Pendahuluan Kodok lembu (Rana catesbiana) dikenal pula dengan nama bull frog. Namun di Bali, khususnya di Kabupaten Tabanan, kodok lembu yang bernegeri leluhur Amerika Utara, namun diintroduksi ke Indonesia dari Taiwan ini lebih populer dipanggil dengan nama kodok Taiwan. Selain itu, kodok yang memiliki pertumbuhan cepat dan beru- kuranbongsor ini biasa pula dipanggil dengan nama kodok unggul. Di Kabupaten Tabanan, budidaya kodok lembu mulai digeluti oleh pembudidaya di Desa Jegu, Kecamatan Pene- bel pada tahun 1984-an. Pada awalnya hanya dilakukan oleh seorang pembudidaya. Namun akhirnya berkembang menjadi belasan pembudidaya kodok yang menghimpun diri dalam sebuah kelompok yang diberi nama Rana Agung. Selain di Desa Jegu, budidaya kodok unggul ini juga berkembang di beberapa kecamatan lainnnya di Kabupaten Tabanan. Namun lambat laun jumlahnya berkurang. Selain karena terbentur masalah teknis budidaya yang sifatnya coba-coba, berkurangnya jumlah pembudidaya kodok di Tabanan ini karena pembudidaya kodok saat itu sebagian besar hanya mempro- duksi benih. Sedangkan permintaan pasar terbe- sar saat itu berupa kodok konsumsi. Kurang jelinya membaca permintaan pasar saat itu me- mang berakibat fatal. Pembudidaya kodok banyak yang gulung tikar. Beberapa petani yang tetap bertahan mene- kuni usaha budidaya kodok, ternyata bisa mengambil hik- mah dari kegagalan tersebut. Selain selalu menyempurna- kan teknik budidaya, mereka juga mulai mengembangkan usaha berwawasan agribisnis yang berorientasi pasar. Saat ini, pangsa pasar kodok cukup terbuka lebar. Selain pasar lokal berupa restoran, hotel dan pasar swalayan di Bali, permintaan juga datang dari luar daerah. Baik berupa benih (kecebong dan percil) maupun kodok konsumsi. Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, budidaya kodok yang pernah berkembang di Tabanan, memang perlu digalakkan kembali. Apalagi, permintaan komoditi kodok ini juga datang dari manca negara. Supaya budidaya kodok yang akan dikembangkan petani bisa berhasil, selain masalah pasar, teknik budidayanya juga perlu dilakukan se- suai rekomendasi teknis dan sosial ekonomi yang disyaratkan. Biologi Kodok Kodok lembu mempunyai dua habitat, yakni air dan daratan. Ketika masih kecil berbentuk berudu atau kecebong, memer- lukan air sebagai habitatnya. Kecebong yang bersifat om- nivora ini menykai santapan berupa plankton atau jasad-jasad renik yang ada di dalam air. Baik yang berasal dari bahan- bahan hewani maupun nabati. Ketika menginjak stadia percil hingga dewasa, habitat berupa daratan lebih disukai. Makanan alami yang sebelum- nya berupa plankton, mulai ditinggalkan dan beralih menyan- tap cacing, ulat, belatung dan aneka jenis serangga. Di alam aslinya ini, kodok dewasa yang berumur di atas delapan bulan dapat memijah sepanjnag tahun, terutama pada saat musim hujan. Telur-telurnya yang menggerombol dalam gumpalan semacam lendir di letakkan di dalam air di sekitar akar-akar tanaman air. Induk kodok jantan dan betina dapat dibedakan dengan melihat ciri-ciri fisiknya. Kodok jantan memiliki ciri-ciri : Ukuran lingkaran gendang telinga dua kali lebih besar dari lingkaran mata, Warna kulit di sekitar kerongkon- gan berwarna hijau kekuningan, Ibu jari kaki bagian depan relatif lebih besar, Ukuran badan relatif lebih kecil dan Memiliki kantung suara yang terletak di antara selaput gendang dan lengan bawah. Sebaliknya, kodok betina memiliki ciri-ciri : Ukuran gen- dang telinga relatif sama atau sedikit lebih besar dari ling- karan mata, Warna kulit di seki- tar kerongkongan berwarna putih dengan bintik-bintik kehitaman, Ibu jari bagian depan relatif lebih kecil, Ukuran badan relatif lebih besar dan Tidak memiliki kantung suara Teknik Pembenihan Dalam teknik pembenihan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pemijahan, tahap penetasan dan tahap pendederan kecebong. a. Pemijahan • Pemijahan dilakukan di kolam tanah atau bak tembok berukuran sekitar 2,5 x 1,5 x 0,75 meter yang diisi air setinggi 20 – 30 Cm. • Berikutnya dilakukan seleksi induk yang akan dipi- jahkan dengan perbandingan 1 betina dan 1 jantan • Pilihlah induk betina yang berumur minimal 18 bulan, berat berkisar 300 – 500 gram, dan induk jantan beru- mur minimal 12 bulan (beratnya berkisar 200 – 300 gram). • Selain itu, pilihlah induk betina yang siap dipijahkan dengan ciri-ciri berperilaku lebih jinak dari biasanya, perutnya tampak membesar dan mengembang serta terasa lembek saat diraba. • Sedangkan induk jantan yang siap kawin biasanya memiliki perilaku agresif dan sering bersuara. • Induk pilihan tersebut kemudian dimasukkan ke kolam pemijahan dengan perbandingan cukup satu jantan : satu betina. • Setelah induk dimasukkan, bagian atas kolam / bak perlu ditutupi 2/3 bagian permukaannya agar kodok merasa nyaman dan tenang. • Bila tidak ada aral melintang, malam hari kodok sudah memijah. • Tanda terjadinya pemijahan dapat dilihat adanya gerombolan telur berbintik-bintik hitam yang dilindungi dalam gumpalan semacam lendir. B. Penetasan Telur • Telur yang sudah dibuahi ini bisa dibiarkan berada di kolam pemijahan atau dipindahkan ke kolam lain untuk ditetaskan. • Bila akan ditetaskan di kolam pemijahan, maka kedua induknya harus dipindahkan ke kolam induk. • Supaya tingkat penetasan telurnya tinggi, perlu disiap- kan aerator untuk tambahan suplai oksigen ke dalam air kolam. • Aerator yang dilengkapi dengan batu aerasi ini, perlu di ataur agar gelembung udara yang dihasilkan tidak ter- lalu kuat. • Pada suhu air 25 – 28 derajat Celsius, telur kodok akan menetas dalam jangka waktu 2- 3 hari. • Setelah larva berumur seminggu, larva perlu diberi pakan tambahan berupa suspensi kuning telur atau tepung ikan. • Di kolam penetasan ini, kecebong dipelihara hingga dua minggu. Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.