Top Banner
1 APA ITU KEBEBASAN MEMPEROLEH INFORMASI? IGNATIUS HARYANTO
53

Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

Jan 27, 2017

Download

Documents

hoangliem
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

1

APA ITU KEBEBASAN MEMPEROLEH INFORMASI?

IGNATIUS HARYANTO

Page 2: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

2

APA ITU KEBEBASAN MEMPEROLEH INFORMASI?

Ignatius Haryanto

Cetakan Pertama, September 2005

Penyunting

Gita W. Laksmini Soerjoatmodjo

Disain, Ilustrasi dan Tata Letak

[masukkan nama desainer, ilustrator dan lay-outer]

Penerbit

Koalisi untuk Kebebasan Memperoleh Informasi Publik dan UNESCO

Koalisi untuk Kebebasan Memperoleh Informasi Publik

Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP)

Jl. Penjernihan I no 16 Pejompongan Jakarta 10210 Indonesia

Telpon : (62 - 21) 574 - 6656

Fax : (62 - 21) 570 - 1656

Email : [email protected]

Situs : http://kebebasan-informasi.blogspot.com

Page 3: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

3

Information allows people to scrutinize activity

[on the affairs of government, business and special interests]

and is the basis for proper, informed [democratic] debate on that activity

[and help the establishment and maintenance of good governance].

Bettina Peters, Transparency International (2003)

Page 4: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

4

DAFTAR ISI

Bab I Dari Beras JPS Hingga IjinTrayek [no hal]

Bab II Negara-negara yang Menerapkan Kebebasan Informasi [no hal]

Bab III Prinsip-prinsip Utama Dalam RUU Kebebasan Memperoleh Informasi [no hal]

Bab IV Harapan dari Daerah [no hal]

Bab V Akibat Praktik Ketertutupan Informasi [no hal]

Bab VI Jalan Panjang untuk Memiliki UU KMI [no hal]

Bibliografi [no hal]

Page 5: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

5

BAB I

Dari Beras JPS Hingga IjinTrayek

Sebelum krisis moneter menimpa Indonesia di pertengahan tahun 1997, hidup

Nungki warga kelurahan Maccini Sombala, Ujung Pandang, tergolong

berkecukupan. Sehari-hari ia mengelola ekspor udang lobster ke luar negeri.

Usahanya memang tidak berukuran raksasa, namun kegiatan yang biasa-biasa

saja tersebut memberinya penghasilan yang lumayan.

Namun ketika badai krisis moneter datang, seluruh usahanya bagai terkena

puting beliung. Nungki seorang penduduk biasa, ia bukan konglomerat. Alhasil ia

terpaksa menghentikan usahanya yang tak kuat diterpa krisis.

Karena bangkrut, Nungki beserta keluarga masuk daftar program bantuan

pemerintah, yaitu Jaring Pengaman Sosial (JPS). Program JPS ini adalah salah

satu upaya pemerintah untuk memberikan bantuan kepada warga masyarakat

yang tidak mampu, agar kebutuhan pokok hidup tetap tertopang, dalam bentuk

bantuan pangan. Hal ini berarti Nungki berhak mendapat jatah beras sebanyak

10 kilogram secara rutin per bulan, dengan hanya membayar Rp 10.000, lebih

rendah dibandingkan harga pasaran yaitu Rp. 17.500. Tentu saja keluarga

Nungki menerima hal ini dengan senang hati.

Page 6: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

6

Namun lama-kelamaan jatah rutin tersebut menyusut. Dari semula 10 kilogram

untuk setiap keluarga, lurah Maccini Sombala memotong jatah hingga tinggal 2-3

liter per paketnya. Waktu distribusi jatah pun diulur-ulur, dalam 3 bulan hanya

terjadi 2 kali pembagian. Dalam hitungan Nungki, 10 liter per kepala keluarga

telah diambil petugas setiap tiga bulannya. Kalau dikalikan dengan jumlah warga

yang ada, jumlah itu menjadi sangat besar. Karena tidak adanya informasi yang

jelas tentang berapa besar jatah yang seharusnya mereka terima, Nungki dan

sejumlah warga lain kemudian mempersoalkan kasus ini pada Oktober 2000.1

Alhasil keluarga Nungki terpaksa terus mengencangkan ikat pinggang. Mereka

dan masyarakat Maccini Sombala lainnya tidak punya informasi soal jatah beras

JPS. Karena informasi serba simpang siur, beras yang jadi hak mereka raib

ditiup angin. Seandainya mereka tahu persis soal pembagian jatah ini, warga

Maccini Sombala tentu bisa ikut mengawasi distribusi beras JPS agar tidak

dikorupsi.

Lenyapnya beras JPS bukan satu-satunya kisah sedih lantaran hak publik

memperoleh informasi terabaikan. Bantarto, seorang pedagang kecil di wilayah

Jawa Tengah, telah lama menabung untuk membuat sertifikat tanah yang ia

miliki dan tinggali. Bersama 7 orang tetangganya, Bantarto menemui seorang

notaris untuk membantu pembuatan sertifikat tanah mereka. Total luas tanah

1 Contoh ini dikutip dari Hardjono, R & Teggemann, S. (eds) (tanpa tahun), Kaum Miskin Bersuara: 17 Cerita tentang Korupsi, Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintah di Indonesia, Jakarta, hal. 56-57.

Page 7: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

7

yang akan disertifikasi adalah 743 m2, masing-masing orang memiliki sekitar

92,8 m2.

Ternyata Bantarto dan para tetangganya masih harus merogoh kocek dalam-

dalam. Selain biaya untuk membuat sertifikat tanah, mereka harus mengeluarkan

biaya bagi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), juga ketua RT dan ketua

RW setempat untuk membuat surat pernyataan menyatakan kesediaan mereka

menjual tanah tersebut ke pihak lain. Tidak jelas mengapa ketua RT dan ketua

RW meminta ada surat demikian, tetapi yang jelas bahwa untuk mendapatkan

surat tersebut, mereka harus meminta pengesahan dari tingkat RT, RW, hingga

ke Kelurahan sampai Kecamatan. Semua ongkos tersebut tidak resmi dan tidak

ada dalam aturan. Tetapi apabila uang tidak keluar, maka surat pun ikut tidak

keluar.2

Demi mendapatkan sertifikat tanah, Bantarto dan rekan-rekan tetangganya

terpaksa membayar pengeluaran tak jelas semacam ini. Tidak ada informasi

yang jelas soal biaya pembuatan sertifikat tanah. Alhasil setiap lembaga yang

ada di mata rantai perijinan bisa seenaknya mengutip ongkos tambahan. Karena

takut surat tidak keluar, masyarakat terpaksa tutup mulut dan mengeluarkan

uang. Apabila ada informasi yang jelas tentang biaya pembuatan sertifikat tanah,

Bantarto si pedagang kecil ini bisa mengadukan pejabat publik yang nakal.

Namun karena haknya memperoleh informasi publik diabaikan, maka ia harus

keluar uang lebih. 2 op.cit. hal.37-39.

Page 8: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

8

Masih ada cerita tragis lain lantaran hak publik atas informasi terabaikan. Ketika

konflik sosial pecah di berbagai sejak akhir tahun 1990-an hingga awal 2000-an,

ratusan ribu keluarga lari dari tempat tinggal mereka dan jadi pengungsi 3.

Mereka yang terpaksa pindah dari daerah asal berhak mendapatkan bantuan

dana dari pemerintah, khususnya Departemen Sosial. Akan tetapi laporan dari

lapangan menunjukkan bahwa bantuan tersebut tidak sepenuhnya sampai ke

para pengungsi 4. Lagi-lagi tidak ada informasi yang jelas tentang apa yang

menjadi hak pengungsi, bagaimana memperoleh dana bantuan tersebut, siapa

yang bertanggung jawab dan kepada siapa pengungsi bisa mengadu apabila

terjadi penyimpangan. Alhasil muncullah pertanyaan, kemana larinya dana

bantuan tersebut?

Soal informasi publik yang serba kabur juga ada dalam masalah ijin trayek

angkutan umum baru-baru ini. Di Jakarta, sebuah perusahaan taksi mengancam

akan menuntut Pemda DKI, karena ijin prinsip yang telah dikeluarkan dianggap

palsu oleh pemerintah daerah sendiri. Perusahaan tersebut menyatakan bahwa

mereka telah menempuh prosedur memperoleh ijin operasional taksi dengan

benar, sementara itu pihak Pemda DKI, dalam hal ini Wakil Gubernur Fauzi

Bowo mengaku tak pernah mengeluarkan ijin prinsip yang dimaksud. Karena

3 Di Ambon saja pada akhir tahun 2003, jumlah pengungsi masih mencapai ratusan ribu jiwa. Belum lagi di tempat-tempat lain, seperti di Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, dan pula di Aceh dan Nias paska tsunami. Lihat Kompas, ”Ratusan Ribu Warga Maluku Masih Mengungsi”, 31 Desember 2003, hal.11. 4 “Jatah Hidup Rp. 3.000/hari Belum Diterima Pengungsi”, Kompas, 16 Maret 2005, hal. 8

Page 9: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

9

tidak ada informasi publik yang seharusnya dapat diakses pihak pengusaha

taksi, terjadilah kesalahpahaman tersebut.

Sementara itu menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Rustam Effendy, ijin

prinsip dari Gubernur untuk angkutan umum seperti taksi dan mikrolet banyak

dipalsu sejak tahun 2003. Dirinya menyatakan bahwa pemalsuan ijin prinsip juga

terjadi pada lebih dari 2.200 mikrolet. 5 Di saat yang sama, diberitakan bahwa

mantan Ketua DPRD DKI mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur

dengan dakwaan menggelapkan uang Rp. 1 miliar milik pengusaha mikrolet.

Mantan Ketua DPRD DKI ini pernah berjanji kepada para pengusaha mikrolet

bahwa dirinya akan bisa mendapatkan ijin prinsip jika melalui dirinya. Untuk itu

diserahkan sejumlah uang untuk pengurusannya, tetapi ijin tak kunjung keluar,

sehingga para pengusaha mikrolet pun mengajukan masalah ini ke pengadilan 6.

Ketua DPRD sendiri tidak berwenang untuk mengeluarkan ijin, karena

yang berwenang adalah Dinas Perhubungan. Apabila ada uang gelap di kantong

ketua DPRD dari pengusaha mikrolet, pasti karena ada relasi di antara mereka,

mungkin berupa penggelapan atau penyalahgunaan. Akan tetapi karena ketua

DPRD tidak pegang akses informasi, boleh dibilang tidak ada soal kebebasan

informasi di sini (misalnya berupa penolakan akses informasi atau pengrusakan

informasi misalnya). Yang jelas ketua DPRD menyalahgunaan wewenang dan

informasi yang ia miliki sebagai pejabat. Dakwaan penggelapan uang sendiri

merupakan kasus pidana biasa.

5 Kompas (2005) 4 Mei, hal.17 6 Kompas (2005) 4 Mei, hal.18

Page 10: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

10

Contoh di atas soal kaburnya informasi seputar perijinan trayek angkutan

umum punya dampak pada kepentingan publik di bidang transportasi. Berikut

cerita lain soal kepentingan publik di bidang pendidikan yang terbit di surat

pembaca harian Kompas tanggal 10 Agustus 2005.

BOX ----------------------------------------------------------------------------------------------------

”Sungguh sangat ironis, pemerintah kita mengatakan tentang biaya

pendidikan tahun 2005 ini akan gratis, ternyata itu hanya isapan

jempol belaka. Kami warga Cimanggis, Depok, mengalami jauh dari

gratis.

Kenapa kami bisa mengatakan hal itu tentu ada alasannya. Selama

ini, tahun-tahun sebelumnya, anak umur kurang dari enam tahun

bisa diteirma di SD dekat tempat tinggal kami. Anak kami yang

pertama dan kedua bersekolah di SD tersebut, tetapi begitu anak

ketiga kami yang umurnya enam tahun kurang dua bulan tidak dapat

diterima dengan alasan sekolah hanya membutuhkan dua kelas saja.

Meskipun pada akhirnya diterima juga karena ada kesepakatan

antara pihak orangtua dan panitia, tapi dengan catatan harus

menyumbang dana pembangunan sebesar Rp 1.000.000

Dana pembangunan itu belum termasuk uang formulir pendaftaran,

seragam, dan buku paket yang kalau dijumlahkan sekitar Rp.

Page 11: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

11

1.375.000. Sedangkan yang diterima gelombang pertama separuhnya

saja. Bayangkan, untuk memasuki SD saja harus mengeluarkan

biaya sebesar itu. Tentu saja kami cukup keberatan sebab kami

hanya bekerja di perusahaan swasta dan anak kami tidak hanya satu

yang sekolah.

Pada akhirnya anak tidak kami sekolahkan untuk sementara waktu,

menunggu sampai tahun ajaran baru lagi. Oleh karena itu, kami

hanya dapat mengimbau kepada yang berkepentingan dalam

pendidikan dimana saja berada, tolong perhatikan kami yang

berpenghasilan pas-pasan tetapi ingin menyekolahkan anak. Jangan

dipersulit dengan berbagai alasan yang ujung-ujungnya meminta

sejumlah uang.”

Wiwik Ganefwati, Depok

---------------------------------------------------------------------------------------- END OF BOX

Kasus-kasus di atas menunjukkan adanya persoalan muncul karena hak publik

atas informasi diabaikan, mulai dari pembagian jatah beras JPS, biaya mengurus

sertifikat tanah, dana bantuan pengungsi, ijin trayek angkutan umum sampai soal

sekolah gratis. Tampak jelas bahwa intisari keluhan yang tergambar dalam

kasus-kasus tersebut adalah soal informasi publik. Publik tidak mendapatkan

informasi publik yang menjadi hak mereka, sehingga mereka tidak bisa

Page 12: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

12

mengawasi tindak tanduk pemerintah, khususnya dalam pelayanan publik.

Akibatnya terjadi penyelewengan jatah beras dan dana bantuan pengungsi,

muncul biaya perijinan yang tidak jelas bahkan pemalsuan serta timbul

kekecewaan lantaran merasa ditipu pemerintah. Tidak adanya jaminan atas hak

publik memperoleh informasi jelas memberikan kerugian di pihak masyarakat.

Kebebasan memperoleh informasi (selanjutnya disebut KMI) adalah hak asasi

manusia yang bersifat fundamental dan universal. Hal ini berarti setiap individu

punya hak, tanpa kecuali, untuk memperoleh informasi. Sebagai konsekuensi

dari hal tersebut, pemerintah memiliki kewajiban membuka informasi. Kebebasan

memperoleh informasi ini mendapat jaminan secara internasional, terutama

dalam pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of

Human Rights) PBB dimana disebut bahwa “Setiap orang berhak untuk

mengeluarkan pendapat dan ekspresinya; hak ini mencakup kebebasan

untuk memiliki pendapat tanpa adanya campur tangan, dan juga hak untuk

mencari, menerima, dan menyebarkan informasi dan ide melalui media

apapun, dan tak boleh dihalangi.

Dalam laporannya kepada Komisi Hak-hak Asasi Manusia PBB, Abid Hussain,

seorang special rapporteur untuk Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan,

“Kebebasan informasi merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat

penting. Sebab kebebasan tidak akan efektif apabila orang tidak memiliki akses

Page 13: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

13

terhadap informasi. Akses informasi merupakan dasar bagi kehidupan

demokrasi.” 7

Jelas bahwa kebebasan informasi merupakan bagian dari hak asasi dan Negara

punya kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut.

Lalu bagaimana hubungan antara kebebasan memperoleh informasi, demokrasi

dan tata pemerintahan yang baik? Hal tersebut akan dipaparkan lebih rinci di

bagian berikut.

Hak atas Informasi, Demokratisasi dan Good Governance

Kebebasan informasi atau jaminan atas akses publik terhadap informasi (public

access to information), sistem negara yang demokratis (democratic state) dan

tata pemerintahan yang baik (good governance) merupakan tiga konsep yang

saling terkait satu dengan lainnya. Kebebasan informasi membuat masyarakat

dapat mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh pejabat yang

berpengaruh pada kehidupan mereka. Dalam negara demokrasi,

penyelenggaraan kekuasaan harus setiap saat dapat dipertanggungjawabkan

kembali kepada rakyat. Akuntabilitas membawa ke tata pemerintahan yang baik,

yang bermuara pada jaminan terhadap hak asasi manusia.

Untuk membangun tata pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah

terbuka (open government) merupakan salah satu fondasinya. Dalam

7 Koalisi untuk Kebebasan Informasi (2001) Melawan Tirani Informasi, Jakarta: Koalisi untuk Keebasan Informasi, hal. 11

Page 14: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

14

pemerintahan yang terbuka, kebebasan informasi adalah sebuah keniscayaan.

Di dalam pemerintahan yang terbuka berlangsung tata pemerintahan yang

transparan, terbuka dan partisipatoris dalam seluruh proses pengelolaan

kenegaraan, termasuk seluruh proses pengelolaan sumber daya publik sejak

dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasinya.

Menurut Mas Achmad Santosa,8 pemerintahan yang terbuka mensyaratkan

adanya jaminan atas lima hal:

1. hak memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya

(right to observe)

2. hak memperoleh informasi (right to information)

3. hak terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik

(right to participate)

4. kebebasan berekspresi, salah satunya diwujudkan melalui kebebasan pers

5. hak mengajukan keberatan terhadap penolakan terhadap hak-hak di atas.

Jelas bahwa hak publik untuk memperoleh informasi merupakan salah satu

prasyarat penting demi mewujudkan pemerintahan terbuka, yang dapat dilihat

sebagai upaya proaktif mencegah timbulnya praktek korupsi, kolusi dan

nepotisme (KKN) dalam pengelolaan sumber daya publik. Praktek-praktek inilah

yang dipercaya sebagai penyebab utama krisis multi dimensi yang melanda

Indonesia sejak pertengahan 1997.

8 Good Governance dan Hukum Lingkungan, Jakarta: Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), 2001.

Page 15: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

15

Pengalaman di masa sebelumnya menunjukkan dengan jelas bahwa akibat tidak

adanya mekanisme dan jaminan hukum terhadap akses informasi publik justru

dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Dengan pola pemerintahan yang tertutup, lembaga-lembaga pemerintahan yang

ada cenderung bekerja secara tidak profesional karena tidak ada ruang bagi

publik untuk mengawasi dan mengontrol kinerja mereka. Oleh karena itu,

seharusnya upaya pencegahan KKN melalui perwujudan pemerintahan terbuka

dianggap lebih strategis dibandingkan upaya pemberantasan dengan cara

menghukum (represif).

Kebebasan memperoleh informasi bukan sekedar membawa manfaat dalam

menciptakan pemerintahan yang bersih dan efisien sekaligus dapat mencegah

praktek KKN, namun juga meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam

perumusan kebijakan publik serta pengawasan atas pelaksanaannya.

Kebebasan memperoleh informasi punya dampak sangat signifikan pada

demokratisasi dan upaya membangun penyelenggaraan negara yang baik.

Tanpa kebebasan memperoleh informasi, masyarakat akan mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintah

Karena kebebasan memperoleh informasi sangat penting, maka perlu untuk

memiliki mekanisme yang jelas dalam bentuk undang-undang. Adanya undang-

Page 16: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

16

undang kebebasan memperoleh informasi sangat penting artinya dalam

beberapa hal:

a. Sebagai indikasi apakah Negara konsisten menjalankan pemerintahan yang

demokratis dan transparan

b. Mengatur pemerintah dalam menjamin hak publik untuk mengakses informasi

dan dokumen yang merupakan kepentingan publik

c. Memberi pedoman bagi pejabat publik dan badan publik yang mengelola dan

menyimpan informasi yang memiliki nuansa kepentingan publik dalam

memberikan pelayanan bagi publik yang meminta informasi publik tersebut.

d. Menjadi pedoman untuk menentukan informasi mana yang dapat dibuka

untuk publik (accessible) dan yang dilarang untuk dibuka kepada publik,

karena sifatnya yang memang harus dirahasiakan (secret dan confidential)

Jelas bahwa perlindungan hukum secara penuh terhadap kebebasan informasi

dalam bentuk undang-undang merupakan hal yang penting dalam melindungi,

menghormati dan memenuhi hak asasi manusia. Adanya undang-undang

kebebasan memperoleh informasi juga merupakan kunci dalam demokrasi,

pembentukan pemerintahan yang transparan dan bebas korupsi dan

pelaksanaan pembangunan yang partisipatif.

Di banyak negara di dunia, hal tersebut sudah dilakukan sejak lama. Undang-

undang kebebasan memperoleh informasi (dikenal dengan Freedom of

Information Act/FOIA) telah disahkan di negara-negara seperti Swedia, Amerika

Page 17: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

17

Serikat dan Inggris. Di kawasan Asia sendiri, undang-undang ini disahkan di

Jepang dan negara tetangga Thailand.

Pada bab selanjutnya, diuraikan lebih jauh pengalaman menerapkan undang-

undang tersebut di sejumlah negara lain Diharapkan pengalaman-pengalaman

negara-negara lain tersebut bisa membuka mata tentang pentingnya jaminan

hukum secara penuh dalam bentuk undang-undang atas hak publik memperoleh

informasi. Seperti kata pepatah, belajar dari pengalaman adalah bijak, belajar

dari pengalaman orang lain adalah cerdik.

Page 18: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

18

BAB II

Negara-negara yang Menerapkan Kebebasan Memperoleh Informasi

Kebebasan memperoleh informasi pertama kali memperoleh perlindungan

hukum secara penuh sekitar 300 tahun yang lalu. Tepatnya sejak tahun 1776,

Swedia mengesahkan UU KMInya sebagai bagian dari UU Kebebasan Pers

yang menjamin hak para jurnalis untuk bisa mengakses informasi publik. Swedia

sendiri kemudian berkembang sedemikian rupa sehingga sejarahnya ditandai

dengan keterbukaan politik dan politik luar negeri yang netral yang

mendahulukan permasalahan kesejahteraan warganya.

Di Amerika Serikat, salah satu negara adi daya saat ini, memiliki UU Kebebasan

Informasi sejak tahun 1966 yang menegaskan bahwa informasi yang dimiliki dan

dikeloa pemerintah harus dapat diakses oleh publik. Tetangga Indonesia di

lingkaran kawasan Asia Tenggara, Thailand, telah memiliki UU KMI sejak tahun

1997. Di Inggris kesadaran tentang pentingnya akses masyarakat terhadap

informasi ini sudah dirasakan sejak lama, UU KMI mereka sendiri sah di

penghujung abad 20, yaitu pada tahun 1999.

Saat ini Indonesia, bersama sebagian besar negara di kawasan Asia Tenggara

seperti Filipina dan Malaysia, masih berjuang untuk bisa memiliki UU KMI.

Sekalipun demikian kampanye yang mengedepankan hal ini terus berjalan

seiring dengan upaya menegakkan transparansi dan anti korupsi. Mari kita kaji

Page 19: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

19

dan pelajari pengalaman dari beberapa negara yang telah memiliki kebebasan

informasi.

Swedia

UU Kebebasan Pers (Freedom of the Press Act) di Swedia ini merupakan satu

dari empat bagian hukum dasar Swedia yang kerap disebut sebagai fundamental

law. Tiga lainnya adalah UU Instrumen Pemerintahan (Instrument of Government

Act), UU Pergantian Raja (Act of Succession), dan UU Kebebasan Berekspresi

(Law on Freedom of Expression).

Dalam UU Instrumen Pemerintahan pasal 2 disebutkan ketentuan yang

menjabarkan kebebasan memperoleh informasi, yaitu ”Freedom of information:

that is, the freedom to procure and receive information and otherwise acquaint

with the utterance of others”. Akses publik terhadap informasi, termasuk akses

terhadap dokumen resmi hanya dapat dibatasi apabila terkait dengan keamanan

raja/ratu, suplai logistik di dalam negeri, keamanan dan keselamatan umum,

integritas individual, privasi, serta pencegahan dan penuntutan suatu kejahatan.

Secara garis besar, jaminan akses publik terhadap dokumen resmi ini mencakup

hal-hal sebagai berikut:

1. hak publik untuk membaca dan mendapatkan dokumen resmi (official

document)

Page 20: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

20

2. hak aparatur penyelenggara negara, termasuk aparatur pemerintah daerah

untuk menyampaikan informasi tentang apa yang ia ketahui kepada siapapun

(freedom of expression of civil servant)

3. hak aparatur penyelenggara negara untuk menyampaikan informasi /

dokumen kepada media massa.

4. hak publik dan media massa untuk menghadiri persidangan (access to court

hearings)

5. hak publik dan media massa untuk hadir pada pertemuan-pertemuan resmi

parlemen (Swedish Parliament), Municipal Assembly, dan Country Council.

Amerika Serikat 9

Sebelum adanya UU Kebebasan Informasi di Amerika, terdapat UU Prosedur

Administrasi (Administrative Procedure Act) yang menyerahkan kewenangan

tidak terbatas kepada instansi pemerintah untuk menahan dokumen. Dengan

demikian, peminta informasi harus membuktikan ’kebutuhan untuk mengetahui’

(a need to know). Apabila permohonan sang peminta informasi, tidak ada

saluran pengadilan yang bisa ditempuh.

Sejak tahun 1955 sudah ada upaya untuk mengubah UU ini, yang berhasil pada

tahun 1966 dengan disahkannya UU Kebebasan Informasi. Pada dasarnya, UU

ini bertujuan memberikan perlindungan hukum atas hak warganya atau warga

negara asing untuk mengakses dokumen ke instansi pemerintah. UU ini lahir

9 Basuki, Wishnu (2002) “Kebebasan Informasi di Amerika Serikat” dalam Koalisi untuk Kebebasan Informasi Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, (Penerbit?) Jakarta, hal (?)

Page 21: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

21

karena perjuangan komunitas pers sejak tahun 1950-an, yang kerap

mengangkat masalah hak untuk mengetahui berdasarkan pada klasul

kebebasan pers pada Amandemen Pertama Undang-undang Dasar Amerika

Serikat.

Dalam UU Kebebasan Informasi, setiap instansi pemerintah federal wajib

memberikan informasi kepada masyarakat, kecuali yang masuk dalam 9 kategori

pengecualian (exemption) dan 3 pengesampingan (exclusion). Instansi yang

wajib memberikan informasi mencakup instansi pemerintah (eksekutif), instansi

militer, perseroan milik pemerintah, perseroan yang dikendalikan pemerintah,

cabang eksekutif lainnya termasuk Kantor Eksekutif Presiden, atau badan

pengatur independen. UU ini tidak mewajibkan presiden, wakil presiden, senator,

anggota DPR, badan peradilan federal, perusahaan swasta, sekolah, pihak yang

mengadakan kontrak dengan pemerintah federal, organisasi swasta, pemerintah

negara bagian atau pemerintah daerah untuk memberikan informasi kepada

masyarakat. Jadi pada dasarnya UU Kebebasan Informasi di Amerika hanya

mencakup lembaga federal (nasional), dan tidak kepada perseorangan pejabat

atau kepentingan swasta.

Dalam UU tersebut, 9 jenis informasi/dokumen yang tidak dapat dibuka adalah:

1. dokumen yang secara khusus ditetapkan sebagai dokumen rahasia oleh

perintah Eksekutif (Executive Order) demi kepentingan keamanan nasional

atau kebijakan luar negeri

Page 22: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

22

2. dokumen yang berkaitan dengan aturan dan praktek personalia internal

instansi

3. dokumen yang secara khusus tidak boleh dibuka menurut undang-undang

4. dokumen tentang rahasia dagang dan informasi komersial atau keuangan

yang diperoleh dari perorangan dan bersifat khusus dan terbatas.

5. memorandum atau surat-surat, informasi khusus penasehat hukum-klien,

atau hasil karya penasihat hukum antar-instansi, atau intra-instansi

6. arsip pribadi atau medis dan arsip serupa yang jika dibuka dapat

menimbulkan pelanggaran privasi pribadi

7. dokumen atau informasi penyelidikan yang dihimpun untuk tujuan penegakan

hukum yang jika dibuka dapat (a) mengganggu proses penegakan hukum, (b)

menghilangkan hak seseorang di atas sidang yang wajar atau putusan

pengadilan yang netral, (c) melanggar privasi pribadi, (d) membuka identitas

sumber yang dirahasiakan, (d) membuka identitas sumber yang dirahasiakan,

(e) membuka teknik penyelidikan, (f) mengancam nyawa atau keselamatan

fisik seseorang.

8. dokumen yang berisi atau berkaitan dengan laporan pemeriksaan, operasi

atau kondisi tertentu lembaga-lembaga keuangan, atau

9. informasi dan data geologi dan geofisika, termasuk peta sumur-sumur minyak

atau gas.

Salah satu contoh penggunaan UU ini adalah kasus Pentagon Papers yang

terjadi pada awal 1970-an. Saat itu harian New York Times menurunkan laporan

Page 23: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

23

tentang dokumen pemerintah tentang keterlibatan Amerika Serikat dalam perang

Vietnam. Saat itu pemerintah sangat keberatan dengan laporan New York Times

tersebut dan memerintahkan surat kabar tersebut untuk menghentikan

pemberitaan demi kepentingan keamanan nasional. Di pengadilan, hakim

Mahkamah Agung memutuskan bahwa pemberitaan tersebut tidak mengancam

keamanan nasional dan atas nama kebebasan memperoleh informasi, harian

tersebut diperkenankan untuk meneruskan pemberitaan demi publik yang lebih

luas. Ini menunjukkan bahwa acapkali pemerintah negara manapun secara

sepihak menilai bahwa informasi tertentu mengancam keamanan nasional.

Kasus ini penting untuk menunjukkan pentingnya memiliki lembaga independen

yang kompeten dan mandiri dalam menyelesaikan sengketa informasi seperti ini

serta uji kerugian yang mungkin terjadi apabila informasi dibuka dan untuk

menimbang kepentingan publik yang terkait.

Inggris 10

Negara ini dikenal memiliki tradisi demokrasi yang sudah berumur panjang. Akan

tetapi yang lebih dahulu ada justru UU Rahasia Negara, yang menutup akses

publik untuk mengetahui jalannya pemerintahan saat itu dan ditujukan untuk

mencegah tindakan spionase yang terjadi beberapa kali di negara ini. Misalnya

pada tahun 1984, seorang pegawai kementerian luar negeri Inggris dihukum 6

bulan penjara karena dituduh membocorkan informasi tentang rencana

pemerintah menangani aksi massa memprotes pembuatan peluru kendali oleh

10 Murhanjanti, P. dan Awiati, W., “Kebebasan Informasi di Inggris”, dalam Koalisi untuk Kebebasan Informasi (2002) Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, Jakarta.

Page 24: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

24

pemerintah. Setahun kemudian, pejabat senior, Clive Ponting, dari kantor

Kementerian Pertahanan Inggris juga dihukum karena dituduh membocorkan

rahasia negara. Informasi tersebut tentang seorang menteri dalam kabinet yang

sedang berkuasa kala itu, menurut Ponting, menteri tersebut memberikan

informasi menyesatkan pada parlemen tentang tenggelamnya Kapal Belgrano

dalam perang antara Inggris dan Argentina.

Sekalipun demikian, publik Inggris tetap memiliki pemahaman dan kesadaran

tentang pentingnya kebebasan mengakses informasi juga hak-hak lainnya. Pada

tahun 1984, Inggris mengesahkan UU Perlindungan Data yang menjamin hak

seseorang untuk melihat informasi pribadi yang disimpan pemerintah. Di tahun

yang sama, pemerintah Inggris juga mengundangkan UU Pemerintahan Daerah

yang mengatur hak publik mengakses informasi. Tiga tahun kemudian Inggris

mengundangkan UU tentang Akses Terhadap Data Pribadi. Di saat yang sama,

sejumlah peraturan lain secara spesifik menyebut hak publik untuk memperoleh

informasi yang menjadi haknya.

Sementara itu perjuangan untuk mengesahkan UU Kebebasan Informasi terus

dilakukan, namun acap kali kandas di tingkat parlemen. Dalam masa kampanye,

dua partai politik besar di Inggris, Partai Buruh dan Partai Konservatif, kerap

menjanjikan pengesahan UU KMI tetapi ketika hasil pemilu diumumkan dan

pemerintahan baru berjalan, tak ada yang berubah.

Page 25: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

25

Situasi kemudian betul-betul berubah tahun 1998 setelah munculnya laporan

yang disebut sebagai Freedom of Information Proposal yang ditandatangani 240

anggota parlemen Inggris, yang mengundang pemerintah membahas

Rancangan Undang-undang Kebebasan Informasi. Setelah melewati proses

panjang dan berliku, baru pada tahun 2000 Inggris memiliki UU Kebebasan

Informasi.

Thailand 11

Sebagai negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah

pemerintahan kolonial Eropa, Thailand ironisnya tak pernah lepas dari kemelut.

yang ditandai dengan berbagai kudeta oleh kalangan militer. Kerap kali kudeta

tersebut melibatkan penggunaan kekerasan terhadap massa yang terdiri dari

masyarakat sipil. Banyak di antara mereka meninggal atau hilang dalam

peristiwa-peristiwa tersebut. Ini yang kemudian menyisakan banyak pertanyaan

kepada anggota keluarga para korban, yang kemudian menuntut pemerintah

membuka kasus tersebut, terutama latar belakang sikap militer Thailand dalam

penyerbuan, penganiayaan dan pembunuhan sederetan masyarakat sipil.

Seiring dengan proses reformasi politik Thailand, negara ini memiliki UU KMI

sejak tahun 1997. Sayangnya, kultur kerahasiaan masih berlaku di birokrasi

pemerintahan sehingga keluarga korban menerima dokumen yang penuh

coretan hitam karena informasi tersebut dianggap tidak bisa diumumkan ke

11 Sudirman, A. (2002) “Kebebasan Informasi di Thailand” dalam Koalisi untuk Kebebasan Informasi (2002), Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, (penerbitan), Jakarta, 2002

Page 26: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

26

publik, antara lain siapa yang bertanggung jawab atas penyerangan, satuan

mana yang dikerahkan dan siapa yang tewas saat itu.

Namun ada kisah menarik yang terkait dengan penggunaan UU KMI. Seorang

ibu bernama Sumalee Limpa mendaftarkan Nathanich anaknya ke

Demonstration School of Kasetsart University. Sayangnya si anak dinyatakan

gagal dalam ujian saringan masuk. Penasaran, Sumalee menuntut pihak sekolah

untuk membuka informasi tentang nilai siswa yang diterima. Permintaan tersebut

ditolak oleh sekolah tersebut.

Tidak puas, Sumalee kemudian mengadu pada OIC (Official Information

Commission). Komisi tersebut memutuskan pihak sekolah membuka hasil nilai

ujian. Pada akhirnya nilai anak ibu Sumalee memang tidak cukup untuk diterima

di sekolah tersebut. Akan tetapi, upaya ibu yang juga pengacara ini menjadi

pembicaraan yang ramai di berbagai surat kabar karena ternyata banyak pejabat

yang melakukan berbagai upaya agar anak mereka masuk sekolah tersebut.

Hikmah Pengalaman Negara Lain

Dari sekilas pengalaman di sejumlah negara, jelas bahwa jaminan penuh secara

hukum atas hak atas kebebasan memperoleh informasi dalam bentuk undang-

undang punya nilai penting. UU KMI merupakan perwujudan nilai-nilai demokrasi

dimana pemerintah membuka diri secara transparan pada warga, sehingga

publik dapat mengontrol proses pembuatan keputusan dan dapat berpartisipasi

Page 27: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

27

dalam menentukan arah kebijakan pemerintah. UU KMI juga dapat menjadi

pegangan untuk menentukan hal-hal seperti pengecualian informasi dan

penyelesaian sengketa informasi.

Dengan adanya UU KMI, perlindungan hak asasi atas informasi publik menjadi

kokoh. Oleh karena itu, sekelompok organisasi masyarakat sipil yang tergabung

dalam Koalisi untuk Kebebasan Memperoleh Informasi mengajukan draf RUU ini

ke DPR. Dalam draft RUU tersebut, termuat sejumlah prinsip penting tentang

kebebasan memperoleh informasi. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan secara

lebih terperinci dalam bab berikut ini.

Page 28: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

28

BAB III

Prinsip-Prinsip Utama RUU Kebebasan Memperoleh Informasi

Secara mendasar, informasi publik mencakup segala informasi yang dihasilkan,

dikelola atau dihimpun dari kegiatan yang didanai oleh dana publik dalam

berbagai bentuknya (hutang, penggunaan sumber daya alam, pajak, dan lain-

lain).12 Sebagai konsekuensinya, informasi publik adalah milik publik.

Hal tersebut sejalan dengan konsep negara demokratis dimana

penyelenggaraan pemerintahan dilakukan berdasarkan atas amanat rakyat.

Negara demokrasi menganut mekanisme dimana kepala eksekutif mengelola

pemerintahan berdasarkan mandat yang diberikan oleh parlemen, dan kepala

eksekutif menjalankan pemerintahan pada amanat rakyat. Oleh karena itu,

segala informasi yang dihasilkan dan mengenai penyelenggaraan pemerintah

tersebut merupakan milik rakyat.

Sebenarnya prinsip-prinsip kebebasan memperoleh informasi telah banyak

dikenal dalam sejumlah legislasi di Indonesia. Dalam UUD 45 perubahan kedua

misalnya, pasal 28f menyebutkan: ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi,

dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis

saluran yang tersedia.” 12 Lihat Draft RUU KMI versi Koalisi Kebebasan Memperoleh Informasi

Page 29: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

29

Di luar UUD, ada sejumlah peraturan lain yang memberikan kesempatan pada

masyarakat untuk memperoleh informasi. Salah satunya UU no.24/1992 tentang

Penataan Ruang, dimana pasal 4 menyebutkan: ”Setiap orang berhak untuk

mengetahui rencana tata ruang”. Ketentuan ini dilanjutkan dengan PP

no.69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata

Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang, pasal 2 ayat b

menyatakan: ”Dalam kegiatan penataan ruang masyarakat berhak: (b)

mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata ruang

kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan.” Dalam pasal 3 ayat 2, dinyatakan

bahwa: ”Dalam rangka memenuhi hak masyarakat sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), menyebarluaskan rencana tata ruang yang telah ditetapkan pada

tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah.”

Perundangan lain, yaitu UU no.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

menyebut hal serupa. Pasal 5 berbunyi: ”Setiap orang mempunyai hak atas

informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan

lingkungan hidup”. Dalam pasal 3UU no.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen

dikemukakan bahwa: ”Perlindungan konsumen bertujuan (d) menciptakan sistem

perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan

keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi”. Pasal 4

menyebutkan: ”Hak konsumen adalah: hak atas informasi yang benar, jelas, jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.” Selanjutnya pasal 7

Page 30: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

30

menyatakan bahwa: ”Kewajiban pelaku usaha adalah: (b) memberikan informasi

yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.”

Jelas bahwa gagasan tentang pentingnya kebebasan informasi bukan

merupakan hal yang asing di Indonesia. Secara khusus, UU KMI akan memberi

jaminan hukum secara penuh terhadap hak publik memperoleh informasi. Dalam

RUU Kebebasan Memperoleh Informasi yang diajukan oleh Koalisi untuk

Kebebasan Memperoleh Informasi, terdapat 9 (sembilan) prinsip utama yang

dikedepankan dalam yang dipaparkan secara mendalam berikut ini13:

1. UU KMI sebagai Perangkat Koordinasi dan Harmonisasi

Sudah selayaknya apabila informasi tentang kegiatan yang dibiayai oleh dana

publik menjadi milik publik. Namun tidak semua informasi publik yang ada di

tangan badan publik dapat dibuka ke tangan publik. Salah satu alasan

pembatasan kebebasan informasi adalah hak atas privasi. Misalnya, informasi

miliki pribadi atau pihak ketiga yang dikelola oleh lembaga publik seperti yang

menyangkut kesehatan (rekam medis) seseorang atau informasi tentang

rekening bank pribadi.14

Oleh karena luasnya ruang lingkup informasi publik, maka UU KMI diperlukan

untuk merinci batasan dan pagar-pagar yang jelas bagi akses informasi publik.

13 Koalisi untuk Kebebasan Informasi (2001) Melawan Tirani Informasi, hal. 11 14 Lihat Draft RUU KMI versi Koalisi

Page 31: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

31

Di sisi lain, UU KMI juga dibutuhkan untuk menjamin perlindungan terhadap

informasi pihak ketiga ataupun informasi pribadi. Selain itu, UU KMI juga

diperlukan untuk memberikan jaminan bagi publik agar dapat memperoleh

informasi publik secara cepat, tepat waktu, murah dan sederhana. Dengan

demikian UU KMI diperlukan menjadi perangkat koordinasi dan harmonisasi.

2. Permintaan Informasi Tidak Perlu Disertai Alasan

Informasi publik adalah milik publik. Sebagai konsekuensinya, anggota

masyarakat tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan alasan terhadap

permintaan informasi. Ini karena informasi yang dikelola lembaga publik tersebut

pada dasarnya menjadi hak publik.

Di negara lain, pemohon informasi tidak mengenal kewajiban untuk

menyebutkan alasan dari permintaan informasi. Misalnya UU KMI di Amerika

atau Australia yang secara umum menolak adanya kewajiban untuk

menyertakan alasan tertentu ketika masyarakat ingin memperoleh informasi dari

lembaga publik. Selain karena informasi tersebut adalah milik publik, penolakan

alasan tersebut adalah guna menghindari adanya penilaian subyektif dari pejabat

publik dalam memberi atau menolak informasi.

3. Akses Sederhana, Murah, Cepat dan Tepat waktu

Secara normatif, hak atas informasi publik banyak diatur dalam berbagai

peraturan perundangan Indonesia. Namun hingga saat ini, masih ada kendala

Page 32: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

32

serius bagi masyarakat untuk memperoleh informasi, karena belum ada

mekanisme serta batasan jangka waktu yang jelas dalam memperoleh informasi

publik. Pada prinsipnya, UU KMI bertujuan menjamin hak publik mendapatkan

informasi dan menekankan kewajiban badan publik untuk memenuhi dan

menjamin hak masyarakat atas informasi.

Untuk itu, badan publik wajib membuka akses informasi yang sederhana, murah,

cepat dan tepat waktu. Hal ini penting karena nilai informasi bergantung pada

waktu, informasi yang hendak dicari bisa menjadi sia-siap apabila perlu waktu

yang sangat panjang untuk mencarinya.

4. Informasi Harus Bersifat Utuh, Akurat, Benar dan Dapat Dipercaya

Hak atas kebebasan informasi menjamin hak-hak asasi yang lain. Untuk itu,

informasi publik tersebut haruslah benar, akurat, dan dapat dipercaya (reliable).

Oleh karena itu, perlu dilakukan pendokumentasian yang baik sehingga

informasi tidak rusak atau hilang.

Selain itu harus diatur sanksi pidana bagi mereka yang dengan sengaja

menghancurkan informasi atau membuat informasi yang tidak benar atau

menyesatkan. Kualitas informasi publik itu sendiri merupakan salah satu bentuk

pertanggungjawaban badan publik terhadap amanat publik dan dana publik yang

telah digunakannya.

Page 33: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

33

5. Maximum Access and Limited Exemption (MALE)

Pada dasarnya, informasi publik bersifat terbuka dan hanya sebagian kecil yang

bisa dikecualikan. Pengecualian pembukaan informasi tersebut hanya dapat

dilakukan secara ketat dan terbatas. Pengecualian juga hanya bisa dibenarkan

apabila terdapat kepentingan yang sah (legitimate) yang harus dilindungi, dan

kepentingan tersebut lebih besar dibandingkan kepentingan umum. Oleh karena

itu, akses terhadap informasi publik haruslah maksimal sementara pengecualian

diperkenankan sejauh terbatas (limited). Penutupan informasi juga hanya bisa

dilakukan selama batas waktu yang jelas.

Pengecualian atau pengklasifikasian rahasia atas informasi dapat dilakukan

dengan bersandar pada hal-hal sebagai berikut:

• Dilakukan secara ketat dan limitatif

• Tidak bersifat permanen

• Dilakukan apabila pembukaan informasi menimbulkan kerugian

(consequential harm test) yang diatur jelas dalam undang-undang.

• Dapat dibuka kembali kepada publik setelah melalui uji, apaila pembukaan

informasi lebih menguntungkan kepentingan yang lebih besar (balancing

public interest test)

6. Informasi Proaktif

Page 34: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

34

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, hak atas informasi juga meliputi hak

publik untuk diberi informasi secara proaktif (tanpa diminta), khususnya untuk

informasi-informasi yang meliputi:

a. informasi dasar yang diberikan dalam rangka sosialisasi kebijakan, ruang

lingkup badan publik ataupun untuk memberi gambaran pada masyarakat

informasi apa saja yang dimiliki badan publik serta tata cara mendapatkannya

agar hak publik atas informasi dapat difasilitasi secara efektif;

b. informasi mengenai rencana pembuatan kebijakan untuk memfasilitasi

partisipasi masyarakat;

c. Informasi yang wajib diumumkan tanpa ditunda, yaitu informasi mengenai

ancaman terhadap hajat hidup orang banyak, misalnya informasi tentang

bahaya banjir, gempa, kebocoran reaktor nuklir atau limbah berbahaya, dll

7. Penyelesaian Sengketa Secara Cepat, Murah, Kompeten dan Independen

Secara prinsip sengketa berarti ketidaksepakatan antara dua belah pihak

terhadap masalah apakah suatu informasi boleh dikemukakan kepada publik

atau tidak. Koalisi berpendapat bahwa jika akses informasi ditutup, maka si

pelaku terkena hukum pidana alias masuk penjara.

Mengingat nilai informasi bergantung pada waktu, maka penyelesaian sengketa

informasi haruslah menganut prinsip-prinsip cepat, tepat waktu, murah dan

sederhana. Penyelesaian sengketa juga harus dilakukan secara kompeten dan

independen. Dalam RUU KMI, hal ini dilakukan oleh Komisi Informasi.

Page 35: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

35

Dalam konstitusi Kanada, Thailand dan Swedia disebutkan juga peran Komisi

Informasi sebagai lembaga yang mengurusi persengketaan informasi, mengatur

ancaman pidana kepada mereka yang menghambat pelaksanaan tugas dan

penegakan putusan komisi informasi.

8. Ancaman Hukuman bagi Mereka yang Menghambat Akses Informasi

Publik

Secara prinsip, setiap orang yang sengaja menghalangi akses informasi publik

sudah seharusnya menerima ancaman pidana. Ini karena informasi publik

sejatinya adalah milik publik, pelanggaran terhadap hak publik atas informasi

berarti pelanggaran hak asasi. Undang-undang di Amerika dan Kanada juga

mengatur ancaman pidana bagi pejabat publik yang tidak menjalankan tugasnya

dalam menyediakan informasi publik.

Ancaman tersebut diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain:

a. mereka yang dengan sengaja menghancurkan informasi

b. mereka yang dengan sengaja membuat informasi yang tidak benar

c. pejabat publik yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk

mendokumentasikan dan memberikan informasi.

Page 36: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

36

Ketiga ketentuan ini dibuat untuk memastikan kewajiban para pejabat publik agar

terbuka dan memberikan akses kepada publik untuk mendapatkan informasi

yang menjadi hak mereka.

9. Perlindungan Terhadap Informan dan Pejabat Publik yang Beritikad Baik

Oleh karena itu, perlu ada jaminan hukum yang dapat melindungi pejabat publik

dan informan yang membuka informasi demi kepentingan publik. Apabila

jaminan ini tidak ada, maka pejabat publik menjadi enggan untuk membuka

informasi sehingga publik tidak bisa memperoleh informasi yang menjadi haknya.

Polemik seputar Rahasia Negara

Polemik antara rahasia negara dan kebebasan memperoleh informasi terjadi

karena adanya perbedaan pendapat. Sekelompok masyarakat berpandangan

bahwa rahasia negara merupakan hal yang lebih penting sehingga perlu

didahulukan. Sementara kelompok masyarakat yang lain menganggap

kebebasan memperoleh informasi lebih penting artinya dan hal-hal yang bersifat

rahasia cukup diatur dalam klausul pengecualian dalam undang-undang KMI.

Dalam draft RUU Kebebasan Memperoleh Informasi yang diajukan oleh Koalisi,

terdapat pengecualian informasi yang diantaranya menyangkut soal sistem

pertahanan keamanan, persenjataan dan hubungan bilateral dengan Negara

Page 37: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

37

lain. Akan tetapi secara prinsip, RUU KMI menegaskan bahwa perlu dilakukan

mekanisme uji yang berdasarkan kepentingan publik. Apabila kepentingan publik

lebih besar dibandingkan kerugian yang terjadi akibat membuka informasi, maka

informasi tersebut harus dibuka. Oleh karena itu, penilaian semacam ini harus

dilakukan secara kompeten oleh lembaga yang independen seperti Komisi

Informasi.

Page 38: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

38

BAB IV

Harapan dari Daerah

Di tengah beratnya proses legislasi kebebasan memperoleh informasi di tingkat

nasional, ada kabar gembira datang dari daerah. Sejumlah daerah telah

mengesahkan dan beberapa lainnya tengah mempersiapkan Peraturan Daerah

(perda) yang mengatur masalah transparansi, kebebasan informasi dan

partisipasi publik. Daerah-daerah tersebut adalah kabupaten Solok, kabupaten

Lebak, kabupaten Bandung, kabupaten Kebumen, kabupaten Magelang,

kabupaten Gowa, kabupaten Takalar, kabupaten Bulukumba, kabupaten

Boalemo, kabupaten Bolaang Mongondow dan provinsi Kalimantan Barat 15.

Sebelumnya kota Gorontalo dan kota Kendari sudah mengeluarkan Perda

tentang transparansi dan kebebasan memperoleh informasi.

Dalam reformasi tata pemerintahan di tingkat kabupaten, kota serta provinsi ini,

daerah-daerah tersebut memperbaiki praktek tata pemerintahan yang baik di

bidang transparansi, akuntabilitas, kebebasan informasi dan partisipasi publik

serta melakukan perubahan dalam pengelolaan keuangan serta pengadaan

barang dan jasa. Khusus untuk bidang transparansi dan partisipasi serta

pengelolaan keuangan, daerah-daerah tersebut memberi akses informasi yang

lebih luas kepada masyarakat dan juga melibatkan partisipasi masyarakat pada

15 Wawancara dengan Sulastio, anggota Koalisi KMI, 31 Agustus 2005

Page 39: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

39

saat proses pembuatan keputusan. Melalui perdanya, daerah-daerah tersebut

menjamin hak publik atas informasi publik.

Dalam waktu dekat, daerah-daerah tersebut diharapkan dapat mengumumkan

ketersediaan dokumen publik, ringkasan dokumen perencanaan daerah,

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Laporan

Pertanggungjawaban (LPJ), prasyarat mendapatkan ijin usaha, pelayanan

publik, serta daftar regulasi yang dikeluarkan di tingkat daerah. Tampaknya

bahwa angin segar dan langkah progresif justru datang dari daerah.

Khusus tentang Solok misalnya, yang menarik adalah pada tahun 2004, Bupati

Solok, Gamawan Fawzi, menerima penghargaan Bung Hatta Anti Corruption

Award, bersama dengan Saldi Isra, Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas

Andalas. Dalam penilaian Dewan Juri, Gamawan ditetapkan sebagai penerima

BHACA karena sikap sederhana dan merakyat, berani menolak dengan tegas

kenaikan dana taktis untuk mencegah preseden di DPRD, tidak ada indikasi

korupsi. Sebagai aparat pemerintah, ia berani menindak staf yang korupsi,

konsisten melaksanakan clean governance, memangkas jalur birokrasi melalui

satu pintu dan transparan, menerapkan kesepakatan tidak memberi dan

menerima, aktif berkampanye good governance dan pelayanan publik. 16

16 Lihat Berita “Bupati Solok dan Saldi Isra Penerima Bung Hatta Award”, Kompas 18 September 2004, hal. 8

Page 40: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

40

Contoh lain dari praktek tata pemerintahan yang baik di tingkat pemerintah

daerah datang dari kabupaten Jembrana, Bali. Kabupaten ini telah melakukan

sejumlah inovasi untuk memberantas praktek korupsi yang disertai dengan

pemanfaatan APBD semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat. 17

Kabupaten ini memiliki jumlah penduduk sekitar 221.616 orang atau sekitar 63

ribu kepala keluarga. Pada tahun 2003, kabupaten ini memiliki dana APBD

sekitar Rp 193, 1 milyar. Sedangkan pendapatan asli daerah sendiri mencapai

Rp 9,2 milyar.

Jembrana kemudian mengelola keuangan yang ada untuk melakukan efisiensi di

sejumlah sektor. Salah satu contoh adalah dari bidang pendidikan. Di Jembrana

banyak lulusan SD tidak bisa melanjutkan ke SMP karena tidak mampu

membayar iuran. Lebih dari separuh bangunan SD baik negeri dan swasta,

dalam kondisi rusak dan kesejahteraan guru sendiri memprihatinkan.

Melalui pengkajian, diketahui bahwa jumlah siswa per kelas rata-rata hanya 21

orang, sementara satu kelas sebenarnya dapat menampung murid hingga 30

orang. Yang dilakukan kemudian adalah penciutan jumlah sekolah dan

penyatuan beberapa sekolah menjadi satu. Penghematan yang diperoleh

17 Semua Bisa Seperti Jembrana: Kisah Sukses sebuah Kabupaten Meningkatkan Kesejahteraan Rakyatnya, Jakarta: Yayasan Tifa, 2005

Page 41: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

41

dialokasikan untuk pos lain seperti kesejahteraan guru dan pengembangan

program pendidikan. Semua ini dilakukan secara transparan.

Satu hal yang dilakukan oleh kabupaten Jembrana yang sejalan dengan prinsip

keterbukaan informasi adalah dibentuknya tim standarisasi harga. Demi

menghindari penggelembungan harga dalam proyek pemerintah, tim standarisasi

harga tersebut bertugas mengecek harga kebutuhan pemerintah dan

membandingkannya dengan harga di pasar. Apakah hasil pengecekan tersebut

diumumkan ke publik? Kalau tidak ya bukan kebebasan informasi. Jaminan

akses informasi kuncinya pada informasi yang serta merta, informasi yang dapat

diminta berdasarkan permintaan dan informasi yang dikecualikan.

Berkat langkah-langkah tersebut, Jembrana berhasil mencapai sejumlah

prestasi, diantaranya penanganan keluarga miskin, penurunan angka kematian

bayi dan tingkat drop out siswa sekolah dasar. Dalam melakukan efisiensi dan

transparansi dalam pelaksanaan tata pemerintahan di tingkat daerah, Jembrana

juga membuka akses informasi sehingga potret kondisi terkini menjadi akurat

sehingga langkah-langkah yang diambil pun tak keliru. Dengan informasi yang

terbuka, Jembrana dapat melibatkan masyarakat dalam program-program

pembangunannya.

Langkah-langkah yang dijabarkan di atas membuat kabupaten Jembrana dapat

melakukan hal-hal di bawah ini:

Page 42: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

42

• membebaskan SPP (Sumbangan Pembangunan Pendidikan) bagi seluruh

siswa SD, SLTP dan SLTA Negeri

• membebaskan biaya obat dan dokter bagi semua warga

• memberi beasiswa kepada siswa dari sekolah swasta

• membebaskan biaya rumah sakit bagi keluarga miskin

• menyediakan dana talangan untuk menjaga harga hasil panen

• menyediakan dana bergulir untuk usaha bagi kelompok masyarakat.

Potret nyata dari kabupaten Jembrana dan harapan yang muncul dari sejumlah

daerah yang telah mengesahkan Perda Transparansi tersebut merupakan

contoh penerapan tata pemerintahan yang baik, yang menjamin hak publik atas

informasi. Apabila inisiatif seperti ini lebih banyak dikembangkan oleh pemerintah

daerah dalam era otonomi daerah seperti sekarang ini, maka hal tersebut akan

langsung dirasakan masyarakat. Apalagi mengingat bahwa pemain kunci dalam

menjalankan roda pemerintahan kini ada di daerah tingkat II. Pada akhirnya,

yang menerima manfaat dari semua ini adalah pemerintahan daerah itu sendiri

dan masyarakat di wilayah tersebut.

Page 43: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

43

BAB V

Akibat Praktik Ketertutupan Informasi

Saat ini banyak sekali kasus dalam masyarakat, dimana informasi tak jelas

dijumpai, peraturan yang tidak mudah diketahui masyarakat, berbagai praktek

penyimpangan informasi yang ada serta penyalahgunaan informasi untuk

kepentingan ekonomi pribadi pejabat atau aparat pemerintah. Bahkan untuk hal

yang rutin dan sepele seperti pengurusan surat identitas atau Kartu Tanda

Penduduk (KTP) atau Surat Ijin Mengemudi (SIM) misalnya, tidak ada informasi

yang jelas soal harga resmi karena yang berlaku justru harga tidak resmi. Jika

kita ngotot minta harga resmi, yang ada entah ditertawakan oleh petugas

setempat, dipersulit prosedur pengurusannya, atau diperlama sehingga

membuat frustasi. Akibat yang harus kita hadapi adalah mau tidak mau

membayar lebih mahal dan membuang banyak waktu. Akibat lain adalah korupsi

tetap bercokol dan sukar diberantas lantaran berkembangnya pungutan liar.

Menurut ketentuannya, di DKI Jakarta, misalnya, Kartu Tanda Penduduk

harusnya dimiliki tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun. Tapi dalam

kenyataannya, adakah penduduk di Jakarta yang memiliki KTP tanpa harus

membayar? Hampir tak ada. Semua penduduk Jakarta setidaknya harus

mengeluarkan uang mulai dari Rp 10.000 hingga ratusan ribu untuk

mendapatkan KTP. Tak heran jika mereka yang punya itikad tak baik, dengan

Page 44: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

44

hanya menyediakan uang ratusan ribu rupiah, bisa segera memiliki kartu

identitas yang palsu, dan menggunakannya untuk praktek kriminal tertentu.

Menurut seorang ekonom peraih hadiah Nobel, Amartya Sen, kelaparan lebih

mungkin terjadi di negara-negara dimana akses terhadap informasi terhambat,

karena apabila ada kebebasan informasi maka pemberitaan media bisa

mencegah terjadinya bencana dan memungkinkan pihak yang berwenang untuk

mengambil langkah-langkah penanganan. Dengan kata lain, kontrol media

maupun masyarakat bisa memantau kinerja pemerintah.

Jika kita serius membasmi korupsi, maka UU KMI menjadi salah satu cara efektif

untuk mencegah praktik tersebut. Benar bahwa memang tidak ada jaminan

bahwa dengan UU KMI maka seluruh kasus korupsi akan terbongkar dan tak

ada lagi kasus korupsi di masa mendatang. Akan tetapi dengan UU KMI,

perlahan-lahan budaya ketertutupan akan dikikis dan diganti dengan budaya

yang transparan dan akuntabel. Dengan demikian, proses pembuatan keputusan

dan penyusunan kebijakan menjadi terbuka untuk diawasi oleh masyarakat.

Selain mampu membuat keputusan-keputusan kritis, masyarakat juga dapat

berpartisipasi aktif dengan bekal informasi yang bebas. Selain kebijakan menjadi

lebih dapat dipertanggung jawabkan, ruang partisipasi dalam pembuatan

kebijakan tersebut menjadi terbuka bagi masyarakat.

Page 45: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

45

Dengan adanya UU KMI, berbagai layanan publik mulai dari pengurusan Kartu

Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Paspor, dan lain-lain dilakukan secara

transparan. Selain harga jelas, prosedur juga terbuka dan tanpa diskriminasi.

Apabila kita memiliki UU KMI, bisa jadi Indonesia tidak perlu lagi berada dalam

peringkat terendah di dunia dalam urusan praktik korupsi dalam berbagai survei

dunia seperti PERC. Dalam Laporan terakhir PERC (The Political Economy Risk

Consultancy), sebuah konsultan bisnis dan politik, menyebutkan bahwa

Indonesia adalah negara terkorup di Asia 18.

Dampak UU KMI

Dengan adanya UU KMI, kita mendapatkan jaminan hukum secara penuh atas

hak publik untuk mengetahui apa saja kebijakan yang dikeluarkan oleh

pemerintah, bagaimana kebijakan tersebut disusun serta siapa yang

bertanggung jawab dan bertanggung gugat. UU KMI menjadi bentuk nyata

kontrol masyarakat terhadap pemerintahan yang berkuasa untuk tak semena-

mena menjalankan kekuasaan. Dengan adanya informasi yang terbuka

masyarakat pun bisa menilai kinerja pemerintahan seperti apa yang ditampilkan

oleh para penguasa.

Mari kita gunakan contoh-contoh pada di awal buku ini untuk melihat bagaimana

kebebasan informasi bisa punya dampak berarti dalam kehidupan individu.

Nungki yang jatah beras JPSnya dipotong, bisa mengetahui kebijakan

pemerintah secara jelas dalam hal ini. Informasi publik seperti kriteria yang 18 “PERC: Indonesia Negara Terkorup di Asia”, Kompas, 9 Maret 2005, hal.15

Page 46: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

46

berhak menerima dan berapa jatah per keluarga dapat ia akses. Apabila pada

kenyataannya terjadi penyusutan jatah, berkat informasi yang ia terima Nungki

bisa mempertanyakan bahkan menggugat aparat pemerintah yang bertanggung

jawab atas hal ini.

Apabila Bantarto yang tengah mengurus sertifikat tanah bisa mengakses

informasi publik soal biaya dan prosedur, maka ia dan para tetangganya tidak

perlu merogoh kocek untuk membayar biaya lebih. Apabila ada aparat yang

mencoba-coba menerapkan pungutan liar, Bantarto dan teman-temannya bisa

mengetahui bahwa hal tersebut merupakan bentuk korupsi. Akses atas informasi

publik dapat memberdayakan Bantarto juga yang lainnya untuk menuntut pejabat

publik yang terkait untuk meningkatkan kinerjanya.

Sementara untuk kasus ijin trayek angkutan umum, apabila prosedur dan biaya

jelas, maka tak perlu ada kasus pemalsuan surat ijin trayek. Yang terjadi

sekarang bahkan ironis, saking tertutupnya informasi soal perijinan ini, maka

mereka yang mengurus pun tak tahu ada pemalsuan surat ijin. Dengan adanya

UU KMI, hal-hal konyol seperti ini tidak perlu terjadi.

Lebih jauh lagi, UU KMI bisa mengubah budaya tertutup yang menjadi ciri

birokrasi kita menjadi transparan dan akuntabel. Baik pungutan tidak resmi yang

akhirnya menghasilkan ekonomi biaya tinggi, hingga perilaku diskriminatif

Page 47: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

47

terhadap etnis Tionghoa misalnya, bisa diketahui dengan jelas, dipertanyakan,

digugat sampai diubah.

Mari kita baca contoh terakhir yang diambil dari rubrik surat pembaca di harian

Kompas 19.

BOX ------------------------------------------------------------------------------------------------

Fotokopi Dokumen Tender

Beberapa tahun terakhir ini, tender dari setiap instansi

pemerintah/badan usaha milik negara senantiasa diiklankan pada

koran-koran yang terbit di dalam negeri dan hal ini sangat bagus.

Namun, sangat disayangkan, akhir-akhir ini fotokopi dari dokumen

tender tersebut dijual dengan harga yang terlalu mahal, yakni antara

Rp 250.000 – Rp 1.000.000.

Padahal, sebelumnya tidak demikian. Untuk nilai yang ditenderkan di

atas Rp 20 miliar ke atas, misalnya, wajar saja dipungut jutaan rupiah

untuk membeli dokumen tersebut. Tetapi, kalau tender untuk

perusahaan kelas menengah (M) ke bawah, rasanya sangat tidak

pantas dan cukup membebani perusahaan. Apalagi belum tentu

menang dalam tender tersebut.

19 Kompas, 11 Agustus, 2005, hal.7

Page 48: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

48

Biaya lainnya yang perlu dikeluarkan untuk tender ini adalah

dokumen pendukung dari bank dan biaya surat-surat keterangan

lainnya yang juga perlu biaya cukup besar. Di saat-saat susah

mencari pekerjaan, cara-cara tender seperti tersebut cukup

menyulitkan perusahaan kelas menengah ke bawah dan tidak

mendukung untuk berkembang/bergairah. Padahal kalau adil untuk

pembebanan biaya fotokopi kepada rekanan seperti apa adanya,

tidak terlalu mahal.

Kepada pemerintah, kami imbau agar membuat peraturan/teguran

kepada semua instansi pemerintah/BUMN untuk tidak menjual

fotokopi dokumen tender terlalu mahal.

Maulana Yusuf, Duri Kencana, Jakarta Barat

END OF BOX --------------------------------------------------------------------------------------

Apabila dilihat melalui kacamata kebebasan informasi, surat pembaca tersebut

sangat menarik. Surat pembaca tersebut menyampaikan bahwa tender instansi

pemerintah dan badan usaha milik negara kini diiklankan di surat kabar. Tender

yang di tahun-tahun sebelumnya banyak dilakukan secara tertutup, kini

diumumkan secara terbuka.

Page 49: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

49

Tetapi hal ini tidak berarti soal akses informasi telah terjawab. Dalam proses

tender tersebut, dokumen dijual dengan harga terlalu mahal. Dengan demikian,

ini bertentangan dengan prinsip kebebasan informasi yaitu informasi seharusnya

berbiaya murah. Pengolahan informasi memang perlu biaya, tetapi harga yang

terlalu tinggi akan menghambat pelaksanaan hak publik untuk tahu. Sangat tidak

pantas apabila informasi publik yang menjadi hak asasi manusia tanpa kecuali

dikenakan biaya yang tidak masuk akal.

Surat pembaca tersebut juga menyoroti bahwa apabila biaya fotokopi apa

adanya, informasi tersebut akan terjangkau. Dengan UU KMI, si penulis surat

pembaca dapat mengetahui biaya yang sebenar-benarnya. Apabila terjadi

permainan, si penulis surat pembaca dapat mempertanyakan atau menggugat

harga yang tidak masuk akal tersebut. Lebih jauh lagi, si penulis surat juga bisa

mengajukan keluhan bahkan tuntutan apabila haknya untuk tahu dilanggar.

Oleh karena itu, jelas UU KMI secara efektif dapat memberantas praktik korupsi

yang sudah berurat akar dalam budaya birokrasi di Indonesia. Pejabat publik

akan bekerja dengan efisien juga profesional, karena apapun yang dia putuskan

dan lakukan dapat diawasi oleh publik. Oknum atau pejabat yang nakal harus

bertanggung jawab bahkan siap dituntut apabila masih bermain di bawah meja.

Berkat akses informasi yang terbuka, masyarakat pun mampu membuat pilihan-

pilihan kritis yang menentukan arah demokrasi. Berbekal informasi, setiap orang

dapat mengambil peran aktif untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

Page 50: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

50

BAB VI

Perjalanan Panjang UU KMI

Perjalanan memiliki UU KMI dimulai sejak akhir tahun 2000, saat sejumlah

lembaga swadaya masyarakat, lembaga negara juga invidu yang peduli tentang

kebebasan informasi di Indonesia membentuk sebuah koalisi bernama Koalisi

Kebebasan Informasi. Hingga kini koalisi terdiri dari hampir 40 lembaga swadaya

masyarakat nasional dan lokal dan didukung oleh beberapa lembaga seperti

Komisi Hukum Nasional/KHN dan Dewan Pers juga oleh sejumlah anggota DPR

berpikiran terbuka. Adapun kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam

koalisi ini mulai dari bidang lingkungan hidup, media, hak asasi manusia,

otonomi daerah, reformasi politik, pengembangan pedesaan, perjuangan anti

diskriminasi, kelompok agama, perlindungan konsumen, dan lain-lain.

Ada banyak kegiatan yang telah dilakukan oleh Koalisi, mulai dari proses

diseminasi informasi ke Pemerintah, DPR, masyarakat dan media tentang UU

KMI ini, mengadakan sejumlah seminar, pertemuan, diskusi publik, mengadakan

studi banding ke sejumlah negara, menyelenggarakan seminar internasional

dengan sejumlah pembicara dari berbagai negara dan lain-lain. Sejumlah

anggota Koalisi aktif menulis opini di sejumlah media massa, merespon sejumlah

permasalahan dilihat dari perspektif kebebasan memperoleh informasi.

Page 51: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

51

Koalisi juga mengajukan RUU KMI versi Koalisi ke DPR pada bulan Maret 2002

yang diadopsi sebagai RUU Inisiatif DPR saat itu. DPR kemudian menggodok

ulang RUU tersebut karena sejumlah anggota DPR merasa draf tersebut masih

kurang baik. DPR kemudian melakukan sejumlah pembahasan seperti RDPU

(Rapat Dengar Pendapat Umum) kemudian membentuk Pansus untuk

menyempurnakan RUU tersebut.

Namun sayangnya pembahasan tersebut berjalan sangat lambat. Banyak faktor

yang mempengaruhi. Salah satunya karena sebagaian besar anggota Pansus

adalah anggota Komisi I, maka kerja Pansus terganggu oleh agenda-agenda

Komisi I lainnya. Di penghujung masa jabatan DPR 1999-2004, tepatnya di bulan

Juli 2004, dalam rapat paripurna Pansus melaporkan hasil kerja mereka kepada

pimpinan DPR. Dalam kesempatan tersebut, hasil Pansus yaitu draft RUU KMI

disahkan menjadi draft DPR. Pimpinan DPR menyepakati untuk memerintahkan

sekretariat Komisi I untuk mengirimkan draf tersebut kepada Presiden agar

Presiden segera mengeluarkan Amanat Presiden untuk menunjuk menteri yang

mewakili dirinya dalam rapat-rapat pembahasan selanjutnya dengan DPR.

Namun sayangnya proses tersebut berhenti sampai Pemilu Legislatif dan

Pemilu Presiden dimana terjadi pergantian anggota DPR. Setelah anggota DPR

dan Presiden baru dilantik, Ampres tidak kunjung turun. Sistem legislasi

Indonesia tidak mengenal sistem “warisan” (carry over), sehingga UU KMI yang

tidak selesai dalam periode DPR 1999-2004 tidak otomatis harus dilanjutkan

Page 52: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

52

kembali prosesnya oleh DPR berikutnya. Setelah menghadapi kenyataan

tersebut, kerja keras Koalisi harus mulai dari nol lagi. Artinya Koalisi harus

memperkenalkan dan mensosialisasikan RUU versi DPR maupun versi Koalisi

kepada anggota DPR yang baru terpilih 2004-2009. Sebagian besar dari mereka

adalah muka-muka baru.

Akhirnya Koalisi berhasil meyakinkan Komisi I untuk segera memulai proses

pembahasan RUU KMI. Beberapa bulan yang lalu, Komisi I secara resmi

menyampaikan RUU KMI sebagai RUU inisiatif DPR ke muka sidang paripurna

DPR untuk mendapatkan tanggapan dari para fraksi. Dalam kesempatan

berikutnya, seluruh fraksi menerima RUU KMI sebagai RUU inisiatif DPR. Akan

tetapi proses tersebut kembali terhenti oleh reses. Reses berakhir tanggal 16

Agustus 2005 dan hingga hari ini DPR belum melanjutkan kembali proses yang

terhenti tersebut. (ini hasil wawancara dengan Sulastio 31 Agustus 2005)

Di tengah hambatan dan tantangan, terdapat peluang dan harapan datang dari

tingkat daerah. Koalisi ini terus berupaya mempromosikan ide-ide kebebasan

memperoleh informasi, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat

daerah-daerah dan secara sektoral di sejumlah departemen atau kantor-kantor

dinas. Perjalanan panjang ini tidak selesai dengan disahkannya RUU KMI.

Koalisi akan terus berupaya untuk mempromosikan RUU KMI juga mengawasi

kinerja pemerintah bersama masyarakat dalam menghormati dan melindungi hak

publik atas kebebasan informasi ini.

Page 53: Buku Kampanye FOIA: Apa Itu Kebebasan Memperoleh Informasi

53

BIBLIOGRAFI

Basuki, W. (2002) “Kebebasan Informasi di Amerika Serikat” dalam Koalisi untuk Kebebasan Informasi Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, (Penerbit?) Jakarta. Hardjono, R & Teggemann, S. (eds) (tanpa tahun), Kaum Miskin Bersuara: 17 Cerita tentang Korupsi, Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintah di Indonesia, Jakarta. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) (2001) Good Governance dan Hukum Lingkungan, Jakarta. Koalisi untuk Kebebasan Informasi (2001) Melawan Tirani Informasi, Jakarta. Kompas (2005) 4 Mei, hal.17 Kompas (2005) 4 Mei 2005 , hal.18 Kompas (2005) 11 Agustus, hal.7 Murhanjanti, P. dan Awiati, W., “Kebebasan Informasi di Inggris”, dalam Koalisi untuk Kebebasan Informasi (2002) Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, Jakarta. Sudirman, A. (2002) “Kebebasan Informasi di Thailand” dalam Koalisi untuk Kebebasan Informasi (2002), Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, (penerbitan), Jakarta. Yayasan Tifa (2005) Semua Bisa Seperti Jembrana: Kisah Sukses sebuah Kabupaten Meningkatkan Kesejahteraan Rakyatnya, Yayasan Tifa, Jakarta.