I. PENDAHULUAN Dalam kehidupan kita sehari-hari, peranan minyak adalah penting sekali. Yang mana semua kegiatan, baik itu yang dipakai langsung seperti bahan bakar kendaraan dan kebutuhan rumah tangga, maupun yang dipakai tidak langsung seperti untuk bahan bakar industri. Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai beberapa sumber minyak bumi yang cukup memadai, disamping untuk kebutuhan dalam negeri, ada juga yang diekspor dan menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara, walaupun untuk jenis-jenis minyak tertentu masih harus diimpor. Minyak bumi atau Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon dan turunannya yang dapat berupa fase gas, cair atau padatan. Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut. Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak adalah membuat peta topografi, penyelidikan geologi permukaan bumi dan geofisika, pengambilan sampel batu-batuan, penetapan lokasi pemboran, pemboran dan produksi. Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan dan pembangunan prasarana lainnya. 1
Minyak bumi atau Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon dan turunannya yang dapat berupa fase gas, cair atau padatan. Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut. Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak adalah membuat peta topografi, penyelidikan geologi permukaan bumi dan geofisika, pengambilan sampel batu-batuan, penetapan lokasi pemboran, pemboran dan produksi. Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan dan pembangunan prasarana lainnya.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan kita sehari-hari, peranan minyak adalah penting sekali. Yang mana
semua kegiatan, baik itu yang dipakai langsung seperti bahan bakar kendaraan dan
kebutuhan rumah tangga, maupun yang dipakai tidak langsung seperti untuk bahan
bakar industri.
Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai beberapa sumber minyak bumi yang
cukup memadai, disamping untuk kebutuhan dalam negeri, ada juga yang diekspor dan
menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara, walaupun untuk jenis-jenis minyak
tertentu masih harus diimpor.
Minyak bumi atau Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon dan turunannya
yang dapat berupa fase gas, cair atau padatan.
Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua
hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan
penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut.
Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak adalah membuat peta topografi,
penyelidikan geologi permukaan bumi dan geofisika, pengambilan sampel batu-batuan,
penetapan lokasi pemboran, pemboran dan produksi.
Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan
dan pembangunan prasarana lainnya.
Minyak bumi atau minyak mentah (Crude Oil) yang diperoleh dari sumur eksplorasi
tidak bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar atau sumber energi lainnya sebelum
diolah terlebih dahulu.
Pertama-tama minyak bumi dikumpulkan dalam tangki penyimpanan sambil
memisahkan gas dan air yang terbawa dari sumur. Kemudian minyak tersebut
dipindahkan dengan melalui jaringan pipa atau dengan kapal tanker ke unit pengolahan.
Kita sering mendengar nama-nama produk seperti minyak tanah, bensin, solar, LPG, oli
atau pelumas dan lain-lainnya yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Minyak bumi diproses di unit pengolahan untuk mendapat bermacam-macam produk
yang sesuai dengan syarat-syarat penggunaannya.
Pada tahap pengolahan pertama, minyak mentah tersebut dipisahkan sesuai dengan titik
didih dalam pabrik penyulingan (Distilation Unit). Fraksi yang paling ringan adalah gas,
1
yang dapat dipakai sebagai bahan bakar, atau untuk diolah lebih lanjut. Fraksi kedua
adalah nafta yang dapat dijadikan bahan dasar untuk bensin atau premium, atau bisa
dipakai untuk bahan dasar industri petrokimia.
Fraksi ketiga, yang termasuk fraksi tengah (middle distilate), dapat dipakai sebagai
bahan dasar untuk kerosine, bahan bakar pesawat jet, dan solar. Fraksi berikutnya
adalah fraksi yang terberat, yang dinamakan residu, dapat dijadikan bahan dasar bahan
bakar ketel uap atau untuk diolah lebih lanjut.
Pada umumnya pengolahan tahap pertama dianggap belum mencukupi syarat-syarat
pemakaian, oleh karena itu perlu diolah lebih lanjut. Proses selanjutnya adalah distilasi
hampa untuk residu, proses konversi (perengkahan, reformasi, alkilasi, polimerisasi),
treating dan pencampuran (blending).
Proses pengolahan minyak bumi terdapat diberbagai negara maju atau negara
berkembang. Di Indonesia, unit pengolahan minyak bumi yang dikelola oleh PT
Pertamina adalah di Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju/Sungai Gerong, Balongan,
Cilacap, Balikpapan dan Sorong.
2
BAB II : MINYAK BUMI
2.1 Sejarah dan Terdapatnya Minyak
Minyak bumi atau minyak mentah, untuk selanjutnya disebut “crude oil” adalah suatu
cairan emas hitam yang terdapat dalam perut bumi pada lapisan-lapisan tanah dari
beberapa meter sampai ribuan meter.
Crude oil adalah suatu persenyawaan hidrokarbon yang dapat berupa fase gas, cair atau
padatan.
Bagaimana sebenarnya minyak bumi itu tercipta, dan di mana pasti sumbernya. Kedua
hal tersebut hingga kini masih merupakan rahasia bagi manusia. Berbagai usaha dan
penelitian terus dilakukan oleh para ahli untuk menyingkapkan tabir rahasia tersebut,
baik berdasarkan ilmu kimia, aktivitas radio maupun ilmu bakteri.
Menurut salah satu teori dari ahli geologi, terbentuknya crude oil adalah karena adanya
plankton-plankton atau organisme kecil yang hidup di laut. Fosil-fosil yang mengendap
di dasar laut dan tertimbun lapisan tanah secara terus-menerus. Karena proses alami
dalam waktu ribuan tahun, plankton-plankton tersebut membentuk senyawa
hidrokarbon.
Adanya perobahan geologi atau lapisan tanah mengakibatkan persenyawaan
hidrokarbon tersebut sering berpindah atau bergeser, bahkan terjadi perembesan ke
permukaan bumi.
Kegiatan dalam rangkaian pencarian minyak, pertama-tama didahului dengan membuat
peta topografi dari wilayah yang akan diselidiki. Kemudian penyelidikan geologi
permukaan bumi dan geofisika terhadap keadaan bumi di bawah tanah (penyelidikan
seismik). Selanjutnya pengambilan sampel batu-batuan, dan penetapan lokasi
pemboran.
Kegiatan pemboran memerlukan biaya yang sangat tinggi / mahal untuk biaya peralatan
dan pembangunan prasarana lainnya.
Suatu usaha pemboran dikatakan berhasil bila terdapat indikasi –indikasi minyak berupa
kepingan-kepingan batu atau tanah yang terbawa oleh lumpur dari dalam sumur ke atas
permukaan.
Tahap pekerjaan selanjutnya adalah produksi. Minyak dan gas dialirkan atau
dipompakan ke atas disalurkan ke pipa untuk ditampung di tempat yang sudah
disediakan.
3
Di Sumatera Selatan, perembesan minyak pertama kali diketemukan di suatu tempat
kira-kira 75 km dari Prabumulih pada tahun 1893. Dan baru pada tahun 1905 dilakukan
eksploitasi oleh BPM. Selanjutnya diketemukan sumur minyak lainnya di daerah Riau,
Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan lain-lainnya.
Dengan adanya perkembangan teknologi, bukan saja di daratan, tetapi di lautanpun
crude oil bisa diproduksi, seperti di lepas pantai Laut Jawa, Kalimantan Timur dan lain-
lainnya.
Crude oil didapatkan dari perut bumi dengan jalan dipompakan atau keluar sendiri
karena adanya tekanan gas yang besar di dalamnya.
Crude oil yang didapat dari sumur-sumur masih bercampur dengan air, garam-garaman,
dan lumpur-sedimen. Banyaknya air dan zat lain tersebut biasanya tergantung dari
sumur mana minyak tersebut diproduksi.
2.2 Pengertian dasar
a. Definisi, menurut ASTM D 4175 :
Crude Oil atau Crude Petroleum atau Minyak Bumi adalah suatu campuran
hidrokarbon yang terbentuk secara alamiah, pada umumnya dalam fasa cair,
termasuk di dalamnya ada kandungan senyawa sulfur, nitrogen, oksigen, logam dan
elemen lainnya.
b. Sifat visual :
- Crude Oil yang keluar dari berbagai sumur biasanya mempunyai sifat yang
berbeda. Pada umumnya crude berwarna mulai dari kehijauan, hijau-coklat,
coklat tua, sampai hitam gelap.
- Konsistensi crude pada suhu kamar adalah mulai dari cairan yang mudah
mengalir sampai yang sangat kental, dan sampai berbentuk semi solid atau solid
(padatan).
- Crude mempunyai bau yang kharakteristik, ada yang aromatis dan ada yang
berbau tidak enak (merangsang).
2.3 Komposisi Crude Oil
Perbedaan appearance dan sifat-sifat crude karena adanya perbedaan komponen atau
struktur molekul dan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya.
4
Persenyawaan kimia dalam Minyak Bumi :
• Senyawa yang dikehendaki adalah senyawa hidrokarbon ( HC, C1 - C60) : Parafin,
Naften dan Aromat.
• Senyawa yang tidak dikehendaki adalah senyawa non hidrokarbon, seperti senyawa
sulfur, nitrogen, oksigen, logam dan garam-garaman.
Senyawa non hidrokarbon dikatakan sebagai senyawa pengganggu (impurities), oleh
sebab itu harus dihilangkan atau diturunkan kadarnya.
Proses untuk menghilangkan impurities disebut proses treating.
Susunan kimia dari crude terdiri dari unsur-unsur :
- Karbon (C) : 83 – 87 %
- Hidrogen (H) : 10 – 14 %
- Sulfur (S) : 0.05 – 6.0 %
- Oksigen (O) : 0.05 – 1.5 %
- Nitrogen (N) : 0.01 – 1.0 %
Sedangkan logam-logam yaitu Vanadium (V), Nikel (Ni), Besi, (Fe), Chrom (Cr), dan
lain-lainnya, yang jumlahnya < 0.02 %.
Di dalam crude terdapat juga garam-garaman, pada umumnya bisa larut dalam air
seperti NaCl, MgCl2, CaCl2 dan lain-lainnya yang disebut Salt Water.
Untuk mengetahui unsur-unsur tersebut di atas, crude harus dianalisa dan dievaluasi di
laboratorium perminyakan.
Perbedaan struktur molekul dari senyawa hidrokarbon antara lain disebabkan oleh :
a. ukuran molekul : perbandingan banyaknya karbon dan hydrogen
b. tipe molekulnya : susunan unsur karbon dan hydrogen
Menurut susunan molekulnya, golongan senyawa hidrokarbon dikelompokkan sbb :
a. Parafinik (Alkana) : CnH2n+2
Adalah persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan rantai atom C terbuka, contohnya :
CH4 = metana C9H20 = nonana
C2H6 = etana C10H22 = dekana
C3H8 = propana C11 H24 = undekana
C4H10 = butana C16 H34 = heksadekana (setana)
C5H12 = pentana C20 H42 = eikosana
C6H14 = heksana C31 H64 = hentriakontana
5
C7H16 = heptana C60 H122 = heksakontana
C8H18 = oktana C61 H124 = doheksakontana
Terdiri dari normal parafin dan parafin cabang (isomer)
b. Naftenik (Sikloparafin) : CnH2n
Adalah persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan rantai atom C tertutup, contohnya :
C3H6 = siklo propana C5H10 = siklo pentana
C4H8 = siklo butana C6H12 = siklo heksana
Terdiri dari normal naften (mononaften dan polinaften) dan naften cabang
c. Aromatik : CnH2n-6
Adalah persenyawaan hidrokarbon jenuh dengan satu inti benzena atau lebih,
contohnya :
C6H6 = benzena
C8H10 = naftalena
C6H5CH3 = metil benzena
C6H5CH2CH3 = etil benzena
Terdiri dari normal benzena (monobenzena, monoaromat dan polibenzena,
poliaromat) dan benzena cabang.
d. Olefin : CnH2n
Adalah persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dengan rantai atom C terbuka yang
dalam struktur molekulnya terdapat ikatan rangkap dua diantara dua atom C yang
berdekatan. Contohnya :
C2H4 = etilena
C3H6 = propilena
C4H8 = butilena
Hidrokarbon tidak jenuh terdiri dari normal olefin dan olefin cabang alkil.
Senyawa olefin biasanya tidak ada dalam minyak bumi, karena susunan komponen
tersebut tidak stabil.
Sifat, susunan atau komposisi kimia dalam crude memegang peranan untuk
merencanakan tipe unit pengolahan yang dipersiapkan serta produk apa saja yang dapat
dihasilkan.
a. Paraffinic Crude :
- Mempunyai berat jenis yang rendah
6
- Susunan hidrokarbonnya bersifat parafinik, mengandung kadar parafin wax yang
tinggi dan sedikit mengandung komponen asphaltic.
- Menghasilkan bensin dengan kualitas kurang baik karena mempunyai angka
oktan yang rendah
- Menghasilkan kerosine, solar dan wax yang bermutu baik.
b. Naphthenic Crude :
- Mempunyai berat jenis yang tinggi
- Susunan hidrokarbonnya bersifat naftenik, sedikit sekali mengandung kadar
parafin dan mengandung komponen asphaltic.
- Menghasilkan bensin dengan kualitas baik karena mempunyai angka oktan yang
tinggi
- Menghasilkan kerosine yang kurang baik, solar bersifat medium sampai kurang
baik.
- Dapat diproses untuk pembuatan asphalt dan fuel oil
c. Mixed base :
- Mempunyai berat jenis diantara kedua jenis tersebut diatas
- Susunan hidrokarbonnya mengandung parafinik, naftenik dan aromatik.
- Tipe minyak ini dapat diproses menjadi berbagai jenis produk minyak,
tergantung dari tipe unit pengolahannya.
Fraksi-fraksi dalam crude sering mengandung komponen-komponen dari tipe campuran,
antara lain sebagai naften atau aromatik dengan rantai samping parafin yang panjang.
Beberapa crude mengandung aromatik dalam fraksi ringannya, tetapi banyak
mengandung parafin dalam fraksi beratnya.
Selain mengandung fraksi-fraksi yang bisa didistilasi untuk mendapatkan bahan bakar,
di dalam crude terdapat fraksi yang tidak bisa didistilasi walaupun dengan proses pada
tekanan rendah.
Fraksi yang tidak bisa didistilasi ini memiliki berat molekul > 2000, dan dibedakan
berdasarkan kelarutan terhadap pelarut tertentu, yaitu :
Maltenes :
- senyawa ini larut dalam normal Heptane
- memiliki struktur parafinik.
Asphaltenes :
- Senyawa ini tidak larut dalam n-Heptane, tetapi larut dalam Benzene
7
- memiliki struktur aromatik dengan kadar carbon tinggi dan hidrogen rendah
- menyebabkan crude dan produk residu berwarna gelap
2.4 Impurities
Impurities adalah merupakan kandungan yang tidak diinginkan, yang dapat merusak
atau meracuni unit proses pengolahan maupun dalam penggunaan BBM.
Impurities dalam crude seperti S, N, O, logam dan garam-garaman terdapat dalam
seluruh fraksi minyak, tetapi konsentrasinya meningkat ke arah fraksi berat.
Walaupun kandungan impurities dalam minyak relatif kecil, tetapi pengaruhnya cukup
berarti. Kandungan asam dan merkaptan bersifat korosif.
Adanya sodium, vanadium dan nickel dapat merusak katalis dalam proses pengolahan.
Dan pada finish products adanya impurities dapat menyebabkan off spec produk
tersebut.
Senyawa Sulfur (Sulphur, belerang) :
Senyawa sulfur terdapat dalam semua fraksi minyak, meskipun konsentrasinya
berbeda. Umumnya minyak dengan berat jenis lebih besar mengandung senyawa
sulfur yang lebuh besar pula.
Senyawa sulfur bersifat korosif dan baunya tidak sedap.
Contohnya :
- H2S (Hydrogen Sulphide) berbentuk gas
- CH3SH (Methantiol) berbentuk gas
- Mercaptane Sulphur : R-SH, dari C2 sampai C5 terdapat dalam fraksi gasoline
sampai solar.
- Thiofan dan Thiofen : sulfur yang terikat senyawa siklo dengan C5
- Disulfide RSR, Disulphide RSSR, dan lain-lainnya.
Senyawa Nitrogen, N :
Senyawa Nitrogen biasanya terdapat dalam struktur aromatik, yang makin besar
konsentrasinya dengan semakin beratnya fraksi dalam crude.
Senyawa nitrogen menyebabkan warna gelap kehijauan pada crude, merupakan
racun terhadap katalis, dan mengakibatkan warna yang tidak stabil pada produk
kerosine atau avtur, walaupun dapat menaikkan angka oktan pada produk gasoline.
Contoh : senyawa pyridine dan Quinoline
Senyawa Oksigen, O :
8
Di dalam minyak senyawa oksigen biasa berbentuk resin, phenol dan asam organik.
Resin menyebabkan ductility asphalt yang baik, tetapi tidak diinginkan dalam
produk medium distilat.
Sedangkan asam organik / phenol mempunyai sifat korosif dan bau yang tidak
sedap. Asam organik biasanya dalam bentuk senyawa asam naftenik. Phenol dapat
juga sebagai anti oksidan.
Salah satu contoh hasil analisa minyak mentah dari suatu lapangan di daerah Sumatra
Selatan.
9
KARAKTERISTIK MINYAK MENTAH TAP
NAMA CONTOH : MINYAK MENTAH TAP LOKASI ASAL CONTOH : RUMAH POMPA KM.3 PLAJU PENERIMAAN CONTOH TGL. EVALUASI DIMULAI TGL. EVALUASI SELESAI TGL.
1 Specific Gravity at 60/60 °F ASTM D-1298 0.8425
Gravity °API at 60 °F ASTM D-287 36.5
2 Distillation :
Initial Boiling Point, °C ASTM D-285 50
10 % vol.rec., °C 124
20 % vol.rec., °C 160
30 % vol.rec., °C 204
40 % vol.rec., °C 246
50 % vol.rec., °C 288
60 % vol.rec., °C > 300
70 % vol.rec., °C -
80 % vol.rec., °C -
90 % vol.rec., °C -
Recovered at 100 °C, %vol 4.0
Recovered at 150 °C, %vol 17.3
Recovered at 200 °C, %vol 29.0
Recovered at 250 °C, %vol 41.0
Recovered at 300 °C, %vol 53.3
Kinematic Viscosity at 100 °F, cSt ASTM D-445 4.751
Kinematic Viscosity at 122 °F, cSt ASTM D-445 3.743
4 Sulfur Content, %wt ASTM D-4294 0.06
5 Water Content, %vol ASTM D-4006 0.20
6 Water & Sediment, %vol ASTM D-4007 0.30
7 Pour Point, °F ASTM D-97 80
8 Salt Content, ptb ASTM D-3230 4
9 Ash Content, %wt ASTM D-482 0.02
10 Flash Point by TAG Closed Tester, °F ASTM D-56 < 32
b. Medium Oil (Crude sedang) : komponen ringan 20 - 50 % volume
c. Heavy Oil (Crude berat) : komponen ringan < 20 % volume
2.5.3 Klasifikasi minyak bumi menurut kandungan Belerang
Kadar belerang (Sulphur, sulfur) dalam crude adalah suatu sifat yang penting, karena
belerang dan persenyawaanya bersifat korosif. Keberadaannya sulfur dalam minyak
tidak dikehendaki, maka harus dibebaskan dalam proses pengolahannya, seperti proses
treating untuk mendapatkan produk BBM yang low sulfur .
Klasifikasi crude berdasarkan kadar sulfur (ASTM D 1552) sebagai berikut :
a. Low Sulphur Oil (Sweet Crude) : kadar belerang < 0.1 % berat
b. Medium Sulphur Oil : kadar belerang 0.1 – 2 % berat
c. High Sulphur Oil (Sour Crude) : kadar belerang > 2 % berat
2.5.4 Klasifikasi minyak bumi berdasarkan faktor kharakteristik KUOP
Pada tahun 1935 Watson, Nelson dan Murphy dari Lembaga Penelitian Universal Oil
Products Co (UOP) telah menganalisa bermacam-macam crude dari lapangan di
Amerika.
Dari hasil penelitian :
- Melakukan pengujian distilasi ASTM D 86
- Melakukan pengujian SG 60/60 °F
- Menghitung KUOP (Characterization Factor KUOP) dengan rumus :
KUOP = 3√Tb / ρ atau
Di mana :
KUOP = Characteristic function
Tb = Titik didih rata-rata dari ASTM Distilasi pada 10., 30, 50, 70 dan 90 %
volume distilat dalam derajat Rankine (°R = °C + 460)
ρ = Specific Gravity @ 60/60 °F
12
Klasifikasi crude berdasarkan KUOP adalah sebagai berikut :
a. Paraffinic : KUOP = 12.1 – 13.0
b. Intermediate : KUOP = 11.5 – 12.1
c. Naphtenic : KUOP = 10.5 – 11.5
d. Aromatic : KUOP = 10.0 – 10.5
2.5.5 Klasifikasi minyak bumi menurut US Bureau of Mines
Pada tahun 1937 Lane dan Garton dari Departemen Pertambangan Amerika (US Bureau
of Mines) menyatakan bahwa kurang tepat jika menetapkan klasifikasi minyak bumi
dengan satu macam chemical group, seperti paraffinic atau naphthenic saja. Karena
pada hakekatnya dalam crude terdapat beberapa persenyawaan kimia dari hidrokarbon.
US Bureau of Mines menggolongkan crude menurut perbandingan kadar komponen
paraffin, naphthen atau aromat pada fraksi-fraksi destilat.
Penetapannya sebagai berikut : crude didistilasi (Hempel Distillation) pada tekanan
atmosfer sampai suhu 275 °C, kemudian diteruskan dengan distilasi vakum pada
tekanan 40 mm Hg hingga mencapai suhu 300 °C.
Klasifikasi berdasarkan berat jenis °API Gravity @ 60 °F dari dua fraksi kunci, yaitu :
- Key Fraction I adalah fraksi destilat 250 – 275 °C pada distilasi tekanan atmosfer
- Key Fraction II adalah fraksi destilat 275 – 300 °C pada dist. tek vakum 40 mm Hg.
Berat jenis dari Key fraction I mengindikasikan kharakteristik dari fraksi ringan, dan
berat jenis dari Key fraction II mengindikasikan kharakteristik dari fraksi beratnya.
Tipe Hidrokarbon KF-I, °API Gravity 60°F KF-II, °API Gravity 60°F
Paraffinic – Paraffinic ≥ 40 ≥ 30
Paraffinic – Intermediate ≥ 40 20 - 30
Paraffinic – Naphthenic ≥ 40 ≤ 20
Intermediate – Paraffinic 33 - 40 ≥ 30
Intermediate – Intermediate 33 - 40 20 - 30
Intermediate – Naphthenic 33 - 40 ≤ 20
Naphthenic – Paraffinic ≤ 33 ≥ 30
Naphthenic – Intermediate ≤ 33 20 - 30
Naphthenic – Naphthenic ≤ 33 ≤ 20
13
2.5.6 Klasifikasi minyak bumi berdasarkan Indeks Korelasi
Cara penetapan :
- Melakukan pengujian SG 60/60 °F minyak bumi
- Melakukan distilasi ASTM D 86, kemudian hitung rata-rata titik didihnya
- Menghitung Indeks Korelasi dengan rumusan :
CI = (473,7 G – 456,8) + (48.640 / T)
dimana
G = SG 60/60 °F
T = rata-rata titik didih, °Kelvin
Hasil pengujian diklasifikasikan atas :
Correlation Index Klasifikasi
CI = 0 HC seri normal parafin
CI = 100 HC benzena
CI = 0 – 15 HC dominan dalam fraksi : parafinik
CI = 15 – 50 HC dominan dalam fraksi : naftenik atau campuran para-
finik, naftenik dan aromatik
CI > 50 HC dominan dalam fraksi : aromatik
2.5.7 Klasifikasi minyak bumi berdasarkan Viscosity Gravity Constant (VGC)
Cara penetapan :
- Melakukan pengujian SG 60/60 °F minyak bumi
- Melakukan pengujian viscosity Saybolt
- Menghitung VGC dengan rumusan :
VGC =
dimana : G = SG 60/60 °F
V = viscosity pada 200 °F (99 °C), SSU
Hasil pengujian diklasifikasikan atas :
VGC Klasifikasi
0,800 – 0,840 Hidrokarbon Parafinik
0,840 – 0,876 Hidrokarbon Naftenik
0,876 – 1,000 Hidrokarbon Aromatik
14
2.6 Evaluasi Minyak Bumi
Tujuan :
Menentukan potensi minyak bumi sebagai bahan baku kilang minyak untuk
menghasilkan fraksi yang dikehendaki.
Potensi ditunjukkan oleh jumlah fraksi terbanyak yang dinyatakan sebagai %
volume perolehan (% vol. recovery) yang dihasilkan dari suatu distilasi Hempel
atau distilasi TBP (True Boilling point).
Cakupan evaluasi meliputi :
1. Pengujian/analisis sifat umum minyak bumi, yaitu sesuai dengan tipe analisis
(A, B, C, D)
2. Distilasi TBP (True Boiling Point), yaitu pemotongan suhu untuk memperoleh
fraksi
3. Kurva distilasi, yaitu kurva yang digunakan untuk mengetahui potensi minyak
bumi dalam menghasilkan fraksi yang dikehendaki
4. Prediksi sifat fraksi (SG, flash point, viskositas, pour point, kadar sulfur, dll)
2.6.1 Distilasi TBP (True Boiling Point)
Umum :
1. Biasa disebut peralatan distilasi TBP (± 4 m) , jumlah sampel : 4 – 30 liter.
2. Alat ini bekerja pada 2 (dua) tekanan, yaitu :
tekanan atmosfir, sampai suhu 300 °C, untuk fraksi ringan yaitu gas sampai
fraksi kerosene
tekanan vakum (10 atau 40 mm Hg), suhu di atas 300 °C, untuk fraksi berat
yaitu fraksi minyak solar
Prinsip kerja :
Memisahkan komponen – komponen hidrokarbon dalam minyak bumi
berdasarkan atas perbedaan titik didih
Komponen yang tergabung dalam suatu trayek titik didih (range boiling point)
disebut fraksi minyak bumi
Kegunaan :
Untuk menentukan kondisi operasi kilang (variabel proses, yaitu kecepatan alir,
suhu, tekanan, karakteristik umpan)
Jumlah yield (% volume) fraksi
Mutu produk yang dihasilkan
15
2.6.2 Tipe analisis evaluasi minyak bumi
Terdapat 4 (empat) jenis tipe analisis evaluasi minyak bumi :
1. Tipe A (tipe analisis cepat)
2. Tipe B (tipe analisis sederhana)
3. Tipe C (tipe analisis sedang)
4. Tipe D (tipe analisis lengkap)
Tipe A (tipe analisis cepat)
Tujuan :
Memberikan informasi sehubungan dengan minyak bumi yang baru diketemukan.
Pengujian meliputi :
1. Pengujian sifat umum minyak bumi
2. Klasifikasi minyak bumi
Tipe B (tipe analisis sederhana)
Tujuan :
Memberikan informasi tentang potensi minyak bumi sehubungan dengan minyak
bumi yang baru diketemukan.
Pengujian meliputi :
1. Pengujian sifat umum minyak bumi
2. Klasifikasi minyak bumi
3. Distilasi TBP narrow cut (hanya sampai fraksi kerosene)
Tipe C (tipe analisis sedang)
Tujuan :
Memberikan informasi tentang potensi minyak bumi sehubungan dengan minyak
bumi yang sedang diproduksi maupun yang dipasarkan.
Pengujian meliputi :
1. Pengujian sifat umum minyak bumi
2. Klasifikasi minyak bumi Distilasi TBP narrow cut (hanya sampai fraksi
kerosene) dan wide cut (sampai fraksi minyak solar)
3. Analisis fraksi – fraksi dari TBP
16
Tipe D (tipe analisis lengkap)
Tujuan :
Memberikan informasi tentang potensi minyak bumi sehubungan dengan minyak
bumi akan diolah.
Pengujian meliputi :
1. Pengujian sifat umum minyak bumi
2. Klasifikasi minyak bumi
3. Distilasi TBP narrow cut (hanya sampai fraksi Kerosene) dan wide cut (sampai
fraksi minyak solar)
4. Analisis fraksi – fraksi dari TBP
5. Analisis logam (V, Pb, Ni, Cu, Na, dan lain – lain)
17
Persenyawaan Sulfur dalam minyak
18
Persenyawaan Oksigen dalam minyak :
19
Persenyawaan Nitrogen dalam minyak :
20
Logam dalam minyak :
21
BAB III : PRODUK HASIL MINYAK
3.1 Produk Hasil Minyak Bumi
Minyak bumi atau minyak mentah (Crude Oil) yang diperoleh dari sumur eksplorasi
tidak bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar atau sumber energi lainnya, tetapi
harus diproses dahulu melalui suatu unit pengolahan untuk mendapat bermacam-macam
produk yang sesuai dengan syarat-syarat penggunaannya.
Di Indonesia, unit pengolahan minyak yang dikelola oleh PT Pertamina (Persero) ada di
Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju/Sungai Gerong, Balongan, Cilacap, Balikpapan dan
Sorong.
Produk minyak bumi selain untuk bahan bakar, ada juga untuk keperluan lainnya,
seperti minyak pelumas, asphalt, refrigeran, dan solvent.
Secara umum produk minyak yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) digolongkan
sebagai berikut :
- Bahan Bakar Minyak
- Bahan Bakar Khusus
- Non BBM dan Petrokimia
- Gas dan Produk lain
I. Bahan Bakar Minyak :
1. Premium / Bensin
2. Kerosine / M. Tanah
3. Solar / HSD dan Pertamina Bio Solar
4. Minyak Diesel / IDF
5. M. Bakar / Fuel Oil
II. Bahan Bakar Khusus :
1. Aviation Gasoline (Avgas)
2. Aviation Turbin Fuel (Avtur)
3. Pertamax RON 92
4. Pertamax Plus RON 95
5. Pertamina Dex
22
III. Non BBM :
1. Green Cokes
2. Solvent : SBP, LAWS, Minarex
3. Minyak Pelumas : Mesran, Prima XP, Fastron, Enduro, dll.
4. Wax
IV. Petrokimia
1. Polytam
2. PTA
3. Paraxylene
4. Benzene
V. Produk Gas
1. LPG
2. LNG
3. Musicool
VI. Lain-lain :
1. Medium Naphtha, LOMC
2. LSWR, Residue, Decant Oil, HVGO
3. Sulphur.
3.2 Spesifikasi Produk Bahan Bakar
Spesifikasi adalah seperangkat ketentuan persyaratan, batasan mengenai sifat-sifat fisika
dan kimia suatu bahan, yang diukur dari parameter tertentu dengan metoda uji dan
peralatan baku (standar), dengan memuat batasan minimum dan maksimumnya.
Spesifikasi biasanya dituangkan dalam SK atau issue yang dibuat oleh Pemerintah atau
badan – badan seprofesi, atau kesepakatan antara produsen dan konsumen. Di Indonesia
yang berwenang mengeluarkan spesifikasi untuk produk yang berkaitan dengan migas
adalah Pemerintah melalui Dirjen Migas.
Tujuan utama adanya spesifikasi ini adalah untuk melindungi keselamatan konsumen
baik terhadap orang, pengguna maupun peralatan yang digunakan.
23
Contoh Diagram Sederhana Kilang Unit Pengolahan III :
24
3.3 KEROSINE
Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh sebagian masyarakat adalah minyak tanah
atau kerosine. Produk ini banyak dipakai sebagai bahan bakar rumah tangga dan juga
sebagai lampu penerangan di daerah tertentu.
Dalam penggunaannya kerosine harus aman dan tidak menimbulkan bahaya keracunan
akibat hasil pembakarannya.
Untuk melindungi konsumen agar kerosine yang dipakai sesuai dengan kebutuhan,
maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No.
17.K/72/DJM/1999 tanggal 16 April 1999 tentang spesifikasi dari bahan bakar jenis
Minyak Tanah.
3.3.1 Proses pembuatan Kerosine
Kerosine terutama dihasilkan melalui proses pemisahan fisik (primary process) yaitu
fraksinasi minyak bumi di unit. Di unit crude distiller fraksi kerosine dihasilkan berupa
produk LKD (Light Kerosine Distillate) dan HKD (Heavy Kerosine Distillate), yang
kemudian crude distiller diblending untuk mendapatkan produk jadi berupa kerosine.
Melalui proses konversi kimia (secondary process), kerosine dihasikan dari unit
hydrocracker.
3.3.2 Proses Treating pada Produk Kerosine
Di dalam minyak bumi terdapat persenyawaan kimia lain yang sangat berpengaruh
terhadap mutu dari hasil-hasil minyak bumi itu, sehingga merugikan dalam proses
pemasaran maupun pemakaiannya. Senyawa-senyawa yang merugikan properti tersebut
yang disebut dengan impurities, harus diminimalisir atau mungkin dihilangkan dari
produk olahan minyak bumi.
Impuritis yang terdapat pada produk kerosine biasanya dalam bentuk persenyawaan
sulfur yang dapat dihilangkan dengan cara pencucian dengan soda kaustik, selain itu
kandungan senyawa hidrokarbon aromatik juga harus dibatasi.
Senyawa sulfur dalam produk kerosine dapat menyebabkan kandungan jelaga yang
berlebihan yang dihasilkan dari proses pembakaran, sedangkan persenyawaan aromatik
menyebabkan turunnya nilai smoke point dan hasil pembakaran sebagai bahan bakar
rumah tangga ataupun bahan bakar lampu penerangan menjadi jelek (menimbulkan
asap).
25
3.3.3 Sifat Kritikal pada Produk Kerosine
Kerosine adalah fraksi minyak yang lebih berat dari motor gasoline dan lebih ringan
dari fraksi solar, mempunyai trayek didih antara 150 – 300 ºC.
Dalam pemakaiannya sebagai bahan bakar rumah tangga atau minyak lampu, sifat-sifat
yang harus dipenuhi antara lain :
a. Sifat Umum :
Sifat umum bahan bakar kerosine sangat erat hubungannya dengan pemuatan,
kontaminasi, material balance, dan transaksi jual beli.
Sifat umum kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan dalam pengujian :
- Specific Gravity 60/60 ºC, ASTM D 1298
- Density at 15 ºC, ASTM D 1298
b. Sifat Pembakaran :
Pada pembakaran dengan sumbu, kerosine harus memberi api yang baik dan tidak
memberi asap, yang sebetulnya hasil pembakaran yang tidak sempurna dan terdiri
dari butir-butir arang yang halus. Jadi kerosine tidak boleh mengandung bahan yang
sulit terbakar sempurna. Sifat mutu pembakaran Kerosine sesuai spesifikasi,
ditunjukkan pada pengujian :
- Smoke Point, ASTM D 1322
- Char Value, IP-10
c. Sifat Penguapan :
Daya menguap termasuk sifat penting dalam penggunaan kerosine, kerosine harus
cukup mudah menguap sehingga mudah dinyalakan di waktu dingin. Kerosine
harus stabil dan tidak mudah rengkah dalam penguapan sehingga tidak
menimbulkan endapan yang menyebabkan kebuntuan. Sifat penguapan dari kerosine
sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian :
- Distilasi, ASTM D 86
- Flash Point, IP-170
d. Sifat Pengkaratan :
Kerosine sebagai bahan bakar tidak boleh bersifat korosif. Unsur-unsur dalam
kerosine sebagai penyebab terjadinya karat antara lain senyawa sulfur, dapat berupa
hirogen sulfida, merkaptan, dan tiofena. Terdapatnya persenyawaan sulfur dalam
kerosine, disamping bersifat korosif juga menyebabkan menurunnya nilai panas
pembakaran (nilai kalori).
26
Sifat pengkaratan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian:
- Sulfur Content, ASTM D 1266
- Copper Strip Corrosion, ASTM D 130
e. Sifat Kebersihan
Sifat kebersihan kerosine berhubungan dengan ada atau tidaknya kotoran dalam
kerosine, sebab kotoran ini akan berpengaruh terhadap pembakaran. Kerosine
sebagai bahan bakar diharapkan tidak mengeluarkan banyak asap, tidak
membahayakan atau mengakibatkan pencemaran.
Sifat kebersihan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian :
- Sulfur Content, ASTM D 1266
f. Sifat Keselamatan :
Sifat keselamatan kerosine meliputi keselamatan di dalam pengangkutan,
penyimpanan, dan penggunaan. Kerosine harus memiliki salah satu sifat
keselamatan, yaitu bahwa kerosine tidak terbakar akibat terjadi loncatan api. Bila
kerosine terlalu mudah menguap, akan menaikkan tekanan sehingga menyebabkan
terjadinya ledakan. Di samping itu, kemudahan menguap akan menurunkan titik
nyala.
Sifat keselamatan kerosine sesuai spesifikasi, ditunjukkan pada pengujian:
- Flash Point Abel, IP-170
3.3.4 Parameter dan interpretasi analisis Kerosine
1. Density, ASTM D 1298/ IP-160
a. Pengertian :
- Density adalah perbandingan dari berat persatuan volume suatu bahan pada
suhu tertentu, contohnya kg/m3 pada suhu 15/4 C.
- Specific Gravity adalah perbandingan berat contoh minyak dengan berat air
pada volume yang sama dan pada kondisi suhu tertentu, misalnya pada 60 F.
Specific gravity tidak mempunyai satuan.
b. Garis besar metode :
- Sebuah hidrometer yang sesuai dicelupkan kedalam sampel minyak dalam
silinder.
- Kemudian baca skala pada hidrometer dan ukur suhu minyak dengan
termometer. Catat sebagai observed.
27
- Selanjutnya density/specific gravity dapat dikoreksi pada suhu standar
dengan tabel (ASTM D1250)
c. Tujuan pemeriksaan Density :
Untuk mencari hubungan berat-volume, yang berguna untuk penentuan nilai
transaksi/harga.
d. Interpretasi hasil pengujian :
Bila diperoleh hasil uji lebih besar dari spesifikasinya, kerosine tersebut :
- Terkontaminasi oleh fraksi yang lebih berat, misalnya solar.
- Mengandung senyawa naften dan aromat tinggi, sehingga pada
pembakaran menyebabkan timbulnya asap yang berlebih.
2. Bila hasil pengujian lebih rendah dari spesifikasinya, kerosine tersebut :
- Terkontaminasi oleh produk yang lebih ringan, misalnya bensin.
- Mengandung senyawa parafin dan iso parafin tinggi, berarti kerosine
tersebut mudah menguap sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
ledakan.
2. Flash Point, IP-170 / ASTM D 56, D 3828
a. Pengertian :
Titik nyala adalah suhu terendah dimana bahan bakar apabila dipanaskan telah
memberikan campuran uapnya yang cukup perbandingan dengan udara,
sehingga akan menyala sekejap bila diberi api kecil.
b. Garis besar metode :
- Sample dalam jumlah tertentu dipanaskan perlahan-lahan dalam mangkok
tertutup pada alat.
- Secara periodik buka jendela mangkok dan diberi api kecil
- Catat suhu dimana terjadi nyala sekejap pada uap minyak.
c. Kegunaan :
- Untuk mengetahui kecenderungan bahan bakar mudah menguap dan
kemudahan terbakar
- merupakan indikasi adanya kontaminasi
- merupakan sifat penting untuk keselamatan pada saat penyimpanan dan
penanganan bahan bakar (storage & handling).
d. Interpretasi hasil pengujian :
28
Pada spesifikasi kerosine, titik nyala Abel minimum 38 °C. Bila pada hasil
pengujian diperoleh nilai lebih kecil, menunjukkan bahwa kerosine
terkontaminasi oleh fraksi yang lebih ringan sehingga mempunyai nilai flash
point yang rendah.
3. Smoke Point, ASTM D 1322 / IP-57
a. Pengertian :
Smoke point adalah tinggi nyala api maksimum dari bahan bakar tanpa
menimbulkan asap pada kondisi tertentu.
b. Garis besar metode :
- Sejumlah sample dinyalakan dalam sistem lampu khusus (smoke point).
- Kemudian tinggi nyala api maksimum dapat diukur pada skala (mm).
c. Kegunaan :
- Sebagai gambaran banyaknya aromat yang terkandung dalam minyak
- Memberikan indikasi kecenderungan membentuk asap sewaktu dibakar.
d. Interpretasi hasil pengujian :
Pada spesifikasi Kerosine, nilai titik asap adalah minimum 15 mm. Bila titik
asap di bawah nilai minimum, ini berarti bahan bakar kerosine tersebut
mengeluarkan banyak asap akibat hasil pembakarannya, yang menunjukkan
bahwa nilai kalori bahan bakar ini rendah, dan juga cenderung mengakibatkan
terjadinya pencemaran.
4. Distilasi, ASTM D 86 / IP-12
a. Pengertian :
- Titik didih awal (Initial Boiling Point, IBP), adalah suhu uap minyak dimana
terjadinya tetesan pertama hasil penyulingan
- Titik di dih akhir (End Point, Final Boiling Point, FBP) adalah suhu tertinggi
uap minyak pada proses penyulingan.
b. Garis besar metode :
- Sejumlah contoh dididihkan dalam labu dan disuling pada kondisi
operasional tertentu
- Pengamatan yang sistematis dilakukan terhadap pembacaan suhu dan
volume kondensat hasil penyulingan, mulai dari IBP, 5 %, 10 % dan
seterusnya volume kondensat tertampung sampai End point.
29
c. Kegunaan :
- Sifat distilasi menunjukkan sifat penguapan secara keseluruhan
- Sifat distilasi dapat menunjukkan bagaimana kira-kira komposisi bahan
bakar
d. Interpretasi hasil pengujian :
Pada spesifikasi kerosine, distilasi recovered pada 200 °C minimum 18 % vol.
Bila hasil pengujian di bawah nilai minimum, ini berarti kerosine mengandung
fraksi yang lebih berat.
Sedangkan spesifikasi End point adalah maksimum 310 °C. Bila hasil pengujian
di atas nilai maksimumnya, ini berarti banyak mengandung fraksi yang lebih
berat, akibatnya dalam pembakaran timbul asap yang lebih tebal.
5. Copper Strip Corrosion, ASTM D 130
a. Tujuan Analisis :
Untuk menentukan tingkat korosivitas mogas pada lempeng bilah tembaga yang
dibandingkan dengan warna standar.
b. Ringkasan Metode :
Bilah tembaga yang telah digosok dimasukkan dalam tabung test yang berisi
contoh, kemudian dipanaskan pada suhu 50 °C selama 3 jam. Setelah pemanasan
selesai, lempeng tembaga tersebut dicuci dengan iso oktan dan di bandingkan
dengan Copper strip corrosion standard.
Pada spesifikasi, uji korosi bilah tembaga 3 jam pada 50 0C adalah maksimum
ASTM No.1, bila lebih tinggi, maka kemungkinan kerosine bersifat korosif.
6. Kandungan Sulfur, ASTM D 1266
a. Tujuan Analisis :
Untuk menetapkan jumlah kandungan sulfur dalam minyak dengan metode
nyala lampu dan ditetapkan secara volumetri.
b. Ringkasan Metode :
Contoh dibakar dalam suatu sistem tertutup dengan menggunakan lampu yang
sesuai dan didorong dengan udara. Oksida sulfur yang terbentuk diserap oleh
H2O2 membentuk H2SO4, kemudian asam sulfat yang terbentuk dititrasi dengan
larutan standard NaOH dengan indicator methyl purple.
30
Pada spesifikasi kerosine, nilai kandungan sulfur maksimum 0.20 % wt. Bila dari
hasil pengujian diperoleh kandungan sulfur lebih besar dari spesifikasi, akan
menyebabkan pencemaran udara, menaikkan sifat korosifitas pada gas hasil
pembakaran dan penurunan nilai kalor bahan bakar.
7. Char Value, IP-10
a. Tujuan Analisis :
Untuk menetapkan jumlah carbon sisa pembakaran yang terjadi dalam kerosine
dengan menggunakan lampu khusus dan ditetapkan secara gravimetri.
b. Ringkasan Metode :
Sejumlah contoh didalam lampu khusus. Lampu dihidupkan selama 24 jam.
Carbon sisa pembakaran pada sumbu diambil dan ditimbang.
Pada spesifikasi kerosine nilai jelaga (Char value) maksimum adalah 40 mg/Kg.
Bila hasil dari pengujian diperoleh lebih besar dari spec, menunjukkan bahwa bahan
bakar kerosine terkontaminasi oleh fraksi yang lebih berat, dan mungkin juga
disebabkan oleh lamanya penyimpanan.
Untuk pengujian mutu lainnya seperti warna dan bau yang tercakup dalam
parameter analisis, memberikan gambaran identitas pada suatu produk.
31
32
3.4 PREMIUM
Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat adalah bensin
Premium dengan angka Oktan 88. Untuk melindungi konsumen agar bensin yang
dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin, maka pemerintah melalui Dirjen Migas
mengeluarkan Surat Keputusan No.74 K/72/DDJM/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang
spesifikasi dari bahan bakar jenis Bensin Premium Tanpa Timbal yang biasa disebut
bensin Premium saja.
3.4.1 Proses pembuatan Premium
Komponen nafta (naphtha) merupakan komponen utama dari bensin-Premium atau
Motor Gasoline (Mogas) merupakan produk olahan minyak bumi dengan trayek didih
antara 30 – 200 ºC. Dalam prosesnya didapat melalui dua tahapan proses yaitu Proses
utama (primary process ) dan Proses Lanjutan (secondary process).
Komponen tersebut di atas mempunyai mutu pembakaran yang berbeda-beda. Tabel
berikut menunjukkan secara umum gambaran mutu pembakaran suatu produk
komponen mogas yang dihasilkan oleh proses pengolahan yang ditunjukkan dari hasil
analisis angka oktan (RON) masing-masing produk.
Table Kualitas Mutu Pembakaran Komponen Mogas
Nama
Komponen Mogas
Asal Proses
Produk
Angka Oktan
(RON)
Straight Run Gasoline
Catalytic Naphtha
Isomer
Polymer
Alkylate
Crude Oil Distillation
Catalytic Cracked
Isomerization
Polymerization
Alkylation
65 – 80
92 – 98
90 – 95
97 - 100
95 - 105
1. Proses Utama (Primary Process)
Dalam proses pengolahan minyak bumi untuk menghasilkan suatu produk, pada
umumnya selalu didahului dengan proses utama yaitu mengolah bahan baku
utamanya berupa minyak mentah dijadikan produk setengah jadi atau produk jadi.
33
Yang termasuk primary process dalam proses pengolahan minyak adalah unit
Distilasi Minyak Mentah (Crude distillation Unit, CDU).
Proses distilasi ini merupakan proses pemisahan secara fisika, yang bertujuan
memisahkan minyak bumi menjadi fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik
didih masing-masing komponen penyusunnya pada kondisi tekanan atmosferik.
Bahan baku dari proses ini adalah minyak mentah, yang dialirkan dengan pompa
melalui alat pertukaran panas dan menguapkan komponen-komponen ringannya.
Dalam kolom fraksinasi uap akan naik ke atas dan cairan turun ke bawah, kemudian
uap minyak yang terbentuk dipisahkan berdasarkan trayek didih dari komponen-
komponen minyak tersebut.
Komponen mogas yang dihasilkan dari proses ini dapat langsung dijadikan
komponen Premium, tetapi mutu pembakaran berupa nilai angka oktan masih
relative rendah.
Komponen mogas dari proses ini dapat juga dijadikan umpan / bahan baku proses
selanjutnya (secondary process).
2. Proses Lanjutan (Secondary Process)
Secondary Process adalah suatu proses lanjutan bertujuan untuk mendapatkan
produk komponen mogas yang mempunyai nilai oktan lebih tinggi dibandingkan
dengan oktan dari mogas hasil CDU.
Selain itu juga untuk mengefisiensikan produk hasil CDU menjadi produk yang
mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi.
Yang termasuk proses-poses lanjutan untuk mendapatkan suatu produk komponen
mogas adalah : Perengkahan dengan bantuan panas atau dengan bantuan katalis,
Isomerisasi, Alkilasi, dan Polimerisasi.
Disamping unit-unit proses tersebut di atas untuk memperbaiki dan meningkatkan
mutu dari suatu produk dilakukan suatu proses : Pemurnian (Treating) dan
Pencampuran (Blending).
a. Perengkahan dengan bantuan panas (Thermal Cracking) :
Proses ini dilakukan dengan pemanasan yang tinggi untuk merengkah
hidrokarbon rantai panjang yang mempunyai titik didih tinggi sehingga di
peroleh fraksi hidrokarbon yang mempunyai titik didih lebih rendah.
b. Perengkahan dengan bantuan katalis (Catalytic cracking) :
34
Proses ini dilakukan dengan menggunakan bantuan katalis sehingga reaksi yang
ditimbulkan akan lebih baik dari pada proses perengkahan dengan bantuan
panas.
c. Isomerisasi (Isomerization) :
Proses isomerisasi adalah proses mengubah hidrokarbon rantai lurus menjadi
hidrokarbon rantai cabang dengan berat molekul yang sama.
Pada proses ini terjadi perubahan normal parafin menjadi iso parafin untuk
meningkatkan mutu mogas karena memiliki angka oktan yang lebih tinggi.
d. Alkilasi ( Alkylation )
Proses alkilasi ini bertujuan untuk menghasilkan mogas berangka oktan tinggi
dengan cara menggabungkan hidrokarbon parafinik dengan olefinik yang
berbentuk gas menjadi cairan komponen mogas. Sebagai bahan baku parafinik
dipakai iso butana dan bahan baku olefin dipakai iso butilena , yang
menghasilkan komponen mogas rantai cabang iso oktan (2,2,4 Trimethyl
Pentane)
Reaksi : iC4 + iC4= → iC8
e. Polimerisasi ( Polymerization )
Proses Polimerisasi adalah proses penggabungan antara dua molekul yang sama
menjadi molekul-molekul hidrokarbon yang lebih besar. Pada proses ini sebagai
bahan baku yang digunakan gas-gas olefin, karena olefin merupakan
hidrokarbon tidak jenuh yang mempunyai sifat mudah bergabung satu dengan
lainnya. Proses polimerisasi ini dapat dilakukan menggunakan katalisator
menghasilkan polymer gasoline oktan tinggi.
Reaksi : C4= + C4
= → C8=
f. Pemurnian ( Treating )
Produk-produk yang diperoleh biasanya masih mengandung senyawa-senyawa
tertentu yang merugikan dan tidak dapat dihilangkan sama sekali. Tetapi dapat
diperkecil kandunganya dengan cara pemurnian dengan Caustic Treating atau
Hydrotreating sehingga produk tersebut dapat digunakan secara aman.
Tujuan dari proses pemurnian adalah perbaikan mutu produk meliputi
menghilangkan bau, menghilangkan impurities dan zat-zat yang bersifat korosif.
g. Pencampuran ( Blending )
35
Yang dimaksud dengan blending adalah mencampur dua komponen produk atau
lebih kedalam suatu sistem sehingga menghasilkan suatu produk yang
memenuhi spesifikasi.
Tujuan dari blending adalah :
Memperbaiki mutu produk yang rusak, yaitu produk-produk yang
menyimpang dari spesifikasinya.
Mengubah produk yang mempunyai mutu rendah menjadikan produk yang
bermutu tinggi.
Mendapatkan produk baru dari produk-produk yang ada.
3.4.2 Spesifikasi Bahan Bakar Jenis Bensin Premium
Pemerintah melalui Dirjen Migas telah mengeluarkan Surat Keputusan nomor 74 K / 72
/ DDJM / 2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang spesifikasi bahan bakar Premium Tanpa
Timbal, seperti tabel berikut.
36
37
3.4.3 Sifat - sifat Khusus Premium
Premium bila digunakan harus aman, tidak membahayakan manusia dan lingkungan,
tidak merusak mesin, dan efisien didalam penggunaanya.
Agar tujuan tersebut tercapai, premium yang akan digunakan harus memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan dengan batasan-batasan tertentu dan diperiksa sesuai
dengan standar yang ada.
Adapun sifat-sifat penting dari premium sebagai bahan bakar adalah :
Sifat Pembakaran
Sifat Penguapan
Sifat Pengkaratan
Sifat Stabilitas
1. Sifat Pembakaran
Sifat penting produk bahan bakar premium adalah pembakaran, yaitu dalam proses
pembakaran di ruang bakar, diharapkan campuran uap bensin dan udara harus dapat
menyala dan terbakar seluruhnya secara teratur. Dalam operasinya campuran
tersebut ditekan dalam silinder lalu dibakar dengan bunga api dari busi.
Pembakaran yang baik berlangsung merata dan lancar, namun pada kondisi tertentu
temperatur dalam silinder mungkin terlalu tinggi, sehingga menyebabkan terjadi
pembakaran sendiri (self ignition) dari campuran selain dari pembakaran yang diatur
busi. Keadaan ini sering dialami waktu kendaraan dipakai dan dapat diketahui dari
bunyi ketukan (knocking) yang di keluarkan mesin.
Sifat pembakaran bensin biasanya diukur dengan angka oktan. Angka oktan ini
menunjukkan ukuran kecenderungan bensin untuk mengalami knocking.
Kecenderungan knocking ini berhubungan dengan perbandingan kompresi mesin.
Makin tinggi angka oktan suatu bahan bakar makin kurang kecenderungannya
mengalami ketukan. Angka Oktan premium diukur dengan mesin uji standar yaitu
CFR (Cooperative Fuel Research) F 1 sesuai dengan standar ASTM D 2699.
2. Sifat Penguapan
Sifat penting produk premium adalah sifat penguapan, yaitu ukuran kemampuan
suatu bahan bakar untuk mengubah fasa cair ke fasa gas di bawah kondisi
temperatur dan tekanan tertentu.
38
Suatu bahan bakar bensin dapat terbakar sempurna dalam ruang bakar, harus dapat
menguap dengan teratur sesuai dengan laju yang dikehendaki dan dapat terdistribusi
merata dalam ruang bakar. Sehingga memudahkan starting pada mesin, waktu
pemanasan mesin, akselerasi. Juga sebaliknya tidak terlalu mudah menguap
sehingga dapat menyebabkan vapour lock pada saluran dari tanki ke karburator dan
pembentukan butir-butir es dalam karburator.
Sedangkan bensin yang sukar menguap akan menyebabkan penyebarannya tidak
seimbang dan pembakaran tidak sempurna, juga dapat mengakibatkan terjadi
crancase dilution, serta menimbulkan karbon deposit.
Sifat penguapan produk premium dapat diketahui dari dua macam parameter yaitu :
Distilasi, ASTM D 86
Reid Vapour Pressure, ASTM D 323
3 Sifat Pengkaratan
Premium mengandung senyawa sulfur (belerang). Senyawa sulfur tersebut berasal
dari minyak bumi yang telah terakumulasi dalam jebakan di bawah tanah bercampur
dengan lumpur dan air.
Senyawa sulfur ini ikut terbakar dalam mesin dan menghasilkan senyawa oksida
asam yang bersifat korosif, reaksinya adalah :
S + O2 SO2
SO2 + ½ O2 SO3
SO3 + H2O H2SO4
Selain itu senyawa sulfur yang terkandung dalam produk juga berpengaruh terhadap
pengkaratan pada elemen mesin, oleh karena itu kandungan sulfur dalam premium
dibatasi oleh spesifikasi yang telah ditentukan.
Untuk mengetahui sifat pengkaratan premium, dapat dianalisis dengan :
Sulfur Content, ASTM D 1266
Doctor Test, IP 30
Copper Strip Corrosion, ASTM D 130
4. Sifat Stabilitas
Premium harus bersih dan stabil selama pemakaian dan penyimpanannya. Karena
selama pemakaian bensin yang diuapkan biasanya meninggalkan sisa yang
berbentuk getah padat (gum) yang melekat pada permukaan saluran bahan bakar.
39
Apabila pegendapan getah ini terlalu banyak, kemulusan operasi mesin dapat
terganggu. Karena itu kandungan gum dalam bensin dibatasi oleh spesifikasinya.
Analisis yang bertujuan untuk mengukur kandungan gum dalam bensin adalah
metode ASTM D 381.
Selain dari gum yang keberadaanya sudah terdapat sejak dari proses pembuatan,
gum juga dapat terbentuk karena komponen-komponen bensin bereaksi dengan
udara selama penyimpanan. Hidrokarbon tidak jenuh berupa olefin mempunyai
kecenderungan untuk mengalami pembetukan gum akibat oksidasi. Ketahanan
bensin dalam penyimpanan, diukur dengan analisis Induction Period ASTM D 525.
3.4.4 Parameter analisis Bahan Bakar jenis Premium
1. Analisis Research Octane Number ASTM D 2699
a. Tujuan Analisis :
Untuk menentukan ukuran dari ketahanan suatu bahan bakar yang menggunakan
busi sebagai sumber pengapiannya terhadap ketukan (knocking) yang diberikan
kepadanya. Hal ini didasarkan atas operasi dalam suatu knock testing unit pada
knock intensity yang sama dengan primary reference fuels blend yang
merupakan campuran dalam volume tertentu antara iso oktan dengan normal
heptan.
b. Ringkasan Metode :
Ada dua metode analisis untuk Research Octane Number ASTM D 2699 dua
metode tersebut adalah :
1. Prosedur Bracketing :
Prosedur ini adalah membandingkan tendensi ketukan dengan suatu bahan
bakar pembanding. Pembacaan Knock Meter dari contoh diapit pada
pembanding kompresi yang konstan diantara dua pembacaan Knock Meter
dari dua campuran bahan bakar pembanding.
Hasil dari pembacaan Knock Meter ini kemudian dihitung secara interpolasi.
2. Prosedur Compression Ratio :
Penentuan angka oktan melalui prosedur ini adalah dengan menentukan
Cylinder Height ( Compression Ratio ) dari contoh, sehingga menunjukkan
angka pada detonation meter dalam kondisi yang berdasarkan primary
40
reference fuel blend dengan Octane Number tertentu dan Cylinder Height
sesuai dengan nilai pada guide table yang ditentukan.
Pembacaan Cylinder Height melalui Micrometer Reading dari contoh
tersebut dikonversikan ke tabel ASTM D 2699 sehingga didapatkan angka
oktan RON dari contoh yang dianalisis.
2. Analisis Density ASTM D 1298
a. Tujuan Analisis :
Untuk mencari hubungan berat ke volume pada suhu standar 15 °C .
b. Ringkasan Metode :
Sejumlah contoh ditempatkan dalam gelas cylinder yang transparan. Sebuah
hydrometer yang sesuai dicelupkan kedalam contoh, setelah suhu contoh
konstan, skala hydrometer dan suhu contoh di catat. Selanjutnya density dapat
dikonversi ke suhu standar dengan tabel (ASTM D 1250).
3. Analisis Distillation ASTM D 86
a. Tujuan Analisis :
Untuk mengetahui karakteristik kemudahan menguap dari produk minyak bumi
yang erat berhubungan dengan unjuk kerja dalam pemakaian.
b. Ringkasan metode :
100 ml contoh yang telah didinginkan, diuapkan dalam labu distilasi dengan
pemanasan di bawah kondisi yang telah ditentukan sesuai dengan jenis produk
yang akan dianalisis.
Uap minyak yang terbentuk akibat pemanasan, didinginkan dengan media
pendingin berupa kondensor yang berfungsi mengubah dari fasa gas menjadi
fasa cair. Hasil dari perubahan fasa tersebut, ditampung dengan gelas
penampung yang berskala, dan di baca temperatur uapnya terhadap IBP dan
kenaikan % volume kondensat ( 10 %, 20 % sampai 90 % ) dan End Point .
4. Analisis Reid Vapour Pressure ASTM D 323
a. Tujuan Analisis :
Untuk menentukan tekanan uap absolute dari suatu mogas.
b. Ringkasan Metode :
41
Contoh mogas yang telah didinginkan, dimasukan dalam tabung contoh
(Gasoline Chamber). Kemudian dihubungkan dengan tabung udara (Air
Chamber). Lalu dimasukan dalam bak air yang mempunyai suhu 37.8°C
dan dikocok pada periode waktu tertentu sampai didapat penunjukan tekanan
yang tetap.
5. Analisis Existent Gum ASTM D 381
a. Tujuan Analisis :
Untuk menentukan getah (gum) yang terbentuk dari sisa penguapan yang tidak
larut dalam normal heptan.
b. Ringkasan Metode :
50 ml contoh dimasukkan dalam gelas beaker. Kemudian dioksidasi dengan
udara panas dengan kecepatan alir 1000 ml/detik dan suhu 160 -165 °C selama
30 menit. Gum yang terbentuk dicuci dengan normal heptane, lalu gum tersebut
ditimbang, dihitung dan dilaporkan dalam mg/100 ml.
6. Analisis Induction Period ASTM D 525
a. Tujuan Analsis
Untuk menentukan kestabilan suatu produk mogas terhadap kondisi tekanan dan
suhu yang dipercepat.
b. Ringkasan Metode
50 ml contoh mogas dalam sistem yang tertutup diisi oksigen sampai tekanan
100 psi, lalu dipanaskan pada suhu 98 - 102 °C, dan diamati lamanya waktu
stabil dari mogas tersebut terhadap pengaruh tekanan oksigen dan terhadap suhu
tertentu dalam satuan menit.
7. Analisis Lead Content ASTM D 3237
a. Tujuan Analisis :
Untuk penetapan kandungan Total Lead dalam gasoline dengan rentang
konsentrasi 2.5 – 25 mg/L.
b. Ringkasan Metode :
Sejumlah tertentu contoh gasoline diencerkan dengan Methyl Isobuthyl Keton
(MIBK), dan senyawa-senyawa Pb-alkil bereaksi dengan iodine dan garam
amonium kuartener.
42
Kandungan Pb ditetapkan menggunakan peralatan Atomic Absorption
Spectrofotometry (AAS) pada panjang gelombang 283.3 nm, dengan standar
PbCl2.
8. Analisis Sulfur Content ASTM D 1266
a. Tujuan Analisis :
Untuk menetapkan jumlah kandungan sulfur dalam mogas dengan metode nyala
lampu dan ditetapkan secara volumetri.
b. Ringkasan Metode :
Contoh mogas dibakar dalam suatu sistem tertutup dengan menggunakan lampu
yang sesuai dan didorong dengan udara. Oksida sulfur yang terbentuk diserap
oleh H2O2 membentuk H2SO4, kemudian asam sulfat yang terbentuk dititrasi
dengan larutan standard NaOH dengan indicator methyl purple.
9. Analisis Copper Strip Corrosion ASTM D 130
a. Tujuan Analisis :
Untuk menentukan tingkat korosivitas mogas pada lempeng bilah tembaga yang
dibandingkan dengan warna standar.
b. Ringkasan Metode :
Bilah tembaga yang telah digosok dimasukkan dalam tabung test yang berisi
contoh mogas, kemudian dipanaskan pada suhu 50 °C selama 3 jam. Setelah
pemanasan selesai, lempeng tembaga tersebut dicuci dengan iso oktan dan di
bandingkan dengan Copper strip corrosion standard.
10. Analisis Doctor Test IP 30
a. Tujuan Analisis :
Untuk menentukan adanya kandungan senyawa sulfur-mercaptan dalam mogas
secara kualitatif.
b. Ringkasan Metode :
10 ml contoh dicampur dengan 5 ml larutan doctor, dikocok dan ditambah sulfur
bebas lalu dikocok lagi, kemudian diamati perubahan yang terjadi pada sulfur
bebas. Jika terjadi perubahan warna pada sulfur yang ditambah, dilaporkan
positif, dan jika tidak terjadi perubahan warna dilaporkan negative.
43
11. Analisis Mercaptan Sulfur ASTM D 3227
a. Tujuan Analisis :
Untuk menentukan Mercaptan Sulfur pada rentang 0.0003 – 0.01 % wt dengan
cara titrasi potensiometri.
b. Ringkasan Metode :
Sejumlah sample yang telah bebas dari H2S dilarutkan dalam pelarut titrasi dari
Natrium asetat alkoholat, kemudian dititrasi secara potensiometri dengan larutan
standar perak nitrat memakai electrode acuan gelas.
Pada kondisi pengujian ini, Mercaptane Sulfur diendapkan sebagai perak
mercaptida, dan titik akhir titrasi ditunjukan oleh terjadinya penyimpangan
potensial yang besar yang terjadi dalam sel potensial.
44
3.5 MINYAK SOLAR
Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh masyarakat dan industri adalah minyak Solar.
Untuk melindungi konsumen agar minyak yang dipakai sesuai dengan kebutuhan mesin,
maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No.3675
K/24/DDJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 tentang Spesifikasi dari bahan bakar jenis
Solar 48 yang biasa disebut Minyak Solar saja.
3.5.1. Proses pembuatan Minyak Solar
Minyak Solar atau High Speed Diesel (HSD) adalah jenis distilat yang dihasilkan dari
proses pengolahan minyak bumi berwarna coklat jernih dan mempunyai trayek titik
didih antara 160 – 370 OC serta mempunyai kandungan senyawa hidrokarbon antara C12
sampai dengan C18. Minyak Solar diperoleh melalui proses pengolahan minyak bumi,
proses tersebut antara lain:
- Proses Distilasi Atmosferik
- Proses Distilasi Hampa
- Proses Perengkahan (Cracking)
- Proses Pencampuran (Blending)
1. Proses Distilasi Atmosferik
Distilasi Atmosferik adalah proses pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan
perbedaan titik didihnya, pada tekanan ± 1 Atmosfir dan temperature maksimum 370 OC. Proses distilasi mencakup dua kegiatan yaitu penguapan dan pengembunan. Pada
penguapan memerlukan panas untuk menaikkan suhu, sebaliknya pengembunan dapat
dilakukan dengan mengambil panas dari penguapan Produk yang dihasilkan dari
distilasi atmosferik adalah :
a. Gas
b. Naphta
c. Kerosine
d. Gas Oil (Minyak Solar)
e. Long residue
2. Proses Distilasi Hampa
45
Pada dasarnya distilasi hampa hampir sama dengan distilasi atmosferik, yang
membedakannya yaitu pada distilasi hampa tekanan didalam kolom fraksinasi
diturunkan sampai dibawah satu atmosfir (10 s.d. 40 mmHg)
Proses distilasi hampa dilakukan untuk memproses lebih lanjut long residue yang
merupakan sisa dari proses distilasi atmosfir. Hal ini disebabkan jika suhu pada distilasi
atmosfir dinaikkan lebih dari suhu maksimumnya maka akan terjadi perengkahan
(Cracking) dan akan merusak mutu produk. Hasil dari proses distilasi Hampa antara
lain:
a. Vacuum Gas Oil (Komponen Minyak Solar)
b. Parafinic Oil Distilate (POD)
c. Short Residue
3. Proses Perengkahan (Cracking)
Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa proses perengkahan adalah suatu proses
pemisahan hidrokarbon dengan berat molekul yang berat menjadi komponen dengan
berat molekul yang berat menjadi komponen dengan berat molekul yang lebih ringan.
Proses perengkahan dibedakan menjadi tiga, yaitu :
- Thermal Cracking
- Catalytic Cracking
- Hydro Cracking
4. Proses Pencampuran (Blending)
Proses Blending ini dilakukan dengan cara mencampurkan komponen-komponen
komponen minyak Solar lainnya yang lebih baik dengan komponen minyak Solar
lainnya, sehingga diharapkan mendapatkan produk solar yang memenuhi Spesifikasi.
Proses pencampuran dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a. Metode Batch Blending
b. Metode Partial In Line Blending
c. Metode Continuous In Line Blending
3.5.2. Proses produksi minyak solar di kilang UP III
Minyak solar yang dihasilkan oleh UP III Plaju diolah dari beberapa unit yaitu:
a. Crude Distillation II, III, IV, V Plaju
46
Pada Unit produksi ini, dilakukan distilasi atmosferik terhadap crude oil, sehingga
pada trayek titik didih 200 – 350 OC, didapatkan komponen Solar, yaitu:
- CD II : LCT
- CD III : HKD, LCT, HCT
- CD IV : HKD, LCT, HCT
- CD V : LCT, HCT
b. Crude Distillation VI Sungai Gerong
Pada Unit produksi ini, sama dengan unit produksi di Crude Distillation Sungai
Gerong, produk yang dihasilkan sebagai komponen Solar, terkadang langsung
produk jadi tanpa melalui proses blending lagi.
c. High Vacuum Unit (HVU) Sungai Gerong
Pada unit Produksi ini, dilakukan distilasi hampa terhadap long residue, sehingga
didapatkan komponen Solar, yaitu : Light Vacum Gas Oil (LVGO).
Komponen minyak Solar yang dihasilkan dari unit-unit ini kemudian dicampur menjadi
satu di tangki-tangki penampungan yang merupakan produk akhir minyak solar dan jika
memenuhi persyaratan, maka minyak Solar ini siap untuk dipasarkan.
47
Gambar 3.1 Diagram Proses Blending Pembuatan Minyak Solar di UP III
3.5.3. Sifat-sifat minyak Solar.
Minyak solar dikenal juga dengan sebutan High Speed Diesel (HSD) atau Automotive
Diesel Oil (ADO) atau Gas Oil diperuntukkan untuk mesin diesel dengan :
Klasifikasi : putaran tinggi diatas 1000 rpm
Kondisi : kecepatan putaran mesin bervariasi
Aplikasi : kendaraan angkut mesin diesel seperti kendaraan bermotor.
Sesuai dengan aplikasinya maka diperlukan suatu mutu bahan bakar minyak solar yang
memenuhi Spesifikasi sesuai peruntukannya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
minyak solar agar mendapatkan daya guna yang optimal sebagai bahan bakar mesin
diesel antara lain :
- Memiliki kemampuan start up mesin dalam keadaan dingin
- Terhindar dari “ignition delay” yang dapat menimbulkan ketukan dan menghambat
tenaga yang optimal.
48
- Mampu memberikan daya pengkabutan yang sempurna sesuai viskositasnya
- Sedikit mengandung unsur karbon dan logam yang dapat menyebabkan
pembentukan deposit.
- Tidak mengandung komponen-komponen yang dapat merusak mesin dan
mencemari lingkungan, seperti misalnya CO, SO2, dsb.
Agar produk minyak Solar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya secara baik dan
tanpa menimbulkan kerugian pada mesin, maka dipandang perlu untuk memperhatikan
sifat-sifat utama dari minyak minyak solar tersebut, yang meliputi
1. sifat umum
2. sifat pembakaran
3. sifat penguapan
4. sifat kemudahan mengalir
5. sifat pengkaratan
6. sifat keselamatan
7. sifat kebersihan.
1. Sifat Umum :
Yang dimaksud sifat umum adalah sifat yang menunjukkan klasifikasi (jenis) minyak
tersebut. Sifat umum minyak solar sangat erat hubungannya dengan pemuatan,
kontaminasi, material balance, dan transaksi jual beli. Sifat umum ditunjukkan dengan
pengujian :
Density at 15 OC, Specific Gravity 60/60 OF atau API Gravity ASTM D 1298 / D 4052
2. Sifat Pembakaran :
Sifat pembakaran adalah salah satu ukuran dari mutu pembakaran dari minyak Solar.
Minyak Solar dapat memberikan kerja mesin yang memuaskan apabila dapat
menghasilkan pembakaran yang sempurna dalam ruang bakar. Minyak Solar bermutu
rendah mempunyai waktu tunda (ignition delay) lebih lama. Sifat ini ditunjukkan oleh
besar kecilnya angka setana (cetane number). Pemeriksaan Angka Setana dimaksudkan
untuk memberikan gambaran :
a. Mudah tidaknya mesin dihidupkan
b. Kemungkinan timbulnya diesel knock akibat dari ignition delay yang panjang.
c. Tebalnya tipisnya gas buang (asap)
49
Ketiga hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya tenaga yang ditimbulkan dan
kerusakan pada bagian-bagian mesin.
Sifat Pembakaran ini ditunjukkan dengan pengujian :
a. Cetane Number ASTM D 613
b. Calculated Cetane Index by Four Variable Equation ASTM D 4737
3. Sifat Penguapan
Sifat penguapan merupakan sifat yang banyak mempengaruhi daya kerja bahan bakar
mengingat pada saat pembakaran terjadi fase uap, sehingga perlu diketahui sifat
penguapannya. Berdasarkan sifat penguapan ini dapat diketahui jumlah fraksi ringan
yang ada dan mudah untuk dikabutkan. Apabila terlalu rendah penguapan dapat
mengakibatkan timbulnya deposit sehingga pembakaran tidak sempurna dan akan
mempengaruhi kemudahan start mesin serta akselerasi mesin. Sifat penguapan ini
ditunjukkan dengan pengujian Distillation ASTM D 86.
4. Sifat kemudahan mengalir
Sifat kemudahan mengalir minyak solar adalah merupakan ukuran mudah atau tidaknya
bahan bakar mengalir dan dipompakan. Sifat alir atau kekentalan penting diketahui
karena mempengaruhi terhadap pemompaan dan dalam mekanisme pengabutan atau
atomisasi bahan bakar sesaat setelah keluar dari nozzle menuju ruang bakar. Selain itu
bahan bakar juga harus mampu melumasi fuel pump plungers, maka penggunaan bahan
bakar yang terlalu rendah viskositasnya dan kurangnya sifat-sifat pelumasan dapat
menyebabkan keausan pada bagian-bagian pompa bahan bakarnya. Apabila bahan bakar
terlalu kental, maka dapat mengganggu fungsi pompa dan injector, di sisi lain apabila
viskositas terlalu tinggi, selain susah dipompakan juga mempengaruhi atomisasi dan
penetrasi oleh injector.
Sifat kemudahan mengalir ditunjukkan oleh dua pengujian yaitu :
a. Viscosity Kinematic ASTM D 445
b. Pour Point ASTM D 97
5. Sifat Pengkaratan
Unsur-unsur dalam minyak Solar disamping hidrokarbon, terdapat pula unsur-unsur
sulfur, oksigen, halogen dan logam. Diantara senyawa-senyawa tersebut ada yang
50
bersifat korosif, yaitu senyawa sulfur (belerang). Senyawa-senyawa Sulfur dalam
minyak Solar yang korosif dapat berupa hydrogen sulfide, merkaptan, dan tiofena.
Untuk mengetahui sifat pengkaratan dalam minyak solar ada beberapa metode
pengujian yang digunakan yaitu :
a. Copper Strips Corrosion ASTM D 130
b. Sulphur Content ASTM D 1552/ ASTM D 2622
c. Strong Acid Number ASTM D 974 / D 664
d. Total Acid Number ASTM D 974 / D 664
6. Sifat Keselamatan
Sifat keselamatan minyak Solar meliputi keselamatan didalam pengangkutan,
penyimpanan dan penggunaan. Minyak Solar harus memiliki salah satu sifat
keselamatan yaitu bahwa minyak Solar tidak terbakar akibat terjadi loncatan api. Untuk
mengetahui sifat keselamatan Minyak Solar dapat dilakukan pengujian Flash Point
Pensky Martens ASTM D 93.
7. Sifat Kebersihan
Sifat kebersihan ini ditentukan dengan ada atau tidak adanya kotoran yang terdapat
didalam minyak solar, sebab kotoran ini akan berpengaruh terhadap mutu karena dapat
mengakibatkan kegagalan dalam suatu operasi mesin. Kotoran itu biasanya berupa air,
lumpur atau endapan atau sisa hasil pembakaran yang berupa abu dan carbon. Untuk itu
makin kecil adanya kotoran didalam suatu bahan bakar maka makin baik mutu bahan
bakar tersebut.
Sifat kebersihan pada minyak minyak Solar dibatasi keberadaannya dengan beberapa
pengujian, yaitu:
a. Color ASTM D 1500
b. Water Content ASTM D 95 / ASTM D 1744
c. Conradson Carbon Residue (CCR) ASTM D 189 / ASTM D 4530
d. Sediment by Extraction ASTM D 473
e. Ash Content ASTM D 482
f. Particulate Contaminant ASTM D 2276
8. Sifat-sifat lainnya
51
Ada beberapa sifat-sifat lain dari minyak Solar-48 bila minyak Solar tersebut
mengandung biodiesel, sesuai dengan Spesifikasi SK Dirjen Migas No. 3675
K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006 maka sifat-sifat tersebut antara lain:
1. Biological Growth
2. Kandungan FAME
3. Kandungan Metanol & Etanol ASTM D 4815
3.5.4 Penanganan Solar
Untuk menjamin mutu Solar agar tetap memenuhi Spesifikasi yang telah ditentukan
sampai saat digunakan, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Pada saat penimbunan
b. Pada saat penyaluran
c. Pada saat pengangkutan
Dengan melakukan pengawasan mutu yang ketat terhadap Solar mulai saat
pembuatannya sampai ketangan konsumen maka mutu Solar akan terjaga dengan baik
sesuai Spesifikasi.
3.5.5. Spesifikasi Minyak Solar
Spesifikasi adalah suatu batasan minimum dan maksimum dari suatu produk yang
dibuat berdasarkan undang-undang dengan mempertimbangkan kepentingan konsumen
pemakai BBM atau tipe-tipe mesin yang akan menggunakan serta kepentingan /
kemampuan industri pengolah minyak yang membuatnya.
Spesifikasi juga bertujuan untuk melindungi keselamatan konsumen baik orangnya
maupun alatnya, efisien dalam pemakaian dan tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan. Karena Solar digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel
maka Spesifikasinya dibuat sesuai dengan kondisi yang cocok untuk mesin diesel dan
tetap ramah lingkungan.
Pada awalnya Spesifikasi minyak Solar di Indonesia mengacu pada surat keputusan
DIRJEN MIGAS No. 113.K/72/DJM/1999 tanggal 27 Oktober 1999. Lalu setelah
munculnya isu biodiesel dan perkembangan teknologi mesin diesel Spesifikasi tersebut
berubah melalui Surat Keputusan DIRJEN MIGAS No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal
17 Maret 2006.
52
Spesifikasi melalui surat keputusan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Minyak
dan Gas tersebut biasanya mengikuti Spesifikasi Ineternasional, seperti dari ASTM
(Diesel Fuel Oils ASTM D 975 grade 2D) atau WWFC grade.
Spesifikasi BBM Jenis Solar 48
No.
Karakteristik SatuanBatasan Metoda Uji
Min Max ASTM Others
1 Bilangan Cetana -
- Angka Cetana, atau 48 D 613
- Indek Cetana 45 D 4737
2 Berat jenis@ 15 °C kg/m3 815 870D
4052/1298
3 Viskositas @ 40 °C mm2/Sec 2.0 5.0 D 445
4 Kandungan Sulfur % m/m - 0.35 D 2622
5 Distilasi : D 86
T 95 °C - 370
6 Titik Nyala °C 60 D 93
7 Titik Tuang °C 18 D 97
8 Residu Karbon % m/m 0.1 D 4530
9 Kandungan Air mg/kg 500 D 1744
10 Biological Growth *) Nihil *)
11 Kandungan FAME *) % v/v 10
12 Kandungan Metanol & Etanol *) % v/v Tidak terdeteksi
D 4815
13 Korosi bilah tembaga Kelas 1 D 130
14 Kandungan Abu % m/m - 0.01 D 482
15 Kandungan Sedimen % m/m - 0.01 D 473
16 Bilangan Asam Kuat mg KOH/L - 0.0 D 664
17 Bilangan Asam Total mg KOH/L - 0.6 D 664
18 Partikulat - - D 2276
19 Penampilan visual Jernih & terang
20 Warna No ASTM - 3.0 D 1500
Note : Dasar SK Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006
Catatan *) : Khusus untuk minyak solar yang mengandung Bio Diesel, jenis dan spec. Bio Dieselnya mengacu ketetapan Pemerintah
3.5.6. Pengujian Solar
53
1. Density at 15 OC ASTM D 1298
a. Tujuan Pengujian
Metode uji ini digunakan untuk menentukan Density, Specific Gravity dan API
Gravity dari Solar dengan menggunakan hydrometer gelas, nilai yang terbaca pada
hydrometer pada temperatur tertentu diubah ke temperatur standar digunakan tabel
konversi.
b. Garis Besar Pengujian
Sejumlah contoh dituangkan ke dalam gelas silinder 1000 mL, kemudian hidrometer
yang sesuai dimasukkan dan dibiarkan mengapung dengan bebas, Setelah
temperatur setimbang, skala hydrometer dibaca dan temperatur contoh dicatat,
sebaiknya gelas dan silinder contoh ditempatkan pada temperatur yang konstan
untuk menghindari terjadinya variasi temperatur selama pengujian.
2. Cetane Number ASTM D 613
a. Tujuan Pengujian
Metode uji ini digunakan untuk menentukan sebuah ukuran unjuk kerja penyalaan
(waktu kelambatan penyalaan) dari bahan bakar minyak Solar yang diperoleh
dengan membandingkannya terhadap bahan bakar acuan (reference fuels) didalam
mesin uji yang telah distandarisasi.
b. Garis Besar Pengujian
Metode uji ini dilakukan dengan menggunakan mesin CFR F-5, prinsipnya dengan
membandingkan karakteristik pembakaran didalam mesin uji dengan menggunakan
bahan bakar standar (campuran n-Cetane dan Heptametil Nonana) dengan contoh
minyak Solar. Dalam Spesifikasi ditetapkan Cetane Number minimum 48.
3. Calculated Cetane Index by Four Variable Equation ASTM D 4737
a. Tujuan Pengujian
Calculated Cetane Index adalah merupakan suatu cara untuk memperkirakan nilai
cetane number dari minyak Solar. Hal ini dilakukan jika jumlah contoh yang
tersedia relative sedikit atau tidak menggunakan (memiliki) fasilitas mesin penguji
angka setana CFR F-5.
b. Garis Besar Pengujian
54
Untuk menghitung besarnya nilai CCI dapat dilakukan dengan perhitungan
matematis berdasarkan data Density at 15 °C ASTM D 1298 dan 10%, 50% ,90%
boiling point distilasi ASTM D-86 dari contoh tersebut dengan menggunakan rumus
- Untuk memperkirakan kemungkinan terdapatnya sejumlah garam dan endapan
serta lumpur yang terlarut dalam fuel oil yang dapat mengakibatkan kebuntuan
pada burner serta menganggu sistem atomisasi.
- Sediment dalam fuel oil dibatasi max. 0,15 % Wt.
6. Sifat Keamanan
• Untuk mengetahui kecenderungan timbulnya kebakaran pada saat penanganan,
transportasi maupun penyimpanan
• Uji sifat keamanan dilakukan dengan : Flash point, ASTM D 93
• Flash point dalam fuel oil dibatasi min. 150°F.
73
3.8 PERTAMAX
Salah satu bahan bakar yang dipakai oleh sebagian lapisan masyarakat adalah bensin
tanpa timbal Pertamax dan Pertamax Plus.
Pertamax dan Pertamax Plus merupakan inovasi produk bahan bakar ramah lingkungan
dari Pertamina yang mempunyai oktan tinggi, yang dipergunakan untuk mobil yang
mempunyai mesin dengan rasio kompresi tinggi (mobil mewah), dengan persyaratan
mengarah ke spesifikasi WWFC yang merupakan standar BBM di beberapa negara di
benua Eropa.
Pertamax mempunyai angka oktan / RON 92 dan Pertamax Plus dengan karakteristik
istimewa mempunyai angka oktan / RON 95.
3.8.1 Proses pembuatan Pertamax
Nafta merupakan komponen utama dari bensin-Pertamax merupakan produk olahan
minyak bumi dengan trayek didih antara 30 – 200 ºC, yang diperoleh dari Proses
Lanjutan (secondary process).
Komponen tersebut mempunyai mutu pembakaran yang berbeda-beda. Tabel berikut
menunjukkan secara umum gambaran mutu pembakaran suatu produk komponen mogas
Table Kualitas Mutu Pembakaran Komponen Mogas
Nama
Komponen Mogas
Asal Proses
Produk
Angka Oktan
(RON)
Catalytic Naphtha
Isomer
Polymer
Alkylate
Catalytic Cracked
Isomerization
Polymerization
Alkylation
92 – 98
90 – 95
97 - 100
95 - 105
Proses Lanjutan (Secondary Process) :
Secondary Process adalah suatu proses lanjutan bertujuan untuk mendapatkan produk
komponen mogas yang mempunyai nilai oktan lebih tinggi dibandingkan dengan oktan
dari mogas hasil CDU.
Yang termasuk proses-poses lanjutan untuk mendapatkan suatu produk komponen
Pertamax adalah :
74
a. Perengkahan dengan bantuan katalis (Catalytic cracking) :
b. Isomerisasi (Isomerization) :
c. Alkylasi ( Alkylation )
d. Polimerisasi ( Polymerization )
g. Pencampuran ( Blending )
3.8.2 Spesifikasi Bahan Bakar Jenis Bensin Pertamax
Untuk melindungi konsumen agar bensin yang dipakai sesuai dengan kebutuhan
konsumen, maka pemerintah melalui Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan
Dirjen Migas No. 940/34/DJM/2002 tanggal 2 Desember 2002, yang kemudian
implentasikan Pertamina sesuai dengan Facs. Man. Evalkin Ops BBM/P. No.
15/E10130/2003, tanggal 23 Mei 2003.
3.8.3 Sifat - sifat Khusus Pertamax
Pertamax bila digunakan harus aman, tidak membahayakan manusia dan lingkungan,
tidak merusak mesin, dan efisien didalam penggunaannya.
Agar tujuan tersebut tercapai, Pertamax yang akan digunakan harus memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan dengan batasan-batasan tertentu dan diperiksa sesuai
dengan standar yang ada.
Adapun sifat-sifat penting dari Pertamax sebagai bahan bakar sama dengan sifat
Premium yaitu :
- Sifat Pembakaran
- Sifat Penguapan
- Sifat Pengkaratan
- Sifat Stabilitas
Kharakteristik yang membedakan Pertamax dari Premium adalah :
a. Angka Oktan :
Dengan angka Oktan yang lebih tinggi, Pertamax dengan RON 92 dan Pertamax
Plus RON 95 akan memberikan kualitas pembakaran dan tenaga yang lebih baik /
tinggi dibandingkan Premium RON 88.
b. Distilasi recovery dan End Point :
75
Recovery 10 % , 50 % volume pada Pertamax / Pertamax Plus lebih rendah dari
Premium memberikan keleluasaan banyaknya kandungan yang lebih ringan yang
akan penghasilkan pembakaran lebih sempurna, serta batasan End Point membatasi
fraksi berat yang akan mengurangi sisa pembakaran.
c. Batasan Vapor pressure :
Batasan minimum untuk RVP untuk membatasi fraksi berat, dan batasan maksimum
RVP untuk menghindari vapor lock.
d. Induction Period :
Induction perid yang lebih lama memberikan sifat stabilitas yang lebih baik.
e. Kandungan Gum :
Kandungan gum yang lebih kecil memberikan sifat kebersihan yang labih baik.
f. Aromatic Content :
Adanya pembatasan kandungan Aromatik memberikan efek lingkungan yang lebih
baik.
76
Spesifikasi BBM Jenis PERTAMAX
No. Properties Min Max ASTM Others
1 Density at 15 °C kg/m3 715 780 D 1298 D 4052
2 Doctor Test, or - Negative IP-30
Mercaptant Sulphur % wt - 0.0020 D 3227
3 Sulphur Content % wt - 0.1 D 1266 D 2622
4 Existent Gum mg/100 ml - 4.0 D 381
5 Induction Period Minutes 480 - D 525
6 Copper Strip Corrosion, 3hrs/122°F - ASTM
No.1 D 130
7 Reid Vapour Pressure at 100°F kPa 45 60 D 323
8 Knock Rating F-1 RON 92 - D 2699
9 Lead Content, Pb g/L - 0.013 *) D 3237 D 5059
10 Distillation : - - D 86
IBP °C - -
10 % Vol. Evaporated °C - 70
50 % Vol. Evaporated °C 77 110
90 % Vol. Evaporated °C - 180
End Point °C - 205
Residue % v/v - 2.0
11 Oksigenate Content % v/v 10
12 C o l o u r Blue Visual
13 Aromatic Content % v/v - 50.0 D 1319
14 Dye Content g/100L to be report
Dasar : Facs. Man. Evalkin Ops BBM Bid P. No. 15/E10130/2003, tanggal 23 Mei 2003, sesuai
dengan Keputusan Dirjen Migas No. 940/34/DJM/2002, tanggal 2 Desember 2002.
Spesifikasi BBM Jenis PERTAMAX PLUS
77
No. Properties Min Max ASTM Others
1 Density at 15 °C kg/m3 715 780 D 1298 D 4052
2 Doctor Test, or - Negative IP-30
Mercaptant Sulphur % wt - 0.0020 D 3227
3 Sulphur Content % wt - 0.1 D 1266 D 2622
4 Existent Gum mg/100 ml - 4.0 D 381
5 Induction Period Minutes 480 - D 525
6 Copper Strip Corrosion, 3hrs/122°F - ASTM
No.1 D 130
7 Reid Vapour Pressure at 100°F kPa 45 60 D 323
8 Knock Rating F-1 RON 95 - D 2699
9 Lead Content, Pb g/L - 0.013 D 3237 D 5059
10 Distillation : - - D 86
IBP °C - -
10 % Vol. Evaporated °C - 70
50 % Vol. Evaporated °C 77 110
90 % Vol. Evaporated °C - 180
End Point °C - 205
Residue % vol - 2.0
11 Oksigenate Content % vol 10
12 Color Red Visual
13 Aromatic Content % vol - 50.0 D 1319
Olefine Content % vol -
14 Dye Content g/100L Report
Dasar : Facs. Man. Evalkin Ops BBM Bid P. No. 15/E10130/2003, tanggal 23 Mei 2003, sesuai
dengan Keputusan Dirjen Migas No. 940/34/DJM/2002, tanggal 2 Desember 2002.
Spesifikasi BBM Jenis Bensin 91
78
No.
Karakteristik SatuanBatasan Metoda Uji
Min Max ASTM Others
1 Bilangan Oktana Riset RON 91.0 - D 2699
2 Stabilitas Oksidasi (Perioda Induksi) menit 480 - D 525
3 Kandungan Sulfur % m/m - 0.05 D 2622
4 Kandungan Timbal (Pb) g/L - 0.013 D 3237
5 Kandungan Phosphor mg/L D 3231
6 Kandungan Logam (Mn, Fe, dll) mg/L D 3831
7 Kandungan Silikon mg/kg ICP-AES
***)
8 Kandungan Oksigen % m/m 2.7 *) D 4815
9 Kandungan Olefin % v/v **) D 1319
10 Kandungan Aromatik % v/v 50.0 D 1319
11 Kandungan Benzena % v/v 5.0 D 4420
12 Distilasi : - D 86
10 % Vol. Penguapan °C - 70
50 % Vol. Penguapan °C 77 110
90 % Vol. Penguapan °C 130 180
Titik Didih Akhir °C - 215
Residu % vol - 2.0
13 Sedimen mg/L - 1.0 D 5452
14 Unwashed Gum mg/100 ml - 70 D 381
15 Washed Gum mg/100 ml - 5 D 381
16 Tekanan Uap kPa 45 60D 5191
/323
17 Berat jenis@ 15 °C kg/m3 715 770D 4052 /1298
18 Korosi Bilah Tembaga Kelas 1 D 130
19 Uji Doctor Negative IP-30
20 Sulfur Mercaptan % m/m - 0.002 D 3227
21 Penampilan visual Jernih & terang
22 Warna Biru
23 Kandungan Pewarna gr/100 ltr 0.13
24 Bau Dapat dipasarkan
Note : Dasar SK Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006 *) Apabila kandungan Olefin > 20 %, hasil pengujian Sytabilitas oksidasi ≥ 1000 menit. **) Penambahan Ethanol ≤ 10 %, Alkohol (C>2)≤ o.1 %, Methanol tidak diperbolehkan.***) Merujuk pada metode inhouse dengan batasan deteksi 1 mg/kg.
Spesifikasi BBM Jenis Bensin 95
No. Karakteristik Satuan Batasan Metoda Uji
79
Min Max ASTM Others
1 Bilangan Oktana Riset RON 95.0 - D 2699
2 Stabilitas Oksidasi (Perioda Induksi) menit 480 - D 525
3 Kandungan Sulfur % m/m - 0.05 D 2622
4 Kandungan Timbal (Pb) g/L - 0.013 D 3237
5 Kandungan Phosphor mg/L Tidak terdeteksi D 3231
6 Kandungan Logam (Mn, Fe) mg/L Tidak terdeteksi D 3831
7 Kandungan Silikon mg/kg Tidak terdeteksiICP-AES
***)
8 Kandungan Oksigen % v/v 2.7 *) D 4815
9 Kandungan Olefin % v/v **) D 1319
10 Kandungan Aromatik % v/v 40.0 D 1319
11 Kandungan Benzena % v/v 5.0 D 4420
12 Distilasi : - D 86
10 % Vol. Penguapan °C - 70
50 % Vol. Penguapan °C 77 110
90 % Vol. Penguapan °C 130 180
Titik Didih Akhir °C - 205
Residu % vol - 2.0
13 Sedimen mg/L - 1.0 D 5452
14 Unwashed Gum mg/100 ml - 70 D 381
15 Washed Gum mg/100 ml - 5 D 381
16 Tekanan Uap kPa 45 60 D 5191/323
17 Berat jenis@ 15 °C kg/m3 715 770 D 4052/1298
18 Korosi Bilah Tembaga Kelas 1 D 130
19 Uji Doctor Negative IP-30
20 Sulfur Mercaptan % m/m - 0.002 D 3227
21 Penampilan visual Jernih & terang
22 Warna Kuning
23 Kandungan Pewarna gr/100 ltr 0.13
24 Bau Dapat dipasarkan
Note : Dasar SK Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006 *) Apabila kandungan Olefin > 20 %, hasil pengujian Sytabilitas oksidasi ≥ 1000 menit. **) Penambahan Ethanol ≤ 10 %, Alkohol (C>2)≤ o.1 %, Methanol tidak diperbolehkan.***) Merujuk pada metode inhouse dengan batasan deteksi 1 mg/kg.
3.9 PERTAMINA DEX
Pertamina Dex (Diesel Environment Extra) merupakan inovasi produk bahan bakar
Pertamina terbaru untuk mesin diesel yang ramah lingkungan, mempunyai angka setana
(Cetane Number) yang tinggi yaitu minimal 53 CN dan kandungan belerang (Sulfur)
80
yang sangat rendah yakni 300 ppm, maka bahan bakar ini cocok untuk teknologi mesin
common rail dan high compression.
Pada awalnya Pertamina Dex dinamakan Solar Plus, mempunyai persyaratan yang
mengarah ke spesifikasi WWFC dengan katagori di antara 2 dan 3, yang merupakan
standar BBM di beberapa negara di benua Eropa.
3.8.1 Proses pembuatan Pertamina Dex
Karena kebutuhan Pertamina Dex masih terbatas, yang mana saat ini hanya dipasarkan
di wilayah Jabodetabek, Pertamina Dex hanya diproduksi dari Unit Pengolahan VI
Balongan, walaupun bisa dibuat di Unit lainnya.
Komponen Pertamina Dex merupakan produk stream dari Unit 14 GO-HTU.
3.8.2 Spesifikasi Pertamina Dex
Spesifikasi Pertamina Dex mengacu pada spesifikasi Solar 51 yang diterbitkan oleh
Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17
Maret 2006, yang kemudian implentasikan oleh Pertamina dan memberikan nilai lebih
Dasar : spesifikasi Dirjen Migas No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.Catatan : *) Khusus untuk minyak solar yang mengandung Biodiesel, jenis dan spec.Bio
Dieselnya mengacu ketatan Pemerintah**) Untuk kepentingan lindungan lingkungan, berta jenis 815 kg/m3 dapat digunakan.
3.10 AVTUR
3.10.1 Pengertian
Avtur (Aviation Turbin Fuel) adalah bahan bakar minyak pesawat terbang jenis
kerosene untuk pesawat terbang bermesin turbin.
83
Jenis avtur yang diproduksi PT. Pertamina (persero) adalah tipe Jet A-1 yang umumnya
digunakan untuk pesawat udara komersial.
Avtur adalah bahan bakar yang diperoleh dari hasil pengolahan minyak bumi yang
memiliki trayek didih 150 s.d. 300°C yang terdiri dari molekul hidrokarbon C10-C14.
Hidrokarbon berupa senyawa parafin (terbanyak), naften, dan sedikit aromat. Di dalam
avtur juga terdapat senyawa-senyawa impurities dalam jumlah kecil serta additive.
3.10.2 Proses Pembuatan Avtur
Avtur dibuat melalui beberapa proses pengolahan minyak bumi. Pengolahan ini sangat
bergantung pada persyaratan avtur yang dikehendaki dan jenis minyak bumi yang
diolah. Proses pengolahan ini dapat dibagi atas tiga kategori dasar yaitu proses
pemisahan, proses konversi, dan proses peningkatan kualitas. Kemudian ke dalam avtur
sebelum digunakan perlu ditambah beberapa aditif antara lain anti oksidan, metal
deactivator, icing inhibitor, static dissipator additives, dan lubricity improver.
a. Proses Pemisahan :
Proses pengolahan ini disebut distilasi atmosferik, yaitu proses pemisahan secara
fisika dari crude oil menjadi kelompok-kelompok fraksi cairan minyak tertentu,
yang masing-masing terdiri dari bermacam-macam ikatan senyawa hidrokarbon
yang memenuhi persyaratan, dan yang memiliki daerah titik didih tertentu.
b. Proses Konversi
Proses konversi yaitu pengubahan secara mendasar struktur molekul dari feedstock.
Proses ini umumnya dengan pemecahan molekul besar menjadi lebih kecil,
contohnya thermal cracking, catalytic cracking dan hydrocracking.
c. Proses Peningkatan Kualitas:
Proses ini memperbaiki kualitas suatu material menggunakan reaksi kimia untuk
menghilangkan adanya sejumlah kecil senyawa yang tidak dikehendaki (misal
senyawa belerang) tanpa adanya perubahan dari bulk properties. Proses perbaikan
untuk avtur misalnya dengan sweetening, hydrotreating, dan clay treatment.
3.10.3 Aplikasi Avtur
Dalam aplikasinya avtur digunakan sebagai bahan bakar minyak pesawat terbang
bermesin turbin. Pembakaran pada mesin turbin yaitu sebuah rangkaian reaksi oksidasi
cepat yang melepaskan panas.
84
Udara dari air compressor dan avtur yang telah diatomisasi oleh nozzle dibakar di ruang
pembakaran. Sumber energi dibutuhkankan untuk memulai pembakaran pada saat start
up. Setelah itu, pembakaran ditopang oleh injeksi bahan bakar yang berlanjut ke dalam
nyala api. Gas panas hasil pembakaran digunakan untuk menggerakkan turbine.
Gambar : Skema Mesin Turbin
3.10.4 Spesifikasi Avtur
Spesifikasi yaitu batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh bahan bakar minyak, dengan
tujuan untuk melindungi peralatan dan mesin, keselamatan pemakai, dan akrab dengan
lingkungan dalam pemakaiannya. Spesifikasi merupakan batasan maksimum atau
minimum sifat-sifat fisika atau kimia yang diukur dengan menggunakan metode dan
peralatan standar.
Avtur digunakan oleh pesawat terbang bermesin turbin yang memiliki resiko bahaya
tinggi, karena itu spesifikasi yang digunakan sangat ketat sesuai dengan standar
internasional. Avtur di Indonesia digunakan juga oleh airliner luar negeri yang
menginginkan spesifikasi yang digunakan memenuhi standar internasional.
Spesifikasi Avtur mengikuti SK. Dirjen Migas No.10668K/72/DJM/2005 tanggal 7
September 2005 sesuai dengan DEF. STAN 91-91 issue 5 (DERD 2494) tanggal 8
Pebruari 2005 tentang Turbin Fuel, Aviation Kerosine Type, Jet A-1.
Spesifikasi BBM Jenis AVTUR
No. Properties Min Max ASTM Others1 Appearance Visually clear, bright and free from solid matter and undissolved matter at normal ambient
85
temperatur.2 Color Report D 156
3 Total Acidity mg
KOH/g - 0.015 D 3242 IP-3544 Aromatic % vol - 25.0 D 1319 IP-1565 Sulphur Total % mass - 0.30 D 1266 IP-1076 Sulphur Mercaptane, or % mass - 0.0030 D 3227 IP-342 Doctor Test Negative - IP-307 Distillation : IBP °C Report D 86 IP-123
10% Recovery °C - 205.0
50% Recovery °C Report
90% Recovery °C Report
End Point °C - 300.0
Residue % vol - 1.5 Loss % vol - 1.5 8 Flash Point °C 38.0 - IP-1709 Density at 15 °C kg/m3 775.0 840.0 D 1298 IP-160
10 Freezing Point °C -Minus 47.0 D 2386 IP-16
11 Viscosity at minus 20 °C mm2/s - 8.000 D 445 IP-7112 Smoke Point, or mm 25.0 - D 1322 IP-57
Smoke Point , and mm 19.0 - D 1322 IP-57
Napthalene % vol - 3.00 D 1840 13 Specific Energy MJ/kg 42.80 - D 4529
14 Copper Strip Corr. at 100 °C / 2 hrs Class
ASTM No.1 D 130 IP-154
15 Thermal Stability, JFTOT at 260 °C : D 3241 IP-323
11 Coverstrip Corrosion, 2hr/100 °C ASTM No.1 D 130 IP-154
12 Existent Gum mg/100 ml - 3 D 381 IP-131
13 Oxidation Stability : - Potential Gum mg/100 ml - 6 D 873 IP-138
(16 hrs) - Gum Precipitate mg/100 ml - 2 D 873 IP-138
14 Freezing Point - Minus 60 D 2386 IP-16
15 Water Reaction : - Change in volume ml - 2 D 1094 IP-289
- Interface Rating - 2
16 Electrical Conductivity *) pS/m 50 600 D 2624 IP-274
Surat Keputusan Dirjen Migas No. 27K/34/DDJM/1999 tanggal 05-05-1999,sesuai dengan Def. Stan .91-90 / Issue 1 (DERD 2485) tgl. 08-05-1996Note : *) Bila ditambahkan Static DissipatorAdditive.
3.11.4 Sifat-sifat Avgas
Secara umum sifat-sifat Avgas yang diharuskan di dalam spesifikasi dan harus
dimiliki antara lain:
92
1. Avgas harus dapat memberikan unjuk kerja yang optimum, yaitu dapat terbakar
dengan sempurna di dalam mesin sehingga dapat menghasilkan energi kinetik
yang maksimum.
2. Avgas harus tetap stabil dalam kondisi suhu yang bervariasi, yaitu tetap
berbentuk cairan pada suhu rendah (maksimal minus 60°C), sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan mesin akibat kebuntuan saluran
bahan bakar. Dan tidak mudah menguap pada suhu tinggi, sehingga mengurangi
loss bahan bakar akibat penguapan selama penerbangan
3. Avgas diharapkan tidak merusak peralatan atau komponen-komponen yang ada
di dalam mesin, juga pada saat penimbunan, penyaluran, pengangkutan dan
penggunaannya
Aviation Gasoline digunakan untuk bahan bakar penerbangan, maka Avgas harus
memiliki sifat atau persyaratan yang sangat baik, karena menyangkut keselamatan
manusia. Beberapa sifat penting yang harus dimiliki Avgas meliputi :
a. Sifat Kenampakan dan Warna,
b. Sifat Pembakaran,
c. Sifat Penguapan,
d. Sifat Kestabilan,
e. Sifat Kemudahan Berkarat
f. Sifat-sifat lainnya.
a. Sifat Kenampakan dan Warna
Yang dimaksud dengan kenampakan dari Avgas adalah apabila dilihat dengan
mata telanjang Avgas tampak jernih, tembus sinar, bebas dari air yang tidak
terlarut, serta partikel padat pada suhu sekeliling yang normal. Avgas jenis 100
berwarna visual hijau dari pemberian bahan pewarna biru dan kuning.
Sifat Kenampakan dan Warna ditunjukkan dengan pengujian :
- Appearance,
- Color (visual),
- Color Lovibond (IP-17).
b. Sifat Pembakaran
93
Sifat pembakaran penting untuk mengetahui nilai kalori yang dihasilkan dalam
pembakaran yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya knocking. Untuk
mengurangi knocking tersebut Avgas ditambahkan bahan anti knock yaitu TEL
(Tetra Ethyl Lead).
Sifat Pembakaran atau penyalaan ditunjukkan dengan pengujian :
- Specific Energy, ASTM D 3338/4529, IP 12,
Specific Energy minimum 43,5 MJ/Kg, agar kandungan energi Avgas dapat
mencukupi kebutuhan mesin untuk menghasilkan energi mekanik, agar
mesin dapat menghasilkan daya dorong (thrust) sehingga pesawat dapat
terbang.
- Knock Rating, ASTM D 2700,
ON Lean Mixture minimum 99,5 agar Avgas yang digunakan untuk
penerbangan dengan kondisi campuran miskin (lean mixture) tidak akan
mengalami ketukan.
- Knock Rating, ASTM D 909,
ON Rich Mixture minimum 130, artinya mesin akan memperoleh tenaga
maksimal sehingga pesawat dapat take off.
- TEL content, ASTM D 3341.
c. Sifat Penguapan
Avgas harus dapat cepat menguap untuk mencapai kondisi mudah menyala di
dalam ruang bakar. Sifat penguapan Avgas tidak boleh terlalu rendah dan terlalu
tinggi, apabila sifat penguapan Avgas terlalu rendah, maka bahan bakar cair
akan masuk ke dalam silinder dan mencuci minyak pelumas pada dinding
silinder dan piston, dan jika sifat penguapan Avgas terlalu tinggi dapat
mengakibatkan vapour lock.
Sifat Penguapan ditunjukkan dengan pengujian :
- Distillation, ASTM D 86 / IP 123,
Kriteria persyaratan distilasi Avgas adalah sebagai berikut :
o 10% volume evaporated maksimum 75°C digunakan pada kondisi start
awal (cold start), atau suhu terendah motor dapat dinyalakan.
o 40% volume evaporated minimum 75°C digunakan untuk kontrol uap
bahan bakar berlebihan (vapor lock), pembentukan es pada karburator
94
(carburetor icing) dan kehilangan bahan bakar akibat penguapan pada
sistim bahan bakar (fuel system losses).
o Pada 50% volume evaporated maksimum 105°C digunakan untuk
kondisi pemanasan mesin (engine warming-up), kondisi mesin idle yaitu
putaran mesin berkisar 600-700 rpm (stabilization of slow running
condition).
o Pada 10% + 50% volume evaporated minimum 135°C merupakan suhu
yang memberikan indikasi dari carburetor icing dan vapor lock
o Pada 90% volume evaporated maksimum 135°C untuk kondisi mesin
pada putaran yang optimum dan pendistribusian bahan bakar ke seluruh
silinder.
o End Point / FBP maksimum 170 °C untuk kontrol adanya fraksi berat
yang akan sangat merugikan karena bagian yang tidak terbakar akan
mengalir melalui cincin piston secara kumulatif akan merusak sifat
pelumasan (crankcase dilution).
- Reid Vapour Pressure, ASTM D 323 / IP 69 .
Spesifikasi Reid Vapour Pressure (RVP) adalah minimum 38,0 kPa dan
maksimum 49,0 kPa, artinya semua bahan bakar untuk mesin pembakaran
dalam (internal combustion engine) harus mudah diubah dari bentuk cair ke
bentuk uap di dalam mesin.
o Apabila RVP terlalu rendah maka Avgas akan masuk ke dalam silinder
dan mencuci minyak pelumas pada dinding silinder dan piston, hal ini
akan menaikkan keausan mesin dan menyebabkan terjadinya
pengenceran minyak pelumas pada karter atau crankcase dilution.
o Jika RVP terlalu tinggi maka akan menimbulkan vapour lock dan
carburetor icing, yang tentunya akan berakibat fatal yaitu kegagalan
mesin.
d. Sifat Kestabilan.
Avgas yang diproduksi dari kilang tidak semuanya langsung digunakan,
terkadang harus disimpan terlebih dahulu dalam waktu yang relatif lama. Hal ini
memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi atau polimerisasi dari senyawa-
senyawa yang stabil dalam bahan bakar, dan membentuk gum.
95
Gum yang terbentuk dapat mengakibatkan terjadinya deposit yang mengendap
dan lengket, terutama pada sistem fuel filter yang mengakibatkan kebuntuan
pada saluran masuk bahan bakar, katup dan pada karburator /spuyer.
Sifat Kestabilan dalam penyimpanan ditunjukkan dengan pengujian :
- Existent Gum, ASTM D 381 / IP 131,
Existent Gum maksimum 3 mg/100 ml Avgas, artinya Avgas harus tahan di
simpan dalam jangka waktu lama pada kondisi cuaca yang berubah-ubah.
Bagian terbesar dari gum adalah senyawaan Pb dari penguraian TEL.
Terbentuknya gum dapat dipercepat jika Avgas mengandung logam besi dan
tembaga
- Oxidation Stability, ASTM D 873 / IP138.
Sifat stabilitas oksidasi ditunjukkan Potential Gum maksimum 6 mg/100 ml
Avgas dan Gum precipitate adalah maksimum 2 mg/100 ml Avgas, artinya
kemungkinan untuk terjadinya pembentukan gum selama penyimpanan atau
penimbunan.
e. Sifat Kemudahan Berkarat.
Sifat kemudahan berkarat / korosivitas dapat mempercepat kerusakan mesin,
senyawa belerang akan mengakibatkan korosi terhadap beberapa logam dalam
sistem mesin.
Sifat korosivitas ditunjukkan dengan pengujian :
- Copper Strip Corrosion, ASTM D 130 / IP 154.
Spesifikasi Copper Strip Corrosion maksimum No.1, artinya tidak akan
menimbulkan korosif pada peralatan dan mesin, sehingga usia mesin (life
time) dapat tercapai maksimum sesuai dengan desainnya.
- Total Sulfur, ASTM D 1266 / ASTM D 4294 / IP 119.
Spesifikasi Total Sulfur maksimum 0,05 %wt, artinya Avgas tersebut aman
untuk digunakan dalam mesin pesawat dan tidak akan menimbulkan
pencemaran.
f. Sifat lainnya
Sifat lain dari Avgas adalah beberapa persyaratan yang juga harus dipenuhi,
meskipun tidak mempunyai dampak langsung terhadap kinerja mesin, antara-
lain :
96
- Freezing Point, ASTM D 2386 / IP 16,
Freezing point tercapai di mana partikel-partikel hidrokarbon padat mulai
timbul karena suhu rendah, biasanya didahului dengan pengabutan yang
disebabkan adanya partikel air.
- Density, ASTM D 1298 / ASTM D 4294 / IP 160 :
Density diperlukan untuk mengontrol berat dengan volume tanki bahan
bakar, dan jika dihubungkan dengan panas pembakaran dapat menghitung
jarak terbang.
- Water Reaction, ASTM D 1094 / IP 289 :
Untuk mengetahui adanya sifat komponen yang dapat bercampur dengan air.
3.12 BIO FUEL
97
Bio Fuel atau Bahan Bakar Nabati adalah suatu bahan bakar yang proses pembuatannya
bukan berasal dari minyak bumi, tetapi dari hasil pertanian atau peternakan.
Yang termasuk katagori Bio Fuel adalah :
Jenis Penggunaan Bahan baku
1. Biodiesel Solar minyak nabati (kelapa sawit, jarak pagar)
2. Bioetanol Bensin tebu, singkong, sagu, sorgum
3. Bio oil minyak tanah minyak nabati
minyak bakar bio mass dengan proses pirolisa
4. Biogas minyak tanah limbah cair dan limbah kotoran ternak
3.12.1. Spesifikasi Bio Fuel
a. Biodiesel dirumuskan dalam SNI 04-7182-2006
- Merupakan standar dari syarat mutu biodiesel
- Digunakan sebagai acuan untuk biodiesel 100%
- Syarat mutu biodiesel berlaku untuk semua jenis bahan baku; tidak tergantung
pada bahan baku biodiesel
- Setelah dicampur dengan solar, spesifikasi/ syarat mutu mengikuti ketentuan
spesifikasi BBM jenis Solar.
b. RSNI Bioethanol masih proses penyusunan / rancangan SNI
c. Standar biooil sudah mulai dilakukan pengkajian
d. Kandungan biodiesel yang boleh dicampur ke dalam solar maksimum 10 % volume.
Pertamina Biosolar
Pertamina Biosolar merupakan inovasi produk bahan bakar Pertamina terbaru, yang
merupakan konstribusi positif dalam rangka mengurangi konsumsi bahan bakar solar
yang disubsidi, serta mengurangi pencemaran udara.
Komposisi Pertamina Biosolar adalah 5 % Fatty Acid Methyl Ester dan 95 % Solar.
Spesifikasi Pertamina Biosolar mengacu pada spesifikasi Solar yang diterbitkan oleh
Dirjen Migas mengeluarkan Surat Keputusan No. 3675 K/24/DJM/2006 tanggal 17
Maret 2006, yang kemudian implentasikan oleh Pertamina dan memberikan nilai lebih
pada Cetane numbernya.
Syarat Mutu Biodiesel
98
No. Parameter Min Maks Metoda uji
1 Massa jenis pada 40°C kg/m3 850 890 D 1298
2 Viscositas Kinematik pada 40°C cSt 2,3 6,0 D 445
3 Angka Setana 51 - D 613
4 Titik Nyala °C 100 - D 93
5 Titik Kabut °C - 18 D 2500
6 Korosi lempeng tembaga No. 3 D 130
7 Residu Karbon : contoh asli % massa 0,05 D 4530
Res. 10 % % massa - 0,30
8 Air & Sedimen % vol 0,05 *) D 2709 / 1796
9 Temp. Distilasi : 90 % Rec °C 360 D 86
10 Abu tersulfatkan % massa 0,02 D 874
11 Belerang mg / kg - 100 D 5453 / 1266
12 Fosfor mg / kg - 10 AOCS Ca 12-55
13 Angka Asam mg KOH/g 0,80 D 664 / AOCS Cd 3d-63
14 Gliserol Bebas % massa 0,02 D 6584 / AOCS Ca 14-56
15 Glycerol Total % massa 0,24 D 6584 / AOCS Ca 14-56
16 Ester Alkil % massa 96,5 Calc
17 Iodium g I2 / 100mg
115 AOCS Cd 1-25
18 Uji Halphen Negatif AOCS Cd 1-25
Note : Standar spesifikasi Biodiesel mengikuti SNI 04-7182-2006, sesuai dengan Keputusan Ketua BSN No. 73/KEP/BSN/2/2006 tanggal 22 Februari 2006.
*) Dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan Sediment maksimum 0.01 % vol
Calc. Kadar Ester, % massa = 100 ( As - Aa - 4,57 Gt ) / AsAs = angka penyabunan yg ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3-25, mg KOH/g
biodieselAa = angka asam yg ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3-63 atau ASTM D 664,
mg KOH/g biodieselGt = kadar glycerol total dalam Biodiesel yang ditentukan dengan metoda AOCS
Ca14-56, % massa
3.13 SOLVENT
99
Solvent adalah suatu fraksi minyak bumi yang doperoleh dari unit pengolahan yang
dipergunakan sebagai pelarut untuk keperluan industri tertentu, seperti industri cat,
kosmetik, pabrik ban dan lain-lainnya.
Beberapa sifat / properties analisis pada solvent antara lain :
- Sifat Penguapan / distilasi - Sifat pengkaratan / copper corrosion
- Refractive Index - Aniline Point / Kandungan Aromat
- Flash Point - Color dan odor
- Drying time - Specific gravity
Di lingkungan PT. Pertamina, produk solvent dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kelompok Special Boiling Point
2. Kelompok White Spirit
3. Kelompok Minasol
4. Kelompok Pertasol
5. Kelompok Khusus
3.13.1 Kelompok Special Boiling Point (SBP)
Ada 2 (dua) jenis yang diproduksi PT. Pertamina, yaitu :
1. SBP-1 disebut juga Solvena yang dihasilkan dari UP-I Pangkalan Brandan
2. SBP-2 disebut juga SBPX yang dihasilkan dari UP-III Plaju
Aplikasi : Merupakan cairan hidrokarbon yang jernih, stabil dan tidak korosif.
Penggunaan :
- Pelarut cat dan varnish
- Pelarut untuk pewarna tinta cetak
- Sebagai komponen dalam preparasi larutan untuk ban, karet dan perekat
- Sebagai pelarut dalam industri farmasi, kosmetik dan lain-lain
3.13.2 Kelompok White Spirit
Ada 4 (empat) jenis yang diproduksi PT. Pertamina, yaitu :
1. LAWS-1 disebut juga Ligasol yang dihasilkan dari UP-I Pangkalan Brandan
2. LAWS-2 disebut juga LAWS saja, yang dihasilkan dari UP-III Plaju
3. LAWS-3 disebut juga Pertasol CB yang dihasilkan dari Cepu
4. LAWS-4 disebut juga Pertasol CC yang dihasilkan dari Cepu
Aplikasi :
100
Merupakan cairan hidrokarbon yang jernih, stabil dan tidak korosif.
Penggunaan :
- Pelarut cat dan varnish
- Pelarut untuk pewarna tinta
- Sebagai komponen dalam preparasi industri kayu mebel, sepatu dan pemoles lantai
- Sebagai pelarut dalam industri kimia
- Sebagai pelarut untuk industri insektisida, pestisida dan lain-lain
3.13.3 Kelompok Minasol
Ada 3 (tiga) jenis yang diproduksi PT. Pertamina, yaitu :
1. Minasol-1 disebut juga Bransol yang dihasilkan dari UP-I Pangkalan Brandan
2. Minasol-2 disebut juga Musisol yang dihasilkan dari UP-III Plaju
3. Minasol-3 disebut juga Minasol yang dihasilkan dari UP-VI Mundu
Aplikasi :
Merupakan cairan hidrokarbon yang jernih, stabil dan tidak korosif.
Penggunaan :
- Pelarut cat dan varnish
- Pelarut untuk pewarna tinta
- Sebagai komponen dalam preparasi industri kayu mebel, sepatu dan pemoles lantai
- Sebagai pelarut dalam industri kimia
- untuk industrial cleaning dan lain-lain
3.13.4 Kelompok Pertasol
Ada 2 (dua) jenis yang diproduksi PT. Pertamina, yaitu :
1. Pertasol-1 disebut juga Plasol yang dihasilkan dari UP- III Plaju
2. Pertasol-2 disebut juga Pertasol CA yang dihasilkan dari UP Cepu
Aplikasi :
Merupakan cairan hidrokarbon yang jernih, stabil dan tidak korosif.
Penggunaan :
- Pelarut cat dan varnish
- Pelarut untuk pewarna tinta cetak
- Sebagai komponen dalam preparasi industri kayu mebel, sepatu dan pemoles lantai
- Sebagai pelarut dalam industri kimia
101
- untuk industrial cleaning dan lain-lain
3.13.5 Kelompok Khusus
Ada 5 (lima) jenis yang diproduksi PT. Pertamina UP IV Cilacap, yaitu :
1. Heavy Aromate :
Penggunaan :
- untuk tinta cetak
- sebagai pelarut dalam industri kimia
- industrial cleaning
2. Minarex-B
Penggunaan :
- Sebagai processing oil untuk industriikaret dan ban
- sebagai secondary plasticizer pada industri PVC
3. Minarex-H
Penggunaan :
- Sebagai processing oil untuk industriikaret dan ban
- sebagai secondary plasticizer pada industri PVC
4. Minarex-A :
Penggunaan :
- Sebagai processing oil untuk industriikaret dan ban
- sebagai secondary plasticizer pada industri PVC
5. Solvar-T
Penggunaan :
- Sebagai thinner cat dan coating
- sebagai pembersih logam
SBP CHARACTERISTIC TYPICAL PROPERTIES
102
PRODUK SBP-1 SBP-2 METODEASTMNo. Properties Min Max Min Max
1 Specific Gravity 60/60 °F 0.678 0.700 - 0.700 D 12982 Distillation : D 86 - IBP °C 34 - 45 - - End Point °C - 140 - 115 3 Color Saybolt +25 - +25 - D 1564 Copperstrip corrosion ASTM No.1 ASTM No.1 D 1305 Doctor Test Negative Negative D 4952
PERTASOL CHARACTERISTIC TYPICAL PROPERTIES
PRODUK PERTASOL-1 PERTASOL-2 METODE
No. Properties Min Max Min Max ASTM
1 Specific Gravity 60/60 °F 0.736 0.743 0.720 0.735 D 12982 Distillation : D 86 IBP °C 51 - 45 - End Point °C - 162 - 140 3 Color Saybolt +28 - +25 - D 1564 Copperstrip corrosion ASTM No.1 ASTM No.1 D 1305 Doctor Test Negative Negative D 4952
MINASOL CHARACTERISTIC TYPICAL PROPERTIES
PRODUK MINASOL-1 MINASOL-2 MINASOL-3 METODE
No. Properties Min Max Min Max Min Max ASTM
1 Specific Gravity 60/60 °F 0.650 0.700 0.689 0.691 0.670 0.705 D 1298
Adanya kaandungan air yang besar dapat menimbulkan :
- Turunnya nilai kalori
- Kebuntuan pada sistem penyaluran elpiji
d. Sifat pembakaran dan komposisi
- Sifat pembakaran → Nilai kalori
- Komposisi → % komp. hidrokarbon, ASTM D 2163
- Nilai kalori tergantung pada komposisi hidrokarbon.
- Dengan membatasi jumlah hidro karbon yang lebih ringa dari komponen utama
maka pengendalian tekanan uap diperbaiki, sedang pembatasan jumlah
komponen yang lebih berat memperbaiki sifat penguapan.
- Jumlah etilena dibatasi karena, untuk mencegah deposit yang terbentuk karena
polimerasi dan ketentuan yang membatasi penambahan volatitlitas. Etilena lebih
mudah menguap dibandinng dengan etana, jadi produk C2 yang semuanya
terdiri dari etilena akan mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi dari produk
C2 yang hanya terdiri dari etana.
e. Spesific gravity
Perbandingan berat dan volume elpiji dengan perbandingan berat dan volume yang
sama dari air pada temperatur 60 °F, ditetapkan dengan metode ASTM D 1657.
Spesifik gravity tergantung pada % komponen hidrokarbon dalam elpiji
% komponen penthana yang besar → Spec. Gravity besar
Karena komposisi elpiji juga berhubungan dengan tekanan uap & volatility, maka
batasan dari sifat-sifat tersebut merupakan batasan bagi spesifik gravity.
Tujuan pemeriksaan spec.gravity :
- Perhitungan berat elpiji yang ditampung dalam tempat penimbunan, berdasarkan
volume yang telah diketahui.
- Perhitungan material balance.
126
f. Perbandingan daya pemanasan bahan bakar
Jenis bahan bakar Daya pemanasan
Listrik 860 kcal/kWh
Kayu bakar 4000 kcal/kg
Gas kota 4500 kcal/kg
Kerosine 11000 kcal/kg
LPG 11900 kcal/kg
3.16 ASPHALT
Aspal (asphalt) adalah suatu material cementious berwarna coklat gelap hingga hitam
berbentuk padat atau setengah padat dengan komponen utama bitumen, mempunyai
berat molekul tinggi dan merupakan senyawa hidrokarbon aromatic dan naftenik.
3.16.1. Jenis Asphalt
127
Berdasarkan cara terjadinya, asphalt dibedakan :
a. Asphalt alam :
Semacam bitumen yang mengandung butir-butir mineral kecil. Untuk menurunkan
viskositasnya dilakukan proses pencairan dan hasilnya dinamakan buthas-flux.
Contoh : asphlat yang terdapat di P. Buton
b. Petroleum asphalt :
Diperoleh dari proses pengolahan crude oil jenis naphtenik atau asphaltik
(aromatik).
Aspal produk kilang minyak : aspal keras dan aspal cair.
1. Aspal keras (aspal semen) :
Aspal keras adalah aspal yang dibuat di unit pengolahan minyak bumi,
mempunyai bentuk fisik sangat kental dan mendekati keras.
Ada beberapa jenis aspal keras, yang dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya,
yaitu :
- aspal 40 Pen
- aspal 60 Pen
- aspal 80 Pen
2. Aspal cair (cutback asphalt) :
Aspal cair adalah aspal yang dibuat di unit pengolahan minyak bumi,
mempunyai bentuk fisik encer sampai sangat kental.
Ada beberapa jenis aspal cair, yang dibedakan berdasarkan nilai viskositasnya,
yaitu :
- Rapid Curing : RC-70, RC-250, RC-800
- Medium Curing : MC-70, MC-250, MC-800
- Slow Curing : SC-70, SC-250, SC-800
3. Aspal emulsi :
Terdiri dari sedikit asphalt yang tersuspensi dalam air, asphalt berada dalam
ukuran koloid.
Asphalt emulsi terdiri dari :
• 45-75 % asphalt
• 25-55 % air
• 1-10 % emulsigator ( Soap atau Clay )
Berdasarkan cepat lambatnya emulsi tersebut pecah, maka asphalt ini dibagi
menjadi :
128
- Rapid setting
- Medium setting
- Slow setting
3.16.2. Spesifikasi
Spesifikasi adalah batasan maksimum atau minimum sifat-sifat fisika dan kimia yang
disyaratkan, yang diukur dengan menggunakan metode dan peralatan baku.
Spesifikasi aspal dituangkan dalam Keputusan dari Direktorat Jendral Bina Marga
Direktur Lembaga Masalah Jalan No. KPTS/II/3/1973 tanggal 10 April 1973, sesuai
dengan ASTM D946 Specification for Penetration Grade Asphalt Cement for Use in
Pavement Construction dan ASTM D2026, D2027, D2028 Specification for Cutback
Asphalt (Slow, Medium, Rapid-Curing Type).
Aspal yang diproduksi Unit Kilang harus memenuhi spesifikasi yang berlaku.
3.16.3. Sifat Aspal
Sifat atau kharakteristik aspal dianalisa di laboratorium, apakah memenuhi syarat sesuai
dengan spesifikasi yang berlaku.
Sifat-sifat tersebut antara lain :
- Berat jenis (Specific Gravity)
- Penetrasi (Penetration)
- Kelembekan (Softening Point Ring & Ball)
- Titik nyala (Flash Point)
- Kehilangan berat (Loss on Heating)
- Kelarutan (Solubility)
- Daktilitas (Ductility)
3.16.4. Proses pembuatan asphalt
Proses pembuatan asphalt :
• Distilasi atmosfir
• Distilasi hampa
• Deasphalting
• Pencampuran
Deasphalting
129
Bertujuan memisahkan komponen pelumas dan asphalt yang terkandung dalam short
residu, proses dilakukan di unit Propane Deasphalting Unit, yang prinsipnya adalah
proses ekstraksi dan pengambilan pelarut.
Short residu pada suhu ektraksi dimasukkan ke Rotating Disc Contactor (RDC)
berlawanan arah dengan propana cair, propana cair lewat dasar kolom dan short residu
lewat bagian atas kolom, fraksi ringan terbawa propana sebagai Deasphalting Oil Mix
keluar melalui bagian atas RDC, fraksi berat akan keluar melalui bottom RDC sebagai
asphalt mix.
Asphalt mix yang keluar dari bagian bottom RDC dipanaskan melalui asphalt heater,
kemudian masuk ke asphalt flash tower. Untuk membersihkan sisa propana maka
dialirkan ke asphalt stripper, sehingga setelah keluar dari asphalt stripper, asphalt
sudah bebas dari propana yg memiliki penetrasi 9 - 10
Proses Pencampuran
Untuk membuat asphalt sesuai kualitas pemasaran (penetrasi 60/70), dilakukan dengan
cara mencampur asphalt dari PDU dengan short residu dari HVU, dengan perbandingan
65 % asphalt dan 35 % short residu. Bila asphalt dari PDU mempunyai penetrasi < 9,
maka akan membutuhkan short residu yg lebih banyak.
3.16.5. Unsur Pokok Asphalt
Unsur Pokok Asphalt :
a. Mineral Oil : komponen asphalt yang larut dalam standar naphtha
b. Resins : komponen asphalt yang larut dalam normal pentane dan tidak larut dalam
propane cair
c. Asphaltenes : komponen asphalt yang larut dalam benzene, carbon disulfide dan
chloroform, tidak larut dalam alkohol, parafin dengan berat molekul rendah
d. Carbenes dan Carboids : komponen asphalt yang larut dalam carbon disulfide dan
chloroform, tidak larut dalam n-pentane.
3.16.5. Penggunaan Asphalt
Penggunaan Asphalt :
• Pembangunan jalan raya
• Runway (landasan lapangan udara)
• Pencegah erosi (pengairan)
130
• Cat tahan karat pada kapal atau perahu
3.16.5. Beberapa Metode Pengujian Asphalt
1. Penetration, ASTM D 5
- Kegunaan : menentukan ukuran kekerasan asphalt.
- Prinsipnya adalah :
Berapa dalamnya jarum dengan pemberat 100 gram, dapat masuk dalam asphalt
pada 25 °C selama 5 detik diukur dalam 10 -1 mm.
2. Softening point ( kelembekan ), ASTM D 36
- Kegunaan : sebagai petunjuk tentang kemudahan sifat alir Bitumen sehubungan
dengan temperatur.
- Prinsipnya adalah :
Brass ring diisi dengan asphalt cair dan didinginkan pada temperatur kamar.
Steel ball berat 55 gram diletakkan diatas asphalt, kemudian dipanaskan dalam
water bath dengan kecepatan 5 °C/min. Temperatur dimana steel ball jatuh dan
menyinggung water bath dinamakan softening point.
3. Ductility, ASTM D 113
- Kegunaan : menunjukkan sifat elastisitas asphalt.
- Prinsipnya adalah :
Asphalt briklet dengan cross section area 1 cm 2, ditarik dalam suatu alat sampai
briklet putus. Jarak dalam cm dimana briklet mulai putus dinamakan ductility.
4. Flash Point , ASTM D 92
- Kegunaan : untuk mendeteksi adanya material yang mudah menguap dan mudah
terbakar
- Prinsipnya adalah :
Asphalt diisikan dalam mangkok contoh sampai tanda batas, kemudian
dipanaskan dengan kecepatan tertentu. Api pencoba dilewatkan di atas
permukaan mangkok dalam waktu satu detik pada setiap kenaikan 2 °C,
temperatur terendah dimana api pencoba menyambar uap di permukaan dicatat
sebagai titik nyala.
131
5. Loss on Heating, ASTM D 6
- Kegunaan : menentukan karakter jenis produk dengan cara menentukan
kehilangan zat saat pemanasan pada kondisi standar.
- Prinsipnya adalah :
Asphalt ditempatkan dalam suatu wadah, dipanaskan dalam suatu udara
bergerak dengan temperatur 163 °C selama 5 jam. Prosen massa yang hilang
ditentukan dengan cara membandingkan massa sebelum dan sesudah pengujian.
Metode ini menyatakan pengukuran relatif terhadap volatilitas material di bawah
kondisi standard
6. Solubility, ASTM D 2042
- Kegunaan : menentukan kemurnian asphalt, asphalt murni akan larut dalam
Trichloroethylene atau Carbon Tetra Chlorida.
- Prinsipnya adalah :
Asphalt dilarutkn dlm 100 ml larutan Trichloroethylene atau Carbon Tetra
Chlorida kmd disaring, zat yang tdk terlarut dicuci, dikeringkan dan ditimbang.
Bagian yg larut mrpkn active cementing constituent.
- Perhitungan :
% zat yang tak terlarut =
% zat yang tak larut =
A = berat crucible & filter
B = berat contoh
C = berat crucible, filter dan zat tak larut
7. Berat Jenis, ASTM D 70
- Kegunaan : untuk mengkonversi satuan volume kesatuan massa seperti yang
dikehendaki dalam transaksi penjualan
- Prinsipnya adalah :
Asphalt dimasukkan dalam picnometer yang terkalibrasi kemudian ditimbang,
isikan air pada volume yang tersisa dari picnometer, dan setelah mencapai
temperatur yang dikehendaki timbang kembali. Densitas dihitung dari massa
asphalt dibandingkan massa air pada volume sama pada picnometer tersebut.
132
- Perhitungan : hitung specific gravity dengan ketelitian 0,001.
SG 25/25 °C =
a = timbangan picnometer kosong
b = timbangan picnometer + air
c = timbangan picnometer + asphalt
d = timbangan picnometer + air + asphalt
3.17 MUSICOOL
Musicool adalah suatu produk Refrigerant Non CFC yang ramah lingkungan dengan
bahan pendingin jenis Hidrokarbon.
Komponen utama dari Musicool adalah Propana, Iso dan normal-Butana, merupakan
senyawa hidrokarbon Parafinik dengan komposisi yang berbeda dalam setiap produk
Musicool, tergantung dari peruntukannya.
Beberapa jenis dari Musicool adalah :
1. MC 12
133
2. MC 22
3. MC 134
4. MC 600
5. MC 600A
Keuntungan dari penggunaan Musicool :
a. Menghemat pemakaian energi listrik hingga 20 %
b. Meringankan kerja kompresor dan memperpanjang umur AC mobil, AC Split, AC
Sentral, dan kulkas.
c. Tidak perlu mengubah komponen AC lama (pakai CFC)
d. Lebih irit,hanya membutuhkan sekitar 30 % dari penggunaan refrigerant
fluorocarbon pada kapasitas mesin pendingin
e. Ramah lingkungan dan nyaman
f. Tidak beracun dan bukan perusak ozon
g. Standar mutu Internasional produk Pertamina.
Spesifikasi Musicool
No. Properties Method MC 22 MC 12 MC 134
1 Specific Gravity at 60/60 °F D 1657 0.508 *) 0.527 *) 0.526 *)2 Vapour Pressure at 100 °F psig D 1267 174 *) 123 *) 124 - 1303 Hydrocarbon Analysis D 2163 Ethane % wt max 0.5 Traces Propane % wt min 99.5 min 99.5
min 99.5 Isobutane % wt max 0.3 max 0.3 n-Butane % wt max 0.3 max 0.3 Olefin % wt max 0.03 max 0.03 max 0.03
134
Pentane ppm max 100 max 100 max 100 n-Hexane ppm max 50 max 50 max 504 Water Content ppm Karl Fischer max 10 max 10 max 105 Sulphur content ppm D 6667 max 1 max 1 max 26 Aromatics ppm max 10 max 10 max 107 Copper Corrosion, 1 hr/100 °F D-1838 ASTM No.1 ASTM No.1 ASTM No.18 Hydrogen Sulphide ppm Drager max 0.2 max 0.2 max 0.29 Free Water Visual None None None
10 Residual Matter : D 2158 Residue on evaporation 100 ml ml max 0.05 max 0.05 max 0.05 Oil stain observation pass pass pass
11 Particulated / solid Visual pass pass pass
Dasar :
1. Memo Man Operasi Gas Pengolahan No. 034/E10210/2004-S2 tanggal 10 Mei 2004
2. Memo Man P & L Dit P No. 054/E00240/S-2 tanggal 18 Januari 2006
Spesifikasi Musicool, lanjutan
No. Properties Method MC 600A MC 600
1 Specific Gravity at 60/60 °F D 1657 0.564 *) 0.583 *)2 Vapour Pressure at 100 °F psig D 1267 report max 703 Hydrocarbon Analysis D 2163 Ethane % wt Propane % wt max 0.5 Isobutane % wt min 95 balance n-Butane % wt min 95 Olefin % wt Pentane ppm max 0.3 % max 0.3 %
135
n-Hexane ppm max 50 max 504 Water Content ppm Karl Fischer max 10 max 105 Sulphur content ppm D 6667 max 1 max 16 Aromatics ppm max 10 max 107 Copper Corrosion, 1 hr/100 °F D-1838 ASTM No.1 ASTM No.18 Hydrogen Sulphide ppm Drager max 0.2 max 0.29 Free Water Visual None None10 Residual Matter : D 2158 Residue on evaporation 100 ml ml max 0.05 max 0.05 Oil stain observation pass pass
11 Particulated / solid Visual pass pass
3.18 B B G
a. Pengertian :
Bahan bakar gas (BBG) atau Compressed Natural Gas (CNG) adalah gas alam yang
dimampatkan tekanan 125 kg/cm2 digunakan untuk keperluan transportasi.
b. Proses Pembuatan BBG :
Gas alam yang melewati beberapa proses purifikasi untuk mengurangi/menurunkan
komponen yang tidak dikehendaki sehingga memenuhi spesifikasi
c. Komposisi BBG terdiri atas :
136
– Senyawa hidrokarbon
Methane, ethana, propana, butana, isobutana, pentana, isopentana dan heksana
(C6H14 +)
– Senyawa non hidrokarbon
Sebagai impuritis seperti: carbon dioxide, Nitrogen, hidrogen sulfida, uap air
dan logam-logam (Helium dan Mercuri).
Komposisi ini bervariasi dari satu sumur ke sumur yang lain.
d. Spesifikasi BBG
Spesifikasi BBG ditetapkan berdasarkan SK Dirjen Migas No. 10K/34/DDJM/1993
tanggal 01 Pebruari 1993.
Batasan dalam spesifikasi BBG antara lain :
– Kandungan hidrokarbon
– Kandungan nitrogen
– Kandungan karbondioksida
– Kandungan uap air
– Kandungan asam sulfide
– Kandungan energi
– Spesifik gravity
1. Kandungan hidrokarbon, ASTM D 1945
Metana dan etana merupakan komponen utama BBG, dalam ruang bakar akan
terjadi pembakaran, yaitu reaksi antara hidrokarbon dengan oksigen yang
disertai pembebasan kalor.
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O
Hidrokarbon rantai panjang serta oksigen yang tidak cukup akan menjadikan
pembakaran tidak sempurna.
2 CH3CH2CH3 + 7 O2 → 6 CO + 8 H20
CH3CH2CH3 + 2 O2 → 3 C + 4 H20
Pembakaran tidak sempurna → suara ketukan pada mesin kendaraan.
BBG memiliki batasan : C1 + C2 min 62 % vol.
2. Kandungan Nitrogen, ASTM D 1945
137
Kandungan nitrogen akan mempengaruhi kandungan energi dalam gas, range
flamabilitas gas dan kompresibilitas gas.
Semakin tinggi kandungan Nitrogen → mengurangi kecepatan pembakaran
BBG memiliki batasan : max. 2 % vol.
3. Kandungan karbondioksida, ASTM D 1945
Karbondioksida bila bereaksi dengan air akan menimbulkan korosi,
memperlambat laju pembakaran, meningkatkan laju konsumsi bahan bakar atau
menurunkan kandungan energi bahan bakar gas → kendaraan menjadi boros /
tidak efisien.
CO2 + H2O → H2CO3
Fe + H2CO3 → Fe2+ + 2 HCO3 + H2
BBG memiliki batasan : max. 5 % vol.
4. Kandungan uap air
Uap air dalam gas akan terkondensasi, hal ini mengakibatkan :
Kondensasi uap air + CO2 → korosi
Kondensasi uap air + CH4 → sumbatan pada system bahan bakar.
Uap air juga mempengaruhi nilai panas (kandungan energi) BBG.
Untuk mengantisipasi terbentuknya kondensasi uap air → Tanki penyimpanan
BBG bertekanan < 248 atm.
BBG memiliki batasan : max. 0,035 % vol
4. Kandungan asam sulfide, ASTM D 2385
Kandungan asam sulfide dalam gas mengakibatkan :
Produk hasil pembakaran dari asam sulfide → SO2 dan SO3
Asam sulfide + air → korosi pada peralatan
BBG memiliki batasan : max. 14 ppm vol
5. Kandungan energi, ASTM D 3588
Kandungan energi atau nilai kalor, merupakan jumlah energi yang masuk mesin
kendaraan.
Makin tinggi kandungan energi dalam bahan bakar gas → baik unjuk kerja