 – 90 cm, sebesar 10,555 atau 499.707 Ha dan sisanya 21,03% atau 995.489 Ha memiliki kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm.

Tekstur tanah adalah kasar halusnya tanah yang ditentukan atau dinilai berdasarkan perbandingan fraksi – fraksi pasir, debu dan liat. Berdasarkan kandungan masing – masing fraksi tersebut dapat dibuat klasifikasinya, yang akan berpengaruh terhadap pengolahan pengelolahan tanah dan pertumbuhan tanaman, terutama dalam hal mengatur kandungan udara dalam rongga tanah dan persediaan serta kecepatan peresapan air di daerah tersebut. Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap umur lapisan tanah tersebut. Berdasarkan tekstur tanahnya, wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagian besar memiliki tekstur kasar, yaitu sekitar 47% dari luas total wilayah, tekstur sedang 39% dan tekstur halus 11,33%.

2.2.4 Drainase dan Erosi Tanah

Drainase tanah adalah kecepatan air berpindah dari suatu bidang tanah, baik berupa run off maupun peresapan air kedalam tanah. Drainase dibedakan ke dalam empat kelas, yaitu tergenang priodik, tergenang terus menerus, tidak pernah tergenang dan

Page 16: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 5

poros. Berdasarkan drainase, kondisi tanah di wilayah propinsi ini 96%-nya berdrainase tidak tergenang. Untuk lebih jelasnya kondisi drainase di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II-2. Berdasarkan tingkat erosi tanahnya, hampir 60% dari luas tanah di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ini mengalami erosi. Tanah yang tererosi ini banyak di jumpai pada tanah – tanah dengan jenis penggunaan tanah untuk ladang, alang–alang atau semak belukar dan memiliki kemiringan lereng di atas 40 %.

Tabel II.2

Sistem Drainase di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur

No Drainase Luas ( Ha ) %tase (%)

1. Tergenang periodik 53.597 1,14 2. Tergenang terus menerus 7.656 0,15 3. Tidak pernah targenang 4.558.359 96,27 4. Porous 61.728 1,15 5. Belum di ketahui 53.291 1,13

Jumlah 4.734.991 100.00

Sumber: RTRW Tahun 1992-2004/Disesuaikan

2.2.5 Iklim Keadaan iklim di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dikenal dengan 2 (dua)

musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada Bulan Juni – September arah angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret arah angin yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober – Nopember, walaupun demikian mengingat Nusa Tenggara Timur dekat dengan Australia, arah angin yang banyak mengandung uap air dari Asia dan Samudera Pasifik sampai di wilayah NTT kandungan uap airnya sudah berkurang yang mengakibatkan hari hujan di wilayah ini berkurang. Hal inilah yang menjadikan propinsi ini sebagai wilayah yang tergolong kering dimana 4 (empat) bulan (Januari s/d Maret, dan Desember) yang keadaannya relatif basah dan 8 (delapan) bulan sisanya relatif kering.

Suhu udara rata – rata maksimum berkisar pada 30 sampai 36 derajat Celcius dan rata-rata suhu minimum antara 21 derajat sampai 24,5 derajat Celcius, dengan curah hujan rata – rata adalah 1.164 mm/ tahun. Tingkat curah hujan ini berbeda – beda tiap daerah, seperti Wilayah Flores bagian barat, yang meliputi Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Ngada, merupakan daerah yang cukup basah, hal ini disebabkan curah hujan rata – ratanya lebih tinggi dari rata – rata total, yaitu 3. 849 mm/tahun. Dengan kondisi tersebut, maka daerah ini dapat dikatakan sangat cocok untuk pengembangan kawasan pertanian dan perkebunan yang berumur pendek. Salah satu unsur penting pembentuk iklim di atas adalah curah hujan. Curah hujan di Nusa Tenggara Timur sangat bervariasi. Keadaan curah hujan di wilayah ini pada umumnya sulit untuk diramalkan, datangnya hujan dan mulainya bulan kering kadang – kadang terlalu cepat dan kadang – kadang terlalu lambat.

2.2.6 Hidrologi

Secara umum keadaan hidrologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, terutama air permukaan, agak kurang. Hal ini disebabkan karena musim hujan dalam satu tahun hanya berlangsung selama 3 bulan. Kondisi ini mengakibatkan sulitnya eksploitasi sumber air permukaan oleh penduduk. Daerah Aliran Sungai (DAS) dibentuk dari beberapa sungai dan danau. Di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat 27 DAS dengan luas keseluruhan 1.527.900 Ha. Sungai yang terpanjang di wilayah Nusa Tenggara Timur adalah Sungai Benanain (100 Km), yang terdapat di Kabupaten Belu. DAS terluas adalah DAS Benain, seluas 329.841 Ha (21,58%), dan DAS terkecil adalah DAS Oka, seluas (0,27%). Selain data tentang keberadaan DAS tersebut di atas, juga terdapat data dan telah teridentifikasi sungai-sungai yang sering menimbulkan bencana alam banjir, yang dapat dilihat pada Tabel II.3. Gambaran kondisi hidrologi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar II.3.

Page 17: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 6

Tabel II.3

Sungai Yang Menimbulkan Rawan Banjir di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2004

NO

KABUPATEN/ NAMA SUNGAI

JENIS KERUSAKAN AKIBAT BANJIR

1. Kodya Kupang Sungai Oebobo

Meluapnya Sungai Gua Lordes, sehingga menggenangi 9 ( sembilan ) Wilayah Permukiman Perkotaan di Kota Kupang

Sungai Oesapa Kecil Sungai Oesapa Besar

Rusaknya Pantai dan Prasarana seperti : Kawasan Wisata Lasiana, Oesapa Besar ( 3 Km ) dan Tempat Ibadah ( Pura ) di Pantai Oeba, Pelabuhan Perahu.

Sungai Sefbano Sungai Namosain Sungai Dendeng

2. Kabupaten Alor Sungai Bone

Meluapnya Sungai Bone dan Buaona serta beberapa Sungai Lainnya yang mengakibatkan : hanyutnya 15 buah Jembatan, 144 rumah rusak, Jalan 5 Km , ratusan ternak, tergenangnya 1400 buah rumah.

Sungai Buona Terjadi kerusakan Pantai Kota Kalabahi 1 KM Sungai Bukapiting Sungai Waesika

Rusaknya Bendung dan Saluran Induk DI Bukapiting (365 Ha), DI Waesika ( 250 Ha ), DI Kamot ( 200 Ha ) dan terancam Rusaknya Embung Lantoka.

Sungai Kamot 3. Kabupaten Belu Tergenangnya komplek Pasar dan Pertokoan Kota Atambua Sungai Benanain Terancam Jalan dan Jembatan Baukama Sungai Motaderok Pemukiman, Sawah, Perkebunanan tergenang Sungai Talau Daerah Irigasi (±900 Ha) dan Batas Wilayah Negara Sungai Baukama Sungai Malibalak

Rusaknya sayap Bendung dan Saluran Primer Daerah Irigasi Haikesak, Daerah Irigasi Holeki / Haleleki, Motadelek, Weliman

Sungai Rusan Tergenagnya Areal Sawah dan ladang 5000 Ha, 2200 KK ( DI Malaka / Besikama ), Ancaman terhadap Jembatan dan jalan raya Sungai Benanain

4. Kabupaten Timor Tengah Utara Kerusakan pada Bendung dan Saluran Induk DI. Nain, Ponu, Mauritsu dan Daerah Irigasi Haekto

Sungai Nain Sungai Ponu

5. Kabupaten Timor Tengah Selatan Sungai Noelmina

Kerusak Free Intake, Bendung dan Saluran Induk DI. Linamnutu, Bena, Oebobo, Noemeto, Muke, Koa, Tuasene, Tepas, Nenas dan Baus

Sungai Muke Sungai Tomutu Sungai Baus

6. Kabupaten Kupang Tergenangnya komples Pengungsi Tim – Tim dan Angkatan Darat Naibonat, Tuapukan dan Tarus.

Sungai Manikin Genangan kawasan permukiman dan kawasan persawahan Sungai Nunkurus Sungai Oepoli Sungai Amabi

Rusaknya Bendung dan Saluran Primer DI. Nifoloam, DI. Babau, DI. Air Bak, DI. Detamanu, DI. Manikin, DI. Manumuti, DI. Manubulu, DI. Lokopehapo, DI. Netemenanu, Rusaknya Spillway Embung Babau, Sumlili, Oemasi, Oeltua

Sungai Nifoluam Sungai Manubulu Sungai Ledeana

7. Kabupaten Manggarai Tergenangnya sawah pemukiman Kecamatan Mborong, Kota Labuhan Bajo, Kota Reo.

Sungai Waebobp Rusaknya Bendung dan Saluran Primer DI. Mborong, DI. Waemese, DI. Air Lembor.

Sungai Waepesi Sungai Waemese

8. Kabupaten Ngada Tergenangnya Kota Mbay dan sawah DI. Mbay 1000 Ha, DI. Anakoli Sungai Aisesa Rusaknya DI. Tiwubele, Kuruboko, Sua, DI. Panondiwal dan DI.

Hobotopo Sungai Anakoli Sungai Waewutu

Sungai Kolpenu 9. Kabupaten ENDE Sungai Wolowona

Kerusakan pada Bendung dan Saluran Induk DI. Dettusoko, DI. Ekoleta, DI. Mautenda I, II, III, IV dan VIII, DI. Wolo feo DI. Wolowaru dan DI. Ratebobi

Sungai Loworea Sungai Nangapanda Sungai Wolowaru Sungai Ndondo

10. Kabupaten Sikka Kerusaknya Pantai Kota Maumere, Bola. Sungai Kaliwajo Tergenangnya Bandar Udara Waeoti dan Maumere.

Page 18: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 7

NO

KABUPATEN/ NAMA SUNGAI

JENIS KERUSAKAN AKIBAT BANJIR

Sungai Ijura Rusaknya DI. Nebe, Kolesia, Pruda, Kali Wajo, Ijura dan DI. Koro Sungai Waeoti Sungai Nebe Sungai Waegete Sungai Manunaing Sungai Waerklau Sungai Batikwaer

11. Kabupaten Flores Timur Rusaknya Bendung dan saluran Primer DI. Konga, DI. Waekomo Sungai Lembata Sungai Konga Sungai Waekomo

12. Kabupaten Sumba Timur Sungai Kambaniru

Rusaknya Tanggul, Sayap dan Saluran Primer DI. Kambaniru, DI. Melolo, DI. Petawang, DI. Mataiyang, dan DI. Mangili

Sungai Payeti Sawah tergenang, Permukiman tergenang. Sungai Melolo Sungai Petawang Sungai Tawui Sungai Kadaha

Sumber: Bappeda Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004 2.2.7 Flora dan Fauna

Jenis flora di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi menurut jenis dan tingkat keragamannya, yaitu jenisnya flora yang berhubungan dengan faktor lingkungan. Tipe hutan yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah tipe hutan hujan dan hutan payau. Tipe hutan hujan terdapat di puncak-puncak gunung yang beriklim basah seperti di Gunung Mutis, Timau dan Lakaan. Sedang hutan payau terdapat di bagian pantai pulau Timor, antara lain terdapat di Atapupu dan Bena. Berdasarkan tipe hutan tersebut, terdapat jenis flora antara lain: Hue (Eucalytus alba), Pilang (Acacialeocophloea), Linggua (Pterrocarpus indukus), Asam (Tamarindus indica), Bungur (Lagerstromeia speciosa), Cendana (Santalum album), Tekik (Albizzia saponaria), Lanan (Dysoxylum spesiosum), Leban (Vitex pubesceusn), Wangkal (Albizzia procera), Bentawes (Wrightiaa calycina), Delinsem (Homalium tomentosum), Pulai (Alstonia scholaris), Kesambi (Schileiceira aleosa), Bidara (Zizyphus timorensis), Ampupu (Eucalyptus urophylla).

Jenis tumbuhan yang tumbuh pada kelompok hutan bagian yang bertipe hujan adalah : Kolaka (Parinaria Crymbosum), Medang (Cinnamomum Burnanii), Membacang (Mangifera Longipes), Lanan (Dysoxyhum Canlostachyum), Kaai (Pametia Tomentosa), Jenitri (Elacoecopus Imbricatus), Jamujun (Padocarpus Imbricatus). Jenis flora yang tumbuh pada hutan payau adalah jenis bakau (Rhizopana spp) dan jenis lain Bruguiera spp. Vegetasi yang berbentuk savana terdiri dari Borassus Flabellifer, Casuarina junghuhniana, Acasia leucaphloea, Eucalyptus alba dan Zizyphus Mauritamia. Sedangkan vegetasi berbentuk padang rumput terdapat di berbagai lokasi, baik di luar maupun di dalam kawasan hutan. Kelompok hutan yang memiliki padang rumput luas adalah Mutis, Timau, Bifemnasi, Sanmahole, Lakaan, Mandeau dan Laob Tunbesi. Pohon Cendana (Santalun album) merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi

yang cukup tinggi. Pada saat sekarang jumlah pohon cendana di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sudah berkurang, hal ini sangat mempengaruhi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu keberadaan pohon ini banyak menimbulkan permasalahan di masyarakat, seperti terjadinya penebangan liar yang akan diperjualbelikan secara ilegal;

Jenis fauna yang terdapat di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu jenis mamalia, aves, reptilia, amphibi dan ikan. Pada umumnya dari beberapa fauna tersebut sifat hidup kebanyakan di dalam hutan. Dari data tahun 1999 tercatat ± 190 spesies aves, 56 spesies mamalia, 71 spesies reptilia, sedangkan jenis amphibi dan ikan jumlah spesiesnya belum diketahui;

Jumlah spesies aves yang dilindungi karena kelangkaannya ± 31 spesies dan ± 34 spesies mendapat quota, antara lain jenis Kakatua jambul putih, Betet, Bayam Kelapa,

Page 19: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 8

Perkici Kupang, Perkici Dada Kuning, Betet Timor, Srindit Flores, Cucak Rawa, Parkit Timor dan Decu;

Jenis mamalia terdiri dari 56 spesies, diantaranya 22 spesies yang dilindungi karena jenis tersebut merupakan langka, namun belum tergolong sebagai spesies yang hampir punah. Dari jumlah tersebut terdapat 3 species yang mendapat quota penangkapan karena tidak dilindungi yaitu Bajing Kelapa, Kalong dan Mencit;

Dari 71 spesies reptilia terdapat 7 spesies yang dilindungi karena jenis tersebut merupakan jenis langka dan tergolong sebagai spesies yang hampir punah. Jenis yang dilindungi seperti Komodo sering disumbangkan bagi pengisi Kebun Binatang. Dengan demikian terdapat 64 spesies yang tidak dilindungi dan 19 spesies dari yang tidak dilindungi tersebut dapat ditangkap secara bebas.

2.2.8 Kondisi Laut dan Pesisir

Karakteristik laut dan pesisir setiap pulau yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur pada umumnya tidak sama, hal ini disebabkan oleh tipe lautan dan kondisi topografi setiap pesisir. Dilihat dari posisi wilayahnya yang berbatasan dengan Australia dan dipisahkan oleh laut lepas, akan sangat berpengaruh terhadap kondisi perairan dan pesisir pantainya. Saat ini garis pantai dipergunakan antara lain untuk penangkapan ikan, budidaya laut (teripang, mutiara, rumput laut, penampungan ikan hidup), penangkapan nener dan penangkapan ikan hias serta wisata bahari. Lokasi yang potensial untuk budidaya laut meliputi Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Ngada dan Sumba Timur.

Sumber daya pesisir dan laut di NTT sangat beraneka ragam sehingga memberikan peluang ekonomis yang cukup tinggi untuk kegiatan perikanan, pariwisata bahari serta jasa–jasa lingkungan laut. Sumberdaya alam pesisir dan laut yang terdapat di wilayah NTT adalah sebagai berikut : 1. Perikanan Tangkap

Potensi sumber daya ikan laut Propinsi NTT, berdasarkan hasil survey Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut pada tahun 1999, cukup besar yaitu sekitar 365,7 metrik ton/tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 292,2 metrik ton/tahun sedangkan tingkat pemanfaatan baru sekitar 30 %. Potensi perikanan laut terdiri dari: (a) Ikan pelagis besar meliputi Tuna, Cakalang, Paruh Panjang, Tongkol, Tenggiri; (b) Ikan pelagis kecil meliputi Tembang, Teri, Terbang, Kombong, Layang, Selar, (c) Ikan demersal meliputi Kakap, Bambangan, Lencam, Pari dll, (d) Udang yang meliputi Lobster, dan jenis udang Penaid, (e) Cumi-cumi, dan (f) Ikan karang seperti Kerapu, Beronang dan Ekor Kuning. Jenis Ikan Pelagis Kecil, berpotensi besar dan bernilai ekonomis tinggi adalah

Kembung, Lemuru, Teri, Laying, Terbang dan Selar. Ikan-ikan Pelagis Kecil ini terutama dipasarkan untuk konsumsi lokal, sebagian untuk pasar regional dan umpan hidup penangkapan Ikan Pelagis Besar.

Jenis Ikan Pelagis Besar, antara lain terdiri dari Cakalang, Tongkol, Tuna Madidihang; Mata Besar, Albacore dan Cucut. Ikan Pelagis Besar merupakan hasil perikanan laut utama yang diekspor. Ikan Pelagis Besar banyak terdapat di perairan laut dalam. Semua jenis Tuna hampir terdapat di perairan Nusa Tenggara Timur, terkecuali Tuna Sirip Biru Utara (Thunnus Thynnus) dan Tuna Sirip Biru Selatan (Thunnus Atlanticus).

Jenis Ikan Demersal, Ikan-ikan Demersal merupakan kelompok ikan yang tinggal di dasar atau dekat dasar perairan. Ikan Demersal tersebar di seluruh perairan dengan kecenderungan kepadatan populasi dan potensi yang tinggi pada daerah sekitar pantai. Ikan Demersal menurut kategori nilai ekonomis terdiri dari kelompok utama sebanyak 24 % (Kerapu, Bambangan, Bawal Putih, Kakap, Manyung, Kuwe dan Nomei) kelompok komersial kedua sebanyak 17 % (Bawal Hitam, Gerot-gerot, Cucut), kelompok komersial ketiga 37 % (Pepetek, Beloso, Mata Merah, Kerong-kerong, Gabus Laut, Besot dan Sidat) dan kelompok Ikan Rucah sebanyak 22 % (Srinding, Lidah, Sebelah, Kapas-kapas, Wangi Batu dan Kipper). Jenis-jenis Ikan Demersal tersebar di seluruh perairan Nusa Tenggara Timur terutama sepanjang pantai utara Flores, perairan pulau-pulau kecil dan

Page 20: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 9

kawasan perairan terumbu karang, ikan-ikan demersal ini dijual untuk konsumsi domestik dan pasar ekspor.

2. Udang – Kepiting. Jenis-jenis Udang Penaeid, Borong, Windu dan jenis Crustecea lain seperti Kepiting, Rajungan merupakan komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan banyak terdapat di Kabupaten Kupang, Ngada, Belu, Alor dan Flores Timur. Komoditas kelompok ini umumnya ditangkap dengan perangkap (bubu) dan jaring.

3. Komoditas Perikanan Jenis Lainnya. Hasil perikanan lain seperti Cumi-cumi, Kerang-kerangan, Teripang, Ikan hias laut dan Rumput Laut merupakan komoditas bernilai ekonomis tinggi juga. Cumi-cumi banyak terdapat di Kabupaten Manggarai, Flores Timur, Sumba Timur, Ende dan Ngada. Kerang-kerangan terutama Kerang Mutiara hasil budidaya, Batu Loa, Japing-japing dan Mata Tujuh (Abolan) merupakan komoditas berpotensi untuk dipasarkan. Kerang-kerangan kecuali Mutiara, Teripang dan Rumput Laut terdapat pada sebagian besar perairan Nusa Tenggara Timur, sedangkan Mutiara, sebagai induk alam budidaya, terdapat di perairan Kabupaten Kupang, Flores Timur, Alor, Lembata, Sikka dan Manggarai. Potensi lainnya adalah budidaya laut yang mulai dikembangkan di pantai pulau-pulau di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Panjang pantai keseluruhan mencapai 5.700 Km memiliki kualitas perairan pantai relatif masih baik. Dasar pantai umumnya berpasir dan ditumbuhi karang sampai berlumpur bercirikan tanaman Mangrove dan bentuk pantai yang berteluk serta terlindungi.

4. Perikanan Budidaya Termasuk Darat. a. Budidaya Laut. Potensi pengembangan budidaya laut diperkirakan sekitar 5.150

Ha, dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 8,74% atau sekitar 450 Ha. Jenis produksi dan sebarannya adalah sebagai berikut : Mutiara : pengembangan usaha budidaya mutiara terdapat pada lokasi - lokasi

perairan pantai di Kabupaten Sumba Timur, Ende, Alor, Flores Timur, Lembata, Manggarai dan Ngada;

Rumput laut : potensi pengembangan budidaya rumput laut pada lokasi-lokasi; perairan pantai di Kabupaten Belu, Kupang, Sumba Timur, Timor Tengah Utara, Ngada, Pantai Utara Kabupaten Ende, Lembata, Tanjung Karoso Bangedo, Kabupaten Manggarai, Pulau Pemana, Pantai Pulau Damhila, Perairan Pantai Pangabatang (Sikka);

Teripang : potensi pengembangan usaha budidaya teripang terdapat pada lokasi-lokasi perairan di Pantai Utara dan Selatan Ngada, Manggarai, perairan Pantai Utara Kabupaten Sikka, perairan Pantai Kabupaten Flores Timur dan Alor.

b. Budidaya Tambak. Lahan yang tersedia adalah 35.455 Ha dan lahan yang telah diusahakan adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan baru 1,23 % dengan produksi : Bandeng 463,4 ton, Belanak 39,9 ton dan Udang Windu 275,8 ton dan potensi tambak garam yang baru sebagian kecil dimanfaatkan.

c. Budidaya Kolam. Lahan yang tersedia 8.375 Ha dan yang telah diusahakan adalah 284,5 Ha atau tingkat pemanfaatan lahan baru 3,40 % dengan kemampuan produksi : Ikan Mas 91,6 ton, Mujair 53,9 ton, Tawas 23,0 ton dan Nila produksi 49,5 ton.

d. Budidaya Ikan di Sawah (Mina Padi). Lahan yang tersedia 185 Ha dengan tingkat pemanfaatan lahan baru 75 % atau seluas 138,7 Ha. Kemampuan produksi yaitu : Ikan Mas 10,6 ton, Nila 5,2 ton dan Lele 1,5 ton.

e. Hutan Mangrove. Potensi Hutan Mangrove di NTT cukup besar, hasil survey Dinas Kehutanan yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi pada tahun 1995 berhasil mengidentifikasi 11 Species Mangrove di Pulau Timor, Rote, Sabu dan Semau dengan luas 19.603,12 Ha dan 17.251,71 Ha di Pulau Flores dan Solor. Luas Hutan Mangrove di Sumba Timur sekitar 15.000 Ha dengan jumlah tegakkan yang telah diidentifikasi seluas 1.359 Ha.

f. Terumbu Karang. Perairan NTT diperkirakan memiliki 160 jenis terumbu karang dari 15 famili dengan 350 jenis ikan yang mendiaminya. Lokasi penyebaran terumbu karang di NTT disekitar wilayah Teluk Kupang, Teluk Maumere, Riung 17

Page 21: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 10

Pulau, Pantai Utara, Timur dan Selatan Pulau Sumba, Alor, Lembata dan Labuan Bajo.

g. Mineral. Perairan Nusa Tenggara Timur mempunyai potensi mineral yang potensial di perairan, seperti cadangan minyak, batu gamping dan lainnya.

2.3 Pola Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dibedakan atas pola dan struktur pemanfaatan lahan serta status penggunaan lahan. Tinjauan ini dilakukan untuk melihat penggunaan ruang yang terjadi hingga saat ini di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.

2.3.1 Pola dan Struktur Pemanfaatan Lahan Pola dan struktur pemanfaatan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur di

pengaruhi oleh kondisi alam dan jenis kegiatan di setiap Kabupaten/ Kota. Pada umumnya lahan yang ada sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar masih didominasi lahan kering dan dan hanya sebagain kecil lahan untuk kegiatan pertanian lahan basah (sawah) meliputi potensi seluas ± 284.103 Ha. Secara garis besar penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diuraikan perkawasan sebagai berikut : 1. Kawasan Non Budidaya, antara lain :

Hutan Lindung : - Kawasan yang memberikan perlindungan bawahannya; - Kawasan yang memberikan perlindungan setempat.

Suaka Alam dan Cagar Alam; Cagar Budaya.

2. Kawasan Budidaya, antara lain : Kegiatan Pertanian; lahan kering dan lahan basah; Kegiatan Peternakan; Kawasan Perikanan; Kawasan Perindustrian; Kawasan Pertambangan; Kawasan Pariwisata; Kawasan Permukiman : Perkotaan - Perdesaan.

3. Pengembangan sarana dan prasarana. Untuk lebih jelasnya luasan pola penggunaan lahan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II.5 dan Gambar II.4.

2.4 Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan 2.4.1 Jumlah dan Perkembangan Penduduk

Penduduk Nusa Tenggara Timur menurut hasil registrasi penduduk tahun 2003 (Tabel II.5) berjumlah 4.088.058 jiwa, dengan kepadatan 86,58 jiwa/kilometer persegi. Bila dilihat penyebarannya dari total penduduk NTT, yang terbesar berada di Kabupaten Manggarai (16,08%), disusul Kabupaten Timor Tengah Selatan (10 %), Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Belu. Sedangkan tingkat penyebaran penduduk yang paling sedikit berada pada Kabupaten Lembata (2,42%). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, laju pertumbuhan periode 1990 - 2000 sebesar 1,6%/tahun. Keadaan ini sudah menurun jika dibandingkan dengan dua periode sebelumnya, dimana pada periode 1971 - 1980 laju pertumbuhan sebesar 1,95%/tahun, dan periode 1980 - 1990 sebesar 1,79%/tahun.

2.4.2 Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten Kepadatan penduduk terbesar di Kota Kupang (1.731,93 jiwa/km2) dan terendah di

Kabupaten Sumba Timur (28,31 jiwa/km2). Kabupaten lain yang juga cukup padat penduduknya (di atas 100 jiwa/km2) adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Belu, Flores Timur, Sikka dan Ende. Sedangkan kabupaten sisanya kepadatan penduduknya berkisar 56 – 90 jiwa/km2.

Page 22: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 11

2.4.3 Struktur Penduduk Struktur penduduk meliputi tinjauan penduduk berdasarkan komposisinya menurut

umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan dan ketenagakerjaan. Sebagian besar penduduk Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 berada dalam kelompok usia 15 – 54 tahun, yaitu sekitar 52,72% dari total penduduk propinsi. Bila melihat struktur penduduk menurut jenis kelaminnya, secara umum jumlah penduduk wanita (50,82%) relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk pria (49,18%). Pada tahun 2002 sebagian besar penduduk Nusa Tenggara Timur memeluk agama Katolik (54,91%). Dilihat dari tingkat pendidikannya, tercatat sampai tahun 2002 jumlah penduduk yang tidak/belum tamat SD sebesar 44,47% dan 33,85% sudah tamat SD dan sisanya minimal telah menamatkan pendidikan sampai SLTP. Pada tahun 2002, jumlah angkatan kerja sebesar 1.878.387 jiwa (48% dari total penduduk), yang terdiri dari 126.135 jiwa sedang mencari pekerjaan dan 1.752.252 jiwa telah bekerja. Jika dilihat struktur penduduk menurut lapangan perkerjaannya, maka dalam tahun 2002 sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian (78,68%) diikuti sektor perdagangan, angkutan, keuangan dan jasa (15,02%) serta sektor pertambangan, industri dan listrik menyerap sekitar 6,28%. Jumlah Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk dapat dilihat pada Tabel II.6.

2.5 Kondisi Perekonomian 2.5.1 Perkembangan Struktur Ekonomi

Berdasarkan perkembangan peranan masing-masing sektor ekonomi dalam kurun 2000 – 2003 seperti disajikan pada Tabel II.5 dapat dilihat bahwa sektor-sektor ekonomi yang dominan dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur adalah sektor pertanian, sektor hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Peranan dari ketiga sektor ini pada kurun 2000 – 2003 merupakan yang terbesar yaitu sekitar 88,34 % dari seluruh PDRB Nusa Tenggara Timur masing-masing tahun pada kurun waktu tersebut. Meskipun cenderung terus menurun peranannya dalam kurun 2000 – 2003, namun sektor pertanian masih merupakan yang paling besar sumbangannya terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2000 peranan nilai tambah bruto sektor pertanian sebesar 43,36 % dari seluruh nilai PDRB harga berlaku. Peranan tersebut kemudian terus menurun hingga menjadi hanya sekitar 39,24 % pada tahun 2003. Gambaran ini memperlihatkan bahwa sektor pertanian meskipun cenderung melemah tetapi masih memegang peranan penting dalam perekonomian di wilayah ini. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan prospek yang cukup menggembirakan. Pada tahun 2000 peranan sektor ini sebesar 17,55 % terhadap perekonomian Nusa Tenggara Timur. Kemudian pada tahun 2001 peranan sektor ini sedikit menurun menjadi sebesar 17,51 %. Akan tetapi kembali meningkat pada tahun-tahun berikutnya, hingga akhirnya mencapai 17,93 % pada tahun 2003. Demikian halnya peranan sektor jasa-jasa dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur juga terlihat semakin meningkat pada kurun 2000 – 2003. Meskipun pada tahun 2000 sektor ini hanya mampu menyumbang 16,47 % terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur bahkan kedudukannya lebih rendah dan tergeser oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai penyumbang kedua terbesar setelah sektor pertanian, namun sejak diberlakukannya otonomi daerah sampai dengan tahun 2001 dan berlanjut hingga tahun 2003 sumbangan sektor ini terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur kembali menduduki urutan kedua terbesar dengan sumbangan sebesar 18,51% hingga 21,17 %. Uraian singkat tersebut memperlihatkan bahwa peran dominan sektor pertanian dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur tetap tidak bergeser pada kurun 2000 – 2003. Sedangkan untuk sektor dominan lain telah terjadi pergeseran posisi. Dominasi ketiga sektor tersebut secara gabungan terhadap perekonomian Nusa Tenggara Timur tampaknya cenderung menguat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kecilnya peranan sektor lain terhadap pembentukan PDRB Nusa Tenggara Timur dalam kurun 2000 – 2002 meskipun peranan sektor lain ini mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2003 menjadi 21,66 %.

Page 23: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 12

Tabel II-5 Pola Penggunaan Lahan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

PEMUKIMAN H U T A N PENGGUNAAN TANAH KHUSUS

NO

KABUPATEN /

KOTA PERU-

MAHAN

JASA

SA- WAH IRI-

GASI

SAWAH TADAH HUJAN

TEGA- LAN

LA-

DANG

KEBUN CAM-

PURAN

PERKE- BUNAN RAK- YAT

PERU- SAHA-

AN

KAWA- SAN

INDUS- TRI

LEBAT

BELU- KAR

SE-

JENIS

SEMAK BELU KAR

TANAH KO

SONG

TANAH RUSAK / TANDUS

PERAI RAN/

RAWA / DANAU

SA WAH PA

SANG SURUT

PA DANG RUM PUT

GALI AN

LAIN- LAIN-

JUMLAH KE- TERANGANAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

1 KUPANG 48225 6960 18018 11839 10069 658 44244 275656 72144 277755 1426 3733 110488 881215

2 TTS 5347 747 1700 84879 13718 1580 27038 108213 81605 1753 67846 47 394473

3 TTU 3748 500 1779 13716 9051 80 50641 81701 442 280 210 104822 266970

4 BELU 4856 6951 31155 5412 3582 650 32571 62555 593 10 96225 244560

5 ALOR 2165 130 493 18738 13026 1020 1490 78176 119438 1664 30 50100 286470

6 FLOTIM 1616 245 12 18438 17096 7542 14546 41406 17384 294 326 62377 181282

7 SIKKA 4430 1385 22325 16381 6020 2650 48724 2953 7 39 59106 164020

8 ENDE 1667 1800 1011 24210 13920 5404 40210 36866 11511 510 20 67531 204660

9 NGADA 2525 4180 2660 19899 19840 13930 14790 91500 186 134280 303790

10 MANGGARAI 3790 12800 10999 76238 55242 4382 123404 493 146670 20 1640 277962 713640

11 SUMBA BARAT 2760 8835 10286 27352 23846 1540 44610 21321 2050 6 269389 411995

12 SUMBA TIMUR 7305 16786 15712 7616 1846 66728 107092 870 208 217 466835 691215

13 KOTA KUPANG 2557 758 572 900 13095 145 18027

14 LEMBATA 726 48 4370 3082 8245 3584 423 28862 7872 17695 51731 126638

15 ROTE NDAO 1716 4785 8175 1660 53395 997 43412 4979 32335 339 1080 30540 183413

16 MANGGARAI BARAT Belum ada Data

TOTAL 93433 758 29237 65855 383225 16581 266857 52165 572 900 431424 904493 621973 328079 13095 7312 6985 1849232 47 145 5072368 Sumber : BPN Propinsi NTT

Page 24: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 13

Tabel II.6

Jumlah Penduduk, Luas Daerah Dan Kepadatan Penduduk Nusa Tenggara Timur 2003

No Kabupaten Laki-laki (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa)

Luas Daerah (km2)

Kepa-datan (jiwa/km2) % Kab. Thd NTT

1 Sumba Barat 196.190 190.367 386,557 4.454,72 86,77 9,58 2 Sumba Timur 102.251 95.935 198,186 7.000,50 28,31 4,91 3 Kupang 171.340 161.079 332,419 5.898,22 56,36 8,23 4 Timor Tengah Selatan 198.989 205.527 404,516 3.933,80 102,83 10,02 5 Timor Tengah Utara 88.785 89.133 177,918 2.655,28 67,01 4,41 6 Belu 161.396 170.016 331,412 2.725,08 121,62 8,21 7 Alor 82.583 86.382 168,965 2.864,64 58,98 4,19 8 Lembata 44.437 53.296 97,733 1.266,39 77,17 2,42 9 Flores Timur 102.166 113.710 215,876 1.812,85 119,08 5,15

10 Sikka 129.933 146.657 276,590 1.631,92 169,49 6,77 11 Ende 111.734 126.752 238,486 2.046,59 116,53 5,91 12 Ngada 118.098 126.144 244,242 3.100,42 78,78 6,05 13 Manggarai 237.763 243.716 481,479 6.136,40 103,27 16,18 14 Manggarai Barat 88.820 91.038 179,858 - - - 15 Rote Ndao 52.162 50.489 102,651 1280,10 80,19 2,54 16 Kota Kupang 128.256 122.941 251,170 160,34 1.731,97 6,22

NTT 2.014.903 2.073.155 4.088.058 47.349,90 86,58 100,00 Sumber : BPS NTT (Hasil SUSENAS 2003)

Page 25: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 14

2.5.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Setelah sempat terpuruk dengan pertumbuhan negatif pada tahun 1998,

perekonomian Nusa Tenggara Timur tampak kembali membaik dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Laju pertumbuhan pada kurun 2000 – 2003 memberi pertumbuhan positif dengan kecenderungan yang relatif menguat. Bermula pada laju pertumbuhan 4,17 % pada tahun 2000 meningkat hingga mencapai 5,96 % pada tahun 2002. pada tahun 2003 laju pertumbuhan Nusa Tenggara Timur sedikit melemah dengan pencapaian 5,87 %. Sektor jasa-jasa selalu menempati sektor dengan laju pertumbuhan paling tinggi pada kurun 2000 – 2003 yaitu berkisar antara 9.31 % sampai dengan 13,39%. Selain itu, peran sektor ini merupakan sektor yang memberi sumbangan kedua terbesar dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2003.

Sektor bangunan dan sektor pertambangan dan penggalian mnerupakan sektor yang mangalami kemunduran ekonomi paling parah pada tahun 1998 dengan pertumbuhan masing-masing sebesar minus 20,47 % dan minus 19,46 %. Akan tetapi pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 kedua sektor tersebut telah mampu bangkit dan mengalami pertumbuhan yang cukup menyakinkan. Pada kurun 2000 – 2003 pertumbuhan sektor bangunan adalah berkisar antara 0,48 % hingga 2,00 %, sedangkan pertumbuhan di sektor pertambangan dan penggalian berkisar antara 7,02 % hingga 2,50%. Keduanya memiliki pola yang serupa yakni cenderung memiliki pertumbuhan yang menguat antara tahun 2000 sampai 2002, kemudian sedikit mengalami penurunan pada tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor dominan langsung disamping sektor jasa-jasa pada kurun 2000 – 2003 ternyata juga cukup menggembirakan. Sektor pertanian terus mengalami pertumbuhan yang menguat mulai dari 2,35 % pada tahun 2000 hingga mencapai pertumbuhan sebesar 3,14 % pada tahun 2003. Sektor perdagangan, hotel dan restoran meskipun pertumbuhannya sedikit melemah menjadi sebesar 6,38 % pada tahun 2003, tetapi pertumbuhan ini tercipta setelah mengalami kenaikan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dari sebesar 4,18 % pada tahun 2000 hingga tumbuh sebesar 6,50 % pada tahun 2002.

2.5.3 Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita PDRB perkapita merupakan besaran yang menunjukkan rata-rata nilai PDRB untuk

setiap penduduk suatu wilayah. Ukuran ini secara kasar menunjukkan tingkat kemakmuran penduduk suatu wilayah. Dalam kurun 2000 – 2003, PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur telah mengalami pertumbuhan yang menggembirakan dapat lihat Tabel II.7. Pada tahun 2000 PDRB perkapita Nusa Tenggara Timur sekita 1,6 juta rupiah dan telah menjadi jumlah semula dengan jangka waktu 3 tahun.

Tabel II.7 Distribusi %tase PDRB Nusa Tenggara Timur Atas Harga Berlaku Tahun 2000 – 2003

LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003

1. Pertanian 43.36 42.07 40.49 39.24 a. Tanaman Bahan Makanan 24.36 23.72 23.02 22.22 b. Tanaman Perkenbunan 4.89 5.20 5.01 4.67 c. Peternakan 10.72 9.72 8.89 8.71 d. Kehutanan 0.32 0.29 0.29 0.28 e. Perikanan 3.07 3.14 3.28 3.36

2. Pertambangan & Penggalian 1.50 1.46 1.43 1.44 3. Pertambangan & Penggalian 1.95 1.85 1.87 1.89 4. Pertambangan & Penggalian 0.63 0.60 0.59 0.58

a. Listrik 0.38 0.34 0.31 0.29 b. Air Bersih 0.25 0.26 0.28 0.29

5. Bangunan / Konstruksi 7.56 7.33 7.14 7.21 6. Perdagangan, Hotel, Restoran 17.55 17.50 17.66 17.93

a. Perdagangan Besar & Eceran 16.95 16.94 17.11 17.39 b. Perhotelan 0.24 0.21 0.20 0.20

Page 26: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 15

LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003

c. Restoran / Rumah Makan 0.36 0.35 0.35 0.34 7. Pengangkutan Dan Komunikasi 7.60 7.42 7.39 7.45

a. Pengangkutan 6.67 6.47 6.41 6.38 1. Jalan Raya 5.05 4.80 4.67 4.51 2. L a u t 0.78 0.87 0.96 1.05 3. Sungai, Danau & Penyeberangan 0.06 0.06 0.07 0.07 4. Udara 0.16 0.14 0.13 0.14 5. Jasa Penunjang Pengangkutan 0.62 0.61 0.58 0.61 b. Komunikasi 0.93 0.95 0.98 1.07

8. Keuangan, Persewaan & Jasa 3.36 3.24 3.14 3.09 Perusahaan a. Bank 1.21 1.28 1.33 1.32 b. Lembaga Keuangan Bukan Bank 0.96 0.86 0.78 0.78 c. Sewa Bangunan 1.10 1.01 0.94 0.91 d. Jasa Perusahaan 0.09 0.09 0.09 0.08

9. Jasa - Jasa 16.47 19.52 21.23 21.17 a. Pemerintahan Umum 15.39 18.51 20.29 20.22 b. Swasta 1.08 1.01 0.94 0.95 1. Sosial Kemasyarakatan 0.69 0.60 0.53 0.54 2. Hiburan & Rekreasi 0.01 0.02 0.02 0.02 3. Perorangan dan Rumah Tangga 0.38 0.39 0.39 0.39

Produk Domestik Regional Bruto 99.98 100.99 100.94 100.00

Sumber : BPS NTT Ada sementara pihak yang beranggapan bahwa PDRB kurang tepat digunakan sebagai ukuran tingkat kemakmuran penduduk suatu wilayah. Argumen yang sering dikemukakan adalah bahwa pada kenyataannya nilai PDRB mencakup pula penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto (pajak tak langsung dikurang subsidi), yang tidak secara langsung dapat dinikmati oleh penduduk. Dengan demikian untuk melihat tingkat kemakmuran yang lebih mendekati kenyataan, seharusnya nilai penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto dikeluarkan terlebih dahulu dari PDRB. Ukuran baru yang diperoleh dengan cara inilah yang disebut sebagai pendapatan regional dan selanjutnya digunakan untuk menghitung pendapatan regional perkapita. Gambaran perkembangan pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur dan pendapatan nasional perkapita adalah seperti yang disajikan dalam Tabel II.8.

Tabel II.8 Laju Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur 2000 – 2003

(%)

No Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003

1 Pertanian 2.35 2.53 3.01 3.14

2 Pertambangan dan Penggalian 1.02 1.13 2.50 2.43

3 Industri Pengolahan 3.51 3.89 4.80 4.66

4 Listrik, Gas & Air Bersih 2.72 2.99 4.48 4.36

5 Bangunan 0.48 0.53 2.00 1.94

6 Perdagangan, Restoran, Hotel 4.18 4.52 6.50 6.38

7 Pengangkutan dan Komunikasi 4.29 4.64 6.76 6.86

8 Keuangan, Persewaan & Jasa 2.38 2.62 3.00 2.91

9 Jasa-jasa 9.31 12.39 11.79 10.83

Produk Domestik Regional Bruto 4.17 5.10 5.96 5.87

Sumber : BPS NTT

Page 27: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 16

Pendapatan regional perkapita Nusa Tenggara Timur pada tahun 2000 adalah sebesar 1,6 juta rupiah dan terus meningkat menjadi 2,2 juta rupiah pada tahun 2003. Sama halnya dengan gambaran PDRB perkapita, pendapatan regional perkapita NTT pun masih sangat rendah dibandingkan dengan pendapatan Nasional perkapita Indonesia. Pada tahun 2000 pendapatan perkapita Nasional sudah 3,6 kali lipat dari pendapatan regional NTT perkapita. Sedangkan pada tahun 2003 perbandingan tersebut sudah menurun menjadi 3,2 kali lipat.

Tabel II-9

PDRB Perkapita NTT dan PDB Perkapita Indonesia 2000 – 2003 (Rupiah)

No Tahun PDRB Perkapita NTT a) PDB Perkapita Indonesia

1. 2000 1,637,322.00 6,145,065.00

2. 2001 1,902,110.00 7,025,600.00

3. 2002 2,163,377.00 7,596,897.00

4. 2003 *) 2,359,693.00 8,304,319.00

Sumber : BPS NTT

Tabel II.10 Pendapatan Regional Perkapita Nusa Tenggara Timur dan Pendapatan Nasional Perkapita 2000 –

2003 (Rupiah)

No Tahun Pendapatan Regional Perkapita NTT a) Pendapatan Nasional Perkapita

1. 2000 1,559,344.00 5,652,732.00

2. 2001 1,811,238.00 6,231,635.00

3. 2002 2,062,388.00 6,624,139.00

4. 2003 *) 2,248,333.00 7,122,674.00

Sumber : BPS NTT 2.6 Pemanfaatan Potensi Sumber Daya ALam

Pada bagian ini akan diuraikan kegiatan-kegiatan yang berdasarkan upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam. Bahasan akan terdiri dari tinjauan terhadap kegiatan pertanian, pertambangan dan pariwisata.

2.6.1 Kegiatan Pertanian Pertanian merupakan sektor yang paling dominan di Nusa Tenggara Timur. Hampir

90% penduduknya terlibat dalam kegiatan sektor pertanian. Meskipun total kontribusi pertanian dalam pembentukan nilai PDRB mengalami penurunan dari tahun ke tahun, tetapi tetap merupakan sektor yang dominan, dalam arti bahwa persentase sektor ini tetap besar. Sektor pertanian ini meliputi sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Perkembangan besarnya persentase sumbangan masing-masing sub sektor tersebut terhadap nilai PDRB pertanian di Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II.11.

TabeL II.11

Peranan Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan PDRB Nusa Tenggara Timur

URAIAN 1999 2000 2001 2002

01. Tanaman bahan makanan 24.73 24.36 23.72 23.03 02. Tanaman perkebunan 4.50 4.89 5.20 5.01 03. Peternakan 11.52 10.72 9.72 8.89 04. Perikanan 3.22 3.07 3.14 3.29 05. Kehutanan 0.34 0.32 0.29 0.26

Jumlah 44.31 43.36 42.05 40.49 Sumber : BPS NTT

Page 28: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 17

Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilainya menunjukkan kecenderungan penurunan sumbangan pertanian dari tahun ke tahun. Hampir seluruh subsektor pertanian mengalami penurunan, kecuali subsektor perkebunan dan perikanan. Perikanan mengalami peningkatan sebagai akibat meningkatnya produktivitas usaha penangkapan. Penurunan produksi dan produktivitas pertanian diakibatkan tingkat produktivitas tenaga kerja di sektor ini rendah sehubungan dengan kualitas tenaga kerja itu sendiri dimana sebagian besar buta huruf, tingkat kesehatan rendah, pemahaman teknologi produksi rendah, pengusahaan usaha tani yang belum optimal dimana masih ada pengangguran musiman akibat pengaruh musim kemarau yang panjang pada setiap tahunnya.

A. Tanaman Pangan Pembangunan tanaman pangan dapat dilakukan pada lahan basah dan lahan kering yang luas dan kemampuannya potensinya bervariasi antar wilayah kabupaten/kota. Berdasarkan kajian potensi lahan pertanian terdapat potensi pertanian kering seluas 1.528.308 Ha sebagaimana Tabel II.12. Produksi dan luas panen beberapa komoditi penting tanaman pangan di Propinsi NTT tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel II.13 dan Tabel II.14. Produksi padi (padi sawah dan padi ladang) tahun 2003 sebesar 509,4 ribu ton menurun menjadi 495,5 ribu ton dalam bentuk gabah kering giling. Penurunan tersebut memang sejalan dengan penurunan luas panen sekitar 2000 hektar dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi juga terjadi pada komoditas jagung dan kacang hijau, dimana pada tahun 2003. - Padi Sawah : Kabupaten Manggarai dengan luas panen

43.447 Ha dan produksi 143.679 ton. - Padi Ladang : Berdasarkan luas panen, yang terbesar adalah

Kabupaten Sumba Barat yaitu 12.424 Ha, tetapi berdasarkan jumlah produksinya, yang terbesar adalah Kabupaten Manggarai. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa produktivitas di Manggarai lebih tinggi daripada Sumba Barat.

- Jagung : Kabupaten Timor Tengah Selatan - Ubi-ubian : Kabupaten Timor Tengah Selatan - Kacang-kacangan : Kabupaten Kupang Produksi jagung sebesar 583,4 ribu ton menurun menjadi 568,4 ribu ton pada tahun 2004. Hal ini juga sejalan dengan penurunan luas panen ± 13.000 hektar. Sedangkan komoditi kacang hijau pada tahun 2003 mampu menghasilkan produksi sebesar 20,1 ribu ton dan menurun menjadi 16,2 ribu ton pada tahun 2004.Lain halnya dengan komoditi tanaman pangan lainnya, seperti kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar dan sorghum, dalam dua tahun terakhir ini mengalami peningkatan baik luas panen maupun produksinya. Berdasarkan luas panen dan jumlah produksinya pada tahun 2004, maka dapat ditentukan wilayah-wilayah penghasil utama jenis-jenis tanaman pangan, pada Tabel II- 15. Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi NTT, terdapat beberapa komoditi unggulan setiap kabupaten di Propinsi NTT, antara lain seperti tertera pada Tabel II.16. Dalam upaya pengembangan padi sawah Nusa Tenggara Timur didukung dengan daerah irigasi dengan kemampuan layanan dikatagorikan menjadi 3 yaitu > 3000 Ha, 1000- <1000 Ha, dan < 1000 Ha sebagaimana Tabel II.17.

Tabel II.12

Luas Wilayah Potensial Menurut Kecocokan Umum Pengembangan Komoditi Pangan Di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Cocok Untuk Lahan Kering (ha)

No Kabupaten S1 S2 S3

Jumlah

1. Kupang 72.060 100.250 210.360 382.670

2. Timor Tengah Selatan 16.060 34.690 41.250 92.000

3. Timor Tengah Utara 2.500 66.490 74.690 143.680

4. Belu 31.690 22.310 53.000 107.000

Page 29: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 18

Cocok Untuk Lahan Kering (ha) No Kabupaten

S1 S2 S3 Jumlah

5. Alor 9.000 12.130 11.620 32.750

6. Flores Timur - 28.380 87.550 115.930

7. Sikka - 13.620 46.810 60.430

8. Ende 6.880 14.810 23.038 44.728

9. Ngada 7.540 84.440 6.120 98.100 10. Manggarai 24.460 60.500 101.880 186.840 11. Sumba Barat 27.620 7.440 159.500 194.560 12. Sumba Timur 5.000 33.870 30.750 69.620

Jumlah 202.810 478.930 846.568 1.528.308 Prosentase 13,27 31,34 55,39 100,00

Sumber : Bappeda NTT

Tabel II. 13 ……….,

Page 30: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 19

Tabel II.13 Luas Areal Panen Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Tahun 2004

Komoditi No Kabupaten Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kedele Kcg. Tanah Kcg. Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Sorgum 1. Kupang 14.371 5.312 12.734 20 1.086 1.318 4.669 172 1.414 2. Rote Ndao 3.162 1.724 18.648 - 740 126 151 - - 3. TTS 3.096 931 59.038 826 302 454 16.965 4.714 71 4. TTU 2.921 3.399 12.136 74 1.502 944 8.988 631 66 5. Belu 4.120 277 28.934 40 1.065 7.174 8.716 668 1.251 6. Alor 165 4.058 5.651 - 35 2.087 9.891 114 37 7. Lembata 10 2.652 13.370 - 2.003 328 2.198 64 - 8. Flotim 224 5.990 10.591 4 1.088 1.275 4.459 174 58 9. Sikka 1.831 6.869 14.870 - 1.614 1.095 2.420 587 105

10. Ende 2.665 1.735 17.012 85 187 45 2.332 68 245 11. Ngada 16.273 3.176 22.535 1.914 393 749 3.710 2.756 75 12. Manggarai 43.447 12.166 9.109 1.253 718 2.950 11.630 3.334 757 13. Sumba Timur 9.067 2.489 8.900 62 1.045 760 2.075 463 932 14. Sumba Barat 13.685 12.424 27.564 149 374 2.420 12.763 274 983 15. Manggarai Barat 16. Kota Kupang

NTT 112.744 61.493 244.681 4.396 13.326 21.055 82.712 13.683 6.803 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004

Page 31: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 20

Tabel II.14 Produksi Tanaman Pangan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Tahun 2004

Komoditi No Kabupaten Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kedele Kcg. Tanah Kcg. Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Sorgum 1. Kupang 45.093 11.247 30.980 14 1.414 981 55.144 1.138 1.454 2. Rote Ndao 12.833 4.469 42.657 - 819 95 1.679 - - 3. TTS 11.965 1.864 137.738 698 359 327 158.252 38.774 52 4. TTU 9.192 7.005 26.585 70 1.433 665 91.936 4.806 49 5. Belu 12.920 558 64.965 39 1.006 5.712 95.323 5.159 1.061 6. Alor 526 8.557 13.949 - 34 1.236 98.935 971 26 7. Lembata 24 5.770 31.586 - 1.765 281 21.724 542 - 8. Flotim 695 13.016 28.528 4 1.487 762 48.344 1.132 44 9. Sikka 5.564 13.825 28.524 - 1.366 926 29.473 4.311 77

10. Ende 8.406 3.456 38.265 88 181 42 25.901 617 185 11. Ngada 52.420 6.428 51.928 1.633 475 503 40.644 18.231 48 12. Manggarai 143.679 25.704 21.879 1.076 788 2.567 123.667 27.932 597 13. Sumba Timur 31.229 5.350 21.384 58 1.146 613 26.732 3.572 471 14. Sumba Barat 44.493 24.112 65.593 186 404 2.037 125.108 2.107 913 15. Manggarai Barat 16. Kota Kupang

NTT 368.543 126.924 568.355 3.837 12.860 16.229 852.252 106.454 5.272 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004

Tabel II-15 Komoditi Unggulan Tiap Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Tahun 2004

No Kabupaten/Kota Komoditi Unggulan

1 Kupang Jagung, Kacang tanah 2 Kota Kupang Jagung 3 Rote Ndao Padi, Kacang tanah, Bawang merah, Bawang putih 4 Timor Tengah Selatan Jeruk keprok, Jagung, Kedelai 5 Timor Tengah Utara Jeruk, Ubi jalar, Bawang putih, Bawang merah 6 Belu Kacang hijau, Padi 7 Alor Padi, Jagung 8 Flores Timur Jagung, Kacang tanah 9 Lembata Jagung, Kacang tanah, Kacang hijau

10 Sikka Kacang hijau, Mangga

Page 32: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 21

No Kabupaten/Kota Komoditi Unggulan

11 Ende Pisang beranga, Ubi kayun Jahe 12 Ngada Padi, Kedelai, Jahe 13 Manggarai Padi, Kacang hijau, Kedelai 14 Manggarai Barat Padi, Kacang hijau, Kedelai 15 Sumba Timur Kacang tanah, Padi, Jagung 16 Sumba Barat Padi, Kacang tanah, Jagung, Jeruk

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan & Hortikultura Prop. NTT, 2004

Tabel II-16 Potensi Lahan Basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Tahun 2004

Termasuk > 3.000 Termasuk 1.000 - < 1.000 Termasuk < 1.000 No. Propinsi/ Kabupaten/ Kota

Total Luas Potensial

(Ha) Potensial (Ha)

Fungsional (Ha)

Potensial (Ha)

Fungsional (Ha)

Potensial (Ha)

Fungsional (Ha)

Total Luas Fungsional (Ha)

1 Manggarai Barat 28.279 13.774 3.768 1.174 2.512 13.331 6.279 12.558

2 Manggarai 43.924 16.465 5.852 2.403 3.901 25.056 9.753 19.506

3 Ngada 26.466 22.950 3.526 1.552 2.351 1.964 5.877 11.753

4 Ende 10.665 4.464 1.421 1.747 947 4.454 2.368 4.736

5 Sikka 8.792 3.115 1.171 2.538 781 3.139 1.952 3.904

6 Flores Timur 5.360 3.133 714 1.027 476 1.200 1.190 2.380

7 Lembata 3.232 2.007 431 150 287 1.075 718 1.435

8 Sumba Timur 22.563 13.752 3.006 2.811 2.004 6.000 5.010 10.020

9 Sumba Barat 14.208 7.328 1.893 2.682 1.262 4.198 3.155 6.310

10 Alor 12.296 6.156 1.638 599 1.092 5.541 2.730 5.461

11 Kupang 18.344 11.253 2.444 1.075 1.629 6.016 4.073 8.146

12 Rote Ndao 8.310 5.750 1.107 1.007 738 1.553 1.845 3.690

13 Timor Tengah Selatan 18.148 9.073 2.418 1.080 1.612 7.995 4.030 8.059

14 Timor Tengah Utara 19.303 14.722 2.572 2.001 1.714 2.580 4.286 8.572

Page 33: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 22

Termasuk > 3.000 Termasuk 1.000 - < 1.000 Termasuk < 1.000 No. Propinsi/ Kabupaten/ Kota

Total Luas Potensial

(Ha) Potensial (Ha)

Fungsional (Ha)

Potensial (Ha)

Fungsional (Ha)

Potensial (Ha)

Fungsional (Ha)

Total Luas Fungsional (Ha)

15 Belu 44.213 32.415 5.890 1.798 3.927 10.000 9.817 19.635

Total 284.103 166.357 37.850 23.644 25.234 94.102 63.084 126.168 Sumber : Hasil Olahan Bappeda NTT

Tabel II.17 POPULASI PETERNAKAN Di WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2002

No Kabupaten Sapi Kerbau Kuda Babi Kambing Domba Ayam Buras Ayam Ras Itik

1. Sumba Barat 6.085 30.460 16.008 51.701 9.159 - 583.202 0 2.309

2. Sumba Timur 38.800 31.245 26.195 31.910 33.810 878 478.607 0 2.213

3. Kab. Kupang 142.510 17.613 16.461 121.333 96.502 48.781 2.023.404 79.297 19.455

4. Timor Tengah Selatan 111.176 529 4.826 194.801 30.661 - 724.695 0 8.808

5. Timor Tengah Utara 54.848 656 2.164 55.982 14.226 34 129.434 0 8.113

6. Belu 89.085 2.337 3.543 88.228 10.623 23 717.046 0 18.217

7. Alor 1.196 - 135 58.695 22.202 6 344.603 0 10.414

8. Lembata 1.328 5 1.435 42.688 26.944 452 175.963 0 16.173

9. Flores Timur 1.470 30 2.347 111.381 48.080 2.073 464.105 0 9.792

10. Sikka 4.533 461 3.025 86.463 31.640 197 459.403 0 40.356

11. Ende 6.271 2.339 2.419 59.943 17.935 47 2.400.864 0 51.526

Page 34: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 23

No Kabupaten Sapi Kerbau Kuda Babi Kambing Domba Ayam Buras Ayam Ras Itik

12. Ngada 32.238 11.087 7.691 127.874 38.045 3.061 564.278 0 15.590

13. Manggarai 9.838 35.701 6.857 123.296 37.418 91 570.323 0 7.326

14. Kota Kupang 3.176 34 51 16.178 3.590 33 0 452.500 0

Jumlah 503.154 132.497 93.157 1.170.473 420.835 55.631 9.635.927 531.797 210.292

Sumber : NTT Dalam Angka 2002

Tabel II.18 Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Komoditi Perkebunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur

Tahun 2004

Luas Areal (Ha) No Komoditi TBM TM TT/TR JUMLAH Produksi

(Ton) Produktivitas

(Kg/Ha) 1 Kelapa 54.192,00 96.685,44 8.499,77 159.377,21 53.529,60 553,65 2 Jambu Mete 83.097,76 47.272,35 13.725,07 144.096,17 19.367,17 409,68 3 Kopi 27.328,26 33.566,71 3.362,78 67.257,74 15.990,86 476,39 4 Kakao 17.073,17 16.271,84 600,99 33.946,00 9.383,09 576,65 5 Kemiri 46.426,08 30.044,97 3.453,30 79.924,35 14.713,97 489,73 6 Kapuk 6.420,65 9.419,52 1.727,44 17.567,61 2.745,02 291,42 7 Cengkeh 6.053,95 4.788,92 1.159,15 12.002,02 1.079,77 225,47 8 Pinang 4.265,38 20.612,52 3.767,40 38.545,29 7.132,99 346,05 9 Vanili 1.180,12 256,57 225,00 2.661,69 513,07 408,31 10 Lada 177,84 147,40 - 325,24 104,67 710,12 11 Jarak 130,90 1.457,15 - 1.588,05 249,97 171,55 12 Pala 298,06 243,38 - 541,44 60,13 247,07 13 Tembakau 8,00 472,84 - 480,84 77,93 164,81 14 Sirih 614,12 1.230,09 807,55 2.651,76 451,76 367,26 15 Lontar 2.665,00 5.497,50 830,60 8.993,10 2.632,00 478,76

NTT 259.931,28 268.968,18 41.159,05 570.058,51 128.031,99 476,01 Sumber : Dinas Perkebunan Prop. NTT, 2004

Page 35: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 24

B. Perkebunan Tanaman perkebunan merupakan komoditi strategi dalam pembangunan

perekonomian Nusa Tenggara Timur, karena merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap total ekspor. Seperti telah disinggung di atas bahwa peranan subsektor perkebunan ini terhitung masih begitu kecil peranannya terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur. Walaupun begitu kecil produksi dari sektor ini dapat menunjang pendapatan, terutama dalam rangka memenuhi bahan baku sektor industri. Data selengkapnya mengenai tanaman perkebunan dapat dilihat pada Tabel II.18. Berdasarkan Tabel II.17 dapat dilihat daerah-daerah yang merupakan penghasil utama perkebunan. Penentuan daerah penghasil utama didasarkan pada jumlah produksi dan luas areal perkebunan, yaitu : - Kelapa : Kabupaten Sikka, Flotim dan Ende - Kopi : Kabupaten Manggarai, Kabupaten Ngada - Kapok,Pinang : Kabupaten Sumba Barat - Cengkeh : Berdasarkan luas panen terbesar adalah Kabupaten Manggarai, tetapi

berdasarkan produksinya adalah Kabupaten Sikka. - Coklat, lada : Kabupaten Sikka - Kapas : Kabupaten Ende - Vanili : Kabupaten Manggarai, Kabupaten Alor - Tembakau : Kabupaten Sumba Barat Seperti telah diuraikan di atas bahwa tanaman perkebunan telah dimanfaatkan untuk ekspor ke luar negeri, terutama dalam bentuk diolah. Berdasarkan jalur pemasaran yang telah dirintis, disamping untuk kebutuhan masyarakat atau perdagangan dalam wilayah, beberapa komoditas telah menjadi komoditas ekspor seperti Kopi, Kakao, Jambu Mente, biji Kapas dan Cassiavera.

C. Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai areal kawasan hutan seluas 1.808.981,21

Ha yang terdiri dari hutan lindung 713.216,97 Ha, hutan produksi tetap 428.357,98 Ha, hutan produksi terbatas 197.249,73 Ha, hutan yang dapat dikonversi 101.827,03 Ha. Berdasarkan penyebaran hutannya, terlihat bahwa Pulau Flores merupakan terbanyak terdapat hutan produksi. roduksi kayu cendana di Propinsi Nusa Tenggara Timur selama tahun 2002 sebesar 261,26 ton yang berasal dari 5 kabupaten yaitu : Sumba Barat 50,02 ton, Sumba Timur 30,09 ton, Timor Tengah Selatan 72,58 ton, Timor Tengah Utara 17,10 ton, dan terbesar di Belu 91,48 ton. Produksi kayu jenis lainnya yang paling menonjol adalah Kayu Jati. Selama tahun 2002 produksinya mencapai sekitar 3,10 ribu meter kubik.

D. Peternakan Sebagai salah satu gudang ternak di Indonesia, peranan subsektor peternakan di

propinsi ini adalah kedua terbesar setelah tanaman pangan. Populasi ternak besar di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 tercatat untuk Sapi sebanyak 503.154 ekor, Kerbau 132.497 ekor dan Kuda 93.157 ekor. Untuk populasi Sapi sebagian besar berada di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, sementara untuk Kerbau dan Kuda sebagian besar berada di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Ngada dan Manggarai. Populasi ternak kecil yang menonjol di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah babi yakni tercatat sekitar 1,17 juta ekor pada tahun 2002, disusul kambing 420,8 ribu ekor, dan terendah domba dengan populasi 55,6 ribu ekor. Untuk kelompok unggas, populasi ayam kampung tahun 2002 tercatat sekitar 9,64 juta ekor yang sebagian besar berada di Kabupaten Kupang dan Ende. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas andalan dari sub sektor peternakan karena telah menjadi komoditas perdagangan antar pulau dengan peluang pasar cukup prospektif. Dalam upaya meningkatkan peluang usaha peternakan terdapat peluang padang pengembalaan yang kualitas padangnya perlu ditingkatkan dalam upaya percepatan populasi ternak sapi dan ternak kecil sebagaimana Tabel II.19.

Page 36: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 25

Tabel II.19. Luas Padang Pengembalaan di Kabupaten se-NTT

No Kabupaten Luas Padang (Ha)

1 Kupang 208.705

2 Timor Tengah Selatan 68.550

3 Timor Tengah Utara 104.822

4 Belu 87.580

5 Alor 48.708

6 Rote Ndao -

7 Kota Kupang -

WP I Timor 518.365

8 Lembata 48.708

9 Flores Timur 130.616

10 Sikka 58.904

11 Ende 70.518

12 Ngada 134.280

13 Manggarai 278.762

14 Manggarai Barat

WP II Flores-Lembata 721.788

15 Sumba Barat 269.389

16 Sumba Timur 478.967

WP III Sumba 748.356

NTT 1.988.509 Sumber: Dinas Peternakan Propinsi NTT Tahun 2004

E. Perikanan Produksi perikanan di daerah ini meliputi perikanan darat dan perikanan laut. Untuk

perikanan darat di usahakan di perairan umum, perikanan budidaya tambak, kolam dan sawah. Perkembangan produksi perikanan menunjukkan arah yang menggembirakan, yaitu cenderung meningkat dari tahun ke tahun, terutama untuk perikanan darat. Peningkatan produksi perikanan darat ini sebagai akibat berkembangnya luas areal kolam di desa-desa dan kegiatan penebaran benih di perairan umum. Produksi perikanan laut sebagian besar masih dihasilkan oleh nelayan kecil (armada perikanan rakyat) yang pada umumnya beroperasi di daerah pantai, sedangkan penangkapan ikan di daerah lepas pantai dan Zona Ekonomi Eksklusif belum diusahakan. Biasanya usaha tersebut dilakukan oleh perusahaan perikanan skala menengah atau besar. Tingkat perkembangan usaha perikanan baik usaha penangkapan maupun budidaya masih rendah dan lamban disebabkan keterbatasan modal/sarana produksi, ketrampilan nelayan/petani ikan yang masih rendah, penyediaan prasarana pasca panen yang masih rendah dan terjaminnya pemasaran hasil perikanan. Disamping hal tersebut, tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan di propinsi ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya. Produksi perikanan pada tahun 2001 sebesar 85.329 ton. 83.991 ton diantaranya atau sekitar 98,43% merupakan hasil perikanan laut dan selebihnya sekitar 1,57% merupakan hasil dari perikanan darat. Untuk lebih jelas lihat pada Tabel II.20. Dilihat dari daerahnya, hampir seluruh kabupaten yang ada menghasilkan perikanan laut. Kabupaten-kabupaten yang paling banyak memproduksi ikan (perikanan laut) adalah Kabupaten Kupang (19,6%), Sikka (18,8%), Flores Timur dan Ende. Yang terkecil produksi perikanan lautnya adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sementara itu, kabupaten-kabupaten yang tidak memproduksi perikanan darat adalah Kabupaten Sikka dan Ende. Untuk lebih jelas produksi perikanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II.21.

Page 37: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 26

Tabel II.20 Produksi Perikanan Tiap Kabupaten di Nusa Tenggara Timur Tahun 2001 (Ton)

Perikanan Darat No Kabupaten Perikanan Laut Perairan Umum Tambak Kolam Sawah Jumlah

1 Sumba Barat 1.868,8 43,4 1,0 32,2 7,2 1.952,6 2 Sumba Timur 4.459,5 212,4 1,2 25,0 1,1 4.699,2 3 Kab. Kupang 16.867,8 14,5 96,0 104,7 6,8 17.172,1 4 Timor Tengah Selatan 37,0 - - - - 51,5 5 Timor Tengah Utara 369,7 - 32,0 5,4 - 407,1 6 Belu 2.131,0 - 44,5 6,2 - 2.181,7 7 Alor 6.930,2 - 2,4 1,4 - 6.934,0 8 Lembata 5.428,2 - - - - 5.428,2 9 Flores Timur 7.680,2 - - - - 7.680,2 10 Sikka 7.892,6 - - - - 7.892,6 11 Ende 7.345,1 5,6 - 1,1 1,1 7.352,9 12 Ngada 4.296,9 25,5 350,2 24,5 4,2 4.701,3 13 Manggarai 5.630,8 28,3 93,2 57,7 12,5 5.882,5 14 Kota Kupang 13.052,8 - - - - 13.052,8

Jumlah 83.990,6 426,5 620,5 258,2 32,9 85.328,7 Sumber : NTT Dalam Angka 2002

Tabel II.21 Rata-Rata Produksi Perikanan, Potensi Lestari Dan Tingkat Pemanfaatan

Di Nusa Tenggara Timur

Wilayah Usaha Perikanan Rata-rata Produksi/tahun (ton) Potensi Lestari /thn (ton) Tingkat Pemanfaatan (%) I. Perikanan Laut - Ikan laut 50146.9 240000 20.89 - Nener 88270000 680 juta ekor 12.98 - Rumput laut 493.38 50000 0.99 - Kerang mutiara 20000 1 juta ekor 20 II. Perikanan Darat - Kolam 68.3 297 23 - Sawah 15.2 85 17.8 - Tambak 396.8 18000 ha 2.2 - Perairan umum 158.6 9450 1.7

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi NTT

Page 38: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 27

Disamping untuk memenuhi kebutuhan penduduk sendiri, komoditi perikanan merupakan salah satu komoditas ekspor. Yang termasuk komoditas ekspor pada tahun 2003 adalah ikan Tuna dan Cakalang, Mutiara, Rumput Laut, Lobster, Udang Windu matang, sirip ikan Hiu, minyak hati ikan Hiu. Besarnya volume ekspor dan nilainya dapat dilihat pada Tabel II.22.

Tabel II.22

Jumlah Volume Dan Nilai Ekspor Perikanan

Komoditi Volume (ton) Nilai (US $)

01. Ikan Tuna dan Cakalang 761.008 471.393,2 02. Lobster 0.595 539.908 03. Sirip Ikan Hiu 0.227 7.390.188 04. Mutiara 0.01943 419.838 05. Rumput laut 240 164.700 06. Udang Windu Matang 0.821 10.017 07. Minyak Hati Ikan Hiu 48.96 376.567

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi NTT

2.6.2 Sektor Pertambangan Peranan sektor pertambangan di dalam struktur ekonomi wilayah Propinsi Nusa

Tenggara Timur terlihat masih kecil. Berdasarkan data PDRB 1999 – 2002 tercatat peranan sektor ini di dalam pembentukan nilai PDRB masih di bawah 1% atau rata-rata peranan tiap tahunnya 0,5%. Jika dilihat dari potensi geologisnya, sebenarnya di propinsi ini banyak mengandung bahan-bahan mineral yang terdiri dari bahan galian seperti: logam mulia, logam dasar besi dan bahan galian industri seperti batu kapur, tanah liat, gypsum, pasir, silica, belerang, barit sesuai dengan jumlah dan kadarnya masing-masing. Tetapi dari sumber daya pertambangan yang ada hanya beberapa mineral yang telah dieksploitasi. Beberapa jenis bahan tambang yang telah dilaksanakan penambangannya adalah batu kapur, tanah liat, logam mulia, mangan, barit, marmer, bahan galian C dan fosfat. Luas penggunaan lahan pertambangan untuk masing-masing lokasi dan hasil tambang adalah sebagai berikut : Penambangan pasir, batu dan kerikil luas arealnya mencapai 48 Ha; Penambangan batu kapur dan tanah liat seluas 17 Ha masing-masing di Kabupaten

Kupang seluas 15 ha dan di Kabupaten Timor Tengah Selatan seluas 2 Ha; Penambangan marmer di Kabupaten Belu, Kecamatan Malaka Timur Desa Sanleo

seluas 25 Ha; Penambangan bahan galian phospat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kecamatan

Amanuban Selatan 137 Ha. Sistem penambangan yang dilakukan untuk bahan galian seperti pasir, batu, kerikil, batu kapur dan tanah liat adalah sistem terbuka, sedangkan untuk bahan penambangan batu kapur dan tanah liat, khususnya oleh PT. Semen Kupang dilakukan secara terbuka dan menggunakan alat berat. Ada tiga macam kegiatan penambangan yang dilakukan yaitu kegiatan kontrak karya penambangan, kuasa penambangan dan penambangan oleh rakyat. Penambangan oleh rakyat biasanya terbatas pada bahan galian C, yang lokasinya tersebar dengan jumlah kecil. Lokasi penambangan mangan terletak di daerah Reo dan Cibal Kabupaten Manggarai. Perusahaan yang mengeksploitasi adalah PT. Aneka Tambang dengan hasil yang diekspor ke Jepang sebagai teknik Grade. Pada akhir tahun 1986 suatu kontrak Kerja antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan patungan PT. Nusa Lontar Mining telah ditandatangani untuk eksplorasi emas epithermal di Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores, Timor dan Alor. Kemudian pada tahun 1987 menyusul suatu kontrak kerja serupa dengan PT. Flores Indah Mining di lokasi sebelah utara Pulau Rinca Kabupaten Manggarai. Sebenarnya sektor pertambangan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur akan dapat berkembang sebagai sektor penting, apabila hasilnya sudah dapat berperan dalam meningkatkan derajat kesejahteraan, ditinjau dari tingkat pendapatan masyarakat daerah ini. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel II.23 dan Tabel II.24.

Page 39: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 28

Tabel II.23 Jenis Mineral Dan Penyebarannya di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

Jumlah Potensi (Ton)

No Jenis Mineral Kabupaten Terukur Cadangan terindikasi Cadangan Terekam

Cadangan Hip. Awal

Keterangan

1 Pasir Besi (Fe) Sumba Barat: Mamboro - 464.860,0 - - Belum diekploitasi 2 Mangan (Mn) Manggarai: Reo, Lambaleda - 350.000,0 - - dieksploitasi 27.000 ton 3 Emas (AU) Manggarai, Ngada, Ende,

Skka, Flotim - 544.698,0 - - Sudah dieksplorasi 4 Flourspor (Fs) Sumba Barat: Laratama - 112.560,0 - - Belum dieksploitasi 5 barait (Ba) Flores Timur: P. Lomblen - 200.000-1.000.000 - - Belum dieksloitasi 6 Belerang (S) Sikka: Gunung Egon - 21.000,0 - - Belum dieksloitasi 7 Posfat (Po) Kupang, Sikka, manggarai - 4.400.000.000,0 - - Belum dieksloitasi 8 Zeolit (Z) Ende: Nangapanda, Sumba Timur, Sumba Barat - 100.000.000,0 - - Belum dieksloitasi 9 Batu permata (Gs) Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS),

Timor Tengah Utara (TTU), Ngada,

Sumba Timur - 252.000.000,0 - -

Eksploitasi telah dirintis masyarakat setemapt 300 ton

10 Pasir Kwarsa (Ps) Ende, Alor - - - 1.000.000,0 Belum dieksloitasi 11 Pasir (Ps) 16 Kabupaten/Kota - 52.000.000,0 - - Terekploitasi (39.000 Ha) 12 Gipsum (Ch) Ende, Alor, TTU, Flotim, 360.000,0 Kupang, Belu (30 Ha) - - - 13 Batu Marmer (Mr) Kupang, Belu, Ngada 16.000.000,0 - - - 14 Batu Gamping Kupang, TTS, TTU, Belu, Alor, Flotim, Sikka, Ngada, 67.000.000,0 68.000.000,0 52.000.000,0 6.000.000.000,0 Belum dieksloitasi Manggarai, Sumba Timur, Sumba Barat

3.222.500.000 (baru)

15 Granitis (Gr) Sumba Barat, Alor, Ende - - 100.000.000,0 4.700.000,0 Belum dieksloitasi 16 Andesit (An) Alor, Ende, Sumba Barat - 6.000.000.000,0 - - Belum dieksloitasi 17 Balsitis Alor, Ende, Sumba Barat - 1.000.000.000,0 - - Belum dieksloitasi 18 Pasir Batu (Pa) 16 kabupaten/Kota - 732.800.000,0 - - Tereklpoitasi 1.200 Ha (39.000 Ha) Belum dieksloitasi 19 Batu apung (Pu) Ngada, Sikka, Kupang, TTU - 7.500.000,0 - - Belum dieksloitasi 20 Tanah Diatomea (Td) 16 kabupaten/Kota - 65.000.000 (180 Ha) 7.555.000.000,0 - 21 Lempung/Clay (Td) Kupang, TTS, TTU, Belu, 80.000.000,0 Sumba Timur, Ende, Ngada - (1.755 Ha) - - Tereklpoitasi 243Ha

Sumber : Dinas Pertambangan Propinsi NTT tahun 2004

Page 40: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 29

2.6.3 Sektor Pariwisata Bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, pariwisata dapat berlangsung di

mana-mana. Variasi alamiah dan kebudayaannya merupakan daya tarik yang berbeda satu dengan yang lain. Namun demikian di tempat-tempat tertentu dijumpai daya tarik khusus, yaitu obyek-obyek yang memiliki ciri khas yang unik dan merupakan pusat daya tarik karena alasan-alasan tertentu. Pusat-pusat daya tarik ini memiliki skala yang berbeda-beda tergantung kepada tingkat keunikan dan juga jumlah serta jenis obyek-obyek wisata lain yang terletak dalam jangkauan jarak yang berdekatan, sehingga saling menunjang dalam menciptakan daya tarik bersama, membentuk suatu kawasan wisata atau Satuan Pengembangan Pariwisata (SPP). Kawasan-kawasan wisata atau Satuan Pengembangan Pariwisata tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing, yang sesuai dengan daya tarik yang terdapat di lokasi tersebut. Sektor pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu penghasil devisa non-migas yang potensial. Memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi salah satu tulang punggung pengembangan perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, karena ditunjang oleh sumber daya manusia (human resources), sumber alam (natural resources), sumber daya buatan yang beraneka ragam dan faktor keindahan lainnya. Bila sektor non migas ini berkembang dengan baik, akan merangsang dan mendorong pertumbuhan pembangunan setiap Kabupaten/ Kota, pelestarian dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan manusia dan kebudayaan serta meningkatkan devisa/pendapatan daerah. Disamping itu sektor ini mampu menumbuhkan sektor-sektor lainnya, seperti industri kerajinan rakyat, perluasan kesempatan kerja, agrowisata, pelayanan jasa perhubungan, perdagangan, pengembangan budaya dan sebagainya. Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur masuk dalam Wilayah Tujuan Wisata (WTW) D, dengan keunggulan produk wisata sebagai berikut : 1. Wisata Alam; 2. Wisata Sejarah/Budaya; 3. Wisata Minat Khusus; 4. Wisata bahari. Untuk lebih jelas keunggulan produk wisata daerah tujuan wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel II.25.

2.7 Pembiayaan Pembangunan Pertumbuhan Nusa Tenggara Timur juga memiliki kinerja yang mulai membaik pada

tahun 2003. Dari sisi keuangan daerah, tahun anggaran 2000 tampaknya merupakan tahun yang berat. Hal ini tercermin dari kecilnya penerimaan baik pada daerah Propinsi maupun Kabupaten/ Kota. Akan tetapi pada tahun berikutnya kondisi keuangan daerah-daerah tersebut sudah membaik, bahkan total penerimaannya melonjak tajam. Total penerimaan Propinsi pada tahun anggaran 2000 baru mencapai 183,3 milyar dan meningkat menjadi 354,4 milyar pada tahun anggaran 2001. Kecilnya penerimaaan pada tahun anggaran 2000 disebabkan pada tahun anggaran tersebut hanya berlangsung dalam tiga triwulan sehingga pada tahun anggaran 2001 total penerimaan Propinsi melonjak hampir dua kali lipat. Sedangkan total penerimaan pada tahun 2002 sudah mencapai 506,4 milyar. Komponen terbesar penerimaan daerah pada tahun anggaran 2000 adalah dari subsidi dan bantuan yang mencapai 140,1 milyar rupiah (76,47 %). Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari hasil bagi pajak dan bukan pajak masing-masing hanya sebesar 20,1 milyar rupiah (10,95 %) dan 12,6 milyar rupiah (6,88 %). Struktur penerimaan tersebut relatif tidak berubah dalam dua tahun anggaran berikutnya. Kondisi ini mempertegas kenyataan bahwa Nusa Tenggara Timur masih memiliki ketergantungan keuangan yang sangat besar terhadap subsidi dan bantuan dari Pemerintah Pusat. Untuk meningkatkan peran daerah yang utamanya melalui peningkatan PAD agaknya masih diperlukan kerja lebih keras lagi.

Peningkatan penerimaan Propinsi tersebut ternyata sejalan dengan meningkatnya total pengeluaran. Pada tahun anggaran 2003 total pengeluaran Propinsi sebesar 318,4 milyar rupiah, meningkat dari hanya 214,3 milyar rupiah pada tahun anggara 2002. Proporsi pengeluaran pembangunan pada keuangan Propinsi untuk tahun 2003 lebih kecil, yaitu hanya 131,1 milyar rupiah (41,17 %), sementara untuk pengeluaran rutin mencapai 187,3 milyar rupiah (58,83 %). Walaupun pengeluaran meningkat tajam, tetapi nilai nominalnya masih lebih kecil dibandingkan dengan total penerimaan. Sehingga keuangan Propinsi pada

Page 41: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 30

tahun Anggaran 2000 masih surplus sebesar 24,7 milyar rupiah. Surplus ini terus meningkat dalam dua tahun anggaran berikutnya, yaitu tahun 2001 sebesar 140,3 milyar rupiah, dan tahun 2002 sebesar 188,0 milyar rupiah. Perkembangan total pengeluaran dan penerimaan Kabupaten/ Kota secara umum hampir sama dengan Propinsi. Walaupun masing-masing besaran mengalami kenaikan, tetapi pada tahun anggaran 2000 masih menikmati surplus. Namun demikian jika diperhatikan komposisi pengeluarannya, tampak bahwa struktur pengeluaran Kabupaten/ Kota pada tahun anggaran 2000 sangat berbeda dengan Propinsi. Pada tahun anggaran tersebut proporsi pengeluaran Kabupaten/ Kota didominasi oleh pengeluaran rutin. Pengeluaran rutin di Kabupaten/ Kota pada umumnya pada tahun anggaran 2000 mencapai 479,3 milyar rupiah (63,18 %). Akan tetapi pada tahun 2001 dan 2002 komposisi tersebut nampaknya rutin lebih tinggi dibandingkan pengeluaran pembangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel II.26.

Tabel II. 25 .....,

Page 42: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 31

Tabel II.25 Keunggulan Produk Wisata Propinsi Nusa Tenggara Timur

NO ODTW UTAMA JENIS PERMINTAAN PRODUK WISATA LOKASI PENANGANAN INTENSITAS KEGIATAN PASAR WISATA 1 Wisata alam TN. Komodo

TN. Kelimutu Taman Riung A Pulau

P.Komodo Ende Riung

Pelestarian Pelestarian Pengembangan dan Perencanaan

Tinggi Tinggi Sedang

L.R.I.N L.R.I.N L.R.N.

2 Wisata Sejarah/Budaya Desa Tradisional Honi Desa Tradisional Bena Megalitik Anakalang Desa Tradisional Praiyawang

Ende Ngada Waikabubak Waingapu

Pengembangan Pelestarian Pengembangan Pelestarian

Sedang Sedang Tinggi Sedang

L.R.N L.K L.K.I L.R.I.N

3 Wisata Minat Khusus Teluk Kupang Kupang Pengembangan Sedang L.R.I.N

4 Wisata Bahari Taman laut Lamaleta Taman Laut Mali Pantai Pede Pantai Lasiana Pantai Kala

P.Umbata P. Alor Labuan Bajo Kupang Waingapu

Pengembangan dan perencanaan Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan

Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

L.R.N L.R.N L.R.N.I L.R L.R

Sumber: Laporan Akhir Peta Pembangunan Pariwisata Tahun 1999-2000.

Page 43: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 II - 32

Tabel II-26 Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah NTT 2000 – 2003

(Juta Rupiah)

Rincian 2000 2001 2002

DAERAH OTONOM TINGKAT I Total Penerimaan 183,272.30 354,382.20 506,367.60 - Sisa Lebih Anggaran Tahun Lalu 10,461.90 24,306.40 140,334.70

- Bagian Pendapatan Asli Daerah 20,063.40 43,027.10 81,658,6

- Bagian Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 12,605.60 17,126.60 20.29

- Bagian Subsidi dan Bantuan 140,142.30 269,922.10 264,084.30

Total Pengeluaran 158,605.90 214,274.60 318,404.10 - Rutin 61,558.20 157,293.60 187,328.90

- Pembangunan 97,047.70 56,981.00 131,075.20

Surplus/Defisit* 24,666.40 140,107.60 187,963.50

DAERAH OTONOM TINGKAT II Total Penerimaan 801,096.60 2,226,838.00 2,580,248.90

Total Pengeluaran 758,616.10 1,990,756.80 2,326,644.60

- Rutin 479,281.00 1,321,686.50 1,592,629.70

- Pembangunan 274,433.00 669,070.30 734,014.90

Surplus/Defisit* 42,480.50 236,081.20 253,604.30

Sumber : BPS NTT

Page 44: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 1

BBAABB.. IIIIII KKEEBBIIJJAAKKAANN RREENNCCAANNAA SSTTRRUUKKTTUURR DDAANN PPOOLLAA TTAATTAA RRUUAANNGG WWIILLAAYYAAHH

PPRROOPPIINNSSII NNUUSSAA TTEENNGGGGAARRAA TTIIMMUURR

3.1. Kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional Kebijaksanaan dan strategi pengembangan struktur dan pola pemanfaatan ruang

wilayah Nasional mencakup : Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Lindung; Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya; dan Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Tertentu.

3.1.1. Kawasan Lindung

Kebijaksanaan Nasional dalam Pengembangan Kawasan Lindung meliputi kebijaksanaan untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan strategi untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup diselenggarakan dengan : a. Menetapkan kawasan lindung di darat dan di lautan; b. Mempertahankan luas kawasan berfungsi lindung dalam satu bentangan wilayah

pulau dan pesisir minimum 30% dari luas wilayah pulau, serta sesuai kondisi ekosistem wilayah yang bersangkutan;

c. Memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup, melalui perlindungan kawasan – kawasan di darat, laut dan udara secara serasi dan selaras;

d. Mengembalikan fungsi kawasan lindung yang sudah terlanjur dikembangkan dan telah terganggu fungsinya untuk tetap memelihara kesinambungan alam;

e. Kawasan lindung meliputi : kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; kawasan perlindungan setempat; kawasan suaka alam; kawasan pelestarian alam; kawasan cagar budaya; kawasan rawan bencana; kawasan cagar alam geologi; kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah dan kawasan lindung lainnya, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berukut : Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, meliputi :

Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Bergambut dan Kawasan Resapan air; Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi : Sempadan Mata Air; Sempadan

Pantai, Sempadan Sungai, Kawasan sekitar Danau atau Waduk, Embung dan Bendung; dan Kawasan Terbuka Hijau Kota termasuk di dalamnya Hutan Kota;

Kawasan Suaka Alam, meliputi : Cagar Alam, Suaka Margasatwa; Kawasan Pelestarian Alam, meliputi : Taman Nasional; Taman Hutan Raya; Taman

Wisata Alam; Kawasan Cagar Budaya tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil.

f. Kawasan Rawan Bencana, meliputi : Kawasan Rawan Bencana Alam Banjir yang tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil dan Kawasan Rawan Bencana Geologi, yang mencakup : Kawasan Rawan Gerakan Tanah, Bencana Gunung Api, Gempa Bumi, Patahan, Tsunami, Abrasi, Lahar dan Bahaya Gas Beracun;

g. Kawasan Cagar Alam Geologi, mencakup : Kawasan Keunikan Batuan dan Fosil, Kawasan Keunikan Bentang Alam, dan Kawasan Keunikan Proses Geologi;

h. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah mencakup : Kawasan resapan (imbuhan) air tanah dan mata air serta sempadan mata air;

i. Kawasan Lindung Lainnya, meliputi : Taman Buru, Cagar Biosfir, Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah, Kawasan Pengungsian Satwa, Kawasan Pantai Berhutan Bakau, dan Kawasan perlintasan bagi jenis biota laut yang dilindungi.

3.1.2. Kawasan Budidaya

Kebijaksanaan pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan untuk mewujudkan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan. Strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya diselenggarakan dengan : (a) Menetapkan kawasan

Page 45: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 2

budidaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam di darat maupun dilaut secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah; (b) Mengembangkan kegiatan – kegiatan budidaya beserta prasarana penunjangnya baik di darat maupun di laut secara sinergis; (c) Mengembangkan dan mempertahankan kawasan budidaya pertanian pangan Nasional; (d) Mengembangkan kegiatan untuk ketahanan budidaya pengelolaan sumberdaya alam laut yang bernilai ekonomi di ZEE dan landas kontinen; dan (e) Mengendalikan masalah perkotaan. a. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan produksi, yaitu kawasan hutan

yang mempunyai fungsi pokok memproduksi berbagai hasil hutan; b. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan hutan rakyat, yaitu kawasan hutan yang

tidak terbagi lagi menjadi kawasan yang lebih kecil; c. Kawasan yang diperuntukan sebagai pertanian, meliputi :

kawasan budidaya tanaman pangan; kawasan budidaya holtikultura; kawasan budidaya perkebunan; kawasan budidaya peternakan.

d. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perikanan meliputi wilayah pesisir dan laut, yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan perikanan;

e. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pertambangan meliputi peruntukan ruang dengan potensi pengembangan bahan-bahan galian yang dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan bahan galian strategis, bahan galian vital, atau golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan diatas;

f. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan industri merupakan kawasan yang dikembangkan bagi berbagai kegiatan industri;

g. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pariwisata merupakan kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;

h. Kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman meliputi kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal;

i. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien maka ditetapkan kawasan andalan, yaitu kawasan yang mengupayakan pengembangan sektor-sektor unggulan secara terpadu, untuk keselarasan pengembangan antar wilayah dan antar sektor.

3.1.3. Kawasan Tertentu

Kebijaksanaan pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan untuk mewujudkan prioritas dan tingkat penanganan yang diutamakan dalam pembangunan Nasional. Strategi pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan dengan : a. Menetapkan kawasan tertentu; b. Konservasi/perlindungan dan pengembangan potensi sosial budaya masyarakat dalam

memperkuat keanekaragaman jati diri bangsa; c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Nasional dan atau peningkatan manfaat ruang di

wilayah sekaligus mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan sangat tertinggal meliputi upaya-upaya : Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis potensi sumberdaya alam dan sector/komoditas unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah, Penyediaan insentif dan penyederhanaan prosedur perijinan investasi, Pengelolaan dan promosi peluang investasi kawasan, dan Penyediaan dukungan infrastruktur;

d. Pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi strategis; e. Melestarikan fungsi dan meningkatkan daya dukung lingkungan melalui upaya-upaya

konservasi/perlindungan dan peningkatan fungsi dan peranannya; f. Menunjang kepentingan politik dan pertahanan keamanan negara serta integrasi

Nasional. Pola pemanfaatan ruang menggambarkan pula sebaran kawasan tertentu. Kawasan tertentu meliputi kawasan tertentu dari sudut kepentingan : sosial budaya bangsa; pertumbuhan ekonomi nasional;

Page 46: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 3

pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi strategis; politik dan pertahanan negara serta integritas nasional; fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

3.1.4. Percepatan Pembangunan Daerah Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Nusa

Tenggara Timur, percepatan pertumbuhan kawasan tertinggal serta perkuatan struktur wilayah dilaksanakan melalui : Pengembangan sistem pusat permukiman, Pengembangan sistem jaringan transportasi wilayah, Pengembangan tenaga listrik, Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi, dan Pengembangan sistem prasarana sumberdaya air. a. Pusat Kegiatan Permukiman

Pengembangan sistem pusat permukiman meliputi pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan. Pusat permukiman perkotaan terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). 1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah

satu atau semua kriteria, meliputi : berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau

pintu gerbang ke kawasan internasional; berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa

berskala nasional atau yang melayani beberapa propinsi; berpotensi atau berfungsi sebagai simpul utama transportasi skala nasional

atau yang melayani beberapa propinsi; berpotensi atau berfungsi sebagai pusat utama pelayanan lintas batas antar

Negara di kawasan perbatasan; 2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah

satu atau semua kriteria, meliputi : berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yang

melayani beberapa kabupaten; berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani

beberapa kabupaten; berpotensi atau berfungsi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor

mendukung PKN. 3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah

satu atau semua kriteria, meliputi : berpotensi atau berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yan

melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan; berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani satu

kabupaten atau beberapa kecamatan. b. Sistem Transportasi

Pengembangan sistem jaringan transportasi mencakup sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem jaringan transportasi udara. Sistem Jaringan Transportasi Darat mencakup jaringan jalan, jaringan transportasi jalan serta jaringan transportasi penyeberangan. Sistem Jaringan Transportasi Laut mencakup pelabuhan laut dan alur pelayaran, sedangkan Sistem Jaringan Transportasi Udara mencakup jaringan rute penerbangan yang membentuk suatu sistem angkutan udara. Jaringan jalan terdiri dari jaringan arteri primer dan jaringan kolektor primer. Jaringan jalan arteri primer dikembangkan secara menerus dan berhirarki berdasarkan kesatuan sistem orientasi geografisnya untuk menghubungkan antar PKN, antara PKN di wilayah perbatasan dengan pusat kegiatan di Negara tetangga, dan antara PKN dengan PKW. Jaringan kolektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar PKW dan antara PKW dengan PKL. Jaringan transportasi penyeberangan meliputi jaringan lintas penyeberangan yang dikembangkan untuk menghubungkan jaringan jalan yang terpisah oleh laut dan

Page 47: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 4

tatanan kepelabuhanan nasional, yang mencakup pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan. Sistem jaringan transportasi laut mencakup tatanan kepelabuhanan nasional dan jaringan pelayaran angkutan laut. Sistem jaringan transportasi udara meliputi tatanan bandar udara dan ruang lalu lintas udara.

c. Jaringan Listrik Pengembangan penyediaan tenaga listrik berupa penelitian dan pengembangan sumber-sumber energi listrik yang ada dan energi alternatif, pusat pembangkit listrik, sistem jaringan transmisi dan distribusi, jaringan terinterkoneksi dan jaringan terisolasi inter dan antar wilayah propinsi dan atau kabupaten. Sasaran pengelolaan sistem jaringan transmisi tenaga listrik diselenggarakan untuk : meningkatkan pelayanan pengembangan penyediaan tenaga listrik nasional dalam

pengembangan wilayah propinsi; meningkatkan pelayanan jaringan terinterkoneksi kelistrikan dalam

pengembangan wilayah propinsi; meningkatkan pelayanan penyediaan tenaga listrik dalam wilayah terisolasi dalam

pengembangan wilayah propinsi. d. Jaringan Telekomunikasi

Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi meliputi pengembangan stasiun bumi dan pengembangan jaringan transmisi. Pengembangan stasiun bumi dilaksanakan untuk memberikan pelayanan jasa telekomunikasi di seluruh wilayah sedangkan pengembangan jaringan transmisi dilaksanakan untuk melayani jasa telekomunikasi di seluruh wilayah. Kriteria dan prioritas pengembangan jaringan telekomunikasi ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang telekomunikasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pola pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi bertujuan untuk penyediaan informasi yang handal dan cepat diseluruh wilayah dalam perwujudan struktur ruang wilayah propinsi. Sasaran pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi diselenggarakan untuk : meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke seluruh pelosok

wilayah dan akses ke wilayah nasional; meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke luar negeri.

e. Sumberdaya Air Pengembangan sistem prasarana sumberdaya air berupa penetapan wilayah sungai yang berperan mendukung pengembangan kawasan budidaya dan sistem pusat permukiman, perlindungan dikawasan tangkapan air dan daerah aliran sungai kritis. Pola pengelolaan sistem prasarana sumberdaya air bertujuan untuk penyediaan air baku yang berkelanjutan di seluruh wilayah untuk mendukung pengembangan wilayah dan kota dalam kerangka perwujudan struktur ruang wilayah Propinsi. Sasaran pengelolaan sistem prasarana sumberdaya air diselenggarakan untuk : meningkatkan kualitas wilayah sungai bagi penyedian air baku bagi kawasan

pengembangan; meningkatkan kualitas sistem prasarana sumberdaya air.

3.2. Pokok-Pokok Permasalahan Wilayah Nusa Tenggara Timur 3.2.1. Permasalahan Struktur Tata Ruang Dalam Lingkup Eksternal

Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam kerangka Tata Ruang Nasional merupakan salah satu Propinsi dalam wilayah Regional Nusa Tenggara dengan karakteristik spesifik yaitu Propinsi Kepulauan. Sebagai wilayah kepulauan maka secara geografis dan sosial ekonomi memiliki berbagai aspek kelemahan yang lebih menonjol dari wilayah lainnya yang berada dalam satu wilayah daratan. Berdasarkan aspek geografis dan sosial ekonomi teridentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut : a. Secara ekonomi sebagian besar wilayah memiliki akses yang sangat terbatas terkait

dengan adanya konsentrasi pusat-pusat kegiatan ekonomi di kota-kota Pulau Jawa dan Wilayah Indonesia Bagian Barat lainnya;

Page 48: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 5

b. Masalah kurang berkembangnya atau masih rendahnya intensitas perhubungan, karena masih terbatasnya prasarana dan sarana transportasi dalam skala regional dan Nasional, khususnya untuk perhubungan laut. Dimana sebagian besar wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan kepulauan atau terdiri dari pulau-pulau yang satu sama lain terpisahkan oleh laut;

c. Masalah perbatasan merupakan permasalahan yang serius, karena hal ini menyangkut permasalahan perekonomian (adanya usaha kerja sama eksplorasi minyak dengan Australia), serta permasalahan stabilitas Nasional maupun regional. Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut, perlu didukung oleh prasarana dan sarana penunjang yang memadai;

d. Masalah rata-rata pendapatan yang relatif masih rendah. Sumbangan PDRB Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif kecil terhadap pembentukan PDRB Nasional, demikian juga tingkat pertumbuhannya masih dibawah rata-rata Nasional.

3.2.2 Permasalahan Internal

Disamping permasalahan eksternal maka wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur menghadapi permasalahan internal yang tidak kalah serius bila dibandingkan dengan permasalahan eksternal. Kriteria atau dasar penilaian permasalahan ini lebih menitikberatkan pada permasalahan perekonomian dengan anggapan bahwa perkembangan perekonomian yang baik perlu didukung oleh sarana dan prasarana pendukung yang baik pula. Berdasarkan anggapan atau kriteria tersebut di atas, maka penilaian permasalahan pada skala internal, dengan melihat hasil analisis adalah : a. Masalah ketimpangan antar Kabupaten dimana dalam perkembangannya tidak sama,

baik mengenai kondisi sosial dan ekonominya, maupun infrastruktur yang ada; b. Sistem transportasi darat masih kurang berfungsi secara optimal. Hal ini dikarenakan

masih kurangnya prasarana dan sarana perhubungan darat antar Propinsi, maupun antar Kabupaten dengan pusat-pusat produksi di belakangnya (hinterland). Bila dikaitkan dengan struktur tata ruang yang ada, maka keterkaitan antar kota Kabupaten, maupun antar kota Kabupaten dengan kota-kota kecil di daerah hinterlandnya masih rendah karena masih terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan darat;

c. Kondisi geografis yang dimiliki oleh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yang sebagian besar memiliki tingkat kelerengan yang curam dan topografi yang bervariasi, membutuhkan biaya pembangunan yang tinggi, khususnya pembangunan prasarana perhubungan darat sebagai urat nadi dalam mendukung pengembangan kegiatan produksi di kantung-kantung produksi yang letaknya sebagian besar masih terisolir;

d. Belum dioptimalkannya sarana dan prasarana pelabuhan laut dalam mendukung pembangunan ekonomi, dimana pelabuhan tersebut merupakan salah satu pintu gerbang bagi keluar masuknya barang;

e. Kualitas Sumber Daya Manusia yang sebagian besar masih relatif rendah, menyebabkan permasalahan dalam mendukung kegiatan produksi;

f. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, terlihat masih banyak overlap (tumpang tindih) penggunaan lahan dari berbagai kepentingan yang berbeda, khususnya tumpang tindih pemanfaatan kawasan budi daya yang dipergunakan antar kepentingan yang berbeda;

g. Masalah iklim/cuaca, dimana curah hujan relatif rendah, sehingga cadangan sumber air di Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif rendah, sehingga pada gilirannya akan menghambat seluruh kegiatan yang ada baik pertanian maupun non pertanian;

h. Diperkirakan dengan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi non pertanian akan membutuhkan air dalam kapasitas yang relatif besar. Sementara itu cadangan air permukaan yang ada diperkirakan relatif kecil;

i. Adanya daerah perbatasan dengan daerah encalave distrik Ambenu Negara Timor Leste yang secara sosial ekonomi orientasinya lebih dekat pada Propinsi Nusa Tenggara Timur, tetapi secara administratif wilayah tersebut masuk wilayah Negara Timor Leste;

Page 49: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 6

j. Keadaan sumber daya ekonomi, khususnya lahan pertanian pada umumnya dengan skala relatif kecil sehingga secara ekonomis pengembangannya kurang menguntungkan;

k. Cara hidup penduduk yang pada umumnya masih belum mendukung kelestarian alam menyebabkan makin banyak lahan kritis.

3.3 Tujuan Pengembangan Tata Ruang

Bertitik tolak dari tujuan utama penyusunan RTRW Propinsi, yaitu sebagai upaya untuk memadukan berbagai kepentingan, khususnya sektoral dan kepentingan di daerah agar tidak terjadi benturan-benturan pengelolaan dalam upaya pemanfaatan ruang yang terbatas sifatnya, maka dalam merumuskan tujuan pengembangan tata ruang dari RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur haruslah mengacu pada tujuan, strategi dan sasaran yang akan dicapai seperti yang telah dijabarkan pada Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berpangkal dari Pola Dasar sebagai acuan, maka tujuan pengembangan tata ruang harus melihat sasaran yang akan dicapai oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Dalam jangka panjang Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai target dan sasaran pembangunan bidang ekonomi untuk menciptakan keadaan perkonomian daerah yang seimbang antara kegiatan pertanian, industri dan kegiatan jasa. Dengan melihat tujuan dan sasaran pada Pola Dasar serta permasalahan yang dihadapi baik permasalahan internal maupun eksternal, maka langkah yang ditempuh dalam pengembangan tata ruang adalah : 1. Pemerataan pertumbuhan ekonomi di semua Kabupaten/Kota dengan tahap awal

meningkatkan peran sektor/subsektor unggul (leading sector) dalam mendukung pembangunan ekonomi. Diharapkan pengembangan sektor unggulan ini akan membawa multiplier effect pada kegiatan ikutannya.

2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Propinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengurangi kesenjangan dengan Propinsi lain. Hal ini disebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi di Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi tingkat nasional. Sehingga prioritas peningkatan pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan untuk mengejar keterbelakangan perkembangan bila dibandingkan dengan Propinsi lain.

Guna mendukung tujuan dan sasaran tersebut di atas, maka langkah-langkah yang di tempuh adalah mengembangkan kebijakan atau tujuan baik secara internal maupun eksternal. Tujuan secara eksternal dikembangkan dan dikaitkan dengan permasalahan eksternal yang dihadapi oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berangkat dari kondisi ini maka tujuan yang harus dicapai dalam lingkup eksternal meliputi : 1. Membuka wilayah yang masih terisolasi terhadap hubungan dengan Propinsi lain sekitar,

khususnya dalam pengembangan bidang ekonomi. Bila dilihat keadaan geografis wilayah Nusa Tenggara Timur, maka kebijakan awal dalam membuka keterisolasian Propinsi NTT adalah dengan jalan membuka dan meningkatkan peran dari pelabuhan-pelabuhan laut. Hal ini berangkat dari kondisi yang ada saat sekarang, dimana potensi yang layak dalam mendukung pengembangan perekonomian di Propinsi NTT melalui peningkatan peran perhubungan laut, sebagai modal utama dalam mendukung pergerakan. Dasar pertimbangan untuk lebih meningkatkan peran perhubungan laut di wilayah ini adalah pertimbangan keuntungan ekonomi. Hal ini disebabkan perhubungan darat hanya menghubungkan daerah-daerah dalam lingkup internal itupun dalam skala yang masih terbatas. Sedangkan transportasi udara membutuhkan dana yang relatif besar untuk pengembangannya dan kapasitas yang diangkut relatif sedikit;

2. Meningkatkan pengawasan terhadap daerah perbatasan, hal ini berkaitan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan. Sedangkan dibidang pertahanan dan keamanan perlunya perhatian yang serius akan keamanan regional maupun nasional;

3. Meningkatkan peran perhubungan laut dengan lebih meningkatkan fungsi dan peran dari tiap-tiap pelabuhan dalam mendukung peningkatan pengiriman barang-barang hasil produksi Propinsi NTT. Peningkatan peran perhubungan laut berkaitan erat dengan

Page 50: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 7

karakteristik geografisnya yang terdiri dari pulau-pulau dan sebagian besar wilayahnya berupa lautan.

Untuk tujuan dalam skala internal Propinsi Nusa Tenggara Timur, bertitik tolak dari permasalahan yang dihadapi maka tujuan yang akan dikembangkan meliputi : 1. Pemantapan kawasan yang berfungsi lindung, guna menjaga dan melestarikan

keseimbangan lingkungan; 2. Adanya penetapan yang tegas dalam pemanfaatan lahan budidaya dan lindung,

sehingga nantinya tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan dan penggunaan lahan baik antara penggunaan untuk budidaya dan lindung maupun tumpang tindih antara yang berbeda kepentingan;

3. Meningkatkan keseimbangan pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan kawasan lindung, agar tercapai suatu keseimbangan lingkungan yang akan menghindari kerusakan ekosistem serta tercapainya upaya pembangunan berkelanjutan;

4. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan sumber daya wilayah dengan memperhatikan prinsip pembangunan yang berkelanjutan;

5. Mewujudkan sistem kota-kota dengan hirarki yang lebih teratur. Hal ini berkaitan dengan sistem pelayanan yang akan diemban oleh masing-masing kota. Dimana nantinya diharapkan adanya tingkatan pelayanan, dari tingkat terendah hingga tingkat tertinggi;

6. Meningkatkan peran transportasi baik darat maupun laut. Sebagai daerah kepulauan maka transportasi utama adalah darat dan laut. Transportasi darat untuk menghubungkan aktivitas dalam satu pulau, sedangkan transportasi laut untuk memudahkan hubungan antar pulau;

7. Menciptakan sistem jaringan transportasi intra wilayah maupun antar wilayah yang mampu menjamin kelancaran hubungan antar Propinsi, antar pulau dan antar kota. Antara kota dengan wilayah belakangnya maupun antar wilayah pembangunan sehingga membentuk kesatuan wilayah yang mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dan peluang-peluang yang ada;

8. Lebih meningkatkan dan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dengan sasaran utama menggembangkan kegiatan yang diperkirakan potensial dan dianggap sebagai sektor unggul, sebagai prioritas utama untuk dikembangkan;

9. Setelah mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan tahap selanjutnya mengembangkan pusat-pusat kegiatan ekonomi sebagai langkah untuk menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi;

10. Mengembangkan dan memanfaatkan seoptimal mungkin kawasan-kawasan prioritas yang ada untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan.

3.4 Pendekatan Konseptual Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT

Dalam usaha mencapai tujuan-tujuan pengembangan tata ruang di atas, maka dalam penyusunan RTRWP ini diperlukan dasar-dasar pendekatan yang secara konseptual dapat dijabarkan baik dalam skala eksternal (antar wilayah) maupun secara internal (intra wilayah atau dalam wilayah Propinsi NTT). Pendekatan konseptual ini merupakan titik tolak dalam penentuan strategi-strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan pengembangan tata ruang di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

3.4.1 Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Konteks Eksternal.

Dasar pengembangan ini dikaitkan dengan peran serta kedudukan Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam lingkup regional (Kawasan Timur Indonesia), maupun dalam lingkup Nasional, serta perkiraan adanya pusat kegiatan perekonomian di Wilayah Pasifik (Pasifik Basin) dimasa mendatang. Berdasarkan gambaran diatas, maka konsep pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam lingkup eksternal, akan melihat potensi baik secara fisik (letak geografis), maupun secara ekonomis, yang meliputi : 1. Hubungan antara Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan wilayah lainnya banyak

dilakukan melewati hubungan laut;

Page 51: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 8

2. Pelabuhan laut di Nusa Tenggara Timur akan mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung pergerakan barang dan orang dari dan ke-Propinsi NTT. Hal ini diperkuat dengan usaha-usaha pengembangan dan melengkapi prasarana dan sarana penunjang pelabuhan-pelabuhan di Propinsi Nusa Tenggara Timur;

3. Secara spatial hubungan antar kota baik dalam skala regional (KTI), maupun dalam skala nasional banyak dilakukan melewati laut;

4. Dengan adanya perkiraan pergeseran kegiatan ekonomi dunia menuju Pasifik (Pasifik Basin), Propinsi NTT mempunyai keuntungan komparatif, karena jarak relatif dekat, sehingga dengan mudahnya berhubungan dengan negara lain yang berada di sekitar Samudera Pasifik, khususnya hubungan dalam bidang ekonomi.

Berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan di atas, maka konsesi pengembangan tata ruang makro akan diarahkan pada membuka kendala keterisolasian wilayah dengan mengembangkan kota-kota pelabuhan di masing-masing pulau agar memiliki kesempatan yang sama untuk berinteraksi dengan wilayah lainnya di bagian Indonesia Barat yang relatif lebih maju. Hal ini disebabkan karena masing-masing pulau memiliki interaksi dan orientasi keluar dengan daerah yang berbeda. Sehingga diharapkan dengan makin terbukanya masing-masing pulau-pulau tersebut akan makin memudahkan perjalan perkembangan dari wilayah-wilayah di Indonesia Bagian Barat yang relatif maju serta mendorong untuk memacu perkembangan wilayah Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan.

3.4.2 Konsepsi Pengembangan Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Konteks Internal.

Dalam usaha menyusun suatu konsep pengembangan secara internal di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka tahap awal perlu mengetahui potensi yang dimiliki, permasalahan yang dihadapi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang seperti yang tercantum dalam Pola Dasar Daerah Nusa Tenggara Timur. Dilihat dari potensinya maka Propinsi Nusa Tenggara Timur potensial untuk dikembangkan sektor pertanian (padigogo), pariwisata, budidaya mutiara, minyak (tunai gap). Dalam pembudidayaannya haruslah memperhatikan keseimbangan lingkungan, yaitu perlu mempertimbangkan kelestarian lindung dengan acuan Keppres No. 32 Tahun 1990. Dengan melihat kebijaksanaan sektoral serta hasil analisis yang telah dilakukan maka konsep pengembangan struktur tata ruang perlu, memperhatikan faktor-faktor : Kendala fisik alam dalam upaya pengembangan lahan budidaya (produksi/fisik binaan); Hirarki kota yang disesuaikan skala pelayanan dalam lingkup wilayah; Pola distribusi kota; Tingkat aksesibilitas kota baik untuk hubungan antar kota maupun dengan

hiterlandnya; Fungsi dan peran kota perlu ditingkatkan dalam mendukung kegiatan perekonomian; Pengembangan kegiatan ekonomi di daerah hiterland yang merupakan kantong-

kantong produksi. Khususnya dalam pengembangan kota-kota dan hirarki kota perlu diperhatikan secara saksama, sebab seperti yang telah dijabarkan di atas kota sebagai pusat pertumbuhan, pusat kegiatan ekonomi (jasa dan perdagangan) sehingga pengembangan fungsi, peran dan hirarki kota sekarang terkait dengan kegiatan-kegiatan dibelakangnya sehingga secara ekonomi akan lebih menguntungkan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian di daerah belakang. Sehingga pengembangan hirarki kota, fungsi kota dan tingkat aksesibilitas akan memegang peran penting dalam peningkatan kegiatan dan skala produksi bagi perekonomian di daerah belakangnya. Dengan melihat faktor-faktor tersebut di atas maka pentingnya hirarki, fungsi kota serta tingkat aksesibilitas antar kota maupun antar kota dengan wilayah belakangnya, maka konsepsi pengembangan di masa datang (15 tahun mendatang), meliputi : Memantapkan fungsi lindung pada kawasan yang secara fisik perlu dilestarikan atau

mempunyai limitasi untuk dikembangkan/dibudidayakan, baik berupa hutan lindung maupun kawasan suaka alam;

Page 52: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 9

Memantapkan kawasan budidaya baik untuk kegiatan hutan produksi maupun kawasan pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan berdasarkan kesesuaian lahan;

Pola pengembangan sistem hirarki kota guna meningkatkan struktur pelayanan atau sebagai pusat pertumbuhan khususnya terhadap daerah belakangnya maupun sebagai pusat permukiman;

Pengembangan transportasi darat khususnya diarahkan untuk lebih meningkatkan hubungan antar Ibukota Kabupaten, maupun Ibukota Kabupaten dengan daerah belakangnya baik melalui pengembangan jaringan jalan maupun transportasi penyeberangan;

Pengembangan transportasi laut dilakukan dengan meningkatkan peran pelabuhan-pelabuhan laut yang ada serta upaya pengadaan kapal baik tradisional maupun modern guna mendukung pergerakan antar pulau khususnya pergerakan barang;

Peningkatan fungsi kota, khususnya kota-kota Kabupaten dalam mendukung kegiatan perekonomian, serta guna memacu pertumbuhan ekonomi;

Konsep pengembangan wilayah di Propinsi Nusa Tenggara Timur dititik beratkan pada kegiatan koleksi distribusi di setiap pulau (terutama pulau-pulau utama atau besar), baik untuk kegiatan di dalam pulau, antar pulau (dalam Propinsi NTT), maupun kegiatan antar pulau (regional), melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi yang mendukung kegiatan koleksi distribusi tersebut.

Bila dilihat dari keadaan geografis serta pertimbangan ekonomi, maka titik berat pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi di prioritaskan pada pengembangan pelabuhan-pelabuhan laut. Usaha pengembangan pelabuhan laut tersebut disertai usaha perbaikan jaringan transportasi ke daerah belakang (hiterland) yang menjadi wilayah pelayanan yang dapat dijangkau dari masing-masing pelabuhan. Upaya perbaikan jaringan transportasi tersebut dilakukan dengan jalan memperbaiki ataupun membangun jalan dari pelabuhan laut ke pusat-pusat produksi yang menjadi wilayah pelayanannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih merangsang dan meningkatkan kegiatan-kegiatan produksi di daerah belakang, khususnya bagi daerah-daerah belakang yang sampai saat sekarang belum berproduksi secara optimal. Secara ekonomi, setiap pelabuhan laut mempunyai wilayah pelayaran (jangkauan pelayaran) terhadap daerah belakang (pusat-pusat produksi) pada rentang yang masih menguntungkan. Sehingga akan terbentuk suatu sistem pelayaran dari setiap pelabuhan ke daerah hiterland dengan jangkauan yang berbeda-beda tergantung dengan besar-kecilnya pelabuhan dan tingkat kemudahan pergerakan/aksesibilitas dari pelabuhan laut ke daerah belakang tersebut. Pengembangan pelabuhan laut untuk lebih memacu kegiatan ekonomi yang berorientasi ke eksport, maka diupayakan adanya spesialisasi kegiatan dari setiap pelabuhan laut, hal ini tentunya sangat tergantung dari potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah belakang yang menjadi pelayanan dari setiap pelabuhan. Dengan melihat keadaan geografis dan topografis Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka akan dikembangkan kota-kota pelabuhan untuk kegiatan skala nasional, regional maupun local sebagai berikut : a. Kota dengan Skala Kegiatan Nasional :

Kota Kupang sebagai Kota Propinsi; Kota Maumere, Kabupaten Sikka; Kota Labuhan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat; Waingapu, Kabupaten Sumba Timur.

b. Kota dengan Skala Kegiatan Wilayah : Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan; Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara; Baa, Kabupaten Rote Ndao; Kalabahi, Kabupaten Alor; Kota Ende, Kabupaten Ende; Larantuka, Kabupaten Flores Timur; Bajawa, Kabupaten Ngada; Ruteng, Kabupaten Manggarai;

Page 53: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 10

Lewoleba, Kabupaten Lembata; Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat; Waitabula, Kabaten Sumba Barat; Reo, Kabupaten Manggarai; Marapokot, Kabupaten Ngada; Betun, Kabupaten Belu; Aesesa/Mbay, Kabupaten Ngada.

c. Kota dengan Skala Kegiatan Lokal : Kota-kota kecamatan yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Kota-kota pelabuhan tersebut saat ini telah ada, dan ada yang akan dikembangkan lebih lanjut disesuaikan dengan fungsi yang akan diemban. Sedangkan kota-kota pelabuhan yang akan dikembangkan, Yaitu : - Ende (Kabupaten Ende); - Aimere (Kabupaten Ngada); - Atapupu (Kabupaten Belu); - Tenau (Kota Kupang); - Waingapu (Kabupaten Sumba Timur); - Waikelo (Kabupaten Sumba Barat); - Seba (Pulau Sabu); - Ba’a (Kabupaten Rote Ndao); - Wini (Kabupaten TTU). Sementara itu kota-kota pelabuhan yang sampai saat ini belum berkembang (yaitu yang berada disebelah Selatan Pulau Timor dan Sumba), dalam kurun jangka pendek belum mendesak untuk dikembangkan. Hal ini dimungkinkan karena diperkirakan penggunaan pelabuhan yang ada masih mampu menampung produksi daerah kantung-kantung produksi yang ada di wilayah masing-masing pelabuhan tersebut, dan dimasa mendatang bila secara ekonomi sudah tidak menguntungkan, maka perlunya membangun pelabuhan di tempat tersebut. Penentuan fungsi yang diemban dari masing-masing kota, khususnya kota-kota pelabuhan laut, sangat tergantung dari kegiatan produksi di wilayah pelayanan dari masing-masing pelabuhan laut, sangat tergantung dari kegiatan produksi di wilayah masing-masing pelabuhan laut. Penentuan fungsi ini dapat didekati dengan melihat kawasan-kawasan prioritas yang menjadi wilayah pelayanan dari setiap pelabuhan laut tersebut. Untuk penentuan hirarki kota, dapat diperkirakan dengan melihat prospek perkembangannya setiap kota, dilihat dari aktivitas/kegiatan ekonomi yang diemban dari setiap kota. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diperkirakan kota-kota pelabuhan akan lebih berkembang bila dibandingkan dengan kota-kota bukan pelabuhan, hal ini berkaitan dengan adanya kebijaksanaan pengembangan kegiatan ekonomi yang menitikberatkan kegiatan eksport. Kebijaksanaan pengembangan kota-kota pelabuhan dilakukan dengan melihat pulau-pulau utama (Pulau Timor, Pulau Flores dan Pulau Sumba) serta pulau-pulau kecil dengan kriteria : Di setiap pulau utama terdapat kota berorde/hirarki I atau Kota Pusat Kegiatan

Nasional guna lebih memacu pertumbuhan ekonomi; Di setiap pulau kecil terdapat kota orde/hirarki III atau Pusat Kegiatan Lokal, agar

perkembangan ekonomi di pulau tersebut tidak jauh tertinggal dengan kegiatan ekonomi di Pulau Utama.

Dengan melihat kriteria tersebut di atas, maka konsep pengembangan wilayah dengan titik berat pada penekanan pelabuhan laut yang didukung oleh kegiatan di daerah belakangnya sebagai langkah untuk meningkatkan kegiatan eksport, terbentuk perwilayahan pembangunan meliputi 3 WP, yaitu : WP I, meliputi Kota Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Alor, Kupang, Kabupaten Timor

Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu; WP II, meliputi Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai dan

Manggarai Barat; WP III, meliputi Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Timur.

Page 54: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 11

3.5 Strategi Pengembangan Tata Ruang Propinsi NTT Strategi yang dipakai dalam pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur,

berangkat dari tujuan yang akan dicapai dari penyusunan Review RTRWP, yaitu memadukan kegiatan sektoral dan kegiatan daerah, agar terintegrasi, serasi dan tanpa menimbulkan konflik spatial. Berangkat dari tujuan yang harus dicapai maka strategi pengembangan tata ruang menganut pada pendekatan Holistic Approach, yaitu suatu pendekatan yang menitik beratkan pada keterkaitan antara berbagai sektor kegiatan (khususnya dalam bidang ekonomi), dalam usaha memacu pertumbuhan ekonomi di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk menghasilkan tujuan yang maksimal, maka langkah selanjutnya mengembangkan kebijakan yang berorintasi pasar, bagi pemasaran barang-barang hasil produksi ke wilayah lain, baik dalam skala regional, nasional maupun internasional. Dengan jalan melakukan perdagangan yang lebih progreesive, dengan titik berat komoditi yang dipasarkan adalah komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan strategi pengembangan tata ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur tersebut di atas, maka langkah pelaksanaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu strategi pengembangan eksternal (antar wilayah) dan strategi pengembangan secara internal (intra wilayah). Strategi pengembangan eksternal lebih dititik beratkan pada aspek ekonomi bagi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Propinsi NTT dalam mengejar ketinggalannya terhadap rata-rata pertumbuhan ekonomi di propinsi lain maupun terhadap pertumbuhan rata-rata Nasional, yaitu dengan melihat keuntungan yang dimiliki oleh Propinsi NTT, baik keuntungan alam maupun keuntungan letak geografisnya. Sedangkan strategi pengembangan tata ruang secara internal mencakup strategi pengembangan kota- kota, pemantapan kawasan lindung/budidaya berdasarkan Keppres 32 tahun 90, strategi pengembangan sistem transportasi (khususnya laut, darat dan udara) serta strategi pengembangan kawasan prioritas.

3.5.1 Strategi Pengembangan Eksternal Dalam strategi pengembangan secara eksternal titik tolak yang diambil berorientasi ke

pasar (market oriented). Yang harus didukung oleh kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk ekspor (baik ekspor antar wilayah maupun ekspor ke luar negeri). Hal ini di lakukan berdasarkan kondisi ekonomi saat sekarang yang perkembangannya masih dibawah rata-rata nasional. Sehingga salah satu cara untuk memacu kegiatan ekonomi, perlunya peningkatan kegiatan ekonomi yang berorientasi ekspor dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki, dan yang mempunyai daya saing yang tinggi. Guna mencapai keadaan tersebut, maka strategi pengembangan meliputi : a. Peningkatan peran dari kota-kota yang mempunyai hubungan langsung dengan kota-

kota lain di propinsi lain khususnya yang berada di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan lain-lainnya, maupun dengan kota lain dari negara lain. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa kota-kota yang mempunyai hubungan langsung akan berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi dalam skala regional. Kota-kota yang perlu dikembangkan adalah kota-kota yang mempunyai fasilitas pelabuhan udara dan pelabuhan laut;

b. Peningkatan aksesibilitas perhubungan laut dan peningkatan peran serta aktivitas di pelabuhan laut. Hal ini dilakukan untuk meningkat jumlah produksi yang dapat diangkut serta untuk menekan biaya pengangkutan yang nantinya secara ekonomi dapat menguntungkan. Kebijaksanaan pengangkutan barang tidak harus melalui pelabuhan besar, kalau memungkinkan dari tiap pelabuhan yang telah dikembangkan dapat langsung berhubungan dengan pelabuhan di wilayah lain dalam lingkup regional maupun lingkup yang lebih luas. Dengan adanya kegiatan perekonomian yang bergeser ke pasifik (pasifik basin) peran pelabuhan-pelabuhan laut nantinya akan sangat penting artinya dalam mendukung perekonomian di NTT dalam hubungannya dengan negara-negara pasifik. Sehingga peningkatan pelabuhan-pelabuhan di pantai utara akan mendukung kegiatan perekonomian di Nusa Tenggara Timur, serta upaya pengembangan pelabuhan di pantai barat yang terkena dampak langsung dari

Page 55: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 12

perkembangan pelabuhan di pantai utara, guna meningkatkan nilai tambah dari kegiatan perekonomian.

c. Mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh Nusa Tenggara Timur, terutama yang memiliki daya saing dan peluang yang tinggi dipasaran Nasional maupun Internasional, antara lain dengan upaya-upaya : Pengembangan kawasan di sekitar laut Timor (Timor Gap) atau Celah Timor yang

saat sekarang diupayakan kerjasama eksplorasi minyak antara Indonesia-Australia yang secara ekonomis akan menguntungkan, karena nantinya hasil produksi dapat dipasarkan langsung ke negara konsumen seperti Jepang, Korea, yang jarak tempuhnya relatif lebih dekat bila dibandingkan dengan minyak yang berasal dari Timur Tengah sehingga dalam kompetisi harga nantinya diperkirakan akan mampu bersaing dan dapat menyerap pasar yang lebih luas;

Secara Stabilitas, perlu lebih diperhatikan karena adanya kerjasama antara Indonesia-Australia, yang secara historis terjadi kecurigaan Australia terhadap Indonesia;

Pengembangan kawasan pariwisata yang banyak dimiliki Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan memanfaatkan jumlah wisatawan yang datang ke pulau Bali, maka perlunya dibentuk suatu paket wisata dari Bali sampai NTT ataupun promosi langsung terhadap wisatawan-wisatawan di negara asal wisatawan maupun promosi domestik untuk menyerap wisatawan dalam negeri.

3.5.2 Strategi Pengembangan Secara Internal (Intra Wilayah)

Strategi ini lebih menitik beratkan pada upaya pemanfaatan lahan secara optimal dengan penetapan batas bagi penggunaan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya secara jelas. Strategi pengembangan sistem kota-kota, pengembangan sistem prasarana wilayah dan strategi pengembangan kawasan-kawasan prioritas sebagai berikut :

3.5.2.1 Strategi Pengembangan Kawasan Lindung

Upaya ini dilakukan untuk lebih mempertahankan, melestarikan dan menjaga antara keseimbangan lingkungan dengan kelestarian alam dapat terjamin sesuai dengan Keppres No. 32 tahun 1990, sehingga dapat sesuai dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Strategi pengembangan kawasan lindung yang direkomendasikan untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu : a. Pemantapan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya masing-masing, baik untuk

melindungi kawasan bawahannya, melindungi kawasan setempat, memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman flora-fauna dan ekosistemnya, serta melindungi kawasan yang rawan terhadap bencana alam;

b. Penetapan kawasan lindung sesuai dengan fungsi yang telah di tetapkan. Setelah mendapatkan kawasan lindung berdasarkan fungsi hasil super impose rencana tata ruang daerah, maka kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan yang tidak boleh dilakukan kegiatan budidaya (produksi, pembangunan fisik);

c. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung agar sesuai fungsi yang telah ditetapkan. Pada prinsipnya kegiatan budidaya yang terdapat dalam kawasan lindung, dapat dilanjutkan sejauh hal ini tidak mengganggu fungsi lindung yang ditetapkan bagi kawasan tersebut. Apabila kegiatan ini diangap dapat menganggu fungsi lindung, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap pengembangannya atau dihentikan sama sekali. Strategi ini diambil mengingat pertimbangan kebutuhan pembangunan dengan tetap mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan.

3.5.2.2 Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya

Berdasarkan hasil super impose, setelah didapatkan kawasan lindung maka luas lahan sisanya merupakan kawasan budidaya baik sebagai kawasan permukiman maupun kegiatan produksi seperti pertanian. Dalam peningkatan peran kawasan budidaya untuk mendukung perekonomian maka strategi pengembangannya, meliputi :

Page 56: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 13

a. Mengoptimalkan peran dari setiap pemanfaatan ruang bagi kegiatan budidaya, sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungannya. Secara umum pengembangan kawasan budidaya harus didasarkan pada kesesuaian lahan. Pengembangan kawasan budidaya diarahkan untuk mengakomodasikan kegiatan produksi, seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan lahan kering, lahan basah, perkebunan, perikanan, peternakan, kegiatan pertambangan, pariwisata serta permukiman.

b. Pengendalian pemanfaatan ruang guna menghindari konflik antar berbagai kepentingan karena hal ini sering terjadi, dan akan banyak menimbulkan permasalahan, yang berdampak pada kurang optimalnya pemanfaatan lahan karena terjadinya perebutan lahan dari berbagai pihak.

3.5.2.3 Strategi Pengembangan Kota-kota Strategi pengembangan kota-kota diarahkan pada upaya penentuan hirarki dan

peningkatan fungsi serta pelayanannya dalam mendukung kegiatan perekonomian khususnya dalam membantu perkembangan daerah belakang (hinterland). Pengembangan kota-kota masih dititik beratkan pada fungsi dan peran yang telah dihimbau pada saat sekarang dengan penambahan peningkatan skala/jaringan pelayanan. Dengan mengacu pada sistem hirarki, dimana hirarki tertinggi (I) mempunyai skala pelayanan secara nasional, melayani terhadap kota-kota yang hirarkinya dibawahnya, dan secara regional mempunyai kaitan dengan kota lain lebih erat. Maka strategi pengembangan kota-kota di Propinsi Nusa Tenggaara Timur, meliputi : a. Menerapkan peranan kota Kupang sebagai ibu kota Propinsi dan pusat

pengembangan wilayah bagi Propinsi Nusa Tenggara Timur. Salah satu upaya yang diusulkan untuk memantapkan peranan Kota Kupang adalah meningkatkan fasilitas perkotaan yang memadai;

b. Lebih meningkatkan, pengembangan dan memantapkan peran kota-kota utama yang ada di Nusa Tenggara Timur, dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan perkembangan antar kota, terutama dalam melayani kota-kota yang hirarkinya lebih rendah maupun dalam hubungannya dengan kota-kota lain. Pengembangan dan pemantapan itu dimaksudkan agar pertumbuhan wilayah Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan dapat berjalan dengan efektif dan membawa dampak positif bagi pengembangan wilayah secara keseluruhan. Dalam hal ini, diharapkan kota-kota utama tersebut dapat berperan sebagai pusat-pusat sekaligus berperan sebagai wilayah produksi kegiatan sekunder dan pusat koleksi dari kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang berpotensi tinggi, disamping peranannya sebagai pusat distribusi bagi wilayah sekitarnya;

c. Sejalan dengan tujuan, sasaran dan kebijaksanaan yang ingin dicapai khususnya dalam bidang ekonomi, maka perlu meningkatkan peran kota-kota yang berhirarki di bawah kota Kupang sebagai pusat-pusat pertumbuhan bagi daerah belakangnya (hiterland), agar hasil produksi dari kantung-kantung produksi dapat dengan mudah dipasarkan;

d. Untuk lebih melancarkan pemasaran hasil produksi dari hiterland maka perlunya peningkatan hubungan antar kota dengan pola sistem hirarki, dimana hubungan dilakukan dari hirarki terendah ke yang lebih tinggi tingkatnya pada jarak tempuh yang dekat dengan hirarki tersebut. Hal ini dilakukan dengan menganggap hirarki yang lebih tinggi mempunyai fasilitas pelayanan yang lebih lengkap dengan skala jangkauan yang lebih besar;

e. Mengembangkan keterkaitan antar kota secara fungsional, melalui pengembangan fungsi kota-kota. Keterkaitan fungsional akan terwujud dengan berkembangnya fungsi kota-kota yang sesuai dengan hirarki pelayanannya. Dalam hal ini, kota-kota dengan hirarki yang lebih rendah harus terkait secara fungsional dengan kota-kota hirarki yang lebih tinggi;

f. Upaya pengembangan desa-desa yang ada dengan pendekatan Progresive Rural Structure, yaitu dengan cara dibentuknya desa-desa terpadu sebagai pusat koleksi distribusi bagi kegiatan perekonomian dalam skala terkecil. Pengembangan desa-desa

Page 57: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 III - 14

terpadu ini memilih desa yang secara ekonomi telah berkembang dibandingkan desa lain di sekitarnya (desa Swasembada), sehingga dapat melayani desa-desa sekitarnya yang masih dalam status desa swakarya. Sistem koleksi distribusi dari desa terpadu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pusat kegiatan yang berada di ibukota kecamatan, dengan dukungan prasarana dan sarana perhubungan serta komunikasi yang relatif baik.

3.5.2.4 Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah

Strategi ini lebih dititikberatkan pada upaya membantu memperlancar arus barang maupun pergerakan yang baik antar wilayah maupun intra wilayah. Strategi yang ditempuh, meliputi : a. Meningkatkan sistem prasarana transportasi darat guna lebih meningkatkan

aksesibilitas dari kantung-kantung produksi kepusat kota dengan pusat kegiatan ekonomi;

b. Perkembangan perekonomian yang relatif rendah di Propinsi NTT tidak terlepas dari terbatasnya sistem transportasi darat dan masih banyak pusat-pusat kegiatan ekonomi yang belum mempunyai hubungan langsung dengan pusat kota. Seiring dengan kebijaksanaan pengembangan ekonomi, maka peningkatan transportasi darat dimaksudkan untuk lebih meratakan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi sampai ke kantung-kantung produksi dan diharapkan kesenjangan perkembangan dapat dikurangi;

c. Pengembangan sistem prasarana transportasi laut dan udara untuk meningkatkan aksesibilitas antar wilayah dan antar pulau. Pengembangan sistem prasarana transportasi laut diarahkan pada pengembangan prasarana pelabuhan pada kota-kota yang berada di wilayah produksi, untuk menunjang kegiatan produksi daerah belakang kota-kota tersebut, serta pengembangan jalur pelayaran antar pulau dan antara wilayah-wilayah produksi dengan pusat-pusat pemasaran di dalam maupun di luar wilayah Nusa Tenggara Timur;

d. Mengembangkan sistem prasarana transportasi jalan raya yang terpadu dengan lintas penyeberangan antar pulau, untuk meningkatkan aksesibilitas antar kota-kota sebagai pusat pertumbuhan dengan wilayah belakangnya serta meningkatkan interaksi antar pulau;

e. Mengembangkan sistem prasarana pengairan untuk menunjang pengembangan kawasan pertanian lahan basah. Mengingat kondisi alamnya, di Nusa Tenggara Timur perlu dipikirkan suatu sistem pengairan yang dapat mengatasi kendala kekurangan air, terutama untuk kegiatan pertanian tanaman basah. Pengembangan sistem prasarana pengairan ini perlu diarahkan pada wilayah-wilayah potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan lahan basah.

3.5.2.5 Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas

Salah satu produk yang diharapkan dari penyusunan Review RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah penentuan kawasan-kawasan prioritas yang akan dikembangkan. Strategi pengembangan untuk kawasan-kawasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Mengembangan wilayah-wilayah yang diprioritaskan untuk mengakomodasikan

perkembangan sektor-sektor strategis dengan melakukan studi yang lebih mendalam mengenai kawasan tersebut serta upaya penyiapan penataan ruang. Pengembangan kawasan-kawasan prioritas ini tidak terlepas dari permasalahan dan potensi yang ada di wilayah tersebut, sehingga pemahaman secara lebih mendalam terhadap kawasan prioritas perlu dilakukan. Untuk itu upaya penataan ruang secara khusus juga diperlukan bagi kawasan-kawasan prioritas yang membutuhkannya dengan segera;

b. Menanggulangi dengan segera, kawasan-kawasan prioritas yang memiliki permasalahan yang cukup mendesak untuk ditangani, seperti penanganan terhadap kawasan kritis dan daerah terbelakang. Daerah-daerah kritis di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang perlu mendapatkan penanganan segera adalah kawasan yang telah mengalami karusakan lingkungan sehingga perlu ditangani agar kerusakan tersebut tidak semakin meluas dan tidak mengganggu kegiatan budidaya; serta

c. Memberi dukungan penataan ruang pada setiap kawasan prioritas.

Page 58: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 1

BBAABB.. IIVV AARRAAHHAANN PPEENNGGEEMMBBAANNGGAANN RREENNCCAANNAA SSTTRRUUKKTTUURR DDAANN PPOOLLAA TTAATTAA RRUUAANNGG WWIILLAAYYAAHH PPRROOPPIINNSSII NNUUSSAA TTEENNGGGGAARRAA TTIIMMUURR

4.1. ARAHAN SPASIAL PEMBANGUNAN Arahan pengembangan struktur tata ruang wilayah Propinsi didasarkan pada konsepsi

struktur tata ruang. Secara garis besar materi rencana yang disajikan pada bab ini, yaitu arahan pemantapan kawasan lindung, arahan pengembangan kawasan budidaya, pola pengembangan sistem kota-kota, pola pengembangan prasarana wilayah, serta arahan pengembangan wilayah prioritas. Untuk mendukung rencana-rencana tersebut, dirumuskan pula kebijakan penunjang penataan ruang baik yang berupa kebijaksanaan yang bersifat spasial maupun non-spasial. Secara keseluruhan rencana struktur tata ruang ini diharapkan dapat mewujudkan keterkaitan antar kegiatan yang memanfaatkan ruang dalam kurun waktu 15 (Lima Belas) tahun.

4.1.1. Arahan Pemantapan Kawasan Lindung 4.1.1.1. Cakupan Kawasan Lindung

Secara spesifik hasil akhir dari penyusunan Review RTRWP salah satunya, yaitu Pemantapan Kawasan Lindung. Pengertian ‘pemantapan’ kawasan lindung, tidak menentukan kawasan lindung, tetapi lebih bersifat memantapkan kawasan lindung yang telah ada dan didasarkan pada klasifikasi dan kriteria yang lebih menyeluruh dipergunakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 10, kawasan ini terdiri atas tujuh sub kawasan utama, yaitu : 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu :

Kawasan hutan lindung; Kawasan bergambut; Kawasan resapan air;

2. Kawasan perlindungan setempat, yang terdiri dari : Sempadan pantai; Sempadan sungai; Kawasan sekitar danau/waduk; Kawasan sekitar mata air; Kawasan terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan kota.

3. Kawasan suaka alam, terdiri dari : Cagar alam; Suaka margasatwa.

4. Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari : Taman Nasional; Taman Hutan Raya; Taman Wisata Alam.

5. Kawasan cagar budaya tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil; 6. Kawasan rawan bencana, terdiri dari :

Kawasan rawan letusan gunung api; Kawasan rawan gempa bumi; Kawasan rawan tanah longsor; Kawasan rawan gelombang pasang; Kawasan rawan banjir.

7. Kawasan lindung lainnya, terdiri dari : Taman buru; Cagar biosfir; Kawasan perlindungan plasma nutfah; Kawasan pengungsian satwa; Kawasan pantai berhutan bakau.

Page 59: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 2

4.1.1.2. Kriteria dan Prinsip Pengelolaan Kawasan Lindung Kriteria dan pendelineasian kawasan lindung, pada hakekatnya didasarkan pada faktor-

faktor fisik dasar, yang mencakup lereng, jenis tanah, curah hujan, ketinggian, hidrologi, serta keberadaan flora dan fauna yang harus dilindungi. Dalam kaitannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang memberikan arah dalam mengatur Pengelolaan Kawasan Lindung, dipandang perlu adanya pemantapan terhadap kawasan lindung tersebut dalam kerangka struktur tata ruang propinsi wilayah propinsi secara keseluruhan. Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut secara rinci terkandung pengertian, tujuan penetapan serta kriteria kawasan lindung yang telah dikembangkan dan dapat diterapkan dengan mempertimbangkan kondisi wilayah secara spesifik. Secara umum pemantapan kawasan lindung di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ditujukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya berbagai kerusakan lingkungan hidup. Sasaran pemantapan kawasan lindung ini adalah : Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan iklim (hidroorologis); Mempertahankan keanekaragaman flora, fauna dan tipe ekosistim serta keunikan alam; Menjaga kelestarian lingkungan fisik dan biologis wilayah; Menjamin keseimbangan fungsi liungkungan yang menjamin optimalnya fungsi ekologi.

Tabel IV.1 ....,

Page 60: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 3

Tabel IV.1 Kriteria Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

JENIS KAWASAN DEFINISI TUJUAN PERLINDUNGAN KRITERIA

I. KAWASAN YANG MEMBERIKAN PER-LINDUNGAN KAWASAN BAWAHANNYA 1. Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki

sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar walaupun bawahanya sebagai pengatur tata air pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.

Mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologik tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah. Air tanah dan air permukaan.

1. Kawasan hutan dengan fakor – faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilaiskor 175 menurut SK Menteri pertanian No: 837/ KPTS/ um/11/1980 dan atau

2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih ( Inmendagri 8/1985 ). Dan atau

3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian diatas permukaan laut 2000 meter atau lebih.

2. Kawasan Bergambut Kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur membentuk tanahnya yang sebagian besar berupa sisa – sisa bahan organik yang bertimbun dalam waktu yang lama.

Mengendalikan hidrologi wilayah, yaitu sebagai penembat air dan pencegah banjir serta melindunggi ekosistem yang khas dikawasan bergambut.

Tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai.

3. Kawasan Resapan Air Kawasan resapan air adalah kawasaan yang mempunyai kawasan tinggi untuk meresapkan air hujan sehinga merupakan tempat penggisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air .

Memberikan ruang yang cukup bagiperesapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan, penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahnya maupun kawsan yang bersangkutan

Curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang meresapkan air dan bentuk geo morfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar – basaran .

II. KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT

1. Sempadan Pantai

Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

Melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai .

Dataran sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat .

2. Sempadan Sungai Sempadan sunggai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/ saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk memperhatikan kelestarian fungsi sungai

Melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai , kondis fisik dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai.

Sekurang – kurangnya 100 meter dikiri kanan sungai besar dan 50 meter dikiri dan dikanan anak sungai yang berada diluar permukiman (SK mentan No : 837/ KPTS/um/ 11/1980 dan No: 887/KPTS/um/1980 ).

3. Kawasan sekitar Danau/Waduk Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/ waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.

Melindungi danau / waduk dari kegiatan budi daya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau / waduk.

Daratan sekeliling tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik danau / waduk (antara 50 – 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat ).

4. Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan sekitar mata air adalah kawasan disekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air.

Melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air.dan kondisi fisik kawsan sekitarnya.

Sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 meter di sekeliling mata air, kecuali untuk kepentingan umum ( SK Mentan No : 837/KPTS/Um/11/1990 )

III. KAWASAN SUAKA ALAM DAN CAGAR ALAM 1. Kawasan Suaka Alam

Kawasan suaka alam adalah kawasan yang memiliki ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang memberi perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam.

Melindungi keanekaragamaan biota, tipe ekosistem, gejala dan keunukan alam bagi kepentingan plsmanuliah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.

Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan satwa dan daerah penggungsian satwa. Kriteria untuk masing – masing kawasan Suaka Alam

Page 61: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 4

JENIS KAWASAN DEFINISI TUJUAN PERLINDUNGAN KRITERIA

seperti tersebut dalam SK Menteri Pertanian No : 681/KPTS/UM/8/81

2. Pantai Berhutan Bakau Pantai perhutanan bakau adalah kawsan pesisir laut yang merupakan habitat lami hutan bakau alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan kepada prikehidupan pantai dan laut.

Melestarikan keberadaan hutan mangrove sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangnya berbagai biota laut, disamping sebagai pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidya dibelakangnya

Minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.

3. Kawasan suaka alam laut dan Perairan lainnya

Suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai , gugusan karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem.

Melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosisitem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nuftah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.

Kawasan berupa pesisir laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem.

4. Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang di kelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan pendidikan. Taman Hutan raya adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau hutan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan kebudayaan, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam didarat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam

Pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pecemaran.

Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki flora dan fauna yang beraneka ragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata. Lokasi Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wista Alam ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah.

5. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan

Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas berada.

Melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan – peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional, dan keragaman bentukan geologi, yang berguna untuk mengembangkan Ilmu pengetahuan bahkan oleh kegiatan alam maupun manusia

Tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan, kriteria Cagar Budaya didasarkan atas Monumental Ordonantis Staste Biad 1931 Nomor 238.

IV. KAWASAN RAWAN BENCANA 1. Kawasan Rawan Bencana Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau

berpotensi tinggi mengalami bencana alam Melindungi manusia dari kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia.

Daerah yang diindentifikasikan sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana dalam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi longsor dan lain-lain.

Catatan : 1. Kegiatan Budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang sudah ditetapkan dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung; 2. Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada yang mengganggu dan atau terpaksa mengkonversi kawasan berfungsi lindung, diatur sesuai dengan ketentuan –

ketentuan yang berlaku dalam peraturan pemerintah No. 29/1986. 3. Kegiatan yang sudah ada di kawasan lindung dan mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya.

Sumber : Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989).

Page 62: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 5

4.1.1.3. Luasan Kawasan Lindung Pemantapan kawasan lindung dijadikan titik tolak di dalam pengembangan struktur tata

ruang propinsi yang berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, penetapan kawasan lindung diintegrasikan dengan tata ruang wilayah propinsi secara keseluruhan. Setelah kawasan lindung ditetapkan sebagai limitasi atau kendala di dalam pengembangan wilayah, barulah kemudian dapat ditentukan arahan kawasan budidaya untuk mengakomodasikan kebutuhan ruang baik bagi kegiatan produksi maupun permukiman. Sehubungan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan delineasi terhadap kawasan lindung di Nusa Tenggara Timur dengan klasifikasi kawasan sesuai dengan yang ada di dalam Pedoman Penyusunan RTRWP serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1994. Kawasan lindung yang perlu dimantapkan fungsinya di Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : Kawasan lindung yang telah ditetapkan yang sebagian besar terdapat di Pulau Flores

dengan beberapa pulau di sekitarnya, seperti Pulau Alor, Lembata dan Pulau Adonara; Kawasan Pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni namun mepunyai keunikan dan menjadi

tempat perlindungan aneka flora dan fauna serta aneka satwa; Wilayah-wilayah karena kebutuhan posisi geografisnya yang berpotensi sebagai kawasan

lindung. Secara keseluruhan luas pemantapan kawasan lindung di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur diperkirakan 1.690.684,2 Ha atau sekitar 35,7 % dari luas wilayah propinsi. Apabila dikaitkan dengan perwilayahan pembangunan maka komposisi dan sebaran kawasan lindung sebagaimana Tabel IV.1 dan kriteria penentuan kawasan lindung pada Tabel IV.2 serta rencana pemantapan hutan lindung disajikan pada Gambar IV.1.

Tabel IV.1

Presentase Luas Kawasan Lindung menurut Kelompok Pulau Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2004

Kawasan Lindung Wilayah Kelompok Pulau Luas Pulau (Ha)

Luas (Ha) Persen (%) Timor P. Timor 1,439,490 382,850 26.6 P. Semau 26,100 500 44.1 P. Kera - 62.5 - P. Kambing - 125 - P. Rote 212,430 38,025 31.3 P. Sabu 42,170 9,850 23.4 P. Mdana - 1,562.5 - Jumlah - 43,2975 - Alor P. Alor 207,340 97,875 47.2 P. Pantar 71,180 12,687 17.8 P. Pura 2,818 1,125 39.9 P. Batang - 250 - P. Lapang - 125 - P. Rusa - 1,375 - Jumlah - 113,437 - Flores dan Sekitarnya P. Flores 1,423,000 276,936 19.4 P. Komodo 33,240 332,24.8 99.9 P. Rinca 21250 21,215 99.8 P. Padar - 1,718.7 - P. Kode - 700 - P. Gilimotang - 925 - P. Moles - 1,587.5 - P. Palue - 4625 - P. Besar - 4,062.5 - P. Sukun - 375 - P. Konga - 62.5 - P. Adonara 51880 32,562.5 62.8 P. Solor 22,620 5,587.5 29.6 P. Lembata 126,600 19,093.6 15.1 Jumlah - 403,775.6 - Sumba dan Sekitarnya P. Sumba 1,104,000 193,601.5 17.5 P. Dana

Total NTT 4,693,188 1,154,789.6 24.4 Sumber: Bappeda Propinsi Tahun 2004

Page 63: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 6

Dikaitkan dengan kondisi pemanfaatan ruang eksisting, delineasi kawasan lindung seringkali berhadapan dengan permasalahan tumpang tindih dengan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindungnya. Beberapa kasus permasalahan itu, misalnya : Perambahan atau intervensi hutan lindung oleh masyarakat untuk kegiatan perladangan

berpindah; Permukiman yang berkembang lama pada kawasan hutan lindung; Kondisi eksisting pada kawasan hutan lindung yang ternyata tidak mempunyai fungsi

lindung lagi, tetapi sudah termasuk hutan produksi (kawasan budidaya); Penambangan galian C yang dapat mengganggu fungsi lindung.

Untuk mengatasi hal tersebut sangat diperlukan beberapa kebijakan daerah didalam pengendalian dan pengontrolan agar tercapai tujuan yang diharapkan dari fungsi lindung tersebut.

4.1.1.4. Kawasan yang Memberi Perlindungan Bawahannya Upaya pemantapan fungsi lindung pada kawasan yang memberikan perlindungan

terhadap kawasan bawahannya di Nusa Tenggara Timur, pada dasarnya dapat dilakukan dalam konteks pendekatan pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai pendekatan terpadu untuk melestarikan sumber daya alam. Hal ini mengingat bahwa fungsi lindung pada kawasan tersebut hanya dapat lestari bila kondisi tangkapan air (catcment area) terjaga dengan baik. Arahan yang dipergunakan untuk lebih melindungi kawasan ini dari kegiatan/aktivitas manusia meliputi upaya-upaya : Lebih memantapkan kawasan perlindungan dengan mengacu pada PP Nomor : 47 Tahun

1994, melalui pengukuhan dan penataan batas di lapangan; Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan tersebut. Kegiatan budidaya

yang mempunyai dampak penting terhadap hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sesuai PP Nomor : 47 Tahun 1994. Bagi kegiatan yang mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya dan fungsi lindung harus dikembalikan secara bertahap;

Kegiatan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam, dapat dilakukan di kawasan hutan lindung dengan tetap mempertahankan fungsi lindungnya. Kegiatan budidaya pertambangan dimungkinkan untuk tetap berlokasi di kawasan hutan lindung, jika pada kawasan tersebut terdapat indikasi adanya deposit mineral yang dinilai sangat berharga (vital dan strategis). Tetapi pengelolaan kawasan yang bersifat “enclave” tersebut harus dilakukan dengan tetap memelihara fungsi lindung, dengan melaksanakan rehabilitasi pada kawasan bekas penambangan;

Kegiatan budidaya perlu dicegah, kecuali kegiatan yang tidak mengganggu fungsi lindung, seperti kegiatan pariwisata;

Pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang masih diperbolehkan untuk berlokasi di hutan lindung, agar tetap dijaga untuk tidak mengganggu fungsi lindungnya.

4.1.1.5. Arahan Kawasan Perlindungan Setempat

Dalam penggarisannya pada peta skala 1 : 250.000, kawasan perlindungan setempat (seperti sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan sekitar mata air) tidak dapat didelineasi secara spesifik. Hal ini tidak berarti kawasan-kawasan tersebut tidak termasuk dilindungi. Untuk maksud tersebut perlu dilakukan pendelinesian lebih lanjut (agar lebih tegas) di dalam rencana tata ruang yang lebih detail, yaitu Rencana Tata Ruang Kabupaten (skala 1:50.000 atau 1:100.000). Untuk lebih memantapkan akan fungsi kawasan lindung bagi perlindungan setempat perlu dilakukan upaya-upaya penggendalian di tepi pantai tepi sungai, dan kawasan sekitar waduk. 1. Garis Sempadan Pantai

Kebijaksanaan yang perlu ditempuh dalam upaya lebih memantapkan garis sempadan pantai guna memberikan perlindungan bagi kawasan lindung di tepi pantai dilakukan : Pelarangan/pencegahan kegiatan budidaya di tepi pantai sampai radius yang telah

ditetapkan;

Page 64: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 7

Pengembalian secara bertahap fungsi di tepi pantai, dari kegiatan budidaya ke kawasan perlindungan setempat;

Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan-kegiatan sekitar tepi pantai. 2. Sempadan Sungai

Kebijaksanaan yang dapat ditempuh dalam rangka untuk melindungi kawasan di sekitar sungai, dilakukan upaya-upaya : Pengamanan daerah disepanjang sungai yang harus dilindungi; Mencegah kegiatan budidaya secara bertahap di kawasan tepi sungai, dimana kegiatan

tersebut dapat merusak kawasan tepi sungai; Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar tepi sungai.

3. Kawasan Tepi Waduk/Danau Kebijaksanaan pengaturan kawasan tepi waduk/danau dilakukan dengan : Pencegahan dilakukan kegiatan budidaya dalam kawasan tepi waduk/danau; Pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada dan dilakukan upaya pemindahan

kegiatan budidaya tersebut secara terhadap. 4.1.1.6. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Kawasan Suaka Alam sebagian besar telah ditetapkan sebagai cagar alam, suaka margasatwa dan taman buru, taman wisata/hutan wisata, serta cagar alam laut (di dalam ketetapan pola TGHK), diantaranya : a. Kawasan Suaka Alam :

Cagar Alam : CA. Maubesi, CA. Mutis Timau, CA. Waiwuul; Suaka Margasatwa : SM. Pulau Menipo, SM. Kateri; Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah : KPPN. Sisimeni Sanam.

b. Hutan Wisata : HW. Bena (dulu Hutan Buru), HW. Ale Aisiu, HW. Oana, HW. Gunung Besar; c. Taman Wisata : TW. Camplong, TW. Baumata, TW. Tuti Adagae, TW. Tanjung Watu

Manuk, TW. Pulau Besar, TW. Pulau Rusa, TW. Pulau Lapang, TW. Pulau Batang; d. Kawasan Suaka Alam Laut : SAL. Gugus Pulau Teluk Maumere, SAL. 17 Pulau Riung; e. Taman Nasional : CA. Pulau Komodo dan sekitarnya (termasuk perairan laut), TW. dan CA.

Kelimutu (telah diusulkan). Kebijaksanaan pemantapan suaka alam bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan melindungi ekosistem lingkungan, sehingga perlunya upaya-upaya : Pemantapan kawasan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata) sesuai

dengan tujuan perlindungannya masing-masing; Peningkatan pengelolaan suaka alam yang telah ada, serta melakukan pelarangan kegiatan

budidaya di kawasan tersebut, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem alami yang ada;

Pelestarian hutan-hutan suaka alam dan hutan bakau; Pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap kegiatan budidaya yang telah ada di

dalam kawasan suaka alam dan hutan bakau agar tidak mengganggu akan fungsi suaka alam tersebut;

Pengembangan dan pengelolaan Taman Nasional maupun yang dicalonkan. Pemantapan fungsi lindung dari kawasan suaka alam, harus memperhatikan wilayah jelajah atau sebaran vegetasi dan satwa yang akan dilindungi. Sebagai tindak lanjut upaya pemantapan kawasan lindung ini perlu dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten, sehingga penetapannya dapat dilakukan secara lebih rinci dan menjadi operasional diterapkan dilapangan.

4.1.1.7. Kawasan Rawan Bencana 1. Pengelolaan Daerah Rawan Bencana

Sebagaimana yang dimaksud dalam Keppres No. 32 tahun 1990, di Nusa Tenggara Timur hanya kawasan rawan bencana gunung berapi yang diidentifikasikan dan telah masuk kawasan lindung, sedangkan kawasan rawan bencana lainnya tidak dapat didelineasi secara spesifik, karena lokasi bencana alam seperti longsor/erosi yang sering terjadi terdapat pada kawasan-kawasan yang sudah didelineasi sebagai kawasan yang melindungi kawasan bawahannya (terutama hutan lindung). Pengelolaan daerah rawan bencana sangat penting

Page 65: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 8

dalam upaya menghindari kerugian dan dampak yang ditimbulkan yang dapat merenggut jiwa dan harta penduduk. Atas dasar itu maka arahan kebijaksanaan pemantapan kawasan rawan bencana dilakukan dengan langkah-langkah : Lebih mewaspadai kegiatan gunung api, karena propinsi ini dilalui jalur gunung api yang

masih aktif; Lebih meningkatkan upaya penetapan kawasan Bahaya I, Bahaya II dan Bahaya III,

bagi daerah-daerah yang sering terkena bencana alam; Melakukan upaya-upaya perbaikan lingkungan serta prasarana bagi daerah yang

mengalami bencana; Lebih memantapkan kawasan-kawasan yang sering menimbulkan bencana (seperti

erosi, longsor, banjir), dengan membatasi kegiatan budidaya dan lebih menggembangkan sebagai kawasan lindung.

2. Daerah Rawan Bencana Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan terhadap perkembangan bencana alam di Propinsi Nusa Tenggara Timur maka teridentifikasi beberapa daerah rawan bencana sebagai berikut : a. Daerah Rawan Gempa Bumi. Nusa Tenggara Timur termasuk daerah rawan bencana

alam gempa terutama wilayah Pulau Flores, Alor dan sekitarnya; b. Daerah Rawan Tsunami. Sebagai propinsi kepulauan yang dikelilingi laut, daerah

pesisir terutama daerah pesisir dengan laut terbuka di Pesisir Flores bagian Utara, Pesisir Sumba bagian Selatan, Pesisir Timor bagian selatan dan pulau-pulau yang berhadapan dengan laut terbuka merupakan daerah rawan tsunami;

c. Daerah Rawan Bencana Gunung Api. Wilayah di Pulau Flores yang memiliki beberapa gunung berapi aktif dan beberapa daerah memiliki kawasan rawan bencana gunung api;

d. Daerah Rawan Longsor. Nusa Tenggara Timur sebagai daerah dengan topografi berbukit yang relatif kritis akibat usaha bertani yang kurang terkontrol dan penggundulan hutan mempunyai daerah rawan longsor relatif merata di seluruh wilayah. Diantara yang cukup rawan dan telah merengut nyawa dan harta penduduk diantaranya di wilayah Flores khususnya di Kabupaten Ende, Flores Timur dan Ngada;

e. Daerah Rawan Banjir. Sehubungan dengan kurangnya vegetasi pada hulu-hulu sungai mengakibatkan banyak sungai membawa dampak rawan banjir. Terdapat beberapa sungai yang perlu diantisipasi karena menimbulkan rawan banjir sebagai berikut : Kota Kupang : Sungai Oebobo, Sungai Oesapa Kecil, Sungai Oesapa Besar, Sungai

Sefbano, Sungai Namosain dan Kali Dendeng; Kabupaten Alor : Sungai Bone, Sungai Buona, Sungai Bukapiting, sungai Waesika,

dan Sungai Kamot; Kabupaten Belu : Sungai Benanain, Sungai Motaderok, Sungai Talau, Sungai

Basikama, Sungai Malibaka, dan Sungai Rusan; Kabupaten Timor Tengah Utara : Sungai Nain, Sungai Ponu; Kabupaten Timor Tengah Selatan : Sungai Noelmina, Sungai Muke, Sungai Tomutu,

Sungai Baus; Kabupaten Kupang : Sungai Manikin, Sungai Nunkurus, Sungai Oepoli, Sungai Amabi,

Sungai Nifoluam, Sungai Manubulu, dan Sungai Ledeana; Kabupaten Manggarai : Sungai Waebobo, Sungai Waepesi, Sungai Waemese; Kabupaten Ngada : Sungai Aisesa, Sungai Anakoli, Sungai Waewutu, Sungai Kolpenu; Kabupaten Ende : Sungai Wolowona, Sungai Loworea, Sungai Nangapanda, Sungai

Wolowaru, dan Sungai Ndondo; Kabupaten Sikka : Sungai Kaliwajo, Sungai Ijura, Sungai Waeoti, Sungai Nebe,

Sungai Waegete, Sungai Manunaing, Sungai Waerklau, dan Sungai Batikwaer; Kabupaten Lembata : Sungai Lembata, Sungai Konga, Sungai Waekomo; Kabupaten Sumba Timur : Sungai Kambaniru, Sungai Payeti, Sungai Melolo, Sungai

Petawang, Sungai Tawui, Sungai Kadaha.

Page 66: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 9

4.1.2. Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya 4.1.2.1. Klasifikasi Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya pada dasarnya merupakan kawasan diluar lindung yang kondisi fisik dan potensi sumber daya alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan baik bagi kepentingan produksi maupun pemenuhan kebutuhan ruang untuk permukiman. Oleh karena itu, dalam RTRWP Nusa Tenggara Timur penetapan kawasan ini lebih bersifat memberikan arahan bagi pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan potensi sumberdaya (terutama lahan) yang ada dan dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya. Berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang di daerah, kawasan budidaya diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kawasan Hutan Produksi :

- Kawasan hutan produksi terbatas; - Kawasan hutan produksi tetap; - Kawasan hutan produksi konversi;

2. Kawasan Pertanian : - Kawasan tanaman pangan lahan basah; - Kawasan tanaman lahan kering; - Kawasan tanaman tahunan/perkebunan; - Kawasan peternakan; - Kawasan perikanan.

3. Kawasan Pertambangan; 4. Kawasan Perindustrian; 5. Kawasan Pariwisata; 6. Kawasan Permukiman

4.1.2.2. Kriteria dan Sasaran Kawasan Budidaya Kriteria untuk beberapa sub kawasan di atas ternyata masih ada yang bersifat umum dan

perlu dijabarkan lagi untuk dapat diterapkan pada peta dengan skala memadai. Dilihat dari klasifikasi kawasan budidaya, jelas terlihat bahwa pembagian tersebut lebih sektoral, sehingga dalam penetapan kemudian perlu disesuaikan dengan rencana-rencana pengembangan sektoral yang telah ada di samping mempertimbangkan kondisi fisik wilayah. Sasaran pengembangan kawasan budidaya secara umum adalah : Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dan mendukung

pembangunan berkelanjutan; Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang anatara kegiatan

budidaya yang berbeda; Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya

tertentu ke jenis lainnya. Kriteria untuk setiap sub kawasan tersebut dapat dilihat lebih rinci pada Tabel IV.3.

Kriteria untuk beberapa sub kawasan di atas ternyata masih ada yang bersifat umum dan

perlu dijabarkan lagi untuk dapat diterapkan pada peta dengan skala memadai. Dilihat dari klasifikasi kawasan budidaya, jelas terlihat bahwa pembagian tersebut lebih bersifat sektoral, sehingga dalam penetapan kemudian perlu disesuaikan dengan rencana-rencana pengembangan sektoral yang telah ada di samping mempertimbangkan kondisi fisik wilayah. Sasaran pengembangan kawasan budidaya secara fisik secara umum adalah : Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dan mendukung

pembangunan berkelanjutan; Memberikan arahan untuk menentukan prioritas pemanfaatan ruang antara kegiatan

budidaya yang berbeda; Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya

tertentu ke jenis lainnya. Penetapan arahan pengembangan kawasan budidaya pada dasarnya diarahkan dalam rangka optimasi pemanfaatan sumber daya alam dan ruang untuk mendukung pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Kriteria untuk mendelineasikan kawasan budidaya secara umum bertitik tolak dari faktor kesesuaian dan kemampuan lahan. Klasifikasi kawasan budidaya yang

Page 67: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 10

berkaitan dengan fungsi utama pemanfaatan ruang untuk menampung kegiatan penduduk. Kaitannya dengan kondisi eksisting sering terjadi permasalahan tumpang tindih antara kawasan budidaya yang ditetapkan dengan kegiatan budidaya lain. Secara umum masalah tumpang tindih ini berkaitan dengan penggunaan lahan yang telah berlangsung lama, kegiatan sektoral (proyek) atau status penguasaan lahan. Untuk mengarahkan pengembangan apakah kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih tersebut dapat terus berlangsung atau tidak pada masa yang akan datang, maka perlu suatu arahan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengembangan kawasan budidaya ini perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana pendukungnya agar kawasan tersebut berkembang sesuai fungsinya, hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan sasaran tersebut di atas, maka kebijaksanaan pengembangan kawasan budidaya akan menyangkut : Pengembangan prasarana pendukung tiap kawasan budidaya; Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi

lindung; Penanganan permasalahan tumpang tindih antar kegiatan budidaya; Pengembangan kegiatan utama serta pemanfaatan ruangnya secara optimal pada tiap

kawasan budidaya masing-masing. Rekapitulasi luasan Kawasan Budidaya untuk peruntukan pertanian, perkebunan, hutan produksi dan perikanan sebagaimana Tabel IV.4 dan secara visual rencana pengembangan kegiatan budidaya dapat dilihat pada Gambar IV.1.

Tabel IV.3 ....,

Page 68: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 11

Tabel IV.3 KRITERIA PENETAPAN KAWASAN BUDIDAYA

JENIS KAWASAN D E F I N I S I K R I T E R I A

I. KAWASAN HUTAN PRODUKSI

1. Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kawasan yang diperuntukan bagi hutan produksi Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan,

terbatas dimana eksploitasinya hanya dapat de- jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor

ngan tebang pilih dan tanam 125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan

hutan konversi lainnya.

(SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/KPTS/Um/11/1980

2. Kawasan Hutan Produksi Tetap Kawasan yang diperntukan bagi hutan produksi Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan,

tetap dimana eksploitasinya dapat dengan te- jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor

bang pilih atau tebang habis tanam 125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan

hutan konversi lainnya.

(SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/kpts/Um

/11/1980)

3. Kawasan Hutan Produksi Kawasan hutan yang bilamana di perlukan dapat Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan,

dialihgunakan jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor

125 - 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan

hutan konversi lainnya.

(SK Mentan No. 683/KPS/Um/8/1981 & 837/kpts/Um/11/1980)

II. KAWASAN PERTANIAN 1. Kawasan Tanaman Pangan

Lahan Basah Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pa- Kawasan yang sesuai untuk tanaman pangan lahan ba-

ngan lahan basah dimana pengairannya dapat sah adalah yang mempunyai sistem dan atau potensi

diperoleh secara alamiah maupun teknis pengembangan perairan yang Memiliki :

a. Ketinggian < 1000 m

b. Kelerengan < 40 %

c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm 2. Kawasan Tanaman Pangan

Lahan Kering Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pa- Kawasan yang tidak mempunyai sistem atau potensi

ngan lahan kering untuk tanaman palawija, hor- pengembangan perairan yang Memiliki :

tikultura atau tanaman pangan a. Ketinggian < 1000 m

b. Kelerengan < 40 %

c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm 3. Kawasan Tanaman

Tahunan/Perkebunan Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman tahu- Kawasan yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebu-

nan/perkebunan yang menghasilkan baik bahan nan dengan mempertimbangkan faktor-faktor :

pangan dan bahan baku industri a. Ketinggian < 2000 m

b. Kelerengan < 40 %

c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm

4. Kawasan Peternakan Kawasan yang diperuntukan bagi peternakan he- Kawasan yang sesuai untuk peternakan/penggembala-

wan besar dan padang penggembalaan ternak an hewan besar ditentukan dengan mempertimbangkan

faktor-faktor :

Page 69: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 12

a. Ketinggian < 2000 m

b. Kelerengan < 15 %

c. Jenis tanah dan iklim yang sesuai untuk padang

rumput alamiah

5. Kawasan Perikanan Kawasan yang diperuntukan bagi perikanan baik Kawasan yang sesuai untuk perikanan ditentukan de-

berupa pertambakan/kolam dan perairan darat ngan mempertimbangkan faktor-faktor :

lainnya a. Kelerengan < 8 %

b. Persediaan air cukup

III. KAWASAN PERTAMBANGAN Kawasan yang diperuntukan bagi pertambangan Kriteria lokasi sesuai dengan yang ditetapkan Departe-

baik wilayah yang sedang maupun yang akan men Pertambangan untuk daerah masing-masing, yang

segera dilakukan kegiatan pertambangan mempunyai potensi bahan tambang bernilai tinggi

IV. KAWASAN PERINDUSTRIAN Kawasan yang diperuntukan bagi industri berupa a. Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri

tempat pemusatan kegiatan industri b. Tersedia sumber air baku yang cukup

c. Adanya sistem pembuangan limbah

d. Tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang

berat

e. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan

basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk

pengembangan irigasi

V. KAWASAN PARIWISATA Kawasan yang diperuntukan bagi pariwisata Kawasan yang mempunyai

a. Masyarakan dengan kebudayaan bernilai tinggi dan

diminati oleh pariwisata

b. Bangunan peninggalan budaya dan atau mempunyai

nilai sejarah yang tinggi

VI. KAWASAN PERMUKIMAN Kawasan yang diperuntukan bagi Permukiman a. Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada

b. Ketersediaan Air terjun

c. Lokasi yang terkait dengan kawasan hunian yang telah ada/berkembang

d. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah Sumber: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989).

4.1.2.3. Arahan Pengembangan Kawasan Hutan Produksi

Ditinjau dari kegiatan eksploitasi yang dapat dilakukan, kawasan hutan produksi terdiri dari hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi biasa (HPB) dan hutan produksi konversi (HPK). Hutan produksi terbatas hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang habis, serta dalam bentuk hutan tanaman industri (HTI). Hutan produksi konversi, pada dasarnya dapat dikembangkan untuk kegiatan-kegiatan lain di luar sektor kehutanan. Ditinjau dari lokasinya, kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap tersebar di seluruh kabupaten, sedangkan hutan produksi konversi tersebar di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Ngada, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba barat dan Smba Timur. Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan ini didasarkan pada tujuan utama pengembangan kawasan budidaya, yaitu mengembangkan areal (kawasan budidaya) sesuai dengan potensi yang ada. Kebijaksanaan tersebut meliputi :

Page 70: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 13

Pengusahaan hutan produksi melalui pemberian ijin HPH dengan menerapkan Pola Tebang Pilih;

Pengembangan Pola Hutan Tanaman Industri; Pengembangan Zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan

dengan hutan lindung; Pengendalian dan pemantauan kegiatan pengusahaan hutan serta peladangan

berpindah; Pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konversi untuk kegiatan pertanian

(perkebunan dan tanaman pangan) sesuai dengan potensinya; Reboisasi dan rehabilitasi lahan bekas tebangan HPH; Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lain (pertanian dan

pertambangan). Untuk lebih jelasnya arahan pengembangan kehutanan dapat lihat pada Gambar IV.2.

4.1.2.4. Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Kering dan Perkebunan Upaya pengembangan pertanian lahan kering dilakukan dengan usaha

pengembangan perluasan pertanian lahan kering dari lahan-lahan yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimum. Upaya pengembangan pertanian lahan kering dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Mengembangkan peningkatan mutu intensifikasi lahan usaha, produksi dan

produktivitas serta konservasi lahan dengan sumber air; Melakukan penghijauan dan perluasan kawasan perkebunan, untuk penanaman kopi,

kelapa, kemiri, cengkeh, kakao; Upaya peningkatan penanaman dengan tanaman yang disesuaikan dengan kualitas

lahan, agar diperoleh hasil optimal; Perbaiki agroklimat dan konservasi lahan, melalui penanama tanaman tahunan yang

sekaligus dalam rangka pengembangan farming system berupa usaha tani terpadu dengan tanaman pangan.

4.1.2.5. Arahan Pengembangan Kawasan Pertanian Lahan Basah

Dalam upaya untuk mendorong peningkatan produktivitas lahan basah telah ditetapkan kebijakan Gerakan Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah yang dicanangkan tahun 2004. Berdasarkan kriteria tersebut maka lokasi yang menjadi sasaran pengembangan lahan basah berdasarkan Wilayah Pembangunan yang ditetapkan dalam RTRWP Nusa Tenggara Timur adalah desa-desa yang tercakup dalam lingkup wilayah kerja pembangunan Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang telah dikembangkan namun belum optimal sebagai berikut Satuan Wilayah Sungai (SWS) Timor. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Timor

tersebar di Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu dan Kabupaten Alor. Rakapitulasi profil daerah irigasi dan target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV.5

Satuan Wilayah Sungai (SWS) Flores. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Flores tersebar di Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai dan Manggarai Barat Rakapitulasi profil daerah irigasi dan target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV-6.

Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sumba. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sumba tersebar di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat. Rekapitulasi profil daerah irigasi dan target optimalisasi yang harus dilakukan sebagaimana Tabel IV.7.

Pengelolaan potensi belum sepenuhnya didukung dengan prasarana yang dibutuhkan sehingga ada sebagian potensi yang belum dikembangkan saat ini, dan sesuai kebijakan pembangunan daerah akan terus dikembangkan. Atas dasar kebijakan tersebut maka optimalisasi pengembangan lahan basah, juga akan dilaksanakan pada lokasi-lokasi baru dengan pendekatan pengelolaan lebih terencana sehingga lebih efesien dan efektif dalam mencapai kinerja yang optimal. Berdasarkan prospektif pembangunan pertanian lahan basah dan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya pembangunan terutama dana dan kemampuan sumber daya manusia, maka untuk meningkatkan capaian kinerja

Page 71: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 14

melalui skenario pembangunan yang dapat menjamin adanya integrasi dan sinergitas pembangunan yaitu : (1) pemihakan; (2) percepatan; (3) peningkatan; (4) penyerasian dan mengoptimalkan; (5) pengembangan; serta (6) pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan. Pentingnya skenario tersebut mengingat adanya perbedaan perkembangan antar Daerah Irigasi. Itu berarti masing-masing daerah irigasi perlu dikembangkan atas dasar kebutuhan spesifik daerah irigasi maupun Satuan Wilayah Sungai (SWS). Pentingnya pendekatan spesifik untuk menjamin ada keselarasan antara kebutuhan pembangunan dengan kebijakan pembangunan yang ditetapkan di tingkat Nasional, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota. Dalam rangka peningkatan capaian kinerja optimalisasi pengembangan lahan basah di Propinsi Nusa Tenggara Timur maka dilakukan upaya percepatan pembangunan melalui pendekatan sebagai berikut : a. Pendekatan Umum Pembangunan

Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah, dikembangkan secara terpadu lintas wilayah administrasi dan lintas sektor dengan berpedoman pada RTRW Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota lokasi Daerah Irigasi;

Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah merupakan kegiatan ekonomi yang memanfaatkan potensi lahan basah sebagai sentra ekonomi dan ketahanan pangan harus didukung dengan kemampuan pembangunan yang lebih partisipatif oleh pelaku dan kelembagaan yang lebih andal;

Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah sebagai salah satu kegiatan ekonomi harus mendukung strategi pertumbuhan melalui pemerataan yaitu suatu perancangan kegiatan pembangunan yang memberikan akses pembangunan dengan pendekatan spesifik yang memungkinkan pembangunan mencapai sasaran secara tepat dan mampu membuka akses yang lebih luas pada masyarakat dalam peningkatan pemerataan pendapatan, pemerataan hasil-hasil pembangunan, dan akses ekonomi serta akses pasar dengan mendorong simpul-simpul utama kegiatan ekonomi atas dasar karekteristik pengelolan lahan basah yang relatif beragam;

Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menyelaraskan prioritas kegiatan dalam memanfaatan potensi sumberdaya air dan irigasi antara pemerintah Nasional, Propinsi dan Kabupaten/ Kota;

Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu meningkatkan daya tarik investasi pada lahan basah terutama dalam pengembangan kawasan andalan yang basis utamanya pertanian lahan basah;

Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah harus mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk mendorong inisiatif dan partisipasi aktif masyarakat, sehinggan terjalin kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyakat dalam pengembangan usaha terutama untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang tumbuh dari pengelolaan potensi lahan basah.

Tabel IV.4 ….,

Page 72: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 15

Tabel IV.4 REKAPITULASI KAWASAN BUDIDAYA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

No Kawasan Potensial Satuan Kegiatan Prioritas Komoditas Unggulan Daerah

1 Pertanian Lahan Kering dan Hortikultura 1.528.308 Ha Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Pertanian Tanaman Pangan Lahan kering: Jagung dan Palawija Hortikultura: Jeruk, mangga, pisang

2 Pertanian Lahan Basah 284.103 Ha Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah: Padi dan palawija Pakan ternak besar (sapi)

3 Perkebunan 888.931Ha Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Andalan nasional : Jambu mete Andalan Regional : Kopi, kakao, kelapa Andalam Lokal : Vanili

4 Hutan Produksi Tersebar Intensifikasi dan ektensifikasi usaha Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Hasi kayu: cendana, jati, gaharu Produksi Non kayu: asam, kemiri kutu lak, madu, asam, kemiri

5 Perikanan Darat 8.375 Ha Bandeng, Mujair 6 Perikanan Tangkap 200.000 Km2 Tuna, Cakalang 7 Perikanan Pantai 5.700 Km 8 Budidaya Perikanan 90.605 Ha Budidaya Laut

Budidaya Tambak 55.150 Ha 35.455 Ha

Intensifikasi kolam ikan Intensifikasi potensi tangkap Intensifikasi kegiatan tangkap Intensifikasi dan ekstensifikasi Ekstesifikasi potensial yang belum dikelola Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias Rumput Laut, Kakap, Udang

Sumber: Bappeda Propinsi Tahun 2004

Tabel IV. 5 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada Sws Timor

Total Luas (Ha) > 3.000 Ha > 1.000 Ha & < 3.000 Ha < 1.000 Ha No. Kabupaten/ Kota

Potensial Fungsional F/P (%) Potensial Fungsional F/P (%) Potensial Fungsional F/P (%) Potensial Fungsional F/P (%) 1. Alor 13.296 5.904 44,40 6.156 1.771 28,77 1.599 1.181 73,86 5.541 2.952 53,28 2. Kupang 18.344 8.368 45,62 11.253 2.577 22,90 2.075 1.718 82,80 5.016 4.073 81,20 3. Rote Ndao 9.310 3.912 42,02 5.750 1.107 19,25 1.007 738 73,29 2.553 2.067 80,96 4. TTS 18.848 8.370 44,41 9.073 2.511 27,68 1.780 1.674 94,04 7.995 4.185 52,35 5. TTU 22.303 9.240 41,43 14.722 2.574 17,48 2.001 1.714 85,66 5.580 4.952 88,,75 6. Belu 44.213 19.634 44,41 27.415 5.890 21,48 6.798 3.927 57,77 10.000 9.817 98,17 TOTAL 126.314 55.428 43,88 74.369 16.430 22,09 15.260 10.952 71,77 36.685 28.046 76,45

Page 73: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 16

Tabel IV. 6 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Flores

Total Luas (Ha) > 3.000 Ha > 1.000 Ha & < 3.000 Ha < 1.000 Ha No. Kabupaten/ Kota

Potensial Fungsional F/P (%) Potensial Fungsional F/P (%) Potensial Fungsional F/P (%) Potensial Fungsional F/P (%) 1. Manggarai Barat 28.279 12.559 44,41 11.774 3.768 32,00 3.174 2.512 79,14 13.331 6.279 47,10 2. Manggarai 32.924 17.064 51,83 14.465 5.852 40,46 4.403 3.901 88,60 14.056 7.311 52,01 3. Ngada 34.466 13.530 39,26 21.950 3.526 16,06 2.552 2.351 92,12 9.964 7.653 76,81 4. Ende 10.665 4.736 44,41 4.464 1.421 31,83 1.747 947 54,21 4.454 2.368 53,17 5. Sikka 7.792 3.460 44,40 3.115 1.038 33,32 1.538 692 44,99 3.139 1.730 55,11 6. Flores Timur 4.860 2.158 44,40 3.133 647 20,65 527 432 81,97 1.200 1.079 89,92 7. Lembata 3.732 1.657 44,40 2.007 497 24,76 650 331 50,92 1.075 829 77,12 TOTAL 122.718 55.164 44,95 60.908 16.749 27,50 14.591 11.166 76,53 47.219 27.249 57,71

Tabel IV. 7 Sasaran Optimalisasi Pengembangan Lahan Basah Pada SWS Sumba

Total Luas (Ha) > 3.000 Ha > 1.000 Ha & < 3.000 Ha < 1.000 Ha No. Kabupaten/ Kota

Potensial Fungsional F/P (%) Potensial Fungsional F/P (%) Potensial Fungsional F/P (%) Potensial Fungsional F/P (%) 1. Sumba Timur 21.863 9.710 44,41 13.752 2.913 21,18 2.111 1.942 91,99 6.000 4.855 80,92 2. Sumba Barat 13.208 5.866 44,41 7.328 1.760 24,02 1.682 1.173 69,74 4.198 2.933 69,87 TOTAL 35.071 15.576 44,41 21.080 4.673 22,17 3.793 3.115 82,12 10.198 7.788 76,37

Page 74: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 17

b. Pendekatan Khusus Pembangunan Satuan Wilayah Sungai (SWS) merupakan kawasan dengan potensi sumberdaya dan tingkat perkembangan pembangunan yang bervariasi sehingga pembangunannya dilakukan dengan pendekatan khusus. Secara umum elemen utama pembangunan untuk mendukung optimalisasi lahan basah meliputi pembangunan sumberdaya manusia, pembangunan sarana dan prasarana, dan pembangunan kelembagaan. Berdasarkan elemen utama pembangunan tersebut sesuai karakteristik masing-masing wilayah dilakukan pembangunan dengan pendekatan khusus sebagai berikut : (1) Sumber Daya Manusia

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah adalah kualitas sumber daya manusia. Salah satu indikator yang utama yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya manusia untuk mampu mengelola potensi lahan basah yaitu keterampilan dan penguasaan teknologi. Berdasarkan karakteristik sumber daya manusia di masing-masing daerah, ditentukan kebijakan dan strategi pengembangannya sebagai berikut : Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia dengan ketrampilan dan

penguasaan teknologi rendah, diterapkan kebijakan percepatan. Percepatan peningkatan sumber daya manusia dilakukan melalui pelatihan sosialisasi dan pendampingan secara intensif;

Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia dengan ketrampilan dan penguasaan teknologi sedang, diterapkan kebijakan pemberdayaan. Pemberdayaan terhadap SDM dengan kualifikasi sedang, dilakukan dengan melaksanakan pelatihan secara selektif yang memberi peluang peningkatan kapasitas dan kualitas kerja;

Desa/kelurahan dengan kualitas sumber daya manusia baik, diterapkan kebijakan penguatan. Penguatan kualitas sumber daya manusia dilakukan melalui fasilitasi pengembangan usaha untuk mendorong tumbuhnya nilai tambah usaha dengan memanfaatkan kemampuan produksi yang ada.

(2) Prasarana dan Sarana Ketersediaan prasarana dan sarana wilayah merupakan faktor penunjang pengembangan wilayah. Oleh sebab itu, secara garis besar kebijakan penyediaan prasarana dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, untuk daerah–daerah yang relatif memiliki prasarana memadai, kebijakan yang diterapkan adalah kebijakan penyerasian dan pengoptimalan serta penguatan pembangunan prasarana dan sarana yang ada. Kedua, untuk daerah-daerah yang memiliki prasarana kurang memadai, kebijakan yang diterapkan adalah percepatan dan perluasan pembangunan prasarana dan sarana. Adapun kebijakan dan strategi pengembangan prasara dan sarana di setiap lingkup kijerja satuan Wilayah Sungai sebagai berikut : Penerapan strategi optimalisasi dan penguatan pembangunan prasarana dan

sarana dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana yang selama ini dirasa masih rendah. Upaya ini dilakukan dengan menambah sarana melalui promosi dan penggalangan investasi, serta peningkatan koordinasi antar sektor dan antar pelaku pembangunan;

Kebijakan percepatan pembangunan dan perluasan prasarana dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah maupun kualitas prasarana yang dirasakan masih kurang dengan strategi yang diterapkan antara lain dengan menambah investasi pemerintah dan masyarakat.

(3) Kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan kelompok tani merupakan lembaga utama sebagai pengelola langsung potensi pertanian lahan basah, sehingga merupakan pendukung kelembagaan yang strategis untuk mendukung percepatan optimalisasi pembangunan lahan basah. Untuk lebih meningkatnya peran kelembagaan dimaksud maka aspek kelembagaan yang perlu dikembangkan antara lain : (1) aspek peraturan/ketentuan hukum yang dapat menciptakan rasa adil serta menumbuhkan gairah dan kepasitas pembangunan oleh masyarakat; (2) operasionaliasi kelembagaan masyarakat mencakup mekanisme dan tata kerja yang lebih efisien,

Page 75: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 18

efektif, demokratis, terbuka rasional dan fleksibel serta mendukung kualitas pelaksanaan pengelolaan potensi wilayah. Berdasarkan aspek kelembagaan dikategorikan menjadi kelembagaan dengan kapasitas dan kuantitas yang memadai dan yang belum memadai. Memperhatikan nilai rentang penilaian tersebut maka kebijakan dan strategi pengembangan kelembagaan dilakukan pendekatan sebagai berikut : Kelembagaan P3A dan kelembagaan petani yang kurang memadai diterapkan

kebijakan pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan; Kelembagan P3A dan kelembagaan petani memadai diterapkan kebijakan

penguatan kapasitas kelembagaan.

4.1.2.6. Arahan Pengembangan Kawasan Peternakan Dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas peternakan, upaya yang

dilakukan dengan usaha intensifikasi dan diversifikasi maupun ekstensifikasi dan rehabilitasi dengan langkah-langkah : Tetap mengupayakan pengembangan hijauan, sumber air minum dan konservasi

lingkungan dilokasi padang pengembalaan agar tidak terjadi penurunan daya dukung lahan; Pengembangan sistem peternakan terpadu berdasarkan potensi wilayah yang sesuai tempat

beternak seperti sistem ikat (paronasi), mini ranch atau pola PIR swasta.

4.1.2.7. Arahan Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan a. Kebijakan

Dengan semakin meningkatnya kegiatan ekspor dan perdagangan dari sektor perikanan ini, tentu diperlukan beberapa kebijaksanaan dalam upaya lebih mengoptimalkan wilayah produksi : Usaha rehabilitasi dalam mengamankan dan pemulihan habitat sumber daya perikanan

baik melalui pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan penggunaan bahan peledak dan pengembangan hutan-hutan bakau;

Usaha intensifikasi dan ekstensifikasi tetap memperhatikan daya dukung lingkungan dan ekosistem perairan darat maupun laut;

Pengembangan pola-pola usaha tani budidaya darat, pantai dan laut dalam mencari sumber dan pembinaan habitat serta pengembangan pola desa dalam mendukung pengembangan wilayah marine dan kawasan lindung perairan laut.

b. Potensi dan Kawasan Pengembangan Pembangunan perikanan di Propinsi Nusa Tenggara Timur didukung sumberdaya yang cukup potensial yang tersebar pada pesisir dan laut seluruh kabupaten/Kota. Secara umum kawasan dan luasan potensi dan komoditas unggulan sebagaimana Tabel IV.8.

Tabel IV.8 Kawasan dan Indikasi Kegiatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan

di Propinsi Nusa Tenggara Timur Sampai Tahun 2020

No Kawasan Potensial Luas (Km2)

Komoditas Unggulan

1 Perikanan Darat 8.375 Ha Bandeng, Mujair 2 Perikanan Tangkap 200.000 Km2 Tuna, Cakalang 3 Perikanan Pantai 5.700 km 4 Budidaya Perikanan 90.605 Ha Budidaya Laut

Budidaya Tambak 55.150 Ha 35.455 ha

Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias Rumput Laut, Kakap, Udang

Sumber: Dinas Perikanan Propinsi NTT Tahun 2004

Dalam upaya meningkatkan keterpaduan pembangunan dengan berbagai sumberdaya alam yang dapat dikembangkan diantaranya perikanan, pariwisata bahari, jasa kelautan dan potensi ekonomi lainnya maka pengembangan pesisir laut dikembangkan dengan pendekatan kawasan. Berdasarkan analisis potensi kawasan dan prospek pengembangannya maka pengembangan kawasan pesisir dan laut dibedakan menjadi 9 Satuan Wilayah Pengembangan Pesisir dan Laut terpadu (SWPLT) sebagaimana Tabel IV.9 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.3.

Page 76: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 19

4.1.2.8. Arahan Pengembangan Kawasan Peridustrian a. Kebijakan

Pengembangn diarahkan di Kupang Barat (Bolok) Kabupaten Kupang dalam bentuk kawasan Industri. Untuk pengembangan lebih jauh perlu mengacu pada Keppres No. 53 Tahun 1989 dan Keppres Nomor : 33 Tahun 1990, serta SK Menteri Perindustrian nomor : 291/M/SK/10/1989 tentang Tata Cara Perizinan dan Standar Teknis Kawasan Industri dengan didukung oleh studi perencanaan Detail Kawasan. Diluar kawasan industri tersebut diarahkan untuk kegiatan pendukung. Hal ini perlu dipertegas dalam RUTRK, pengembangan kawasan industri ini tentunya memperkirakan keberadaan sentra-sentra industri kecil. Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pada kawasan industri meliputi : Penetapan batas lokasi dan kesesuaian menurut peraturan yang telah

ditetapkan/berlaku serta studi pengalokasian kegiatan industri yang sesuai; Lebih mengembangkan industri pengolahan yang berskala sedang, yaitu Industri Hilir

(Kelompok Aneka Industri) dengan tetap meneruskan pengembangan industri kecil termasuk industri kerajinan dan rumah tangga;

Prioritas diarahkan pada industri pengolahan hasil-hasil surplus pertanian dan kehutanan;

Penyediaan prasarana dan sarana pendukung serta pengembangan sentra-sentra industri sebagai penunjang pengembangan sektor pertanian dan pariwisata didalam rangka memperluas kesempatan kerja (usaha) serta meningkatkan pendapatan di beberapa kota lainnya;

b. Potensi dan Kawasan Pengembangan Pembangunan industri merupakan prioritas utama pembangunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang pengembangannya diarahkan sesuai Potensi dan dan kapasitas wilayah pengembanganya sebagaimana Tabel IV.10.

4.1.2.9. Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata a. Kebijakan dan Prioritas Pembangunan

Pengembangan kawasan pariwisata di Nusa Tenggara Timur diprioritaskan untuk menarik wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik yang memberikan konstribusi penghasilan terbesar ditingkat propinsi maupun tingkat nasional. Kawasan pariwisata yang dikembangkan di Nusa Tenggara Timur merupakan obyek wisata alam yang telah tercakup dalam Kawasan Lindung ditambah obyek wisata di kawasan budidaya. Pengembangan utama diprioritaskan bagi : Taman Nasional Pulau Komodo dan wilayah perairan laut sekitarnya; Wisata alam Danau Tiga Warna Kelimutu dan wisata pantai seperti: Taman Laut 17

Pulau Riung (Ngada), tanam laut Maumere (Sikka), Pantai Lasiana (Kupang), Pantai Kuta dan Baing (Sumba Timur), Pantai Rua Wanokaka (Sumba Barat), Pantai Pede (Labuan Bajo);

Cagar Alam seperti Taman Wisata Camplong, Taman Wisata Danau Kelimutu. Kawasan pariwisata di NTT secara spesifik belum ditentukan (hanya wisata alam yang termasuk kawasan hutan lindung) di dalam setiap Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP). Pengembangannya baru mencapai pada program peningkatan maupun studi di beberapa lokasi obyek wisata. Untuk itu sangat diperlukan pengairan (penentuan) dan pemamtapan antara kawasan wisata di dalam Kawasan Budidaya dan di dalam Kawsan Lindung.

Tabel IV. 9 …..,

Page 77: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 20

Tabel IV.9 SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PESISIR LAUT TERPADU DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SAMPAI TAHUN 2020

Potensi Utama NO SWP Pesisir dan Laut Pusat Kota Pelabuhan

Perikanan Pariwisata Bahari Jasa Kelautan 1 SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda Sub I Atapupu Pesisir Utara Kab. TTU, Belu Atapupu Sub II Kalabahi Pesisir Kepulauan di Kab. Alor Kalabahi 2 SWPLT- Laut Sawu I Sub III Kupang Utara Pesisir Utara Kab. Kupang daratan, Pesisir Pulau Semau Kota Kupang Sub IV Rote Pesisir Pulau Rote Baa

3 SWPLT- Laut Sawu III

Sub V Lewoleba Pesisir Kab. Lembata & Flotim Lewoleba

Sub VI Pesisir Flotim dan Pulau-Pulau Kecil Larantuka

4 SWPLT- Laut Sawu II

Sub VII Ende Pesisir Selatan Kab.Sikka, Ende dan Ngada Ende

5 SWPLT- Selat Sumba

Sub VIII Waingapu Pesisir Kab.Sumba Timur Waingapu

Sub IX Waikelo Pesisir Kab. Sumba Barat Waikelo

6 SWPLT- Laut Timor

Sub X selatan Timor Pesisir Selatan P.Timor Kolbano

7 SWPLT- Laut Hindia Sub XI Pesisir Pulau Sabu Seba 8 SWPLT- Selat Sape Sub XII Labuan Bajo Pesisir Kab.Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat Labuanbajo 9 SWPLT- Laut Flores Maumere Sub XIII Maumere Pesisir Kab. Flotim, Sikka, Ende, Ngada & Manggarai

Sumber: Hasil Rencana Tahun 2004.

Page 78: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 21

Tabel IV.10 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Sampai

Tahun 2020

No Kawasan Potensial Komoditas Unggulan

1 Kawasan Industri Kupang Barat dan Kawasan Industri Bolok

Industri galangan Kapal

2 Industri Rakyat di seluruh NTT Tenun ikat,

3 Industri Garam di Kupang dan Ngada) Garam Yodium, Artemia 4 Agroindustri Berbasis Pertaninan dan perkebunan di

Seluruh NTT Kopi, Kacang Tanah, Mete, Kelapa, Kakao.

5 Agroindutri perikanan di seluruh NTT Pengalengan Ikan, Pakan Ternak Sumber: Dinas Perikanan Propinsi NTT Tahun 2004

Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pengembangan pariwisata diprioritaskan pada : Penentuan dan pemantapan ruang kawasan pariwisata (agar lebih memantapkan

wilayah pengembangan pariwisata) baik di dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya;

Lebih meningkatkan fasilitas pendukung dengan menambah akomodasi dan atraksi wisata dalam rangka memperluas kesempatan kerja (usaha) dan penerimaan devisa;

Melanjutkan usaha mengembangkan obyek-obyek wisata lainnya dan penataan ruang obyek wisata serta promosi produk-produk wisata dalam menjaring sebanyak mungkin segmen pasar wisata dalam dan luar negeri.

b. Kawasan Pengembangan Dalam upaya meningkatkan keterpaduan pembangunan kawasan pariwisata yang didukung dengan aksesibilitas wilayah yang memadai maka dilakukan perwilayahan pembangunan pariwisata menjadi 7 (tujuh) Wilayah pengembangan. Dasar perwilayahan dimaksud mendasari pada aspek keutuhan setiap satuan wilayah pembangunan mengingat jarak antar satu kawasan wisata dengan kawasan lainnya relatif berjauhan. Melalui perwilayahan pariwisata maka setia satuan wilayah pengembangan didukung dengan potensi wisata yang unik menurut wilayahnya dan dikaitkan secara langsung dengan dukungan aksesibilitas wilayah. Satuan wilayah pengembangan pariwisata sebagaimana Tabel IV.11 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.4.

4.1.2.10. Arahan Pengembangan Kawasan Pertambangan

a. Kebijakan Pemanfaatan Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan kekayaan sumber daya mineralnya, mempunyai potensi untuk terus ditingkatkan kemampuannya secara kuantitatif dalam hal eksplorasi maupun yang sudah pada tahap eksploitasi. Prioritas pengembangan pada tahap eksploitasi seperti tambang bahan galian C dan tentunya akan terus meningkatkan penelitian eksplorasi bahan galian A dan B. Pendelineasian kawasan pertambangan pada skala 1 : 250.000 tidak dapat dilakukan, melainkan perlu ada pada rencana tata ruang yang lebih detail yaitu RTRW Kabupaten dengan skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000. penggarisannya di dalam peta RTRWK dan di lapangan perlu sekali diperhatikan, terutama menyangkut masalah pelestarian lingkungan hidup baik di dalam kawasan lindung maupun di kawasan budidaya, agar tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk bagi masyarakat sekitarnya. Kebijaksanaan pemanfaatan ruang pengembangan kawasan pertambangan, dilakukan dengan : Penggarisan wilayah kuasa pertambangan atau kontrak kerya di dalam rencana

yang lebih detail dan dilapangan perlu di ukur lebih menitik beratkan akan pelestarian ekosistem lingkungan dengan jalan lebih meningkatkan pengendalian/pemantauan kegiatan pertambangan tersebut;

Melakukan penghijauan dapa kawasan-kawasan bekas penambangan, untuk menghindari kawasan yang gersang;

Page 79: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 22

Pengembangan energi listrik dari sumber panas bumi di Pulau Flores – Lembata – Alor.

b. Kawasan dan Komoditas Unggulan Potensi pertambangan di propinsi Nusa Tenggara Timur tersebar di seluruh wilayah kabupaten, namun beberapa potensi utama tambang terdapat pada kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Potensi tambang dan sebarannya sebagaimana pada Tabel IV.12 dan secara visualisasi potensi untuk pengembangan energi panas bumi lihat pada Gambar IV.5.

Tabel IV.11 ...........,

Page 80: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 23

Tabel IV.11 SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2020

Dukungan Aksesibilitas No Kawasan Wisata Sub Kawasan Pintu Masuk Udara/Bandara Laut/Pelabuhan Darat Andalan Pariwisata

1 KWS. Timor I: Kupang-TTS- Rote Ndao

TWA Teluk Kupang Nembrala Mutis-Timau Kolbano

Kota Kupang El- Tari Tenau

Lintas Timor (Utara, Selatan)

- Alam laut - Olah Raga - Megalitik dan Budaya

2 KWS Timor II: TTU, Belu, Alor Atambua Haliwen Atapupu Pintu masuk dari Timor Leste

Tanjungbastian Insana TWAL Alor

- Alam laut - Selam - Budaya

3 KWS Flores I: Lembata- Flotim-Sikka

Lamalera-Lewoleba Larantuka Teluk Maumere

Maumere Waeoti Maumere Terminal Maumere: Pintu Masuk dari Makasar

- Perburuan Ikan Paus - Budaya & Agama - Taman Alam laut/ Selam

4 KWS Flores II : Ende- Ngada

Danau Kelimutu Riung 17 Pulau Ende H. Aroebusman Ende/Ippi Terminal Ende

- Taman Nasional Komodo (wisata alam kelimutu pegunungan)

- Taman Nasional dan Laut 5

KWS Flores III: Manggarai- Manggarai Barat

Iteng Pulau Komodo Labuan Bajo Komodo Labua Bajo Pintu Masuk dari NTB

- Taman Alam Laut - Budaya - Rekreasi

6 KWS Sumba I : Sumba Barat

Kodi/Pero Rua Wanokaka

Waikabubak Tambolaka Waikelo Terminal waikabubak - Megalitik - Alam Laut

7 KWS Sumba II: Sumba Timur

Lewa Baing/Kalala Taribang

Waingapu Mau hau Waingapu Terminal Waingapu Megalitik/Budaya

Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2004

Page 81: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 24

Tabel IV.12 INDIKASI KEGIATAN PRIORITAS PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN DAN ENERGI

DIPROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020

No Potensi Tambang Komoditas Unggulan Sebaran Lokasi Utama 1 Pertambangan Golongan A Minyak bumi Kabupaten se-NTT 2 Pertambangan Golongan B Emas, Marmer Ngada, TTU, TTS, Belu 3 Pertambangan Golongan C Batu hijau, batu apung dan batu hitam Ende, Alor, TTS 4 Sumberdaya Energi Energi Panas Bumi, Energi Angin, Energi Surya dan

Energi Mikro Hidro Kabupaten se-NTT

Sumber: Dinas Pertambangan NTT tahun 2004.

4.1.2.11. Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman a. Kebijakan Pembangunan

Kebijakan pengembangan kawasan permukiman dibagi menjadi kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan. Arahan pengembangan kawasan permukiman kota : Lebih mengefisienkan pemanfaatan lahan; Peningkatan sistem fasilitas dan utilitas pelayanan; Meningkatkan kualitas permukiman kumuh; Menigkatkan kualitas lingkungan; Memperhatikan proyeksi pertambahan penduduk dengan ketersediaan lahan

permukiman perlu atau tidaknya untuk pengembangan vertikal. Kebijakan pengembangan kawasan permukiman desa : Meningkatkan sumber-sumber air memperluas pelayanan air bersih sampai ke

tingkat desa-desa; Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang sehat dan bersih; Meningkatkan kualitas dan penyediaan fasilitas dan utilitas lingkungan/

pemukiman; Kebijakan pembangunan pada daerah pesisir/perumahan nelayan; Akses fisik ke kota/PKL terdekat.

b. Kawasan Pengembangan Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kegiatan yang membutuhkan ruang. Sehubungan dengan itu maka dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas perumahan dan permukiman dalam upaya mewujudkan permukiman dan perumahan yang bermartabat dan layak huni maka diarahkan pengembangan perumahan dan permukiman pada kawasan sebagaimana Tabel IV.13.

Tabel IV.13

INDIKASI KEGIATAN PRIORITAS PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SAMPAI TAHUN 2020

No Permukiman Unit Kegiatan Utama Sebaran Lokasi Utama

A Permukiman Eksisting Permukiman Perkotaan 292 Penataan lingkungan: jalan lingkungan,

sanitasi, draenase 292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT

Permukiman Perdesaan 2.278 Penataan lingkungan: jalan lingkungan, jalan desa dan sanitasi

292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT

Rumah 787.714 Rehabilitasi rumah yang tidak layak huni 292 Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT Air bersih 38,86 % Peningkatan kualitas dan kapasitas

layanan

B Lokasi baru Permukiman Perkotaan

29 Pembangunan lingkungan: jalan

lingkungan, sanitasi, draenase Kelurahan Kab./Kota se-NTT

Permukiman Perdesaan 227

Pembangunan lingkungan: jalan lingkungan, jalan desa dan sanitasi

Kelurahan Kab./Kota se-NTT

Rumah 78.771

Pembangunan rumah yang tidak layak huni

Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT

Air bersih 3,8 % Peningkatan kualitas dan kapasitas layanan

Sumber: Hasil Rencana tahun 2004.

Page 82: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 25

4.1.3. Pola Pengembangan Kota-Kota Pola pengembangan kota-kota berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai dalam

penyusunan Review RTRWP, dimana kota merupakan pusat koleksi dan distribusi baik barang maupun orang. Dalam penyusunan Review RTRWP pengembangan sistem kota-kota erat kaitannya dengan pengembangan struktur ruang. Arahan pengembangan kota-kota sangat terkait dengan fungsi kota dalam percepatan pembangunan daerah. Sehubungan dengan itu dalam kerangka pembangunan perkotaan perlu dikaitkan dengan fungsi-fungsi utama kota. Berdasarkan hal tersebut maka arahan pengembangan kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut : 1. Besaran kota dan prinsip pengelolaan kota

Berdasarkan proyeksi penduduk hingga tahun 2020 maka kota-kota akan masuk dalam kategori kota sedang dan kecil dengan fungsi yaitu Kota Pusat Kegiatan Nasional, Kota Pusat Kegiatan Wilayah dan Kota Pusat Kegiatan Lokal. Berdasarkan kriteria-kriteria dimaksud maka diklasifikasi besaran kota dan fungsi serta prinsip pengelolaannya sebagai berikut : a. Kota Sedang dan PKN

Langkah-langkah untuk mewujudkan tercapainya pengembangan dan pembangunan Kota Sedang dan Pusat Kegiatan Nasional adalah sebagai berikut : Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitar; Mengembangkan badan kerjasama antar kota; Menyusun RIS Prasarana untuk keterpadauan program dalam kawasan dengan

pusat-pusat permukiman; Mengembangkan sistem transportasi yang sinergis dengan sistem permukiman

den pengembangan kegiatan usaha; Didukung oleh sistem trarsportasi kota yang lancar; Adanya sistem jaringan jalan yang menunjang pergerakan lintas batas; Mendorong peran serta swasta dan pengembangan ekonomi dan investasi

prasarana; Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air

bersih, jaringan jalan, etrairase. Penataan kawasan berbasis zoning regulation; Pengaturan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan kota; Mendorong peran serta swasta dan pengembangan ekonomi dan investasi

prasarana; Mengembangkan kerjasarna antar kota untuk jaringan prasarana seperti air

bersih, jaringan jalan, drainase; Pembangunan kota yang mandukung skala regional; Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan

kota; Pembangunan pusat jasa pemerintah untuk lingkup propinsi atau regional; Peningkatan kapasitas outlet (bandara den pelabuhan laut) berstandar

regional; Peningkatan fasilitas kesehatan dengan skala pelayanan bertarap internasional; Peningkatan fasilitas pendidikan mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

b. Kota Kecil PKN Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya; Mengembangkan badan kerjasama antar kota; Menyusun RIS Prasarana untuk keterpadauan program dalam kawasan dengan

pusat-pusat permukiman; Didukung oleh sistem trarsportasi kota yang lancar; Adanya sistern jaringan jalan yang menunjang pergerakan lintas batas; Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air

bersih, jaringan jalan, drairase; Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan

kota. c. Kota Kecil PKW

Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya;

Page 83: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 26

Mengembangkan badan kerjasama antar kota; Menyusun RIS Prasarana untuk keterpedauan program dalam kawasan dengan

pusat-pusat permukiman; Didukung oleh sistem transportasi kola yang lancar yang melayani antar kota; Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air

bersih, jaringan jalan, drainase; Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan

kota; Peningkatan pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi; Peningkatan fasilitas kesehatan, mulai tingkat RT sampai Tingkat Pelayanan

Kota; Pembangunan Rumah Sakit bertarap pelayanan Wilayah.

d. Kota Kecil PKL Penataan kota yang terpadu dengan kota-kota sekitarnya; Mengembangkan badan kerjasama antar kota; Menyusun RIS Prasarana untuk keterpaduan program dalam kawasan dengan

pusat-pusat permukiman; Didukung oleh sistem transportasi kota yang lancar; Mengembangkan kerjasama antar kota untuk jaringan prasarana seperti air

bersih, jaringan jalan, drainase; Pembangunan sarana prasarana telekomunikasi yang mendukung kegiatan

kota; Pembangunan fasilitas pendidikan mulai pendidikan dasar hingga pendidikan

atas; Pembangunan fasilitas kesehatan, mulai dari tingkat RT sampai pusat

pelayanan kegiatan kota lokal; Pembangunan Rumah Sakit dengan skala pelayanan lokal.

2. Kota pantai Sehubungan dengan posisi geografis sebuah kota, maka terdapat kota pantai yang hirarkinya sesuai dengan kriteria sebuah kota Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal. Namun demikian khusus untuk kota pantai ada tambahan kriteria sebagai berikut : Memiliki potensi ekonomi sebagai sabuk ekonomi; Kota yang menjadi pusat keglatan industri pengelolaan hasil laut; MemilM akses yang baik dengan kawasan laut sebagai sentra produksi kelautan; Kota utama sentra produksi kelautan; Kota yang mempunysi akses ke pasar (pintu gerbang) dan akses ke sentra

produksi/kawasan andalan laut/pulau-pulau kecil; Memungkinkan secara geografis dan terlindung dari badai dan gelombang besar; Kota yang memiliki prasarana transportasi (Pelabuhan Udara, Simpul Jaringan Jalan

Kota) dan akses ke pasar (pusat processing). Prinsip Pengelolaan Kota Pantai sebagai berikut: Perencanaan kota secara terpadu termasuk prasarana perkotaan sesuai kriteria

permukiman; Membangun prasarana transportasi penghubung kota pantai dengan sentra

produksi kelautan dan dengan pusat pertumbuhan di daratan; Membangun fasilitas pengolahan industri komoditi kelautan; Didukung oleh fasilitas pengumpul komoditas kelautan (pelabuhan); Pemberian insentif di daerah dan disinsentif di daerah konservasi seperti sempadan

pantai. Untuk mencapai suatu hirarki kota yang dapat mendekati kenyataan dan dapat dimanfaatkan dalam usaha pembangunan bidang perekonomian, maka penentuan hirarki kota lebih ditentukan oleh kebijaksanaan pengembangan perekonomian di masa mendatang, dengan meningkatkan kegiatan ekspor dan berdasarkan konsepsi untuk mengembangkan kota-kota pelabuhan. Selain itu kecenderungan hirarki kota yang ada juga menjadi bahan pertimbangan, meskipun sifatnya tidak mutlak. Hal ini disebabkan

Page 84: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 27

karena kecenderungan perkembangan kota yang teridentifikasi berdasarkan hasil analisis menunjukan suatu hirarki kota yang cenderung menjadi Kota Kupang sebagai pusat kegiatan perekonomian, serta kota-kota lainnya menjadi kota-kota dengan hirarki yang lebih rendah. Sehingga dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan akan mengalami hambatan, karena setiap kota akan sangat tergantung dengan Kota Kupang yang berfungsi sebagai pusat kegiatan utama untuk koleksi-distribusi barang, sebelum disalurkan ke kota-kota yang mempunyai hararki dibawahnya, maupun sebelum dikirim ke luar wilayah NTT. Mengingat karakteristik wilayah Nusa Tenggara Timur berupa wilayah kepulauan, dan guna memacu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, maka pola pengembangan kota-kota didasarkan pada pemikiran-pemikiran sebagai berikut : Untuk mempercepat proses pembangunan (akselerasi kegiatan sosial ekonomi),

khususnya di kawasan perkotaan (dan daerah belakangnya) disetiap pulau, maka untuk pulau-pulau besar utama (P. Flores, P. Sumba dan P. Timor) masing-masing harus mempunytai kota orde I (satu)/ Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan selanjutnnya akan membentuk sistem kota-kota sampai dengan tingkat orde II (PKW), III (PKL) sampai dengan kota-kota terkecil (merupakan agropolitan yang pada umumnya merupakan desa-desa pusat pertumbuhan atau ibukota kecamatan);

Untuk pulau-pulau yang lebih kecil dan mempunyai kegiatan ekonomi yang cukup berarti, yaitu Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Lembata, dan Pulau Sabu masing-masing harus mempunyai kota orde ke III (PKL);

Kota-kota yang diperkirakan memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat dan diharapkan dapat berperan sebagai pusat distribusi dan koleksi untuk daerah belakangnya adalah kota-kota pelabuhan. Kota-kota pelabuhan tersebut akan menjadi pusat kegiatan ekonomi, khususnya kegiatan ekspor dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh daerah belakangnya. Sehingga perkembangan kota-kota tersebut sangat tergantung oleh potensi yang dimiliki oleh daerah belakangnya yang menjadi wilayah pelayan serta tingkat aksesibilitas (kemudahan) antara kota-kota tersebut dengan daerah belakangnya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka hirarki kota-kota untuk kurun waktu 15 (lima belas) tahun mendatang diarahkan sebagaimana Tabel IV.14 dan secara visual pengembangan sistem kota-kota di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar IV.6 dan kota-kota pantai pada Gambar IV.7.

Tabel IV.14 SISTEM PENGEMBANGAN KOTA-KOTA

DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020

Hirarki Kota Nama Kota

Kota hirarki I (PKN) Kota Kupang, Atambua, Waingapu, Labuanbajo dan Maumere.

Kota hirarki II (PKW) - Ibukota Kabupaten: Baa, Soe, Kefamenanu, Kalabahi, Lewoleba, Larantuka, Ende, Bajawa, Ruteng, Waikabubak

- Kota Kecamatan Potensial: Betun, Weitabula, Mbay/Aesesa

Kota hirarki III (PKL) Ibukota-ibukota Kecamatan lainnya

Sumber: Hasil Rencana RTRWP tahun 2004

4.1.4. Pola Pengembangan Sistem Prasarana Pengembangan sistem prasarana, diarahkan pada upaya untuk meningkatkan

aksesibilitas antar kota, maupun antar kota dengan daerah belakangnya. Disamping itu

Page 85: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 28

juga diharapkan bisa meningkatkan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan tersedianya sistem prasarana yang memadai, diharapkan dapat membantu terhadap kelancaran arus orang dan barang serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di propinsi ini.

4.1.4.1. Sistem Prasarana Transportasi Transportasi merupakan salah satu unsur pembentuk ruang dalam suatu wilayah.

Keberadaannya sangat mempengaruhi tatanan kehidupan manusia baik dalam skala lokal maupun regional. Dalam konteks pembentukan ruang wilayah perlu diketahui struktur jaringan transportasi eksisting. Tata ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur tidak terlepas dari keberadaan jaringan transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara yang dapat dilihat dari arus transportasi yang telah ada. Dengan melihat kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa sebaran simpul-simpul kegiatan sosial ekonomi masyarakat akan membentuk struktur jaringan transportasi yang akan membentuk suatu interaksi antar daerah yang sekaligus mendorong usaha pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana jaringan transportasi. Arus lalu lintas transportasi darat yang selama ini berlangsung memperlihatkan dinamika pergerakan penduduk dan barang. Dalam skala lokal, sistem transportasi dibentuk oleh jaringan jalan yang menghubungkan beberapa simpul kegiatan yang tersebar di setiap kabupaten. Pergerakan penduduk dan barang inilah yang mendorong Pemerintah Propinsi NTT untuk terus mengembangkan jaringan jalan yang ada, yang diharapkan nantinya hasil-hasil pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di wilayah propinsi ini. Pola pengembangan sistem transportasi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur lebih dititik beratkan pada upaya : 1. Menghubungkan ketempat yang masih terisolir, untuk meningkatkan distribusi

barang dari kantung-kantung produksi, dimana sebagian besar kantung-kantung produksi berada di wilayah pedalaman yang sampai saat sekarang sistem transportasi belum menjangkau secara optimal;

2. Menunjang kegiatan ekspor dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur baik dalam lingkup Kawasan Timur Indonesa (KTI), lingkup Nasional, maupun Internasional. Hal ini berangkat dari usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah guna mengejar ketertinggalan dari propinsi lain maupun Nasional;

3. Mengembangkan dan meningkatkan peranan sektor-sektor strategis dan dominan dalam menunjang perekonomian wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang meliputi pertanian industri;

4. Meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar kabupaten, dengan lebih meningkatkan hubungan sistem koleksi dan distribusi antar kabupaten maupun antar kota kabupaten dengan kota-kota kecil di bawahnya;

5. Meningkatkan aksesibilitas dengan meningkatkan prasarana transportasi ke kantung-kantung produksi yang dirasakan masih terisolir.

Bila mengacu pada Pola Dasar Pembangunan Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka kebijaksanaan pengembangan transportasi di arahkan pada usaha : Meningkatkan transportasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau oleh prasarana

transportasi perhubungan; Usaha untuk meningkatkan transportasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau

oleh prasarana transportasi perhubungan; Usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tinggi dengan upaya meningkat

ekspor hasil produk khususnya pertanian, industri dan sosial ekonomi lainnya; Usaha untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan struktur ekonomi antar

wilayah, dengan lebih meningkatkan kegiatan ekonomi yang didukung oleh tingkat aksesibilitas yang tinggi ke pusat pemasaran.

Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, maka program pengembangan transportasi meliputi transportasi darat, transportasi penyeberangan, laut dan udara.

Page 86: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 29

4.1.4.2. Pola Pengembangan Transportasi Darat a. Kebijakan Transportasi Darat

Strategi pengembangan prasarana transportasi dimaksudkan untuk mempertinggi mobilitas dan aksesibilitas orang, barang dan jasa. Selain itu pengembangan transportasi darat diarahkan untuk menghubungkan dan mempertinggi kemudahan interaksi antara kantong-kantong produksi dengan koleksi dan distribusi antara pusat-pusat permukiman serta antara pusat-pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya, merangsang dan mengarahkan pola perkembangan jalan untuk menciptakan tata ruang yang terpadu. Dalam rencana sistem jaringan transportasi darat, menyangkut beberapa unsur yang berkaitan dengan upaya mendorong pertumbuhan masing-masing ruang antara lain jaringan jalan, terminal, pelabuhan udara dan pelabuhan laut. Berdasarkan hal tersebut maka perlu terlebih dahulu ditetapkan klasifikasi fungsi jalan yang dipadukan dengan Peraturan Pemerintah No 26 Tahun1985. Berdasarkan Peraturan tersebut, sebuah jalan terbagi kedalam 6 tipe klasifikasi jalan sepert tercantum dibawah berikut : a). Jalan Arteri Primer; b). Jalan Kolektor Primer; c), Jalan Lokal Primer; d). Jalan arteri Sekunder; e). Jalan Kolektor Sekunder; f). Jalan Lokal Sekunder; Dengan demikian melihat kaitan rencana pengembangan sistem jaringan transportasi darat dalam RTRWP, maka Kota Kupang, Atambua, Maumere, Waingapu dan Labuanbajo sebagai pusat Pusat Kegiatan Nasional (PKN) harus dilihat dari sistem transportasi regional. Dalam sistem tersebut pengembangan jaringan transportasi darat yang diarahkan dibentuk sesuai dengan struktur dalam rencana tata ruang wilayah, substansi pengembangan sistem jaringan transportasi (darat) menyangkut pada sistem pengembangan wilayahnya yang menghubungkan masing-masing jenjang pusat-pusat pelayanannya. Hubungan tersebut secara relatif dapat digambarkan sebagai berikut :

Dengan gambaran di atas, maka sistem jaringan jalan regional yang melintas dan menghubungkan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, pola pengembangan jaringan jalan di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur antara lain: Meningkatkan kualitas jaringan jalan arteri primer yang melintasi kota-kota di

Pulau Timor meliputi Kota Kupang, SoE, Kefamenanu dan Atambua; Meningkatkan jalan yang menghubungkan wilayah bagian utara pulau Flores

untuk menghubungkan kota-kota ibukota kecamatan yang berada di jalur utara dan selatan untuk mendukung terhadap pembangunan perekonomian wilayah.

Kota Orde I ( PKN)

Kota Orde II ( PKW)

Kota Orde III ( PKL)

Kota Orde IV ( Desa-desa pusat pertumbuhan)

Arteri Primer

Kolektor Primer

Lokal Primer

Page 87: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 30

Serta meningkatkan kualitas jalan Ruteng – Bajawa – Ende – Maumere - Larantuka untuk lebih meningkatkan hubungan antara kota tersebut;

Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Lomblen (Kabupaten Lembata); Upaya peningkatan jaringan jalan di pulau Alor (Kabupaten Alor); Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan perbatasan; Upaya penigkatan jaringan jalan di Pulau Sumba dan upaya membangun jalan

baru ke kantung-kantung produksi; Upaya pembangunan jalan di seluruh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dari

Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan dengan cara bertahap sesuai anggaran yang ada, guna mempercepat sistem pemasaran produksi;

Upaya peningkatan dan pembangunan jalan dari Ibukota Kecamatan ke desa-desa yang merupakan pusat kegiatan ekonomi pertanian yang masih memberikan sumbangan relatif besar terhadap perekonomian di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;

Upaya peningkatan jaringan jalan pada kawasan prioritas. b. Pengembangan Prasarana Transportasi Darat

Pengembangan transportasi darat yang didukung kapasitas dan kualitas yang tinggi ditentukan oleh kelas terminal, kelas jalan dan didukung sarana angkutan darat yang jumlah dan kapasitsnya memadai. Atas dasar itu arah pengembangan prasarana transportasi darat sebagaiamana Tabel IV.15 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.8.

Tabel IV.15 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Jalan dan Perhubungan

Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Kawasan Potensial Panjang (Km2)/Unit Arahan Pengembangan 1 Jalan dan Jembatan Nasional 1.121,87 Mempertahankan kualitas Propinsi 2.939,86 Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional Kabupaten 12.866,81 Pengalihan sebagian status menjadi Jalan Nasional 2 Terminal Tipe A 4 unit Kupang, Atambua, Maumere, Labuan Bajo TipeB 16 unit 13 Kota-kota Kabupaten/ Kota se-NTT Tipe C 194 Unit Kota-kota ibukota Kercamatan terpilih

Sumber: Hasil Rencana RTRWP Tahun 2004

c. Pengembangan Transportasi Penyeberangan Pengembangan transportasi penyeberangan adalah bagian dari sistem transportasi darat, terutama jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan simpul-simpul kegiatan yang terdapat pada jaringan jalan tersebut. Sistem transportasi tersebut dimulai dari NTB (Pelabuhan Sape) ke Labuan Bajo (Flores/Manggarai Barat) hingga ke Waibalon (Flores Timur), bersambung ke Solor, Adonara, Lembata (Waiwerang), menuju ke Pantar (Baranusa) dan Alor (Kalabahi), menyebarang ke Atapupu (Belu)– Wini (TTU) – Naikliu– Bolok (Kabupaten Kupang). Dari Kupang menghubungkan ke Semau (Hansisi), Rote (Pantai Baru dan Ba’a), dan ke Sabu (Seba) ke Ende (Ende). Dari Ende ke Waingapu (Sumba Timur) kembali ke Sape. Pelabuhan penyeberangan yang telah memiliki fasilitas dermaga dan movable bridge adalah : 1. Bolok Kupang (Timor); 2. Pantai Baru (Rote); 3. Waibalun – Larantuka (flores Timur); 4. Kalabahi (Alor); 5. Labuan bajo (flores Barat/Manggarai Barat); 6. Aimere (flores Selatan/Ngada); 7. Ipi (Flores Selatan/Ende). Pelabuhan penyeberangan yang bersifat darurat adalah : 1. Kabir (Pantar); 2. Hansisi (Semau); 3. Bakalang (Pantar);

Page 88: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 31

4. Maritaing (Alor); 5. Lewoleba (Lembata). Kegiatan transportasi penyeberangan yang masih memanfaatkan fasilitas Pelabuhan Laut adalah Waingapu, Seba, Atapupu, Lewoleba, Baranusa, Waiwerang dan Balauring, Maumbawa atau Mborong. Trayek angkutan penyeberangan yang dilayani oleh 9 (sembilan) Kapal Motor penyeberangan adalah : a. Kupang – Rote PP; b. Kupamg – Ende PP; c. Kupang – Larantuka PP; d. Kupang – Sabu PP; e. Kupang – Kalabahi PP; f. Kupang – Aimere – Waingapu PP; g. Larantuka – waiwerang – Lewoleba – Balauring PP; h. Kalabahi – Baranusa – Balauring PP; i. Kalabahi – Atapupu PP; j. Labuan Bajo – Sape PP; k. Waingapu – Sabu PP; l. Kupang – Aimere PP; m. Waikelo – Sape PP. Kebijaksanaan yang ditempuh untuk pengembangan (sesuai Sistem Transportasi Nasional) antara lain: - Peningkatan Fungsi jaringan Jalan Trans Flores – Lembata – Alor – Timor –

Sumba; - Peningkatan pelabuhan-pelabuhan simpul-simpul kegiatan; - Perbaikan dan penambahan armada penyeberangan serta peninmgkatan

fasilitas keamanan. Secara visual konsep sistem transportasi penyeberangan dapat dilihat pada Gambar IV.9.

4.1.4.3. Pengembangan Transportasi Laut a. Kebijakan Transportasi Laut

Kebijaksanaan pengembangan transportasi laut lebih diarahkan untuk melayani pergerakan orang dan barang ke setiap pulau besar maupun pulau kecil bahkan ke wilayah propinsi lainnya. Peranan sistem tranportasi laut baik yang dilayani oleh PELNI, ASDP maupun Perusahaan Perorangan sangat membantu sekali terutama untuk ekspor barang-barang hasil produksi yang dipasarkan ke wilayah lain, bahkan sampai sekarang peran transportas inin sangat memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jenis pelayaran yang sampai saat ini melayani pergerakan orang dan barang antara lain : Pelayanan Nusantara yang dilayani Kapal Laut (KM. Srimau, KM. Awu, KM.

Siguntang dan KM. Dorolonda); Pelayaran Kapal Perintis yang melayani pelabuhan lokal dengan rute Waingapu,

Sabu, Kupang, Larantuka, Kalabahi dan Ba’a; Pelayaran Kapal Ferry melayani Rote, Sabu, Larantuka, Kalabahi, Aimere, Ende,

Waingapu, Lewoleba, Atapupu dan Baranuasa; Pelayaran Kapal Rakyat dengan rute pelayanan lokal.

b. Pengembangan Pelabuhan laut Pengembangan transportasi laut yang didukung kapasitas dan kualitas yang tinggi ditentukan oleh kelas pelabuhan yang didukung sarana angkutan kapal laut, feri dan alat angkut penyeberangan lainnya. Atas dasar itu arah pengembangan pelabuhan laut sebagaiamana Tabel IV.16. Kebijaksanaan pengembangan transportasi laut di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dilakukan dengan cara sebagai berikut : Lebih meningkatkan fungsi dan kelas pelabuhan;

Page 89: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 32

Lebih meningkatkan persinggahan kapal Pelni ke pelabuhan-pelabuhan yang selama ini belum semuanya dapat di singgahi, hal ini dikarenakan kondisi pelabuhannya belum mendukung

Meningkatkan hubungan antar pelabuhan yang dilayani kapal perintis, yang selama baru beberapa pelabuhan terlayani;

Meningkatkan peran pelabuhan untuk mendukung kegiatan ekspor- impor dengan prioritas pada pelabuhan - pelabuhan yang telah mempunyai interaksi/hubungan kuat dengan pelabuhan di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua;

Pengembangan Pelabuhan Tenau (kupang) sebagai pelabuhan samudera, pelabuhan ini pada saat sekarang telah dilalui kapal pelni dan kapal jenis lainnya dan dijadikan sebagai pusat kegiatan eksport-import terutama ke Kawasan Timur Indonesia (KTI) mapun ke wilayah barat;

Peningkatan Pelabuhan Waingapu (Sumba Timur) sebagai pelabuhan yang melayani pengiriman ternak ke Pulau Jawa juga sebagai pusat kegiatan ekspor kopra dan kopi serta hasil bumi lainnya;

Peningkatan Pelabuhan Atapupu untuk membantu ekspor ke Kawasan Timur Indonesia (Maluku), terutama hasil pertanian dan ternak;

Peningkatan Pelabuhan Maumere (Kabupaten Sikka) sebagai pelabuhan Nasional, untuk membantu pengiriman hasil produksi dari bagian utara Ende dan Ngada terutama hasil perkebunan, perikanan laut sebelum dikirim ke Pulau Jawa;

Peningkatan Pelabuhan Ippi (Ende) menjadi Pelabuhan Nasional untuk ekspor ke luar Propinsi Nusa Tenggara Timur;

Peningkatan Pelabuhan Reo (Kabupaten Manggarai) menjadi Pelabuhan Nasional yang bisa lebih akses ke Surabaya dan Makasar;

Peningkatan Pelabuhan Labuanbajo sebagai Pelabuhan Nasional yang dapat untuk penunjang kegiatan pariwisata di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur;

Peningkatan Pelabuhan Wini (Kabupaten TTU) sebagai pelabuhan Nasional. Peningkatan-eningkatan fungsi dan peran pelabuhan ini erat kaitannya dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi dengan industri pengekspor hasil produksi yang akan dieksport, dengan adanya pergeseran pertumbuhan ekonomi ke wilayah pasifik, maka pengembangan pelabuhan laut akan menguntungkan bagi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya, karena mempunyai jarak yang relatif dekat dengan negara-negara yang berada di pasifik. Untuk lebih jelasnya pengembangan transportasi laut perintis dan jaringan transportasi ferry cepat di Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar IV.10 dan Gambar IV.11.

Tabel IV.16 ....,

Page 90: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 33

Tabel IV.16 RENCANA PENGEMBANGAN STATUS PELABUHAN LAUT

DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR SAMPAI TAHUN 2020

Pelabuhan Lokal Pelabuhan Regional Pelabuhan Nasional Pelabuhan Internasional No

2006 2010 2015 2020 2006 2010 2015 2020 2006 2010 2015 2020 2006 2010 2020

1 Biu Biu Biu Biu Seba Seba Seba Seba Ende Ende Ende Ende Tenau Tenau Tenau 2 Baa Batutua Batutua Batutua Baranusa Baranusa Baranusa Baranusa Kalabahi Kalabahi Kalabahi Kalabahi Atapupu Atapupu 3 Batutua Ndao Ndao Ndao Reo Komodo Komodo Komodo Maumere Maumere Maumere Larantuka Maumere

4 Ndao Papela Kabir Kabir Komodo Wuring Wuring Wuring Waingapu Waingapu Waingapu Labuan- Waingapu

5 Papela Kabir Kolana Kolana Marapokot Lewoleba Lewoleba Wini Larantuka Larantuka Larantuka Bajo

6 Kabir Kolana Waiwerang Waiwerang Waikelo Mborong Mborong Papela Labuan Bajo Labuan Bajo Labuan - Reo

7 Kolana Waiwerang Balauring Balauring Wuring Mananga Mananga Reo Bajo Marapokot

8 Maritaing Balauring Aimere Aimere Atapupu Marapokat Reo Waikelo

9 Waiwerang Aimere Nangalila Nangalila Waikelo Marapokat Ba’a

10 Lewoleba Nangalila Robek Robek Ba’a Waikelo Maritaing

11 Balauring Robek Maurole Maurole Maritaing Ba’a Lewoleba

12 Aimere Maurole Rua Rua Maritaing Mborong

13 Mborong Rua Baing Baing Mananga 14 Nangalila Baing Boking Boking Wini 15 Robek Boking Paitoko Paitoko 16 Maurole Paitoko P. Ende P. Ende 17 Rua P. Ende P. Palue P. Palue 18 Baing P. Palue Namosain Namosain 19 Boking Namosain Naikliu Naikliu 20 Paitoko Naikliu Hansisi Hansisi 21 Mananga Hansisi 22 Wini

Sumber: Hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004

Page 91: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 34

4.1.4.4. Pola Pengembangan Transportasi Udara a. Kebijakan Transportasi Udara

Setelah upaya pengembangan transportasi darat dan laut sebagai prioritas utama, tahap selanjutnya adalah pengembangan transportasi udara. Penetapan prioritas ini bertitik tolak dari kondisi yang dihadapi wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur saat sekarang dimana transportasi darat dan laut lebih memegang peran yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan transportasi udara baru berkembang setelah aktivitas perekonomian berkembang. Pengembangan sistem transportasi udara banyak persyaratan teknis yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan penerbangan. Pengembangan sistem transportasi udara di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, selain meningkatkan sarana dan prasarana Bandara juga membuka jalur-jalur penerbangan sebagai berikut : Penerbangan Kupang – Australia, jalur ini akan mempunyai arti penting bagi

kedua negara khususnya dalam bidang ekonomi; Penerbangan Kupang – Timor Leste; Penerbangan perintis dengan pesawat kecil yang melayani antar pulau dalam

wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur khususnya untuk mengangkut penumpang;

Peningkatan route penerbangan dari Kupang ke Kota-kota di Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku dan membuka penerbangan ke Papua;

Peningkatan Pesawat Foker 27, Foker 28 dan menjadi pesawat Boing 737 seri C, hal ini bisa lebih banyak mengangkut penumpang dan barang.

b. Pengembangan Bandara Udara

Secara umum Bandar Udara di lingkungan PT. (PERSERO) Angkasa Pura diklasifikasikan menjadi : 1. Bandar Udara Andalan; Karakter dan potensinya meliputi :

a. Suatu bandar udara yang secara finansial memberikan sumber dana yang cukup besar bagi perusahaan sehingga mampu memberikan subsidi silang bagi bandar udara yang belum mampu mandiri;

b. Tingkat kepadatan lalu-lintas mencapai lebih dari 1 (satu) juta penumpang setiap tahun;

c. Pengembangan jasa yang menyangkut kegiatan operasional Perusahaan (Jasa Aeronautika dan Non Aeronautika) dilaksanakan oleh PT Angkasa Pura sendiri;

d. Pengembangan jasa dari kegiatan non operasional dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak ketiga, dengan pola KSO dan atau KSM.

2. Bandar Udara Marginal; Karakter dan potensinya meliputi : a. Suatu bandar udara yang berada dalam kondisi "break even" dengan potensi

pengusahaan yang cukup besar; b. Tingkat kepadatan lalu lintas telah mencapai 700 (tujuh ratus) ribu

penumpang tiap tahun; c. Pengembangan jasa aeronautika diselenggarakan oleh PT Angkasa Pura

sendiri; d. Pengembangan jasa non aeronautika tertentu dikembangkan dengan

menyertakan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM; e. Pengembangan jasa non operasional dikembangkan dalam rangka

peningkatan pendapatan, efisiensi dan efektifitas penggunaan dana, bersama-sama dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM.

3. Bandar Udara Sedang Berkembang; Karakter dan potensinya meliputi : a. Suatu bandar udara yang secara finansial belum mampu untuk mandiri,

disamping pertumbuhan penggunaan jasa/pasar yang masih terbatas; b. Tingkat kepadatan penumpang mencapai 300 (tiga ratus) ribu penumpang

tiap tahun;

Page 92: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 35

c. Pengembangan dilaksanakan melalui efisiensi dan efektifitas penggunaan dana dengan memanfaatkan potensi usaha seluas-luasnya;

d. Pengembangan jasa aeronautika dan non aeronautika dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM;

e. Jasa non operasional dikembangkan seluas-luasnya dengan pihak ketiga melalui pola KSO dan atau KSM.

Sumber dana pengembangan bandar udara PT Angkasa Pura berasal dari dana intern perusahaan dan dana pemerintah baik yang melalui DIP/APBN maupun dari bantuan luar negeri. Atas dasar hal tersebut di atas, maka arah pengembangan bandara di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Tabel IV.17 dan konsep jalur rute penerbangan dapat dilihat pada Gambar IV.12.

Tabel IV. 17 ......,

Page 93: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 36

Tebel IV.17 RENCANA PENGEMBANGAN BANDAR UDARA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SAMPAI TAHUN 2020

2004 2006 2010 2015 2020

N o Nama dan Lokasi Bandar Udara Klas Kapasitas Daya Muat

Pesawat/ Pasengger Klas Kapasitas Daya Muat Pesawat/ Pasengger Klas Kapasitas Daya Muat

Pesawat/ Pasengger Klas Kapasitas Daya Muat Pesawat/ Pasengger Klas Kapasitas Daya Muat

Pesawat/ Pasengger

1 El Tari/Kupang I 150 I 150 I 150 I 150 I 150

2 Wai Oti/Mumere III 80 III 80 II 150 II 150 II 150 3 Mau Hau/Waingapu III 40 III 80 II 150 II 150 II 150 4 Satar Tacik/Ruteng IV 19 IV 19 III 80 III 80 III 80

5 Tambolaka/Waikabubak IV 19 IV 80 III 80 III 80 III 80

6 H. Aroebusman/Ende IV 40 III 80 III 80 III 80 III 80 7 Komodo/Labuanbajo IV 40 IV 80 III 80 III 80 80 8 Soa/Bajawa V 19 V 40 IV 40 IV 40 IV 40

9 Mali/Alor V 40 IV 40 IV 40 IV 40 IV 40

10 Haliwen/Atambua V 19 V 19 IV 40 IV 40 IV 40

11 Gewayantana/Larantuka V 19 V 19 IV 40 IV 40 IV 40

12 Lekunik/Rote V 19 V 19 IV 40 IV 40 IV 40

13 Tardamu/Sabu V 19 V 19 IV 40 IV 40 IV 40

14 Wunopito/Lewoleba V 19 V 19 IV 40 IV 40 IV 40

Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2004

Page 94: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 37

4.1.5. Sistem Prasarana Ekonomi 4.1.5.1. Pengairan

Iklim di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu musim kemarau dan musim hujan, musim kemarau lebih panjang dibanding musim penghujan, hal ini sangat mempengaruhi terhadap pola pertanian yang dilakukan oleh masyarakat. Pola pertanian yang ada sekarang, yaitu lahan kering dan lahan basah. Untuk mengairi pertanian lahan basah sampai saat ini diupayakan dengan pengembangan sistem pengairan Irigasi Teknis dan Semi Teknis. Berdasarkan hal tersebut di atas, pengembangan dan pembangunan pengairan sistem irgasi teknis diprioritaskan pada wilayah kabupaten dengan kriteria-kriteria sebagai berikut : Mempunyai produktiftas besar; Mempunyai luas lahan besar dan potensial; Mempunyai sumber mata air; Berdasarkan analisa potensi untuk pengembangan pertanian lahan basah.

Berdasarkan kriteria tersebut dan sesuai dengan program dari Dinas Pertanian, yaitu pengembangan pertanian lahan basah akan diusahakan disetiap kabupaten yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu : Kabupaten Sumba Barat; Kabupaten Sumba Timur; Kabupaten Ngada; Kabupaten Manggarai; Kabupaten Manggarai Barat; Kabupaten Timor Tengah Utara; Kabupaten Timor Tengah Selatan; Kabupaten Rote Ndao; Kabupaten Belu; Kabupaten Alor; Kabupaten Lembata; Kabupaten Ende; Kabupaten Sikka;

Pada tahap selanjutnya pengembangan pertanian lahan basah dikembangkan pada kabupaten-kabupaten yang mempunyai potensi untuk pencetakan lahan basah dengan luasan yang sesuai dengan tingkat irigasi teknis yang akan dikembangkan, produksi dan sumber mata air pengembanganya sebagaimana terlihat pada Tabel IV.18 dan pengembangan irigasi teknis lihat pada Gambar IV.13.

Tabel IV.18 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi

di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai Tahun 2020

No Prasarana Jumlah Kegiatan Prioritas Lokasi

1 Irigasi Teknis 60 Peningkatan jaringan dan rehabilitasi Kabupaten se-NTT 2 Irigasi Semi Teknis 1.297 Peningkatan jaringan dan rehabilitasi Kabupaten se-NTT 3 Embung Irigasi 46 Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 23 lokasi

Pembangunan di 23 Lokasi Kabupaten se-NTT

4

Jaringan Irigasi Air Tanah

1266

Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 844 lokasi Pembangunan di 422 Lokasi Pembinaan Kelembagaan P3A, GP3A.

Kabupaten se-NTT

5 Waduk 5 Pembangunan Baru 2 buah, studi kelayakan 3 buah Pulau Timor, Pulau. Sumba, Pulau Flores.

Sumber: Bappeda Propinsi NTT Tahun 2004. 4.1.5.2. Prasarana Perdagangan/Pasar

Pengembangan prasarana perdagangan/pasar perlu dikembangkan untuk mendukung pemasaran hasil produksi atau penyediaan sarana produksi. Sehubungan dengan itu pembangunan prasarana perdagangan/pasar terutama diarahkan pada kawasan-kawasan simpul transportasi sehingga memudahkan akses dari para produsen

Page 95: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 38

maupun para konsumen mengadakan transaksi. Prasarana perdagangan/pasar setidak-tidaknya mengakomodasi kebutuhan sebagai berikut : Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Nasional/Propinsi; Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Wilayah Kabupaten/kota; Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Kecamatan Prasarana perdagangan/pasar untuk kebutuhan transaksi Lokal Desa/Kelurahan; Prasarana perdagangan/pasar kawasan perbatasan, yaitu untuk kebutuhan transaksi

di kawasan perbatasan/Internasional.

4.2. ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan

pengembangannya atau penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu rencana. Kawasan prioritas tersebut mencakup kawasan-kawasan yang tumbuh cepat, kawasan-kawasan kritis, kawasan-kawasan terbelakang dan kawasan yang menunjang sektor-sektor strategis. Untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur, kawasan proritas dengan kriteria kawasan yang tumbuh cepat dikaitkan dengan kepentingan adanya sektor-sektor strategis untuk dikembangkan. Dalam pengertian tersebut, kawasan prioritas dianggap sebagai pengejawantahan sektor-sektor strategis ke dalam ruang, sehingga sangat menunjang perkembangan sektor strategis lebih lanjut. Kawasan-kawasan prioritas tersebut perlu didukung oleh rencana penataan ruang agar dapat mengakomodasikan perkembangan sektor strategis yang diharapkan dapat memacu perkembangan wilayah yang lebih luas. Selain didasarkan pada keberadaan sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan penentuan wilayah prioritas perlu juga didasarkan pada tingkat kepentingan pemanfataan ruang pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan fungsi lindung merupakan kawasan yang diprioritaskan penggunaanya, sedangkan penggunaan kawasan budidaya baru ditentukan jika kawasan lindung telah ditetapkan. Berdarakan kriteria tersebut di atas dan hasil analisis yang telah dilakukan, diidentifikasikan kawasan-kawasan prioritas lainnya yang akan diuraikan di bawah ini.

4.2.1. Penentuan Kawasan Prioritas 1. Kawasan dan Sektor Prioritas

Berdasarkan hasil analisis, untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur diidentifikasi kedalam beberapa sektor strategis, yaitu : a. Sektor Pertanian dan Peternakan :

Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai PDRB Nusa Tenggara Timur dan dalam penyerapan tenaga kerja;

Mengembalikan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai pemasok ternak untuk kebutuhan secara nasional. Secara nasional ditetapkan Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur dan Timor Tengah Utara;

Mempunyai lahan pertanian potensial dalam arti luas terutama untuk mendukung pengembangan peternakan, perkebunan, dan kehutanan yang pemanfaatan lahan pada saat sekarang masih belum optimal;

b. Sektor Pariwisata yang telah memberikan kontribusi bagi devisa negara dan pendapatan masyarakat : Potensi wisata yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur cukup

beragam, berprospek cerah terdapat diseluruh Kabupaten/Kota; Prasarana dan sarana serta akomodasi (termasuk atraksi wisata) yang tersedia

di lokasi wisata masih terbatas dan tergantung pada kebijaksanaan pengembangnya.

c. Sektor Industri : Secara nasional telah ditetapkan sebagai tulang punggung struktur ekonomi

disamping sektor pertanian; Sektor ini meskipun kurang begitu pesat perkembangan maupun sumbangan

terhadap pembentukan PDRB, tetapi prospek dimasa akan datang akan jauh

Page 96: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 39

lebih baik dengan penekanan pada industri pengolahan yang berkaitan erat dengan pengembangan sektor pertanian dan subsektornya;

Telah hadir Kelompok aneka industri dan kelompok industri kimia, yang diharapkan mampu memacu industri kecil dan rumah tangga ditahun-tahun mendatang.

d. Sektor Kelautan dan Perikanan : Potensi sumbner daya alam kelautan sampai saat sekarang belum dieksploitasi

secara optimal; Masih banyaknya petani nelayan yang menggunakan alat penangkapan ikan

dengan peralatan tradisional, hal ini menyebabkan hasil tangkapannya kurang optimal, dan hasilnya hanya untuk memenuhi kebutuhan untuk dikonsumsi;

Disetiap wilayah Kabupaten/Kota perlu dibuatkan rencana tata ruang kawasan perikanan terpadu.

e. Sektor Perhubungan : Meskipun masih kecil konstribusinya namun ditahun yang akan datang sektor

ini sangat berperan menunjang berkembangnya sektor-sektor tersebut di atas; Keterhubungan antar pusat-pusat pelayanan mengandalkan pada angkutan

darat dan angkutan laut yang diharapkan dapat memudahkan pengangkutan komoditi di dalam dan antar pulau lingkup intra propinsi maupun lingkup antar propinsi. Disamping itu diharapkan mampu membuka jalur perhubungan antara pusat pelayanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) maupun wilayah barat.

Dasar penetapan kawasan prioritas adalah sebagai berikut : Pengembangan sektor di wilayah tersebut mempunyai dampak yang luas, baik

secara regional mapupun nasional; Pengembangan sektor di wilayah tersebut membutukan ruang kegiatan dalam skala

luas; Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas

tinggi dalam lingkup regional maupun nasional; Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan

penanganan yang mendesak; Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif,

karenanya perlu dikendalikan dengan segera; Kawasan dengan fungsi khusus.

Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka kawasan prioritas di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut : KWS Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok – Tenau; KWS Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao – Amarasi - Bena; KWS Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama-Aeroki; KWS Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kafan – Eban – Amfoang; KWS Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan - Lantoka; KWS Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga –

Magepanda; KWS Mbay-Maotenda dengan Sub Kawasan: Mbay – Riung - Mautenda-Maurole; KWS Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor - Ngorang; KWS Komodo; KWS Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal; KWS Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru - Melolo; KWS Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS Wanokaka-Anakalang; KWS Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi - Laratama.

Disamping kawasan di atas juga terdapat kawasan prioritas pesisir dan laut. Diperkirakan subsektor tersebut memiliki prospek berkembang dan dapat berperan sebagai leading sektor. Untuk lebih jelasnya kawasan prioritas dapat dilihat pada Tabel IV.19 dan secara visual dapat dilihat pada Gambar IV.14.

Page 97: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 40

Tabel IV.19 ARAHAN KEBIJAKSANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS

DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020

NO KAWASAN PRIORITAS SUB KAWASAN LOKASI PRIORITAS PENGEMBANGAN

1 KWS Noelmina

Sub Kawasan Oesao Sub Kawasan Amarasi Sub Kawasan Bena

Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS

Agribisnis berbasis padi dan palawija Agribinis berbasis ternak sapi Agribisnis berbasis padi dan palawija

2 KWS Benanain

Sub Kawasan

Besikama Sub Kawasan Aeroki

Kabupaten Belu dan Kabupaten TTU

Agribisnis berbasis padi dan palawija Agribisnis berbasis padi dan palawija

3 KWS Noelbesi

Sub Kawasan Kafan Sub Kawasan Eban Sub Kawasan

Amfoang

Kabupaten Kupang, Kabupaten TTU dan

kabupaten TTS

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis padi dan palawija

4 KWS Alor Selatan

Sub Kawasan Alor Selatan

Sub Kawasan Lantoka

Kabupaten Alor Agribisnis berbasis perkebunan kemiri dan jambu mete

Agribisnis berbasis padi dan palawija

5 KWS Tanjungbunga-Magepanda

Sub Kawasan Tanjungbunga

Sub Kawasan Konga Sub kawasan

Magepanda

Kabupaten Flores Timur dan Kupang Sikka

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribinis berbasis padi dan hortikltura

jeruk

6 KWS Mbay-Maotenda

Sub Kawasan Mbay Sub Kawasan Riung Sub Kawasan

Mautenda Sub Kawasan Maurole

Kabupaten Ngada dan Kabupaten Ende

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribinis berbasis padi dan hortikltura

jeruk Agribinis berbasis padi dan hortikltura

jeruk 7 KWS Lembor-Ngorang

Sub Kawasan Lembor Sub Kawasan

Ngorang

Kabupaten Manggarai Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk

8 KWS Iteng-Buntal

Sub Kawasan Iteng Sub Kawasan Buntal

Kabupaten Manggarai Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk

9 KWS Mangili-Lewa

Sub Kawasan Mangili Sub Kawasan

Kambaniru Sub Kawasan

Kambaniru

Kabupaten Sumba Timur Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk

10 KWS Wanokaka-Anakalang

Sub Kawasan Wanokaka

Sub Kawasan Anakalang

Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba

Timur

Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk

11 KWS Kodi-Laratama

Sub Kawasan Kodi Sub Kawasan

Laratama

Kabupaten Sumba Barat Agribisnis berbasis hortikultura jeruk Agribisnis berbasis hortikultura jeruk

12 KWS Bolok Sub Kawasan Bolok Sub Kawasan Tenau

Kecamatan Kupang Barat kabupaten Kupang

Industri

13 KWS Komodo Sub Kawasan Komodo Sub Kawasan Labuan

Bojo

Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai

Barat

Pariwisata

Sumber: Hasil Kajian Tim RTRWP Tahun 2005

2. Kawasan Tumbuh Cepat Dalam kawasan prioritas terdapat kawasan yang karena kemampuan

pengembangannya dan potensinya ditetapkan sebagai Kawasan yang Tumbuh Cepat sebagaimana Tabel IV.20.

Page 98: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 41

Tabel IV.20 KAWASAN CEPAT TUMBUH DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SAMPAI TAHUN 2020

Kota Dalam Kawasan No Kawasan Andalan Sektor Unggulan Kawasan Andalan Laut Yang

Terkait PKN PKW WS yang melayani Pelabuhan Bandara

Udara

1 KW Kupang Pertanian KWS Laut Sawu dsk Kupang Soe Noelmina Tenau EL Tari dsk Industri dg sektor unggulan: Atambua (P) Kefamenanu Peternakan Perikanan Betun Pariwisata Pertambangan Perikanan Pariwisata Pertambangan 2 KW Maumere- Peternakan Kws Laut Sawu Maumere Larantuka Lowe Rea Mauemere Waeoti Ende Kehutanan dan Laut Flores Lewoleba Lowe Meta Ipi Arubusman Pariwisata dsk dg Ende Industri Sektor unggulan: Perikanan Perikanan Pertanian Pariwisata Perkebunan 3 KW Komodo Pariwisata Kawasan Andalan Labihanbajo dsk Pewrtanian Selat Sape dengan Perkebunan Sector unggulan: Industri Pariwisata Perikanan Perikanan

4 KW Ruteng- Perkebunan KW andalan Laut Mbay Bajawa- Peternakan Flores dsk dg Bajawa -Mbay Perikanan Sektor unggulan Ruteng Pertambangan Perikanan Pariwisata Pariwisata Pertaninan 5 KW Sumba Perkebunan KW andalan Laut Waingapu Waikabubak Peternakan Selat Sumba dsk dg Waitabula Perikanan Sektor unggulan Pertambangan Perikanan Pariwisata Pariwisata Pertaninan

Sumber: hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004

Page 99: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 42

3. Kawasan Lindung Strategis Selanjutnya berkaitan dengan Kawasan Lindung, karena fungsinya yang strategis

maka ditetapkan sebagai kawasan Lindung strategis sebagaimana Tabel IV.21.

Tabel IV.21 KAWASAN LINDUNG STRATEGIS

DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2020

NO KAWASAN STRATEGIS LUAS (HA)

5.000 2 Taman Nasional Lai Wangi Wanggameti 47.014 3 Taman Nasional Manupeu Tanadaru 87.984 4 Taman Nasional Komodo 173.300 5 Taman nasional lautKomodo 75.000 6 Taman Hutan Raya Prof IR. Herman Yohanes 3.115 7 Cagar Alam Riung 2.000 8 Cagar Alam Maubesi 1.830 9 Cagar Alam Way Wuul/Mburak 3.000

10 Cagar Alam Gunung Langgaliru 15.638 11 Cagar Alam Watu Ata 4.898 12 Wolo Talo Nggede Nalo Merah, Siung 4.016 13 SM Perhalu 1.000 14 SM Kateri 4.560 15 SM Harlu 2.000 16 Taman Wisata Tuti Adigae 5.000 17 Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau 9.900 18 Taman Wisata Pulau Besar 3.000 19 Taman Wisata Manipo 2.499 20 Taman Wisata Ruteng 32.248

Sumber: hasil kajian Tim RTRWP Tahun 2004

4. Kawasan Kritis a. SWS Timor – Rote Ndao – Alor;

Daerah Aliran Sungai Oesao; Daerah Aliran Sungai Manikin; Daerah Aliran Sungai Tuasene; Daerah Aliran Sungai Noelmina; Daerah Aliran Sungai Nain; Daerah Aliran Sungai Powu; Daerah Aliran Sungai Kaubele; Daerah Aliran Sungai Haekto; Daerah Aliran Sungai Tala; Daerah Aliran Sungai Benanain; Daerah Aliran Sungai Nobelu; Daerah Aliran Sungai Haekesak; Daerah Aliran Sungai Waelombur; Daerah Aliran Sungai Sabu; Daerah Aliran Sungai Oepoli; Daerah Aliran Sungai Malibata; Daerah Aliran Manubulu.

b. SWS Flores - Lembata Daerah Aliran Flores Timur; Daerah Aliran Sungai Bama; Daerah Aliran Sungai Mati; Daerah Aliran Sungai Warielou; Daerah Aliran Sungai Ili Getang; Daerah Aliran Sungai Mebe; Daerah Aliran Sungai Wolowana; Daerah Aliran Sungai Mautenda; Daerah Aliran Sungai Nangapanda; Daerah Aliran Sungai Panondiwal;

Page 100: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 43

Daerah Aliran Sungai Dsampek; Daerah Aliran Sungai Waikaap.

c. SWS Sumba Daerah Aliran Sungai Wanokaka; Daerah Aliran Sungai Payeti; Daerah Aliran Sungai Wanga; Daerah Aliran Sungai Kakaha.

5. Kawasan Khusus Pulau Komodo dan peraiaran laut sekitarnya; Kawasan Laut Daerah Perbatasan Negara.

6. Kawasan Terbelakang Sub. Kawasan Pesisir: Lembata Selatan, Alor, Sumba Selatan, Flores Utara, Timur

Selatan, Rote Selatan; Sub. Kawasan Pedalaman: Timor Utara, Timor Selatan, Lembata Tengah dan

Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota; Sub. Kawasan Pulau - pulau kecil: Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao,

Kepulauan Alor dan Pantar.

4.2.2. Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Prioritas Pada intinya arahan pengemgangan yang diterapkan pada kawasan-kawasan prioritas

yang telah diidentifikasi, bertujuan untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan yang ada agar potensi-potensi yang terkandung dapat dimanfaatkan dan didayagunakan seoptimal mungkin, dalam rangka pengembangan wilayah yang lebih luas. Untuk kawasan prioritas yang tumbuh cepat, arahan pengembangan yang direkomendasikan adalah : Melengkapi sarana dan prasarana penunjang yang dibutuhkan oleh masing-masing

kawasan prioritas sesuai dengan karakteristik potensi dan permasalahan yang dimiliki; Peningkatan dan rehabilitasi sarana dan prasarana menunjang kegiatan yang akan

dikembangkan, seperti perbaikan prasarana irigasi, pengembangan industri-industri pengolahandan peningkatan aksesibilitas.

Penetapan kebijksanaan kawasan prioritas di wilayah Propinsi Nusa Tengga Timur didasari data dan analisis dengan berbagai pariabel-pariabel, secara lebih detail kawasan prioritas sebagai berikut : 1. Kawasan Industri Bolok;

Kawasan ini terletak di Kecamatan Kupang Barat masuk dalam wilayah Kabupaten Kupang dengan akses tertinggi terhadap Pelabuhan Laut Ekspor Tenau. Pengembangannya sebagai suatu zona industri akan bertumpu pada pengolahan hasil pertanian (agro industri), baik yang berasal dari perkebunan, kehutanan dan peternakan. Ditinjau lokasinya yang sangat dekat dengan Pelabuhan Laut Tenau dan memiliki wilayah hiterland yang akses ke Kupang cukup tinggi, dapat menjadi alternatif lokasi pemanfaatan kegiatan industri. Arahan pemanfaatan pengembangan yang perlu dilakukan : Studi teknis bagi pengembangan kawasan industri, dapat perupa perencanaan tata

ruang detail zona serta studi kelayakan jenis-jenis industri yang akan dikembangkan;

Diarahkan induatri yang dikembangkan adalah industri pengolahan (aneka industri) yang non-polusi dan industri kimia skala menengah sebagai pendukung kegiatan sektor kehutanan, pertanian dan peternakan.

2. Kawasan Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao – Amarasi - Bena; Kawasan ini terletak di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Kupang (Oesao dan Amarasi) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (Bena). Arahan prioritas pengembangan, yaitu untuk pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan. peternakan, perikanan dan pengembangan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Kupang.

Page 101: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 44

3. Kawasan Benanain dengan Sub Kawasan: Besikama-Aeroki; Kawasan Aeroki terletak di Kabupaten Timor Tengah Utara Kawasan Besikama di Kabupaten Belu, sedangkan kawsan Besikama terletak di Kabupaten Belu. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, peternakan, perikanan dan pengembangan agro industri. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Atambua dan daerah perbatasan.

4. Kawasan Noelbesi dengan Sub Kawasan: Kafan – Eban – Amfoang; Kawasan ini terletak di tiga kabupaten, yaitu Kawasan Kafan masuk Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kawasan Eban masuk dalam Kabupaten Timor Tengah Utara dan Amfoang masuk dalam Kabupaten Kupang. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan kering, perkebunan, pengembangan ternak dan kehutanan. Orientasi hasil produksi pertanian ke Kota Soe, Kota Kefamenanu dan ke Kota Kupang. Khusus Subkawasan Amfoang dan Eban perlu diprioritaskan dalam penyediaan sarana dan prasarana, hal ini disebabkan masuk dalam kawasan perbatasan dengan Negara Timor Leste.

5. Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan: Alor Selatan-Lantoka; Kawasan ini masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Alor yang terletak di bagian selatan yang berbatasan laut dengan Negara Timor Leste. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan kering, perkebunan, pengembangan peternakan dan perikanan. Sedangkan arah pengembangan yang perlu dipersiapkan dibuatkannya rencana detail tata ruang kawasan perbatasan.

6. Kawasan Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga – Magepanda; Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kawasan Tanjung Bunga dan Konga masuk Kabupaten Flores Timur dan Kawasan Magepanda masuk dalam Kabupaten Sikka. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan, peternakan, perikanan dan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Maumere, hal ini didukung tersedianya pelabuhan laut dan Bandara. Ketiga kawasan tersebut dilalui oleh jaringan Jalan Nasional.

7. Kawasan Mbay-Maotenda dengan Sub Kawasan: Mbay – Riung - Mautenda-Maurole; Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kawasan Mbay, Riung masuk Kabupaten Ngada dan Kawasan Mautenda dan Maurole masuk dalam Kabupaten Ende. Arahan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, lahan kering, perkebunan, perikanan, peternakan, pengengembangan industri dan pariwisata. Secara geografis kawasan ini terletak di pantai utara Pulau flores, dengan demikian hasil dari produksi pertanian maupun industri bisa dipasarkan ke Makasar (Sulawesi Selatan) dan Pulau Jawa (Surabaya). Keempat Sub kawasan tersebut perlu didukung dengan infrastruktur yang memadai. Secara khusus untuk Danau kalimutu perlu dikembangkan kegiatan wisata alam dan pelestarian kawasan hutan lindung. Dengan demikian keberadaan wisata alam dan budaya harus dikembangkan tanpa mengganggu keberadaan kawasan hutan lindungnya. Selain itu pengembangan kawasan ini diarahkan pada : Peningkatan dan pengembangan prasarana pariwisata (transpotasi, telekomunikasi,

penerangan); Pengembangan dan pemanfaatan obyek wisata dan seni budaya; Studi kelayakan dan perencanaan tata ruang kawasan wisata termasuk obyek-obyek

wisatanya sampai ke arah selatan – barat daya (termasuk Kota Ende dan sekitarnya);

Pengembangan sarana akomodasi wisata dan atraksi wisata. 8. Kawasan Lembor dengan Sub Kawasan: Lembor - Ngorang;

Secara administrasi kawasan ini masuk dalam Kabupaten Manggarai dengan arahan prioritas pengembangan pada sektor perikanan, pertanian, pariwisata dan pengembangan agroindustri. Orientasi pemasaran hasil kegiatan pertanian ke Kota Ruteng dan Labuanbajo. Dilihat dari geografis sangat memungkinkan mengadakan interaksi dengan wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Page 102: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 45

9. Kawasan Komodo; Terletak di Kabupaten Manggarai Barat, yang berfungsi sebagai kota wisata. Memiliki akses yang lebih baik dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat dan sebagai kota peristirahatan (transit) bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pulau Komodo (termasuk perairan lautnya). Kegiatan wisata yang ada ini diharapkan dapat mengembangkan kegiatan sektor lainnya dan memperluas kesempatan kerja (usaha). Sebagai kota yang mengemban fungsi wisata tentu sangat diperlukan berbagai akomodasi yang sebaik mungkin tingkat pelayanannya kepada konsumen. Untuk maksud tersebut maka arahan pengembangannya sangat diperlukan : Peningkatan ketersediaan sarana pendukung utama pariwisata

(perhubungan/transportasi, atraksi wisata menarik, akomodasi, air bersih, telekomunikasi, air bersih, penerangan);

Pengembangan prasarana pelabuhan udara dan laut untuk mendukung fungsi pelabuhan secara khusus sebagai pelabuhan wisata. Pelabuhan laut juga diarahkan sebagai pelabuhan nelayan dan bukan sebagai pelabuhan barang;

Taman Nasional Pulau Komodo (171.505 Ha) yang terletak di Kabupaten Manggarai Barat, memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pelestarian sumberdaya tropis, sebagai habitat bagi kehidupan flora dan fauna khas Nusa Tenggara Timur yang mulai langka. Pengembangan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu kawasan lindung di Nusa Tenggara Timur, perlu diarahkan pada pengembangan zonasi sebagai berikut : Zona inti, untuk perlindungan mutlak dan pengawetan; Zona rimba, sebagai benteng akhir perlindungan zona inti, digunakan untuk

kawasan rekreasi terbatas; Zona pemanfaatan, diperuntukan bagi pemanfaatan sarana hutan wisata, serta

penelitian; Zona penyangga, terletak di batas dalam dan di luar taman nasional.

Untuk pengembangan Taman Nasional ini perlu adanya pengelolaan kawasan secara terpadu yang dapat mangakomodasi kepentingan pelestarian, perlindungan, penelitian/pendidikan serta pariwisata. Disamping itu perlu dibuatkan rencana tata ruang sebagai alat pengendali perkembangan wilayah sekitarnya agar tidak terjadi konflik penggunaan ruang yang merugikan kawasan wisata itu sendiri.

10. Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan: Iteng - Buntal; Kawasan ini terletak di Kabupaten Manggarai, prioritas pengembangan, yaitu untuk pertanian lahan basah, lahan kering, peternakan dan perkebunan. Kawasan ini berorientasi ke Kota Ruteng.

11. Kawasan Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru - Melolo; Secara administrasi kawasan masuk dalam Kabupaten Sumba Timur dengan prioritas pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, peternakan dan pengembangan perikanan. Kawasan ini berorientasi ke Kota Waingapu.

12. Kawasan Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan: KWS Wanokaka-Anakalang; Kawasan ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sumba Barat dan kabupaten Sumba Timur, dengan arahan prioritas pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil produksi pertanian ke Kota Waingapu yang didukung oleh Badar Udara dan Pelabuhan.

13. Kawasan Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan: Kodi – Laratama; Secara administrasi kawasan ini masuk dalam Kabupaten Sumba Barat, dengan prioritas untuk pengembangan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan dan peternakan. Orientasi pemasaran hasil pertanian ke Kota Waikabubak dan Kota Waingapu yng didukung sarana transportasi baik udara maupun laut.

14. Kawasan Kritis DAS; Sistem perladangan yang berpindah dengan cara tebas bakar bersifat mengganggu keseimbangan lingkungan, menghambat pemudaan vegetasi secara alamiah dan mengakibatkan pembentukan lahan-lahan kritis. Keadaan ini diperparah dengan penurunan produktif lahan kering yang terus terjadi, disebabkan erosi lapisan subur

Page 103: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 46

lahan kering yang kurang memperhatikan kesuburan tanah. Kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup juga terjadi terhadap areal persawahan subur, suaka alam dan daerah resapan air, karena bekum adanya pengendalian terhadap penggunaan ruang. Untuk itu, salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan lahan-lahan kritis tersebut melalui pelestarian dan perlindungan akosistem didalam suatu kesatuan Daerah/Wilayah Aliran Sungai (DAS/WAS) terencana, terarah dan terpadu. Beberapa arahan pengembangan bagi kawasan lahan kritis tersebut di atas adalah sebagai berikut : Diperlukan upaya pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut

yang diteruskan dengan usaha penghijauan, reboisasi dan keservasi hutan, tanah, air yang secara keseluruhan perlu dipadukan dalam upaya pengembangan pertanian, kehutanan, pertambangan dan permukiman;

Untuk menjamin ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitas, diusahakan peningkatan pemeliharaan kawasan yang termasuk cacthment area (terutama di bagian hulu). Upaya pemeliharaan fungsi dan kemampuan sistem tata air yang dikembangkan di DAS untuk mencapai terkendalinya erosi dan kesuburan tanah yang mantap;

Pendayagunaan lahan kritis melalui rehabilitasi lahan diarahkan menjadi lahan pertanian yang produktif, upaya pemukiman kembali dalam areal pertanian, pengembangan usaha kehutanan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat peladang berpindah. Selanjutnya hutan rakyat dan kawasan hutan produksi dekat pedesaan akan dikembangkan sebagai hutan serba guna;

Perlu juga dilaksanakan pengamanan sungai dan pengembangan wilayah sungai dan penanggulangan bencana alam. Rehabilitasi sungai dan pengembangan daerah aliran sungai terutama dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi pengairannya sudah tinggi dan permukimannya padat.

15. Wilayah Laut dan Daerah Perbatasan Negara; Panjang garis perbatasan darat Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste adalah 255,4 km, mencakup 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara dan Kupang. Sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial Belanda dan Portugis tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi – Ambeno wilayah Timor-Timur dengan Timor Barat dimulai dari mulut sungai Besi sampai muara sungai (Thalueg) dengan panjang lingkar perbatasan 115 Km, dengan perincian Kabupaten Timor Tengah Utara 104,5 Km Kabupaten Kupang 10,5 Km. Kawasan perbatasan darat Timor Barat dengan Timor Leste meliputi 9 Kecamatan yaitu : Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfoang Utara; Kabupaten Timor Tengah Utara; Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur dan

Kecamatan Insana Utara; Kabupaten Belu; Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat, Tasifeto Timur,

Lamaknen dan Kecamatan Kobalima. Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Timor Leste meliputi 4 Kabupaten, 5 Kecamatan yaitu : Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfong Utara. Kabupaten Belu: Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kobalima. Kabupaten Timor Tengah Utara: Kecamatan Insana Utara Kabupaten Alor: Kecamatan Alor Barat Daya.

Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Australia meliputi wilayah laut Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Sabu Kabupaten Kupang. Percepatan pembangunan wilayah perbatasan memerlukan program kerja terpadu dengan arah pembangunan diletakkan pada aspek sebagai berikut : Pemantapan pembangunan bangsa (Nation Building) dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia; Meningkatkan kesejahtraan masyarakat wilayah perbatasan; Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat wilayah perbatasan

termasuk masyarakat pengungsi sehingga mempunyai daya tahan dan daya saing

Page 104: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 47

yang tinggi dengan masyarakat di negara tetangga baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang sosial budaya dan sosial politik.

Perlu adanya kerja sama aparat pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Negara Timor Leste dalam menangani permasalahan terutama yang berkaitan dengan perdagangan komoditi ekspor-impor, pemanfaatan pelabuhan laut, pengendalian dan pemantauan kawasan lindung maupun peningkatan keamanan. Apabila kebijakan yang ditempuh sendiri-sendiri kurang menguntungkan dan tidak efisien, mengakibatkan pengeluaran biaya besar.

16. Kawasan Terbelakang Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan menunjukan adanya masyarakat yang primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah lainnya, menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja dan tertutup untuk wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan darat dan laut dan pendukung lainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar dalam berkomunikasi dan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh dibelakang dengan wilayah lainnya. Arahan pengembangannya terutama untuk : Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah

yang terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi baru;

Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar komunikasi dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak dapat memungkinkan);

Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih berpencar agar upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah setempat.

4.3. KEBIJAKSANAAN PENUNJANG PENATAAN RUANG

Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan cakupan materi seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dalam pelaksanaannya perlu didukung oleh berbagai kebijaksanaan penunjang untuk perwujudannya. Kebijaksanaan penunjang ini baik yang bersifat keruangan spasial, yaitu secara langsung melalui arahannya akan menunjang upaya perwujudan struktur tata ruang propinsi maupun yang bersifat bukan keruangan/non spasial yang secara tidak langsung akan menunjang perwujudan Struktur Tata Ruang Propinsi.

4.3.1. Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Spasial Kebijaksanaan penunjang yang bersifat spasial adalah kebijaksanaan penatagunaan

tanah. Tanah (lahan) atau ruang daratan beserta sumberdaya alam yang terkandung didalamnya merupakan unsur ruang utama, sehingga pemanfaatannya perlu diarahkan dalam konteks tata ruang dengan senantiasa memperhatikan azas lestari, optimal, seimbang dan berkelanjutan. Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah yang diuraikan diharapkan dapat menjadi landasan bagi evaluasi terhadap Rencana Tata Guna Tanah (RTGT) pada tingkat propinsi yang akan terdiri dari rencana penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah. Dalam konteks ini tercermin keterkaitan RTRWP sebagai rencana tata ruang yang bersifat makro dengan RTGT. Dalam kaitannya dengan dua fungsi, yaitu lindung dan budidaya, maka kebijaksanaan penatagunaan tanah di Nusa Tenggara Timur sebagai penunjang perwujudan RTRWP sebagai berikut : 1. Kebiijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Lindung;

Didasarkan pada tujuan pemantapan kawasan lindung, pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah sebagai penunjang adalah : Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih dan konflik penggunaan tanah antara

kepentingan lindung dan budidaya berdasarkan ketentuan/peraturan yang ada;

Page 105: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 48

Pengendalian secara ketat terhadap cara penggunaan tanah oleh penduduk atau proyek pembangunan (sektoral) tertentu dalam kawasan lindung yang diperbolehkan agar tidak mengganggu fungsi lindung;

Pada kawasan lindung yang diatasnya telah terdapat kegiatan budidaya perlu dilakukan tindakan penanganan atau penyelesaiannya, misalnya dalam bentuk pembebasan atau pencabutan hak atas tanah, pemindahan penduduk, upaya-upaya konservasi/rehabilitasi tanah, pembebasan kegiatan secara enclave, serta pemindahan kegiatan secara bertahap ke luar kawasan lindung.

2. Kebijaksanaan Penatagunaan Tanah pada Kawasan Budidaya; Didasarkan pada tujuan pengembangan kawasan budidaya, kebijaksanaan penataguanaan tanah sebagai penunjangnya dibedakan menurut tingkat pemanfaatan ruang kawasan, yaitu yang berdekatan dengan kawasan lindung diatasnya (hutan produksi) dan kawasan budidaya intensif (pertanian tanaman pangan lahan basah, pertanian tanaman pangan lahan kering dan perkebunan, perindustrian, permukiman). Pokok-pokok kebijaksanaan adalah : Penggunaan tanah pada kawasan budidaya yang bersifat sebagai penyangga

kawasan lindung diatasnya (hutan produksi) perlu disertai dengan upaya-upaya konversi tanah secara ketat;

Penggunaan tanah di kawasan azas konvertibilitas penggunaan tanah. Meskipun demikian pengalihan antar penggunaan (dari yang kurang intensif ke tingkat yang lebih intensif) perlu dikendalikan melalui mekanisme perizinan (pencadangan tanah, perizinan lokasi).

Pokok-pokok kebijaksanaan penatagunaan tanah bagi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mengacu pada RTRWP harus dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Tata Guna Tanah, yang terdiri dari : Rencana Persediaan Tanah; sebagai rencana dasar yang menggambarkan kawasan

yang dilarang diusahakan (kawasan lindung) dan kawasan yang dapat diusahakan (kawasan budidaya);

Rencana Peruntukkan Tanah; sebagai arahan letak kegiatan pembangunan utama dan penunjang sesuai dengan strategi pembangunan daerah jangka panjang;

Rencana Penggunaan Tanah; sebagai letak proyek-proyek pembangunan yang akan dilaksanakan dalam jangka menengah, melalui kegiatan pembebasan tanah, pencadangan tanah, serta izin lokasi dan izin site oleh pemerintah daerah.

Selain kebijaksanaan penatagunaan tanah di atas, untuk mewujudkan struktur tata ruang propinsi perlu adanya kebijaksanaan yang menyangkut pengendalian tata ruang secara keseluruhan.

4.3.2. Kebijaksanaan Penunjang Yang Bersifat Bukan Spasial Perwujudan RTRWP Nusa Tenggara Timur ditentukan juga oleh kebijaksanaan

penunjang yang bersifat bukan spasial. Kebijaksanaan ini secara tidak langsung mempengaruhi struktur tata ruang wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun mendatang. Kebijaksanaan tersebut mencakup kebijaksanaan kependudukan, kebijaksanaan pengembangan perekonomian dan investasi, kebijaksanaan pengelolaan lingkungan dan kebijaksanaan pengembangan kelembagan.

4.3.2.1. Kebijaksanaan Kependudukan. Kebijaksanaan Kependudukan dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun

mendatang mencakup pengendalian laku kependudukan dan penyebaran penduduk serta peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kebijaksanaan pengendalian laju pertumbuhan penduduk diupayakan dengan mempertimbangkan prinsip daya dukung lingkungan serta potensi pengembangan pangan dan air. Walaupun sebagian besar lahan potensial belum diusahakan secara optimal dalam pemanfaatannya, namun kemungkinan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat perlu dikendalikan, hal ini dilakukan agar daya dukung lingkungan dan sumber daya alam yang tersedia dapat mengakomodasi pertambahan penduduk jangka panjang. Kebijakan kependudukan dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut :

Page 106: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 49

a. Dalam kurun waktu 15 (lima belas) tahun mendatang, kebijaksanaan penduduk jangka panjang diarahkan untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk dari 1,79 % per tahun (1990-2000) menjdi lebih kecil 1,69 %. Pengedalian pertumbuhan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : Pengembangan pendidikan tinggi untuk menaikkan usia kawin pertama di

wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur; Memperbesar jarak antar anak melalui peningkatan program pendidikan; Mengurangi rata-rata jumlah keluarga dengan meningkatkan kualitas Keluarga

Berencana (KB) yaitu masing-masing keluarga dengan dua anak; Menekan angka kelahiran yang terjadi di luar nikah atau diluar perencanaan

keluarga; Pengendalian arus migrasi penduduk dengan menekan arus migrasi penduduk

yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Untuk lebih jelas jumlah dan perkembangan penduduk di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan hasil proyeksi sampai tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel IV.23.

Tabel IV.23. ........,

Page 107: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 50

Tabel IV.23 PERKIRAAN JUMLAH PENDUDUK PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2020

T A H U N No Kabupaten/ Kota

Jumlah Penduduk Awal 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

1 Sumba Barat 186,557 189,542 192,575 195,656 198,786 201,967 205,198 208,481 211,817 215,206 218,650 222,148 225,702 229,314 232,983 236,710 240,498 244,346

2 Sumba Timur 198,186 201,357 204,579 207,852 211,178 214,556 217,989 221,477 225,021 228,621 232,279 235,996 239,771 243,608 247,506 251,466 255,489 259,577

3 Kupang 332,419 337,738 343,142 348,632 354,210 359,877 365,635 371,485 377,429 383,468 389,604 395,837 402,171 408,605 415,143 421,785 428,534 435,390

4 Timor Tengah Selatan 404,516 410,988 417,564 424,245 431,033 437,930 444,936 452,055 459,288 466,637 474,103 481,689 489,396 497,226 505,182 513,265 521,477 529,820

5 Timor Tengah Utara 177,918 180,765 183,657 186,595 189,581 192,614 195,696 198,827 202,008 205,241 208,524 211,861 215,251 218,695 222,194 225,749 229,361 233,031

6 Belu 331,412 336,715 342,102 347,576 353,137 358,787 364,528 370,360 376,286 382,306 388,423 394,638 400,952 407,368 413,885 420,508 427,236 434,071

7 Alor 168,965 171,668 174,415 177,206 180,041 182,922 185,848 188,822 191,843 194,913 198,031 201,200 204,419 207,690 211,013 214,389 217,819 221,304

8 Lembata 97,733 99,297 100,885 102,500 104,140 105,806 107,499 109,219 110,966 112,742 114,546 116,378 118,240 120,132 122,054 124,007 125,991 128,007

9 Flores Timur 215,876 219,330 222,839 226,405 230,027 233,708 237,447 241,246 245,106 249,028 253,012 257,060 261,173 265,352 269,598 273,911 278,294 282,747

10 Sikka 276,590 281,015 285,512 290,080 294,721 299,437 304,228 309,095 314,041 319,065 324,171 329,357 334,627 339,981 345,421 350,947 356,563 362,268

11 Ende 238,486 242,302 246,179 250,117 254,119 258,185 262,316 266,513 270,777 275,110 279,512 283,984 288,528 293,144 297,834 302,600 307,441 312,360

12 Ngada 244,242 248,150 252,120 256,154 260,253 264,417 268,647 272,946 277,313 281,750 286,258 290,838 295,491 300,219 305,023 309,903 314,862 319,899

13 Manggarai 481,479 489,183 497,010 504,962 513,041 521,250 529,590 538,063 546,672 555,419 564,306 573,335 582,508 591,828 601,297 610,918 620,693 630,624

14 Manggarai Barat 179,858 182,736 185,659 188,630 191,648 194,715 197,830 200,995 204,211 207,479 210,798 214,171 217,598 221,079 224,617 228,210 231,862 235,572

15 Rote Ndao 102,651 104,293 105,962 107,658 109,380 111,130 112,908 114,715 116,550 118,415 120,310 122,235 124,190 126,177 128,196 130,247 132,331 134,449

16 Kota Kupang 251,170 255,189 259,272 263,420 267,635 271,917 276,268 280,688 285,179 289,742 294,378 299,088 303,873 308,735 313,675 318,694 323,793 328,973 JUMLAH

3,888,058 3,950,267 4,013,471 4,077,687 4,142,930 4,209,217 4,276,564 4,344,989 4,414,509 4,485,141 4,556,903 4,629,814 4,703,891 4,779,153 4,855,619 4,933,309 5,012,242 5,092,438

Sumber: Hasil Analisis tahun 2004

Page 108: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 IV - 51

b. Kebijaksanaan pengendalian penyebaran penduduk ditujukan untuk menyebarkan penduduk secara merata sesuai daya dukung lingkungan dan potensi sumber daya alam, namun hal tersebut tidaklah mudah dilaksanakan. Kecenderungan persebaran penduduk yang tidak merata tersebut perlu diantisipasi agar dimasa mendatang kesenjangan jumlah dan kepadatan penduduk di setiap Kabupaten/Kota tidak bertambah besar, yang selanjutnya berimplikasi terhadap bertambahnya tekanan penduduk terhadap hidup dan pemanfaatan potensi sumber daya alam. Kebijaksanaan penyebaran penduduk harus diarahkan pada pemerataan penduduk antara kabupaten bagian utara dengan kabupaten bagian selatan dan ke wilayah yang berpotensi dalam berproduksi hasil bumi. Upaya pengendalian penyebaran penduduk yang lebih merata dapat dilakukan melalui : Program permukiman kembali (resettlement); Program Transmigrasi; Pengembangan ekonomi skala besar seperti perkebunan pertambangan dan industri

pengolahan primer yang bersifat padat karya di daerah yang penduduknya masih jarang;

Penyebaran fasilitas dan infrastruktur sosial-ekonomi. c. Kebijaksanaan peningkatan kualitas sumber daya manusia menyangkut usaha-usaha yang

ditujukan untuk meningkatkan pendidikan dan tingkat kesehatan dapat dilakukan melalui : Meningkatkan dan meyebarkan fasilitas pendidikan sekolah menengah dan atas; Meningkatkan dan memyebarkan fasilitas pendidikan ketrampilan (kejuruan); Memasyarakatkan pentingnya pendidikan bagi setiap orang; Memasyarakatkan pentingnya kesehatan bagi setiap orang; Meningkatkan dan menyebarkan fasilitas kesehatan dan tenaga medis; Meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat; Meningkatkan kondisi lingkungan yang tidak mendukung kesehatan.

4.3.2.2. Kebijaksanaan Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan yang bijaksana untuk mempertahankan daya dukung lingkungan sangat diperlukan agar Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang telah dirumuskan dapat tercapai. Untuk maksud tersebut perlu dirumuskan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan sebagai berikut : a. Mengatur insentif untuk kegiatan-kegiatan skala besar yang mampu meningkatkan fungsi

lingkungan dan daya dukung wilayah, terutama bagi kegiatan-kegiatan yang memiliki dampak peningkatan kualitas lingkungan dalam skala besar regional Nusa Tenggara Timur;

b. Memberikan disinsentif bagi kegiatan-kegiatan skala besar yang dapat menurunkan daya dukung wilayah baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang;

c. Memantau dan menindak kegiatan-kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan hidup; d. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan melalui peningkatan ketersediaan

prasarana sanitasi,air bersih, drainase dan persampahan; e. Memulihkan ungsi lahan-;ahan kritis dan lahan-lahan bekas pertambangan, pembakaran

hutan atau kegiatan merusak di dalam hutan maupun di luar hutan baik melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan, bersama-sama dengan masyarakat dan swata;

f. Menertibkan penguasaan lahan terutama di wilayah bukan kota/pusat pemukiman yang dimaksudkan untuk memudahkan pemantauan pengendalian lingkungan;

g. Memberi perlindungan terhadap kawasan-kawasan yang mempunyai nilai historis, nilai tambah maupun nilai ilmiah yang merupakan aset nasional, seperti Cagar Alam Pulau Komodo dan sekitarnya, Taman Laut Maumere dan Pulau Riung atau suaka margasatwa dan hutan wisata lainnya yang ada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Page 109: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V - 1

BBAABB.. VV MMEEKKAANNIISSMMEE PPEENNGGEELLOOLLAAAANN RREENNCCAANNAA TTAATTAA RRUUAANNGG WWIILLAAYYAAHH

PPRROOPPIINNSSII NNUUSSAA TTEENNGGGGAARRAA TTIIMMUURR

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur yang telah disusun untuk dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai fungsi-fungisnya perlu didukung mekanisme pengelolaan yaitu arahan-arahan yang menyangkut aspek pelaksanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi. Arahan aspek pelaksanaan diharapkan dapat menjadi pegangan dalam mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dalam kurung waktu 15 (lima belas) tahun. Untuk menjamin keefektifan mekanisme pengelolaan Tata Ruang ini, perlu didukung oleh aspek legalisasi sesuai dengan peraturan perundangan berlaku serta kelembagaan yang akan mengoperasionalkannya.

5.1. Aspek Legalisasi dan Kelembagaan

Aspek legalisasi dan kelembagaan dalam mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan rencana tata ruang sebagai dokumen perencanaan pembangunan yang berisikan arahan penggunaan ruang. Peran aspek legalisasi dan kelembagaan sebagai berikut : a. Aspek legalisasi; Aspek legalisasi sangat penting sekali sebelum RTRWP Nusa

Tenggara Timur dilaksanakan dan berfungsi sebagai kebijaksanaan pokok pemantauan pembangunan di wilayah propinsi. Untuk itu perlu dipertimbangkan kesesuaiannya dengan aspek legal, yaitu peraturan perundangan yang berlaku serta kewenangan kelembagaannya.

b. Aspek kelembagaan; RTRWP Nusa Tenggara Timur yang telah disusun oleh Pemerintah Propinsi (Badan

Koordinasi Tata Ruang Daerah) dengan bantuan tenaga Ahli dari Perguruan Tinggi, LSM atau Konsultan, telah di bahas dan disempurnakan dengan melibatkan instansi vertikal dan dinas-dinas terkait;

Pembahasan ini dilakukan di tingkat pusat melalui Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah. Kehadiran instansi terkait dalam rapat-rapat koordinasi untuk pembahasan dan penyempurnaan konsep RTRWP jelas sangat bermanfaat untuk mencapai kesepakatan dan sinkronisasi RTRWP dengan rencana-rencana sektoral yang sudah ada (misal TGHK, RTGT, RDPWP, RIPPDA dan sebagainya), atau bahkan masih dalam taraf konsep dan kegiatan proyek usulan yang diajukan. Walaupun demikian manfaat formal dari RTRWP ini mempunyai kekuatan hukum yang dilaksanakan, iklim administrasi pemerintah mendukung (termasuk sistem informasinya) dan sumber biaya pengelolaannya yang memadai, serta struktur kelembagaan yang terintegrasi dan operasional;

Penetapan RTRWP sebagai peraturan daerah merupakan langkah pertama yang harus dilaksanakan setelah RTRWP Nusa Tenggara Timur ini berhasil disusun dan selanjutnya mendapat pengesahan dari Gubernur. Aspek legalisasi ini menjadi persyaratan mendasar dalam proses implementasi RTRWP sebagai produk rencana yang secara hukum akan mengikat;

Dalam hubungan ini faktor koordinasi antar instansi menjadi bagian penting yang menentukan apakah mekanisme pengelolaan tata ruang dapat dilaksanakan dengan konsisten atau tidak.

5.2. Penetapan dan Pengesahan RTRWP

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur perlu ditetapkan terlebih dahulu dalam bentuk Peraturan Daerah Propinsi (Perda). Tata cara penetapan dan pengesahan mengikuti Peraturan Perundangan yang berlaku. Setelah itu, RTRWP yang telah menjadi Peraturan Daerah perlu pula mendapat pengesahan oleh Menteri dalam Negeri. Proses legislasi RTRWP diuraikan sebagai berikut : a. Penetapan RTRWP Nusa Tenggara Timur menjadi Peraturan Daerah (PERDA) pada

dasarnya dimaksudkan agar RTRWP tersebut mempunyai kekuatan hukum dan

Page 110: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V - 2

dukungan politis sehingga dapat dioperasional dan dipatuhi oleh semua pihak di daerah. Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRWP diusulkan atau diajukan oleh Gubernur kepada DPRD untuk ditetapkan menjadi PERDA beserta lampiran buku rencana RTRWP itu sendiri;

b. Penetapan RTRWP Nusa Tenggara Timur menjadi Peraturan Daerah dilakukan setelah sebelumnya dilakukan pembahasan secara intensif. Setelah ditetapkan sebagai Peraturan Daerah RTRWP perlu diajukan untuk mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri. Usul pengesahan PERDA disampaikan Kepada Menteri Dalam Negeri oleh Gubernur;

c. Sebelum mengajukan untuk usulan pengesahan PERDA, Gubernur bersama-sama Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) menjaga keterpaduan antara program pembangunan sektoral di wilayah Nusa Tenggara Timur dengan wilayah sekitarnya;

d. Dalam proses pengesahan RTRWP ini Menteri Dalam Negeri akan mengadakan pertimbangan dari instansi terkait dipusat atau Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional untuk kasus-kasus tertentu.

5.3. Pemasyarakatan RTRWP

Tahap pemasyarakatan RTRWP mempunyai arti yang penting bagi keberhasilan pengelolaan Tata Ruang Wilayah Propinsi. Pada dasarnya tahap ini meliputi dua bagian penting. Pertama saat proses penyusunan RTRWP hingga ditetapkan sebagai Peraturan Daerah, dan kedua pada tahap pelaksanaan RTRWP setelah ditetapkan dan disahkan sampai saat peninjauan kembali setiap kurun waktu lima tahunan. Pada tahap pertama usaha pemasyarakatan RTRWP diarahkan terutama dengan melibatkan berbagai instansi terkait, unsur TNI/POLRI serta wakil masyarakat (DPRD) dalam rapat-rapat koordinasi untuk perumusan masalah-masalah pokok di daerah, perumusan konsep rencana, serta pembahasan dan penyempurnaan RTRWP. Pada tahap yang kedua, pemasyarakatan RTRWP dilakukan dengan menyampaikan informasi secara luas dan menerus mengenai arahan pemanfaatan ruang pada tingkat propinsi berdasarkan struktur tata ruang wilayah. Peran pemerintah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam memasyarakatkan RTRWP Nusa Tenggara Timur mempunyai pengaruh besar yang akan menentukan sejauh mana tingkat keberhasilan dan operasionalisasi RTRWP, sekaligus dimaksudkan untuk melibatkan partisipasi masyarakat. Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur perlu mengumumkan dan menyebarkan RTRWP secara efektif dan efisien agar masyarakat dapat terlibat sepenuhnya dalam perwujudan rencana tata ruang terutama yang menyangkut pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya. Dalam hal ini mekanisme pengelolaan Tata Ruang melalui prosedur perijinan (untuk pemanfaatan ruang skala besar) harus jelas dan mempunyai kepastian hukum bagi masyarakat yang menjadikan sebagai acuan atau arahan investasi.

5.4. Tindak Lanjut Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Nusa Tenggara Timur sifatnya masih

umum (makro) dalam suatu arahan tata ruang pada wilayah propinsi dengan skala peta 1 : 250.000, untuk lebih lanjut perlu disusun Rencana Tata Ruang dengan kedalaman yang lebih rinci. Pada tingkat Kabupaten atau Kota, rencana ini dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota, dengan tingkat kedalaman atau ketelitian peta sekurang-kurangnya pada skala 1:50.000 atau 1:100.000, dalam rencana tersebut materi RTRWP dapat dilihat dan lebih terukur untuk setiap kawasan. Selain dijabarkan dalam bentuk RTRW Kabupaten/Kota, perlu dijabarkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan agar lebih bersifat fungsional untuk mendukung pengembangan sektor tertentu, sehingga wilayah perencanaannya tidak perlu sama dengan administratif. Dalam kaitan ini, konsistensi antara isi RTRWP dengan RTRWK atau Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang akan disusun perlu dijaga secara maksimal, sehingga keterpaduan kegiatan pada wilayah propinsi dapat terjamin. Selain sebagai acuan bagi penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) yang lebih rinci, juga akan menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Pendek, jangka Menengah dan Jangka Panjang.

Page 111: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V - 3

5.5. Aspek Kelembagaan Mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi perlu didukung oleh

aspek kelembagaan yang akan lebih berfungsi koordinasi. Dalam kaitan ini fungsi koordinasi pengelolaan tata ruang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai badan yang bertugas membantu Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur dalam melaksanakan koordinasi di bidang perencanaan pembangunan serta penilaian atas pelaksaaan pembangunan sesuai Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini juga sesuai dengan wewenang Gubernur dalam rangka menyelenggarakan koordinasi instansi vertikal dan antar instansi lingkup Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Unit/ Instansi tersebut berkewajiban : a. Melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh instansi

teknis kepada Gubernur; b. Mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Gubernur; c. Menyampaikan usul rencana kegiatan kepada Gubernur yang telah dikonsultasikan

dengan kepala Instansi yang bersangkutan; d. Mengajukan laporan tertulis secara rutin maupun berkala kepada Gubernur mengenai

perkembangan pelaksanaan tugas; Adanya kemungkinan benturan kepentingan sektoral khususnya dalam konflik pemanfaatan ruang (lahan skala besar), maka kesesuaian aspek legal dari RTRWP ini juga perlu dilihat dari koordinasi perangkat vertikal instansi pusat yang ada di daerah (Kantor Wilayah) sehingga memungkinkan operasionalisasi RTRWP secara terpadu. Instansi vertikal ini jelas merupakan bentuk nyata dari azas dekonsentrasi yang didasarkan pada Keppres No. 17 Tahun 1985. Khususnya untuk penanganan masalah pertanahan, maka berdasarkan Keppres No. 26 Tahun 1988 telah dibentuk badan Pertanahan Nasional yang mempunyai tugas untuk menyusun rencana penggunaan tanah yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP). Dari keputusan-keputusan tersebut jelas sekali dinyatakan bahwa instansi vertikal merupakan unit pelaksana atau perangkat dari departemen/lembaga-lembaga Pemerintah non departemen di propinsi yang bersangkutan. Selanjutnya kewajiban instansi vertikal/Kanwil dalam pelaksanaan fungsi koordinasi yaitu : a. Melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh instansi

atasannya kepada Gubenur; b. Mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Gubernur atau melaporkan kepada

instansi atasannya; c. Melaporkan hasil koordinasi oleh Gubernur dengan yang bersangkutan atas rencana

kegiatan sektoral kepada instansi atasannya; d. Menyampaikan laporan tertulis secara berkala kepada Gubernur mengenai

perkembangan pelaksanaan tugas yang bersangkutan; e. Memberikan keterangan yang diminta oleh Gubernur. Melalui aspek kelembagaan seperti diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa operasionalisasi RTRWP Nusa Tenggara Timur dapat dilakukan. Dalam hal ini tampak keterkaitan yang erat dari aspek legal adminstratif dan kelembagaan, sehingga RTRWP yang telah ditetapkan dapat terlaksana secara efektif.

5.6. Pemantauan Dan Penggendalian Pemanfaatan Ruang Aspek yang utama dari mekanisme pengelolaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi

Nusa Tenggara Timur perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan RTRWP Nusa Tenggara Timur, antara lain : − Pihak pemerintah, baik Departemen/Instansi Pusat maupun Pemerintah Propinsi melalui

penyusunan program-program dan proyek-proyek pembangunan lima tahunan dan tahunan;

− Pihak masyarakat yang direalisasikan melalui berbagai investasi baik perorangan ataupun swasta.

Page 112: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V - 4

5.6.1. Pemantauan Pemanfaatan Ruang Pemantauan pemanfaatan ruang pada dasarnya merupakan salah satu bentuk

kegiatan dari pengendalian pemanfaatan ruang secara keseluruhan. Pemantauan perlu dilakukan oleh instansi tata ruang di daerah serta instansi lainnya yang berhubungan dengan pemanfaatan dan pengendalian ruang di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pemantauan ini merupakan suatu kegiatan memonitor atau mengawasi pemanfaatan ruang dan perubahan-perubahan yang terjadi. Kegiatan ini berguna untuk memonitor dan mengawasi setiap usulan atau pengajuan pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui proses perijinan lokasi (untuk kegiatan yang memanfaatkan ruang dalam skala besar). Pemanfaatan ruang ini juga mencakup kegiatan mengumpulkan dan memperbaharui (up- dating) data. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan masukan-masukan bagi peninjauan kembali atau evaluasi RTRWP yang dilakukan setiap 5 (Lima) tahun sekali. Pemantauan pemanfaatan ruang dilakukan melalui penciptaan dan pengembangan suatu sistem database yang terkoordinir baik dalam suatu unit pusat data dan jaringannya untuk terus-menerus memonitor pemanfaatan ruang dan perubahan-perubahan yang terjadi. Secara bertahap kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan memanfaatkan teknologi mutakhir.

5.6.2. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pengendalian pemanfaatan ruang pada RTRWP Nusa Tenggara Timur pada dasarnya

dibedakan menurut dua jenis kegiatan, yaitu : Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung; Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya.

Secara umum pengendalian Tata Ruang mencakup kegiatan-kegiatan yang bersifat pemantauan pengawasan dan penertiban kegiatan yang memanfaatkan ruang. Kegiatan pemantauan, seperti telah diuraikan terdahulu, merupakan tahap awal pengendalian. Di dasarkan pada hasil pemantauan tersebut barulah kemudian dapat dilakukan kegiatan pengawasan (untuk menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang) serta penertiban sebagai tindakan penyelesaian/penanganan masalah tata ruang. Pengendalian tata ruang ini perlu dilakukan sehubungan dengan kemungkinan adanya kawasan budidaya dan atau antara kawasan budidaya dengan kawasan budidaya lainnya. Permasalahannya tersebut dapat terjadi untuk kasus-kasus sebagai berikut : a. Rencana dengan status/usaha tanah; b. Rencana dengan proyek-proyek pembangunan; c. Rencana dengan penggunaan tanah yang telah berlangsung. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung meliputi : a. Pemanfaatan fungsi lindung bagi kawasan lindung yang masih dapat dipertahankan; b. Pengembalian fungsi lindung bagi kawasan lindung yang telah mengalami tumpang

tindih dengan kegiatan budidaya atau lahan yang dapat menggagu fungsi lindungnya; c. Pelarangan/pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya pada kawasan lindung yang

telah ditetapkan; d. Pembatasan kegiatan budidaya yang telah ada sehingga tidak dapat dilakukan

pengembangan lebih lanjut, dengan tindakan konservasi secara intesif; e. Pemindahan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelangsungan fungsi lindung,

sebagai tindakan penertiban kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya dapat meliputi : Pengarahan lokasi kegiatan untuk kegiatan budidaya melalui mekanisme perizinan

(untuk kawasan berskala besar) dengan pendekatan intensif; Pelarangan/pencegahan dilakukan kegiatan budidaya yang tidak sesuai dengan

rencana; Pembatasan kegiatan lain yang telah ada dengan ketentuan tidak dilakukan

pengembangan lebih lanjut; Penyelesaian masalah tumpang-tindih antar kegiatan budidaya (baik

status/penguasaan lahan, proyek pembangunan, penggunaan lahan yang telah

Page 113: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 V - 5

berlangsung lama) berdasarkan berbagai ketentuan perundangan yang berlaku, SKB menteri-menteri yang berkaitan.

Dalam pengendalian pemafaatan ruang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, peranan koordinasi dalam Pemerintah Propinsi sangat penting secara instansional, hal ini dilakukan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Propinsi NTT (Kelompok Kerja Pengendalian) beserta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Badan Petanahan Nasional. Untuk kasus-kasus khusus apabila terdapat permasalahan pengendalian pemanfaatan ruang yang tidak dapat diselesaikan, maka Gubernur dapat mengajukannya kepada Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN).

5.6.3. Peninjauan Kembali RTRWP Pada dasarnya rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur ini harus

menjadi pedoman keruangan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan di Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu RTRWP perlu disesuaikan dengan gerak dinamika pembangunan dan keadaan perkembangan sosial-ekonomi yang terjadi secara dinamis. Agar tetap sesuai dengan gerak dinamika pembangunan daerah RTRWP perlu ditinjau kembali atau dievaluasi paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali atau bilamana dianggap perlu oleh tim Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah. Peninjauan kembali atau evaluasi RTRWP dimaksudkan untuk menyempurnakan atau merevisi materi rancana dengan mempertimbangkan kondisi dan perubahan-perubahan yang terjadi. Penyempurnaan RTRWP perlu dilakukan jika hasil peninjauan kembali (evaluasi) ini menunjukan adanya penyimpangan yang mendasar dalam hal pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam rencana seperti kebijakan pemerintah, perkembangan sosial ekonomi, penemuan teknologi baru dan sebagainya sehingga materi rencana perlu disesuaikan. Dalam kegiatan ini, peninjauan kembali merupakan upaya untuk menjaga fleksibilitas dari rencana tata ruang agar senantiasa dapat sejalan dengan perkembangan yang terjadi yang mempengaruhi tata ruang propinsi. Kegiatan peninjauan kembali pada dasarnya menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi (dengan keanggotaan yang bersifat koordinatif antar instansi).

5.6.4. Pembiayaan Pelaksanaan dan Pengendalian Pemafaatan Ruang Dalam operasionalisasi arahan pemanfaatan ruang berdasarkan RTRWP yang telah

ditetapkan menjadi peraturan daerah membutuhkan biaya-biaya bagi pelaksanaan atau pengelolaannya. Biaya ini meliputi biaya untuk memproses peraturan daerah tentang RTRWP, pemasyarakatan RTRWP, pemantauan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, serta peninjauan kembali atau evaluasi/revisi RTRWP. Sumber pembiayaan ini diperkirakan cukup besar, dan diharapkan berasal dari sumber-sumber pendapatan daerah (PAD) melalui (APBD) Propinsi Nusa Tenggara Timur. Jika kemampuan pendanaan daerah terbatas dapat meminta bantuan teknis dari pusat yang sifatnya menunjang pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang memiliki kepentingan nasional di daerah. Selain itu diharapkan adanya partisipasi dari pihak swasta atau suatu bentuk kerja sama pemerintah swasta dalam pembiayaan pengelolaan tata ruang di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Page 114: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 1

BBBAAABBB... VVVIII IIINNNDDDIIIKKKAAASSSIII PPPRRROOOGGGRRRAAAMMM PPPEEEMMMBBBAAANNNGGGUUUNNNAAANNN

SSSEEESSSUUUAAAIII RRREEENNNCCCAAANNNAAA TTTAAATTTAAA RRRUUUAAANNNGGG WWWIIILLLAAAYYYAAAHHH PPPRRROOOPPPIIINNNSSSIII NNNUUUSSSAAA TTTEEENNNGGGGGGAAARRRAAA TTTIIIMMMUUURRR 222000000666---222000222000

6.1. Umum

Perumusan indikasi program-program pembangunan merupakan salah satu bagian materi yang harus tercakup dalam produk Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi. Indikasi program pembangunan merupakan penjabaran kebijakan dan rencana pengembangan ruang yang telah ditentukan ke dalam program-program pembangunan yang akan menjadi komitmen Pemerintah. Perumusan indikasi program ini tidak terlepas dari program-program yang telah disusun oleh Departemen/Instansi di Pusat maupun di Propinsi dan dijabarkan dalam 5 (lima) tahun. Dengan demikian, diharapkan fungsi Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi sebagai acuan instansi pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi dalam menyusun dan melaksanakan program lima tahunan dalam kurun waktu lima belas tahun. Program-program dibawah ini pada dasarnya masih bersifat indikatif, yang diharapkan dapat memberikan indikasi bagi penyusunan program membangun sektoral serta pembangunan pada wilayah yang diprioritaskan pembangunannya.

6.2. Indikasi Program Pembangunan Sektoral Pada dasarnya penyusunan program pembangunan sektoral yang akan dikemukakan tidak

terlepas dari kebijakan pembangunan yang telah digariskan pada Program Pembangunan Daerah maupuan kebijakan pembangunan Nasional dan kebijakan pembangunan daerah lainnya. Kriteria umum di dalam menentukan indikasi program pembangunan sektoral secara keseluruhan adalah sebagai berikut : a. Indikasi program disusun dalam upaya untuk memadukan setiap usaha pembangunan yang

dilakukan masing-masing sector sehingga tercapai efisiensi pembangunan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang akan dicapai Propinsi Nusa Tenggara Timur;

b. Indikasi Program sektoral ini disusun atas dasar potensi dan permasalahan sektoral di daerah yang telah diidentifikasi;

c. Indikasi program sektoral ini juga mengacu dan didasarkan pada arahan pemanfaatan ruang pada Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi (RSTRWP);

d. Indikasi program ini disusun berdasarkan skala prioritas, yaitu berdasarkan permasalahan yang mendesak untuk diselesaikan.

Dalam penyusunan indikasi program pembangunan sektoral pada Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Propinsi (RSTRWP) Nusa Tenggara Timur hanya difokuskan pada sector pembangunan yang secara langsung memanfaatkan ruang yang luas untuk mendukung kegiatannya. Sektor-sektor dimaksud tersebut adalah : (1) Pembangunan Pertanian dan Kehutanan; (2) Pembangunan Perikanan dan Kelautan; (3) Pembangunan Pengairan dan Sumberdaya Air; (4) Pembangunan Pertambangan dan Energi; (5) Pembangunan Perhubungan; (6) Pembangunan Pariwisata; (7) Pembangunan Perumahan dan Permukiman; (8) Pembangunan Lingkungan Hidup.

6.2.1. Tanaman Pangan dan Hortikultura Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura yang dapat dilaksanakan pada potensi

lahan kering dengan luas sekitar 1.528.308 ha dan potensi lahan basah seluas 284.103 ha diarahkan pada upaya meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan pelaku ekonomi. Untuk mengoptimalkan tingkat pencapaiannya maka didukung melalui pengembangan program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Petani dan Program Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani. Rencana kegiatan prioritas Pengembangan Tanaman dan Hortikultura di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Tabel VI-1.

6.2.2. Tanaman Perkebunan dan Kehutanan Pengembangan Tanaman Perkebunan sesuai Rencana Dasar Pengembangan Wilayah

Perkebunan (RDPWP) dengan potensial sekitar 888.931 Ha diarahkan pada upaya untuk memperkuat basis industri pengolahan hasil perkebunan, peningkatan ekspor dan pendapatan petani melalui program pokok sebagai berikut : (1) Peningkatan Produksi serta Produktivitas

Page 115: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 2

Petani; (2) Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani. Dari aspek ekonomi, pembangunan tanaman perkebunan ditujukan untuk mendukung pergeseran pangsa PDRB dari sektor primer ke sektor sekunder melalui peningkatan skala usaha yang dapat mendorong industri pengolahan. Dari aspek lingkungan, pembangunan perkebunan diharapkan mendukung konservasi lingkungan terutama pada wilayah-wilayah yang rawan bencana alam longsor dan kritis.

Tabel VI.1 ....,

Page 116: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 3

Tabel VI.1 Indikasi kegiatan Prioritas Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura

di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Basis Ekonomi Luas (Ha) Kegiatan Prioritas Komoditas Unggulan Daerah Lokasi 1 Pertanian Lahan Kering

dan Hortikultura 1.528.308 Intensifikasi dan

ektensifikasi usaha Penegmbangan industri

pengolahan Pembinaan pelaku dan

Kelembagaan

Pertanian Tanaman Pangan Lahan kering: Jagung dan Palawija

Hortikultura: Jeruk, mangga, pisang

Kabupaten se-NTT

2 Pertanian Lahan Basah 284.103 Intensifikasi dan ektensifikasi usaha

Pengembangan industri pengolahan

Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah: Padi dan palawija

Pakan ternak besar (sapi potong)

Kabupaten se-NTT

Page 117: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 4

Pembangunan kehutanan diarahkan pada upaya pelestarian, rehabilitasi hutan kemasyarakatan dan perluasan kawasan hutan untuk kepentingan konservasi dan peningkatan pendapatan masyarakat melalui program-program sebagai berikut : (1) Pelestarian Hutan Konservasi, Lindung dan Produksi Berbasis Masyarakat; (2) Pengembangan Hutan Produksi Berbasis Masyarakat; dan (3) Pemantauan, Pengawasan, Pembinaan dan Pengaturan Pengelolaan Hutan. Dari aspek ekonomi pembangunan kehutanan ditujukan untuk meningkatkan daya dorong ekonomi khususnya produksi non kayu dan produksi kayu terpilih, dengan garapan fungsi utamanya yaitu mendukung kelestraian lingkungan tetap terjamin kualitasnya. Rencana kegiatan prioritas pembangunan tanaman perkebunan dan kehutanan di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Tabel IV-2.

Tabel IV-2. ....,

Page 118: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 5

Tabel IV.2 Indikasi kegiatan prioritas Pembangunan Tanaman Perkebunan dan Hutan Produksi

di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Basis Ekonomi

Luas (Ha) Kegiatan Prioritas Komoditas Unggulan/Lokasi Lokasi

1 Perkebunan 888.931 Intensifikasi dan ektensifikasi usaha

Pengembangan industri pengolahan

Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Andalan nasional : Jambu mete Andalan Regional : Kopi, kakao,

kelapa Andalam Lokal : Vanili

Kabupaten Se-NTT

2 Hutan Produksi Tersebar Intensifikasi dan ektensifikasi usaha

Pengembangan industri pengolahan

Pembinaan pelaku dan Kelembagaan

Hasi kayu: cendana, jati, gaharu

Produksi Non kayu: asam, kemiri kutu lak, madu, asam, kemiri

Kabupaten Se-NTT

Page 119: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 6

6.2.3. Perikanan dan Kelautan Pembangunan bidang perikanan dan kelautan diarahkan pada upaya pemanfaatan potensi

perikanan dan kelautan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan percepatan perubahan struktur ekonomi serta menjaga kelestariannya untuk kepentingan jangka panjang. Perikanan dan kelautan didukung potensi sumberdaya hayati laut multispecies pengembangannya didukung melalui program pembangunan yaitu : (1) Peningkatan Produksi dan Produktivitas Pengelolaan Potensi Wilayah Pesisir dan Laut; (2) Penguatan Kelembagaan Ekonomi Nelayan dan Masyarakat Pesisir; dan (3) Pembinaan, Pengawasan dan Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut. Rencana kegiatan prioritas Pengembangan perikanan dan kelautan sebagaimana Tabel IV-3.

Tabel IV-3. ...,

Page 120: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 7

Tabel IV.3 Indikasi kegiatan Pembangunan Perikanan dan Kelautan

di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Basis Ekonomi Luas (Km2) Kegiatan Prioritas Komoditas Unggulan Lokasi 1 Perikanan Darat 8.375 Ha Bandeng, Mujair 2 Perikanan Tangkap 200.000 Km2 Tuna, Cakalang 3 Perikanan Pantai 5.700 km 4 Budidaya Perikanan 40.605 Ha Budidaya laut

Budidaya tambak 5.5150 Ha 35.455 ha

Intensifikasi kolam ikan Intensifikasi potensi tangkap Intensifikasi kegiatan tangkap Intensifikasi dan

ekstensifikasi Ekstesifikasi potensial yang

belum dikelola Pembinaan pelaku dan

Kelembagaan

Kerapu, Ikan Karang, Ikan Hias

Rumput laut, Kakap, Udang

Kabupaten se-NTT

Page 121: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 8

6.2.4. Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi Pembangunan sumberdaya air dan irigasi diarahkan untuk mendukung peningkatan pembangunan sentra-sentra produksi dan kegiatan ekonomi yang didukung : (1) Ketersediaan air permukaan yaitu curah hujan tahunan rata–rata 1.200 m atau 56.82

Miliard m3 air pertahun yang diandalkan 25% atau 14.20 Miliard m3 setara 450 m3/detik baseflow andalan pada musim hujan atau pada musim kemarau menjadi 85 m3/detik dibanding kebutuhan 4.8 Miliard m3 setara 152.000 m3 /detik;

(2) Ketersediaan Air Tanah. Potensi air tanah tersebar dominan di dataran rendah dengan kapasitas > 35 m3/detik, yang saat ini baru dimanfaatkan 6 m3/detik dari 844 sumur PAT. Pembangunan Sumberdaya air dan irigasi diarahkan untuk mendukung kegiatan pertanian dan penyediaan air baku.

Dalam upaya meningkatkan peran pengairan dalam mendukung peningkatan pelayanan irigasi dan penyediaan air baku maka diupayakan peningkatan tiga aspek utama prasarana pengairan yaitu : peningkatan kualitas bangunan utama, peningkatan jumlah dan kualitas jaringan irigasi dan peningkatan kelembagaan pengelola irigasi. Khusus untuk penyediaan air baku didukung dengan perpipaan distribusi pada satuan-satuan permukiman yang sangat membutuhkan dukungan penyediaan air bersih. Untuk mengoptimalkan pengembangan sumberdaya air dan irigasi didukung kegiatan kegiatan Peningkatan Pemanfaatan Sumber Daya Air dan Irigasi sebagaimana Tabel VI-4.

Tabel VI-4 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Sumberdaya Air dan Irigasi

di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Prasarana Jumlah (Unit)

Kegiatan Prioritas Lokasi

A. Yang Telah Ada 1. Irigasi teknis 60 Peningkatan jaringan dan

rehabilitasi Kabupaten se-NTT

2. Irigasi Semi teknis 1.297 Peningkatan jaringan dan rehabilitasi

Kabupaten se-NTT

3. Embung Irigasi 46 Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 23 lokasi

Pembangunan di 23 Lokasi

Kabupaten se-NTT

4. Jaringan Irigasi Air Tanah

1266 Peningkatan jaringan dan rehabilitasi di 844 lokasi

Pembangunan di 422 Lokasi

Kabupaten se-NTT

Pembinaan kelembagaan P3A, GP3A

B.

Pembangunan Baru

PM

Pembangunan sumberdaya air dan irigasi pada Sumber daya lahan kering dan potensi lahan basah

6.2.5. Pertambangan dan Energi

Pembangunan bidang pertambangan dan energi diarahkan untuk memanfaatkan secara optimal dan bertanggungjawab potensi tambang dan energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan penerimaan daerah serta mengupayakan berbagai tindakan pengamanan untuk menjamin keberlanjutannya dalam jangka panjang. Program pokok yang dilaksanakan adalah sebagai berikut : (1) Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Tambang; (2) Pengembangan Jangkauan Layanan Energi; dan (3) Pembinaan, Pengawasan dan Pengaturan Pemanfaatan Potensi Tambang dan Energi. Indikasi kegiatan prioritas untuk mengoptimalkan pembangunan Pertambangan dan Energi sebagaimana Tabel VI-5

Page 122: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 9

6.2.6. Infrastuktur Ekonomi Pembangunan infrastruktur ekonomi diarahkan untuk menunjang pengembangan kegiatan ekonomi pada sektor-sektor produksi andalan serta menghubungkan wilayah ekonomi yang satu dengan lainnya sehingga tercipta kesatuan ekonomi yang memungkinkan meningkatnya mobilitas faktor produksi, barang dan jasa. Infrastruktur dalam kerangka pembangunan Nusa Tenggara Timur sangat strategis mengingat posisi geografisnya yang relatif jauh dengan pusat-pusat pasar dan geografis wilayah kepuluan yang tersebar meliputi 566 pulau. Sesuai dengan geografi wilayah maka moda transportasi massal yang dapat digunakan untuk meningkatkan aksesibilitas untuk pengangkutan barang dan orang dalam wilayah yaitu moda darat khusus untuk wilayah pulau-pulau besar dan moda laut untuk aksesibilitas antar pulau. Moda udara dilakukan dalam jumlah terbatas dan lebih dominan diperuntukkan untuk mendukung aksesibilitas ke luar wilayah. Moda laut juga cukup dominan untuk mendukung akses ke luar wilayah. Berdasarkan kondisi tersebut maka pembangunan infrastruktur terutama yang berkaitan dengan peningkatan aksesibilitas pembangunan ekonomi dalam wilayah dan peningkatan aksesibilitas kegiatan ekonomi ke luar wilayah dilaksanakan melalui upaya yaitu : (1) Peningkatan Kualitas Layanan Sarana dan Prasarana Perhubungan Darat, Laut dan

Udara; (2) Peningkatan dan Pemeliharaan Prasarana Jalan dan Jembatan. Kegiatan prioritas dalam upaya mendukung capaian pembangunan infrastruktur ekonomi sebagaimana Tabel VI.6.

6.2.7. Industri Pembangunan industri diarahkan untuk mendorong percepatan perubahan struktur ekonomi dan pendalaman struktur industri untuk menjamin laju pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan usaha dan kesempatan kerja produktif, peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah dengan memanfaatkan secara optimal bahan mentah yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi andalan dan potensi industri yang tersedia melalui program-program sebagai berikut : (1) Pengembangan Usaha Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT); (2) Pengembangan Kelembagaan dan SDM pada Usaha IKRT; (3) Pengembangan Usaha Industri Menengah dan Besar; dan Pengembangan Model Kemitraan Antar Skala Industri. Kegiatan prioritas pengembangan industri sebagaimana Tabel VI.7.

Tabel.VI.5 ....,

Page 123: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 10

Tabel VI.5 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertambangan dan Energi di Propinsi

di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Basis Pertambangan Kegiatan Prioritas Komoditas Unggulan Sebaran Lokasi Utama

1 Pertambangan Golongan A Survey Penyelidikan Umum, Minyak bumi Kabupaten se-NTT 2 Pertambangan Golongan B Eksplorasi dan eksplotasi potensi Emas, Marmer 3 Pertambangan Golongan C Melanjutkan kegiatan eksplotasi Kabupaten se-NTT Sumberdaya pertambangan dan yang telah

dikelola

Batu hijau, batu apung dan batu hitam

Pembinaan pelaku dan kelembagaan 4 Sumberdaya Energi Pengembangan Energi dan energi baru yang

telah dikelola dan yang belum dikelola Energi Panas Bumi, Energi Angin, energi surya dan energi mikro hidro

Kabupaten se-NTT

Pembinaan pelaku dan kelembagaan

Tabel VI.6 Indikasi Kegiatan Prioritas Infrastruktur di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Kawasan

Potensial Panjang

(Km2)/Unit Kegiatan Utama Sebaran Lokasi Utama

1 Jalan dan Jembatan Nasional 1.121,87 Kabupaten/kota se-NTT Propinsi 2.939,86 Kabupaten 12.866,81

Pemeliharaan rutin, Pemeliharaan berkala, Peningkatan dan Pembangunan

2 Terminal Tipe A 3 unit Pembangunan dan Pemeliharaan Kupang, Atambua, Maumere, Labuhan Bajo Tipe B 16 unit 13 Kota-kota Kabupaten/ Kota se-NTT Tipe C 194 Unit Kota-kota ibukota Kercamatan terpilih 2 Perhubungan Pelabuhan Laut 22 unit Peningkatan kapasitas dan

kualitas layanan Kabupaten/kota se-NTT

Bandara Udara 14 unit Peningkatan kapasitas dan kualitas layanan

Page 124: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 11

Tabel VI.7 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Kawasan Potensial Kegiatan Prioritas Komoditas Unggulan Sebaran Lokasi Utama 1 Kawasan Industri Kupang

Barat Peningkatan skala usaha dan pembangunan baru

Industri galangan kapal Kabupaten Kupang

2 Industri Rakyat Peningkatan skala usaha dan pembangunan baru

Tenun ikat, Kabupaten Se-NTT

3 Industri Garam Peningkatan skala usaha dan pembangunan baru

Garam Yodium Artemia

Kupang dan Ngada

4 Agroindustri Berbasis Pertaninan dan perkebunan

Peningkatan skala usaha dan pembangunan baru

Kopi, Kacang tanah, Mete, Kelapa, Kakao,

Kabupaten Se-NTT

5 Agroindutri perikanan Peningkatan skala usaha dan pembangunan baru

Pengalengan ikan, pakan ternak Kabupaten Se-NTT

Page 125: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 12

6.2.8. Pariwisata Pendayagunaan pariwisata dengan memanfaatkan pulau-pulau yang potensial dilakukan dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi-fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup. Pembangunan pariwisata di Provinsi Nusa Tenggara Timur didukung dengan Program Pengembangan Kerjasama Antar Wilayah dan Peningkatan Promosi Pariwisata. Program ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan kerjasama antar daerah sehingga dapat mendorong pembangunan kepariwisataan melalui : (1) Mengembangan jenis-jenis obyek wisata sehingga terciptanya kondisi bagi pengembangan industri pariwisata; (2) Meningkatkan kualitas daya tarik wisata baik Wisman maupun Wisnus; dan (3) Memberikan rekomendasi bagi pembangunan infrastruktur kepariwisataan. Sasaran program Pariwisata adalah : (1) Meningkatkan arus dan jumlah kunjungan wisata; (2) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah baik secara langsung (direct income effect), secara tidak langsung (indirect and induced income effect); (3) Memperluas jaringan kerjasama pariwisata baik di dalam maupun di luar negeri; (4) Menjadikan NTT sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW). Dalam upaya lebih mendorong pembangunan bidang pariwisata, maka pembangunan diarahkan untuk memantapkan pengembangan kawasan dan sistem promosi kepariwisataan sehingga mampu mendorong pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat dan daerah serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah melalui pengembangan lokasi-lokasi wisata pada 7 Satuan Wilayah Pengembangan pariwisata. Kegiatan utama meliputi : Pengembangan Kawasan Wisata melelui penyediaan fasilitas dukungan akses, komunikasi,

sanitasi dan air bersih; Pengembangan Sistem Informasi dan Promosi Kepariwisataan; Pengembangan SDM dan Kelembagaan Pariwisata.

Lokasi wilayah pengembangan dan lokasi Pengembangan kawasan pengembangan pariwisata Satuan seperti Tabel VI.8.

6.2.9. Perumahan dan Permukiman

Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan kebutuhan papan, selain pangan dan sandang. Perumahan dan permukiman juga memiliki fungsi strategis sebagai pusat pendidikan dan regenerasi di dalam keluarga, serta persemaian budaya di tengah masyarakat. Untuk itu perlu menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam upaya pembangunan manusia yang seutuhnya. Pembangunan bidang permukiman yang diarahkan sebagai bagian untuk meningkatkan kenyaman penduduk melakukan kegiatan ekonomi dan sosial dilaksanakan melalui pendekatan : Membangun dan mengembangkan kemampuan penduduk untuk membangun perumahan

yang sehat dan layak huni atas kemampuannya sendiri yang mengacu pada Rencana Umum Tata Ruang Kota dan Pedesaan yang terpadu, komprehensif dan aspiratif;

Terciptanya permukiman yang tertib, sehat dan indah, sesuai Rencana Tata Ruang; Di perkotaan menghindari permukiman yang bernuansa eksekutif karena dihuni oleh etnik

atau agama tertentu; Di Perdesaan pembangunan mengutamakan bahan lokal namun tidak sampai menimbulkan

ancaman bagi kelestarian lingkungan. Dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas permukiman dan perumahan yang layak huni maka perlu didukung dengan kegiatan prioritas sebagaimana Tabel VI-9.

Page 126: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 13

Tabel VI.8 Satuan Wilayah Pengembangan Pariwisata di Propinsi di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Kawasan Wisata Komoditas Andalan Lokasi 1 KWS. Timor I: Kupang-TTS- Rote

Ndao Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya

Teluk Kupang, Nembrala, Mutis-Timau, Kolbano

2 KWS Timor II: TTU, Belu, Alor Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya

Tanjungbastian, Tanjungbastian, TWAL Alor

3 KWS Flores I: Lembata- Flotim-Sikka

Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya

Lamalera-Lewoleba, Larantuka, Teluk Maumere

4 KWS Flores II : Ende- Ngada Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya

Danau Kelimutu, Riung 17 Pulau

5 KWS Flores III: Manggarai- Manggarai Barat

Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya

Iteng, Pulau Komodo, Kodi/Pero

6 KWS Sumba I : Sumba Barat Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya

Rua, Wanokaka

7 KWS Sumba II: Sumba Timur Wisata bahari, wisata alam, wisata budaya

Lewa, Baing/Kalala, Taribang

Page 127: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 14

Pembangunan perumahan dan permukiman juga terkait dengan pembangunan perkotaan sebagai pusat-pusat kegiatan pelayanan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Sesuai potensinya kota-kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur terbagi dalam tiga kemampuan yaitu kota Pusat Kegiatan Nasional, Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal. Program kegiatan terutama untuk mendukung fungsi-fungsi kota yang mencerminkan kapasitas layanan kota dan fungsinya sebagaimana Tabel VI-10.

Tabel VI.9

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Perrumahan dan permukiman di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

No Permukiman Unit Kegiatan Utama Sebaran Lokasi

Utama A Permukiman Eksisting Permukiman

Perkotaan 292 Penataan lingkungan: jalan

lingkungan, sanitasi, draenase 292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT

Permukiman Perdesaan

2.278 Penataan lingkungan: jalan lingkungan, jalan desa dan sanitasi

292 Kelurahan Kab./Kota se-NTT

Rumah 787.714 Rehabilitasi rumah yang tidak layak huni

292 Desa/Kelurahan Kab./ Kota se-NTT

Air bersih 38,86 % Peningkatan kualitas dan kapasitas layanan

B Lokasi baru Permukiman

Perkotaan 29 Pembangunan lingkungan: jalan

lingkungan, sanitasi, draenase Kelurahan Kab./Kota se-NTT

Permukiman Perdesaan

227 Pembangunan lingkungan: jalan lingkungan, jalan desa dan sanitasi

Kelurahan Kab./Kota se-NTT

Rumah 78.771 Pembangunan rumah yang tidak layak huni

Desa/Kelurahan Kab/Kota se-NTT

Air bersih 3,8 % Peningkatan kualitas dan kapasitas layanan

Tabel VI.10

Kota pusat kegiatan dan fungsi utamanya di Propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020

No Pusat

Kegiatan Kota Fungsi Utama

1 PKN Kota Kupang, Maumere, Atambua, Labuhan bajo

Pemerintahan Pendidikan Simpul Pelayanan jaringan transportasi

wilayah dan nasional Kota persinggahan utama

2 PKW Soe, Kefamenanu, Betun, Kalabahi, Larantuka, Bajawa, Mbay, Ende, Ruteng, Waikabubak, Waitabula, Seba, Betun, Mbay, Wetabula

Pemerintahan Pendidikan Simpul Pelayanan jaringan transportasi

wilayah Kota pendukung

3 PKL Kota-kota kecamatan Pemerintahan lokal

Pendidikan lokal Simpul Pelayanan jaringan transportasi local Kota pendukung pusat kegiatan wilayah

Page 128: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 15

6.3. KAWASAN PRIORITAS Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien, keseimbangan pengembangan wilayah dan keseimbangan ekosistem ditetapkan kawasan prioritas. Selain didasarkan pada keberadan sektor-sektor strategis yang perlu dikembangkan penentuan wilayah prioritas perlu juga didasarkan pada tingkat kepentingan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan fungsi lindung merupakan kawasan yang diprioritaskan penggunaanya. Penggunaan untuk kawasan budidaya baru ditentukan jika kawasan lindung telah ditetapkan. Dalam menentukan kawasan prioritas, dasar pertimbangan penetapannya adalah sebagai berikut : - Pengembangan sektor di wilayah tersebut mempunyai dampak yang luas, baik secara regional

maupun nasional; - Pengembangan sektor di wilayah tersebut membutuhkan ruang kegiatan dalam skala luas; - Pengembangan sektor yang akan dikembangkan di atasnya mempunyai prioritas tinggi lingkup

regional maupun nasional; - Kawasan yang mempunyai prospek ekonomi yang tinggi sehingga membutuhkan penanganan

yang mendesak; - Kawasan kritis yang diperkirakan akan segera membawa dampak negatif, karenanya perlu

dikendalikan dengan segera; - Kawasan dengan fungsi khusus. Berdasarkan kriteria, telah ditetapkan Kawasan Prioritas yang dinamakan Wilayah Pengembangan (Area Development) dan perlu dioperasikan/dijalankan, yaitu : (1) Kawasan Prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah adalah :

a. Kawasan andalan yang memiliki keunggulan spesifik di wilayah darat meliputi : Kawasan Industri Bolok dengan Sub Kawasan Bolok – Tenau; Kawasan Noelmina dengan Sub Kawasan : Oesao – Amarasi - Bena; Kawasan Benanain dengan Sub Kawasan : Besikama-Aeroki; Kawasan Noelbesi dengan Sub Kawasan : Kapan – Eban – Amfoang; Kawasan Alor Selatan dengan Sub Kawasan : Alor Selatan - Lantoka; Kawasan Tanjungbunga - Magepanda dengan Sub Kawasan Tanjungbunga-Konga – Magepanda; Kawasan Mbay-Mautenda dengan Sub Kawasan : Mbay – Riung - Mautenda-Maurole; Kawasan Lembor dengan Sub Kawasan : Lembor - Ngorang; Kawasan Komodo; Kawasan Iteng dengan Sub Kawasan : Iteng - Buntal; Kawasan Mangili dengan Sub Kawasan : Mangili – Kambaniru - Melolo; Kawasan Wanokaka - Anakalang dengan Sub Kawasan : Kawasan Wanokaka-Anakalang; Kawasan Kodi - Laratama dengan Sub Kawasan : Kodi – Laratama;

b. Kawasan Pesisir dan Laut meliputi 9 satuan Wilayah Pengembangan Pesisir Laut Terpadu(SWPLT) : SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda, SWPLT- Laut Sawu I, SWPLT- Laut Sawu II, SWPLT- Laut Sawu III, SWPLT – Laut Flores, SWPLT- Selat Sumba, SWPLT- Laut Timor, SWPLT- Laut Hindia, SWPLT- Selat Sape;

(2) Kawasan prioritas untuk keseimbangan pengembangan wilayah meliputi : Kawasan daerah terbelakang : Sub Kawasan Pesisir : Lembata Selatan, Alor, Sumba Selatan, Flores Utara, Timur Selatan, Rote Selatan; Sub. Kawasan Pedalaman : Timor Utara, Timor Selatan, Lembata Tengah dan Timur, Sumba Timur, Gizing dan Pota; Sub. Kawasan Pulau - pulau kecil : Sabu, Raijua, Semau, Palue, Babi, Ndao, Kepulauan Alor dan Pantar;

(4) Kawasan prioritas untuk keseimbangan ekosistim meliputi kawasan berfungsi lindung di kawasan perbatasan negara dan lintas kabupaten, kawasan kritis dan kawasan rawan bencana lintas kabupaten.

6.3.1. Kawasan Pertanian Terpadu dan Kawasan Cepat Tumbuh

Kawasan tersebut selanjutnya untuk memberikan daya dorong yang lebih besar atas fungsi-fungsinya maka dikelompokkan dalam kawasan dengan skala yang lebih besar dengan rencana pengembangan sebagaimana Tabel. VI-11.

6.3.2. Kawasan Pesisir dan Laut Terpadu Dalam upaya mempercepat pembangunan juga teridentifikasi kawasan pesisir laut terpadu yang potensial dikembangkan dengan basis utama perikanan dan kelautan, wisata bahari, jasa

Page 129: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 16

kelautan, industri serta pertambangan dan energi, Adapun kawasan tersebut sebagaimana Tabel VI.12. Disamping kawasan pertanian terpadu dan kawasan pesisir dan laut terpadu juga diidentifikasi kawasan cepat tumbuh karena didukung dengan sumberdaya dan parasarana sebagaimana Tabel VI.13.

6.3.3. Kawasan DAS Kritis Sistem perladangan yang berpindah dengan cara tebas bakar bersifat mengganggu keseimbangan lingkungan, menghambat pemudaan vegetasi secara alamiah dan mengakibatkan pembentukan lahan-lahan kritis. Keadaan ini diperparah dengan penurunan produktif lahan kering yang terus terjadi, disebabkan erosi lapisan subur lahan kering yang kurang memperhatikan kesuburan tanah. Kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup juga terjadi terhadap areal persawahan subur, suaka alam dan daerah resapan air, karena belum adanya pengendalian terhadap penggunaan ruang. Untuk itu, salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan lahan-lahan kritis tersebut melalui pelestarian dan perlindungan akosistem didalam suatu kesatuan Daerah/wilayah Aliran Sungai (DAS/WAS) terencana, terarah dan terpadu. Beberapa arahan pengembangan bagi kawasan lahan kritis tersebut diatas adalah sebagai berikut : Diperlukan upaya pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lahan-lahan kritis tersebut yang

diteruskan dengan usaha penghijauan, reboisasi dan keservasi hutan, tanah, air yang secara keseluruhan perlu dipadukan dalam upaya pengembangan pertanian, kehutanan, pertambangan dan permukiman;

Untuk menjamin ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitas, diusahakan peningkatan pemeliharaan kawasan yang termasuk cacthment area (terutama di bagian hulu). Upaya pemeliharaan fungsi dan kemampuan sistem tata air yang dikembangkan di DAS untuk mencapai terkendalinya erosi dan kesuburan tanah yang mantap;

Pendayagunaan lahan kritis melalui rehabilitasi lahan diarahkan menjadi lahan pertanian yang produktif, upaya pemukiman kembali dalam areal pertanian, pengembangan asaha kehutanan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat peladang berpindah. Selanjutnya hutan rakyat dan kawasan hutan produksi dekat pedesaan akan dikembangkan sebagai hutan serba guna;

Perlu juga dilaksanakan pengamanan sungai dan pengembangan wilayah sungai dan penanggulangan bencana alam. Rehabilitasi sungai dan pengembangan daerah aliran sungai terutama dilaksanakan di bagian hilir aliran sungai yang investasi pengairannya sudah tinggi dan permukimannya padat.

Adapun Kawasan DAS kritis yang perlu mendapat perlindungan melalui upaya pencegahan dan pengendalian kemungkinan terjadinya bencana alam yang dapat menimbulkan hambatan percepatan pembangunan diantaranya sebagai berikut : - DAS Kupang; - DAS Oesao; - DAS Mina; - DAS Olim/Oepoli; - DAS Danotua; - DAS Manubulu; - DAS Lakamola; - DAS Sabu; - DAS Daigama; - DAS Behanim; - DAS Tamutu; - DAS Bone.

6.3.4. Kawasan Lindung Strategis Indikasi progam pembangunan kawasan steategis pada kawasan lindung ditujukan untuk meningkatkan kualitas fungsi lindung dan pelestarian kawasan-kawasan yang berfungsi lindung

Page 130: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 17

dengan indikasi kegiatan priotritas yaitu konservasi, rehabilitasi dan penataan fungsi kawasan. Kawasan strategis yang berfungsi lindung sebagaimana Tabel VI.14.

6.3.5. Kawasan Terbelakang Kawasan terbelakang disini tidak dimaksudkan untuk menunjukan adanya masyarakat yang primitif atau terbelakang dalam arti terisolir, melainkan kawasan yang tidak ditunjang ketersediaan dan kelancaran perhubungan dan komunikasi wilayah ini dengan wilayah lainnya, menyebabkan wilayah ini hanya berhubungan dengan wilayah tertentu saja dan tertutup untuk wilayah lainnya. Minimnya ketersediaan infrastruktur perhubungan darat dan laut dan pendukunglainnya, mengakibatkan wilayah tersebut tidak lancar dalam berkomunikasi dan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya tertinggal jauh dibelakang dengan wilayah lainnya. Arahan pengembangannya terutama untuk : Peningkatan dan pembangunan prasarana jalan dengan pembukaan daerah-daerah yang

terisolir, disamping membuka hubungan dengan kantung-kantung produksi baru; Pembangunan prasarana pelabuhan laut, dimungkinkan pelabuhan rakyat agar komunikasi

dengan daerah lain lancar (bila pembangunan prasarana jalan tidak dapat di mungkinkan); Upaya peningkatan resetlemen (permukiman baru) bagi penduduk yang masih berpencar agar

upaya pembangunan infrastruktur memudahkan pemerintah daerah setempat.

Tabel VI.11. .....,

Page 131: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 18

Tabel VI.11 Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pertanian terpadu

di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

Tahun Pelaksanaan No Kawasan Prioritas Sub Kawasan 5 Tahun 1 5 Tahun 2 5 Tahun 3

1 KWS Noelmina Oesao- Amarasi-Bena 2 KWS Benanain Besikama-Oeroki 3 KWS Noelbesi Kafan-Eban-Amfoang 4 KWS Alor Selatan Alor Selatan-lantoka 5 KWS Tanjungbunga-Magepanda Tanjungbunga-Konga-Magepanda 6 Mbay-Maotenda Mbay-Riung-Mautenda-Maurole 7 Lembor Lembor-Ngorang 8 Iteng Iteng-Buntal 9 Mangili Mangili-Kambaniru-Melolo 10 Wanokaka-Anakalang Wanokaka-anakalang 11 Kodi-Laratama Kodi-Laratama

Tabel VI.12

Indikasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara Timur sampai 2020

Tahun Pelaksanaan NO SWP Pesisir dan Laut Pusat

Pertumbuhan 5 Tahun 1 5 Tahun 2 5 Tahun 3 1 SWPLT- Selat Ombai-Laut Banda Sub Wilayah I Pesisir Utara Kab. TTU, Belu Atapupu Sub Wilayah II Kalabahi Pesisir Kepulauan di Kab. Alor Kalabahi 2 SWPLT- Laut Sawu I

Sub Wilayah II Kupang Utara Pesisir Utara Kab. Kupang

daratan, Pesisir Pulau Semau Kota Kupang

Sub Wilayah IV Rote Pesisir Pulau Rote Baa 3 SWPLT- Laut Sawu III

Sub Wilayah V Pesisir Kab. Lembata & Flotim Lewolewba

Sub Wilayah VI Pesisir Flotim dan Pulau-Pulau Kecil Larantuka

4 SWPLT- Laut Sawu II

Page 132: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 19

Tahun Pelaksanaan NO SWP Pesisir dan Laut Pusat Pertumbuhan 5 Tahun 1 5 Tahun 2 5 Tahun 3

Sub Wilayah VII Pesisir Selatan Kab.Sikka, Ende dan Ngada Ende

SWPL Laut Flores:

Sub Wilayah VIII Pesisir Utara Kabupaten Flores Timur dan Sikka

Sub Wilayah IX Pesisir Utara Kabupaten Ngada dan Ende

Maumere Mbay

6 SWPLT- Selat Sumba

Sub Wilayah X Pesisir Kab.Sumba Timur Waingapu Sub Wilayah XI Pesisir Kab. Sumba Barat Waikelo 7 SWPLT- Laut Timor Sub Wilayah X II Pesisir Selatan P.Timor Kolbano 8 SWPLT- Laut Hindia Sub Wilayah XIIII Pesisir Pulau Sabu Seba 9 SWPLT- Selat Sape

Sub Wilayah IVX Pesisir Kab.Manggarai dan Kabupaten

Manggarai Barat Labuan Bajo

Page 133: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 20

Tabel VI.14 Indikasi kegiatan Prioritas Kawasan Lindung di propinsi Nusa Tenggara Timur hingga 2020

Tahun Pelaksanaan No Kawasan Strategis Luas (HA) Kegiatan Utama

5 Tahun 1 5 Tahun 2 5 Tahun 3 1 TNl Kelimutu 5.000 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 2 TNl Lai Wangi Wanggameti 47.014 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 3 TNl Manupeu Tanadaru 87.984 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 4 TNl Komodo 173.300 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 5 TNL Komodo 75.000 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 6 THR Prof IR. Herman Yohanes 3.115 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 7 CA Riung 2.000 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 8 CA Maubesi 1.830 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 9 CA Way Wuul/Mburak 3.000 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 10 CA Gunung Langgaliru 15.638 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 11 CA Watu Ata 4.898 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 12 Wolo Talo Nggede Nalo Merah,

Siung 4.016 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan

13 SM Perhalu 1.000 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 14 SM Kateri 4.560 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 15 SM Harlu 2.000 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 16 TW Tuti Adigae 5.000 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 17 TW Alam Tujuh Belas Pulau 9.900 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 18 TW Pulau Besar 3.000 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 19 TW`Manipo 2.499 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan 20 TW Ruteng 32.248 Rehabilitasi dan Peningkatan fungsi hutan

Page 134: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 21

6.3.6. Kawasan Perbatasan Negara Panjang garis perbatasan darat Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste adalah 255,4 km, mencakup 3 wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Belu, TTU dan Kupang. Sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial Belanda dan Portugis tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi – Ambenu wilayah Timor-Timur dengan Timor Barat dimulai dari mulut sungai Besi sampai muara sungai (Thalueg) dengan panjang lingkar perbatasan 115 Km, dengan perincian Kabupaten TTU 104,5 Km Kabupaten Kupang 10,5 Km. a. Perbatasan Darat

Kawasan perbatasan darat Timor Barat dengan Timor Leste meliputi 9 Kecamatan, yaitu : Kabupaten Kupang : Kecamatan Amfoang Utara; Kabupaten Timor Tengah Utara : Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur

dan Kecamatan Insana Utara; Kabupaten Belu : Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat,

Tasifeto Timur, Lamaknen dan Kecamatan Kobalima.

b. Perbatasan Laut Kawasan perbatasan Laut Wilayah Propinsi NTT dengan Timor Leste meliputi 4 Kabupaten dan 5 Kecamatan, yaitu : Kabupaten Kupang : Kecamatan Amfong Utara; Kabupaten Belu : Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kobalima; Kabupaten TTU : Kecamatan Insana Utara; Kabupaten Alor : Kecamatan Alor Barat Daya.

Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan Australia meliputi wilayah laut Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Sabu Kabupaten Kupang. Percepatan pembangunan wilayah perbatasan memerlukan program kerja terpadu dengan arah pembangunan diletakkan pada aspek sebagai berikut : Pemantapan pembangunan bangsa (Nation Building) dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan; Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat wilayah perbatasan termasuk masyarakat pengungsi sehingga mempunyai daya tahan dan daya saing yang tinggi dengan masyarakat di negara tetangga baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang sosial budaya dan sosial politik.

Dalam upaya mencapai percepatan pembangunan kawasan perbatasan perlu dikembangkan upaya-upaya pembangunan secara khusus dan intensif karena daerah ini merupakan perwakilan citra Indonesia dihadapkan bangsa/negara lain. Untuk meningkatkan stabilitas keamanan dan kesejahteraan masyarakat di sepanjang perbatasan maka Strategi Operasional Pembangunan Kawasan Perbatasan difokuskan pada pendekatan pembangunan sebagai berikut : a. Peningkatan Pembangunan Ekonomi untuk membuka peluang perdagangan

antar negara melalui upaya antara lain : Membuka pasar resmi, agar pasar tradisional menjadi peluang pembangunan

ekonomi masyarakat di daerah perbatasan, dengan peraturan yang jelas dan pasti;

Peningkatan pelayanan lalulintas perdagangan melalui pembukaan lembaga keuangan di perbatasan;

Meningkatankan produksi dan produtivitas masyarakat perbatasan yang memiliki daya saing.

Page 135: Buku Rencana Rtrwp Ntt 2006-2020

RTRW Propinsi Nusa Tenggara Timur 2006-2020 VI - 22

b. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia diupayakan melalui peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan sehingga mutu manusia tidak kalah bersaing dengan masyarakat dari mancanegara dalam ilmu, pengetahuan dan teknologi (IPTEKS) termasuk kesehatan;

c. Peningkatan Prasarana Wilayah (1) Peningkatan Aksesibilitas Wilayah dilaksanakan melalui peningkatan mutu jalan dan jembatan menuju daerah perbatasan guna menunjang arus barang dan pengamanan citra bangsa; (2) Peningkatan Perumahan, Permukiman dan Tata Ruang dilaksanakan melalui Penataan ulang ruang wilayah melalui pendekatan kawasan pengembangan ekonomi terpadu yang baru dan berorientasi pada pemukiman, pengembangan kawasan potensial, sistim perhubungan dan transportasi intermodule; (3) Peningkatan dukungan sumberdaya air dan irigasi untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi;

d. Penegakkan Hukum dan HAM dilaksanakan dengan pendekatan bahwa masyarakat perbatasan melakukan hubungan dengan koridor hukum Intenasional. Beacukai, Imigrasi dan karantina sebagai bagian dari pengawas pintu perbatasan harus mampu menjalankan tugasnya sesuai hukum yang berlaku.

e. Peningkatan Keamanan dan Ketertiban dikelola secara profesional dan karena itu sarana dan prasarana keamanan di perbatasan harus mendapat perhatian yang wajar. Tempat tinggal para pengaman perbatasan harus mendapat perhatian yang manusiawi, misalnya dengan penerangan, bangunan yang sehat dan jaminan hidup yang bergizi, termasuk alat komunikasi yang memadai. Penataan Tapal Batas Timor Leste – Australia dan Republik Indonesia perlu dibuat “Perbatasan Zona Maritime“ antara tiga negara, termasuk penetapan titik trijiction antara Indonesia, Timor Leste dan Australia. Penentuan batas wilayah udara untuk RI dan Timor Leste meliputi batas wilayah darat dan batas wlayah laut yang ditarik secara tegak lurus ke atas. Hal mana perlu pengaturan kewenangan FIR dan ATC (Air Traffic Control) yang jelas untuk keselamatan penerbangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.