BUDAYA AKADEMIK
BUDAYA AKADEMIKKata Budaya berasal dari bahasa sanskerta yaitu
Buddhayah bentuk jamak dari Buddhi berarti Budi atau akal.
kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal budi tanpa
kebudayaan hidup dan perilaku manusia tak berbeda dengan hewan.
kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi
dan karyanya ( Koentjaraningrat,1974;19)Budaya akademik (Academic
culture), Budaya Akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas
dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan
diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan
tinggi dan lembaga penelitian.
Dalam Sigalovada Sutta Buddha bersabda tentang kewajiban Guru
dan siswa.Kewajiban/Tugas seorang Guru/dosen yaitu:1. Melatih siswa
agar mahir dalam bidang yang sesuai bagi mereka2. Menunjukkan
teladan yang baik3. Menggunakan kaedah mengajar yang berkesan4.
Menjaga keselamatan dan kebajikan siswa-siswanya seorang siswa
harus menghormati dan berterimakasih terhadap gurunya
dengan:1.Memberi hormat bila melihat gurunya2.Mengikuti
petunjuknya3. Membantu guru dan melayaninya dengan baik4. Belajar
dengan sungguh-sungguh5.Memusatkan perhatian pada saat guru
mengajar Untuk keberhasilan dalam duniaPendidikan mencakup proses
pendisiplinan, disiplin dalam pendidikan menghendaki seorang siswa
mengikuti ajaran dan tata tertib atau peraturan di tempat belajar.
Disiplin menolong nya untuk mengembangkan diri secara maksimal
misalnya meraih prestasi intelektual, buddha bersabda dengan usaha
yang tekun,semangat,disiplin dan pengendalian diri orang bijaksana
membuat pulau bagi dirinya sendiri yang tak dapt ditengelamkan oleh
banjir (dhp.25) ETOS KERJA SIKAP TERBUKA &ADILEtos Kerja adalah
semangat kerja yang menjadi ciri khas terkait dengan keyakinan
seseorang atau sekelompok orang dan semangat itu dibentuk oleh
pandangan hidup.Etos kerja dalam Agama Buddha adalah menyempurnakan
diri dengan memperbaiki karma secara produktif dan membuang
egoisme. (K.Wijaya Mukti, 2003;424) Fungsi bekerja terdapat 3
fungsi bekerja dalam pandangan agama Buddha yaitu:Memberi
kesempatan kepada orang untuk menggunakan dan mengembangkan
bakatnyaAgar orang bisa mengatasi egoismenya dengan jalan bergabung
melaksanakan tugas bersama sama orang lainMenghasilkan barang dan
jasa yg perlu untuk kehidupan yang layak ( E.F.Schumacher,
1981;53)Buddha bersabda Untuk mencapai kesuksesan seseorang harus
mengurus pekerjaannya dengan giat , pintar atau panjang akal
(cakkhuma), cakap atau terampil (vidhuro), dan dapat dipercaya
(nissayasampanno) (A.III,19-20) Buddha juga menambahkan bahwa ada 4
kondisi yang dapat menuntun seseorang agar sukses yaitu: 1. rajin
dan bersemangat ( Utthana Sampadha) 2. Menjaga dengan hati-hati
kekayaannya (Arakkha Sampadha) 3. memiliki teman yang baik
(Kalyanamitta) 4. Kehidupan seimbang (Samajivita ( A.IV.281)
Sikap terbuka/jujur merupakan kunci keberhasilan dalam bekerja
karena kejujuran terkait erat dengan kepercayaan Buddha bersabda
bahwa kepercayaan adalah kekayaan yang paling berharga bagi manusia
didunia (Sutta Nipata.182) Adanya simpati atau perasaan bersahabat
akan menciptakan suasana yang kondusif sehingga seseorang dapat
bekerja dengan penuh semngat agar mendapatkan simpati dari orang
lain ada 4 hal yang harus diperhatikan yaitu kemurahan hati,
keramahan, kebaikan dan perlakuan yang adil atau tidak
membeda-bedakan dalam melayani sesama (Anggutara Nikaya
II,32)Kontribusi Agama Dalam Kehidupan berpolitikMenurut C.Wright
Mill Semua politik pada hakekatnya adalah pertarungan kekuasaan,
dan hal yang paling pokok dari kekuasaan adalah kekerasan (C.Wright
Mill,1956:171)Lain dengan Agama yang paling pokok adalah moralitas,
kesucian dan keyakinan. Buddha tidak berusaha mempengaruhi kekuatan
politik untuk menyiarkan ajarannya, tidak mengijinkan ajarannya
disalahgunakan untuk mengusai kekuatan politik (K.Sri
Dhammananda,1993:229)Pendekatan Agama Buddha terhadap politik
adalah kemoralan dan tanggung jawab penggunaan kekuatan masyarakat.
Sang Buddha mengkotbahkan Tanpa Kekerasan dan Kedamaian sebagai
pesan universal. Beliau tidak menyetujui kekerasan atau
penghancuran kehidupan dan mengumumkan bahwa tidak ada satu hal
yang dapat disebut sebagai suatu perang adil. Beliau mengajarkan,
Yang menang melahirkan kebencian, yang kalah hidup dalam kesedihan.
Barang siapa yang melepaskan keduanya baik kemenangan dan kekalahan
akan berbahagia dan damai.Kontribusi agama dalam kehidupan
berpolitik adalah bahwa agama dapat mengarahkan para politikus
untuk bekerja dengan cara yang bersih dan bijaksana. Buddha memberi
petunjuk kepada penguasa menyangkut moral dan tanggungjawab dalam
menggunakan kekuasaannya
Buddha bersabda:Ketika penguasa suatu negara adil dan baik para
menteri menjadi adil dan baik; ketika para menteri adil dan baik,
para pejabat tinggi adil dan baik; ketika para pejabat tinggi adil
dan baik, rakyat jelata menjadi baik; ketika rakyat jelata menjadi
baik, orang-orang menjadi adil dan baik.(Anguttara Nikaya) di dalam
Cakkavatti Sihananda Sutta, Sang Buddha berkata bahwa kemerosotan
moral dan kejahatan seperti pencurian, pemalsuan, kekerasan,
kebencian, kekejaman, dapat timbul dari kemiskinan. Dalam Kutadanda
Sutta, Sang Buddha menganjurkan pengembangan ekonomi sebagai ganti.
Kekuatan untuk mengurangi kejahatan. Pemerintahan harus menggunakan
sumber daya negara untuk memperbaiki keadaan ekonomi negara. Hal
itu dapat dimulai pada bidang pertanian dan pengembangan daerah
pedalaman, memberikan dukungan keuangan bagi pengusaha dan
perusahaan, memberi upah yang cukup bagi pekerja untuk menjaga
suatu kehidupan yang layak sesuai dengan martabat manusia
Dalam Jataka, Sang Buddha telah memberikan10 aturan untuk
pemerintahan yang baik, yang dikenal sebagai Dasa Raja Dhamma.
Kesepuluh aturan ini dapat diterapkan bahkan pada masa kini oleh
pemerintahan manapun yang berharap dapat mengatur negaranya.
Peraturan-peraturan tersebut sebagai berikut :01. Bersikap bebas /
tidak picik dan menghindari sikap mementingkan diri sendiri.02.
Memelihara suatu sifat moral tinggi.03. Siap mengorbankan
kesenangan sendiri bagi kesejahteraan rakyat.04. Bersikap jujur dan
menjaga ketulusan hati.05. Bersikap.baik hati dan lembut.06. Hidup
sederhana sebagai teladan rakyat.07. Bebas dari segala bentuk
kebencian.08. Melatih tanpa kekerasan.09. Mempraktikkan kesabaran,
dan10. Menghargai pendapat masyarakat untuk meningkatkan kedamaian
dan harmoni.Mengenai perilaku para penguasa, Beliau lebih lanjut
menasihatkan:1. Seorang penguasa yang baik harus bersikap tidak
memihak dan tidak berat sebelah terhadap rakyatnya.2. Seorang
penguasa yang baik harus bebas.dari segala bentuk kebencian
terhadap rakyatnya.3. Seorang penguasa yang baik harus tidak
memperlihatkan ketakutan apapun dalam penyelenggaraan hukum jika
itu dapat dibenarkan.4. Seorang penguasa yang baik harus memiliki
pengertian yang jernih akan hukum yang diselenggarakan.
Peranan Agama Dalam Mewujudkan Persatuan Dan Kesatuan
BangsaBuddha bersabda dengan melihat bahwa pertengkaran dan rasa
aman yang timbul dari sikap menghindari pertengkaran hendaklah
seseorang bersikap menjunjung persatuan dan kesatuan kelompok
(Khuddaka Nikaya,33.595)Berbahagialah mereka yang dapat bersatu,
berbahagialah mereka yang tetap dalam persatuan.Toleransi dan rasa
rormat merupakan hal yang penting yang harus dilaksanakan dalam
masyarakat yang multi religius karena dengan semangat toleransi
amat membantu menciptakan suasana yang damai. Toleransi merupakan
kewajiban moral dan etis penganut Agama Buddha terhadap penganut
Agama lain. Itulah yang ditunjukkan raja Asoka dalam prasasti batu
kalinga yangberbunyijanganlah kita menghormati Agama kita sendiri
dan mencela agama orang lain, sebaliknya agama orang lain pun
hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu, dengan berbuat
demikian kita membuat agama kita berkembang, selain menguntungkan
pula agama lain...MANUSIA DAN AKLAQKonsep Manusia menurut Agama
Buddha Manusia atau makluk merupakan kombinasi dari kekuatan atau
energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak dan
berubah yang terdiri dari pancakkhanda(lima kelompok yang membentuk
manusia). Pancakhanda : 1. Rupakkhanda (mencakup semua bentuk
bentuk secara keselurahan baik yang berada didalam badan kita
maupun yang menjadi obyek sasarannya) 2. Vedanakkhanda / kelompok
perasaan 3. Sannakkhanda/Kelompok pencerapan 4. Sankharakkhandha
/kelompok bentuk pikiran 5. Vinanakkhanda / kelompok kesadaran
Akhlaq dalam agama buddha disebut SilaSila merupakan petunjuk dan
latihan moral yang membentuk perilaku yang baikSila merupakan tahap
permulaan untuk memasuki kehidupan yang lebih luhur dan orang yang
melaksanakannya akan memperoleh kebahagian duniawi atau surgawi,
Buddha bersabda dalam Mahaparininibbana Sutta manfaat dari
melaksanakan sila yaitu membuat orangbertambah kaya, mendatangkan
nama baik, menimbulkan percaya diri dalam pergaulan, memberi
ketenangan disaat mengahadi kematian, dan setelah meninggal dunia
akan terlahir di alam surga (D.II,86)Sebab terdekat yang
menimbulkan sila adalah hiri (rasa malu berbuat jahat )dan Ottappa
(takut akan akibat perbuatan salah) kelompok sila terdiri dari
ucapan benar, perbuatan benar dan matapencaharian benar (Majhima
Nikaya I,301)Kewajiban Merawat PasienSang Buddha menasehati
murid-muridNya tentang pentingnya pelayanan kepada orang sakit.
Beliau bersabda :Seseorang yang merawat orang sakit, berarti ia
telah merawat Saya. Pernyataan terkenal ini dibuat oleh Buddha saat
Beliau menemukan seorang bhikkhu yang sedang berbaring dalam jubah
kotornya. Bhikkhu tersebut dalam keadaan sakit parah karena
serangan disentri. Dengan bantuan Ananda, Sang Buddha mencuci dan
membersihkan bhikkhu sakit itu dengan air hangat. Dalam kesempatan
ini, Beliau mengingatkan para bhikkhu bahwa mereka tidak mempunyai
orang tua maupun sanak keluarga yang menjaga mereka, maka mereka
harus menjaga satu sama lain. Jika guru sedang sakit, murid
mempunyai kewajiban untuk menjaganya, dan jika murid sakit, guru
berkewajiban menjaga murid yang sakit. Jika tidak ada guru atau
murid, maka masyarakat berkewajiban menjaga orang sakit
(Vin.i,301.).
Sang Buddha menjumpai seorang bhikkhu yang tubuhnya dipenuhi
dengan luka, jubah lengket di tubuhnya dengan nanah keluar dari
luka-lukanya. Para teman bhikkhu telah meninggalkannya karena tidak
dapat menjaganya. Saat menemui bhikkhu ini, Sang Buddha merebus air
dan mencuci bhikkhu tersebut dengan tanganNya sendiri, selanjutnya
membersihkan dan mengeringkan jubahnya. Saat bhikkhu tersebut telah
nyaman, Sang Buddha memberikan khotbah kepadanya dan ia menjadi
arahatta, tidak lama setelah menjadi arahatta, ia meninggal dunia
(DhpA.i,319). Oleh karena itu Sang Buddha tidak hanya mendukung
pentingnya merawat orang sakit, Beliau juga memberi contoh baik
dengan diriNya sendiri memberikan pelayanan kepada mereka yang
sangat sakit, mereka yang bahkan dianggap menjijikkan bagi
orang-orang lain.
Dalam Anguttara Nikaya, Sang Buddha menyebutkan tiga jenis
pasien (A.i,120). Terdapat pasien yang tidak akan sembuh apakah
mereka mendapatkan atau tidak mendapatkan pelayanan pengobatan dan
perawatan yang tepat; terdapat pasien yang akan sembuh tidak peduli
apakah mereka mendapatkan atau tidak mendapatkan pelayanan
pengobatan dan perawatan yang tepat; terdapat pasien yang akan
sembuh hanya dengan pengobatan dan perawatan yang tepat. Karena
adanya jenis pasien ke tiga inilah, maka semua yang sakit harus
diberi pengobatan tersedia yang terbaik, makanan yang bermanfaat
dan perawatan yang tepat. Selama pasien masih hidup, segala yang
dapat dilakukan harus diusahakan untuk kesembuhannya.
BIMBINGAN PASIEN PADA PASIEN TERMINALSebagai Perawat harus bisa
memberikan bimbingan kepada pasiennya, Sang Buddha menyebutkan
sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang perawat baik. Ia harus
mampu memberikan obat, ia harus mengetahui apa yang bermanfaat
untuk pasien dan apa yang tidak bermanfaat. Ia harus menjauhkan apa
yang tidak bermanfaat dan hanya memberikan apa yang bermanfaat bagi
pasien. Ia harus mempunyai cinta kasih dan murah hati, ia harus
melakukan kewajibannya atas kesadaran untuk melayani dan bukan
hanya untuk imbalan (mettacitto gilanam upatthati no amisantaro).
Ia tidak boleh merasa jijik terhadap air liur, lendir, air kencing,
tahi, luka, dll. Ia harus mampu menasehati dan mendorong pasien
dengan ide-ide mulia, dengan pembicaraan Dhamma (A.III,144).
Patut diperhatikan di sini bahwa perawat tidak hanya diharapkan
cakap dalam merawat badan dengan memberi makanan dan obat yang
tepat, tetapi ia juga diharapkan untuk merawat kondisi batin
pasien. Diketahui bahwa kebaikan para perawat dan dokter adalah
obat yang hampir sama effektifnya untuk semangat juang dan
kesembuhan seorang pasien. Saat seseorang sedang sakit parah dan
merasa tidak berdaya, suatu kata ramah atau suatu tindakan baik
menjadi sumber kesenangan dan harapan. Itulah sebabnya cinta kasih
(metta) dan belas kasihan (karuna), yang juga merupakan
perasaan-perasaan mulia (brahmavihara), dianggap sebagai
sifat-sifat yang patut dipuji dalam seorang perawatSeseorang yang
sakit, selain menempuh pengobatan medis biasa, sebaiknya juga
rnengundang para bhikkhu untuk melakukan suatu pemberkahan
keagamaan /pembacaan paritta suci yang bertujuan mempercepat
kesembuhan si pasien. Pemberkahan seperti itu dapat menanamkan
pengaruh spiritual dan kejiwaan pada si pasien sehingga mempercepat
penyembuhannya. Khususnya bila penyakit itu kebetulan berhubungan
dengan sikap batin si sakit, suatu pelayanan spiritual oleh seorang
bhikkhu akan sangat menolong. ~Dalam hal terdapat kepercayaan bahwa
suatu penyakit disebabkan oleh pengaruh buruk dari luar atau
"roh-roh" jahat, maka suatu kebaktian Pemberkahan dapat menjadi
obat penawar yang baik. Tetapi, sebagai umat Buddha yang mengerti,
kita jangan menyerahkan diri pada kepercayaan atau khayalan keliru
bahwa "roh-roh" jahat merupakan sebab penyakit kita.
Sejumlah sutta menganjurkan pembacaan unsur-unsur pencerahan
(bojjhanga) dengan tujuan untuk penyembuhan penyakit jasmani. Pada
dua peristiwa, saat para bhikkhu senior Mahakassapa dan
Mahamoggallana sedang sakit, Sang Buddha membacakan unsur-unsur
pencerahan dan diceritakan bahwa para bhikkhu tersebut kembali
sehat (S.v,79-80). Mungkin perlu dicatat bahwa semua bhikkhu yang
bersangkutan adalah arahatta,Bojjhanga Samyutta juga menceritakan
bahwa suatu waktu Sang Buddha sakit, Beliau meminta Cunda
membacakan unsur-unsur pencerahan (S.v,81). Sang Buddha merasa
senang dengan pembacaan tersebut dan diceritakan Beliau kembali
sehat. saat bhikkhu Girimananda sakit parah (A.v,109), Sang Buddha
memberitahu Ananda bahwa jika khotbah tentang sepuluh kesadaran
(dasa saa) disampaikan kepadanya, ia mungkin menjadi sehat. Sepuluh
kesadaran adalah kesadaran tentang ketidakkekalan, tanpa diri,
kekotoran badan, akibat-akibat buruk (tentang adanya jasmani),
pelenyapan (kesenangan-kesenangan nafsu), ketidakmelekatan,
penghentian, kekecewaan dengan seluruh duniawi, ketidakkekalan
semua benda, dan konsentrasi pernafasanBIMBINGAN PASIEN MENJELANG
AJALKeadaan sakit adalah saat seseorang sedang menghadapi
kenyataan-kenyataan hidup dan kondisi ini adalah suatu kesempatan
baik untuk menanamkan suatu kesadaran spiritual yang mendesak,
bahkan dalam batin yang paling materialistis sekalipun. Lebih
lanjut lagi, seseorang yang sedang sakit tentunya mempunyai
perasaan takut pada kematian yang lebih besar daripada saat ia
sedang sehat. Cara-cara yang paling bagus untuk menenangkan
perasaan takut ini adalah dengan mengalihkan perhatian kepada
Dhamma. Dalam pengawasannya, perawat diharapkan memberikan
bimbingan spiritual kepada pasien sebagai suatu bagian dan paket
dari kewajiban seorang perawatDalam Tipitaka Pali terdapat banyak
kejadian tentang pemberian nasihat kepada orang sakit menjelang
kematian. Membicarakan tentang kematian kepada pasien yang akan
meninggal adalah merupakan pokok pembicaraan yang tidak
menyenangkan. Sebaliknya, kenyataan kematian dan kemungkinan segera
datangnya kematian haruslah diterima tanpa kepura-puraan dan pasien
disiapkan untuk menghadapi kematian dengan keyakinan dan
ketenangan.Saran yang diberikan oleh Nakulamata kepada Nakulapita
sangat bermanfaat dalam hal yang berhubungan dengan ini
(A.iii,295-98). Suatu waktu Nakulapita berpenyakit serius dan
istrinya Nakulamata memperhatikan bahwa ia gelisah dan cemas. Maka
istrinya menyarankannya: Mohon tuan jangan menghadapi kematian
dengan kegelisahan. Kematian adalah sesuatu yang menyakitkan bagi
seseorang yang gelisah. Sang Buddha memandang rendah kematian
dengan kegelisahan. Mungkin anda cemas bahwa saya tidak akan mampu
menyokong keluarga setelah kematian anda. Mohon jangan berpikiran
demikianSotapattisamyutta berisikan ajaran berharga tentang nasehat
kepada orang sakit menjelang kematiannya (S.v,408). Suatu waktu,
Mahanama seorang suku Sakya menanyakan Sang Buddha bagaimana
seorang umat awam bijaksana harus menasehati umat awam bijaksana
lainnya yang sakit menjelang kematian. Harus dicatat di sini bahwa
penasehat dan pasien keduanya adalah umat awam Buddhis yang
bijaksana. Sang Buddha memberikan sebuah kotbah menyeluruh tentang
bagaimana hal ini dilakukan. Pertama, umat awam bijaksana harus
menenangkan umat awam bijaksana yang sedang sakit menjelang
kematian dengan empat keyakinan: Tenanglah teman, anda mempunyai
keyakinan yang tak tergoyahkan pada Buddha, Dhamma dan Sangha,
bahwa, Sang Buddha telah sepenuhnya mencapai penerangan, Dhamma
dibabarkan dengan baik, dan Sangha bertata tertib baik. Anda juga
telah mengembangkan tindakan-tindakan bijaksana tak ternoda yang
membantu konsentrasi.Maka setelah menghibur pasien dengan empat
keyakinan, ia seharusnya menanyakannya apakah ia mempunyai
kerinduan / keterikatan apapun pada orang tuanya. Jika ia berkata
ada, harus ditunjukkan bahwa kematian tentunya akan datang apakah
ia mempunyai keterikatan pada orang tuanya atau tidak. Maka, akan
lebih baik menghentikan keterikatan itu. Selanjutnya, jika ia
berkata ia telah memutuskan keterikatan pada orang tuanya, ia harus
ditanyai apakah ia mempunyai kerinduan / keterikatan pada istri dan
anak-anaknya. Dengan alasan sama, ia harus diyakinkan untuk
menghentikan keterikatan itu pula. Selanjutnya ia harus ditanyai
apakah ia mempunyai keterikatan pada nafsu-nafsu keinginan duniawi.
Jika ia berkata ada, ia harus diyakinkan bahwa keinginan-keinginan
spiritual adalah lebih tinggi daripada keinginan-keinginan manusia,
dan harus didorong untuk mencapai keinginan-keinginan spiritual.
Selanjutnya, ia perlahan-lahan dibimbing menuju tingkat keinginan
spiritual dan saat ia sampai di surga tertinggi dari alam
kesadaran, perhatiannya dialihkan ke dunia Brahma. Jika ia berkata
ia telah menyelesaikan pencapaian dunia Brahma, ia seharusnya
dinasehati bahwa bahkan dunia Brahma bersifat tidak kekal dan
kelahiran kembali. Maka, lebih baik bercita-cita untuk penghentian
kelahiran kembali
manusia yang mempunyai mata pencaharian tidak benar juga dapat
dibimbing menuju suatu kelahiran kembali yang lebih bahagia dengan
pemberian nasehat pada saat penting sebelum menjelang
kematianBrahmana Dhananjani adalah seorang pemungut pajak yang tak
benar, ia memeras raja dan masyarakat umum (M.ii,184-96). Yang
Mulia Sariputta pernah bertemu dengannya dan menasehatinya tentang
akibat-akibat dari kehidupan yang tidak benar. Segera setelah
Dhananjani sakit parah, Sariputta dipanggil olehnya. Setelah
diberitahu tentang kesehatannya, Dhananjani memberitahu Sariputta
bahwa ia mempunyai sakit kepala yang tak tertahan. Selanjutnya
Sariputta berbincang dengannya, perlahan-lahan menuntun
perhatiannya dari alam kehidupan lebih rendah ke lebih tinggi
sampai sejauh alam Brahma. Setelah mengalihkan perhatian pasien
yang diambang kematian ke alam Brahma, Sariputta melanjutkan
menjelaskan jalan menuju pencapaian alam Brahma, yaitu pengembangan
penuh brahmavihara cinta kasih universal, belas kasihan, simpati
dan keseimbangan batin agar meliputi semua penjuru. Sariputta pergi
dan tidak lama kemudian Dhananjani meninggal.PERAWATAN JENAZAH DAN
PEMAKAMAN petunjuk teknis tentang perawatan jenazah dan pemakaman
telah dikeluarkan oleh Direktur Urusan Agama Buddha Nomor:
01/JUKNIS/II/1992:Merawat jenazah:1. Sesaat setelah
almarhumah/almarhum menghembuskan nafas yang terakhir , badannya
digosok dengan air kayu cendana, atau dengan menaruh es balokan di
bawahnya agar jenazah tidak kaku
2. Setelah itu jenazah diletakkan di atas meja dan ditutupi kain
setelah itu baru dibacakan paritta-paritta atau doa-doa sebagai
berikut:Namakara Gatha, Pubbabhaganamakara Pamsukula Gatha,Maha
Jaya Mangala Gatha setelah pembacaan paritta dilakukan pemandian
Jenazah
Pemandian jenazah1. Jenazah setelah disembahyangkan kemudian
diusung ke tempat pemandian yang telah disiapkan2. Jenazah
dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga,
lalu dibilas dengan air yang sudah dicampur dengan minyak wangi.3.
Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh
badannya dan giginya disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu
dibilas lagi dengan air bersih4. Sehabis itu jenazah dilap dengan
handuk.
Pemakaian pakaian pada jenazah1. Jenazah laki-laki Pakian
jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang
paling disenangi oleh almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir
rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua tangannya
dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki
berwarna putih. 2. Jenazah Perempuan Pakaian jenazah perempuan
adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian
adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu
dia hidup. Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila
rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu kedua tangannya diberi
sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
3. Jenazah Khusus PanditaPakaian khusus Pandita adalah memakai
jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung tangan, dan kedua
kakinya diberi kaos kaki berwarna putihMEMASUKKAN JENAZAH KE DALAM
PETI
Peti jenazah yang sudah disiapkan, kemudian keempat sisi bagian
dalam dilapisi kain putih, juga bagian bawah dan tutup peti
tersebut. Kemudian dikeempat sisi tersebut dipasang atau di hiasi
dengan rangkaian-rangkaian bunga, setelah itu jenazah dimasukkan ke
dalam peti dan kepala bagian bawah diganjal dengan bantal kecil,
begitu pula samping kanan dan samping kiri. Setelah itu dengan peti
masih dalam keadaan terbuka dibacakan paritta-paritta suci
PERSEMAYAMAN JENAZAHSetelah peti jenazah ditutup rapat, jenazah
dapat langsung diberangkatkan ke makam/krematorium, atau dapat juga
disemayamkan pada tepat yang telah ditentukan (tergantung
permintaan keluarganya). Jika jenazah disemayamkan maka di atas
peti jenazah itu dibuat sebuah altar dan di atasnya di pasang dua
buah vas bunga di sebelah kanan dan sebelah kiri kemudian tengahnya
dipasang foto almarhum/almarhumah dan sebelah depan dipasang lilin,
dan di tengah dipasang dupa dan air untuk pemberkahan. Selama
disemayamkan dapat dibacakan peritta/doanya pun sama dengan pada
waktu jenazah belum ditutup petinya.
DI MAKAM ATAU DI KUBURAN
1. Setelah sampai dipemakaman/kuburan, jenazah diletakkan di
atas liang lahat, petinya ditopeng dengan dua buah kayu 2. Bagi
anggota militer, diadakan upacara militer terlebih dahulu 3.
Setelah itu baru jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat 4. Pandita
atau petugas upacara mempersiapkan upacara pembacaan paritta atau
doa, lalu pemimpin kebaktian memberi tanda kebaktian/pembacaan
paritta dimulai dengan membunyikan gong/lonceng. Pemimpin kebaktian
menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa ditempatnya. Sementara
hadirin berdiri dihadapan peti jenazah dan bersikap anjali. Setelah
dupa diletakkan ditempatnya, hadirin menghormat dengan menundukkan
kepala.Pada saat paritta/doa dibacakan, pemimpin kebaktian atau
pandita menaburkan bunga ke dalam liang lahat, kemudian diikuti
oleh para hadirin atau pelayat lainnya. Setelah selesai acara tabur
bunga ini, pemimpin kebaktian/pandita membacakan paritta/doa sambil
memercikkan air suci. Adapun paritta atau doanya adalah Sumangala
Gatha II.
DI KREMATORIUM1. Bagi jenazah yang akan diperabukan, setelah
sampai di tempat perabuan atau krematorium, jenazah langsung
dimasukkan di tempat perabuan, kemudian seluruh bunga-bungaan yang
dipakai menghiasi bagian atas peti jenazah tetap ikut dibakar.
2. Apabila yang meninggal adalah seorang anggota militer,
terlebih dahulu diadakan upacara kemiliteran
3. Pandita/pemimpin kebaktian bersiap-sap untuk membaca
paritta/doa. Adapun doa atau paritta-parittanya adalah sama saja
dengan upacara di makam atau dipekuburan.
4. Setelah selesai pembacaan paritta/doa dibacakan, lalu
dilanjutkan dengan penyulutan api yang dilakukan oleh pihak
keluarga khususnya anak yang tertua.
PELARUNGAN JENAZAH
1. Setelah pembakaran jenazah selesai, lalu abu jenasah tersebut
setelah dingin kemudian di masukkan ke dalam kantung yang
tersedia.
2. Untuk pelrungan abu jenasah tersebut dicari tempat yang
airnya jernih, misalnya di laut atau danau
3. Setelah menemukan tempat yang airnya cukup jernih, lalu
perahu yang membawa abu jenazah tersebut berputar membuat lingkaran
sebanyak tiga kali putaran.
* Untuk putaran yang pertama ditaburkan bunga-bungaan yang sudah
disediakan
* Untuk putaran yang kedua ditaburkan abu jenasah tersebut
* Untuk putaran yang ketiga ditaburkan agi bunga-bungaan.