BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Rumah Sakit (IRS) atau Healthcare Associated Infection
(HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di
rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan
tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk rumah sakit. Infeksi
Rumah Sakit (IRS) merupakan masalah penting di seluruh dunia yang
terus meningkat merupakan masalah utama bagi semua rumah sakit.
Dampak yang ditimbulkan meningkatkan lama masa rawat, angka
kematian, biaya perawatan dan pengobatan membebani rumah sakit
maupun pasien. Pencegahan dan pengendalian Infeksi Rumah Sakit
(PPIRS) merupakan suatu upaya penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan di rumah sakit. Hal ini dapat dicapai dengan keterlibatan
secara aktif semua personil rumah sakit, mulai dari petugas
kebersihan sampai dengan dokter dan mulai dari pekarya sampai
dengan jajaran direksi. Kegiatan tersebut dilakukan secara baik dan
benar di semua sarana rumah sakit : peralatan medis dan non medis,
ruang perawatan dan prosedur serta lingkungan.Terjadinya infeksi
rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
Banyaknya pasien yang dirawat yang menjadi sumber infeksi bagi
lingkungan dan pasien lainnya.
Interaksi antara petugas, pasien dan pengunjung yang menjadi
sumber infeksi.
Kontak langsung antara petugas rumah sakit yang tercemar bakteri
atau cairan dari tubuh pasien. Penggunaan alat/peralatan medis yang
tercemar oleh bakteri
Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang dideritanya
Mengingat kegiatan yang penting ini melibatkan berbagai disiplin
dan tingkatan yang berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Prosedur baku yang dituangkan dalam Buku
Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit
ini merupakan prosedur yang harus dilaksanakan secara maksimal
sesuai indikasi.Diharapkan dengan adanya Buku Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi yang merupakan pelengkap dari Buku Pedoman
Manajerial Pengendalian Infeksi Rumah Sakit, dapat menjadi rujukan
bagi seluruh petugas kesehatan di RSUD Cileungsi yang memiliki
sikap dan perilaku yang sama dalam mencegah dan mengendalikan
infeksi di rumah sakit. Hasil akhir yang diharapkan adalah
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yang dapat menjamin
terlaksananya Patient Safety secara menyeluruh di RSUD Cileungsi.B.
Dasar Hukum1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor
116, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431)2. Undang-undang RI
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)3.
Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
5063)
4. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 5072)5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata kerja
Departemen Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di Lingkungan Departemen
Kesehatan8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit9.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1165.A./Menkes/SK/X/2004
tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.10. Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 270/Menkes/2007 tentang Pedoman Manajerial
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya.
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 382/Menkes/2007 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian
Luar Biasa (KLB).C. Tujuan
Diperolehnya buku pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit sehingga rumah sakit dapat melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi sesuai dengan buku yang telah diterbitkan oleh
RSUD Cileungsi.
BAB IIPENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKITKEWAPADAAN
ISOLASI (ISOLATIONS PRECAUTIONS)
Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi
berkaitan dengan pelayanan di fasilitas kesehatan atau Healthcare
Infection (HAIs) dan infeksi yang di dapat dari pekerjaan merupakan
masalah penting di seluruh dunia yang terus meningkat (Alvarado
2000).
A. Perkembangan Kewaspadaan
Kewaspadaan Standar atau Standard Precaution disusun oleh CDC
tahun 1996 dengan menyatukan Universal Precaution (UP) atau
Kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang telah dibuat tahun
1985 untuk mengurangi resiko infeksi patogen yang berbahaya melalui
darah dan cairan tubuh lainnya dan Body Substance Isolations (BSI)
atau isolasi terhadap cairan tubuh yang dibuat 1987 untuk
mengurangi resiko penularan patogen yang berada dalam bahan yang
berasal dari tubuh pasien terinfeksi. Pedoman Kewaspadaan Isolasi
dan pencegahan dengan penambahan istilah HAIs (Healthcare
Associated Infection) menggantikan istilah infeksi nosokomial,
hyiegene repirasi/ etika batuk, praktek menyuntik yang aman dan
pencegahan infeksi pada prosedur lumbal pungsi.Kewaspadaan Isolasi
dirancang untuk mengurangi resiko terinfeksi penyakit menular pada
petugas kesehatan baik dair sumber infeksi yang diketahui maupun
yang tidak diketahui.Kewaspadaan Isolasi terdiri dari kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
Kewaspadaan Standar dilakukan kepada semua pasien tanpa
memandang pasien tersebut infeksius atau tidak.
Kewaspadaan Transmisi adalah kewaspadaan berdasarkan sumber
infeksi : kontak, droplet, airborne.
B. Kewaspadaan StandarKewaspadaan Standar untuk pelayanan semua
pasien.Kategori I meliputi :
1. Kebersihan tangan/hand hygiene2. Alat Pelindung Diri (APD) :
sarung tangan, masker, goggle (kacamata pelindung), face shield
(pelindung wajah) dan gaun.
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal pungsi
1. Kebersihan Tangan/Hand hygiene
1.1 Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien agar tangan
terhindar kontaminasi patogen dari dan ke permukaan
1.2 Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein,
cairan tubuh, lakukan kebersihan tangan dengan sabun antiseptik di
air mengalir
1.3 Bila tangan tidak tampak kotor, atau setelah membuang
kotoran atau cairan tubuh, bersihkan tangan dengan sabun biasa dan
air, kemudian bersihkan dengan handrub berbasis alkohol
1.4 Lima indikasi melakukan kebersihan tangan :
Sebelum kontak dengan pasien
Setelah kontak dengan pasien
Sebelum tindakan invasif
Setelah kontak dengan cairan tubuh
Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
2. Alat Pelindung Diri/APD (sarung tangan, masker, kaca mata
pelindung, pelindung wajah, gaun)2.1 Sarung tangan
Pakai bila mungkin tekontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukosa membran dan kulit yang
tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi Pakai sesuai
ukuran tangan dan jenis tindakan
Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk
membersihkan lingkungan Lepaskan sarung tangan segera setelah
selesai, sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak
terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain.
Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang
tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi
Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien berbeda
ganti sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh
terkontaminasi ke area bersih Cuci tangan segera setelah melepas
sarung tangan2.2 Masker/goggle Pakailah untuk melindungi
konjungtiva, mukus membran mata, hidung, mulut selama melaksanakan
prosedur dan aktivitas perawatan pasien yang beresiko terjadi
cipratan/semprotan dari darah, cairan tubuh, sekresi, dan
ekskresi
Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan
Masker bedah dan dapat dipakai secara umum untuk petugas rumah
sakit untuk mencegah trnasmisi melalui partikel besar dari droplet
saat kontak erat (< 3m) dari pasien saat batuk/bersin
Pakailah selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun pada
pasien tidak diduga infeksi
Jangan mengalungkan masker di leher segera lepas setelah
melakukan tindakan selesai.
2.3 Gaun/apron
Kenakan gaun (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit,
mencegah baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama
prosedur/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan/semprotan cairan tubuh pasien Pilihlah yang sesuai antara
bahan gaun dan tindakan yang akan dikerjakan dan perkirakan jumlah
cairan yang mungkin akan dihadapi. Bila gaun tidak tembus cairan,
perlu dilapisi apron tahan cairan mengantisipasi semprotan/cipratan
cairan infeksius.
Lepaskan gaun segera dan cuci tangan untuk mencegah transmisi
mikroba ke pasien lain ataupun ke lingkungan
Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik
penting, lepaskan saat akan keluar ruang pasien
Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang
sama
Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang resiko tinggi
seperti ICU, NICU.
2.4 Sepatu pelindung
Sepatu pelindung kaki digunakan jika ada resiko tertumpah
cairan, darah, urine, dll Digunakan untuk melindungi kaki dari
cidera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh
secara tidak sengaja ke atas kaki sepatu boot karet atau sepatu
kulit tertutup sebaiknya yang tahan air
2.5 Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga
serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama
pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutupi semua rambut.
Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien,
tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari
darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
2.6 Peralatan perawatan pasien
Buat aturan dan prosedur untuk menampung transportasi, peralatan
yang mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh
Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi kritikal
dengan bahan pembersih sesuai dengan sebelum di DTT atau
sterilisasi
Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi dengan benar sehingga kulit dan mukus membran
terlindungi, cegah baju terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke
pasien lain dan lingkungan Pastikan perlatan yang telah di pakai
untuk pasien infeksius telah dibersihkan dan tidak dipakai untuk
pasien lain
Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui
cara yang benar dan peralatan pakai ulang diproses dengan benar
Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah
dipakai. Peralatan semikritikal didisinfeski atau disteriilisasi.
Peralatan kritikal harus didisinfeksi kemudian disterilkan
Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan
detergen
Bila tidak nampak kotor, lap permukaan peralatan yang besar
(USG,X-Ray) setelah keluar ruangan isolasi
Bersihkan dan disinfeksi yan benar peralatan terapi pernapasan
terutama setelah dipakai pasien infeksi saluran napas Alat makan
dicuci dalam alat pencuci otomatik atau manual dengan detergen tiap
setelah makan. Benda disposible di buang ke tempat sampah3.
Pengendalian LingkunganPastikan bahwa departemen/unit/ruangan
membuat dan melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan,
disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping
tempat tidur dan pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh dan
pastikan kegiatan ini di monitor.
Untuk memutuskan rantai penularan infeksi, rumah sakit harus
mempunyai disinfektan standar untuk membunuh patogen atau
menurunkan jumlahnya secara fisikal maupun kimiawi, tetapi tidak
termasuk spora.
Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan permukaan
tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan dari bahan organik
(sekresi, ekskresi pasien, kotoran). Pembersihan ditujukan untuk
mencegah aerosolisasi, menurunkan pencemaran lingkungan. ikuti
aturan pakai pabrik cairan disinfektan, waktu kontak dan cara
pengencerannya.Disinfektan yang biasa dipakai rumah sakit :
Natriumhipoklorit (pemutih), alkohol, komponen fenol, komponen
ammonium quarternary, komponen peroksida.Pembersihan area sekitar
pasien.
a. Pembersihan permukaan horizontal di sekitar pasien harus
dilakukan secara rutin dan tiap pasien pulang. Untuk mencegah
aerosolisasi patogen yang berasal dari infeksi saluran napas,
hindari sapu, lakukan pembersihan dengan cara basah (kain
basah)
b. Ganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop stelah
dipakai/terkontaminasi
c. Peralatan pembersihan harus dibersihkan, dikeringkan tiap
kali setelah dipakai
d. Mop dicuci dan dikeringkan tiap hari sebelum disimpan dan
dipakai kembali
e. Untuk mempermudah pembersihan, bebaskan area pasien dari
benda-benda/peralatan yang tidak perlu
f. Jangan melakukan fogging dengan disinfektan karena tidak
terbukti mengendalikan infeksi dan berbahaya untuk lingkungan
g. Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner (pakai filter,
HEPA)
h. Jangan memakai karpet
4. Pemrosesan Peralatan Pasien dan Penatalaksanaan Linen4.1
Penanganan transport dan proses linen yang terkena darah, cairan
tubuh, sekresi, ekskresi dengan prosedur yang benar untuk mencegah
kulit, mukus membran terpapar dan terkontaminsi linen, sehingga
mencegah transfer mikroba ke pasien lain, petugas dan
lingkungan.
4.2 Buang terlebih dahulu kotoran (misal : feses) ketoilet dan
masukan linen dalam kantong linen kotor yang infeksius4.3 Hindari
menyortir linen di ruang rawat pasien
4.4 Jangan memanipulasi linen terkontaminasi untuk hindari
kontaminasi terhadap udara, permukaan dan orang
4.5 Cuci dan keringkan linen sesuai SPO, dengan air panas 70C,
minimal 25 menit
4.6 Bila suhu dipakai < 70C plih zat kimia yang sesuai
4.7 Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama
transportasi. Kantong tidak perlu double4.8 Petugas yang menangani
linen harus menggunakan APD
5. Kesehatan Karyawan/Perlindungan Petugas Kesehatan5.1 Tidak
perlu menyarungkan jarum suntik kembali jika tidak dibutuhkan, jika
terpaksa harus menyarungkan jarum suntik kembali tutup dengan satu
tangan
5.2 Segera masukan jarum kedalam safety box setelah
penyuntikan5.3 Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi
jarum dengan tangan, menekuk jarum, mematahkan jarum dari spuit5.4
Berhati-hati dalam bekerja saat menangani jarum, scalpel alat tajam
lain yang dipakai setelah prosedur, dan saat membersihkan instrumen
dan saat membuang jarum untuk mencegah trauma
5.5 Buang jarum, spuit, pisau, skalpel dan peralatan benda tajam
habis pakai ke dalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke
insenerator
5.6 Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi
lain pengganti metode resusitasi mulut ke mulut
5.7 Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh selain
akan menyuntik
6. Penempatan Pasien (isolasi pasien)6.1 Tempatkan pasien yang
potensial mengkontaminasi lingkungan atau yang tidak dapat
diharapkan menjaga kebersihan atau kontrol lingkungan ke dalam
ruang rawat yang terpisah
6.2 Bila ruang isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan
petugas PPI
6.3 Cara penempatan pasien sesuai jenis kewaspadaan terhadap
transmisi infeksi7. Hygiene respirasi/Etika batuk
7.1 Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi
respirasi untuk mencegah transmisi patogen dalam droplet dan fomite
terutaman selama musim/KLB virus respiratorik di masyarakat
7.2 Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasien
dengan individu dengan gejala klinik infeksi respiratorik, dimulai
dari unit emergensi
7.3 Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa
pasien rawat jalan atau pengunjung dengan gejala klinis infeksi
saluran napas harus menutup mulut dan hidung dengan tissue kemudian
membuangnya dan mencuci tangan7.4 Sediakan tissue dan wadah untuk
limbahnya
7.5 Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci tangan pada ruang
tunggu pasien rajal atau alkohol handrub7.6 Pada musim infeksi
saluran napas, tawarkan masker pada pasien dengan gejala infeksi
saluran napas, juga pendampingnya. Anjurkan untuk duduk berjarak
> 1 m dari yang lain
7.7 Lakukan sebagai standar praktek
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien
yang terinfeksi untuk transmisi kepada kontak yang tidak
terlindungi
Untuk penyakit yang ditransmisikan melalui droplet nuclei maka
etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala
gangguan pada saluran napasPasien, pengunjung dengan gejala infeksi
saluran napas harus :
1) Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
2) Memakai tissue, sapu tangan, masker kain/medis bila tersedia,
buang ke tempat sampah
3) Melakukan cuci tangan
Manajemen fasilitas kesehatan/rumah sakit harus mempromosikan
hygiene respirasi/etika batuk :
1) Promosikan kepada semua petugas, pasien, keluarga dengan
infeksi saluran napas dengan demam
2) Edukasi terhadap petugas, pasien, keluarga, pengunjung akan
pentingnya kandungan aerosol dan sekresi dari saluran napas dalam
mencegah transmisi penyakit saluran napas
3) Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub,
wastafel, antiseptik, kertas tissue, terutama area tunggu harus
diprioritaskan)
8. Praktek menyuntik yang aman
8.1 Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan
untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi
8.2 Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose.
Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk menagmbil obat dalam vial
multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar
saat obat dipakai untuk pasien lain
9. Praktek lumbal punksi
Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat ke
dalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal
saat melakukan anestesi spinal dan epidural, myelogram untuk
mencegah transmisi droplet flora orofaring
C. Kewaspadaan Berdasarkan TransmisiDibutuhkan untuk memutus
mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat untuk
diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi
atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara,
droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :1. Airborne precautions
(kewaspadaan penularan lewat udara)2. Droplet precautions
(kewaspadaan penularan lewat droplet)
3. Contact precautions (kewaspadaan penularan lewat kontak)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat,
peralatan)
5. Melalui vector (lalat, nyamuk, tikus)
Transmisi lewat udara (Airborne)
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit
melalui udara, yang berupa bintik percikan di udara (airborne
droplet nuclei, ukuran < 5 m) atau partikel debu yang berisi
agen infeksi. Organisme yang ditularkan dengan cara ini dapat
menyebar secara luas bersama dengan aliran udara.Penyakit yang
termasuk kategori ini antara lain, varicella, campak. Diperlukan
ventilasi seperti pada isolasi BTA (Basil Tahan Asam) pasien
ditempatkan dalam ruang tersendiri dengan udara negatif (negatif
airflow) dengan minimal 6 kali pergantian udara perjam, yang
dipantau secara terus menerus. Udara langsung dibuang ke luar atau
dilewatkan penyaringan (filter) partikular udara dengan efisiensi
tinggi bila akan disirkulasi kembali. Pintu ruangan harus selalu
ditutup. Pasien hanya boleh meninggalkan kamar harus menggunakan
masker.
Alat pelindung yang sesuai harus dikenakan untuk pasien yang
didiagnosa atau diduga tuberkulosis sesuai dengan pedoman yang
telah ada untuk tuberkulosis. Orang termasuk petugas rumah sakit,
yang rentan terhadap penyakit campak (measles) dan cacar air
(varicella) dilarang masuk ke ruangan pasien dengan penyakit
tersebut.Transmisi Lewat Udara
Sebagai tambahan dari Standard precaution, Airborne Precaution
digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita
panyakit serius dengan penularan melalui percikan halus di
udara.
Contoh penyakit :
Campak
Varicella (termasuk Herpes zoster diseminata)
Tuberkulosis
Penempatan pasien :
Tempatkan pasien pada tempat dengan :
Tekanan negatif yang termonitor Minimal pergantian udara 6 kali
setiap jam
Pembuangan (exhaust) udara keluar yang memadai atau penggunaan
filter yang termonitor sebelum udara beredar ke seluruh rumah
sakit
Jagalah agar pintu selalu tertutup dan pasien tetap dalam
ruangan
Bila tidak ada tempat tersendiri, tempatkan pasien dalam ruangan
dengan pasien lain yang terinfeksi oleh mikroorganisme yang sama
dan tidak ada infeksi lain
Proteksi repirasi :
Gunakan pelindung pernapasan masker N95 pada saat masuk ke dalam
ruangan pasien yang diketahui atau diduga mengidap tuberkulosis,
H1N1, H5N1
Pengangkutan pasien :
Batasi pemindahan atau pengangkutan pasien hanya untuk hal-hal
yang penting saja. Bila pemindahan atau pengangkutan pasien memang
diperlukan, hindari penyebaran droplet dengan memberikan masker
bedah kepada pasien.
Transmisi lewat droplet
Kategori ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari
bakteri patogen yang infeksius. Penularan droplet terjadi bila
partikel percikan yang besar (diameter > 5m) dari orang yang
terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung, mulut atau konjungtiva
mata dari orang yang rentan.Droplet (percikan besar) dapat terjadi
pada waktu seseorang berbicara, batuk, bersin ataupun pada waktu
pemeriksaan jalan napas seperti intubasi atau bronkoskopi
Penularan melalui droplet/percikan besar berbeda dengan
transmisi airborne karena pada transmisi droplet memerlukan kontak
yang dekat antara sumber dan penerimaan penularan, karena percikan
besar tidak dapat bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah
dari dan ke tempat yang dekat.Contoh penyakit yang ditularkan
melalui droplet adalah meningitis yang disebabkan oleh
Meningococcus atau pneumonia oleh Pneumococcus yang resisten
terhadap berbagai antibiotika (multidrug resistant = MDR),
pertusis, faringitis, influenza dan parvovirus B 19. Pasien dengan
mikroorganisme penyebab infeksi yang sama atau dengan cara kohort
di bangsal umumMasker harus dipakai, bila seseorang berada dalam
jarak 3 kaki dari pasien. Akan lebih praktis apabila kewajiban
memakai masker diberlakukan sejak seseorang memasuki ruangan
pasien. Pasien hanya diperbolehkan meninggalkan ruangan hanya jika
sangat perlu, dan harus memakai masker.Transmisi Lewat Droplet
Sebagai tambahan dari kewasspadaan standar, droplet precaution
digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita
penyakit serius dengan penularan melalui percikan partikel
besar.
Contoh penyakit :
Influenza tipe B invasive H, termasuk meningitis, pneumonia dan
sepsis
Meningitis invasive N, termasuk meningitis, pneumonia dan
sepsis
Pneumoniae multidrug resiten invasive S, termasuk meningitis,
pneumonia, sinusitis, dan otitis media
Infeksi bakteri lain pada saluran napas dengan transmisi droplet
:1. Diphteria faring
2. Mycoplasma pneumoniae
3. Pertusis
4. Pneumoniae plague
5. Faringitis dan pneumonia akibat streptococcus dan scarlet
fever pada bayi dan anak-anak
Infeksi virus dengan transmisi droplet, termasuk :
a. Adenovirus
b. Influenza
c. Mumps
d. Parvovirus B19
e. Rubella
Penempatan pasien :
Tempatkan pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan
infeksi yang aktif dari organisme yang sama, tetapi tidak ada
infeksi lain. Bila ada kamar tersendiri, tempatkan dalam ruangan
secara kohort, dan bila ruang untuk kohort tidak memungkinkan,
buatlah jarak pemisah minimal 3 kaki antara pasien dengan pasien
lain dan pengunjungPemakaian masker :
Pemakaian masker bila berada/bekerja dengan jarak kurang dari 3
kaki dari pasien
Transport Pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan
mendesak bila terpaksa memindahkan pasien, gunakan masker pada
pasien.
Transmisi Lewat Kontak
Kewaspadaan ini ditujukan untuk pasien yang diketahui atau
diduga menderita penyakit yang secara epidemiologis penting dan
ditularkan melalui kontak langsung (misalnya kontak tangan atau
kulit ke kulit yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tak
langsung (persinggungan) dengan benda di lingkungan pasien.
Pasien harus ditempatkan diruang tersendiri. Bila tidak
tersedia, dapat dengan kohort (bangsal umum)
Sarung tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada
kewaspadaan standar terhadap kontak dengan darah dan cairan tubuh.
Pada contact precaution ini sarung tangan harus diganti setelah
menyentuh bahan yang mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi
tinggi (misalnya tinja, sputum, cairan muntahan atau cairan luka).
Sarung tangan harus dibuka sebelum meninggalkan ruangan dan
kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci antiseptik. Apron
yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi kontak
yang cukup rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat menahan
buang air besar (inkontinensia) atau bila ada luka basah yang tidak
dapat ditahan dengan pembalut; apron harus dilepas sebelum
meninggalkan ruanganContoh penyakit/keadaan yang memerlukan contact
precautions adalah infeksi atau kolonisasi bakteri MDR seperti
Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), kolitis yang
disebabkan oleh Clostridium difficile, Respiratory Syncytial Virus
(RSV) pada anak, infeksi kulit dengan scabies, impetigo, herpes
zoster diseminata dan viral hermorrhagic fever (Lassa fever atau
virus Marburg) Varicella yang diseminata merupakan contoh yang
memerlukan dua macam kewaspadaan berdasarkan cara penularannya,
yaitu airborne dan contact precaution Kebijaksanaan mengenai
isolasi khusus terhadap mikroorganisme seperti Vancomycin Resistant
Enterococci (VRE) dan Clostridium difficile mencakup kewaspadaan
terhadap semua bentuk kontak dengan pasien, peralatan sekitar
tempat tidur pasien dan lingkungan dekat pasien. Penekanan khusus
pada pemakaian peralatan tersendiri untuk masing-masing pasien dan
menghindari pemakaian alat secara bersama. Menjaga kebersihan
sekitar pasien juga merupakan hal yang perlu diperhatikan.Transmisi
Lewat Kontak
Sebagai tambahan dari kewaspadaan standar, contact precautions
digunakan untuk pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit serius yang mudah menular melalui kontak pasien atau
kontak dengan sesuatu di lingkungan pasienContohnya :
MRSA Infeksi gastrointestinal, repirasi, kulit atau luka atau
kolonisasi bakteri MDR sesuai keputusan program pemberantasan.
Infeksi enterik dengan dosis infeksi rendah atau berkepanjangan
termasuk :
a. Clostridium difficile
b. Enterohaemorrhage E. Coli (EHEC), Shigella, Hepatitis A atau
Rotavirus pada pasien incontinensia
RSV, para influenza virus, atau infeksi enteroviral pada bayi
dan anak-anak
Infeksi kulit yang sangat menular atau yang bisa timbul pada
kulit kering, termasuk :
a. Diphteria (kulit)
b. Herpes Simplex (neonatus atau mucocutaneus)c. Impetigo
d. Abses besar, selulitis atau dekubitus
e. Pediculosis
f. Scabies
g. Furunkulosis yang disebabkan oleh staphylococcus pada bayi
dan anak-anakh. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
i. Herpes zoster (diseminata atau pasien immunokompromisse)
Konjungtivitis hemoragik akibat virus
Lassa fever atau virus marburg
Penempatan pasien :
Tempatkan pada kamar sendiri atau bersama pasien lain dengan
infeksi yang aktif dari mikroorganisme yang sama tetapi tanpa
infeksi lain. Bila ada kamar tersendiri tidak tersedia tempatkan
dalam ruangan secara kohort
Sarung tangan dan kebersihan tangan :
Pakailah sarung tangan ketika melakukan tindakan langsung dengan
pasien, kontak dengan cairan tubuh dan tindakan invasif. Lepaskan
segera setelah selesai tindakan, buang ke tempat sampah infeksius
kemudian lakukan kebersihan tangan dengan sabun antiseptik dan air
yang mengalir
Pemakaian gaun :
Gaun digunakan saat melakukan tindakan : seperti merawat luka,
memandikan pasien dengan MRSA kolonisasi di ketiak (+), peawatan
kolostomi dll.Transport pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk hal yang
penting. Bila terpaksa harus memindahkan keluar kamar, usahakan
tetap melaksanakan kewaspadaan standar
Perawatan lingkungan :
Lakukan perawatan terhadap peralatan disekitar tempat tidur
pasien (tempat tidur, meja, dinding, tiang infus, lemari pasien)
dan permukaan lain yang sering tersentuh dibersihkan setiap hari
dengan disinfektan
Peralatan perawatan pasien :
Peralatan seperti stetoskop, tensimeter, termometer rektal
masing-masing satu untuk satu atau sekelompok pasien kohort,
hindari pemakaian bersama.
Bila pemakaian bersama tidak dapat dihindari, peralatan tersebut
harus selalu dibersihkan dan didisinfektan sebelum dipakai untuk
satu atau sekelompok pasien lain.
TABEL 1 JENIS DAN LAMA ISOLASI UNTUK PATOGEN TERTENTUJENIS
INFEKSITRANSMISILAMA ISOLASI
Varicella-zoster (chickenpox)Airborne/kontakSampai semua lesi
menjadi krusta
Varicella-zoster virusAirborne/kontak/
immunokompromiseSelama masa sakit
Virus measlesAirborne4 hari setelah timbulnya bercak atau selama
masa sakit untuk pasien yang immunokompromise
Mycobacterium tuberculosisAirborneSampai hasil 3 kali BTA nya
negatif
Bordetella pertusisDroplet5 hari setelah awal terapi
AdenovirusDropletSelama masa sakit
Influenza virusDropletSelama masa sakit
ParvovirusDroplet
Neisseria meningitidisDroplet24 jam setelah awal terapi
Streptococcus group A (faringitis, pneumonia, scarlet)Droplet24
jam setelah awal terapi
RSVKontakSelama masa sakit
Parainfluenza virusKontakSelama masa sakit
RotavirusKontakSelama masa sakit
MRSAKontakSelama masa 24 jam setelah awal terapi
VREKontakSelama masa perawatan
CATATAN : Disetiap pintu masuk kamar pasien harus tersedia Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu : masker, sarung tangan , abju pelindung
(apron), topi
Harus tersedia wastafel dengan air mengalir, sabun antiseptik,
tissue, handrub berbasis alkohol, tempat sampah infeksius dan non
infeksius
Tersedia poster isolasi (kontak, droplet, dan airborne), poster
menggunanakan dan melaepas APD, sesuai kebutuhan di deoan
D. Kewaspadaan dengan Pendekatan Sindromik dan Kewaspadaan
terhadap Organisme KhususUntuk beberapa penyakit dengan etiologi
virus atau bakteri dimana diagnosa belum atau tidak dapat
ditegakkan karena keterbatasan fasilitas penunjang diagnostik,
selain kewaspadaan standar diperlukan pendekatan berbasis sindrom
penyakit untuk menentukan jenis kewaspadaan yang paling sesuai
untuk mencegah penularan
yang tetap terjadi.(Tabel 2). Jenis etiologi penyebab perlu
disesuaikan dengan epidemiologi penyakit di masing-masing
daerah.
TABEL 2SINDROM KONDISI KLINIK YANG SECARA EMPIRIK MEMERLUKAN
KEWASPADAAN TAMBAHAN
Sindrom / kondisi KlinikPenyebab PotensialKewaspadaan
Empiris
Diare :1. Diare akut dengan kemungkinan infeksi pada pasien
inkontinensia
2. Diare pada dewasa dengan riwayat pemakaian antibiotik broad
spectrum atau jangka lama.Enterik PatogenClostridium
difficileKontakKontak
Meningitis :Rash atau eksantem umum dengan etiologi tak
diketahui :
1. Petechiae/echymosis dengan demam
2. Vesikuler
3. Makulopapular dengan pilek dan demamNeisseria meningitis
Varicella
Rubella (measles)Droplet
Airborne/kontak
Airborne
Infeksi Respirasi :1. Batuk/demam/infiltrat lobus atas paru pada
pasien HIV negatif atau pasien dengan resiko HIV yang kecil.
2. Batuk//demam/infiltrat paru di lokasi manapun pada pasien HIV
positif atau pasien dengan resiko tinggi terinfeksi HIV3. Batuk
paroksismal atau yang menetap selama periode pertusis
4. Infeksi respirasi terutama bronkhitis dan croup pada bayi dan
anak-anakM. Tuberculosis
M. Tuberculosis
Bordetella pertusis
RSV atau parainfluenza virusAirborne
Airborne
Droplet
Droplet
Resiko mikroorganisme yang multidrug resisten :1. Riwayat
infeksi atau kolonisasi dengan bakteri MDR
2. Infeksi kulit luka atau infeksi saluran kemih pada penderita
yang baru masuk rumah sakit atau tempat perawatan lain dengan
khusus MDR tinggiInfeksi pada kulit atau luka :
Abses atau luka yang tidak bisa ditutupBakteri MDR
Bakteri MDR
Staphyilococcus aureus Group A, StreptococcusKontak
Kontak
Kontak
Kontak
KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan Tangan Sosial
Mencuci tangan adalah menggosok air dengan sabun secara
bersama-sama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas
kemudian dibilas di bawah aliran air. (Larsan, 1995)
Kebersihan Tangan Aseptik/Antiseptik
Mencuci tangan aseptik/antiseptik adalah proses yang secara
mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan
menggosok air dan sabun antiseptik yang mengandung chlorhexidine di
aplikasikan ke seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan
ringkas kemudian dibilas dibawah aliran air, untuk menghambat dan
membunuh mikroorganisme (baik yang sementara atau yang merupakan
penghuni tetap)
Handrub Antiseptik Berbasis Alkohol Tanpa AirAntiseptik handrub
bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa
menggunakan air. Dengan komposisi mengandung alkohol 60 90 % suatu
emolient dan seringkali antiseptik tambahan (misalnya :
chlorhexidine glukonat 2-4 %) yang memiliki aksi residual (Larson
et al. 2001)
Petugas yang harus melakukan kebersihan tangan :
Perawat
Bidan
Dokter
POS/Pekarya Terapis
Teknisi
Petugas Laboratorium
Petugas Gizi Mahasiswa
Cleaning service
pengunjung
Keluarga pasien, dll
Tujuan Kebersihan Tangan :
1. Meminimalkan dan menghilangkan mikroorganisme
2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari pasien ke pasien lain,
dari petugas ke pasien, alat-alat kesehatan, dan lingkungan.
Lima indikasi melakukan kebersihan tangan :
1. Sebelum kontak dengan pasien (menyentuh tubuh pasien, baju
atau pakaian, mengukur tanda-tanda vital)
2. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptik (tindakan
tranfusi, perawatan luka, kateter urine, suctioning, perawatan
daerah pemasangan katetr intravena, pemberian obat (IV, IM, IC, IT,
SC))
3. Sebelum dan sesudah tindakan invasif (pemasangan vena
central, vena perifer, kateter urine, pemasangan kateter arteri,
tindakan intubasi endotrchea, pemasangan WSD, Lumbal pungsi,
dll)
4. Sebelum dan sesudah kontak dengan cairan tubuh (muntah,
darah, nanah, urine, feses, produksi darin, dll)
5. Setelah meninggalkan lingkungan/ruangan pasien (menyentuh
tempat tidur pasien, linen, yang terpasang di tempat tidur pasien,
alat-alat di sekitar pasien, atau peralatan lain yang digunakan
pasien, kertas/lembar untuk menulis yang ada disekitar pasien, meja
pasien, status pasien, tiang infus, alat-alat monitor).
CATATAN PENTING :Kapan kita pakai handrubs?
Keadaan emergency dimana fasilitas cuci tangan sulit di
jangkau
Fasilitas cuci tangan tidak adekuat
Saat ronde di ruangan yang memerlukan disinfektan
Di antara tindakan keperawatan
Dipergunakan jika tangan tidak terkena noda/cairan tubuh pasien,
tangan harus di cuci dengan sabun antiseptik segera setelah
melepaskan sarung tangan, karena pada saat tersebut mungkin sarung
tangan adda lubang kecil atau robek, sehingga bakteri dengan cepat
berkembang biak pada tangan akibat lingkungan yang lembab dan
hangat di sarung tangan (CDC, 1989, korniewicz. et al. 1990)
Petugas harus memperhatikan :
Jaga kuku tetap pendek
Hindari pemakaian cat kuku dan kuku palsu
Hindari pemakaian cincin dan gelang
Kebersihan tangan dengan berbasis alkohol dilakukan ketika
secara kasat mata tangan tidak terlihat kotor, diantara tindakan,
saat ronde :
Menggosokan tangan dengan larutan berbasis alkohol, non iritatif
100 ml alkohol 70% plus 1-2 ml gliserin plus pewangi
Formula disinfektan (WHO) :
Etanol 96 %
.................................................................
833.3 ml Hydrogen peroksida 3%
.................................................................
1.7 ml Gliserol 98%
.................................................................
14.5 ml Isopropil alkohol 99.8%
.................................................................
751.5 ml Hidrogren peroksida 3%
..................................................................
41.7 ml
Gliserol 98%
..................................................................
14.5 ml
Tambahkan formula tersebut dengan air destilasi/rebusan/dingin
sampai mencapai 1000 ml. Campur hingga homogen.
E. Perawatan Pasien Dalam IsolasiPasien dengan penyakit menular
melalui udara harus dirawat di ruang isolasi (bila memungkinkan)
untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsungJumlah petugas
yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin sesuai dengan
tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan hendaknya
berpengalaman di dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.Setiap
langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai
petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dari
pasien ke petugas pelayanan kesehatan atau orang lain.Perawatan
pasien diruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebersihan,
sengaja mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan
bekerjasama dalam menerapkan tindakan pencegahan infeksi dan
transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada
anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau
orang lanjut usiaUntuk perawatan pasien penyakit menular melalui
udara di ruang isolasi, petugas kesehatan perlu mentaati petunjuk
sebagai berikut :
1. Persiapan dan Pemeliharaan Ruang Isolasi
1.1 Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda
peringatan pada pintu.1.2 Sediakan lembar catatan pada pintu masuk
ruang isolasi. Semua petugas kesehatan atau pengunjung yang masuk
area isolasi harus mengisi lembar catatan tersebut, agar bila
dibutuhkan tindak lanjut, tersedia data yang dibutuhkan.1.3
Pastikan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang
isolasi harus mudah dibersihkan dan tidak menahan kotoran
tersembunyi atau kondisi basah, baik di dalam maupun
sekelilingnya.1.4 Kumpulkan linen seperlunya.1.5 Lengkapi tempat
cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang cukup.1.6
Sediakan kantong sampah yang sesuai dalam tempat sampah yang
dioperasikan oleh kaki dalam ruangan.1.7 Upayakan agar pasien tidak
menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat air minum dan cangkir,
tissue dan semua barang untuk kebersihan pribadi berada dalam
jangkauaan pasien.
1.8 Sediakan peralatan yang diperlukan tersendiri untuk
masing-masing pasien seperi stetoskop, termometer dan tensimeter.
Bila karena keterbatasan ketersediaan, peralatan digunakan untuk
pasien lain maka semua peralatan hendaknya dibersihkan dan
didisinfeksi sebelum digunakan. untuk menyimpan
1.9 Di luar pintu masuk isolasi (diruang ganti) sediakan tempat
(rak,troli, lemari) untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik
untuk meyakinkan semua peralatan yang dibutuhkan tersedia.
1.10 Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup
sesuai untuk setiap peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang.
Sesuai kebijakan masing-masing rumah sakit, langsung kirim
peralatan bekas pakai tersebut ke instalasi sterilisasi pusat atau
dekontaminasi terlebih dahulu diruangan khusus sebelum dikirim.1.11
Sediakan peralatan kebersihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeski
yang dibutuhkan di dalam ruangan pasien
1.12 Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari
meliputi semua permukaan. Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja
pasien, kaki tempat tidur dan lantai telah dibersihkan dan
didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0.5 % dan atau alkohol 70% dapat
digunakan sebagai disinfektan
1.13 Masukan linen bekas pakai ke dalam kantong linen ketika di
dalam ruangan dan kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah
diluar ruangan. Kirim segera ke unit pencucian (laundry) dan
tangani sebagai linen yang kotor atau terkontaminasi.1.14 Buang
semua sampah ke dalam kantong sampah infeksius ketika di dalam
ruangan. Ketika sampah akan dibuang, diluar ruangan masukkan
kantong tersebut ke dalam kantong lain dan kemudian tangani sebagai
sampah infeksius.
1.15 Bersihkan dan disinfeksi urinal dan bedpan sebelum
digunakan untuk pasien lain.
1.16 Hindari penggunaan disinfektan semprotan
1.17 Bersihkan semua peralatan kebersihan (mop/lap) setelah
setiap dipergunakan. Kirim semua peralatan kebersihan tersebut ke
laundry untuk dicuci dengan air panas
1.18 Jika mungkin, yakinlah arah aliran udara pendingin (AC)
berasal dari luar ruangan (koridor) ke dalam ruangan (tekanan
negatif).1.19 Bersihkan peralatan makan dalm air sabun panas.2.
Memasuki Ruangan
2.1 Di ruang anteroom harus tersedia APD yang berisi : topi,
masker, apron, sarung tangan, dan sepatu pelindung, wastafel dengan
air mengalir, sabun antiseptik, handrub, paper towel (tissue),
poster APD dan kebersihan tangan.2.2 Siapkan semua peralatan yag
dibutuhkan
2.3 Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub
berbasis alkohol.
2.4 Memakai APD, dengan urutan sebagai berikut : pelindung kaki,
gaun pelindung dan topi, masker, kaca mata atau pelindung wajah dan
sarung tangan.
2.5 Masuk ruangan dan tutup pintu.3. Meninggalkan Ruangan3.1
Kecuali masker, lepaskan APD di pintu ruang anteroom, masker
dilepaskan setelah meninggalkan ruangan pasien dan menutup
pintunya
3.2 Urutan melepas APD :
1) Sarung tangan : lepas dan buang ke dalam tempat sampah
infeksius, lakukan kebersihan tangan.
2) Kaca mata atau pelindung wajah : letakkan ke dalam wadah
peralatan bekas pakai, lakukan kebersihan tangan.
3) Gaun : dengan tidak memegang bagian luar gaun, masukan ke
dalam tempat cucian, lakukan kebersihan tangan
4) Masker: dengan tidak memegang bagian luar, lakukan kebersihan
tangan.
5) Pelindung kaki setelah itu lakukan kebersihan tangan.
CATATAN : di tulis di pintu keluar ruangan.3.3 Cuci tangan
dengan air mengalir atau digunakan handrub berbasis alkohol.
3.4 Tinggalkan ruangan.
3.5 Lepaskan masker atau respirator dengan memegang elastis di
belakang telinga, jangan memegang bagian depan masker
3.6 Setelah ke luar ruangan, gunakan kembali handrubs berbasis
alkohol atau cuci tangan dengan air mengalir
3.7 Sebelum meninggalkan ruangan petugas mandi di kamar mandi
dengan menggunakan shower yang disediakan di ruang ganti dan
menggunankan pakaian dari rumah.
Peraturan untuk Kewaspadaan Isolasi
Harus dihindari transfer mikroba patogen antar pasien dan
petugas saat perawatan pasien rawat inap. Perlu dijalankan hal
berikut :1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ,
sekresi dan ekskresi dari seluruh pasien untuk meminimalisir resiko
transmisi infeksi.
2. Lakukan kebersihan tangan sebelum kontak diantara pasien.
3. Lakukan kebersihan tangan setelah menyentuh bahan infeksius
(darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk
menghindari menyentuh bahan infeksius.
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan
darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi
tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan
antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain
dalam lubang pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi
bedpan, urinal dan kontainer pasien lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius
pasien telah dibersihkan dan di disinfeksi dengan benar antar
pasien.
F. PEMROSESAN PERALATAN PASIENUntuk menciptakan lingkungan bebas
infeksi, yang terpenting adalah dengan melaksanakan setiap proses
pencegahan infeksi yang di anjurkan. Proses pencegahan infeksi
dasar yang di anjurkan untuk mengurangi penularan penyakit dari
instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang habis
pakai lainnya adalah (precleaning/prabilas), pencucian dan
pembersihan, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau
sterilisasi.
PERHATIAN :
1. Formaldehid alkohol tidak dianjurkan sebagai sterilan kimia
atau DTT karena bersifat iritasi dan toksik.
2. Fenol 3% dan oidofor tidak boleh untuk DTT karena tidak dapat
mematikan spora bacteria, M. Tuberculosis (MTB) dan jamur.
3. Isopropil alkohol tidak boleh untuk DTT karena tidak bisa
mematikan spora bakteria dan virus hidrofilik.
4. Waktu paparan untuk DTT berubah dari 10-30 menit menjadi >
12 menit.
5. Jangan melakukan disinfeksi fogging atau pengasapan di area
perawatan dan kamar operasi.6. Petugas yang melakukan dekontaminasi
alat harus selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti
masker, apron lengan panjang, sarung tangan panjang, jika
diperlukan dapat memakai kacamata (goggle)
TIGA TINGKAT PROSES DISINFEKSI
I. DISINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT) :
Mematikan bakteri dalam waktu 20-12 jam, akan mematikan semua
mikroba kecuali sebagian kecil spora bakteri.
II. DISINFEKSI TINGKAT SEDANG (DTS) :
Dapat mematikan bakteria vegetatif termasuk Mycobacteria, hampir
semua virus, hampir semua jamur, tetapi tidak bisa mematikan spora
bakteria.III. DISINFEKSI TINGKAT RENDAH (DTR) :
Dapat mematikan hampir semua bakteria vegetatif, beberapa jamur,
beberapa virus dalam waktu < 10 menit.
G. DEKONTAMINASIPengertian
1. Prabilas (precleaning)Proses yang membuat benda mati lebih
aman untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan, misal :
mengurangi jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi,
menginaktivasi virus HBV, HCV, dan HIV
2. Pembersihan :Proses yang secara fisik membuang semua kotoran,
darah atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang
sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang
menyentuh kulit atau menangani obyek tersebut. Proses ini terdiri
dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air atau
secara enzimatik, membilas dengan air bersih dan mengeringkan.3.
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT):Proses menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteria, virus, jamur dan parasit) termasuk
endospora bakteri dari benda mati dengan mesin sterilisator suhu
tinggi yaitu uap tekanan tinggi (otoklaf) dan panas kering (oven)
atau dengan mesin sterilisator suhu rendah (plasma dan etilen
oksida), sterilan kimiawi atau radiasi.Setiap benda, baik peralatan
metal yang kotor memerlukan penanganan dan pemrosesan khusus agar
:
1. Mengurangi resiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah
atau cairan tubuh terhadap petugas pembersih dan rumah tangga.
2. Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya
peralatan atau benda lain yang steril atau yang didisinfeksi
tingkat tinggi (DTT)).
Persyaratan :
1. Suhu pada disinfeksi secara fisik dengan air panas untuk
peralatan sanitasi 80C dalam waktu 45-60 detik, sedangkan untuk
peralatan memasak 80C dalam waktu 1 menit.
2. Disinfektan harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan
maupun orang, disinfektan mempunyai efek sebagai deterjen dan
efektif dalam waktu yang relatif singkat, tidak terpengaruh oleh
kesadahan air atau keberadaan sabun dan protein yang mungkin
ada.
3. Penggunaan disinfektan harus mengikuti petunjuk pabrik.
4. Pada akhir proses disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis
(ruang operasi dan ruang isolasi) tingkat kepadatan bakteri pada
lantai dan dinding 0-5 CFU/cm, bebas mikroorganisme patogen dan gas
gangren. Untuk ruang penunjang medis (ruang rawat inap, ruang
ICU/ICCU, kamar bayi, kamar bersalin, ruang perawatan luka bakar
dan laundry) sebesar 5-10 CFU/m5. Sterilisasi peralatan yang
berkaitan dengan perawatan pasien secara fisik dengan pemanasan
pada suhu 121C selama 30 menit atau pada suhu 134 selama 13 menit
dan harus mengacu pada petunjuk penggunaan alat sterilisasi yang
digunakan.
6. Sterilisasi harus menggunakan disinfektan yang ramah
lingkungan.
7. Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan
menguasai prosedur sterlisasi yang ada
8. Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang
isolasi harus bebas dari mikroorganisme hidup.Kebijakan
sentralisasi pelayanan sterilisasi
Sebagai salah satu upaya dalam penurunan angka infeksi di rumah
sakit dan mengoptimalkan fungsi Instalasi Sterilisasi Pusat/CSSD,
diperlukan pelayanan sterilisasi yang tersentralisasi.Tujuan :
a. Efisiensi dan efektifitas pelayanan sterilisasi
b. Standarisasi pelayanan sterilisasi
c. Jaminan mutu pelayanan sterilisasi
Pelaksanaan pelayanan sterilasasi :
Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) merupakan unit kerja di rumah
sakit yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan proses
pelayanan sterilisasi di mulai dari proses pencucian,
dekontaminasi, disinfeksi, pengemasan, labeling, proses
sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusian barang steril serta
pengawasan mutu.
Pelayanan sterilisasi dilaksanakan secara sentralisasi oleh
Instalasi Sterilisasi Pusat/CSSD namun dapat juga dilaksanakan oleh
unit kerja dalam bentuk Satelit CSSD yang penyelenggaraannya
dibawah Koordinasi dan Pengawasan Instalasi Sterilisasi Pusat
dengan ketentuan sebagai berikut :1. Tersedia ruangan satelit CSSD
yang memenuhi standar :
a. Area unclean : tekanan negatif AC dan HEPA filterb. Area
clean : tekanan positif AC dan HEPA filterc. Area steril : tekanan
positif AC dan HEPA filterd. Area umum : gudang penyimpanan BMHP2.
Tersedia sarana dan prasarana standar minimal untuk pelayanan
sterilisasi :
a. Mesin sterilisator suhu tinggi dan suhu rendah kapasitas
kecil
b. Peralatan penunjang dekontaminasi
c. Peralatan penunjang untuk pengemasan dan labeling
d. Peralatan penunjang untuk penyimpanan barang steril
e. Peralatan penunjang lainnya3. SDM dengan kompetensi khusus di
bidang pelayanan sterilisasi
4. Aktivitas sentralisasi di CSSD :
a. Menyediakan/produk barang medis habis pakai steril
(single-use)
b. Melakukan proses sterilisasi barang medis ulang pakai
(re-use)
Aktivitas desentralisasi di satelit CSSD :
1. Melakukan proses sterilisasi barang medis ulang pakai untuk
:
a. Barang / alat yang spesifik
b. Barang / alat yang dibutuhkan segera
c. Barang / alat dengan persediaan terbatas2. Melakukan proses
penyimpanan barang steril sebelum digunakan ke pasienKebijakan
tentang BAHAN STERIL SEKALI PAKAI (single- use) dan ULANG PAKAI
(re-use)
Dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, dibutuhkan barang
medis/alat kesehatan yang habis pakai dan barang medis/alat
kesehatan yang dapat di ulang pakai (re-use) atau dapat digunakan
kembali setelah dilakukan proses pembersihan, dekontaminasi, dan
proses steril dengan tujuan :
a. Mengurangi resiko infeksi
b. Memelihara efektifitas
c. Mengurangi biaya pasien
d. Menjamin mutu
Semua peralatan yang di ulang pakai harus memenuhi persyaratan
berikut :
a. Ada referensi atau rujukan yang dapat
dipertanggungjawabkan
b. Rekomendasi dari pihak penyediaan dengan sertifikat
c. Penyedia harus merekomendasi berapa kali alat dapat di
ulang
Pengelompokan barang medis/alat kesehatan steril :
1. Barang medis/alat kesehatan steril disposible yang diproduksi
oleh pabrik tertentu. Disediakan untuk sekali pakai, tidak diproses
ulang kecuali ada rekomendasi dari pihak yang memproduksi alat
kesehatan tersebut.
Contoh : spuit disposible steril, sarung tangan steril,
barang/alat kesehatan disposible lainnya.
2. Barang medis habis pakai steril produksi CSSD
Adalah barang medis/alat kesehatan steril disediakan untuk
sekali pakai oleh CSSD, tidak di proses ulang
3. Barang medis/alat kesehatan steril yang dapat di pakai
ulang
Adalah barang medis/alat kesehatan steril, bila sudah dipakai
dapat di proses ulang menjadi barang medis/alat kesehatan
steril.Contoh : instrumen steril, linen steril, barang/bahan lain
yang terbuat dari kaca, plastik, silikon dan karet.
Kebijakan :
1. Barang medis/alat kesehatan steril sekali pakai
(single-use)
Adalah barang medis/alat kesehatan steril disposible produksi
oleh pabrik tertentu, disediakan untuk sekali pakai dan tidak boleh
diproses ulang kecuali :
a. Ada rekomendasi dari pabrik yang memproduksi alat kesehatan
tersebut untuk difungsikan sebagai barang ulang pakai
b. Barang yang terbuat dari bahan yang tahan untuk di pakai
ulang, perlu dilakukan pencatatan agar bisa mendeteksi sudah
berapakali di pakai-ulang.2. Barang medis habis pakai steril
Adalah barang medis habis pakai yang di produksi steril oleh
Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) digunakan hanya satu kali pakai
dalam kemasan tertentu.
3. Barang medis steril yang dapat digunakan kembali atau ulang
pakai
Adalah barang steril yang bilamana sudah di pakai oleh pasien
dapat digunakan kembali setelah dilakukn proses pembersihan,
dekontaminasi, pengemasan, dan proses steril
4. Barang medis/alat kesehatan steril, tidak boleh dipakai
apabila:a. Kemasan sudah dibuka atau terbuka
b. Barang steril yang masih tersisa dalam kemasan yang sudah
terbuka
c. Tanggal kadaluarsa sudah lewat
5. Proses ulang untuk barang medis/alat kesehatan yang dapat di
pakai ulang, penggunaan kembali tergantung dari jenis bahan dari
barang medis/alat dan kondisinya tidak rusak6. Pengawasan terhadap
pemakaian kembali barang/alat kesehatan yang dapat diproses ulang
harus dilakukan secara rutin :
a. Seleksi kelayakan untuk dilakukan ulang pakai (uji
visual)
b. Pencatatan agar dapat mendeteksi berapa kali barang tersebut
dilakukan ulang pakai
7. Pengumpulan data, analisis data dan penggunaan data mengenai
penggunaan barang medis/alat kesehatan yang dapat digunakan kembali
atau ulang pakai yang terkait dengan pencegahan dan pengendalian
infeksi merupakan tanggung jawab semua Unit Kerja yang terkait
dengan pelayanan.
Metode Sterilisasi
1. Sterilisasi dengan Menggunakan Panas :
1.1 Sterilisasi Uap Panas (Otoklaf)
Cara ini biasanya digunakan di rumah sakit karena terbukti uap
panas dengan tekanan tinggi dapat menghilangkan spora bakteri yang
paling resisten sekalipun secara efektif dalam waktu singkat.
Mekanisme secara umum adalah mengeluarkan seluruh udara dari
bahan/alat yang disterilkan dengan otoklaf sehingga terjadi
campuran uap yang seragam dan mengurangi kemungkinan adanya daerah
dingin dalam otoklaf. Mekanisme ini mencakup gravity displacement,
mass flow dilution, pressure pulsing, high vaccum, dan pressure
pulsing dengan gravity displacement. Faktor lain yang penting
adalah udara kedap, tekanan atmosfir, kualitas udara.1.2
Sterilisasi Panas (Oven/dry Heat)
Pemanasan dengan oven biasa digunakan untuk sterilisasi gelas,
instrumen, benda tajam dan instrumen bedah mata. Keunggulan
penggunaan panas dibandingkan sterilisasi uap adalah kemungkinan
korosi yang rendah dan penetrasi yang dalam. Tetapi, proses
pemanasan ini lambat, diperlukan waktu satu atau dua jam pada suhu
160C. Bahan dan alat dapat menjadi rusak akibat pemanasan yang lama
dengan suhu tinggi.
2. Sterilisasi Suhu Rendah
2.1 Sterilisasi dengan Etilen Oksida (ETO)
Sterilisasi menggunakan etilen oksida efektif unttuk membunuh
spora. Bahan ini mudah menguap dan baik unttuk penetrasi, tetapi
bahan ini mudah meledak dan terbakar. ETO adalah campuran gas yang
paling efisien dan bisa penetrasi kateter lumen yang sangat kecil,
namun mempunyai kelemahan karena sifatnya yang karsinogenik.
2.2 Sterilisasi dengan Plasma/Teknologi Baru dalam Sterilisasi
dengan Suhu Rendah.
Suhu rendah, teknik dan prosedur baru seperti bedah mikro, bedah
laser, bedah ultrasonik dan bedah endoskopi atau laparoskopi yang
menggunakan peka dan mahal, biasanya sensitif terhadap panas. Untuk
itu diperlukan cara sterilisasi yang mencakup hal-hal berikut ini
:
a. Kurang dari 60C
b. Efisiensi tinggi, dapat membunuh virus, bakteri TB, jamur dan
spora
c. Aktivitas cepat, mampu menembus bahan peralatan medis biasa
dan masuk ke bagian dalam instrumen alat
d. Kompatibilitas bahanTidak merubah bentuk maupun fungsi
alat-alat bahkan setelah digunakan ulang
e. Non toksik
f. Tahan bahan organik tanpa kehilangan efektifitas
g. Adaptasi
Cocok digunakan pada instalasi kecil maupun besar
h. Kemampuan monitor
Mudah dimonitor dengan akurat secara fisik, kimia maupun
biologi
i. Murah
Harga yang pantas untuk instalasi dan prosedur rutin
j. Sterilisasi plasma hidrogen peroksida dan vapour-phase
hidrogenperoksida (VHP), siklus sterlisasi lebih pendek daripada
dengan menggunakan ETO, yaitu angka 30-45 menit untuk VHP dan 75
menit sampai 4 jam untuk plasma. Bahanbahan ini juga ideal untuk
alat-alat yang sensitif terhadap panas dan kelembaban, selain itu
ramah lingkungan dan tidak meninggalkan residu.
Tatalaksana :1. Kamar/ruang operasi yang telah dipakai harus
dilakukan disinfeksi dan disterilisasi sampai aman untuk dipakai
pada operasi berikutnya2. Instrumen dan bahan medis yang dilakukan
sterilisasi harus melalui persiapan, meliputi :
2.1 Persiapan sterilisasi bahan dan alat sekali pakai
Penataan - Pengemasan - Pelabelan - Sterilisasi
2.2 Persiapan sterilisasi instrumen baru
Penataan dilengkapi dengan sarana pengikat (bila diperlukan)
Pelabelan - Sterilisasi
2.3 Persiapan sterilisasi instrumen dan bahan lama
Disinfeksi Pencucian (dekontaminasi) Pengeringan (pelipatan bila
perlu) Penataan Pelabelan Sterilisasi3. Indikasi kuat untuk
tindakan disinfeksi/sterilisasi
3.1 Semua peralatan medik atau peralatan perawatan pasien yang
dimasukan kedalam jaringan tubuh, sistem vaskuler atau melalui
saluran darah harus selalu dalam keadaan steril sebelum
digunakan
3.2 Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir seperti
endoskopi, pipa endotrakeal harus disterilisasi/di disinfeksi
dahulu sebelum digunakan
3.3 Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan
tubuh, darah atau sekresi harus selalu dalam keadaan steril sebelum
dipergunakan
4. Semua benda atau alat yang akan disterilkan/di disinfeksi
harus terlebih dahulu dibersihkan secara bersama untuk
menghilangkan semua bahan organik ( darah dan jaringan tubuh ) dan
sisa bahan linennya.
5. Sterlisasi (132C) selama 3 menit pada gravity displacement
steam sterilizer, tidak dianjurkan untuk peralatan implant
6. Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya akibat dibersihkan,
disterilisasi atau di disinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi.
Oleh karena itu hindari proses ulang yang dapat mengakibatkan
terganggunya keamanan dan efektifitas peralatan.
7. Jangan menggunakan bahan seperti linen dan lainnya yang tidak
tahan terhadap sterilisasi, karena akan mengakibatkan kerusakan
seperti kemasannya rusak atau berlubang, bahan yang mudah robek dan
sebagainya.
8. Peralatan yang telah disterilkan harus ditempatkan pada
tempat (lemari) khusus setelah dikemas steril dan diletakkan pada
:
8.1. Ruangan dengan suhu 18C sampai 22C dan kelembapan 35%-75%.
Ventilisasi menggunakan sistem tekanan positif dengan efisiensi
partikuler antara 90%-95% (untuk partikuler 0,5 m)
8.2. Dinding ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat dan
mudah dibersihkan.
8.3. Barang yang steril disimpan pada jarak 19 cm - 24 cm dari
lantai dan tinggi barang minimum 45 cm dari langit-langit dan
berjarak 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk menghindari
terjadinya penempelan debu kemasan.9. Pemeliharaan dan cara
penggunaan peralatan sterilisasi harus memperhatikan petunjuk
pabrik dan harus dikalibrasi minimal satu kali satu tahun.
10. Jalur masuk ke ruangan untuk peralatan operasi yang telah
disteril harus terpisah dengan peralatan yang telah dipakai.
11. Sterilisasi dan disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis
dan peralatan medis dilakukan sesuai permintaan dari kesatuan kerja
pelayanan medis dan penunjang medis.H. PENATALAKSANAAN LINENPrinsip
Umum :
1. Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukan ke dalam
kantong atau wadah yang tidak rusak saat di angkut.2. Pengantongan
ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan3. Semua
bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas
dengan air. Linen kotor tersebut kemudian langsung dimasukan ke
dalam kantong linen di kamar pasien4. Bersihkan kontaminasi bahan
padat (misal : feses) dari linen yang sangat kotor (menggunakan APD
yang sesuai) dan buang limbah padat tersebut ke dalam toilet
sebelum linen dimasukan ke kantong cucian.5. Linen yang sudah
digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk mencegah kontaminasi
permukaan lingkungan atau orang-orang disekitarnya.6. Jangan
memilah linen di tempat perawatan pasien, masukan linen yang
terkontaminasi langsung ke kantong cucian.7. Minimal memanipulasi
atau mengibas-ibaskan linen untuk menghindari terbentuknya aerosol,
kontaminasi udara dan orang.8. Tidak diperbolehkan meletakkan linen
kotor pasien di lantai.PERHATIAN :A. Angkut linen kotor dengan
hati-hati
B. Angkut linen kotor dan bersih di dalam troli yang
tertutup
C. Pisahkan troli pengangkutan linen bersih dan linen kotor,
gunakan warna troli yang berbeda
D. Lakukan dekontaminasi atau pembersihan troli setiap hari
E. Tidak perlu menggunakan APD pada saat mengantar linen ke unit
laundry
F. Gunakan APD (masker, sarung tangan, dan apron) saat pemilahan
dan penghitungan linen kotor
G. Harus selalu melakukan kebersihan tangan setelah dan sesudah
menyentuh linen juga setelah melepaskan sarung tangan
I. PENGELOLAAN LIMBAH1. Pengertian1.1 Limbah rumah sakit adalah
semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk
padat, cair dan gas.
1.2 Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit
yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang
terdiri dari limbah medis padat dan non medis.1.3 Limbah medis
padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah : infeksius,
patologi, benda tajam, farmasi, sitotoksik, kimiawi, radioaktif,
kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang
tinggi.
1.4 Limbah padat non medis adalha limbah padat yang dihasilkan
dari kegiatan rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya.1.5 Limbah cair adalah semua air buangan
termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.1.6 Limbah gas adalah
limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di
rumah sakit seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator,
anestesi dan pembuatan obat sitotoksik1.7 Limbah infeksius adalah
limbah dari bahan yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh
pasien, ekskresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang
lain.1.8 Limbah sitotoksik adalah limbah dari bahan yang
terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk
kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan sel hidup.1.9 Minimalisasi limbah adalah
upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah
yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan
kembali limbah (re-use) dan daur ulang limbah (recycle).2.
Definisi2.1 Bahan berbahaya adalah setiap unsur, peralatan, bahan
yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan kesehatan
manusia dan lingkungan.
2.2 Benda-benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong,
melukai atau menusuk kulit, seperti jarum suntik, jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, vial, ampul, ujung infus set, pipet,
pecahan gelas, pecahan kaca, pecahan/patahan ampul, pecahan botol,
pisau bedah, kawat dan benda lain yang dapat menusuk atau
melukai.2.3 Enkapsulasi adalah proses pemadatan sampah benda tajam
atau obat-obatan dalam wadah yang berupa tong atau drum, dengan
cara tong mengisi wadah hingga bagian wadah kemudian sisa ruang
dipenuhi dengan menuangkan bahan-bahan seperti semen atau campuran
semen dengan kapur, atau tanah liat2.4 Insinerasi adalah proses
pengurangan volume dan berat sampah medis dan mengubah bentuk asal
sampah medis dengan teknologi pembakaran suhu tinggi.2.5 Pemilahan
adalah pemisahan limbah medis dan non medis atau limbah benda tajam
dengan non benda tajam.2.6 Pembuangan adalah penanganan akhir dari
limbah dengan cara membuang dan atau mengolah limbah agar aman bagi
lingkungan2.7 Saluran kotoran adalah sistem pembuangan air limbah
yang terpisah dari saluran air hujan, berupa sistem perpipaan yang
dilengkapi dengan bak kontrol atau clean out (lubang kontrol).
2.8 Kontainer adalah wadah tempat penyimpanan, pengangkutan,
penimbunan atau pembuangan limbah.
3. Tujuan Pengelolaan Limbah3.1. Melindungi petugas pembuangan
limbah dari perlukaan3.2. Melindungi penyebaran infeksi terhadap
para petugas kesehatan3.3. Mencegah penularan infeksi pada
masyarakat sekitarnya.3.4. Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan
toksik dan radioaktif) dengan amanTumpukan limbah terbuka harus
dihindari karena :a. Menjadi objek pemulung yang akan memanfaatkan
limbah yang terkontaminasib. Dapat menyebabkan perlukaan
c. Menimbulkan bau busuk
d. Mengundang lalat dan hewan penyebar penyakit lainnya.4.
Pengelolaan LimbahIdentifikasi Limbah
1. Padat2. Cair3. Tajam4. Infeksius5. Non InfeksiusPemisahan
1. Pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah
2. Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
3. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya4. Limbah cair segera
dibuang ke wastafel atau spoelhokLabeling
1. Limbah padat infeksius : Plastik kantong warna kuning
2. Limbah padat non infeksi : Plastik kantong warna hitam
3. Limbah benda tajam : Wadah khusus benda tajam yang tahan
tusuk dan anti bocor
Catatan :
Kantong pembuangan diberi simbol/label sesuai jenis limbahTata
cara pengemasan
1. Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
2. Tutup mudah dibuka, sebaiknya dengan sistem injak
3. Kontainer dalam keadaan bersih dan harus dicuci setiap
hari
4. Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tiadk
berkarat.
5. Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20 meter atau
diletakkan dekat lokasi tindakan.
6. Ikat limbah dengan tali rafia jika sudah terisi
penuh.Penyimpanan
1. Simpan limbah di tempat penyimpanan sementara
2. Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan
kuat
3. Beri label pada kantong plastik limbah
4. Setiap hari limbah di angkat dari tempat penampungan
sementara, minimal 2 hari sekaliPengangkutan
1. Mengangkut limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat,
tertutup dan mudah dibersihkan
2. Tidak boleh tercecer
3. Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien4.
Apabila lift khusus untuk barang kotor belum tersedia, maka lift
pasien/pengunjung dapat dipergunakan sesuai dengan jadwal khusus
yang di atur oleh pengelola gedung dan segera lakukan disinfeksi
lift setelah selesai pengangkutan limbah, linen kotor, dan troli
makanan kotor
5. Gunakan APD ketika menangani limbah
6. Tempat penampungan sementara sampah medis harus tertutup,
bersimbol biohazard, kapasitas memadai, aman dan memadai
7. Tempat penampungan sementara sampah non medis harus diberi
pelindung berupa pagar/rumah sampah, terjangkau (oleh kendaraan),
aman, tidak ada genangan air sampah dan selalu dijaga
kebersihannyaPembuangan atau pengolahan1. Limbah padat infeksius
dimusnahkan di incenerator
2. Limbah non infeksi dibuang ke tempat penyimpanan sampah
sementara (TPS)
3. Limbah benda tajam dimusnahkan dalam incenerator atau dapat
menggunakan alat penghancur benda tajam (needle destroyer)
4. Limbah cair dibuang ke bak cuci alat, saluran pembuangan di
kamar mandi, wastafel, atau spoelhok
5. Limbah feces, urine di buang ke kloset atau
spoelhokPenanganan limbah benda tajam
1. Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
2. Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
3. Segera buang limbah benda tajam ke dalam kontainer tahan
tusuk dan tahan bocor yang tersedia
4. Selalu di buang sendiri oleh si pemakai
5. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
6. Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan
PERHATIAN :
A. Seluruh petugas yang menangani limbah wajib menggunakan APD
(masker, sarung tangan, apron dan sepatu)
B. Selalu melakukan kebersihan tangan setelah menangani
limbah
C. Lepaskan APD segera setelah menangani limbah, dan setelah
mengantar limbah
D. Tidak direkomendasikan petugas berhenti di jalan dan membeli
makanan saat mengantar limbahE. Tidak direkomendasikan petugas
pengangkut sampah membawa barang/benda selain troli sampah
F. Tidak direkomendasikan membawa limbah melebihi batas
kapasitas (luber), troli sampah harus dalam keadaan tertutup pada
saat pengangkutan
Persyaratan
1. Limbah Medis Padat
1.1. Minimalisasi Limbah
1.1.1. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai
dari sumber
1.1.2. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun
1.1.3. Setiap rumah sakit melakukan pengelolaan stok bahan kimia
dan farmasi
1.1.4. Pengolahan sampah medis dengan incenerator milik rumah
sakit harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang
1.1.5. Pengolahan sampah medis ke luar rumah sakit (kerjasama
dengan jasa pemusnahan sampah medis) mulai dari pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak
yang berwenang1.2. Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan
daur ulang
1.2.1. Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah
1.2.2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan
dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali
1.2.3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah
tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. wadah tersebut
harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka
1.2.4. Limbah jarum dan syiringe tidak boleh dipisahkan, harus
langsung dibuang ke wadah khusus limbah benda tajam
1.2.5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus
melalui proses sterilisasi sesuai tabel 5 untuk menguji efektifitas
sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus subtilis1.2.6.
Limbah jarum hipodemik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan
kembali.
1.2.7. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
dengan penggunaan wadah dan label seperti pada tabel 4 dibawah
1.2.8. Limbah padat yang sudah terkontaminasi cairan tubuh tidak
boleh didaur ualng, harus dibuang ke tempat sampah medis.1.2.9.
Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor dan
diberi label bertuliskan Limbah Sitotoksik1.3. Pengumpulan,
pengangkutan dan penyimpanan limbah medis padat di lingkungan Rumah
Sakit
1.3.1. Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan
penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup dan
label/simbol biohazard1.3.2. Penyimpanan limbah medis padat harus
sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan
musim kemarau paling lama 24 jam.
1.4. Pengumpulan, pengemasan dan pengangkutan ke luar rumah
sakit.
1.4.1. Pengelola harus mengumpulkan dan melakukan kemasan pada
tempat yang kuat.
1.4.2. Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan
kendaraan khusus
1.4.3. Seluruh proses pengumpulan, pengemasan, pengangkutan
limbah ke luar rumah sakit harus mengikuti peraturan dan prosedur
yang berlaku.1.5. Pengolahan dan pemusnahan
1.5.1. Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung
ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi
kesehatan.
1.5.2. Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah
medis padat disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis
limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf
atau dengan pembakaran menggunakan incenerator.
TABEL 3 METODE STERILISASI UNTUK LIMBAH YANG DIMANFAATKAN
KEMBALIMetode SterlisasiSuhuWaktu kontak
Sterilisasi dengan panas
Sterilisasi kering dengan oven Pounpinel
Sterilisasi basah dengan otoklaf
Sterilisasi dengan bahan kimia
Ethylene oxide (gas)
Glutaraldehyde (cair)160C
170C
121C
50C - 60C120 menit
60 menit
3 menit
3-8 jam
30 menit
TABEL 4JENIS WADAH DAN LABEL LIMBAH MEDIS PADAT SESUAI DENGAN
KATEGORINYA
KATEGORIWARNA KONTAINERLAMBANGKETERANGAN
RADIOAKTIFMERAHKantong boks timbal dengan simbol radiokatif
SANGAT INFEKSIUSKUNINGKantong plastik kuning, kuat tahan bocor,
atau container yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
LIMBAH INFEKSIUS PAOTOLOGI DAN ANATOMIKUNING
Plastik kuat dan anti bocor atau kontainer
SITOTOKSIKUNGUKantong plastik kuat dan anti bocor
LIMBAH KIMIA DAN FARMASICOKLATKantong plastik atau kontainer
2. Limbah Non Medis2.1. Pemilahan dan pewadahan
2.1.1. Pewadahan limbah padat non medis harus dipisahkan dari
limbah padat medis dan ditampung dalam kantong plastik warna
hitam.
2.1.2. Tempat pewadahan
a. Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong
plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah dan diberi label
limbah domestik/non medis
b. Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah padat melebihi 2
(dua) ekor per block-grill, perlu dilakukan pengendalian lalat.
2.2. Pengumpulan, peyimpanan dan pengangkutan
2.2.1. Bila ditempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan
lalat lebih dari 20 ekor per block-grill atau tikus terlihat pada
siang hari, harus dilakukan pengendalian.
2.2.2. Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian
serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan
sekali.2.3. Pengolahan dan pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non medis harus dilakukan
sesuai dengan persyaratan kesehatan
3. Limbah Cair
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan
air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen
sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit atau peraturan daerah
setempat bila aturannya lebih ketat
4. Limbah GasStandar limbah gas (emisi) dari sarana pengolahan
limbah medis padat dengan insenerator mengacu pada Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/3/1995 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak atau peraturan daerah setempat
bila aturannya lebih ketat.
Tatalaksana limbah
1. Limbah Medis Padat
a. Minimalisasi Limbah
Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya
Mengupayakan pencegahan timbulnya limbah atau diupayakan
menghasilkan limbah seminimal mungkin pada setiap kegiatan.
Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara
kimiawi
Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam
kegiatan perawatan dan kebersihan.
Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai
menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.
Memesan bahan-bahan sesuai dengan kebutuhan.
Menggunakan bahan-bahan yg diproduksi lebih awal untuk
menghindari kadaluarsa.
Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh
distributor.
b. Pemilahan, Pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang
Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber
yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda
tajam, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan
logam berat yang tinggi.
Tempat pewadahan limbah medis padat terbuat dari bahan yang
kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan
yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass. Di setiap
sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang
terpisah dengan limbah padat non medis.
Kantong plastik diangkat minimal dua kali sehari atau apabila
2/3 bagian telah terisi limbah.
Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus
(safety box atau sharp container) yang disediakan oleh rumah
sakit.
Tempat pewadahan limbah medis padat sitotoksik yang tidak
langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan
larutan disinfektan apabila akan dipergunakan lagi, sedangkan untuk
kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi
dan harus langsung dimusnahkan.
Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpe), botol gelas dan
kontainer.
Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan
ethylene oxide, maka tangki reactor harus dikeringkan sebelum
dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut sangat
berbahaya maka sterilisasi harus dilakukan oleh petugas yang
terlatih. Sedangkan sterilisasi dengan glutaraldehyde lebih aman
dalam pengoperasiannya tetapi kurang efektif secara mikrobiologi
Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus pencemaran
spongiform encephalopatiesc. Tempat Penampungan Sementara
Tempat penampungan/penyimpanan sementara (TPS) sampah medis
harus diberi simbol biohazard dan harus dipisahkan dengan TPS
sampah non medis.
Limbah padat medis harus segera dimusnahkan di insenerator
selambat-lambatnya 24 jam
Bila insenerator rusak, maka limbah medis harus dimusnahkan
melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang
mempunyai insenerator yang berizin untuk dilakukan pemusnahan
selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruangan dan
paling lambat 4 hari apabila disimpan pada suhu dibawah 0Cd.
Transportasi
Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan
tertutup.
Kantong limbah medis padat disimpan pada tempat yang aman dari
jangkauan manusia maupun binatang.
Petugas yang menangani limbah harus menggunakan alat pelindung
diri yang terdiri dari :
a. Topi/helm
b. Masker
c. Pelindung mata
d. Pakaian panjang (cover-all)
e. Apron untuk industri
f. Pelindung kaki/sepatu boot
g. Sarung tangan khusus (disposible gloves atau heavy duty
gloves)
Pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir limbah padat.
1. Limbah infeksius dan benda tajam
Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dari persediaan agen
infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan
panas dan basah seperti dalam otoklaf sedini mungkin. Untuk limbah
infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi.
Benda tajam harus di olah dengan insenerator bila memungkinkan,
dan dapat di olah bersama dengan limbah infeksius lainnya.
Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam
Setelah insenerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke
tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah
aman.
2. Limbah farmasi
Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah di insenerator
pirolitik (phyrolitic incenerator), rotary klin, dikubur secara
aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau
inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas
pengolahan yang khusus seperti rotary klin, kapsulisasi dalam drum
logam dan inersisasi. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus
dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah
sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan
melalui insenerator pada suhu di atas 1000C.
Limbah sitotoksika. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak
boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah
umum.
b. Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan
penghasil atau distributornya, insenerasi pada suhu tinggi, dan
degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh
karena kadaluarsa diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah
kadaluarsa atau tidak lg dipakai dan harus dikembalikan ke
distributor, apabila tidak memungkinkan maka dimusnahkan di
insenerator.c. Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1200C dibutuhkan
untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insenerasi pada suhu
rendah dapat menghasilakn uap sitotoksik yang berbahaya ke
udara.
d. Insenerator pirolitik dengan dua tungku pembakaran pada suhu
1200C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1000C dengan
waktu tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok untuk bahan ini
dan dilengkapi dengan penyaring debu.
e. Insenerator juga harus dilengkapi peralatan pembersih gas.
Insenerasi juga memungkinkan dengan roatory klin yang didesain
untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang beroperasi dengan baik
pada suhu di atas 850Cf. Insenerator dengan satu tungku atau
pembakaran terbuka tidak tepat untuk pembuangan sitotoksik
g. Metode degradasi kimiawi yang mnengubah senyawa sitotoksik
menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya residu
obat tapi juga untuk pencucian tempat urin, tumpahan dan pakaian
pelindung.
h. Cara kimia relatif mudah dan aman meliputi oksidasi oleh
kalium permanganat (Kmn) atau asam sulfat ), penghilangan nitrogen
dengan asam bromida, atau reduksi dengan nikel dan alumunium.i.
Insenerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang
sempurna untuk pengolahan limbah, tumpahan atau cairan biologis
yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karen itu, rumah
sakit harus berhati-hati dalam menangani obat sitotoksik3. Limbah
bahan kimawi
a. Pembuangan limbah kimia biasa.
Limbah kimia biasa yang tidak bisa di daur ulang seperti gula,
asam amino dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor.
Namun demikian, pembuangan tersebut harus memenuhi memenuhi
persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti bahan
melayang, suhu dan pH
b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil
Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang
terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insenerasi
pirolitik, kapsulisasi atau timbun (landfill).
c. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil.Tidak
ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk limbah
berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang
dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar
seperti banyak bahan pelarut dapat di insenerasi. Namun bahan
pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang
mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsenerasi kecuali
inseneratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas.
d. Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya
tersebut ke distributornya yang akan menanganinya dengan aman, atau
dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk
mengolahnya.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan
limbah kimia berbahaya :
Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan
untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan.
Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun
karena dapat mencemari air tanah. Limbah kimia disinfektan dalam
jumlah besar tidak boleh dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif
dan mudah terbakar.
Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya harus
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang.
4. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi
a. Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh
dibakar atau diinsenerasi karena beresiko mencemari udara dengan
uap beracun dan tidak boleh dibuang ke landfill karena dapat
mencemari air tanah.
b. Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai
fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Bila
tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang aman
sebagai pembuangan akhir untuk limbah industri yang berbahaya. Cara
lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian
dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat
dibuang dengan limbah biasa.5. Kontainer bertekanana. Cara yang
terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan
daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi
utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas.
Agen hlaogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus
diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk
pembuangannya.
b. Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran
atau insenerasi karena dapat meledak.
Kontainer yang masih utuh
Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke penjualnya adalah
:
Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya disatukan
dengan peralatan anestesi.
Tabung atau silinder etillin oksida yang biasanya disatukan
dengan peralatan sterilisasi.
Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen,
karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana, hidrogen, gas
elpiji dan asetilin. Kontainer yang sudah rusak
Kontainer yang rusak tidak dapat di isi ulang harus dihancurkan
setelah dikosongkan kemudian baru dibuang ke landfill.
Kaleng aerosol
kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang bersama
dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam dan tidak untuk
dibakar atau diinsenerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke
dalam kantong kuning karena akan dikirim ke insenerator. kaleng
aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan ke penjualnya
atau instalasi daur ulang bila ada.6. Limbah radiokatif
a. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam
kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan,
infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih.
b. Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang
terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus
menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang
radiasi.
c. Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan
radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
d. Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk
monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan
menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman maupun
pembuangannya dan selalu diperbaharui datanya setiap waktu.
e. Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan
ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian, penyimpanan
dan pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah : Waktu paruh
(half-life) seperti umur pendek (short-lived), misalnya waktu paruh
< 100 hr, cocok untuk penyimpanan pelapukan.
Aktifitas dan kandungan radionuklida
Bentuk fisika dan kimia
Cair : berair dan organik
Tidak homogen (seperti mengandung lumpur atau padatan yang
melayang)J. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKITTujuan
Adalah untuk menciptakan lingkungan rumah sakit yang bersih,
aman dan nyaman sehingga dapat meminimalkan atau mencegah
terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien,
petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit dan
fasilitas kesehatan sehingga infeksi nosokomial dan kecelakaan
kerja dapat dicegah.
Prinsip Dasar Pembersihan Lingkungan
1. Semua permukaan horizontal di tempat dimana pelayanan yang
disediakan untuk pasie harus dibersihkan setiap hari dan bila
terlihat kotor. Pembersihan juga harus dilakukan bila p