Top Banner
235

Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

Mar 12, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara
Page 2: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Page 3: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa:

Kutipan Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi seba gai mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,-(seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud da lam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,-(lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,-(satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dila ku kan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,-(empat miliar rupiah).

Page 4: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Dr. Nurussakinah Daulay, M.Psi., Psikolog

Editor

Ade Chita Putri Harahap, M.Pd., Kons.

Page 5: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA DARI ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

(Neurodevelopmental Disorders)

Edisi PertamaCopyright © 2020

ISBN 978-623-218-688-0 ISBN (E) 978-623-218-689-7

15,5 x 23 cmxii, 222 hlm

Cetakan ke-1, November 2020

Kencana. 2020.1350

PenulisDr. Nurussakinah Daulay, M.Psi., Psikolog

EditorAde Chita Putri Harahap, M.Pd., Kons.

Diterbitkan oleh Kencana Bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan

Desain SampulIrfan Fahmi

Penata LetakRendy & Iam

PenerbitK E N C A N A

Jl. Tambra Raya No. 23 Rawamangun - Jakarta 13220Telp: (021) 478-64657 Faks: (021) 475-4134

Divisi dari PRENADAMEDIA GROUPe-mail: [email protected]

www.prenadamedia.comINDONESIA

Dilarang memperbanyak, menyebarluaskan, dan/atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin tertulis

dari penerbit dan penulis.

Page 6: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PENGANTAR PENULIS

ALHAMDULILLAHIROBBILAALAMIIN....

Buku ini yang berjudul Psikologi Pengasuhan bagi Orang Tua dari Anak-Anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf (Neuro deve lopmental Di-sorders) merupakan buku keenam yang telah penulis rampungkan. Bu­ku ini terinspirasi dari pengalaman penulis saat penelitian di Program Dok tor Ilmu Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Orang tua dari anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf (neuro-developmental disorders) merupakan orang tua istimewa, yakni orang tua yang dianugerahi anak­anak be rupa keistimewaannya dengan segala ke­lebihan serta kekurangan yang anak miliki. Pada buku ini akan spesifik membahas pengasuhan orang tua yang memiliki anak­anak dengan gang­guan perkembangan saraf (children with neurodevelopmental disor ders), ya­itu anak­anak yang mengalami penurunan perkembangan pada sistem saraf di bagian otaknya, sehingga kemampuan penerimaan stimulasi di otak kurang optimal dan tampilan perilakunya kurang tepat untuk anak­anak seusianya. Adapun kelompok anak­anak dengan gangguan per kem ­bangan saraf, meliputi: autism spectrum disorder, intellectual disability, at tention deficit hyperactivity disorder (ADHD), communi ca tion disorders, de-velopmental coordination disorder). Dalam buku ini menspesifikkan pada anak dengan gangguan spectrum autis, anak ADHD, dan anak dengan ke­terbatasan intelektual.

Page 7: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

vi

Akhir­akhir ini banyaknya penelitian dan buku yang bermuncul­an untuk membahas tentang kondisi psikologis dan pengasuhan orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan saraf. Tu juan buku ini ditulis untuk membantu di dalam mempertajam penge tahuan akan bidang psikologi dan pendidikan, khususnya referensi tentang pengasuh an pada orang tua yang memiliki anak­anak dengan gangguan perkembang­an saraf, serta dilengkapi dengan hasil riset berdasarkan jurnal­jurnal il­miah terkini dan riset terbaru yang pernah diteliti tidak hanya di Indo­nesia namun juga penelitian­penelitian di negara lain, ditambah dengan tema­tema penting yang umumnya muncul dalam penelitian pengasuhan orang tua­anak.

Buku ini mengulas pengasuhan dan kondisi psikologis yang di ala mi orang tua dalam memberikan pengasuhan, serta upaya dalam me mini ma­lisasi kendala­kendala yang dihadapi dan upaya da lam mengelola emosi negatif selama mengasuh anak. Penelitian sebe lumnya telah membuktikan bahwa beratnya mengasuh anak dengan gangguan perkembangan, selain munculnya emosi negatif (seperti, cemas, sedih, merasa bersalah, marah, stres), juga ternyata kurangnya dukungan dari faktor luar diri orang tua (seperti, mahalnya biaya terapi anak, stigma negatif yang diterima dari masyarakat karena memiliki anak istimewa seperti ini) dapat meme nga­ruhi tingkat stres yang lebih tinggi. Buku ini juga memberikan bebera pa alternatif orang tua dalam meminimalkan kondisi­kondisi yang dianggap mampu memunculkan stres pengasuhan, salah satunya adalah dengan ko­ping religius.

Buku ini juga menjelaskan tentang makna stres pengasuhan da­lam merawat anak istimewa. Stres tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia, mengingat manusia adalah makhluk yang paling tinggi pen ciptaannya dengan kompleksitas permasalahan kehidupan yang dihadapinya, maka stres menjadikan salah satu reaksi atas kondisi tertekan. Secara keselu­ruhan, berdasarkan temuan penelitian yang penulis lakukan diperkaya dengan jurnal­jurnal penelitian sebelumnya dan tertuang dalam buku ini, menunjukkan bahwa pada setiap diri manusia memiliki dua faktor penting, yaitu faktor pertahanan diri sebagai faktor protektif yang mampu meminimalisasi stres yang dirasakan, dan terdapat faktor pencetus sebagai faktor risiko atas kemunculan stres. Buku ini mampu menjelaskan faktor­faktor yang berperan penting dalam diri manusia, dan menjadikan refleksi diri sendiri ketika dihadapkan pada sumber stres, agar mampu menyikapi sumber stres dan mampu bereaksi dengan tepat hingga menjadikannya sosok yang tetap bahagia meskipun dalam kondisi yang tertekan.

Page 8: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PENGANTAR PENULIS

vii

Banyak dukungan dan perhatian yang penulis rasakan dalam menye­lesaikan buku ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan yang tulus dari suami “Rahmatsyah Putra Pu lungan, S.T.”, serta anak­anak penulis “Syakirah Tazkiyah Pulungan & M. Azka Putra Pulungan”, yang terus memberikan semangat dan sentuhan kasih sayang dalam kehidupan penulis. Kepada Ayahanda Prof. DR. Haidar Putra Dau­lay, M.A., dan Ibunda Dra. Nurgaya Pasa, M.A., yang tak pernah henti mendoakan untuk kebaikan anak­anaknya. Bagi penulis, ayahanda dan ibunda adalah sosok inspirator, sekaligus teman diskusi tentang karya­karya ilmiah dalam bidang akademik.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna dan ma­sih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk membangun kesempurnaan bu­ku ini di masa akan datang. Atas kesediaan para pembaca, penulis meng­ucapkan terima kasih.

Penulis dapat dihubungi pada email: [email protected]

Medan, 6 September, 2020 Penulis

Nurussakinah Daulay

Page 9: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Page 10: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PENGANTAR EDITOR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah, nikmat, dan rahmat­Nya kepada kita semua, se­

hingga buku ini dapat diterbitkan. Selawat beserta salam kita hadiahkan kepada Junjungan Nabi Muhammad saw. yang telah membawa kita dari alam kegelapan kepada alam yang terang benderang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Buku Psikologi Pengasuhan bagi Orang Tua dari Anak-anak de ngan Gang -guan Perkembangan Saraf ditulis dan diterbitkan dengan harapan bah wa semakin masyarakat akademik yang merasakan kebermanfaatan buku ini bagi proses belajar dan pembelajaran. Buku ini terdiri dari enam bab di mana masing­masing bab mengupas tuntas tentang pengasuhan bagi orang tua dari anak dengan gangguan perkem bangan saraf. Adapun masing­masing bab membahas Bab 1 Makna Pengasuhan berdasarkan Kajian Psi­kologi Pengasuhan, Bab 2 Anak­anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf, Bab 3 Fak tor Protektif dan Faktor Risiko Pengasuhan, Bab 4 Mak na Stres Pengasuhan, Bab 5 Stres Pengasuhan dan Koping, dan Bab 6 Layanan Pendidikan.

Buku Psikologi Pengasuhan bagi Orang Tua dari Anak dengan Gang guan Perkembangan Saraf ini sangat diperlukan dan sangat layak dijadikan bu­ku pegangan, buku pedoman bagi para orang tua bahkan para pendi dik/guru, dosen yang memiliki dan menghadapi anak­anak istimewa. Sebagai bahan renungan bahwa masih banyak orang tua yang memiliki anak­anak istimewa akan tetapi tidak mempunyai pe ngetahuan khusus tentang pola pengasuhan yang baik dan tepat bagi anak istimewa. Sehingga mereka cenderung abai terhadap pola asuh yang mereka terapkan dan menya ma­

Page 11: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

x

kan pola asuhnya dengan anak­anak normal pada umumnya. Akibatnya adalah anak­anak istimewa tidak mendapatkan pola asuh yang tepat dari orang tua yang berakibat pada meningkatnya perilaku maladaptif pada anak istimewa. Buku ini hadir dengan membawa harapan baru bahwa setiap orang tua yang memiliki anak­anak istimewa merupakan orang tua pilihan yang juga sangat istimewa yang berperan dalam pola pengasuh an yang baik (good parenting).

Semoga dengan terbitnya buku ini dapat memberikan manfaat­nya bagi khalayak umum yang membacanya terkhusus bagi orang tua de­ngan anak­anak istimewa dan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang sedang menyusun tugas atau dalam rangka menyiapkan penelitian terkait anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf ini. Buku ini juga bermanfaat bagi pendidik dan calon pendidik dalam pe­ngem bangan ilmu pengetahuan terutama da lam dunia pendidikan di Fa ­kultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Sumatra Uta­ra Medan.

Medan, September 2020

Editor,Ade Chita Putri Harahap, M.Pd., Kons.

Page 12: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

DAFTAR ISI

PENGANTAR PENULIS V

PENGANTAR EDITOR IX

BAB 1 PENGASUHAN ORANG TUA 1A. Makna Pengasuhan (Perspektif Psikologi) .................... 1B. Makna Pengasuhan Ayah ........................................... 6C. Makna Pengasuhan Ibu ............................................... 7D. Peranan Keluarga dalam Penanganan Anak-anak

Istimewa ....................................................................... 9REFERENSI ........................................................................ 18

BAB 2 ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF 23

A. Anak-anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf (Neurodevelopmental Disorders) ....................... 23

B. Penelitian tentang Pengasuhan Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Gangguan Spektrum Autis ... 37

C. Anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf dan Neuropsikologi ............................................................ 78

REFERENSI ........................................................................ 85

BAB 3 FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN 97

A. Faktor Protektif ............................................................ 98B. Faktor Risiko ..............................................................108

Page 13: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

xii

C. Intervensi Bagi Anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf .................................................120

REFERENSI .......................................................................136

BAB 4 STRES PENGASUHAN 147A. Stres Pengasuhan: Sebuah Pengantar .......................147B. stres Pengasuhan pada Orang Tua Yang Memiliki

Anak dengan Gangguan Perkembangan Saraf ......154C. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Stres

Pengasuhan ..............................................................157D. Pengukuran Stres Pengasuhan ..................................159E. Stres Pengasuhan dan Neuropsikologi ......................162REFERENSI .......................................................................164

BAB 5 STRES PENGASUHAN DAN KOPING 173A. Hakikat Koping ..........................................................173B. Stres Pengasuhan dan Koping ..................................177C. Penelitian terkait Peran Koping .................................179D. Peran Koping Religius Terhadap Stres Pengasuhan ..187E. Intervensi Stres Pengasuhan ......................................194REFERENSI .......................................................................196

BAB 6 LAYANAN PENDIDIKAN 203A. Pendidikan Khusus ....................................................205B. Pendidikan Inklusi .....................................................207C. Pusat Layanan Autis Indonesia .................................213REFERENSI .......................................................................216

TENTANG PENULIS 219

TENTANG EDITOR 221

Page 14: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Bab 1PENGASUHAN ORANG TUA

A. MAKNA PENGASUHAN (PERSPEKTIF PSIKOLOGI)Definisi pengasuhan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2008) berarti proses, cara, perbuatan mengasuh. Menurut Lestari (2012) bah wa istilah parenting menggeser istilah parenthood, sebuah kata ben­da yang berarti keberadaan atau tahap menjadi orang tua, menjadi kata kerja yang berarti melakukan sesuatu pada anak seolah­olah orang tua­lah yang membuat anak menjadi manusia. Pengasuhan bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan anak berlandaskan rasa kasih sayang tanpa pamrih. Dengan makna pengasuhan yang demikian, maka sejatinya tugas pengasuhan mur ni merupakan tanggung jawab orang tua. Dengan demikian, kurang tepat bila tugas pengasuhan dialihkan se­penuhnya kepada orang lain yang kemudian disebut pengasuh.

Pentingnya proses pengasuhan juga tertuang dalam Peraturan Mente­ri Sosial Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Peng asuhan Anak:

“Pengasuhan anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan ber ke lanjutan demi kepentingan terbaik anak, yang dilaksanakan baik oleh orang tua atau keluarga sampai derajat ketiga maupun orang tua asuh, orang tua angkat, wali, serta pengasuhan berbasis residensial sebagai alternatif terakhir.”

Page 15: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

2

Brooks (2011) mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yaitu orang tua memengaruhi anak, namun pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial di mana anak dibesar­kan. Pengasuhan merupakan proses yang pan jang, mencakup interaksi antara anak, orang tua dan masyarakat, pe nye suaian kebutuhan hidup dan temperamen anak dengan orang tua nya dan pemenuhan tanggung jawab untuk membesarkan dan me me nuhi kebutuhan anak (Shochib, 2010). Hoghughi dan Long (2004) mendefinisikan pengasuhan dengan be ragam aktivitas yang bertuju an agar anak dapat berkembang secara op ti mal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Dengan demikian peng­asuhan merupakan inter aksi antara orang tua dan anak, prosesnya pan­jang, dengan bertuju an untuk memberikan usaha dan upaya dalam me­ningkatkan tumbuh kembang anak.

Menurut Baumrind (1991) pengasuhan adalah cara orang tua da­lam memperlakukan, berkomunikasi, mendisiplinkan, memonitor, dan mendukung anak. Interaksi yang terjalin antara anak dan orang tua akan membentuk gambaran, persepsi, dan sikap­sikap tertentu pada ma­sing­masing pihak, yaitu sikap anak memengaruhi respons orang tua dan sebaliknya sikap orang tua pun akan memengaruhi respons anak. Baumrind juga mengidentifikasi dua dimensi dalam peng asuh an yaitu ketanggapan (responsiveness) dan tuntutan (deman ding ness). Responsiveness mengacu pada kualitas hubungan afeksi an ta ra orang tua dan anak, meliputi kehangatan, dukungan dan ke ter li bat an. Demandingness mengacu pada harapan yang realistis di ser tai mo nitoring terhadap perilaku anak. Bogenschneider dan Pal lock (2008) beranggapan bahwa responsiveness merupakan kom po nen dasar dalam kapasitas pengasuhan untuk anak. Hal ini berupa perhatian terhadap kebutuhan anak dan adanya kehangatan dalam keluarga. Responsiven ess diukur melalui penerimaan, kedekatan, kualitas hubungan, dan kehangatan orang tua dengan anak. Adapun de-mandingness meng acu pada ketegasan dalam aturan dan standar perilaku yang diingin kan. Berdasarkan teori pengasuhan dari Baumrind, sangat dipenting kan pengasuhan yang bersifat responsiveness pada ibu yang me­miliki anak­anak dengan keterbatasan khususnya pada ibu yang memi­liki anak dengan gangguan spektrum autis, penerimaan ibu akan kondisi keterbatasan anak autis merupakan hal utama dalam menciptakan ke­hangatan interaksi antara ibu dan anak (dalam Daulay, 2019).

Page 16: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

3

Selain dua dimensi penting dalam pengasuhan, Baumrind (1991) juga mengemukakan empat bentuk sikap orang tua dalam mendidik anak, yaitu:1. Authoritarian, adalah gaya pengasuhan yang membatasi dan

menghukum, di mana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka, terlalu menuntut anak, tidak ada penghargaan dan kehangatan terhadap anak serta disiplin yang keras.

2. Authoritative, adalah gaya pengasuhan yang mendorong anak untuk mandiri, namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Model pengasuhan ini mengatur perilaku anak dengan ke­hangatan, harapan realistis dan memotivasi untuk ber pikir mandiri.

3. Neglectful (mengabaikan), gaya pengasuhan di mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak merasa diabai kan dan menganggap kehidupan orang tua lebih penting diban ding kan diri mereka.

4. Indulgent (menuruti), gaya pengasuhan di mana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengon­trol mereka. Orang tua membiarkan anak melakukan apa yang di­inginkannya. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendali kan pe­rilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan ke inginannya.

Secara keseluruhan penulis menyimpulkan dari beberapa defi nisi peng asuhan yang telah disebutkan sebelumnya, maka pengasuh an ada­lah in ter aksi timbal balik antara orang tua dan anak, terda pat kedekatan emosional, orang tua bertanggung jawab atas peran nya dalam memenuhi kebutuhan serta berupaya meningkatkan perkem bangan anak.

Materi pengasuhan banyak diperbincangkan akhir­akhir ini. Keingin ­tahuan dan antusias orang tua untuk menambah pemahaman seputar pengasuhan positif dan pengupayaan agar menjadi orang tua yang baik buat anaknya terbukti dengan diselenggarakannya ke giatan paren ting pa da setiap sekolah. Kegiatan parenting yang dilak sa nakan juga telah meng hadirkan narasumber profesional yang ahli di bidangnya, sehingga memberikan penguatan bagi orang tua un tuk menciptakan dan mengondi­sikan keluarga yang harmonis. Demiki an pula dengan kehadiran variasi buku­buku yang bertemakan posi tive parenting juga semakin membuktikan bahwa ketika orang tua memberikan pengasuhan yang berkompeten sejak dini, tentu ini akan berdampak positif pada tumbuh kembang anak saat ini dan di masa depannya.

Page 17: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

4

Berbicara tentang pengasuhan tentu perlu diperhatikan keaktifan, kre ativitas, dan kooperatif dari orang tua. Di balik keberhasilan seorang anak terdapat kekuatan luar biasa yang dapat memengaruhi tumbuh kem­bangnya mejadi optimal. Jane Brooks (2011) dalam bu kunya The Pro-cess of Parenting mengemukakan banyak penelitian baru mengidentifi­kasi cara orang tua berkontribusi bagi pertumbuhan positif anaknya dan perkembangan anak melalui cara yang besar dan kecil. Misalnya, dukung­an positif dan kemampuan ibu mengurasi rasa depresi dan mengatasi frus­trasi mereka sendiri sambil tetap optimal membantu anak­anak dalam belajarnya. Kuncinya adalah perilaku orang tua tidak hanya memuncul­kan perkembangan yang sehat tetapi juga meredam dampak negatif yang diterima anak dari berbagai ke jadian yang menimbulkan stres.

Orang tua yang dianugerahi anak­anak dengan keistimewaan nya, sa­lah satunya anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf (seperti, anak dengan gangguan spektrum autis, ADHD, anak dengan intellectual disability), pengasuhan orang tua bukanlah sesuatu hal yang mudah, si­kap penerimaan orang tua terhadap anaknya yang mengalami gangguan perkembangan dapat ditunjukkan dengan me mahami kekurangan anak, berusaha meningkatkan tumbuh kembang anak, berusaha menyesuaikan diri dalam menghadapi masalah­ma salah yang muncul selama mengasuh anak autis. Peran orang tua un tuk mengembangkan kedekatan hubungan secara emosional dan me numbuhkan kepribadian positif pada anak da­pat diwujudkan da lam bentuk seperti mengerti perasaan anak, menerima pikiran anak, menerima kondisi fisik dan mental anak, membantu anak lebih mema hami dirinya dan membantu dalam mengatasi kesulitan (Ar­msden & Greenberg, dalam Buist dkk., 2004).

Rohner (2004) mengungkapkan tentang teori pengasuhan akan pe­nerimaan dan penolakan orang tua (parental-acceptance-rejection theory/PART) adalah teori yang menjelaskan bahwa orang tua merupakan figur yang penting dan unik bagi anak­anak karena kondisi aman secara emosi serta kondisi psikologis bergantung pada kualitas hubungan antara orang tua dan anak. Jika kebutuhan ini terpenuhi maka akan berdampak posi­tif terhadap perilaku dan emosi anak. Rohner, Khaleque, dan Cournoyer (2012) membagi persepsi tentang pengasuhan menjadi dua bagian, yaitu penerimaan (parental acceptance) dan penolakan (parental rejection). Ke­duanya digambarkan dalam suatu rentang dimensi yang terkait dengan kualitas ikatan emosi antara orang tua dengan anak­anak mereka dan de ngan tingkah laku fisik, verbal dan simbolik yang digunakan orang tua untuk mengekspresikan dan menyatakan perasaannya. Dimensi pe­

Page 18: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

5

ne rimaan ditandai dengan kehangatan, kasih sayang, perhatian, kenya­manan, kepedulian, dukungan atau cinta yang didapatkan anak­anak dari orang tuanya. Sementara dimensi penolakan ditandai dengan kurang nya perasaan penuh cinta, hadirnya beragam emosi dan tingkah laku fisik serta psikis yang menyakitkan.

Teori pengasuhan akan penerimaan dan penolakan orang tua (pa-rental-acceptance-rejection theory/PART) ini menekankan kehangat an dan kedekatan emosi dari orang tua dalam lingkungan seorang anak adalah suatu kebutuhan penting untuk perkembangan psikologis anak. Ji ka kebutuhan ini tidak terpenuhi dapat menyebabkan masalah da lam per­kembangan perilaku dan emosional anak. Anak juga akan me nun jukkan perilaku kasar, agresif, kepercayaan diri yang rendah, emosi yang tidak stabil, dan pandangan hidup yang negatif (Rohner, Khalaque, & Cournoyer, 2012).

Teori parental-acceptance-rejection theory/PART penting dihubung­kan dengan kondisi pengasuhan orang tua dari anak­anak istime wa, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Aydin dan Ya mac (2014) bertujuan untuk menguji korelasi penerimaan­penolakan orang tua dari anak mental disability (anak berusia 7­12 tahun) dan sikap perawatan orang tua dalam kaitannya dengan variabel sosio­de mografi. Hasil peneliti an nya membuktikan terdapat hubungan po sitif antara perilaku peneri maan­pe­nolakan dan sikap perawatan orang tua, dan dampak jenis kelamin dan status pendidikan orang tua da lam memberikan pengasuhan efektif.

Buku ini menyampaikan bagaimana suka duka orang tua yang memiliki anak istimewa ini dan usaha yang dilakukan untuk dapat mengatasi suka duka tersebut. Beragam kondisi yang setiap saat diha­dapi kerap memunculkan tekanan signifikan yang dapat berujung pa­da problem psikologis orang tua serta ketidaktepatan dalam peng asuh­an anak. Kehadiran buku ini berupaya untuk mensosialisasikan kondisi psikologis orang tua, dan dapat menjadi rujukan bagi para peneliti, dan mahasiswa dalam mencari literatur terkait kondisi orang tua dan anak, serta meningkatkan pemahaman bagi masyarakat dan pemerhati anak dengan gangguan perkembangan saraf (termasuk gang guan spektrum autis) akan beratnya mengasuh anak dengan ke isti mewaan ini.

Page 19: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

6

B. MAKNA PENGASUHAN AYAHKeterlibatan sosok ayah dalam pengasuhan memiliki andil penting

dalam keluarga dan tumbuh kembang anak. Keterlibatan ayah juga akan mengembangkan kemampuan anak untuk berempati, ber si kap penuh per­hatian dan kasih sayang, serta hubungan sosial yang lebih baik (Gottman & DeClaire, 1997). Berbagai penelitian juga me nun jukkan terda pat per­bedaan sikap dan perilaku anak dalam peng asuhan antara ayah dan ibu. Penelitian yang dilakukan oleh Gott man dan DeClaire (1997) menunjuk­kan keterlibatan ayah akan memberikan manfaat yang positif bagi anak laki­laki dalam mengem bang kan kendali diri dan kemampuan menunda pemuasan keinginan, dan pada penyesuaian sosial remaja laki­laki (Ma­harani & Andayani, 2003).

Bagi anak perempuan, sosok kehadiran ayah cenderung tidak menjadi sexual promiscuous secara dini dan mampu mengembang kan hubungan yang sehat dengan laki­laki lain di masa dewasanya. Anak­anak perem­puan yang mendapatkan perhatian yang positif dari ayahnya akan men­da patkan pemenuhan kebutuhan afektif dan pada saat yang sama ia akan belajar bagaimana berhubungan dengan lawan jenis secara sehat (Anda­yani & Koentjoro, 2004). Keterlibatan ayah umumnya dikenal dengan is­tilah paternal involvement atau fa ther involvement. Keterlibatan ayah dalam peng asuhan merupakan ke ikutsertaan positif ayah dalam kegiatan yang berupa interaksi lang sung dengan anak­anaknya, memberikan kehangat­an, melakukan pe mantauan dan kontrol terhadap aktivitas anak, serta ber­tanggung jawab terhadap keperluan dan kebutuhan anak (Lamb, 2010, dalam Rangkuti & Fajrin, 2015).

Kondisi tumbuh kembang anak dengan perkembangan normal dan anak dengan gangguan perkembangan juga sangat dipengaruhi bagai­mana keaktifan dan penerimaan ayah dalam berinteraksi de ngan anaknya. Ayah memiliki peran dalam keterlibatan pengasuhan anak karena ayah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bah wa anak tumbuh dengan nilai moral, agama, dan budaya yang ada di dalam masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Salsabila dan Masykur (2018) dengan mengguna kan interpretative phenomenological analysis (IPA) semakin menegaskan ten­tang posisi seorang ayah bagi anak Down Syndrome. Terdapat tiga tema utama yang menjadi fokus dari pengalaman ayah, yakni: 1) Penyesuaian diri, pa da awalnya muncul konflik diri yang ditandai dengan penolakan, pro ble matika lingkungan, adanya penyesalan, yang akhirnya seiring de­ngan berja lannya waktu ayah akhirnya menerima kondisi anak, dukung an

Page 20: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

7

sosial dari keluarga dan lingkungan sekitar, komunitas, serta pemahaman tentang agama dan percaya kepada Tuhan, semakin me nguatkan ayah dan memberikan kesabaran dalam merawat anak. Upaya melakukan pe­nyesuaian diri melalui berbagai macam proses penyesuaian, sehingga mendorong mereka dapat melakukan perannya dalam keluarga secara op timal dan melakukan persiapan untuk masa depan anaknya; 2) Peran ayah dalam keluarga, melakukan kontrol dan tugas penting dalam keluar­ga, memenuhi finansial keluarga, melindungi keluarga, dan mempriori­tas kan kebutuhan keluarga; 3) Persiapan masa depan, usaha­usaha yang di upayakan seorang ayah, di antaranya upaya pe nyembuhan, upaya men­di dik anak, dan antisipasi masa depan.

Terlihat perbedaan peran antara ayah dan ibu, ayah adalah sosok pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan waktunya lebih banyak dihabiskan di luar rumah, sehingga dianggap perannya kurang banyak terlibat berinteraksi dengan anak.

Berikut beberapa hasil penelitian menegaskan bahwa stres peng asuhan lebih banyak dialami ibu dibandingkan ayah (Dabrowska & Pisula, 2010; Garcia­Lopez, Sarria, & Pozo, 2016; Jones, Totsika, Has tings, & Petalas, 2013; Tehee, Honan, & Hevey, 2009), sementara se orang ayah akan lebih cepat beradaptasi akan kondisi keterbatasan anak (Garcia­Lopez dkk., 2016).

Selain itu, faktor kebersyukuran (gratitude) mampu memberikan mo­tivasi bagi ayah dalam pengasuhan bagi anak­anak istimewa ini. Bersyukur dibuktikan dengan menerima, menjalani dengan tidak me ngeluh, semakin menguatkan ayah untuk memberikan yang terbaik bagi pengasuhan dan kehidupan anaknya. Seorang ayah terkadang dianggap jarang terlibat langsung dalam pengasuhan anaknya, pada hal peran ayah tak kalah penting dengan peran ibu, terutama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan memberikan dukungan bagi pasangannya.

C. MAKNA PENGASUHAN IBUMengapa penelitian banyak dilakukan pada ibu? Ibu adalah so sok yang

telah mengandung, melahirkan, mendidik, dan mengasuh anak, sehingga jelaslah cinta kasih ibu terhadap anaknya merupakan jalinan emosi yang sangat kuat dan kompleks. Peran dan pengasuhan ibu memiliki hubung­an yang signifikan dengan pertumbuhan dan per kembangan anak karena ibu merupakan seseorang yang pertama di kenal anak sejak dilahirkan dan menjadi figur lekat dalam kehidupan anak. Ibu yang sehat secara fisik

Page 21: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

8

dan psikis adalah ibu yang mampu mendidik dan mengasuh anak­anaknya dengan penuh kasih sayang, kesabaran, keuletan serta bertanggung jawab anaknya kelak menjadi sosok individu yang bermanfaat.

Hubungan yang erat dengan ibu di tahun pertama kehidupan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang anak yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Peran ibu se dini mungkin akan membuat anak merasa aman dan nyaman karena ada nya kontak fi­sik ketika ibu menyusui anak segera setelah lahir. Ke ku rangan kasih sa­yang ibu pada tahun pertama kehidupan mempu nyai dampak negatif pa da tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial emosi (Soet­jiningsih, 2004).

Setiawati (2014) menekankan peran ibu bagi anak­anaknya ada lah: 1) membina keluarga sejahtera sebagai wahana penanaman nilai agama, etika, moral dan nilai­nilai leluhur bangsa, sehingga memi li ki integritas kepribadian dan etos kemandirian yang tangguh; 2) mem per hatikan kebutuhan anak (perhatian, kasih sayang, penerima an, perawatan); 3) bersikap bijaksana dengan menciptakan dan me melihara kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan yang berkuali tas dalam ke luarga serta pemahaman atas potensi dan keterbatasan anak; 4) me laksanakan peran pendamping terhadap anak, baik dalam belajar, ber main dan bergaul, serta menegakkan disiplin dalam ru mah, mem bina kepatuhan dan ketaatan pada aturan keluarga; 5) men cu rahkan kasih sayang namun tidak memanjakan, melaksanakan kondisi yang ketat dan tegas namun tidak percaya atau mengekang anggota keluarga; 6) berperan sebagai kawan terhadap anak­anaknya, sehingga dapat membantu mencapai jalan keluar dari kesulitan yang dialami anak­anaknya; 7) memotivasi anak dan mendorong untuk me raih prestasi yang setinggi­tingginya.

Terkhusus bagi penelitian yang mengkaji bagaimana peran pen ting seorang ibu dalam merawat anak dengan gangguan perkem bangan saraf, pentingnya peran seorang ibu juga diteliti oleh Calza da, dkk. (2004) bahwa ibu terlibat lebih banyak merawat dan berin teraksi dengan anak­anaknya dibandingkan ayah (Moes, Koegel, & Sch re ib man, 1992); ibu juga rentan mengalami stres, depresi dan kece mas an (Davis & Carter, 2008); sehingga berisiko menurunkan kesehat an mental (Hastings, 2003); kesibukan mengurus rumah tangga juga mengakibatkan ibu sering merasa lelah tidak hanya secara fisik, na mun juga psikis (Tehee dkk., 2009); untuk anak­anak dengan gang gu an perkembangan saraf yang menjadi masalah utama terletak pa da perilaku bermasalah anak sehingga ibu kerap mengalami stres (De pape & Lindsay, 2015); agar ibu tetap kuat dalam merawat anak

Page 22: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

9

se hingga diperlukan koping sepanjang hidup (Gray, 2006).

D. PERANAN KELUARGA DALAM PENANGANAN ANAK-ANAK ISTIMEWAPada buku ini dikhususkan membahas orang tua dari anak­anak

istimewa adalah orang tua yang memiliki anak dengan perkembangan spesifik atau dengan kata lain perkembangannya tidak seperti anak nor­mal pada umumnya, yakni: anak dengan gangguan perkembang an saraf. Orang tua yang mendapatkan dukungan dari keluarganya akan memi­liki rasa kepercayaan diri, emosi yang positif, sehingga lebih me maknai kehadiran anak dengan gangguan perkembangan saraf ini di tengah­te­ngah lingkungan keluarga dibandingkan keluarga yang tidak menerima kehadiran anak. Pada umumnya kemampuan anak yang keluarganya ter­libat langsung di dalam proses pengasuhan akan jauh berkembang lebih baik dibandingkan anak yang orang tua dan keluarganya tidak terlibat.

Beberapa faktor yang memengaruhi orang tua dan keluarga untuk te­tap bertahan mengatasi berbagai sumber stres yang hadir sela ma meng­asuh anak. Penelitian yang dilakukan Perry (2004) mene mu kan terda pat dua sumber daya yang dimiliki oleh orang tua, ya itu sumber daya perso­nal (misalnya pengetahuan, perasaan yakin dan mampu) dan sumber da­ya keluarga (misalnya kondisi sosial ekono mi, struktur keluarga). Selain sumber daya, maka dukungan sosial dianggap sebagai faktor yang me­nguatkan keluarga, terdapat dua jenis dukungan sosial yaitu dukungan sosial yang bersifat formal (diperoleh dari kalangan profesional dan lem­baga), dan dukungan sosial yang bersifat informal (diperoleh dari keluar­ga besar, teman, tetangga, masyarakat, komunitas orang tua dari anak de ngan gang guan perkembangan).

Terdapat tiga peranan penting orang tua dan keluarga sebaiknya saling bekerja sama dalam penanganan anak, yaitu:1. Peran orang tua dan keluarga untuk mengasuh anak selama di ru mah. Penjelasan terkait kondisi anak degan gangguan perkembangan saraf

sepenuhnya akan dijelaskan pada bab dua. Pada intinya anak­anak se perti ini merupakan anak dengan gangguan perkembang an pada area di otak, meskipun setiap anak mengalami gejala gangguan yang ber variasi antara anak yang satu dengan anak lainnya, dan pada be­berapa anak ini menampilkan gejala dari beberapa gangguan (diag­nosis komorbid) yaitu mendapatkan dua diagnosis gangguan bah­kan lebih, misalnya: anak autis dan ADHD, anak autis dan mental re tar dasi. Dampak dari kurang ber fungsinya beberapa area di otak

Page 23: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

10

mengakibatkan anak­anak ini tidak mampu mengolah informasi yang diterimanya dari luar, se hingga muncul dalam perilaku yang kurang tepat dan kurang se suai seperti layaknya anak­anak seusianya.

Anak­anak yang telah terdiagnosis mengalami gangguan perkem­bangan saraf ini membutuhkan penanganan awal dalam keluar ga, dan menyegerakan pelaksanaan intervensi untuk anak agar semakin besar harapan yang dapat diraih dalam menurunkan gejala gangguan anak, hingga akhirnya mampu mencapai peri la ku yang sesuai dengan perkembangan anak­anak seusianya. Ke ter libatan keluarga dalam program penanganan anak di rumah sangat berdampak positif terhadap perkembangan anak. Ke luar ga sebaiknya menambah informasi terkait pengasuhan, inter ven si yang tepat, pola makan anak, baik melalui usaha mencari informasi sendiri, berkonsultasi dengan para profesional, bekerja sama dengan lembaga yang menangani anak, bergabung dengan komunitas orang tua autis, dan aktif mengikuti kegiatan parenting tentang pengasuhan anak.

2. Peran orang tua dan keluarga untuk menjalin hubungan yang baik dengan para profesional dan bekerja sama dengan lembaga, sekolah, tempat terapi, rumah sakit, yang mampu memberikan pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Orang tua tidak dapat berdiri sendiri dalam pengasuhan anak, sehingga di bu tuhkan penanganan yang bersifat terpadu dan bekerja sama antara orang tua, keluarga, para profesional dan lembaga resmi. Keluarga harus kuat secara fisik dan psikis dalam mengasuh anak, sehingga akan menghasilkan sikap yang positif dan lebih me nerima kondisi anaknya. Orang tua dan keluarga yang bersi kap positif terhadap anak biasanya akan membuat anak­anak lebih mudah untuk diarahkan dan menunjukkan sikap yang lebih positif pula.

Keterlibatan atau kerja sama orang tua, keluarga, dan lembaga res­mi (misalnya sekolah, tempat terapi, rumah sakit) akan meme­ngaruhi perkembangan anak. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan, misalnya orang tua dan keluarga aktif berpartisipa si dalam kegiatan pertemuan antara guru dan wali siswa untuk membicarakan dan mencari solusi atas perkembangan anak; aktif mengikuti kegiatan program parenting baik yang diadakan di se kolah maupun lembaga lain guna menambah informasi sekaligus memotivasi diri; aktif bertanya, jujur dan bersikap komunikatif terhadap kalangan profesional (misalnya dokter, psikolog) terkait kondisi anak sehari­hari; dan mampu melaksanakan program­program intervensi anak

Page 24: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

11

seperti yang disarankan para profesional.3. Peran orang tua dan keluarga untuk mensosialisasikan kondisi anak

kepada masyarakat. Orang tua dan keluarga yang memiliki anak dengan ganggaun

perkembangan saraf mengalami kesulitan dan tantangan yang ber variasi selama mengasuh anak. Tidak semua orang memiliki pemahaman dan pengetahuan serta dapat menerima kondisi anak seperti ini. Orang tua dan keluarga acapkali mendapatkan per­lakuan yang kurang tepat terutama ketika membawa anak ke tempat umum. Berbagai stigma negatif tentang kondisi anak sering membuat masyarakat memberikan respons yang negatif pula. Hal ini dapat menjadi sumber stres tersendiri bagi orang tua dan keluarga serta dapat menghambat optimalisasi perkembangan anak.

Orang tua dan keluarga perlu mengomunikasikan kondisi anak ke­pada tetangga, kepada pihak lain yang dianggap mampu membe ri kan edukasi kepada masyarakat (misalnya ketua RW, ketua RT); orang tua dan keluarga aktif mengikuti kegiatan­kegiat an yang diadakan di lingkungan tempat tinggalnya sekaligus ter bu ka mengomuni ka si­kan kondisi anak; orang tua dan keluarga ber pikir positif dan mem­persiapkan diri saat membawa anak ke luar rumah dan berkumpul di tengah­tengah masyarakat. Usaha­usaha yang dilakukan merupakan cara­cara yang dapat menyosia lisasikan kondisi anak kepada masya­rakat.

Pentingnya peranan keluarga terhadap pengasuhan anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori ekologi perkembangan manusia oleh Urie Bron fenbrenner (1994). Bronfenbrenner (1994) menekankan pentingnya pro ses atau interaksi tim­bal balik yang kompleks antara organisme dengan lingkungan dekatnya (proximal process). Teori ini penting un tuk dimaknai bagaimana peran keluarga dalam memengaruhi rasa kompeten dan kesejahteraan psikolo­gis orang tua selama merawat anak. Orang tua tidak dapat berdiri sendi ri, diperlukan kerja sama dari keluarga terdekat untuk dapat menurunkan stres pengasuhan orang tua pada umumnya dan akhirnya meningkatkan tumbuh kem bang anak khususnya.

Menurut Bronfenbrenner (1994, dalam Mukhtar, 2017), untuk da­pat memahami perkembangan seorang individu, maka harus mem per­timbangkan sistem ekologi di mana individu tersebut tumbuh. Sis tem ekologi ini terdiri dari lima subsistem yang terorganisasi secara sosial

Page 25: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

12

(dapat dilihat Gambar 1), yaitu:1. Microsystems, merupakan subsistem yang mempunyai interaksi lang­

sung dengan individu, dan individu juga secara aktif terlibat dalam subsistem ini, misalnya keluarga atau rumah, sekolah, te man sebaya, atau tempat tinggal.

2. Mesosystems, merupakan subsistem yang menghubungkan dua atau lebih microsystem yang berhubungan langsung dengan indi vidu, mi­sal nya bagi seorang anak, salah satu mesosystem yang terkait dengan­nya adalah keluarga dan sekolah, kondisi anak di rumah akan me­mengaruhi atau berhubungan dengan kondisinya di sekolah.

3. Exosystems, merupakan subsistem yang menghubungkan dua atau le­bih microsystem di mana individu tidak terlibat secara lang sung da­lam salah satu dari konteks atau microsystem tersebut, dan mi crosys-tem tersebut juga tidak memengaruhi secara langsung perkembangan individu.

4. Macrosystems, merupakan lapisan konteks yang paling luar, yang akan memengaruhi dan terdiri dari keseluruhan subsistem di bawahnya. Menurut Krishnan (2010) misalnya adalah karakteristik budaya, pergolakan politik, atau kekacauan ekonomi.

5. Chronosystems, merupakan konsep waktu yang berkaitan dengan konteks di mana pertumbuhan individu terjadi. Konsep waktu yang dikemukakan oleh Bronfenbrenner (1994) tidak hanya mencakup karakteristik personal seperti usia kronologis, tetapi juga mencakup lingkungan tempat individu, seperti perubahan struktur keluarga, perubahan status ekonomi, ataupun perubahan tempat tinggal.

Gambar 1. Model Ekologi tentang Perkembangan Manusia (Berns, 2007, h. 21).

Pentingnya peranan dan interaksi keluarga terhadap proses peng­asuhan orang tua telah dijelaskan dengan menggunakan teori ekologi dari

Page 26: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

13

Bronfenbrenner (1994), kemudian terdapat satu model teori lagi yang dianggap mampu menjelaskan tentang peranan orang tua dalam proses pengasuhan anak dengan gangguan perkembangan saraf, yaitu model teori pencapaian peran ibu (maternal role attainment model) oleh Mercer (1986). Teori ini juga menggunakan peran ekologi di da lam membantu pengasuhan ibu.

Pada awalnya model teori ini diperkenalkan oleh Rubin pada ta hun 1967. Rubin menjelaskan proses wanita menuju pencapaian akan identitas perannya sebagai ibu. Gambaran ideal diri sebagai ibu ber landaskan pada proses selama masa kehamilan dan postpartum, kemudian wanita akan mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang ibu (Bryar & Sinclair, 2011). Model identitas peran ibu dikembang kan kembali oleh mahasiswa didikan Rubin yaitu Ramona T. Mercer (1986). Mercer mengembangkan beberapa konsep mengenai identitas peran ibu melalui berbagai penelitian. Mercer mendefinisikan iden titas peran ibu sebagai persepsi seorang wanita yang di dalam dirinya sendiri telah terintegrasi sebagai seorang ibu (Mercer, 1986).

14

Gambar 2. Model Pencapaian Peran Ibu (Mercer, 1986, hal. 198-204).

Identitas peran ibu terbentuk karena adanya interaksi dari berbagai komponen

dalam sistem ibu, yaitu: makrosistem, mesosistem, dan mikrosistem (Mercer, 1986).

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa keberhasilan pelaksanaan tugas pengasuhan

anak juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Mengasuh anak dengan gangguan

perkembangan saraf bukanlah hal mudah, yang perlu ditekankan adalah mengasuh anak

bukanlah sepenuhnya tanggub jawab dilimpahkan kepada ibu, tetapi perlunya kerjasama

dari berbagai pihak yang terkait dengan anak. Model ini menjelaskan bahwa pengasuhan

ibu terhadap anaknya tidak terlepas dari sistem-sistem yang melingkupinya, yakni

macrosystem, mesosystem, microsystem.

Macrosystem berupa politik, budaya, ekonomi, dan nilai-nilai sosial memiliki

kontribusi terhadap proses sosialisasi dan perkembangan anak. Pengasuhan anak tidak

terlepas dari bagaimana harapan masyarakat terhadap peran yang mesti dijalankan oleh

seorang anak di masa dewasanya kelak. Jika dikaitkan dengan perkembangan anak dan

pengaruh stigma negatif masyarakat akan kondisi anak dengan keistimewaan ini

(termasuk anak dengan gangguan spectrum autis) maka secara tidak langsung dapat

memengaruhi keoptimalan orang tua dalam proses pengasuhan. Hal ini pernah diteliti

oleh Tucker (2013), berdasarkan hasil penelitiannya selama setahun di Indonesia, Tucker

(2013) mengungkapkan bahwa pada tahun 1990an orang tua di Indonesia masih

MotherEmpaty, sensitivity to childSelf esteem/self concept

Parenting received as childMaturity/flexibility

AttitudesPregnancy/birth experienceHealth/depression/anxiety

Maternal Role/IdentityCompetence/confidence in role

SatisfactionAttachment to child

ChildTemperament

Ability to give cuesAppearance

CharacteristicResponsiveness

Health

Child s OutcomeCognitive/mental development

Behavior/attachmentHealth

Social competence

MicrosystemMother-father relationship

Mesosystem

Macrosystem

Stress

Parent s work settings

Transmitted cultural consistencies

Gambar 2. Model Pencapaian Peran Ibu (Mercer, 1986, l. 198-204).

Identitas peran ibu terbentuk karena adanya interaksi dari ber ba gai komponen dalam sistem ibu, yaitu: makrosistem, mesosistem, dan mi kro­sistem (Mercer, 1986). Berdasarkan gambar di atas, terli hat bahwa ke­berhasilan pelaksanaan tugas pengasuhan anak juga dipengaruhi oleh ling kungannya. Mengasuh anak dengan gangguan perkembangan saraf

Page 27: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

14

bukanlah hal mudah, yang perlu ditekankan ada lah mengasuh anak bu­kanlah sepenuhnya tanggub jawab dilimpah kan kepada ibu, tetapi per­lunya kerja sama dari berbagai pihak yang ter kait dengan anak. Model ini menjelaskan bahwa pengasuhan ibu terhadap anaknya tidak terlepas dari sistem­sistem yang melingkupinya, yakni macrosystem, mesosystem, microsystem.

Macrosystem berupa politik, budaya, ekonomi, dan nilai­nilai so sial memiliki kontribusi terhadap proses sosialisasi dan perkembang an anak. Pengasuhan anak tidak terlepas dari bagaimana harapan ma syarakat ter­hadap peran yang mesti dijalankan oleh seorang anak di masa dewasanya kelak. Jika dikaitkan dengan perkembangan anak dan pengaruh stigma negatif masyarakat akan kondisi anak dengan keistimewaan ini (termasuk anak dengan gangguan spectrum autis), maka secara tidak langsung da pat memengaruhi keoptimalan orang tua dalam proses pengasuhan. Hal ini pernah diteliti oleh Tucker (2013), berdasarkan hasil penelitiannya sela ma setahun di Indonesia, Tucker (2013) mengungkapkan bahwa pada tahun 1990­an orang tua di Indonesia masih menganggap anak dengan gangguan spektrum autis adalah sebuah aib keluarga sehingga malu untuk diketa­hui masyarakat umum. Corcoran, Berry dan Hill (2015); Lutz, Patterson dan Klien (2012) menambahkan ibu juga merasakan kekhawatiran bila membawa anaknya ke tempat umum dan merasa cemas apakah anaknya diterima atau ditolak oleh masyarakat (Bristol, 1984; Weiss, 2002).

Mesosystem berupa sekolah khusus anak­anak dengan ganggu an per­kembangan saraf seperti sekolah khusus autis, tempat terapi anak, dan ko munitas orang tua yang memiliki anak dengan gangguan dengan keis ti­mewaan ini (seperti di Yogyakarta terdapat komunitas orang tua dari anak autis yaitu Forkompak; di Jakarta terdapat Ya yasan Autisma Indonesia) yang berpengaruh terhadap pengasuhan orang tua dan jalinan kerja sama. Apabila terdapat jalinan kerja sama yang harmonis, maka sistem­sistem yang tercakup dalam mesosystem ini akan mendukung orang tua dalam memberikan pengasuhan yang optimal.

Microsystem berupa hubungan positif antara ibu dan suami, sua mi memberikan dukungan tidak hanya dari segi materi, namun juga secara emosional mampu menguatkan ibu menghadapi stres peng asuhan. Dunn, Burbine, Bowers, dan Tantleff (2001) menegaskan ibu yang menerima du kungan khususnya dari suami dan keluarga, akan memiliki tingkat de presi yang rendah dan sedikitnya mengalami per ma salahan dalam ru­mah tangga. Beberapa penelitian juga menun jukkan dukungan suami me­rupakan hal yang utama bagi ibu untuk tetap bertahan, kemudian dukungan

Page 28: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

15

dari keluarga, dan terakhir dari komunitas ibu­ibu yang anaknya juga mengalami berkebutuhan khu sus (Boyd, 2002). Pada microsystem, selain membahas hubungan ibu dan suami, juga membahas hubungan timbal balik secara positif an tara orang tua dan anak serta dampak karakteristik anak terhadap kon disi psikologis orang tua. Karakteristik orang tua (em­pati, harga di ri, kesehatan, sikap, dan kematangan) berpengaruh terhadap kon disi anak, ayah dan ibu memberikan perilaku pengasuhan positif se­hingga berpengaruh positif terhadap kelekatan, kompetensi sosial dan kesehatan untuk orang tua dan juga anaknya. Secara keseluruhan orang tua yang sehat akan berpengaruh dalam meningkatkan peran identitas­nya dan tumbuh kembang anak menjadi lebih optimal. Bryar dan Sinclair (2011) mengungkapkan pentingnya mengkaji dan mem bina ibu untuk mempersiapkan diri secara aktif dalam perannya se bagai orang tua.

Hasil penelitian Thompson dan Walker (1987) men jelaskan bahwa identitas peran ibu merupakan gabungan antara atribut kognitif dan afektif terhadap hubungan timbal balik antara ibu dan anak (Mercer, 2006). Atribut kognitif dan afektif menjadi fak tor penting da lam membentuk kemampuan berkompeten pengasuhan dan meningkat kan identitas peran orang tua.

Model teori ini membantu dalam membahas fenomena stres orang tua dalam mengasuh anak autis bersifat kompleks, artinya orang tua akan optimal dalam pencapaian perannya sebagai orang tua ketika sistem ekologi di mana mereka tersebut tumbuh, juga memberikan dampak positif terhadap diri orang tua. Hal ini berarti, orang tua ti dak sendirian dalam mengasuh dan membesarkan anak­anak dengan gangguan perkem­bangan saraf, banyak faktor yang turut membantu dalam mendukung orang tua, seperti penerimaan dari masyarakat (macrosystem); dukungan dari sekolah, tempat terapi, dan Pusat La yanan Autis (mesosystem); serta dukungan langsung terhadap orang tua seperti dukungan dari pasangan, keluarga, teman, dan komunitas sesama orang yang memiliki anak­anak seperti ini (mycrosystems). Ke tika orang tua mendapatkan dukungan po­sitif dari lingkungannya, maka akan berdampak positif terhadap pengem­bangan kompetensi dan kesejahteraan psikologis orang tua. Mercer (2006) menjelaskan bahwa terdapat gabungan antara atribut kognitif dan afektif terhadap hubungan timbal balik antara orang tua dan anak.

Penjelasan terkait teori ekologi dan model teori pencapaian peran ibu di atas diharapkan dapat membantu menggali informasi dan kete ram­pilan dalam mengasuh anak. Selain itu orang tua diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan, maka orang tua nantinya mam pu bersikap

Page 29: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

16

positif terhadap anak (Bornstein, 2007). Penge tahuan dan keterampilan orang tua dapat dijelaskan dengan teori posi tive parenting program/triple P. Tujuan Triple P adalah mencegah terjadi nya masalah perkembangan, emosional, dan perilaku anak dengan cara meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri orang tua. Triple P disusun berdasarkan lima prinsip inti pengasuhan positif (Sanders, 2008), yaitu:1. Ensuring a safe and engaging environment, yaitu menyediakan ling­

kungan yang aman dan menyenangkan bagi anak untuk mem berinya kesempatan bereksplorasi, bereksperimen dan bermain. Prinsip ini pen ting untuk mencapai perkembangan anak yang se hat dan mence­gah terjadinya luka dan kecelakaan.

2. Creating a positive learning environment, yaitu orang tua menjalan kan peran sebagai guru pertama bagi anak yang memberikan respons positif dan konstruktif saat menjalin interaksi dengan anak, sehingga mendorong anak belajar menyelesaikan masalah nya dengan mandiri serta belajar keterampilan sosial dan ko munikasi bahasa yang baik.

3. Using assertive discipline, merupakan pengganti bagi disiplin yang menggunakan paksaan dan disiplin praktis yang tidak efek tif, seperti bentakan, ancaman, dan hukuman. Menerapkan disiplin yang asertif, yaitu orang tua diajarkan strategi disiplin al terna tif sebagai pengganti disiplin paksaan dan tidak efektif, mendisku sikan aturan dengan anak, memberikan instruksi dan permintaan yang jelas dan tenang sesuai dengan usia anak.

4. Having reaistic expectations, orang tua memiliki harapan yang realistis, keyakinan, dan asumsi­asumsi penyebab perilaku anak, kemudian memilih tujuan yang tepat dan realistis sesuai dengan perkembangan anak.

5. Taking care of oneself as a parents, orang tua diajarkan keterampil­an untuk merawat dan memelihara dirinya melalui keterampilan mengelola emosi dan mengembangkan strategi koping dalam me­ngelola tekanan dan emosi negatif yang berkaitan dengan peng asuh­an, seperti stres, depresi, kemarahan, dan kecemasan.

Beberapa penelitian yang menggunakan peranan triple­P dalam mem­berfungsikan pengasuhan orang tua, dalam hal ini dicontoh kan dari anak dengan gangguan perkembangan saraf yakni anak autis juga pernah di­lakukan di Indonesia, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2013) dan Pamungkas (2015) yang sama­sama menggunakan pendekatan keperilakuan (triple­p) dengan de sain eksperimen nonrandomized pretest-

Page 30: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

17

postest control group design, subjek penelitian dilakukan terhadap ibu­ibu yang memiliki anak au tis. Hasil penelitiannya berhasil membuktikan pentingnya pelatihan pengasuhan dengan menggunakan pendekatan keperilakuan (triple­ p) dalam menurunkan stres pengasuhan ibu.

Berkaitan degan pengasuhan efektif akan peranan keluarga da lam mengoptimalkan tumbuh kembang anak autis, berikut ini terdapat tips bagi keluarga yang memiliki anak autis menurut Ibu Tri Sumarni (2017). Tri sumarni adalah sosok ibu yang tangguh dan kuat dengan memiliki dua putrinya mengalami gangguan spektrum autis.

Beliau juga telah mengisahkan pengalaman hidupnya dalam me­rawat kedua putrinya ke dalam buku yang berjudul Super Anggita (buku pertama) dan Happy Soul Mom (buku kedua), dan sekarang beliau sedang mempersiapkan bukunya yang ketiga. Tips bagi keluar ga yang memiliki anak autis, adalah:• Keluargamenerimadenganikhlasanakautisdidalamkehidupannya.• Keberadaananakautisdidalamkeluargatidakperludisembunyikan.• Orangtuamengembangkandanmendidikanakautissesuaibakatdan

minatnya.• Keluarga tidakperlumembandingkananakautiskitadengananak-

anak yang lainnya.• Seluruhanggotakeluargasalingmendukungdanbekerjasamauntuk

mengembangkan dan mendidik anak autis.• Seluruhanggotakeluargamemperlakukananakautisdenganpenuh

cinta dan kasih sayang.• Mempunyaipemahamanbahwamemilikikeluargapenyandangautis

adalah sebuah takdir dan bukan merupakan kesalahan orang tua.• Membesarkananakautissesuaikemampuandankekuatankeluarga,

tidak memaksakan diri.• Menghadapianakautisdenganpercayadiri,tenang,dantidakpanik.• Keluarga tidak perluminder karenamemiliki anggota keluarga pe-

nyandang autis.• Optimislahbahwakeluargamampumendidikdanmengembangkan

anak autis.• Keluargamemiliki pemahaman bahwa anak autis adalah anugerah

terindah dari Tuhan.• Keluargamelibatkananakautisdidalamkegiatankeluarga.• Keluargamemahamibahwaanakmemerlukanperlakuankhususse-

bagai penyandang autis.• Sabar,ikhlas,danpercayapadaskenarioAllah.

Page 31: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

18

REFERENSIAndayani & Koentjoro, A. (2004). Psikologi Keluarga: Peran Ayah Menuju

Comparenting.Aydın, A. & Yamaç, A. (2014). The relations between the acceptance and

childrearing attitudes of parents of children with mental disabilities. Eurasian Journal of Educational Research, 54, 79­98.

Baumrind, D. (1991). The influence of parenting style on adolescent com­petence and substance use. Journal of Early Adolescence, 11(1), 56–95.

Berns, R.M. (2007). Child, family, school, community: Socialization and support (ed.7). Belmont: Thomson Higher Education.

Bilgin, H., Kucuk, L. (2010). Raising an autictic child: Perspectives from Turkish mothers. Journal of Chld and Adolescent Psychiatric Nursing: 23(2), 92.doi:10.1111/j.1744­6171.2010.00228.x

Bogenschneider, K., & Pallock, L. (2008). Responsiveness in parent‐adolescent relationships: Are influences conditional? Does the reporter matter? Journal of Marriage and Family, 70(4), 1015–1029.

Bornstein, M. H., Hahn, C., Haynes, O. M., Belsky, J., Azuma, H., Kwak, K., … Galperin, C. (2007). Maternal personality and parenting cognitions in cross­cultural perspective. International Journal of Behavioral Development, 31(3), 193–209. doi:10.1177/0165025407074632.

Boyd, B. A. (2002). Examining the relationship between stress and lack of social support in mothers of children with autism. Focus on Autism and Other Developmental Disabilities, 17(4), 208–215.

Bronfenbrenner, U. (1994). Ecological models of human development. Dalam International Encyclopedia of Education. 3(2). Oxford: Elsevier. Reprinted in: Gauvain, M & Cole, M (eds). Reading on the development of children (ed 2), hal 37­43. New York: Freeman.

Bristol, M. (1984). Family resources and succesful adaptation to austistic children. Dalam E. Schopler & G. Mesibov (Eds.), The Effects of Autism on the Family. (hal. 289–310). New York: Plenum.

Brooks, J. (2011). The process of parenting. Eight edition. New York: The McGraww­Hill Companies, Inc.

Bryar, R., & Sinclair, M. (Eds.). (2011). Theory for midwifery practice. Mac­millan International Higher Education.

Buist, K. L., Deković, M., Meeus, W., & van Aken, M. A. (2004). The recip­rocal relationship between early adolescent attachment and inter­nalizing and externalizing problem behaviour. Journal of adolescence, 27(3), 251­266.

Page 32: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

19

Calzada, E. J., Eyberg, S. M., Rich, B., & Querido, J. G. (2004). Parenting dis ruptive preschoolers : Experiences of mothers and fathers. Journal of Abnormal Child Psychology, 32(2), 203–213.

Chen, C. C. (2004). Family’s support and family needs toward the developmental delay children in Taipei city. Journal of Special Education and Creative Thinking, 1, 57–84 (in Chinese)

Corcoran, J., Berry, A., & Hill, S. (2015). The lived experience of US pa­rents of children with autism spectrum disorders : A systematic review and meta­synthesis. Journal of Intellectual Disabilities, 19(4), 356–366. doi:10.1177/1744629515577876.

Dabrowska, A., & Pisula, E. (2010). Parenting stress and coping styles in mothers and fathers of pre­school children with autism and Down syndrome. Journal of Intellectual Disabilities Research, 54(3), 266–280. doi:10.1111/j.1365­ 2788.2010.01258.x.

Daulay, N., Ramdhani, N., & Hadjam, N. R. (2018). Proses menjadi tang­guh bagi ibu yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autis. Humanitas: Jurnal Psikologi Indonesia, 15(2), 267245.

Daulay, N.(2019). Model stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak dengan gangguan spectrum autis. Disertasi. Fakultas Psikologi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Davis, N., & Carter, A. (2008). Parenting stress in mothers and fathers of toddlers with autism spectrum disorders: Associations with child characteristics. Journal of Autism and Developmental Disorder, 38, 1278–1291. doi:10.1007/s10803­007­0512­z.

Depape, A., & Lindsay, S. (2015). Parents ’ experiences of caring for a child with autism spectrum disorder. Qualitative Health Research, 25(4), 569–583. doi:10.1177/1049732314552455.

Dunn, M.E., Burbine, T., Bowers, C.A., Tantleff­Dunn, S. (2001). Mode­rators of stress in parents of children with autism. Community Mental Health Journal, 37(1), 39­52.

García­López, C., Sarriá, E., & Pozo, P. (2016). Research in autism spec­trum disorders multilevel approach to gender differences in adap­tation in father­mother dyads parenting individuals with autism spec trum disorder. Research in Autism Spectrum Disorders, 28, 7–16. doi:10.1016/j.rasd.2016.04.003.

Gray, D. E. (2006). Coping over time: The parents of children with autism. Journal of Intellectual Research, 50(12), 970–976. doi:10.1111/j.1365­2788.2006.00933.x.

Ghosh, S., & Magan˜ a, S. (2009). A rich mosaic: Emerging research on

Page 33: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

20

Asian families of persons with intellectual and developmental disa­bilities. In Glidden, L. M., &

Gottman, J., & DeClaire, J. (1997). The heart of Parenting: How to raise an emotionally intelligent child. London: Blumsburry.

Hastings, R. P. (2003). Child behaviour problems and partner mental health as correlates of stress in mothers and fathers of children with au tism. Journal of Intellectual Disabilities Research, 47(4­5), 231–237. doi: 10.1046/j.1365­2788.2003.00485.x.

Hidayati, F. (2013). Pengaruh pelatihan “Pengasuhan Ibu Cerdas” terhadap stres pengasuhan pada ibu dari anak autis. Psikoislamika, 10, 29–40.

Hoghughi, M., & Long, N. (2004). Handbook of parenting: Theory and re-search for practice. Washington: Sage Publications, Inc.

Holroyd, E. E. (2003). Chinese cultural influences on parental caregiving obligations towards children with disabilities. Qualitative Health Research, 13, 4–19

Jones, L., Totsika, V., Hastings, R., & Petalas, M. A. (2013). Gender diffe­rences when parenting children with autism spectrum disorders: A multilevel modelling approach. Journal of Autism and Developmental Disorder, 43, 2090–2098. doi:10.1007/s10803­012­1756­9.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Departemen Pendidikan Nasional.Kim, M.O. (2001). Research on the adaptability of families with children

with disabilities and social competence. Doctoral Dissertation, Ehwa Women’s’ University, Seoul South Korea.

Kishnan, V. (2010). Early child development: A conceptual model. Presented at the Early Childhood Council Annual Conference 2010, aluing Care”, New Zealand.

Kousha, M., Attar, H.A., Shoar, Z. (2015). Anxiety, depression, and quality of life in Iranian mothers of children with autism spectrum disorder. Journal of Child Health Care, 1­10.doi:10.1177/1367493515598644.

Lam, L., & Mackenzie, A. E. (2002). Coping with a child with Down syndrome: The experiences of mothers in Hong Kong. Qualitative Health Research, 12, 223–237.

Lee, J.K. (2011). Predictors of parenting stress among mothers of children with autism in South Korea. Disertasi. Proquest. Columbia University.

Lestari, S. (2012). Psikologi keluarga. Penanaman nilai dan penanganan kon-flik dalam keluarga. Jakarta: Prenada Media Group.

Lin, L­Y., Orsmond, G.I., Coster, W.J., & Cohn, E.S. (2011). Families of adolescents and adults with autism spectrum disorders in Taiwan: The role of social support and coping in family adaptation and maternal

Page 34: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 1 • PENGASUHAN ORANGTUA

21

well­being. Research in Autism Spectrum Disorders, 5, 144­156. doi: 10.1016/j.rasd.2010.03.004

Liu, G. (2005). Best practices: Developing cross­cultural competence from a Chinese perspective. In J. H. Stone (Ed.), Culture and disability: Providing culturally competent services. (pp. 65–85). Thousand Oaks, CA: Sage Publications Inc.

Luong, J., Yoder, M.K., Canham, D. (2009). Southeast Asian Parents Raising a Child With Autism: A Qualitative Investigation of Coping Styles. The Journal of School Nursing, 25(3), 222­229. doi: 10.1177/1059840509334365

Lutz, H. R., Patterson, B.J. & Klien, J. (2012). Coping with autism: A jour­ney toward adaptation. Journal of Pediatric Nursing, 27. 206­213.doi:10.1016/j.pedn.2011.03.013.

Maharani, O.P., & Andayani, B. (2003). Dukungan sosial ayah dan penye­suaian sosial remaja laki­laki. Jurnal Psikologi, 1.

Mercer, J. (2006). Understanding attachment : parenting, child care, and emo­tional development. Westport, CT: Greenwood Publishing Group, Inc.

Mercer, R. T. (1986). The process of maternal role attainment over the first year. Nursing Research, 34(4), 198­204.

Moes, D., Koegel, R., & Schreibman, L. (1992). Stress profiles for mother and fathers of children with autism. Psychological Reports, 71, 1272–1274.

Mukhtar, D. Y. (2017). Pengaruh group-based parenting support terhadap stres pengasuhan orang tua yang mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis. (Disertasi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Pamungkas, A. (2015). Pelatihan keterampilan pengasuhan autis untuk menurunkan stres pengasuhan pada ibu dengan anak autis. Empathy, 3(1).

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Pengasuhan Anak Laporan Kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2010­2013, (Jakarta: KPAI, 2013)

Perry, A. (2004). A model of stress in families of children with developmental disabilities : Clinical and research applications conceptualization of stress. Journal on Developmental Disabilities, 11(1), 1–16.

Rangkuti, A. A., & Fajrin, D. O. (2015). Preferensi Pemilihan Calon Pasangan Hidup Ditinjau dari Keterlibatan Ayah pada Anak Perempuan. JPPP-Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 4(2), 59­64.

Rohner, R. P. (2004). The parental" acceptance­rejection syndrome": univer ­

Page 35: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

22

sal correlates of perceived rejection. American psychologist, 59(8), 830.Rohner, R.P., Khaleque, A., Cournoyer, D.E (2012). Introduction to parental

acceptance­rejection theory, Methods, evidence, and implications. Hu man Development and Family studies of University of Connecticut.

Sanders, M. R. (2008). Triple P­Positive Parenting Program as a public health approach to strengthening parenting. Journal of family psycho-logy, 22(4), 506.

Sumarni, T. (2017). SUPER ANGGITA Perjuangan Seorang Ibu Mendidik Anaknya yang Autis. Jakarta: Best Publisher.

Salsabila, F., & Masykur, A. M. (2018). Ketika anakku “tak sama”: interpre­tative phenomenological analysis tentang pengalaman ayah mengasuh anak down syndrome. Empati, 7(1), 1­8.

Sanders, M.R. (2008). Triple P­positive parenting program as a public mental health approach to strengthening parenting. Journal of Family Psychology, 22 (3), 506­517.

Seltzer, M. M. (Eds.), International review of research in mental retardation. Vol. 37 (pp.179–212). San Diego, CA: Academic Press/Elsevier.

Shochib, M. (2010). Pola asuh orang tua (dalam membantu anak mengem-bangkan disiplin diri sebagai pribadi yang berkarakter). Jakarta: Rineka Cipta.

Soetjiningsih, C.H. (2004). Perkembangan anak, sejak pembuahan sampai dengan kanak-kanak akhir. Jakarta: EGC.

Tao, Y. (2004). The systemic perspectives on family needs of children with autism. Journal of Special Education and Creative Thanking, 1, 105–131 (in Chinese).

Tehee, E., Honan, R., & Hevey, D. (2009). Factors contributing to stress in parents of individuals with autistic spectrum disorders. Journal of Applied Research in Intellectual Disabilities, 22, 34–42. doi:10.1111/j.1468­3148.2008.00437.x.

Thompson, L., & Walker, A. J. (1987). Mothers as mediators of intimacy between grandmothers and their young adult granddaughters. Family Relations, 72­77.

Tucker, A. C. (2013). Los Angeles Interpreting and Treating Autism in Javanese Indonesia. University of California, Los Angeles.

Weiss, M. (2002). Hardiness and social support as predictors of stress in mothers of typical children, children with autism, and children with mental retardation. Autism, 6(1), 115–130.

Yao, X. (2008). The Confucian self and experiential spirituality. Journal of Comparative Philosophy, 7(4).

Page 36: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Bab 2ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

A. ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF (NEURODEVELOPMENTAL DISORDERS)Anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf (neurodevelop mental

disorders) adalah sekelompok anak dengan kondisi mengalami penu run­an pada periode perkembangannya. Gangguan perkembang an ini biasa­nya muncul pada awal perkembangan, sering kali dida pati sebelum anak memasuki sekolah dasar, dan ditandai dengan pe nurunan perkembang­an pada gangguan fungsi pribadi, sosial, aka demis, atau pekerjaan. Pe­nurunan perkembangan bervariasi pada se tiap anak, dari keterbatasan dalam belajar atau pengontrolan fungsi eksekutif dan hambatan umum dari kemampuan sosial dan inteli gen si. Terdapat beberapa anak yang mengalami gangguan perkembang an saraf juga mengalami penurunan perkembangan lainnya yang ter jadi bersamaan, misalnya, individu de­ngan spektrum autis juga me ngalami gangguan perkembangan intelektual, dan banyak anak yang meng alami gangguan attention-deficit/hyperacti-vity disorder (ADHD) juga memiliki gangguan dalam belajar. Anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf, mencakup: intellectual disabilities (intellectual de velopmental disorder, global developmental delay, unspecified intellectual disability), communication disorders (language disorder, speech

Page 37: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

24

sound di sorder, childhood-onset fluency disorder/stuttering, social (pragmatic com munication disorder, unspecified communication disorder), autism spectrum disorders, attention-deficit/hyperactvivity specific learning disor der, motor di-sorders developmental Coordination Disorder other neuro developmental disor-ders (American Psychiatric Association, 2013).

1. Gangguan Spektrum AutisAnak dengan gangguan spektrum autis adalah anak yang meng alami

gangguan perkembangan kompleks disebabkan gangguan neu rologis yang memengaruhi fungsi otak (American Psychiatric Asso ciation, 2013). Gang guan spektrum autis adalah gangguan per kem bangan yang ditandai dengan penurunan dalam bahasa dan ko munikasi, interaksi sosial, dan bermain serta imajinasi, dengan ter ba tasnya perhatian akan minat dan perilaku yang berulang­ulang (American Psychiatric Association, 2013). Pada DSM­IV­TR (Ame rican Psychiatric Association., 2000), autis masuk dalam payung gangguan perkembangan pervasif bersama dengan gangguan asper ger, gangguan disintegratif masa kanak­kanak (childhood disintegra-tive disorder), gangguan rett (rett’s disorder), dan gangguan perkem bang an pervasif yang tidak dapat dikategorikan (pervasive deve lop men tal disorder-not otherwise specified atau PDD­NOS). Pada DSM­5 (Ameri can Psychiatric Association, 2013), autis dipandang sebagai entitas tunggal dan diubah menjadi sebuah spektrum yang meliputi seluruh gangguan perkembangan pervasif kecuali gangguan rett. Gangguan spektrum autis ini terjadi pada semua ras, etnis, dan kelompok eko nomi sosial serta empat kali lebih mungkin terjadi pada anak laki­laki dibandingkan anak perempuan (Center for Disease Control and Prevention (CDC), 2014).

Istilah spektrum menunjukkan bahwa gejala gangguan ini ber variasi antara anak yang satu dengan anak lainnya. Ada anak yang gejalanya ringan sehingga sedikit membutuhkan bantuan dari ling kungan, namun terdapat juga anak yang gejalanya sangat berat dan membutuhkan dukungan yang intens dari lingkungan, seperti tan trum disertai dengan perilaku menyakiti dirinya sendiri. Mash dan Wolfe (1999) juga menekankan bahwa beberapa individu terdiagnosis autis menunjukkan perilaku yang sangat agresif dan merugikan diri sendiri. Secara keseluruhan, derajat tingkat keparahan setiap anak dan area gangguannya sangat berbeda satu dengan lainnya.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disor ders, Fifth Edition (American Psychiatric Association, 2013), kriteria diagnosis gangguan spektrum autis, sebagai berikut:1 Kurangnya komunikasi dan interaksi sosial yang bersifat menetap

Page 38: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

25

pada berbagai konteks.a. Kurangnya kemampuan dalam berkomunikasi sosial dan emo­

sional, misalnya pendekatan sosial yang tidak normal dan kega­galan untuk melakukan komunikasi dua arah; kegagalan untuk berinisiatif atau merespons pada interaksi sosial.

b. Terganggunya perilaku komunikasi nonverbal yang diguna kan untuk interaksi sosial. Integrasi komunikasi verbal dan nonverbal yang sangat parah, hilangnya kontak mata, baha sa tubuh, dan eks presi wajah.

c. Kurangnya kemampuan mengembangkan, mempertahankan hu­bungan, misalnya kesulitan menyesuaikan perilaku pada berbagai konteks sosial, kesulitan dalam bermain imajinatif atau berteman, tidak adanya ketertarikan terhadap teman sebaya.

2. Perilaku yang terbatas, pola perilaku yang repetitif, ketertarikan, atau aktivitas yang termanifestasi minimal dua dari perilaku berikut:a. Gerakan motorik repetitif, penggunaan objek­objek atau ba ha­

sa, misalnya: stereotipe gerakan sederhana, menjajarkan mainan atau melemparkan benda­benda, echolalia, penggu naan frasa yang spesifik.

b Perhatian yang berlebihan terhadap kesamaan, rutinitas yang ka ku atau pola perilaku verbal atau nonverbal yang ritualis­tik (misalnya stres ekstrem pada perubahan­perubahan kecil, kesulitan pada saat adanya proses perubahan, pola pemikiran yang kaku, kebutuhan untuk melewati rute yang sama atau makan makanan yang sama setiap hari).

c. Kelekatan dan pembatasan diri yang tinggi pada suatu keter tarikan yang abnormal, misalnya kelekatan yang kuat atau preokupasi pada benda­benda yang tidak biasa, pembatasan yang berlebihan atau minat yang menetap).

d. Hiperaktivitas atau hipoaktivitas pada input sensori atau ke­tertarikan yang tidak biasa pada aspek sensori dari lingkung an, misalnya sikap tidak peduli pada rasa sakit atau suhu udara, respons yang berlawanan pada suara atau tekstur yang spe sifik, penciuman yang berlebihan atau menyentuh ben da­benda secara berlebihan, ketertarikan visual pada cahaya atau gerakan.

3. Gejala­gejala tersebut harus terlihat pada periode awal perkem bangan (akan tetapi mungkin tidak tampak sepenuhnya hingga tuntutan sosial melebihi kapasitasnya yang terbatas, atau mung kin tertutupi dengan strategi belajar dalam kehidupannya).

Page 39: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

26

4. Gejala­gejala tersebut menyebabkan kesulitan signifikan secara klinis dalam area sosial, pekerjaan dan area penting lainnya da lam kehi­dupan.

5. Gangguan­gangguan ini lebih baik tidak dijelaskan dengan isti lah ketidakmampuan intelektual (intellectual disability) atau gang guan perkembangan intelektual atau keterlambatan perkem bang an secara global.

Terdapat beberapa alat ukur yang melengkapi penegakan diag nosis gangguan spektrum autis, yaitu:1. Childhood Autism Rating Scale (CARS, Schoopler, Reichier, Ren ner,

1988) Childhood Autism Rating Scale (CARS) adalah suatu skala pe ri laku

dan penilaian yang paling umum digunakan dalam men diag nosis dan melakukan pengukuran pada individu autis, dikem bang kan oleh Eric Schoopler, Robert J. Reichier dan Renner (1988). CARS merupakan alat ukur untuk mendekteksi gang gu an perkembangan yang dialami anak usia di atas dua tahun, terdiri dari 15 aitem skala perilaku dengan rentang penilaian dimulai dari 1 (tidak bermasalah) sampai 4 (sangat bermasalah). Para pro fesional ter latih (seperti dokter, psikolog) harus mengobservasi dan kemudian memberikan penilaian terkait perilaku anak pada setiap aitemnya. Skor bergerak dari 15 sampai 60, artinya skor yang tinggi menunjukkan bahwa anak mengalami gejala autis yang berat. Terdapat tiga klasifikasi yang digunakan, yakni: tidak meng alami gangguan perkembangan spektrum autis, ringan, dan be­rat. Domain yang diukur adalah: kemampuan berinteraksi de ngan orang lain; imitasi; respons emosi; penggunaan tubuh; peng gu naan objek; adaptasi terhadap perubahan; respons visual; respons pen­de ngaran; respons sensori; ketakutan atau kegelisahan; komunikasi verbal; komunikasi non verbal; tingkat aktivitas; res pons intelektual; dan kesan secara umum. Konsistensi internal alat ukur ini sangat baik (0.94), untuk test-retest reliability baik (0.88), inter-rater reliability cu­kup baik (0.71), dan nilai validitas baik (0.80­0.84) (Schopler dkk., 1988).

2. Psycho Educational Profile Revised (PEP­R) Mengutip dari Mudjito, dkk. (2014) dalam buku Deteksi Dini, Diag-

nosis Gangguan Spektrum Autisme dan Penanganan dalam Ke luar ga menjelaskan bahwa tes ini dapat digunakan untuk anak au tis, ka rena aitem­aitemnya tidak tergantung pada keterampilan berbahasa; dapat

Page 40: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

27

diadministrasikan secara fleksibel, disesuaikan dengan kemampuan anak; aitem­aitem tidak dibatasi oleh waktu; materi tes nyata (kon­kret) dan menarik, bahkan untuk anak­anak yang mengalami gang­guan yang parah; kemungkinan untuk sukses pada setiap anak (yang dikenai PEP­R) adalah besar karena disesuaikan dengan tingkat per­kembangan anak; aitem­aitem yang berhubungan dengan bahasa, hanya sebagian dari semua aitem yang ada.

Psycho Educational Profile Revised (PEP­R) adalah alat ukur yang memberikan informasi kemampuan anak dalam aspek perkem bang an, meliputi: imitasi (imitation, 16 aitem), persepsi (percep tion, 13 aitem), motorik halus (fine motor, 16 aitem), moto rik ka sar (gross motor, 18 aitem), integrasi mata dan tangan (eye-hand in te gration, 15 aitem), kemampuan kognitif (cognitive perfor man ce, 26 aitem), kemampuan kognitif verbal (cognitive verbal, 27 aitem); dan digunakan untuk mengidentifikasi aspek perilaku, meliputi: relating and affect (12 aitem), play and interest in material (8 aitem), sensory responses (12 aitem), dan language (11 aitem).

PEP­R dikembangkan oleh Eric Schopler, Robert Jay Reichler, Ann Bashford, Margaret D. Lansing, Lee M. Marcus pada tahun 1979. Sudah banyak digunakan selama lebih kurang 20 tahun oleh pro­fe sio nal, guru dan orang tua. Alat ukur ini dianggap efek tif un tuk melakukan pemeriksaan pada anak­anak autis dan yang ber hu bung an dengan gangguan perkembangan. Skor PEP­R da pat digu nakan untuk merancang program pendidikan individual. Ha sil yang diperoleh dapat direkomendasikan kepada guru dan orang tua untuk kemudian dapat dilakukan modifikasi kurikulum (Mu dji to, dkk., 2014).

3. Gilliam Autism Rating Scale (GARS, Gilliam, 1995) Selain kedua alat ukur di atas, masih terdapat beberapa alat ukur

lainnya yang bisa digunakan untuk mendeteksi dini gangguan yang dialami anak, seperti GARS yang biasa diaplikasikan da lam kegiatan penelitian. Penjelasannya sebagai berikut: Gilliam Autism Rating Scale terdiri dari 56 aitem yang digunakan untuk mengukur frekuensi perilaku autistik dalam kebutuhan diagnosis anak. Penelitian dila­kukan terhadap 1902 anak­anak dan dewasa autis yang tersebar dari 46 negara, Columbia, Puerto Rico dan Canada. Diperuntukkan pada individu usia 3 sampai 22 tahun. Tes mencakup empat subskala, yaitu: 1) perilaku berulang (misal nya, menjentikkan jari dengan cepat di depan mata selama 5 detik atau lebih); 2) komunikasi (misalnya tidak tepat menja wab pertanyaan dari sebuah peryataan atau cerita

Page 41: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

28

singkat); 3) in teraksi sosial (misalnya, tertawa, atau menangis tidak pada tem patnya); 4) gangguan perkembangan (misalnya anak yang tam paknya tidak mendengar terhadap beberapa suara tetapi mampu mendengar yang lain).

Kombinasi dari hasil keempat subskala dapat mengindikasikan ke­parahan autis. Skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkatan yang parah, skor yang lebih rendah menunjukkan anak­anak me miliki ke­berfungsian yang lebih baik. Koefisien alpha bergerak dari 0.88 sampai 0.93 dan test­retest bergerak dari 0.81 sampai 0.86 (Gilliam, 1995).

4. Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) CHAT pertama kali dikembangkan di Inggris digunakan untuk men­

deteksi dini gangguan perkembangan pada anak usia pra sekolah (usia 18 bulan sampai 36 bulan). Alat ukur ini dapat dibe rikan apabila ada keluhan dari orang tua, pengasuh, dan guru tentang kondisi anak yang tidak sesuai dengan tahap perkembang an anak. Jumlah perta­nyaan sebanyak 14 aitem meliputi aspek imitation, pretend play, dan joint attention. Pertanyaan dibagi menjadi dua jenis yaitu sembilan pertanyaan yang dijawab oleh orang tua atau pengasuh anak (ter­masuk kategori A) dan lima aitem berupa perintah/instruksi bagi anak untuk melaksanakan tugas seperti yang tertera pada alat ukur (termasuk kategori B) (Mudjito dkk, 2014).

Berdasarkan hasil interpretasi CHAT, maka bagi anak yang ter indikasi berisiko autis baik tinggi, rendah, atau terdapat kemungkinan adanya gang guan perkembangan lain, maka sangat disarankan untuk menindak lanjuti kepada pembe ri an intervensi yang tepat buat anak. Orang tua juga harus ber kon sultasi dan bekerja sama kepada para profesional untuk pena nganan yang optimal bagi anaknya.

Dalam memahami gangguan spektrum autis, seperti dikutip dari pe­nelitiannya Mukhtar (2017) yang di dalamnya memuat penelitian dari Wilson dkk (2013) menjelaskan terdapat lima perbedaan antara DSM IV­TR dan DSM­5 terkait dengan pengertian gangguan spektrum autis, yaitu:1. Istilah gangguan perkembangan pervasif diganti dengan gangguan

spektrum autis dan dalam DSM­5 tidak ada kategori diagnosa. Diag­nosa gangguan autis, gangguan Asperger, gangguan disintegratif ma­sa kanak­kanak, dan pervasive developmental disorder – not otherwise specified/PDD­NOS yang sebelumnya menurut DSM IV­TR menjadi bagian dari gangguan perkembangan pervasif, dilebur menjadi satu yaitu gangguan spektrum autis, sedangkan gangguan Rett tidak lagi

Page 42: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

29

dimasukkan.2. Tiga domain yang dijadikan dasar diagnosa seperti disebutkan dalam

DSM IV­TR dipadatkan menjadi dua domain, yaitu: Pertama, ko­munikasi sosial dan interaksi sosial; Kedua, perilaku, minat, dan akti­vitis yang kaku dan berulang.

3. Penentuan kriteria diagnostik tidak hanya berdasarkan pada simp­tom yang muncul pada waktu kini (currently) tetapi juga berdasarkan simp tom sebelumnya (history).

4. Dalam DSM­5 ada beberapa penentuan (specifiers), seperti penentuan derajat keparahan atau hambatan fungsional yang dibagi dalam tiga tingkat, yaitu membutuhkan dukungan, membutuhkan dukungan yang banyak, dan membutuhkan dukungan yang sangat banyak serta adanya penentuan mengenai komorbiditas dengan gangguan lain.

5. DSM­5 memasukkan isu sensori sebagai bagian dari simptom perilaku.

Kondisi anak gangguan spektrum autis berdasarkan atas tingkat kepa­rahannya terbagi menjadi tiga tingkatan menurut (American Psychiatric Association, 2013), yaitu:a. Tingkat pertama (mild), membutuhkan dukungan artinya kondisi anak

masih mampu berkomunikasi dan berinteraksi meski masih terbatas, anak masih kesulitan untuk beralih pada kegiatan yang lain.

b. Tingkat kedua (moderate), membutuhkan dukungan substansial artinya kondisi anak sangat kurang dalam kemampuan verbal dan nonverbal. Terbatas dalam interaksi sosial bahkan menang gapinya dengan sikap nyata tapi aneh.

c. Tingkat ketiga (severe), membutuhkan dukungan yang sangat sub­stansial artinya kondisi kekurangan anak sangat parah dalam segala hal, baik komunikasi maupun interaksi sosial, sangat ke sulitan dalam mengubah perilaku yang ekstrem dan kesulitan dalam mengubah fokus atau tindakan.

Gejala keparahan tersebut sejalan dengan pengklasifikasian yang di dasarkan pada fungsi kecerdasan penyandang autis, yang juga di kate­gorikan dalam tiga tingkatan, yaitu:a. Fungsi kecerdasan rendah (low functioning intelligence). Apabila

penyandang autis masuk ke dalam low functioning intelligence, maka pada kemudian hari kecil kemungkinan untuk dapat diharapkan hidup mandiri secara penuh, ia tetap akan memerlukan bantuan orang lain.

b. Fungsi kecerdasan menengah (medium functioning intelligence). Apabila penderita masuk ke dalam kategori medium functioning intelligence

Page 43: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

30

maka memungkinkan untuk dilatih bermasyarakat dan mempunyai kesempatan yang cukup baik bila diberikan pen didikan khusus yang dirancang secara khusus untuk penyandang autis.

c. Fungsi kecerdasan tinggi (high functioning intelligence). Apabila pen­deritanya masuk ke dalam kategori high functioning intelligence, maka dengan pendidikan yang tepat, diharapkan dapat hidup se cara man­diri bahkan dimungkinkan dapat berprestasi, dan dapat juga hidup berkeluarga (Mudjito dkk., 2014).

Gangguan spektrum autis merupakan gangguan perkembangan saraf yang kompleks, yang disertai dengan perbedaan anatomi otak, fungsi, dan konektivitas otak (Ecker, 2016). Anak yang mengalami gangguan spektrum autis berbeda dengan anak­anak berkebutuhan khusus lainnya, seperti down syndrome, mental retardasi, cerebral palsy, spina bifida, dan lain­lain. Menghasilkan gejala gangguan yang berbeda­beda (mild, moderate, dan severe), dan gangguan perkembang an kompleks terjadi sepanjang kehidupan anak, serta perilaku dan emosinya tidak dapat ditebak.

Para peneliti meyakini gangguan autis ini terjadi karena faktor ke­lain an genetik yang mengakibatkan perubahan struktur sehingga terja­dinya ketidaknormalan kadar serotonin atau neurotransmitter di dalam otak (National Institute of Health, 2015). Chawarska dkk., (2011) meng­ungkapkan dalam satu tahun pertama kehidupan, tidak ada perbedaan penambahan ukuran kepala dan otak antara anak nor mal dan anak dengan gangguan perkembangan spektrum autis, ya itu sebesar dua per tiga ukuran dewasa. Anak dengan gangguan spek trum autis menunjukkan percepatan penambahan ukuran kepala dan otak abnormal saat berusia di atas satu tahun. Peningkatan kecepatan pertumbuhan ini berlangsung sampai anak berusia 4 atau 5 tahun sehingga ukuran otak anak dengan gangguan spektrum autis lebih besar dari anak normal (Rommelse, Geurt, Franke, Buitelar, & Hartman, 2011). Anak dengan gangguan spektrum autis mengalami tiga tahap pertumbuhan otak yang berbeda yaitu tahap pertumbuhan otak yang cepat saat berusia 1 tahun, penurunan kecepatan dan perlambatan pertumbuhan otak saat berusia 6­15 tahun, dan penurunan ukuran otak saat usia 15 hingga pertengahan usia dewasa (Green dkk., 2015).

Menurut Mudjito dkk., (2014) bahwa faktor penyebab gangguan perkembangan autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang memengaruhi. Pendapat mereka tentang faktor penyebab secara umum adalah sebagai berikut:

Page 44: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

31

1. Faktor genetika; menurut National Institute of Health (2015), keluarga yang memiliki satu anak yang memiliki gangguan spek trum autis akan memiliki peluang 1­20 kali lebih besar untuk me lahirkan anak yang juga memiliki gangguan autis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada anak kembar, ditemukan hasil bahwa anak kembarannya kemungkinan besar juga mengalami gangguan spektrum autis.

2. Gangguan pada sistem saraf; beberapa penelitian konsisten me la por­kan bahwa anak dengan gangguan spektrum autis memi li ki kelainan pada hampir semua struktur otak, tetapi kelainan yang paling kon­sisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye pada otak kecil anak autis. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertum buhan otak yang abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinye mati. Otak ke cil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem lim bik yang mengatur emosi dan perilaku. Ketidakseimbangan neu rotransmiter, seperti dopamin dan serotonin di otak juga dihu­bungkan dengan munculnya gangguan perkembangan ini.

3. Ketidakseimbangan kimiawi; gangguan spektrum autis sering di­hubungkan dengan ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang me nurunkan persepsi nyeri dan motivasi. Penggunaan pestisida yang tinggi sering kali juga dibahas sebagai salah satu penyebab terjadinya autis. Hasil pestisida dapat mengganggu fungsi gen pada sistem saraf pusat.

4. Faktor­faktor lain; infeksi yang terjadi sebelum dan setelah ke­lahiran dapat merusak otak seperti virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf. Faktor lain adalah usia ibu saat memiliki anak. Semakin tua usia orang tua saat memiliki anak, maka semakin tinggi risiko anak men derita autis. Beberapa ahli yang lain juga meninjau faktor pe nye bab dari sisi faktor risiko. Faktor risiko ini disusun oleh pa ra ahli berdasarkan banyak teori penyebab autis yang telah ber kem bang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat ri si ko anak mengalami gejala autis semakin lebih besar. Dengan diketahui risiko tersebut tentunya dapat dilakukan tindakan un tuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak yang berisiko. Adapun beberapa risiko tersebut dapat

Page 45: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

32

dikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi.

2. AttentionDeficitHyperactivityDisorder(ADHD)Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau yang biasa dikenal dengan

sebutan ADHD merupakan gangguan aktivitas dan perhatian (gangguan hiperkinetik) adalah suatu gangguan psikiatrik yang cukup banyak dite­mukan dengan gejala utama inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas yang tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak, remaja, atau orang dewasa. Biasanya pada waktu anak ADHD men ca pai remaja atau dewasa, gejala hiperaktivitas dan impulsivitas cen de rung menurun meskipun gejala inatensinya kadang­kadang masih tetap ada (Barkley, 1998).

Apa yang menjadi penyebab seorang anak mengalami ADHD? Se­perti yang dikutip dalam bukunya James La Fanu (2006) yang sudah diterjemahkan dengan judul Deteksi Dini Masalah-masalah Psikologi Anak, menjelaskan bahwa ADHD memiliki korelasi dengan susunan ki­miawi dan fungsi otak. Beberapa riset fokus observasi pada bagian depan otak dan peran saraf pentransmisi (neurotransmitter), yaitu pada se nyawa kimia yang menyampaikan pesan dari satu bagian otak ke ba­gian lainnya. Kemunculan ADHD disebabkan oleh suatu gagguan dalam mentransmisikan pesan­pesan ke otak. Antara bagian otak satu dengan bagian lainnya dihubungkan oleh kontrol motor. Kontrol motor itulah yang berfungsi untuk mengukur konsekuensi­konsekuensi atas suatu tindakan sebelum bertindak, dan untuk memutuskan situasi lingkungan seperti apa yang yang harus diperhatikan dan mana yang harus diabaikan, dan seterusnya. Informasi memang selalu sampai ke otak, tetapi bila tidak didistribusikan kepada bagian­bagian otak yang mengontrol gerakan dan tidak bisa menyaring informasi yang tidak diinginkan, maka hasilnya adalah terlalu banyak gerak tubuh yang tidak perlu dilakukan, tindakan impulsif dan terusik secara terus­menerus.

Bagi para orang tua dan para pemerhati anak dengan gangguan perkembangan saraf, terdapat gambaran lima langkah untuk menge nali anak dapat terindikasi mengalami ADHD. Untuk dapat mengenal anak ADHD maka dapat dikenali gejala­gejala yang tampak, seperti yang dikutip dalam buku Flanagen (2005) dengan, judul ADHD Kids, Menjadi Pendamping Bijak bagi Anak Penderita ADHD, menjelas kan terdapat lima lang kah yang dapat diaplikasikan dalam mengenal gejala­gejala anak ADHD, yakni: mengenali gejala­gejalanya, menen tukan kapan gejala terse but pertama muncul, menentukan di mana gejala­gejala tersebut

Page 46: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

33

ter jadi, menilai tingkat keparahan gejala­gejala tersebut, kesampingkan diang nosis yang mungkin lainnya.

Langkah pertama, yakni terdapat dua daftar gejala: Pertama, un tuk problem yang berhubungan dengan perhatian; Kedua, untuk hi perak­tivitas dan sikap menurutkan kata hati (impulsiveness). Apabila anak me­nampakkan enam atau lebih gejala­gejala tersebut dari salah satu atau dua daftar tersebut, dan bila gejala­gejala ini sering tampak (tidak hanya terkadang) dan terus bertahan selama paling tidak enam bulan, maka anak dicurigai mengalami ADHD.

Gejala­gejala dari kurangnya perhatian:1. Anak tidak dapat memusatkan perhatian pada detail­detail atau me­

lakukan kesalahan­kesalahan yang ceroboh dalam pekerjaan sekola atau dalam aktivitas­aktivitas lainnya.

2. Anak mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian pa da tugas­tugas atau kegiatan bermain.

3. Anak tampak tidak mendengarkan ketika diajak berbicara secara langsung.

4. Anak tidak mengikuti instruksi dan tidak dapat menyelesaikan peker­jaan sekolah atau tugas­tugas (tetapi bukan karena tidak mampu memahami instruksi atau karena kenakalan yang dise ngaja).

5. Anak mengalami kesulitan mengorganisasi tugas dan kegiatan.6. Anak menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk terlibat dalam

tugas­tugas yang membutuhkan usaha mental yang terus­menerus se­per ti pekerjaan rumah.

7. Anak sering kehilangan barang­barang, seperti: mainan, tugas sekolah, pensil, buku, peralatan, pakaian.

8. Anak mudah terganggu oleh kebisingan, gerakan­gerakan atau rang­sangan lain.

9. Anak mudah lupa.

Gejala­gejala dari hiperaktivitas dan sikap kurang memperhatikan (impulsiveness):1. Anak suka memainkan tangan atau kaki atau menggeliat­geliat di

tempat duduknya.2. Anak meninggalkan tempat duduk di kelas atau meninggalkan meja

makan kapan pun saat ia diharuskan duduk tenang.3. Anak suka berjalan­jalan atau memanjat dalam situasi di mana

perilaku ini tidak tepat.4. Anak mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang.

Page 47: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

34

5. Anak terus­menerus “sibuk” atau berlaku seakan­akan “digerakkan oleh tenaga motor”.

6. Anak berbicara tanpa henti.7. Anak menjawab pertanyaan tanpa berpikir sebelum pertanyaan

tersebut selesai.8. Anak mengalami kesulitan untuk menunggu giliran dalam per mainan

atau dalam kegiatan yang terstruktur lainnya.9. Anak mengganggu orang lain (mengganggu pembicaraan atau per­

mainan).

Langkah kedua, menentukan kapan gejala tersebut pertama mun cul.Bila gejala­gejala tersebut muncul sebelum aak berusia sebelas tahun,

maka ADHD mungkin terjadi.Langkah ketiga, menentukan di mana gejala­gejala tersebut ter jadi.Apakah perilaku anak menjadi masalah hanya ketika ia berada di

sekolah atau apakah juga menjadi masalah saat ia berada di rumah? Bila si anak mempunyai problem perilaku alam dua setting atau lebih, maka ADHD mungkin bisa terjadi.

Langkah keempat, menilai tingkat keparahan gejala­gejala terse but.Apakah perilaku anak semata­mata hanya mengganggu, atau kah

menyebabkan problem yang nyata bagi anak ketika di sekolah atau dalam situasi sosial? Sebelum orang tua membuat diagnosis atas benar­benar menghalangi kemampuan anak untuk melakukan fungsi nya di sekolah atau di rumah.

Langkah kelima, kesampingkan diagnose yang mungkin lainnya.Hal yang penting adalah memastikan bahwa problem perilaku tersebut

bukanlah akibat dari problem atau kelalaian lainnya, seperti keterlambatan perkembangan secara global atau problem­problem psikiatrik (Flanagen, 2002).

Kesulitan orang tua dalam merawat anak ADHD menjadi kajian pe­nelitian yang terus diminati untuk diteliti, bagaimana kondisi psi kologis orang tua dan cara interaksi positif yang bisa dilakukan ter ha dap anak, seperti beberapa penelitian berikut ini: 1) Penelitian de ngan tujuan untuk menggali strategi koping orang tua yang me mi liki anak ADHD oleh Saraswati (2011). Hasil penelitiannya mem buk tikan terdapat empat tema yang muncul, yakni: gangguan pe mu satan perhatian pada anak, hambatan dan tantangan orang tua da lam mengasuh anak, faktor pendukung dan keberhasilan orang tua dalam mengasuh anak hiperaktif; 2) Penelitian dengan tujuan untuk menurunkan stres pengasuhan orang tua dalam

Page 48: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

35

merawat anak ADHD juga telah dilakukan dengan kajian intervensi oleh Syanti dan Han dadari (2016). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa intrevensi behavioral parent training secara signifikan mampu menurunkan stres pengasuhan, hal ini menunjukkan bahwa konten intre vensi be ha-vioral parent training yang menitikberatkan pada pening katan ke mampuan ibu dalam mengelola stres dan peningkatan sumber daya, kompetensi ibu dalam menghadapi anak dan peningkatan persep si ibu terhadap kemampuannya terbukti efektif; 3) Pengalaman ibu yang memiliki anak ADHD juga telah diteliti oleh Siburian dan Ka hija (2014). Hasil penelitiannya membuktikan ibu mengalami fluk tuasi emosional yang disebabkan oleh kondisi stress selama penye suaian diri terhadap respons sosial, tema yang ditemukan adalah upa ya penanganan profesional, pe­mahaman karakteristik hiperaktif, fluktuasi emosional, penyesuaian ter­hadap respons sosial.

3. Intellectualdisability(ID)Intellectual disability (ID) adalah gangguan dengan onset selama periode

perkembangan yang mencakup defisit pada fungsi intelektual dan adaptif dalam domain konseptual, sosial, dan praktikal (Ameri can Psychiatric Association, 2013). Defisit pada fungsi intelektual ini dibuktikan dengan hasil skor IQ dari tes kecerdasan terstandar yang berada dibawah angka 70 (American Psychiatric Association, 2013), se dangkan defisit pada fungsi adaptif dapat terlihat dari keseharian anak dalam melakukan aktivitas sehari­ hari, baik dalam aspek belajar, interaksi dengan lingkungan, dan dalam mengurus diri sendiri, atau biasa disebut dengan keterampilan bina diri.

Keterbatasan fungsi anak ID mencakup keterbatasan fungsi in telektual, mencakup: penalaran, pemecahan masalah, perencanaan, berpikir abstrak, penilaian, pembelajaran akademis, dan belajar dari pengalaman. Sedangkan keterbatasan fungsi adaptif meliputi area konseptual, sosial, dan praktis baik di rumah maupun di lingkungan masyarakat. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder V (DSM 5) membagi gangguan intellectual disability berda sarkan dengan tingkat keparahan dalam fungsi kemampuan adaptif yang berada pada rentang tingkatan mild hingga profound (American Psychiatric Association, 2013).

Keterampilan bina diri yang sebaiknya dapat dilakukan bagi anak­anak dengan intellectual disability seperti kemandirian untuk dirinya sen­dirinya, meliputi: makan dan minum, berpakaian, kebersihan badan, ko­munikasi, dan keterampilan sederhana. Menurut Ardic dan Cavkaytar

Page 49: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

36

(2014) menjelaskan keterampilan bina diri ini merupaan faktor penting karena berkaitan dengan penguasaan keterampilan bi na diri adalah ta­hapan pertama dari proses pencapaian kemandirian individu dan kete­rampilan tersebut akan terus digunakan sepanjang usia anak. Berkaitan dengan keterampilan diri, maka ada baikya in tervensi yang diberikan pa­da anak­anak ini sebaikya merupakan in ter vensi yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari­hari di rumah maupun di lingkungan masyarakat.

Beberapa penelitian tentang modifikasi perilaku merupakan sa lah satu cara yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku adaptif anak ID dan menurunkan perilaku maladaptifnya. Swapna dan Su dhir (2016) meng­ungkapkan terdapat beberapa teknik yang digu na kan dalam program mo­difikasi perilaku, seperti: positive dan negative reinforcement, differential re-inforcement, extinction, prompting, response cost, time out.

Penelitian yang ditujukan pada anak intellectual disability ber variasi dari penelitian yang ditujukan khusus pada anak­anak ID ju ga banyak penelitian yang ditujukan pada pengasuhan orang tua. Harapannya dengan semakin banyak peminat para peneliti dalam meng kaji pengasuhan bagi anak­anak ID dalam menumbuhkan ke percayaan diri anak, mendapatkan dukungan penuh dari orang tua nya agar perkembangannya lebih baik dari sebelumnya, terutama pada kemampuannya untuk bina diri, di antaranya: 1) Penelitian de ngan tujuan untuk mengeksplorasi dan menggambarkan secara men dalam problematika yang dihadapi oleh keluarga dari anak dengan intellectual disability oleh Lidanial (2014). Hasil penelitiannya mem buktikan bahwa mayoritas keluarga memiliki persepsi yang salah ter hadap anak ID, yang berawal dari pengetahuan orang tua yang sa­ngat terbatas tentang ID dan berujung pada intervensi yang salah, se­mua keluarga masih berada dalam proses menuju penerimaan, ke hadiran anak ID di tengah­tengah keluarga memunculkan berbagai dampak ne­gatif dan positif, baik secara personal, secara interpersonal dalam satu keluarga, maupun secara interaksional keluarga dengan lingkungan se­kitar, mayoritas keluarga berharap anak mengalami ke sembuhan atau men jadi normal; 2) Penelitian dengan tujuan untuk mengeksplorasi fung­si keluarga yang memiliki anak ID oleh Wulan dari dan Ranimpi (2018). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa orang tua yang telah menerima keberadaan anak akan memberikan perhatian, membangun hubungan dan kemampuan sosioemosional anak, mengajarkan anak bersosialisasi,

Page 50: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

37

memenuhi kebutuhan ekono mi keluarga secara efektif, dan memenuhi kebutuhan anak ID, serta perawatan kesehatan keluarga; 3) Penelitian dengan tujuan untuk menguji peran parenting self-efficacy dan optimism terhadap kondi si kesejahteraan psikologis ibu yang memiliki anak ID oleh Pasyola (2018). Hasilnya membuktikan bahwa variabel parenting self efficacy dan optimisme secara bersamaan menyumbangkan peranan sebesar 54% dalam memunculkan kesejahteraan psikologis ibu.

B. PENELITIAN TENTANG PENGASUHAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DENGAN GANGGUAN SPEKTRUM AUTISSemakin meningkatnya jumlah anak dengan gangguan perkembang­

an saraf (dalam hal ini anak dengan gangguan spektrum autis), maka diperlukan pengasuhan optimal orang tua dalam mengupayakan tumbuh kembang anak. Diperlukannya kerja sama antara ayah dan ibu dengan tu­juan yang sama yakni mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Peneli ti an terkait kondisi psikologis orang tua yang memiliki anak dengan ganggu an spektrum autis merupakan salah satu topik penelitian yang banyak di­kaji saat sekarang ini. Bagaimana fenomena munculnya penelitian terkait anak­anak dengan gangguan spektrum autis? Seperti yang dikutip dalam Daulay (2019), pada awalnya pe nelitian ini dilakukan oleh Holroyd dan McArthur pada tahun 1976. Holroyd dan McArthur, (1976) mencoba mem­bandingkan ibu yang memiliki anak autis dengan ibu yang memiliki anak mental retardasi. Hasil penelitian menemukan bahwa ibu yang memiliki anak autis lebih mengalami masalah dalam keberfungsian keluarga dan lebih merasa malu serta kesulitan membawa anak ke tempat umum di­bandingkan ibu dengan anak mental retardasi. Penelitian yang serupa ju­ga dila kukan untuk mengetahui pengalaman ibu dalam mengasuh anak au tis, seperti penelitian oleh (Bristol, 1984) membuktikan bahwa ibu yang memiliki anak autis lebih berisiko stres dan mengalami krisis keluarga, kemudian Bouma dan Schweitzer (1990) juga meneliti ibu yang memiliki anak autis lebih stres dibandingkan ibu yang memiliki anak cystic fibrosis dan ibu yang memiliki anak dengan perkembangan normal. Konstantareas dan Stewart (2006) juga menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak autis lebih mengalami stres dibandingkan ibu yang memiliki anak mental retardasi dan anak dengan kesulitan belajar. Selanjutnya penelitian yang serupa untuk mengkaji kondisi psikologis ibu yang memiliki anak autis terus dilakukan sampai se karang.

Di Indonesia sendiri, penelitian terkait dengan kesadaran akan anak­

Page 51: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

38

anak yang mengalami autis juga merupakan fenomena yang masih ha ngat diperbincangkan. Menurut Agus Haryanto (2012, di ku tip dalam Tuc ker, 2013) adalah seseorang yang telah bekerja di bidang pendidikan khu­sus di Jawa Tengah dan Jakarta, beliau ter masuk penggiat dalam me­nyosialisasikan autis di Indonesia, menje laskan bahwa sejarah kasus autis di Indonesia tampaknya muncul akhir tahun 1990­an. Pada saat itu, orang tua dari anak­anak yang mengalami gangguan perkembangan terlihat mengalami kesulitan ketika berinteraksi dengan anak, sebab masih mi­nimnya tenaga pro fesional yang dapat membantu untuk memahami pe­rilaku dan ka rakteristik anak autis. Kondisi anak autis masih dianggap se­bagai aib keluarga dan hal ini harus disembunyikan, ditutupi, dan men ja di beban (dalam Daulay, 2019).

Kondisi yang ibu rasakan saat mengasuh anak dengan gangguan perkembangan kompleks ini seperti ibu menilai diri mereka sen diri se­bagai seseorang yang pesimis, sering murung, lebih rentan ter hadap pe­nyakit, sedikitnya memiliki waktu untuk diri sendiri, dan mengalami ketidakharmonisan keluarga (Holroyd & McArthur, 1976); ibu mengala­mi kesedihan atas besarnya biaya perawatan anak (DeM yer, 1979); ada perasaan cemas anaknya akan diterima atau dito lak dalam masyarakat (Bristol, 1984; Holroyd & McArthur, 1976); harapan yang tinggi terhadap anak sering kali berujung pada stres (Ogston, Mackintosh, & Myers, 2011); menilai perilaku anak sebagai sumber stres (Freeman, Perry, & Factor, 1991).

Riset­riset sebelumnya terkait pengasuhan orang tua yang memili­ki anak dengan gangguan spektrum autis lebih banyak menggunakan subjek penelitian pada seorang ibu. Alasannya karena ibu adalah sosok yang intens berinteraksi dengan anak, mempersiapkan pengasuhan sehari­hari untuk anak, sehingga dianggap sosok yang paling de kat dan memahami kebutuhan anak. Berdasarkan penelitian Daulay (2019) yang menggunakan ibu­ibu sebagai responden penelitiannya juga berdasarkan alasan­alasan kuat, di antaranya: terkadang muncul pikiran dan perasaan ibu yang menyalahkan diri sendiri atas kondisi anaknya yang mengalami gangguan perkembangan, pada dua tahun pertama anak ibu mengaku kurang perhatian kepada anaknya dise babkan sibuk bekerja, dan ibu mengamati terdapat beberapa kejang galan dari tumbuh kembang anaknya.

Beberapa penelitian konsisten telah membuktikan bahwa orang tua yang memiliki anak autis lebih tinggi mengalami stres dalam mengasuh anaknya dibandingkan orang tua yang memiliki anak de ngan gangguan perkembangan lainnya, di antaranya oleh (Bristol, 1984; Zaidman­zait

Page 52: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

39

dkk., 2017). Hal ini juga diperkuat dengan adanya kajian metaanalisis yang dilakukan Hayes dan Watson (2013) yang menyimpulkan bahwa ter­da pat stres pengasuhan yang tinggi pada orang tua yang memiliki anak autis dibandingkan orang tua yang me miliki anak dengan perkembangan normal maupun orang tua dari anak dengan gangguan perkembangan lainnya (dalam Daulay, 2019). Berbagai penelitian yang dilakukan untuk membuktikan peran orang tua dalam mengasuh anak­anak dengan gang­guan spektrum autis se perti yang termuat dalam Tabel 3.

Page 53: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

40

Tabe

l 3. P

ENEL

ITIAN

PENG

ASUH

AN O

RANG

TUA Y

ANG

MEMI

LIKI A

NAK D

ENGA

N GAN

GGUA

N SPE

KTRU

M AU

TIS D

I IND

ONES

IA (S

umbe

r: sk

ripsi,

tesis

, dise

rtasi

di Fa

kulta

s Psik

ologi

UGM

dan g

oogle

scho

lar.co

m)

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Dau

lay,

Nur

ussa

kina

h(D

iser

tasi

,20

19)

Mod

el s

tres

pe

ngas

uhan

pad

a ib

u ya

ng m

emili

ki

anak

aut

is

Part

isip

an s

ejum

lah

267

ibu-

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

autis

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

ana

lisis

SEM

. Va

riabe

l : d

ukun

gan

sosi

al,

keta

nggu

han,

per

ilaku

m

alad

aptif

ana

k, s

ense

of

com

pete

nce

peng

asuh

an, d

an

stre

s pe

ngas

uhan

.

Terd

apat

pen

garu

h tid

ak la

ngsu

ng k

etan

gguh

an d

an d

ukun

gan

sosi

al

terh

adap

str

es p

enga

suha

n m

elal

ui se

nse

of c

ompe

tenc

e pe

ngas

uhan

; Te

rdap

at p

enga

ruh

lang

sung

per

ilaku

mal

adap

tif a

nak

terh

adap

str

es

peng

asuh

an; V

aria

bel s

ense

of c

ompe

tenc

e pe

ngas

uhan

terb

ukti

seba

gai

varia

bel m

edia

tor.

Setia

p in

divi

du m

emili

ki fa

ktor

pro

tekt

if (d

ukun

gan

sosi

al,

keta

nggu

han,

sens

e of

com

pete

nce)

dan

fakt

or ri

siko

(per

ilaku

m

alad

aptif

ana

k) d

alam

mem

enga

ruhi

kem

uncu

lan

stre

s pe

ngas

uhan

.

Dau

lay,

Nur

ussa

ki-

nah

(Jurn

al,

2018

)

Det

erm

inan

t of

pare

ntin

g st

ress

in

Indo

nesi

an m

othe

r of

chi

ldre

n w

ith

spec

ial n

eeds

Tota

l par

tisip

an 2

52

ibu-

ibu

yang

mem

iliki

an

ak b

erke

butu

han

(97

men

tal r

etar

dasi

; 46

tuna

rung

u; 4

8 do

wn

synd

rom

e; 6

3 au

tis)

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

ana

lisis

SEM

. Va

riabe

l : d

ukun

gan

sosi

al,

keta

nggu

han,

per

ilaku

m

alad

aptif

ana

k, s

ense

of

com

pete

nce

peng

asuh

an, d

an

stre

s pe

ngas

uhan

Terd

apat

pen

garu

h tid

ak la

ngsu

ng k

etan

gguh

an te

rhad

ap s

tres

pe

ngas

uhan

mel

alui

sens

e of

com

pete

nce

peng

asuh

an; T

erda

pat

peng

aruh

lang

sung

duk

unga

n so

sial

dan

per

ilaku

mal

adap

tif a

nak

terh

adap

str

es p

enga

suha

n.Ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

mem

iliki

str

es p

enga

suha

n le

bih

tingg

i di

band

ingk

an ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

berk

ebut

uhan

khu

sus

lain

nya

(men

tal r

etar

dasi

, dow

n sy

ndro

me,

dan

tuna

rung

u).

Dau

lay,

Nur

ussa

ki-

nah

(Jurn

al,

2018

)

Pros

es m

enja

di

tang

guh

bagi

ibu

yang

mem

iliki

ana

k au

tis

Resp

onde

n pe

nelit

ian

seba

nyak

lim

a ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

di Y

ogya

kart

a

Met

ode

kual

itatif

den

gan

pend

ekat

an fe

nom

enol

ogi.

Has

il pe

nelit

ian

ini m

enem

ukan

ena

m te

ma

peng

alam

an ib

u ya

ng

men

jadi

kan

mer

eka

tang

guh

dala

m m

enga

suh

anak

den

gan

gang

guan

sp

ektr

um a

utis

, yai

tu: 1

) kon

disi

sul

it, m

enek

an, d

an b

erta

han;

2)

duku

ngan

sos

ial;

3) p

enge

tahu

an d

an in

form

asi t

erka

it an

ak d

enga

n ga

nggu

an s

pekt

rum

aut

is; 4

) kop

ing

relig

ius;

5) k

eber

mak

naan

hid

up

oran

g tu

a an

ak is

timew

a; 6

) opt

imis

. Sum

ber d

aya

pene

ntu

bera

sal b

aik

dari

inte

rnal

yai

tu k

emam

puan

men

gont

rol d

iri, k

eyak

inan

, dan

kop

ing

relig

ius,

mau

pun

ekst

erna

l yai

tu d

ukun

gan

sosi

al, m

erup

akan

fakt

or

utam

a ya

ng m

emen

garu

hi ib

u un

tuk

teta

p be

rtah

an m

enga

suh

anak

.

Page 54: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

41

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Dau

lay,

Nur

ussa

ki-

nah

(Pro

sidi

ng,

2018

)

Pare

ntin

g st

ress

of

mot

hers

in c

hild

ren

with

aut

ism

sp

ectr

um d

isor

der:

A re

view

of t

he

cultu

re in

Indo

nesi

a.

Ibu-

ibu

yang

mem

iliki

an

ak a

utis

den

gan

buda

ya y

ang

berb

eda,

ya

itu b

uday

a Ba

tak

dan

buda

ya Ja

wa

Kajia

n lit

erat

ur d

ari b

eber

apa

sum

ber r

efer

ensi

(mis

alny

a bu

ku, j

urna

l, pr

osid

ing)

te

rkai

t pen

gala

man

ibu

dala

m

men

gasu

h an

ak a

utis

.

Has

il: te

rdap

at p

erbe

daan

per

seps

i ibu

dal

am m

enga

suh

anak

aut

is.

Berd

asar

kan

sudu

t pan

dang

bud

aya

Bata

k, a

dany

a pe

ngar

uh d

alih

an

na to

lu (h

ula,

bor

u, d

onga

n sa

butu

ha) m

embu

at ib

u m

enja

di le

bih

kuat

men

gasu

h an

ak a

utis

. Ber

dasa

rkan

sud

ut p

anda

ng b

uday

a Ja

wa,

pe

rana

n ka

rakt

er n

arim

a in

g pa

ndum

mem

perc

epat

pro

ses

pene

rimaa

n ib

u ak

an k

ondi

si k

eter

bata

san

anak

.

Dau

lay,

Nur

ussa

ki-

nah

(Jurn

al,

2017

).

Gam

bara

n ke

tang

guha

n ib

u da

lam

men

gasu

h an

ak a

utis

.

Seba

nyak

58

ibu-

ibu

yang

mem

iliki

ana

k au

tis d

i kot

a M

edan

. Pu

rpos

ive

sam

plin

g se

baga

i tek

nik

peng

ambi

lan

sam

pel

Met

ode

yang

dig

unak

an

adal

ah m

etod

e ku

antit

atif

desk

riptif

. Car

a pe

ngol

ahan

da

n an

alis

a da

ta s

tatis

tik

bers

ifat d

eskr

iptif

, art

inya

te

mua

n se

pert

i dat

a de

mog

rafi,

asp

ek k

etan

gguh

an

dan

data

tam

baha

n la

inny

a ak

an d

iana

lisa

beru

pa s

kor

min

imum

, sko

r mak

sim

um,

mea

n da

n st

anda

r dev

iasi

, ag

ar d

apat

men

ggam

bark

an

prof

il ke

tang

guha

n se

cara

ko

mpr

ehen

sif.

Dat

a di

ambi

l den

gan

men

ggun

akan

ala

t uku

r ber

upa

skal

a Ke

tang

guha

n (D

ispo

sitio

nal R

esili

ence

Sca

le/D

RS-1

5) y

ang

tela

h di

revi

si k

emba

li ol

eh B

arto

ne (1

995)

men

jadi

ver

si p

ende

k 15

aite

m d

an

terd

iri d

ari a

spek

-asp

ek k

etan

gguh

an y

aitu

kom

itmen

, kon

trol

dan

ta

ntan

gan.

Has

il pe

nelit

ian

men

unju

kkan

bah

wa

gam

bara

n ke

tang

guha

n pa

da ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

ber

ada

dala

m k

ateg

ori s

edan

g. D

itinj

au d

ari

aspe

k ke

tang

guha

n ya

ng d

ikem

ukak

an o

leh

Mad

di &

Kob

asha

(198

0),

dite

muk

an b

ahw

a as

pek

kom

itmen

mem

iliki

nila

i mea

n te

rtin

ggi,

kem

udia

n di

ikut

i den

gan

aspe

k ko

ntro

l dan

asp

ek ta

ntan

gan.

Impl

ikas

i pe

nelit

ian

ini s

ebag

ai d

ata

awal

unt

uk m

elih

at g

amba

ran

prof

il ke

tang

guha

n ib

u da

lam

men

gasu

h an

ak a

utis

di k

ota

Med

an.

Anan

tasa

r i,

M.L

. (D

iser

tasi

, 20

17)

Det

erm

inan

st

ress

-rel

ated

gr

owth

ibu

dari

anak

pen

yand

ang

autis

me:

Stu

di

kom

bina

si

Tota

l = 2

02 ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

di Y

ogya

kart

a da

n Ba

li

Met

ode

kom

bina

si s

eque

ntia

l ex

plan

ator

y, d

enga

n m

engg

unak

an e

nam

ska

la

pene

litia

n. H

asil

anal

isis

m

engg

unak

an S

EM.

Stud

i per

tam

a : v

aria

bel d

ukun

gan

sosi

al, s

elf-

com

pasi

on,

keta

nggu

han,

dan

cop

ing

mm

enga

ruhi

SRG

seb

anya

k 68

%.

Stud

i ked

ua: d

enga

n te

knik

inte

rpre

tativ

e ph

enom

enol

ogy

anal

ysis

m

enem

ukan

tem

a ut

ama,

yai

tu a

utis

me

seba

gai s

ebua

h ta

ntan

gan,

pe

ntin

gnya

sum

ber d

aya,

usa

ha a

dala

h ku

nci p

erub

ahan

, keh

adira

n an

ak d

alam

per

spek

tif ib

u, p

ertu

mbu

han

diri,

per

tum

buha

n ke

luar

ga

dan

pem

anfa

atan

has

il pe

rtum

buha

n.

Page 55: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

42

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Muk

htar

,D

.(D

iser

tasi

,20

17).

Peng

aruh

gro

up-

base

d pa

rent

ing

supp

ort t

erha

dap

stre

s pe

gasu

han

oran

g tu

a ya

ng

men

gasu

h an

ak

deng

an g

angg

uan

spek

trum

aut

is

Part

isip

an =

38

oran

g tu

a. S

ubje

k di

kelo

mpo

kkan

se

cara

non

-ran

dom

ke

dal

am k

elom

pok

duku

ngan

ora

ng

tua,

kel

ompo

k ps

ikoe

duka

si,

kelo

mpo

k ko

ntro

l

Met

ode

eksp

erim

en d

enga

n ra

ncan

gan

the

untr

eate

d co

ntro

l gro

up d

esig

n w

ith

depe

nden

t pre

test

and

po

stte

st sa

mpl

es je

nis

mul

tiple

no

nequ

ival

ent c

ompa

rison

s gr

oup.

Pen

gum

pula

n da

ta:

skal

a st

res

peng

asuh

an d

an

skal

a du

kung

an s

osia

l.

Has

il m

anip

ulas

i cek

: pen

geta

huan

ora

ng ta

u te

ntan

g pe

ngas

uhan

ana

k au

tis m

enin

gkat

set

elah

em

ngik

uti g

roup

bas

ed p

aren

ting

supp

ort.

Has

il an

alis

is: a

da p

erbe

daan

pen

garu

h an

tara

ked

ua b

entu

k va

riasi

gr

oup

base

d pa

rent

ing

supp

ort.

Kelo

mpo

k du

kung

an o

rang

tua

(bes

ar p

enga

ruh

23,2

%) l

ebih

efe

ktif

untu

k m

enur

unka

n st

res

peng

aush

an d

iban

ding

kan

kelo

mpo

k ps

ikoe

duka

si (b

esar

pen

garu

h 6,

8%).

Perb

edaa

n in

i dis

ebab

kan

kare

na a

dany

a pe

rbed

aan

pros

es

di a

ntar

a ke

dua

kelo

mpo

k. P

ada

kelo

mpo

k du

kung

an o

rang

tua,

pr

oses

em

osio

nal,

sosi

al, k

ogni

tif d

an p

erila

ku d

iala

mi o

leh

oran

g tu

a,

seda

ngka

n ke

lom

pok

psik

oedu

kasi

, pro

ses

yang

dia

lam

i leb

ih b

anya

k be

rhub

unga

n de

ngan

kog

nitif

dan

per

ilaku

.

Suad

nyan

a,

M.A

. (S

krip

si,

2017

)

Hub

unga

n an

tara

duk

unga

n so

sial

den

gan

pert

umbu

han

terk

ait s

tres

pad

a ib

u da

ri an

ak a

utis

Tota

l seb

anya

k 65

ibu-

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

autis

di

Yog

yaka

rta

dan

Klat

en.

Met

ode:

ana

lisis

regr

esi

sede

rhan

a, m

engg

unak

an d

ua

skal

a, y

aitu

ska

la d

ukun

gan

sosi

al d

an s

kala

str

es.

T er

dapa

t hub

unga

n po

sitif

yan

g si

gnifi

kan

anta

ra d

ukun

gan

sosi

al d

an

pert

umbu

han

terk

ait s

res

(R2 =

0,5

51, F

= 7

7,46

6, p

<0,0

1); d

ukun

gan

sosi

al m

enje

lask

an 5

5,1%

dar

i kes

elur

uhan

det

erm

inan

per

tum

buha

n te

rkai

t str

es; t

erda

pat p

erbe

daan

per

tum

buha

n st

res

berd

asar

kan

perb

edaa

n la

tar b

elak

ang

ibu.

Cat

ur,

Nur

win

ta.

(Tes

is,

2017

)

Hub

unga

n an

tara

st

res

peng

asuh

an

dan

pene

rimaa

n or

ang

tua

terh

adap

ku

alita

s hi

dup

pada

ib

u de

ngan

ana

k ga

nggu

an s

pekt

rum

au

tis

Seba

nyak

74 ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

Met

ode

kuan

titat

id d

enga

n ra

ncan

gan

kore

lasi

onal

.Al

at u

kur:

skal

a st

res

peng

asuh

an, s

kala

pen

erim

aan

oran

g tu

a, s

kala

kua

litas

hid

up)

Terd

apat

hub

unga

n ya

ng s

igni

fikan

ant

ara

stre

s pe

ngas

uhan

dan

pe

nerim

aan

oran

g tu

a de

ngan

kua

litas

hid

up ib

u (R

2 =

0,29

3; F

= 14

,739

; p

= 0,

00; p

< 0

,05)

. Str

es p

enga

suha

n da

n pe

nerim

aan

oran

g tu

a m

enyu

mba

ng s

ebes

ar 2

9,3%

terh

adap

kua

litas

hid

up ib

u.

Page 56: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

43

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Cat

ur,

Nur

win

ta.

(Tes

is,

2017

)

Hub

unga

n an

tara

st

res

peng

asuh

an

dan

pene

rimaa

n or

ang

tua

terh

adap

ku

alita

s hi

dup

pada

ib

u de

ngan

ana

k ga

nggu

an s

pekt

rum

au

tis

Seba

nyak

74 ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

Met

ode

kuan

titat

id d

enga

n ra

ncan

gan

kore

lasi

onal

.Al

at u

kur:

skal

a st

res

peng

asuh

an, s

kala

pen

erim

aan

oran

g tu

a, s

kala

kua

litas

hid

up)

Terd

apat

hub

unga

n ya

ng s

igni

fikan

ant

ara

stre

s pe

ngas

uhan

dan

pe

nerim

aan

oran

g tu

a de

ngan

kua

litas

hid

up ib

u (R

2 =

0,29

3; F

= 14

,739

; p

= 0,

00; p

< 0

,05)

. Str

es p

enga

suha

n da

n pe

nerim

aan

oran

g tu

a m

enyu

mba

ng s

ebes

ar 2

9,3%

terh

adap

kua

litas

hid

up ib

u.

Sant

oso,

Budi

(Jurn

al,

2015

)

Resil

ienc

e in

dai

ly

occu

patio

ns o

f In

done

sian

mot

her o

fch

ildre

n w

ith a

utism

sp

ectr

um d

isord

er

Seju

mla

h 14

ora

ng

ibu-

ibu

yang

mem

iliki

an

ak a

utis

Met

ode

kual

itatif

den

gan

peng

ambi

lan

data

waw

anca

ra

dan

obse

rvas

i

Terd

apat

seb

uah

mod

el re

silie

nsi p

ara

ibu

yang

mem

iliki

ana

k au

tis

dala

m m

elak

sana

kan

peke

rjaan

nya

seha

ri-ha

ri. T

ema

yang

did

apat

i te

rbag

i 4 k

ateg

ori,

1) m

embu

at d

an m

ener

ima

kond

isi y

ang

suda

h ad

a; 2

)men

cari

solu

si; 3

) ber

juan

g un

tuk

kese

imba

ngan

dal

am

mel

aksa

naka

n pe

kerja

an/a

ktiv

itas

seha

ri-ha

ri; 4

) mem

ikirk

an m

asa

depa

n an

ak. S

umbe

r res

ilien

si d

item

ukan

ber

asal

dar

i diri

ibu

send

iri

dan

lingk

unga

nnya

.

Ratn

ani,

Inda

h Pu

ji (T

esis

, 20

14)

Hub

unga

n ke

cerd

asan

as

vers

itas

dan

duku

ngan

pas

anga

n de

ngan

str

es

peng

asuh

an p

ada

ibu

yang

mem

iliki

an

ak a

utis

seju

mla

h 42

ibu-

ibu

yang

mem

iliki

ana

k au

tis d

i Pek

anba

ru

Pene

litia

n ku

antit

atif

beru

pa

surv

ei.

Anal

isis

: reg

resi

ber

gand

a Al

at u

kur:

skal

a st

res

peng

asuh

an,s

kala

kec

erda

san

adve

rsita

s,sk

ala

duku

ngan

.

Terd

apat

hub

unga

n an

tara

kec

erda

san

adve

rsita

s da

n du

kung

an

pasa

ngan

den

gan

stre

s pe

ngas

uhan

(F=2

2,67

6; p

>0,0

1). S

umba

ngan

ef

ektif

var

iabe

l kec

erda

san

adve

rsita

s te

rhad

ap s

tres

pen

gasu

han

sebe

sar 5

6,6%

. Sum

bang

an b

ersa

ma

kece

rdas

an a

dver

sita

s da

n du

kung

an p

asan

gan

terh

adap

str

es p

enga

suha

n se

besa

r 53,

8%.

Tuck

er,

A.C

(Dis

erta

si,

2013

)

Inte

rpre

ting

and

trea

ting

autis

m in

Ja

vane

se In

doen

sia

Seju

mla

h m

asya

raka

t di

Jaw

aM

etod

e ku

alita

tif d

enga

n pe

ndek

atan

etn

ogra

fi.Si

kap

mas

yara

kat J

awa

terh

adap

indi

vidu

aut

is d

ipen

garu

hi o

leh

: 1)

kepr

ibad

ian

dan

stat

us s

osia

l eko

nom

i mas

yara

kat;

2) m

enge

nalk

an

kons

ep a

utis

di m

asya

raka

t Jaw

a ag

ar ti

dak

mem

iliki

stig

ma

nega

tif; 3

) m

enge

nalk

an k

e m

asya

raka

t ten

tang

ciri

-ciri

aut

is d

an p

erila

ku y

ang

dita

mpi

lkan

mer

eka.

Page 57: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

44

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Nug

roho

,A.

A.(Ju

rnal

,20

13)

Hub

unga

n an

tara

pe

nerim

aan

diri

dan

duku

ngan

sos

ial

deng

an s

tres

pad

a ib

u ya

ng m

emili

ki

anak

aut

is d

i SLB

Au

tis S

urak

arta

Part

isip

an s

ejum

lah

68 o

rang

ibu-

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

autis

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

an

alis

is re

gres

i ber

gand

a da

n an

alis

is k

orel

asi p

arsi

al.

Terd

apat

hub

unga

n ya

ng s

igni

fikan

ant

ara

pene

rimaa

n di

ri de

ngan

st

res

ibu

(r=-

0,33

8), d

an h

ubun

gan

duku

ngan

sos

ial d

enga

n st

res

(r=-

0,

354)

.

Har

ta, W

.(T

esis

, 20

15)

Gam

bara

n so

urce

of

par

entin

g se

lf-ef

ficac

y pa

da ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

.

Part

isip

an s

ejum

l-ah

3 o

rang

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

autis

Met

ode

kual

itatif

den

gan

peng

ambi

lan

data

obs

erva

si

dan

waw

anca

ra m

enda

lam

.

Pene

litia

n m

enun

jukk

an b

ahw

a pe

ntin

gnya

ibu

mem

iliki

self-

effic

acy

dala

m m

enga

suh

anak

aut

is

Susi

low

ati,

A. (S

krip

si,

2007

)

Hub

unga

n an

tara

du

kung

an s

osia

l dan

tin

gkat

str

es d

ari

anak

aut

is

Part

isip

an s

ejum

lah

50 o

rang

tua

yang

m

emili

ki a

nak

autis

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

an

alis

is k

orel

asi p

ears

on

prod

uct m

omen

t.

Terd

apat

hub

unga

n ne

gatif

ant

ara

duku

ngan

sos

ial d

an ti

ngka

t str

es

oran

g tu

a (r

=-0,

607)

.

Fitr

iani

, A.,

& A

mba

-rin

i, T.

K.

(Jurn

al,

203)

.

Hub

unga

n an

tara

ha

rdin

ess

deng

an

peng

asuh

an p

ada

ibu

deng

an a

nak

autis

ting

kat s

tres

Part

isip

an ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki

anak

aut

is T

ekni

k pe

ngam

bila

n sa

mpe

l: pu

rpos

ive

sam

plin

g

Met

ode

kuan

titat

if, d

enga

n te

knik

kor

elas

i. Pe

ngum

pula

n da

ta d

enga

n ku

esio

ner.

Inst

rum

en: s

kala

har

dine

ss d

an

skal

a pa

rent

ing

stre

ss in

dex.

Terd

apat

hub

unga

n ne

gatif

ant

ara

hard

ines

s de

ngan

ting

kat s

tres

pe

ngas

uhan

pad

a ib

u de

ngan

ana

k au

tis (r

=-0,

789)

.

Sito

rus,

M. (

Skrip

si,

2016

)

Gam

bara

n st

res

pada

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

autis

.

Part

isip

an s

ejum

lah

40 ib

u-ib

u ya

ng

mem

iliki

ana

k au

tis d

i M

edan

Met

ode

kuan

titat

if de

skrip

tif.

Dat

a ya

ng d

iola

h ya

itu s

kor

min

imum

, sko

r mak

sim

um,

mea

n da

n st

anda

r dev

iasi

Gam

bara

n st

res

pada

ibu

yang

mem

iliki

ana

k au

tis p

alin

g tin

ggi p

ada

aspe

k em

osi,

lalu

diik

uti d

enga

n as

pek

kogn

isi d

an p

erila

ku s

osia

l.

Sa’d

iyah

(P

rosi

ding

, 20

16)

Gam

bara

n ps

ycho

logi

cal

wel

l-be

ing

dan

stre

s pe

ngas

uhan

ibu

deng

an a

nak

autis

.

Part

isip

an s

ejum

lah

3 ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki

anak

aut

is

Met

ode

kual

itatif

den

gan

peng

umpu

lan

data

obs

erva

si,

waw

anca

ra d

an d

okum

enta

si.

Seca

ra k

ualit

atif,

mes

kipu

n ib

u m

enga

lam

i str

es, n

amun

ibu

teta

p m

ampu

men

erim

a di

rinya

sel

ama

men

gasu

h an

akny

a ya

ng m

enga

lam

i ga

nggu

an p

erke

mba

ngan

aut

is

Page 58: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

45

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Hid

ayat

i,Fi

na(Ju

rnal

,20

13)

Peng

aruh

pel

atih

an

“pen

gasu

han

ibu

cerd

as” t

erha

dap

stre

s pe

ngas

uhan

pa

da ib

u da

ri an

ak

autis

Tota

l par

tisip

an 2

0 or

ang

ibu-

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

autis

, te

rbag

i ke

dala

m

kelo

mpo

k ek

sper

imen

(1

0) d

an k

elom

pok

kont

rol (

10).

Pene

litia

n ek

sper

imen

yan

g di

guna

kan

the

untr

eate

d co

ntro

l gro

up d

esig

n w

ith

pret

est a

nd p

ostt

est.

Sete

lah

dila

kuka

n an

alis

is d

enga

n m

engg

unak

an W

ilcox

on s

igne

d ra

nk

(non

par

amet

rik),

men

unju

kkan

has

il ba

hwa

pela

tihan

“Pe

ngas

uhan

Ibu

CER

daS”

men

urun

kan

tingk

at s

tres

pen

gasu

han

ibu

dari

anak

aut

is.

Ism

ail,

Amal

ia(S

krip

si,

2008

)

Hub

unga

n du

kung

an s

osia

l de

gan

pene

rimaa

n di

ri Ib

u te

rhad

ap

anak

nya

yang

m

enga

lam

i ga

nggu

an a

utis

Part

isip

an a

dala

h ib

u-

ibu

yang

mem

iliki

an

ak a

utis

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

an

alis

is k

orel

asi p

ears

on

prod

uct m

omen

t.

Terd

apat

hub

unga

n po

sitif

ant

ara

duku

ngan

sos

ial d

enga

n pe

nerim

aan

diri

ibu

(r =

), a

rtin

ya s

emak

in ib

u m

enda

patk

an d

ukun

gan

mak

a se

mak

in ib

u m

ampu

men

erim

a ko

ndis

i ana

k au

tis.

Putr

i,M

ikha

Setia

na(S

krip

si,

2011

)

Din

amik

a ke

cem

asan

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

autis

ya

ng s

edan

g pu

ber

Part

isip

an a

dala

h ib

u-

ibu

yang

mem

iliki

an

ak a

utis

Met

ode

kual

itatif

den

gan

peng

ambi

lan

data

obs

erva

si

dan

waw

anca

ra m

enda

lam

.

Ibu

sem

akin

cem

as d

enga

n be

ram

bahn

ya u

sia

anak

mak

a an

ak a

kan

men

gala

mi m

asa

pube

r, se

dang

kan

anak

aut

is m

emili

ki k

eman

diria

n ya

ng re

ndah

dan

bel

um m

ampu

unt

uk m

eraw

at d

iri.

Wib

awa,

Alvi

dziu

sG

usti

(Skr

ipsi

,20

14)

Hub

unga

n du

kung

an s

osia

l ke

luar

ga d

enga

n pe

nerim

aan

diri

ibu

anak

aut

is d

i SD

LB-B

dan

aut

is

TPA

Jem

ber

Seju

mla

h 22

pa

rtis

ipan

ibu

dari

anak

aut

is

Met

ode

obse

rvas

iona

l ana

litik

de

ngan

pen

deka

tan

cros

s se

ctio

nal.

Pera

nan

duku

ngan

sos

ial d

an p

ener

imaa

n di

ri ib

u se

bany

ak 5

7,9%

. H

asil

uji s

tatis

tik c

hisq

uare

did

apat

kan

p va

lue

(0,0

24) <

a (0

,05)

m

enun

jukk

an b

ahw

a ad

a hu

bung

an a

ntar

a du

kung

an s

osia

l kel

uarg

a de

ngan

pen

erim

aan

diri

ibu

anak

aut

is.

Page 59: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

46

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Lubi

s,M

isba

hU

smar

(Skr

ipsi

,20

09)

Peny

esua

ian

diri

oran

g tu

a ya

ng

mem

iliki

ana

k au

tis

Seju

mla

h 39

pa

rtis

ipan

ora

ng tu

a da

ri an

ak a

utis

Met

ode

desk

riptif

kua

ntita

tif,

deng

an te

knik

pen

gam

bila

n sa

mpe

l clu

ster

rand

om

sam

plin

g. A

lat u

kur:

skal

a pe

nyes

uaia

n di

ri (S

chne

ider

s,

1964

)

Peny

esua

ian

diri

20 o

rang

tua

pada

kat

egor

i tin

ggi (

51,3

%) d

an

seba

nyak

19 o

rang

tua

bera

da p

ada

kate

gori

seda

ng (4

8,7%

).

Karn

ing-

tyas

, Mar

ia

angg

ita

(Jurn

al,

2014

)

Pola

kom

unik

asi

inte

rper

sona

l ana

k au

tis d

i sek

olah

au

tis fa

jar n

ugra

ha

Yogy

akar

ta

Part

isip

an p

ada

seju

mla

h pe

ngaj

ar

dan

oran

g te

rdek

at

anak

aut

is

Met

ode

kual

itatif

fe

nom

enol

ogi d

enga

n pe

ngam

bila

n da

ta o

bser

vasi

da

n w

awan

cara

Pola

kom

unik

asi i

nter

pers

onal

pad

a an

ak a

utis

saa

t ber

kom

unik

asi d

an

berin

tera

ksi h

arus

mel

ihat

kon

disi

sua

sana

hat

i yan

g ba

ik p

ada

anak

, de

mik

ian

juga

kom

unik

asi d

ua a

rah

terja

di ji

ka s

udah

ada

sua

sana

hat

i ya

ng n

yam

an p

ada

anak

, ter

dapa

t kon

tak

mat

a. K

omun

ikas

i bah

asa

nonv

erba

l den

gan

jerit

an, g

eraj

an ta

ngan

, dan

ger

akan

tubu

h.

Ekaw

ati,

Yean

ny(Ju

rnal

,20

12)

Perk

emba

ngan

in

tera

ksi s

osia

l ana

k au

tis d

i sek

olah

in

klus

i: D

itinj

au d

ari

pers

pekt

if ib

u

Ibu

(seb

agai

in

form

an) y

ang

mem

iliki

ana

k au

tis

deng

an p

enga

mbi

lan

sam

pel s

now

ball

sam

plin

g.

Met

ode

kual

itatif

den

gan

pend

ekat

an s

tudi

kas

us.

Peng

umpu

lan

data

den

gan

obse

rvas

i dan

waw

anca

ra

Berd

asar

kan

pers

pekt

if ib

u : A

nak

men

gala

mi p

erke

mba

ngan

in

tera

ksi s

osia

l yan

g si

gnifi

kan

sete

lah

men

jadi

sis

wa

di s

ekol

ah

inkl

usi,

yaitu

pad

a pe

rkem

bang

an k

omun

ikas

i, in

tera

ksi,

dan

peril

aku

sosi

al. T

erid

entif

ikas

i pul

a fa

ktor

inte

rnal

dan

fakt

or e

kste

rnal

yan

g m

endu

kung

dan

yan

g m

engh

amba

t per

kem

bang

an in

tera

ksi s

osia

l an

ak.

Qod

aria

h,Si

ti (P

rosi

-di

ng ,2

011)

Pera

n ps

ikol

og

dala

m

men

ingk

atka

n “c

opin

g st

rate

gy”

dan

“’Ad

apta

tiona

l O

utco

mes

” pa

da ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

Seju

mla

h iib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

Met

ode

desk

riptif

kua

ntita

tif

deng

an a

lat u

kur:

Way

s of

Copi

ng T

he R

ecei

ved

Vers

ion

dan

angk

et A

dapt

atio

nal O

utco

mes

da

ri La

zaru

s &

Fol

kman

(198

4).

Gam

bara

n m

enge

nai b

entu

k co

ping

stra

tegy

dan

ada

ptat

iona

l out

com

es,

men

unju

kkan

ibu

men

ggun

akan

ben

tuk

prob

lem

focu

sed

copi

ng (5

5%),

deng

an b

entu

k co

nfro

ntat

ive

copi

ng s

ebes

ar 5

4,6%

dan

pla

nful

l pro

blem

so

lvin

g se

besa

r 45.

4%. D

ari 4

5% ib

u ya

ng m

engg

unak

an b

entu

k em

otio

nal f

ocus

ed c

opin

g, le

bih

dari

sete

ngah

nya

men

ggun

akan

ben

tuk

dist

anci

ng (5

5.56

%) y

ang

tidak

ada

ptif.

Page 60: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

47

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Mah

aran

i, Ki

ki D

wi

(Jurn

al,

2015

)

Stud

i kas

us p

rose

s pe

ncap

ai an

ke

baha

giaa

n pa

da

ibu

yang

mem

iliki

an

ak k

andu

ng

peny

an da

ng

aspe

rger

synd

rom

e

Part

isip

an a

dala

h ib

u be

rusi

a 18

-40

tahu

n,

yang

mem

iliki

ana

k te

lah

terd

iagn

osis

au

tis

Met

ode

kual

itatif

den

gan

pend

ekat

an s

tudi

kas

usIb

u m

emili

ki k

omitm

en k

uat d

alam

diri

unt

uk te

rus

berju

ang

men

gasu

h an

ak, b

eror

ient

asi p

ada

kese

mbu

han

anak

. Mak

na k

ebah

agia

an a

dala

h m

ensy

ukur

i seg

ala

sesu

atu

yang

terja

di d

alam

hid

up.

Astu

ti, A

ri Tr

i(Ju

rnal

,20

16)

Hub

unga

n an

tara

po

la k

onsu

msi

m

akan

an y

ang

men

gand

ung

glut

en

dan

kase

in d

enga

n pe

rilak

u an

ak

autis

pad

a se

kola

h kh

usus

aut

is d

i Yo

gyak

arta

Part

isip

an a

dala

h or

ang

tua

dari

anak

au

tis d

an g

uru/

tera

pis,

den

gan

tekn

ik p

urpo

sive

sam

plin

g

Met

ode

obse

rvas

iona

l den

gan

desa

in c

ross

sec

tiona

l yan

g.

Alat

uku

r pol

a ko

nsum

si g

lute

n &

kas

ein

men

ggun

akan

FFQ

(F

ood

Freq

uenc

y Q

uest

ione

r);

data

unt

uk p

erila

ku d

iper

oleh

da

ri ch

eck

list d

afta

r det

eksi

au

tis m

enur

ut W

HO

(IC

D-1

0).

Peng

umpu

lan

data

: ind

epth

in

terv

iew

. Met

ode

anal

isis

da

ta y

ang

digu

naka

n ad

alah

uj

i sta

tistik

chi

squ

are

dan

uji

Fish

er.

Seba

nyak

50%

ana

k m

empu

nyai

pol

a ko

nsum

si g

lute

n da

n ka

sein

ya

ng b

aik.

Per

ilaku

ana

k au

tis s

elam

a ku

run

wak

tu 3

bul

an te

rakh

ir se

bagi

an b

esar

( 75

%) m

enun

jukk

an p

erub

ahan

yan

g ba

ik. T

idak

te

rdap

at h

ubun

gan

anta

ra p

ola

kons

umsi

mak

anan

yan

g m

enga

ndun

g gl

uten

dan

kas

ein

deng

an p

erila

ku a

nak

autis

( p

> 0,

05).

Seba

nyak

60

% re

spon

den

men

gata

kan

bahw

a di

et b

ebas

glu

ten

dan

beba

s ka

sein

be

rpen

garu

h pa

da p

erila

ku a

nak,

nam

un h

anya

ada

45

% re

spon

den

yang

men

erap

kan

diet

ters

ebut

.

Asm

ika

(Jurn

al,

2013

)

Hub

unga

n m

oti-

vasi

ora

ng tu

a un

tuk

men

capa

i ke

sem

buha

n an

ak d

enga

n tin

gkat

pen

ge-

taah

uan

tent

ang

pena

ngan

an

anak

pen

yan-

dang

aut

ism

e da

n sp

ektr

um ny

a

Part

isip

an s

eban

yak

20 o

rang

tua

yang

m

emili

ki a

nak

autis

Pend

ekat

an c

ross

sect

iona

l st

udy

Seba

gian

bes

ar o

rang

tua

(85%

) mem

iliki

mot

ivas

i tin

ggi d

alam

m

empe

role

h pe

nyem

buha

n an

ak, t

etap

i 60%

ora

ng tu

a m

emili

ki

tingk

at p

enge

tahu

an y

ang

rend

ah te

ntan

g pe

raw

atan

ana

k. T

idak

ad

a hu

bung

an y

ang

sign

ifika

n (p

> 0,

05) a

ntar

a m

otiv

asi d

an ti

ngka

t pe

nget

ahua

n or

ang

tua.

Page 61: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

48

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Rach

may

a nt

i, Sr

i (Ju

rnal

, 20

11)

Pene

rimaa

n di

ri or

ang

tua

terh

adap

an

ak a

utis

me

dan

pera

nann

ya d

alam

te

rapi

aut

ism

e

Part

isip

an 3

ora

ng tu

a ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

.

Met

ode

kual

itatif

den

gan

tekn

ik w

awan

cara

dan

ob

serv

asi.

Part

isip

an d

apat

men

erim

a se

penu

hnya

kon

disi

ana

k se

cara

ber

taha

p,

yaitu

taha

p de

nial

. Ang

er, b

arga

inin

g, d

epre

ssio

n, d

an a

ccep

tanc

e.

Nam

un k

etig

a su

bjek

mel

alui

taha

pan

yang

ber

beda

-bed

a ka

rena

ko

ndis

i ana

k m

erek

a ju

ga b

erbe

da-b

eda.

Apos

telin

a,

Eun

ike

(Jurn

al,

2012

)

Resi

liens

i kel

uarg

a pa

da k

elua

rga

yang

m

emili

ki a

nak

autis

Part

isip

an s

ejum

lah

88 o

rang

tua

yang

m

emili

ki a

nak

autis

. Te

knik

pem

iliha

n sa

mpe

l: pu

rpos

ive

sam

plin

g

Met

ode

cam

pura

n se

kuen

sial

/be

rtah

ap (s

eque

ntia

l mix

ed

met

hods

). Pe

ngum

pula

n da

ta

awal

sec

ara

kuan

titat

if da

n se

lanj

utny

a se

cara

kua

litat

if.

Anal

isis

dat

a: e

kspl

anat

oris

se

kuen

sial

.

Seca

ra k

uant

itatif

: res

ilien

si k

elua

rga

bera

da p

ada

kate

gori

med

ium

. Te

rdap

at d

ua fa

ktor

yan

g m

emen

garu

hi re

silie

nsi k

elua

rga,

fakt

or ri

siko

(s

tres

sor,

stra

in, d

istre

ss) d

an fa

ktor

pro

tekt

if (r

elat

ive

andf

riend

supp

ort,

soci

al su

ppor

t, fa

mily

har

dine

ss, c

opin

g co

here

nce)

. Sec

ara

kual

itatif

: Re

silie

nsi k

elua

rga

dilih

at s

ebag

ai s

atu

kesa

tuan

yan

g ut

uh, t

erut

ama

dala

m m

elih

at b

erba

gai p

eris

tiwa

kehi

dupa

n ya

ng te

rjadi

, set

iap

kelu

arga

sal

ing

men

duku

ng u

ntuk

akh

irnya

mam

pu b

erad

apta

si d

an

mem

iliki

tuju

an y

ang

sam

a un

tuk

mem

beri

yang

terb

aik

baik

ana

k.

Jeni

u,Er

mel

inda

(Jurn

al,

2017

)

Hub

unga

n pe

nget

ahua

n te

ntan

g au

tism

e de

ngan

ting

kat

kece

mas

an o

rang

tu

a ya

ng m

emili

ki

anak

aut

ism

e di

SL

B Bh

akti

Luhu

r M

alan

g

Part

isip

an s

ejum

lah

36 o

rang

tua

yang

m

emili

ki a

nak

autis

, de

ngan

tekn

ik

peng

ambi

lan

sam

pel:

purp

osiv

e sa

mpl

ing

Met

ode

cros

s se

ctio

nal,

anal

isis

dat

a de

ngan

uji

stat

istic

spe

arm

an ra

nk

Seba

gian

bes

ar p

enge

tahu

an re

spon

den

mas

uk k

ateg

ori c

ukup

se

bany

ak 15

ora

ng (4

1,7%

), da

n se

bagi

an b

esar

ting

kat k

ecem

asan

re

spon

den

mas

uk d

alam

kat

egor

i cem

as b

erat

seb

anya

k 26

ora

ng

(72,

2%).

Has

il an

alis

is b

ivar

iat m

enun

juka

n p-

valu

e= 0

,000

< a

0,0

5 ar

tinya

ada

hub

unga

n an

tara

pen

geta

huan

den

gan

tingk

at k

ecem

asan

or

ang

tuad

an n

ilai (

r) =

0,3

72 y

ang

men

unju

kan

adan

ya k

orel

asi y

ang

rend

ah.

Tuss

ofa,

Mila

(Lap

oran

pene

litia

n,20

15)

Ting

kat k

ecem

asan

ib

u ya

ng m

emili

ki

anak

aut

is u

sia

6-7

tahu

n di

SLB

Se

mes

ta M

ojok

erto

Part

isip

an s

eban

yak

17 ib

u ya

ng m

emili

ki

anak

aut

is

Met

ode

desk

riptif

kua

ntita

tif

deng

an ra

ncan

g pe

nelit

ian

surv

ei.

Ibu

men

gala

mi t

ingk

at k

ecem

asan

ring

an s

eban

yak

(5,9

%) t

ingk

at

kece

mas

an s

edan

g se

bany

ak (5

2,9%

), m

enga

lam

i kec

emas

an b

erat

se

bany

ak (4

1,2%

). H

asil

pene

litia

n m

enun

jukk

an b

ahw

a se

bagi

an ib

u m

enga

lam

i tin

gkat

kec

emas

an s

edan

g se

bany

ak 9

ora

ng.

Page 62: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

49

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Gin

ting,

Erni

taM

aria

na(Ju

rnal

,20

17)

Hub

unga

n an

tara

ha

rga

diri

dan

tingk

at p

endi

dika

n de

ngan

sik

ap

pene

rimaa

n ib

u te

rhad

ap a

nak

autis

di

Yay

asan

I-H

ome

Scho

olin

g M

edan

Part

isip

an s

ejum

lah

30 ib

u-ib

u ya

ng

mem

iliki

ana

k au

tis

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

al

at u

kur:

skal

a si

kap

pene

rimaa

n, s

kala

har

ga d

iri.

Anal

isis

dat

a m

engg

unak

an

regr

esi g

anda

.

Terd

apat

hub

unga

n po

sitif

har

ga d

iri d

enga

n si

kap

pene

rimaa

n; h

arga

di

ri m

ener

angk

an v

aria

bilit

as d

an m

embe

rikan

sum

bang

an s

ebes

ar

14.2

8% te

rhad

ap v

aria

bilit

as s

ikap

pen

erim

aan;

ting

kat p

endi

dika

n m

emili

ki h

ubun

gan

posi

tif d

enga

n si

kap

pene

rimaa

n se

besa

r 40,

19%

tin

gkat

pen

didi

kan

mem

berik

an s

umba

ngan

terh

adap

var

iabi

litas

si

kap

pene

rimaa

n; T

erda

pat h

ubun

gan

yang

sig

nifik

an a

ntar

a ha

rga

diri

dan

tingk

at p

endi

dika

n de

ngan

sik

ap p

ener

imaa

n ib

u, d

an s

ecar

a be

rsam

aan

men

yum

bang

seb

esar

47,

4% te

rhad

ap s

ikap

pen

erim

aan

ibu.

Sofia

,Am

ilia

Des

tiani

(Jurn

al,

2012

).

Kepa

tuha

n or

ang

tua

dala

m

men

erap

kan

tera

pi

diet

glu

ten

free

ca

sein

free

pad

a an

ak p

enya

ndan

g au

tism

e di

Yay

asan

Pe

lita

Haf

izh

dan

SLBN

Cile

unyi

Ba

ndun

g

Part

isip

an s

eban

yak

40 o

rang

tua

yang

m

emili

ki a

nak

autis

Des

ain

desk

ripst

if ku

antit

atif,

an

alis

is u

niva

riat.

Inst

rum

en :

angk

et.

Seba

gian

bes

ar ti

dak

patu

h da

lam

men

erap

kan

diet

GFC

F (d

iet k

asei

n da

n gl

uten

), m

asih

rend

ahny

a pe

ngaw

asan

dan

die

t yan

g tid

ak

dila

kuka

n se

cara

kon

sist

en. H

al in

i mun

gkin

dis

ebab

kan

kare

na a

dany

a fa

ktor

-fak

tor y

ang

ikut

ber

peng

aruh

/ men

gham

bat s

ehin

gga

oran

g tu

a ke

sulit

an d

alam

men

erap

kan

diet

GFC

F pa

da a

nakn

ya.

Kusu

mas

t ut

i, As

tri

Nur

(Jur

nal,

2014

)

Stre

s ib

u tu

ngga

l ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

Part

isip

an s

eban

yak

satu

ora

ng ib

u tu

ngga

l den

gan

anak

au

tis

Met

ode

kual

itatif

den

gan

pend

ekat

an s

tudi

kas

usG

amba

ran

ibu

tung

gal y

ang

mem

iliki

ana

k au

tis d

apat

men

gaki

batk

an

stre

s pa

da o

rang

tua

tung

gal k

aren

a be

ban

tang

gung

jaw

ab d

alam

m

eraw

at a

nak

yang

bia

sany

a di

pega

ng o

leh

pasa

ngan

sua

mi i

stri

haru

s di

tang

gung

seo

rang

diri

ole

h or

ang

tua

tung

gal y

aitu

ibu.

Fak

tor-

fakt

or

yang

men

yeba

bkan

str

es ib

u tu

ngga

l jug

a da

pat d

iseb

abka

n ol

eh

kond

isi a

nak

yang

mem

iliki

keb

utuh

an k

husu

s, k

ebut

uhan

eko

nom

i se

rta

adan

ya ra

sa m

alu

deng

an k

ondi

si d

iri.

Page 63: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

50

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

War

dani

,D

esi

Sulis

tyo

(Jurn

al,

2009

)

Stra

tegi

cop

ing

oran

g tu

a m

engh

adap

i ana

k au

tis

Seju

mla

h or

ang

tua

yang

mem

iliki

ana

k au

tis

Peng

umpu

lan

data

den

gan

inte

rvie

w, t

ekni

k an

alis

is d

ata:

an

alis

is in

dukt

if de

skrip

tif.

Stra

tegi

cop

ing

pada

ora

ng tu

a ya

ng m

empu

nyai

ana

k au

tis

bero

rient

asi p

ada

peny

eles

aian

mas

alah

yan

g di

hada

pi (P

robl

em

Focu

sed

Copi

ng),

seda

ngka

n be

ntuk

per

ilaku

cop

ing

yang

mun

cul y

aitu

In

stru

men

tal A

ctio

n ya

ng te

rmas

uk d

alam

Pro

blem

Foc

used

Cop

ing

dan

Self-

Cont

rolli

ng, D

enia

l, da

n Se

ekin

g M

eani

ng y

ang

term

asuk

dal

am

Emot

ion

Focu

sed

Copi

ng. D

ampa

k po

sitif

dar

i per

ilaku

cop

ing

yang

di

laku

kan

oleh

ora

ng tu

a ya

itu E

xerc

ised

Caut

ion

dan

Seek

ing

Mea

ning

, se

dang

kan

dam

pak

nega

tif y

ang

mun

cul d

iata

si o

rang

tua

deng

an

Intr

oper

sitiv

e, N

egot

iatio

n, d

an A

ccep

ting

Resp

onbi

lity.

Yuni

anti,

Nita

(Skr

ipsi

,20

11)

Sum

ber s

tres

dan

ca

ra m

enan

ggul

angi

st

res

pada

ibu

dew

asa

mud

a ya

ng

mem

iliki

ana

k au

tis

di Ja

kart

a

Seju

mla

h ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

Des

ain

pene

litia

n: k

uant

itatif

ex

pos

t fac

to y

ang

bers

ifat

desk

riptif

.

Sum

ber s

tres

yan

g pa

ling

bany

ak d

iala

mi:

sum

ber s

tres

ber

asal

dar

i in

divi

du (2

6,5%

), su

mbe

r str

es y

ang

palin

g se

diki

t: su

mbe

r str

es y

ang

bera

sal d

ari i

ndiv

idu

& li

ngku

ngan

(6%

) dan

“tid

ak s

tres

” (6%

). C

ara

men

angg

ulan

gi s

tres

yan

g pa

ling

bany

ak: p

robl

em fo

cuse

d co

ping

(85%

), ya

ng p

alin

g se

diki

t: em

otio

n fo

cuse

d co

ping

(15%

).

Susa

nti,

Hev

i(Ju

rnal

,20

14)

Repr

esen

tasi

ko

nsep

diri

ora

ng

tua

yang

mem

iliki

an

ak a

utis

Part

isip

an s

eban

yak

5 or

ang

tua

yang

m

emili

ki a

nak

autis

Met

ode

kual

itatif

, tek

nik

peng

umpu

lan

data

den

gan

waw

anca

ra d

an o

bser

vasi

.

Kelim

a or

ang

tua

dapa

t men

erim

a se

penu

hnya

kon

disi

ana

k,

dipe

ngar

uhi f

akto

r duk

unga

n da

ri ke

luar

ga b

esar

, kem

ampu

an

keua

ngan

kel

uarg

a, la

tar b

elak

ang

agam

a, ti

ngka

t pen

didi

kan,

sta

tus

perk

awin

an, u

sia

sert

a du

kung

an p

ara

ahli

dan

mas

yara

kat u

mum

.

Boha

m,

Sici

llya

E (Ju

rnal

, 20

13)

Pola

kom

unik

asi

oran

g tu

a de

ngan

an

ak a

utis

Seju

mla

h or

ang

tua

yang

mem

iliki

ana

k au

tis

Varia

bel p

enel

itian

: per

hatia

n,

peng

ertia

n, p

ener

imaa

n.

Met

ode

kual

itatif

den

gan

pend

ekat

an fe

nom

enol

ogi

Pena

ngan

an o

rang

tua:

pen

tingn

ya in

form

asi t

enta

ng k

ondi

si a

nak,

ko

nsul

tasi

den

gan

para

pro

fesi

onal

, seb

aikn

ya o

rang

tua

dapa

t m

enja

lank

an p

rogr

am-p

rogr

am p

enan

gana

n ya

ng te

lah

dida

pati

anak

di

sek

olah

, dan

sec

ara

tera

tur o

rang

tua

juga

kon

sist

en m

enja

lank

anny

a se

lam

a di

rum

ah. O

rang

tua

seba

ikny

a m

emah

ami k

etik

a be

rinte

raks

i de

gan

anak

sep

erti

kont

ak m

ata,

mem

berik

an p

ujia

n, p

eluk

an.

Pam

ungk

a s,

Ari

(Jurn

al,

2015

)

Pela

tihan

ke

tera

npila

n pe

ngas

uhan

aut

is

untu

k m

enur

unka

n st

res

peng

asuh

an

pada

ibu

deng

an

anak

aut

is

Part

isip

an p

enel

itian

: or

ang

tua

yang

m

emili

ki a

nak

autis

, re

ntan

g us

ia d

ewas

a (2

5-45

tahu

n), l

atar

be

laka

ng p

endi

dika

n m

inim

al S

MA

Met

ode

mix

met

hods

den

gan

tipe

sequ

entia

l exp

lana

tory

. Ku

antit

atif

deng

an

nonr

ando

miz

ed p

rees

t-po

stte

st c

ontr

ol, k

ualit

atif

deng

an w

awan

cara

dan

ob

serv

asi.

Varia

bel p

enel

itian

: ke

tera

mpi

lan

peng

asuh

an d

an

stre

s pe

ngas

uhan

Skor

str

es p

enga

suha

n be

rada

pad

a tin

ggi d

an s

edan

g. H

asil

anal

isis

de

ngan

uji

Man

n W

hitn

ey m

enun

jukk

an h

asil

yang

sig

nifik

an d

enga

n ni

lai Z

= -2

,337

den

gan

nila

i p =

0,19

(p<0

,05)

. Has

il da

ri uj

i Frie

dman

pa

da k

elom

pok

eksp

erim

en d

iper

oleh

has

il si

gnifi

kan

deng

an n

ilai c

hi-

squa

re s

ebes

ar 8

,000

dan

dan

p =

0,0

18 (p

<0,0

5), d

an p

ada

kelo

mpo

k ko

ntro

l dip

erol

eh h

asil

tidak

sig

nifik

an d

enga

n ni

lai c

hisq

uare

seb

esar

5,

571 d

an p

= 0

,062

(p>0

,05)

. Str

es p

enga

suha

n pa

da ib

u de

ngan

ana

k au

tis m

enga

lam

i pen

urun

an s

etel

ah d

iber

ikan

inte

rven

si p

elat

ihan

ke

tera

mpi

lan

peng

asuh

an a

utis

.

Page 64: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

51

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Mar

ettih

, An

ggi K

.E

(Jurn

al,

2017

)

Mel

atih

kes

abar

an

dan

wuj

ud ra

sa

syuk

ur s

ebag

ai

mak

na c

opin

g ba

gi

oran

g tu

a ya

ng

mem

iliki

ana

k au

tis

Part

isip

an s

eban

yak

4 or

ang

tua

yang

m

emili

ki a

nak

autis

. Te

knik

pen

gam

bila

n sa

mpe

l: pu

rpos

ive

sam

plin

g

Met

ode

kual

itatif

fe

nom

enol

ogi.

Tekn

ik

peng

ambi

lan

data

den

gan

waw

anca

ra m

enda

lam

.

Copi

ng s

ebag

ai p

embe

laja

ran

untu

k m

elat

ih k

esab

aran

, wuj

ud ra

sa

syuk

ur s

erta

men

yada

ri pe

ntin

gnya

duk

unga

n so

sial

dar

i ora

ng la

in

dala

m m

enga

suh

anak

aut

is. P

emak

naan

cop

ing

bagi

ora

ng tu

a m

erup

akan

seb

uah

pros

es p

enga

lam

an d

an p

embe

laja

ran

hidu

p ya

ng a

kan

men

ingk

atka

n ka

pasi

tas

inte

rnal

mer

eka.

Ber

syuk

ur a

tas

anug

erah

ana

k ya

ng te

lah

dibe

rikan

Tuh

an m

enja

di a

jang

unt

uk

mel

atih

kes

abar

an d

iri, s

ehin

gga

mer

eka

mam

pu m

enja

lank

an

pera

nnya

seb

agai

ora

ng tu

a de

ngan

bai

k da

n be

nar.

Copi

ng ib

u le

bih

men

ggun

akan

pro

blem

focu

sed

copi

ng, c

opin

g ay

ah c

ende

rung

em

otio

nal f

ocus

ed c

opin

g.

Mily

awat

i ,

Lia

(Jurn

al,

2009

)

Duk

unga

n ke

luar

ga,

peng

etah

uan,

pe

rsep

si ib

u se

rta

hubu

ngan

nya

deng

an s

trat

egi

kopi

ng ib

u pa

da

anak

den

gan

gang

guan

ASD

Part

isip

an s

ejum

lah

31 ib

u ya

ng m

emili

ki

anak

aut

is

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

pe

ndek

atan

cro

ss se

ctio

nal

stud

y.

Ham

pir s

epar

uh ib

u (4

5,2%

) mem

pero

leh

duku

ngan

kel

uarg

a ya

ng

kura

ng k

uat,

nam

un (5

1,6%

) ibu

mem

iliki

pen

geta

huan

yan

g ba

ik

men

gena

i ana

k da

n m

emili

ki p

erse

psi p

ositi

f ter

hada

p an

ak a

nak

(54,

8%).

Peng

etah

uan

ibu

tent

ang

anak

tida

k be

rhub

unga

n de

ngan

ka

rakt

eris

tik k

elua

rga

mau

pun

anak

. Per

seps

i ibu

tent

ang

anak

sem

akin

ba

ik p

ada

anak

yan

g le

bih

mud

a (r

=-0,

464)

dan

pad

a an

ak y

ang

baru

m

engi

kuti

tera

pi (r

=-0,

389)

.

Mel

iani

(Jurn

al,

2007

)

Hub

unga

n an

tara

ke

cerd

asan

em

osio

nal d

an

depr

esi p

ada

ibu

yang

mem

iliki

ana

k de

ngan

gan

ggua

n au

tism

e

Part

isip

an s

ejum

lah

26 o

rang

ibu-

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

autis

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

te

knik

kor

elas

i pea

rson

pr

oduc

t mom

ent.

Alat

uku

r: ke

cerd

asan

em

osio

nal d

an

Beck

Dep

ress

ion

Inve

ntor

y ad

apta

si).

Tera

pat h

ubun

gan

nega

tif a

ntar

a ke

cerd

asan

em

osio

nal d

enga

n de

pres

i, ar

tinya

sem

akin

ting

gi k

ecer

dasa

n em

osio

nal s

eseo

rang

, se

mak

in ri

ngan

ting

kat d

epre

si y

ang

dial

ami.

Sem

akin

rend

ah

kece

rdas

an e

mos

iona

l ses

eora

ng, s

emak

in b

erat

ting

kat d

epre

si y

ang

dial

ami.

Page 65: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

52

Pene

liti

Judu

l Pen

elit

ian

Part

isip

anM

etod

eTe

mua

n

Noo

r,M

umia

ti(Ju

rnal

,20

14)

Peng

alam

an ib

u da

lam

mer

awat

an

ak a

utis

usi

a se

kola

h

Part

isip

an s

ejum

lah

5 ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki

anak

aut

is

Met

ode

kual

itatif

den

gan

pend

ekat

an fe

nom

enol

ogi.

Anal

isis

dat

a m

engg

unak

an

anal

isa

tem

atik

Terd

apat

kej

angg

alan

pad

a an

ak a

utis

me,

mel

iput

i sik

ap c

uek

dan

suka

m

enye

ndiri

, mai

n tid

ak s

emes

tinya

, tid

ak b

isa

berb

icar

a se

suai

usi

anya

, ko

ntak

mat

a tid

ak a

da, g

angg

uan

tidur

, hip

erak

tif s

erta

tida

k be

resp

ons

saat

dip

angg

il. s

uka

dan

duka

ban

yak

diha

dapi

ole

h or

ang

tua

saat

m

eraw

at a

nak

deng

an a

nak

autis

me,

mul

ai d

ari p

rose

s pe

nerim

aan

(sho

ck, s

edih

, tak

ut, c

emas

, ber

sala

h at

aupu

n di

pers

alah

kan

akan

ke

adaa

n an

ak),

peno

laka

n ke

luar

ga d

an li

ngku

ngan

terh

adap

ana

k au

tism

e.

Mun

iroh,

Siti

Mum

un(Ju

rnal

,20

12)

Din

amik

a re

silie

nsi

oran

g tu

a an

ak a

utis

Part

isip

an o

rang

tua

yang

mem

iliki

ana

k au

tis

Met

ode

kual

itatf

, pen

deka

tan

feno

men

olog

i. Pe

ngum

pula

n da

ta: i

n-de

pth

inte

rvie

w d

an

obse

rvas

i

Pem

bent

ukan

resi

liens

i ora

ng tu

a di

peng

aruh

i fak

tor i

nter

nal d

an

fakt

or e

kste

rnal

. Pad

a sa

at p

erta

ma

anak

terd

iagn

osis

aut

is, s

ecar

a ko

gniti

f : o

rang

tua

mer

asa

cem

as, s

tres

, dan

men

yala

hkan

diri

mer

eka

send

iri; s

ecar

a af

ektif

ora

ng tu

a m

eras

a ce

mas

, bin

gung

dan

sed

ih.

Sete

lah

bera

dapt

asi d

an m

emak

nai,

oran

g tu

a m

eras

a le

bih

posi

tif,

men

erim

a, d

an te

rmot

ivas

i unt

uk m

enca

ri pe

mec

ahan

mas

alah

ana

k.

Han

oum

, M

agda

len

a (M

odul

, 20

15)

Ranc

anga

n m

odul

pe

latih

an u

ntuk

ibu

yang

mem

iliki

ana

k au

tis

Part

isip

an ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

Peng

ambi

lan

data

den

gan

kues

ione

r. Ta

hap

pert

ama:

de

skrip

si d

an p

rofil

pe

nget

ahua

n da

n ke

ahlia

n ib

u. T

ahap

ked

ua: m

embu

at

ranc

anga

n m

odul

.

Mod

ul p

erm

ulaa

n un

tuk

prog

ram

pel

atih

an m

enja

di p

andu

ang

untu

k m

endu

kung

ibu

deng

an a

nak

autis

. Mod

ul in

i dap

at m

enin

gkat

kan

peng

etah

uan

dan

keah

lian

ibu.

Ibu-

ibu

dapa

t men

gapl

ikas

ikan

pe

nget

ahua

n da

n ke

ahlia

n da

ri pr

ogra

m p

elat

ihan

ini d

alam

keh

idup

an

seha

ri-ha

ri.

Pujia

stut

i,U

mi

(Tes

is,

2014

)

Hub

unga

n an

tara

du

kung

an a

yah,

pe

nget

ahua

n ib

u te

ntan

g an

ak a

utis

da

n re

ligiu

sita

s (d

imen

si p

rakt

ik

agam

a) d

enga

n pe

nerim

aan

ibu

terh

adap

ana

k au

tis

Part

isip

an s

ejum

lah

55 ib

u-ib

u ya

ng

mem

iliki

ana

k au

tis

Anal

isis

dat

a de

ngan

regr

esi

berg

anda

Terd

apat

hub

unga

n si

gnifi

kan

anta

ra d

ukun

gan

ayah

, pen

geta

huan

da

n re

ligiu

sita

s de

ngan

pen

erim

aan

ibu.

Sum

bang

an b

ersa

ma

dari

duku

ngan

aya

h, p

enge

tahu

an te

ntan

g au

tis d

an re

ligiu

sita

s (d

imen

si

prak

tik a

gam

a) te

rhad

ap p

ener

imaa

n ib

u =

0,38

0 (3

8,0%

).

Page 66: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

53

DePape dan Lindsay (2015) telah melakukan kajian metasintesis pa­da sejumlah penelitian kualitatif tentang pengalaman orang tua dalam mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis. Metasintesis dilakukan un tuk mengintegrasikan bukti penelitian kualitatif dengan meninjau se­jum lah 4148 abstrak bersumber dari database elektronik, melibatkan 160 ayah dan 425 ibu dan melakukan perbandingan dari sejumlah artikel yang ada. Hasil temuan mereka menemukan dalam pengasuhan orang tua yang memiliki anak autis terdapat enam utama, yaitu: 1) pradiagnosis; 2) diag nosis; 3) family life adjustment; 4) navigating the system; 5) parental em po wer ment 6) moving forward. Hasil metasintesis ini sangat baik untuk dikaji dan dipahami, tidak hanya bagi orang tua yang memiliki anak autis, namun bagi para peneliti yang ingin mengkaji pengalaman pengasuhan orang tua dari anak autis.

Hasil metasintesis ini mengacu pada tahapan­tahapan Model Siklus Kehidupan Keluarga (Family Life­Cycle Model) oleh Carter dan McGoldrick (1988). Model ini menjelaskan bahwa orang tua yang memiliki anak autis akan mengalami setiap tahapan secara berurutan, namun setiap orang tua merasakan pengalaman yang berbeda­beda pada setiap tahapannya. Model Siklus Kehidupan Keluarga ini merupakan perspektif teoretis yang dapat membantu para peneliti dan para profesional di bidang kesehatan untuk memahami kondisi pengalaman orang tua sesuai konteksnya (Car­ter & McGoldrick, 1988). Model ini juga dapat membantu untuk mema­hami bagaimana perkembangan keluarga dalam merespon tantangan pada setiap tahapan model (dalam Carter dan McGoldrick [1988]).1. Pradiagnosis Pada tahapan ini, orang tua mendeteksi dan merasakan bahwa ter­

jadi sesuatu yang berbeda dari anak­anak mereka, kemudian mulai mencari jawabannya kepada para profesional kesehatan. Pada umum­nya orang tua merasakan sesuatu yang berbeda pada diri anak, misal­nya anak tidak mampu mendengar, minimnya kontak mata, kemudi­an orang tua memastikan kondisi anak dengan membawanya kepada para profesional kesehatan (misal nya dokter, psikolog).

2. Diagnosis Setelah berkonsultasi dengan dokter dan didapati bahwa anaknya

terdiagnosis mengalami gangguan spektrum autis, ada perasaan lega bercampur cemas setelah mengetahui kondisi anak, lega karena te­lah mengetahui kondisi yang dialami anak sehingga orang tua dapat belajar langkah­langkah tepat yang harus diambil dalam menyikapi kondisi anak, namun merasa cemas mengingat masa depan anak yang

Page 67: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

54

suram. Orang tua juga merasa bersalah dan disalahkan, khususnya bagi ibu mulai merefleksikan kembali faktor­faktor penyebab yang terjadi selama atau setelah masa kehamilan sehingga mengakibatkan anak mengalami gangguan spektrum autis, seperti faktor kurang menyusui (Alqahtani, 2012). Faktor­faktor penyebab lainnya seperti pengaruh budaya dan agama di suatu daerah tertentu, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Alqahtani (2012) menemukan seorang ibu merasa anaknya kemungkinan korban dari sihir hitam. Penyebab lainnya yang diduga anak mengalami autis adalah faktor genetika, ke lainan struktur otak, dan alergi (Altiere & von Kluge).

3. Family life adjustment Orang tua kemudian mulai menyesuaikan diri dengan kondisi yang

dialami anak dan rutinitas sehari­hari, serta bagaimana orang tua dapat diterima oleh orang lain dan keluarga (Fletcher dkk., 2012), karena mengasuh anak autis tidak dapat dilakukan sendiri oleh se­orang pengasuh (misal ibunya saja atau ayahnya saja). Perlu keter­li batan dan kerja sama yang baik dari berbagai pihak, mengingat gangguan perkembangan yang dialami anak autis merupakan gang­guan perkembangan kompleks, dengan tujuan agar orang tua merasa tidak sendiri. Orang tua rentan mengalami frustrasi karena banyaknya waktu tersita untuk mera wat anak, minimnya waktu untuk dirinya sendiri dan untuk anggota keluarga lainnya (Fletcher dkk., 2012).

Pada tahapan penyesuaian kehidupan keluarga ini juga terjadi per­ubahan terkait kondisi keuangan dan karier setelah anak terdiagnosis autis (Aylaz dkk., 2012). Orang tua mengatakan bahwa mereka perlu bekerja untuk menyediakan tambahan keuangan bagi kebutuhan anak autis (Fletcher dkk., 2012.), namun bagi beberapa orang tua justru harus berhenti dari pekerjaan karena beratnya tuntutan mengasuh anak autis (Altiere & von Kluge, 2009). Tidak sedikit biaya yang dibu­tuhkan dalam merawat anak autis, orang tua merasa kewalahan dalam mengasuh anak, dan ini berdampak negatif terhadap kesejahteraan mereka (Altiere & von Kluge, 2009; Fletcher dkk., 2012). Orang tua merasa stres, kelelahan, dan mengalami masalah kesehatan (Altiere & von Kluge), 2009; orang tua merasa kehidupannya tidak akan pernah berubah (Ludlow dkk., 2011), adanya harapan dan masa depan yang tidak pasti merawat anak (Shu dkk.). Kondisi ini mengakibatkan orang tua mengalami stres pengasuhan, yang mengarah pada penilaian diri negatif, seperti menganggap diri mereka sendiri sebagai pengasuh yang kurang berkompeten (Ludlow dkk., 2011).

Page 68: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

55

Pengasuhan pada anak autis juga berdampak positif dan negatif pada hubungan dengan pasangan (Aylaz dkk., 2012). Beberapa penelitian mendapati terdapat hubungan baik dan semakin dekat dengan pa­sang an mereka dalam proses merawat anak autis (Aylaz dkk., 2012). Namun pada kasus lain, para ibu merasa kurang mendapatkan du­kungan dari pasangannya (Gray, 2003), saling menyalahkan atas kondisi anak (Fletcher dkk.), akhirnya berujung pada perceraian (Di­van dkk., 2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua cukup rentan mengalami dampak negatif dengan pasangannya, dan pada saudara kandung dari anak autis. Orang tua melaporkan anak­anak mereka yang lain merasa bahwa mereka tidak diperlakukan sa ma seperti saudaranya yang mengalami gangguan perkembangan (Aylaz dkk., 2012). Orang tua lebih banyak menghabiskan waktu un­tuk merawat anaknya yang autis dibandingkan anaknya yang lain, bahkan beberapa saudara kandung mengalami kecemasan dan tingkat kewaspadaan yang cukup tinggi karena takut disakiti oleh saudara­nya yang autis (Hutton & Caron). Namun tidak selamanya memiliki hubungan yang negatif, terdapat pengaruh positif seperti saudara yang lebih tua biasanya akan mengayomi dan membantu orang tua da lam merawat adiknya yang autis (Aylaz dkk., 2012); beberapa saudara kan dung bertindak sebagai mediator untuk saudara kandungnya yang autis (Neely­Barnes dkk.); saudara kandung menunjukkan pening kat­an perilaku untuk lebih sabar, kemungkinan karena telah beradaptasi atas hubungannya dengan saudaranya yang autis (Markoulakis dkk.).

Pada tahapan penyesuaian setelah anak terdiagnosis autis, orang tua terkadang merasakan kecemasan dan malu untuk membawa anaknya ke tempat umum, mengingat perilaku anak autis yang tidak dapat ditebak, misalnya pada saat di tempat undangan, anak akan menjerit dan menutup telinganya rapat­rapat begitu mendengar suara musik, atau anak akan berguling­guling di lantai karena merasa keinginannya tidak terpenuhi. Orang tua sering menerima kritikan dan cemohan dari orang lain yang tidak mengerti akan kondisi anaknya (Ludlow dkk., 2011). Orang tua akan menyikapinya dengan reaksi yang berbeda­beda, ada yang mengabaikan dan cenderung cuek dengan omongan orang lain, namun ada juga orang tua yang justru menjelaskan dan memberikan pemahaman/edukasi terkait kondisi anaknya (Neely­Barnes dkk).

4. Navigating the system Setelah melalui tahapan pradiagnosis, diagnosis anak, kemudian pe­

Page 69: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

56

nyesuaian atas kondisi anak, maka tahapan selanjutnya adalah bagai­mana orang tua mulai membuat sistem untuk mengakses program dan memberikan layanan yang terbaik bagi anak autis (Alqahtani, 2012). Orang tua juga mulai fokus terhadap sistem sekolah anak, apakah anak akan tetap dimasukkan pada sekolah umum bergabung dengan anak­anak lain yang perkembangannya normal atau anak akan belajar di sekolah atau lembaga khusus autis.

Tantangan lainnya pada tahapan ini adalah pemberian treatment yang tepat bagi anak autis. Orang tua memiliki pengalaman positif pada proses ini, seperti memiliki hubungan yang baik dengan para pro fe sional (misalnya dokter, psikolog), namun didapati juga orang tua yang memiliki komunikasi tidak efektif saat berkonsultasi dengan me reka. Tantangan berikutnya adalah orang tua harus membawa anak terapi meskipun jaraknya yang cukup jauh dari tempat tinggal (Hutton & Caron), sehingga ter kadang ada keinginan untuk pindah ke tempat yang lebih dekat dengan sarana dan prasarana anak (Fong dkk.). Secara keseluruhan adalah pentingnya perawatan anak sedini mungkin dan keterlibatan orang tua dalam proses pengasuhan anak.

5. Parental empowerment Pemberdayaan orang tua terjadi biasanya setelah orang tua me la­

kukan pemenuhan kebutuhan anak autis, yang akhirnya ber dam pak positif dan orang tua mampu mengontrol diri mereka sendiri (Fong dkk.). Banyak cara yang bisa dilakukan orang tua, misal nya orang tua mencari informasi baik dengan cara membaca maupun berga­bung dengan komunitas dari orang tua yang me miliki anak autis ter­kait gangguan dan penanganan yang tepat bagi anak, kesehatannya, pendidikan, dan cara perawatannya (Mar koulakis dkk., 2012); orang tua menerapkan teknik­tek nik intervensi selama di rumah (Safe dkk., 2012); orang tua meng edukasi keluarga dan

orang lain tentang kondisi anak (Safe dkk., 2012) (dalam Carter dan McGoldrick (1988).

Manfaat bergabung dengan komunitas orang tua autis juga di jelaskan oleh Mudjito, dkk. (2014), antara lain:a. Dalam komunitas orang tua autis merasa bahwa tidak hanya

mereka yang memiliki anak berkebutuhan khusus.b. Di antara anggota komunitas tersebut saling menguatkan, mem­

beri semangat, menceritakan pengalaman­pengalaman me reka da lam pengasuhan anak penyandang autis.

c. Orang tua bisa mengadakan diskusi, seminar atau workshop un tuk

Page 70: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

57

mereka dengan mengundang pakar di bidang autis.d. Mendapat lebih banyak informasi dan dukungan. Informasi

yang didapat akan lebih beragam, mulai dari terapi atau meto­de pengobatan dan penanganan terbaru, tempat te rapi, mencari terapis yang tepat, sekolah, tempat menjual suple men, cara me­nangani anak tantrum, hingga mood swing. Namun ada satu hal yang harus diingat bahwa setiap anak ti dak mesti sama, sehingga orang tua harus pintar dan pa ham mencobakan suatu treatment pada anaknya. Mencari saran yang dapat diterima, mudah dipa­hami, dan sesuai de ngan keadaan keluarga mereka. Setiap anak unik dan kebutuhannya berbeda.

e. Komunitas orang tua autis juga bisa melakukan hal­hal yang ber­sifat sosial. Bisa melakukan gerakan untuk memberikan edu kasi kepada masyarakat. Bagi masyarakat awam, gerakan dari komu­nitas tentu memiliki dampak dan tujuan.

6. Moving forward. Setelah orang tua menerima diagnosis pada anak mereka, maka ke­

mudian orang tua mulai untuk bergerak maju ke depan, melihat kemajuan anak dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, serta ikut terlibat dalam perawatan anak. Pada tahapan ini juga orang tua menggambarkan sisi positif dari mengasuh anak mereka, orang tua merasa bahwa anak adalah anugerah, dan mereka adalah pilihan Tuhan dengan diberikannya anak istimewa. Dampak positif yang di­da pat orang tua adalah mereka menjadi individu yang lebih dewasa dan matang, lebih tenang dalam menyikapi permasalahan hidup, dan lebih mendekatkan diri secara agama (Luong dkk., 2009).

Se telah merasa diri lebih baik, beradaptasi dengan kondisi anak dan telah menerima diagnosis anak, maka kemudian orang tua mulai konsentrasi terhadap masa depan anak. Orang tua menya dari keter­ba tasan yang dialami anak dan cemas apakah anak memiliki ke mam­puan untuk melakukan pekerjaan yang aman, alasan ini lah yang me­motivasi orang tua untuk memberikan penanganan yang tepat buat anak, melatih kemandirian anak, usaha­usaha kemandirian yang di­la kukan orang tua diharapkan sangat membantu anak di masa selan­jutnya kelak.

Page 71: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

58

49

diagnosa anak, maka kemudian orang tua mulai konsentrasi terhadap masa depan

anak. Orang tua menyadari keterbatasan yang dialami anak dan cemas apakah anak

memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang aman, alasan ini lah yang

memotivasi orang tua untuk memberikan penanganan yang tepat buat anak, melatih

kemandirian anak, usaha-usaha kemandirian yang dilakukan orang tua diharapkan

sangat membantu anak di masa selanjutnya kelak.

Gambar.3. Model pengalaman orang tua yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autis.

(The Family Life-Cycle Model, Carter & McGoldrick, 1988)

Selain kajian metasintesis tentang pengalaman orang tua dalam mengasuh anak

autis yang telah dilakukan oleh DePape dan Lindsay (2015), kemudian penulis juga

memaparkan di dalam buku ini tentang hasil penelitian oleh Luong dkk (2009) tentang

pengasuhan orang tua di kawasan Asia Tenggara khususnya Vietnam yang memiliki anak

autis. Berdasarkan hasil analisis mendalam dari hasil wawancara, maka terdapat sembilan

tahapan strategi koping yang umum dilakukan orang tua yang memiliki anak autis,

kesembilan tahapan tersebut adalah:

1. Tahapan pertama: Denial/Passive coping

Penolakan dan koping pasif sebelum anak terdiagnosa merupakan strategi

pertama yang digunakan oleh keseluruhan partisipan dalam penelitian Luong dkk

(2009). Pada tahapan ini, orang tua berkonsentrasi akan perilaku anak, atau orang

tua tidak memikirkan bahwa kelainan yang dialami anak adalah sebuah masalah,

serta kurangnya informasi tentang kondisi anak autis dan rendahnya dukungan

dari keluarga dan para profesional. Hal ini semakin memperburuk harapan orang

1 . Pradiagnosis

2 . Diagnosis

. Family Life 3 Adjustment

4 . Navigating the System

. Parental 5 Empowerment

6 . Moving Forward

Child with ASD

Spouse

School Officials

Peers

Religious Groups Health care

Profesionals

Extended Family

Siblings

PARENT Community

Groups

Gambar.3.Modelpengalamanorangtuayangmemilikianakdengangangguanspektrumautis. (TheFamilyLife-CycleModel,Carter&McGoldrick,1988)

Selain kajian metasintesis tentang pengalaman orang tua dalam mengasuh anak autis yang telah dilakukan oleh DePape dan Lindsay (2015), kemudian penulis juga memaparkan di dalam buku ini ten tang hasil penelitian oleh Luong dkk. (2009) tentang pengasuhan orang tua di kawasan Asia Tenggara khususnya Vietnam yang memiliki anak autis. Berdasarkan hasil analisis mendalam dari hasil wa wan ca ra, maka terdapat sembilan tahapan strategi koping yang umum di lakukan orang tua yang memiliki anak autis, kesembilan tahap an ter sebut adalah:1. Tahapan pertama: Denial/Passive coping Penolakan dan koping pasif sebelum anak terdiagnosis merupakan

strategi pertama yang digunakan oleh keseluruhan partisi pan dalam penelitian Luong dkk. (2009). Pada tahapan ini, orang tua berkon­sentrasi akan perilaku anak, atau orang tua tidak me m i kirkan bahwa kelainan yang dialami anak adalah sebuah masalah, serta kurangnya informasi tentang kondisi anak autis dan ren dahnya dukungan dari keluarga dan para profesional. Hal ini semakin memperburuk harapan orang tua, penolakan, dan pa sif. Beberapa orang tua mencari pendapat kedua dari para profe sio nal, atau menolak diagnosis.

2. Tahapan kedua: Empowerment Setelah mengetahui diagnosis dan kondisi yang dialami anak, tahapan

selanjutnya adalah pemberdayaan diri orang tua. Kondisi ini terjadi ketika orang tua cemas akan permasalahan anak mereka. Orang tua merasakan hal yang penting akan jawaban terkait kondisi anak, dan berupaya melakukan pengontrolan diri akan ketidakpastian ganggu­an yang dialami anak. Pada tahapan ini, orang tua juga merasakan

Page 72: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

59

frustrasi, marah, kesedihan, tidak percaya, kekecewaan, tidak berdaya, dan kurang dukungan.

3. Tahapan ketiga: Redirecting energy Pada tahapan ini, orang tua terlibat dalam rencana perawatan anak,

seperti: mencari tempat terapi setelah jam sekolah, layanan bimbingan di rumah, mencari perawatan alternatif seperti peng obatan herbal, suplemen diet, nutrisi khusus, terapi suara, dan terapi lainnya yang tepat buat anak).

4. Tahapan keempat: Shifting of focus Orang tua mulai fokus untuk melanjutkan strategi koping akan hasil

diagnosis anak. Kesejahteraan anak menjadi hal yang utama bagi orang tua, karir dan kebahagiaan mereka sendiri bukanlah prioritas utama.

5. Tahapan kelima: Rearranging life and relationships Sebagian para ibu dari partisipan ini melaporkan bahwa mereka telah

mengulang dan mengatur jadwal untuk lebih banyak meng habiskan waktu buat anak mereka, berhenti dari pekerjaan agar lebih banyak waktu tercurah buat anak mereka, mengurangi kebiasaan belanja, dan lebih bertanggung jawab atas perannya, meskipun terbatasnya dukungan yang diterima dari pasangan, tetapi ibu tetap berusaha untuk membina hubungan yang baik dengan pasangan.

6. Tahapan keenam: Changed expectations Orang tua memahami kekurangan dan keterbatasan anak. Selama

tahapan ini, orang tua berusaha mengembangkan rutinitas realistis yang sesuai untuk kebutuhan anak. Orang tua mengubah harapan me­reka yaitu memiliki anak dengan perkembangan normal, ke mudian orang tua tidak terlalu menuntut dan memaksakan anak, karena akan membuat anak dan orang tua merasakan kelelahan dengan terapi yang dilakukan, namun disesuaikan dengan kebu tuhan anak dan berharap anak selamat dan bahagia.

7. Tahapan ketujuh: Social withdrawal Merawat anak dengan gangguan spektrum autis secara fisik dan psi­

kologis menuntut dan cukup memakan waktu. Orang tua mela por kan bahwa mereka merasa ditinggalkan dalam pertemuan sosial, karena kebanyakan orang lain tidak memahami kondisi anak mereka, sehing­ga orang tua lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama anak. Orang tua juga merasakan adanya stigma negatif dari masyara­kat dengan budaya di Asia Tenggara, misalnya jika orang tua memiliki masa lalu yang buruk di kehi dupannya, maka akan berdampak pada

Page 73: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

60

kehidupan sekarang, masyarakat percaya akan karma buruk yang me­mengaruhi kehi dupan mereka sekarang.

8. Tahapan kedelapan: Spiritual coping Keseluruhan partisipan meskipun berasal dari agama yang ber beda,

mengungkapkan bahwa mereka menggunakan sumber spiri tual se­ba gai koping, seperti berdoa dan beribadah di ru mah, membangun kem bali harapan mereka. Orang tua juga meng ungkapkan dengan keyakinan agama, maka hidup mereka memiliki tujuan dan lebih bermakna.

9. Tahapan kesembilan: Acceptance Tahapan penerimaan ini terjadi ketika orang tua sudah ber adap­

tasi dan menyesuaikan diri dengan keterbatasan yang dimiliki anak, dan kemudian mempersiapkan masa depan anak. Orang tua terus berusaha memelihara tumbuh kembang anak dan menjaga hubungan baik orang tua dan anak.

Berdasarkan hasil penelitian Luong, dkk. (2009) di atas menun jukkan eratnya pengaruh budaya dalam memengaruhi kondisi psiko logis ibu yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autis, seperti adanya ang­gapan kehidupan masa lalu orang tua dan ada nya karma buruk memenga­ruhi kondisi anak sekarang. Hal ini juga terlihat dari beberapa hasil pe­ne litian yang telah dilakukan di budaya Asia, seperti di China penelitian yang dilakukan oleh Liu (2005); Ghosh dan Magana (2009) menunjuk­kan dengan memiliki anak disabilitas dipandang sebagai sebuah kegagal­an keluarga. Pada masyarakat China segala urusan yang mengekspos ke luarga dengan anak disabilitas akan menerima kritikan dan menjadi aib, sehingga harus disembunyikan/ditutupi (Liu, 2005). Beberapa pene­litian sebelumya menghasilkan penelitian bahwa orang tua di China yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan akan menghindar dan enggan untuk mencari dukungan dan bantuan orang­orang di luar keluar­ganya, disebabkan adanya perasaan malu (Holroyd, 2003).

Pada orang tua di Iran yang memiliki anak dengan gangguan autis menunjukkan kesamaan seperti penelitian sebelumnya, bahwa orang tua akan mengalami kondisi cemas, depresi, kualitas hidup ren dah, menu­runnya kesejahteraan psikologis, dan mengalami kondisi tertekan. Peran budaya dan agama dalam memengaruhi pengasuhan orang tua dianggap berperan penting. Keyakinan yang kuat terhadap agama membantu orang tua dalam strategi koping, mampu meningkatkan resiliensi orang tua, dan menurunkan kondisi psikologis negatif, seperti cemas, depresi, distress

Page 74: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

61

(Kousha, Attar, & Shoar, 2015).Penelitian oleh Bilgin dan Kucuk (2010) tentang pengasuhan ibu yang

lebih mendominasi dalam perawatan anak autis di Turki, sehingga me­reka terpaksa berhenti bekerja agar dapat fokus merawat anak, sedang­kan ayah lebih bertanggung jawab dalam hal finansial. Bagi keluarga di Turki, meskipun keluarga tetap mendapati stigma dari masyarakat, akhir­nya permasalahan dapat diselesaikan melalui berbagi dengan dan mende­ngarkan orang lain, rasa saling solidaritas dan dukungan timbal balik akan menguatkan pengasuhan pada keluarga yang memiliki anak autis.

Pengasuhan ibu yang memiliki anak autis di Korea Selatan juga per­nah dilakukan oleh Lee (2011). Orang tua mampu mengatur stres peng­asuh an dalam merawat disabilitas termasuk autis dengan cara yang ber­beda karena pengaruh latar belakang budaya. Masyarakat Korea Selatan dipengaruhi oleh ide Konfusianisme, di mana ajarannya mementingkan ke bajikan dan kepatuhan kepada orang tua, sopan santun, dan merasa malu tatkala tidak mengikuti aturan­aturan sosial yang berlaku. Orang tua yang memiliki anak disabilitas akan merasa sangat bersalah karena merasa telah mewariskan secara genetik ketu runan yang mengalami keterbatasan. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada anak, maka diasumsikan bahwa ini merupakan kesalahan dan tanggung jawab orang tua (Kim, Wigram, & Gold, 2009). Perasaan bersalah ditambah dengan stigma negatif meme­nga ruhi munculnya stres pengasuhan, namun usaha orang tua untuk terbuka mendiskusikan masalah pribadi mereka dan mencari dukungan agar orang tua merasa lebih baik dalam merawat anak.

Hasil penelitian yang berbeda di Taiwan, orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan akan mencari dukungan atau sum­ber daya, termasuk dukungan informasi, layanan profesional, dukungan psikologis, dan layanan sosial di dalam masyarakat (Chen, 2008. Pene­litian Tao (2004) semakin menguatkan bahwa orang tua yang memiliki anak autis akan berusaha mencari informasi yang berhu bungan dengan pengasuhan dan pendidikan, kepedulian para profesional, dan dukung­an psikologis dari anggota keluarga. Hasil penelitian Lin, Orsmon, Cos ter dan Cohn (2010) bahwa orang tua membutuhkan dukungan sosial dan penggunaan koping, seperti ibu­ibu di Taiwan dilaporkan lebih sering meng gunakan strategi problem focused coping mampu menurunkan geja­la depresi dan cemas, dan emotion focused coping mampu meningkatkan adaptasi, kohesi keluar ga dan menurunkan gejala depresi.

Perbedaan juga terlihat dari beberapa penelitian di negara Ba rat, orang tua yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autis dilaporkan

Page 75: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

62

lebih cepat beradaptasi dengan kondisi anak dan ber ku rang nya stres peng­asuhan karena mendapatkan dukungan sosial dan cenderung lebih terbu­ka dengan kondisi anaknya (Bristol, 1984; Sharpley, Bitsika, & Efremidis, 1997).

Terdapat pengaruh perbedaan budaya dalam mengasuh anak autis juga telah dilakukan kajian review oleh Ravindran dan Myers (2011). Hasil review menjelaskan bahwa peran budaya dalam membentuk ke­luarga, para profesional, dan masyarakat dalam memahami per kem­bang an disabilitas anak dan pemberian treatment yang tepat. Keyakinan buda ya tentang penyebab gangguan perkembangan autis memengaruhi peng ambilan keputusan keluarga akan perawatan apa yang digunakan dan ha sil apa yang diharapkan. Kontribusi budaya lainnya akan penyebab individu mengalami gejala autis (misalnya karma, kehendak Allah), dan pemberian treatment (misalnya aku punktur, obat­obatan herbal, dan ayur­veda). Dengan memahami peranan berbagai budaya dapat memberikan kebermanfaatan yaitu membantu memahami proses treatment dan pene­rapannya pada suatu bangsa dan budaya.

Demikian juga dengan studi awal yang telah penulis lakukan terha dap ibu­ibu di Pusat Layanan Autis Yogyakarta, Pusat Layanan Autis Sura­karta dan Pusat Layanan Autis di Sragen pada tahun 2017, menunjukkan terdapat beberapa kesamaan tema yang muncul menjadi seorang ibu yang tangguh. Hasil studi awal ini telah dipublikasikan pada Daulay, Ram­dhani dan Hadjam (2018). Pengalaman ibu dalam mengasuh anak de­ngan gangguan spektrum autis hingga menjadi seseorang yang tangguh merupakan sebuah proses, diawali dengan kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan menekan hingga akhir nya menjadi ibu yang optimis. Faktor utama yang membuat ibu mampu bertahan selama mengasuh anak adalah kemampuan mengon trol diri, peran agama sebagai koping, dan persepsi ibu akan dukungan sosial yang diterimanya. Keyakinan terhadap Tuhan memunculkan sikap optimis ibu untuk terus mengoptimalkan tumbuh kembang anak, lebih percaya diri dalam mengatasi permasalahan­permasalahan hidup yang datang silih berganti.

Berbagai kesulitan yang dialami orang tua dan keluarga dapat me­munculkan stres pengasuhan. Sehingga salah satu cara untuk mem ber­fungsikan orang tua adalah dengan meningkatkan kesejaht era annya me­lalui kegiatan parenting support group. Berbagai penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pegetahuan dan keterampilan orang tua dalam me­ng asuh anak. Penulis telah merangkum beberapa penelitian dengan tu ju­an pemberian intervensi kepada orang tua termuat Tabel 4.

Page 76: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

63

Tabe

l 4. IN

TERV

ENSI

KLIN

IS DA

LAM

MENI

NGKA

TKAN

KESE

JAHT

ERAA

N ORA

NG TU

A YAN

G ME

MILIK

I ANA

K AUT

IS Evalu

asiEmp

irisIntervensiPsik

ologiPositif

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Muk

htar

, D. (

2018

) Pe

ngar

uh g

roup

- ba

sed

pare

ntin

g su

ppor

t ter

hada

p st

res

peng

asuh

an

oran

g tu

a ya

ng

men

gasu

h an

ak

deng

an g

angg

uan

spek

trum

aut

is.

(Dis

erta

si)

Tuju

an: m

enge

tahu

i pe

ngar

uh g

roup

-ba

sed

pare

ntin

g su

ppor

t ter

hada

p st

res

peng

asuh

an; m

enge

tahu

i pe

rbed

aan

dua

met

ode

grou

p-ba

sed

pare

ntin

g su

ppor

t, ya

itu k

elua

rga

duku

ngan

, dan

kel

uarg

a ps

ikoe

duka

si te

rhad

ap

stre

s pe

ngas

uhan

.

Gro

up-B

ased

Par

entin

g Su

ppor

t.Te

rdap

at d

ua b

entu

k va

riasi

gro

up-b

ased

pa

rent

ing

supp

ort y

ang

dite

liti,

yaitu

kel

ompo

k du

kung

an o

rang

tua

dan

kelo

mpo

k ps

ikoe

duka

si

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini m

elib

atka

n 38

sub

jek

pene

litia

n.

(31 i

bu, 6

aya

h da

n 1 n

enek

). Pe

nelit

ian

men

ggun

akan

met

ode

eksp

erim

en d

enga

n ra

ncan

gan

the

untr

eate

d co

ntro

l gro

up d

esig

n w

ith d

epen

dent

pre

test

and

pos

ttes

t sam

ples

je

nis

mul

tiple

non

equi

vale

nt c

ompa

rison

s gro

up

Peng

ukur

an:

Skal

a St

res

Peng

asuh

an; S

kala

Duk

unga

n So

sial

; Obs

erva

si; T

es p

enge

tahu

an te

ntan

g pe

ngas

uhan

ana

k au

tis; K

uesi

oner

eva

luas

i pr

ogra

m.

Dur

asi:

Pela

ksan

aan

seba

nyak

8 x

per

tem

uan

sela

ma

dua

bula

n be

rtur

ut-t

urut

.

Has

il an

alis

is k

ovar

ian

men

unju

kkan

gr

oup-

base

d pa

rent

ing

supp

ort

berp

enga

ruh

terh

adap

str

es

peng

asuh

an, d

an d

ukun

gan

sosi

al

tidak

ber

pera

n se

baga

i kov

aria

bel.

Sum

bang

an e

fekt

ifnya

18,4

%. T

erda

pat

perb

edaa

n st

res

peng

asuh

an, y

aitu

ke

lom

pok

duku

ngan

lebi

h ef

ektif

un

tuk

men

urun

kan

stre

s pe

ngas

uhan

di

band

ingk

an k

elom

pok

psik

oedu

kasi

.

Pam

ungk

as, A

. (2

015)

Pela

tihan

ke

tera

mpi

lan

peng

asuh

an a

utis

un

tuk

men

urun

kan

stre

s pe

ngas

uhan

pa

da ib

u de

ngan

an

ak a

utis

. (Ju

rnal

)

Bert

ujua

n m

emba

ntu

men

ingk

atka

n pe

nge-

tahu

an d

an k

eter

am-

pila

n or

ang

tua

dala

m

men

gasu

h an

ak s

erta

m

enin

gkat

kan

kese

jah-

tera

an p

siko

logi

s or

ang

tua

(Bar

low

et a

l., 2

010)

Pare

ntin

g Su

ppor

t/Pa

rent

ing

Prog

ram

:Be

ntuk

inte

rven

si d

enga

n pe

mbe

rian

duku

ngan

ke

pada

ora

ng tu

a da

n an

g got

a ke

luar

ga la

inny

a (M

cKeo

wn,

200

0)

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

dila

ksan

akan

pad

a de

lapa

n or

ang

ibu

yang

mem

iliki

ana

k au

tis d

i Ind

ones

ia,

pend

ekat

an p

enel

itian

lebi

h ke

pada

ke

peril

akua

n (T

iple

-P).

Des

ain

eksp

erim

en:

nonr

ando

miz

edpr

etes

t-po

stte

st c

ontr

ol g

roup

de

sign.

Met

ode

grou

p pa

rent

ing

supp

ort:

kelo

mpo

k ps

ikoe

duka

si.

Terd

apat

pen

urun

an s

tres

pen

gasu

han

ibu.

Page 77: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

64

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Hid

ayat

i, Fi

na

(201

3).

Peng

aruh

pel

atih

an

“pen

gasu

han

ibu

cerd

as” t

erha

dap

sire

s pe

ngas

uhan

pa

da ib

u da

ri an

ak

autis

. (Ju

rnal

)

Tuju

an: m

enen

tuka

n pe

ngar

uh p

elat

ihan

“I

bu C

erda

s” d

alam

m

enur

unka

n st

res

peng

asuh

an ib

u ya

ng

mem

iliki

ana

k au

tis.

Posi

tive

pare

ntin

g pr

ogra

m- t

riple

P, p

ada

kelo

mpo

k ps

ikoe

duka

si.

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini m

elib

atka

n 20

ora

ng ib

u-ib

u ya

ng

mem

iliki

ana

k au

tis, t

erba

gi k

e da

lam

kel

ompo

k ek

sper

imen

(10)

dan

kel

ompo

k ko

ntro

l (10

).Pe

nelit

ian

eksp

erim

en y

ang

digu

naka

n th

e un

trea

ted

cont

rol g

roup

des

ign

with

pre

test

and

po

stte

st.

Peng

ukur

an:

Skal

a St

res

Peng

asuh

an (P

aren

ting

Stre

ss In

dex

Scal

e).

Dur

asi:

Dila

kuka

n se

bany

ak 8

ses

i dal

am 2

kal

i pe

rtem

uan

sela

ma

sem

ingg

u. S

etia

p pe

rtem

uan

berla

ngsu

ng s

elam

a ±

240

men

it.

Sete

lah

dila

kuka

n an

alis

is d

enga

n m

engg

unak

an W

ilcox

on si

gned

rank

(n

on-p

aram

etrik

), m

enun

jukk

an h

asil

bahw

a pe

latih

an “

Peng

asuh

an Ib

u C

ERda

S” m

enur

unka

n tin

gkat

str

es

peng

asuh

an ib

u da

ri an

ak a

utis

.

Prui

t, M

., W

illis

, K.,

Tim

mon

s, L

., Ek

as,

N (2

016)

The

impa

ct

of m

ater

nal,

child

, and

fam

ily

char

acte

ristic

s on

the

daily

wel

l-bei

ng

and

pare

ntin

g ex

perie

nces

of

mot

hers

of

Bert

ujua

n un

tuk

men

geks

plor

asi

fakt

or-f

akto

r um

um

yang

ber

dam

pak

pada

ke

hidu

pan

seha

ri-ha

ri se

cara

um

um d

an

kehi

dupa

n se

hari-

hari

dala

m in

tera

ksi

peng

asuh

an ib

u ya

ng

mem

iliki

ana

k au

tism

sp

ectr

um d

isord

er.

The

daily

dia

ry a

ppro

ach:

Sebu

ah p

ende

kata

n de

ngan

car

a m

engi

si

buku

dia

ry y

ang

berk

aita

n de

ngan

per

asaa

n po

sitif

da

n pe

rasa

an n

egat

if da

lam

men

gasu

h an

ak

autis

.

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini d

ilaks

anak

an p

ada

ibu-

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

autis

, ibu

mel

engk

api a

sses

men

t ge

jala

mat

erna

l dep

ress

ive,

ting

kat k

epar

ahan

an

ak a

utis

, dan

keb

erfu

ngsi

an k

elua

rga.

Ibu

dim

inta

juga

unt

uk m

enul

iska

n ke

giat

an

kese

haria

n da

n pe

rasa

an n

egat

if se

rta

posi

tif

sela

ma

peng

asuh

an in

tera

ksi a

ntar

a ib

u da

n an

ak a

utis

.Pe

nguk

uran

:(M

ater

nal m

enta

l hea

lth):

Cent

er fo

r

Has

ilnya

men

unju

kkan

bah

wa

tingg

inya

gej

ala

depr

esi p

enga

suha

n ib

u be

rhub

unga

n de

ngan

men

urun

nya

pera

saan

pos

itif k

eseh

aria

n ib

u,

seda

ngka

n tin

ggin

ya k

etid

akm

ampu

an

mem

otiv

asi s

osia

l aba

k be

rhub

unga

n de

ngan

men

ingk

atny

a pe

rasa

an p

ositi

f ke

seha

rian.

Han

ya g

ejal

a de

pres

i pe

ngas

uhan

ibu

yang

dih

ubun

gkan

de

ngan

Page 78: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

65

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

child

ren

with

aut

ism

spec

trum

diso

rder

(Ju

rnal

)

The

daily

dia

ry a

ppro

ach

mer

upak

an s

alah

sa

tu in

terv

ensi

dal

am

men

ingk

atka

n w

ell

bein

g da

n ke

berf

ungs

ian

kelu

arga

term

asuk

ek

splo

rasi

kej

adia

n pe

ngal

aman

sec

ara

alam

i da

n m

engh

inda

ri m

asal

ah

deng

an re

tros

peks

i (B

olge

r, dk

k., 2

003)

Epid

emio

logi

c St

udie

s Dep

ress

ion

Scal

e; (C

hild

au

tis sy

mpt

om se

verit

y): S

ocia

l Res

pons

iven

ess

Scal

e; (F

amily

func

tioni

ng):

Fam

ily A

dapt

abili

ty

and

Cohe

siaon

Eva

luat

ion

Scal

e; (D

aily

gen

eral

af

fect

): Po

sitiv

e an

d N

egat

ive

Sche

dule

(PA

NA

S);

(Dai

ly p

aren

ting

inte

ract

ions

) : P

engg

unaa

n 2

aite

m d

alam

pen

deka

tan

penu

lisan

dia

ry

Sam

pel:

Jum

lah

sam

pel i

bu 8

3 ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

usi

a 3-

13 ta

hun,

Dur

asi:

14 h

ari

men

ingk

atny

a pe

rasa

an n

egat

if ke

seha

rian.

Sel

anju

tnya

, tin

ggin

ya

perp

adua

n ke

luar

ga b

erhu

bung

an

deng

an m

enin

gkat

nya

inte

raks

i pe

ngas

uhan

pos

itif.

Ting

giny

a ge

jala

de

pres

i pen

gasu

han

ibu

sam

a de

ngan

ke

kaku

an k

elua

rga

dihu

bung

kan

dneg

an m

enin

gkat

nya

frus

tras

i pe

ngas

uhan

ora

ng tu

a.

Tim

mon

s, L

.(2

015)

The

Ef

fect

iven

ess o

f A

Gra

titud

eIn

ter v

en tio

n at

Im

pro v

ing

Wel

l Be

ing

for P

aren

ts

of C

hild

ren

with

Au

tism

Spe

ctru

m

Diso

rder

.(T

esis

)

Bert

ujua

n pa

da in

terv

ensi

un

tuk

oran

g tu

a ya

ng

mem

iliki

ana

k AU

TIS

foku

s pa

da in

tera

ksi

oran

g tu

a- a

nak

dan

hasi

l pe

nguk

uran

ber

upay

a m

enin

gkat

kan

kese

hata

n m

enta

l ora

ng tu

a.

Gra

titud

e In

terv

entio

nBa

nyak

ora

ng y

ang

bers

yuku

r men

un ju

kkan

tin

ggin

ya k

epua

san

hidu

p da

n pe

ng al

aman

em

o si p

ositi

f leb

ih

serin

g di

band

ingk

an

indi

vidu

yan

g ku

rang

be

rsyu

kur (

McC

ullo

ugh,

Em

mon

s &

Tsa

ng, 2

002)

. Ke

bers

yuku

ran

juga

m

ampu

unt

uk m

elaw

an

beba

n da

mpa

k ne

gatif

,

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini d

ilaks

anak

an p

ada

ibu-

ibu

yang

m

emili

ki a

nak

AUTI

S, d

irekr

ut s

ecar

a on

line,

pa

rtis

ipan

die

mai

lkan

unt

uk m

elen

gkap

i as

sesm

ent p

re in

terv

entio

n. A

sses

men

t in

i men

caku

p pe

rtan

yaan

yan

g m

engg

ali

info

rmas

i dem

ogra

fi, s

eper

ti la

pora

n di

ri ya

ng

men

guku

r kes

ejah

tera

an s

ecar

a ke

selu

ruha

n,

kese

jaht

eraa

n or

ang

tua,

dn

hubu

ngan

ke

seja

hter

aan.

Set

elah

mel

engk

api a

sses

men

t in

i par

tisip

an m

enda

patk

an 10

dol

lar.

Part

isip

an

diba

gi k

e da

lam

3 k

elom

pok

: 1) a

gen

eral

gr

atitu

de g

roup

(n =

24)

, 2) a

chi

ld sp

esifi

c gr

atitu

de c

ondi

tion

(n=

22),

3) a

neu

tra

life

even

t co

ntro

l gro

up (n

= 2

1).

Has

il :

Tida

k te

rdap

at p

erbe

daan

dite

muk

an

anta

ra p

artis

ipan

dal

am g

ener

al

grat

itude

, chi

ld s

peci

fic g

ratit

ude,

da

n ke

lom

pok

kont

rol.

Artin

ya

grat

itude

inte

rven

tion

berla

ku u

ntuk

ke

selu

ruha

n po

pula

si d

ewas

a ya

ng

beru

paya

unt

uk m

enin

gkat

kan

kese

jaht

eraa

n po

pula

si y

ang

men

gala

mi s

tres

.

Page 79: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

66

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

sepe

rti w

anita

yan

g m

enga

lam

i kan

ker

pa yu

dara

, wan

ita y

ang

mem

iliki

ana

k au

tism

, dan

m

enga

lam

i pos

t tra

umat

ic,

dan

men

urun

kan

depr

esi

dan

kece

mas

an (R

uini

&

Ves

cove

lli, 2

013)

. In

divi

du y

ang

mem

iliki

ke

bers

yuku

ran

tingg

i aka

n le

bih

men

duku

ng d

an

empa

tik (M

cCul

loug

h et

al

., 20

02).

Peng

ukur

an:

Ove

ral w

ell b

eing

mea

sure

s:•

The

Cent

er fo

r Epi

dem

iolo

gic

Stud

ies

Dep

ress

ion

Scal

e (C

ES-D

).•

Posit

ive

and

Neg

ativ

e A

ffec

t Sch

edul

eRe

latio

nshi

p w

ell b

eing

mea

sure

s:•

The

Coup

les’s

Sat

isfa

ctio

nIn

dex

(CSI

).Pa

rent

ing-

rela

ted

wel

l bei

ng m

easu

res:

• Th

e Pa

rent

ing

Sens

e of

Com

pete

nce

Scal

e (P

SOC

)•

The

Kans

as In

vent

ory

of P

aren

tal P

erce

ptio

ns

(KIP

P)Sa

mpe

l:Ju

mla

h sa

mpe

l seb

anya

k 82

ibu

yang

mem

iliki

an

ak A

UTI

S di

baw

ah u

sia

18 ta

hun.

Dur

asi:

8 m

ingg

uFr

eule

r, A.

, Bar

anek

, G

., Ta

shjia

n, C

., W

atso

n, L

., C

rais

, E.

, Bro

wn,

L. (

2014

).Pa

rent

refle

ctio

ns

of e

xper

ienc

es

of p

artic

ipat

ing

in a

rand

omiz

ed

cont

rolle

d tr

ial

of a

beh

avio

ral

inte

rven

tion

for

infa

nts a

t risk

of

autis

m sp

ectr

um

diso

rder

s.(Ju

rnal

).

Bert

ujua

n un

tuk

men

e ran

gkan

pen

g-al

aman

ses

eora

ng d

an

kont

eks

berp

enga

ruh

terh

adap

kel

uarg

a ya

ng

berp

artis

ipas

i dal

am

inte

rven

si d

enga

n an

ak

AUTI

S. P

rose

s in

terv

iew

di

gu na

kan

untu

k m

enda

-la

mi d

an m

enin

g kat

kan

mod

el in

terv

ensi

dan

m

enin

gkat

kan

inte

rven

si

awal

pel

ayan

an k

elua

rga

Adap

tive

Resp

onsiv

e Te

achi

ng:

Men

geks

plor

asi

peng

alam

an p

enga

suh

akan

par

tisip

asi m

erek

a,

prog

ram

edu

kasi

ber

upa

peng

ajar

an a

kan

peril

aku

adap

tif a

nak

AUTI

S, s

erta

ba

gaim

ana

inte

raks

i yan

g ba

ik a

ntar

a pe

ngas

uh d

an

anak

.

Des

krip

si a

ktiv

itas

:Pe

ne lit

ian

ini d

ilaks

anak

an p

ada

peng

asuh

ya

ng m

emili

ki a

ak A

UTI

S, m

engg

unak

an

sem

istru

ctur

e in

terv

iew

unt

uk m

engg

ali

peng

guna

an re

spon

s ak

an p

erila

ku a

nak,

ser

ta

digu

naka

n un

tuk

men

gide

ntifi

kasi

kan

cara

bar

u pe

mah

aman

feno

men

a pe

ngal

aman

ora

ng tu

aPe

nguk

uran

:4

tem

a ya

ng d

ihad

irkan

:•

Wor

king

aga

inst

all

odds

•G

ettin

g th

e ba

ll ro

lling

•Va

lue

of p

erso

nal r

elat

ions

hip

•A

nd G

ettin

g da

d on

boa

rdSa

mpe

l:Pa

rtis

ipan

terd

iri d

ari 1

3 ib

u da

n 4

ayah

.

Has

il:O

rang

tua

mel

apor

kan

bebe

rapa

as

pek

posi

tif d

ari p

artis

ipan

seb

agai

hu

bung

an p

erke

mba

ngan

den

gan

para

pr

ofes

iona

l, da

n m

emili

ki p

eras

aan

duku

ngan

dar

i ora

ng tu

a.O

rang

tua

juga

men

ggam

bark

an b

ahw

a pe

rasa

an n

egat

if m

enur

un, s

eper

ti be

ban

men

geva

luas

i, ce

mas

.

Page 80: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

67

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Tong

e, d

kk. (

2006

)Be

rtuj

uan:

men

urun

kan

kece

mas

an d

an d

epre

si

sete

lah

asse

smen

t yan

g di

laku

kan.

Pare

nt E

duca

tion

and

Beha

vior

Man

agem

ent

(PEB

M):

Trai

ning

yan

g di

peru

ntuk

kan

bagi

ora

ng

tua

deng

an a

nak

AUTI

S

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini d

ilaks

anak

an p

ada

oran

g tu

a ya

ng

mem

iliki

ana

k AU

TIS

diba

ndin

gkan

den

gan

kelo

mpo

k ya

ng ti

dak

ikut

par

tisip

asi d

alam

in

terv

ensi

PEB

M.

Sam

pel:

Ora

ng tu

a ya

ng m

emili

ki a

nak

AUTI

S D

uras

i:6

bula

n

Has

il:In

terv

ensi

ini m

emili

ki k

eber

mak

naan

ya

ng d

itunj

ukka

n pa

da p

enin

gkat

an

kepu

asan

ora

ng tu

a de

ngan

inte

raks

i or

ang

tua

anak

dan

kem

ampu

an

peng

asuh

an o

rang

tua.

Chi

ang,

Hsu

-Min

. (2

014)

A P

aren

t Edu

catio

n Pr

ogra

m fo

r Par

ents

of

Chi

nese

Am

eric

an

Child

ren

with

Au

tism

Spe

ctru

m

Diso

rder

(AU

TISs

): A

Pilo

tSt

udy

(Jurn

al)

Bert

ujua

n un

tuk

men

guji

keef

ektif

an p

rogr

am

eduk

asi b

uat o

rang

tua

dala

m m

enur

unka

n st

res

peng

asuh

an o

rang

tu

a da

n m

enin

gkat

kan

kepe

rcay

aan

diri

oran

g tu

a da

n ku

alita

s ke

hidu

pan

oran

g tu

a da

ri An

ak C

hina

Am

erik

a ya

ng

men

gala

mi A

UTI

S.

Pare

nt E

duca

tion

Prog

ram

:D

esig

n pr

ogra

m

atau

trai

ning

unt

uk

mem

berik

an o

rang

tua

info

rmas

i ata

u m

enga

jari

kem

ampu

an o

rang

tua.

Stra

tegi

mul

ti in

terv

ensi

m

enga

jark

an p

ada

topi

k ya

ng s

pesi

fik

(mis

al: m

emah

ami

AUTI

S, d

asar

men

gatu

r pe

rilak

u, k

eter

sedi

aan

pela

yana

n, d

an s

trat

egi

untu

k m

empe

rken

alka

n ko

mun

ikas

i dan

ke

mam

puan

sos

ial,

men

gatu

r str

es

peng

asuh

an o

rang

tua

dan

men

g ata

si m

asal

ah

kese

hata

n m

en ta

l),

disk

usi k

elom

pok,

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini m

engg

unak

an d

esai

n p

enel

itian

pr

e-po

stte

st g

roup

des

ign.

dila

ksan

akan

pa

da.P

rogr

am in

i ter

diri

dari

10 m

ingg

u se

si

kelo

mpo

k. M

asin

g-m

asin

g se

si s

elam

a 12

0 m

enit

dan

4 ba

gian

. Bag

ian

pert

ama

(30

men

it)

diaj

arka

n te

ntan

g ke

min

atan

ora

ng tu

a (t

otal

10

topi

k, te

rmas

uk p

emah

aman

AU

TIS,

sis

tem

ed

ukas

i, m

enga

jari

kem

ampu

an b

erko

mun

ikas

i, m

enga

jari

sosi

al d

an k

emam

puan

ber

mai

n,

men

gura

ngi p

erila

ku m

enan

tang

, men

gaja

ri ke

mam

puan

aka

dem

is, k

emam

puan

ber

fung

si,

stra

tegi

kop

ing,

dan

sum

ber k

omun

ikas

i.Ba

gian

ked

ua (3

0 m

enit)

, dis

kusi

kel

ompo

k da

n ro

le p

lay

dise

suai

kan

deng

an to

pik.

Bagi

an k

etig

a (3

0 m

enit)

, sat

u at

au d

ua o

rang

be

rbag

i pen

gala

man

mer

eka

seba

gai o

rang

tua

yang

mem

iliki

ana

k AU

TIS

Bagi

an k

eem

pat (

30 m

enit)

, sat

u at

au d

ua o

rang

tu

a be

rbag

i inf

orm

asi

tent

ang

pera

saan

mer

eka

yang

mun

gkin

dap

at

berm

anfa

at b

agi k

elua

rga

lain

nya

Has

ilnya

: set

elah

men

erim

a pr

ogra

m

ini,

oran

g tu

a da

ri an

ak C

hina

Am

erik

a ya

ng m

enga

lam

i AU

TIS

ini

men

unju

kkan

pen

urun

an s

igni

fikan

da

lam

str

es p

enga

suha

n, p

enin

gkat

an

dala

m k

eper

caya

an d

iri o

rang

tua,

dan

pe

ning

kata

n da

lam

kua

litas

keh

idup

an

kese

hata

n fis

ik d

an li

ngku

ngan

.

Page 81: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

68

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

mod

el, r

ole

play

, m

enon

ton

vide

o,

pem

ecah

an m

asal

ah,

pem

beria

n tu

gas

peke

rjaan

rum

ah, d

an

mem

bang

un h

ubun

gan

di

anta

ra o

rang

tua.

Peng

ukur

an:

Pare

ntin

g St

ress

:•

Pare

ntin

g St

ress

Inde

x (P

SI) (

Abid

in, 1

995)

.Pa

rent

al c

onfid

ence

:•

Conf

iden

ce d

egre

e qu

estio

ns fo

r fam

ilies

(C

DQ

) (O

kuno

, dkk

., 20

11).

Qua

lity

of li

fe:

• Th

e w

orld

Hea

lth O

rgan

izat

ion

Qua

lity

of

Life

-Brie

f (W

HO

- QO

L-Br

ief)

(WH

OQ

OL

Gro

up, 1

998)

.Sa

mpe

l:Ju

mla

h sa

mpe

l seb

anya

k 9

kelu

arga

Chi

na

Amer

ika

deng

an a

nak

AUTI

S.D

uras

i:10

min

ggu

Che

rem

shyn

ski,

C.,

Lucy

shyn

, J.,

Ols

on, D

. (20

12).

Impl

emen

tatio

n of

a C

ultu

rally

A

ppro

pria

te P

ositi

ve

Beha

vior

Sup

port

Pl

an W

it a

Japa

nese

M

othe

r of a

Chi

ld

with

Aut

ism: A

n Ex

perim

enta

l and

Q

ualit

ativ

e A

naly

sis.

(jurn

al)

Bert

ujua

n pa

da

pem

usat

an k

elua

rga

deng

an m

engg

unak

an

posit

ive

beha

vior

supp

ort

(PBS

) yan

g di

ranc

ang

berd

asar

kan

perb

edaa

n la

tar b

elak

ang

baha

sa

dan

buda

ya. P

erbe

daan

bu

daya

dan

bah

asa

dapa

t ber

part

isip

asi p

ada

posit

ive

beha

vior

supp

ort

dan

kem

ajua

n da

lam

pe

rilak

u an

ak.

Posi

tive

Beha

vior

Sup

port

:Pr

ogra

m d

ukun

gan

deng

an u

paya

unt

uk

men

gopt

imal

kan

peril

aku

posi

tif. P

ada

pene

litia

n in

i usa

ha y

ang

dila

kuka

n ib

u de

ngan

men

ggun

akan

bu

daya

set

empa

t un

tuk

men

ingk

atka

n ke

mam

puan

per

ilaku

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini m

engg

unak

an p

rose

dur

kuan

titat

if da

n ku

alita

tif. U

saha

yan

g di

laku

kan

ibu

terh

adap

pen

ingk

atan

per

ilaku

ana

k.Pe

nguk

uran

:Ku

antit

atif:

Peng

umpu

lan

data

, obs

erva

si p

erila

ku

yang

diin

gink

an (p

erse

ntas

e in

terv

al

mas

alah

per

ilaku

, per

sent

ase

lang

kah

berh

asil

peny

eles

aian

, pad

a m

enit

kebe

rapa

pe

nghe

ntia

n pe

rilak

u at

au b

erha

sil

mel

akuk

anny

a, o

rang

tua

men

ggun

akan

st

rate

gi p

erila

ku.

Has

il:Be

rdas

arka

n ha

sil c

ampu

ran

anta

ra

kuan

titat

if da

n ku

alita

taif,

mak

a pe

rilak

u ya

ng d

ihar

apka

n m

enja

di le

bih

cepa

t dan

opt

imal

dal

am k

egia

tan

rutin

itas

seha

ri- h

ari.

Inte

raks

i yan

g ba

ik d

an k

uat a

ntar

a ib

u da

n an

ak.

Page 82: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

69

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

seha

ri-ha

ri an

ak A

UTI

S.

Ketik

a te

rjadi

inte

raks

i ya

ng b

aik

anta

ra

ibu

dan

anak

tent

u ak

an m

engh

asilk

an

esej

ahte

raan

bag

i diri

ibu

dan

kelu

arga

.

men

duku

ng, e

valu

asi k

onte

ks d

an b

uday

a ya

ng

sesu

ai).

Kual

itatif

:D

ata

kual

itatif

dig

unak

an u

ntuk

men

ggal

i bu

daya

kel

uarg

a, p

ersp

ektif

ibu,

per

spek

tif p

ara

pela

ku in

terv

ensi

dal

am p

erke

mba

ngan

dan

pe

nera

pan

posit

ive

beha

vior

supp

ort d

ises

uaik

an

deng

an b

uday

a ya

ng te

pat (

sum

ber:

tulis

an

jurn

al, s

emist

ruct

ured

inte

rvie

ws)

Sam

pel:

Pene

litia

n in

i dila

ksan

akan

pad

a sa

tu o

rang

an

ak A

UTI

S be

rusi

a 5

tahu

n be

rsam

a de

ngan

ib

unya

.Pi

llay,

M.,

Day

, Be

n., W

right

, B.,

Will

iam

s, C

., U

rwin

, B. (2

011)

Autis

m S

pect

rum

Co

nditi

ons -

En

hanc

ing

Nur

ture

an

d D

evel

opm

ent

(ASC

END

): A

n ev

alua

tion

of

inte

rven

tion

supp

ort

grou

ps fo

r par

ents

.(Ju

rnal

).

Prog

ram

ASC

END

be

rtuj

uan

untu

k m

emba

ntu

seju

mla

h tin

gkat

an p

enga

suha

n or

ang

tua

terh

adap

an

ak a

utis

. Sifa

tnya

juga

se

pert

i psi

koed

ukas

i, ja

di b

erus

aha

untu

k m

enin

gkat

kan

pem

aham

an o

rang

tu

a da

kan

kons

ep

yang

dira

ncan

g da

lam

pe

mbe

laja

ran

terh

adap

an

ak a

utis

.

Autis

m S

pect

rum

Co

nditi

ons

- Enh

anci

ng

Nur

ture

and

Dev

elop

men

t (A

SCEN

D) p

rogr

am:

Dib

utuh

kan

cara

kre

atif

dala

m m

emba

ntu

keta

hana

n ke

luar

ga

dala

m m

enga

tur

kesu

litan

per

ilaku

da

n m

enin

gkat

kan

perk

emba

ngan

ana

k au

tis.

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini d

ilaks

anak

an p

ada

79 o

rang

tua,

di

bagi

ke

dala

m 7

kel

ompo

k. L

ima

kelo

mpo

k (5

9 or

ang

tua)

dib

erik

an D

evel

opm

enta

l Beh

avio

ur

Che

cklis

t (D

BCs)

dan

kue

sion

er p

enge

tahu

an

oran

g tu

a se

lam

a pr

e da

n po

st la

tihan

. Dar

i has

il sk

or D

BC m

enun

jukk

an p

erub

ahan

sig

nifik

an

pada

pos

t pel

atih

an u

ntuk

kes

elur

uhan

mas

alah

pe

rilak

u da

n pe

rilak

u ya

ng m

erus

ak, d

an

terd

apat

pen

urun

an k

ecem

asan

ora

ng tu

a.M

asin

g-m

asin

g ke

lom

pok

terd

iri d

ari 1

1 ses

i, ya

itu:

Has

ilnya

san

gat e

fekt

if da

lam

m

emba

ntu

oran

g tu

a be

rinte

raks

i de

ngan

ana

knya

. Pel

atih

an

men

yedi

akan

bag

i ora

ng tu

a in

form

asi

akan

per

kem

bang

an, k

ekua

tan

dan

kele

mah

an a

nak-

anak

mer

eka.

Sal

ing

beke

rja s

ama

deng

an o

rang

tua

lain

nya

untu

k sa

ling

berb

agi a

kan

duku

ngan

, m

ekan

ism

e ko

ping

dan

sta

tegi

da

lam

pen

ingk

atan

per

kem

bang

an

anak

. Men

gaja

ri or

ang

tua

dala

m

men

gana

lisa

peril

aku

anak

dan

pe

nang

anan

yan

g te

pat.

Page 83: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

70

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Kons

ep te

oret

is y

ang

dibe

rikan

sep

erti:

min

d bl

indn

ess

Pem

bela

jara

n de

ngan

st

rate

gi b

aru

dan

baga

iman

a m

elet

akka

n or

ang

tua

ke d

alam

tin

daka

n in

i, be

rtuj

uan

untu

k m

enin

gkat

kan

kepe

rcay

aan

diri

dan

mem

buka

pik

iran

oran

g tu

a.pa

rent

al p

erce

ptio

nsBe

rupa

ya m

enin

gkat

kan

pem

aham

an d

iri o

rang

tu

a te

lah

dipe

rken

alka

n da

lam

per

seps

i mer

eka

akan

per

ilaku

ana

k au

tis.

ASC

END

ada

lah

prog

ram

ya

ng m

enge

mba

ngka

n da

n m

enge

valu

asi s

ecar

a in

depe

nden

dar

i pro

gram

Ea

rlyBi

rd d

an ti

dak

terd

apat

per

panj

anga

n ya

ng te

rakh

ir. P

rogr

am

ini s

iste

mat

ik d

an ru

tin

men

geva

lusi

unt

uk a

lasa

n pe

ning

kata

n kl

inis

yan

g ba

ik p

engg

unaa

n st

anda

r ku

esio

ner.

Sess

ion

1 Min

d bl

indn

ess

and

the

soci

al w

orld

Sess

ion

2 G

ettin

g th

e gi

stSe

ssio

n 3

Lang

uage

and

com

mun

icat

ion

Sess

ion

4 Pr

eocc

upat

ions

and

repe

titiv

e be

havi

ours

Sess

ion

5 Im

agin

atio

n, ti

me

perc

eptio

n an

d m

emor

ySe

ssio

n 6

Man

agin

g be

havi

our

Sess

ion

7 Ex

plor

ing

indi

vidu

al p

robl

ems

and

deve

lopi

ng s

trat

egie

s, P

art 1

Sess

ion

8 Tr

aini

ng o

n st

rate

gies

to m

anag

e be

havi

ours

, Par

t 1 S

essi

on 9

Wor

ksho

p: w

ritin

g so

cial

sto

ries

or m

akin

g vi

sual

tim

etab

les/

aids

Sess

ion

10 E

xplo

ring

indi

vidu

al p

robl

ems

and

deve

lopi

ng s

trat

egie

s, P

art 2

(rev

isin

g an

d ad

aptin

g pl

ans)

Sess

ion

11 S

trat

egie

s fo

r man

agin

g be

havi

our,

Part

2 C

onso

lidat

ion,

fina

l que

stio

ns, p

arty

.Pe

nguk

uran

:Co

urse

satis

fact

ion:

• A

brie

f eva

luat

ion

form

Pare

nt’s

com

men

ts a

nd su

gges

tions

:•

Dev

elop

men

tal B

ehav

iour

che

cklis

tSa

mpe

l:Ju

mla

h sa

mpe

l: 79

ora

ng tu

aD

uras

i:Te

lah

berja

lan

sela

ma

5 ta

hun.

Tuju

h se

ri pe

latih

an o

rang

tua

yang

dila

kuka

n da

ri ta

hun

2004

-200

7 (d

ua p

elat

ihan

di 2

004,

sa

tu p

elat

ihan

di 2

005,

dua

pel

atih

an d

i 200

6,

dan

dua

pela

tihan

di 2

007)

.

Page 84: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

71

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Flip

pin,

M. &

C

rais

, E.

(201

1)Th

e N

eed

for M

ore

Effe

ctiv

e Fa

ther

In

volv

emen

t in

Early

Au

tism

Inte

rven

tion

(Jurn

al)

Artik

el in

i men

jela

skan

te

ntan

g pe

ran

ayah

yan

g un

ik d

alam

men

gasu

h an

ak A

UTI

S. A

yah

mem

iliki

keu

nika

n da

n in

tera

ksi d

an

berk

ontr

ibus

i dal

am

perk

emba

ngan

bah

asa

dan

berm

ain

sim

bol.

Ayah

juga

ber

kont

ribus

i pa

da a

nak

AUTI

S un

tuk

men

guat

kan

dala

m p

enur

unan

be

rkom

unik

asi s

osia

l, te

ruta

ma

pada

are

a ba

hasa

dan

ber

mai

n si

mbo

l.

Sist

emat

ik re

view

aka

n pe

ran

ayah

terh

adap

ana

k AU

TIS:

Men

gide

ntifi

kasi

ke

terli

bata

n ay

ah d

alam

pr

ogra

m tr

aini

ng o

rang

tu

a un

tuk

anak

AU

TIS

Men

gide

ntifi

kasi

ko

ntrib

usi o

rang

tua

akan

ha

sil p

erm

aina

n si

mbo

l pa

da a

nak

AUTI

S da

n an

ak

berk

ebut

uhan

khu

sus

lain

nya

Men

guji

perb

edaa

n st

res

peng

alam

an k

opin

g ol

eh

ibu

dan

ayah

den

gan

anak

AU

TIS

Krite

ria R

evie

w a

rtik

el:

Part

isip

an y

ang

term

asuk

ada

lah

seku

rang

-ku

rang

sat

u pa

rtis

ipan

den

gan

AUTI

S an

tara

us

ia 2

-5 ta

hun

dan

oran

g tu

a m

erek

a, ib

u da

n/at

au a

yah

Has

il pe

nguk

uran

men

caku

p ke

mam

puan

be

rkom

unik

asi s

osia

l ana

k (m

isal

kom

unik

asi

verb

al/n

on v

erba

l, pe

niru

an, i

nter

aksi

sos

ial,

perh

atia

n be

rsam

a)O

rang

tua

adal

ah w

akil

dari

inte

rven

si.

Has

il :

Tota

l 27

artik

el d

ijum

pai k

riter

ia

khus

us.

Bera

sark

an h

asil

kajia

n lit

erat

ur

belu

m d

idap

atka

n pe

nelit

ian

akan

pe

nguj

ian

inte

rven

si p

eran

aya

h da

n be

rmai

n si

mbo

l unt

uk a

nak

AUTI

S.

Terd

apat

tiga

pen

eliti

an y

ang

rele

van:

st

udi o

bser

vasi

aka

n ko

ntrib

usi a

yah

berm

ain

sim

bol p

ada

anak

dow

n sy

ndro

me

dand

ua p

enel

itian

ber

mai

n si

mbo

l aka

n pe

ran

oran

g tu

a te

rhad

ap

anak

AU

TIS.

Ana

k AU

TIS

mem

buat

ke

untu

ngan

dal

am b

erm

ain

sim

bol

dan

berm

ain

obje

k la

inny

a, m

eski

pun

belu

m d

ilapo

rkan

per

an a

yah

di d

alam

in

terv

ensi

.

Stei

ner,

A.M

. (20

11).

A S

tren

gth-

Base

d A

ppro

ach

to

Pare

nt E

duca

tion

for C

hild

ren

With

Au

tism

(Jur

nal)

Bert

ujua

n un

tuk

men

guji

dam

pak

dari

pend

ekat

an

stre

ngth

bas

ed u

ntuk

ed

ukas

i ora

ng tu

a.

A S

tren

gth

Base

d A

ppro

ach:

Pend

ekat

an u

ntuk

or

ang

tua

pada

ana

k au

tism

, men

gide

ntifi

kasi

kr

iteria

pos

itif p

ada

anak

da

n hu

bung

an y

ang

berm

anfa

t kar

ena

stre

ssor

di

hubu

ngka

n de

ngan

ke

tidak

mam

puan

yan

g pa

rah,

dan

tida

k m

udah

un

tuk

diku

asai

.

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini d

ilaks

anak

an p

ada

anak

da

n pe

ngas

uh u

tam

anya

(ibu

). An

ak

pert

ama:

pen

gasu

h be

rupa

ya m

emah

ami

dan

men

ingk

atka

n ke

lem

ahan

ana

k (n

on

verb

al, k

omun

ikas

i kur

ang

berf

ungs

i, ja

rang

be

rinte

raks

i den

gan

oran

g la

in, m

erus

ak,

men

ghin

dar,

deng

an p

etun

juk

dari

tera

pis.

Has

il:O

rang

tua

men

unju

kkan

kem

ajua

n af

eksi

nya,

mem

buat

lebi

h po

sitif

pa

da a

nak

mer

eka,

pen

ingk

atan

kas

ih

saya

ng s

ecar

a fis

ik, k

emaj

uan

prog

ram

in

terv

ensi

ana

k au

tism

, kop

ing

oran

g tu

a da

n pe

ning

kata

n hu

bung

an o

rang

tu

a da

n an

ak.

Page 85: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

72

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Peng

asuh

(ibu

) ber

upay

a m

enin

gkat

kan

kele

mah

an

yang

dim

iliki

ana

k de

ngan

pe

tunj

uk d

an a

raha

n da

ri te

rapi

s.Ke

tika

anak

sud

ah

men

ampi

lkan

per

ilaku

ya

ng d

iingi

nkan

dan

m

emin

imal

kan

peril

aku

yang

tida

k di

ingi

nkan

, m

ka a

kan

berp

enga

ruh

pada

kes

ejah

tera

an o

rang

tu

a.

Pend

ekat

an in

i m

enin

gkat

kan

pand

anga

n as

pek

posi

tif d

ari p

erila

ku

anak

, are

a ko

mpe

tens

i ya

ng d

iting

katk

an d

an

area

per

kem

bang

an y

ang

difa

silit

asi.

Peng

ukur

an:

Anak

per

tam

aPe

ngas

uh b

erup

aya

men

ingk

atka

n ke

lem

ahan

an

ak (n

on v

erba

l, ko

mun

ikas

i kur

ang

berf

ungs

i, m

erus

ak, m

engh

inda

r).

Anak

ked

ua:

Peng

asuh

ber

upay

a m

enin

gkat

kan

kele

mah

an

anak

(ana

knya

spo

ntan

itas,

jara

ng b

erin

tera

ksi

sosi

al d

nega

n or

ang

lain

, mer

usak

, per

ilaku

m

enst

imul

asi d

iri).

Anak

ket

iga:

Peng

asuh

ber

upay

a m

enin

gkat

kan

kele

mah

an

anak

(spo

ntan

itas,

gag

al d

alam

ber

inte

raks

i so

sial

, per

ilaku

terb

atas

dan

ber

ulan

g-ul

ang)

.Sa

mpe

l:Ju

mla

h Sa

mpe

l: tig

a an

ak d

enga

n pe

ngas

uh

utam

anya

(ibu

).D

uras

i:20

jam

per

min

ggun

ya.

Luth

er, E

., C

anha

m,

Dar

yl.,

Cure

ton,

V.

(201

1) C

opin

g an

d So

cial

Sup

port

for

Pare

nts o

f Chi

ldre

n w

ith A

utism

.(Ju

rnal

)

Duk

unga

n So

sial

ke

lom

pok

bert

ujua

n un

tuk

mem

berik

an

tem

pat b

agi o

rang

tua

untu

k m

endi

skus

ikan

ke

sulit

an y

ang

oran

g tu

a al

ami,

salin

g be

rbag

i st

rate

gi k

opin

g da

n ke

caka

pan,

dan

ber

jum

pa

deng

an tu

a de

ngan

si

tuas

i yan

g sa

ma.

Pare

nt S

uppo

rt G

roup

&

Soc

ial S

uppo

rt

Inte

vent

ions

:M

enye

diak

an d

ukun

gan

sosi

al d

alam

set

ing

pend

idik

an d

an

kom

unita

s

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pa

rtis

ipan

dim

inta

unt

uk m

elen

gkap

i kue

sion

er

peng

ukur

an d

an d

imin

ta m

enge

mba

likan

3

min

ggu

kem

udia

n. K

eper

caya

an d

iri o

rang

tu

a di

ukur

ole

h su

rvei

tanp

a na

ma

dan

dari

peng

gabu

ngan

dat

a. P

artis

ipan

dal

am

pene

litia

n in

i ada

lah

suka

rela

.Pe

nguk

uran

:Fa

mily

Cris

is O

rient

ed P

erso

nal E

valu

atio

n Sc

ales

(F-C

OPE

S)So

cial

Sup

port

Inde

x (S

SI)

Has

il:Be

rdas

arka

n sk

or F

-CO

PES

Mes

kipu

n 83

% s

ampe

l leb

ih k

uat a

kan

kepe

rcay

aan

terh

adap

Tuh

an s

ebag

ai

cra

untu

k ko

ping

, nam

un le

bih

sedi

kit

diba

ndin

gkan

pen

ggun

aan

kopi

ng

deng

an m

engh

adiri

pel

ayan

an g

erej

a at

au a

ktiv

itas

yang

mem

butu

hkan

la

yana

n da

ri pe

ndet

a.

Page 86: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

73

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Sam

pel:

Part

isip

an a

dala

h or

ang

tua

deng

ana

anak

AU

TIS

(usi

a 5-

13 ta

hun)

yan

g te

lah

terd

afta

r pa

da k

elas

ber

kebu

tuha

n kh

usus

di n

egar

a Ka

lifor

nia.

Berd

asar

kan

skor

SSI

Mem

iliki

ke

unik

an s

tres

, pad

a pe

nelit

ian

ini m

emili

ki s

kor y

ang

lebi

h tin

ggi

dala

m p

engg

unaa

n du

kung

an s

osia

l di

band

ingk

an k

elom

pok

norm

al.

Has

tings

, R.,

Kovs

hoff,

H.,

Brow

n, T

., W

ard,

N

., Es

pino

sa, F

., Re

min

gton

, B.

(200

5).

Copi

ng s

trat

egie

s in

mot

hers

an

d fa

ther

s of

pr

esch

ool a

nd

scho

ol-a

ge

child

ren

with

au

tism

.

Bert

ujua

n un

tuk:

• U

ntuk

men

geks

plor

asi

stru

ktur

dar

i st

rate

gi k

opin

g ya

ng

digu

naka

n or

ang

tua

dari

anak

aut

is.

• U

ntuk

mel

ihat

pe-

ngar

uh p

erbe

daan

ge

nder

dar

i ora

ng tu

a ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

, (ba

ik ib

u da

n ay

ah d

irekr

ut u

ntuk

pe

nelit

ian)

dan

usi

a an

ak a

utis

dal

am

kelu

arga

(jum

lah

kelu

arga

den

gan

anak

TK

dan

usi

a se

kola

h di

rekr

ut).

• M

enge

kspl

oras

i hu

bung

an a

ntar

a st

rate

gi k

opin

g or

ang

tua

dan

stre

s pe

ngas

uhan

dan

ke

seha

tan

men

tal.

Copi

ng s

trat

egie

s (B

rief

COPE

)Ad

alah

sal

ah s

atu

kopi

ng

yang

dila

kuka

n un

tuk

dapa

t mem

buat

indi

vidu

m

ampu

ber

taha

n da

n w

ell

bein

g•

Men

caku

p be

rbag

ai

stra

tegi

kop

ing

• D

apat

dih

adirk

an

dala

m s

ebua

h si

tuas

i, da

lam

hal

ini d

apat

m

enye

suai

kan

deng

an

tunt

utan

aka

n ko

ndis

i an

ak a

utis

• Le

bih

pend

ek

dan

lebi

h ce

pat

dala

m m

enge

lola

di

band

ingk

an v

ersi

la

in d

ari C

OPE

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini d

ilaks

anak

an p

ada

dua

sam

pel

yang

terd

iri d

ari a

yah

dan

ibu.

Unt

uk s

ampe

l 1,

kues

ione

r ora

ng tu

a m

enca

kup

Brie

f CO

PE

dan

peng

ukur

an w

ell b

eing

dik

irim

kan

pada

al

amat

mas

ing-

mas

ing

anak

dan

kem

udia

n di

kem

balik

an d

enga

n am

plop

yan

g di

pera

ngko

i ke

pada

pen

eliti

.U

ntuk

sam

pel 2

, kue

sion

er o

rang

tua

men

caku

p Br

ief C

OPE

dan

pen

guku

ran

kese

jaht

eraa

n or

ang

tua

dial

amat

kan

keru

mah

ora

ng tu

a da

n di

kem

balik

an d

alam

am

plop

tert

utup

kep

ada

team

ket

ika

mer

eka

diku

njun

gi u

ntuk

ass

esm

ent l

ainn

ya d

ala

rum

ah

mer

eka

Peng

ukur

an:

Copi

ng:

• Br

ief C

OPE

(Car

ver,

dkk.

, 198

9)Pa

rent

al w

ell b

eing

:•

Hos

pita

l anx

iety

and

Dep

ress

ion

Scal

e (H

ADS;

Zi

gmon

& S

naith

, 198

3).

• Q

uest

ionn

aire

on

Reso

urce

s and

Str

ess-

Frie

dric

h (Q

RS-F

; Frie

dric

h, d

kk.,

1983

).

Has

ilnya

:Te

rdap

at e

mpa

t dim

ensi

kop

ing,

ya

itu a

ctiv

e av

oida

nce

copi

ng, p

robl

em

focu

sed

copi

ng, p

ositi

ve c

opin

g, d

an

relig

ious

/den

ial c

opin

g.Te

rdap

at h

ubun

gan

anta

ra s

trat

egi

kopi

ng d

an s

res

peng

asuh

an d

an

kese

hata

n m

enta

l. Pr

aktik

ber

dam

pak

pada

pen

gura

ngan

avo

idan

ce c

opin

g da

n pe

ning

kata

n pe

nggu

naan

str

ateg

i po

sitiv

e st

rate

gies

. Pen

ggun

aan

copi

ng

stra

tegi

dap

at m

enin

gkat

kan

stre

s da

n m

asal

ah k

eseh

atan

men

tal,

dan

peng

guna

an re

fram

ing

psoi

tif d

apat

m

enur

unka

n st

res.

Page 87: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

74

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Sa

mpe

l:Ju

mla

h sa

mpe

l 1 (2

6 ib

u da

n 20

aya

h) y

ang

mem

iliki

ana

k AU

TIS

bers

ekol

ah.

Jum

lah

sam

pel 2

(48

ibu

dan

41 a

yah)

yan

g m

emili

k an

ak A

UTI

S be

rsek

olah

yan

g te

rdaf

tar

pada

SC

AmP

(seb

uah

proj

ek p

enge

valu

asia

n te

rhad

ap in

terv

ensi

per

ilaku

unt

uk a

nak

autis

ya

ng le

bih

mud

a.M

ahon

ey, G

., &

Pe

rale

s, F.

(200

3)U

sing

Rela

tions

hip-

Fo

cuse

d to

En

hanc

e th

e So

cial

-Em

otio

nal

Func

tioni

ng o

f Yo

ung

Child

ren

with

Au

tism

Spe

ctru

m

Diso

rder

(Jur

nal)

Bert

ujua

n un

tuk:

• M

emba

ntu

oran

g tu

a m

empe

l aja

ri sa

tu

sam

pai d

ua s

trat

egi

resp

onsiv

e te

achi

ng

yang

seb

e lum

nya

belu

m d

apat

bek

er ja

sa

ma

sam

pai i

nter

aksi

m

er ek

a de

ngan

ana

k m

erek

a se

lam

a ru

-tin

itas

kese

haria

n•

Men

doro

ng o

rang

tu

a m

e lan

jut k

an

peng

guna

an s

trat

egi

yang

tela

h di

pela

jari

sebe

lum

nya.

Rela

tions

hip

Focu

sed

Inte

rven

tion:

Pend

ekat

an u

mum

un

tuk

men

gem

bang

kan

inte

rven

si y

ang

men

doro

ng d

an

men

duku

ng o

rang

tua

untu

k m

e nin

gkat

kan

stra

tegi

tang

gung

ja w

ab

se la

ma

inte

raks

i rut

inita

s de

ngan

ana

k m

erek

a.

Des

krip

si A

ktiv

itas

:An

ak d

an o

rang

tua

men

erim

a in

terv

ensi

se

tiap

min

ggun

ya s

elam

a 8 1

4 bu

lan.

Set

iap

sesi

per

tem

uan

berf

okus

pad

a us

aha

men

doro

ng u

ntuk

men

ggun

akan

kur

ikul

um

Resp

onsiv

e Te

achi

ng u

ntuk

mem

perk

enal

kan

perk

emba

ngan

sos

ioem

osio

nal a

nak.

Peng

ukur

an:

Resp

onsiv

e Te

achi

ng P

ivot

al In

terv

entio

n O

bjec

tives

:•

Cogn

ition

:

Soci

al p

lay,

initi

atio

n, e

xplo

ratio

n, p

robl

em

solv

ing,

pra

ctic

e•

Com

mun

icat

ion:

Jo

int a

ctiv

ity, j

oint

att

entio

n, v

ocal

izat

ion,

In

tent

iona

l com

mun

icat

ion,

con

vers

atio

n•

Soci

al e

mot

iona

l fun

ctio

ning

Tr

ust/

atta

chm

ent,

empa

thy/

inte

rsub

ject

ivity

, co

oper

atio

n, se

lf re

gula

tion

• M

otiv

atio

n:

Inte

rest

, per

siste

nce,

enj

oym

ent,

feel

ings

of

com

pete

nce,

feel

ings

of c

ontr

ol

Has

il:In

terv

ensi

rela

tions

hip-

focu

sed

cuku

p m

enja

njik

an p

ada

peni

ngka

tan

kebe

rfun

gsia

n so

sial

em

osio

nal d

ari

anak

AU

TIS.

Per

band

inga

n pr

e da

n po

st a

sses

smen

ts m

engi

ndik

asik

an

bahw

a in

terv

ensi

suk

ses

dala

m

men

doro

ng ib

u un

tuk

lebi

h be

resp

ons

dan

bert

angg

ung

jaw

ab te

rhad

ap

hubu

ngan

ant

ara

ibu

dan

anak

.

Page 88: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

75

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Sa

mpe

l:Ju

mla

h sa

mpe

l 1 (2

6 ib

u da

n 20

aya

h) y

ang

mem

iliki

ana

k AU

TIS

bers

ekol

ah.

Jum

lah

sam

pel 2

(48

ibu

dan

41 a

yah)

yan

g m

emili

k an

ak A

UTI

S be

rsek

olah

yan

g te

rdaf

tar

pada

SC

AmP

(seb

uah

proj

ek p

enge

valu

asia

n te

rhad

ap in

terv

ensi

per

ilaku

unt

uk a

nak

autis

ya

ng le

bih

mud

a.M

ahon

ey, G

., &

Pe

rale

s, F.

(200

3)U

sing

Rela

tions

hip-

Fo

cuse

d to

En

hanc

e th

e So

cial

-Em

otio

nal

Func

tioni

ng o

f Yo

ung

Child

ren

with

Au

tism

Spe

ctru

m

Diso

rder

(Jur

nal)

Bert

ujua

n un

tuk:

• M

emba

ntu

oran

g tu

a m

empe

l aja

ri sa

tu

sam

pai d

ua s

trat

egi

resp

onsiv

e te

achi

ng

yang

seb

e lum

nya

belu

m d

apat

bek

er ja

sa

ma

sam

pai i

nter

aksi

m

er ek

a de

ngan

ana

k m

erek

a se

lam

a ru

-tin

itas

kese

haria

n•

Men

doro

ng o

rang

tu

a m

e lan

jut k

an

peng

guna

an s

trat

egi

yang

tela

h di

pela

jari

sebe

lum

nya.

Rela

tions

hip

Focu

sed

Inte

rven

tion:

Pend

ekat

an u

mum

un

tuk

men

gem

bang

kan

inte

rven

si y

ang

men

doro

ng d

an

men

duku

ng o

rang

tua

untu

k m

e nin

gkat

kan

stra

tegi

tang

gung

ja w

ab

se la

ma

inte

raks

i rut

inita

s de

ngan

ana

k m

erek

a.

Des

krip

si A

ktiv

itas

:An

ak d

an o

rang

tua

men

erim

a in

terv

ensi

se

tiap

min

ggun

ya s

elam

a 8 1

4 bu

lan.

Set

iap

sesi

per

tem

uan

berf

okus

pad

a us

aha

men

doro

ng u

ntuk

men

ggun

akan

kur

ikul

um

Resp

onsiv

e Te

achi

ng u

ntuk

mem

perk

enal

kan

perk

emba

ngan

sos

ioem

osio

nal a

nak.

Peng

ukur

an:

Resp

onsiv

e Te

achi

ng P

ivot

al In

terv

entio

n O

bjec

tives

:•

Cogn

ition

:

Soci

al p

lay,

initi

atio

n, e

xplo

ratio

n, p

robl

em

solv

ing,

pra

ctic

e•

Com

mun

icat

ion:

Jo

int a

ctiv

ity, j

oint

att

entio

n, v

ocal

izat

ion,

In

tent

iona

l com

mun

icat

ion,

con

vers

atio

n•

Soci

al e

mot

iona

l fun

ctio

ning

Tr

ust/

atta

chm

ent,

empa

thy/

inte

rsub

ject

ivity

, co

oper

atio

n, se

lf re

gula

tion

• M

otiv

atio

n:

Inte

rest

, per

siste

nce,

enj

oym

ent,

feel

ings

of

com

pete

nce,

feel

ings

of c

ontr

ol

Has

il:In

terv

ensi

rela

tions

hip-

focu

sed

cuku

p m

enja

njik

an p

ada

peni

ngka

tan

kebe

rfun

gsia

n so

sial

em

osio

nal d

ari

anak

AU

TIS.

Per

band

inga

n pr

e da

n po

st a

sses

smen

ts m

engi

ndik

asik

an

bahw

a in

terv

ensi

suk

ses

dala

m

men

doro

ng ib

u un

tuk

lebi

h be

resp

ons

dan

bert

angg

ung

jaw

ab te

rhad

ap

hubu

ngan

ant

ara

ibu

dan

anak

.

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

• M

asin

g-m

asin

g re

spon

sive

teac

hing

di

ranc

ang

untu

k m

emba

ntu

oran

g tu

a m

emen

tingk

an s

atu

dari

lima

perb

edaa

n ko

mpo

nen

peril

aku

inte

raks

i ber

espo

ns,

sepe

rti:

Sam

pel:

Jum

lah

sam

pel 2

0 an

ak d

enga

n di

agno

sis

AUTI

S be

rsam

a de

ngan

ora

ng tu

anya

Dur

asi 8

- 14

bul

an

Boyd

, B. (

2002

)Ex

amin

ing

the

Rela

tion s

hip

Betw

een

Stre

ss

and

Lack

of S

ocia

l Su

ppor

t in

Mot

hers

of

Chi

ldre

n w

ith

Autis

m (J

urna

l lit

erat

ur re

view

)

Bert

ujua

n un

tuk

men

gung

kapk

an

pent

ingn

ya in

terv

ensi

du

kung

an s

osia

l yan

g di

terim

a ib

u da

lam

m

enin

gkat

kan

kese

jaht

eraa

n,

men

urun

kan

stre

s.Pa

da ib

u de

ngan

ana

k AU

TIS,

info

rmal

sup

port

le

bih

efek

tif m

enga

tasi

st

res

diba

ndin

gkan

fo

rmal

supp

ort.

Soci

al S

uppo

rt

Inte

rven

tions

:In

terv

ensi

dib

utuh

kan

untu

k m

emba

ntu

oran

g tu

a da

lam

men

ingk

atka

n em

otio

nal w

ell b

eing

de

ngan

ada

nya

pem

beria

n du

kung

an

sosi

al. M

emba

ntu

oran

g tu

a m

enga

tasi

dal

am

peng

asuh

an a

nak

yang

be

rkeb

utuh

an k

husu

s

Peng

ukur

an:

Inst

rum

ent t

iga

lapo

ran

diri

yang

bia

sa

digu

naka

n ol

eh o

rang

tua

yang

men

gala

mi

autis

me,

dan

per

an d

ukun

gan

sosi

al s

anga

t te

pat.

Alat

uku

r yan

g bi

asa

digu

naka

n:Pa

rent

ing

stre

ss•

Pare

ntin

g St

ress

Inde

x (P

SI: A

bidi

n, 19

83).

• Q

uest

ionn

aire

in R

esou

rces

and

Str

ess (

QRS

; H

olyr

oyd,

1974

)Fa

mily

Sup

port

• Fa

mily

Sup

port

Sca

le (D

unst

, Jen

kins

&

Triv

ette

, 198

4).

Has

il:Te

rdap

at ti

ga to

pik

yang

ber

hubu

ngan

de

ngan

pen

caria

n du

kung

an s

osia

l:•

Men

guji

kara

kter

uta

ma

ibu

yang

m

enye

babk

an m

erek

a m

enca

ri du

kung

an s

osia

l•

Berk

onse

ntra

si p

ada

baga

iman

a ci

ri-ci

ri an

ak a

utis

m b

erin

tera

ksi

deng

an ib

unya

yan

g m

emen

garu

hi

kepu

tusa

nnya

unt

uk m

enet

apka

n du

kung

an s

osia

l•

Efek

neg

atif

yang

dap

at b

erta

mba

h ke

tika

duku

ngan

sos

ial t

idak

te

rsed

ia

Page 89: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

76

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Frea

, W,.

Hep

burn

, S.

(199

9)Te

achi

ng P

aren

ts

of C

hild

ren

with

Au

tism

to P

erfo

rm

Func

tiona

l A

sses

smen

ts to

Pla

n In

terv

entio

ns fo

rEx

trem

ely

Disr

uptiv

eBe

havi

ors

(Jurn

al)

Bert

ujua

n un

tuk

men

ginv

estig

asik

an

kem

ampu

an o

rang

tua

dala

m m

empe

laja

ri ke

mam

puan

yan

g be

rhub

unga

n ke

berf

ungs

ian

asse

smen

t da

n m

enci

ptak

an

inte

rven

si.

• M

enila

i kem

ampu

an

oran

g tu

a da

lam

pe

nggu

naan

man

ual

pem

bela

jara

n un

tuk

men

ampi

lkan

ke

berf

ungs

ian

asse

smen

t•

Men

g ide

n tifi

kasi

kan

bahw

a or

ang

tua

mam

pu m

emba

ngun

pe

rilak

u ya

ng te

pat

buat

ana

knya

.•

Men

geva

luas

i ke

mam

puan

ora

ng

tua

untu

k m

enga

r se

cara

man

diri

akan

pe

rilak

u ba

ru

Teac

hing

Par

ents

Mer

upak

an p

rogr

am y

ang

men

gaja

ri or

ang

tua

agar

da

pat b

erin

tera

ksi d

an

men

gopt

imal

kan

anak

nya

yang

aut

is. D

ihar

apka

n de

ngan

ada

nya

inte

raks

i an

tara

ora

ng tu

a da

n an

ak, a

kan

sem

akin

m

embu

at k

elua

rga

mem

aham

i dan

men

erim

a ko

ndis

i ana

knya

, dan

te

rakh

ir ak

an b

erda

mpa

k pa

da k

esej

ahte

raan

ora

ng

tua.

Des

krip

si A

ktiv

itas

:Pe

nelit

ian

ini d

ilaks

anak

an p

ada

dua

sam

pel

yang

terd

iri d

ari a

yah

dan

ibu.

Unt

uk s

ampe

l 1,

kues

ione

r ora

ng tu

a m

enca

kup

Brie

f CO

PE

dan

peng

ukur

an w

ell b

eing

dik

irim

kan

pada

al

amat

mas

ing-

mas

ing

anak

dan

kem

udia

n di

kem

balik

an d

enga

n am

plop

yan

g di

pera

ngko

i ke

pada

pen

eliti

.U

ntuk

sam

pel 2

, kue

sion

er o

rang

tua

men

caku

p Br

ief C

OPE

dan

pen

guku

ran

kese

jaht

eraa

n or

ang

tua

dial

amat

kan

ke ru

mah

ora

ng tu

a da

n di

kem

balik

an d

alam

am

plop

tert

utup

ke

pada

team

ket

ika

mer

eka

diku

njun

gi

untu

k as

sesm

ent l

ainn

ya d

ala

rum

ah m

erek

a Ba

selin

e da

n in

terv

ensi

aka

n di

ambi

l vid

eony

a se

lam

a ke

seha

rian

sore

nya

anta

ra k

edua

ke

luar

ga. M

asin

g-m

asin

g ke

luar

ga d

imin

ta

men

gide

ntifi

kasi

kan

kegi

atan

kes

ehar

ian.

U

ntuk

Cas

idi,

kegi

atan

yan

g di

laku

kan

adal

ah te

rliba

t dal

am m

erap

ikan

mai

nann

ya

dan

mem

bant

u ib

unya

men

yiap

kan

mak

an

mal

am. U

ntuk

Tyr

el k

eseh

aria

nnya

mem

bant

u m

erap

ikan

mai

nan,

men

cuci

tang

an d

an w

ajah

, da

n du

duk

di k

ompu

ter.

Sam

pel:

Dua

kel

uarg

a, y

aitu

:Ke

luar

ga p

erta

ma:

kel

uarg

a C

asid

i (se

oran

g an

ak la

ki-l

aki a

utis

ber

umur

4 ta

hun

yang

tela

h te

rdia

gnos

is a

utis

, ), i

buny

a se

oran

g sin

gle

mot

her

Kelu

arga

ked

ua :

kelu

arga

Tyr

el (s

eora

ng a

nak

laki

-lak

i aut

is b

erum

ur 4

tahu

n ya

ng te

lah

terd

iagn

osis

aut

is).

Dua

kel

uarg

a di

telit

i, ha

siln

ya

men

gind

ikas

ikan

bah

wa

satu

kel

uarg

a pe

rtam

a su

kses

dal

am p

engg

unaa

n in

form

asi k

eber

fung

sian

ass

esm

ent

untu

k m

enja

di m

andi

ri m

enci

ptak

an

inte

rven

si e

fekt

if.Ke

luar

ga k

edua

dim

inta

unt

uk

men

giku

ti se

si in

stru

ksi s

ingk

at d

alam

pr

osed

ur p

engg

erak

an h

ati u

ntuk

m

ener

apka

n in

terv

ensi

sec

ara

efek

tif.

Page 90: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

77

Nam

a Pe

nelit

i &

Judu

lTu

juan

Bent

uk In

terv

ensi

Pros

edur

Has

il

Sin,

N.,

&

Lyub

omirs

ky, S

. (2

009)

.En

hanc

ing

Wel

l bei

ng a

nd

Alle

viat

ing

Dep

ress

ive

Sym

ptom

s with

Po

sitiv

e Ps

ycho

logy

In

terv

entio

ns :

A

Prac

tice

Frie

ndly

M

eta

Ana

lysis

(L

itera

tur J

umal

)

Bert

ujua

n un

tuk

men

anam

kan

pera

saan

po

sitif

, per

ilaku

pos

itif,

atau

pik

iran

posi

tif.

Posit

ive

Psyc

holo

gy

Inte

rven

tions

:•

Trea

tmen

t ata

u m

etod

e at

au

kegi

atan

yan

g di

se-

ngaj

a,m

enin

g kat

kan

kese

jaht

eraa

n da

n m

empe

rbai

ki g

ejal

a de

pres

i, de

ngan

m

engu

tam

akan

ke

lebi

han-

kele

biha

n ya

ng a

da p

ada

diri

setia

p in

divi

du.

• In

terv

ensi

yan

g di

desi

gn u

ntuk

m

enar

getk

an

kons

truk

psi

kolo

gi

posi

tif b

ertu

juan

un

tuk

men

ingk

atka

n ke

seja

hter

aan

subj

ektif

dan

sel

uruh

ke

baik

an in

divi

du.

PP

Is te

lah

men

arge

tkan

ko

nstr

uk s

eper

ti gr

atitu

de, c

hara

cter

st

reng

ths,

savo

ring,

ki

ndne

ss, h

ope,

op

timism

(Em

mon

s &

McC

ullo

ugh,

Kin

g,

2001

, Kur

tz, 2

008;

Se

nf &

Lia

u, 2

013)

.

Met

ode

Met

a an

alis

isKa

jian

met

aana

lisis

pad

a in

terv

ensi

psi

kolo

gi

posi

tif, m

engg

unak

an s

eban

yak

51 p

enel

itian

da

ri ta

hun

1977

sam

pai 2

008,

kaj

ian

inte

rven

si

deng

an 4

.226

indi

vidu

yan

g di

laku

kan

pada

ka

jian

ini.

Lang

kah-

lang

kah:

1. M

enca

ri ka

jian

pust

aka

yang

dip

ublik

asik

an

mau

pun

yang

tida

k di

publ

ikas

ikan

2.

Men

cari

data

base

onl

ise

Psyc

INFO

den

gan

men

ggun

akan

kat

a ku

nci:

depe

ssio

n,

inte

rven

tion,

pos

itve

affe

ct, p

ositi

ve

psyc

holo

gy, p

ositi

ve p

sych

othe

rapy

, wel

l be

ing

ther

apy,

dan

wel

l bei

ng.

Has

il :

Inte

rven

si p

siko

logi

pos

itif s

ecar

a si

gnifi

kan

mam

pu m

enin

gkat

kan

kese

jaht

eraa

n (m

ean

r = 0

.29)

dan

m

enur

unka

n ge

jala

dep

resi

(mea

n r =

0.

31).

Bebe

rapa

fakt

or d

item

ukan

ber

dam

pak

pada

kee

fekt

ifa in

terv

ensi

psi

kolo

gi

posi

tif, t

erm

asuk

sta

tus

depr

esi,

sele

ksi

diri,

usi

a pa

rtis

ipan

, for

mat

dan

dur

asi

inte

rven

si.

Page 91: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

78

C. ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF DAN NEUROPSIKOLOGIPada subbab ini, yaitu anak dengan gangguan spektrum autis dan

neuropsikologi merupakan rangkuman artikel yang bersumber dari penulis dan sudah pernah dimuat pada Buletin Psikologi (2017), No. l Vol. 25 h. 11­25. Intinya neuropsikologi merupakan suatu bidang multidisiplin atau interdisiplin antara neurologi dan psikologi. Pha res (1992) mengemuka­kan bahwa neuropsikologi dianggap seba gai salah satu di antara kekhusus­an psikologi klinis. Neuropsikologi mem pelajari hubungan antara otak dan perilaku, disfungsi otak dan defi sit pe rilaku, dan melakukan asesmen dan perlakuan (treatment) untuk perilaku yang berkaitan dengan fungsi otak yang terganggu. Sedangkan neuropsikologi klinis menurut Lezak (1995) adalah ilmu terapan yang mempelajari ekspresi perilaku dari dis­fungsi otak (app lied science concerned with the behavioral expression of brain dysfunc ti on). Bidang ini muncul karena kebutuhan untuk dilakukan pe min ­dai an (screening) dan diagnosis atas mereka yang mengalami cedera otak dan gangguan perilaku pada tentara pasca­Perang Dunia dan un tuk re ­habilitasinya. Evaluasi atas perilaku kasus­kasus itu diperlukan oleh neu­rolog dan ahli bedah saraf untuk mendampingi diagnosis dan mencatat perjalanan gangguan otak atau efek perlakuan.

Lezak (1995) menjelaskan bahwa perilaku manusia dalam pen dekatan neuropsikologi dijelaskan sebagai sistem, yakni ada sistem kognitif, sistem emosi dan sistem eksekutif. Termasuk sistem kognitif adalah pengolahan informasi yang meliputi fungsi reseptif, fungsi memori­belajar­berpikir, dan fungsi ekspresif. Sistem emosi meliputi emosi dan suasana hati (mood), motivasi dan yang merupakan varia bel kepribadian. Sistem ketiga yakni eksekutif meliputi bagaimana seseorang berperilaku, apakah ia mampu menolong diri sendiri, pe rilakunya bertujuan, dan lain­lain.

Lebih dari dua dekade lalu, pendekatan neuropsikologi berperan pen­ting dalam menetapkan dasar­dasar neurobiologis otak pada anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf. Teknis neuropsikologi me miliki ke baruan penting pada ketidaknormalan perkembangan sa raf anak, dan pada variasi neuroanatomi yang mengategorikan apa kah anak tersebut mengalami gangguan perkembangan atau tidak.

1. Anak dengan Gangguan Spektrum AutisBerdasarkan pendekatan neuropsikologi, gangguan yang dialami anak

dengan gangguan spectrum autis terjadi karena adanya ketidak normalan

Page 92: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

79

dalam struktur dan biokimia otak (Carlson, 2011; Stefana tos & Baron, 2011), misalnya pertumbuhan otak yang lebih besar 5­10% dari anak nor­mal sampai usia 4 tahun, namun kemudian melambat, dan akhirnya ber­kurang sebelum waktunya. Anak dengan gangguan spektrum autis juga mengalami perbedaan dalam beberapa struk tur otak terutama di bagian otak yang terkait dengan fungsi eksekutif ser ta kemampuan komunikasi dan sosial seperti di bagian frontal cor tex, temporal cortex, hippocampus, dan amygdala. Hal ini menyebabkan anak kesulitan dalam melakukan perencanaan, kurang fleksibel da lam berpikir, kesulitan dalam melakukan generalisasi, kesulitan un tuk meng integrasikan informasi secara lengkap menjadi sesuatu yang ber makna, serta kesulitan dalam kemampuan in­tersubjektivitas (ke mam puan untuk meletakkan diri sendiri pada posisi/kondisi orang lain) (dalam Daulay, 2017).

Pendekatan neuropsikologi juga memandang bahwa gangguan yang dialami anak dengan keistimewaan ini disebabkan karena adanya gang gu­an dalam mengintegrasikan informasi sensori yang dite ri ma lingkung an. Gangguan dalam proses sensori ini meliputi cara mem peroleh in formasi melalui indera (sensory reactivity), cara meng olah informasi ter sebut (sen-sory procesing), serta cara menggerakkan otot dan melakukan se rang­kai an gerakan sebagai respons terhadap stimulus sensori yang diterima. Gangguan proses sensori ini menye babkan anak menunjukkan perilaku atau respons yang tidak tepat, misalnya anak menunjukkan reaksi yang berlebihan (hyper/over re active) seperti menjerit saat mendengar musik, atau malah kurang bereaksi terhadap stimulus sensori, misalnya tidak merasa sakit ketika terluka (dalam Mukhtar, 2016).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, gangguan spektrum autis merupakan gangguan perkembangan yang disebabkan oleh ke lainan struk tur dan kimiawi otak. Akibatnya, anak­anak ini mengala mi banyak ma sa lah dalam mengolah informasi dan kesulitan dalam memberikan res­pons yang tepat. Sistem yang bertanggung jawab un tuk menerima dan mengolah rangsangan (stimulus) dari luar, disebut sebagai sistem sensorik, tidak bekerja dengan baik. Kondisi sensorik ini memegang peranan pen­ting dalam munculnya beragam masa lah dalam kehidupan mereka seha­ri­hari. Hambatan terbesar biasanya me reka alami saat usia kanak­kanak, ketika sistem sensorik masih bu ruk dan mereka belum mengembangkan cara­cara yang tepat untuk beradaptasi dengan lingkungan. Seiring ber­tambahnya usia dan pena nganan yang tepat, maka sistem sensorik ini akan bekerja lebih baik (Ginanjar, 2008, dalam Daulay, 2017).

Berdasarkan penjelasan neuropsikologi pada perilaku manusia menu­

Page 93: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

80

rut Lezak (1995) dapat dijelaskan sebagai sistem, yakni ada sis tem kognitif, sistem emosi dan sistem eksekutif, sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa perilaku anak dengan gangguan spek trum autis dapat dijelaskan sebagai berikut (dalam Daulay, 2017):1. Sistem kognitif: pada anak autis mengalami penurunan volume, ke­

lainan ukuran saraf dan kepadatan pada lobus temporalis, kemudian akan mengalami kelainan volume cerebellum sehingga sangat sulit untuk membagi perhatian dan memusatkan perha ti an, namun ketika perhatian terpusat, anak autis akan sulit un tuk mengalihkan perhati­an, dan mengalami perhatian sosial yang rendah.

2. Sistem emosi: pada anak autis mengalami penurunan ukuran sel neuron dalam sistem limbik sehingga berdampak pada keti dak ber fungsian dalam stimulus sosial, gerakan meniru, stimulus emosi, per hatian, dan bermain simbol. Pada anak autis juga me ng alami neu roaktivasi yang tidak normal pada amigdala dan hi po kam pus, se hing ga berdampak pada penurunan perilaku sosial, dan rendahnya proses pengenalan wajah.

3. Sistem eksekutif: pada anak autis mengalami kelainan pada pre frontal cortex sehingga tidak mampu mengikuti konteks yang ada, dan tampil dalam perilaku yang tidak tepat dan impulsif. Pada anak autis ju ga mengalami kelainan pada dorsolateral prefrontal cortex, sehingga ber dampak pada rendahnya kemampuan dalam memahami perasa­an, pikiran, dan perhatian terhadap orang lain, dan minimnya akan pertimbangan sosial.

Donders dan Hunter (2010) dalam bukunya Principles and Prac tice of Lifespan Developmental Neuropsychology, menjelaskan bahwa volume dari keseluruhan otak, seperti pada area lobus frontalis, lo bus temporalis, dan lobus parietalis pada anak autis mengalami pe ningkatan secara signifikan antara 3,4% dan 9,0%. Demikian pula pe nelitian yang dilakukan oleh Shen, Nordahl, dan Young (2013) bahwa terdapat peningkatan volume otak awal anak autis disebabkan oleh jaringan yang berbeda dalam jumlah cerebrospinal fluid (CSF), artinya pada bayi yang mengalami gejala autis akan memiliki cairan ekstra (CSF) yang berlebih pada usia 6­9 bulan, dan akan bertambah banyak ketika anak terdiagnosis pada usia 24 bulan atau lebih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hampir pada keseluruhan area lobus mengala mi peningkatan volume ditambah lagi dengan cairan yang berlebih dalam otak (cerebrospinal fluid), sehingga ini juga berpengaruh pada volume otak anak autis juga mengalami peningkatan dan berdampak

Page 94: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

81

pada ketidak berfungsian masing­masing area di bagian otak yang terkena sehingga berpengaruh pada ketidaknormalan perkembangan anak autis (dalam Daulay, 2017).

Wolff, Gerig, dan Lewis (2015), mengemukakan bahwa corpus callo­sum (bagian jembatan penghubung antara kedua belahan otak/hemis phe-re kanan dan kiri) menunjukkan peningkatan dan ketebalan pada bayi dengan hasil scan pada anak autis usia 6 bulan, berbeda dengan bayi nor­mal (Steinmetz, Staiger, & Schlaug, 1996). Hal ini juga sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Hazlet, Poe, dan Gerig (2005); Schumann, Bloss, dan Barnes (2010) menjelaskan bahwa peningkatan volume otak pada anak autis dipengaruhi oleh peningkatan volume white matter. Perkembangan yang tidak normal dari white matter cortex dan per­bedaan jumlah cerebrospinal fluid (CSF) berkontribusi terhadap pening kat­an volume otak. Penelitian Schumann, Bloss, dan Barnes (2010) mene gas­kan bahwa terjadi pe ningkatan abnormal pertumbuhan korteks pada anak autis, studi yang dilakukan pada kelompok anak autis ini mengungkap kan bahwa gang guan awal terjadi pada pembentukan white matter neurosir kuit otak dibandingkan gangguan perkembangan grey matter pada anak autis. White matter berfungsi dalam menghubungkan pusat­pusat informasi dan grey matter berfungsi dalam menganalisa informasi (dalam Daulay, 2017).

2. AnakdenganAttentionDeficitHyperactivityDisorders/ADHDBagaimana keterkaitan neuropsikologi dan anak yang mengalami

ADHD? Penyebab ADHD seperti yang diungkap Flanagen (2002) meng­ungkapkan penelitian­penelitian telah menemukan bahwa ADHD memi­liki hubungan dengan susunan kimia dan fungsi otak. Pa ra peneliti telah mempelajari cara mengalirnya darah dalam otak anak ADHD dan bukan ADHD dan cara otak dari tipe orang yang ber be da dalam menggunakan glukosa. Meskipun studi tersebut meng gunakan teknik­teknik yang ber­beda, tampak jelas bahwa fung si otak nyata berbeda pada anak ADHD. Sebagian besar penelitian tersebut berfokus pada cuping garis depan dari otak dan pada pe ranan neurotransmitter, bahan kimia yang mengirim­kan pesan dari satu bagian otak ke bagian lain. Kemungkinan ADHD di­sebabkan oleh suatu problem dalam pengiriman pesan di sekitar otak. Ba gian otak yang berbeda bersangkutan dengan kontrol motor, dengan me nimbang­menimbang konsekuensi sebelum bertindak, dengan pe nen­tuan dorongan yang mana dalam lingkungan yang harus di perhatikan dan yang mana yang harus diabaikan. Informasi masuk dalam otak, tetapi bila tidak didistribusikan ke bagian­bagian otak yang mengontrol tindakan

Page 95: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

82

dan menyaring informasi yang tidak diinginkan, maka hasilnya adalah gerakan yang tidak perlu, tindakan yang implusif dan tindakan yang mudah terganggu (distracbility) terus­menerus.

Perbedaan dalam fungsi otak dan susunan kimiawi otak ini ju ga di­pengaruhi karena turunan. Bukti atas hal ini sebagian besar da ri studi tentang kembar, bila seorang kembar identik mengalami ADHD, maka ke mungkinan kembar satunya lagi juga akan mengala mi ADHD sekitar 85 persen. Untuk kembar non identic, atau untuk saudara kandung yang tidak kembar, kemungkinan bahwa keduanya menderita kelainan ini ada­lah sekitar 30 persen. Studi­studi lainnya melihat pada anak­anak ang­kat untuk mengetahui apakah perilaku mereka cenderung mengulang pe rilaku dari orang tuanya, atau apa kah mereka lebih terpengaruh oleh perilaku dari orang tua mereka. Penelitian ini dimaksudkan untuk meni­lai pentingnya lingkungan keluarga dalam menghasilkan anak­anak yang mengalami ADHD. Ha silnya ternyata menguatkan hubungan genetis, ka­rena anak­anak yang menderita ADHD cenderung berasal dari orang tua kandung yang juga mengalami ADHD (Flanagen, 2002). Keterkaitan pe ran neuro transmitter bagi anak­anak ADHD sampai hari ini terus dila kukan kajian lebih mendalam lagi.

Setelah memahami peran neuropsikologi dalam memengaruhi perkem­bangan saraf anak dengan gangguan spektrum autis, maka selanjutnya terdapat keterkaitan antara pengalaman individu berda sarkan sudut pan dang individu yang mengalami gangguan perkem bangan ini. Hal ini dapat dimaknai bagaimana individu ini dalam memaknai kehidupan­nya. Penelitian tentang intervensi yang dilaku kan dalam meminimalisa­si perilaku bermasalah individu yang meng alami gangguan spektrum autis telah banyak dilakukan, demikian juga dengan penelitian terkait pengalamana orang tua selama meng asuh anak autis. Namun untuk pene­litian tentang pengalaman hidup ditinjau dari perspektif individu yang mengalami gangguan spektrum autis belum banyak dikaji. Oleh ka rena­nya, penulis berusaha mem bahasnya dalam subbab ini agar lebih me mak­nai kehidupan individu dengan gangguan spektrum autis.

Berdasarkan hasil metasintesis yang dilakukan oleh DePape dan Lind­say (2016) dari 33 artikel kualitatif dengan 318 individu autis, terda pat empat tema yang muncul berdasarkan pengalaman hidup dari perspek tif individu yang mengalami gangguan spektrum autis, yaitu persepsi ter­hadap diri, interaksi dengan orang lain, pengalaman di sekolah, faktor­faktor yang berhubungan dengan pekerjaan. Pe ma paran tema tersebut sebagai berikut (dikutip dalam DePape dan Lindsay, 2016).

Page 96: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

83

Tema 1: Persepsi diria. Identitas Individu yang mengalami gangguan spektrum autis menggam barkan

berbagai efek yang ditimbulkan akibat gangguan yang me reka alami terhadap diri mereka. Beberapa di antara mereka merasa tidak pedu­li dengan kondisinya, seperti mereka tidak ingin memahami makna gangguan (Calzada, et al., 2011), atau orang lain yang ingin berbagi pengalaman terkait gangguan yang mereka alami (MacLeod, Lewis, & Robertson, 2013). Beberapa yang lain merasa bangga dengan kon­disi mereka (Hughes, 2012); ada yang menyatakan lega karena ter­diagnosis mengalami gang guan spektrum autis sehingga mereka mam pu mengenal diri me reka sendiri (Rosqvist, 2012). Namun bebe­rapa memandang diri mereka negatif, merasa hancur dan tidak ber­da ya karena gang guan yang mereka alami akan terjadi sepanjang ke­hidupan mereka (Haertl et al., 2013); merasa berbeda dari orang lain (Calzada et al., 2011); keinginan agar menjadi orang normal (Hum­phrey & Lewis, 2008); dan mengalami konflik internal (Griffith et al., 2011).

b. Minat dan bakat Individu autis juga merasakan bahwa mereka memiliki minat dan ba­

kat yang berbeda dari yang lainnya, seperti mengutak­atik barang, eksplorasi suatu benda. Terkadang minat dan bakat ini mendorong orang lain untuk membentuk stereotip positif terhadap diri mereka.

c. Kemampuan koping Individu autis menyatakan bahwa mereka juga menghadapi ke ce­

masan dan stres, bagi mereka dengan tingkat inteligensi baik da pat mengatasi stres dengan meningkatkan kesadaran diri mereka (Muller et al., 2008); namun ada beberapa di antara mereka yang mengguna­kan alkohol untuk mengatasi kecemasan ini (Muller et al., 2008); ter­dapat beberapa individu autis dilaporkan menarik diri dari lingkung an dan lebih senang menghabiskan waktu sen diri (Smith & Sharp, 2012); memecahkan masalah sendiri (tidak mencari bantuan ke orang lain) dan menganggap diri mereka ku rang mampu mengelola masalahnya sendiri (Browning et al., 2009).

Tema 2: Interaksi dengan orang laina. Keluarga Keluarga merupakan sumber dukungan sosial utama (Gulec­As lan

et al., 2013); dukungan ini datang dari keluarga yang menye diakan

Page 97: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

84

waktunya untuk mereka dengan memberikan kesempat an untuk ber­sosialisasi (Gulec­Aslan et al., 2013). Dukungan lain nya berupa ke­luarga menerima anak­anak mereka yang terdiag nosis autis dan mem berikan kasih sayang (Preece & Jordan, 2010). Namun didapati juga efek negatif karena keterbatasan yang me reka alami, akhirnya membuat mereka tidak mampu menceri takan kondisinya kepada ke­luarga mereka (Rossetti et al., 2008).

b. Teman Individu autis memiliki pengalaman positif berhubungan dengan te­

man (Daniel & Billingsley, 2010), seperti memiliki kesamaan un tuk berbagai minat, misalnya bermain game (Daniel & Billingsley, 2010. Namun didapati juga pengalaman­pengalaman negatif (Calzada et al., 2011), seperti dibully oleh teman sekelas mereka (Gu lec­Aslan et al., 2013), dan merasa terisolasi dari lingkungan (Muller et al., 2008).

c. Para ahli di lapangan Beberapa individu autis memiliki pengalaman positif terhadap pera­

watan kesehatan dan mendapatkan perlakuan yang baik atas gang­guan yang mereka alami, namun didapati juga di antara me reka yang mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan (Griffi th et al. 2011).

Tema 3: Pengalaman di sekolaha. Kurikulum Beberapa individu autis mengalami kesulitan dengan kurikulum yang

ditetapkan di sekolah, seperti kesulitan menyelesaikan tu gas­tugas sekolah (Saggers et al., 2011); kesulitan dalam me nu lis (Krieger et al., 2012); dan merasa tertantang dengan ke giatan percobaan/eksperi­men (Marks et al., 2000). Mereka lebih senang belajar eksperimen, belajar dengan menggunakan media komputer, belajar berinteraksi dengan guru, dan berharap men da patkan dukungan di kelas. Namun pengalaman individu autis tidaklah semua sama, bagi beberapa lain­nya terkendala harus mampu terlebih dahulu memahami instruksi dan informasi yang disampaikan guru, setelah paham baru kemudian dapat melak sanakan tugas­tugas sekolah.

b. Situasi menantang Individu autis melaporkan bahwa mereka merasakan kecemas an ke­

tika rutinitas biasa yang mereka lalui ternyata tidak sesuai seperti biasanya, misalnya mengalami kesulitan pemrosesan sen sorik keti­ka suasana kelas bising, pulang atau pergi sekolah de ngan rute yang berbeda dari biasanya, dan berjuang untuk me nye suaikan diri di

Page 98: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

85

lingkungan sekolah.

Tema 4: Faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaana. Manfaat Beberapa individu autis merasakan keberhasilan di tempat kerjanya

karena telah menemukan pekerjaan yang sesuai dengan minat me­reka. Pekerjaan yang dilakukan mampu memberfungsikan ke mam­puan sensorik mereka seperti menjadi seorang koki yang mampu me ningkatkan kepekaan akan rasa, mampu mereparasi alat­alat elek­tronik dengan meningkatkan kemampuan motorik.

b. Kelemahan Individu autis umumnya mengalami kegagalan dalam pekerjaan,

karena keterbatasan dalam berkomunikasi terhadap orang lain, pe­langgan, atasan, dan mereka sering dipecat karena dianggap ti dak mampu menyesuaikan diri dengan situasi sosial.

REFERENSIAmerican Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Ma-

nual of Mental Disorders. 4th Edition. Text Revision (DSM­IV­TR ). Washington, DC: American Psychiatric Association.

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Ma-nual of Mental Disorders. 5th edition. (DSM­5 TM). Washington, DC: American Psychiatric Association.

Anantasari, M.L. (2017). “Determinan stress­related growth ibu dari anak penyandang autisme: Studi kombinasi”. Disertasi. Fakultas Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Apostelina, E. (2012). “Resiliensi keluarga pada keluarga yang memiliki anak autis”. JPPP-Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 1(1), 164­176.

Ardic, A. & Cavkaytar, A. (2014). “Effectiveness of the modified intensive toilet training method on teaching toilet skills to children with autism”. Education and Training in Autism and Developmental Disabilities, 49 (2), 263­276.

Asmika, A., Andarini, S., & Rahayu, R.P. (2013). “Hubungan motivasi orang tua untuk mencapai kesembuhan anak dengan tingkat pengetahuan tentang penanganan anak penyandang autisme dan spektrumnya”. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 22(2), 90 94.

Page 99: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

86

Astuti, A.T. (2016). “Hubungan antara Pola Konsumsi Makanan yang Mengandung Gluten dan Kasein dengan Perilaku Anak Autis pada Sekolah Khusus Autis”. Jurnal Il miah Kesehatan, 11(1). Yogyakarta: Medika Respati.

Barkley, R.A. (1998). A theory of ADHD: Inhibition, executive func tions, self­control, and time. Attention­deficit hyperactivity disor der: a hand book for diagnosis and treatment, 225­260.

Bauman, M., & Kemper, T.L. (1985). “Histoanatomic observations of the brain in early infantile autism.” Neurology Journal, 35, 866­874.

Boham, S.E. (2013). Pola komunikasi orang tua dengan anak autis. (Studi pada orang tua dari anak autis di Sekolah Luar Biasa AGCA Center Pumorow Kelurahan Banjer Manado). Acta Diurna Komu nikasi, 2(4).

Bouma, R., & Schweitzer, R. (1990). “The impact of chronic childhood ill ness on family stress: a comparison between autism and cystic fibro­sis”. Journal of Clinical Psychology, 46, 722­730. doi:10.1002/1097­4679(199011)46:6<722::AID­JCLP2270460605>3.0.CO;2­6.

Boyd, B.A. (2002). “Examining the relationship between stress and lack of social support in mothers of children with autism”. Focus on Autism and Other Developmental Disabilities, 17(4), 208­215.

Bristol, M. (1984). Family resources and succesful adaptation to aus tistic children. Dalam E. Schopler & G. Mesibov (Eds.), The Eff ects of Autism on the Family. (p. 289 310). New York: Ple num.

Barkley, A.R. (1998). Attention Deficit Hyperactivity Disorder. 2nd Ed. New York: The Guilford Press.

Bilgin, H., & Kucuk, L. (2010). “Raising an autistic child: Perspectives from Turkish mothers”. Journal of Child and Adolescent Psychiatric Nursing, 23(2), 92­99.

Budhiman, M. (1997). Tata Laksana Terpadu pada Autisme. Sympo sium Tata Taksana Autisme: Gangguan Perkembangan pada Anak. Jakarta: Yaya­san Autisme Indonesia.

Budhiman, M. (2002). Penanganan autisme secara komprehensif. Se minar & Workshop on Fragile X Mental Retardation, Autism and Related Di­sorders. Se marang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Carlson, N.R. (2011). Foundations of Behavioral Neuroscience. Boston: Allyn & Bacon.

Carter, B.E., & McGoldrick, M.E. (1988). The changing family life cy cle: A framework for family therapy. Gardner Press.

Catur, N. (2017). “Hubungan antara stres pengasuhan dan penerimaan orang tua terhadap kualitas hidup pada ibu dengan anak gang guan

Page 100: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

87

spektrum autis”. Tesis. Fakultas Psikologi. Yogyakarta: Universitas Ga­djah Mada.

Center for Disease Control and Prevention (CDC). (2014). “Prevalence of autism spectrum disorder among children aged 8 years: autism and developmental disabilities monitoring network, 11 sites”, United Sta­tes, 2010. Morbidity and Mortality Weekly Report, 63, 1­21.

Chawarska, K., Campbell, D., Chen, L., Shic, F., Klin, A., & Chang, J. (2011). Early generalized overgrowth in boys with autism. Ar chi ves of General Psychiatry, 68(10), 1021­1031. doi:10.1001/archgenpsy­chiatry.2011.106.

Cheremshynski, C., Lucyshyn, J.M., & Olson, D.L. (2013). Implemen ta­tion of a culturally appropriate positive behavior support plan with a Japanese mother of a child with autism: An experimental and qua­litative analysis. Journal of Positive Behavior Interventions, 15(4), 242­253.

Chen, C.Y., Liu, C.Y., Su, W. C., Huang, S.L., & Lin, K.M. (2008). Ur ba­nicity­related variation in help­seeking and services utilization among preschool­age children with autism in Taiwan. Journal of Autism and Developmental Disorders, 38(3), 489­497.

Chiang, H.M. (2014). “A parent education program for parents of Chi­nese American children with autism spectrum disorders (ASDs) a pilot study”. Focus on Autism and Other Developmental Disabi lities, 29(2), 88­94.

Courchesne, E. (1997).“ Brainsterm, cerebellar, and limbic neuroana tomi­cal abnormalities in autism”. Current Opinion in Neurobiology, 7, 269­278.

Daulay, N. (2016). “Gambaran ketangguhan ibu dalam mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis”. Jurnal Psikohumaniora, 1(1), 49­74.

Daulay, N. (2017). “Struktur otak dan keberfungsiannya pada anak de­ngan gangguan spektrum autis: kajian neuropsikologi”. Buletin Psiko-logi, 1(88), 2012.

Daulay, N. (2018). Parenting stress of mothers in children with au tism spectrum disorder: A review of the culture in Indonesia. KnE Social Sciences, 3(5), 453­ 473.doi:10.18502/kss.v3i5.2349.

Daulay, N., Ramdhani, N., & Hadjam, M.N.R. (2018). Sense of com petence as mediator on parenting stress. The Open Psychology Journal, 11, 198­209.doi:10.2174/1874350101811010198.

Daulay, N., Ramdhani, N., & Hadjam, M.N.R. (2018). Proses menjadi tang­

Page 101: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

88

guh bagi ibu yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autis. Jurnal Humanitas, 15(2). http://dx.doi.org/10.26555/hu ma nitas.v15i 2.8695.

Daulay, N. (2019). “Model stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak dengan gangguan spktrum autis”. Disertasi. Fakultas Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

DeMyer, M. (1979). Parents and Children in autism. Washington, DC: VH Winston.

Depape, A., & Lindsay, S. (2015). Parents ’ experiences of caring for a child with autism spectrum disorder. Qualitative Health Research, 25(4), 569­583.doi:10.1177/1049732314552455.

Donders, J., & Hunter, S. (2010). Principles and Practice of Lifespan Deve-lopmental Neuropsychology. New York: Cambridge Univer sity Press.

Ecker, C. (2016). The neuroanatomy of autism spectrum disorder: An overview of structural neuroimaging findings and their tran slatability to the clinical setting. Autism, 1­11. doi:10.1177/1362 361315627136.

Ekawati, Y., & Wandansari, Y.Y. (2012). Perkembangan interaksi so sial anak autis di sekolah inklusi: Ditinjau dari perspektif ibu. EXPERIEN­TIA: Jurnal Psikologi Indonesia, 1(1), 1­15.

Fanu, J.L. (2006). Deteksi Dini Masalah-masalah Psikologi Anak. Yog yakarta: Think.

Fitriani, A., & Ambarini, T.K. (2013). Hubungan antara hardiness dengan tingkat stres pengasuhan pada ibu dengan anak autis. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 2(2), 37.

Flanagen, R. (2005). ADHD Kids: Menjadi Pendamping Bijak bagi Anak Penderita ADHD. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Flippin, M., & Crais, E.R. (2011). “The need for more effective father involvement in early autism intervention: A systematic review and recommendations”. Journal of Early Intervention, 33(1), 24­50.528.

Frea, W. D., & Hepburn, S. L. (1999). Teaching parents of children with autism to perform functional assessments to plan interventions for extremely disruptive behaviors. Journal of Positive Behavior Interven-tions, 1(2), 112­122.

Freeman, N., Perry, A., & Factor, D. (1991). Child behaviors as stressors: Replicating and extending the use of the CARS as a measure of stress: A research note. Child Psychology & Psychiatry & Allied Disciplines, 32(6), 1025­1030. doi:10. 1111/j.1469­7610.1991.tb01927.x.

Freuler, A.C., Baranek, G.T., Tashjian, C., Watson, L.R., Crais, E.R., & Turner­Brown, L.M. (2014). Parent reflections of experiences of parti­

Page 102: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

89

cipating in a randomized controlled trial of a behavioral intervention for infants at risk of autism spectrum disorders. Au tism, 18(5), 519.

Ghosh, S., & Magana, S. (2009). A rich mosaic: Emerging research on Asian families of persons with intellectual and developmental disabilities. In Glidden, L. M., & Seltzer, M. M. (Eds.), International review of research in mental retardation. Vol. 37 (pp.179­212). San Diego, CA: Academic Press/Elsevier.

Gilliam, J.E. (1995). GARS: Gilliam autism rating scale. Pro­ed.Ginanjar. A.S. (2008). Panduan Praktis Mendidik Anak Autis: Menjadi Orang

Tua Istimewa. Jakarta: Dian Rakyat.Ginting, E.M., & Lubis, R. (2010). Hubungan antara Harga Diri dan Tingkat

Pendidikan dengan Sikap Penerimaan Ibu terhadap Anak Autis di Yayasan I­Home Schooling Medan. Analitika: Jurnal Ma gister Psikologi UMA, 2(1), 36­43.

Green, J., Rinehart, N., Anderson, V., Nicholson, J., Jongeina, B., & Sci­berras, E. (2015). Autism spectrum disorder symptoms in children with ADHD: A community­based study. Research in De velopmental Disabilities, 47, 175­184.

Hanoum, M. (2015). “Rancangan Modul Pelatihan untuk Ibu yang Me­miliki Anak Autis”. SOUL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psi kologi, 8(1), 10­16.

Harta, W. (2015). “Gambaran source of parenting self­efficacy pada ibu yang memiliki anak autis”. Tesis.

Hartono, B., Rahmawati, D., & Muhartono, H. (2002). “Masalah­masa lah neurobehavior pada autisme infantil”. Seminar & Workshop on Fragile X Mental Retardation, Autism and Related Disorders. Semarang: Ba­dan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hastings, R.P., Kovshoff, H., Brown, T., Ward, N.J., Espinosa, F.D., & Remington, B. (2005). Coping strategies in mothers and fathers of preschool and school­age children with autism. Autism, 9(4), 377­391.

Hayes, S.A., & Watson, S.L. (2013). The impact of parenting stress: A Me­ta­analysis of studies comparing the experience of parenting stress in parents of children with and without autism spectrum disorder. Jour-nal of Autism and Developmental Disorder, 43, 629­642. doi:10.1007/s10803­012­1604­y.

Hazlett, H., Poe, M., Gerig, G, et al. (2005). Magnetic resonance ima ging and head circumference study of brain size in autism: birth through age 2 years. Archives of General Psychiatry, 62(12), 1366­1376.

Hidayati, F. (2013). Pengaruh pelatihan “Pengasuhan Ibu Cerdas ter ha­

Page 103: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

90

dap stres pengasuhan pada ibu dari anak autis”. Psikoislamika: Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam, 10(1).

Holroyd, J., & McArthur, D. (1976). Mental retardation and stress on the parents: A contrast between down’s syndrome and childhood autism. American Journal of Mental Deficiency, 80(4), 431­436.

Holroyd, E.E. (2003). Chinese cultural influences on parental caregiving obligations toward children with disabilities. Qualitative Health Re­search, 13(1), 4­19.

Ismail, A. (2008). “Hubungan dukungan sosial degan penerimaan diri Ibu terhadap anaknya yang mengalami gangguan autis”. Skripsi. Fakultas Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Jeniu, E., Widodo, D., & Widiani, E. (2017). Hubungan pengetahuan te­ntang autisme dengan tingkat kecemasan orang tua yang me mi liki anak autisme di Sekolah Luar Biasa Bhakti Luhur Malang. Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 2(2).

Karningtyas, M.A. (2014). “Pola Komunikasi Interpersonal Anak Au tis di Sekolah Autis Fajar Nugraha Yogyakarta”. Jurnal Ilmu Komu nikasi, 7(2).

Kim, J., Wigram, T., & Gold, C. (2009). Emotional, motivational and in­terpersonal responsiveness of children with autism in improvi sational music therapy. Autism, 13(4), 389­409.

Konstantareas, M.M., & Papageorgiou, V. (2006). Effects of tempe rament, symptom severity and level of functioning on maternal stress in Greek children and youth with ASD. Autism, 10, 6, 593­607.

Kousha, M., Attar, H.A., & Shoar, Z. (2016). “Anxiety, depression, and quality of life in Iranian mothers of children with autism spectrum disorder”. Journal of Child Health Care, 20(3), 405­414.

Kusumastuti, A.N. (2014). “Stres ibu tunggal yang memiliki anak autis”. Jurnal psikologi, 7(2).

Lee, J.K. (2011). Predictors of Parenting Stress among Mothers of Child­ren with Autism in South Korea. ProQuest LLC. 789 East Eisenhower Parkway, PO Box 1346, Ann Arbor, MI 48106.

Lezak, M.D. (1992). Neuropsychological Testing. New York: Oxford Uni­versity Press.

Lidanial, L. (2014). “Problematika yang dihadapi keluarga dari anak de­ngan intellectual disability (studi etnografi)”. Jurnal Penelitian Pendi-dikan, 14(2).

Lin, L., Orsmond, G. I., Coster, W. J., & Cohn, E. S. (2011). Families of adolescents and adults with autism spectrum disorders in Taiwan: The

Page 104: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

91

role of social support and coping in family adaptation and maternal well­being. Research in Autism Spectrum Disorders, 5, 144­156. doi:10.1016/j.rasd.2010.03.004.

Liu, G. (2005). Best practices: Developing cross­cultural competen ce from a Chinese perspective. In J.H. Stone (Ed.), Culture and disability: Providing culturally competent services. (pp. 65­85). Thousand Oaks, CA: Sage Publications Inc.

Lubis, M. Penyesuaian diri orang tua yang memiliki anak autis. Skrip­si Luong, J., Yoder, M.K., Canham, D. (2009). Southeast Asian Pa­rents Raising a Child With Autism: A Qualitative Investigation of Co ping Styles. The Journal of School Nursing, 25(3), 222­229. doi: 10.1177/1059840509334365.

Luong, J., Yoder, M. K., & Canham, D. (2009). Southeast Asian parents raising a child with autism: A qualitative investigation of coping sty­les. The Journal of School Nursing, 25(3), 222­229.

Luther, E.H., Canham, D.L., & Cureton, V.Y. (2005). Coping and so cial support for parents of children with autism. The Journal of School Nursing, 21(1), 40­47.

Maharani, K. D., Karini, S. M., & Agustin, R. W. (2015). Studi Kasus Proses Pencapaian Kebahagiaan pada Ibu yang Memiliki Anak Kandung Penyandang Asperger’ s Syndrome. Wacana, 7(1).

Mahoney, G., & Perales, F. (2003). Using relationship­focused inter ven­tion to enhance the social—emotional functioning of young children with autism spectrum disorders. Topics in Early Child hood Special Education, 23(2), 74­86.

Mukhtar, D.Y. (2016). “Pedoman Group Based Parenting Support un tuk orang tua yang mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis. Modul”. Yogyakarta: Program Doktor Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Marettih, A.K.E., & Wahdani, S. R. (2017). “Melatih Kesabaran dan Wujud Rasa Syukur sebagai Makna Coping bagi Orang Tua yang Memiliki Anak Autis”. Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan Jender, 16(1), 13­31.

Mash, E., & Wolfe, D. (1999). Abnormal Child Psychology. Bermont, CA: Wadsworth Publishing Company.

Meliani, M., Setiawan, J.L., & Sukamto, M E. (2007). “Hubungan antara kecerdasan emosional dan depresi pada ibu yang memiliki anak de­ngan gangguan autisme”. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Pe ne litian Psikologi, 12(23), 21­30.

Page 105: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

92

Milyawati, L., & Hastuti, D. (2009). “Dukungan keluarga, pengetahuan, dan persepsi ibu serta hubungannya dengan strategi koping ibu pada anak dengan gangguan autism spectrum disorder (ASD)”. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen, 2(2), 137­142.

Mudjito, Harizal, Widyarini, E., & Roswita, Y. (2014). Deteksi dini, diag ­nosis gangguan spektrum autis dan penanganan dalam keluarga. Di­rektorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khu sus Direk­to rat Jenderal Pendidikan Dasar. Kementerian Pendi di kan dan Ke budayaan

Mukhtar, D.Y. (2017). “Pengaruh group­based parenting support ter hadap stres pengasuhan orang tua yang mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis”. (Disertasi tidak dipublikasikan). Fakul tas Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Muniroh, S.M. (2012). “Dinamika resiliensi orang tua anak autis”. Jur nal Penelitian, 7(2).

National Institute of Health. (2015). Autism spectrum disorder. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002494/.

Noor, M., Indriati, G., & Elita, V. (2014). “Pengalaman Ibu dalam Me rawat Anak Autis Usia Sekolah”. (Doctoral Dissertation, Riau Uni versity).

Nugraheni, S.A. (2008). “Efektivitas intervensi diet bebas gluten bebas casein terhadap perubahan perilaku anak autis berdasarkan modifi ­kasi skor CARS”. (Disertasi tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Prog­ram Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada.

Nugroho, A.A. (2013). “Hubungan antara Penerimaan Diri dan Du kung an Sosial dengan Stres pada Ibu yang Memiliki Anak Autis di SLB Au tis” di Surakarta. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa, 2(2).

Ogston, P.L., Mackintosh, V.H., & Myers, B.J. (2011). “Hope and worry in mothers of children with an autism spectrum disorder or Down syndrome”. Research in Autism Spectrum Disorders, 5(4), 1378­1384. doi:10.1016/j.rasd.2011.01.020.

Pamungkas, A.P. (2015). “Pelatihan keterampilan pengasuhan autis untuk menurunkan stres pengasuhan pada ibu dengan anak autis”. Empathy, 5(1).

Pasyola, N.E. (2018). “Pengaruh parenting self-efficacy dan optimisme ter­hadap psychological well-being pada ibu yang memiliki anak dengan intellectual disability”. Tesis. Fakultas Psikologi. UIN Sunan Gunung Djati Bandung).

Phares, E.J. (1992). Clinical Psychology: Concepts, Methods, and Profes sion. 4th Ed. Kansas: Brooks/Cole Publishing Co.

Page 106: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

93

Pillay, M., Alderson­Day, B., Wright, B., Williams, C., & Urwin, B. (2011). Autism Spectrum Conditions­Enhancing Nurture and De ve lop ment (ASCEND): An evaluation of intervention support groups for parents. Clinical childpsychology and psychiatry, 16(1), 5­20.

Pruitt, M.M., Willis, K., Timmons, L., & Ekas, N.V. (2016). The im pact of maternal, child, and family characteristics on the daily well­being and parenting experiences of mothers of children with autism spectrum disorder. Autism, 20(8), 973­985. doi:10.1177/ 1362361315620409.

Pujiastuti, U. (2014). Hubungan antara dukungan ayah, pengetahuan ibu tentang anak autis dan religiusitas (dimensi praktik agama) dengan penerimaan ibu terhadap anak autis. Tesis.

Putri, M. (2011). “Dinamika kecemasan ibu yang memiliki anak au tis yang sedang puber”. Skripsi. Fakultas Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Qodariah, S., Nurlailiwangi, E., & Amelia, S. (2011). Peran psikolog dalam meningkatkan “coping strategy” dan “adaptational out comes” pada ibu yang memiliki anak autis. Prosiding SNaPP: So sial, Ekonomi dan Hu­maniora, 2(1), 19­26.

Rachmayanti, S., & Zulkaida, A. (2011). “Penerimaan diri orang tua ter­hadap anak autisme dan peranannya dalam terapi autisme”. Jurnal Psikologi, 1(1).

Ratnani, I.P. (2014). “Hubungan kecerdasan asversitas dan dukung an pa­sangan dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak autis”. Tesis. Fakultas Psikologi. Yog yakarta: Universitas Gadjah Mada.

Ravindran, N., & Myers, B.J. (2012). “Cultural influences on perceptions of health, illness, and disability: A review and focus on autism”. Jour-nal of Child and Family Studies, 21(2), 311­319.

Rommelse, N., Geurt, H., Franke, B., Buitelar, J., & Hartman, C. (2011). “No Title”. Neuroscience and Biobehavioral Reviews, 55, 1363­1396.doi:10.1016/j.neubiorev.2011.02.015.

Santoso, T.B., Ito, Y., Ohshima, N., Hidaka, M., & Bontje, P. (2015). “Re­silience in daily occupations of Indonesian mothers of children with autism spectrum disorder”. American Journal of Occupational Therapy, 69(5), 6905185020p1­ 6905185020p8.

Sa’diyah, S. (2016). Gambaran psychological well­being dan stres peng­asuhan ibu dengan Anak AUTIS. Malang: Universitas Mu ham ma diyah, diakses tanggal, 11, 394­399.

Saraswati, I.F. (2011). “Strategi coping orang tua yang memiliki anak ADHD”. Tesis. Prodi Psikologi Unika Soegijapranata.

Page 107: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

94

Saugstad, L.F. (1999). A lack of cerebral lateralization in schizophrenia is within the normal variation brain maturation but indicate late, slow maturation. Schizophrenia, 39(3), 19­23.

Schopler, E., Reichler, J., & Renner, B. (1988). The Childhood Autism Rating Scale (C.A.R.S). Los Angeles: Western Psychological Ser vices.

Schumann, C.M., Bloss, C.S., Barnes, C.C., Wideman, G,M., & Cour ches­ne, E. (2010) “Longitudinal magnetic resonance imaging stu dy of cortical development through early childhood in autism”. The Journal of Neuroscience: The Official Journal of the Society for Neuroscience. 30(12). 4419­4427.

Sharpley, C. F., Bitsika, V., & Efremidis, B. (1997). “Influence of gender, parental health, and perceived expertise of assistance upon stress, anxiety, and depression among parents of children with autism”. Journal of Intellectual and Developmental Disability, 22(1), 19­28.

Shattock, P., & Whiteley, P. (2001). “Langkah intervensi biomedik un­tuk penanganan autisme dan sejenisnya (Terjemahan)”. Seminar: In­tervensi Biomedis pada gangguan autisme dan sejenisnya. Jakarta: Ya yasan Autisme Indonesia.

Shen M.D., Nordahl C.W., Young G.S. et al. (2013). “Early brain en lar­gement and elevated extra­axial fluid in infants who develop autism spectrum disorder”. Brain: A Journal of Neurology, 136(9), 2825­2835.

Siburian, E.G., & La Kahija, Y.F. (2014). “Pengalaman ibu dengan anak ADHD”. Empati, 3(4), 182­193.

Sin, N.L., & Lyubomirsky, S. (2009). “Enhancing well­being and alle via­ting depressive symptoms with positive psychology interven tions: A practice­friendly meta analysis”. Journal of clinical psy chology, 65(5), 467­487.

Sitorus, M. C. (2016). “Gambaran stres pada ibu yang memiliki anak au­tis”. Skripsi.

Sofia, A.D. (2012). ”Kepatuhan orang tua dalam menerapkan terapi diet gluten free casein free pada anak penyandang autisme” di Ya yasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung. Students e-Jour nal, 1(1), 33.

Stefanatos, G.A. & Baron, I.S. (2011). “The ontogenesis of language im pair­ment in autism; A neuropsychological perspective”. Journal of Autism and Developmental Disorders, 36, 921­933. doi: 10.1007/ s10803­006­0129­7.

Steiner, A.M. (2011). “A strength­based approach to parent education for children with autism”. Journal of Positive Behavior Interventions, 13(3), 178­190.

Page 108: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 2 • ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF

95

Steinmetz, H., Staiger, J.F., Schlaug, G., Huang, Y., & Jncke, L. (1996). Inverse relationship between brain size and callosal connectivity. The Science of Nature, 5(83), 221.

Suadnyana, M.A. (2017). “Hubungan antara dukungan sosial dengan per­tumbuhan terkait stres pada ibu dari anak autis”. Skripsi. Fa kultas Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Subandi, A., & Rusana, R. (2014). “Pengalaman orang tua mengasuh anak dengan attention deficit hyperactive Disorders (ADHD/Hi per aktif)”. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, 50­60.

Susanti, H. (2014). “Representasi konsep diri orang tua yang memiliki anak autis”. Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(1), 1­118.

Susilowati, A. (2007). “Hubungan antara dukungan sosial dan tingkat stres dari anak autis”. Skripsi.

Swapna & Sudhir, M.A. (2016). “Behaviour modification for intellec tually disabled students”. IOSR Journal of Humanities and Social Science, 21(2), 35­38.

Syanti, W.R., & Handadari, W. (2016). “Penerapan behavioral parent tra­ining untuk menurunkan stres pengasuhan pada ibu yang me miliki anak dengan gangguan ADHD”. INSAN: Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental, 1(1), 57­65.

Tao, J., Van Esch, H., Hagedorn­Greiwe, M., Hoffmann, K., Moser, B., Raynaud, M., ... & Ropers, H. H. (2004). “Mutations in the X­link­ed cyclin­dependent kinase­like 5 (CDKL5/STK9) gene are asso ciated with severe neurodevelopmental retardation”. The Ame rican Journal of Human Genetics, 75(6), 1149­1154.

Timmons, L. (2015). The Effectiveness of a Gratitude Intervention at Improving Well-Being for Parents of Children with Autism Spec trum Disorder. Texas: Christian University.

Tonge, B., Brereton, A., Kiomall, M., Mackinnon, A., King, N., & Rine hart, N. (2006). “Effects on parental mental health of an education and skills training program for parents of young children with autism: A randomized controlled trial”. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, 45(5), 561­569.

Tucker, A.C. (2013). “Interpreting and treating autism in Javanese In­donesian”. (Doctoral Dissertation, UCLA).

Tussofa, M. (2015). “Tingkat kecemasan ibu yang memiliki anak autis usia 6­7 tahun” di SLB Semesta Mojokerto. Laporan Penelitian.

Wardani, D. S. (2009). “Strategi coping orang tua menghadapi anak autis”. Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, 11(1).

Page 109: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

96

Wibawa, A.G. (2014). “Hubungan dukungan sosial keluarga dengan pe­nerimaan diri ibu anak autis di SDLB­B dan autis” di TPA Jember. Skripsi.

Wolff, J.J., Gerig, G., Lewis, J.D., Soda, T., Styner, M.A. (2015). “Al tered corpus callosum morphology associated with autism over the first 2 years of life”. Brain: A Journal of Neurology, 138(7), 2046­2058.

Wulandari, S., & Ranimpi, Y.Y. (2018). “Fungsi keluarga yang memiliki anak intellectual disability” di Salatiga. Jurnal Gizi dan Kesehatan, 10(23), 1­10.

Yunianti, N. (2011). “Sumber stres dan cara menanggulangi stres pada ibu dewasa muda yang memiliki anak autis” di Jakarta. Skripsi.

Zaidman­zait, A., Mirenda, P., Duku, E., Vaillancourt, T., Smith, I. M., Szat­mari, P., “... Thompson, A. (2017). Impact of personal and social re­sources on parenting stress in mothers of children with autism spectrum disorder”. Autism, 21(2), 155­166. doi:10.1177/1362361316633033.

Page 110: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Bab 3FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

Pada tahun 1990­an, keterbatasan informasi terkait kondisi anak dengan gangguan perkembangan saraf (dalam hal ini terkhu sus anak dengan gangguan spektrum autis) semakin membuat orang tua

terpuruk dan merasa tersisih dari masyarakat. Masyarakat menunjukkan sikap yang kurang hangat tidak hanya terhadap orang tua, namun juga terhadap anak. Anak dengan gangguan spektrum autis dianggap sebagai anak yang aneh, karena perilaku maladaptif yang ditampilkannya, seperti berteriak dan tertawa tanpa sebab, bersikap agresif terhadap orang lain, dan menyakiti dirinya sendiri. Kehadiran anak seperti ini dianggap sebagai aib keluarga dan merupakan karma yang harus ditanggung orang tua karena memiliki kesalahan di masa lalunya. Sungguh miris kondisi anak dan orang tua yang harus mereka terima, mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Keterbatasan informasi ditambah penolakan dari masyarakat terhadap keluarga yang memiliki anak dengan keistimewaan ini, semakin memperburuk kondisi psikologis orang tua dan anak.

Kondisi telah berubah, pada saat sekarang anak­anak dengan ke­istimewaan ini sudah banyak diterima di masyarakat, di sekolah, dan di lingkungan umum. Beberapa faktor yang memengaruhinya, seperti: semakin banyaknya para profesional yang cukup menguasai di bidang ini, akan menambahkan informasi dan memberikan du kungan terhadap orang tua dan keluarga; sosialisasi yang cukup intens dilakukan oleh pemerintah,

Page 111: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

98

lembaga­lembaga formal (seperti sekolah khusus autis, Pusat Layanan Autis) dan nonformal (seperti komunitas orang tua) sehingga memberikan pengetahuan dan pemahaman po sitif kepada masyarakat terkait kondisi anak.

Pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak dengan ganggu an perkembangan saraf tidak lah mudah, terkhusus bagi orang tua yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autis. Kesulitan­kesulit an yang orang tua alami selama mengasuh anak autis menjadi topik penelitian yang terus diminati. Hal ini dipertegas dengan berbagai pe nelitian yang telah membuktikan bahwa pengasuhan orang tua yang memiliki anak dengan gangguan spectrum autis mengalami stres lebih tinggi dibandingkan orang tua dari anak dengan gangguan per kem bangan lainnya (Hayes & Watson, 2013).

Berbagai penelitian sebelumnya yang telah banyak membahas tentang kondisi psikologis orang tua dalam merawat anak dengan gang­guan perkembangan ini, beberapa penelitian sebelumnya mem buk tikan bahwa orang tua mengalami stres dan munculnya emosi­emosi negatif dalam diri. Terdapat penelitian memperlihatkan ibu mengalami stres pengasuhan tinggi dan mengarah pada kondisi dis tress, namun didapati pula beberapa penelitian yang menghasilkan stres pengasuhan rendah yang mengarah pada kondisi eustress. Per bedaan dari berbagai penelitian sebelumnya ini memunculkan perta nyaan lebih lanjut bagaimana kajian tentang pengasuhan orang tua dalam merawat anak­anaknya? faktor­faktor apa yang memengaruhi kondisi pengasuhan orang tua agar tetap kuat dan tidak mengarah pada kondisi distress?

Tidaklah mudah bagi orang tua untuk dapat mengasuh anaknya dengan penuh kesabaran, keuletan dan kegigihan, terdapat beberapa faktor yang mendukungnya yakni faktor­faktor protektif yang mem bentuk kekuatan dalam diri. Faktor protektif merupakan faktor pe lindung agar orang tua tetap bertahan menghadapi kompleksitas permasalahan selama mengasuh anak­anak dengan gangguan perkem bangan saraf.

A. FAKTOR PROTEKTIFFaktor protektif yang mendukung proses adaptasi keluarga ada lah

lingkungan yang kondusif dan anggota keluarga yang mau mem bantu. Faktor protektif merupakan hal potensial yang digunakan se bagai alat untuk merancang pencegahan dan penanggulangan ber ba gai hambatan, persoalan, dan kesulitan degan cara­cara yang efektif (Hogue dan Liddle,

Page 112: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

99

1999). Demikian pula menurut Garmezy (1991, dalam Hendriani, 2018) telah mengidentifikasi beberapa kategori dari faktor protektif, yakni:1. Berbagai atribut yang dimiliki individu seperti: temperamen yang

baik, pandangan positif terhadap diri sendri, dan inteligensi.2. Kualitas keluarga, antara lain: kohesivitas, kehangatan, keterlibatan,

dan harapan keluarga.3. Keberadaan dan pemanfaatan sistem pendukung eksternal di luar

keluarga.

1. Kesejahteraan (Well-Being)Kesejahteraan merupakan salah satu konstrak ukur dalam bidang

psi kologi. Beberapa peneliti psikologi cenderung menyamakan istilah happiness (kebahagiaan) dengan subjective well-being (kesejah te ra an sub­jektif) (Uchida, dkk., 2004), namun ada juga yang berpendapat bahwa ke dua variabel ini berbeda, kesejahteraan dapat dimaknai me miliki kon­sep lebih luas dan menyeluruh yang meliputi kebahagiaan itu sendiri (Anggoro & Widhiarso, 2010).

Beberapa tokoh mendefinisikan makna kesejahteraan, di antara nya: menurut Pollard & Davidson (2001), kesejahteraan adalah ke adaan kineija yang sukses sepanjang masa hidup yang menginte grasikan fungsi fisik, kognitif, dan sosial emosional yang menghasil kan kegiatan produktif yang dianggap penting oleh komunitas budaya, koneksi sosial, dan lingkungan sosial. Menurut Awartani, Vince, & Gordon (2008), kesejahteraan adalah realisasi potensi fisik, emosional, mental, sosial dan spiritual seseorang. Dogde, Daly, Huyton, Sanders (2012) menyatakan bahwa untuk mencapai kesejahteraan diperlukan keseimbangan antara sumber dan tantangan, yang meliputi dimensi psikologis, sosial, dan fisik. Kesejahteraan dengan perspektif psikolo gis (selanjutnya disebut kesejahteraan subjektif) memiliki beberapa arti, yaitu: hasil evaluasi kognitif dan afektif individu terhadap ke hidupannya, yaitu mencapai kepuasan hidup dan keseimbangan emo si (Diener, Oishi, & Lukas, 2003); perpaduan antara emosi positif dan tingkat kebermaknaan individu (Keyes, 2006).

White (2009) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai gabung­an dari perspektif hedonic dan eudaimonic, yang aspek­aspek nya digali langsung dari penelitian eksplorasi dari negara Timur dan Selatan, dan memberi istilah sebagai inner well-being. Menurut White (2009), kesejah­teraan subjektif adalah saat individu dapat mencapai kondisi having a good life (memiliki sesuatu yang berdimensi materi, yaitu welfare, aset, dan standar kualitas hidup), living a good life (melakukan sesuatu yang

Page 113: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

100

berdimensi relasi, yang terdiri dari dimensi sosial dan dimensi manusia), dan locating one’s life (persepsi dan penilaian subjektif terhadap dimensi material dan relasional).

Penelitian tentang kesejahteraan menjadi kajian yang terus di minati, sebab semua orang menginginkan untuk terus sejahtera. De mikian juga dengan riset­riset yang berupaya menggali kesejahteraan orang tua yang memiliki anak spesial, yakni anak yang perkembang annya tidak seperti anak­anak normal pada umumnya. Bebe ra pa pe nelitian tentang kesejahteraan, di antaranya: 1) Penelitian yang bertu ju an untuk menguji pengaruh rasa syukur dan kepribadian terha dap kesejahteraan psikologis orang tua yang memiliki anak berkebu tuh an khusus oleh Nurarini (2016). Hasil penelitiannya membuk tikan bah wa kesejahteraan psikologis orang tua dipengaruhi secara signifikan oleh rasa syukur dan kepribadian sebesar 59,7% dan sisanya 40.3% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini; 2) Penelitian de ngan tujuan untuk menguji hubungan ber­syukur dan kesejahteraan subjektif pada orang tua yang memiliki anak tunagrahita telah dil akukan oleh Murisal dan Hasanah (2017). Hasil pe­nelitiannya menun jukkan terdapat hubungan positif antara bersyukur dan kesejahteraan subjektif, artinya semakin orang tua bersyukur dengan kondisi yang ada maka orang tua akan semakin merasa sejahtera; 3) Penelitian dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai hubung­an parenting self efficacy dengan kesejahteraan subjektif pada ibu yang me­miliki aak berkebutuhan khusus telah dilakukan oleh Hasanah, Mulyati, dan Tarma (2019). Hasil penelitian semakin menegaskan kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh parenting self efficacy sebesar 18,22% sedangkan sisanya 81,78% ditentukan oleh faktor lain di luar dari penelitian ini.

2. Kepribadian Tangguh (Hardiness)Menurut Kobasa, Maddi, Pucceti, dan Zola (1994) mengemuka kan

bahwa individu yang mempunyai kepribadian tangguh memiliki kontrol pribadi, komitmen, dan siap dalam menghadapi tantang an, artinya per­ubahan­perubahan yang terjadi di dalam diri maupun di luar dirinya di­lihat sebagai suatu kesempatan untuk tumbuh dan bukan sebagai suatu ancaman terhadap dirinya. Individu yang me mi li ki ketangguhan dianggap tetap sehat meskipun mengalami ke jadian­kejadian yang penuh dengan stres. Ketangguhan mempunyai serangkaian ciri atau sikap yang mem buat individu tahan terhadap tekanan karena kepribadian ini menunjuk kan adanya komitmen yang merupakan lawan dari alienasi, kontrol merupakan lawan keti dakberdayaan dan tantangan sebagai lawan dari takut atau

Page 114: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

101

situasi yang mengancam. Fungsi kepribadian tangguh adalah sebagai pe­nyangga atau memediasi faktor yang dapat meningkatkan koping atau mengurangi efek berbahaya dari stres (Sarafino & Smith, 2014). Kobasa, Maddi, dan Kahn (1982) juga menegaskan bahwa kepribadi an tangguh membantu sebagai tameng (buffer) terhadap stres yang ekstrem.

Pentingnya menumbuhkan ketangguhan bagi orang tua yang me­miliki anak dengan gangguan perkembangan juga telah dibuktikan me­lalui berbagai penelitian, di antaranya: 1) Penelitian dengan tuju an untuk meminimalisasi kemunculan stres pengasuhan melalui pe ran efikasi diri dan ketangguhan telah dibuktikan oleh Andika (2012). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa efikasi diri dan ketangguh an memberikan sumbang­an total sebesar 74,79% terhadap stres peng asuh an; 2) Penelitian dengan tujuan untuk melihat profil ketangguh an ibu yang memiliki anak ganggu­an spectrum autis oleh Daulay (2017). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa ibu cukup tangguh dalam merawat anaknya, ditinjau dari aspek ketangguhan yang dikemukakan oleh Maddi & Kobasha (1980), ditemu­kan bahwa aspek komitmen memiliki nilai mean tertinggi, kemudian di­ikuti dengan aspek kontrol dan aspek tantangan. Implikasi penelitian ini sebagai data awal untuk melihat gambaran profil ketangguhan ibu da lam mengasuh anak autis; 3) Penelitian tentang ketangguhan dengan meli­hat hubungan antara kebersyukuran dan religiusitas telah dilakukan oleh Aprilia (2018). Hasil penelitiannya telah membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara kebersyukuran dan religiusitas sebesar 73,9% dalam memengaruhi ketangguhan. Hal ini memiliki arti bahwa semakin orang tua memiliki rasa syukur dan religiusitas tinggi maka akan se makin tangguh orang tua dalam merawat anak­anaknya.

3. EfikasiDiri(SelfEfficacy)Albert Bandura merupakan tokoh yang mencetuskan efikasi diri

(self-efficacy). Bandura mendefinisikan bahwa efikasi diri merupakan ke­yakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melaku kan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil terten tu (Feist & Feist, 2006). Albert Bandura (1997) mengatakan bahwa efikasi diri pa­da dasarnya adalah hasil dari proses kognitif berupa keputusan, keya­kin an, atau penghargaan tentang sejauh mana indi vidu memperkirakan ke mam puan dirinya dalam melaksanakan tu gas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Efikasi diri me­nekankan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan, tidak

Page 115: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

102

dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan. Meskipun efikasi diri memiliki suatu penga ruh sebab­musabab yang besar pada tindakan kita, efikasi diri bukan merupakan satu­satunya penentu tindakan. Efika­si diri berkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan va­riabel­variabel per so nal lain, terutama harapan terhadap hasil untuk me­munculkan pe rilaku. Efikasi diri akan memengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang.

Efikasi diri orang tua merupakan komponen dasar dalam men jelaskan keefektifan pengasuhan (Jones & Prinz, 2005). Orang tua yang merasa kurang yakin dan merasa memiliki sedikit kekuatan dalam memengaruhi perilaku anak akan cenderung tidak tegas dan mudah tersinggung saat berinteraksi dengan anak, namun berbeda ketika orang tua memiliki perasaan berkompeten yang tidak hanya memengaruhi perilaku dan sikap orang tua terhadap anaknya, tetapi juga mampu memengaruhi perubahan dengan cara yang baik ketika berinteraksi dengan anak (Holden, 2015).

Bandura (1982) mendefinisikan efikasi diri dalam konteks pengasuhan sebagai tingkatan perasaan orang tua berkompetensi dan per caya diri dalam menangani permasalahan anak. Johnston dan Mash (1989) menje­laskan bahwa perasaan efikasi pengasuhan berfungsi sebagai mo derator hubungan orang tua dan anak dan bagi para pengasuh dengan tingkat pengontrolan rendah dalam mengatasi perilaku anak yang bermasalah. Beberapa penelitian menegaskan bahwa efi kasi diri merupakan hal yang sangat penting, atau memediasi faktor psikologi dalam hubungannya an­tara pikiran dan tindakan (Coleman & Karraker, 1998; Jackson & Huang, 2000; Teti & Gelfand, 1991).

Beberapa penelitian yang telah membuktikan peranan efikasi diri da lam memengaruhi kualitas pengasuhan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan, seperti: 1) Penelitian tentang parenting education dalam meningkatkan parenting self efficacy pada orang tua dari anak dengan gangguan autism oleh Ekaningtyas (2019). Hasil penelitiannya membuk­tikan bahwa parenting education dalam bentuk psikoedukasi dapat di­gunakan untuk membentuk dan meningkatkan parenting self efficacy karena dapat membentuk atau mengubah persepsi dan meningkatkan as­pek kognitif atau pemahaman orang tua mengenai strategi penanganan anak dengan gangguan autism; 2) Penelitian ten t ang perbandingan efika­si diri dalam pengasuhan anak pada ibu yang memiliki anak disabili tas dan tidak memiliki anak disabilitas oleh Sari (2020). Hasil penelitian nya membuktikan Tidak terdapat per bedaan signifikan tingkat efikasi diri dalam pengasuhan anak pada Ibu yang memiliki anak disabilitas dan tan­

Page 116: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

103

pa disabilitas, pengaruh kesamaan latar belakang pendidikan dari para responden menjadi salah satu alasan tidak adanya perbedaan tingkat efi­kasi diri dalam pengasuhan anak antar dua kelompok ini; 3) Penelitian tentang peran dukungan sosial terhadap munculnya efikasi diri pengasuh­an pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus oleh Harmantia dan Rachmahana (2020). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa efikasi diri pengasuhan orang tua dipengaruhi oleh dukungan sosial sebesar 12,25%, selebihnya dipengaruhi faktor­faktor lain yang perlu dikaji lebih lanjut.

4. Dukungan Sosial (Social Support)Moritsugu, Vera, Wong, dan Duffy (2015) mengungkapkan bah wa

dukungan sosial yang dirasakan (perceived social support), merupa kan penilaian individu secara kognitif tentang keterhubungannya dengan orang lain. Dukungan sosial yang dirasakan atau dipersepsikan me rupakan konstrak kajian dan pengukuran dalam berbagai literatur atau peneli­tian (Kloos et al., 2012). Boyd (2002) mengemukakan bah wa pemberian dukungan sosial langsung atau tidak langsung akan meningkatkan ke se­jahteraan subjektif, kesehatan fisik, dan peng aturan stres yang konstruk tif. Dukungan informal bisa ibu dapatkan dari suami, keluarga, teman para profesional, guru, dan terapis anak, sedangkan dukungan formal bisa dari sekolah, tempat layanan kese hatan, dan tempat terapi.

Menurut Sarafino dan Smith (2014), terdapat empat jenis dukung an dasar yang dibutuhkan oleh setiap individu, yaitu: 1) dukungan emosio­nal atau penghargaan (emotional or esteem support), 2) dukung an nyata atau instrumental (tangible or instrumental support), 3) du kung an infor masi (informational support), yaitu dukungan dalam bentuk pemberian na si hat, saran, bimbingan yang berhubungan dengan pe mecahan masalah, atau feedback tentang bagaimana seseorang dalam bertindak; 4) dukungan per saudaraan/pertemanan (companion ship sup port), yaitu dukungan yang si fatnya terhubung dengan orang­orang terdekat baik secara individual maupun kelompok yang me mung kinkan individu untuk berbagi minat de­ngan orang lain dan membentuk persahabatan, serta adanya kesedia an seseorang atau kelompok untuk berbagi waktu dengan individu.

Beberapa penelitian yang telah membuktikan peranan dukung an sosial dalam memengaruhi kualitas pengasuhan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, seperti: 1) Penelitian dengan menggunakan tiga variabel dalam membuktikan penerimaan orang tua dari anak ber­kebutuhan khusus, yakni: kecerdasan emosi, du kungan sosial, dan rasa syukur oleh Fitria (2019). Ketiga variabel ini memiliki korelasi positif

Page 117: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

104

dalam memengaruhi penerimaan diri orang tua sebesar 41,1%. Artinya semakin orang tua memiliki kecerdas an emosi baik, cukup mendapatkan dukungan sosial, dan seringnya untuk bersyukur akan semakin memper­cepat penerimaan diri orang tua telah dianugerahkan anak berkebutuh­an khusus; 2) Penelitian tentang dukungan sosial dan hardiness terha­dap stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak autis oleh Harlinda & Patisti, W.D. (2018). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa dukung­an sosial dan har diness berkorelasi negatif terhadap kemunculan stres pengasuhan, artinya semakin tinggi dukungan sosial yang diterima ibu di tambah dengan semakin tangguh maka mampu menurunkan stres peng­asuh an yang dirasakannya, terbukti dengan nilai sumbangan sebesar 40,8 persen; 3) Penelitian tentang dukungan sosial bagi keluarga dari anak berkebutuhan khusus oleh Hidayati (2011). Hasil penelitiannya membuk­tikan bahwa sebagian besar orang tua mendapatkan dukung an dari teman dan keluarganya melalui kegiatan parental support group.

5. ResiliensiResiliensi merupakan hasil dari upaya mengelola berbagai ma cam

risiko atau hal yang berpotensi memunculkan krisis dengan ca ra­cara yang positif (Duncan, dkk., 2005) daripada menghindari risiko tersebut. Resiliensi mencakup keberadaan faktor­faktor pro tek tif (personal, sosial, keluarga) yang memungkinkan individu un tuk bertahan terhadap tekan an hidupnya (Kaplan, dkk. 1996 dalam Hendriani, 2018). Proses resilien si yang dilakukan keluarga terban tu oleh adanya faktor protektif yang di­miliki oleh keluarga. Resilien si dianggap sebagai koping yang efektif dan adaptasi yang positif ter hadap berbagai situasi yang menekan (stressor), faktor risiko di pandang sebagai hal­hal yang bersifat memperlemah dan stres (Hen driani, 2018).

Pentingnya resiliensi dimunculkan bagi setiap orang tua yang me­miliki anak dengan gangguan perkembangan, juga telah dibuktikan dari berbagai riset­riset sebelumnya, seperti: 1) Penelitian tentang gambaran resiliensi ibu yang memiliki anak autis oleh Edyta dan Da mayanti (2016). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa setiap ibu mengalami dinami­ka yang berbeda di masing­masing aspek resiliensi (pengendalian emosi, pengendaian dorongan, optimis, analisis penye bab masalah, empati, efika­si diri, dan peningkatan aspek positif). Pa da awalnya, responden peneliti­an ini merasa terkejut, terpuruk, dan tidak menyangka jika anak mereka akan mengalami gangguan per kembangan ini, dnegan penerimaan akhir­nya mampu bangkit serta senantiasa berpikir positif kenlak anak mereka

Page 118: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

105

akan menjadi lebih baik, memiliki keyakinan dapat memberikan yang terbaik untuk anak, dengan cara meningkatkan keterampilan orang tua dalam me na ngani anak; 2) Dinamika resiliensi orang tua dari anak autis jga telah diteliti oleh Muniroh (2010). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa pembentukan resiliensi orang tua dari aak autis dipengaruhi oleh faktor dalam diri (seperti: kompetensi pribadi, toleransi pada pengaruh negatif, penerimaan diri yang positif, control diri dan pe ngaruh spiritual), dan faktor luar diri (seperti: dukungan dari keluarga, saudara, tetangga, serta orang­orang yag ada di sekitar orang tua). Resiliensi orang tua juga dipengaruhi oleh faktor kognitif (seperti: yakin, dan mampu merawat anak), dan faktor afektif (seperti: pera saan kecewa, pemaknaan, dan kesedihan); 3) Penelitiannya dengan tujuan untuk menguji gambaran resiliensi pada ibu yang memiliki anak down syndrome juga telah dibuktikan oleh Lesta­ri dan Mariyati (2016). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setiap ibu memilki perbedaan faktor­faktor yang memengaruhi kemunculan re­siliensi, di antaranya faktor keluarga dan peran lingkungan sekitar yang telah memberi motivasi serta dorongan dari kepribadian responden yang tidak berlarut­larut dalam kesedihan.

6. BersyukurBersyukur merupakan salah satu bentuk apresiasi atas apa yang telah

Tuhan berikan dalam kehidupannya, dengan cara memandang secara positif stimulus yang daang dari luar, berpikir positif dan op timisme atas kesulitan yang ada. Bagaimana memunculkan rasa syu kur bagi orang tua yang memiliki anak istimewa ini bukanlah hal mudah, membutuhkan proses agar bisa menerima kondisi anak. Ra sa syukur ini juga berkaitan dengan kesehatan psikologis dan fungsi sosial individu, dalam membantu individu sebagai pengembangan di rinya (Emmons & McCullough, 2004).

Penelitian oleh Daulay, Ramdhani, dan Hadjam (2018) semakin me­negaskan peran penting bersyukur bagi orang tua dari anak dengan gang­guan spektrum autis. Bersyukur, yaitu rasa berterima kasih ibu atas ke­nikmatan yang Tuhan berikan kepada ibu dan keluarganya, se sulit dan seberat apa pun dalam mengasuh anak dengan istimewa ini, sehingga ibu akan lebih tenang ketika mampu memaknai kehadir an anaknya. Hal­hal yang telah Tuhan berikan kepada ibu bukan saja dengan memberikan anak, tapi juga lahir dan batin ibu menjadi le bih tenang, lebih bahagia, lebih mampu memaknai hidup, dan mampu mengatasi masalah kehidupan

Peran penting bersyukur sebagai salah satu faktor protektif ju ga telah dibuktikan dari berbagai penelitian, seperti: 1) Penelitian yang bertujuan

Page 119: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

106

untuk menguji hubungan antara rasa syukur dan pe nerimaan diri orang tua yang memiliki anak­anak intellectual disability oleh Sutriyatno (2016). Hasil penelitiannya membuktikan terdapat hubungan positif antara rasa syukur dengan penerimaan diri, artinya orang tua yang bersyukur akan kondisi anak maka akan lebih cepat dalam menerima anak; 2) Penelitian yang berupaya mengkaji hu bungan antara kebersyukuran, religiusitas terhadap ketangguhan ibu oleh Aprilia (2018) juga menghasilkan hubung­an yang psitif di an ta ra ketiga varibel ini, artinya bagi ibu yang intens ber syukur dan memiliki pemahaman religiusitas yang baik, maka lebih tang guh da lam merawat anak­anak dengan keistimewaan ini; 3) Demi­kian juga dengan penelitian yang berupaya mengkaji kebersyukuran de­ngan kepuasan hidup orang tua oleh Sulastina dan Rohmatun (2018). Hasil penelitiannya semakin membuktikan peran penting bersyukur untuk meningkatkan kualitas hidup orang dari anak­anak berkebutuhan khusus.

7. ReligiusitasKonsep religiusitas yang paling banyak digunakan dalam pene litian

psikologi berdasarkan dari teori Glock dan Stark (dalam Subandi, 2013), merupakan konsep kesadaran beragama yang ditandai de ngan lima as pek yaitu: 1) Religious belief (the ideological dimension), atau dimensi keyakin­an yaitu sejauh mana seseorang menerima hal­hal yang dogmatik dalam agamanya; 2) Religious practice (the ritual di mension), yaitu tingkatan se­jauh mana seseorang mengerjakan kewa jiban­kewajiban ritual dalam aga manya; 3) Religious feeling (the ex periential dimension), atau dimensi peng alaman dan penghayatan ber agama, yaitu perasaan­perasaan atau peng alaman­pengalaman ke agamaan yang pernah dialami dan dirasakan; 4) Religious knowledge (the intellectual dimension), atau dimensi pengeta­huan yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran­ajaran aga manya, terutama yang ada dalam kitab suci maupun yang lainnya; 5) Religious effect (the consequential dimension), yaitu dimensi yang meng ukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di da­lam kehidupan sosial.

Religiusitas sendiri menurut Hendriani (2018) ditunjukkan oleh ada­nya penghayatan keagamaan dan keyakinan atas segala ketentuan Tuhan dalam hidup, yang tidak hanya diekspresikan melalui ritual ibadah, teta pi juga ketika melakukan aktivitas lain sehari­hari. Religiusitas yang ting gi akan membantu membentengi individu dari ber bagai pikiran ne gatif yang kerapkali muncul ketika menghadapi situasi sulit, oleh kare nanya tepat jika religiusitas ini menjadi sa lah satu faktor protektif lainnya. Namun

Page 120: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

107

sebaliknya, jika religiusitas yang rendah akan menjadi sebuah faktor ri­si ko, sebab tanpa pengha yatan keagamaan, tanpa pegangan spiritual ten­tang keyakinan akan ketentuan Tuhan, maka dalam situasi yang sangat ter tekan individu akan rentan mengalami problem psikologis yang berke­pan jangan. Individu akan larut dalam kesedihan, sibuk mnyesali keada­an, men cari­cari sumber kesalahan untuk kemudian mempersalahkan nya, men cari pelarian atau pelampiasan yang negatif, dan sebagainya. Reli­giusitas menjembatani individu untuk lebih mampu menerima kon disi baru yang berbeda dari sebelumnya, sesulit apa pun kondisi tersebut.

Beberapa penelitian telah membuktikan peran religiusitas dalam me­ningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup bagi orang tua dari anak­anak istimewa ini, di antaranya: 1) Penelitian yang bertujuan untuk meng kaji hubungan antara religiusitas dalam meningkatkan ketangguhan, oleh Santana dan Istiana (2019). Hasil penelitiannya membuktikan bah­wa terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dan kepri ba­dian tangguh pada ibu­ibu yang memiliki anak berkebutuhan, artinya semakin tinggi religiusitas orang tua maka se makin tangguh pula orang tua terutama dalam menghadapi situasi sulit; 2) Orang tua yag mengala­mi stres bisa disebabkan karena mi nimnya pengetahuan terkait ganggu an perkembangan yang diala mi anak, sulitnya perilaku anak dan ketidak­berfungsiannya interaksi an tara orang tua anak menjadi salah satu latar belakang penelitian ini, sehingga berupaya mengkaji peran religiusitas yang dianggap mam pu mengelola stres yang dialami. Tujuan penelitian ini adalah meng uji hubungan religiusitas dengan stres pengasuhan oleh Rahayu dan Amalia (2019). Hasilnya membuktikan bahwa terdapat hu­bungan yang negatif antara religiusitas dengan stres pengasuhan, artinya se ma kin tinggi religiusitas ibu maka semakin rendah stres pengasuhan yang ibu rasakan; 3) Orang tua yang mengalami stres terkait mengasuh anak­anak istimewa ini, umumnya akan mampu meminimalisasi stres yang dirasakan melalui koping religius, sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menggali peran koping religius dalam meminimalisasi stres bagi orang tua dari anak­anak istimewa oleh Alfiyanti (2020). Hasil pe­nelitiannya membuktikan bahwa peran aspek koping religius (pera saan pertama ketika mengetahui kondisi anak, pandangan orang tua de ngan kehadiran anak, motivasi orang tua dalam mengasuh, kesulitan yang di­hadapi selama mengasuh, hal yang dilakukan ketika merasa tertekan, si kap pertama kali yang diambil setelah mengetahui keadaan anaknya), stra tegi koping religius yang dipilih oleh ketiga orang tua (strategi collaborative), dan metode koping religius yang dilakukan oleh orang tua (metode ko ping

Page 121: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

108

religius dalam mencari makna, metode koping religius untuk mendapat­kan kontrol, metode koping religius untuk mendapatkan kenyamanan dan mencapai ke dekatan dengan Tuhan), mampu meminimalisasi stres yang dialami.

B. FAKTOR RISIKOMenurut Kaplan (1999) mendefinisikan faktor risiko sebagai “predik­

tor awal” dari sesuatu yang tidak diinginkan atau sesuatu yang membuat orang semakin rentan terhadap hal­hal yang tidak diinginkan. Menurut Rutter (1990) faktor risiko merupakan variabel yang mengarah langsung pada kondisi patologis atau maladjust ment, meski di sisi lain Rutter ju­ga menujukkan bahwa faktor risiko merepresentasikan proses dan meka­nisme yang mengarah pada aki bat yang bersifat problematik. Sementara Luthar (1999) mendefini sikan faktor risiko sebagai sebuah variabel yang memfasilitasi munculnya problem perilaku, sebagai respons yang lebih lanjut dari stres (dalam Hendriani, 2018).

1. PerilakuMaladaptifAnakPerilaku maladaptif yang ditampilkan anak menjadi tema penting

untuk dikaji, sebab jika membahas proses pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan saraf, maka salah satu faktor utama orang tua mengalami penurunan kesejahteraan, merasa­kan emosi negatif, dan berdampak pada stres pengasuhan, maka perilaku maladaptif anak merupakan jawabannya yang ha rus dipahami terlebih dahulu. Pemahaman tentang perilaku mala dap tif anak dengan gangguan perkembangan saraf akan memengaruhi dalam pemberian intervensi yang tepat bagi anak. Penelitian yang dilakukan Daulay (2019) membuktikan bahwa faktor yang berperan dalam memunculkan stres pengasuhan ibu adalah persepsi orang tua akan perilaku maladaptif anak gangguan spek­trum autis. Artinya semakin negatif persepsi ibu akan perilaku maladaptif yang ditampilkan anak autis, maka ibu akan semakin stres, demikian seba­liknya.

Penulis telah menjelaskan tentang perilaku maladaptif anak dan peng­ukurannya yang akan terbit pada salah satu Jurnal tahun 2020 ini, dalam memahami perilaku maladaptif anak, maka salah seorang tokoh bernama Doll tahun 1995 pertama kali telah menyusun skala pengukuran perilaku adaptif, kemudian dikembangkan oleh Sparrow, dkk. (1984). Menurut Doll (dalam Hadiyati, 1992), perilaku adaptif menunjukkan adanya prin­

Page 122: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

109

sip penting dari kematangan sosial pada diri setiap individu, yaitu: ke­siapan diri, perilaku serta respons terhadap lingkungan sosial. Sparrow dkk., (1984) mengembangkan skala perilaku adaptif (Vineland Adaptif Be havior Scale) untuk melihat kemampuan perilaku adaptif anak yaitu mampu menampilkan aktivitas sehari­hari yang dituntut agar seseorang mampu memenuhi kebutuhan pribadi maupun sosialnya.

Prinsip utama yang dikemukakan Sparrow adalah: 1) Perilaku adaptif, berhubungan dengan perkembangan usia. Semakin tinggi usia, maka pe­rilaku yang muncul pun semakin kompleks; 2) Perilaku adaptif, diarti­ kan dalam konteks harapan atau ukuran lingkungan terhadap seseorang; 3) Perilaku adaptif, juga diartikan sebagai tampilan perilaku yang khas (untuk setiap tahapan usia) dan bukan sebagai bakat kemampuan. Dengan kata lain, perilaku adaptif adalah keberhasilan anak untuk menyesuai­ kan peri lakunya terhadap orang lain secara umum, terhadap kelompok­ nya dan juga lingkungannya. Perilaku tersebut menurut Sparrow dkk., (1984) mencakup beberapa ranah (domain) yaitu komunikasi (expressive, receptive, written), keterampilan hidup sehari­hari (personal, domestic, com-munity), sosialisasi (interpersonal relationship, play and leisure), dan kete­rampilan motorik (gross, fine) (dalam Daulay, 2020).

Setelah dipaparkan pejelasan tentang perilaku adaptif, maka selan­jutnya akan membahas tentang perilaku maladaptif, yakni peri laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Sparrow dkk., (2005) men­definisikan perilaku maladaptif anak sebagai berikut: perilaku maladap tif anak adalah jenis perilaku yang tidak diinginkan yang dapat meng gang gu fungsi adaptif individu dalam kehidupan nya sehari­hari. Dengan kata lain, perilaku maladaptif anak meru pa kan perilaku anak yang tidak mam pu menyesuaikan diri atau beradap tasi dengan keadaan sekelilingnya secara wajar, dan tidak mampu beradaptasi sesuai dengan tahapan perkembangan usianya.

Perilaku maladaptif terbagi kepada tiga kategori perilaku, yaitu perilaku internalizing, perilaku externalizing, dan perilaku mal a daptif lainnya. Perilaku maladaptif internalizing mencakup: keter gan tungan, menghindari orang lain dan lebih senang menyendiri, mengalami kesulitan makan, mengalami kesulitan tidur, menolak pergi ke sekolah atau bekerja karena takut, perasaan akan ditolak atau dikucilkan, terlalu cemas, mudah menangis atau tertawa, minimnya kontak mata, sedih untuk alasan yang tidak jelas, menghindari untuk berinteraksi sosial, ku rang bertenaga atau kurang berminat dalam hidup (Sparrow dkk., 2005) (dalam Daulay, 2020).

Perilaku maladaptif internalizing berbeda dengan perilaku maladaptif

Page 123: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

110

externalizing, perbedaannya adalah perilaku maladaptif internalizing lebih menekankan pada gangguan emosi dan suasana hati, meliputi kecemasan, depresi, keluhan somatik (misalnya sakit dan nyeri badan), kesimpulannya perilaku maladaptif Internalizing ini tidak menunjukkan perilaku menyakiti atau menyerang orang lain. Banyak anak mengalami kesulitan mengatasi emosinya dan ditunjukkan dengan tanda­tanda kesulitan dalam mengontrol perilakunya (Deater­Deckard, 2004) (dalam Daulay, 2020). Sedikit penelitian yang mengaitkan permasalahan internalizing anak­anak dengan stres pengasuhan orang tua, sebab perilaku internalizing tidak semenonjol seperti permasalahan perilaku externalizing. Na mun, penelitian yang dilakukan oleh Mesman dan Koot (2000); se makin menguatkan bahwa terdapat tekanan yang dirasakan orang tua dengan memiliki anak yang mengalami kecemasan dan depresi. Hall dan Graff (2012) menunjukkan bahwa peningkatan perilaku maladaptif internalizing juga akan mening­ katkan stres pengasuhan orang tua (r=0,547, p=0,00).

Perilaku maladaptif externalizing, meliputi: impulsif (bertindak tanpa dipikirkan terlebih dahulu), temper tantrums (amarah yang meledak), sengaja tidak patuh dan menentang orang lain, mengejek, meru sak atau mengganggu, tidak mengerti atau tidak peka terhadap orang lain, berbohong, menipu atau mencuri, agresif secara fisik (misalnya memukul, menendang, menggigit, dan lain­lain), keras kepala atau cemberut, me­ngatakan atau mengajukan pertanyaan yang memalukan di depan umum, berperilaku tidak sesuai dengan keinginan orang lain. Sebagian besar penelitian tentang anak yang mengalami gangguan perkembangan akan erat kaitannya dengan stres pengasuhan orang tua yang berfokus pada perilaku bermasalah externalizing (seperti kesulitan memusatkan perhatian, agresi, conduct problem, delinquency) (Deater­Deckard, 2004) (dalam Daulay, 2020).

Kategori perilaku maladaptif lainnya, meliputi: mengisap jempol atau jari, mengompol atau harus menggunakan diaper pada malam hari, ber perilaku terlalu akrab dengan orang asing, menggigit kuku jari, meng­ alami tic, menggiling gigi sepanjang hari atau malam, mengalami waktu yang sulit untuk memusatkan perhatian, sangat aktif atau resah diban­ dingkan orang lain seusianya, menggunakan properti sekolah atau peker­ jaan untuk tujuan pribadi yang tidak disetujui, mengumpat, melarikan diri, membolos sekolah atau pekerjaan, mengabaikan atau tidak peduli dengan orang lain di sekitarnya, menggunakan uang atau hadiah untuk “membeli” yang disenangi, menggunakan alkohol sepanjang sekolah atau bekerja (Sparrow dkk., 2005) (dalam Daulay, 2020).

Page 124: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

111

Beberapa penelitian secara konsisten telah membuktikan bah wa hal menonjol yang menjadi kesulitan orang tua mengasuh anak dengan gang­guan perkembangan adalah perilaku maladaptif anak. Intensnya perila­ku maladaptif muncul pada anak­anak dengan gang guan spektrum autis meliputi agresivitas, tantrum, menyakiti diri sendiri, perilaku berulang (Kons, Matson, & Turygin, 2013), rendah nya strategi pengaturan emosi da pat meningkatkan emosi negatif (Samson, Hardan, Lee, Philips, dan Gross (2015)

Demikian juga dengan perilaku maladaptif dari anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf lainnya, yakni: pada anak de ngan intellec-tual disability, anak menunjukkan perilaku rendahnya kemandirian (Nor­lin & Broberg, 2013), kesulitan dalam akademik, so sial dan praktik pe­ngetahuan (Bertelli, dkk., 2016), rendahnya peri laku adaptif (American Association on Intellectual and Developmental Disabilities/AAIDD, 2010). Pada anak ADHD menunjukkan perilaku hiperaktif dan kesulitan ber kon­sentrasi (Graziano dkk., 2011), peri laku bermasalah (Climie & Mitchell, 2017).

Dampak yang ditimbulkan dari perilaku maladaptif anak de ngan gangguan perkembangan saraf ini bagi orang tua dapat memun culkan pengasuhan (Hall & Graff, 2012), orang tua mengalami stres pengasuhan lebih tinggi disebabkan karena perilaku maladaptif ex ternalizing (Bader, Barry, & Hann, 2015).

Demikian pentingnya penyebab utama perilaku maladaptif anak de­ngan gangguan perkembangan saraf (dalam hal ini anak dengan ganggu­an spectrum autis) terhadap stres pengasuhan orang tua, maka penulis melampirkan rangkuman beberapa riset sebelumnya tentang pengaruh perilaku maladaptif anak autis terhadap kondisi psikologis orang tua (dapat dilihat pada Tabel. 4).

Page 125: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

112

Tabe

l.4. P

ENGA

RUH

PERI

LAKU

MAL

ADAP

TIF AN

AK D

ENGA

N GAN

GGUA

N SPE

KTRU

M AU

TIS TE

RHAD

AP KO

NDISI

PSIK

OLOG

IS OR

ANG

TUA

Nam

a Pe

nelit

iJu

dul P

enel

itia

nTu

juan

Met

ode

Pene

litia

nH

asil

Lee

(Dis

erta

si,

2011

)Pr

edic

tors

of

pare

ntin

g st

ress

am

ong

mot

hers

of

chi

ldre

n w

ith

autis

m in

Sou

th

Kore

a

Men

guji

fakt

or-

fakt

or y

ang

dapa

t m

emen

garu

hi

mun

culn

ya s

tres

pe

ngas

uhan

pad

a ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

di

Kor

ea

Part

isip

an: 1

60 ib

u-ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

(u

sia

anak

3 ta

hun-

12 ta

hun)

.Pe

nelit

ian

ini m

engg

unak

an 13

var

iabe

l ind

epen

den

dala

m m

empr

edik

sika

n pe

ngar

uhny

a te

rhad

ap

stre

s pe

ngas

uhan

. Ket

iga

bela

s va

riabe

l: fa

mily

so

cial

supp

ort,

num

ber o

f fam

ily m

embe

rs, f

amily

co

mpo

sitio

n, fa

mily

mon

thly

inco

me,

chi

ld’s

seve

rity

of a

utism

, chi

ld’s

mal

adap

tive

beha

vior

, chi

ld’s

age,

ye

ar(s

) ela

psed

sinc

e di

agno

sis, c

hild

’s ge

nder

, mot

hers

’ f

eelin

gs o

f gui

lt, d

urat

ion

of m

arria

ge, m

othe

r’s

educ

atio

n, m

othe

r’s o

ccup

atio

n.An

alis

is: k

orel

asi d

an st

epw

ise m

ultip

le re

gres

sion.

Has

il:Be

rdas

arka

n an

alis

is k

orel

asi:

usia

ana

k, ta

hun

berla

lu s

ejak

ana

k te

rdia

gnos

is, k

epar

ahan

au

tis, p

erila

ku m

alad

aptif

ana

k, p

eras

aan

bers

alah

ibu

sign

ifika

n be

rkor

elas

i ter

hada

p st

res

peng

asuh

an. B

erda

sark

an st

epw

ise m

ultip

le

regr

essio

n: u

sia

anak

, tah

un b

erla

lu s

ejak

an

ak te

rdia

gnos

is, d

an p

eras

aan

bers

alah

ibu

mer

upak

an v

aria

bel y

ang

dom

inan

mem

enga

ruhi

st

res

peng

asuh

an ib

u.

Hal

l, G

raff

(Ju

rnal

, 201

2)M

alad

aptiv

e be

havi

ors o

f ch

ildre

n w

ith

autis

m: P

aren

t su

ppor

t, st

ress

an

d co

ping

.

Men

guji

peng

aruh

pe

rilak

u m

alad

aptif

an

ak a

utis

, duk

unga

n ke

luar

ga, s

tres

ora

ng

tua,

dan

kop

ing.

Part

isip

an: s

eban

yak

70 o

rang

tua

dari

anak

aut

is

(usi

a an

ak 3

-21 t

ahun

).Al

at u

kur:

kopi

ng (c

opin

g he

alth

inve

ntor

y fo

r pa

rent

s); d

ukun

gan

kelu

arga

(fam

ily su

ppor

t sca

le);

stre

s pe

ngas

uhan

(par

entin

g st

ress

inde

x); p

erila

ku

mal

adap

tif a

nak

(vin

elan

d ad

aptiv

e be

havi

or sc

ales

).An

alis

is: p

ears

on p

rodu

ct-m

omen

t cor

rela

tion,

in

depe

nden

t- sa

mpl

es t

test

, mul

tiple

regr

essio

n.

Has

il: te

rdap

at p

enin

gkat

an h

ubun

gan

anta

ra

peril

aku

mal

adap

tif in

tern

aliz

ing

dan

stre

s or

ang

tua.

Berd

asar

kan

anal

isis

regr

esi p

ada

mod

el s

atu

men

unju

kkan

str

es p

enga

suha

n di

jela

skan

ole

h pe

rilak

u m

alad

aptif

inte

rnal

izin

g da

n ex

tern

aliz

ing,

da

n pe

rilak

u m

alad

aptif

lain

nya

seba

nyak

26%

. Pa

da m

odel

dua

men

unju

kkan

str

es p

enga

suha

n di

jela

skan

ole

h ko

mbi

nasi

per

ilaku

mal

adap

tif

dan

duku

ngan

kel

uarg

a.Za

blot

sky,

Br

adsh

aw,

Stua

rt. (

Jurn

al

2013

)

The

asso

ciat

ion

betw

een

men

tal

heal

th, s

tres

s,

and

copi

ng

supp

orts

in

mot

hers

of

child

ren

with

au

tism

spec

trum

di

orde

rs.

Men

guji

stre

s da

n ko

ndis

i kes

ejah

tera

an

psik

olog

is p

ada

ibu

dari

anak

aut

is.

Men

guji

risik

o pe

ngas

uhan

ibu

dan

fakt

or p

rote

ktif

yang

be

rhub

unga

n de

ngan

di

agno

sis

anak

.

Part

isip

an: s

eban

yak

1014

ora

ng tu

a da

ri an

ak a

utis

da

n 66

7 an

ak b

aru

saja

terid

entif

ikas

i aut

is.

Alat

uku

r:•

Dia

gnos

is a

utis

; Gan

ggua

n ps

ikia

tri t

amba

han;

Ke

seha

tan

men

tal i

bu; I

ndik

ator

str

es;

Duk

unga

n ko

ping

;Var

iabe

l dem

ogra

fi An

alis

is:

mul

tiple

regr

essi

on

Has

il: p

enel

itian

ini s

emak

in m

eneg

aska

n pr

edik

tor y

ang

mem

enga

ruhi

kes

ehat

an m

enta

l ib

u da

n m

enin

gkat

nya

stre

s di

peng

aruh

i ole

h re

ndah

nya

ekom

oni k

elua

rga,

ban

yakn

ya ju

mla

h an

ak, k

ondi

si k

eter

bata

san

anak

aut

is (t

erda

pat

bebe

rapa

ana

k au

tis y

ang

kom

orbi

d de

ngan

ga

nggu

an la

in).

Page 126: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

113

Nam

a Pe

nelit

iJu

dul P

enel

itia

nTu

juan

Met

ode

Pene

litia

nH

asil

Mal

jaar

s,

Boon

en,

Lam

brec

hts,

Le

euw

en,

Noe

ns. (

Jurn

al,

2014

)

Mat

erna

l pa

rent

ing

beha

vior

and

ch

ild b

ehav

ior

prob

lem

s in

fam

ilies

of

child

ren

and

adol

esce

nts w

ith

autis

m sp

ectr

um

diso

rder

.

Men

guji

hubu

ngan

an

tara

per

ilaku

be

rmas

alah

ana

k da

n pe

rilak

u an

ak d

alam

m

emen

garu

hi p

erila

ku

oran

g tu

a, d

an m

em ba

n-di

ngka

nnya

ant

ara

ibu

dari

anak

aut

is d

an ti

dak

autis

, ibu

dar

i ana

k da

n re

maj

a au

tis.

Part

isip

an: s

eban

yak

989

kelu

arga

dal

am k

onte

ks

berb

ahas

a Be

land

a Al

at u

kur:

• Pe

rilak

u pe

ngas

uhan

(the

par

enta

l beh

avio

r sc

ale-

shor

t ver

sion)

• Pe

rilak

u be

rmas

alah

ana

k (c

hild

beh

avio

r pr

oble

ms)

M

etod

e: a

nalis

is M

ANO

VA.

Has

il : i

bu d

ari a

nak

autis

sec

ara

sign

ifika

n m

enun

jukk

an s

kor l

ebih

rend

ah p

ada

atur

an d

an

disi

plin

dan

sko

r leb

ih ti

nggi

pad

a pe

ngas

uhan

po

sitif

, stim

ulas

i per

kem

bang

an, d

an a

dapt

asi

lingk

unga

n.St

res

peng

asuh

an d

idap

ati p

ada

kelu

arga

yan

g m

emili

ki a

nak

autis

.Pe

nelit

ian

ini m

engi

mpl

ikas

ikan

pel

ayan

an d

an

pela

tihan

unt

uk m

endu

kung

ora

ng tu

a da

ri an

ak

autis

dan

men

jela

skan

per

ilaku

ber

mas

alah

ana

k au

tis. P

elat

ihan

terk

ait p

emah

aman

aka

n pe

rilak

u be

rmas

alah

ana

k be

rfun

gsi u

ntuk

men

urun

kan

stre

s pe

ngas

uhan

dan

men

ingk

atka

n ef

ikas

i pe

ngas

uhan

.Za

idm

an-Z

ait,

Mire

nda,

Duk

u,Sz

atm

ari,

Geo

rgia

des,

Vold

en,

Zwai

genb

aum

,Va

illan

cour

t,Br

yson

, Sm

ith,

Fom

bonn

e,Ro

bert

s,

Wad

dell,

Th

omps

on

(Jurn

al, 2

014)

.

Exam

inat

ion

of b

idire

ctio

nal

rela

tions

hips

be

twee

n pa

rent

st

ress

and

two

type

s of p

robl

em

beha

vior

in

child

ren

with

au

tism

spec

trum

di

sord

er.

Men

guji

hubu

ngan

an

tara

dua

tipe

str

es

peng

asuh

an (k

ondi

si

stre

s se

cara

um

um

dan

kond

isi s

tres

pe

ngas

uhan

) dan

pe

rilak

u ek

ster

naliz

ing

dan

inte

rnal

izin

g an

ak

autis

.

Part

isip

an: s

eban

yak

184

ibu-

ibu

dari

anak

aut

is.

Alat

uku

r:•

Stre

s pe

ngas

uhan

: par

entin

g st

ress

inde

x-sh

ort

form

• Pe

rilak

u an

ak: c

hild

beh

avio

r che

cklis

t.•

Met

ode:

ana

lysis

stru

ctur

al e

quat

ion

mod

ellin

g (p

ath

anal

ysis)

.

Has

il: s

tres

pen

gasu

han

(gen

eral

dis

tres

s da

n pa

rent

ing

dist

ress

) dis

ebab

kan

oleh

pe

rilak

u be

rmas

alah

ana

k (in

tern

aliz

ing

dan

ekst

erna

lizin

g).

Stre

s pe

ngas

uhan

(gen

eral

dis

tres

s) b

erpe

ngar

uh

lang

sung

terh

adap

efik

asi d

iri, d

epre

si,

dan

isol

asi,

sert

a ke

tidak

efe

ktifa

n pr

aktik

pe

ngas

uhan

(mis

alny

a, a

feks

i neg

atif,

dan

re

ndah

nya

keha

ngat

an d

an d

ukun

gan

oran

g tu

a).

Page 127: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

114

Nam

a Pe

nelit

iJu

dul P

enel

itia

nTu

juan

Met

ode

Pene

litia

nH

asil

McS

tay,

D

issa

naya

ke,

Sche

eren

, Koo

t, Be

geer

. (Ju

rnal

, 20

14)

Pare

ntin

g st

ress

an

d au

tism

: Th

e ro

le o

f age

, au

tism

seve

rity,

qu

ality

of l

ife

and

prob

lem

be

havi

our o

f ch

ildre

n an

d ad

oles

cent

s with

au

tism

.

Men

guji

pera

n ka

rakt

eris

tik a

nak

(usi

a,

kepa

raha

n au

tis, k

ualit

as

kehi

dupa

n an

ak d

an

peril

aku

berm

asal

ah

anak

) ter

hada

p st

res

peng

asuh

an.

Part

isip

an: 1

50 o

rang

tua

dari

anak

-ana

k da

n re

maj

a au

tis, d

an 5

4 or

ang

tua

dari

anak

per

kem

bang

an

norm

al.

Alat

uku

r:•

Stre

s pe

ngas

uhan

(Par

entin

g st

ress

inde

x).

• Ke

para

han

autis

(Soc

ial R

espo

nsiv

enes

s Sc

ale,

SR

S)•

Kual

itas

kehi

dupa

n an

ak a

utis

(The

Ped

iatr

ic

Qua

lity

of L

ife (P

edsQ

L) In

vent

ory)

.•

Peril

aku

berm

asal

ah a

nak

autis

(Dis

rupt

ive

Beha

vior

Dis

orde

rs R

atin

g Sc

ale)

.

Anal

isis

:•

ANCO

VA :

men

guji

peng

aruh

kel

ompo

k au

tis

dan

anak

per

kem

bang

an n

orm

al.

• M

ultip

le re

gres

ion:

men

guji

kont

ribus

i usi

a an

ak,

kem

ampu

an v

erba

l, ke

para

ha a

utis

, kua

litas

ke

hidu

pan

anak

dan

per

ilaku

ber

mas

alah

ana

k.

Has

il: H

iper

aktiv

itas

anak

mer

upak

an fa

ktor

si

gnifi

kan

berh

ubun

gan

terh

adap

str

es

peng

asuh

an p

ada

oran

g tu

a au

tis, t

anpa

di

peng

aruh

i kep

arah

an a

utis

dan

kua

litas

ke

hidu

pan

anak

. Pen

garu

h ya

ng s

igni

fikan

dar

i pe

rilak

u be

rmas

alah

ana

k te

rhad

ap tu

ntut

an

peng

asuh

an d

an p

erse

psi a

kan

kete

ram

pila

n pe

ngas

uhan

pad

a or

ang

tua

dari

anak

aut

is.

Unt

uk k

arak

teris

tik a

nak

yang

lain

mas

ih d

alam

pe

ngen

dalia

n or

ang

tua.

Bade

r, Ba

rry,

H

ann

(Jurn

al,

2015

)

The

rela

tion

betw

een

pare

ntal

ex

pres

sed

emot

ion

and

exte

rnal

izin

g be

havi

ors i

n ch

ildre

n an

d ad

oles

cent

s w

ith a

n au

tism

sp

ectr

um

diso

rder

.

Men

guji

hubu

ngan

ek

spre

si e

mos

i ora

ng

tua,

mer

upak

an

pred

ikto

r map

an a

tas

kem

uncu

lan

gang

guan

ps

ikol

ogis

, den

gan

peril

aku

exte

rnal

izin

g an

ak.

Part

isip

an: S

eban

yak

111 o

rang

tua

dari

anak

aut

is

(usi

a an

ak 6

-18

tahu

n)Al

at u

kur:

• D

emog

rafi

• Pe

rilak

u an

ak (c

hild

beh

avio

r che

cklis

t)•

Gej

ala

kepa

raha

n an

ak (c

hild

ren’

s soc

ial b

ehav

ior

ques

tionn

aire

)•

Stre

s pe

ngas

uhan

(PSI

-sho

rt fo

rm)

• Pr

aktik

pen

gasu

han

(Ala

bam

a pa

rent

ing

ques

tionn

aire

)•

Eksp

resi

em

osi (

the

fam

ily q

uest

ionn

aire

)•

Met

ode:

ana

lisis

regr

esi b

erga

nda

Has

il an

alis

is re

gres

i mem

bukt

ikan

bah

wa

eksp

resi

em

osi o

rang

tua

(khu

susn

ya k

ritik

an)

men

yum

bang

seb

anya

k 18

.7 d

ari v

aria

ns p

erila

ku

ekst

erna

lizin

g an

ak, d

iluar

var

iabe

l kon

trol

de

mog

rafi,

ket

erlib

atan

, str

es o

rang

tua,

dan

pr

aktik

png

easu

han.

Bebe

rapa

pre

dikt

or y

ang

mem

enga

ruhi

per

ilaku

m

alad

aptif

ana

k: e

kspr

esi e

mos

i ora

ng tu

a, e

mos

i ke

terli

bata

n or

ang

tua,

dan

pen

gasu

han

kriti

kan.

Page 128: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

115

Nam

a Pe

nelit

iJu

dul P

enel

itia

nTu

juan

Met

ode

Pene

litia

nH

asil

McS

tay,

D

issa

naya

ke,

Sche

eren

, Koo

t, Be

geer

. (Ju

rnal

, 20

14)

Pare

ntin

g st

ress

an

d au

tism

: Th

e ro

le o

f age

, au

tism

seve

rity,

qu

ality

of l

ife

and

prob

lem

be

havi

our o

f ch

ildre

n an

d ad

oles

cent

s with

au

tism

.

Men

guji

pera

n ka

rakt

eris

tik a

nak

(usi

a,

kepa

raha

n au

tis, k

ualit

as

kehi

dupa

n an

ak d

an

peril

aku

berm

asal

ah

anak

) ter

hada

p st

res

peng

asuh

an.

Part

isip

an: 1

50 o

rang

tua

dari

anak

-ana

k da

n re

maj

a au

tis, d

an 5

4 or

ang

tua

dari

anak

per

kem

bang

an

norm

al.

Alat

uku

r:•

Stre

s pe

ngas

uhan

(Par

entin

g st

ress

inde

x).

• Ke

para

han

autis

(Soc

ial R

espo

nsiv

enes

s Sc

ale,

SR

S)•

Kual

itas

kehi

dupa

n an

ak a

utis

(The

Ped

iatr

ic

Qua

lity

of L

ife (P

edsQ

L) In

vent

ory)

.•

Peril

aku

berm

asal

ah a

nak

autis

(Dis

rupt

ive

Beha

vior

Dis

orde

rs R

atin

g Sc

ale)

.

Anal

isis

:•

ANCO

VA :

men

guji

peng

aruh

kel

ompo

k au

tis

dan

anak

per

kem

bang

an n

orm

al.

• M

ultip

le re

gres

ion:

men

guji

kont

ribus

i usi

a an

ak,

kem

ampu

an v

erba

l, ke

para

ha a

utis

, kua

litas

ke

hidu

pan

anak

dan

per

ilaku

ber

mas

alah

ana

k.

Has

il: H

iper

aktiv

itas

anak

mer

upak

an fa

ktor

si

gnifi

kan

berh

ubun

gan

terh

adap

str

es

peng

asuh

an p

ada

oran

g tu

a au

tis, t

anpa

di

peng

aruh

i kep

arah

an a

utis

dan

kua

litas

ke

hidu

pan

anak

. Pen

garu

h ya

ng s

igni

fikan

dar

i pe

rilak

u be

rmas

alah

ana

k te

rhad

ap tu

ntut

an

peng

asuh

an d

an p

erse

psi a

kan

kete

ram

pila

n pe

ngas

uhan

pad

a or

ang

tua

dari

anak

aut

is.

Unt

uk k

arak

teris

tik a

nak

yang

lain

mas

ih d

alam

pe

ngen

dalia

n or

ang

tua.

Bade

r, Ba

rry,

H

ann

(Jurn

al,

2015

)

The

rela

tion

betw

een

pare

ntal

ex

pres

sed

emot

ion

and

exte

rnal

izin

g be

havi

ors i

n ch

ildre

n an

d ad

oles

cent

s w

ith a

n au

tism

sp

ectr

um

diso

rder

.

Men

guji

hubu

ngan

ek

spre

si e

mos

i ora

ng

tua,

mer

upak

an

pred

ikto

r map

an a

tas

kem

uncu

lan

gang

guan

ps

ikol

ogis

, den

gan

peril

aku

exte

rnal

izin

g an

ak.

Part

isip

an: S

eban

yak

111 o

rang

tua

dari

anak

aut

is

(usi

a an

ak 6

-18

tahu

n)Al

at u

kur:

• D

emog

rafi

• Pe

rilak

u an

ak (c

hild

beh

avio

r che

cklis

t)•

Gej

ala

kepa

raha

n an

ak (c

hild

ren’

s soc

ial b

ehav

ior

ques

tionn

aire

)•

Stre

s pe

ngas

uhan

(PSI

-sho

rt fo

rm)

• Pr

aktik

pen

gasu

han

(Ala

bam

a pa

rent

ing

ques

tionn

aire

)•

Eksp

resi

em

osi (

the

fam

ily q

uest

ionn

aire

)•

Met

ode:

ana

lisis

regr

esi b

erga

nda

Has

il an

alis

is re

gres

i mem

bukt

ikan

bah

wa

eksp

resi

em

osi o

rang

tua

(khu

susn

ya k

ritik

an)

men

yum

bang

seb

anya

k 18

.7 d

ari v

aria

ns p

erila

ku

ekst

erna

lizin

g an

ak, d

iluar

var

iabe

l kon

trol

de

mog

rafi,

ket

erlib

atan

, str

es o

rang

tua,

dan

pr

aktik

png

easu

han.

Bebe

rapa

pre

dikt

or y

ang

mem

enga

ruhi

per

ilaku

m

alad

aptif

ana

k: e

kspr

esi e

mos

i ora

ng tu

a, e

mos

i ke

terli

bata

n or

ang

tua,

dan

pen

gasu

han

kriti

kan.

Nam

a Pe

nelit

iJu

dul P

enel

itia

nTu

juan

Met

ode

Pene

litia

nH

asil

Prui

tt, W

illis

, Ti

mm

ons,

Eka

s (Ju

rnal

, 201

6)

The

impa

ct o

f m

ater

nal,

child

, an

d fa

mily

ch

arac

teris

tics

on th

e da

ily

wel

l bei

ng a

nd

pare

ntin

g ex

perie

nces

of

mot

hers

of

child

ren

with

au

tism

spec

trum

di

sord

ers.

Men

geks

plor

asi

fakt

or-f

akto

r glo

bal

yang

mem

enga

ruhi

ke

hidu

pan

seha

ri-ha

ri da

n in

tera

ksi

peng

asuh

an ib

u.

Part

isip

an: s

eban

yak

83 ib

u-ib

u da

ri an

ak a

utis

(usi

a an

ak 3

-13

tahu

n).

Alat

uku

r:•

Kese

hata

n m

enta

l ibu

(the

cen

ter f

or

epid

emio

logi

c st

udie

s dep

ress

ion

scal

e, C

ESD

)•

Gej

ala

kepa

raha

n au

tis (t

he so

cial

resp

onsiv

enes

s sc

ale

(SRS

)).•

Kebe

rfun

gsia

n ke

luar

ga (t

he fa

mily

ada

ptab

ility

an

d co

hesio

n ev

alua

tion

scal

e IV

/FAC

ESIV

).•

Afek

si u

mum

seh

ari-

hari

(the

pos

itive

and

ne

gativ

e af

fect

sche

dule

/PAN

AS).

• In

tera

ksi p

enga

suha

n se

hari-

hari

Anal

isis

: H

iera

rchi

cal l

inea

r mod

ellin

g/H

LM

(dig

unak

an k

etik

a m

engu

kur d

esai

n hi

rark

is,

men

guji

peng

asuh

an ib

u se

cara

um

um, a

nak

dan

kara

kter

istik

kel

uarg

a be

rdam

pak

pada

afe

ksi d

an

inte

raks

i pen

gasu

han

seha

ri-ha

ri); c

ovar

iate

ana

lysis

(m

enen

tuka

n va

riabe

l dem

ogra

fi); c

orre

latio

n an

alys

is (h

ubun

gan

anta

ra v

aria

bel-

varia

bel d

alam

pe

nelit

ian)

Has

il:G

ejal

a de

pres

i yan

g ib

u ra

saka

n be

rkai

tan

deng

an p

enur

unan

afe

ksi p

ositi

f. Ib

u-ib

u ya

ng m

enga

lam

i gej

ala

depr

esi b

erhu

bung

an

deng

an p

enin

gkat

an a

feks

i neg

atif.

Koh

esi

kelu

arga

ber

hubu

ngan

aka

n pe

ning

kata

n in

tera

ksi p

enga

suha

n po

sitif

. Gej

ala

depr

esi

ibu

dan

keka

kuan

kel

uarg

a be

rhub

unga

n ak

an

peni

ngka

tan

inte

raks

i pen

gasu

han

yang

frus

tras

i.Pe

ngas

uhan

ibu

seca

ra u

mum

, ana

k da

n ka

rakt

eris

tik k

elua

rga

mem

enga

ruhi

afe

ksi i

bu

dan

inte

raks

i sos

ial.

Page 129: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

116

Nam

a Pe

nelit

iJu

dul P

enel

itia

nTu

juan

Met

ode

Pene

litia

nH

asil

Zaid

man

-Zai

t, M

irend

a, D

uku,

Va

illan

cour

t,Sm

ith,

Szat

mar

i, Br

yson

, Fo

mbo

nne,

Vo

lden

, W

adde

l, Zw

aige

nbau

m,

Geo

rgia

des,

Be

nnet

t,El

saba

ggh,

Th

omps

on.

(Jurn

al, 2

016)

.

Impa

ct o

f pe

rson

al a

nd

soci

al re

sour

ces

on p

aren

ting

stre

ss in

mot

hers

of

chi

ldre

n w

ith

autis

m sp

ectr

um

diso

rder

.

Men

guji

hubu

ngan

an

tara

per

ilaku

be

rmas

alah

ana

k,

stra

tegi

kop

ing,

sum

ber

sosi

al, s

tres

pen

gasu

han

pada

ibu

dari

anak

aut

is

mud

a.

Part

isip

an: s

eban

yak

283

ibu-

ibu

yang

mem

iliki

ana

k au

tis (b

aru

terd

iagn

osis

aut

is)

Alat

uku

r:•

Dem

ogra

fi ke

luar

ga•

Stre

s pe

ngas

uhan

(par

entin

g st

ress

inde

x)•

Kebe

rfun

gsia

n ke

luar

ga (t

he g

ener

al fa

mily

fu

nctio

ning

/GFF

)•

Duk

unga

n so

sial

ora

ng tu

a (t

he so

cial

supp

ort

scal

e/SS

S)•

Stra

tegi

kopi

ng o

rag

tua

(the

way

s of c

opin

g qu

estio

nnai

re/W

oC)

• Ke

para

han

autis

(the

aut

ism d

iagn

osis

obse

rvat

ion

sche

dule

/AD

OS)

• Ke

tera

mpi

lan

kogn

itif a

nak

(the

M-P

-R)

• Ke

tera

mpi

lan

baha

sa a

nak

(the

PLS

-4)

• Pe

rilak

u ad

aptif

ana

k (v

inel

and

adap

tive

beha

vior

sc

ales

)•

Peril

aku

berm

asal

ah a

nak

(the

chi

ld b

ehav

ior

chec

klist

/CBC

L)•

Peril

aku

beru

lang

ana

k (t

he re

petit

ive

beha

vior

sc

ale

revi

sed/

RBS-

R)

Anal

isis

: Hie

rarc

hica

l mul

tiple

regr

essio

n.

Has

il:Pa

da s

aat t

erdi

agno

sis:

Mod

el m

enun

jukk

an

duku

ngan

sos

ial t

ingg

i dan

pen

ggun

aan

kopi

ng

berh

ubun

gan

deng

an m

enur

unny

a st

res

peng

asuh

an. S

ebal

ikny

a, m

enin

gkat

nya

peril

aku

mal

adap

tive

exte

rnal

izin

g, k

etid

akbe

rfun

gsia

n ke

luar

ga, d

an s

trat

egi k

opin

g re

ndah

be

rhub

unga

n de

ngan

rend

ahny

a st

res

peng

asuh

an.

Dua

tahu

n ke

mud

ian:

ting

giny

a st

res

peng

asuh

an p

ada

saat

ana

k te

rdia

gnos

is a

utis

ak

an m

empr

edik

sika

n pe

ning

kata

n st

res

peng

asuh

an d

i mas

a se

lanj

utny

a.

Page 130: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

117

2. FaktorRisikoLainnyaPermasalahan­permasalahan atau dengan kata lain sumber stres (stre­

sor) yang kerap muncul dalam merawat aak­anak dengan gang guan per­kembangan ini umumnya berasal dari kondisi anak terutama pada peri­laku maladaptif yang ditampilkan anak. Selain itu, terdapat sumber stres lainnya yang dianggap sebagai faktor risiko dalam me munculkan stres pengasuhan dan menurunkan kesejahteraan orang tua. Hasil penelitian Daulay (2019) mengungkapkan terdapat tiga sumber stres pada ibu dalam mengasuh anak­anak dengan gangguan spketrum autis, yakni: 1) Masa­lah kondisi anak, terkait perilaku ber masalah anak; 2) Masalah minimnya penerimaan dukungan, terbagi pada dukungan finansial, dukungan emo­sional dan informasional; 3) Ma salah penerimaan masyarakat, adanya stig ma negatif terkait kon disi anak, masih banyak masyarakat yang belum memahami kondisi anak dan sebagian masyarakat terkadang meyalahkan orang tua atas kehadiran anak.

Berdasarkan penelitian Daulay (2019) dan telah menganalisis dari berbagai penelitian sebelumnya. Merujuk pada hasil­hasil penelitian se­belumnya, maka beberapa faktor yang dianggap berperan me muncul kan stres pengasuhan ibu dapat dispesifikkan ke dalam dua faktor penting, yaitu faktor internal, meliputi hal­hal terkait perasa an, pikiran, dan tin­dakan yang bersumber dari dalam diri ibu selama mengasuh anak, se perti faktor personal dan faktor demografi. Faktor eksternal meliputi tema­te­ma persepsi ibu akan interaksi terhadap hal­hal di luar dirinya, seperti fak tor karakteristik anak, faktor keluar ga, dan faktor lingkungan/masya­ra kat. Selain itu, faktor risiko lainnya yang dianggap berpotensi memun­culkan stres pengasuhan adalah fak tor sosiodemografi orang tua, meliputi: tingkat sosial ekonomi, usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua.

a. PengukuranPerilakuMaladaptifAnakBagi para peneliti, alat ukur atau instrumen merupakan kunci uta­

ma dalam mengungkapkan sebuah konstrak psikologi. Umumnya peneli­tian di bidang psikologi menggunakan instrumen nontes, berupa angket/kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Alat ukur atau instru­men penelitian dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu mengadaptasi alat ukur yang sudah ada, dan mengembangkan instru men yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori utama dari sebuah konstrak psikologi.

Peneliti yang menggunakan adaptasi instrumen yang sudah ada, bia­sanya langkah pertama yang dilakukan adalah menerjemahkan skala

Page 131: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

118

pengukuran tersebut ke dalam bahasa Indonesia, kemudian langkah se­lanjutnya adalah mengujicobakan skala tersebut yang su dah dalam ver­si bahasa Indonesia terhadap responden untuk menge tahui aitem­aitem yang digunakan dapat dipahami secara baik. Lang kah terakhir adalah menerjemahkan kembali skala tersebut ke da lam bahasa Inggris. Usaha menjaga kualitas penerjemahan, sebaik nya pro ses adaptasi skala dilaku­kan oleh penerjemah berbahasa Indonesia yang pernah menetap di ne ga ra berbahasa Inggris, dan sebaiknya pe nerjemah juga seseorang yang mam pu memahami kajian yang sedang diteliti.

Cara kedua, yaitu mengembangkan instrumen yang disusun oleh pe­neliti berdasarkan teori utama dari sebuah konstrak psikologi. Retnawati (2016) menjelaskan langkah­langkah pengembangan instru men baik tes maupun nontes sebagai berikut (Retnawati, 2016).1. Menentukan tujuan penyusunan instrumen. Pada awal menyusun instrumen, perlu ditetapkan tujuan penyu sun­

an instrumen. Tujuan penyusunan ini memandu teori untuk meng­konstrak instrumen, bentuk instrumen, penskoran sekali gus pemak­naan hasil penskoran pada instrumen yang akan dikem bangkan. Tu juan penyusunan instrumen ini perlu disesuaikan dengan tujuan pe ne litian. Sebagai contoh, ketika peneliti akan mengetahui penga ruh pe ri laku maladaptif anak terhadap stres pengasuhan. Tentunya ada dua in strumen yang perlu dikembang kan, yakni instrumen pengukur perila ku maladaptif anak dan in strumen pengukur stres pengasuhan.

2. Mencari teori yang relevan atau cakupan materi. Setelah tujuan penyusunan instrumen ditetapkan, selanjutnya per­

lu dicari teori atau cakupan materi yang relevan. Teori yang rele van digunakan untuk membuat konstrak, apa saja indikator sua tu va riabel yang akan diukur. Sebagai contoh pada variabel stres peng asuhan, yang akan diukur harus memiliki indikator kon disi orang tua, kondisi anak, dan interaksi orang tua dengan anak.

3. Menyusun indikator butir instrumen/soal. Indikator soal ini ditentukan berdasarkan kajian teori yang rele van

pada instrumen nontes. Selain mempertimbangkan kajian teori, perlu dipertimbangkan cakupan dan kedalaman materi. Indikator ini telah bersifat khusus, sehingga dengan menggunakan indika tor dapat disu­sun menjadi butir instrumen. Biasanya aspek yang akan di ukur de­ngan indikatornya disusun menjadi suatu tabel. Ta bel tersebut ke­mudian disebut dengan kisi­kisi (blue print). Pe nyusunan kisi­kisi ini mempermudah peneliti menyusun butir ai tem.

Page 132: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

119

4. Menyusun butir instrumen. Penyusunan butir ini dilakukan dengan melihat indikator yang su­

dah disusun pada kisi­kisi. Pada penyusunan butir ini, peneliti perlu mempertimbangkan bentuknya. Misal untuk non tes akan menggu­na kan angket, angket jenis yang mana, menggunakan be rupa skala, penskorannya, dan analisisnya.

5. Validasi isi Setelah butir­butir soal tersusun, langkah selanjutnya adalah validasi.

Validasi ini dilakukan dengan menyampaikan kisi­kisi, butir instru­men, dan lembar diberikan kepada para ahli untuk dite la ah secara kuantitatif dan kualitatif. Tugas ahli adalah me li hat kesesuaian indi­kator dengan tujuan pengembangan instru men, kesesuaian indi ka­tor dengan cakupan materi atau kesesu ai an teori, melihat kesesu­ai an instrumen dengan indikator butir, melihat kebenaran konsep butir soal, melihat kebenaran isi, ke be naran kunci (pada tes), baha sa dan budaya. Proses ini disebut dengan validasi isi dengan memper­timbangkan penilaian (expert judgment). Jika validasi ini akan di­kuantifikasi, peneliti dapat me minta ahli mengisi lembar penilaian va lidasi. Paling tidak, ada tiga ahli yang dilibatkan untuk proses va­lidasi instrumen penelitian. Berdasarkan isian tiga ahli, selanjutnya penelitian menghitung in deks kesepakatan ahli atau kesepakatan va­lidator dengan meng gunakan indeks Aiken atau indeks Gregory.

6. Revisi berdasarkan masukan validator. Biasanya validator memberikan saran dan masukan, yang kemu dian

digunakan peneliti untuk merevisinya.7. Melakukan uji coba kepada responden yang bersesuaian untuk mem­

peroleh data respons peserta. Setelah revisi, butir­butir instrumen kemudian disusun lengkap (di­

rakit) dan siap diuji cobakan. Uji coba ini dilakukan dalam rangka memperoleh bukti empiris. Uji coba ini dilakukan kepada responden yang bersesuaian dengan subjek penelitian.

Peneliti dapat pula menggunakan anggota populasi yang tidak menjadi anggota sampel.

8. Melakukan analisis (reliabilitas, tingkat kesulitan, dan daya pem be­da).

Setelah melakukan uji coba, peneliti memperoleh data respons peserta uji coba. Dengan menggunakan respons peserta, peneliti kemudian melakukan penskoran setiap butir. Selanjutnya hasil penskoran ini digunakan untuk melakukan analisis reliabilitas skor perangkat tes

Page 133: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

120

dan juga analisis karakteristik butir. Analisis karakteristik butir dapat dilakukan dengan pendekatan teori tes klasik maupun teori respons butir.

9. Merakit instrumen. Setelah karakteristik butir diketahui, peneliti dapat merakit ulang

perangkat instrumen. Pemilihan butir­butir dalam merakit pe rang­kat ini mempertimbangkan karakteristik tertentu yang dike hendaki peneliti, misalnya tingkat kesulitan butir. Setelah diberi instruksi pe­ngerjaan, peneliti kemudian dapat menggunakan instrumen tersebut untuk mengumpulkan data penelitian.

Pengembangan instrumen yang dilakukan oleh seorang peneliti di Indonesia saat ini cukup banyak untuk memodifikasi instrumen berdasar­kan teori utama dari sebuah konstrak psikologi. Langkah­lang kah yang telah dikemukakan oleh Retnawati (2016) di atas da pat membantu pene­liti untuk memahami proses pengembangan in strumen.

C. INTERVENSI BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAFAnak­anak dengan gangguan perkembangan saraf (neurodevelop mental

disorders) adalah sekelompok anak dengan kondisi mengalami penurunan pada periode perkembangannya. Gangguan perkembangan ini biasanya muncul pada awal perkembangan, sering kali didapati sebelum anak memasuki sekolah dasar, dan ditandai dengan penurun an perkembangan pada gangguan fungsi pribadi, sosial, akademis, atau pekerjaan. Penurunan perkembangan bervariasi pada setiap anak, dari ketrebatasan dalam belajar atau pengontrolan fungsi eksekutif dan hambatan umum dari kemampuan sosial dan inteligensi. Meski tidak dapat disembuhkan, namun gangguan yang dialami anak dapat diminimalisasi dengan cara pemberian intervensi atau penanganan se dini mungkin, sehingga diharapkan pada usia­usia selanjutnya per kembangan anak menjadi lebih baik. Penulis melakukan analisis dari beberapa buku terkait pemberian intervensi bagi anak autis, dan kemudian merangkumnya. Upaya meminimalisasi perilaku mala dap tif anak autis, dan meningkatkan perilaku adaptifnya, serta member fungsikan sistem sensorik sangat dibutuhkan pengintegrasian dari berbagai stimulus. Pada setiap anak tidaklah sama gejala autis yang dialaminya, sehingga mengapa autis menggunakan istilah spektrum, sebab gejala gangguan ini bervariasi antara anak yang satu dengan anak lainnya. Oleh karena itu, penanganannya juga dibutuhkan sti mu lasi yang kompleks dengan tujuan

Page 134: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

121

untuk memberfungsikan dan meng optimalkan sistem kerja otak anak autis.

Hasdianah (2013) dalam bukunya “Autis pada anak, pencegahan, perawatan, dan pengobatan” menjelaskan terdapat terapi de ngan inter­vensi behavioral. Pendekatan behavioral telah terbukti dapat memper­baiki perilaku individu autistik. Pendekatan ini merupakan variasi dan pengembangan teori belajar yang semula hanya terbatas pada sistem pe­ngelolaan ganjaran dan hukuman (reward dan punish ment). Prinsipnya adalah mengajarkan perilaku yang sesuai dan di harapkan serta mengu­rangi perilaku bermasalah pada anak autis. Pendekatan ini juga mene­kankan pada pendidikan khusus yang di fokuskan pada pengembangan ke­mampuan akademik dan keahlian yang berhubungan dengan pendidikan. Pendekatan behavioral yang dapat diterapkan pada anak autis:a. Operant conditioning (konsep belajar operan). Pendekatan ope ran

me rupakan penerapan prinsip­prinsip teori belajar secara lan gsung. Prinsip pemberian ganjaran dan hukuman: perilaku yang positif akan mendapatkan konsekuensi positif (reward), se baliknya perilaku ne ga­tif akan mendapatkan konsekuensi negatif (punishment). Dengan de­mikian diharapkan inti dan tujuan uta ma dari pendekatan ini yaitu mengembangkan dan meningkat kan perilaku prositif, serta mengu­rangi perilaku negatif yang tidak produktif.

b. Cognitive learning (konsep belajar kognitif). Struktur pengajaran pada pendekatan ini sedikit berbeda dengan konsep belajar ope ran. Fo­kus nya lebih kepada seberapa baik pemahaman indi vi du autistik terhadap apa yang diharapkan oleh lingkungan. Pende katan ini meng gunakan ganjaran dan hukuman untuk lebih me negaskan apa yang diharapkan lingkungan terhadap anak au tis. Fokusnya adalah se berapa baik anak autis dapat mema ha mi lingkungan di sekitarnya dan apa yang diharapkan oleh ling kungan tersebut terhadap diri nya. Latihan relaksasi merupakan bentuk lain dari pendekatan kog nitif. Latihan ini difokuskan pa da kesadaran dengan menggunakan ta rik­an nafas panjang, pe lemasan otot­otot, dan perumpaan visual untuk menetralisasi ke ge lisahan.

c. Social learning (konsep belajar sosial). Ketidakmampuan dalam men­jalin interaksi sosial merupakan masalah utama dalam autisme, ka­rena itu pendekatan ini menekankan pada pentingnya pe latihan ke­terampilan sosial (social skills training). Teknik yang sering digunakan dalam mengajarkan perilaku sosial positif an ta ra lain: modelling (pem­berian contoh), role playing (permain an peran), rehearsal (latihan/

Page 135: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

122

pengulangan). Pendekatan belajar sosial mengkaji perilaku dalam hal konteks sosial dan implikasinya dalam fungsi personal.

Beberapa intervensi umum yang dapat diterapkan pada anak autis, yaitu:

1. FarmakoterapiPerilaku maladaptif anak autis, seperti hiperaktivitas, agresivi tas,

menyakiti diri, susah tidur perlu diperbaiki dengan obat. Obat ini sifatnya tidak untuk menyembuhkan, namun lebih digunakan untuk perbaikan gejala yang ada, dan digunakan untuk mem beri keseim bangan pada neu­rotransmitter. Setiap anak memiliki reaksi yang ber beda terhadap obat, jika pada satu anak cocok dengan obat tertentu namun belum tentu cocok pada anak yang lain (Budhiman, Shattock, & Ariani, 2002). Penggunaan obat­obat an bukan satu­satunya cara penanganan pada anak autis, te ta pi harus dikombinasikan dengan hasil intervensi lainnya, agar ha silnya lebih optimal.

Menurut Hartono (2002) obat yang biasa digunakan antara lain:a. Fluoksetin, sertralin, digunakan sebagai anti depresi yang secara em­

pirik dapat mengurangi perilaku agresif, repetitif, serta obsesif.b. Klorpromasin, teoridasin, haloperidol, digunakan sebagai anti psikotik

apabila agresivitas dan agitatif anak sangat dominan.c. Anti epilepsi digunakan apabila mengalami serangan epilepsi (se­

pertiga kasus autis mengidap epilepsi)

Pirasetam, digunakan untuk memperbaiki gangguan perkembang an bahasa, karena terbukti obat ini mampu memperbaiki fungsi he misfer kiri otak. Contoh penelitian berikut ini telah mem buk tikan keefektifan farmakoterapi pada anak autis:

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Masi, Lampit, DeMayo, Glozier, Hickie, Guastella (Jurnal, 2017).A comprehensive systematic review and meta-analysis of pharmacological and dietary supplement interventions in paediatric autism:

Tujuan: menguji jika terdapat karakteristik dasar pasien yang respons atau desain percobaan yang menghambat identifikasi intervensi untuk anak autis. Metode: Pencarian literature dari EMBASE, MEDLINE dan PsycINFO teridentifikasi 43 studi menggunakan analisis kualitatif dan 37 studi menggunakan analisis kuantitatif.

Hasil:Berdasarkan meta-analisis dari 1997 partisipan (81% laki-laki) teridentifikasi tiga moderator yang berhubungan dengan peningkatan treatmen: 1) lokasi percobaan di Eropa dan Timur Tengah; 2) hasil pengukuran ditetapkan status utama; 3) jenis ukuran hasil. Sintesa kualitatif dari karakteristik dasar teridentifikasi sekurang-kurang 31 variabel, dengan usia dan jenis kelamin dilaporkan dalam seluruh percobaan.

Page 136: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

123

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

moderators of treatment response and recommendations for future research.

Kriteria mencakup blinded randomized controlled trials (RCTs) pada pediatric autis, dengan sekurang-kurang 10 partisipan atau 20 secara keseluruhan, treatmen oral, mencakup intervensi farmakologidan suplemen makanan.

Terdapat kebutuhan besar untuk meningkatkan penerapan karakterisasi dasar dan penggabungan tanda biologis dan berkorelasi pemilihan partisipan ke dalam subkelompok homogeny dan menginformasikan teratmen bagi anak autis.

2. Terapi okupasiTerapi okupasi merupakan salah satu layanan yang paling umum

diterima oleh individu dengan gangguan spektrum autis dan keluarga mereka (McLennan dkk., 2008) Menurut Hocking (2009), okupasi berkon­tribusi terhadap kesehatan dan kesejahteraan me lalui tiga me kanis me dasar, yaitu: mampu memenuhi kebutuhan biologis, me ngem bangkan ka­pasitas, dan berkontribusi terhadap tujuan dan ke puas an. Dalam terapi okupasi, kekuatan transfor masi okupasi ini di per kaya dan digunakan un­tuk mempromosikan kesehatan indivi du de ngan spektrum kondisi kese hat­an dan ke bu tuhan okupasi. De mikian juga menurut Popescu (1993, da lam Balteanu & Rugina, 2010) men jelaskan dalam kasus anak dengan autis, program terapi okupasi ber tujuan untuk meningkat kan ke percayaan diri, aktivitas keman dirian, keluarga, dan me ning kat kan kondisi psikososial mendekati perkembangan normal. Ke giatan yang direkomendasikan sela­ma te rapi okupasi mengim pli kasikan koordinasi antara sistem kognitif, sen sorik, motorik, psi kososial, pengembangan fungsi dan motivasi pa sien.

Pada anak autis, terapi okupasi ini sangat membantu mereka untuk dapat mandiri dan memberfungsikan diri dalam memenuhi kebutuhan­nya sehari­hari. Karakteristik utama anak autis adalah ke ter batasan so­sial, perilaku berulang dan terbatas, namun tidak ha nya dua karakteristik utama itu saja yang dapat dijumpai pada diri anak autis, istilah spektrum menandakan bahwa pada anak yang ter diagnosis autis mengalami gejala gangguan yang bervariasi antara sa tu anak dengan anak lainnya, ada anak yang gejalanya ringan (mild), sedang (moderate), dan berat (severe). Se hing­ga penanganan pa da anak autis sebaiknya tidak hanya satu penanganan saja, namun in tinya harus disesuaikan dengan kebutuhan anak.

Menurut Roley dkk., (2008), the occupational therapy practice frame-work (OTPF) megkategorikan okupasi pada delapan area, yaitu: aktivitas keseharian, aktivitas instrumental keseharian, istirahat dan tidur, bekerja,

Page 137: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

124

bermain, waktu luang, partisipasi sosial, dan pendi dikan. Secara kese­lu ruhan, tujuan terapi okupasi adalah bagaimana anak mampu untuk memberfungsikan keterampilan dirinya sehari­hari dan diharapkan anak menjadi lebih mandiri dan tidak bergan tung pada pengasuhnya. Contoh penelitian yang telah membuktikan keefektifan terapi okupasi pada anak autis:

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

McDaniel (Tesis, 2015).A systematic mapping review of equine- assisted activities and therapies for children with autism: Implications for occupational therapy.

Penelitian ini menggunakansystematic mapping review, dalam menjelaskan kekuatan dan kelemahan dari hippotherapy dan therapeutic riding yang dilakukan pada anak autis.

Penelitian ini menjelaskan tiga area dari delapan area penting dalam the occupational therapy practice framework (OTPF), yaitu partisipasi sosial, bermain, dan pendidikan.Penelitian ini juga menjelaskan keefektifan terapi menunggang kuda yaitu hippotherapy (HPOT dan therapeutic riding (TR) dalam meningkatkan kemampuan okupasi anak autis. Hippotherapy adalah suatu bentuk terapi neuromuskular yang dapat memperbaiki postur dan koordinasi seorang anak disablitas. Therapeutic riding berfungsi untuk meningkatkan keterampilan sensorik dan motorik untuk koordinasi, keseimbangan, postur.

Kadar, McDonald, Lentin (Jurnal, 2015).Malaysian occupational therapists’ practices with children and adolescents with autism spectrum disorder.

Penelitian ini menggunakan survey untuk hasil pemeriksaan praktik terapi okupasi di Malaysia pada anak dan remaja autis. Responden: terapis okupasi yang menjadi anggota Asosiasi Terapi Okupasi Malaysia (MOTA) yang telah menangani anak dan remaja autis.

Penelitian ini menjelaskan terdapat pengaruh efektif integrasi sensori dari anak dan remaja autis, dapat melakukan keterampilan hidup sehari-hari, keterampilan motorik kasar dan halus. Para terapis juga rutin melakukan evaluasi dan skrining perkembangan anak dan remaja autis.

Howell, Wittman, Bundy (Jurnal, 2012).Interprofessional clinical education for occupational therapy and psychology students: A social skills training program for children with autism spectrum disorders.

Penelitian ini menggunakan studi kualitatif untuk meningkatkan kebutuhan akan pelatihan keterampilan sosial pada anak autis.

Penelitian ini membuktikan peranan para terapis okupasi dan mahasiswa psikologi untuk belajar dan meningkatkan perkembangan anak autis.

Page 138: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

125

3. Terapi integrasi sensoriKranowitz (2003) menjelaskan bahwa melalui indra, kita mene rima

informasi sensori dari lingkungan dan perlu informasi ini untuk bertahan hidup, belajar dan berfungsi dengan lancar. Otak meneri ma informasi dari tubuh dan lingkungan, menginterpretasikan pe san ini dan mengatur respons untuk menggapai tujuan. Ketika otak mengintegrasikan informasi sensorik dengan benar, tubuh akan mem buat gerakan tubuh yang sangat adaptif, perilaku adalah hasil ala miah nya (Williames dkk., 2009). Kranowitz (2005) lebih lanjut men je las kan bahwa disfungsi integrasi sensori terjadi ketika otak tidak efisien memproses pesan sensorik yang datang dari tubuh sese orang itu sendiri dan lingkungannya. Disfungsi integrasi sensori dapat me me ngaruhi perkembangan anak, perilaku, pembelajaran, keterampil an komunikasi, persahabatan dan bermain. Hal ini membuktikan bah wa bagi seorang anak dengan disfungsi integrasi sensori akan meng alami kesulitan dengan emosi dan perilaku, oleh karenanya mem bu tuhkan terapi (Williames dkk., 2009).

Perbedaan mendasar antara DSM 5 dan DSM­IV salah satunya adalah sensitivitas sensoris. Pada DSM­IV tidak memuat tentang sen sitivitas sensori, padahal anak autis mengalami masalah dalam meng olah informasi dan kesulitan dalam memberikan respons yang tepat, yang diakibatkan oleh ketidakberfungsian pada struktur dan bioki mia otak. Menurut Miller, Anzalone, Lane, Cermak, dan Osten (2007), terdapat tiga bentuk gangguan dalam memproses informasi, yaitu: 1) gangguan dalam modulasi sensori, menyebabkan anak tidak dapat me respons input sensori dengan tepat; 2) gangguan dalam diskrimina si sensori, menyebabkan anak kesulitan dalam mengartikan kualitas rangsangan atau input sensori; 3) gangguan dalam melakukan gerak an dan postural, menyebabkan anak mengalami koordinasi yang bu ruk pada ranah oral­motor, motorik halus, dan motorik kasar. Perilaku abnormal anak autis disebabkan oleh kerusakan pada bagian sistem saraf di mana rangsangan sensorik diproses dan terintegrasi secara tidak normal (Schaaf & Miller, 2005).

Terapi integrasi sensori (sensory integration therapy/SIT), memberi­kan kemampuan sistem saraf untuk berubah (neuroplastisitas), upaya menstimulasi sensori untuk meningkatkan sistem saraf dalam proses sti­mulus. Peningkatan keberfungsian kerja sistem saraf mam pu mengu rangi masalah perilaku dan memengaruhi pembelajaran lebih efisien (Schaaf & Miller, 2005). Terapi integrasi sensori harus melibatkan: a) keaman an bagi anak: b) peluang anak untuk menda patkan stimulasi terhadap sen­

Page 139: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

126

tuhan (taktil), vestibular, proprioceptif untuk mengaktifkan regulasi diri, dan keberfungsian alat indra; c) meningkatkan kewaspadaan; d) tantang­an untuk kontrol gerakan mo torik; e) memunculkan perilaku motorik baru dan keberfungsiannya; f) pemilihan aktivitas dan bahan yang digunakan; g) kegiatan yang dilakukan tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit; h) kegiatan di mana peserta akan merasakan kesuksesan; i) menum buh­kan hasrat dari dalam untuk bermain; j) ketergantungan terapeutik (Par­ham dkk., 2007). Terapi ini bertujuan meningkatkan susunan saraf pusat, sehingga mampu berfungsi dalam mengolah informasi dan muncul dalam perilaku yang tepat.

Kajian sistematik review oleh Lang dkk., (2012) terhadap dua puluh lima riset sebelumnya mengenai peranan intervensi terapi integrasi sen­sori. Secara keseluruhan, dari 25 riset menunjukkan terdapat tiga pene­litian yang membuktikan terapi SIT efektif dan bermanfaat, delapan riset me nunjukkan hasil yang sama antara efektif dan kurang efektif, dan 14 riset membuktikan hasil yang kurang efektif. Oleh karena nya perlu kaji an lebih lanjut tentang keefektifan pelaksanaan terapi integrasi sensori pa­da anak autis, baik prosedur pelaksanaannya, ke mampuan terapis yang berinteraksi langsung dengan anak, tempat dan bahan yang digunakan, sehingga diharapkan hasilnya benar­be nar meningkatkan kemampuan sen sori anak autis. Contoh penelitian yang telah membuktikan keefektifan te rapi integrasi sensori pada anak autis:

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Linderman & Stewart (1999).Sensory integrative-based occupational therapy and functional outcomes in young children with pervasivedevelopmental disorders: A single-subject study

Partisipan dilakukan terhadap 2 anak laki-laki (1 anak mild autis dan 1 anak severe autis), berusia 3 tahun.Hal yang diukur: versi modifikasi The Functional Behavior Assessment for Children with Integrative Dysfunction. Pendekatan terhadap aktivitas baru, respons terhadap pelukan (partisipan 1) dan kemampuan interaksi sosial, komunikasi, dan respons terhadap gerakan (partisipan 2).Prosedur:Partisipan 1 menerima 1 jam terapi setiap minggu selama 11 minggu, sedangkan partisipan 2 menerima 1 jam terapi setiap minggu selama 7 minggu. Terapi mencakup penggunaan bantal besar, melompat, “body sock”, permainan dengan bertekstur.

Hasil: Terapi integrasi sensori yang dilakukan pada kedua partisipan mampu mencapai target.

Page 140: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

127

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Fazlioglu & Baran (2008).A sensory integration therapy program on sensory problems for children with autism.

Partisipan sebanyak 30 anak autis yang diacak untuk ditempatkan pada kelompok perlakuan (12 anak laki- laki dan 3 anak perempuan) dan kelompok kontrol, keseluruan dengan severe autis, dan usia antara 7-11 tahun.Intervensi: diet sensori yang terdiri dari menyikat dan kompresi sendi diikuti satu set kegiatan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan sensorik anak da diintegrasikan ke dalam rutinitas harian anak.

Hasil: terdapat pengaruh signifikan kelompok perlakuan (F=5,84, p<0,05) .

Thompson (2011).Multisensory intervention observational research.

Partisipan sebanyak 10 anak autis. Intervensi: lingkungan multi-sensori yang mencakup 10 strategi terapeutik.Pengukuran menggunakan sistem observasi yang diciptakan oleh peneliti.

Hasil: anak autis mengalami perkembangan signifikan selama dan setelah berada pada ruangan percobaan multy-sensory.

4. Terapi PerilakuTerapi perilaku ini bertujuan untuk meningkatkan perilaku adap tif

anak (misalnya kemandirian, perawatan diri) dan meminimalkan perilaku maladaptif anak (misalnya agresif, tantrum, hiperaktif). Sa lah satu jenis terapi yang umum digunakan dan dianggap memiliki kelebihan dalam membentuk perilaku anak adalah Applied Behavior Analysis (ABA). Me­nurut Corey (1997), terapi perilaku yang umum nya selama ini dikem­bang kan adalah metode Lovaas yakni ABA. Me tode ini sangat intensif da lam hal waktu, sangat terstruktur dan me la lui tahap­tahap ulangan di mana anak diberikan pelatihan, ser ta senantiasa mendapat reward/positive reinforcement (misalnya makan an atau mainan kesenangannya, pujian, pelukan) bila anak mampu mengerjakan dengan benar atau sesuai dengan perilaku yang diharap kan, namun jika anak berespons tidak tepat/salah maka anak tidak diberikan hukuman (punishment) atau dengan kata lain anak tidak mendapatkan positive reinforcement.

Mukhtar (2016) dalam modul penelitiannya tentang pedoman group-based parenting support menjelaskan dalam metode ABA, ter dapat bebe ra­pa teknik yang umum dipakai pada pelatihan anak autis, seperti teknik prompting, shaping, chaining, dan discrete trial training (DTT).

Dalam memahami perilaku anak autis, orang tua sebaiknya mema­hami faktor penyebab (A) mengapa anak menampilkan perilaku yang ti dak diinginkan, lalu orang tua mengobservasi perilaku anak (B), dan ter akhir akibat yang ditimbulkan setelah anak menampil kan perilaku

Page 141: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

128

yang tidak diinginkan tersebut. Faktor A (antecedent)­B (behavior)­C (con-se quence) ini dikenal dengan istilah teknik ABC. Tu juannya adalah agar orang tua memahami faktor penyebab dan tin dakan/cara yang tepat meng atasi perilaku anak. Contoh penelitian ber ikut ini telah membukti­kan ke efektifan terapi perilaku pada anak autis:

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Dewiyanti (2007).Terapi perilaku untuk meningkatkan kemandirian pada anak autis.

Metode eksperimen kasus tunggal, dengan pemberian positive reinforcement dan modelling diberikan dalam terapi.

Hasil: terdapat peningkatan kemampuan kemandirian pada tahapan treatment.

Wijayaptri, N.W.P. (Tesis, 2016).Aplikasi Picture Exchange Com mu-nication Systems (PECS) untuk meningkatkan komunikasi fungsional remaja autis

Partisipan sebanyak dua orang remaja autis yang memiliki kemampuan komunikasi terbatas.Tujuan: Mengetahui efektifitas PECS fase I- VI untuk meningkatkan kemampuan komunikasi fungsional pada remaja autis. Desain eksperimen multiple baseline across subjects.

Latar belakang: Individu autis mengalami kesulitan berkomunikasi secara verbal maupun non verbal, dan keterampilan komunikasi berhubungan dengan penurunan masalah-masalah perilaku.Hasil: Metode PECS dapat meningkatkan kemampuan komunikasi fungsional remaja autis, perilaku bertahan tiga minggu pasca intervensi dan tergeneralisasi pada berbagai setting alami di sekolah, dengan pasangan komunikasi yang berbeda-beda.

Hardiani, R.S., & Rahmawati, S. (Jurnal, 2012)Metode ABA (Applied Behaviour Analy sis): Kemampuanbersosialisasi ter-ha dap kemam puan interaksi sosial anak autis

Partisipan adalah siswa autis di SLB Jember (seba nyak 18 anak).Tuju an: mengetahui penga-ruh metode ABA dalam kemampuan bersosialisasi dan kemampuan interaksi sosial.Jenis penelitian: pre ekspe-rimental dengan rancangan one group pretest posttest.

Hasil: Sebelum perlakuan, mayoritas res-pon den memiliki kemampuan interaksi so-sial kurang, yaitu sebanyak 66,7%. Setelah perlakuan, kemampuan interaksi sosial res ponden yang kurang hanya 33,3%. Hasil pene litian menunjukkan ada pengaruh se cara bermakna metode ABA: kemampuan bersosialisasi terhadap kemampuan inter aksi sosial anak autis dengan nilai p value 0,008. Orang tua diharapkan dapat mening katkan perannya sebagai pemberi stimulasi secara dini.

5. Terapi WicaraTerapi wicara adalah bentuk pelayanan kesehatan profesional ber d­

asarkan ilmu pengetahuan, teknologi dalam bidang bahasa, wi cara, sua­ra, irama/kelancaran (komunikasi), dan menelan yang dituju kan kepada individu, keluarga dan/atau kelompok untuk mening katkan upaya kese­hatan yang diakibatkan oleh adanya gangguan/kelainan anatomis, fi­sio logis, psikologis, dan sosiologis (Kementeri an Kesehatan Republik In­donesia, 2014). Standar pelayanan terapi wicara diatur dalam Peratur an Menteri Kesehatan Republik Indone sia (Permenkes RI) Nomor 81 Tahun 2014. Peningkatan dalam kemam puan berkomunikasi, berbahasa baik

Page 142: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

129

bahasa ekspresif dan reseptif, serta berbicara merupakan ranah yang da­pat dioptimalkan dalam te rapi wicara. Contoh penelitian yang telah mem­buktikan keefektifan terapi wicara pada anak autis:

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Sandiford,Nainess, Daher. (Jurnal, 2013).A pilot study on the efficacy of melodic based communication therapy for eliciting speech in nonverbal children with autism.

Partisipan: sebanyak 12 anak autis yang nonverbal berusia 5-12 tahun. Nonverbal adalah memiliki kemampuan Bahasa ekspresif tidak lebih dari 10 kata dan rendah kemampuan mengutarakan hal yang diinginkannya.Desain penelitian: a randomized control design. Prosedur: partisipan dibagi menjadi 2 kelompok: 1) the traditional therapy group yang mendapatkan perlakuan melodic based communication therapy/MBCT; 2) kelompok tidak diberikan perlakuan.

Tujuan: membandingkan melodic based communication therapy (MBCT) kemampuan bahasa dan bicara untuk meningkatkan berbicara pada anak autis yang nonverbal.Hasil: tidak terdapat perbedaan signifikan dalam sejumlah verbal dan sejumlah kata benar di antara dua kelompok.

Hoque, Lane, Kaliouby, Goodwin, Picard. (2018).Exploring speech therapy games with children on the autism spectrum.

Tujuan: Anak autis sering kesulitan dalam mengutarakan sesuatu hal. Penelitian ini berupaya menyajikan intervensi baru terhadap penyesuaian pidato, yaitu melalui game terapi bicara untuk mengaktifkan kemampuan berbicara jelas. mengaktifkan game untuk membantu mereka menghasilkan ucapan yang jelas.Desain: eksperimental.

Hasil: melalui pilot studies dari desain eksperimen, melalui observasi sehingga mendukung hipotesa. Terdapat pengaruh game terapi bicara dalam meningkatkan kompetensi, kepercayaan diri, dan keterlibatan dalam interaksi sosial dengan demikian meningkatkan mereka kualitas hidup.

6. Terapi bermainBermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan dengan

tujuan bersenang­senang, yang memungkinkan seorang anak dapat mele­paskan rasa frustrasi (Santrock, 2007). Adapun terapi bermain merupa kan suatu bentuk permainan anak­anak, di mana mere ka dapat berhubung­an dengan orang lain, saling mengenal, sehingga dapat mengungkapkan perasaannya sesuai dengan kebutuhan mereka (Vanfleet dkk., 2010).

Anak­anak dengan gangguan spektrum autis mengalami kesulitan da lam pemikiran kreatif dan permainan simbolik (Hobson dkk., 2009). Hobson (2009) juga menjelaskan bahwa anak­anak autis mengalami: a) ren dahnya kemampuan untuk menghasilkan ide, seperti kreativitas da lam bermain; b) tidak dapat dengan mudah beralih dari berpikir dalam dunia nyata kepada “dunia pura­pura” (pretendworld); c) tidak berkeingin an dan rendahnya partisipasi dalam permainan pura­pura. Dalam ber main, anak autis terlihat menyendiri, menunjukkan perilaku berulang, tan pa inovasi

Page 143: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

130

dan imajinasi. Oleh karenanya tujuan terapi bermain adalah berupaya meningkatkan kreativitas, berpikir kritis, dan kemampuan dalam bermain pura­pura pada anak autis.

Terapi bermain pada awalnya dikembangkan tahun 1909 oleh Sig­mund Freud melalui kasusnya yang terkenal yaitu “Little Hans”, me­ngisahkan Hans kecil berusia lima tahun mengalami fobia. Berda sarkan kasus Hans, kemudian Hermine Hug­Hellmuth tertarik untuk memban­tu anak­anak dalam mengekspresikan dirinya melalui per mainan (Lan­dreth, 2012). Pada tahun 1919, seorang psikoanalisis “Me lanie Klein” (1955) memanfaatkan bermain dalam terapi anak se bagai cara mengana­lisis anak­anak di bawah usia enam tahun. Klein percaya bahwa dengan menggunakan bermain sebagai cara un tuk memotivasi anak­anak da lam mengekspresikan keinginan dan ha rapan mereka (Landreth, 2012). Pa­da saat yang bersamaan, Anna Freud juga menggunakan bermain un tuk merangsang aliansi, merang sang ikatan emosional positif antara anak de­ngan terapis (Landreth, 2012), hal ini senada dengan Freud bahwa di­perlukannya ikatan emosional dalam hubungan terapeutik. Pada tahun 1969, Virginia Axline adalah seorang murid Carl Rogers yakin bahwa klien adalah yang utama dalam agen perubahan, bukan terapis, kemudian Axline mengembangkan konsep CCPT (child-centeredplay therapy) adalah kon sep terapi bermain yang berfokus pada kebutuhan anak.

Child-centered play therapy merupakan pendekatan baru bagi anak­anak autis. Anak­anak tidak perlu diajarkan cara bermain atau ba gai­ma na mereka harus dibuat untuk bermain (Landreth, 2012). CCPT ti dak mengajarkan anak­anak untuk bermain, tetapi merangsang anak­anak un­tuk mengeksplorasi mode permainan mereka sendiri dengan kecepatan mereka sendiri sambil mengembangkan keterampilan komunikasi. Salah satu penelitian yang membahas keuntungan peran child-centerd plat the-ra py pada anak­anak autis adalah penelitian Morgenthal (2015), hasil pe nelitiannya membuktikan bahwa selama ini anak autis intens menda­patkan intervensi perilaku (ABA), keba nyakan orang beranggapan akan sulit mengajak anak autis bermain mengingat keterbatasan dalam hu­bungan interaksi sosial, padahal me lalui metode bermain anak­anak autis dapat diajarkan membentuk perilaku yang diinginkan dan terlihat lebih santai. Contoh penelitian yang telah membuktikan keefektifan terapi ber­main pada anak autis:

Page 144: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

131

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Far, Hatami, Ahadi. (Jurnal, 2015).The effect of training play therapy to the mother of autistic children to improve the verbal and nonverbal skills of their children.

Subjek penelitian: sebanyak 30 anak autis dilibatkan, terbagi menjadi 2 kelompok (kelompok perlakuan & kelompok kontrol) di Iran.

Terapi bermain secara signifikan mampu meningkatkan kemampuan sosial anak autis.

Morgenthal (Disertasi, 2015).Child-centered play therapy for children with autism: A case study.

Tujuan: implementasi pendekatan client-centered pada terapi bermain terhadap anak perempuan autis, untuk meningkatkan keterampilan bermain simbolik dan komunikasi verbal.Desain: studi kasus.Literatur review dari penelitian sebelumnya terkait penerapan terapi bermain pada anak terdiagnosis autis.

Hasil:Client-centered play therapy dapat digunakan sebagai intervensi terapeutik untuk membantu keterampilan bermain simbolis dan keterampilan komunikasi.

Fung (2015).Increasing the social communication of a boy with autism using animal- assisted play therapy: A case report.

Menguji keefektifan animal assisted play therapy (AAPT) dalam meningkatkan komunikasi sosial pada anak autis. Desain: A-B-A single subject dan follow up.

Hasil:Komunikasi sosial pada anak laki-laki autis meningkat selama pelatihan.

7. Terapi musikTerapi musik bertujuan membuat anak merasa lebih tenang dan rileks,

sehingga mengurangi kecemasan dan gangguan emosi, pe ri l a ku repetitif anak autis (Berger, 2002); dan menstimulasi otak anak (Djohan, 2005). Contoh penelitian yang telah membuktikan keefek tifan terapi musik pada anak autis:

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Chandra, A. (Tesis, 2007) Judul: Terapi music untuk mengurangi perilaku repetitive pada anak autis.

Subjek penelitian seorang anak autis berusia 4 tahun 5 bulan, dan laki-laki. Penelitian ini dilaksanakan selama 12 kali pertemuan dengan perincian 6 kali untuk baseline dan 6 kali untuk treatment. Musik yang diperdengarkan adalah musik waltz.

Hasil: terdapat penurunan perilaku repetitif pada anak autis setelah diberikan terapi musik selama 6 kali pertemuan. Perilaku repetitif yang semula dilakukan sebanyak 125 kali dalam 90 menit pada hari pertama, setelah pemberian teratment berupa terapi musik, perilaku repetitif berkurang menjadi 9 kali dalam 90 menit pada hari ke 12.

Page 145: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

132

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Lim, H. (Jurnal, 2010).Effect of “Developmental speech and language training through music” on speech production in children with autism spectrum disorders.

Partisipan: sebanyak 50 anak autis berusia 3-5 tahun yang telah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu kemampuan bahasanya. Partisipan dibagi ke dalam 2 kelompok: 1) kelompok musik (n=18), menonton video musik berisi 6 lagu dan gambar dari 36 kata target; 2) kelompok bicara (n=18) menonton video musik berisi 6 cerita dan gambar; 3) kelompok kontrol (n=14) tidak diberikan perlakuan. Keterampilan verbal mencakup semantic, ponologi, pragmatic, dan prosodi diukur dengan skala evaluasi produksi verbal yang dirancang secara eksperimen.

Hasil: partisipan baik dalam kelompok music dan bicara secara signifikan meningkat kemampuan verbal pre dan posttest. Hal ini mengindikasikan bahwa partisipan dengan kemampuan tinggi dan rendah akan meningkat kemampuan bicara mereka setelah menerima pelatihan music dan dan pelatihan bicara.Pelatihan secara signifikan berefek terhadap kemampuan verbal (p<0.001).

Gross, Linden, & Ostermann (Jurnal, 2010).Effects of music therapy in the treatment of children with delayed speech development - Results of a pilot study.

Tujuan: mengeksplorasi keefektifan terapi musik pada kemampuan verbal reasoning pada anak dengan gangguan bicara. Partisipan sebanyak 18 anak berusia 3,5 dan 6 tahun. Pendekatan: pilot study. Desain: single group with pre-and post testing. Pengukuran diberikan sebelum dan sesudah setiap periode penelitian.

Hasil pengukuran mencakup perkembangan kognisi dan kemampuan berbicara. Perkembangan bicara mencakup memori fonologi, memori untuk kalimat, aturan morfologi, memori untuk urutan kata.Terdapat efek kecil untuk memori fonologi dan pemahaman kalimat, dan tidak terdapat pengaruh hasil aturan morfologi dan memori untuk urutan kata.

8. Terapi snoezelenSnoezelen diciptakan pertama kali pada awal tahun 1970 oleh dua

orang terapis yang bekerja pada sebuah institusi khusus indivi du gang­guan perkembangan. Snoezelen berasal dari bahasa Belanda yakni snuf­felen (to sniff out or explore one’s environment) artinya aktif, eksplorasi, dan doezelen (to doze or relax) yang berarti pasif, relak sasi dan nyaman (Hul segge & Verheul, 1987). Snoezelen merupakan suatu aktivitas yang me mengaruhi sistem saraf pusat (SSP) melaui pemberian rangsangan yang cukup terhadap sensor primer pada peng lihatan, pendengaran, sentuh­an, rasa kecap dan pembauan, serta terhadap sensor internal tubuh pada sistem keseimbangan (vestibu lar) dan sensasi sendi (proprioseptive) dengan bertujuan untuk mem peroleh relaksasi dan/atau aktivasi pada individu dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup (dalam Andrini, 2014).

Snoezelen adalah dunia bagi anak dengan kebutuhan khusus yang mengalami disabilitas sensori, fisik, dan mental. Manfaatnya ber pe luang untuk relaksasi, eksplorasi dan ekspresi diri, mendorong ke per cayaan dan

Page 146: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

133

kesenangan. Anak relaksasi secara fisik dan mental, meningkatkan ke­sa daran/perhatian, anak menunjukkan inisiatif un tuk beraktivitas, anak men jadi lebih percaya diri, hubungan anak dan terapis menjadi lebih baik, kemampuan anak lebih berkembang (Wind, 2001, dalam Andrini, 2014). Contoh penelitian berikut ini te lah membuktikan keefektifan te ra pi snoezelen pada anak autis:

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Andrini (2014).Snoezelen room therapy media terapi untuk melatih peluang relaksasi pada anak autis di Yayasan Bina Anggita Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk membuat media terapi yang mengadaptasi darisnoezelen room therapy dengan indikator LED.Perancangan sistem snoezelen room therapy, terdiri dari tiga bagian alat: sistem LED dengan pengontrol limit switch, sistem LED dengan pengontrol relay dan push button, terakhir sistem LED dengan pengontrol condenser microphone dan audio VU meter.

Pada snoezelen room therapy, masing-masing alat memiliki fungsi dan perannya masing-masing tetapi keseluruhan sistem memiliki peran yang sama yaitu untuk menimbulkan peluang relaksasi pada anak autis. Alat pertama bekerja untuk memberikan stimulasi pada perkembangan gerak motorik kasar dengan melatih gerakan melangkahkan kaki. Alat kedua bekerja untuk melatih dan mengembangkan motorik gerak motorik halus dengan melatih memindahkan posisi tangan ketika menekan push button. Pada alat terakhir digunakan untuk melatih kemampuan komunikasi dan kontak mata dengan media terapi suara yang ditampilkan pada indikator LED. Respons yang diberikan oleh anak autis menunjukkan antusias, ketertarikan, perasaan senang pada saat melakukan terapi.

McKee, Harris, Rice, Silk (Jurnal, 2007).Effects of a snoezelen room on the behavior of three autistic clients.

Tujuan penelitian: menguji efek terapi snoezelen atas perilaku agresif dan merusak terhadap ketiga klien dewasa autis. Penelitian dilakukan selama 28 hari, selama 45 menit setiap hari kerja.

Hasil: penelitian ini tidak didukung oleh hipotesis bahwa snoezelen room berpengaruh terhadap penurunan perilaku agresif dan merusak pada ketiga klien autis. Alasannya adalah sebaiknya penelitian terhadap snoezelen room bertujuan untuk relaksasi dan rekreasi, sehingga kurang efektif jika dilakukan dengan tujuan penurunan perilaku agresif dan merusak bagi klien autis dan gangguan perkembangan.

Page 147: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

134

Volkan-Yazici, Yazici, Varol (jurnal, 2017).The observational results of a combination of snoezelen therapy and sensory integration therapy in two subjects with autism.

Tujuan: menguji kombinasi sensory integration therapy (SIT) dan snoezelen therapy (ST) pada dua subjek autis. Pelaksaan program terapi dilakukan satu hari dalam seminggu (setiap pertemuan 30 menit selama 6 bulan) pada pusat rehabilitasi, terdiri dari kegiatan menyikat seluruh tubuh dan berbagai aplikasi rangsangan sensorik setiap hari.Subjek penelitian diukur melalui observasi langsung dan mewawancarai pasien.

Hasil:Pada pengukuran baseline: kedua subjek tidak memiliki kemampuan berbahasa, sedikit perhatian dan keterlibatan dalam kegiatan, tidak ada kontak mata dan penghindaran sensorik yang serius. Stelah 6 bulan diterapi kedua subjek mulai berbicara 3-4 kata kalimat, tidak nyman dengan sentuhan dan rangsangan sensorik, mampu menjaga kontak mata selama 10 detik dan memiliki perhatian berkepanjangan dalam berbagai kegiatan.

9. Terapi dietShattock dan Whiteley (2001) menjelaskan bahwa peptide me ru pakan

“peluru” yang langsung menyebabkan terjadinya gejala­gejala. Dalam beberapa kasus tampak bahwa gluten dan casein ada lah penyebab murni, namun dalam beberapa kasus lainnya ternya ta banyak faktor yang ikut berperan. Keterlibatan peptide dari casein dan gluten memegang peran­an yang sangat besar sehingga mampu menutupi faktor­faktor lainnya. Setelah peluru­peluru ini dihilang kan, baru dapat dilihat faktor­faktor lain dengan lebih jelas, yang biasanya juga berasal dari makanan. Mengata­si problematika ini da pat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain membuat buku hari an, melalukan testing, melakukan pemeriksaan jamur dan parasit lain dalam usus.

Menurut Wijayakusuma (2004), spesifikasi diet untuk anak autis pen­ting dipahami dan diterapkan pada anak. Suplai makanan merupakan bahan dasar pembentuk neurotransmitter, neurotransmitter sangat diper­lukan untuk membantu otak mengoptimalkan perkem bangan berba gai kemampuan anak seperti kecerdasan, kreativi tas, mi nat dan bakat, namun bagi anak autis yang mengalami reak si aler gi dan intoleransi terhadap makanan dengan kadar gizi tinggi. Dam paknya zat­zat makanan yang seharusnya membentuk neurotran s mit ter untuk menunjang kesinam­bung an kerja sistem saraf, justru dalam tubuh anak autis diubah menjadi zat lain yang bersifat mera cuni saraf atau neurotoksin. Mekanisme pen­cernaan yang tidak sem purna dalam tubuh anak autis dipengaruhi oleh kondisi flora usus yang tidak seimbang. Kuantitas jamur dan bakteri yang berlebihan dalam usus anak membuat sebagian besar anak autis meng­alami bocor usus atau leaky gut. Kondisi ini semakin memperburuk kon­

Page 148: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

135

disi sistem pencernaan anak autis, di mana zat makanan yang sebagian besar berbahan dasar gluten dan kasein tidak dapat dicerna dengan baik oleh usus diubah menjadi asam amino tunggal yang kemudian terbawa masuk ke dalam aliran darah dalam bentuk pecahan protein yang tidak sempurna atau dikenal sebagai peptida. Peptida inilah yang bersifat me­racuni otak anak autis ketika bersinergi dengan reseptor opioid dalam otak. Reaksi opioid pada anak autis menimbulkan reaksi mencandu se rupa pemakai narkoba. Oleh karenanya, bila reaksi opioid ini tidak dihen ti kan, maka akan mengganggu sistem saraf otak bahkan secara lebih spe sifik akan memengaruhi bagian tempotal lobes otak yang berfungsi men jaga kesinambungan kemampuan bicara dan pendengaran. Contoh penelitian berikut ini telah membuktikan keefektifan terapi diet pada anak autis:

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Mutianingrum, A. (2013). Hubungan tingkat pengetahuan ibu dnegn pemberian diet bebas gluten, kasein, dan status gizi pada anak autis. (Skripsi). UGM.

Kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Subjek penelitian sebanyak 30 anak autis dan ibunya. Analisis data: pearson chi square. Pengetahuan ibu diukur dengan kuesioner jenis diet bebas gluten dan kasein dari food recall 24 jam dan FFQ. Status gizi dilihat dari pengukuran berat badan dan tinggi badan anak autis

Hasil uji pearson chi square menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian diet bebas gluten dan kasein pada anak autis (p<0,05), namun tidak terdapat hubungan antara pemberian diet bebas gluten dan kasein dengan status gizi pada anak autis (p>0,05); tidak ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi pada anak autis (p>0,05).

Nuhraheni. (2008).Efektivitas intervensi diet bebas gluten bebas casein terhadap perubahan perilaku anak autis berdasarkan mofifikasi skor CARS.

Metode penelitian: eksperimental semu dengan desai penelitian pre and posttest, yang membandingkan perubahan perilaku anak autis sebelum dan sesudah pemberian intervensi diet BGBC. Pada dua kelompok yaitu kelopok intervensi dan kelompok kontrol tanpa intervensi diet, dengan memperhitungkan adanya kemungkinan ketidak homogenan nilai awal pada kedua kelompok melalui uji non equivalent control group design (NEGD).

Hasil: terdapat perbaikan perilaku interaksi sosial yang signifikan, perbaikan komunikasi verbal dan non verbal, yang signifikan, perbaikan perilaku motoris yang signifikan, perbaikan emosi yang signifikan, dan perbaikan persepsi sensoris pada anak autis dengan intervensi diet bebas gluten dan bebas casein.

Gogou, & Kolios (Jurnal, 2017)The effect of dietary supplements on clinical aspects of autism spectrum diorder: A systematic review of the literature.

Tujuan: sistematik review berusaha menjelaskan keefektifan suplemen makanan terhadap aspek klinis anak-anak autis.Metode: Pencarian literatur yang komprehensif dilakukan menggunakan Pubmed sebagai sumber database medis.

Hasil: Jenis suplemen makanan yang dievaluasi dalam studi ini termasuk asam amino, asam lemak dan vitamin/mineral. N- acetylcysteine terbukti memberi efek menguntungkan pada gejala iritabilitas.

Page 149: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

136

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Kemudian data literatur tentang kemanjuran suplemen D-cycloserine dan pyridoxine-magnesium masih kontroversial. Tidak terdapat efek signifikan teridentifikasi untuk asam lemak, N, N-dimethylglycine dan inositol.

REFERENSIAlfiyanti, Y. (2020). “Koping Religius pada Orang Tua yang Memiliki Anak

Berkebutuhan Khusus di Dusun Genting, Desa Genting, Ke camatan Jambu, Kabupaten Semarang Tahun 2019/2020”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam. IAIN Salatiga.

American Association on Intellectual and Developmental Disabilities/AAIDD, 2010.

Andika, K.A. (2012). Hubungan self efficacy dan hardiness dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khu sus. Skrip-si. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Su rakarta.

Andrini, R.P. (2014). Snoezelen Room Therapy media trapi untuk melatih peluang relaksasi pada anak autis di Yayasan Bina Ang gita Yogyakarta. Laporan Tugas Akhir. Program Studi Diploma Elektronika dan Ins­trumentasi Sekolah Vokasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anggoro, W.J., & Widhiarso, W. (2015). Konstruksi dan Identifikasi Pro perti Psikometris Instrumen Pengukuran Kebahagiaan Berba sis Pendekatan Indigenous Psychology: Studi Multitrait­Multi method. JurnalPsikologi, 37(2), 176­188.

Aprilia, L.R.G. (2018). Hubungan Antara Kebersyukuran dan Religiusitas dengan Hardiness Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Psikoborneo, 6(3), 650­659.

Awartani, M., Whitman, C.V., & Gordon, J. (2008). Developing In struments to Capture Young People’s Perceptions of how School as a Learning Environment Affects their Well­Being. European Jo urnal of Education, 43(1), 51­70.

Bader, S., Barry, T., Hann, J. (2015). The relation between parental ex­pressed emotion and externalizing behaviors in children and adoles­cents with an autism spectrum disorder. Focus on Autism and Other Developmental Disabilities. 30(1), 23­24. doi: 10.1177/10883576145 23065.

Balteanu, V., & Rugina, E. (2010). Methodical­Practical aspects of the oc­

Page 150: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

137

cupational therapy for children with autism, Gymnasium, 11(1), 67.Bandura, A. (1982). Self­efficacy in human agency. American Psy cho lo­

gist, 37, 122 147.Berger, D.S. (2002). Music Therapy, Sensory Integration and the Au tistic

Child. London: Jessica Kingsley Publishers.Bertelli, M.O., Giltaij, H.P., Sterkenburg, P.S., & Schuengel, C. (2016).

Adaptive behaviour, comorbid psychiatric symptoms, and attach ment disorders. Advances in Mental Health and Intellectual Di sabilities.

Boyd, B.A. (2002). Examining the relationship between stress and lack of social support in mothers of children with autism. Focus on Autism and Other Developmental Disabilities. 17(4), 208­215.

Budhiman, M., Shattock, P., & Ariani, E. (2002). Langkah awal me nang­gulangi autisme dengan memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta: Majalah Nirmala.

Chandra, A. & Indati, A. (2007). Terapi musik untuk mengurangi pe ri­laku repetitif pada anak autis (Doctoral dissertation, [Yog ya karta]: Universitas Gadjah Mada).

Climie, E.A., & Mitchell, K. (2017). Parent­child relationship and behavior problems in children with ADHD. International Journal of Developmental Disabilities, 63(1), 27­35.

Coleman, P., & Karraker, K. (1997). Self­efficacy and parenting qua lity: Fin dings and future applications. Developmental Review, 18(1), 47­85.

Corey, G. (1997). Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. (Alih Bahasa: E. Koesworo). Bandung: PT Refika Aditama.

Daulay, N. (2017). Gambaran ketangguhan ibu dalam mengasuh anak autis. Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi, 1(1), 49­74.

Daulay, N., Ramdhani, N., & Hadjam, N.R. (2018). “Proses menjadi tang­guh bagi ibu yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autis”. Humanitas: Jurnal Psikologi Indonesia, 15(2), 267245.

Daulay, N. (2019). Model stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak dengan gangguan spectrum autis. Disertasi. Fakultas Psiko logi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Deater­Deckard, K. (2004). Parenting Stress. New Haven and London: Yale University Press.

Dewiyanti, A., & Ramdhani, N. (2007). “Terapi perilaku untuk mening­katkan kemandirian pada anak Autis”. Tesis. Fakultas Psikologi. Yog­yakarta: Universitas Gadjah Mada.

Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R.E. (2003). “Personality, culture, and sub­

Page 151: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

138

jective well being: Emotional and cognitive evaluations of life”. Annual review of psychology, 54(1), 403­425.

Djohan. (2005). Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik.Dodge, R., Daly, A.P., Huyton, J., & Sanders, L.D. (2012). “The challenge

of defining wellbeing”. International Journal of Wellbeing, 2(3).Duncan, J., Bowden, C & Smith.A.B (2005) Early childhood centres and

family resilience. Wellington: Centre for Social Research and Evalua­tion, Ministry of Social Development, Te Manatu Whaka hiato Ora.

Edyta, B., & Damayanti, E. (2016). “Gambaran Resiliensi Ibu yang Me mi­liki Anak Autis” di Taman Pelatihan Harapan Makassar. Jurnal Biotek, 4(2), 211­230.

Ekaningtyas, N.L.D. (2019). “Parenting Education Guna Meningkatkan Parenting Self Efficacy pada Orang Tua dari Anak dengan Gang guan Autisme”. Pratama Widya: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 30­39.

Emmons, R.A., & McCullough, M.E. (Eds.). (2004). The Psychology of Gra-titude. Oxford: Oxford University Press.

Far, J.A., Hatami, H., Ahadi, H. (2015). The effect of training play therapy to the mother of autistic children to improve the verbal and nonverbal skills of their children. Novelty in Biomedicine, 1, 1­7.

Fazlioglu, Y., & Baran, G. (2008). A sensory integration therapy prog ram on sensory problems for children with autism. Perceptual and Motor Skills, 106(2), 415­422.

Feist, J., and Feist, G.J. (2006). Theories of Personality. Singapore: McGraw­Hill.

Fitria, A. (2019). Pengaruh kecerdasan emosi, dukungan sosial, dan rasa syukur terhadap penerimaan orang tua pada anak dengan kebutuhan khusus. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidaya tullah.

Fung, S.C. (2015). Increasing the social communication of a boy with autism using animal­assisted play therapy: A case report. Advances, 29(3), 27­31.

Garmezy, N. (1991). Resiliency and vulnerability to adverse deve lop men­tal outcomes associated with poverty. American behavioral scientist, 34(4), 416­430.

Gogou, M., & Kolios, G. (2017). The effect of dietary supplements on clinical aspects of autism spectrum diorder: A systematic review of the literature. Brain and Development, 39, 656­664. doi.org/10.1016/j.braindev.2017.03.029

Graziano, P.A., McNamara, J.P., Geffken, G.R., & Reid, A. (2011). Se­

Page 152: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

139

verity of children’s ADHD symptoms and parenting stress: A multiple mediation model of self­regulation. Journal of abnormal child psy-chology, 39(7), 1073.

Gross, W., Linden, U., & Ostermann, T. (2010). Effects of music therapy in the treatment of children with delayed speech development ­ Results of a pilot study. BMC Complementary and Alternative Medicine, Jan 01, 39. Retrieved from http://www.biomedcentral.com/1472­6882/10/396882/10/39.

Grossman, H.K. (1983). Classification in Mental Retardation. Was hing ton, D.C.: American Association on Mental Deficiency.

Gutkin (Eds.), The Handbook of School Psychology (pp. 2009­2042). New York: John Wiley & Sons.

Gabriels, R.L., Hill, D., Pierce, R.A., Rogers, S.J., & Wehner, B. (2001). Pre­dictors of treatment outcome in young children with autism. Journal of Clinical Child Psychology, 5(4), 407­429.

Hall, H., & Graff, J.C. (2012). Maladaptive behaviors of children with au­tism: Parent support, stress and coping. Issues in Com prehensive Pe dia­tric Nursing, 35(3­4_,194­214.doi: 10.3109/014608 62.2012.734210.

Hardiani, R.S., & Rahmawati, S. (2012). “Metode ABA (Applied Beha viour Analysis): Kemampuan bersosialisasi terhadap kemampuan interaksi sosial anak autis”. Jurnal Keperawatan Soedirman, 7(1), 1­9.

Harlinda, W., & Pratisti, W. D. (2018). Hubungan Antara Dukungan So­sial Dan Hardiness Dengan Stress Pengasuhan Pada Ibu yang Me­mi liki Anak Autis. Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Mu­ham madiyah Surakarta. Hasdianah, HR. (2013). Autis pada anak. Pen ce gahan, perawatan, dan pengobatan. Yogyakarta: Nu ha Medika.

Harmantia, N.P. & Rachmahana (2020). Dukungan Sosial Suami dan Efi­kasi Diri Pengasuhan pada Ibu yang Memiliki Anak Berkebu tuhan Khusus. Skripsi. Program Studi Psikologi. Yogyakarta: Uni versitas Is­lam Indonesia.

Hartono, B. (2002). Aspek neurologik Autisme Infantil. In Seminar & Work­shop on Fragile­XMental Retardation, Autism and Related Disorders. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hasanah, N. Mulyati, & Tarma. (2019). “Hubungan parenting self efficacy dengan subjective well being pada ibu yang memiliki anak berkebu­tuhan khusus”. Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan, 6(02), 103­108.

Hayes, S.A., & Watson, S.L. (2013). “The impact of parenting stress: A Meta­analysis of studies comparing the experience of parenting stress

Page 153: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

140

in parents of children with and without autism spectrum disor der”. Journal of Autism and Developmental Disorder, 43, 629­642. doi:10.10 07/s10803­012­1604­y.

Hidayati, N. (2011). Dukungan sosial bagi keluarga anak berkebutuhan khusus. INSAN, 13(1), 12­20.

Hocking, C. (2009). Contribution of occupation to health and well­being. Willard and Spackman’s occupational therapy, 45­55.

Howell, D., Wittman, P., Bundy, M. (2012). “Interprofessional clinical edu cation for occupational therapy and psychology students: A social skills training program for children with autism spectrum disorders”. Journal of Interprofessional Care, 26, 49 55. doi: 10.3109/13561820.20 11.620186.

Hendriani, W. (2018). Resiliensi Psikologis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Ken­cana­PrenadaMedia Group.

Hobson, R.P., Lee, A., & Hobson, J.A. (2009). Qualities of symbolic play among children with autism: A social­developmental perspec tive. Journal of Autism and Developmental Disorders, 39, 12­22. doi: 10.1007/s10803­008­0589­z.

Hogue, A., & Liddle, H.A. (1999). Family­based preventive intervention: An approach to preventing substance use and antisocial behavior. American Journal of Orthopsychiatry, 69(3), 278­293.

Holden, G. (2015). Parenting a dynamic perspective. New York: Sage Pub­lications, Inc Kobasa, S., Maddi, S., & Kahn, S. (1982). Har diness and health: a prospective study. Journal of Personality and Social Psychol-ogy, 42(1), 168­177.doi:10.1037/0022­3514.42.1. 168.

Holman, J., & Bruininks, R. (1985). Assessment and Training of Adapti ve Behavior. In K.C. Lakin & R.H. Bruininks (Eds.), Strategies for achieving communi ty integration of developmentally disabled citizens (pp. 73­104). Balti more: Paul H. Brooks.

Hoque, M.E., Lane, J.K., El Kaliouby, R., Goodwin, M., & Picard, R. W. (2009). Exploring speech therapy games with children on the autism spectrum.

Hulsegge, J., & Verheul, A. (1987). Snoezelen: another world. RompaIndonesia, R. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indone sia

Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Jackson, A., & Huang, C. (2000). Parenting stress and behavior among single mothers of preschoolers: The mediating role of self­efficacy. Journal of Social Service Research, 26, 29­42.

Page 154: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

141

Johnston, C., & Mash, E. (1989). “A measure of parenting satisfaction and efficacy”. Journal of Clinical Child Psychology, 18(2), 167­175.doi:10. 1207/s15374424j ccp1802_8.

Jones, T., & Prinz, R. (2005). Potential roles of parental self efficacy in pa­rent and child adjustment: A review. Clinical Psychology Review, 25(3), 341­363.doi:10.1016/j.cpr.2004.12.004.

Kadar, M., McDonald, R., Lentin, P. (2015). Malaysian occupational the­rapists’ practices with children and adolescents with autism spec trum disorder. The British Journal of Occupational Therapy, 78(1), 33­41.doi: 10.1177/0308022614561237.

Kaplan, G.A., Haan, M.N., & Wallace, R. B. (1999). Understanding changing risk factor associations with increasing age in adults. Annual Review of Public Health, 20(1), 89­108.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Men teri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2014. (On li ne). http://peraturan.go.id/permen/kemenkes­nomor­81­tahun­ 2014.html.

Keyes, C.L. (2006). Subjective well­being in mental health and hu man development research worldwide: An introduction. Social indicators research, 77(1), 1­10.

Kobasa, S., Maddi, S.R., Pucceti, M., & Zola, M. (1994). Effectiveness of hardiness, exercise and social support as resources against ill ness. Dalam A.S. & J. Wardle (Ed.), Psycosocial processes and health: A reader (h. 247­260). Cambridge: Cambridge University Press.

Konst, M.J., Matson, J.L., & Turygin, N. (2013). Exploration of the cor­relation between autism spectrum disorder symptomology and tan­trum behaviors. Research in Autism Spectrum Disorders, 7(9), 1068­1074. doi:10.1016/j.rasd.2013.05.006.

Kloos, B., Hill, J., Thomas, E., Wandersman, A., Elias, M., & Dalton. (2012). Community Psychology: Linking Individuals and Commu nities. (Ed.3). United States of America: Wadsworth. (t.th.). Cengage Learning. (Third Ed). United States of Ame rica: Wadsworth, Cengage Learning.

Kranowitz, C.S. (2005). The Out-of-Sync Child: Recognizing and Coping with Sensory Processing Disorder. USA: Penguin Group.

Landreth, G.L. (2012). Play Therapy: The Art of the Relationship. 3rd Edition. New York, NY: Routledge.

Lang, R., O’Reilly, M., Healy, O., Rispoli, M., Lydon, H., Streusand, W., Davis, T., Kang, S., Sigafoos, J., Lancioni, G, Didden, R., & Gies bers, S. (2012). Sensori integration therapy for autism spectrum di sor ders: A systematic review. Research in Autism Spectrum Di sorders, 1004­1018.

Page 155: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

142

doi :10.1016/j .rasd.2012.01.006.Lee, K.J. (2011). Predictors of parenting stress among mothers of children

with autism in South Korea. Disertasi. Columbia: Univer sity. Proquest. UMI Number: 3484364.

Lestari, F.A., & Mariyati, L.I. (2016). Resiliensi ibu yang memiliki anak down syndrome di Sidoarjo. Psikologia: Jurnal Psikologi, 3(1), 141­155.

Lim, H. (2010). Effect of “Developmental speech and language training through music” on speech production in children with autism spec­trum disorders. Journal of Music Therapy, XLVII(1), 2­26.

Linderman, T.M., & Stewart, K.B. (1999). Sensory integrative­based oc­cupational therapy and functional outcomes in young children with pervasive developmental disorders: A single­subject study. American Journal of Occupational Therapy, 53, 207­213.

Maddi, S.R., & Kobasa, S.C. (1984). The hardy executive, health under stress. Illionis: Dow Jones­Irwin.

Maljaars, J., Boonen, H., Lambrechts, G., Leeuwen, K.V., Noens Ilse.. (2014). Maternal parenting behavior and child behavior problems in fa mi lies of children and adolescents with autism spectrum disorder. Journal of Autism and Developmental Disorder. 44, 501­512.doi: 10.10 07/s10803­013­1894­8.

Masi, A., Lampit, A., DeMayo, M., Glozier, N., Hickie, I., Guastella, A. (2017). A comprehensive systematic review and meta­analysis of phar macological and dietary supplement interventions in pae diatric au tism: moderators of treatment response and recommen dations for future research. Psychological Medicine, 47, 1323­13 34.doi:10.1017/S0033291716003457.

McDaniel, B.C. (2015). A systematic mapping review of equine­assis ted activities and therapies for children with autism: Implications for occupational therapy. Thesis. Colorado State University.

McKee, Harris, Rice, Silk (2007). Effects of a snoezelen room on the behavior of three autistic clients. Research in Developmnetal Di­sabilities, 28, 304­316.

McLennan J.D., Huculak S and Sheehan D (2008) Pilot investigati on of service receipt by young children with autistic spectrum disorders. Journal of Autism and Developmental Disorders, 38(6): 1192­1196.

McStay,R., Dissanayake, C., Scheeren, A., Koot, H., Begeer, S. (2014). Parenting stress and autism: The role of age, autism seve rity, qua­lity of life and problem behaviour of children and adoles cents with autism. Autism, 18(5), 502­510. Doi: 10.1177/ 1362361313 485163.

Page 156: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

143

Mesman, J., & Koot, H. M. (2000). Common and specific correlates of preadolescent internalizing and externalizing psychopatholo gy. Jour-nal of Abnormal Psychology, 109(3), 428­437.

Miller, L.J., Anzalone, M.E., Lane, S.J., Cermak, S.A., & Osten, E.T. (2007). Concept evolution in sensory integration: A proposed nosology for diagnosis. American Journal of Occupational Therapy, 61(2), 135­140.

Morgenthal, A.H. (2015). Child­centered play therapy for children with autism: A case study (Doctoral dissertation, Antioch Univer sity).

Moritsugu, J., Vera, E., Wong, F., & Duffy, K. (2015). Community Psy cho-logy. New York: Psychology Press.

Morgenthal, A.H. (2015). Child­centered plat therapy for children with autism: A case study. Disertasi. Proquest.

Mukhtar, D.Y. (2016). Pedoman Group Based Parenting Support un tuk orang tua yang mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis. Mo-dul. Yogyakarta: Program Doktor Psikologi Universitas Gadjah Ma da.

Muniroh, S.M. (2010). “Dinamika resiliensi orang tua anak autis”. Jurnal Penelitian, 7(2).

Murisal, M., & Hasanah, T. (2017). “Hubungan bersyukur dengan ke se­jahteraan subjektif pada orang tua yang memiliki anak tuna grahita” di SLB Negeri 2 Kota Padang. Konseli: Jurnal Bimbing an dan Konseling (E-Journal), 7(2), 81­88.

Mutianingrum, A. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu de ngan Pem berian Diet Bebas Gluten, Kasein, dan Status Gizi pada Anak Au­tis. (Skripsi tidak dipublikasikan). Program Studi Gizi Ke se hatan. Fa­kul tas Kedokteran. Yog yakarta: Universitas Gadjah Mada.

Norlin, D., & Broberg, M. (2013). “Parents of children with and without intellectual disability: couple relationship and individual well­being”. Journal of Intellectual disability Research, 57(6), 552­566.

Nuhraheni, S.A. (2008). Efektivitas intervensi diet bebas gluten bebas casein terhadap perubahan perilaku anak autis berdasarkan mo di­fi kasi skor­CARS. Tesis. Fakultas Psikologi. Yogyakarta: Uni versitas Gadjah Mada.

Nurarini, F. (2016). Pengaruh rasa syukur dan kepribadian terhadap psychological well being orang tua yang memiliki anak berkebu tuhan khusus. Skripsi. Fakultas Psikologi. Jakarta: UIN Syarif Hi dayatullah.

Parham, L.D., Cohn, E.S., Spitzer, S, Koomar, J.A., et al. 2007. Fidelity in sensory integration intervention research. American Journal of Occupational Therapy, 61:216­227. https://jdc.jefferson.edu/otfp/25

Pollard, E.L., & Davidson, L. (2001). Foundations of Child Well-Being.

Page 157: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

144

UNESCO.Pruitt, M., Willis, K., Timmons, L., Ekas, N. (2016). The impact of ma ternal,

child, and family characteristics on the daily well­being and parenting experiences of mothers of children with au tism spectrum disorders. Autism. 20(8), 973­985.doi: 10.1177/13 623 61315620409.

Rahayu, A.T.D., & Amalia, S. (2019). Religiusitas dan stres pengasuh an pada ibu dengan anak autis. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 7(2), 252­269.

Reschly, D.J. (1982). Assessing the mildly mental retardation: The in­fluence of adaptive behavior in socioeconomic status and pros pect for nonbiased assessment. In C.R. Reynold & T.B. Samson, A.C., Hardan, A.Y., Lee, I.A., Phillips, J.M., & Gross, J.J. (2015). Maladaptive behavior in autism spectrum disorder: The role of emotion experience and emotion regulation. Journal of Autism and Developmental Disorders, 45(11), 3424­3432.

Retnawati, H. (2016). Analisis kuantitatif instrumen penelitian. Yog ya­karta: Parama Publishing.

Santana, I.P., & Istiana, I. (2019). Hubungan antara Religiusitas de ngan Hardiness pada Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khu sus di SLB Negeri Binjai. Jurnal Diversita, 5(2), 142­148.

Roley, S., DeLany, J., Barrows, C., Brownrigg, S., Honaker, D., Sava, D., Smith, E. (2008). Occupational therapy practice framework: domain & practice. The American Journal Of Occupational Thera py: Official Publication Of The American Occupational Therapy Asso ciation, 62(6), 625.

Rutter, M. (2001). Psychosocial adversity: Risk, resilience and reco very. The context of youth violence: Resilience, risk, and protec tion, 13­41.

Sandiford, G., Nainess, K., Daher, N. (2013). A pilot study on the effi ­cacy of melodic based communication therapy for eliciting speech in nonverbal children with autism. Journal of Autism and Developmental Disorder. 43, 1298­1307.

Santrock, (2007). Perkembangan Anak. Edisi Ketujuh (Vol. 1). Jakarta: Er­langga.

Sarafino, E., & Smith, T. (2014). Health Psychology: Biopsychosocial In ter-actions. John Wiley & Sons.

Sari, D.P. (2020). Perbandingan efikasi diri dalam pengasuhan anak pada ibu yang memiliki anak disabilitas dan tidak memiliki anak disabilitas. Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi, 22(1). 38­45.

Schaaf, R.C., & Miller, L.J. (2005). Occupational therapy using a sensory

Page 158: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 3 • FAKTOR PROTEKTIF DAN FAKTOR RISIKO PENGASUHAN

145

integrative approach for children with developmental di sa bilities. Mental retardation and developmental disabilities research reviews, 11(2), 143­148.

Shattock, P., & Whiteley, P. (2001). How dietary interventions could ameliorate the symptoms of autism. Pharmaceutical Journal, 266, 17­19.

Sparrow, S., Balla, D., & Cicchetti, D. (1984). Vineland Adaptive Be havior Scale. USA: A.G.S., Inc.

Subandi, M.A. (2013). Psikologi Agama dan Kesehatan Mental. Yogya karta: Pustaka Pelajar.

Sulastina, S., & Rohmatun, R. (2018, December). Hubungan antara ra sa syukur dengan kepuasan hidup pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. In Prosiding Seminar Nasional Psikologi Unissula.

Sutriyatno, A. (2016). Hubungan antara rasa syukur dan penerimaan diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus penyan­dang tunagrahita di SLB Negeri Semarang. Skripsi. Fakultas Psiko logi UNISSULA.

Teti, D., & Gelfand, D. (1991). Behavioral competence among mothers of infants in the first year: The mediational role of maternal self­efficacy. Child Development, 62(4), 918­929.

Thompson, C.J. (2011). Multisensory intervention observational re search. International Journal of Special Education, 26, 202­214.

Uchida, Y., Norasakkunkit, V., & Kitayama, S. (2004). Cultural con struc­tions of happiness: theory and emprical evidence. Journal of Happi ness Studies, 5(3), 223 239.

Vanfleet, R., Sywulak, E.A., & Sniscak, C.C. (2010). Child­centered play therapy. New York: A Division of Guilford Publication, Inc.

Volkan­Yazici, M., Yazici, G., Varol, F. (2017). The observational results of a combination of snoezelen therapy and sensory integration therapy in two subjects with autism. Journal of The Neurological Sciences, xxx, 757­944.doi: 10.1016/j.jns.2017.08.2356.

White, S.C. (2009). Bringing wellbeing into development practice. Working paper (unpublished). University of Bath/wellbeing in developing countries research group, Bath, UK.

Wijayakusuma, H. 2008. Psikoterapi Anak Autisma. Teknik Bermain Kreatif Non Verbal & Verbal. Terapi khusus untuk autisma. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Wijayaptri, N.W.P. (2016). Aplikasi Picture Exchange Communic ation Systems (PECS) untuk meningkatkan komunikasi fungsio nal remaja

Page 159: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

146

autis. (Tesis tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi. Yogyakarta: Uni versitas Ga djah Mada.

Williames, L.D., & Erdie­Lalena, C.R. (2009). Complementary, holistic, and integrative medicine: Sensory integration. Pediatrics Review, 30(12). e91­e93.

Zablotsky, B., Bradshaw, C., Stuart, E. (2013). The association bet ween men tal health, stress, and coping supports in mothers of children with autism spectrum diorders. Journal of Autism and Developmental Di-sorder. 43, 1380­1393.doi:10.1007/s10803­012­1693­7.

Zaidman­Zait, A., Mirenda, P., Duku, E., Szatmari, P., Georgiades, S., Vo­lden, J., Zwaigenbaum, L., Vaillancourt, T., Bryson, S., Smith, I., Fom­bonne, E., Roberts, W., Waddell, C., Thompson, A. (2014). Exami­na tion of bidirectional relationships between parent stress and two ty pes of problem behavior in children with autism spec trum disorder. Journal of Autism and Developmental Disorders. 44, 1908­ 1917.doi: 10.1007/s10803­014­2064­3.

Zaidman­Zait, A., Mirenda, P., Duku, E., Vaillancourt, T., Smith, I., Szat­mari, P., Bryson, S., Fombonne, E., Volden, J., Waddel, C., Zwaigen­baum, L., Georgiades, S., Bennett, T., Elsabaggh, M., Thomp son, A. (2016). Impact of personal and social resources on pa renting stress in mothers of children with autism spectrum di sor der. Autism. 1­12.doi: 10.1177/1362336136633033.

Page 160: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Bab 4STRES PENGASUHAN

A. STRES PENGASUHAN: SEBUAH PENGANTARStres pengasuhan merupakan fenomena yang paling sering diala mi

para orang tua, baik orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan maupun orang tua yang memiliki anak dengan perkem­bangan normal. Ada apa dengan tema stres pengasuhan, me ng apa tema ini menarik untuk diteliti? Beberapa pertanyaan muncul dilontarkan kepa­da penulis ketika meneliti kajian tentang stres peng asuhan. Dalam benak penulis, kemungkinan beberapa orang ber anggapan bahwa setiap orang tua pasti akan mengalami stres peng asuhan dan tidak dapat terelakkan, lalu mengapa dikaji kembali. Bagi penulis sendiri, kajian stres pengasuh­an tidak hanya dilihat dari sisi negatif saja, namun juga harus dipan dang dari sisi positif hingga mengapa dari pengalaman stres yang dialami se­tiap orang tua dapat memicu dirinya menjadi pribadi yang lebih baik bagi anak­anaknya.

Pada awalnya, bagi penulis terdapat alasan utama yang harus diba­has dalam kajian stres pengasuhan, yaitu secara umum mengapa setiap individu berbeda dalam menyikapi kehadiran sumber stres (stresor), ar­tinya ketika individu diberikan stimulus yang sama, meng apa terdapat perbedaan reaksi dan dampak yang kemudian diterima nya? Kemudian secara khusus jika dikaitkan dengan pengasuhan pada orang tua yang

Page 161: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

148

memiliki anak dengan gangguan perkembangan saraf, terdapat tiga ala­san yang dikemukakan, yaitu: Pertama, berdasarkan teori: jika dikait kan dengan kajian orang tua yang memiliki anak de ngan gangguan per kem­bangan saraf, terutama pada orang tua de ngan anak dengan gang guan spektrum autis, mengalami stres peng asuh an yang lebih tinggi diban­dingkan orang tua dengan anak perkembang an normal dan orang tua yang memiliki anak dengan gangguan per kembangan lain, serta orang tua dari anak yang sedang mengalami sakit kronis (misalnya leukemia). Hal ini juga diperkuat berdasarkan riset sebelumnya (Hayes & Watson, 2013). Kedua, berdasarkan ber bagai penelitian sebelumya: terdapat perbedaan dari berbagai hasil penelitian yang telah ada. Beberapa hasil penelitian menunjukkan orang tua mengalami peningkatan stres pengasuhan selama merawat anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf terutama orang tua dari anak autis, namun didapati pula beberapa hasil penelitian yang membuktikan orang tua mengalami stres pengasuhan rendah. Ada apa sebenarnya dengan stres pengasuhan orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan saraf? Faktor­faktor apa sajakah yang turut berperan penting dalam memengaruhi naik turunnya stres peng­asuhan orang tua? Ketiga, berdasarkan data lapangan: terdapat ketidak konsistenan pengalaman stres pengasuhan orang tua. Kondisi orang tua yang telah bertahun­tahun (bahkan sampai belasan tahun) merawat anak dengan gangguan perkembangan saraf, diharapkan orang tua sudah dapat menerima kondisi keterbatasan anak, namun kenyataan di lapangan ter­nyata orang tua tetap mengalami stres pengasuhan baik yang telah mam­pu menerima maupun yang belum bisa menerima kondisi anak, dan stres pengasuhan ini akan terjadi sepanjang kehidupan anak. Alasan­alasan inilah yang kemudian perlu digali lebih lanjut.

Sebelum membahas lebih lanjut, maka pada permulaan BAB empat ini akan dibahas terkait sejarah dan hakikat stres, seperti dikutip dalam Daulay (2019), Lumsden (1981) menjelaskan bahwa konsep stres ditemukan sekitar awal abad keempat belas, digunakan untuk menandakan kesulitan, kesengsaraan atau penderitaan (dikutip dari Mahoney, 2009); kemudian pada abad ketujuh belas, stres digunakan dalam ilmu fisik menandakan jumlah daya internal yang dihasilkan oleh kekuatan luar menciptakan ketegangan pada suatu objek (Hin kle, 1974). Selanjutnya, pada abad kesembilan belas digunakan pa da area kedokteran, stres dipandang sebagai indikasi dari masalah kesehatan. Hasil penelitian Selye tentang stres melihatnya sebagai satu set pertahanan tubuh terhadap segala bentuk stimulus fisik mau pun psikis yang mengancam, dikenal sebagai sindrom

Page 162: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

149

adaptasi umum (general adaptation syndrome) (Selye, 1974). Hasil penelitian Selye tentang sekresi stres hormonal berperan penting sebagai landasan tentang stres di bidang ilmu sosial (Monat & Lazarus, 1991). Pada abad ke­19, konsep stres sudah mulai digunakan dalam ilmu kesehatan dan sosial (Bartlett, 1998), yang kemudian konsep stres dianggap sebagai penyebab permasalahan dalam kesehatan secara fisik maupun psi ko logis (Hinkle, 1977). Tahun 1960 stres dikonseptualisasikan se bagai akibat atau tuntutan negatif atas peristiwa dalam kehidupan. Lazarus dan Folkman (1984) akhirnya mendefinisikan stres sebagai pengalaman subjektif yang didasarkan pada persepsi seseorang ter hadap situasi yang dihadapinya. Stres berkaitan dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan atau situasi yag menekan. Kondisi ini mengakibatkan perasaan cemas, marah dan frustrasi.

Pada tulisan Gaol (2016) tentang teori stres: stimulus, respons, dan transaksional, dijelaskan tentang tiga pendekatan teori stres, ya itu:1. Stres model stimulus (rangsangan) Model stres yang menjelaskan bahwa stres adalah variabel bebas

(independent) atau penyebab manusia mengalami stres (Lyon, 2012). Seseorang mengalami stres akibat situasi lingkungan yang menekan (Bartlett, 1998), dan seseorang menerima langsung sum ber stres tanpa ada proses penilaian (Staal, 2009). Sumber stres dikenal dengan istilah stresor, dan menurut Thoits (1995) sumber stres (stresor) dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1) life events (peristiwa kehidupan), misalnya kematian pasangan hi dup, kecelakaan, anggota keluarga yang sakit parah, memiliki anak dengan keterbatasannya; 2) chronic strain (ketegangan kronis), misalnya tuntutan dalam pengasuhan; 3) daily hassles (permasalahan sehari­hari), misalnya perilaku anak di luar ken dali orang tua, pekerjaan rumah tangga (membersihkan rumah), harga kebutuhan pokok meningkat, mahalnya biaya sekolah dan terapi anak autis.

2. Stres model response (respons) Model stres ini merupakan reaksi tubuh terhadap sumber stres

sebagai variabel terikat atau hasil (Lyon, 2012). Harrington (2013) menjelaskan bahwa manusia adalah organisme hidup yang dinamis memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dengan tuntut an di luar dirinya yang bersumber dari lingkung an. Hal ini juga diper tegas oleh Walter Cannon (1932, dalam Harrington, 2013) mengung kap­kan istilah “homeostatis” yaitu proses pengaturan diri biologis pada individu untuk beradaptasi terhadap tuntutan kehidupan. Cannon

Page 163: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

150

(1932) juga kemudian mengembangkan konsep “fight or flight”, yaitu respons tubuh un tuk melindungi dirinya dengan cara melawan (fight) atau me la rikan diri/menghindar (flight) dari ancaman tersebut, atau dengan kata lain respons tubuh terhadap sumber stres.

Hans Selye (1974) mengungkapkan bahwa stres merupakan re aksi atau tanggapan tubuh yang secara spesifik terhadap penyebab stres yang dapat memengaruhi seseorang. Terkait respons tubuh ter hadap sumber stres, Selye kemudian mengenalkan terdapat tiga tahapan model kete­gang an kronis (chronic stress) yang disebut Gene ral Adaptation Syndrome (GAS), yaitu: 1) alarm (tanda bahaya); ter jadi ketika individu merasakan adanya ancaman dari stresor, maka individu kemudian bereaksi dengan mengaktifkan respons “fight or flight”, yaitu terjadi aktivasi sistem saraf simpatis (sympathetic nervous system) dan sekresi hormon korteks adrenal (adrenal cortex hormonal secretions) yang akhirnya meningkatkan sistem rangsangan fisio lo gis tubuh manusia. Menurut Ursin dan Eriksen (2004), tahapan alarm merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan dan terjadi ketika ada perbedaan antara kenyataan yang sedang terjadi dan situasi yang diharapkan. Lyon (2012) kemudian menambahkan, sebagai akibat­nya tubuh menerima rangsangan dan secara alami mengaktifkan reaksi “fight or flight” dikarenakan adanya kondisi yang berpotensi meng ancam kestabilan kondisi tubuh. Pada tahapan ini individu akan me ra sakan ke­tidaknyamanan kondisi fisik, seperti sakit kepala, jantung berdebar; 2) resistance (perlawanan); terjadi ketika pada tahapan alarm terus­menerus berlangsung, keausan/kerusakan yang terjadi secara terus­menerus akan mengurangi sistem pertahanan tubuh, yang akhirnya mendorong indi vidu untuk melakukan perlawanan pa da tahapan resistance ini; 3) exhaus tion (kelelahan), kemampuan per la wanan terhadap stresor mengakibatkan per tahanan sistem tu buh semakin terkuras, dan tubuh sudah menyerah di­akibatkan ka rena kehabisan kemampuan untuk menghadapi sumber stres yang mengancam (Lyon, 2012), ketika sistem organ tubuh gagal ber fungsi maka kemungkinan kematian dapat terjadi (Harrington, 2013).

Penjelasan tentang ketiga tahapan General Adaptation Syndrome (GAS) di atas dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 164: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

151

Gambar3.ThethreestagesofSelye’sGeneralAdaptationSyndrome(GAS)(Rice,1999;hlm.18)

Berdasarkan teori Selye tentang General Adaptation Syndrome ter­dapat satu kelemahan yaitu teori ini tidak mencakup faktor psikologi yang sangat penting untuk dipahami terkait stres yang dialami pada manu­sia. Lebih lanjut, tidak mempertimbangkan pemanfaatan stra te gi koping dalam mengatasi stres. Oleh karenanya kemudian mun cul stres model tran sactional yang berupaya melengkapi teori tentang stres.

3. Stres model transactional (transaksional) (Bartlett,1998;Lyon,2012)Staal (2004) menjelaskan stres model ini menekankan pada pe­

ranan penilaian individu terhadap penyebab stres yang akan menen tukan respons dari individu tersebut. Setiap individu memiliki tipe kognitif yang berbeda dalam menginterpretasikan stimulus yang ha dir, oleh karena­nya mengapa reaksi stres pada setiap individu ber beda­beda meskipun stimulus yang ditampilkan sama. Stres dapat ber lanjut ke tahap yang lebih parah atau sedikit demi sedikit semakin berkurang, ditentukan bagai ma­na usaha seseorang berurusan dengan sumber stres (Gaol, 2016). Hal ini dapat dijelaskan menggunakan teo ri Lazarus dan Folkman (1984) ada­lah salah seorang pencetus teori stres dan tokoh yang paling berpenga­ruh sebagai pelopor penelitian. Lazarus dan Folkman (1984) mengenal kan tiga proses model kognitif stres dan koping terdiri dari primary apprai­sal (penilaian tahap awal), secondary appraisal (penilaian tahap kedua),

Page 165: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

152

dan reappraisal (pe ni laian kembali). Pada saat penilaian tahap awal, in­dividu akan melakukan evaluasi terhadap stimulus yang hadir, apakah stimulus tersebut berpotensi bermasalah atau bermanfaat baginya. Ketika indi vidu mulai memasuki tahap kognitif yang lebih tinggi, selanjutnya akan memikirkan langkah­langkah yang tepat dalam mengatasi sti mu­lus yang hadir tersebut, pada saat ini individu mulai memasuki pe ni­laian tahap kedua, di mana menurut Lazarus dan Folkman (1984) indi­vidu akan melibatkan penilaian terhadap diri sendiri seberapa baik dapat meng hadapi atau mengatasi (koping) kemunculan sum ber stres. Koping meng acu pada penggunaan sumber daya dan stra tegi yang efektif dalam meng hadapi tuntutan yang berasal dari inter nal atau eksternal (Coyne & Holroyd, 1982). Koping tergantung pada pe nilaian terhadap hal apa yang bisa dilakukan untuk mengubah si tuasi (Lazarus, 1993), serta meli bat kan pengontrolan diri, artinya ketika semakin sedikit kontrol diri atas sum ber stres maka semakin membuat kita merasa tertekan karena masa lah yang dihadapi belum terselesaikan. Lazarus dan Folkman (1984) membagi dua fungsi uta ma koping, yaitu: 1) emotion-focused coping (fokus pada emosi), dan 2) problem-focused coping (fokus pada masalah). Penjelasannya lebih lanjut dapat dilihat pada Bab lima.

Pada umumnya stres dikaitkan dengan kondisi yang menekan, pe­nuh ketegangan, dan seseorang merasa tidak berdaya, yang akhirnya ber dampak pada stres tidak menyenangkan (distress). Padahal tidak se­lamanya demikian, setiap individu akan memiliki reaksi yang berbeda­beda ketika dihadapkan pada sumber stres, tergantung dari faktor­faktor yang memengaruhinya dalam menyikapi kehadiran sumber stres tersebut, hingga akhirnya seseorang mampu beradaptasi, tetap termotivasi meski­pun dalam kondisi yang menekan (eustress). Selye (1956) mengungkap­kan tidak semua stres itu berdampak negatif (distress), namun stres dapat dilihat sebagai hal yang positif (eustress), yaitu stres dianggap sebagai tantangan yang mendorong individu untuk bekerja lebih optimal atau tetap menjalani kehidupan dengan kondisi psikologis yang baik, sumber stres dianggap sebagai suatu tantangan dan memotivasi individu. Jadi si­tuasi yang menyebabkan seseorang mengalami stres dan pengalaman stres itu sendiri bersifat sangat subjektif. Jika seseorang memiliki sumber da­ya pribadi yang baik dan merasa cukup berkompeten mengatasi sumber stres, maka stres akan berdampak positif dan memotivasi individu un­tuk men jadi pribadi yang lebih baik. Demikian sebaliknya, jika seseorang merasa kurang berkompeten ditambah dengan banyaknya sumber stres yang harus dihadapi, maka akan memunculkan dampak negatif terhadap

Page 166: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

153

kesehatan fisik dan psikologis.Mengutip dalam Daulay (2019) bahwa konsep stres kemudian terus

berkembang dan dispesifikkan sesuai dengan situasinya, seperti stres akademik, stres pekerjaan, stres pengasuh an. Stres pengasuhan merupakan gabungan risiko atau pengalaman yang berpotensi menimbulkan stres dalam kehidup an orang tua (Mahoney, 2009). Proses pengasuhan anak erat kaitannya memunculkan stres bagi pa ra peng asuhnya, hal ini terkait dengan kon disi anak yang menguat kan mun cul nya stres pengasuhan orang tua. Salah satu pencetus teori stres pengasuhan yang banyak diaplikasi kan dalam penelitian adalah Ri chard Abidin. Berdasarkan pada mo del pengasuhan sebelumnya yang dike mu kakan oleh Belsky (1984), bahwa karakteristik kepribadian dan konteks sosial berhubungan ter­hadap perilaku pengasuhan. Abidin kemudian me nambahkan ele men penting pada kategori stresor dalam sebuah model. Model stres peng­asuhan Abidin melingkupi tiga level stresor, yaitu faktor orang tua, faktor anak dan faktor situasi interaksi. Tiga faktor ini saling ter hubung untuk mendapatkan penilaian orang tua tentang relevansi pe ran mereka, ketiga faktor ini yang mendasari teori stres pengasuhan dari Abidin (1995).

Terdapat beberapa definisi stres pengasuhan yang sering diguna kan dalam penelitian, yaitu menurut Hayes dan Watson (2013), stres peng­asuhan merupakan pengalaman distres sebagai hasil tun tutan peran peng­asuhan. Abidin (1995) menjelaskan stres pengasuh an sebagai tekanan yang dialami oleh orang tua yang berasal dari inter aksi dengan anak­anak me reka. Deater­Deckard (2004) mende fi nisikan stres pengasuhan seba gai sebuah rangkaian proses yang mengarah pada permasalahan psiko lo gis dan fisik sebagai reaksi yang timbul atas upaya penyesuaian terhadap tun tutan menjadi orang tua. Adapun Cooper, McLanahan, Meadows, dan Gunn (2009) mengung kapkan stres pengasuhan adalah kondisi atau pe­ra sa an yang dialami saat orang tua memahami bahwa tuntutan terkait dengan pengasuh an melebihi sumber pribadi dan sosial yang tersedia un­tuk meme nuhi tuntutan tersebut (dalam Daulay, 2019).

Williford, Amanada, Calkins, Susan dan Keane (2007) menjelas kan stres pengasuhan timbul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan yang di­rasakan orang tua dan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut, serta dapat didefinisikan sebagai respons psikologis negatif yang dikaitkan dengan diri sendiri dan interaksinya dengan anak. Sesuai de­ngan model stres pengasuhan Ahern (2000) yang me ngatakan bahwa stres pengasuhan mendorong ke arah tidak ber fung sinya pengasuhan orang tua terhadap anak, serta menjelaskan ke tidak sesuaian respons orang tua da lam

Page 167: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

154

menghadapi konflik dengan anak­anak mereka. Stres pengasuhan memi­liki komponen komplek, meliputi persepsi, emosi, pikiran, dan mekanisme biologis. Komponen tersebut saling berinteraksi dan bertransaksi seca ra bidireksional me mengaruhi orang dengan lingkungan, orang dan koping stresnya dan lingkungan dengan strategi koping (Aldwin, 1994).

Mukhtar (2017) dalam penelitiannya juga menegaskan bahwa stres pengasuhan merupakan serangkaian proses yang menyebabkan timbulnya reaksi psikologis dan fisiologis yang tidak diinginkan seba gai upaya untuk beradaptasi dengan tuntutan peran dan tanggung jawab orang tua sebagai pengasuh anak. Reaksi stres pengasuhan ini dapat dilihat dari timbulnya masalah fisiologis serta psikologis yang meliputi adanya perilaku, kognisi, dan emosi yang negatif, contohnya menjadi sulit tidur karena memikirkan anak, cara pengasuhan yang tidak tepat, atau penilaian yang negatif tentang anak dan diri sendiri.

Penelitian­penelitian pada stres pengasuhan ditujukan pada: (a) stres pengasuhan berbeda antara keluarga yang memiliki anak berkebutuhan dengan anak tidak berkebutuhan (Boyce & Behl, 1991; McGlone, Santos, Kazama, Fong, & Mueller, 2002; Noh, Dumas, Wolf & Fisman, 1989, dalam Ello & Donovan, 2005); (b) stres pengasuhan berbeda antara jenis kela min orang tua (Deater Deckard, & Scarr, 1996; Esdaile & Greenwood, 2003, dalam Ello & Donovan, 2005); dan (c) stres pengasuhan dihubungkan de­ngan penerimaan dukungan sosial (Bailey et al., 1999; Bristol, 1984; Her­man & Thompson, 1995; Krauss, Upshur, Shonkoff & Hauser­Cram, 1993, dalam Ello & Dono van, 2005).

Berdasarkan definisi stres pengasuhan di atas maka dapat disimpulkan bahwa stres pengasuhan merupakan ketidaksesuaian anta ra harapan orang tua dengan kenyataan yang sebenarnya, reaksi atas kon disi menekan yang dialami orang tua atas tuntutan peran dan tang gung jawab dalam meme­nuhi kebutuhan anak dan keluarga yang me lebihi kemampuan mereka sebagai orang tua.

B. STRES PENGASUHAN PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DENGAN GANGGUAN PERKEMBANGAN SARAF Penelitian secara konsisten menunjukkan ibu lebih stres dalam meng ­

asuh anak dibandingkan pengasuh utama lain, misalnya ayah, nenek, ka­kek (Dabrowska & Pisula, 2010). Ibu lebih rentan mengalami de presi dan kecemasan (Meadan, H., Halle, J., & Ebata, A, 2010), ibu lebih menderi ta secara emosi akan beban tersebut (Gray, 2002), ibu juga berisiko tinggi

Page 168: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

155

mengalami masalah kesehatan mental (Piven and Palmer, 1999). McStay (2014) juga menekankan bahwa orang tua yang memiliki anak­anak de­ngan gangguan perkembangan, dila por kan bahwa orang tua khususnya ibu akan mengalami gejala depresi, dan memiliki tingkat stres yang ting gi (Pelchat et al., 1999) dibanding kan ibu yang memiliki anak dengan per­kembangan normal.

Menurut Moes, et al. (1992) bahwa ibu lebih mengalami stres pada empat hal, yaitu: masalah pengasuhan, kemampuan anak, pe ri laku anak, dan perkembangan fisik anak. Temuan penelitian lain membuktikan bah­wa stres ibu berhubungan dengan kemampuan so sial anak (Baker­Eric zen et al., 2005); perilaku bermasalah anak kon disi kesehatan mental ayah, sementara kondisi stres ayah tidak berhu bungan dengan perilaku anak atau kesehatan mental ibu (Hastings, 2003).

Secara teoretis, stres pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan saraf dapat dijelaskan dengan dua teori, yaitu: 1) Teori Hubungan Orang Tua­Anak (The Parent-Child Relation ship/P­C­R) berawal dari kondisi psikologis negatif yang orang tua rasakan, seperti merasa bersalah, belum mampu mene rima kondisi anak, depresi, selanjutnya menurunkan efektivitas pe ri laku orang tua dan terciptanya hubungan kurang hangat yang ditunjuk kan orang tua kepada anaknya; 2) Teori Kesulitan Harian (The Daily Hassles Theory) berkaitan dengan ke­sibukan yang orang tua alami dalam mengasuh anak dengan gangguan perkembangan saraf, di ma na orang tua harus menghadapi perilaku ma­ladaptif anak, dan juga dituntut untuk mampu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan permasalahan di dalam keluarga, kondisi menekan ha­rian ini akan berdampak langsung memunculkan stres pengasuhan.

1. TeoriHubunganOrangTua-Anak(Parent-ChildRelationship/P-C-R)Teori hubungan orang tua­anak (P­C­R) dicetuskan pertama kali oleh

Abidin (dikutip dalam Deater­Deckard, 2004). Teori ini banyak digunakan dalam penelitian, sebab mengemukakan tiga hal kompo nen utama, yaitu : 1) parent domain (P = aspek­ aspek stres pengasuhan yang muncul dari dalam diri orang tua); 2) child domain (C = as pek­aspek stres pengasuh­an yang muncul terkait perilaku anak); 3) parent-child relationship (R = aspek­aspek stres pengasuhan yang muncul dalam hubungan orang tua dan anak). Menurut teori P­C­R ini, orang tua menjadi stres erat kaitannya dengan permasalahan pada keber fungsian orang tua sendiri (misal depre­si, cemas), kemudian stres peng asuhan erat kaitannya dengan karakteris­tik anak (misal, peri laku bermasalah anak) (Eyberg, Boggs, & Rodriguez,

Page 169: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

156

1992), dan stres pengasuhan akibat ketidakberfungsian hubungan orang tua dan anak terutama jika terkait sampai pada terjadinya konflik. Ketiga as pek stres pengasuhan ini, pada gilirannya, menyebabkan penurunan da­lam berbagai kualitas dan efektivitas perilaku mengasuh anak, mencakup rendahnya kehangatan dan kasih sayang orang tua, yang akhirnya mening­katkan perilaku bermasalah pada anak.

Lazarus (1993) menambahkan stres muncul dipengaruhi oleh em pat komponen, yaitu: 1) Terdapatnya stresor yang individu terima, sumber stres berasal dari luar individu, jika dikaitkan pada kasus stres pengasuhan maka stresornya adalah karakteristik anak; 2) Ke tika berhadapan dengan stresor, individu akan membuat penilaian kognitif (cognitive appraisal) un tuk menentukan apakah stresor terse but berpotensi mengancam atau ti dak; 3) Individu kemudian mela kukan mekanisme koping untuk mengu­rangi pengalaman negatif ter kait peristiwa kehidupan; 4) Terdapat efek yang memengaruhi pikir an dan tubuh disebut sebagai reaksi stres (stres reaction).

Deater­Deckard (2004) mengemukakan bahwa teori P­C­R ini men­jelaskan hubungan antara orang tua dan anak bersifat dua arah, kon disi atau perilaku orang tua memengaruhi anak, demikian seba lik nya kondisi atau perilaku anak juga memengaruhi orang tua. Mukh tar (2017) juga me negaskan bahwa rendahnya kualitas perilaku orang tua kemudian me­nye babkan meningkatnya masalah emosi dan perilaku pada anak yang ak hirnya memengaruhi interaksi orang tua dan anak.

2. TeoriKesulitanHarian(TheDailyHasslessTheory)Sebagian besar penelitian tentang stres pengasuhan orang tua berfo kus

pada keadaan yang penuh tekanan atas kejadian hidup se hari­hari, se perti sakit yang dialami anak, kondisi anak mengalami gangguan perkembang­an, dan sulitnya perekonomian keluarga (Puff & Renk, 2014). Teori kesulit­an harian ini berbeda dengan teori hu bungan orang tua dan anak (P­C­R theory), artinya orang tua harus belajar untuk mengatasi stresor terkait pengasuhan anak dari hari ke hari, penggunaan strategi koping yang tepat tentu akan memenga ruhi orang tua dalam beradaptasi dengan stresor yang hadir. Menurut teori ini, untuk memahami bagaimana stres pada orang tua berkem bang hingga memengaruhi perkembangan anak serta kondisi psi kologis dan kesehatan fisik orang tua, harus mempertimbangkan stres seca ra umum yang banyak terjadi pada orang tua setiap hari atau setiap ming gunya (Deater­Deckard, 2004).

Teori kesulitan harian melengkapi dari teori P­C­R, orang tua meng­

Page 170: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

157

alami stres tidak hanya karena dipengaruhi oleh aspek anak, kon disi orang tua, dan aspek hubungan orang tua dan anak, tetapi ada faktor lain yang memengaruhi seperti kondisi menekan yang di rasakan atas kesulit­an harian yang dialami orang tua. Deater­Deckard (2004) menegaskan bah wa teori kesulitan harian menjelaskan stres pengasuhan sebagai hasil dari pengalaman stres umum dan sering dialami dalam pengasuhan seha­ri­hari, serta memberikan dampak yang besar dalam pengasuhan dan per­kem bangan anak.

Mengasuh anak dengan gangguan perkembangan saraf memiliki pe­ng alaman dan tantangan tersendiri bagi orang tua sebagai pengasuh uta ­ma anak. Orang tua lebih stres dalam mengasuh anak terkait de ngan ku­rang nya keberfungsian kondisi perilaku, sosial, emosi, dan kognisi anak. Se perti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa anak­anak dengan gang gu­a n perkembangan saraf merupakan gangguan perkem bangan yang dipe ­ngaruhi ketidakmampuan bagian fungsi saraf da lam otaknya bekerja se­ba gaimana mestinya, sehingga tampil dalam peri laku yang tidak sesu ai de ngan perkembangan anak­anak pada umumnya. Teti dan Candelaria (2002) ju ga menegaskan bahwa ke sulitan harian selama mengasuh anak ter kait erat dengan perilaku ber masalah yang ditampilkan anak.

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA STRES PENGASUHANBerdasarkan hasil penelitian oleh Gupta (2007) menjelaskan bah wa

secara keseluruhan dapat disimpulkan terdapat enam kategori faktor­fak­tor yang memengaruhi munculnya stres orang tua adalah: 1) gejala­gejala agresivitas dan perilaku bermasalah pada anak; 2) ma salah finansial; 3) kurangnya dukungan formal, seperti para pro fesional, pengobatan; 4) ku­rangnya dukungan informal, seperti pa sangan; 5) keyakinan akan inter­vensi pendidikan dan fasilitas layanan pendidikan; 6) meningkatnya be­ban pengasuhan dan risiko stigma negatif dari masyarakat.

Studi tentang stres pengasuhan khususnya pada orang tua yang me­miliki anak dengan gangguan perkembangan saraf telah banyak dilaku­kan, hasil penelitian menunjukkan beberapa perbedaan, yaitu terdapat be­berapa penelitian yang menghasilkan stres pengasuhan yang tinggi, namun terdapat pula hasil penelitian yang menunjukkan orang tua mengalami stres pengasuhan rendah. Penelitian yang di lakukan oleh Suma, Adamson, Bakeman, Robins, dan Abrams (2016) menjelaskan orang tua pada awal­nya dilaporkan mengalami tingkat stres yang tinggi sebagai reaksi terha­dap diagnosis anak; serta keti daktahuan pemberian treatment yang tepat

Page 171: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

158

setelah anak terdiagnosis (Miller, Gordon, Daniele, & Diller, 1992); meng­alami emosi dan pi kiran negatif (Zaidman­Zait et al., 2014).

Stres pengasuhan juga dipengaruhi oleh tingkat keparahan gang guan yang dialami anak (Lee, Harrington, Louie, & Newschaffer, 2008) termasuk keparahan kognitif dan bahasa (Bebko, Konstantareas, & Springer, 1987). Namun menurut Pisula (2011), sampai sejauh ini belum ada konsensus yang menjelaskan secara pasti tentang keter kaitan keparahan gangguan yang dialami anak dengan tingkat stres pada orang tua, karena tidak didukung hasil penelitian yang konsis ten. McStay et al., (2014) menemukan bahwa tingkat keparahan gang gu an spektrum autis yang dialami anak tidak berhubungan dengan tingkat stres orang tua. Orang tua mengalami stres pengasuhan disebabkan karena perilaku bermasalah anak.

Faktor­faktor stres pengasuhan orang tua dapat dispesifikkan ke da­lam dua faktor penting, yaitu faktor internal, meliputi hal­hal terkait pe­rasaan, pikiran, dan tindakan yang bersumber dari dalam diri ibu sela­ma mengasuh anak, seperti faktor personal dan faktor demogra fi. Faktor eksternal meliputi tema­tema persepsi ibu akan interaksi terhadap hal­ hal di luar dirinya, seperti faktor karakteristik anak, faktor keluarga, dan faktor lingkungan/masyarakat. Berikut adalah penjelasan terkait kedua faktor tersebut seperti yang diungkapkan Daulay (2019), yaitu: ■ Faktor Internal

Faktor personal yang bersumber dari dalam diri individu, meliputi pe rasaan sedih, kecewa atas kondisi anak (DePape & Lind say, 2015); kepribadian tangguh (Weiss, 2002); kepribadian neu roticism, extra ver-sion, openness, agreeableness, dan conscien tious ness (Rantanen, Tille­mann, Metsa, Kokko, & Pulkkinen, 2015); locus of control (Banks, Ni­nowski, Mash, & Semple, 2008); parenting sen se of competence (Hassall, Rose, & McDonald, 2005); self efficacy (Hastings & Brown, 2002); selfesteem (Pisula, 2011); ke se hat an mental (Zablotsky, Bradshaw, & Stuart, 2013); penurunan ke sehatan fisik, seperti peningkatan tekan­an darah (Safe, Joosten, & Molineux, 2012); memiliki pikiran nega tif bahwa situasi tidak akan pernah berubah (DePape & Lindsay, 2015).

Faktor demografi yang sering dikaitkan dengan stres pengasuhan adalah usia (Rodriguez, 2011); jenis kelamin (McStay, Trembath, & Dissanayake, 2014); status pernikahan (Katsikitis et al., 2013); status sosial ekonomi (Azad, Blacher, & Marcoulides, 2014); ting kat pendi­dikan (Manning, Wainwright, & Bennett, 2011); penda patan (Mandell & Salzer, 2007); jumlah anak (Rodriguez, 2011); usia dan jenis ke­la min anak (Mandell & Salzer, 2007); jenis gangguan anak (Burke &

Page 172: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

159

Hodapp, 2014). ■ Faktor Eksternal

Faktor karakteristik anak, di antaranya adalah perilaku bermasalah anak (Baker, Blacher, Crnic, & Edelbrock, 2002). Faktor keluarga me­liputi peningkatan perceraian (Hartley et al., 2010); orang tua saling menyalahkan atas kondisi anak (May, Fletcher, Dempsey, & Newman, 2015); orang tua lebih banyak menghabiskan waktu dalam merawat anak autis (Curran, Sharples, White, & Knapp, 2001); rendahnya du­kungan yang diterima (Zaidman­Zait et al., 2017); rendahnya kerja sa ma antara keluarga dan sekolah (Burke & Hodapp, 2014).

Faktor lingkungan/masyarakat di antaranya stigma negatif dari ma­sya rakat (Farrugia, 2009); orang tua sering mendapat kritikan dari orang lain ketika anak menampilkan perilaku tidak sesuai di tempat umum (Farrugia, 2009). Secara keseluruhan faktor­faktor yang me­me ngaruhi stres pengasuhan dibagi menjadi dua, yaitu: 1) faktor in­ternal, meliputi karakteristik orang tua, kepribadian, emosi, perasa an, pikiran, misalnya ibu dengan persepsi yang rendah terhadap ke­mam puannya mengasuh anak, karena merasa kurang berkompetensi meng asuh anak maka ibu cenderung lebih mudah mengalami stres peng asuh an; 2) faktor eksternal, meliputi karakteristik anak (seperti peri laku maladaptif anak), status sosial ekonomi keluarga, kurangnya ibu menerima dukungan sosial (dalam Daulay, 2019).

D. PENGUKURAN STRES PENGASUHANTerdapat beberapa instrumen yang sering digunakan oleh para peneliti

dalam mengungkap stres pengasuhan, seperti Parenting Stres Index (Abi­din, 1995); Perceived Stres Scale (Cohen, Kamarak, & Merlmelstein, 1983); Questionnaire on Resources and Stres (QRS; Friedrich et al., 1983); Per­ceived Stres Questionnaire (PSQ; Levenstein, et al., 1993); The De pres sion, Anxiety, and Stres Scale­21 (DASS­21, Lovibond and Lovibond, 1995).

Setiap alat ukur memiliki standar reliabilitas dan validitasnya ma­sing­masing. Hasil penelitian penulis yang termuat dalam sebuah disertasi telah menguji validitas konstrak dan reliabilitas konstrak sebuah alat ukur stres pengasuhan yang disesuaikan dengan kondisi para ibu yang me miliki anak berkebutuhan khusus berdasarkan kon teks masyarakat In­do nesia (Daulay, 2019). Hasilnya memiliki uji validitas isi, validitas kons­trak dan reliabilitas konstrak yang baik dan dapat digunakan pada pe­ne litian­penelitian selanjutnya yang tertarik untuk mengkaji tema stres

Page 173: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

160

peng asuhan pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

1. Parenting Stres Index (PSI)Richard Abidin (1995) adalah salah seorang penemu teori stres peng­

asuhan yang banyak diaplikasikan dalam bidang penelitian, de ngan ins­trumen yang dikembangkannya adalah Parenting Stres In dex (PSI), terdi ri dari 101 aitem dan didesain sebagai teknik untuk mengidentifikasi orang tua dan kondisi anak ketika berada di bawah tekanan, perilaku berma­salah anak, dan ketidak berfungsian hubungan antara orang tua dan anak. Abidin (1995) kemudian mengembangkan kembali PSI menjadi sebuah instrumen dengan versi pendek yaitu Parenting Stres Index­Short Form (PSI­SF) terdiri dari 36 aitem dan dianggap lebih praktis dan mudah de­ngan administrasi pengerjaan kurang dari 10 menit.

Penulis telah menyimpulkan definisi stres pengasuhan merupa kan kondisi di mana orang tua merasa adanya ketidaksesuaian anta ra harapan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi, dan reaksi atas kondisi mene­kan yang dialami orang tua atas tuntutan peran dan tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan anak dan keluarga yang melebihi kemam­puan mereka sebagai orang tua. Penulis kemu dian berupaya untuk mem­buat alat ukur yang relevan dengan kon disi masyarakat Indonesia, namun tetap mengacu pada teori utama stres pengasuhan dari Abidin (1995). Pe nulisan aitem mengacu pada aspek­aspek­aspek stres pengasuhan yang diungkapkan oleh Abidin (1995) yaitu: 1) parental distres (depression, res-triction of role, sense of competence, social isolation, relationship with spouse, parental health); 2) difficult child characteristics (adaptability, demandingness, mood, dis tracbility); 3) parent-child dysfunctional interaction (attachment, ac-cep tability, reinforces parent). Semakin tinggi skor yang diperoleh pada ska­la stres pengasuhan maka semakin tinggi tingkatan stres ibu dalam meng­asuh anaknya.

Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh pada skala stres peng­asuhan maka semakin rendah stres yang dirasakan ibu.

2. Questionnaire on Resources and Stres (QRS)Instrumen asli Questionnaire on Resources and Stres pertama kali

di kembangkan oleh Holroyd (1974), didesain untuk mengukur stres ke­luarga yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan atau mental retardasi, terdiri dari 285 aitem dan telah mengalami revisi alat ukur de­ngan versi lebih pendek namun tetap mempertahankan reliabilitas yang baik, contohnya: 1) The Clarke versi QRS (QRS­C, dari Clarke Institute of

Page 174: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

161

Psychiatry, Toronto); 2) The QRS­F diperuntuk kan pada populasi yang le­bih spesifik dan paling banyak digunakan (Friedrich dkk., 1983). Instru men QRS­F terdiri dari 52 aitem meng ukur empat subkomponen persepsi orang tua, yaitu: masalah orang tua dan keluarga (aspek stres akibat dam pak da­ri anak disabilitas terhadap orang tua dan keluarga), pesimis (orang tua merasa pesimis akan masa depan anak), karakteristik anak (karakteristik anak yang terlalu menuntut pada orang tua), dan ketidakmampuan fisik (sejauh mana anak mampu melakukan aktivitas tertentu).

Beberapa penelitian yang menggunakan alat ukur Questionnaire on Resources and Stres dalam mengukur kondisi stres orang tua yang me­miliki anak berkebutuhan khusus, di antaranya penelitian yang dilaku­kan Honey, Hastings, dan McConachie (2005); Konstantareas et al. (1992) menggunakan QRS­C secara klinis dapat digunakan pada orang tua de­ngan anak autis dan mental retardasi; Glidden dan Floyd (1997) menggu­nakan QRS­F untuk mengukur kondisi stres keluarga yang memiliki anak berkebutuhan; Hastings dan Johnson (2001) juga menggunakan QRS­F na mun tanpa subkomponen ketidakmampuan fisik dan karakteristik anak dalam mengukur stres keluarga yang me miliki anak autis; Honey, Has­tings, & Mcconachie (2005) menggu nakan QRS­F untuk membuktikan bah wa berdasarkan hasil properti psikometri, alat ukur ini juga dapat di­ap li kasikan pada orang tua yang memiliki anak autis.

3. PerceivedStresQuestionnaire(PSQ)Perceived Stres Questionnaire (PSQ) dikembangkan pertama sekali oleh

Levenstein et al., (1993), merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kondisi stres secara umum, terdiri dari 30 aitem dengan model penskalaan Likert (hampir tidak pernah, kadang­ka dang, sering, selalu). PSQ mengukur stres sebagai reaksi subjektif individu terhadap kejadi an eksternal dan tuntutan dari lingkungan dari lingkungan (Fliege, et al., 2005, dalam Hanum, Daengsari, Kemala, 2016). Di samping itu, PSQ di­gu nakan karena lebih menekankan pada persepsi kognitif yang dimiliki oleh individu terhadap situasi yang menjadi stressor dibandingkan ke­adaan emosionalnya saat itu atau peristiwa kehidupan tertentu yang se­dang dialaminya (Montero­Marin et al., 2014, dalam Hanum, Daengsari, kemala, 2016). Reliabilitas alpha cronbach alat ukur ini 0,90.

4. TheDepression,Anxiety,andStresScale-21(DASS-21)The Depression, Anxiety, and Stres Scale­21 (DASS­21, Lovibond &

Lovibond, 1995) merupakan versi pendek yang terdiri dari 21 aitem.

Page 175: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

162

Sedangkan instrumen aslinya Depression, Anxiety, and Stres (DASS) ter­diri dari 42 aitem. Skala DASS­21 ini memiliki tiga subskala yang masing­masing terdiri dari tujuh aitem, yaitu: depresi, meng ukur dysphoria, putus asa, devaluasi kehidupan, penyangkalan diri, kurangnya minat/keterli­batan terhadap sesuatu, anhedonia (ke hi langan minat untuk menikmati sesuatu), lesu; kecemasan, meng ukur efek otot rangka, kecemasan situa­si, pengalaman subjektif dari pengaruh cemas; stres, mengukur kesulitan untuk relaks, gugup, gelisah, mudah tersinggung, tidak sabar. Skor dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu normal, mild (ri­ngan), mo derate (sedang), severe (parah), dan extremely severe (sangat pa­rah). Beberapa penelitian menggunakan instrumen ini untuk mengukur kondisi stres, perasaan cemas dan depresi pada orang tua yang me miliki anak autis, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Lai, Goh, Oei, dan Sung (2015).

Secara keseluruhan terdapat beberapa alat ukur yang dapat diguna­kan untuk menguji pengalaman stres, yang tidak bisa dijelaskan satu persatu di dalam buku ini. Namun, berdasarkan hasil­hasil ri set terdahulu menunjukkan Parenting Stres Index dan Questionnaire on Resources and Stres merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam mengungkapkan kondisi stres yang sedang dialami.

E. STRES PENGASUHAN DAN NEUROPSIKOLOGIDikaitkan dengan kasusnya stres pengasuhan bagi orang tua meng­

alami depresi, ternyata memiliki pengaruh dan hubungan yang kuat da lam fungsi kognitif (khususnya executive function) menjadi rendah. Individu yang mengalami depresi maka akan berhubungan dengan ketidakber­fungsiannya dalam pengontrolan dan pengaturan proses kognitif. Kega­galan perform merupakan bukti pengontrolan kognitif termasuk atensi langsung, pengaturan perilaku, penyusunan strategi, perencanaan, me mo­nitor performansi dan melakukan koding dalam kerja memori (Pizza gal li, 2010). Konsep kognitif ini banyak digunakan dalam wilayah lobus fron tal (Stuss & Levine, 2002) dan ketidakberfungsian dalam lobus frontal men ja­di pemicu dalam tim bulnya depresi (Pizzagalli, 2010). Model neurobio lo­gis menjelas kan bahwa kemungkinan depresi dimediasi oleh menurun nya dor dola teral prefrontal (kognisi) dan peningkatan ventrolateral (afeksi) ak ti vitas prefrontal korteks (Mayberg, 2003, dalam Quinn, dkk., 2012).

Basso, dkk., (2007) menjelaskan bahwa kecemasan menunjukkan dam pak dari tugas performansi neuropsikologis pada depresi. Pada indi­

Page 176: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

163

vidu yang mengalami major depressive disorder (MDD) komorbid de ngan kecemasan akan menunjukkan kerusakan dalam pengulangan dan mere­kognisi memori tetapi tidak pada penurunan kerja memori (Basso, dkk., 2007). Kemampuan verbal memory dalam me­recall dihubungkan pada lobus frontalis sebelah kiri (Milner, 1974; Perret, 1974; Stuss et al., 1998, dalam Quinn, dkk., 2012) dan kerusakan bagi an lobus frontalis sebelah kiri telah diobservasi pada individu dengan depresi (Davidson, 1998; Da­vidson & Irwin, 1991, dalam Quinn, dkk., 2012). Meskipun, peningkatan aktivitas frontalis sebelah kiri dan pe ngurangan aktivitas posterior sebe­lah kanan juga ditemukan pada pasien dengan depresi, tetapi aktivitas ini lebih menonjol pada pasien dengan melancholia dan kecemasan (Kemp et al., 2010a; Pizzagalli et al., 2002, dalam Quinn, dkk., 2012). Peningkatan keparahan depresi juga berhubungan pada besarnya kerusakan fungsi neu­ropsikologis (Austin et al., 1999, dalam Quinn, 2012). Dalam kajian meta­analisis oleh McDermott dan Ebmeier (2009), keparahan depresi dihu­bung kan pada ketidakberfungsian dari episodic memory, executive function, dan proses kecepatan.

Hubungan antara neuropsikologi terhadap stres pengasuhan pada orang tua juga dapat dilihat dari fungsi otak dalam memengaruhi perila­ku, khususnya pada bagian lobus frontalis. Lobus frontalis berfungsi un­tuk bertanggung jawab atas perencanaan rangkaian perilaku dan untuk beberapa aspek ekspresi memori dan emosional (Graybiel, Aosaki, Flaher­ty, & Kimura, 1994). Individu yang mengalami kerusakan pada bagian lobus frontalis khususnya pada bagian prefrontal cortex, maka individu ter sebut tidak mampu mengikuti konteks yang ada, sehingga mereka berperilaku tidak pantas dan impulsif (Kalat, 2007). Ini yang terjadi pada orang tua yang mengalami stres pengasuhan, sehingga perilakunya juga terkadang memperlihatkan perilaku tidak pantas dan impulsif, seperti me­nelantarkan anak, memukul, bahkan sampai membunuh anaknya.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terdapat kaitan antara neuropsikologi dan budaya dalam memengaruhi seseorang mengalami depresi. Budaya seperti lingkungan tempat tinggal di mana seseorang hi­dup juga akan memengaruhi tingkat keparahannya mengalami depresi. Di Indonesia sendiri, kasus anak­anak dengan gangguan perkembangan saraf masih kurang mendapatkan respons positif di tengah­tengah masyara kat. Kurangnya pengetahuan dan sosialisasi akan gangguan perkembangan ini berpengaruh terhadap sikap masyarakat dalam menerima kehadiran anak, terutama gang guan perkembangan kompleks yakni gangguan spek­trum autis di ling kungan tempat tinggal mereka. Seperti dikutip dalam

Page 177: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

164

tulisan Dau lay (2019), fenomena pengasuhan orang tua yang memiliki anak dengan gangguan spectrum autis akhir­akhir ini semakin banyak diperbincangkan, tidak hanya sebagai referensi dalam kajian riset, namun juga karena masih didapatinya mitos­mitos yang berkem bang di tengah masyarakat terkait kondisi anak. Mitos yang sering didapati adalah orang tua yang dianugerahi anak dnegan gangguan perkembangan ini diakibat­kan oleh karma atas kesalahan orang tua di masa lalunya, selanjutnya ada anggapan bahwa kondisi penurun an perkembangan anak diakibat kan oleh kemasukan roh halus atau anak disejajarkan dengan individu yang mengalami gangguan keji waan, hingga pemahaman bahwa kondisi anak autis merupakan sebuah penyakit menular yang kemudian menim bul kan ketakutan dan kegelisahan bagi para orang tua ketika anaknya berde kat an de ngan anak autis. Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang anak dengan gangguan perkembangan menjadi salah satu mengapa mitos­mitos ini masih saja berkembang di tengah­tengah masyarakat. Hal ini tentunya akan berpengaruh akan penerimaan orang tua ter ha dap keterbatasan anak dengan gangguan perkembangan, orang tua yang tidak siap menerima ke­hadiran anak akan berdampak pada peng asuhannya ke anak juga menjadi kurang optimal.

REFERENSIAbidin, R.R. (1995). The Parenting Stress Index Profesional Manual. 3rd. Ed.

Odessa, FL: Psychological Assessment Resources.Ahern, K. (2000). Something is wrong with my child: A phenome nological

account of a search for a diagnosis. Early Education and Development, 11, 187­200.

Aldwin, C. (1994). Stress, Coping, and Development: An Integrative Perspective. New York: Guilford, Press.

Azad, G., Blacher, J., & Marcoulides, G. (2014). Longitudinal models of socio­economic status: Impact on positive parenting behaviors. International Journal of Behavioral Development, 38(6), 509­517. doi:10.1177/0165025414532172.

Baker­Ericzen, M.J., Brookman­Frazee, L., & Stahmer, A. (2005). Stress levels and adaptability in parents of toddlers with and without autism spectrum disorders. Research and practice for persons with severe disabilities, 30(4), 194 204.

Baker, B.L., Blacher, J., Crnic, K.A., & Edelbrock, C. (2002). Behavior problems and parenting stress in families of three­year­old child ren

Page 178: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

165

with and without developmental delays. American Journal on Mental Retardation, 107(6), 433­444.

Banks, T., Ninowski, J.E., Mash, E.J., & Semple, D.L. (2008). Parenting behavior and cognitions in a community sample of mothers with and without symptoms of attention­ deficit/hyperactivity disorder. Journal of Child and Family Studies, 17, 28­43. doi:10.1007/s 10826­007­9139­0.

Bartlett, D. (1998). Stress: Perspectives and processes. Philadel phia. USA: Open University Press.Bebko, J., Konstantareas, M., & Spri ng er, J. (1987). Parent and professional evaluation of family stress associated with characteristics of autism. Journal of Autism and De velopmental Disorder, 17(4), 565­576.

Basso, M. R., Lowery, N., Ghormley, C., Combs, D., Purdie, R., Neel, J., ... & Bornstein, R. (2007). Comorbid anxiety corresponds with neuro­psychological dysfunction in unipolar depression. Cognitive Neuro psy-chiatry, 12(5), 437­456.

Bebko, J., Konstantareas, M., & Springer, J. (1987). Parent and professional evaluation of family stress associated with characteristics of autism. Journal of Autism and Developmental Disorder, 17(4), 565–576.

Belsky, J. (1984). The determinants of parenting: A process model. Child Development, 55(1), 83­96.

Bitsika, V., Sharpley, C., Bell., R. (2013). The Buffering Effect of Resilience upon Stress, Anxiety and Depression in Parents of a Child with an Autism Spectrum Disorder. Journal of Development Phys Disabil, 25, 533­543.doi:10.1007/s10882­013­9333­ 5.

Burke, M.M., & Hodapp, R.M. (2014). Relating stress of mothers of child­ren with developmental disabilities to family­school partnerships. In-tellectual and Developmental Disabilities, 52(1), 13­23. doi:10.1352/19 34­9556­52.1.13.

Caley, L. (2011). Risk and Protective Factors Associated with Stress in Mothers Whose Children are Enrolled in Early Intervention Services. National Association of Pediatric Nurse Practitioners, 26(5), 345­366.doi.org/10.1016/j.pedhc.2011.01.001.

Cannon, W.B. (1932). The Wisdom of the Body. New York: W.W. Nor ton.Coyne, J.C., & Holroyd, K. (1982). Stress, coping, and illness: A transactional

perspective. In T. Millon, C. Green, & R. Meagher. Handbook of clinical health psychology (pp. 103­127). New York: Plenum.

Cohen, S., Kamarck, T., & Mermelstein, R. (1983). A global measure of perceived stress. Journal of health and social behavior, 385­396.

Page 179: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

166

Cooper, C., McLanahan, S., Meadows, S., & Gunn, J.­B. (2009). Family structure transitions and maternal parenting stress. Journal of Marriage and Family, 71(3), 558­574.

Curran, A.L., Sharples, P.M., White, C., & Knapp, M. (2001). Time costs of caring for children with severe disabilities compared with caring for children without disabilities. Developmental Medicine and Child Neurology, 43(8), 529­533.

Dabrowska, A., & Pisula, E. (2010). Parenting stress and coping styles in mothers and fathers of pre­school children with autism and Down syndrome. Journal of Intellectual Disabilities Research, 54(3), 266­280. doi :10.1111/j.1365­2788.2010.01258.x.

Daulay, N. (2019). Mengoptimalkan pengasuhan pada anak dengan gang­guan spectrum autism. Dalam Bunga Rampai Psikologi Perkembangan: Memahami Dinamika Perkembangan Anak. Sidoar jo: Zifatama Jawara.

Daulay, N. (2019). Model stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak dengan gangguan spectrum autis. Disertasi. Fakultas Psiko logi. Uni ver­sitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Deater­Deckard, K. (2004). Parenting Stress. New Haven and London: Yale University Press.

Depape, A., & Lindsay, S. (2015). Parents ’ experiences of caring for a child with autism spectrum disorder. Qualitative Health Research, 25(4), 569­583.doi:10.1177/1049732314552455.

Ello, L.M., & Donovan, S.J. (2005). Assessment of the relationship bet ween parenting stress and a child’s ability to functionally com municate. Re-search on Social Work Practice, 15(6), 531­544.

Eyberg, S., Boggs, S., & Rodriguez, C. (1992). Relationships between ma­ternal parenting stress and child disruptive behavior. Child and Family Behavior Therapy, 14, 1­9.

Farrugia, D. (2009). Exploring stigma: Medical knowledge and the stigma­tisation of parents of children diagnosed with autism spectrum disor­der. Sociology of Health and Illness, 31(7), 1011­1027. doi:10.1111/j.1467­9566.2009.01174.x.

Friedrich, W.N., Greenberg, M.T., & Crnic, K. (1983). A short­form of the Questionnaire on Resources and Stress. American Journal of Mental Deficiency.

Gaol, N.T.L. (2016). Teori stres: Stimulus, respons, dan transaksional. Bu-letin Psikologi, 24(1), 1­11.

Page 180: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

167

Giallo, R., Wood, C., Jellet, R., Porter, R. (2011). Fatigue, wellbeing and parental self efficacy in mothers of children with an Autism Spectrum Disorder. Autism, 17(4), 465­480.doi:10.1177/1362361 311416830.

Gupta, V.B. (2007). Comparison of parenting stress in different deve­lopmental disabilities. Journal of Developmental Disability, 27(3), 215­222.

Glidden, L.M., & Floyd, F.J. (1997). Disaggregating parental depres sion and family stress in assessing families of children with deve lopmental disabilities: A multisample analysis. American Journal on Mental Re-tardation, 102(3), 250­266.

Gray, D.E. (2002). “Everybody just freezes. Everybody is just embar ras­sed”: felt and enacted stigma among parents of children with high functioning autism. Sociology of Health & Illness, 24(6), 734­749. doi: https://doi.org/10.1111/1467­9566.00316.

Graybiel, A.M., Aosaki, T., Flaherty, A.W., & Kimura, M. (1994). The basal ganglia and adaptive motor control. Science, 265(5180), 1826­1831.

Hanum, L., Daengsari, D.P., & Kemala, C.N. (2016). Penerapan Mana­jemen Stres Berkelompok dalam Menurunkan Stres pada Lanjut Usia Berpenyakit Kronis. Jurnal Psikologi, 43(1), 42­51.

Harrington, R. (2013). Stress, Health, and Well-being. Thriving in the 21st Century. United States of America: Wadsworth, Cengage Learning.

Hassall, R., Rose, J., & Mcdonald, J. (2005). Parenting stress in mo thers of children with an intellectual disability: the effects of parental cognitions in relation to child characteristics and family support. Journal of Intellectual disability Research, 49(6), 405­418. doi:10.1111/j.1365­2788.2005.00673.x

Hastings, R.P., & Johnson, E. (2001). Stress in UK families conducting in­tensive home­based behavioral intervention for their young child with autism. Journal of autism and developmental disorders, 31(3), 327­336.

Hastings, R.P., & Brown, T. (2002). Behavior problems of children with autism, parental self­efficacy, and mental health. American Journal on Mental Retardation, 107(3), 222­232.

Hastings, R.P. (2003). Child behaviour problems and partner mental health as correlates of stress in mothers and fathers of children with autism. Journal of Intellectual Disabilities Research, 47(4­5), 231­237. doi:10.1046/j.1365­2788.2003.00485.x.

Hartley, S., Barker, E., Seltzer, M., Floyd, F., Greenberg, J., Orsmond, G., & Bolt, D. (2010). The relative risk and timing of divorce in families of children with an autism spectrum disorder. Journal of Family

Page 181: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

168

Psychology, 24(4), 449­457.doi:10.1037/a0019847.Kalat, J.W. (2007). Biological Psychology. 9th ed. Terj. Jakarta: Sa lemba

Humanika.Katsikitis, M., Bignell, K., Rooskov, N., Elms, L., & Davidson, G. (2013).

The family strengthening program: Influences on parental mood, pa­ren tal sense of competence and family functioning. Advances in Men tal Health, 11(2), 143­151.

Harrington, R. (2013). Stress, health, and well being. Thriving in the 21st century. USA: Wadsworth, Cengage Learning.

Hartley, S., Barker, E., Seltzer, M., Floyd, F., Greenberg, J., Orsmond, G., & Bolt, D. (2010). The relative risk and timing of divorce in families of children with an autism spectrum disorder. Journal of Family Psy-chology, 24(4), 449­457.doi:10.1037/a0019847.

Hayes, S.A., & Watson, S.L. (2013). The impact of parenting stress: A Me­ta­analysis of studies comparing the experience of parenting stress in parents of children with and without autism spectrum disor der. Journal of Autism and Developmental Disorder, 43, 629­642. doi:10.10 07/s10803­012­1604­y.

Hinkle, L. (1974). The concept of “stress” in the biological and social sciences. The International Journal of Psychiatry in Medicine, 5(4), 335­357.

Holmes, A.J., Bogdan, R., & Pizzagalli, D.A. (2010). Serotonin transpor­ter genotype and action monitoring dysfunction: a possible substrate underlying increased vulnerability to depression. Neu ro psychopharma-cology, 35(5), 1186­1197.

Holroyd, J. (1974). The Questionnaire on Resources and Stress: An in­strument to measure family response to a handicapped family member. Journal of community psychology.

Honey, E., Hastings, R. P., & Mcconachie, H. (2005). Use of the ques tion­naire on resources and stress (QRS­F) with parents of young children with autism. Autism, 9(3), 246­255.

Kalat, J. (2007). Biological Psychology. Cengage Learning.Katsikitis, M., Bignell, K., Rooskov, N., Elms, L., & Davidson, G. (2013).

The family strengthening program: Influences on parental mood, pa­ren tal sense of competence and family functioning. Advances in Men tal Health, 11(2), 143­151.

Konstantareas, M.M., Homatidis, S., & Plowright, C.M.S. (1992). Assess­ing resources and stress in parents of severely dysfunctional child­ren through the Clarke modification of Holroyd’s Question naire on

Page 182: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

169

Resources and Stress. Journal of Autism and Deve lopmen tal Disorders, 22(2), 217­234.

Lai, W., Goh, T., Oei, T., & Sung, M. (2015). Coping and well­being in pa rents of children with autism spectrum disorders (ASD). Journal of Autism and Developmental Disorders, 45, 2582–2593. doi:10.1007/s10803­015­2430­9.

Lazarus, R.S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer.

Lazarus, R.S. (1993). From psychological stress to the emotions: A historyof changing outlooks. Annual review of psychology, 44, 1­21.

Lee, L.­C., Harrington, R.A., Louie, B.B., & Newschaffer, C.J. (2008). Child ren with autism: Quality of life and parental concerns. Journal of Autism and Developmental Disorders, 38, 1147­1160. doi:10.1007/s10803­007­0491­0.

Levenstein, S., Prantera, C., Varvo, V., Scribano, M.L., Berto, E., Luzi, C., & Andreoli, A. (1993). Development of the Perceived Stress Question­nai re: a new tool for psychosomatic research. Journal of psychosomatic research, 37(1), 19­32.

Lovibond, P.F., & Lovibond, S.H. (1995). The structure of negative emo­tional states: Comparison of the Depression Anxiety Stress Scales (DASS) with the Beck Depression and Anxiety Inventories. Behaviour research and therapy, 33(3), 335 343.

Lyon, B.L. (2012). Stress, coping, and health. In Rice, H.V. (Eds). Handbook of stress, coping and health: Implications for nursing research, theory, and practice. (pp.3 23). USA: Sage Publication, Inc.

Mahoney, F.P. (2009). The relationship between parenting stress and maternal responsiveness among mothers of children with develop­mental problems. (Dissertation). Mandel School of Applied Social Sci­ences. Case

Mandell, D., & Salzer, M. (2007). Who joins support groups among pa­rents of children with autism? Autism, 11(2), 111­122. doi:10.1177/ 1362361307077506.

Manning, M.M., Wainwright, L., & Bennett, J. (2011). The double ABCX model of adaptation in racially diverse families with a school­age child with autism. Journal of Autism and Developmental Disorder, 41, 320­331. doi:10.1007/s10803­010­ 1056­1.

May, C., Fletcher, R., Dempsey, I., & Newman, L. (2015). Modeling eela­tions among coparenting quality, autism­specific Pprenting self­effi­cacy, and parenting stress in mothers and fathers of children with

Page 183: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

170

ASD. Parenting: Science and Practice, 15, 119­133. doi:10.1080/15295192.2015.1020145.

McDermott, L.M., & Ebmeier, K. P. (2009). A meta­analysis of de pression severity and cognitive function. Journal of affective di sorders, 119(1­3), 1­8.

McGrath, P. (2006). Psycho­social issues in childhood autism reha bili­tation: A review. International Journal of Psychosocial Reha bilitation, 11(1), 29­36.

McStay, R.L., Dissanayake, C., Scheeren, A., Koot, H. M., & Begeer, S. (2014). Parenting stress and autism: The role of age, autism severity, qua lity of life and problem behaviour of children and adolescents with autism. Autism, 18(5), 502 510. doi:10.1177/ 1362361313485163.

Meadan, H., Halle, J. W., & Ebata, A. T. (2010). Families with children who have autism spectrum disorders: Stress and support. Exceptional Children, 77(1), 7­36.

Miller, C., Gordon, R., Daniele, R., & Diller, L. (1992). Stress, appraisal, and coping in mothers of disabled and nondisabled children. Journal of Pediatric Psychology, 17(5), 587­605. doi:10.5463/DCID.v23i2.119.

Moes, D., Koegel, R., & Schreibman, L. (1992). Stress profiles for mo ther and fathers of children with autism. Psychological Reports, 71, 1272­1274.

Monat, A., & Lazarus, R. (1991). Stress and Coping. An Anthology. New York: Columbia University Press

Mukhtar, D. Y. (2017). Pengaruh group­based parenting support ter hadap stres pengasuhan orang tua yang mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis. (Disertasi tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Fa kultas Psikologi­Universitas Gadjah Mada.

Pelchat, D., Ricard, N., Bouchard, J. M., Perreault, M., Saucier, J. F., Ber­thiaume, M., & Bisson, J. (1999). Adaptation of parents in re lation to their 6­month­old infant’s type of disability. Child: care, health, and development, 25(5), 377­398.

Pisula, E. (2011). Parenting stress in mothers and fathers of children with autism spectrum Disorders. Dalam M.­R. Mohammadi (Ed.), A Compre-hensive Book on Autism Spectrum Disorders (h. 87­106). Europe: InTech.

Piven, J., & Palmer, P. (1999). Psychiatric disorder and the broad au tism phenotype: evidence from a family study of multiple­inci dence autism families. American Journal of Psychiatry, 156(4), 557­563.

Puff, J., & Renk, K. (2014). Relationships among parents’ economic stress, parenting, and young children’s behavior problems. Child Psychiatry &

Page 184: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 4 • STRES PENGASUHAN

171

Human Development, 45(6), 712­727.Quinn, C.R., Dobson­Stone, C., Outhred, T., Harris, A., & Kemp, A.H.

(2012). The contribution of BDNF and 5­HTT polymorphisms and ear­ly life stress to the heterogeneity of major depressive disorder: a pre­liminary study. Australian & New Zealand Journal of Psychiatry, 46(1), 55­63.

Rantanen, J., Tillemann, K., Metsa, R., Kokko, K., & Pulkkinen, L. (2015). Longitudinal study on reciprocity between personality traits and pa­ren ting stress. International Journal of Behavioral Development, 39(1), 65­76.doi:10.1177/0165025414548776.

Rice, P. (1999), Stress and Health. Third Edition. USA: Brooks/Cole Pub­lishing Company.

Rodriguez, C. M. (2011). Association between independent reports of maternal parenting stress and children’s internalizing symp tomatology. Journal of Child Family Study, 20, 631­639. doi:10. 1007/s10826­010­9438­8.

Safe, A., Joosten, A., & Molineux, M. (2012). The experiences of mo thers of children with autism: Managing multiple roles. Journal of Intellectual & Developmental Disability, 37(4), 294­302. doi:10.3109/13668250.2012.736614.

Selye, H. (1974). The Stress of Life. New York: McGraww­Hill.Staal, M.A. (2004). Stress, cognition, and human performance: A li terature

review and conceptual framework. Nasa technical me morandum, 2128 24, 9.

Stuss, D. T., & Levine, B. (2002). Adult clinical neuropsychology: lessons from studies of the frontal lobes. Annual review of psy chology, 53(1), 401­433.

Suma, K., Adamson, L.B., Bakeman, R., Robins, D.L., & Abrams, D.N. (2016). After early autism diagnosis : Changes in intervention and pa­rent­child interaction. Journal of Autism and Developmental Disorders, 46(8), 2720­2733. doi:10.1007/s 10803­016­2808­3.

Teti, D., & Candelaria, M. (2002). Parenting Competence. Dalam M.H. Born­stein (Ed.), Handbook of parenting. Social conditions and applied pa ­renting (Second Ed, Vol. 4, 2002). London: Lawrence Erlbaum Asso­ciates.

Thoits, P.A. (1994). Stress, coping, and social support processes: Where are we? What next? Journal of health and social behavior, 35, 53­79.

Twoy, R., Connoly, P.M., & Novak, J.M. (2007). Coping strategies used by parents of children with autism. Journal of the American Academy of

Page 185: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

172

Nurse Practitioners, 19, 251­260.Ursin, H., & Eriksen, H.R. (2004). The cognitive activation theory of stress.

Psychoneuroendocrinology, 29(5), 567­592. doi: 10.1016/S03064530 (03)00091­ XWeiss, M. (2002). Hardiness and social support as pre­dictors of stress in mothers of typical children, children with autism, and children with mental retardation. Autism, 6(1), 115­130.

Williford, A.P., Calkins, Susan. D., & Keane, S.P. (2007). Predicting change in parenting stress across early childhood: Child and maternal factors. Journal of Abnormal Child Psychology, 35, 251­263.

Zaidman­Zait, A., Mirenda, P., Duku, E., Szatmari, P., Georgiades, S., Vol­den, J., ... Thompson, A. (2014). Examination of bidirectional rela­tion ships between parent stress and two types of problem behavior in children with autism spectrum disorder. Journal of Autism and De-velopmental Disorders, 44, 1908­1917. doi:10.1007/s 10803­014­2064­3.

Zaidman­zait, A., Mirenda, P., Duku, E., Vaillancourt, T., Smith, I.M., Szat­mari, P., ... Thompson, A. (2017). Impact of personal and social resour­ces on parenting stress in mothers of children with autism spectrum disorder. Autism, 21(2), 155­166. doi:10.1177/1362361316633033.

Zablotsky, B., Bradshaw, C.P., & Stuart, E.A. (2013). The association bet­ween mental health, stress, and coping supports in mothers of child ren with autism spectrum disorders. Journal of Autism and Developmental Disorders, 43, 1380­1393. doi:10.1007/s10803­012­1693­7.

Page 186: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Bab 5STRES PENGASUHAN DAN KOPING

A. HAKIKAT KOPINGKoping menurut Lazarus dan Folkman (1984) didefinisikan sebagai

berikut:

“Suatu proses individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tun-tutan-tuntutan baik yang berasal dari individu maupun tuntuan yang berasal dari lingkungan dengan sumber-sumber daya yang individu gunakan dalam mengha-dapi situasi yang menekan.”

Menurut Lazarus dan Folkman (1984, dalam Sarafino dan Smith, 2014) mengemukakan bahwa koping merupakan suatu proses indi vidu yang mencoba mengelola antara tuntutan yang ada (baik itu tuntutan yang sberasal dari individu itu sendiri maupun tuntutan dari lingkungan) dengan sumber daya yang ada dalam diri mereka yang digunakan dalam menghadapi situasi yang menekan. Kata me ngelola (manage) bermakna pen ting, karena kata mengelola ini mengindikasikan bahwa usaha yang di lakukan dalam koping itu sangat bervariasi macamnya. Dalam setiap ko ping yang dilakukan individu disarankan agar individu untuk memaha­mi permasalahan yang ia hadapi, karena dalam koping ini individu akan diarahkan untuk dapat mengubah persepsinya mengenai ketidaksesuaian yang dirasakan dan membantunya untuk dapat menjauh dari situasi me­nekan yang ia hadapi tersebut.

Page 187: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

174

Lazarus dan Folkman (1984) juga menjelaskan bahwa koping meru­pakan sebuah proses kognitif, artinya ketika seseorang diha dapkan pada suatu situasi yang menekan, maka ia akan segera bereak si terhadap situasi yang menekannya tersebut, reaksi individu untuk menghadapi situasi yang menekan itulah yang disebut dengan res pons koping. Namun bagi se tiap individu, berhasil tidaknya proses koping juga terdapat faktor yang memengaruhinya. Koping bersifat positif jika individu mengalami hal yang positif dalam dirinya dan terle pas dari kondisi stres, sedangkan ko ping bersifat negatif sebaliknya yaitu jika individu merasakan hal yang ne ga tif dalam dirinya dan individu merasa tidak menemukan jalan keluar atas permasalahannya akhirnya kondisi individu tersebut semakin terpuruk. Koping juga terdiri dari berbagai usaha yang berorientasi pada sebuah tin­dakan maupun pemikiran untuk berusaha mengatasi permasalahan (da­lam Sarafino & Smith, 2014).

Koping membantu individu menghilangkan, mengurangi, meng atur atau mengelola stres yang dialaminya. Koping dipandang seba gai faktor penyeimbang usaha individu untuk mempertahankan pe nyesuaian diri­nya selama menghadapi situasi yang dapat menimbul kan stres (Billing & Moos, 1984). Strategi koping disebut juga dengan cara atau upaya dalam mengatasi masalah, merupakan usaha­usaha yang dilakukan seseorang un tuk mengatasi masalah yang sedang dialami dengan cara mengubah kog nitif dan perilakunya.

Menurut Lazarus dan Folkman (1999, dalam Sarafino & Smith, 2014) menyebutkan terdapat dua bentuk koping, yang mampu meng ubah ma­salah penyebab terjadinya stres, atau koping mampu mere gulasi emosi in dividu dalam merespons masalah tersebut.1. Emotion-focused coping (fokus pada emosi), adalah strategi dalam

meng atasi masalah dengan cara mengubah sumber masalah dan me­ningkatkan sumber daya yang dimiliki (Lazarus & Folkman, 1984). Tujuannya adalah untuk mengontrol respons emosi terha dap situa­si yang penuh stres. Individu dapat mengatur respons emosi melalui pendekatan perilaku dan kognitif. Misalnya pende katan perilaku me­liputi penggunaan alkohol atau narkoba, maka usahanya adalah untuk mengalihkan perhatian dari masalah, seperti dengan mencari dukung­an sosial emosional dari teman atau kerabat, dan melibatkan aktivi tas, seperti olahraga atau me nonton televisi. Adapun pendekatan kogni­tif meliputi bagai mana individu memikirkan dan mencari solusi atas situasi yang penuh stres. Seseorang berusaha mendefinisikan kemba li si tua si agar berpikir positif, seperti membuat perbandingan dengan

Page 188: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

175

in di vidu yang kurang beruntung, atau mengambil hal yang po sitif dari sebuah masalah. Individu cenderung menggunakan emo tion-fo-cused coping ketika mereka yakin bahwa mereka dapat melakukan perubahan terhadap kondisi yang penuh stres (Lazarus & Folkman, 1984).

Pada modul penelitian tentang pedoman group-basedparenting sup port pada orang tua yang mengasuh anak dengan gangguan spektrum au tis oleh Mukhtar (2016) juga memberikan contoh strategi koping yang berfokus pada masalah, antara lain:a. Aktif mencari informasi dan berusaha mendapatkan pengetahuan

tentang gangguan spektrum autis yang dialami anak, cara pena­nganannya, serta cara mengatasi masalah yang di hadapi keluar­ga dalam mengasuh anak autis. Hal ini da pat dilakukan orang tua secara otodidak misalnya dengan meng gunakan internet dan mem baca buku, ataupun dengan melibatkan orang lain seper ti ber diskusi dengan sesama orang tua dan profesional serta meng­ikuti berbagai kegiatan pa ren ting yang diadakan oleh pihak­pi hak terkait.

b. Melakukan perencanaan dan menyusun strategi untuk mene rap­kan berbagai pengetahuan baru yang sudah didapat, baik yang ter kait dengan anak maupun dengan keluarga.

c. Melakukan evaluasi terhadap penerapan yang sudah dilaku kan, baik secara otodidak maupun dengan melibatkan pihak lain.

d. Berusaha mencari atau mendapatkan dukungan sosial, baik dari sumber dukungan yang bersifat informal (misalnya dari pasangan, orang tua, tetangga, dan teman) maupun yang for mal (misalnya dari sekolah atau lembaga pemerintah).

2. Problem-focused coping (fokus pada masalah), adalah strategi da lam mengatasi masalah dengan cara mengatur emosi yang me nyertai per­sepsi terhadap masalah (Lazarus & Folkman, 1984). Tujuannya ada­lah untuk mengurangi tuntutan yang penuh stres atau menggunakan sumber daya untuk menghadapinya, misal nya seseorang berhenti dari pekerjaan yang membuatnya stres, merancang jadwal baru dalam stu­di yang ditempuh, memilih karier yang berbeda, mencari pengobatan medis atau psikologis, dan mempelajari kemampuan baru. Seseorang menggunakan problem-focused coping ketika mereka yakin tuntutan atas situasi dapat berubah (Lazarus & Folkman, 1984).

Page 189: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

176

Mukhtar (2016) juga memberikan contoh strategi koping yang ber­fokus pada emosi, antara lain:a. Berusaha menerima kondisi anak, dan berhenti menyalahkan diri atau

Tuhan atas kondisi yang dialami anak.b. Melakukan pemaknaan ulang terhadap permasalahan yang di ha dapi

dengan melihatnya dari berbagai sudut pandang atau mengambil hikmah positif.

c. Mengambil jarak atau mengalihkan diri sesaat dari sumber stres, mi­salnya dengan mengikuti kegiatan arisan atau ber kumpul ber sama teman­teman, berolahraga, dan sebagainya.

d. Berusaha mengontrol emosi, misalnya dengan melakukan tek nik re­laksasi untuk mengatasi emosi negatif yang dirasakan.

Carver dkk., (1989) menjabarkan konsep Lazarus dan Folkman (1984) menjadi 11 subtipe yang diamati dari pola koping orang de wasa. Kesebelas pola koping tersebut adalah:a. Active coping, individu akan mengambil langkah aktif untuk meng­

hadapi stresor secara langsung dan kalau berhasil akan mem perbaiki pengaruhnya.

b. Planning, individu berusaha memikirkan bagaimana mengatasi sum­ber stres dengan membuat rencana secara terperinci dan tepat menge­nai langkah­langkah terbaik yang harus diambilnya.

c. Suppression of competing activities, individu berkonsentrasi penuh pada usaha yang menurutnya lebih mendekati pemecahan ma salah serta mengesampingkan hal­hal lain yang dianggap tidak perlu.

d. Turning to religion, individu berusaha untuk mencari jalan ke luar melalui pemahaman ajaran agama atau kepercayaan dan mem prak­tikkan berbagai ajaran yang telah terinternalisasi.

e. Seeking social support for instrumental reasons, individu berusaha men­cari nasihat, bantuan, atau informasi dari orang­orang seki tarnya yang dianggap mempunyai kemampuan dalam mengha dapi masalah.

f. Positive reinterpretation and growth, individu berusaha membangun sua tu pemikiran yang positif atas permasalahan yang dihadapi nya, mi salnya berusaha mengambil manfaat yang baik dari suatu peristiwa daripada memikirkan sisi negatifnya.

g. Denial, individu melakukan penyangkalan atas permasalahan yang dihadapinya. Umumnya terjadi karena tidak dapat mengatasi sum ber stres.

Page 190: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

177

h Emotional disangagement, individu mencoba melampiaskan ber bagai emosinya agar tidak lagi memikirkan permasalahan yang membebani.

i. Seek social support for emotional reasons, individu mencari du kungan moral, simpati, dan pemahaman terhadap stresor yang dihadapinya, sehingga ia dapat menjadi tenteram dengan adanya dukungan sosial.

j. Acceptance, individu berusaha berpikir realistis untuk tetap hidup dengan situasi yang menekan. Terkadang tidak melakukan hal­hal yang dapat mengatasi stresor, akan tetapi ia hanya berusaha menerima keadaan yang dialaminya.

k. Behavioral disangagement, individu menghentikan usaha untuk mengu­rangi beban dan menganggap dirinya kurang mampu mengatasi ma­salah, sehingga ia hanya melakukan sesuatu yang tidak ada tujuannya.

B. STRES PENGASUHAN DAN KOPINGPengelolaan stres biasanya berhubungan dengan strategi koping. Ko­

ping yang dilakukan orang tua dalam mengatasi berbagai perma salahan selama mengasuh anak dengan gangguan perkembangan sa raf tidak dapat muncul secara otomatis, koping terbentuk melalui suatu proses panjang, usaha, dan memiliki strategi yang berbeda­beda dalam menghadapi se­tiap sumber stres. Koping yang dilakukan orang tua bertujuan untuk me­lindungi diri dari kondisi yang menekan sehingga diharapkan orang tua mampu beradaptasi dengan kondisi anak.

Bagi perempuan, menjalankan peran sebagai seorang ibu dan istri bukanlah hal yang mudah, beban dan kesulitan pengasuhan akan selalu ibu hadapi. Teori Peran yang dikemukakan Holden (2015) di harapkan dapat memberikan pemahaman terkait peran ganda yang ibu alami dan hubungannya dengan stres pengasuhan. Terdapat dua konstrak utama pada Teori Peran yaitu konflik peran (role con flict) dan tekanan peran (role strain). Role conflict muncul ketika seorang individu mengalami konflik antara peran dua status yang berbeda, misalnya kebanyakan orang tua mengalami masalah dalam bernegosiasi antara peran sebagai orang tua dan sebagai pekerja. Ro le strain muncul ketika ada ketegangan antara peran yang memiliki status yang sama, misalnya merawat anak dan merawat orang tua yang sudah tua (Holden, 2015).

Berdasarkan konstrak utama di atas yaitu role conflict dan role strain, teori peran orang tua dapat diaplikasikan untuk mendukung stres peng­asuhan, yaitu: (1) role conflict muncul ketika ibu mengala mi kon flik antara perannya sebagai ibu dari anak yang mengalami gangguan perkembang­

Page 191: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

178

an saraf, namun di satu sisi ibu juga ingin membantu perekonomian ke­luarga dengan cara bekerja. Mengasuh anak berdampak besar pada ibu dan anggota keluarga lainnya, serta muncul masalah keuangan keluarga terkait biaya yang harus dike luarkan cukup besar dalam mengasuh anak, seperti biaya terapi, bia ya kesehatan, biaya pendidikan, makanan yang dikhususkan untuk anak. Parish dkk., (2008) menjelaskan timbulnya ke­sulitan material seperti kurang terpenuhinya kebutuhan pangan atau akses kesehat an yang terhambat; dan memengaruhi kondisi keuangan keluar­ga (Cidav, Markus, & Mandell, 2012); (2) Role strain muncul ketika ibu mengalami ketegangan antara perannya dalam merawat anak autis yang sangat membutuhkan perhatian untuk meningkatkan tumbuh kembang anak, namun di satu sisi ibu juga harus bertanggung jawab kepada sauda­ra anak (kakak dan adik). Lutz dkk., (2012) menegaskan bahwa beban psikologis yang dialami ibu selain mengasuh anak autis adalah mampu bertanggung jawab dan memenuhi kebutuhan saudara anak autis.

Pentingnya memahami Teori Peran bagi orang tua dalam meng asuh anak dengan gangguan perkembangan saraf dapat membantu pe neliti akan berbagai kesulitan yang harus orang tua hadapi. Kesulit an yang orang tua hadapi berawal dari keanehan dan kejanggalan perilaku yang ditampilkan anak tidak sesuai dengan tahapan perkem bangan anak pada umumnya, misal anak belum mampu berbicara di saat usianya dua tahun, anak lebih senang bermain sendiri, anak menampilkan perilaku berulang­ulang, kerap menjerit dan cenderung tantrum. Keterlambatan perkembangan umumnya didapati pada anak berusia dua tahun. Untuk memastikannya maka Ibu dan Ayah mem bawa anak kepada para profesional (misal: dokter dan psikolog).

Pada setiap orang tua berbeda proses dalam menerima anak, dan perlu digarisbawahi bahwa menerima di sini dalam arti bukan hanya sekadar menerima kondisi fisik anaknya mengalami ganggu an perkembangan, te­tapi juga ditandai dengan keikhlasan dalam me nerima anak, orang tua memasrahkan segala sesuatu yang Tuhan be rikan merupakan pemberian­Nya yang terbaik, kemudian orang tua juga memaknai perannya dan ber­tanggung jawab serta ada usaha untuk memberikan pengasuhan yang ter­baik demi perkembangan anak menjadi optimal.

Terdapat beberapa orang tua yang membutuhkan waktu lama untuk dapat bangkit dan menerima kondisi anaknya, namun didapati juga orang tua yang membutuhkan waktu singkat untuk segera bang kit, menerima kondisi anaknya dan melakukan usaha­usaha untuk mengatasi masalah dengan cara yang tepat atau disebut dengan strategi koping. Strategi ko­

Page 192: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

179

ping merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk membantu meng­ubah kognitif dan perilaku agar dapat mengatasi tekanan atau masa lah yang dirasakannya. Strategi koping yang tepat akan membantu me re ka beradaptasi secara positif sehingga menjadi lebih kuat dan tidak mu dah mengalami stres dalam menjalankan tugasnya sebagai pengasuh anak (Mukhtar, 2017).

C. PENELITIAN TERKAIT PERAN KOPINGBeratnya hambatan yang dialami anak autis berdampak pada kesulitan

yang dirasakan orang tua selama proses pengasuhan. Orang tua tidak hanya mengalami kesulitan selama merawat anak autis, na mun banyak sumber stres lain yang harus dihadapi orang tua selain kondisi anak, misalnya sikap yang kurang hangat ditunjukkan orang lain terkait kondisi anak, tekanan psikologis yang dirasakan orang tua, keluarga inti yang belum bisa menerima anak, dan besarnya bia ya yang harus dipersiapkan dalam merawat anak dengan gangguan perkembangan saraf. Faktor usia anak dan gejala keparahan anak (In gersol dan Hambrick, 2011), kepribadian orang tua (Ingersol dan Hambrick, 2011), dan keberfungsian keluarga (Altiere dan von Klu ge, 2009) dilaporkan berpengaruh terhadap kemunculan stres pengasuhan.

Demikian pentingnya peranan koping dalam mengatasi krisis selama pengasuhan senada dengan beberapa penelitian lainnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Gray (2006) menunjukkan bahwa orang tua melaku­kan koping dengan mencari informasi tentang autis, penanganannya ser­ta bagaimana mempertahankan kestabilan emosi dan menyesuaikan diri terhadap pengalaman negatif selama meng asuh anak. Informasi yang di­miliki orang tua adalah salah satu faktor yang memengaruhi penerimaan orang tua (Ogretir & Ulutas, 2009).

Beberapa penelitian telah menyoroti manfaat dari sejumlah strategi koping dan sumber koping pada keluarga yang memiliki anak berkebutuh­an, salah satunya penelitian yang dilakukan Bristol (1984) menjelaskan bahwa orang tua merasakan evaluasi positif akan peng asuhan langsung pada anak mereka (misal, yakin bahwa program anak saya merupakan pemikiran keluarga yang terbaik). Sejumlah penelitian menjelaskan bahwa fungsi koping juga dapat membantu keluarga “menumbuhkan kembali” diri mereka sendiri setelah kiris yang dialami, seperti integrasi keluar­ga, organisasi dan kemampuan beradaptasi (Gavidia­Payne & Stoneman, 1997).

Page 193: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

180

Mencari informasi tentang kondisi anak dengan gangguan perkem­bang an saraf termasuk salah satu dari strategi koping yang tepat. Pe­nelitian yang dilakukan oleh Rochmani (2014) tentang efektivitas in ter vensi literasi dengan dukungan internet (literasi care au tis) dapat me­ning katkan penerimaan orang tua. Orang tua yang ti dak memahami gejala atau karakteristik anak dan penanganannya dapat dikategorikan memi liki literasi kesehatan yang rendah. Litera si kesehatan merupakan kemam puan untuk memperoleh, membaca, memahami, dan menggunakan infor masi kesehatan untuk membuat keputusan yang tepat dan mengikuti instruk­si pengobatan yang harus dilakukan (Reber & Reber, 2010; Roundtable on Health Literacy, 2012; Vandenbus, 2007, dalam Rochmani, 2014). Pe­nelitian yang dilakukan oleh Futuhiyat (2004) tentang pengetahuan orang tua tentang autis terhadap sikap penerimaan orang tua terhadap anaknya yang mengalami gangguan spektrum autis, hasilnya menunjukkan nilai korelasi (r = 0,728) dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pengetahuan orang tua tentang autis maka orang tua akan semakin menerima kondisi anaknya yang mengalami gangguan spektrum autis.

Lai dan Oei (2014) telah melakukan review terhadap 37 tulisan ten­tang strategi koping orang tua dan pengasuh yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan saraf (dalam hal ini anak autis), tujuannya ada­lah: 1) tema­tema yang mendasarinya; 2) faktor yang berkontribusi; 3) hasil psikologis terkait anak autis dan strategi ko ping yang dilakukan orang tua/pengasuh. Hasilnya mengungkapkan bahwa terdapat dua ko­ping yang sering digunakan, yaitu problem-focused coping (45,9%) dan dukungan sosial (37,8%). Strategi koping ini dipengaruhi oleh: 1) karak­te ristik demografi (jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, bahasa) dan atribut psikologis (kepribadian, nilai budaya, opimisme, sense of cohe-rence, kesehatan emosional, gaya koping; 2) karakteristik anak (usia, jenis kelamin, kondisi medis, kemampuan adaptif dan kognitif, kesulitan ba­hasa, dan perilaku ber masalah); 3) variabel situasi (ketersediaan treatment, fungsi keluarga, rujukan dokter untuk mendukung sumber daya).

Review yang dilakukan Lai dan Oei (2014) memunculkan bebe rapa tema penting khususnya berdasarkan penelitian kualitatif ter kait penggu­naan koping orang tua yang memiliki anak autis, yaitu: mencari treat ment dan informasi; mencari dukungan sosial; penilai an kembali dan refram-ing; penyesuaian dan memenuhi kebutuhan anak; spiritualitas; mencari waktu istirahat. Temuan ini menyoroti penggunaan problem-focused cop ing (treatment/intervensi untuk anak, reappraisal, dan reframing) dan emotion-focused coping (dukung an sosial, spiritualitas, dan waktu istirahat) pada

Page 194: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

181

orang tua yang me miliki anak autis. Berdasarkan penelitian kuantitatif, umumnya riset menggunakan alat ukur Brief COPE, COPE, F­COPES, CHIP, dan WOC. Riset berdasarkan Brief COPE mengungkapkan empat do ­main pendekatan koping stres yang relevan pada orang tua yang memili­ki anak autis, yaitu: penghindaran aktif (active avoidance/disengage m ent; fokus masalah (problem-focused/engagement; koping positif (po si tive coping/cognitive reframing; religius dan koping penolakan (religious and denial co-ping/distraction (Benson, 2010, dalam Lai dan Oei, 2014). Berdasarkan alat ukur F­COPES, ditemukan tema penting, yaitu: reframing kognitif, dan du­kungan sosial. Berdasarkan alat ukur CHIP didapati tema penting, yaitu dukungan sosial, integrasi keluarga, kerja sama, menjadi optimis terha­dap situasi stres, mempertahankan harga diri dan stabilitas psikologis, memahami kondisi anak melalui profesional. Berdasarkan alat ukur WOC ditemukan tema penting, yaitu: orang tua cenderung melakukan escape untuk mengelola stres mereka.

Koping yang dilakukan orang tua ternyata juga berbeda­beda pada setiap budayanya. Terdapat perbedaan strategi koping antara orang tua Barat dengan orang tua Asia yang memiliki anak dengan gangguan per­kembangan saraf (dalam hal ini anak autis) (Sawang dkk., 2006). Pada orang tua Asia cenderung menggunakan problem-focused coping yang ber­sifat kolektivistik, seperti mencari treatment dan mengumpulan bantu an dari dukungan orang lain, sementara orang tua Barat fokus pada keun­tungan diri yang bersifat individualistic, cenderung self-focused coping seperti passive appraisal dan avoidance (Sawang dkk., 2006).

Pada sepuluh tahun terakhir ini, penelitian tentang peran koping dalam menurunkan stres pengasuhan orang tua sudah banyak dilakukan, mengingat kebermanfaatan dari penggunaan strategi ko ping dalam mem­berdayakan kondisi psikologis orang tua, maka pe nu lis telah merangkum beberapa riset terbaru terkait peran koping dalam membantu orang tua selama mengasuh anak dengan ganggu an perkembangan saraf (dalam hal ini pada anak dengan gangguan spectrum autis) (dapat dilihat pada Tabel 5).

Page 195: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

182

Tabe

l 5. P

ENEL

ITIAN

TENT

ANG

PERA

N KOP

ING

PADA

ORA

NG TU

A YAN

G ME

MILIK

I ANA

K DEN

GAN G

ANGG

UAN S

PEKT

RUM

AUTIS

Pene

liti

Judu

l Pen

eliti

anPa

rtis

ipan

Met

ode

Tem

uan

Lutz

, Hei

di,

R; P

atte

rson

, Ba

rbar

a;

Klei

n, Je

an.

(201

2)

Copi

ng w

ith a

utism

: A

jour

ney

tow

ard

adap

tatio

n

Seju

mla

h 16

or

ang

ibu-

ibu

yang

mem

iliki

an

ak a

utis

di

Met

ode

kual

itatif

den

gan

pend

ekat

an n

aras

i des

krip

si.

Terd

apat

6 te

ma

pent

ing

: pro

ses

men

uju

adap

tasi

; per

asaa

n be

rduk

a da

n m

arah

; men

cari

jaw

aban

; teg

ang;

duk

unga

n, s

osia

lisas

i, da

n sp

iritu

alita

s; m

eras

a be

rsal

ah d

an ra

gu; m

engh

arga

i dan

m

ende

finis

ikan

keh

idup

an d

an b

erba

gai p

eran

; kek

ecew

aan

dan

peng

orba

nan;

mer

enca

naka

n m

asa

depa

n; a

dapt

asi;b

erdi

skus

i dan

be

rimpl

ikas

i unt

uk p

eraw

atan

.Be

nson

, Pau

l R.

(200

9)Co

ping

, dist

ress

, and

w

ell b

eing

in m

othe

rs o

f ch

ildre

n w

ith a

utism

Seba

nyak

113

ibu

yang

mem

iliki

an

ak a

utis

di

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

ex

plor

ator

y fa

ctor

ana

lysis

dan

m

ultip

le re

gres

sion.

Berd

asar

kan

hasi

l exp

lora

tory

fact

or a

naly

sis d

idap

ati e

mpa

t dim

ensi

ko

ping

: eng

agem

ent c

opin

g, d

istra

ctio

n co

ping

, dise

ngag

emen

t cop

ing,

da

n co

gniti

ve re

fram

ing

copi

ng.

Ibu

men

ggun

akan

kop

ing

men

ghin

dar/

avoi

dant

cop

ing

(dist

ract

ion

dan

dise

ngag

emen

t) m

aka

dila

pork

an b

erhu

bung

an d

alam

pe

ning

kata

n de

pres

i dan

rasa

mar

ah, s

emen

tara

pen

ggun

aan

cogn

itive

refr

amin

g be

rhub

unga

n da

lam

pen

ingk

atan

kes

ejah

tera

an

ibu.

Kar

akte

ristik

ana

k te

ruta

ma

kepa

raha

n pe

rilak

u m

alad

aptif

ana

k m

emod

eras

i efe

k ko

ping

terh

adap

kon

disi

ibu.

Jone

s &

Pa

ssey

. (2

004)

Fam

ily a

dapt

atio

n,

copi

ng a

nd re

sour

ces:

Pa

rent

s of c

hild

ren

with

dev

elop

men

tal

disa

bilit

ies a

nd b

ehav

ior

prob

lem

s

Seba

nyak

48

kelu

arga

(ora

ng

tua,

kak

ek,

nene

k) y

ang

mem

iliki

ana

k au

tis d

i Ing

gris

Anal

isis

: reg

resi

erg

anda

Alat

uku

r: ch

ild a

nd p

aren

t ch

arac

teris

tics;

par

enta

l str

ess;

th

e fa

mily

stre

ss a

nd su

ppor

t qu

estio

nnai

re; f

amily

reso

urce

s;

copi

ng st

rate

gies

; loc

us o

f con

trol

.

Pred

ikto

r ter

kuat

str

es p

enga

suha

n ad

alah

tida

k ad

ekua

t kop

ing

kelu

arga

dan

locu

s of c

ontr

ol in

tern

al o

rang

tua.

Ora

ng tu

a ya

ng

mey

akin

i keh

idup

an m

erek

a tid

ak d

ikon

trol

ole

h an

ak d

enga

n ga

nggu

an p

erke

mba

ngan

yan

g di

alam

inya

, ker

ja s

ama,

opt

imis

, ce

nder

ung

men

unju

kkan

ting

kat s

tres

yan

g re

ndah

.

Hig

gins

,D

aryl

; Bai

ley,

Su

san

R;

Pear

ce, J

ulia

n C

. (20

05)

Fact

or a

ssoc

iate

d w

ith fu

nctio

ning

styl

e an

d co

ping

stra

tegi

es

of fa

mili

es w

ith a

ch

ild w

ith a

n au

tism

sp

ectr

um d

isord

er

Seba

nyak

53

peng

asuh

uta

ma

dari

anak

aut

is

di V

icto

ria,

Aust

ralia

Anal

isis

: re

gres

i ber

gand

aAl

at u

kur:

fam

ily a

dapt

atio

n an

d co

hesio

n ev

alua

tion

scal

es (F

ACES

II)

; the

qua

lity

mar

riage

inde

x (Q

MI);

th

e ro

senb

erg

self

este

em sc

ale;

the

copi

ng h

ealth

inve

ntor

y fo

r pat

ient

s.

Para

pen

gasu

h di

lapo

rkan

mem

iliki

har

ga d

iri y

ang

seha

t, m

eski

pun

men

gala

mi k

ebah

agia

an p

erni

kaha

n ya

ng re

ndah

. Str

ateg

i kop

ing

buka

nlah

pre

dikt

or y

ang

sign

ifika

n pa

da k

ebah

agia

an k

elua

rga,

ad

apta

si k

elua

rga,

koh

esi k

elua

rga,

dan

har

ga d

iri).

Kebu

tuha

n un

tuk

prog

ram

duk

unga

n m

enar

getk

an k

elua

rga

dan

hubu

ngan

var

iabe

l ka

rakt

eris

tik a

nak

dan

peril

akun

ya.

Page 196: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

183

Pene

liti

Judu

l Pen

eliti

anPa

rtis

ipan

Met

ode

Tem

uan

Tara

kesh

war

,N

alin

i;Pa

rgam

ent,

Kenn

eth

(200

1)

Relig

ious

cop

ing

in

fam

ilies

of c

hild

ren

with

au

tism

Seba

nyak

45

oran

g tu

a da

ri an

ak a

utis

di

nort

hwes

t Ohi

o.

Kuan

titat

if: re

gres

i ber

gand

a Ku

alita

tif: w

awan

cara

sem

istr

uktu

rAl

at u

kur:

varia

bel d

emog

rafi;

pe

nguk

uran

pem

aham

an a

gam

a se

cara

men

ylur

uh; B

rief-

RCO

PE

(kop

ing

relig

ius)

; Cen

ter f

or

Epid

emio

logi

cal R

esea

rch-

Dep

ress

ed

Moo

d Sc

ale

(pen

yesu

aian

ps

ikol

ogis

); St

ress

-Rel

ated

Gro

wth

Sc

ale.

Terd

apat

per

an a

gam

a se

baga

i kop

ing

pada

kel

uarg

a ya

ng m

emili

ki

anak

aut

is. K

opin

g re

ligiu

s po

sitif

ber

hubu

ngan

den

gan

pem

akna

an

terh

adap

aga

ma

men

jadi

lebi

h ba

ik (m

isal

; sem

akin

dek

at d

nega

n Tu

han

dan

peni

ngka

tan

spiri

tual

itas)

dan

pen

ingk

atan

stre

ss-r

elat

ed

grow

th. K

opin

g re

ligiu

s ne

gatif

ber

hubu

ngan

den

gan

peni

ngka

tan

depr

esi d

an re

ndah

nya

pem

akna

an a

kan

agam

a.

Kani

el,

Shlo

mo

(201

1)

Com

paris

on b

etw

een

mot

hers

and

fath

ers

in c

opin

g w

ith a

utist

ic

child

ren:

A m

ultiv

aria

te

mod

el

Seba

nyak

176

oran

g tu

a (8

8 ib

u da

n 88

aya

h)

dari

anak

aut

is d

i Is

rael

Stru

ctur

al E

quat

ion

Mod

ellin

g (S

EM) d

enga

n pa

th a

naly

sis.

Alat

uku

r : se

nse

of c

oher

ence

scal

e;

locu

s of c

ontr

ol sc

ale;

the

fam

ily

supp

ort s

cale

; the

que

stio

nnai

re o

f re

sour

ces a

nd st

ress

(QRF

-S);

the

men

tal h

ealth

scal

e; th

e qu

ality

of

mar

riage

scal

e.

Mem

aham

i fak

tor p

entin

g be

rkon

trib

usi t

erha

dap

peny

esua

ian

oran

g tu

a.Te

rdap

at h

ubun

gan

sum

ber p

siko

logi

s (d

ukun

gan

sosi

al, l

ocus

of

cont

rol i

nter

nal d

an e

kste

rnal

, dan

sens

e of

coh

eren

ce) d

an s

tres

pe

ngas

uhan

. Bai

k ay

ah d

an ib

u m

enga

lam

i str

es p

enga

suha

n tin

ggi,

perb

edaa

nnya

terli

hat d

ari v

aria

bel k

eseh

atan

men

tal d

an k

ualit

as

pern

ikah

an.

Hal

l, H

eath

er,

R; G

raff,

C

arol

yn

(201

2)

Mal

adap

tive

beha

vior

s of

chi

ldre

n w

ith a

utism

: pa

rent

supp

ort,

stre

ss,

and

copi

ng.

Seba

nyak

70

ora

ng tu

a ka

ndun

g (4

8 ib

u;

22 a

yah)

yan

g m

emili

ki a

nak

autis

.

Kuan

titat

if de

ngan

pen

deka

tan

kore

lasi

; pen

eliti

an c

ross

sect

iona

l.Al

at u

kur :

cop

ing

heal

th in

vent

ory

for p

aren

ts (C

HIP

); fa

mily

supp

ort

scal

e (F

FS);

pare

ntin

g st

ress

inde

x-sh

ort f

orm

; vin

elan

d ad

aptiv

e be

havi

or sc

ale,

seco

nd e

ditio

n.

Peng

guna

an m

odel

Dou

ble

ABC

X, h

asil

pene

litia

n m

enun

jukk

an

terd

apat

hub

unga

n an

tara

pen

ingk

atan

per

ilaku

mal

adap

tif

inte

rnal

izin

g te

rhad

ap p

enin

gkat

an s

tres

pen

gasu

han.

Luth

er, E

dit;

Can

ham

,D

aryl

;Cu

reto

n,Vi

rgin

ia.

(200

5)

Copi

ng a

nd so

cial

su

ppor

t for

par

ents

of

child

ren

with

aut

ism

Seba

nyak

72

kelu

arga

yan

g m

emili

ki a

nak

autis

di n

orth

ern

Cal

iforn

ia.

Des

ain

desk

ripsi

sur

vei

Alat

uku

r: so

cial

supp

ort i

ndex

, th

e fa

mily

cris

is or

ient

ed p

erso

nal

eval

uatio

n sc

ales

.

Tant

anga

n da

n st

reso

r ber

hubu

ngan

den

gan

peny

edia

an

peng

asuh

an u

ntuk

ana

k au

tis b

erda

mpa

k pa

da k

elua

rga,

pen

didi

k,

dan

tena

ga p

rofe

sion

al.

Stra

tegi

kop

ing

dari

duku

ngan

spi

ritua

l, pe

nila

ian

pasi

f, da

n re

fram

ing

belu

m b

anya

k di

pela

jari

khus

usny

a di

ling

kung

an s

ekol

ah.

Page 197: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

184

Pene

liti

Judu

l Pen

eliti

anPa

rtis

ipan

Met

ode

Tem

uan

Sivb

erg,

Be

ngt (

2002

)Co

ping

stra

tegi

and

pa

rent

al a

ttitu

ed, a

co

mpa

rison

of p

aren

ts

with

chi

ldre

n w

ith

autis

tic sp

ectr

um

diso

rder

s and

par

ents

w

ith n

on-a

utist

ic

child

ren

Seba

nyak

132

oran

g tu

a te

rbag

i ke

dal

am 2

ke

lom

pok

(ora

ng

tua

dari

anak

au

tis, n

=66;

da

n ke

lom

pok

kont

rol,

n=66

).

Met

ode

kuan

titat

if de

ngan

ana

lisis

pa

ired

sam

ple

t-te

st d

an k

orel

asi

pear

son.

Alat

uku

r: se

nse

of c

oher

ence

sca

le

(kop

ing

stra

tegi

); pu

rpos

e in

life

te

st (P

IL-R

) pro

soci

al s

kills

; var

iabe

l de

mog

rafi.

Terd

apat

per

beda

an a

ntar

a ke

lom

pok

ibu

yang

mem

iliki

ana

k au

tis

deng

an k

elom

pok

kont

rol.

Peng

guna

an k

opin

g st

rate

gi le

bih

bany

ak

dila

kuka

n pa

da ib

u ya

ng m

emili

ki a

nak

autis

dib

andi

ngka

n ke

lom

pok

kont

rol.

Has

il m

enun

jukk

an te

rdap

at e

fek

peng

uran

gan

stre

s ba

ik p

ada

kelo

mpo

k ib

u-au

tis d

an k

elom

pok

kont

rol.

Varia

nce

sebe

sar 5

0%

dari

sens

e of

coh

eren

ce m

enyu

mba

ng u

ntuk

kel

ompo

k ib

u-au

tis d

an

30%

unt

uk k

elom

pok

kont

rol.

Ter

dapa

t per

beda

an g

ende

r di m

ana

ayah

men

unju

kkan

sens

e of

coh

eren

ce y

ang

lebi

h tin

ggi,

seda

ngka

n ib

u m

enga

lam

i pen

ingk

atan

bur

nout

dal

am m

enga

suh

anak

.M

onte

s,

Gui

llerm

o;

Hal

term

an,

Jill.

(201

8)

Psyc

holo

gica

l fu

nctio

ning

and

cop

ing

amon

g m

othe

rs o

f ch

ildre

n w

ith a

utism

: A

pop

ulat

ion-

bas

ed

stud

y

Seba

nyak

364

ibu

yang

mem

iliki

an

ak a

utis

Anal

isis

: re

gres

i ber

gand

a Al

at

ukur

: pa

rent

al st

ress

inde

x; p

aren

tal

attit

udes

abo

ut c

hild

rear

ing;

cop

ing

with

par

entin

g; p

aren

t sup

port

; chi

ld

Tuju

an p

enel

itian

: mem

iliki

ana

k au

tis b

erda

mpa

k ne

gatif

pad

a ke

berf

ungs

ian

psik

olog

is ib

u.Ib

u m

enga

lam

i tin

gkat

str

es y

ang

tingg

i dan

rend

ah p

ada

kese

hata

n m

enta

l dib

andi

ngka

n ib

u pa

da p

opul

asi u

mum

nya,

mes

kipu

n ib

u m

emili

ki h

ubun

gan

yang

dek

at d

enga

n an

akny

a da

n ko

ping

yan

g le

bih

baik

. Mem

iliki

ana

k au

tis ti

dak

berh

ubun

gan

deng

an re

ndah

nya

duku

ngan

sos

ial.

Lai,

Wei

Wei

; G

oh, T

ze Ju

i; O

ei, T

ian;

Su

ng, M

in.

(201

5)

Copi

ng a

nd w

ell-b

eing

in

par

ents

of c

hild

ren

with

aut

ism

spe

ctru

m

diso

rder

s (AS

D)

Seba

nyak

73

oran

g tu

a da

ri an

ak a

utis

; dan

63

ora

ng tu

a da

ri an

ak d

enga

n pe

rkem

bang

an

norm

al.

Kuan

tita

tif d

enga

n an

alis

is

MAN

OVA

dan

chi

-squ

are,

pos

t ho

c.Al

at u

kur:

vari

abel

dem

ogra

fi;

pare

ntin

g st

ress

inde

x-sh

ort f

orm

(P

SI-S

F); D

epre

ssio

n an

xiet

y st

ress

sc

ales

(DAS

S-21

); Br

ief C

OPE

;

Tuju

an: m

engu

ji ps

ycho

logi

cal w

ell-b

eing

dan

kop

ing.

Ora

ng tu

a da

ri a

nak

auti

s di

lapo

rkan

sec

ara

sign

ifika

n le

bih

men

gala

mi g

ejal

a st

res

peng

asuh

an (m

isal

pan

dang

an y

ang

nega

tif,

rend

ahny

a ke

puas

an a

kan

hubu

ngan

kel

ekat

an d

enga

n an

ak),

mem

iliki

pen

gala

man

kes

ulit

an m

enan

gani

per

ilaku

ana

k au

tis,

lebi

h m

enga

lam

i gej

ala

depr

esi,

dan

akti

f men

ggun

akan

ac

tive-

avoi

danc

e co

ping

dib

andi

ngka

n or

ang

tua

dari

ana

k de

ngan

pe

rkem

bang

an n

orm

al.

Lyon

s, A

my;

Le

on, S

cott

; Ph

elps

, C

arol

yn, E

; D

unle

avy,

Al

ison

. (20

10)

The

impa

ct o

f chi

ld

sym

ptom

sev

erity

on

stre

ss a

mon

g pa

rent

s of

chi

ldre

n w

ith A

SD:

The

mod

erat

ing

role

of

copi

ng st

yles

.

Seba

nyak

77

peng

asuh

uta

ma

dari

ana

k au

tis

(68

ibu,

4 a

yah,

2

kake

k/ne

nek,

3

lain

nya)

Anal

isis

: re

gres

i ber

gand

a Al

at

ukur

: var

iabe

l dem

ogra

fi; C

ARS-

P (g

ejal

a ke

para

han

auti

s); t

he

QRS

-F (s

tres

); th

e C

ISS

(kop

ing)

.

Tuju

an: m

engu

ji da

mpa

k ge

jala

kep

arah

an a

utis

dan

str

ateg

i ko

ping

ora

ng tu

a (t

ask-

orie

nted

- em

otio

n or

ient

ed- s

ocia

l div

ersi

on,

dist

ract

ion)

terh

adap

str

es o

rang

tua

(mas

alah

ora

ng tu

a da

n ke

luar

ga, p

esim

is, k

arak

teri

stik

ana

k, k

etid

akm

ampu

an fi

sik)

.H

asil:

kop

ing

emot

ion-

orie

nted

ber

hubu

ngan

den

gan

mas

alah

ora

ng

tua

dan

kelu

arga

;

Page 198: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

185

Pene

liti

Judu

l Pen

eliti

anPa

rtis

ipan

Met

ode

Tem

uan

kopi

ng ta

sk-o

rient

ed b

erhu

bung

an d

enga

n re

ndah

nya

keti

dakm

ampu

an fi

sik;

gej

ala

kepa

raha

n au

tis

mer

upak

an p

redi

ktor

ut

ama

stre

s or

ang

tua;

kop

ing

emot

ion-

orie

nted

mem

oder

asi

hubu

ngan

ant

ara

stre

s or

ang

tua

dan

geja

la a

utis

.Se

ymou

r,M

oniq

ue;

Woo

d,C

athe

rine

;G

iallo

,Re

becc

a;Je

llett

, Ra

chel

.(2

013)

Fatig

ue, s

tres

s an

d co

ping

in m

othe

rs o

f ch

ildre

n w

ith a

n au

tism

sp

ectr

um d

isor

der

Seba

nyak

65

ibu

yag

mem

iliki

an

ak a

utis

.

Stru

ctur

al e

quat

ion

mod

ellin

g (S

EM).

Alat

uku

r: va

riab

el d

emog

rafi;

th

e br

ief d

evel

opm

enta

l beh

avio

r ch

eckl

ist-

P24

(per

ilaku

ber

mas

alah

an

ak);

the

depr

essi

on, a

nxie

ty a

nd

stre

ss sc

ale-

21 (D

ASS-

21);

fatig

ue

asse

ssm

ent s

cale

(FAS

); th

e br

ief

COPE

.

Tuju

an: m

enga

suh

anak

aut

is m

enim

bulk

an k

elel

ahan

dan

be

rdam

pak

pada

kes

ehat

an o

rang

tua

dan

kese

jaht

eraa

n; M

engu

ji pe

ngar

uh k

elel

ahan

ibu

dan

kopi

ng te

rhad

ap h

ubun

gan

anta

ra

peri

laku

ber

mas

alah

ana

k da

n st

res

peng

asuh

an ib

u.H

asil

: kel

elah

an ib

u m

emed

iasi

hub

unga

n an

tara

per

ilaku

be

rmas

alah

ana

k da

n st

res

peng

asuh

an ib

u; P

erila

ku b

erm

asal

ah

anak

ber

kont

ribu

si m

enim

bulk

an s

tres

pen

gasu

han

ibu;

Pen

garu

h ke

tida

kefe

ktifa

n st

rate

gi k

opin

g da

pat m

enin

gkat

kan

stre

s.

Dab

row

ska,

A; P

isul

a, E

. (2

010)

Pare

ntin

g st

ress

an

d co

ping

styl

es in

m

othe

rs a

nd fa

ther

s of

pre

-sch

ool c

hild

ren

with

aut

ism

and

Dow

n sy

ndro

me

Seba

nyak

162

oran

g tu

a (5

1 or

ang

tua

dari

auti

s; 5

4 or

ang

tua

dari

ana

k do

wn

synd

rom

e;

57 o

rang

tua

dari

anak

den

gan

perk

emba

ngan

no

rmal

)

Anal

isis

: Reg

resi

ber

gand

a, p

ost

hoc.

Alat

uku

r: va

riab

el d

emog

rafi;

the

Que

stio

nnai

re o

f Res

ourc

es a

nd

Stre

ss (Q

RS);

Copi

ng in

vent

ory

for

stre

ssfu

l situ

atio

ns (C

ISS)

.

Tuju

an: m

engu

ji st

res

ibu

dan

ayah

yan

g m

emili

ki a

nak

pras

ekol

ah

auti

s da

n do

wn

synd

rom

e; M

engu

ji st

res

peng

asuh

an d

an k

opin

g.H

asil:

ora

ng tu

a ya

ng m

emili

ki a

nak

auti

s le

bih

men

gala

mi s

tres

pe

ngas

uhan

; Ibu

dar

i ana

k au

tis

lebi

h ti

nggi

men

gala

mi s

tres

di

band

ingk

an a

yah;

Tid

ak te

rdap

at p

erbe

daan

ant

ara

oran

g tu

a da

ri a

nak

dow

n sy

ndro

me

deng

an a

nak-

anak

per

kem

bang

an

norm

al; P

ada

oran

g tu

a da

ri a

nak

auti

s be

rbed

a m

enun

jukk

an

skor

yan

g be

rbed

a pa

da k

opin

g so

cial

div

ersi

an; K

opin

g em

otio

n-or

ient

ed m

erup

akan

pre

dikt

or p

ada

stre

s or

ang

tua

auti

s da

n do

wn

synd

rom

e; K

opin

g ta

sk-o

rient

ed m

erup

akan

pre

dikt

or s

tres

ora

ng

tua

dari

ana

k de

ngan

per

kem

bang

an n

orm

al.

Luon

g, J;

Yo

der,

M K

; C

anha

m, D

. (2

009)

Sout

heas

t asi

an

pare

nts

rais

ing

a ch

ild w

ith a

utism

: a

qual

itativ

e in

vest

igat

ion

of c

opin

g st

yles

.

Seba

nyak

9

oran

g tu

a da

ri an

ak a

utis

Met

ode

kual

itat

if de

ngan

pe

ngam

bila

n da

ta w

awan

cara

m

enda

lam

dan

ope

n-en

ded

ques

tions

.

Tuju

an: m

engu

ji ef

ek a

utis

pda

kel

uarg

a, k

opin

g, d

an d

ukun

gan.

Te

rdap

at s

embi

lan

kopi

ng: d

enia

l/pa

ssiv

e co

ping

; em

pow

erm

ent;

redi

rect

ing

ener

gy; s

hift

ing

of fo

cus;

rear

rang

ing

life

and

rela

tions

hip;

ch

ange

exp

ecta

tions

; soc

ial w

ithdr

awal

; spi

ritua

l cop

ing;

acc

epta

nce.

Page 199: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

186

Pene

liti

Judu

l Pen

eliti

anPa

rtis

ipan

Met

ode

Tem

uan

Zabl

otsk

y,Be

njam

in;

Brad

shaw

,C

athe

rine;

Stua

rt,

Eliz

abet

h.(2

013)

.

The

asso

ciat

ion

betw

een

men

tal h

ealth

, st

ress

, and

cop

ing

supp

orts

in m

othe

rs o

f ch

ildre

n w

ith a

utism

sp

ectr

um d

isord

er

Seba

nyak

667

ib

u da

ri an

ak

autis

Anal

isa:

Reg

resi

ber

gand

a Al

at

ukur

: dia

gnos

is a

nak

men

gala

mi

autis

, lap

oran

gan

ggua

n ps

ychi

atric

, m

ater

nal m

enta

l hea

lth, i

ndik

ator

st

res,

cop

ing,

dem

ogra

phic

var

iabl

es

Tuju

an :

men

guji

stre

s da

n ps

ycho

logi

cal w

ell b

eing

Has

il : I

bu d

ari a

nak

autis

men

gala

mi s

res

peng

asuh

an le

bih

tingg

i, be

risik

o re

ndah

nya

kese

hata

n m

enta

l; St

rate

gi k

opin

g ya

ng b

iasa

ib

u la

kuka

n ad

alah

men

dapa

tkan

duk

unga

n da

ri lin

gkun

gan

dan

men

dapa

tkan

duk

unga

n em

osio

nal.

Hal

l & G

raff

. (2

012)

The

rela

tions

hips

am

ong

adap

tive

beha

vior

s of

chi

ldre

n w

ith a

utis

m s

pect

rum

di

sord

er, t

heir

fam

ily

supp

ort n

etw

ork,

pa

rent

al s

tres

s, a

nd

pare

ntal

cop

ing.

Seba

nyak

75

peng

asuh

uta

ma

dari

anak

aut

is.

Peng

ambi

lan

sam

pel d

nega

n pu

rpos

ive

sam

plin

g.

Des

krip

tif k

uant

itatif

, ana

lisis

ko

rela

si, p

enel

itian

cro

ss se

ctio

nal.

Alat

uku

r: de

mog

raph

ic fo

rm;

Copi

ng h

ealth

inve

ntor

y fo

r par

ents

(C

HIP

); Fa

mily

sup

port

sca

le (F

SS);

Pare

ntin

g St

ress

inde

x-sh

ort f

orm

; Vi

nela

nd A

dapt

ive

Beha

vior

Sca

les,

Se

cond

Edi

tion.

Tuju

an: m

engu

ji pe

rilak

u ad

aptif

ana

k au

tis, d

ukun

gan

kelu

arga

, st

res

oran

g tu

a, k

opin

g or

ang

tua

dan

kete

rhub

unga

n an

tar v

aria

bel

ini.

Has

il: P

erila

ku a

dapt

if an

ak a

utis

ber

kore

lasi

neg

atif

terh

adap

pe

rlaku

an o

rang

tua

yang

ber

foku

s un

tuk

teru

s m

enca

ri da

n em

nggu

naka

n du

kung

an s

osia

l, m

engh

arga

i diri

, dan

pen

guat

an

emos

iona

l; Pa

ndan

gan

oran

g tu

a te

rhad

ap d

ukun

gan

kelu

arga

m

erek

a be

rhub

unga

n se

cara

pos

itif d

enga

n pe

rlaku

an o

rang

tua,

te

rkon

sent

rasi

pad

a pe

nyes

uaia

n ke

luar

ga, k

erja

sam

a, m

emak

nai

seca

ra p

ositi

f situ

asi y

ang

ada.

Page 200: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

187

D. PERAN KOPING RELIGIUS TERHADAP STRES PENGASUHANAgama berperan dalam pengaturan strategi yang dilakukan orang

tua untuk mengatasi masalah­masalah yang menekan dan menjadi sum­ber stres selama mengasuh anak dengan gangguan perkembangan saraf. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Daradjat (1983) bahwa agama dapat berfungsi sebagai pembimbing dalam kehidup an, penolong dalam kesulitan dan mampu menenteramkan batin ba gi individu yang mengalami kegelisahan. Jalaluddin (2008) juga me ne kankan bahwa ter­dapat hubungan antara kondisi kejiwaan dan religiusitas yang terletak pada sikap pencerahan diri seseorang terha dap suatu kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sikap pasrah ini akan memberikan optimis pada diri seseorang, kemudian mendorong mun culnya perasaan positif seperti pe­rasaan nyaman, bahagia, puas dan merasa aman.

Pargament (1991) memperkenalkan bagaimana religiusitas me me­ngaruhi cara mengatasi stres. Pargament juga menjelaskan bahwa koping religius positif sebagai cara untuk menginterpretasikan dan be res pons ter­hadap permasalahan hidup yang merefleksikan hubungan dengan Tuhan, makna dan tujuan hidup, hubungan spiritual dengan orang lain, dan per­tolongan Tuhan. Ano dan Vasconcelles (2005) da lam studi meta­analisis menyimpulkan bahwa koping religius positif memiliki kaitan yang positif dengan adaptasi terhadap stresor. Hasil penelitiannya menunjukkan bah­wa terdapat hubungan positif antara koping religius positif dengan penye­suaian psikologis positif, ada hubungan negatif antara koping religius positif dengan penyesaian psikologis negatif, ada hubungan negatif an­tara koping religius negatif dengan penyesuaian psikologis positif, ada hu bungan positif antara koping religius negatif dengan penyesuaian diri negatif. Religiusitas juga berfungsi sebagai perantara menuju sumber re­siliensi. Beberapa hal yang menjadi sumber resiliensi yaitu tingkat kecer­dasan yang tinggi, memiliki harapan atau optimis, emosi positif, dan sanak sau dara yang menyayangi serta melindungi (Goldstein & Brooks, 2005).

Pargament (1992) juga mengembangkan koping religius model tran­saksional oleh Lazarus & Folkman. Menurut Pargament, agama dapat men jadi bagian sentral dari konstruksi koping, misalnya sese orang dapat ber bicara tentang peristiwa religius, penilaian religius, kegiatan koping religius, dan tujuan religius dalam koping. Sebagai bagian proses koping tran saksional, agama mempunyai dua arah pe ran. Pertama, agama dapat menyumbang proses koping dan ke giat an koping dalam menghadapi pe ristiwa kehidupan. Sebagai con toh, dengan lebih mendekatkan diri

Page 201: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

188

kepada Tuhan, yakin akan peristiwa hidup sebagai kehendak Tuhan, in­tensnya melaksanakan ibadah, dan rajin mengikuti kegiatan­kegiatan keagamaan akan sa ngat berpe nga ruh bagi orang tua untuk tetap bertahan dalam menghadapi stres kehidupan. Kedua, agama dapat menjadi hasil ko ping, diben tuk oleh elemen­elemen lain yang berproses, misalnya sua­tu survei menun jukkan bahwa peningkatan dalam keyakinan akan terjadi setelah melahirkan anak, periode kesendirian, promosi pada pekerjaan, dan gang guan emosi. Jika dikaitkan dengan kondisi orang tua setelah anak terdiagnosis mengalami gangguan perkembangan saraf, apakah itu ADHD, intellectual disability, gangguan spectrum autis, orang tua kemu­dian merasakan emosi­emosi negatif, seperti sedih, marah kepada Tuhan, me nya lahkan diri sendiri, menyesal, cemas, malu, depresi dan berpikiran negatif bahwa mengasuh anak yang mengalami gangguan perkembangan adalah sebuah beban karena terjadi sepanjang ren tang kehidupan anak. Bagi orang tua yang memiliki pemahaman agama baik, dan orang tua juga mendapatkan dukungan sosial dari pa sangan maupun dari keluarga, serta orang tua memiliki kepribadian cukup tangguh, maka proses pene­rimaannya terhadap kondisi anak akan berlangsung dengan lebih cepat.

Agama mempunyai peran penting dalam mengelola stres, agama dapat memberikan individu pengarahan/bimbingan, dukungan, dan harapan, se­perti halnya pada dukungan emosi (Pargament, dalam Kas berger, 2002). Melalui berdoa, ritual dan keyakinan agama da pat membantu seseorang dalam koping pada saat mengalami stres ke hi dupan, karena adanya peng­harapan dan kenyamanan (Rammo han, Rao & Subbakrishna, 2002). Os­ma rin, et al., (dalam Santrock, 2013) meng ungkapkan bahwa individu meng anggap agama sebagai as pek pen ting dalam hidupnya. Dengan sela­lu berdoa, memiliki keyakinan dasar agama yang positif, jarang cemas, jarang khawatir, dan memiliki gejala depresi yang rendah. Individu yang reli gius menunjukkan penyesuaian yang baik terhadap persitiwa kehilang­an yang dihadapinya. Ketidaksiapan menghadapi peristiwa kehilangan, mendorong individu untuk menyalahkan Tuhan. Namun, ada kesa daran se iring berjalannya waktu. Agama digunakan sebagai sarana pe maknaan. Pe mak naan menggiring individu menerima kenyataan derita, lalu diikuti oleh pengembangan diri.

Religiusitas orang tua berhubungan pada peningkatan keefek tifan tek nik pengasuhan seperti berfungsi menjadi dukungan, komu nikasi dan memonitoring (Snider, Clements, Vazsonyi, 2004), bersa ma dengan pe­ning katan kemampuan orang tua, kompetensi dan ke puasan (Dumas & Nissley­Tsiopinis, 2006). Shottenbauer, Spernak, dan Hellstrom, (2007)

Page 202: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

189

juga menambahkan bahwa religiusitas orang tua mampu memengaruhi peningkatan keberfungsian anak, terma suk kesehatan anak, pencapaian akademik menjadi lebih baik, kete rampilan sosial juga menjadi lebih baik, dan menurunnya perilaku impulsif anak (Bartkowski, Xu & Levine, 2008), dan perkembangan moral yang lebih baik (Volling, Mahoney & Rauer, 2009).

Pemahaman orang tua akan peran agama berpengaruh positif dalam menerima, merawat anak, koping orang tua dalam mengatasi permasa­lahan yang berkaitan dengan anak. Hal ini terbukti dari sa lah satu tema yang muncul dari penelitian penulis adalah peran agama sebagai cara untuk koping. Tulisan yang telah dimuat dalam Jurnal Humanitas de­ngan judul “Proses menjadi tangguh bagi ibu yang memiliki anak dengan gangguan spectrum autis” menjelaskan agama memiliki peran penting da­lam memaknai kehidupan yang sulit. Berdasarkan kata­kata kunci yang didapat, maka diperoleh sembilan sub tema yang berkaitan dengan peran agama sebagai cara untuk koping, yaitu: iman, husnuzan, sabar, ikhlas me nerima anak, ikhtiar, tawakal, bersyukur, pengalaman religius, dan iba dah (Daulay, Ramdhani, Hadjam, 2018).a. Iman, yaitu keyakinan terhadap Tuhan, yang merupakan dasar ke­

imanan seseorang dalam perannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Keimanan itu sendiri dapat diartikan dengan percaya. Ibu menyandar­kan keyakinannya kepada Sang Pencipta sehingga mempu nyai se ma­ngat dan kekuatan yang luar biasa di dalam berusaha untuk men capai harapan agar anaknya mengalami ke majuan dalam tumbuh kem bang­nya.

b. Husnuzan, yaitu berprasangka baik atas pemberian Tuhan ke pa da ibu, termasuk diberikan anak yang mengalami gangguan per kembangan, diberikan suami dengan karakter yang berbeda dengan ibu, diberikan harta yang cukup bahkan kurang dalam me menuhi kebutuhan anak. Berprasangka baik dengan semua ke nikmatan yang Tuhan berikan memiliki makna dan hikmah tersendiri.

c. Sabar, merupakan usaha ibu dalam mengendalikan diri pada saat kon­disi ekstrem (sulit dan menekan). Sabar ini terdiri dari berbagai bentuk perilaku, di antaranya: kebesaran hati dalam me nerima kondisi anak, menerima dengan lapang dada, mengen da likan emosi, tidak mudah ma rah, tidak mudah putus asa, bersikap tenang, dan tegar.

d. Ikhlas menerima anak, adalah menerima kondisi anak dengan memas­rahkan jiwa ibu kepada Tuhan. Ikhlas ditunjukkan de ngan kemam­puan ibu untuk tidak malu dan bersedia mencerita kan kondisi anak di

Page 203: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

190

depan orang lain, mengasuh anak semata­mata hanya karena Tuhan bukan karena ingin dilihat orang lain, dan keputusan ibu untuk resign dari pekerjaan agar fokus mengasuh anak. Bagi ibu, ikhlas adalah tidak menuntut, tidak mengungkit, tidak menghitung, dan tidak menyakiti.

e. Ikhtiar, yaitu usaha yang terus­menerus ibu lakukan dengan harap an anak akan mengalami kemajuan dalam perkembangannya, dan yakin usaha yang ibu lakukan tidak akan pernah sia­sia. Dalam hal ini usaha yang dilakukan semata­mata niatnya hanya karena Tuhan.

f. Tawakal, yaitu kepasrahan ibu kepada Tuhan setelah melakukan ber­bagai usaha. Usaha yang ibu lakukan semata­mata hanya mengha­rapkan “balasan” dari Tuhan. Hal ini membuat ibu akan merasa le­bih tenang dan tidak mendongkol di dalam hati apabila anak belum mengalami kemajuan yang signifikan. Anak yang mengalami GSA memerlukan penanganan ekstra dan bersifat terpadu, artinya diperlu­kan kerja sama antara orang tua dengan tenaga profesional, ibu juga harus terlibat dan berperan aktif dalam penanganan yang dilakukan agar pengaruhnya terhadap perkembangan anak lebih optimal.

g. Bersyukur, yaitu rasa berterima kasih ibu atas kenikmatan yang Tu­han berikan kepada ibu dan keluarganya, sesulit dan seberat apa pun dalam mengasuh anak dengan GSA, sehingga ibu akan lebih tenang ketika mampu memaknai kehadiran anaknya. Hal­hal yang telah Tu­han berikan kepada ibu bukan saja dengan memberikan anak, tapi juga lahir dan bathin ibu menjadi lebih tenang, lebih bahagia, lebih mam pu memaknai hidup, dan mam pu mengatasi masalah kehidupan.

h. Pengalaman religius, yaitu titik awal ibu mendalami dan menye lami kehadiran Tuhan dalam kehidupannya. Ibu memiliki cerita yang ber­beda­beda akan pengalaman religius yang dialaminya. Secara kese­luruhan, pengalaman religius ini menjadi faktor utama ibu mampu bertahan dalam mengatasi permasalahan hidup, baik permasalahan terkait pengasuhan anak maupun permasalahan dalam kehidupan ru­mah tangga. Semakin ibu memohon dan me minta pertolongan ha­nya kepada Tuhan, semakin ibu menya dari kekuatan dan kehadiran Tuhan dalam kehidupan ibu.

i. Ibadah, seperti sholat, mengaji, puasa, dan berdoa merupakan peran agama yang paling banyak dijumpai pada ibu­ibu selama mengasuh anak dengan GSA. Keutamaan sholat lima waktu dan ditambah de­ngan sholat tahajud mampu menguatkan dan memberikan ketente­ram an, serta menurunkan kecemasan ibu se lama mengasuh anak. Ter dapat keyakinan pada diri ibu bahwa doa dan permintaan yang

Page 204: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

191

dipanjatkannya kepada Tuhan “Sang Pemberi Kehidupan” akan di­kabulkan.

Berikut ini adalah pemahaman tentang dua jenis koping religius yakni koping religius positif dan koping religius negatif oleh Parga ment (1992):1. Koping Religius Positif

a. Definisi koping religius positif Pargament, Smith, Koenig, & Perez (dalam Pargament dkk., 2001)

menjelaskan koping religius positif merefleksikan hubungan yang aman dengan Tuhan, suatu keyakinan di mana ada sesuatu yang lebih berarti yang ditemukan dalam kehidupan, dan rasa spiritual dalam berhubungan dengan orang lain.

b. Aspek­aspek koping religius positif Pargament dkk., (2001) mengemukakan terdapat delapan as pek

koping religius positif, yaitu:1. Benevolent religious reappraisal: menggambarkan kembali stre­

sor melalui agama secara baik dan menguntungkan, misalnya kehadiran anak merupakan amanah dari Tuhan; setiap peris­tiwa di dalam kehidupan memiliki hikmah nya; Tuhan mem­berikan cobaan karena yakin bahwa ibu adalah individu yang kuat.

2. Collaborative religious coping: mencari kontrol melalui hubung­an kerja sama dengan Tuhan dalam pemecah an masalah, mi­salnya yakin bahwa Tuhan selalu berada di dekat ibu ketika menghadapi kesusahan; ibu merasa dibimbing oleh Tuhan saat terus berusaha dan berdoa untuk kemajuan perkembangan anak

3 Seeking spiritual support: mencari kenyamanan dan keaman­an melalui cinta dan kasih sayang Tuhan, misalnya cobaan dimaknai sebagai rasa sayang Tuhan kepada ibu; ibu berusa­ha ikhlas dalam menghadapi permasalahan hidup; ibu tetap mengingat Tuhan ketika dihadapkan pa da kondisi stres

4. Religious purification: mencari pembersihan spiritual me la lui amalan religius, misalnya ibu merasa dengan keha diran anak semakin meningkatkan amal ibadah; ibu me mo hon ampun kepada Tuhan atas dosa­dosa ibu selama ini.

5. Spiritual connection: mencari rasa keterhubungan dengan ke­kuatan transenden misalnya kehadiran anak merupakan ke­

Page 205: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

192

hen dak Tuhan; ibu yakin di saat susah doa­doa ibu dikabulkan Tuhan

6. Seeking support from clergy or members: mencari kenya man an dan keamanan melalui cinta dan kasih sayang saudara seiman dan para pemuka agama misalnya de ngan mendengarkan ceramah dari ustaz/ustazah ibu me rasakan ketenangan.

7. Religious helping: usaha untuk meningkatkan dukungan spi ri­tual dan kenyamanan pada sesama, misalnya ibu be serta ko­munitas ibu­ibu yang memiliki anak autis sa ling mendoakan untuk kemajuan perkembangan anak mereka.

8. Religious forgiving: mencari pertolongan agama dengan mem­biarkan pergi setiap kemarahan, rasa sakit dan ke ta kutan yang berkaitan dengan sakit hati, misalnya ketika kesal dengan anak, ibu berusaha ikhlas dan ingat kem bali kepada Tuhan.

2. Koping Religius Negatifa. Definisi koping religius negatif Pargament, Smith, Koenig, & Perez (dalam Pargament, et al.,

2001) menjelaskan bahwa koping religius negatif melibat kan eks­presi yang kurang aman dalam berhubungan dengan Tuhan, pan­dangan yang lemah dan tidak menyenangkan ter hadap dunia, dan perjuangan religius untuk menemukan dan berbicara/berdialog dengan orang lain dalam kehidupan.

b. Aspek­aspek koping religius negatif Pargament dkk., (2001) mengemukakan terdapat delapan as pek

koping religius negatif, yaitu:1. Punishing God reappraisal: menggambarkan kembali stre sor

sebagai sebuah hukuman dari Tuhan atas dosa­dosa yang te­lah dilakukan oleh individu

2. Demonic reappraisal: menggambarkan kembali stresor sebagai sebuah tindakan yang dilakukan oleh kekuatan jahat/setan

3. Reappraisal of God’s powers: menggambarkan kekuatan Tuhan untuk memengaruhi situasi stres

4. Self directing religious coping: mencari kontrol melalui inisiatif individu dibandingkan meminta bantuan kepada Tuhan

5. Spiritual discontent: ekspresi kecemasan dan ketidakpuas an ter hadap Tuhan

6. Interpersonal religious discontent: ekspresi kecemasan dan keti­dakpuasan terhadap pemuka agama ataupun saudara seiman.

Page 206: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

193

Demikian pentingnya agama bagi seseorang dalam mengatasi per­ma salahan kehidupan juga telah banyak dikaji, beberapa penelitian yang menjelaskan pentingnya koping religius, di antaranya penelitian dila ku­kan oleh Lambert dkk., (2011) menunjukkan bahwa pening katan frekuen­si bersyukur dari waktu ke waktu meningkatkan emosi positif dan mence­gah peningkatan gejala­gejala depresi. Raghallaigh dan Gilligan (2010) me neliti tentang koping yang berkaitan dengan religious faith (iman) dan resiliensi, individu menggunakan koping ketika berhadapan dengan ber­bagai perubahan dan tantangan. Lebih dari itu, iman dalam agama yang individu yakini memainkan peran penting dalam usaha koping.

Koping religius merupakan cara seseorang dalam mengatasi sumber stres yang hadir melalui agama. Agama dan spiritualitas terbukti ber­kontribusi secara positif terhadap proses pemaknaan hidup dengan ber­bagai cara yang berbeda, di antaranya adalah agama memberi kan du­kungan untuk mengatasi (coping) stres, dan agama mampu membuat ibu dan keluarga bersyukur dan memaknai secara positif atas kehadiran anak dengan gangguan spekrtum autis. Demikian pula dengan dengan pene­litian yang dilakukan oleh Corrigan, McCorke, Schell, dan Kidder (2003) menemukan bahwa keterlibatan agama memiliki hubungan yang positif dengan psychological well being. Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas adalah muslim, sehingga koping religius yang dila­kukan adalah dengan memaknai ajaran agama Islam, seperti rutin beriba­dah kepada Allah, seperti shalat, puasa, dan membaca Al­Qur’an. Koping religius yang telah dilakukan ini mampu meminimalisir stres pengasuh an orang tua dan keluarga, serta mampu memaknai kehadiran anak ada lah suatu anugerah.

Bagi orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkem bangan saraf di Indonesia, memiliki keunikan tersendiri dalam me maknai keha­diran anak. Peran koping religius menjadi hal yang utama sehingga mem­buat orang tua mampu bertahan menghadapi kesulitan dan tekanan hi dup. Selain koping religius, terdapat peranan dukungan sosial yang sifatnya in formal (misal keluarga, komunitas orang tua, teman) dan dukungan for­mal (misal: sekolah luar biasa, pusat layanan autis, rumah sakit) yang ber kontribusi positif ter ha dap kesejahteraan subjektif dan mampu me­nu run kan stres peng asuh an. Indonesia merupakan budaya Timur yang ber sifat kolektivis tik berbeda dengan budaya Barat yang bersifat indivi ­dua listik. Ciri­ciri yang menonjol dari budaya kolektivistik adalah me ne­kan kan ke salingtergantungan antara individu, lebih mengutamakan ko­neksi ke luarga, kerja sama, solidaritas, konformitas, harmoni, komitmen

Page 207: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

194

pada orang tua dan keluarga besarnya, kesederhanaan, berhe mat dan me­mentingkan kesejahteraan orang lain (Haj­Yahia & Elisheva, 2008). Pe­ranan koping religius dan dukungan sosial yang diterima orang tua me­rupakan ciri­ciri khusus yang orang tua rasakan selama mengasuh anak, sehingga hal ini mampu menurunkan stres pengasuhan dan tidak ber­dampak pada gangguan mental.

Secara keseluruhan, peran agama sebagai cara orang tua untuk koping terlihat dari usaha­usaha yang orang tua lakukan, seperti yakin bahwa Tuhan akan memberikan kemuliaan bagi orang tua melalui kehadir an anak, ikhlas hanya karena Tuhan, husnuzan (berprasangka baik kepada Tuhan), sabar, ikhtiar, beribadah, tawakal dan bersyukur. Bagi orang tua, agama sebagai koping positif dalam menghadapi stres pengasuhan, se­hingga orang tua dapat lebih menerima, tangguh dan bahagia dalam men­jalani kehidupan.

Pengukuran Koping Religius ■ Religious Coping Activities Scale/RCAS (Pargament dkk., 1990)

Merupakan inventori laporan diri yang terdiri dari 29 aitem, meng­gunakan skala Likert 4 poin (1= tidak sama sekali, 4=sangat setuju) un tuk mengukur sejauh mana responden menggunakan agama da lam mengatasi masalah dan peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.

■ Positive and Negative Religious Coping/RCOPE (Pargament dkk., 2000). Skala ini pertama kali dikembangkan oleh Pargament, Smith, Koe nig,

dan Perez, digunakan untuk mengukur koping religius. Pengukuran keterampilan individu untuk mencari dukungan spi ritual dan pema­afan, koneksi spiritual, ketidakpuasan spiritual, dan penilaian akan kejahatan (Pargament, Smith, & Koenig et al., 1998). Aitem berda­sarkan skala Likert 4 poin dari “1” (a great deal), “2” (quite a bit), “3” (so mewhat), “4” (not at all). Satu contoh aitem adalah “Saya mencari Tu han untuk kekuatan, dukungan, dan petunjuk dalam krisis”. Skala ini terdiri dari dua subskala, yaitu: 1) koping religius positif, dan 2) koping religius negatif. Konsistensi internal 0,87 dan 0,69 hingga 0,78 masing­masing untuk skala positif dan negatif.

E. INTERVENSI STRES PENGASUHANStres pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak dengan gang­

guan perkembangan (dalam hal ini anak dengan gangguan spek trum au­tis) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan orang tua dengan anak yang perkembangannya normal dan orang tua yang anaknya mengalami

Page 208: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

195

gangguan perkembangan lainnya (Silva & Scha lock, 2012). Kurang nya si kap penerimaan terhadap kondisi anak akan meningkatkan kondisi stres fulfamily caregiver yang berdampak pada menurunnya kesejahtera an psi ko logis dan meningkatkan stres pengasuhan (Dorian, dkk. (2008) & Mar tens & Addington (2001, da lam Prasetyo (2014)). Tidak mudah un­tuk mengasuh anak yang memiliki kelainan dalam perkembangannya, be­rat nya gangguan yang dialami anak terkadang membuat orang tua ti dak me nge tahui ca ra yang tepat dalam menangani anak ataupun dalam meng­hadapi hambatan yang dialami anak. Oleh karenanya diperlukan in ter­ven si yang mampu membantu orang tua memahami karakteristik anak dan dapat meningkatkan kesejahteraan orang tua dalam mengasuh anak.

Intervensi pada orang tua bertujuan untuk membantu meningkat­kan kepercayaan diri orang tua dalam mengasuh anak dan mengurangi stres yang dirasakan. Salah satu cara yang banyak dilakukan dan diteliti untuk memberdayakan orang tua adalah dengan parenting support. Paren-ting support merupakan istilah payung yang sering digunakan untuk men­jelaskan berbagai dukungan dan intervensi yang diberikan kepada orang tua dan anggota keluarga lainnya, dan sering digunakan bergantian de­ngan istilah parenting program (Mc Keo wn, 2000). Beberapa penelitian yang telah membuktikan pentingnya pe ran parenting support dalam mening­kat kan kesejahteraan orang tua yang memiliki anak autis (Boyd, 2002; Hastings & Beck, 2004; Mukh tar, 2017; Schultz, Schmidt, & Stichter, 2011). Penelitian tentang parenting program telah dilakukan di Indo nesia, yaitu oleh Mukhtar (2017). Mukhtar (2017) melakukan penelitian ten tang pengaruh group-based parenting support terhadap stres pengasuhan orang tua yang mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis, menunjukkan terdapat penurunan stres pengasuhan dengan dilakukannya group-based parenting support pada kelompok dukungan orang tua, namun tidak terdapat pengaruh group based parenting support pada kelom pok psikoedukasi orang tua. Terdapat perbedaan antara kelompok dukungan orang tua dengan kelompok psikoedukasi orang tua, yaitu pada kelompok dukungan orang tua penekanannya lebih pada pro ses sosial dan emosional di antara para anggota yaitu terbentuknya ikatan dan adanya sikap saling mendukung di antara sesama ang gota. Pimpinan kelompok dari dukungan orang tua berperan untuk menciptakan iklim yang kohesif sehingga memungkinkan anggota untuk saling berbagi informasi serta saling membantu. Sedangkan pada kelompok psikoedukasi orang tua, penekanannya lebih pada proses kognitif dan perilaku yaitu pemberian informasi atau pengetahuan dan pengajaran keterampilan tertentu kepada orang tua (Masson dkk., 2012).

Page 209: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

196

Pimpinan kelompok berperan untuk menciptakan situasi yang dapat men­dorong proses belajar (Corey dkk., 2014).

Pentingnya peningkatan dukungan sosial dalam meningkatkan kese­jahteraan psikologis orang tua dan keluarga (Albanese, San Mi guel, & Koegel, 1995). Penerimaan dukungan sosial dapat mening katkan resiliensi keluarga untuk beradaptasi dengan kondisi anak autis (Kapp & Brown, 2011; McConnell, Savage & Breitkreuz, 2014).

Selain intervensi dukungan sosial, program lainnya yang diang gap mampu meningkatkan kesejahteraan orang tua adalah cognitive behavior therapy (Blackledge & Hayes, 2006). Pikiran­pikiran ne ga tif yang sering muncul dapat menyebabkan stres, dengan inter vensi melalui pendekatan cognitive behavior therapy diharapkan mam pu mengubah pola pikir negatif terhadap diri, anak, dan lingkung an menjadi hal yang positif, hingga akhirnya membuat orang tua merasa bahwa anak dengan gangguan per­kem bangan saraf adalah anugerah. Sangat terbuka peluang bagi para peneliti yang bertujuan untuk memberdayakan kehidupan orang tua selama mengasuh anak dapat memberikan pelatihan tentang cara pe­ningkatan berpikir positif dalam menurunkan stres pengasuhan, seperti cognitive behavior therapy (Izadi­Mazidi, Riahi, & Khajeddin, 2015), dan problem solving therapy (Nezu & Nezu, 2001).

Demikian pentingnya pemberian intervensi kepada orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan saraf dengan upaya untuk memberdayakan dan mengurangi stres orang tua, cukup banyak penelitian yang telah membuktikan tentang peran penting pemberian intervensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan orang tua yang memiliki anak.

REFERENSIAlbanese, A.L., San Miguel, S.K., & Koegel, R.L. (1995). Social sup port for

families. Teaching children with autism: Strategies for initiating positive interactions and improving learning opportu nities, 95­104.

Ano, G.G., & Vasconcelles, E.B. (2005). Religious coping and psy chological adjustment to stress: A meta­analysis. Journal of cli nical psychology, 61(4), 461­480.

Altiere, M.J., & Von Kluge, S. (2009). Family functioning and coping be­haviors in parents of children with autism. Journal of child and Family Studies, 18(1), 83.

Bartkowski, J.P., Xu, X., & Levin, M.L. (2008). Religion and child deve­lopment: Evidence from the early childhood longitudinal study. Social

Page 210: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

197

science research, 37(1), 18­36. Lambert dkk. (2011)Benson, P.R. (2010). Coping, distress, and well­being in mothers of children

with autism. Research in Autism Spectrum Disorders, 4(2), 217­228.Billing, A., & Moos, R.H. (1984). Coping, stress, and social resources among

adults with unipolar depression. Journal of Personality and Social Psy-chology, 46, 877­891

Blackledge, J.T., & Hayes, S.C. (2006). Using acceptance and commitment training in the support of parents of children diagnosed with autism. Child & Family Behavior Therapy, 28(1), 1­18.

Blake Snider, J., Clements, A., & Vazsonyi, A.T. (2004). Late adolescent per ceptions of parent religiosity and parenting processes. Family Pro-cess, 43(4), 489­502.

Bristol, M. (1984). Family resources and succesful adaptation to austistic children. Dalam E. Schopler & G. Mesibov (Eds.). The Effects of Autism on the Family. (p. 289 310). New York: Plenum.

Boyd, B.A. (2002). Examining the relationship between stress and lack of social support in mothers of children with autism. Focus on Autism and Other Developmental Disabilities, 17(4), 208­215.

Carver, C.S., Scheier, M.F., Weintraub, K. (1989). Assessing coping strate­gies: A theoretically Based Approach. Journal of Personality and Social Psychology, 56, 267­283.

Cidav, Z., Marcus, S.C., & Mandell, D.S. (2012). Implications of childhood autism for parental employment and earnings. Pedia trics, 129(4), 617­623.

Corey, M.S., Corey, G., & Corey, C. (2014). Group Process and Practice. (ed. 9). United States of America: Brooks/Cole, Cengage Learning.

Corrigan, P., McCorkle, B., Schell, B., & Kidder, K. (2003). Religion and spi­rituality in the lives of people with serious mental illness. Community Mental Health Journal, 39(6), 487­499.

Dabrowska, A., & Pisula, E. (2010). Parenting stress and coping styles in mothers and fathers of pre­school children with autism and Down Syndrome. Journal of Intellectual Disability Research, 54(3), 266­280.

Daulay, N., Ramdhani, N., & Hadjam, N.R. (2018). Proses menjadi tang­guh bagi ibu yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autis. Humanitas: Jurnal Psikologi Indonesia, 15(2), 267245.

Daradjat, Z. (1983). Agama dan Kesehatan Mental. Jakarta: Bulan Bintang.Dumas, J.E., & Nissley­Tsiopinis, J. (2006). Parental global religious ness,

sanctification of parenting, and positive and negative reli gious coping as predictors of parental and child functioning. The International

Page 211: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

198

Journal for the Psychology of Religion, 16(4), 289­310.Futuhiyat. (2004). Hubungan antara Pengetahuan Orang Tua tentang Gsa

dengan Sikap Penerimaan Orang Tua terhadap Anak Penyan dang Autistic. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Gavidia­Payne, S., & Stoneman, Z. (1997). Family predictors of maternal and paternal involvement in programs for young children with disa­bilities. Child Development, 68(4), 701­717.

Goldstein, S., & Brooks, R.B. (2005). Resilience in Children. New York: Spri­nger.

Gooding, H.C., Milliren, C.E., Austin, S.B., Sheridan, M.A., & McLaughlin, K.A. (2016). Child abuse, resting blood pressure, and blood pressure reactivity to psychological stress. Journal of Pediatric Psychology, 41, 5­12.

Gray, D.E. (2006). Coping over time: The parents of children with autism. Journal of Intellectual Research, 50(12), 970­976. doi:10. 1111/j.1365­2788.2006.00933.x.

Hall, H.R., & Graff, J.C. (2011). The relationships among adaptive beha­viors of children with autism, family support, parenting stress, and co ping. Issues in comprehensive pediatric nursing, 34(1), 4­25.

Hall, H.R., & Graff, J.C. (2012). Maladaptive behaviors of children with autism: Parent support, stress, and coping. Issues in Compre hensive Pediatric Nursing, 35(3­4), 194­214.

Higgins, D.J., Bailey, S.R., & Pearce, J.C. (2005). Factors associated with functioning style and coping strategies of families with a child with an autism spectrum disorder. Autism, 9(2), 125­137.

Holden, G. (2015). Parenting a Dynamic Perspective. New York: Sage Publi­cations, Inc.

Haj­Yahia, M.M., & Sadan, E. (2008). Issues in intervention with bat tered women in collectivist societies. Journal of marital and family therapy, 34(1), 1­13.

Hastings, R.P., & Beck, A. (2004). Practitioner review: Stress in tervention for parents of children with intellectual disabilities. Journal of child psychology and psychiatry, 45(8), 1338­1349.

Ingersoll, B., & Hambrick, D.Z. (2011). Disorders the relationship between the broader autism phenotype, child severity, and stress and depres­sion in parents of children with autism spectrum disorders. Research in Autism Spectrum Disorders, 5, 337 344. doi:10.1016/j.rasd.2010.04.017.

Izadi­Mazidi, M., Riahi, F., & Khajeddin, N. (2015). Effect of cognitive be­havior group therapy on parenting stress in mothers of children with

Page 212: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

199

autism. Iranian Journal of Psychiatry and Behavioral Sciences, 9(3).Jalaluddin, H. (2008). Psikologi Agama, Memahami Perilaku Kegamaan De-

ngan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Jones, J., & Passey, J. (2004). Family adaptation, coping and resources: Parents of children with developmental disabilities and behaviour problems. Journal on developmental disabilities, 11(1), 31­46.

Kaniel, S., & Siman­Tov, A. (2011). Comparison between mothers and fa­thers in coping with autistic children: A multivariate model. European Journal of Special Needs Education, 26(4), 479­493.

Kapp, L., & Brown, O. (2011). Resilience in families adapting to autism spectrum disorder. Journal of Psychology in Africa, 21(3), 459­463.

Kasberger, E.R. (2002, April). A correlational study of post­divorce ad­justment and religious coping strategies in young adults of divorced families. In Second Annual. Undergraduate Research Symposium CHA-RIS Institute of Wisconsin Lutheran College. Milwaukee, WI (Vol. 53226).

Lai, W.W., Goh, T.J., Oei, T.P., & Sung, M. (2015). Coping and well­being in parents of children with autism spectrum disorders (ASD). Journal of autism and developmental disorders, 45(8), 2582­2593.

Lai, W.W., & Oei, T.P. (2014). Coping in parents and caregivers of children with autism spectrum disorder (ASD): A review. Review Journal of Autism and Developmental Disorder, 1, 207­224.doi:10.1007/s40489­014­0021­x.

Lambert, N. M., & Fincham, F. D. (2011). Expressing gratitude to a partner leads to more relationship maintenance behavior. Emotion, 11(1), 52.

Luong, J., Yoder, M.K., & Canham, D. (2009). Southeast Asian parents raising a child with autism: A qualitative investigation of coping sty­les. The Journal of School Nursing, 25(3), 222­229.

Lazarus, R.S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company, Inc.

Lyons, A.M., Leon, S.C., Phelps, C.E.R., & Dunleavy, A.M. (2010). The impact of child symptom severity on stress among parents of children with ASD: The moderating role of coping styles. Journal of child and family studies, 19(4), 516 524.

Luther, E.H., Canham, D.L., & Cureton, V.Y. (2005). Coping and social sup port for parents of children with autism. The Journal of School Nurs ing, 21(1), 40-47.

Lutz, H.R., Patterson, B.J., & Klein, J. (2012). Coping with autism: A jo­urney toward adaptation. Journal of pediatric nursing, 27(3), 206­213.

Page 213: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

200

Masson, R.L., Jacobs, E.E., Harvill, R.L., & Schimmel, C.J. (2012). Group Counseling: Intervention and Techniques. Canada: Brooks/Cole, Cengage Learning.

McConnell, D., Savage, A., & Breitkreuz, R. (2014). Resilience in families raising children with disabilities and behavior problems. Research in developmental disabilities, 55(4), 833­848.

McKeown, K. (2000). A guide to what works in family support services for vul nerable families.

Montes, G., & Halterman, J.S. (2007). Psychological functioning and co­ping among mothers of children with autism: A population­based study. Pediatrics, 119(5), e1040­e1046.

Mukhtar, D.Y. (2016). Pedoman group­based parenting support untuk orang tua yang mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis. Mo-dul Penelitian. Yogyakarta: Program Doktor Psikologi­Universitas Ga­djah Mada.

Mukhtar, D.Y. (2017). Pengaruh group­based parenting support terhadap stres pengasuhan orang tua yang mengasuh anak dengan gangguan spektrum autis. (Disertasi

Nezu, A.M., Nezu, C.M., & Lombardo, E.R. (2001). Cognitive­behavior the rapy for medically unexplained symptoms: a critical review of the treatment literature. Behavior Therapy, 52(3), 537­583.

Ni Raghallaigh, M., & Gilligan, R. (2010). Active survival in the lives of unaccompanied minors: coping strategies, resilience, and the relevance of religion. Child & Family Social Work, 15(2), 226­237.

Ogretir, A. D., & Ulutas, I. (2009). The study of the effects of the mother support education program on the parental acceptance and rejection levels of the Turkish mothers. Humanity & Social Sciences Journal, 4(1), 12­18.

Pargament, K.I., Ensing, D.S., Falgout, K., Olsen, H., Reilly, B., Van Haits­ma, K., & Warren, R. (1990). God help me:(I): Religious coping efforts as predictors of the outcomes to significant negative life events. Ame-rican journal of community psychology, 18(6), 793­824.

Pargament, K.I. (1992). Of means and ends: Religion and the search for significance. The International Journal for the Psychology of Religion, 2(4), 201­229.

Pargament, K.I., Koenig, H.G., & Perez, L.M. (2000). The many methods of religious coping: Development and initial validation of the RCOPE. Journal of clinical psychology, 56(4), 519­543.

Parish, S.L., Rose, R.A., Grinstein­Weiss, M., Richman, E.L., & Andrews,

Page 214: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 5 • STRES PENGASUHAN DAN KOPING

201

M. E. (2008). Material hardship in US families raising children with disabilities. Exceptional Children, 75(1), 71­92.

Prasetyo, N.H., & Subandi, M.A. (2014). Program Intervensi Narimo ing Pandum untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Keluarga Pa­sien Skizofrenia. JI/Jurnal Intervensi Psikologi, 6(2), 151­170.

Rammohan, A., Rao, K., & Subbakrishna, D.K. (2002). Religious coping and psychological wellbeing in carers of relatives with schizophrenia. Acta Psychiatrica Scandinavica, 105(5), 356­362.

Rochmani, K.W. (2014). Care­autis: literasi dengan dukungan internet untuk meningkatkan penerimaan orang tua. Doctoral Dissertation. Yog­yakarta: Universitas Gadjah Mada.

Santrock, J. (2013). Life-Span Development. Edisi ke­5. Jakarta: Erlangga.Sarafino, E.P., & Smith, T.W. (2014). Health Psychology: Biopsychosocial

Interactions. John Wiley & Sons.Sawang, S., Oei, T. P., & Goh, Y. W. (2006). Are country and culture values

interchangeable? A case example using occupational stress and coping. International Journal of Cross Cultural Management, 6(2), 205­219.

Schottenbauer, M.A., M. Spernak, S., & Hellstrom, I. (2007). Rela tionship between family religious behaviors and child well­being among third­grade children. Mental Health, Religion & Culture, 10(2), 191­198.

Schultz, T.R., Schmidt, C.T., & Stichter, J.P. (2011). A review of pa rent edu cation programs for parents of children with autism spectrum di­sorders. Focus on autism and other developmental disabilities, 26(2), 96­104.

Seymour, M., Wood, C., Giallo, R., & Jellett, R. (2013). Fatigue, stress and coping in mothers of children with an autism spectrum disorder. Journal of autism and developmental disorders, 43(7), 1547­1554.

Silva, L.M., & Schalock, M. (2012). Autism parenting stress index: Initial psychometric evidence. Journal of autism and develop men tal disorders, 42(4), 566­574.

Sivberg, B. (2002). Coping strategies and parental attitudes, a comparison of parents with children with autistic spectrum disorders and parents with non­autistic children. International Journal of Circumpolar Health, 61(sup2), 36­50.

Subandi. (2012). Agama dalam perjalanan gangguan mental psikotik da­lam konteks budaya Jawa. Jurnal Psikologi, 39(2), 167­179. Retrieved from https://repository.ugm.ac.id/id/eprint/97109.

Tarakeshwar, N., & Pargament, K.I. (2001). Religious coping in fa milies of children with autism. Focus on Autism and Other De velopmental Di-

Page 215: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

202

sabilities, 16(4), 247­260.Volling, B.L., Mahoney, A., & Rauer, A.J. (2009). Sanctification of paren ­

t ing, moral socialization, and young children’s conscience develop­ment. Psychology of religion and spirituality, 1(1), 53.

Zablotsky, B., Bradshaw, C.P., & Stuart, E.A. (2013). The association bet­ween mental health, stress, and coping supports in mothers of child ren with autism spectrum disorders. Journal of autism and developmental disorders, 43(6), 1380­1393.

Page 216: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Bab 6LAYANAN PENDIDIKAN

Anak­anak yang mengalami keterbatasan baik dari segi fisik, mo to rik, kognitif, emosi, dan sosial, memiliki hak yang sama seba gai mana layaknya anak­anak dengan perkembangan normal untuk mem peroleh pendidikan. Hal yang sama juga dialami pada anak­anak yang mengalami gangguan perkembangan saraf, seperti anak dengan gangguan spectrum autis, anak ADHD, anak dengan intellectual disability. Anak dengan gangguan spectrum autis disebabkan karena gangguan fungsi otak, sehingga anak­anak seperti ini akan menam pilkan perilaku yang tidak tepat sesuai dengan tahapan perkembangan anak.

Ginanjar (2008) adalah seorang psikolog dan dosen psikologi di uni­versitas terkemuka di Indonesia mengungkapkan dalam diserta sinya “Me­mahami Spektrum Autis Secara Holistik” terdapat prinsip­prinsip peng­ajaran dan pendidikan anak autis, yaitu:1. Terstruktur Pendidikan dan pengajaran bagi anak autis diterapkan prinsip ter­

struktur, artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajar­an dimulai dari bahan ajar/materi yang paling mudah dan dapat di lakukan oleh anak. Setelah kemampuan tersebut dikuasai, ditingkat­kan lagi ke bahan ajar yang setingkat di atas nya, namun merupa kan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya. Misalnya, un­tuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari instruk­si “ambil bola merah”, maka materi pertama yang harus dikenalkan

Page 217: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

204

kepada anak adalah konsep pe ngertian kata “ambil”, “bola”, dan “me rah”. Setelah anak diang gap mampu mengenal dan menguasai arti kata tersebut, langkah selanjutnya adalah meng aktuali sasikan in struksi “ambil bola me rah” kedalam perbuatan konkret. Struktur pendidikan dan peng ajaran bagi anak autis meliputi struktur waktu, struktur ruang, dan struktur kegiatan.

2. Terpola Kegiatan anak autis biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola

dan terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu, da­lam pendidikannya harus dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur. Namun bagi anak dengan kemampuan kognitif yang te lah berkembang dapat dilatih dengan memakai jadwal yang dise­suaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya, supaya anak da­pat menerima perubahan dari rutinitas yang ber laku (menjadi lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior the rapy).

3. Terprogram Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan

yang ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip dasar sebelum nya. Sebab dalam program materi pendidikan harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehing ga apabila target program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua, demikian selanjutnya.

4. Konsisten Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik,

prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya apabila anak berperilaku positif memberi respons positif terhadap sua tu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat memberikan respons positif (reward/penguatan), demikian pula apabila anak berperilaku negatif (reinforcement). Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda (main tenance) secara tetap dan tepat, dalam arti respons yang diberi kan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya. Konsisten memiliki arti “tetap”, bila diartikan secara bebas konsis­ten mencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing berarti tetap dalam bersikap, merespons dan

Page 218: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 6 • LAYANAN PENDIDIKAN

205

mem per lakukan anak sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing­masing anak autis. Adapun arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan membe ri kan perlakuan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi pembelajaran di sekolah dan di rumah.

5. Kontinu Pendidikan dan pengajaran bagi anak autis sebenarnya tidak jauh

berbeda dengan anak­anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan pengajaran yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan ba­gi anak autis. Kontinu di sini meliputi kesinambung an antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan pe laksanaannya. Kontinui­tas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindalanjuti untuk kegiatan di rumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, terapi pe rilaku dan pendidikan bagi anak autis harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan ter padu).

A. PENDIDIKAN KHUSUSUpaya mewujudkan demokrasi dalam pendidikan, maka Indo nesia

memfasilitasi kebutuhan di bidang pendidikan bagi anak ber kebutuhan khusus dengan menyiapkan sekolah­sekolah untuk dapat mengembangkan potensi, emosi dan sosial bagi anak berkebutuhan khusus, salah satunya adalah sekolah inklusi. A key part of the inclusive education movement is a consensus that all children, including those with disabilities and impairments, should have the opportunity for an education and, furthermore, an education with their peers (Sheehy & Budiyanto, 2014).

Upaya untuk mengurangi diskriminasi bagi disabilitas dalam sis tem pendidikan melalui kehadiran The Salamanca Statement adopted at the World Conference on Special Needs Education (UNESCO 1994) is based on the principle of inclusion as a means of achieving the goal of education for all. Deklarasi Salamanca menjadi tonggak penting dalam pembentukan pendidikan inklusi di Indonesia. Keseriusan pemerintah Indonesia me nge­nai hak­hak penyandang disabilitas dalam bidang pendidikan dibuk tikan dengan lahirnya Undang­Undang Republik Indonesia Nomor 20 Ta hun

Page 219: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

206

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasio nal, yakni Pasal 5 ayat (1) menya­takan bahwa setiap warga negara mem punyai hak yang sama dalam mem­peroleh pendidikan yang ber mutu; ayat (2) menyatakan bahwa warga ne­gara yang memiliki ke lainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Pendidikan inklusi di Indonesia berawal dari ketidaksamaan hak yang didapat bagi penyandang disabilitas, kemudian adanya stig ma, dan prasangka negatif, serta perlakuan diskriminasi yang di terimanya. Hal ini bertentangan dengan Undang­Undang Dasar Negara Republik Indo­nesia Pasal 31 ayat (1) yakni bahwa setiap warga negara berhak menda­patkan pendidikan. Demikian juga dengan landasan filosofis dalam pe­ne rapan pendidikan inklusi di Indonesia yakni Bhinneka Tunggal Ika (uni ty in diversity) (Sheehy & Budiyanto, 2014), artinya bahwa pemerin­tah Indonesia berupaya memberikan kebutuhan pendidikan terbaik bagi anak­anak Indonesia termasuk anak berkebutuhan khusus, salah satunya de ngan menyediakan pen didikan inklusi.

Anak dengan gangguan gangguan perkembangan sarah sama seperti anak­anak berkebutuhan khusus lainnya yang berhak menda patkan pen­didikan, agar mampu mengembangkan potensi dalam diri secara lebih optimal. Layanan pendidikan untuk anak­anak seperti ini diselenggarakan melalui layanan pendidikan khusus atau yang dike nal dengan sekolah luar biasa dan layanan pendidikan inklusi atau sekolah reguler. Layan an pendidikan khusus ini telah tertuang dalam Pasal 15 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: “Pendidikan khusus merupa­kan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki ke cerdasan luar biasa yang diselengga­rakan secara inklusif atau beru pa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan me nengah.”

Pendidikan khusus atau sekolah luar biasa diperuntukkan bagi anak­anak berkebutuhan khusus (selanjutnya ditulis ABK) dengan ku rikulum dan tenaga pengajar yang disesuaikan dengan kebutuhan ABK. Pada se­tiap daerah di Indonesia sudah banyak tersebar sekolah luar biasa (SLB), baik yang khusus menerima anak autis disebut SLB­F dan sekolah luar biasa yang menerima anak berkebutuhan khusus lainnya, seperti SLB­A dikhususkan bagi anak tunanetra; SLB­B dikhususkan bagi anak tunaru­ngu; SLB­C dikhususkan bagi anak tunagrahita; SLB­D dikhususkan bagi anak tunadaksa; SLB­E dikhususkan bagi anak tunalaras; dan SLB­G di­khususkan bagi anak cacat ganda.

Page 220: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 6 • LAYANAN PENDIDIKAN

207

B. PENDIDIKAN INKLUSIPendidikan inklusi merupakan pendidikan yang diselenggarakan oleh

sekolah reguler (sekolah umum) dengan menyediakan layanan pendi­dikan bagi anak­anak berkebutuhan khusus. Permendiknas No. 70 Tahun 2009 Pasal 3 poin 2 menyatakan keterbatasan anak anta ra lain tunane­tra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tu na laras, kesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi kor­ban penyalahgunaan narkona, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya, me­miliki kelainan lainnya, dan tunaganda.

Lembaga pendidikan inklusi di Indonesia saat ini mengalami pening­katan, ditambah dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus di Indo­nesia juga semakin banyak jumlahnya. Pada November 2015, jumlah total anak berkebutuhan khusus di Indonesia mencapai 1,6 juta jiwa, namun masih sedikit anak berkebutuhan khusus yang menge nyam pendidikan (hanya 10 persen dari populasi anak berkebutuhan khusus di Indonesia). Beberapa faktor yang memengaruhinya ada lah orang tua yang kurang mendukung pendidikan untuk anaknya (kemungkinan biaya pendidikan yang dikeluarkan tidak murah), anak berkebutuhan yang tidak ingin ber­sekolah, serta akses ke sekolah yang cukup jauh dari tempat tinggal ter­utama bagi penduduk yang ting gal jauh dari kota (Kementerian Pendidik­an dan Kebudayaan In do nesia, 2016).

Menurut Frederickson dan Lambert (2015), pendidikan inklusi ada­lah pendidikan yang memberikan kesempatan kepada seluruh anak atau peserta didik untuk belajar bersama dalam sekolah umum, tanpa diskrimi­nasi etnis, status sosial, agama, jenis kelamin, kemampuan, dan disabilitas yang dimiliki peserta didik.

Pendidikan inklusi ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 70 Tahun 2009 Pasal 2 ayat (1) bertujuan mem berikan kesempatan yang seluas­luasnya kepada semua peserta didik yang me­miliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mem per oleh pendidikan yang bermutu sesuai degan kebutuhan dan kemam puannya; ayat (2) dinyata­kan bahwa pendidikan inklusi bertujuan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keane karagaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Direktorat PSLB (2004) mendefinisikan pendidikan inklusi di Indo­ne sia sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah

Page 221: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

208

regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penye lenggaraan pen­didikan inklusi menuntut pihak sekolah melakukan pe nyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana, dan prasarana pendi dikan, maupun sistem pem­belajaran yang disesuaikan dengan kebu tuhan individu peserta didik.

Tidak semua anak yang mengalami gangguan perkembangan saraf dapat bersekolah dengan pendidikan inklusi, mengingat anak dengan gejala gangguan ini bervariasi antara anak yang satu dengan anak lainnya. Ada anak yang gejalanya ringan sehingga sedikit mem butuhkan bantuan dari lingkungan, namun terdapat juga anak yang gejalanya sangat berat dan membutuhkan dukungan yang intens da ri lingkungan. Bagi anak dengan gangguan perkembangan sedikit dengan gejala yang ringan biasanya akan menampilkan perilaku adap tif yang lebih baik dibandingkan anak dengan gejala gangguan yang berat, anak­anak dengan gejala berat sangat baik untuk dilayani pada lembaga khusus agar kemampuan dasarnya terpenuhi.

Salah satu keunggulan mengikuti pendidikan inklusi akan ter buka ke­sempatan bagi anak untuk dapat bersosialisasi dengan teman­teman seba­yanya, baik yang memiliki keterbatasan maupun teman­teman dengan perkembangan normal. Anak berkebutuhan khusus juga akan terlatih un­tuk mandiri, sedangkan bagi anak­anak perkem bangan normal dengan memiliki teman berkebutuhan khusus akan memunculkan rasa empati dan kesetiakawanan dalam dirinya, serta melatih diri untuk saling berbagi dengan temannya yang mengalami keterbatasan.

Namun demikian, bagi para orang tua yang berminat untuk mema­sukkan anaknya yang berkebutuhan khusus ke sekolah inklusi, terlebih dahulu harus melakukan observasi ke sekolah. Hal utama yang harus di­perhatikan adalah apakah kurikulum dan kebijakan di sekolah tersebut telah sesuai untuk kondisi anak­anak berkebutuh an terutama anak autis, kemudian guru­guru di sekolah tersebut te lah memiliki keahlian atau ti­dak di dalam mengajar dan berinteraksi dengan anak autis. Hal ini pen­ting untuk dipahami orang tua, agar anak­anak mendapatkan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya, selain itu orang tua juga mendapatkan in­formasi penting terkait kon disi anaknya selama di sekolah melalui guru yang berkompeten di bidangnya, dan diharapkan terjalin kerja sama yang baik antara guru dan orang tua.

Frieda Mangunsong (2009) menjelaskan bahwa anak­anak yang di­tempatkan pada program inklusi akan menunjukkan perbaikan atau ke­adaan yang sama dalam pengukuran kognitif dan emosional nya dengan anak normal daripada apabila anak berkebutuhan khu sus ditempatkan di sekolah khusus. Meskipun demikian, orang tua sebagai guru pertama bagi

Page 222: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 6 • LAYANAN PENDIDIKAN

209

anaknya tetap harus memperhatikan kelebihan dan keterbatasan yang anak miliki setelah mengikuti pen didikan inklusi. Kemampuan setiap anak berbeda­beda, bisa jadi anak menjadi lebih baik namun tidak tertutup kemungkinan kondisi anak malah mengalami kemunduran karena bebe­rapa faktor yang meme ngaruhinya. Oleh karenanya orang tua harus jeli dalam mengob servasi anak dan menciptakan kerja sama yang baik dengan pihak sekolah.

Terdapat beberapa hal penting yang diperhatikan dalam pelak sana an pendidikan inklusi (Suyanto & Mudjito, 2012):1. Sekolah harus mengondisikan kelas menjadi kelas yang hangat, ra­

mah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang interaktif.

2. Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumber daya manusia lain dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3. Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan.

4. Kepala sekolah dan guru yang nantinya akan menjadi Guru Pem­bimbing Khusus (GPK) untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) harus mendapatkan pelatihan tentang cara mengajar di sekolah inklusi.

5. Guru Pendamping Khusus (GPK) harus mendapatkan pelatihan teknis untuk memfasilitasi anak berkebutuhan khusus.

6. Asesmen di sekolah dilakukan untuk memahami ABK dan pena ngan­an yang diperlukan, misalnya mengadakan bimbingan khu sus atas kesepakatan dengan orang tua ABK.

7. Mengidentifikasi hambatan terkait dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran ABK.

8. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan mo nitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

Umumnya pada sekolah inklusi akan menyiapkan guru khusus yang ditugaskan untuk mendampingi ABK selama mengenyam pen didikan di sekolah inklusi tersebut. Namun jika pihak sekolah tidak menyiapkan guru khusus, maka orang tua diperbolehkan untuk men cari guru khusus dan disesuaikan dengan kriteria guru pendam ping khusus. Guru­guru khusus tersebut dikenal dengan sebutan guru bayangan (shadow teacher) dan bia­sanya lulusan dari jurusan Pendidikan Luar Biasa. Tugas guru bayangan ini di antaranya mam pu mengingatkan siswa berkebutuhan khusus untuk tetap fokus dan bertanggung jawab selama mengikuti kegiatan belajar dan membantu guru kelas mengatasi masalah emosi, sosial dan kemampuan

Page 223: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

210

belajar ABK, serta merangkul siswa lainnya untuk mampu bertoleransi dan saling bekerja sama menciptakan suasana belajar yang kondusif.

Berit dan Skjorten (2003) dalam bukunya Pengantar Pendidikan In­klusif menjelaskan fungsi dari guru khusus tersebut adalah:1. Mendampingi guru kelas dalam menyiapkan kegiatan yang ber kaitan

dengan materi belajar.2. Mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam menyelesaikan tugas­

nya dengan pemberian instruksi yang singkat dan jelas.3. Memilih dan melibatkan teman seumuran untuk kegiatan so sialisa­

sinya.4. Menyusun kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kelas mau pun di

luar kelas.5. Mempersiapkan anak berkebutuhan khusus pada kondisi rutinitas

yang berbuah positif.6. Menekankan keberhasilan anak berkebutuhan khusus dengan pem­

berian reward yang sesuai.7. Meminimalisasi kegagalan anak berkebutuhan khusus.8. Memberikan pengajaran yang menyenangkan kepada anak ber kebu­

tuhan khusus.

Pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dapat di­lakukan degan berbagai model, yaitu (Ashman, 1994, dalam Elisa dan Wras tari, 2013):1. Kelas Reguler (Inklusi Penuh), ABK belajar bersama anak non berke­

butuhan khusus sepanjang hari di kelas reguler dengan mengguna kan kurikulum yang sama.

2. Kelas Reguler dengan Cluster, ABK belajar bersama anak non berke­butuhan khusus di kelas reguler dalam kelompok khusus.

3. Kelas Reguler dengan Pull Out, ABK belajar bersama anak non ber­kebutuhan khusus di kelas reguler namun dalam waktu­waktu terten­tu ditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

4. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out, ABK belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler dalam kelom pok khusus, dan dalam waktu­waktu tertentu ditarik dari kelas re guler ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

5. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian, ABK belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang­bidang ter­tentu dapat belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler.

Page 224: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 6 • LAYANAN PENDIDIKAN

211

6. Kelas Khusus Penuh, ABK belajar di dalam kelas khusus pada seko lah reguler.

Supena, dkk. (2012) dalam bukunya tentang Pendidikan Anak Ber­ke butuhan Khusus mengungkapkan tentang manfaat pendidikan inklusi khu susnya bagi anak­anak berkebutuhan khusus, yaitu:1. Membuka peluang yang luas kepada anak berkebutuhan khusus un tuk

mendapatkan layanan pendidikan, karena anak berkebu tuhan khu sus dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler yang dekat de ngan ru mahnya. Dengan demikian pendidikan in klusi akan mempercepat penuntasan wajib belajar dan mewujud kan gagasan education for all, khususnya di kalangan anak ber kebutuhan khusus.

2. Pendidikan inklusi memberikan pelajaran sosial yang berharga bagi nak berkebutuhan khusus juga bagi masyarakat secara umum nya. Anak berkebutuhan khusus yang mengikuti pendidikan di sekolah reguler akan berlatih untuk berinteraksi, berkomunikasi dan melakukan penyesuaian sosial dengan masyarakat umum. Di sisi lain, masyarakat umum juga akan belajar memahami dan menghargai perbedaan serta menumbuhkan sifat empati dan membantu orang yang membutuhkan bantuan.

3. Pelaksanaan pendidikan khusus (pendidikan bagi anak berkebu tuhan khusus) akan lebih efisien karena tidak harus mendirikan sekolah khusus yang membutuhkan kelengkapan yang serba khusus dengan biaya yang cukup besar.

Sebelum memasukkan anak berkebutuhan khusus ke sekolah in­klusi, ada baiknya orang tua harus mempertimbangkan terlebih dahu lu akan kelebihan dan kelemahan hingga memutuskan anak bergabung dan berinteraksi dengan teman­teman sebaya yang per kem bang annya normal. Ada baiknya orang tua juga berkonsultasi de ngan para profesional (misal psikolog, dokter) untuk mendapatkan informasi terkait pendidikan inklusi, dan mengobservasi terlebih da hulu sekolah inklusi yang hendak dituju, terkait kurikulum, tenaga pengajar dan guru bayangan, sarana dan prasarana yang disediakan khususnya untuk anak­anak berkebutuhan.

Berikut ini terdapat kelebihan dan kelemahan bagi ABK, terutama autis yang mengikuti pendidikan inklusi. Hal ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi para orang tua ketika hendak memasuk kan anaknya ke sekolah inklusi.

Page 225: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

212

Kelebihan Kelemahan

Anak memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya, guru, dan orang lain di lingkungan sekolah.Mendapatkan materi pelajaran yang lebih bervariasi dibandingkan ketika mengenyam pendidikan khusus.Anak-anak berkesempatan untuk menunjukkan perbaikan, kemandirian, dan dilatih meningkatkan perkembangan yang maksimal.Untuk menghindari perasaan terasing atau berbeda dalam diri ABK ketika berinteraksi pada lingkungan orang-orang dengan perkembangan normal.Bagi anak-anak dengan perkembangan normal dilatih untuk berempati dengan menerima kehadiran ABK.

Anak berkebutuhan khusus, terutama autis akan berisiko mengalami kasus bullying.Perlakuan yang kurang tepat dari orang lain dapat menurunkan kepercayaan diri dan menghambat proses penyesuaian diri ABK untuk berkembang secara optimal.Anak berkebutuhan dengan kemampuan intelektual yang lebih rendah akan kesulitan dan ketinggalan mengikuti pelajaran.Tenaga pendukung misalnya guru bayangan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan ABK terutama anak autis, mengingat anak autis merupakan anak dengan gangguan perkembangan kompleks dan tingkat keparahannya bervariasi. Masih didapati guru kelas yang belum siap mengimplementasikan pendidikan inklusi, seperti kesulitan dalam mengelola kelas, kurang sabar menghadapi siswa, pemahaman yang kurang tentang pendidikan inklusi dan siswa berkebutuhan khusus

Meskipun terdapat beberapa kelemahan ketika anak mengikuti pen­didikan inklusi, kunci sukses utama terletak pada pengasuhan orang tua. Orang tua yang senantiasa memotivasi, bersabar, mendu kung usaha anak, dan terus mengobservasi kegiatan anak tentu ak hirnya akan membuahkan hasil yang memuaskan. Orang tua tidak ha nya berfokus pada kekurangan anak, tetapi juga mencermati ke majuan yang dialami anak.

Penelitian terkait peranan pendidikan inklusi bagi kebutuhan anak autis, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Wija yaptri (2011) bertujuan untuk menggali bagaimana metode pembel ajaran mem­baca pada anak autistik di sekolah inklusi. Penelitiannya menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus tunggal. Hasil penelitiannya menunjukkan: 1) tidak ada metode pembelajaran khusus yang diguna­kan oleh sekolah inklusi dalam mengajarkan ke mampuan membaca pa­da siswa autistik; 2) sekolah mengembangkan pendidikan inklusi dengan cara melakukan modifikasi kurikulum, menumbuhkan dukungan sosial ba gi siswa autistik dan orang tuanya di sekolah, menjaga komitmen tim, dan mendorong orang tua untuk melakukan pendampingan belajar di luar jam sekolah; 3) siswa autis tik memperoleh dan meningkatkan kemampuan membacanya mela lui aktivitas belajar membaca di rumah.

Page 226: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 6 • LAYANAN PENDIDIKAN

213

C. PUSAT LAYANAN AUTIS INDONESIADalam rangka memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana un tuk

layanan identifikasi dini, terapi dan pendidikan bagi anak penyan dang autis, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebu dayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Pembi na an Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus mulai tahun 2012 telah memberikan bantu­an sosial untuk pembangunan Pusat Layanan Autis kepada pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Kegiatan tersebut meru pakan bagian dari prog­ram Kementerian Pendidikan dan Kebudaya an dalam rangka memenu hi kebutuhan sarana dan prasarana untuk memberikan layanan bagi pe nyan­dang autis (Pembangunan Pusat Layanan Autis/PLA, 2014).

Pembangunan Pusat Layanan Autis di Indonesia berlandaskan pada dua Landasan Filosofi, yaitu Pancasila dan Undang­Undang Da sar 1945. Pancasila menegaskan bahwa pemerataan akses dan pe ningkatan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai­nilai Pancasila. Demikian juga Undang­Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia; setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender (Pembangunan Pusat La yanan Autis/PLA, 2014).

Selain Landasan Filosofi seperti yang telah dijelaskan di atas, maka terdapat Landasan Hukum sebagai dasar kuat dalam pembangunan Pusat Layanan Autis di Indonesia. Landasan Hukum Penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus terdiri dari lima dasar, yaitu:1. Undang­Undang 1945 (amendemen) Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) tentang hak pendidikan bagi warga

negara2. Undang­Undang No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional

� Pasal 3, tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional � Pasal 5 ayat (1), (2), (3), dan (4) tentang Kesamaan Hak Pendi­

dikan tanpa memandang kondisi fisik, emosional, mental, kecer­dasan, ekonomi, maupun kondisi geografis.

� Pasal 32 ayat (1) dan (2) tentang Pendidikan Khusus dan La yanan Khusus

3. Undang­Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Page 227: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

214

� Pasal 51, tentang Kesamaan Kesempatan dan Aksesibilitas Pen di­dikan bagi Anak Cacat Fisik dan/atau Mental

� Pasal 52, tentang Kesamaan Kesempatan dan Aksesibilitas Pendi­dikan bagi Anak yang Memiliki Keunggulan

� Pasal 53, tanggung Jawab Pemerintah dalam Membiayai Pen di­dikan Pelayanan Khusus bagi Anak dari Keluarga Kurang Mampu, Anak Terlantar dan Anak yang Berada di Daerah Ter pencil

4. Undang­Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat5. Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi

Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecer das­an dan/atau Bakat Istimewa(Pembangunan Pusat Layanan Autis/PLA, 2014).

Pusat Layanan Autis merupakan institusi/lembaga yang dapat di­bentuk oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabu­paten/kota, perguruan tinggi dan /atau masyarakat dalam rangka mem­berikan layanan intervensi terpadu, layanan pendidikan tran sisi, dan la yanan pendukung lainnya bagi anak autis. Pusat Layanan Autis juga da pat dimanfaatkan oleh keluarga, sekolah, masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan untuk memperoleh informasi dan/atau keterampil­an berkaitan dengan layanan anak autis. Pusat Layanan Autis memiliki tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu men jamin terpenuhinya hak­hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkem bang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera sebagai tuju­an umum pembangunan Pusat Layanan Autis, sedangkan tujuan khusus yaitu: 1) memberikan layanan intervensi terpadu anak autis dengan me­libatkan berbagai profesi dan praktisi terkait untuk meminimalisasi peri­laku autisitas anak; 2) memberikan layanan pendidikan transisi oleh te naga pen didik yang kompeten agar mereka memiliki kesiapan untuk meng ikuti pendidikan pada sekolah­sekolah formal maupun nonformal; 3) memberikan layanan­layanan pendukung bagi orang tua, sekolah, dan masyarakat agar memiliki kesiapan dan kemampuan dalam membim­bing memberikan layanan bagi anak­anak autis di rumah maupun di ma­syarakat (Mudjito dkk., 2014).

Berdasarkan data dan fakta dengan meningkatnya penyandang autis serta perundangan yang telah ada tersebut, untuk memberikan hak­hak dan fasilitas pelayanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus terutama

Page 228: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 6 • LAYANAN PENDIDIKAN

215

anak autis, Pemerintah melalui Direktorat Pembi naan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar te lah membangun Pusat Layanan Autis (PLA) di 28 Provinsi seluruh Indonesia.

Lokasi Pusat Layanan Autis (PLA) di seluruh Indonesia terdapat di PLA Kota Banda Aceh, PLA Provinsi Sumatra Utara, PLA Kota Padang, PLA Provinsi Riau, PLA Kota Batam, PLA Provinsi Jambi, PLA Provinsi Bangka­Belitung, PLA Kota Metro Lampung, PLA Pro vinsi DKI Jakarta, PLA Kabupaten Kuningan, PLA Kota Surakarta, PLA Kabupaten Sragen, PLA D.I. Yogyakarta, PLA Kota Malang, PLA Kota Blitar, PLA Kota Denpasar, PLA Provinsi Nusa Tenggara Timur, PLA Kabupaten Singkawang, PLA Kota Palangkaraya, PLA Kota Sa marinda, PLA Kota Bontang, PLA Provinsi Kalimantan Selatan, PLA Kota Gorontalo (2014), dan terdapat penambahan Pusat Layanan Au tis yaitu di PLA Sidoarjo (Jawa Timur),

Terdapat tiga jenis layanan yang disediakan oleh PLA (Mudjito, dkk., 2014), yaitu:1. Layanan intervensi terpadu:

a. Layanan intervensi psikologis dan sosial;b. Layanan intervensi medis.

2. Layanan pendidikan transisi, bertujuan untuk mengenali potensi kemampuan anak, dan membekali anak dengan kemampuan­ke­mampuan dasar yang diperlukan untuk menjalani proses pendi dikan lebih lanjut pada jenjang dan/atau lembaga pendidikan formal yang sesuai dengan perkembangan terbaiknya. Tujuan akhirnya adalah untuk menyalurkan dan/atau menempatkan anak autis pada lembaga pendidikan yang tepat supaya dapat me ngembangkan potensinya secara optimal.a. Layanan pendidikan pra akademik;b. Layanan penempatan pada sekolah/lembaga formal maupun non­

formal.3. Layanan pendukung

a. Layanan pendidikan dan pelatihan bagi keluarga, sekolah, dan masyarakat;

b. Layanan konsultasi dan informasi;c. Layanan identifikasi dan asesmen;d. Layanan penelitian dan pengembangan.

Kebutuhan ruang dan fasilitas Pusat Layanan Autis terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang. Pada fasilitas utama didapa ti ruang terapi wicara, ruang terapi perilaku, ruang terapi okupasi, ruang terapi visual

Page 229: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

PSIKOLOGI PENGASUHAN BAGI ORANG TUA ...

216

dan snoozelen, ruang terapi fisik, ruang terapist, ruang tenang, ruang assessmen dan konsultasi, ruang bina diri, ruang kelas transisi, ruang sensor integrasi, ruang bermain. Adapun pada fasilitas penunjang didapati ruang tunggu, ruang resepsionis, ruang pantry, ruang toilet, ruang serbaguna, ruang tamu, ruang dapur, ruang ibadah, ruang peralatan, ruang gudang, ruang kepala, ruang staf, ruang pengembangan, kolam renang, ramp.

REFERENSIBerit, J. & Skjorten, M.D. (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus: Se buah

Pengantar. Bandung: Unipub Forlag.Direktorat PLB. (2004). Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Ter padu/

Inklusi. Jakarta: Diren PLB.Elisa, S., & Wrastasri, A.T. (2013). Sikap guru terhadap inklusi ditinjau

dari faktor pembentuk sikap. Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pen-didikan, 2(1), 1­10.

Frederickson, N., & Lambert, N. (2015). Inclusion for children with spe­cial educational needs: How can psychology help?. In Educa tional Psy-chology (pp. 124­149). Routledge.

Ginanjar. A.S. (2008). Panduan Praktis Mendidik Anak Autis: Menja di Orang Tua Istimewa. Jakarta: Dian Rakyat.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. (2016). Gam baran Se-kolah Inklusif di Indonesia (Tinjauan Sekolah Menengah Pertama) Tahun 2016. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendi dikan dan Kebudayaan.

Kementerian Pendidikan Nasional, (Online), (http://dikdas.kemdik nas.go. id/application/media/file/Permendiknas%20Nomor%20%2070% 20Tahun%202009.pdf).

Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

Mudjito, AK., Harizal., Supena, A., & Ramadhan, A. (2014). Layanan Pen-di dikan Transisi Anak Autis. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khu sus dan Layanan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemen­terian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pembangunan Pusat Layanan Autis di Indonesia. (2014). Pembangun an Pusat Layanan Autis di indonesia. Direktorat Pembinaan Pen didikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar. Direk to rat Jenderal Pen didikan Dasar. Kementerian Pendidikan dan Ke bu dayaan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70

Page 230: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

BAB 6 • LAYANAN PENDIDIKAN

217

Tahun 2009. Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang me miliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Jakarta.

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011. Kebijakan pengem­bangan kabupaten/kota layak anak. Jakarta.

Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Ke cerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Sheehy, K., & Budiyanto. (2014). Teachers’ attitudes to signing for children with severe learning disabilities in Indonesia. Interna tional Journal of Inclusive Education, 75(11), 1143­1161. https://doi.org/10.1080/13603116.2013.879216.

Supena, A. (2012). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: 28 Jaya Printing dan Publisher.

Suyanto & Mudjito, A.K. (2012). Masa Depan Pendidikan Inklusif. Ja karta: Kemendiknas.

Wijayaptri, N.W.P. (2011). Implementasi Pendidikan Inklusi dalam Me­ning katkan Kemampuan Membaca Anak Autistik. (Skripsi tidak dipu­blikasikan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Zaitun, M.A. (2018). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

Page 231: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Page 232: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

TENTANG PENULIS

Dr. Nurussakinah Daulay, M.Psi., Psikolog lahir di Medan pada tanggal 9 Desember 1982. Memperoleh gelar Sarjana (S­1) dan Profesi Psikologi (S­2) pada Fakultas Psikologi di Universitas Sumatra Utara. Selama tiga tahun tiga bulan, penulis telah meram pungkan studi Doktoral (S­3) di Fakultas Psikologi Univer sitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sejak tahun 2009 telah ber gabung sebagai dosen pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatra Utara Medan. Selain mengajar, penulis juga sering menjadi pemateri pada berbagai kegiatan parenting di berbagai sekolah dan madrasah.

Sejumlah karya ilmiah, baik jurnal terakreditasi nasional maupun jurnal internasional bereputasi telah dipublikasikan, dapat diakses me­la lui http://orcid.org dengan ID 0000­0002­6223­8546 atau me la lui googescholar. Selain pro duktif meng hasilkan karya ilmiah, pe nu lis ju­ga aktif seba gai reviewer pada beberapa Jurnal Nasional Ter akreditasi SINTA Indonesia, dan sebagai editor buku. Sejumlah karya ilmiah te­lah dipublikasikan dalam bentuk buku berbasis penelitian, jurnal pe­nelitian, book chapter, dan buku referensi yang sudah diterbitkan adalah Pengantar Psikologi dan Pandangan Al-Qur’an ten tang Psikologi (Kencana­PrenadaMedia Group Jakarta), Psikologi Kecer das an Anak (Perdana Pub­lishing Medan), Psikologi Pendidikan dan Per masalahan Umum Peserta Didik (Perdana Publishing Medan), Buku Pan duan Bimbingan Konseling “Pendidikan Madrasah pada Pandemi: Panduan Guru BK Melaksanakan Pelayanan Melalui Online” (CV Pusdikra Mit ra Jaya, Medan), dan Islam Rahmatan Lil Alamin (CV ManHaji Medan).

Page 233: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

Page 234: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE

TENTANG EDITOR

Ade Chita Putri Harahap, M.Pd., Kons., lahir di Pematangsiantar, 1 Maret 1991. Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Sam­

sul Rivai Harahap, S.Pd.I dan Anari Salmiah, S.Pd.AUD. Menyelesaikan Sarjana (S­1) pada tahun 2013 di UMSU, Magister (S­2) pada tahun 2017 dan Pendidikan Profesi Konselor (PPK) pada tahun 2016 di UNP. Mulai bertugas tahun 2019 sebagai Dosen di Universitas Islam Negeri Sumatra Utara (UINSU) Medan.

Karya ilmiah yang sudah diterbitkan di Jurnal Nasional dan Pro si ding di antaranya adalah “Analisis Tingkat Stres Akademik Pada Mahasis wa Selama Pembelajaran Jarak Jauh Dimasa Covid­19”, “Im pli kasi Layanan Bimbingan dan Konseling dalam mencegah Peri la ku Body Sha ming”, “Co­vid­19: Self Regulated Learning Mahasiswa”, “Hu bungan Self Efficacy dan Dukungan Sosial Orang Tua dengan Self Regu lated Learning Siswa”, dan “Character Building”.

Page 235: Buku Psikologi Pengasuhan - Repository UIN Sumatera Utara

SAM

PLE