Top Banner
340

BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Sep 16, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.
Page 2: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak i

BUDAYA BELAJAR ADAPTIFKERAJINAN PERAK

kasus masyarakat nagari kotogadang,provinsi sumatera barat

M. NASRUL KAMAL

Page 3: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

ii M. Nasrul Kamal

Page 4: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak iii

BUDAYA BELAJAR ADAPTIFKERAJINAN PERAK

Kasus Masyarakat NagariKotogadang, Provinsi Sumatera Barat

Dr. M. Nasrul Kamal, M.Sn

2020

Penerbit

Undang-Undang Republik Indonesia

Page 5: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

iv M. Nasrul Kamal

No 19 Tahun 2002Tentang Hak Cipta

Pasal 72Ketentuan PidanaSaksi Pelanggaran

1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu Ciptaan atau memberi izinuntuk itu, dipidana dengan pidana penjara palng singkat 1(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjarapaling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyakRp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)

2) Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan,memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umumsuatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Ciptaatau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah)

Page 6: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak v

Kamal, M.NasrulBudaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak

Penerbit: CV.Uwais, Inspirasi IndonesiaJalan Gajah Mada Rt. 02/Rw 01. Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo,Jawa TimuR, 63481; (4JF8+8C Pulung)Email: [email protected]

Editor, Drs. Nasbahry Couto, M.Sn

Penerbit: CV. Uwais, Inspirasi Indonesia, Ponorogo,Tahun 20201 (satu) jilid; dicetak dua versi: A5(14,8x21) dan B5 (17,5x25)total halaman Isi: 288 + xviiiBibliografi: 289-300, Glosari: 301-308Indeks: 309-313

ISBN: 978-623-227-271-2

1. Pedagogi Antropologi2. Kerajinan Perak3. Pembelajaran Adaptif

I. Judul

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. dilarang memperbanyak ataumemindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun.Secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam,atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit

Penyusun Dr. M. Nasrul Kamal M. Sn.Editor (1) Substansi (edit substansi Isi) danBahasa Indonesia

Drs. Nasbahry Couto, M. Sn.

Layout & Kover Tim LayoutPalatino Linotype 10,5 pt.; Calendas Bold

Page 7: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

vi M. Nasrul Kamal

Page 8: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dankarunianya sehingga buku tentang “Budaya Belajar AdaptifArtisan Perak di Sumatera Barat Kasus Masyarakat NagariKotogadang ” ini dapat selesai.

Sebenarnya buku ini mengambil bahan bacaan bukan hanyakhusus dari penelitian penulis tentang pengrajin di NagariKotogadang, yang terkenal itu. Buku ini juga disusun ataspengalaman penulis tentang kerajinan perak masyarakatKotogadang yang lebih intens, karena dasar pengetahuan inisudah ada waktu belajar di level S1, jurusan logam di ISI Yogyakarta.

Ternyata pembelajaran seni dan kerajinan itu tidak sajaberlangsung pada sekolah formal dan nonformal, tetapi jugaberlangsung secara alamiah dalam masyarakatnya. Oleh karenaitu tidak salah jika pembelajaran berdasarkan budaya menjadisorotan dalam buku ini. Namun bagaimana pembelajaranbudaya (cultural learning) itu berlangsung, memang menjadifokus dari buku ini. Apakah pembelajaran itu berlangsungsecara budaya adaptasi, budaya simbolik, dan budayakolaborasi. Tentu saja juga ditilik dari sisi kebudayaanMinangkabau.

Selanjutnya tentu saja buku ini banyak gunanya terutamauntuk bahan penelitian tentang antroplogi pendidikan yangbelum banyak dijamah oleh dunia pendidikan dan juga sifatbudaya visual (visual culture) yang banyak sumbangan kepadabudaya indonesia yang sifatnya multikultural ini. Oleh karenaitu Buku ini disusun atas. Bab I. Fenomena Intelektual danBudaya Pengrajin di Nagari Kotogadang, Bab II Teori Budaya

Page 9: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

viii M. Nasrul Kamal

Belajar Adaptasi, Kolaborasi dan Simbolik, Bab III KondisiObjektif Nagari Kotogadang, Bab IV Kerajinan PerakKotogadang, Bab V. Pengrajin Perak Kotogadang dari SudutPandang Budaya Belajar Adaptif dan Simbolis, Bab VI. Analisisdan Penelitian. Bab. VII Penutup. Seyogyanya buku ini dapatdipakai untuk kalangan umum, atau masyarakat yang tertariktentang bahasan bagaimana sebenarnya masyarakat minang itubelajar dan memberikan pembelajaran pergenerasi.

Untuk buku ini penulis mengucapkan terimakasih kepadaberbagai pihak yang telah membantu terujudnya buku ini sebabtanpa sokongan moril maka buku ini tidak bisa terujud denganbaik. Demikian juga terimakasih kami ucapkan kepada bapak/ibu jajaran pimpinan Jurusan, Fakultas dan Universitas NegeriPadang yang telah memberikan sokongan terhadap hadirnyabuku ini. Terimakasih khusus kepada Bp. Nasbahry Couto.,yang telah telah bersedia membaca kembali berbagai laporanpenelitian, jurnal dan naskah asli buku ini yang penulis ajukankepada beliau sehingga dapat menjadi buku ini.

Kritik dan saran yang konstruktif, bersifat ilmiah danmembangun sangat diharapkan untuk memperkaya danmemperluas wawasan keilmuan pengembangan kurikulum danpendidikan Seni dan Kerajinan. Akhir kata, semoga hasil kajianini dapat memberi manfaat yang seluas-luasnya bagiperkembangan ilmu pendidikan, terutama bagi disiplin ilmupengembangan seni dan budaya di Indonesia.

Padang , 2020

Penulis

Dr. M. Nasrul Kamal M. Sn.

Page 10: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak ix

Kata SambutanRektor Universitas Negeri Padang

ertama, saya ingin mengucapkan selamat atasterbitnya buku “Budaya Belajar Adaptif KerajinanPerak di Sumatera Barat Kasus Masyarakat Nagari

Kotogadang ”, yang ditulis oleh Dr. Nasrul Kamal, M.Sn, diselakesibukannya baik sebagai dosen Jurusan Seni Rupa dan juga diProdi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Bahasa dan SeniUniversitas Negeri Padang. Sehingga buku ini dapatdiselesaikan dengan baik ke hadapan pembaca sekalian.

Selanjutnya, saya juga menyambut gembira atas hadirnyabuku ini yang membahas bagaimana pembelajaran berdasarkanbudaya (cultural learning) itu berlangsung di dalam masyarakatMinangkabau, khususnya pada pengrajin Perak Kotogadangyang memang menjadi fokus dari buku ini. Apakahpembelajaran itu berlangsung secara tipe budaya adaptasi, tipebudaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkandengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau. Tentu sajanarasi tentang ini banyak gunanya terutama untuk bahanpenelitian tentang antropologi pendidikan seni rupa dankerajinan yang mungkin petamakalinya ditulis di jurusan SeniRupa, dan yang belum banyak dijamah oleh dunia pendidikandi UNP Padang.

Dengan hadirnya buku ini akan memperkaya danmenyumbang lebih banyak lagi tentang konsep dan teori tentangpembelajaran dan pendidikan di UNP Padang dan implikasinyakeberbagai hal di bidang pendidikan dan pengajaran. Dan tentusaja juga memberi sumbangan kepada pengetahuan yang lebih

P

Page 11: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

x M. Nasrul Kamal

mendalam dari aspek multikultural pendidikan dan budaya diIndonesia. Oleh karena itu, buku ini menurut saya menarikdibaca karena bukan saja Kotogadang terkenal sebagai kampunghalaman tokoh-tokoh intelektual dan pemimpin Indonesia,seperti Agus Salaim, Sutan Syahrir, Rohana Kudus dansebagainya, namun juga terkenal karena kerajinan sulaman danperaknya. Disamping itu kita juga harus memahami lebih dalamsebenarnya mengenai apa dan bagaimana tentang prosespembelajaran yang terjadi secara alami di desa kecil ini sesuaidengan topik buku ini.

Buku ini juga menarik dibaca karena dibahas oleh yangpernah mendalami kerajinan logam sewaktu belajar di tingkat S1S1, FSRD ISI Yogyakarta (1990) dan yang menjadikan buku iniberbeda dengan karya/buku lainnya.

Akhirnya, kepada penerbit dan berbagai pihak yangmembantu penerbitan buku ini saya sampaikan terima kasih danpenghargaan yang setinggi-tingginya.

Padang, February 2020Prof. Drs. H. Ganefri, M.Pd., Ph.D.

Page 12: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak xi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................VIIKata Sambutan Rektor Universitas Negeri Padang......................IXDaftar Isi. .................................................................................................XIDaftar Gambar ...................................................................................XVIIDaftar Tabel .........................................................................................XXIDaftar Box ........................................................................................... XXII

BAB I. FENOMENA INTELEKTUAL DAN BUDAYAPENGRAJIN DI NAGARI KOTOGADANG .................1

A. PENDAHULUAN ............................................................................11. Fenomena Kotogadang Sebagai Asal Cendikiawan

Indonesia ................................................................................12. Kenapa Nagari Kotogadang Menjadi Tempat

Pengrajin Perak?....................................................................7B. FENOMENA KOTOGADANG SEBAGAI TUJUAN WISATA ..........11C. DARI MANA MEREKA BELAJAR, BAGAIMANA PROSES

BELAJARNYA? BELAJAR OTODIDAK DAN BELAJAR DARI

YANG LEBIH PANDAI (MAGANG) .........................................15D. FENOMENA BELAJAR SENI DAN KERAJINAN...........................16

1. Sistem Pewarisan (Parental Sucsesion/ PenggantianOrang Tua) ...........................................................................17

2. Sistem Magang, Pencantrikan, Clerk, Volunteer,Overripe (Apprentice) .......................................................17

3. Sistem Sanggar, Studio dan Atelier.................................194. Home Schooling....................................................................20

E. SEKOLAH FORMAL, DAN NONFORMAL DAN INFORMAL........211. Pembelajaran Seumur Hidup (Long Life Education) dan

Definisi Coombs ..................................................................24

Page 13: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

xii M. Nasrul Kamal

2. Pendidikan Formal, Pendidikan dan PengembanganNon-Formal .........................................................................26

3. Karakteristik Pendidikan Non Formal .............................284. Sekolah Formal dan Nonformal Versi Indonesia..........36

BAB II TEORI BUDAYA BELAJAR ADAPTASI,KOLABORASI DAN SIMBOLIK .....................................41

A. KEBUDAYAAN.............................................................................411. Perspektif Struktual Fungsional .......................................412. Perspektif Adaptasi Budaya (Cultural Adaptation

Perspective)..........................................................................463. Perspektif Interaksi Simbolik...........................................514. Perspektif Kolaborasi Budaya (Cultural Collaboration

Perspective)..........................................................................55B. PEMBELAJARAN...........................................................................59

1. Pembelajaran: Perspektif Filsafat Pendidikan(Educational Philosophy Perspective) .............................60

2. Pembelajaran: Perspektif Sosial (Social Perspective) .....643. Pembelajaran: Perspektif Sosial Budaya..........................71

C. BUDAYA BELAJAR .......................................................................831. Substansi Budaya Belajar....................................................832. Karakteristik Budaya Belajar..............................................963. Azas Budaya Belajar..........................................................1044. Tipologi Budaya Belajar...................................................110

BAB III NAGARI KOTOGADANG SEBAGAI BAGIAN DARIKECAMATAN IV KOTO DI KABUPATEN AGAM,SUMBAR .............................................................................125

A. PENDAHULUAN ........................................................................1251. Provinsi Sumatera Barat ....................................................1252. Kependudukan Sumatera Barat .......................................1273. Kebudayaan Masyarakat Sumatera Barat .......................1284. Kesenian Masyarakat Sumatera Barat .............................130

Page 14: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak xiii

4. Lokasi Kotogadang di Kabupaten Agam PropinsiSumatera Barat ..................................................................137

B. KECAMATAN IV KOTO DAN SEJARAHNYA ..............................1381. Istilah Koto dan Nagari....................................................1382. Kecamatan IV Koto............................................................1403. Sejarah Ringkas Kecamatan IV Koto................................142

C. NAGARI KOTOGADANG..........................................................1461. Lingkungan Alam Nagari Kotogadang ........................1483. Pembagian Nagari Kotogadang.....................................1483. Kotogadang Menurut Salah Satu Tambo ......................1515. Perkembangan Nagari Kotogadang di Zaman

Kolonial....... .......................................................................1524. Migrasi Penduduk Kotogadang .....................................153

BAB IV KERAJINAN PERAK KOTOGADANG......................159A. PERKEMBANGAN KERAJINAN PERAK KOTOGADANG ..........159

1. Awal Kebangkitan Kerajinan...........................................1592. Kerajinan Perak..................................................................1603. Era Amai Setia (1911) ........................................................1624. Tahun 1942-1945: Era Jepang ............................................1765. Era 50-An ............................................................................1776. Dukungan Keluarga ..........................................................1827. Dukungan Masyarakat .....................................................183

B. PENGEMBANGAN ALAT DAN BAHAN SERTA TENIK PRODUKSIKERAJINAN PERAK KOTOGADANG......................................186

1. Bahan Baku.........................................................................1862. Alat dan Bahan.................................................................189

BAB V PENGRAJIN PERAK KOTOGADANG DARI SUDUTPANDANG BUDAYA BELAJAR ADAPTIF DANSIMBOLIS ...........................................................................199

A. POLA PERILAKU BUDAYA BELAJAR ADAPTIF PENGRAJIN

PERAK DI KOTOGADANG ...................................................1991. Perwujudan Budaya Belajar Pengrajin Kotogadang...201

Page 15: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

xiv M. Nasrul Kamal

2. Prinsip Dasar Budaya Belajar Masyarakat PengrajinPerak...........................................................................................219

B. POLA PERILAKU BUDAYA BELAJAR SIMBOLIK ......................2231. Perilaku Budaya Belajar Simbolik Kepada Adat dan

Tradisi.................................................................................2242. Pola Strategi Budaya Belajar Simbolik..........................2243. Strategi Belajar Simbolik pada Tradisi Minangkabau .2254. Pembelajaran Budaya Simbolik pada Produk Kerajinan

Perak ...................................................................................2323. Makna Cincin Tando di Kotogadang..........................240

BAB VI ANALISIS DAN PENELITIAN.......................................247A. BEBERAPA PENELITIAN LAIN YANG RELEVAN .....................247B. PENELITIAN PENULIS ...............................................................250C. PENELITIAN TENTANG KAJIAN RUPA KERAJINAN PERAK

KOTOGADANG KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT(2015)....................................................................................251

1. Tim Peneliti/Penulis ...........................................................2512. Fokus Penelitian dan Metode Penelitian......................2513. Hasil Penelitian...................................................................252

D. PENELITIAN TENTANG PENGEMBANGAN MODULPEMBELAJARAN KERAJINAN PERAK PADA SENTRA AMAI

SETIA KOTOGADANG (2017) ..............................................2571. Tim Peneliti/Penulis ...........................................................2572. Fokus Penelitian dan Metode Penelitian......................2573. Hasil Penelitian ..................................................................258

F. PENELITIAN TENTANG MAKNA SIMBOL KERAJINAN PERAKKOTOGADANG KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT(2018-2019) ..........................................................................262

1. Tim Peneliti/Penulis ..........................................................2622. Fokus Penelitian dan Metode Penelitian......................2633. Hasil Penelitian ..................................................................264

Page 16: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

xvi M. Nasrul Kamal

Page 17: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Perhimpunan Julius, 1906. Sumber: Catatan Harianseorang Integralis,...............................................................4

Gambar 1.2 Miniatur Rumah Gadang dari Perak, Sumberhttp://www.inditourist.com/ .............................................9

Gambar 1.3 Sulaman Kapalo Samek Kotogadang, Sumber Penulis10Gambar 1.4 Jalur Great Wall, Sumber Penulis ...................................12Gambar 1.5 Dua Jalur Jalan Menuju Kotogadang (Sumber Penulis),

Peta Kecamatan IV Koto, A. Nagari Kotogadang,B.Nagari Koto Tuo, C. Guguak Sarojo, D.Nagari KotoPanjang. Sumber: Nasbahry.C (2003)............................13

Gambar 1.6 Jalur Pertama Jalan Menuju Kotogadang meliwatingarai sianok yang dapat ditempuh dengan mobilselama 16 menit dari kota Bukittinggi ( bukan meliwati“great wall”) ......................................................................14

Gambar 2.1 Model Pengendalian Hirarki Sibernetik, Sumber:Soekamto, 1986: 48............................................................42

Gambar 2.2 Struktur Adaptasi Lintas Budaya. From BecomingIntercultural: The Integrative Theory of Cross-CulturalAdaptation (P. 87), By Y. Y. Kim, 2001, Thousand Oaks,CA: SAGE. Copyright 2001, [] .........................................45

Gambar 2.3 The Process of Cross-Cultural Adaptation: The Stress-Adaptation-Growth Dynamic. From BecomingIntercultural: An Integrative Theory of Cross-CulturalAdaptation (P. 59), By Y. Y. Kim, 2001, Thousand

Page 18: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

xviii M. Nasrul Kamal

Oaks, CA: SAGE. Copyright 2001, Reprinted WithPermission. ........................................................................47

Gambar 2.4 Perspektif Utama Psikologi Sosial. Sumber:Https://Study.Com/Academy/Lesson/Major-Perspectives-Of-Social-Psychology.Html......................65

Gambar 2.5 Surau Suku. Surau adalah Tempat Belajar KomunitasMinangkabau Zaman Dahulu, Sumber:Http://Nasbahrygallery1.Blogspot.Com/2011/03/Islam-dan -Budaya-Lokal-Minangkabau.Html .......................72

Gambar 2.6 Single-Loop dan Double-Loop Learning, Sumber:Https://Markhneedham.Com/Blog/2011/03/30/Thoughtworks-University-A-Double-Loop-Learning-Example/ ............111

Gambar 2.7 Deutero-Learning, Https://Media.Springernature.Com...........................................................................................112

Gambar 2.8 Adaptive-Learning, Https://Media.Springernature.Com...........................................................................................116

Gambar 3.1 Peta Penggunaan Bahasa Minangkabau:Sumber:Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Budaya_Minangkabau...........................................................................................129

Gambar 3.2 Pencak Silat Sumatera Barat, Sumber:Https://Www.Superadventure.Co................................136

Gambar 3.3 Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat, Sumber:Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Sumatra_Barat .........138

Gambar 3.4 Tempat-Tempat Perajin dan Penjualan KerajinanPerak Masa Sekarang, Sumber Google Map (2018),Modifikasi Oleh Penulis ................................................141

Gambar 3.5 Peta Kecamatan IV Koto, A. Nagari Kotogadang,B.Nagari Koto Tuo, C. Nagari Guguak Sarojo, D.Nagari Koto Panjang. Sumber: Nasbahry (2003).......147

Gambar 3.6 Nagari Kotogadang terbelah oleh ngarai, sehingga adajorong yang terisolir, yaitu jorong Subarang TigoJorong. Sumber Google map (2018) .............................149

Page 19: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak xix

Gambar 3.7 Peta Nagari Kotogadang dan Posisinya TerhadapKota Bukittinggi, Sumber: Google Maps. ....................151

Gambar 3.8 Migrasi penduduk menurut Tambo, dimana pendudukbukit Kapanehan (kotogadang ) mencari tanah baru keKoto Tuo, ke Guguak dan ke Koto Panjang. SumberNasbahry (2003) ..............................................................156157

Gambar 4.1 Foto Rohana Kudus. Sumber: Foto Repro Kamal Maret2015 ...................................................................................163

Gambar 4.2 Foto Gedung Usaha Amai Setia. Sumber: Foto KamalMaret 2015........................................................................164

Gambar 4.3. Hubungan Kekerabatan Dalam Model ManajemenKekeluargaan, Hubungan Langsung dan TidakLangsung, Serta Garis Komando..................................165

Gambar 4.4 Butir Perak Murni Dibungkus Sumber: Silver WorkRulfoto Kamal Maret 2015 .............................................187

Gambar 4.5 Butir Perak Murni Diwadah Sumber: Silver Work RulFoto Kamal Maret 2015 ..................................................188

Gambar 4.6 Kawat Kasar Sumber: Silver Work Rul, Foto KamalMaret 2015........................................................................188

Gambar 5.1 Imitasi dan stilasi bentuk: Dua Kreasi Lumba-Lumbadan Motif Kudo Manyipak Serta Kaluang Motif DaunPuluik-Puluik ....................................................................205

Gambar 5.2 Bros dengan Stilasi bentuk Kupu-Kupu (bentukbergaya kupu-kupu).......................................................206

Gambar 5.3 Bros dari Motif Merak ..................................................207Gambar 5.4 Bros dari Motif Kumbang Jati .....................................207Gambar 5.5 Bros dari Motif Kepala Kerbau....................................208Gambar 5.6 Miniatur dari Motif Surau............................................211Gambar 5.7 Miniatur dari Motif Kabau Pedati.................................212Gambar 5.8 Bros dari Motif Rangkiang...........................................212Gambar 5.9 Perhiasan Kalung dari Motif Buah Rumbai ..............213Gambar 5.10 Perhiasan Kalung/Dukuah, Motif Kreasi....................214

Page 20: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

xx M. Nasrul Kamal

Gambar 5.11 Perhiasan Kalung dari Motif Daun Asam ................214Gambar 5.12 Perhiasan Kalung dari Motif Daun Asam ................215Gambar 5.13 Perhiasan Kalung dari Motif Bola/Rago ..................215Gambar 5.14 Perhiasan Kalung dari Motif Daun Nangka ...........216Gambar 5.15 Perhiasan Kalung Motif Buah Rambai......................216Gambar 5.16 Perhiasan Kalung Motif Buah Cengkeh....................217Gambar 5.17 Perhiasan Kalung Motif Daun Nangka.....................217Gambar 5.18 Perhiasan Gelang Motif Ulo Permato/Ular ..............218Gambar 5.19 Perhiasan Gelang Motif Galang Induk .....................218Gambar 5.20 Perhiasan Cincin Tando ..............................................239Gambar 5.21 Perhiasan Cincin Sehari-Hari .....................................240

Page 21: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tipologi program pendidikan menurut Coombs (Coombset al 1973) ................................................................................25

Tabel 1.2 Model Tipe Ideal Pendidikan Formal dan Non-Formal..33

Tabel 2.1 Hubungan Antarfungsi yang Membentuk SistemTindakan,................................................................................44

Tabel 3.1 Nagari dan Jorong di Kecamatan IV Koto .......................145Tabel 4.1 Alat yang di gunakan Pengrajin Perak Kotogadang,

Sumber: Silver Work Rul, Foto Kamal 2015 ....................189Tabel 5.1 Bentuk Simbolik pada Ornamen Bunga Mawar .............233Tabel 5.2 Bentuk Simbolik pada Ornamen Bunga Melati...............234Tabel 5.3 Bentuk Simbolik pada Ornamen Bunga Matahari ..........235Tabel 5.4 Rekapilurasi Prinsip Dasar Budaya Belajar Masyarakat

Nagari Kotogadang Dalam Kecakapan MengelolaKerajinan Perak ...................................................................244

Tabel 7.1 Beberapa penelitian yang pernah penulis laksanakan ...250Tabel 7.2 Rekapitulasi Makna Pembelajaran ....................................288

Page 22: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

xxii M. Nasrul Kamal

DAFTAR BOX

Box 2.1 Lapau Sebagai Media Sosial dan Pembelajaran SK.Haluan:Iwan. DN. (sabtu,11 Juni,2016) .............................................77

Box. 4.1 Amai Setia..............................................................................169Box. 4.2 Minang Saisuak: “Dua Pandai Emas” ..............................173

Page 23: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 1

BAB. IFENOMENA INTELEKTUAL DAN BUDAYA

PENGRAJIN DI NAGARIKOTOGADANG

A. Pendahuluan

1. Fenomena Kotogadang Sebagai Asal CendikiawanIndonesia

ersinggungan budaya masyarakat lokal dengan budayapenjajah belanda khususnya oleh penduduk negeri Kotogadang ditanggapi dengan sikap yang berbeda dengan

sikap penduduk di nagari lain di Minangkabau pada zamankolonial. Hal ini sering dibahas oleh para pakar ahli sejarahseperti yang dikemukakan oleh Mestika Zed dalam sebuahresensi buku.

“APA yang membuat nagari (desa) Kota Gadang sampai sekarangterkenal sebagai nagari (desa) ”Entah karena penakutnya, karenatajam pikirannya, atau karena halus pandangannya, maka paradatuk ninik-mamak orang Kotogadang dari dahulu masa KompeniOlanda.... menunjuk kan taat dan yakinnya kepada wakil-wakilpemerintah Belanda...” (h. 165). Ucapan Yahya Datuk Kayo, peloporkemajuan Nagari Kotogadang dalam sebuah rapat Studiefondstahun 1922 itu, menarik untuk disimak sebagai kata kunci untukmenerangkan rahasia ”kemajuan”Kotogadang tempo dulu.

P

Page 24: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

2 M. Nasrul Kamal

Ungkapan Minangkabau mengatakan, ”takut dilanda banjir,jangan berumah di teping pasang; takut kena tembak lari kepangkal bedil”. Orang Kotogadang tampaknya sangat cerdasmenafsirkan kearifan nenek moyang itu, sehingga kendati pun adarasa takut, itu manusiawi. Namun penakutnya orang Kotogadangagaknya hanyalah sekedar strategi resistensi untuk survive. Setelahitu dengan segala daya upaya dan ketajaman fikiran pemukamasyarakatnya, maka jadilah Kotogadang seperti yang dikenaldalam sejarah Indonesia modern. [1]

Seperti yang diketahui nagari Kotogadang di SumateraBarat merupakan nagari/desa yang paling banyak melahirkansarjana di Indonesia. Yaitu sejak zaman penjajahan sampaisekarang, sebab keluarga-keluarga di Kotogadang tetap mengutamakan pendidikan kepada anggota keluarganya. Kalaumasyarakat daerah lain di Minangkabau merantau umumnyauntuk berdagang, maka masyarakat Kotogadang merantauuntuk menuntut ilmu pengetahuan.[2]

Dalam sejarah tercatat, sejak tahun 1856, dari 28 SekolahDesa dengan tempo belajar tiga tahun yang berdiri di berbagainagari-nagari di Sumatra Barat, satu terdapat di nagariKotogadang. Menurut laporan Steinmetz, sejak didirikan, ada416 murid Sekolah Desa. Namun hanya 75 orang yang selesai.Selebihnya putus di tengah jalan, karena menikah atau lantaranberbagai sebab lain. Steinmetz menilai, kemajuan paling pesattampak pada anak-anak Agam terutama dari Kotogadang yangrajin dan cerdas.

Kesadaran menuntut ilmu di Kotogadang dimulai di awalabad-20 ketika pembaharuan dimasukkan oleh laras

1 ] Azizah etek, 2007, nagari kotogadang tempo dulu, yogyakarta, lkis2] azizah etek, mursjid a.m., arfan b.r. " kotogadang masa kolonial" pt lkis

pelangi aksara, 2007.

Page 25: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 3

Kotogadang, Jahja Datoek Kajo (bertugas dari tahun 1894-1914)yang meramalkan bahwa hanya melalui pendidikan, corakkehidupan dapat didatangkan ke Kotogadang.Pendidikan Berbau Barat Sudah ada sejak tahun 1900

Dengan perencanaan yang sistematis dan dengan sistemkepemimpinan yang kharismatik, Jahja Datoek Kajo mendorongsetiap anak lelaki dan perempuan pergi ke sekolah. Sekolahuntuk anak laki-laki didirikan pada tahun 1900, dan pada tahun1912 didirikan pula sekolah yang terpisah untuk anak-anakgadis Kotogadang. Sebuah badan tersendiri yang dinamaistudiefonds (dana pelajar) didirikan untuk mengumpulkan danadari orang kampung guna mengirim anak-anaknya melanjutkanstudi di Jawa, dan bahkan di negeri Belanda.

Besarnya semangat belajar anak-anak Kotogadang, makapada awal dekade 1900-an, negeri ini dikenal sebagai tempatkelahiran para pekerja birokrasi Belanda, seperti jaksa, hakim,guru, pegawai pajak, yang meliputi daerah tugas Sumatra,Kalimantan, dan Batavia. Menurut suatu laporan, pada 1915,diperkirakan 165 lelaki dari Kotogadang bekerja sebagaipegawai pemerintahan Belanda. Hampir separuh (79 orang)bekerja di luar wilayah Minangkabau. Sebanyak 72 orang diantaranya lancar berbahasa Belanda, sebagai suatu bukti merekaberpendidikan baik.[3]

Menurut laporan "Soeara Kemadjuan Kota Gedang" (1916),demi kepentingan pendidikan, para orang tua yang waktu ituberpenghasilan rata-rata 15 gulden per bulan, sanggupmembayar uang sekolah anaknya yang mencapai 5 gulden perbulan. Sebelum ada Hollands Inlandsche School (HIS), SekolahDasar tujuh tahun dengan bahasa pengantar Belanda, dan Meer

3 saur hutabarat, orang minang dalam elite indonesia, majalah tempo, 12juli 1986

Page 26: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

4 M. Nasrul Kamal

Uitgebreid Lager Onderwojs (MULO) berdiri awal tahun 1900,sudah banyak anak Minang bersekolah ke STOVIA, sekolahtinggi kedokteran di Jakarta, atau NIAS di Surabaya, terutamaanak-anak Kotogadang. Menurut data pada tahun 1926, dokterlulusan STOVIA asal Minang berjumlah 32 orang. dan 16 tahunkemudian lompatan segera terjadi. Dimana pada tahun 1942,sejumlah 40 siswa asal Kotogadang lulus dari STOVIA. Angkaini hanya mencakup satu kanagarian saja di ranah Minang, danbelum termasuk nagari-nagari lainnya.

Gambar 1.1 Perhimpunan Julius, 1906. Sumber:https://niadilova.wordpress.com

Menurut Suryadi [4] perhimpunan anak-anak sekolah asalKoto Gadang yang bernama Kinder–Veneeniging Julius

4 ] https://niadilova.wordpress.com/2015/02/02/minang-saisuak-208-perkumpulan-pelajar-julius-koto-gadang-1906/

Page 27: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 5

(selanjutnya disebut KVJ). KVJ didirikan tahun 1906 di KotoGadang. Anggota perhimpunan ini yaitu anak-anak KotoGadang yang bersekolah di Fort de Kock (Bukittinggi), termasukmereka yang bersekolah di sekolah milik Studiefonds KotaGedang yang pada bulan Juli 1929 pengelolaannya diambil aliholeh Pemerintah untuk kemudian dijadikan HIS (HollandsInlandsche School). Seperti yang dikatakannya.

“ VIJ dimaksudkan ’soepaja lid-lidnja sekeloear dari pekarangansekolah, lidahnja tidak kakoe berkata-lata dalam bahasa Belanda.‘Mereka yang tidak mempraktikkan bahasa Belanda akan ‘didendadengan oeang banjaknja 1 pitis garis (1/12 gobang).‘ Selain itu,anak-anak itu juga diajari sport. Lihatlah gaya pakaian anak-anakitu, layaknya gaya pakaian orang Eropa. Tidak ada penjelasan,kenapa perkumpulan ini dinamakan ‘Julius’, nama yang agak berbauke Yunani”

Gagasan mendirikan KVJ datang dari Soetan Indra, seorangpedagang (handelaar) di pasar Fort de Kock. (Beliau tidak ikutberfoto). Perhimpunan ini hidup beberapa tahun lamanyasebelum akhirnya mati. Foto ini (yang terbitkan Pandji Poestakathn 1929) dimaksudkan untuk menghidupkan lagi perhimpunan(semacam) ini di Koto Gadang. Disebutkan bahwa di antaraanak-anak yang terlihat dalam foto ini, ‘soedah ada 7 orang jangmendjadi Indisch Arts, 2 orang Chef Telefoonkantoor, Veearts(dokter hewan), Opzichter dan Commies pada kantorGoebernemen.‘ Kemudian ulasan Suryadi.

“Foto ini merekam sejarah kegigihan orang Koto Gadang mencapaikemajuan. Para ninik mamak dan ayah (yang berasal dari berbagailatar belakang profesi, seperti Soetan Indra yang hanya pedagangitu) serta seluruh unsur masyarakat Koto Gadang bahu-membahumenyekolahkan anak kemenakan mereka untuk dapat mencapaikemajuan. Apakah masih ada semangat seperti ini sekarang di

Page 28: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

6 M. Nasrul Kamal

nagari-nagari di Minangkabau yang sudah hampir genap 70 tahunmerdeka ini?”

Semangat menuntut ilmu ini diteruskan sampai sekarang diKotogadang, yang akibatnya praktis setiap orang kampung diKotogadang melek huruf, pintar membaca dan menulis, sertapandai berbahasa Belanda. Makanya jangan heran, tahun 1917,dari 2.415 penduduk, sebanyak 1.391 orang di antaranya sudahbekerja, antara lain 297 orang jadi ambtenar dan 31 orangmenjadi dokter.

Penelitian yang dilakukan Mochtar Naim menunjukkan, diantara 2.666 orang yang berasal dari Kotogadang pada tahun1967, 467 atau 17,5% merupakan lulusan universitas.Diantaranya 168 (orang menjadi dokter, 100 orang jadi insinyur,160 orang jadi sarjana hukum, dan kira-kira 10 orangdoktorandus ekonomi dan bidang-bidang ilmu kemasyarakatanlainnya. Kemudian pada tahun 1970, 58 orang lagi lulusuniversitas. Jadi, dengan 525 orang lulusan universitas (tidaktermasuk mereka yang bergelar sarjana muda), Kotogadangyang punya penduduk kurang dari 3.000 tak terkalahkanbarangkali oleh desa mana saja, bahkan tidak oleh masyarakat-masyarakat yang telah maju lainnya di dunia.

Namun demikian di zaman itu tentu tidak semua anak-anakKotogadang mampu bersekolah di sekolah buatan Belanda, adajuga yang menjadi petani atau tinggal di Kotogadang menjadipenganggur dan membutuhkan pekerjaan. Dan dari sisi initerlihat adanya kegiatan seni dan kerajinan di sela-sela waktumereka bekerja di sawah atau di ladang. Tentu saja yang menjadipengrajin itu bukan anak-anak Kotogadang yang akan menjadiamtenar di zaman itu. Dan hal ini juga akan menjadi pertanyaanatas topik yang muncul berikut ini.

Page 29: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 7

2. Kenapa Nagari Kotogadang Menjadi TempatPengrajin Perak?

Dalam kenyataannya memang Kotogadang sebagai tempatasal intelektual Indonesia dan khususnya Minang, tetapi ada sisilain dari nagari ini yang dapat menimbulkan pertanyaan kenapaditempat ini juga menjadi tempat sentra pengrajin perak ?Memang penduduk Kotogadang umumnya dikenal mempunyaikeahlian kerajinan perak tradisional yang dikerjakan dengantangan dan sangat unik dan menarik, dan juga kerajinansulaman, menenun kain songket, dan merenda.

Penulis berasumsi bahwa pertemuan dua budaya yangberbeda memungkinkan para pendatang dari Belanda yangdatang ke Minangkabau, khususnya ke kota gadang inginmembawa oleh-oleh atau souvenir yang dapat dibawanya kenegeri belanda.

Sebaliknya juga orang orang yang Kotogadang yang telahberhasil di perantauan sewaktu datang ke kampung halamannyaingin membawa oleh-oleh berbentuk cendramata, apakah itubarang sulaman atau barang kerajinan seperti kerajinan perakyang dikembangkan oleh penduduk asli Kotogadang.

Asumsi-asumsi seperti ini tentu harus diteliti lebih dalamdalam penelitian selanjutnya. Namun demikian yang pastikepandaian membuat kerajinan perak itu pada asalnya memangberasal dari kebutuhan sendiri yang berasal dari kebutuhanupacara adat seperti upacara perkawinan, yang membutuhkanpakaian dan asesoris pakaian tertentu. Yang bukan sajadibutuhkan oleh anak nagari Kotogadang, tetapi juga olehnagari-nagari, termasuk kebutuhan nagari-nagari di sekelilingkota Bukittinggi.

Page 30: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

8 M. Nasrul Kamal

Menurut keterangan informan yang ada di nagari ini,bahwa jika ada keturunan mereka “memangku jabatan datuk” [5]maka wajiblah keluarga dari pihak keluarga datuk itu memakaiperhiasan yang banyak dan baju yang hiasannya juga mahal,bahkan ada yang berhias dengan perak. Kebutuhan padapakaian dan perhiasan dalam upacara adat (termasuk upacaraadat perkawinan, pengangkatan datuk), yang umumnyaberharga mahal, menimbulkan ide untuk membuat sendiribarang-barang berharga itu dan mempelajari bagaimanamendatangkan bahan, dan pembuatannya. Hal ini, jugamenimbulkan minat untuk memberikan sebagai hadiah kepadakeluarga lain, dan atau atau menjualnya kepada yangmembutuhkan.

Pekerjaan yang berulang-ulang dalam membuat barangyang sama ini akhirnya menjadikannya pekerjaan itu sebagaisebuah profesi kerajinan atau pertukangan (sebutan-sebutanuntuk pekerjaan ini disebut tukang sepuh, tukang sulam, tukangkayu, tukang tenun, tukang perak, tukang emas dan sebagainya. [6]

Akhirnya pilihan profesi penduduk Kotogadang, beralihdari profesi petani kepada profesi pegawai dan juga pengrajin.

5 ] maksudnya dalam satu suku di minangkabau ada beberapa kelompokketurunan suku itu yang diminta untuk memangku jabatan datuk,dan sering ini dilakukan bergilir. Misalnya dalam beberapa“paruik” ada yang dipilih pihak laki-laki dari paruik itumemangku jabatan dan ada yang tidak.

6 ] penghidupan orang kotogadang sebelum alam minangkabau beradadibawah pemerintah hindia belanda ialah bersawah, berladang,berternak, bertukang kayu, dan bertukang emas. Pekerjaanbertukang emas anak negeri sangat terkenal di seluruhminangkabau. Karena berkembangnya penduduk, hasil yangdiperoleh dari persawahan tidaklah mencukupi lagi. Mulailahorang kotogadang pergi merantau ke negeri lain seperti bengkulu,medan, jakarta, dan lain-lain. (dari wikipedia, 2019)

Page 31: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 9

dan itu terjadi sejak zaman kolonial Belanda. Dan dalam hal inijuga terdapat pilihan, dimana kaum laki-laki memilih kerajinanemas dan perak dan kaum perempuan memilih profesi sebagaipenenun dan juga penyulam dan merenda. Menurut SafitriAhmad (2014) [7]

Setiap wanita di Bukittinggi, di Kabupaten Agam khususnya,selalu ingin memiliki selendang Kotogadang, minimal satu. Wanitayang baru saja menikah, akan memamerkan selendang dipadudengan songket, ke keluarga mempelai pria saat diundang makan.Bagi ibu-ibu yang sudah mapan, tidak cukup satu, mereka akanmembeli selendang dengan bermacam warna, dan memakai saatpesta adat, atau pesta pernikahan adat Minang.

Gambar 1.2 Miniatur Rumah Gadang dari Perak, Sumberhttp://www.inditourist.com/

Selendang lebar ini disampirkan di pundak, sehingga,bunga sulaman yang indah itu terlihat oleh semua orang.Sulaman versi kotogadang itu, sekarang tidak lagi hanya dibuat

7 safitri ahmad, (2014), pengrajin kotogadang , sulaman kapalo samek dansuji cair, dari http://jamgadang04.com/pengrajin-koto-gadang-sulaman-kapalo-samek-dan-suji-cair/.html

Page 32: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

10 M. Nasrul Kamal

di Kotogadang, tetapi juga di kawasan lain di sekitar kotaBukittinggi. Sulaman selendang Kotogadang ada dua macam.

Sulaman suji cair. Pembuatan sulaman suji cairmembutuhkan ketelitian dan kemampuan komposisi warnayang tepat, sehingga beberapa warna benang yang salingmenumpuk menyatu menghasilkan sulaman motif bunga yanghidup. Komposisi gradasi warna dari muda ke warna gelap sertaperpaduan antar warna benang, dan warna selendang, akanmenghasilkan kualitas selendang yang benar-benar indah.

Sulaman kapalo samek, yang dibuat dengan mengaitkanbenang pada ujung jarum, ketika dijahit akan terdapat bulatankecil pada kain. Biasasanya, bagian pinggir bunga dijahitkanbenang emas, agar bentuk bunganya lebih nyata.

Beberapa tahun terakhir, sulaman suji cair juga disulam padakain songket, dan sulaman ini lazim diperdagangkan di PasarAtas, Bukittinggi dengan harga jutaan.

Gambar 1.3 Sulaman Kapalo Samek Kotogadang, Sumber Penulis

Semenjak abad 19 penduduk Nagari Kotogadang baik priamaupun wanita mulai bangkit menjadi pengrajin yang memilikikemampuan yang tinggi. Sejak saat itu banyak orang yangmenginginkan hasil kerajinan kotogadang, yang digunakanuntuk pakaian adat lengkap dengan perhiasan dan

Page 33: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 11

perlengkapannya, terutama pakaian penganten wanita atau priadan penghulu. Menurut Mohamad Yoenus [8] kearifan lokalKotogadang yang dilestarikan hingga kini yaitu , sejak kecil anakbujang setempat sudah dilatih membuat kerajinan perak. Sementara,anak gadis pandai menyulam dan membuat renda bangku

B. Fenomena Kotogadang Sebagai Tujuan WisataFenomena lain tentang nagari ini adalah bahwa nagari ini

juga menjadi tujuan wisata. Menurut Safitri Ahmad [9] Walauwisatawan selalu memilih Bukittinggi menjadi tujuan wisata,tapi Kotogadang mempunyai daya tarik tersendiri, terutamabagi wisatawan yang menyukai arsitektur dan suasanapedesaan.

Dari Bukittinggi menuju Kotogadang dapat dilalui denganberjalan kaki atau dengan kendaraan. Jalur Great Wall (jalur dariPanorama- Kotogadang ), dapat dilalui dengan berjalan kakidengan pemandangan ngarai sianok. Waktu tempuh berjalankaki melalui jalur ini kira-kira 1 jam, dengan mobil sekitar 16menit. Lihat peta jalur perjalanan.

Waktu tempuh dari Bukittinggi- Kotogadang dengankendaraan kira-kira 30 menit. Jalur perjalanan dapat melaluiNgarai Sianok atau melalui parabek-Koto Tuo (gambar 1.4)’

Nagari Kotogadang mempunyai topografi yang datar,sehingga dapat dikelilingi dengan bersepeda atau jalan kaki.Selain menikmati beragam bentuk arsitektur rumah, wisatawandapat menikmati keindahan pemandangan alam desa, GunungMerapi dan hamparan sawah, dan kerajinan sulam dan perak.

8] http://www.tribunnews.com/travel/2015/06/03/koto-gadang-sumatera-barat-surga-belanja-istri-pejabat?Page=all

9] http://jamgadang04.com/wisata-ke-nagari-koto-gadang/.html

Page 34: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

12 M. Nasrul Kamal

Menurut Safitri Ahmad bagi yang suka kerajinan perak dansulaman, terdapat pusat kerajinan Amai Setia di pinggir jalandari Bukittinggi ke Kotogadang, lewat ngarai sianok. Pusatkerajinan ini buka pukul 10:00 WIB. Pusat kerajinan inimerupakan pusat pendidikan bagi kaum wanita pada zamandulu.

Gambar 1.4 Jalur Great Wall, Sumber Penulis

Memasuki desa ini, kita akan menemukan banyak toko yangmenjual kerajinan perak. Hampir semua penduduk di sini cakapmengerjakan kerajinan perak. dan mereka menitipkan ke tokoatau yayasan yang menjual kerajinan perak dan kain sulam [10]Kerajinan perak Kotogadang mempunyai ciri khas halusdengan warna kesusuan dan tidak terlalu berkilau. Ini pula yangmembuat perak Kotogadang tampil lebih elegan dan anggun.Menurut Rusdi Chaprian [11] kerajinan perak dari Kotogadang

10 ] ibid. Yoenus11] Rusdi Chaprian, (2013), Sekilas Perak dari Koto Gadang Sofenir

Kerajinan yang Terus di Buru Wisatawan , situs:https://www.pelangiholiday.com/2013/12/sekilas-perak-dari-koto-gadang-sumatera.html

Page 35: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 13

Agam Sumatera Barat memiliki keindahan dan kehalusan yangtak kalah dari kerajinan perak kota lain di Indonesia.

Gambar 1.5 Dua Jalur Jalan Menuju Kotogadang (Sumber Penulis), PetaKecamatan IV Koto, A. Nagari Kotogadang, B.Nagari Koto Tuo, C.Guguak Sarojo, D.Nagari Koto Panjang. Sumber: Nasbahry.C (2003)

Kerajinan perak dari Kotogadang Agam sudah terkenalsejak jaman Belanda, dimana hasilnya diminati tidak hanya olehkaum lokal namun juga pendatang dan bahkan oleh orangBelanda. Kerajinan perak seperti patung dan replika seringdipesan untuk hiasan rumah, sedangkan yang berbentukperhiasan sering dipesan oleh wanita Belanda dan di era 90-anhingga sekarang mulai di lirik wisatawan dari malaysia. [12]

Karena sering dipesan oleh orang Belanda baik untukdipakai sendiri maupun dijadikan hadiah, lama-kelamaan

12] ibid.

Page 36: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

14 M. Nasrul Kamal

reputasi kerajinan perak dari Kotogadang Agam meningkatsehingga dikenal di luar negeri bahkan sampai ke Eropa.

Gambar 1.6 Jalur Pertama Jalan Menuju Kotogadang meliwati ngarai sianokyang dapat ditempuh dengan mobil selama 16 menit dari kota Bukittinggi (

bukan meliwati “great wall”)

Sejak tahun 1911, kerajinan perak di Kotogadang Agammulai mendapat nama di luar negeri. [13]

Tiap hari Selasa dan Jumat ada pasar mingguan. Tidakbesar. Setiap nagari mempunyai hari Pasar masing-masing,seperti Bukittinggi yang mempunyai hari pasar, Rabu dan Sabtu.

13 ibid.

Page 37: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 15

Arsitektur rumah terdiri dari berbagai tipe, ada arsitekturrumah gadang, rumah kayu, dan rumah batu. Arsitektur rumahdi dominasi rumah kayu, sedangkan rumah gadang dan rumahbatu tidak terlalu banyak. Pola pemukiman rumah membentukcluster, dalam satu area terdapat 8-10 rumah dan ruang bersamadibagian depannya.

Masjid utama di Kotogadang terletak dibagian depan, dijalan utama dan di depan sawah. Di belakang mesjid terhamparsawah, tidak ada lagi pemukiman penduduk.

Wisata ke Nagari Kotogadang masih dilakukan olehindividu atau kelompok kecil. Belum ada program wisatakhusus yang dilakukan di nagari ini.

C. Dari Mana Mereka Belajar, Bagaimana ProsesBelajarnya? Belajar Otodidak dan Belajar dariyang Lebih Pandai (Magang)Sebenarnya penulisan buku ini yaitu untuk memikirkan

kembali konsep yang terbaik tentang proses pembelajaran yangdibahas dalam disertasi penulis, tahun. 2017. Ternyata dalamdisertasi tersebut penulisan dan pemikiran tentang pembelajaranKerajinan perak di arahkan kepada kerajinan moderen, bukankerajinan tradisional. Sehingga terdapat dualisme, dalammembangun teori dan konsep tentang pembelajarannya yangjelas ditujukan kepada kerajinan moderen, yaitu kepadapembelajaran pada sekolah formal dan non formal, yang jauhsekali dengan proses pembelajaran yang asli yang terjadi secaraalamiah. Dualisme itu terlihat dari pemberian contoh-contohkarya kerajinan perak yang pada dasarnya yaitu kerajinantradisional. Jadi buku ini seakan meninjau kembali apa yangdimaksud dalam disertasi itu, tentang pentingnya pembuatan

Page 38: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

16 M. Nasrul Kamal

modul bagi pengrajin Kotogadang sebagaimana dijelaskanpada pelitian-penelitian lanjutan terhadap kasus ini.[14]

Menurut hemat penulis disertasi itu sudah benar, jikaditujukan kepada kerajinan moderen, sebaliknya juga tidak adasalahnya untuk membahas kembali masalah ini melalui konsepdan teori budaya belajar yang ditujukan kepada kerajinantradisional. Pembuatan modul memang cocok dalam rangkasekolah formal dan non formal. Namun bias yang terjadi adalahjika dibahas menurut teori-teori kerajinan moderen [15] memberikesan seakan pembelajaran yang terjadi pada pengrajintradisional ini berlangsung dalam kerangka sekolah formal dannon-formal. (Lihat bab I.E. Tentang konsep asli sekolahnonformal yang pada dasarnya ditujukan kepada golonganmiskin dan pengangguran).

D. Fenomena Belajar Seni dan KerajinanSistem pendidikan seni ini, kadangkala dianggap seperti

endemi, yaitu yang bisa ditularkan, oleh karena itu disebutdengan “sistem penularan seni”, ditularkan melalui Sistemapretinship, Sistem pewarisan, Sistem akademi (PT) dan SistemSanggar serta otodidak. [16]

Sejak jaman Yunani kuno dan Eropah sampai abadPertengahan (abad ke-15) sebenarnya pendidikan seni sudah

14] Pada saat itu penulis dibimbing untuk disertasi s315] Disertasi tersebut memang di arahkan untuk pembuatan modul

pembelajaran dengan judul: pengembangan modul pembelajarankerajinan perak pada sentra amai setia kotogadang ”

16 Lihat konsep pendidikan seni oleh: dr. Kasiyan, m.hum. Jurusanpendidikan seni rupa fakultas bahasa dan seni universitas negeriyogyakartahttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr.%20kasiyan,%20m.hum./konsep%20pendidikan%20seni.pdf

Page 39: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 17

dikenal masyarakat yaitu melalui perekrutan calon-calon pekerjaseni di tempat pelatihannya.

Tradisi pendidikan seni di jaman Yunani kuno sampai abadPertengahan itu meliputi: sistem pendidikan “pewarisan,pencantrikan, magang dan sanggar” yang oleh pakar pendidikan

disebut sebagai “pendidikan profesi” (di luar sekolah umum).yang terjadi di Eropah ini juga terjadi di Indonesia dalam versiyang mungkin berlainan.

1. Sistem Pewarisan (Parental Sucsesion/ PenggantianOrang Tua)Pendidikan seni dikenalkan dengan cara mengalihkan

keterampilan ketukangan (crafmanship), misalnya oleh orangtua atau anggota keluarga yang trampil kepada anak dengancara pewarisan. Cara pewarisan ini bagi orang tua adalah sebuahkebanggaan, meskipun ada pemaksaan. Namun bagi lingkunganmasyarakat tertentu cara ini dianggap penting.

Istilah “Parental Sucsesion” dapat juga dilihat sebagaitradisi yang berbeda disetiap kebudayaan. Warisan yaitupraktik menyerahkan properti, hak milik, utang, hak, dankewajiban karena kematian seseorang kepada anak atauketurunannya.

2. Sistem Magang, Pencantrikan, Clerk, Volunteer,Overripe (Apprentice)Apprentice (bhs. Inggris) “aprendre” (Bhs. Perancis kuno),

berasal dari bahasa Latin apprehendere, (abad ke 14), artinya“belajar”. Sedangkan “apprenticeship” yaitu sistem pembelajaran melalui magang. Apprenticeship artinya yaitu : to givesomebody work as an apprentice to a skilled professional.

Pada awalnya, konsep pendidikan ini sebenarnya perluasandari konsep sistem pewarisan, kemudian berkembang kepada

Page 40: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

18 M. Nasrul Kamal

sistem “magang” yang kita kenal sekarang. Di AbadPertengahan di Eropah misalnya muncul serikat gilda (gilde)kerajinan (craft guilds) yang di kontrol oleh dewan kota. Gildayaitu perdagangan dengan ketrampilan sejenis yang gunanyauntuk menjaga kualitas kepandaian ini dengan ketat melaluiorganisasi gilda (guilds), dan anak-anak yang magang di tempatpengrajin tujuannya yaitu mendidik orang agar menjadiprofesional.

Dalam serikat kerja kerajinan ini tidak seperti yangdibayangkan pada zaman sekarang, sebab tidak ada pembagianatau kategori yang jelas tentang kerajinan yang dimaksud.Artinya ada craft guild patung, lukis dan tukang tenun woll,tukang sepatu dan sebagainya. Yang dapat diakui (di syahkan)oleh “dewan kota”yaitu yang sudah dianggap “master”(profesional), master ini yang kemudian memilih dan mendidikcalon-calon master baru dengan gelar atau tingkatan tertentumelalui pendidikan yang disebut apprenticeship.

Dalam Wikipedia disebutkan cara pendidikan “kuno” inimasih ada sampai sekarang di Eropah, dahulu kepandaian initidak hanya terbatas pekerjaan pria tetapi juga wanita sepertitukang jahit, tukang roti dan sebagainya, sebagaimana yangdicatat oleh Encyclopaedia.

“Apprenticeship, system of learning the skills of a craft or tradefrom experts in the field by working with them for a set period oftime. The apprenticeship system was used extensively by the craftguilds in the Middle Ages. It continued to be important in learning atrade until the Industrial Revolution in the 18th century, afterwhich it was largely replaced by the factory system.”

Magang adalah proses pendidikan yang mementingkanproses belajar melalui praktik langsung dengan subjek yangdipelajari, seperti pelatihan di tempat kerja.

Page 41: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 19

Hal ini dilakukan dengan mengembangkan pengetahuandan praktik dengan praktisi lain, seorang siswa mengerjakantugas secara secara informal. Dalam proses ini pelajar juga dapatmempengaruhi lingkungannya, mereka belajar dan diterimaoleh praktisi yang ahli (master) bakat, pelajar diperhitungkandan diintegrasikan ke dalam praktik keseluruhan di lapangan.[17]

3. Sistem Sanggar, Studio dan AtelierDi Eropah sistem sanggar berkembang setelah adanya

kebebasan seniman berkarya di luar kontrol gereja dan dewankota. Sanggar sebenarnya label Indonesia, yaitu terjemahan tidaklangsung dari kata “studio” dan atau “atelier”, yaitu “tempatseniman bekerja”. [18]

Di Perancis “Atelier”(Bhs. Perancis) yaitu tempat kerjatukang kayu (workshop), tetapi pengertiannya sama yaitutempat kerja para tukang atau seniman. Melalui sanggar, studiodan atelier, seorang dapat belajar kepada pemiliknya ataumenjadi anak buah di studio sambil belajar.

Di Indonesia sanggar-sanggar seni berkembang terutamadi kota-kota di awal zaman kemerdekaan, terututama di kotaYogyakarta, Jakarta dan juga di Sumatera.

Tradisi sistem pendidikan seni profesional cenderung dapatdimaknai sebagai pendidikan keterampilan yaitu jenisketerampilan motorik. Mereka memeroleh keterampilanmelalui belajar untuk bekal “hidup”. Misalnya seorang dapatbelajar dalam sanggar, yang oleh orang pendidikan disebut

17 ] Sumber: murray, peter & murray, linda, 1976. Dictionary of art & artist,new york: penguin books.

18 ] Thackara, tess (2018 0, before van gogh was a painter, he was an artdealer, sumber: https://www.artsy.net/article/artsy-editorial-van-gogh-painter-art-dealer

Page 42: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

20 M. Nasrul Kamal

memeroleh keterampilan “vokasional” yang dapat digunakanuntuk mencari nafkah.

4. Home SchoolingMenurut Yohanes Enggar Harususilo (2019),19 Haji Agus

Salim, yang berasal dari Kotogadang adalah seorang pejuangkemerdekaan Indonesia yang ditetapkan sebagai pahlawannasional Indonesia pada tahun 1961. Pemilik nama lahirMashudul Haq kelahiran Agam, Sumatera Barat ini, pernahmenjadi jurnalis, lantas bergabung dengan dengan Sarekat Islam(SI) dan menjadi pemimpin kedua SI setelah H.O.S.Tjokroaminoto. Karier berikutnya ia menjadi anggota BPUPKIdan turut menyusun draft UUD. Terakhir ia menjabat MenteriLuar Negeri di beberapa kabinet, yakni Kabinet Syahrir, KabinetAmir Syarifuddin, dan Kabinet Hatta.

Namun tidak banyak orang mengetahui bagaimana polaasuh Agus Salim bersama istrinya Zaenatun Nahar dalammendidik 8 anaknya: Theodora Atia (Dolly), Jusuf Tewfik Salim(Totok), Violet Hanifah (Jojet), Maria Zenobia (Adek), AhmadSjewket Salim (gugur dalam pertempuran di Lengkong), IslamSalim, Siti Asiah, dan yang bungsu Mansur Abdur RachmanCiddiq.

Tokoh bangsa yang dijuluki Orang Tua Besar (The GrandOld Man) itu memiliki perspektif yang berbeda dengan parapemimpin bangsa lainnya yang hidup sezaman dengannya.Pada awal abad ke-20, hampir semua tokoh bangsa Indonesiamenyekolahkan anaknya hingga ke jenjang yang paling tinggi,meskipun itu sekolah kolonial yang dikendalikan pemerintahHindia Belanda. Bahkan tak sedikit yang menyekolahkannya

19 https://edukasi.kompas.com/read/2019/01/20/15215831/ternyata-haji-agus-salim-pilih-homeschooling-untuk-pendidikan-anak?page=all

Page 43: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 21

hingga ke luar negeri. Namun bagi Agus Salim, sekolah kolonialtak membuat anak mandiri. Karenanya ia sendiri yangmenjadikan rumah sebagai sekolah bagi anak-anaknya dansebagai guru. Ia dan istrinya berperan bergantian. Padahal, AgusSalim sendiri menapaki jenjang sekolah formal. Bahkan pernahmeraih prestasi sebagai lulusan terbaik Hogere Buger School(HBS) tahun 1903 di tiga kota besar, yakni Batavia, Semarang,dan Surabaya. HBS adalah sekolah menengah setara SMA milikpemerintah kolonial Hindia Belanda. Sekolah ini hanyamenerima siswa berkebangsaan Belanda atau Eropa, serta sedikitanak lokal yang orangtuanya terpandang atau punya pangkat.Namun, usai lulus HBS, harapan Agus Salim untukmendapatkan beasiswa sekolah kedokteran di Belanda yangsangat diminatinya kandas. Hanya karena ia seorang pribumi.Pengalaman pahit itulah yang barangkali membuat Agus Salimakhirnya kecewa dan lantas memutuskan agar anak-anaknyatidak masuk pendidikan kolonial. Selain itu, ia merasa sanggupmendidik anak-anaknya di rumah.

E. Sekolah Formal, dan Nonformal dan InformalMengutip apa yang di tulis Fordham (1993), yang tulisannya

telah berkali-kali direvisi, dan terakhir tahun 2019. Menjelaskanmengenai penggunaan istilah pendidikan informal, non-formalyang telah dikembangkan orang sejak akhir tahun 1960-an. [20][21] Tipologi program pendidikan ini kemudian dimutakhirkansejak awal tahun 1970-an.

20 Paul e. Fordham (1993), “informal, non-formal and formal educationprogrammes”, dari: https://infed.org/mobi/informal-non-formal-and-formal-education-programmes/

21 Meskipun terminologi ini dipopulerkan dalam kaitannya dengan negara-negara miskin, terminologi ini juga telah diterapkan pada negara-negara industri, khususnya dalam konteks pendidikan masyarakat

Page 44: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

22 M. Nasrul Kamal

Menurutnya selama dua puluh tahun setelah tahun 1945,hampir semua sistem pendidikan telah tumbuh pada tingkatyang lebih cepat daripada sebelumnya, dengan dua kali lipatpendaftar yang masuk sekolah dan itu terjadi dibanyak negara(Coombs 1985: 3). [22]

Gejolak politik dan sosial selama dan setelah berakhirnyaperang dunia kedua, disertai oleh keyakinan bahwa perluasanpendidikan yang cepat yaitu katalisator yang diperlukan untukrekonstruksi dan pembangunan sosial, baik di negara-negaraindustri, dan di berbagai negara yang baru merdeka.

Pada tahun 1950-an dan awal 1960-an, diasumsikan olehbanyak komentator, paling tidak oleh para pendidik sendiri,bahwa adanya keinginan perluasan sekolah formal dan hal initidak dapat tidak terhindarkan. Juga diasumsikan bahwa adahubungan langsung antara ekspansi pendidikan dan ekonomi:antara pertumbuhan jumlah orang berpendidikan dan jumlahpekerjaan yang kemungkinan akan tersedia. [23]

Tantangan utama kearifan konvensional datang dariperencana pendidikan. Pada sebuah konferensi internasional1967 di Williamsburg USA, ide-ide ditetapkan untuk apa yangakan menjadi analisis yang banyak dibaca tentang 'krisis

dan bekerja dengan kelompok-kelompok yang terwakili dalampenyediaan pendidikan orang dewasa arus utama (mis.Penganggur, kelas pekerja, wanita yang mencari pekerjaan).

22 Lihat coombs, p. (1985) the world crisis in education, new york: oxforduniversity press.

23] keyakinan ini tampaknya sangat naif terlihat hari ini, tetapi itu adalahkebijaksanaan yang diterima saat itu.

Page 45: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 23

pendidikan dunia' yang sedang berkembang (Coombs 1968). [24][25]

Kesimpulannya yaitu bahwa sistem pendidikan formaltelah beradaptasi terlalu lambat terhadap perubahan sosial-ekonomi di sekitar mereka dan bahwa mereka ditahan tidakhanya oleh konservatisme mereka sendiri, tetapi juga olehkelambanan masyarakat itu sendiri (Fordham, 1993)

Terlihat bahwa ada kecendrungan pembuat kebijakanpendidikan cenderung mengikuti daripada memimpin trensosial dan lainnya, maka disimpulkan perubahan itu tidak harusdatang dari sekolah formal, tetapi juga dari kebutuhanmasyarakat yang lebih luas dan dari sektor lain di dalammasyarakat. Dari titik tolak pikiran inilah para perencana danekonom di Bank Dunia mulai membuat perbedaan antarapendidikan informal, non-formal dan formal. [26]

Ide-ide ini kemudian dikembangkan dalam dua buku yangberpengaruh, meskipun mereka berkonsentrasi pada negara-negara miskin, namun kemudian dianggap memiliki relevansikepada negara-negara di seluruh dunia. Ketika ekonomi negara-negara industri (dan sistem pendidikan mereka) yang juga

24] coombs, p. (1968) the world educational crisis, new york, oxforduniversity press.

25] ada kekhawatiran yang berkembang tentang: kurikulum yang tidakcocok; sebuah kesadaran bahwa pertumbuhan pendidikan danpertumbuhan ekonomi tidak selalu sejalan, dan bahwa pekerjaantidak muncul secara langsung sebagai hasil dari input pendidikan.Di atas semua itu, banyak negara mendapati mereka cukup tidakmampu, atau setidaknya tidak mau, untuk membayar biaya yangterus meningkat dari ekspansi linier tanpa batas.

26 ] Ibid, fordham (1993)

Page 46: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

24 M. Nasrul Kamal

goyah selama tahun 1970-an, baru ada pemahaman bahwa 'krisispendidikan' memang mendunia. [27]

Seperti yang akan diuraikan di bawah ini, salah satukarakteristik yang menentukan dari 'non-formal', padakenyataannya adalah hubungannya dengan tujuan yangdirancang untuk melayani mereka yang memeroleh palingsedikit dari pendidikan formal.

1. Pembelajaran Seumur Hidup (Long Life Education)dan Definisi Coombs

Pada waktu yang hampir bersamaan dengan paraperencana yang berusaha mendefinisikan ulang konseppendidikan dasar dalam hal prioritas pembangunan ekonomidan sosial yang baru, UNESCO telah menerbitkan (1972) laporanberwawasan ke depan `Laporan Faure 'tentang masa depanpendidikan. [28]

Laporan tersebut yaitu pernyataan ulang klasik atas dasarpemikiran humanistik dan ilmiah tentang pendidikan; tetapijuga ditulis dengan cara yang menempatkan pendidikan dalamkerangka pembangunan ekonomi dan sosial jenis lain. Padaintinya yaitu konsep masyarakat pembelajar, yaitu denganmemanfaatkan praktik terbaik di masa lalu dan merangkulberbagai kemungkinan penemuan dan teknologi baru,pendidikan dipandang mencakup semua kelompok umur dan

27] Seperti yang diketahui buku-buku yang berpengaruh tentang ini adalahkarangan (coombs dengan prosser & ahmed tahun 1973) berisidefinisi pendidikan formal dan nonformal yang sekarang telahmenjadi standar, sedangkan buku yang kedua (coombs denganahmed 1974) adalah analisis yang lebih rinci tentang 'bagaimanapendidikan non-formal dapat membantu menagani “kemiskinandi pedesaan’.

28 ] unesco (1972) learning to be (prepared by faure, e. Et al), paris: unesco.

Page 47: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 25

semua lapisan masyarakat. Seperti yang ditulis UNESCO 'Kamimengusulkan pembelajaran seumur hidup sebagai konsep utama'dimana di masa depan hal ini yang menentukan bentuk sistempendidikan (UNESCO 1972: 182). [29]Tabel 1.1 Tipologi program pendidikan menurut Coombs (Coombs et al

1973)Definisi (1)PendidikanInformal: '

... proses pendidikan seumur hidup dimana setiapindividu memeroleh sikap, nilai, keterampilan danpengetahuan dari pengalaman sehari-hari dan pengaruhdan sumber daya edukatif di lingkungannya - darikeluarga dan tetangga, dari pekerjaan dan bermain, daripasar, perpustakaan, dan media massa. .. '

Definisi (2)PendidikanFormal:

'… “sistem pendidikan” yang terstruktur secarahierarkis, dinilai secara kronologis, berjalan dari sekolahdasar hingga universitas dan termasuk, di samping studiakademik umum, berbagai program dan lembaga khususuntuk teknik dan pelatihan profesional.'

Definisi (3)PendidikanNon-Formal

: '... setiap kegiatan pendidikan terorganisir di luarsistem formal yang telah mapan - apakah beroperasisecara terpisah atau sebagai fitur penting dari beberapakegiatan yang lebih luas - yang dimaksudkan untukmelayani klien pembelajaran yang dapat diidentifikasidan tujuan pembelajaran.'

Jika ini diterima, pendidikan di luar sekolah menjadi samapentingnya dengan sistem pendidikan formal, dan pada saat itu,tepat waktunya untuk memisahkan gagasan bahwa pendidikandan sekolah adalah satu, dan juga bahwa pembelajaran itu ataubisa terbatas pada tempat, waktu atau kelompok umur tertentu.Perencana telah berhasil menempatkan analisis tripartit tentangsistem pembelajaran ke dalam agenda pendidik sendiri sepertiyang diusulkan Coomb (lihat Tabel 1.1).

29 ibid.

Page 48: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

26 M. Nasrul Kamal

Definisi-definisi ini tidak menyiratkan sebuah kategorisasiyang tegas. Sebab secara khusus, mungkin ada beberapa yangftumpang tindih dan membingungkan antara pendidikan yangdianggap pendidikan informal dan non-formal yang akan diterangkan sesudah ini, pada bagian pendidikan 'Top Down andBottom Up'.

'Non-forma' adalah istilah baru di awal 1970-an; tetapimeskipun itu dimaksudkan untuk membuat orang memandangpendidikan dengan cara yang berbeda, praktik pendidikan non-formal (NFE) sebenarnya sudah setua masyarakat itu sendiri,dan akan mencakup pembelajaran tentang upacara inisiasi danatau ritual keagamaan dan berbagai instruksi dan pelatihan yangsesuai dengan kebutuhan mereka; sehingga akan terdapatberbagai macam magang latihan (seperti yang di uraikan di ataspada bagian penjelasan sistem pewarisan, magang dan sanggar/dalam seni).

NFE (Non Formal Education) sesuai dengan pengertianbaru (modern) menurut Fordham (1993), mencakup berbagailayanan edukatif, seperti pendidikan kesehatan, keluargaberencana, penyuluhan pertanian, melek fungsional, atauprogram pendidikan kelompok perempuan. Elemen kuncinyayaitu baik definisi, tujuan maupun klien yang jelas; danprogram pendidikannya yang terorganisir.

2. Pendidikan Formal, Pendidikan dan PengembanganNon-Formal

Sampai akhir tahun 1960-an, pendidikan formal masihdipandang sebagai barang investasi yang diperlukan dalampengembangan modal manusia yang akan menghasilkan`pertumbuhan 'dan karenanya meningkatkan standar kehidupanbagi semua orang. Perluasan sekolah formal, terutamapendidikan menengah dan tersier, ditekankan, biasanya dalam

Page 49: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 27

hubungannya dengan rencana tenaga kerja, untuk mengurangikesenjangan antara pendapatan per kapita di semua negara-negara kaya dan miskin dan, dengan analogi, kesenjanganantara kaya dan miskin, termasuk negara-negara industri; iniyaitu pandangan urban, barat, ekonom dan mendominasipemikiran internasional kontemporer.

Namun apa yang sebenarnya tidak diharapkan kemudianterjadi. Orang miskin kemudian menjadi lebih miskin, daerahpedesaan menjadi lebih statis, pengangguran menjadi lebih besardan sangat kentara di kota-kota besar, dan lebih celaka lagipartisipasi rakyat seakan tidak terlihat. Tetapi penyakit inisemakin merebak luas dan diakui terjadi, pertama-tamadisebabkan oleh definisi ulang 'pembangunan' dan, kemudian,oleh upaya untuk merencanakan kembali pendidikan agar sesuaidengan ide-ide baru.

Menurut Fordham (1993), seharusnya keterbelakangandianggap sebagai konstelasi keadaan, fisik, sosial dan politik,yang berkontribusi pada perampasan pikiran dan juga tubuh.Banyak hal yang terlibat misalnya (1) kemiskinan yangmelemahkan kesehatan, (2) ketidaktahuan dan takhayul yangmenekan semangat manusia, (3) konservatisme yang menolakperubahan, (4) hak-hak sosial yang menghambat perubahan danpenggunaan bakat dan keterampilan yang tepat. Oleh karena ituharus dipahami bahwa perkembangan sebagai situasi di manamanusia sendiri telah menjadi objek dan subjek peningkatannyasendiri. (Puri 1972: 8)

Pandangan baru tentang pembangunan - yang sekarangsecara umum diterima oleh badan-badan bantuan internasional -juga mendapat sorotan sebagai fondasi penting dari kebijakanpendidikan baru Bank Dunia.

Page 50: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

28 M. Nasrul Kamal

... pertanyaan tentang ketenagakerjaan, lingkungan, kesetaraansosial, dan, di atas semua itu, partisipasi dalam pembangunan olehyang kurang beruntung sekarang berbagi dengan "pertumbuhan"sederhana dalam definisi tujuan (dan karena nya model)pembangunan yang menjadi tujuan usaha semua pihak untukdiarahkan. (Bank Dunia 1974: 10)

Ini adalah konteks di mana ide non-formal dapat munculeksis lepas landas. Sebab masalah utama adalah berikut ini.

1) untuk meningkatkan kualitas hidup bagi yang kurangberuntung;

2) untuk mendorong kontribusi yang hemat biaya untukpembangunan ekonomi dan sosial dengan memahami`pendidikan 'dengan cara-cara baru; dan

3) untuk melakukan pendidikan dengan mengurangiketidaksetaraan dan pengangguran dan denganmeningkatkan 'partisipasi rakyat' dalam perencanaanserta dalam desain kurikulum dan proses pembelajaran.

3. Karakteristik Pendidikan Non FormalPada tahun 1970-an, sejumlah pendidik mulai menganalisis

sifat NFE. Karakteristik yang dimaksud kemudian dibagimenjadi kelompok sebagai berikut.

1) Relevansinya dengan kebutuhan kelompok yang kurangberuntung (miskin); bukan kaya [30]

2) Perhatian atau fokus kepada kategori orang tertentu;3) Perhatian atau fokus kepada tujuan yang jelas dan4) Fleksibilitas dalam organisasi dan metode.

30 ] Ini salah satu alasan bahwa pembuatan modul pembelajaran untukpengrajin perak kotogadang dapat didiskusikan apakah tepatatauy tidak apakah tidak salah sasaran. Lihat juga definisi-definisitentang sekolah non formal lainnya yang ditulis penulis indonesia

Page 51: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 29

a.Masalah Metode PembelajaranMungkin yang terakhir ini telah paling menyebabkan

kebingungan karena metode sendiri tidak membedakan antarapendidikan formal dari yang non-formal. Kedua model pendidikanini bisa saja memakai metode pembelajaran yang sama,misalnya untuk mengajar di sekolah menengah yang ‘formal’dengan metode yang sangat informal (mis. Kelompok diskusi).Sementara kelas non-formal untuk pekerja yang menganggurmungkin sangat formal dalam metode pengajaran dan diarahkanuntuk memeroleh keterampilan tertentu.

Ini adalah fleksibilitas yang diperoleh dari tidak adanyakurikulum yang berasal dari luar yang merupakan karakteristikyang membedakan, dan ini mungkin termasuk atau tidaktermasuk memanfaatkan peluang untuk menggunakan metodeyang lebih fleksibel atau informal.

b. Kelompok yang Kurang Beruntung ( disavantaged)Dengan istilah kurang beruntung maksudnya yaitu semua

kelompok sosial yang kurang terwakili dalam pendidikan formalatau yang dianggap gagal di dalamnya. Kerugian pendidikanseperti itu juga berkorelasi erat dengan jenis-jenis kemunduransosial lainnya, termasuk kemiskinan, pengangguran, dan statussosial yang rendah. Jika kita mulai dari prinsip belajar seumurhidup dan menerima bahwa ini harus berlaku untuk semua -sebuah ide yang paling baru diungkapkan secara internasionaldi World Conference on Education For All (1990) - maka berartiNFE harus berkonsentrasi pada mereka yang telah ditinggalkanatau yang putus sekolah dan yang dianggap gagal di sekolah. [31]

31 Dan ingat bahwa `kegagalan 'seringkali dapat didefinisikan hanyasebagai kegagalan untuk mengamankan pekerjaan di akhir kursussekolah atau perguruan tinggi.

Page 52: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

30 M. Nasrul Kamal

Dengan demikian di negara-negara dimana ada ekspansieksplosif sekolah formal maka konsentrasinya seringmemerhatikan pengangguran yang berasal dari lulusan sekolahformal, maka di negara-negara industri terlihat adanya latihanpekerjaan yang terkait dengan industri. Hal ini adalah diantarabeberapa tugas penting NFE hingga tahun 1990-an.

Contoh awal pelatihan keterampilan pasca-sekolah dasaryang menganggur yaitu gerakan Politeknik Desa (VP) seperti diKenya. Banyak lulusan dari sekolah dasar pedesaan telahdididik untuk menerima bahwa upah perkotaan atau pekerjaanbergaji yaitu norma dan impian yang seringkali sulit bagimereka untuk memikirkan alternatif lain.

Program VP (Village Polytechnic) dimulai pada akhir tahun1960-an untuk menyediakan pusat pelatihan multi-tujuandengan biaya rendah; dirancang tidak hanya untuk memberikanketerampilan yang bermanfaat bagi lulusan sekolah, tetapi jugauntuk memotivasi mereka untuk menciptakan peluang kerjabagi diri mereka sendiri dengan menyediakan barang dan jasayang dibutuhkan di lingkungan terdekat mereka.

Pada tahun 1990 sudah ada 575 Politeknik dengan lebihdari 31.000 siswa yang mendapatkan kursus pertukangan(UNESCO 1990a: 42: Fordham (ed.) 1980: 47). Contoh lain, diInggris, tahun 1970-an terdapat kegiatan paralel, yaitu pelatihanyang terkait dengan pekerjaan oleh Komisi LayananKetenagakerjaan (Manpower Services Commission), yang saatitu yaitu penyedia NFE terbesar di Inggris. Namun, tidaksemua NFE untuk yang dirancang untuk yang kurangberuntung tetapi melayani kebutuhan pendidikan kejuruan.Tradisi lain diarahkan terutama pada partisipasi kelompokmarginal itu sendiri. Di Amerika Latin pendidikan semacam ini

Page 53: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 31

disebut ` populer education’ '(Archer dan Costello 1990), [32]sementara di belahan dunia Barat mungkin akan berbicaratentang proyek-proyek komunitas atau pengembanganmasyarakat. Salah satu proyek semacam itu yang secara khususmengidentifikasi dirinya sebagai NFE adalah University ofSouthampton’s New Communities Project (Proyek KomunitasBaru Universitas Southampton), 1973-76 (Fordham, Poulton danRandle, 1979: 207-221).

Ini adalah upaya untuk mengubah penyediaan pendidikanorang dewasa yang ada ke arah jumlah siswa kelas pekerjaterdaftar. Temuan utama dari penelitian tindakan yang terkaitdengan ini adalah ide bahwa tidak adanya ketentuan khususbagi jenis sekolah non-formal -- tidak adanya pendekatan yangtidak sesuai untuk pengembangan masyarakat-- untuk jenispraktik organisasi dan jenis pekerjaan yang sangat berbeda.

Ternyata pembelajaran itu datang bukan dari kelas formal,tetapi dari berbagai informasi dan komunikasi massa sepertisurat kabar komunitas (pengeditan, produksi, distribusi), literasiorang dewasa, penekanan pendidikan pembibitan bagi petanidan pembentukan dasar fisik untuk kegiatan masyarakat.

Banyak pelajar datang ke kegiatan Proyek tanpa memilikitujuan pendidikan yang jelas; untuk memahami apa yangdisediakan oleh tutor dan organisator profesional. Upayaprofesional untuk meneruskan program pendidikan dalamsemua kasus adalah yang membedakan proyek dari pekerjaanmasyarakat yang lebih umum atau dari pembelajaran informal(yang Insidentil). Ini adalah perbedaan utama dan prinsip antarapendidikan non-formal dan informal.

32 ] archer, d. & costello, p (1990) literacy and power, london: earthscanpublications.

Page 54: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

32 M. Nasrul Kamal

c.TujuanPendidikan non-formal yang diberikan kepada orang

dewasa pada umumnya sesuai dengan kebutuhan dan definisitujuan sebelumnya. Sistem sekolah formal biasanya jugamemiliki tujuan yang ditentukan untuknya, baik olehPemerintah, oleh sponsor agama atau sistem ujian eksternal.Tetapi program pendidikan orang dewasa, terutama bagipengangguran dan untuk pemeriksaan eksternal, biasanya harusmendefinisikan tujuannya. Memang, semua program yangtergabung dengan gerakan sosial dari satu atau lain jenisdidefinisikan dalam hal tujuan. R. Julius Nyerere menuliskandengan baik tentang ini saat menyatakan bahwa:

“Seorang pria belajar karena dia ingin melakukan sesuatu. danbegitu dia telah mulai di sepanjang jalan untuk mengembangkankapasitasnya ini dia juga belajar karena dia ingin menjadi...; untukmenjadi orang yang lebih sadar dan pengertian. ... fungsi pertamapendidikan orang dewasa adalah untuk mengilhaminya baikkeinginan untuk berubah maupun pemahaman bahwa perubahan itumungkin terjadi.” (Nyerere 1978: 28-29) [33]

NFE memiliki tujuan khusus bagi yang kurang beruntungtujuannya yaitu untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkankeadilan dan tentang kesetaraan yang lebih besar dalamdistribusi kekuasaan dan sumber daya ekonomi. Ini menyiratkankedekatannya (terkait) dengan politik yang membuat beberapaprofesional merasa tidak nyaman. Pada konferensiPersemakmuran tentang NFE pada tahun 1979, MalcolmAdiseshiah mencatat:

33 ] Nyerere, j. K. (1978) ‘”development is for man, by man, and of man”: thedeclaration of dar es salaam’ in b. L. Hall and j. R. Kidd(eds.) Adult learning. A design for action, oxford: pergamon.

Page 55: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 33

... pendidikan tidak netral secara politik. Ini yaitu pendukungaktif dan reflektor yang setia dari status quo di masyarakat. Jikastatus quo secara umum tidak setara dan tidak adil, dan semakinmeningkat, pendidikan akan semakin tidak merata dan tidak adil dantidak akan ada tempat bagi pendidikan non-formal untukmemperbaiki kondisi kaum miskin. Namun, jika masyarakat bergerakke arah yang setara, maka pendidikan non-formal dapat dan akanberkembang. (dalam Fordham (ed.) 1980: 21)

Jika kita mencoba untuk mengkorelasikan berkembangnyaNFE dan perubahan politik maka tahun 1970-an tentu dapatdigambarkan sebagai dekade NFE (Rubenson 1982). Demikianpula pada 1980-an melihat pengabaian NFE dan banyak yangakan menyatakan bahwa ini selaras dengan politik dekade ini,disertai dengan ketidaksetaraan yang lebih besar baik di dalammaupun diantara negara-negara.

Tabel 1.2 Model Tipe Ideal Pendidikan Formal dan Non-Formal

Factor/Education

Formal Non-formal

1 Purposes 1 Long-term &general

Short-term & specific

2 Credential based Non-credential-based2 Timing 1 Long

cycle/preparatory/

Short-cycle/recurrent/

2 full-time part-time

3 Content 1 Standardised/input centred

individualised/outputcentred

2 Academic Practical3 Entry

requirementsdetermine

Clientele determineentry clientelerequirements

4 Delivery 1 Institution based, Environment based,

Page 56: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

34 M. Nasrul Kamal

Factor/Education

Formal Non-formal

system isolated fromenvironment,rigidlystructured,teacher centred &resource intensive

Community relatedFlexible, learner centred& resource saving

4 Control 1 External/hierarchical

Self-governing/democratic

Di adaptasi dari Simkins (1977: 12-15) [34]

d.‘Top Down dan Bottom Up’Salah satu tema abadi dalam literatur NFE yaitu pendidikan

yang disediakan harus untuk kepentingan peserta didik danbahwa perencanaan organisasi dan kurikulum sebaiknyadilakukan oleh peserta didik sendiri: bahwa itu harus `bottom up'. Selain itu, sering diperdebatkan bahwa ini harusmemberdayakan peserta didik untuk memahami dan jika perlumengubah struktur sosial di sekitar mereka.

... program pendidikan non-formal tidak hanya harus menambahketerampilan individu, pengetahuan dan sikap tetapi jugamemerhatikan aturan dan struktur dalam sistem sosial yanglebih luas. .. program harus sama peduli dengan mendorongpembelajaran karena mereka juga menciptakan peluang untukmentransfer dan menerapkan apa yang dipelajari. (La Belle 1976)[35]

34 ] simkins, t. (1976) non-formal education and development, university ofmanchester: department of adult & higher education.

35] Labelle, t.(1976) `goals and strategies of nonformal education in latinamerica’,comparative education review 20 (october): 328-345.

Page 57: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 35

Cara untuk mengatasi ketidakberdayaan dan kerentananadalah melalui pembelajaran; ini memungkinkan orang danmasyarakat untuk bertindak berdasarkan pengetahuan baruberdasarkan pada pemahaman tentang peristiwa bagaimana danmengapa peristiwa itu terjadi. [36]

Misalnya, jamban dan tangki air digunakan secara efektifbukan hanya karena desainnya sangat bagus, tetapi ketikamasyarakat diberikan cukup pemahaman, dan interaktif,peluang untuk mempelajari masalah-masalah kebersihan yangterkait dengan kesehatan; metode untuk merancang danmemelihara sistem pemantauan; keterampilan dalammengalokasikan sumber daya untuk perbaikan; dan, secarakeseluruhan, bahwa mereka memiliki sistem untuk digunakanuntuk kebaikan mereka sendiri seperti yang mereka lihat.(Bernard dalam IDRC 1991: 36).[37]

Perbedaan antara top-down dan bottom-up, atau antara'pelatihan' dan 'informal', menjadi salah satu tujuan dan rasakepemilikan. Bottom-up ('informal') juga sering lebih efektifdalam menghasilkan pembelajaran yang bertahan dandigunakan untuk memengaruhi perilaku atau mengubah sikapdi dunia nyata.

Para pelatih ‘merancang kegiatan jangka pendek, merekabiasanya memilih serangkaian pengetahuan, keterampilan, dansikap yang berbeda yang menurut para ahli paling tepat untuk

36] contoh di mana ada rasa memiliki yang asli memang tidak mudahditemukan mereka; dan hampir semua hanya memiliki elemenyang terjangkau secara umum sebagai bagian dari organisasiumum.

37 ] bernard, a, (1991) `learning and intervention: the informal transmissionof the knowledge and skills of development’ in idrc,perspectives oneducation for all, ottawa, international development research centre.

Page 58: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

36 M. Nasrul Kamal

topik yang menurut organisasi penting untuk dikuasaipekerjanya '. Namun, belajar secara kurang formal di tempatkerja membuat transfer pengetahuan dan ketrampilan lebihmudah ke kehidupan nyata dari apa yang sekedar dipelajaridipelajari secara formal, dan ada awal dari rasa kepemilikan(Marsick dan Watkins 1990: 4-5). Ini sangat mirip denganargumen Bernard yang dikutip di atas.

Pendukung NFE bottom-up, atau pembelajaran 'informal'seperti yang digunakan dalam paragraf di atas, menggunakantradisi yang jauh lebih tua dalam pendidikan orang dewasadaripada konsep NFE. Tradisi ini berasal dari dunia berbahasaInggris, di Skandinavia dan di Jerman dan memiliki kesamaangeografis dan budaya yang lebih terbatas daripada istilah 'non-formal' yang diberikan oleh Bank Dunia dan lainnya.

4. Sekolah Formal dan Nonformal Versi IndonesiaJika kita mengikuti pikiran sekolah formal versi Indonesia,

maka kita dapat melihat misalnya pengertian pendidikan inidisebutkan pada (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003) pada BabV1 pasal 13 ayat 1 menjelaskan bahwa jalur pendidikan terdiriatas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapatsaling melengkapi dan memperkaya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan yaitu usahasadar dan terencana untuk mengejawantahkan suasana belajardan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatanspiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukandirinya dan masyarakat.

Pendidikan suatu proses pengalaman kehidupan dalampertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan batintanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses

Page 59: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 37

menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkankecakapan di dalam perkembangan seseorang. Sebaliknyapendidikan non formal yaitu pendidikan yang dikelolaberbentuk kursus-kursus dan pelatihan-pelatihan.

Pendidikan formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan inimempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari usia dini,pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikantinggi.

Dari uraian di atas nampak kekurangtegasan UUSISDIKNAS No.20 tahun 2003) pada Bab V1 pasal 13 ayat 1 ituyang walaupun benar tetapi bisa menyebabkan kerancuan, jikakita bandingkan dengan uraian sebelumnya tentang sekolahnon-formal dari Unesco atau Commb. Tafsiran-tafsiran itutentulah hasil interpretasi yang kurang tepat. Jadi ada baiknyakita mengambil kutipan dari penulis asli dari konsep atau teoritentang sekolah formal maupun nonformal.

Berapa konsep tentang Sekolah nonformalUraian-uraian selanjutnya akan menjelaskan kerangka

pemikiran formal dan non formal menurut pikiran daninterpretasi penulis Indonesia.

Pendidikan seni diajarkan pada pembelajaran seni budaya,didalamnya tercakup mata pelajaran menggambar, seni musik,seni tari dan keterampilan kriya. Pendidikan formal yang khususmempelajari seni yaitu SMK yang berasal dari bidang kejuruanseni, yang mempelajari Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari danSeni terapan dan Kriya.

Menurut kacamata teori ini maka pendidikan seniadakalanya masuk dalam matapelajaran sekolah umum dankejuruan, serta adakalanya dalam bentuk sanggar, kursus-

Page 60: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

38 M. Nasrul Kamal

kursus, pelatihan/workshop. Pendidikan seni dimulai dariPendidikan Anak Usia dini sampai orang dewasa.

Di perguruan tinggi seni juga dipelajari secara khusus, seniseperti; Institut Seni Indonesia (ISI) dan Universitas yang adapelaran seni (ITB, UNJ, UNP, UPI, ISBI dll). Pendapat Ansyardalam Taba (1962:18-30) menjelaskan tiga fungsi utamapendidikan yaitu : “1) pendidikan sebagai pemahaman danpenerus kebudayaan; 2)pendidikan sebagai alat bagitransformasi kebudayaan; dan 3) Pendidikan sebagai pengembangan individual anak”.

Pendidikan yaitu pewarisan nilai-nilai kepada anak didik.Pewarisan dapat dilakukan melalui pendidikan lansung dariorang tua kepada anak-anak mereka dan dapat melalui jaklurpendidikan formal di sekolah-sekolah formal.

Pendidikan seni banyak dilakukan melalui pendidikan nonformal. Suhartono (2009:171) mengemukakan bahwa pendidikannonformal yaitu “serangkaian kegiatan komunikasi yangbertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik denganmenggunakan media dalam rangka memberikan bantuanterhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supayadapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agarmenjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab”. Potensidisini ialah potensi fisik, emosi, sosial, sikap, moral,pengetahuan, dan keterampilan.

Berbicara tentang pendidikan nonformal secara umumdisadari bahwa segala proses pendidikan selalu diarahkan untukdapat menyediakan atau menciptakan tenaga-tenaga terdidikbagi kepentingan bangsa, negara, dan tanah air. Apabila negara,bangsa dan tanah air membutuhkan tenaga-tenaga terdidikdalam berbagai macam bidang pembangunan, maka segenapproses pedidikan termasuk pula sistem pendidikannya harus

Page 61: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 39

ditujukan atau diarahkan pada kepentingan pembangunanzaman sekarang dan masa-masa selanjutnya.

Pendidikan non formal disebut juga pendidikan sepanjanghayat yang tak bisa dipisahkan dari misi pendidikan formal danpendidikan non formal. Dilihat dari UU No. 20 tahun 2003pendidikan yaitu suatu proses interaksi antara peserta didikdengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkunganbelajar. Pembelajaran yaitu sebagai suatu proses belajar yangdibangun oleh instruktur untuk mengembangkan kreatifitasberpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikirpengrajin serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontraksipengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasan yangbaik terhadap materi pelajaran (UUSPN No. 20 tahun 2003).

Menurut Soerdijanto (2006:26) mengatakan bahwapendidikan non formal adalah “bagian terpadu dari Sisdiknasyang berfungsi mencerdaskan kehidupan bangsa danmeneruskan kebudayaan nasional”.

Harmojoyo (1993:23) mengatakan bahwa pendidikan nonformal yaitu “usaha yang terorganisir secara sistematis dankontiniu dialur sistem luar sekolah”.

***

Page 62: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

40 M. Nasrul Kamal

Page 63: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 41

BAB IITEORI BUDAYA BELAJAR

ADAPTASI, KOLABORASI DAN SIMBOLIK

agian ini akan membahas literatur yang berbentuk teori-teori dan konsep-konsep yang dipandang relevan denganfokus pembahasan dalam buku ini. Peran teori dalam

kajian tentang ini bukan sebagai acuan, melainkan sebagaibahan perbandingan dalam menulis buku ini. Berikutnya teoridan konsep-konsep tersebut berkenaan dengan Kebudayaan,Pembelajaran, Budaya Belajar, Kerajinan dan Kecakapan Hidup.Substansi dari hasil pembahasan akan disarikan dalam modelberpikir.

A. Kebudayaan1. Perspektif Struktual Fungsional

Masyarakat dalam paham Struktural Fungsional dipandangsebagai struktur yang bertingkat-tingkat yang satu sama lainsaling berkaitan. Masing-masing tingkatan memiliki fungsi danmemiliki kaitan dengan fungsi lainnya. Suatu tingkatan strukturfungsiutamanya yaitu menjaga keteraturan (order),ketertibandan keseimbangan sosial (equilibrium). Dalam hal ini masyarakatmenyerupai suatu organ yang memiliki bagian-bagiana tausubsistem yang di dalamnya memiliki fungsi untuk menjagaketeraturan dan keseimbangan (Maliki 2003).[38]

38 ] Maliki, Zainuddin. 2003. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

B

Page 64: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

42 M. Nasrul Kamal

Bagian atau subsistem tersebut, yaitu berikut ini. subsistemAdaptation, Goal attainment. Integration, dan Latent PatternMaintenance (Lestarini,1988; Maliki 2003; Ritzer dan Goodman,2004; Johnson: 1986:130-131).

Parsons (dalam Soekamto, 1986: 48) menggambarkanperwujudan suatu sistem dalam masyarakat diberi nama modelkontrol hirarki sibernetik (cybernetic hierarchy of control). ModelParson ini menggambarkan suatu alur fungsi struktur kontrol,dimana posisi struktur yang paling atas mengontrol ke bagianstruktur yang bawah, sebagaimana tampak pada bagan berikutini.

Gambar 2.1 Model Pengendalian Hirarki Sibernetik, Sumber: Soekamto,1986: 48. https://www.researchgate.net/

Page 65: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 43

Posisi substruktur atau subsistem budaya (cultural sistem)berada di level yang paling tinggi memiliki fungsi mengontrolatau mengendalikan enerji pada subsistem yang di bawah nya,yakni subsistem sosial (sosialsistem). Demikian halnya struktursubsistem sosialberfungsi mengontrol tindakan pada subsistemkepribadian (personality sistem). Selanjutnya struktur subsistemkepribadian akan menjadi pengontrol pula struktur subsistemperilaku (organismic sistem). Fungsi pengontrolan tidak hanyaberlangsung dari atas ke bawah, melainkan juga dari bawah keatas. Itulah sebabnya hubungan antarstruktur, baik dari atas kebawah maupun dari bawah ke atas menciptakan interelasi atausaling berhubungan.

Subsistem organik dapat disamakan dengan fungsi organtubuh manusia yang selalu membutuhkan enerji untuk dapatmelangsungkan hidupnya. Karena itu subsistem organik harusmampu menyesuaikan diri atau beradaptasi denganlingkungannya. Upaya menyesuaikan organ dengan lingkungantersebut dalam rangka pencapaian suatu tujuan (GoalAttainment). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut akanterkandung berbagai upaya yang berbentuk penetapan cara-cara, strategi-strategi, memilih dan menetapkan skala prioritasmengenai kebutuhan yang harus dipenuhi. Selanjutnya untukdapat mencapai tujuan, masing-masing subsistem harusmenjagahubungan antar bagian (integration). Hubunganantarstrukur akan lestari ketika diikat oleh nilai norma budayayang disepakati bersama. Atau dengan kata lain nilai dan normabudaya menjadi pedoman (blueprint) dalam memeliharakelestarian keteraturan sistem (Latent Pattern Maintenance).

Fungsi subsistem organisme perilaku (behavioral organism)yaitu sebagai sistem tindakan yang selalu memberi jaminanpada keberlangsungan fungsi adaptasi dengan caramenyesuaikan dan menginformasikan kepada dunia eksternal.

Page 66: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

44 M. Nasrul Kamal

Fungsi subsistem kepribadian, yakni merumuskan danmemobilisasi enerji yang dimiliki serta mengarahkan padamencapai tujuan. Sedangkan subsistem sosial akan berfungsisebagai penjamin untuk tetap berlangsungnya suatu integrasi.Akhirnya subsistem budaya akan melaksanakan fungsiutamanya, yakni sebagai pemeliharaan pola. Caranya yaknidengan menyediakan seperangkat nilai dan norma yang dapatmendorong atau memotivasi seluruh anggota suatu masyarakatuntuk melakukan berbagai tindakan (Kinloch: 1984; RitzerdanGoodman, 2003, Maliki 2003; Muhadjir, 2001). Pada gambarberikut divisualisasikan hubungan antarfungsi yang membentuksistem tindakan, sebagai berikut ini.

Tabel 2.1 Hubungan Antarfungsi yang Membentuk Sistem Tindakan,

Sistem Kultural(L)

Sistem Sosial(I)

Sistem Organisme perilaku(A)

Sistem Kehidupan(G)

Sumber: Ritzer dan Goldman, 2004Seorang individu dalam lingkungan masyarakat dapat

disamakan dengan seorang aktor yang memiliki sejumlahpilihan, baikpendekatan, strategi, teknik maupuan cara-carabertindak. Pilihan mereka ditentukan oleh kendali dari nilai-norma budayayang berlaku. Dalam hal ini nilai norma, ethosdan pandangan mengenai budaya akan mempengaruhiperwujudan tindakan individu atau kelompok masyarakat.Ritzer dalam Alimana (1985) dan juga Beilharz (2003),menyatakan, seorang individu atau kelompok sosialbagai aktoryang memiliki kemampuan voluntarisme, yaitu dapat melakukanberbagai tindakan dengan cara menetapkan sejumlah pilihan

Page 67: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 45

Gambar 2.2 Struktur AdaptasiLintas Budaya. From Becoming

Intercultural: The IntegrativeTheory of Cross-Cultural

Adaptation (P. 87), By Y. Y.Kim, 2001, Thousand Oaks, CA:

SAGE. Copyright 2001, [39]

39 ] https://oxfordre. Com/ communication/doc/10.1093/ acrefore/9780190228613.001.0001/acrefore-9780190228613-e-21-graphic-002-inline.gif

Page 68: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

46 M. Nasrul Kamal

pengetahuan yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan yangditetapkan bersama.

2. Perspektif Adaptasi Budaya (Cultural AdaptationPerspective)

Paham Adaptasi Budaya beranggapan, bahwa suatumasyarakat memiliki hubungan yang saling mempengaruhidengan kondisi lingkungan, baik lingkungan fisik maupunsosial. Dimanapun dan kapanpun adanya manusia selaluberbentuk ya menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Upaya penyesuaian diri disebut dinamakan kemampuanberadaptasi. Selain itu penyesuaian juga diarahkan padaperubahan. Pentingnya manusia menyesuaikan diri dinyatakanSanderson (2000: 45) dan Kaplan s (1999: 114) adalah untukmemenuhi kebutuhan hidup. Seandainya tidak dilakukan,maka individu atau kelompok masyarakat bersangkutan tidaktidak akan bisa bertahan hidup. Linton (1984: 131) menyatakan,budaya yaitu formasi yang bagian-bagiannya saling menyesuaikan.

Gejala tersebut menjadi menyatu atau integration denganbudaya setempat. Proses ini merupakan perkembanganprogresif untuk mengejawantahkan persesuaian secarasempurna antar berbagai unsur untuk mengonkretkan suatubudaya.40

40] lihat juga: https://oxfordre.com/ communication/view/10.1093/acrefore/9780190228613.001.0001/ acrefore-9780190228613-e-21

Page 69: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 47

Gambar 2.3 The Process of Cross-Cultural Adaptation: The Stress-Adaptation-Growth Dynamic. From Becoming Intercultural: An Integrative

Theory of Cross-Cultural Adaptation (P. 59), By Y. Y. Kim, 2001,Thousand Oaks, CA: SAGE. Copyright 2001, Reprinted With Permission.

Mengingat setiap individu dan kelompok masyarakatmemiliki latar budaya dan lingkungan yang berbeda, makaimplikasinya kemampuan menyesuaikan diri tersebut memilikikadar dan tingkatan yang berbeda dan kecepatannnya untukmenyesuikan diri. Hal itu dinyatakan Bennet (1976:3), sebagaiberikut ini.

“Upaya penyesuaian manusia dengan lingkungan memperlihatkanbanyak variasi, baik pada level individu maupun kelompok masyarakat.Perilaku seorang individu atau kelompok masyarakat dapat dipandangadaptif atau tidak adaptif mesti dilihat secara multidimensi. Hal tersebutdisebabkan usaha penyesuaian bagi individu atau kelompok olehmasyarakat tertentu, belum tentu sama adaptifnya bagi individu ataukelompok lainnya”.

Dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungan,kelompok masyarakat tersebut mengoperasikan sistempengetahuan yang dimiliki dan menginterpretasi lingkungannya. Dalam hal ini kebudayaan dipandang sebagai seperangkat

Page 70: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

48 M. Nasrul Kamal

pengetahuan yang digunakan untuk menginterpretasilingkungan dan melakukan tindakan penyesuaian. Manusiayaitu mahluk yang memiliki kemampuan biologis dan budayasebagaimana diungkapkan Rohidi (2000), bahwa manusia yaitumakhluk biokultural, yaitu mahluk biologis yang memilikibudaya yang setiap saat harus memenuhi keutuhan biologisnyadan juga memenuhi kebutuhan budayanya.

Untuk bisa mempertahankan hidup dan kehidupannya,maka manusia membutuhkan tiga syarat dasar yang harusdipenuhi oleh individu atau kelompok masyarakat, yakni: (1)syarat dasar alamiah, yang berbentuk kebutuhan biologis sepertikebutuhan makan, minum, menjaga stamina, menjadikan tetapberfungsi organ-organ tubuh manusia; (2) syarat kejiwaan, yaknipemenuhan kebutuhan pada terciptanya perasaan tenang, jauhdari perasaan takut, khawatir, keterkucilan, kegelisahan danberbagai bentuk pemenuhan kejiwaan lainnya; (3) syarat dasarsosial, yakni kebutuhan untuk melakukan hubungan danmempelajari kebudayaan, memperta hankan diri dari seranganmusuh, dsb. (Suparlan,1990; Bennet, 1976: 172).

Usaha penyesuaian manusia dengan lingkungan dalammencapai tujuan pemenuhan kebutuhan hidup akan dihadapkandengan berbagai hambatan. Untuk itu, upaya penyesuaian diridapat dipandang sebagai serangkaian usaha mengatasi berbagaipermasalahan. Tepatnya, kemampuan beradaptasi jugabertujuan untuk memecahkan masalah yangdilakukan dengancara merespon secara aktif mengenai berbagai masalah.Keunikan manusia tidak hanya sekedar menerima permasalahanapa adanya, melainkan menjawab permasalahan denganberadaptasi. Sebab kemampuan beradaptasi pada dasarnyaadalah bertujuan untuk memecahkan permasalahan berkenaandengan kebutuhan hidup (Bennet: 1976).

Page 71: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 49

Setiap lingkungan dengan segala sumber dayanya memilikiketerbatasan. Pada sisi lain kebutuhan manusia cenderung terusmeningkat. Kenyataan ini menjadikan setiap individu ataukelompok masyarakat menetapkan sejumlah pilihan dan strategipenyesuaian diri secara berbeda. Suatu kelompok manusiadengan kebudayaannya akan melihat permasalahanketerbatasan dilakukan dengan cara merespon secaraaktif(Boedhisantoso: 1986) atau sebaliknya yakni bersikap pasif. Halini berarti upaya penyelesaian permasalahan pada setiapkelompok sosialberbeda caranya dan berbeda tingkat usahamengatasinya.

Bennet (1976) menjelaskan, adaptasi dapat dipandangsebagai upaya penyesuaian dalam arti ganda, yakni berbentukya menyesuai kan hidup dengan lingkungan; atau sebaliknyaberusaha agar lingkungan yang dihuninya dapat disesuaikandengan kebutuhannya. Manusia memang tidak sekedarmenerima lingkungan apa adanya, melainkan aktifmenanggapinya berikut dengan permasalahannya. Dalamadaptasi, manusia juga memperlihatkan tindakan yang bersifatpsikhologis yang pendorong sikap adaptasi yang bersifatpsikologis (Montagu,1969). Dengan demikian, upaya manusiamelakukan penyesuaian diri dengan lingkungan berkaitandengan berbagai aspek, termasuk sosial, psikhologis, ekonomidan yang bersifat fisik (Smith, 1982: 85-89).

Kebudayaan sebagai kemampuan beradaptasi denganlingkungan dapat dipandang sebagai model-model pengetahuanyang di dalamnya memuat serangkaian nilai dan norma,petunjuk- petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, strategi-strategi yang dimiliki dan digunakan untuk menyesuaikan diridengan lingkungannya (Spradley, 1972). Resep-resep tersebutberbentuk model pengetahuan yang diarahkan untuk

Page 72: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

50 M. Nasrul Kamal

mengidentifi kasi tujuan-tujuan yang akan dicapai berikutprosedurnya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Model pengetahuan adaptasi digunakan sebagai ukuranpenilaian dalam menetapkan tujuan dan prosedur yang akandigunakan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dalam sistempengetahuan adaptasi juga diarahkan untuk mengidentifikasiberbagai jenis dan tingkatan bahaya yang mengancam danmerekonstruksi asal-usul mengenai bahaya serta bagaimana caramengatasi bahaya tersebut (Spradley dalam Suparlan, 1980).

Untuk memahami perbedaan adaptasi antarpribadi atauantarkelompok, Bennet menyarankan untuk mempelajari tigakunci persoalan dalam adaptasi, yakni perilaku adaptasi,tindakan adaptasi dan strategi adaptasi:

1) Perilaku adaptasi yaitu perwujudan perilaku yangtelah disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.Bentuk-bentuk perilaku dipilih dan diselaraskan dengantujuan, sehingga perilaku penolakan atau keterlibatanmenjadi suatu suatu pilihan perilaku yang ditampilkandan bertujuann untuk beradaptasi. Secara tersiratperilaku adaptasi memiliki kaitan dengan tujuan yanghendak dicapai. Apabila tujuan tersebutmenguntungkan, perilaku adaptasi diupayakan untuksesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

2) Strategi adaptif mengacu pada tindakan-tindakan yangdipilih secara sistematis dan diwujudkan dalam bentukpengambilan keputusan. Dalam keputusan tersebutindividu atau kelompok bersangkutan telah memprediksi bahwa dengan memanfaatkan daya merekadipercaya akan berhasil mencapai tujuan. Pada strategiadaptif terkandung langkah-langkah yang akanditempuh dan memperhitungkan masalah yang akan

Page 73: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 51

dihadapi. Langkah-langkah atau strategi-strategitersebut bersifat logis dan dipandang berdaya gunadalam menyelesaikan kebutuhan hidupnya.

3) Tindakan adaptasi bermakna suatu tindakan yang secarakhusus direncanakan dan dilakukan sekuat tenaga(maksimal) diarahkan untuk kemajuan di masa depan.Perencanaan dan perwujudan tindakan dilakukansecara logis melalui pemikiran yang rasional. Untuk itutindakan adaptif lebih bersifat penyelesaian, biladipandang terdapat kekurangberesan dalam perilakuadaptif. Tindakan adaptif cenderung bersifat menerimaakan sumber daya yang ada dilingkungannya sebagaiseabagai potensi yang harus digali dan dimanfaatkansebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemajuanhidupnya.

Perilaku, strategi dan tindakan adaptif digunakan olehindividu atau kelompok masyarakat dalam rangka penyesuaiandengan lingkungannya. Jika terdapat dua atau lebih kelompokmanusia yang hidup dalam suatu lingkungan namun memilikitradisi berbeda, maka akan menampilkan perilaku adaptasi yangrelatif sama. Sebaliknya jika kelompok-kelompok tersebutmemiliki tradisi yang sama, namun berada dalam lingkungan,maka akan melahirkan perilaku adaptif yang berbeda.

Dalam kaitan ini hasil kajian Bruner (1994:2) mengenaiperilaku adaptif kelompok masyarakat suku Batak di KotaBandung dan Medan menunjukkan adanya perbedaan dalampenyesuaian diri disebabkan lingkungan yang berbeda.

3. Perspektif Interaksi SimbolikPaham interaksi memandang, masyarakat sebagai

organisme sosial yang berbentuk perangkat yang dapatmencipta suasana saling berhubungan antaranggota dalam suatu

Page 74: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

52 M. Nasrul Kamal

masyarakat. Berbagai perubahan berikut dengan permasalahanyang berlangsung di lingkungan secara terus menerusdiinteraksikan antaranggota (Durkheim dalam Soebadio, 1999:58).

Interaksi yaitu suatu proses yang dinamik dantindakannya dalam bentuk simbol yang sering berubah-ubah(Craib,1994:114). Selanjutnya Mead [41] menyatakan, simbolsebagai obyek sosial digunakan sebagai wakil dan alatkomunikasi atau disebut juga isyarat bermakna. Harus diakuimanusia lahir dalam suatu struktur sosial yang objektif dandalam jaringan hubungan yang sudah ada sebelum lahir. Dalampandangan Wuradji (1988:205) teori interaksi tidak mencari polastruktur dan hubungan fungsional antarkomponen, melainkanmencari bentuk pola interaksi yang sifatnya dinamis dan aktual.Wuradji selanjutnya menyatakan:

“Fokus paham interaksionisme yaitu upaya memahami maknaterhadap realitas sosial. Sosialisasi dalam keluarga akan menjadikenyataan, jika aktivitasnya dapat dipahami atau dimaknai sebagaisosialisasi. Sosialisasi dalam keluarga dapat dianggap eksis jika didalamnya terdapat kegiatan yang berbentuk proses-proses interaksiyang bermakna”.

Perwujudan interaksi budaya berlangsung dalam kehidupankeseharian, baik antarpribadi maupun antar kelompok. Interaksiakan kian intensif ketika masing-masing individu memahamimakna dari serangkaian simbol yang ditampilkannya. Simbolyaitu tanda disepakati bersama memiliki makna tertentu dan

41 ] Lihat Margaret Mead, Margaret Mead adalah seorang antroplog budayaAmerika. Mead dilahirkan di Philadelphia, Pennsylvania dandibesarkan di kota Doylestown, Pennsylvania yang tidak jauh darisitu. Ayahnya adalah seorang profesor di sebuah universitas,sementara ibunya seorang aktivis sosial.

Page 75: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 53

berkaitan dengan kehidupan. Simbol-simbol tersebut kemudiandikembangkan secara bertingkat-tingkat (Sudardja, 1988: 26–27).Kemampuan manusia berinteraksi dengan lambangmembuktikan, bahwa manusia yaitu mahluk simbolik (animalsymbolicum).Lebih dari itu, manusia bukan hanya mahluk yangmampu mencipta lambang melainkan juga mengembangkannya untuk disesuaikan dan diarahkan untuk dapatmemenuhi kebutuhan hidupnya.

Setiap individu akan mempelajari dan menggunakanlambang - lambang di lingkungannya. Manusia dipandangmampu mentransendensikan alam sekitarnya melalui prinsipsimbolisasi. Dalam hal ini, penciptaan lambang yang palingutama yaitu bahasa, baik berbentuk bahasa lisan maupuntulisan. Simbol lain adalah gerakan tubuh, tindakan ataukejadian yang juga memiliki makna untuk diiteraksikan dengananggota masyarakat lain.

Dengan demikian kemampuan membuat lambang danmengkomunikasikan satu sama lain menjadi modal manusiamencipta kebudayaan (Bakker: 1977). Lebih jauh, Cassirer (1987),memandang lambang tersebut tidak hanya digunakan untukberinteraksi, melainkan menjadi tindakan yang akanmenimbulkan tanggapan. Untuk itu manusia mampumenyimpan dan mentransmisikan sejumlah informasikepadaindividu dan kelompok lainnya.

George H. Mead (dalam Zeitlin, 1998: 341-344) menyatakan,tindakan simbolik yaitu ciri terpenting manusia. Kebudayaansuatu masyarakat terkandung di dalamnya berbagai lambangdimana pikiran, gagasan, dan citra diteruskan antargenerasi.Untuk itu simbol-simbol yang sudah diciptakan harus dipelajarioleh setiap anggota melaluipembelajaran dan pengalaman hidupsehari-hari. Melalui simbol yag bermakna manusia mampu

Page 76: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

54 M. Nasrul Kamal

menuangkan gagasan dan pikiran yang rumit danmengkomunikasikan nya. Penciptaan dan penggunaan simbolpada akhirnya akan dapat memelihara kebudayaan itu sendiri(Roucek dalam Soekamto, 1987).

Wuradji (1988: 103) menyatakan, interaksi manusia dengansimbol akan membentuk suatu jaringan hubungan sosial. Dalamhal ini,suatu tindakan simbolik akan mampu membentuk suatustruktur tindakan.Tindakan simbolik tergambarkan dari perilakumanusia dengan apa yang dikatakan dan dilakukan, sementarapihak lain akan menafsirkannya. Tindakan yang dilakukanindividu sekaligus akan mencerminkan status dan situasistruktur yang mengikat dirinya. Karenanya, dalam penyampaian bahasa isyarat akan selalu merujuk pada obyek yangditafsirkannya. Tindakan tersebut diinteraksikan agardapatditerima dan dipahami oleh individu lainnya.

Secara instrinsik, simbol dapat dipandang sebaga identitasbudaya yang mengandung pola pengetahuan, keyakinan, nilaidan perilaku yang dipelajari individu yang menjadipendukungnya. Makna pada simbol bersifat sistematik dantermanifestasikan secara teratur. Sistem makna yang teraturtersebut menjadiidentitas budayayang disandangnya dankemudian diteruskan pada generasi berikutnya.

Bagi Bakker (1978) yang paling sentral dalam kehidupanmanusia bukanlah pikiran atau perasaan, melainkan tindakan.Setiap tindakan mengandung tanda yang bisa menyingkapkepribadian seseorang. Dalam hal tindakan simbolik anakmenangis karena mainan kesayangan hancur berkeping-kepingatau seorang ibu menciumi anak yang menjadi buah kasihnya.Serangkaian tindakan yang sifatnya simbolis akanmemperlihatkan pernyataan sikap dasar, seperti ungkapanperasaan cinta, persahabatan, kesetiaan, pengabdian, kebencian

Page 77: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 55

atau kejahatan. Pada kasus bersalamandua orang musuh setelahmelakukan pertarungan dapat dimaknai sebagai maknakomunikasi simbolik menganai saling menghormati.

Berdasarkan uraian di muka dapatlah disarikan, bahwasecara garis besar pandangan interaksi simbolik yaitu : (1)manusia yaitu makhluk yang mampu menciptakan danmengembangkan simbol yang di dalamnya memiliki maknatertentu; (2) manusia belajar menggunakan simbol-simboltersebut untuk berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain;(3) manusia melakukan komunikasi dan interaksi belajar dalamwujud peran-peran yang dimainkannya; (4) suatu masyarakattercipta, bertahan, dan berubah sebagai wujud dan hasil belajarmelalui serangkaian simbol yang diinteraksikan satu sama lain,sehingga berimplikasi pada kemampuan berpikir, mendefinisikan, merenung dan melakukan evaluasi diri.

4. Perspektif Kolaborasi Budaya (CulturalCollaboration Perspective)

Kerja sama atau kolaborasi yaitu bagian dari kemampuanberinteraksi manusia dalam wadah budaya yang dibenuk dilingkungannya. Kerja sama adalah pola pengetahuan mengenaihubungan yang diyakini memiliki manfaat besar dalam rangkamemecahkan berbagai permasalahan. Seperti dipahami dalamlingkungan masyarakat, interaksi antarpribadi maupunantarkelompok akan terus-menerus diwujudkan, baik secaraformal maupun informal. Perilaku dan tindakan berinteraksi alangsung maupun tidak langsung akan menciptakan jalinanhubungan kerja sama atau kolaborasi. Pengetahuan mengenaikerja sama sebagai jawaban atas munculnya berbagaipermasalahan. Dengan kata lain interaksi budaya yang bersifatkolaboratif berorientasi pada usaha memecahkan masalah yangmenyangkut kehidupan bersama.

Page 78: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

56 M. Nasrul Kamal

Pada dasarnya tidak dapat mengingkari kentataan, bahwasetiap lingkungan memiliki banyak keterbatasan. Daya dukunglingkungan yang dihuni oleh setiap kelompok sosial semakinhari semakin berkurang. Hal ini disebabkan jumlah dankebutuhan manusia yang terus meningkat, sedangkanlingkungan semakin terbatas. Untuk itu pola hubungankolaborasi biasanya diawali dari kesadaran bersama,bahwamanusia dengan kelompok sosialnya tidak bisa melangsungkanhidup dan kehidupannya secara sendirian dan pastimembutuhkan kehadiran kelompok lainnya. Terlebih lagi padasaat dihadapkan dengan permasalahan besar. Haris (1990:148)menyatakan, dalam menanggapi keadaan lingkungan berikutdengan permasalahannya biasanya diawali dengankesadaranbersama untuk bersama-sama memecahkannya. Seringkalitindakan kerja sama tersebut diiringi dengan proses advokasiataubantuan kelompok lain, dimana kelompok masyarakat yangkuat akan membantu kelompok yang lemah.

Mewujudkan budaya kolaborasi diperlukan prasyaratutama, yakni mencipta semangat egalitarian atau kesetaraanantarkelompok. Cara membelah atau pengkotakan antarkelompok yang satu dengan yang lainnya menjadi hambatandalam mencipta pola kerja sama. Suasana kesetaraan akanterwujud ketika masing-masing kelompok membangunsemangatsaling menghargai atau toleransi yang berciri lebihmengedepankan kesamaan dibandingkan dengan perbedaaan.Semangat tersebut menjadikan kehidupan masyarakat yangberbudaya kolaborasi secara perlahan tetapi pasti akanmembentuk kehidupan yang lebih demokratis.

Kolaborasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan.Perubahanlingkungan yang terwujud dalam bentuk permasalahan akandiatasi bersama. Stephen R. Covey memberikan istilahlingkungan yang selalu berubah dengan nama "awhite water

Page 79: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 57

world" (Hesselbern, et. al., 1996:150). Perubahan lingkungan yangutamanya yaitu disebabkan kemajuan teknologi informasi dantelekomunikasi tingkat tinggi (high information mass).Dengankemudahan dan kecepatan mengakses informasi daninteraksipada satu sisi akan mencipta mobilitas sosial yang tinggi. Batas-batas territorial dapat ditembus(borderless society),sehingga jarakdan batas wilayah dan perbedaan lingkungan antarkelompokmasyarakatmenjadi terasa dekat.

Ekspansi pembangunan industri dan laju pertumbuhanekonomi selain bermanfaat tetapi juga juga telah melahirkandampak sampingan (externalities), yaitu lahirnya permasalahanbaru. Diantaranya yang dapat diamati degan jelas misalnyamembengkaknya pengangguran, munculnya pemukimankumuh (slums), tingginya angka kriminalitas, kesenjangan sosialmenunjukkan perubahan lingkungan dengan permasalahanyang kompleks.

Kelompok masyarakat sederhana yang berada di wilayahpedesaan, tidak luput juga dari dampak perubahan global,termasuk di dalamnya masalah bencana alam, kekuranganpangan kelaparan, menurunnya kesuburan tanah, ketergantungan kebutuhan ekonomi dan lain-lain. Berbagaipermasalahan yang dirasakan bersama tersebut telahmendorong kesadaran bersama dan menerapkan sikap toleranantarkelompok untuk memperkuat hubungan kerja sama ataukolaborasi.

Salah satu saluran kolaborasinya yaitu dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan, yang akan mengembang menjadikolaborasi budaya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.Hubungan antarbudaya memungkinkan terjalin berbagai bentukkerjasama yang kongkrit dalam memecahkan masalah bersama.Pelestarian budaya masyarakat lokal kini menjadi perhatian

Page 80: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

58 M. Nasrul Kamal

bersama, mengingat dalam arena kelokalan terbukti dapatmemelihara berbagai kearifan. Melalui jalinan kolaborasiantarbudaya lokal yang dimiliki kelompok masyarakat menjaditumbuh dan berkembangnya usaha memelihara danmengkomunikasikan makna kearifanbudaya lokal.

Ada empat pilar yang diperhitungkan dalam mengonkretkan budaya kolaborasi dalam lingkungan masyarakat, yaituberikut ini. (l) melakukan pembelajaran mengenai fakta,pengetahuan, prosedur yang digunakan untuk melakukanhubungan yang kolaboratif; 2) meningkatkan keterampilanberkerjasama dengan kreatif, yakni dengan memanfaatkankesempatan dan peluang sekecil apapun; (3) memperhitungkanberbagai pergerakan dan perubahan yang berdampak padapermasalahan bersama di lingkungan masing-masing; (4)melakukan usaha pelestarian budaya dan mempromosikankearifan lokal secara terbuka dan terus-menerus; dan (5)meningkatkan kapasitas masing-masing kelompok sosial dalammeningkatkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan,sehingga diperoleh cara-cara yang tepat untuk mengatasipermasalahan yang ada.

Struktural Fungsional Parson, Adaptasi Budaya maupunInteraksi Simbolik dan Kolaborasi memandang budayabukanlagi sebagai gejala material, melaiankan sebagai sesuatuyang berada dalam alam pikiran manusia yang di dalamnyamengandung nilai-norma serta ethos yang dijadikan pedomanhidup (blueprint) yang bersemayam pada pokiran seluruhanggota pendukungnya. Kebudayaan juga dipandang sebagaisistem pengetahuan yang digunakan untuk memahami diri,menginterpretasi lingkungan dan mendorong melakukantindakan.

Page 81: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 59

Bagi Parsons dengan model kontrol hirarki sibernetik(cybernetic hierarchy of control) subsistem budaya menempatiposisi tertinggi yang berfungsi menyediakan nilai norma yangberfungsi menjadi pengontrol subsistem yang berada di bawahnya. Sementara Bennet (l976) dengan adaptasi budayamenekankan pentingnya untuk menyesuaikan diri denganlingkungan fisik, sosial berikut dengan perubahan yangberlangsung. Budaya sebagai sistem pengetahuan akanmengatur perilaku beradaptasi, menyusun strategi dan tindakanberadaptasi. Dalam pandangan interaksi simbolik, budayasebagai sistem pengetahuan mengenai simbol yang memilikimakna. Simbol diciptakan, dibakukan dan diinteraksikansebagai perwujudan komunikasi budaya (Craib, 1984: 112;Garna, 1996:4-5). Sedangkan bagi pandangan kolaborasi, budayayaitu pengetahuan yang digunakan untuk bekerja samaantarkelompok untuk memecahkan masalah bersama.

B.PembelajaranPembelajaran yaitu konsep kunci dalam upaya memahami

kehidupan masyarakat umumnya,sehingga di berbagai tempatsekalipun dengan waktu yang berbeda selalu mendapatperhatian berbagai kalangan dan kajian disiplin ilmu.

Masing-masing disiplin memiliki cara pandang yang khas,sehingga menghasilkan deskripsi yang satu sama lain berbeda.Dalam buku ini konsep pembelajaran akan dipaparkan melaluisudut pandang filsafat, disiplin ilmu sosial dan budaya.

Selain adanya perbedaan pandangan akan terdapat pulakesamaannya. Paparan substansi masing-masing pandanganakan diarahkan untuk memahami perwujudan budaya belajardan kecakapan seni rupa khususnya pada pengrajin diKotogadang , Sumatera Barat.

Page 82: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

60 M. Nasrul Kamal

1. Pembelajaran: Perspektif Filsafat Pendidikan(Educational Philosophy Perspective)

Perspektif filsafat dalam memahami suatu gejala bercirispekulatif, preskriptif dan analitik. Ciri spekulatif ditandai dariasumsi-asumsi teoritik yang selalu dikaitkan dengan kehidupanmanusia. Sedangkan preskriptif, karena pemikirannya mengarah pada suatu rumusan atau kerangka pemikiran. Ciri analitik,filsafat selalu mengelaborasi pemikirannya secara logis dandapat diuji dalam realitas kehidupan (Sudjana, 2000a: 119).

Selama ini dikenal empat mazhab pemikiran filsafat,khususnya berkait dengan gejala pembelajaran, yaitu berikutini. mazhab idealisme, realisme, pragmatisme dan essensialisme.Mazhab idealisme menekankan pada pentingnya kesadaranmanusia mengenai potensi kemanusiaan berikut upaya-upayamengembangkannya secara selaras dengan lingkungannya.Mazhab realisme memberi perhatian pada kepentinganperumusan materi pembelajaran yang mampu mendorongpembelajar memahami lingkungan alam sekitar dan implikasinya untuk kemasalahatan hidup bersama. Sedangkan mazhabpragmatisme menekankan kepentingan pada penetapan tujuandalam pembelajaran yakni dapat tercapainya pemenuhankebutuhan dan kualitas manusia (Sudjana, 2000a: 119-122).

Mazhab essensialis merupakan ramuan pemikiranidealisme Plato dan realisme Aristoteles, yang menghendakiagar manusia kembali kepada kebudayaan klasik yangdipandang memiki banyak keunggulan. Mazhab ini distimulasioleh kegelisahan akibat menimbunnya permasalahan kekinian(baca: kebudayaan modern) yang gejalanya menunjukkansemakin jauh dari nilai-nilai dasar kemanusiaan. Namundemikian pemikiran essensial juga mengakui, nilai norma

Page 83: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 61

kependidikan tidak hanya dapat mengendalikan, melainkan jugadikendalikan oleh lingkungan (Ali,1993: 117).

Kerangka berpikir pragmatis banyak andil dalammembangun pemikiran pembelajaran modern, utamanya dalammenggali potensi tujuan pembelajaran. Sebaik-baiknyapembelajaran yaitu pembelajaran yang berkaitan denganpengalaman dan bisa memeuhi kebutuhan hidup pembelajar.Pembelajaran yang didasarkan atas pengalaman diri akan dapatmenggali potensi dan pengalamandalam bekerja sama. Kerjasama dalam pembelajaran akan mengoptimalkan partisipasipeserta belajar dalam mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.Untuk itu diperlukan prakondisi untuk menciptakan suasanasaling menyesuaikan diri dan memungkinkan dapat mengatasipersoalan dalam berinteraksi. Pikiran progresif banyakdilaksanakan dalam pembelajaran untuk tujuan pembangunan.Pembangunan bukanlah proses perubahan yang membujurlurus, melainkan menyerupai bentuk jaringan yang akanmemberdayakan manusia.

Pembangunan dalam hal ini ditafsirkan sebagai prosespembelajaran masyarakat yang akan mengubah kehidupannyamenjadi lebih baik lagi. Perubahan melalui pembangunanbukanlah sekedar peningkatan ekonomi, melainkandiindikasikan dari meningkatnya partisifasi masyarakat dalammengubah dirinya. Tafsir pembangunan sebagai memberdayakan diri akan tampak dari ukuran berkurangnya kemiskinan,pengangguran, dan ketimpangan sosial (Soedjatmoko, 1985:30). Lebih mendalam pandangan perubahan melaluipembangunan bukanlah tampak dari sesuatu “yang diperbuat”masyarakat, melainkan “apa yang dipelajari” masyarakat.

Semakin banyak yang dipelajari masyarakat akanberdampak meluas dan mendalam bagi kehidupan mereka.

Page 84: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

62 M. Nasrul Kamal

Dalam hal ini, dua konsep utama, yakni pembelajaran danpembangunan yaitu dua sisi yang bertujuan sama, yaknimeningkatnya tarap hidup masyarakat.

Pernyataan Adam Smith, bahwa proses pembelajaranadalah kunci bagi perubahan dan pembangunan, karena akanmeningkatkan kemampuan kerja untuk produktif. Hal inidisebabkan dalam pembangunan akan menambahnyapengetahuan bagi masyarakat (Nasution, 1992:43).

Banyak pemikir yang menyatukan pembelajaran danpemberdayaan masyarakat melalui pembangunan. Pembelajaranakan mengubah perilaku, kognitif dan menjadikan penduduksuatu Negara menjadi manusia yang humanis. Pemikirantersebut dijalin dalam suatu garis kontinum melalui duapendekatan, yakni pendekatan konformitis dan liberasional.Pendekatan konformistis yaitu pembelajaran yang merujukpada adanya kepentingan guru yang menjadi sumber belajar.Sedangkan pendekatan liberal beranggapan pembelajaran yangbermakna tidak selalu menggantungkan pada guru, pesertabelajar lebih bebas dalam memilih sumber belajar.

Pikiran Rogers (1994a: 43) menjelaskan usaha pembelajarandalam pembangunan memperlihatkan dua arah, yaitu berikutini. mendorong masyarakat yang belajar untuk menciptakanperubahan pada diri secara permanen, dan kedua mengarahkanpembelajaran untuk aktif merespon. Masyarakat yang belajartampak pada perubahan perilaku, berpikir atau berperasaan.Sedangkan dorongan untuk aktif merespon ditandai dengankemampuan berinteraksi dan berkomunikasi antarsesama.Soedomo (1989:30) menambahkan kemampuan berinteraksi danberkomunikasi sebagai indikasi keberhasilan pembelajarandalam masyarakat.

Page 85: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 63

Sejalan dengan hal itu Cranton (1996: 26), mengasumsipembelajaran pembangunan yaitu pembelajaran yang memilikitipe pembelajaran cooperatif. Selain itu juga terdapatpembelajaran masyarakat yang collaborative. Tipe pembelajaranyang mutakhir yaitu transformative. Ketiga bentuk pembelajaran yang ada dalam masyarakat menunjukkan suatuperkembangan pembelajaran banyak dipengaruhi oleh faktorlingkungan dan kondisi sosial budaya.

Dubois dan Miley (dalam Adimihardja dan Hikmat, 2001:12) memandang meski memiliki perbedaan dan adapengaruhnya bagi perubahan masyarakat, namun kenyataanpembelajaran terus berlangsung dan eksis dalam kehidupanmasyarakat bersangkutan. Perubahan tipologi pembelajaranbesar dipengaruhi kondisi sosial budaya yang mengitarinya.Untuk itu, dalam memahami pembelajaran ada tiga ciri utamayang harus diperhatikan, yakni berikut ini. (1) Ciri pembelajarandisertai dengan dialog atau interaksi; (2) ciri penetapanpenemuan dalam pola pembelajaran, dan (3) ciri pengembanganpembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan.

Pembelajaran masyarakat memiliki jalinan hubungan yangdibangun rapat. Interaksi antaranggota dengan simbol bahasayang sama mampu menciptakan komunikasi, menjadikan ciripembelajarannya bersifat interaktif. Demikian juga lingkunganyang menjadikan sumber, materi dan tujuan pembelajaranmenjadikan susana saling memotivasi (khususnya ditujukanpada anak dan remaja) untuk belajar menjadi lebih terasa.Berikut ini terdapat ciri umum pembelajaran yang berlangsungdalamkehidupan masyarakat sebagaimana dinyatakan Sudjana(2000b: 421), sebagai berikut ini.

Ciri yang bersifat positif yaitu berikuit ini. (1) Memiliki naluriuntuk hidup bertetangga baik; (2) kesediaan bergotong royong; (3)

Page 86: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

64 M. Nasrul Kamal

tenggang rasa dan hidup rukun, dan (4) raji, giat, ulet, dan tawakal.Ciri orang bersifat negatif yaitu: (1) rendahnya disiplin dan ketaatanpada peraturan perundang-undangan yang berlaku, (2) kreativitasrendah, (3) kurang tegas dalam bersikap terhadap sesuatu.

Kentalnya interaksi pembelajaran di masyarakat didukungoleh jalinan rasa kecintaan yang diikat olehhubungankekerabatan. Pembelajaran yang dibangun atas perasaan yangsama sebagai manusia yang lahir dan dibesarkan dalam suatulingkungan(Freire, 2000: 81). Lebih lanjut Friedman (1988: 255)menduga interaksi pembelajaran yang dilandaskan salingmencintai akan berimplikasi besar pada tumbuhnya salingpercaya dan saling menghargai. Dalam tataran yang lebih luas,pembelajaran interaktif dapat diterapkan atas isu kesamaanlatar, kesejajaran sebagai warga, saling mempercayai dan salingmenghargai, sehingga menjadi ikatan yang kuat bagi seluruhanggotanya.

2. Pembelajaran: Perspektif Sosial (Social Perspective)Perspektif sosio-antropologis memandang pembelajaran

sebagai transformasi sistem sosial-budaya antargenerasi.Pembelajaran ialah upaya proses institusi pada suatumasyarakat berperan sebagai hantaran segala gagasan yangdiakumulasikan dari seperangkat pengetahuan, ukuran, aturandan cara-cara tertentu, guna dialihkan dari generasi yang tuakepada generasi muda (Garna,1992).

Pembelajaran yaitu fakta sosial yang mengandung ciriyang berada di luar individu dan juga sifatnyalanggeng sertamengikat individu dan kelompok masyarakat bersangkutan.Dalam hal ini pembelajaran memiliki ”daya paksa” untukmelakukan dan menjalaninya.

Page 87: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 65

Gambar 2.4. Perspektif Utama Psikologi Sosial. Sumber:Https://Study.Com/Academy/Lesson/Major-Perspectives-Of-Social-

Psychology.Html42

Pembelajaran akan tersebar secara merata dalam kehidupanmasyarakat dan karenanya menjadi milik bersama. Dengan katalain, pembelajaran yaitu proses mempengaruhi orang dewasapada generasi yang belum matang dalam rangka berperandalam kehidupan sosial (Durkheim, 1858-1917).

Pemaknaan pembelajaran dapat juga dipandang sebagaiproses mempengaruhi generasi orang dewasa kepada merekayang belum dewasa untuk siap melakukan peran menjalankanfungsi sosial budaya. Sasaran pembelajaran yaitupengembangan sejumlah kondisi fisik, intelek, dan watakmereka untuk hidup.

Dengan begitu pembelajaran tidak lain yaitu saranapersiapan untuk hidup bermasyarakat yang disiapkan olehseluruh anggota masyarakat itu sendiri (Adiwikarta, 1988).

42 ] psikologi sosial adalah studi ilmiah tentang bagaimana masyarakatmempengaruhi cara individu berperilaku, berpikir, danmerasakan.

Page 88: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

66 M. Nasrul Kamal

Dalam pandangan sosial budaya, pelaksanaan pembelajaranterdapat peran dominan pada suatu kelompok masyarakatuntuk membentuk pribadi anggota warga lainnya untuk sama-sama berperan dalam memelihara keseimbangan. Ada tigamodel pembelajaran yang ditawarkan, yakni model pembelajanmekanis, organis, dan proses.

1) Model mekanis, yakni menggambarkan usaha mempertahankan apa yang ada dalam masyarakat. Dengandemikian pembelajaran menjadi upaya untukmemberikan kemampuan menyesuaikan diri dengankeadaan yang diasumsikan tersebut secara mantap.

2) Model organis, yaitu mengandung konsep homeostatis,yakni yang melukiskan penyesuaian diri kepadalingkungan yang berubah, yang tanpa disertaiperubahan struktur internal. Ini berarti pendidikanyaitu upaya memberikan kemampuan menyesuaikandiri sambil mempertahankan struktur yang ada padamasyarakat bersangkutan.

3) Model proses, yaitu menggambarkan perubahan padastruktur sesuai dengan keperluan untuk menghadapisituasi lingkungan yang berubah. Ini berarti, bahwapembelajaran mengembangkan daya nalar dankreativitas termasuk mengubah struktur penghayatansesuai dengan tuntutan situasi yang berubah.

Pemikiran ilmu sosial terapan mengarahkan pembelajaranuntuk kepentingan keberhasilan pembangunan. Ada tiga teoriyang tersaji yang berkaitan dengan usaha pengubahanmasyarakat melalui pembelajaran, yaitu berikut ini. teorifungsional, teori modal manusia, dan teori gerakan masyarakat(Paulston dalam Sudjana, 2000a: 130). Teori fungsional menjadibagian pandangan struktural fungsional yang meangasumsikan

Page 89: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 67

pembelajaran memiliki fungsi peningkatan tarap kehidupanmasyarakat di segala bidang kehidupan.

Seperti kerangka struktural fungsional memandang gejalapembelajaran yang berlangsung sebagai proses perubahan.Namun mereka meyakini apapun jenis dan tingkatanperubahan pada akhirnya akan tetap disesuaikan dengankehidupan masyarakat secara integrasitif dan seimbang. Sepertimasyarakat, maka dalam pembelajaranpun memiliki strukturyang dalam praktiknya menyerupai suatu sistem yang didalamnya terkandung sejumlah subsistem. Subsistempembelajaran, yakni masyarakat belajar, subsistem kepribadianbelajar dan subsistem perilaku belajar.

Subsistem masyarakat pembelajar yaitu lingkungan sosialyang menjadi tempat berlangsungnya proses pembelajaran.Subsistem ini akan berkaitan dengan subsistem budaya yangmemiliki nilai-norma budaya belajar yang diyakini danberfungsi dalam kehidupan masyarakat. Nilai budayapembelajaran tiada lain nilai budaya itu sendiri yang berfungsimenjadi pemelihara lestarinya kehidupan, termasuk pembelajaran itu sendiri. Sementara subsistem kepribadian akanmemperlihatkan diri sebagai karakter atau watak belajar yangditampilkan oleh setiap anggota masyarakat. Karakterpembelajaran masyarakat tampak pada strategi belajar yangdigunakan sebagai cara bersama. Sedangkan perilaku belajarakan tampak pada kebiasaan pembelajaran yang diformulasikandalam bentuk program dan ditampilkan dalam kehidupansehari-hari sebagai perilaku pembelajar.

Dengan menggunakan kerangka pemikiran strukturfungsional, maka pembelajaran masyarakat ditafsirkan sebagaistruktur pembelajaran yang memiliki program yang holistikyang mengandung seperangkat pengetahuan, keterampilan dan

Page 90: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

68 M. Nasrul Kamal

kemampuan yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Padastruktur tersebut memuat kegiatan pembelajaran dipengaruhinilai norma, aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep danstrategi-strategi budaya yang diyakini masyarakat berfungsisebagai instrumen yang akan mencipta keteraturan (order) dalamlingkungan masyarakat.

Setiap masyarakat akan tersedia pranata-pranatapendidikan, baik pranata pendidikan yang bersifat resmi, sepertilembaga pendidikan atau sekolah, maupun pranata pendidikanyang tidak resmi atau lingkungan keluarga dan masyarakat.Baik dalam pranata resmi maupun tidak resmi, prosespembelajaran memiliki ciri yang sama, yakni berupayamentransmisikan suatu kemampuan melalui pilihan pendekatan, metoda dan teknik pembelajaran interaktif. Dalamperspektif sosial budaya upaya mentransmisikan kemampuanantargenerasi dinamakan transmisi budaya.

Kecakapan dalam pandangan struktural fungsional sebagaitujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran masyarakat,baik bercorak kecakapan pengetahuan, keterampilan maupunsikap. Dalam kaitan itu, kecakapan keterampilan atau vocasionalyaitu suatu kecakapan yang mengarah pada keahlian berkenaandengan pekerjaan dan juga pembuatan benda yang kongkrit.Suatu kecakapan keterampilan untuk sebagian ada yangdipertahankan dan sebagian lagi dikembangkan sesuai dengantuntutan dan kebutuhan. Dengan demikian tujuan pembelajarandalam bentuk kecakapan pada akhirnya yaitu untukpemenuhan kebutuhan hidup bersama.

Setiap individu maupun kelompok sosial memilikikesangupan untuk menjamin perilaku dan tindakan dalammelaksanakan pembelajaran.Asumsi ini melandasi padapandangan, bahwa setiap anggota masyarakat akan mengikuti

Page 91: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 69

pembelajaran yang diorientasikan bersama. Namun demikian,kesanggupan untuk menjamin perilaku belajar juga disesuikandengan kemampuan masing-masing individu. Kemampuanmelakukan tindakan belajar direalisasikan dalam bentukrangsangan dan hukuman, sehingga menjadikan pembelajaranmasyarakat dapat terus berlangsung secara teratur.

Dalam praktiknya proses pembelajaran di masyarakat akanmelibatkan dua kelompok aktor, yakni kelompok pembelajardan kelompok pengajar. Aktor pembelajar yaitu kategorigenerasi muda yang belum memiliki kecakapan, sedangkanaktor pengajar umumnya generasi tua atau manusia dewasayang dipandang memiliki sejumlah kecakapan. Dalamkenyataan, aktor pembelajar dan pengajar memiliki kesamaanusia, bahkan bisa jadi posisi tersebut saling bertukar tempat.Tepatnya antara kedua struktur aktor tersebut satu sama lainsaling mempengaruhi dan saling menentukan sarana, cara danteknik pembelajaran yang dipandang tepat untuk mencapaitujuan pembelajaran bersama.

Sosialisasi yaitu bentuk pembelajaran yang memperlihatkanadanya usaha para aktor pengajar melakukan tindakanpensosialisasian pembelajar kepada struktur kelompok yangbelum dewasa. Sosialisasi juga bisa berlangsung antarwargasesama usia dewasa. Namun utamanya sosialisasi ditujukanuntuk membantu kelompok generasi yang belum dewasa untukmemahami segala sesuatu yang ada di lingkungannya.Khususnya pembelajaran sosialisasi diarahkan untuk bisamengisi fungsi-fungsi sosial yang tersedia dalam lingkungannya(Wuradji, 1988:20).

Melalui sosialisasi,setiap individu diajarkan pengetahuanstatus diri sebagai warga belajar yangdilakukan sejak awal,yakni dalam lingkungan keluarga sebagai unit sosial terkecil,

Page 92: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

70 M. Nasrul Kamal

namun memiliki peran yang besar. Hal ini dapat dipahamimengingat keluarga sebagai ligkungan yang pertamakali bagiindividu untuk memeroleh pengetahuan, merasakankasihsayang dan menemukan kepercayaan diri.

Selanjutnya sosialisasi dilakukan melalui temansepermainan yang menstimulasi pemahaman status diri dilingkungan sekitar. Berbagai pengetahuan, khususnya bahasatelah memperlancar proses sosialisasi dan mempercepatpembentukan konsep diri dengan cara mengidentifikasi sebagaimanusia dewasa yang diterima sebagai anggota penuh.

Upaya mengidentifikasi diri identik dengan memahamisikap diri dan orang lain yang sesuai dengan nilai normabersama. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan penentuanfigur yang dipercayai yang biasanya diambil dari salah seorangdari kedua orang tua atau bisa juga saudara kandung yang lebihtua. Para orang tua dan saudara sekandung menjadi figurkarena seringnya mendapat hadiah maupun hukuman. Hadiahdiberikan jika perilaku atau kebiasaan belajar sesuai dengannilai norma yang dianut bersama, sehingga cenderung akandiulangi. Mereka akan menghindari perilaku yang tidak sesuaikarena mendapat hukuman. Untuk itu dalam lingkungankeluarga dan ketetanggaan akan menjadi ciri utama sosialisasipembelajaran. Untuk itu Bandura (1977), menyatakan sebagai:“a model behaviour is a source of information for the observer” (Shaw& Costanzo, 1992:57).

Dapatlah dikatakan, bahwa pandangan strukturalfungsional mengenai pembelajaran di masyarakat sebagai sistemyang memiliki subsistem masyarakat belajar, subsistemkepribadian belajar dan subsistem perilaku belajar. Sepertisistem lainnya, pembelajaran berfungsi menjadi pengontrol ataupengendali enerji atau potensi untuk menciptakan

Page 93: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 71

keseimbangan sosial dalam rangka pencapaian tujuan. Dengandemikian sistem pembelajaran identik dengan arena melatihpenyesuaian individu dengan lingkungannya, sehingga setiapindividu turut serta menciptakan suasana lingkungan yangteratur, tertib dan seimbang.

3. Pembelajaran: Perspektif Sosial BudayaPembelajaran dalam pandangan interaksi simbolik yaitu

transfer pengetahuan yang dilakukan dengan serangkaiansimbol yang bermakna. Simbol yang menjadi pembelajarandisepakati oleh para pendukungnya. Pada dasarnya dimanapunadanya pembelajaran selalu menggunakan simbol, baikberbentuk kata-kata, tulisan, isyarat ataupun kejadian. Suatupembelajaran bisa berjalan ketika masing-masing pihak salingmemahami simbol dan maknanya. Dengan demikianpembelajaran simbolik yaitu serangkaian symbol yangdiinteraksikan dan masing-masing pihak memahami maknanya.

Simbol yang diinteraksikan dalam pembelajaran tiada lainyaitu simbol nilai norma, ethos dan pandangan hidup yangbersumber dari religi ataupun dari serangkaian pengalamanbersama. Seorang anak yang memiliki keinginan belajardipandang sebagai simbol anak yang baik. Pembelajaransimbolik tersebut berlangsung dalam kehidupan keseharian, danberlangsung secara sadar maupun tidak sadar dan terus-menerus. Tujuan pembelajaran simbolik agar seluruh anggotamasyarakat memahami makna masing-masing simbol, termasukdirinya sebagai simbol anggota masyarakat yang memilikibudaya setempat.

Page 94: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

72 M. Nasrul Kamal

Gambar 2.5 Surau Suku. Surau yaitu Tempat Belajar KelompokMinangkabau Zaman Dahulu, Sumber:

Http://Nasbahrygallery1.Blogspot.Com/2011/03/Islam- dan -Budaya-Lokal-Minangkabau.Html

Pelembagaan atau institusionalisasi pembelajaran yaitubagian dari transmisi budaya yang diadakan untuk mencapaikeahlian tertentu. Lembaga pendidikan dibentuk dalam rangkapengalihan pengetahuan (transfer knowledge). Dalam kaitan itu,lembaga pembelajaran berfungsi tidak hanya sekedar pewarisanbudaya, namun juga dapat mengembangkannya. Durkheim(dalam de Jong: 1984), menyatakan masyarakat hanya dapathidup langgeng apabila derajat homogenitasnya mencukupi.Pendidikan berfungsi memperkuat homogenitas dengan caramenanamkan pada diri anak sejak dini adanya persamaan.Dengan demikian pendidikan dengan pembelajaran yaitusarana bagi masyarakat untuk menyiapkan diri untuk mengikutipembelajaran.

Untuk menjalankan peran pembelajaran dilakukan dengantransmisi pelembagaan belajar. Model transmisi ini berbedadengan enkulturisasi maupun sosialisasi. Perbedaan utamaterletak pada menerapkan aturan yang berstandar, baikmenyangkut aturan peserta belajar, sumber belajar, materibelajar bahkan, waktu belajarnya. Dalam transmisi budaya

Page 95: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 73

dengan pelembagaan akan mencipta mobilitas pembelajaranyang lebih tinggi dan teratur, selain dibakukannya sistempenjenjangan pembelajaran mulai level terendah hinggatertinggi.

Mobilitas pembelajaran dengan pelembagaan mengarahpada dua jalur, yakni mobilitas vertikal dan horizontal. Mobilitaspembelajaran vertikal ditujukan untuk mencetak pemimpin dimasa depan di masyarakat. Peserta belajar dilatih mengunakanpikiran rasional, sehingga melahirkan prestasi individu dalambentuk keterampilan dan kecakapan khusus. Sedangkanpembelajaan pelembagaan yang horizontal, bertujuan mencetakkemandirian dan keahlian dalam mengembangkan budayasetempat,seperti keahlian menjadi pengusaha dengan motivasiberprestasi sebagaimana yang diformulasikan DavidMcClellland (l966).

Dalam kenyataan lain, pembelajaran dengan pelembagaantidak sepenuhnya bisa memerankan pembaharu budaya, bahkandisinyalir banyak melahirkan kaum elit sosial baru. Untuk itupelembagaan pembelajaran harus mengintegrasikan dengankebutuhan hidup dan berorientasi pada model pembelajaranyang tengah berlangsung dalam masyarakat. Mannheim (dalamde Jong: l984) menyatakan ”Salah satu penemuan yangmenentukan di abad ini yaitu pendidikan masyarakat yangkedudukannya lebih hebat dari pendidikan persekolahan(formal). Perubahan nilai dalam masyarakat dapat diakomodirdan dijadikan hubungan penting dengan membangun sistempendidikan pada umumnya”.

Pembelajaran masyarakat yang kolaboratif yaitu pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah bersama.Masalah muncul akibat ketidakseimbangan antara kebutuhandan daya dukung. Asumsi pemikiran pembelajaran masyarakat

Page 96: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

74 M. Nasrul Kamal

yang kolaboratif dapat direalisasikan mengingat masyarakatmenjadi ”modal sosial” yang sekaligus menjadi pelaku dalammemecahkan masalah di lingkungannya. Dengan demikianmodel pembelajaran ini akan membangun kualitas manusiauntuk mengatasi berbagai masalah yang kian hari kianbertambah kompleks.

Pembelajaran masyarakat kolaboratif akan berimplikasipada meningkatkan partisifasi setiap anggota untuk terlibatdalam memecahkan masalah bersama. Kemampuan pemecahanmasalah akan meningkatkan taraf hidup dan kekuatan menjalinsolidaritas. Masyarakat sebagai pembalajar kolaboratif akanmencapai tujuan pembangunan yakni meningkatnya kualitassikap, pengetahuan, keterampilan danaspirasi untuk tetap hidupbersama (Sudjana, 2000a:131; Suryadi, 1999:78; Becker, 1993: 21).Namun demikian pembelajaran kolaborasi juga memilikiperbedaan karena lingkungan danlatar belakang budayanya.Sebagai bangsa yang ditakdirkan multietnik, akan memiliki polapembelajaran kolaboratif yang berbeda karena nilainorma yangtidak sama. Masalah mengatasi perbedaan tersebut akan diatasibersama dengan pembelajaran kolaborasi.

Upaya membumikan pembelajaran kolaboratif harus diikatdengan kesamaan cara pandang dalam melihat dunia yangpenuh dengan masalah. Kesadaran hidup bersama hidup dalamsatu dunia akan mengupayakanto make a living, to lead ameaningful life dan to ennable life. Nilai norma yang adadirevitalisasi untuk menjadi nilai norma baru yang lebihmengedepankan kooperasi (cooperative learning) dalam rangkaberbagi pengetahuan (shared knowledge) berbagi kepercayaan(shared trust) dan melahirkan saling pengertian (mutualunderstanding). Hal inilah yang oleh Davies (l971) diutarakanmelalui “Manajement of Knowledge” yang diterapkan melaluiClassroom Knowledge” (Kedie,l971) yang mengoperasikan

Page 97: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 75

pembelajaran dengan menggunakan sumber belajar dan pesertabelajar yang ada.

Pengelolaan pembelajaran yang melibatkan banyak etnikakan banyak bersentuhan dengan sensitivitas budaya.Melekatnya culture-centered yang membatasi diri padalingkungan budayamasing-masing. Untuk itu perlukanperhatian khusus untuk penerapan prinsip-prinsip pembelajaranmasyarakat yang kolaboratif, sebagai berikut ini.

1) Penyelenggaraan pembelajaran harus didasarkan ataspengetahuan dari berbagai keragaman keyakinan peserta.

2) Memahami dan mengenali secara mendalam berkenaandengan pengalaman mengenai sosialisasi individu dalamlingkungan budaya sebelumnya.

3) Memahami dimana letak perpaduan antara etnis dankeanggotaan dalam dimensi pengelompokkan pembelajaransebagai bekal untuk memahamai belakang pembelajaran danpengalaman serta status budayanya.

4) Memiliki pengetahuan mengenai latar belakang sejarah yangmenjadi rujukan dari pandangan dan perbedaan budaya.

5) Para pelaksana pembelajaran harus memiliki kiat dalamupaya mempromosikan kesamaan budaya etnik danperlakuan yang adil dalam pembelajaran kolaboratif.

6) Para pelaksana pemebelajaran harus memahami peranorganisasi termasuk pengusaha dan profesi sebagai sumberpotensi dan pelaksaan dalam upaya meningkatkan prosespembelajaran.

Tujuan pembelajaran masyarakat yang kolaboratifmenekankan upaya pemenuhan kebutuhan hidup denganmeningkatkan kecakapan hidup. Peserta belajar harus memilikipilihan prioritas kemampuan yang dikuasai. Belajarbernegosiasi (learning contract) yaitu kunci utama keberhasilanpembelajaran masyarakat yang kolaboratif dengan menetapkan

Page 98: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

76 M. Nasrul Kamal

sendiri apa yang akan dipelajari, bagaimana cara mencapaikeberhasilan pembelajaran dan pengaturan waktu untukdisepakati bersama.

Lingkungan budaya dalam pembelajaran sangatlah pentingdiperhatikan karena menjadi laboratorium dalam memecahkanberbagai permasalahan yang menjadi standar keberhasilanpembelajaran. (Barraket et al., 2000), selain juga berperan sebagaisumber belajardan peserta belajar (sit beside). Dengan demikianlingkungan bagai guru dalam sistem pembelajaran formal.Dalam hal ini sumber belajar harus berasal dari lingkunganbudaya kelompok masyarakat sendiri, karena itu akanberdampak pada peningkatan partisipasi mereka dalampembelajaran.

Kegiatan pembelajaran masyarakat yang kolaboratif menjadipengetahuan generik. Seperti halnya pemecahan masalah,kemampuan untuk bekerja dalam kelompok, komunikasi danpenghitungan. Kegiatan belajarnya dilaksanakan dengan metodeyang disesuaikan dengan lingkungan budayanya. Kajian yangdilakukan Seeman dan Talbot (1995) menghasilkan pendekatanpembelajaran yang holistik dengan cara menggabungkanperkembangan teknologi dan lingkungan sosial. Dengandemikian pembelajarannya berorientasi pada pemecahanmasalah. Dalam kaitan itu, pembelajaran kolaboratif juga dapatmengurangi rasa malu dalam berbuat kesalahan selama prosespembelajaran. Dengan melakukan diskusi mengenai materilebih menekankan pada advokasi, yaitu mendemonstrasikan apayang dapat dilakukan oleh peserta belajar, bukan lagi apa yangtidak dapat mereka lakukan (Harris, 1990:148).

Page 99: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 77

Box. 2.1 Lapau Sebagai Media Sosial dan PembelajaranSK.Haluan: Iwan. DN. (sabtu,11 Juni,2016)

Lapau atau warung bagi urang awak yaitu tempat maota atau bercerita,berdiskusi sambil mereguk secangkir kopi dan makan sebuah pisanggoreng. Lazim terlihat sebelum berangkat kerja ke sawah atau ke ladangbahkan ke kantor bagi pegawai, mereka singgah dulu sejenak di lapauuntuk minum kopi walau hanya kopi setengah gelas (kopsteng).

Sumber Gambar: https://2.bp.blogspot.com//minang-saisuak-sebuah-lapau-nasi-di-payakumbuh.jpg\

Hal ini bisa dilihat pada pagi, sore hingga malam hari. Lapau selaluramai. Di lapau ada pula yang bermain adu balak atau main domino.Begitulah siklus aktivitas kebanyakan lapau di Minang.Kebiasaan itu juga berkembang hingga ke perantauan seperti di ibu kotaJakarta. ‘Bufet Minang’ di Rawamangun, Jakarta Timur yaitu salahsatunya. Urang awak banyak yang datang ke sana minum kopi atau tehdengan segala makanan ala kampung.Di lapau Minang yang dikelola oleh Hendri yang akrab dipanggil Ai,

perantau asal Batipuh itu juga ada katupek, lontong, nasi dan gulaijariang (jengkol). Ada pula teh talua serta kacang padi katan.Di tengah bunyi batu domino yang terdengar balapak-lapak, canda tawa

dan gurau terdengar dalam bahasa Minang. Suara-suara itu pun berbaurdengan bunyi musi mengiringi lantunan lagu-lagu karaoke. Takmengherankan, jika datang ke Bufet Minang itu, seolah ingin

Page 100: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

78 M. Nasrul Kamal

melepaskan rindu dengan kampung halaman.“Lapau Bufet Minang ini jadi tempat berkumpul masyarakat Batipuhkhususnya, dan warga Minang pada umumnya. Di lapau ini, paraperantau bisa berbagi informasi sekaligus saling berkenalan dan jugauntuk bersilaturahmi,” kata Ketua Himpunan Keluarga Batipuh (HKB )Jakarta, H Zulfahmi Kt Panduko Sinaro.Di Kuala Lumpur, Malaysia, ada pula lapau Minang. Persisnya di

kawasan Jelatik Datok Keramat. Namanya Lapau ‘Setia Mananti’ milikWahdi Zakaria, perantau asal Palembayan Agam.Lapau, surau dan dangau di Minang kerap disebut tempat merumuskanberbagai masalah. Bahkan lazim terjadi, sebelum sebuah programdiputuskan dalam musyawarah, semua sepertinya sudah putus di lapautadi.Cerita di lapau seolah lebih cair dibandingkan berbicara dalam forumresmi seperti rapat-rapat. Terkadang apa-apa yang sudah menjadikeputusan rapat bisa bubar kembali di lapau. Sebab banyak yang pintarbercerita atau maota di lapau ketimbang berbicara dalam rapat rapat.Minangkabau sering juga disebut bangsa yang berbudaya oral. Mediayang bersifat oral itulah yang berkembang di Minangkabau. Ada suatutempat, dimana orang-orang menjadikan tempat itu untuk memecahkanpersoalan, berbagi informasi, diskusi tentang apa saja, serta, paling tidakmerajut hubungan persaudaraan, antar sesama masyarakat di Minang.*

Sumber: https://www.harianhaluan.com/news/detail/55326/lapau-tetap-eksis-di-perantauan

Dalam pandangan adaptasi budaya, pembelajaranmasyarakat yang bersifat adaptif mengarah pada penyesuaiandengan kebutuhan masyarakat. Tujuannya yaitu denganadaptasi budaya diwujudkan dalam praktik pembelajaranperilaku belajar adaptif, yaitu berikut ini. Pertama, perilakubelajar yang disesuaikan dengan tujuan pemenuhan kebutuhandengan memanfaatkan potensi lingkungan yang ada. Kedua,strategi belajar yang bersifat adaptif, yakni menerapkanserangkaian perilaku yang disusun dengan langkah-langkahpembelajaran yang sistematis dengan menggunakan pendekatan

Page 101: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 79

dan metoda yang dipandang tepat untuk tujuan menyesuaikandiri dan diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.Ketiga, tindakan belajar yang bersifat adaptif, yakni suatulangkah menyelamatkan pencapaian tujuan dengan caramerealisasikan tindakan pembelajaran adaptif akan mengalamikegagalan. Baik perilaku belajar yang adaptif, strategi belajaradaptif maupun tindakan belajar adaptif bersifat dinamis dandisesuikan dengan perubahan lingkungan.

Pola pembelajaran masyarakat yang adaptif disalurkanmelalui pembudayaan atau enkulturisasi. Seorang individu lahirdan dibesarkan dalam lingkungan tertentu akan merasakanserangkaian pengalaman budaya dan pembelajaran melaluibudaya. Kebiasaan cara-cara makan, mandi, berdisiplin danberbagai penerapan kebiasaan nilai dan norma lain yang bersifatmendasar yaitu hasil pembudayaan. Pengalaman pembelajarandengan pembudayaan akan membentuk pola orientasi budayayang melekat sampai dewasa. Hal ini sampaikan oleh Garna(1996:6-7) sebagai berikut ini.[43]

Masyarakat melalui budaya menyediakan perangkat makna yangsama terhadap tanda dan simbol tertentu, dan tersedianya perangkattersebut yaitu pembudayaan, karena apabila makna yang samatersebut tak tersedia maka masyarakat tersebut tak akan ada,terpecah belah, atau karena adanya kekacauan maka akan menjadibubar.

Materi pembudayaan meliputi sistem pengetahuanmengenai nilai norma, ethos dan pandangan hidup masyarakat.Nilai-norma kesusilaan, mencintai, menghargai, adat istiadat,kepercayaan, bahasa, dan berbagai kecakapan praktis lazim

43 ] lihat -Garna, Yudistira K. (1996) Ilmu-ilmu Sosial, Dasar-Konsep-Posisi,Bandung: Pascasarjana UNPAD.

Page 102: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

80 M. Nasrul Kamal

dibudayakan. Lebih dari itu pembelajaran mengenai keluarga,kepahlawanan, lagu-lagu, warisan agamanya, sistem politikakan mendorong individu yang bersangkutan untuk memahaminilai dan norma, ethos dan perilaku yang berlaku dalamlingkungan budayanya (Brezinka dalam Muhamad Said,1995:87-88).

Lingkungan dengan sistem budayanya selalu mengalamiperubahan. Hal tersebut disebabkan adanya tuntutan dankebutuhan yang semakin kompleks (Schramm, 1984: 342).Untuk itu setiap kelompok masyarakat selalu melakukanberbagai penyesuaian, termasuk penyesuaian dengan polaperubahan pembelajaran. Berbagai nilai- norma, aturan-aturanpembelajaran yang ada akan mengalami modifikasi dandisesuaikan dengan jenis perubahan yang ada. Keseluruhanusaha perubahan pembelajaran sebagai tindakan yang dilakukanbersama untuk pencapaian kebutuhan bersama.

Keseluruhan penyesuaian dengan perubahan pembelajarandi masyarakat semata-mata diarahkan untuk mencapai tujuan.Ericsson (1989:136) menyatakan enkulturisasi akan menciptakanhubungan timbal balik antara individu atau kelompokmasyarakat dengan perubahan lingkungan budaya. Seorangindividu atau kelompok masyarakat dipandang memilikikesanggupan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan yangada, termasuk hambatan dan ancaman yang diakibatkan olehperubahan tersebut. Untuk memahami perubahan pembelajarandi lingkungan masyarakat ada empat dimensi yang harusdiperhatikan, yaitu berikut ini. (l) metode pembelajaran yangadaptif, (2) media pembelajaran yang adaptif, (3) anggotamasyarakat yang belajar secara adaptif, dan (4) adanyafenomena individu yang menyuarakan keperluan perubahandalam pembelajaran.

Page 103: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 81

Skinner dengan pemikiran kondisioning yaitu pendukungpembelajaran masyarakat yang adaptif, sekalipun hanya terbatasdalam perubahan perilaku. Ia mengakui proses pengkondisianperilaku dalam pembelajaran dalam lingkungan masyarakatberlangsung dalam praktik budaya. Dicontohkan praktikpembudayaan yang dilakukan di Amerika dimana penduduknya mengikutsertakan anggota keluarga atau teman-temannyadalam kegiatan ritual syukuran, hari raya berdampak padapenguatan pada pembudayaan nilai norma. Dalam pesta-pestaupaya pemberian makanan yang enak dan interaksi yangmenjalin rasa kasih sayang, persahabatan, dan do'a restuberdampak pada kehidupan mereka di kemudian hari (Gredler,1992: 100). Pembelajaran dengan praktik budaya (pembudayaan) perilaku setiap anggota kelompok, termasuk praktiksosial telah membentuk partisipasi anak.

Seseorang individu yang mengalami pembudayaan secaraintensif cenderung termotivasi untuk menerima pola-polatingkah laku baru.

Penyesuaian mereka sering dimulai dengan prosesidentifikasi pada seseorang yang dipandang memiliki suatukemampuan budaya dengan perilaku meniru, sebagaimanadinyatakan Garna (1996:6-7): “Seringkali sesuatu kelakuanindividu diperoleh dengan cara meniru.

Pada tahap awal lebih berbentuk tiruan dari padamelibatkan simbolik. Tetapi ketika seseorang telah paham iaberbeda dengan yang lainnya”. Dari model inilah seorangindividu belajar berasarkan pola tingkah laku model yangkemudian mencoba untuk meniru model tersebut.

Proses peniruan kemampuan sebagai perwujudanpembelajaran meniru yang dapat ditafsirkan sebagai bagian daripenyesuaian diri. Proses selanjutnya yaitu peniruan dilanjutkan

Page 104: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

82 M. Nasrul Kamal

pada internalisasi, yakni seorang individu mengintegrasikan hasilpeniruan perilaku tersebut menjadi bagian dari kepribadiannya.

Internalisasi dipengaruhi oleh faktor psikhologis, dimanaseseorang menyesuaikan diri bukan hanya pada matraperilaku,tetapi juga dengan kondisi kejiwaannya. Prosespenyesuaian psikhologis menjadi suatu internalisasi budayasetiap individu dan kelompok sosial sekalipun berbeda kadardan tingkatannya.

Apabila usaha penyesuaian diri dengan internalisasiberlangsung dalam waktu yang lama, maka akan mencapaitahap enkulturisasi berbentuk pemantapan. Pemantapan yaituhasil pembelajaran adaptif yang dalam pelaksanaannyadilakukan oleh para orang tua. Dengan demikian individu yangmengalami proses pembelajaran masyarakat akan mampumenyesuaikan dengan perubahan lingkungan dan mencapaipemantapan diri.

Transmisi pembelajaran adaptif memang tidak bisadipisahkan dengan pengkondisian orang tua kepada anak-anaknya. Usaha pengkondisian dilakukan dengan penyesuaianpembelajaran dengan kebutuhan belajar, lingkungan belajar danmateri dan program pembelajaran. Salah satu materipembelajaran yaitu pencapaian kecakapan keterampilan yangdapat memenuhi kebutuhan ekonomi dan peran diri.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disarikan, bahwa dalamperspektif adaptasi budaya, usaha pembelajaran yang dilakukandengan cara menyesuaikan diri untuk mencapai tujuan. Tujuanpembelajaran yang bersifat menyesuaikan diri mengarah padakemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasukkemampuan memecahkan berbagai masalah(Bennet; 1976).Untuk memahami perwujudan perilaku belajar yang adaptif,strategi belajar yang adaptif dan tindakan belajar yang adaptif.

Page 105: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 83

Untuk bisa menyesuaikan diri dilakukan dengan carapembudayaan atau enkulturisasi yang dimulai dari membiasakan(lazim) dan pelatihan secara terus-menerus.

C. Budaya Belajar1. Substansi Budaya Belajar

Budaya belajar yaitu subsistem budaya yang mengarahpada penjelasan mengenai pembelajaran berdasarkan budaya.Kerangka ini dibangun atas pandangan, bahwa manusia tidakhanya sebagai mahluk individu, melainkan juga mahluk sosialyang hidup berkelompok dan menghuni suatu lingkungan(Carroll: 1998). Dimanapun dan kapanpun adanya manusiaselalu mencipta, mempertahankan dan mengembangkan sistembudayanya.

Untuk bisa bertahan dan berkembang, maka setiap individumaupun kelompok masyarakat melakukan proses pembelajaran.Upaya mengejawantahkan budaya belajar akan menghasilkanseperangkat pengetahuan mengenai belajar yang kemudiandijadikan pedoman dalam mengejawantahkan perilaku, strategidan tindakan belajar. Selain itu pengetahuan belajar akandisesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan berikut denganperubahannya. Wood (1998:11), menyatakan sesungguhnyasetiap individu dan kelompok sosial memiliki kemampuanuntuk mempertahankan dan mengembang kan pengetahuannyaberdasarkan serangkaian pengalaman pembelajaran dilingkungannya.

Upaya mengejawantahkan pengetahuan belajar bersamayang menurut di xon (1994:5) disebabkan adanya belajar menye-suaikan diri dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhanhidup dan juga untuk mengantisifasi dan menditeksi kemungki-nan adanya tantangan yang lebih besar di masa depan. Bahkan

Page 106: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

84 M. Nasrul Kamal

lebih dari itu budaya belajar akan dapat mengoreksi kelemahan-kelemahan penyesuaian diri selama ini dilakukan (Argyris,1977:116).

Pembelajaran masyarakat dengan kerangka budayasetempat disebut juga transmisi budaya. Fortes (dalam Tilaar,1999: 54) menyatakan transmisi budaya terdapat tiga saluranbudaya belajar, yakni pembudayaan (enkulturisasi),pemasyarakatan (sosialisasi) dan pelembagaan (institusionalisasi).Ketiga saluran tersebut dalam praktiknya saling mengisi danmenguatkan. Setiap pembelajaran dengan budaya memuatmateri, pentahapan proses dan cara-cara tertentu. Materi yangditeruskan itu berupa nilai-nilai budaya, yang menyangkutadat-istiadat, pandangan hidup, kebiasaan sosial dalampergaulan, sikap dan peranan, serta berbagai kemampuanbudaya yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan. Prosestransmisi dilakukan dalam dua bentuk, yakni melalui peranserta dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan masyarakat.Sementara bimbingan berjalan dengan cara persuasif berikutrangsangan dan instruksi oleh seluruh para anggota masyarakat.

Proses transmisi meliputi proses: imitasi, identifikasi dansosialisasi (Tilaar, 1999: 54). Imitasi yaitu kebiasaan menirudari suatu individu atau kelompok sosial mengenai perilaku,strategi dan tindakan anggota masyarakat yang satu oleh yanglainnya. Usaha peniruan dimulai dari lingkungan keluargakemudian meluas dalam ketetanggaan dan lingkup yang lebihluas lagi. Unsur-unsur budaya itu kemuian diidentifikasi dankemudian diwujudkan dalam sosialisasi kehidupan secara nyatadan mendapat pengakuan bersama.

Seperti konsep budaya, maka pada budaya belajardipandang sebagai sistem pengetahuan masyarakat mengenaibelajar yang diperoleh secara sosial dan digunakan bersama.

Page 107: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 85

Dengan begitu budaya belajar tiada lain yaitu seperangkatpengetahuan yang dijadikan pedoman (blueprint) yangdigunakan untuk memahami posisi sebagai pembelajar,menginterpretasi lingkungan belajar dan mendorong untukmelakukan tindakan dalam pembelajaran. Atau dengan kata lainseperangkat pengetahuan mengenai belajar yang digunakanbersama untuk memahami diri sebagai orang yang belajar,belajar menafsirkan benda, orang, tindakan dan emosinya(Goodenough dalam Spradley, 1972:180). Pola pengetahuanbelajar juga digunakan untuk mendorong terwujudnya kelakuanbelajar (Suparlan,1980: 3).

Pengetahuan budaya belajar memuat nilai-norma budayabelajar, ethos budaya belajar dan pandangan hidup mengenaibelajar yang dianut oleh anggota kelompok masyarakat.Kebudayaan sebagai sistem pengetahuan belajar diciptakan,dipertahankan dan dikembangkan oleh kelompok sosial yangdigunakan menjadi sarana mencapai integrasi sosial. Pada sisilain, sistem pengetahuan belajar bersifat mengikat dan menjadipedoman bertindak, sehingga secara langsung maupun tidaklangsung menjadi identitas bersama.

Sejalan dengan pandangan Nonaka dan Hirotaka (1995)budaya belajar sebagai proses kreasi pengetahuan, sebagaimanayang dinyatakannya: "converting between the personal, tacitknowledge of individuals who produce creative insight, and the shared,explicit knowledge which the organization needs to develop newproducts and innovations". Setiap kelompok masyarakat denganbudaya belajar mengandung pengetahuan yang bersifat eksplisit(know how) dan pengetahuan yang bersifat tasit (know why).Pengetahuan eksplisit yaitu pengetahuan yang dioperasionalkan oleh para pendukungnya sebagai sistem prosedurpembelajaran yang baik. Pengetahuan ini amat penting karenamenjadi bekal untuk memahami dan menguasai teori-teori

Page 108: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

86 M. Nasrul Kamal

maupun prinsip-prinsip yang lebih luas mengenai pengetahuantasit (know why). Pengetahuan tasit yang diperoleh kelompokmasyarakatsebagai cerminan pengetahuan tasit yang dimilikiantarpribadi. Pengetahuan tasit yang ada pada anggotamasyarakat bersifat virtual dan menjadi sumber enerji yang amatpotensial.

Pengetahuan tasit terbagi menjadi dua bagian, yaitu (1)pengetahuan teknis atau keahlian tentang pelaksanaan suatupekerjaan, dan (2) pengetahuan kognitif yang akanmenghasilkan kreativitas dan inovasi. Kedua pengetahuan tasittersebut pada dasarnya bersumber dari intuisi dan jugakeluasan wawasan pada anggota kelompok masyarakat yangbersangkutan. Sementara itu pengetahuan kognitif berbentukgagasan abstrak dan bersifat imajinatif. Hal ini disebabkanpengetahuan kognitif dipengaruhi oleh model-model mental,sikap, kepercayaan dan persepsi. Proses mencipta pengetahuankognitif belajar berlangsung melalui proses interaksiantaranggota, sehingga mencipta konversi pengetahuan tasitmenjadi eksplisit. Konversi ini yang diwujudkan melalui prosesexternalization, internalization, sosialization dan combination

Budaya belajar sebagai sistem pengetahuan berfungsisebagai "pola bagi” dan “pola dari” kelakuan manusia (Keesing& Keesing, 1971). Sistem pengetahuan belajar sebagai pola bagidiartikan, menjadi rujukan dalam mengonkretkan kelakuanbelajar. Dalam kelakuan belajar mengandung dua makna, yakniperilaku belajar dan tindakan belajar. Dengan demikian sistempengetahuan belajar sebagai pola bagi pengetahuan belajar yangmenjadikan budaya belajar akan dipertahankan dan dibakukanserta menjadi pedoman dalam mengonkretkan kelakuan belajar.Pada sisi lain, sistem pengetahuan belajar juga berfungsi sebagaipola dari kelakuan belajar yang berimplikasi hasil perilaku dantindakan belajar tersebut akan menjadi pertimbangan untuk

Page 109: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 87

melaksanakan perubahan dalam budaya belajar mereka di masayang akan datang. Dengan demikian dapat dikatakan, bertahandan berkembangnya budaya belajar diatur melalui pola bagi danpola dari kelakuan tersebut.

Sekalipun sistem pengetahuan masyarakat mengenai belajarada yang dipertahankan dan dikembangkan, namun sistempengetahuan belajar tetap saja memerankan sebagai pedomanhidup atau blueprint dalam belajar. Setiap budaya belajardiciptakan oleh kelompok sosial dalam suatu lingkungan, makapengetahuan belajar diciptakan, dipelihara dan disesuaikankebutuhan belajar. Pada sisi lain, mengingat setiap lingkunganmemiliki pola interaksi yang menggunakan simbol yangberlaku, maka budaya belajar berarti pengetahuan mengenaipembelajaran simbol. Lebih dari itu proses pembelajarandilakukan bersama, akan mengandung pola pengetahuan belajarkerja sama atau kolaborasi antarpribadi dan antarkelompoksosial.

Sistem pengetahuan bersama mengenai belajar, baikdigunakan untuk menyesuaikan diri, berinteraksi secarasimbolik maupun berkerjasama memiliki tiga substansi, yaituberikut ini. nilai-norma budaya belajar, ethos budaya belajardan pedoman budaya belajar.a. Nilai-Norma Budaya Belajar

Nilai dipandang sebagai sesuatu yang berharga bagimanusia yag hidup dalam suatu lingkungan masyarakat. Nilaidalam perspektif budaya terbentuk atas struktur berpikirmanusia sebagai mahluk sosial budaya Demikian halnya dengannilai-nilai budaya belajar yang ditetapkan oleh suatu kelompokmasyarakat dipandang sesuatu yang berharga oleh parapendukungnya. Namun demikian, keberhargaan nilai normabudaya belajar akan sama atau berbeda dipandang dua

Page 110: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

88 M. Nasrul Kamal

kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan dalam latarbelakangnya. Hal itu untuk melegitimasi bahwa harga sebuahnilai dalam budaya belajar yaitu relatif adanya.

Fungsi nilai norma budaya belajar adalah sebagai alatyangmenentukan “harga”. Pada sisi lain nilai norma budayabelajar diperlihatkan dari cara berpikir dan bertingkah laku parapendukungnya. Dengan begitu nilai budaya belajar akanmenjadi pendorong untuk mengonkretkan perilaku belajarpadasuatu lingkungan yang sama. Nilai budaya belajarberfungsi juga sebagai media integrasi sosial yang diwujudkandalam bentuk solidaritas antarpribadi dan antarkelompok untuksaling berinteraksi secara simbolik dan menjalin kerja samadalam rangka menjaga ketertiban bersama. Bahkan lebih dari itu,nilai budaya belajar dalam batas-batas tertentu menjadi ukuranmengenai kewajaran penampilan suat perilaku belajar bagi paraanggota suatu masyarakat.

Ciri-ciri budaya belajar secara umum menurut Hersh, Miller,& Fielding (1980) adalah: (a). Nilai-nilai budaya belajar selaluberkaitan dengan persoalan kehidupan manusia. Nilai-nilaibudaya digunakan untuk merespon berbagai isu penting yangtengah berlangsung; (b). Nilai-nilai budaya belajar adalah hasilpembelajaran yang dilaksanakan secara sosial; (c). Nilai-nilaibudaya digunakan untuk memahami dirinya danmenginterpretasi lingkungannya, termasuk perubahanpenyebabnya; dan (d). Nilai budaya akan dihayati pada setiapanggota dan menjadi kepribadian dari kelompok masyarakatyang bersangkutan.

Bagi Garna (1996:168) nilai-nilai budaya bersifat abstrakadanya. Demikian dengan nilai budaya belajar yangbersemayam dalam mentalitas setiap anggota pendukungnya.Nilai-nilai budaya belajar yang abstrak tersebut diyakini oleh

Page 111: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 89

pribadi atau kelompok sosial untuk memahami apa yangdiharapkan dan bukan diharapkan (Krech, et al., 1996:380).Suatu nilai budaya belajar yang dipandang baik dan berhargacenderung akan terus hidup dan dihidupkan melalui praktikperilaku dan tindakan secara berulang. Sebaliknya nilai budayabelajar yang tidak baik diupayakan untuk tidak ditampilkanatau dicegah dan cenderung tidak diulang kembali(Sastrapratedja dalam Kaswari, 1993).

Nilai budaya belajar ada atas serangkaian pembelajarantermasuk melalui pengalaman hidup (Raths, Harmin & Simon,1978:8). Pembelajaran mengenai nilai-nilai budaya akandilakukan secara terus-menerus, dan ditansarkan mengenaisesuatu yang baik atau tidak baik, berharga atau tidak berharga.Keseluruhan persepsi mengenai nilai tersebut mengikat setiappribadi maupun kelompok dan menjadi pedoman dalammengejawantahkan kelakuan dan tindakan yang disyahkan olehlingkungannya (Alisyahbana; 1974; Hersh, Miller & Fielding,1980; dan Sanusi:1992).

Bagi Kessing (dalam Garna, 2001:72) nilai-nilai budayadipandang sebagai prinsip-prinsip yang berhubungan denganmakna belajar tentang sesuatu yang baik dan menjadi rujukan.Prinsip-prinsip nilai yang bermakna selanjutnya dioperasikandalam pilihan perilaku dan tindakan yang bermakna untukmencapai tujuan. Menurut Sharf (l992: 25-26)mengkategorikandua nilai budaya belajar, yaitu berikut ini. (a) Nilai-nilai budayayang bersifat umum (general values) yaitu nilai-nilai teori, nilai-nilai ekonomi, nilai-nilai estetika, nilai-nilai sosial, nilai-nilaikekuasaan; dan (b) Nilai-nilai budaya yang berhubungandengan pekerjaan (work related values). Kategorisasi nilai yangmenurut Garna (2001:74) ada enam bagian, yaitu berikut ini. (1)nilai primer, sekunder dan tersier; (2) nilai semu dan nyata; (3)nilai yang terbuka dan tertutup; (4) nilai negatif dan positif; (5)

Page 112: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

90 M. Nasrul Kamal

nilai berdasarkan orde; dan (6) nilai relatif dan nilai mutlak.Bagi Spranger (dalam Suryasumantri, l985 dalam Allport,l964:296-299) menyatakan dalam kehidupan manusia hidup akanterdapat enam kategori nilai budaya yang sangat berpengaruh,yakni nilai teori pengetahuan; nilai ekonomi; nilai estetika, nilaisosial, nilai kuasa, dan nilai religius.

Norma budaya belajar adalah aturan atau petunjuk tentangcara mempersepsi, menggunakan pengetahuan, merasakangerakan emosi, maupun cara berperilaku dan bertindak yangditerima secara kolektif (Newcomb, et al., 1991:306). Sepertinorma budaya, maka dalam norma budaya belajar menetapkanstandar perilaku yang harus memenuhi standar memadai atautidak memadai. Dalam hal ini ganjaran diberi pada pribadi yangmenampilkan perilaku yang memadai, sedangkan hukumanuntuk perilaku yang tidak memadai. Norma budaya belajarsangat beraneka ragam, tidak hanya pada obyek tetapi juga padakepentingan subjeknya. Dengan demikiansuatu norma budayabelajar akan diterima secara meluas, dan ada pula normabudyaya belajar yang diterima hanya sebagian kecil saja.

Norma budaya belajar dipelajari oleh individu sejak paraorang tua menjadi agen sosialisasi dalam keluarga. Normabudaya belajar diinternalisasikan setelah dewasa, yakni melaluiserangkaian adaptasi, interaksi simbolik dan kolaboratifantarpribadi. Dengan demikian terdapat sejumlah normabudaya yang berlangsung dalam kehidupan masyarakatmelalui internalisasi dan menjadi bagian dari suara hati paraanggotanya. Norma budaya yang tidak dihayati dapatdipaksakan melalui penghargaan dan hukuman secaraeksternal. Dinyatakan oleh Garna (1996:170), bahwa normayaitu garis besar acuan tentang tingkah laku apa dan bagaimanamenghadapi situasi sosial budaya. Norma sosial ialah ukuransosial yang menentukan apa yang harus dilakukan, yang harus

Page 113: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 91

dimiliki - dipercayai - dikehendaki bersama oleh anggota suatumasyarakat. Dalam hal ini penerimaan dan kepatuhan akannorma budaya belajar akan mendorong terciptanya keteraturandan integrasi sosial.Folkways dan Mores

Norma budaya belajar diperoleh melalui interaksiantarpribadi atau antarkelompok dan diterima ketikadisepakati bersama. Norma budaya belajar diterima jika dapatmengarahkan pada "tindakan yang benar" dan juga bisamembenarkan perilaku belajar yang bernilai. Akhirnya normabudaya belajar yang dapat mengarahkan pada ketepatan ataukebenaran ini akan merujuk pada standar nilai yang dipakaibersama.

Bagi William Graham Summer, folkways sebagai bagian darinorma budaya belajar, yakni kebiasaan atau adat istiadat yangberlaku dalam kelompok sosial yang diwujudkan dalam bentuktindakan penyesuaian diri, simbolik dan kolaboratif yangdilakukan secara berulang oleh kelompok sosial dalam bentukyang sama. Dengan demikian folkways tiada lain menjadipolakebiasaan berperilaku dan melakukan tindakan individu ataukelompok sosial sebagai kemampuan menyesuaikan diri.Apabila sebuah folkways [44] yang diciptakan individumenghasilkan sesuatu yang baik serta mendapat dukungan

44 Folkways adalah adat istiadat yang secara lazim dan luas dianut olehwarga masyarakat, tetapi pelanggarannya hanya dikenakanhukum sosial tak resmi. Konsep ini dipakai sebagailawan dari Mores dan dikembangkan oleh ahli sosiologi bernamaWilliam Graham Sumner dalam bukunya yangberjudul Folkways pada 1906.

Page 114: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

92 M. Nasrul Kamal

kolektif, maka folkways akan berubah statusnya menjadi mores.[45]

Adat istiadat belajar yaitu kumpulan tata kelakuan belajaryang kedudukannya lebih tinggi dan bersifat kekal sertaterintegrasi dalam kehidupan masyarakat. Adat istiadat menurutKoentjaraningrat disebut sebagai kebudayaan abstrak atausistem nilai. Pelanggaran terhadap adat istiadat biasanyamenerima sangsi yang keras dari masyarakat, misalnyapelanggaran adat istiadat pembagian harta warisan,pelanggaran pelaksanaan upacara-upacara ritual, dll.

Berdasarkan akan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa nilainorma budaya belajar dalam kehidupan masyarakat berkait eratdengan fungsi pembelajaran masyarakat yang adaptif denganlingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar.Nilainorma budaya belajar juga menjadi landasan untukberlangsungnya interaksi simbolik dalam pembelajaran.Akhirnya nilai norma akan menciptakan kolaborasiantarpribadi dan antar kelompok dalam memecahkan berbagaimasalah yang berlangsung di lingkungannya.

b. Ethos Budaya BelajarEthos budaya yaitu karakter yang melekat pada individu

atau kelompok pada suatu masyarakat. Karakter budaya belajardidukung oleh dua faktor, yakni faktor lingkungan, baiklingkungan alam maupun lingkungan sosial. Ethosbudayabelajar merujuk pada penampilan watak dasar yangmenjadi stereotype pembelajaran pada suatu masyarakat.

45 ] Makna mores tiada lain sebagai kesepakatan-kesepakatan yang bersifatumum yang di dalamnya terkandung tata nilai dan perasaanuntuk mencegah terjadinya penyimpangan karena akandihadapkan dengan sangsi atau hukuman bagi para pelanggarnya.

Page 115: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 93

Bahkan lebih dari itu ethos budaya belajar menjadi bagian yangtidak terpisahkan dari identitas belajar suatu masyarakat.

M.E. Opler (1946) menyebutnya ethos budaya sebagaisumber ethos budaya belajar yaitu konfigurasi (configuration)yang di dalamnya memuat keseluruhan bagian yang sifatnyaabstrak dan bersumber dari sistem gagasan, pola perilaku dantindakan kelompok masyarakat yang bermakna yang berbeda-beda. Konfigurasi sebagai ethos budaya belajar diwujudkandalam perilaku berpola dan gaya belajar yang menjadi identitaskelompok sosial yang bersangkutan.

Kajian ethos budaya (yang dikooperasikan dalam ethosbudaya belajar) banyak dihasilkan oleh Ruth Benedict (1934)dengan studi komparatif pada tiga kelompok masyarakat, yaitumasyarakat Indian Pueblo Zuni dari negara bagian ColoradoAmerika Serikat. Suku bangsa ini digambarkan sebagai etnisyang berwatak selaras, suka berdamai, suka bergotong royongdan sikap hidupnya cenderung pasif. Watak demikian diberinama "appolonian". Masyarakat Dobu yang berada di sebelahtenggara Papua Nugini digambarkan sebagai penduduk yangberkepribadian selalu curiga, bersikap takut pada sesama dantidak suka bergotong-royong. Watak demikian oleh Benedictdinamakan "schizophrenian".

Masyarakat Kwakiut yang menghuni di kepulauan dekatpantai barat Kanada digambarkan sebagai watak agresif,congkak, suka berkelahi, dan bersaing, suka mabuk-mabukan,suka membual, baik dalam kehidupan sehari-hari maupundalam upacara-upacara, khususnya upacara pothlatch yang selalumendemonstrasikan adu kekuatan, adu gengsi secara ektrimantarjago. Dengan gambaran watak atau ethos budaya demikiandapat diasumsikan dengan ethos budaya belajar mereka yangmencerminkan adanya perbedaan.

Page 116: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

94 M. Nasrul Kamal

Saat ini banyak yang menggali ethos budaya dijadikanlandasan dalam ethos budaya kerja. Situasinya mengarah padausaha memahami karakter dalam bekerja yang selanjutnyadikembangkan menjadi budaya kerja yang lebih baik. Ethosbudaya yang diadaptasi menjadi budaya kerja dapat jugadigunakan untuk menggali ethos [46] budaya belajar. Ethosbudaya belajar akan terus dipertahankan dan dikembangkansebagai “pola bagi” dan “pola dari” perilaku belajar dalamhubungan dengan kemampuan adapatasi, berinteraksi danberkerjasama satu sama lain. Lebih dari itu ethos budaya belajarjuga akan ditampilkan dalam strategi dan tindakan budayabelajar yang juga dissuikan, diinteraksikan dan dikolaborasikanantarwarga masyarakat pada lingkungan belajar.

Dalam kaitan dengan ethos budaya belajar kelompokmasyarakat nagari di Kotogadang Sumatera Barat tentu akanbanyak berhubungan dengan watak yang bersumber dari nilainorma kultural yang berlaku di Minangkabau.c. Pedoman Hidup (Blueprint)

Pedoman hidup dalam sistem budaya dapat dipandangsebagai pengatur lalu lintas mengenai pola hubungan budayadan sekaligus melegitimasi perilaku, strategi dan tindakanbudaya yang diwujudkannya. Dalam kaitan dengan pedomanbudaya belajar, maka juga menjadi pengatur lalu lintashubungan atas perilaku, strategi dan tindakan berkenaandengan pelaksanaan belajar.Dalam praktiknya pedoman dalampembelajar di masyarakat mewujud secara implisit karenabersemayam dalam gagasan setiap anggota masyarakat.Pedoman tersebut mengarah pada pedoman menciptakanlingkungan yang menjadi arena pembelajaran. Lingkungan

46 ] semangat khas suatu budaya atau era

Page 117: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 95

tersebut berbentuk lingkungan alam, sosial, budaya danpembelajaran.

Lingkungan alam dijadikan pedoman untuk mengaturpelaksanaan budaya belajar yang fungsinya menjadi sarana danprasarana pembelajaran. Berbagai alat dan bahan pembelajaranmenggunakan sumber daya yang ada di lingkungan alamsekitar. Pada masyarakat yang bersahaja ataupun sederhanapemanfaatan alam untuk pembelajaran disemboyankan “belajarterhadap alam”.

Lingkungan sosial yang berbentuk dimana anggotamasyarakatlah yang dijadikan nara sumber pembelajaran.Seorang individ yang belum dewasa akan belajar terhadapindividu yang sudah memiliki kecakapan. Dalam hal inilingkungan sosial menjalin interaksi antarpelaku pembelajaransecara terus-menerus. Kemampuan individu tersebut jugasebagai hasil pembelajaran meraka pada generasi sebelumnya.Dengan demikian pedoman belajar sering mengarah padapernyataan “belajar pada sesama”.

Lingkungan budaya dijadikan sebagai pedoman padamateri pembelajaran. Sebagimana diketahui, aspek-aspekbudaya mencakup keseluruhan pengetahuan manusia dankehidupannya. Untuk itu dalam pedoman budaya belajarmengatur mengenai materi belajar yang dipandang wajibdiajarkan pada generasi berikut. Pedoman belajar yangmengatur lingkungan budaya diwujudkan dalam pernyataan“belajar pada budaya”. Sedangkan lingkungan belajarmengakumulasi dari ketiga lingkungan dalam bentuk prosedurdan cara-cara belajar. Dengan demikian pedoman dalamligkungan belajar diterapkan dalam pernyataan “belajar kepadayang belajar”.

Page 118: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

96 M. Nasrul Kamal

Dapatlah disarikan bahwa budaya belajar yaituseperangkat pengetahuan (set of knowledge) masyarakatmengenai belajar yang mengandung nilai norma, ethos danpedoman mengenai belajar yang berlangsung di lingkunganmasyarakat. Perwujudan budaya belajar umumnya berlangsungdalam aktivitas kerja sekelompok masyarakat dengan pilihanmateri yang sudah disediakan oleh lingkungan masing-masing.Budaya belajar tidak bisa dipisahkan dengan budaya kerja,dikarenakan berorientasi pada untuk pembentukan suatukemampuan kerja yang digunakan untuk memenuhi kebutuhanhidupnya.

2. Karakteristik Budaya BelajarSetiap kelompok masyarakat memiliki lingkungan dan latar

belakang yang berbeda-beda. Mengingat demikian, maka dapatditafsirkan setiap kelompok sosial memiliki karakteristik budayabelajar yang berbeda pula. Meski demikian, budaya belajarmemiliki kesamaan, yaitu berikut ini. (1) budaya belajar yaitumilik bersama yang diikat dengan sistem nilai yang diciptakanoleh suatu kelompok sosial; (2) budaya belajar yaitu hasilbelajar, baik atas serangkaian pengalaman maupun hasilpraktik dari individu di luar kelompok masyarakat yangbersangkutan; (3) budaya belajar diikat oleh nilai dan normauntuk saling berbagai dan toleran dari individu yang menjadipendukungnya; (4) budaya belajar hasil adaptasi untukmemenuhi kebutuhan hidup bersama; dan (5) budaya belajarsenatiasa bertahan dan dikembangkan bersama.

a. Budaya Belajar: Milik BersamaBudaya belajar yaitu bukan diciptakan oleh seorang

individual, melainkan hasil perciptaan bersama dari kelompoksosial yang diawali dari kesepakatan dalam membentukkegiatan belajar bersama. Pembentukan budaya belajar

Page 119: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 97

didasarkan atas nilai norma, ethos dan pedoman hidup yangberlaku di lingkungannya. Nilai dan norma tersebut telahmenjadi pedoman (blueprint) bersama dalam mengonkretkanperilaku dan tindakan belajar bersama. Lebih dari itu budayabelajar menjadi milik bersama dan menjadi identitas kelompokyang bersangkutan.

Duncan dan Weiss (1979:84) menyatakan, keberlangsunganbudaya belajar diawali dari komitmen bersama untuk mencapaikepentingan bersama. Kesepakatan menciptakan budaya belajarmenjadi kumpulan enerji yang dibangun dalam suatulingkungan sosial yang sekaligus menjadi “habitatnya”. Dalamkenyataan lingkungan budaya belajar antarkelompokmasyarakat memperlihatkan perbedaan kadar enerjinya.Lingkungan belajar yang penuh dengan enerji positif akanmenciptakan budaya belajar suatu kelompok masyarakatmenjadi subur. Sebaliknya lingkungan budaya belajar yangtidak kurang subur akan memperlihatkan enerji yang negatif.

Mengingat budaya belajar sebagai hasil kesepakatan dariseluruh anggota masyarakat akan diperlihatkan melaluiinteraksi dan kerjasama (collaboration) antaranggota masyarakat.Dalam lingku ngan masyarakat, budaya belajar diwujudkandalam bentuk pembelajaran bersama, mengingat paraanggotanya datang dari latar belakang budaya dan dibentukdalam sejarah yang sama. Bahkan diantara mereka diikat denganhubungan kekerabatan yang terikat rapat. Upaya membakukanbudaya belajar berlangsung secara tidak sadar dalam berbagaikegiatan belajar bersama. Kesepakatan membentuk budayabelajar yang dilakukan secara sadar, dalam pembelajaran dilingkungan kelompok masyarakat yang lebih maju. Lahirnyakelompok belajar yang berusaha menguasai suatu kecakapantertentu dapat dipandang sebagai praktik model budaya belajaryang lebih maju.

Page 120: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

98 M. Nasrul Kamal

Indikasi budaya belajar sebagai milik bersama ditunjukkandengan kecenderungan pola pembelajaran yang sama dandilakukan oleh seluruh orang dewasa terhadap yang belumdewasa. Demikian juga hasil pembelajaran pada orang dewasayang menjadi anggota masyarakat penuh memperlihatkanperilaku dan tindakan yang stereotipe sama. Mengingat budayabelajar milik bersama, maka pada gilirannya akan menjadiidentitas bersama. Hal ini disebabkan landasan budaya belajaryang berupa nilai norma dan pola pengetahuan yang dibakukanbersama memungkinkan diakui sebagai identitas bersama.b. Budaya Belajar: Hasil Pembelajaran Bersama

Uriich et. al., (1994), yang menyatakan budaya belajardipengaruhi oleh faktor memori, khususnya memoripengalaman belajar dan pengalaman bekerja para anggotanya.Seperti budaya, maka dalam budaya budaya belajar bukandiperoleh secara herediter, melainkan melalui serangkaianpengalaman pembelajaran yang terus-menerus dilingkungannya. Budaya belajar tersebut adalah akumulasi darisejumlah memori pengalaman belajar dan bekerja yangdiperolehnya dan juga karena berbagai kepentingan makakemudian diturunkan pada generasi berikutnya.

Mengingat budaya belajar yaitu hasil pembelajaranbersama yang berlangsung secara terus-menerus menunjukkan -makna pembelajaran sepanjang hayat (life long learning). Untukitu budaya belajar terus dipelihara oleh setiap individu danmasing-masing kelompok sosial. Proses pembentukan budayabelajar berlangsung pada setiap kelompok sosial denganmemanfaatkan berbagai pranata belajar yang ada. Dalam hal iniada tiga pranata pembelajaran dalam budaya belajar dimasyarakat, yakni pembelajaran secara formal; pembelajaraninformal dan pembelajaran non-formal.

Page 121: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 99

c. Budaya Belajar: Saling Berbagi dan Saling PercayaUpaya melestarkan budaya belajar dilakukan oleh setiap

individu dengan landasan nilai saling percaya (tolerant) dansaling berbagi (sharing). Kesamaan satu lingkungan dengansistem nilai dan norma budaya yang sama yang diteruskanantargenerasi menjadikan munculnya saling percayaantaranggota masyarakat. Terlaksananya nilai saling percayayaitu buah dari interaksi para anggotanya. Tidak jarang polainteraksi tersebut dijalin dalam hubungan kekeluargaan,sehingga membuahkan rasa saling percaya satu sama lain.Dengan demikian nilai saling percaya dalam budaya belajardibangun secara sadar maupun tidak sadar sebagai pewarisanbudaya.

Nilai-norma budaya belajar yang saling percayabergandengan dengan praktik nilai-norma untuk saling berbagi(sharing), kemudian membentuk saling percaya (tolerant). Nilai-norma sebagai landasan praktik kebersamaan sosial menciptakan setiap anggota masyarakat memiliki kepentingan danketergantungan satu sama lain. Pada dasarnya motivasi setiapindividu untuk melakukan saling berbagai dan saling percayauntuk untuk mencipta hubungan yang saling menguntungkan.Kenyataan yang tidak dapat diingkari bahwa setiap individumemiliki kebutuhan yang terus meningkat selain dihadapkandengan berbagai permasalahan. Upaya saling berbagi danpercaya melalui praktik budaya belajar dalam rangkamemecahkan berbagai permasalahan tersebut.

Naluri kerja sama antaranggota masyarakat berlangsungdalam lingkungan budaya dibangun melaui saluran budayabelajar. Sebaik-baiknya kerjasama yaitu kerjasama yangdibangun dalam ikatan budaya yang mencerminkan kesamaannilai-norma, ethos dan pedoman hidup yang diciptakan dandikembangkan bersama. Kerjasama dengan budaya belajar akan

Page 122: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

100 M. Nasrul Kamal

mencerminkan pembelajaran bersama, baik dalam memanfaatkan potensi belajar, lingkungan belajar maupun pengelolaanpembelajaran.

Setiap lingkungan budaya selalu dihadapkan denganberbagai masalah yang semakin hari semakin kompleks. Upayamelaksanakan kolaborasi dalam rangka menyelesaikanpermasalahan bersama. Dengan demikian budaya belajarmemiliki hubungan dengan praktik nilai-norma sebagai satukesatuan anggota masyarakat yang beridentitas budaya yangsama. Selain itu budaya belajar akan berpengaruh padaberkontribusi menyeimbangkan antara harapan pribadi dengankebutuhan lingkungan, sehingga melahirkan komitmen individuuntuk kemajuan lingkungan budaya belajar dan kualitas belajarbersama.

Karakter budaya belajar yang bersifat colaboratif sebagaikonsep pembelajaran bersama yaitu salah satu bagian dari ciribudaya belajar yang berpangkal dari milik bersama pada suatumasyarakat. Pembelajaran kolaboratif yaitu pembelajaran yangmelibatkan berbagai pihak dengan struktur dan tingkatanindividu yang berbeda, namun dalam proses pembelajarandilakukan bersama. Dalam kaitan itu dapat dikatakanpembelajaran kolaboratif memiliki kelebihan karena dilakukandengan tanpa struktur, sehingga nilai kebersamaan menjadilebih menonjol yang pada gilirannya pembelajaran menjadi lebihefektif dilaksanakan.d. Budaya Belajar: Pemenuhan Kebutuhan Hidup

Karakter budaya belajar yaitu bersifat adaptif denganlingkungannya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhanhidup bersama, baik yang berupa pemenuhan kebutuhan pokok,seperti halnya kebutuhan biologis, kebutuhan psikhologisataupun sosial. Budaya belajar yang adaptif diwujudkan dengan

Page 123: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 101

pemanfaatan sumber maupun materi belajar yang disediakan dilingkungan setempat. Dengan demikian budaya belajarberlangsung secara meluas, baik melalui permainan, keterlibatandalam pekerjaan ataupun melalui media lainnya.

Mengingat setiap masyarakat memiliki lingkungan budayaberbeda, maka dapat ditafsirkan pembelajaran bersama masing-masing masyarakat akan menampakkan perbedaan. Bentuk,jenis dan pola budaya belajar dipengaruhi oleh tingkatkebutuhan dan orientasi budaya maupun kepesertaan berikutdengan kompetensi yang dimiliki sebelumnya. Variasi orientasidan kompetensi akan mencerminkan dalam keragaman dalamkemauan belajar berikut dengan kemampuan belajar yangdicapainya. Efektivitas pembelaja ran bersama dipengaruhi olehmemori individu dan kelompok.

Budaya belajar sebagai pembelajaran yang dimiliki bersamaakan terus-menerus diadaptasikan dengan perkembangansituasi dan kondisi pembelajar maupun daya dukunglingkungan. Upaya mengadaptasikan pembelajaran bersamadilakukan dengan dua cara, yakni mempertahankanpembelajaran bersama yang ada, dan mengembangkan budayabelajar. Budaya belajar itu sendiri sebagai praktik aktivitasbudaya. Hal ini berarti praktik budaya belajar pada suatumasyarakat tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan masyarakatyang terus belajar.

Aktivitas pembelajaran dalam budaya belajar diawalidengan berlangsungnya pembelajaran individual para anggotabudaya belajar berkenaan dengan konsep-konsep yangsebelumnya ada menuju pembelajaran konsep-konsep baru(know why). Pembelajaran konsep-konsep baru menjadi bagiandari pengalaman baru dan kemudian membentuk kemampuanuntuk berusaha merealisasikan konsep tersebut (know how).

Page 124: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

102 M. Nasrul Kamal

Hasilnya menjadikan perubahan nilai-norma, ethos dan polapengetahuan belajar baru. Proses budaya belajar yang barutersebut melahirkan kemampuan atau kecakapan baru paraanggotanya dan kemudian menyebar menjadi kemampuanpembelajar kolektif.

Proses belajar bersama melalui budaya belajar akan sangatdipengaruhi oleh kondisi lingkungan belajar. Kenyataan initidak bisa disangkal, mengingat budaya belajar sebelumnyaberpijak pada nilai-norma, ethos dan pola pengetahuan yangsebelumnya menjadi pola budaya belajar. Untuk menciptakanlingkungan belajar bersama yang kondusif diperlukanpembaharuan melalui praktik pembelajaran yang efektif danberdaya guna bagi setiap individu untuk menguasai danmenampilkan perilaku budaya belajar yang baru.

e. Budaya Belajar: Bertahan dan BerkembangSelama ini pembelajaran masyarakat hanya dipandang

sebagai kebiasaan belajar yang ditampakkan dengan pola belajaryang berulang-ulang. Cara pandang ini sebagai satu sisipembelajaran yang ada dalam kehidupan masyarakat berkesanstatis dan tradisional. Pada sisi yang lain, pembelajaranmasyarakat akan terus mengalami perubahan. Hal inididasarkan atas kenyataan, bahwa setiap masyarakat denganlingkungannya selalu dihadapkan dengan peningkatankebutuhan hidupnya yang menjadikan proses pembelajaranmereka mengalami modifikasi. Akan tetapi harus diakui, bahwasetiap masyarakat memiliki perbedaan dalam orientasi dantingkatan perubahan pembelajaran disebabkan orientasi dantingkat kebutuhannya berbeda pula.

Perubahan budaya belajar akan berlangsung secara meluasdan kompleks. Secara kongkrit perubahan budaya belajardiwujudkan dalam perubahan dalam memandang dan

Page 125: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 103

memanfaatkan potensi sumber daya manusia yang menjadipeserta belajar, lingkungan dimana pembelajaran ituberlangsung maupun perubahan dalam pengelolaanpembelajarannya. Perubahan budaya belajar berlang sung secarabersama.

Budaya belajar bukanlah konsep yang statis, melainkanbersifat dinamis, karena diarahkan untuk mencapai pemenuhankebutuhan yang terus berkembangan. Atau dengan kata lainbudaya belajar pada satu sisi akan dipertahankan dan sisi lainakan dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhanbersama. Ciri budaya belajar cenderung bisa bertahan danberkembang. Seperti kehidupan yang terus berubah, makabudaya belajar dengan ciri adaptasinya akan berfungsi ganda,yakni pada satu sisi akan dipertahankan dan sisi yang lain akanterus dikembangkan sesuai dengan kesepakatan bersama. Sifatbudaya yang cenderung bisa bertahan dan bisa jugaberkembang, maka budaya belajar juga memiliki peluang ganda,yakni bisa bertahan atau statis dan bisa juga berubah atauberkembang sehingga menampakkan kedinamisan. Berdasarkanhal itu, maka budaya belajar yang berlangsung dalam kehidupanmasyarakat selalu dicipta dan dibakukan, dan dalam batas-batastertantu dikembangkan berdasarkan kebutuhan para individuyang menjadi pendukungnya.

Berdasarkan pandangan para ahli, budaya belajarpembelajaran yang melibatkan keseluruhan anggota masyarakat(pembelajaran bersama) yang diciptakan dan dikembangkan secaraterus-menerus (life long learning) dan model pembelajarandisesuaikan dengan lingkungan masing-masing untukpencapaian tujuan kebutuhan bersama (adaptif learning).Mengingat budaya belajar dilakukan bersama, makapembelajaran didasarkan atas nilai dan norma yang disepakatibersama, baik yang berbentuk makna-makna, pesan-pesan,

Page 126: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

104 M. Nasrul Kamal

aturan-aturan maupun rumus-rumus yang telah dikenal dandibakukan bersama. Budaya belajar tersebut diwujudkan dalambentuk serangkaian perilaku, strategi maupun tindakanpenyesuaian dengan kebutuhan, sehingga bertahan atauberubahnya suatu budaya belajar menjadi bagian strategimasyarakat.

Seperti kelompok sosial lainnya, pada kelompokmasyarakat yang berprofesi dalam bidang seni rupa jugamemiliki budaya belajar yang bersifat khusus pula.

Berdasarkan uraian yang ada dapat disimpulkan, bahwakarakteristik budaya belajar adalah (l) diciptakan dan dilakukanbersama oleh suatu kelompok masyarakat; (2 ) di laksanakandengan saling percaya (toleran) dan saling berbagi (sharing)dalam rangka memecahkan masalah hidup bersama secarasistematik; (3) Budaya belajar diadaptasikan dengan lingkunganuntuk memenuhi kebutuhan hidup bersama; (4) di peroleh ataspengalaman dan atau sejarah zaman lalu yang bertahan dandikembangkan atas hasil praktik masyarakat lain yang berhasil(bachmaking); (5) selalu dipertahankan dan dikembangkanbersama melalui life long learning.

3.Azas Budaya BelajarBudaya belajar berlangsung dalam lingkungan organisasi

forma dan nonformal. Senge (1990), menyatakan suatuorganisasi masyarakat akan berkembang ketika anggotapendukungnya memiliki budaya belajar. Untuk itu Iamenyampaikan lima azas budaya belajar yang perludiperhitungkan, yakni: (a) azas personal master; (b) Azas sharevision; (c) Azas model mental; (d) Azas berpikir sistematik; dan (e)Azas tim learning. Masyarakat yang mengonkretkan lima aspekbudaya belajar ditandai dengan kompetensi masing-masingindividu anggota masyarakatnya.

Page 127: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 105

a. Personal MasterPersonal master ditunjukkan dengan azas setiap anggota

kelompok sosial memiliki pengetahuan untuk identifikasi danmemahami nilai-norma yang ada berkenaan dengan status danperannya di lingkungannya. Selain itu juga mampu menetapkantujuan dengan cara memanfaatkan segenap potensi yangdimiliki, baik dalam bentuk potensi internal maupun potensisumber daya di lingkungannya. Pengetahuan mengidentifikasidan memahami diri kemudian menjadi visi bersama.

Rumusan visi individu tersebut yaitu buah kesadaran akanpentingnya budaya belajar, dengan cara memfokuskanenerginya diwujudkan dalam berbagai kegiatan pembelajaran.Selain itu rumusan visi yaitu kemampuan dalam memilihprosedur pembelajaran yang dilakukan secara bertahap yangdidasari oleh nilai-norma kesabaran dan terus diwujudkandalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain budaya belajaradalah lingkungan tempat berkumpulnya individu-individuyang memiliki visi dan mengarahkan diri untuk terlibat dalamberbagai kegiatan belajar bersama yang dipercaya oleh individubersangkutan dapat meningkatkan kapasitas pribadi masing-masing individu.

Azas personal mastery dicirikan dengan setiap anggotabudaya belajar memiliki kesadaran yang mendalam untukmemahami diri, melakukan penyelarasan (alignment) antara visipribadi dengan visi bersama, sehingga menciptakankeseimbangan. Usaha keseimbangan akan dapat menciptakanjalinan hubungan interpersonal yang harmonis. Kepercayaandalam membangun hubungan tersebut menjadikan bagianbudaya belajar dalam lingkungan suatu kelompok sosialsemakin kondusif dan semakin baik.b. Berbagi Visi (Sharring)

Page 128: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

106 M. Nasrul Kamal

Dalam budaya belajar mempersyaratkan adanya pilarberbagi visi, yakni kemauan dan kemampuan setiap individuuntuk membangun komitmen dan terikat dengan upayamembangun lingkungan belajar bersama yang dipercaya akanmeningkatkan kemampuan bersama dan dapat memenuhikebutuhan hidup bersama. Hal itu dapat dilakukan dengan caraberbagi visi. Dengan berbagi akan dapat digambarkan masadepan suatu kelompok sosial. Sebuah gambaran yang dicirikandalam kemampuan memprediksi tantangan-tantangan yangakan dihadapi dalam mencapai tujuan tersebut. Dengandemikian komitmen berbagi visi diwujudkan dengan caramerumuskan prinsip-prinsip, rencana-rencana, strategi-strategiyang disusun bersama untuk menghadapi masa depan.

Azas berbagi visi mengarah pada usaha membangun visibersama. Dengan kebersamaan dipercaya akan menjadikanbudaya belajar kelompok sosial bersangkutan tidak mudahputus asa dalam menghadapi berbagai tekanan dan kondisiketidakpastian dari perubahan-perubahan yang mungkinberlangsung di masa depan. Komitmen untuk berbagi visi jugaakan membangun keyakinan bersama akan besarnya manfaatyang akan diperoleh, sehingga berdampak pada peningkatankapasitas bersama jika memiliki pemahaman yang samamengenai masa depan.c. Model Mental

Azas model mental budaya belajar yaitu kemampuan paraanggota masyarakat untuk melakukan berbagai perenungan,melakukan klarifikasi dan bahkan lebih dari itu akan dapatmelaksanakan perbaikan-perbaikan mengenai gambaran internal(pemahaman) tentang dunia. Visi yang digambarkan bersamatersebut yang berlandaskan pada nilai-norma yang berlaku dilingkungannya dicirikan dengan kebaikan dan kebenaran yangrelevan dengan etika yang dijadikan pedoman bersama.

Page 129: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 107

Dalam kaitan itu, model mental budaya bersama akandirealisasikan ketika seorang individu merancang danmenciptakan kerangka berpikir, khususnya dalam yangdiarahkan untuk memahami berbagai permasalahan dantantangan yang ada. Dengan demikian model mental budayabelajar akan dapat menjelaskan mengenai alur berpikir seorangindividu, sehingga dapat menjelaskan pula mengapa danbagaimana seseorang atau kelompok sosial dapat menetapkansuatu keputusan atau melakukan tindakan.

Upaya pengembangan model mental budaya belajardilakukan dengan cara peningkatan kesadaran akan pentingnyamodel mental yang berlandaskan pada nilai-norma bersamauntuk dijadikan landasan berpikir. Pengembangan jugadiarahkan untuk membuka tabir dan membahas anggapan-anggapan kebenaran yang selama ini belum diungkapkan.Implikasinya yaitu pengembangan model mental yaituterciptanya saling keterbukaan yang dilandasi oleh nilaiketulusan bekerja sama. Dengan demikian mental model akanmenciptakan keselarasan (alignment) antara model mentalindividual dan model mental kelompok yang berimplikasi padakepribadian atau jati diri kelompok. Akhirnya, pengembanganmodel mental akan menjadikan kelompok sosial tidak mudah"panik" ketika menghadapi berbagai perubahan, tidakmerasakan ketertekanan dan mampu mengelola perubahan, dantantangan tersebut diubah menjadi peluang. Intinya, modelmental yaitu suatu setiap keputusan harus disandarkan padamengonkretkan nilai-nilai yang diyakini menjadi kenyataan.d. Berpikir Sistemik

Azas berpikir sistemik didasarkan pada pandangan bahwasetiap anggota budaya belajar dalam melihat lingkungannyayaitu satu-kesatuan yang utuh. Seluruh komponen budayabelajar saling menguatkan dan saling mempengaruhi.

Page 130: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

108 M. Nasrul Kamal

Kemampuan berpikir sistemik dalam budaya belajar akanmenjadikan para anggotanya bermampuan untuk melihatgambaran yang lebih besar dan bersifat dinamis. Artinyaberkemampuan dalam memahami bagaimana individu-individuanggota budaya belajar saling berinteraksi.

Dengan disiplin berpikir sistemik akan menjadikan paraanggota budaya belajar bersangkutan dapat melakukan analisisdan sekaligus menyusun kerangka konsep secara lengkap. Halitu bias diwujudkan karena masing-masing individu memilikicara pandang dan cara berpikir tentang lingkungan belajarsebagai satu kesatuan. Dengan kemampuan menganalisis danmengintegrasi menjadikan menjadikan setiap anggota dapatmengkongkritkan keseluruhan pilar menjadi tindakan (action)yang lengkap dan tuntas.

Fungsi berpikir sistemik akan membantu setiap individudapat mengubah sistem-sistem yang ada, sehingga perilaku,strategi dan tindakan belajar dapat ditingkatkan menjadisemakin efektif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cuthrie(1986), bahwa bagaimana sebaiknya kita memandanglingkungan masyarakat sebagai satu-kesatuan yang tidakterpisahkan” (viewing organization as integrated whole).

Berpikir sistemik pada budaya belajar dicirikan dengankemampuan untuk memahami hubungan saling pengaruhantara faktor-faktor internal maupun eksternal organisasi secarakontekstual. Mampu menstrukturkan asumsi-asumsi, ataufaktor-faktor penyebab dari suatu masalah secara benar.Mampu melihat setiap permasalahan secara komprehensiftentang pola keterkaitan dan pola sebab-akibat adanyaperubahan faktor-faktor yang mempengaruhi. Mampumenunjukkan apa yang telah dimiliki anggota budaya belajarsaat ini, dan bagaimana sebaiknya meraih sasaran atau visi

Page 131: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 109

anggota kelompok sosial. Lebih dari itu berkemampuan untuksaling mengoreksi mengenai kelebihan dan kelemahan darikebiasaan-kebiasaan belajar yang selama ini dibakukan.Kuatnya kesadaran bahwa seluruh anggota budaya belajarharus mengetahui bagaimana mereka "bermain" bersama dalamarena untuk membangun kerjasama secara cerdas. Memilikikebiasaan untuk berpikir secara terbuka dan positif (positivethinking).e. Belajar dalam Tim

Azas tim pembelajar yaitu pilar yang bermakna bahwasetiap anggota kelompok sosial dapat melakukan proses berpikirkolektif dan sinerjis, serta mampu melakukan proses dialog danberbagi pengetahuan secara efektif, sehingga lingkungan budayabelajar mampu mengembangkan kecerdasan dan membangunkapasitas yang jauh lebih besar daripada sekedar jumlah darikemampuan individual para anggotanya.

Kemampuan dialog dan berbagi pengetahuan itu amatfundamental dalam membangun budaya belajar. Melalui dialogdan berbagi pengetahuan, setiap individu mampu berinteraksiuntuk terus menggali dan menyelesaikan berbagai permasalahan, membuat keputusan dan sekaligus menentukan tindakanyang tepat, termasuk bagaimana mereka dapat menerima sistemdan struktur masyarakat, maupun saat menetapkan visibersama. Dengan terus berlangsungnya dialog dan berbagipengetahuan, menjadikan para anggota budaya belajar mampumemahami apa yang terjadi dalam organisasi, memahamibagaimana setiap individu memeroleh pemahaman tentangstruktur dan proses kerja dalam organisasi, atau memahamibagaimana model-model baru atau tujuan baru ditetapkan.

Belajar secara tim pada suatu kelompok masyarakatdicirikan dengan kepemilikan kemampuan dan kebiasaan untuk

Page 132: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

110 M. Nasrul Kamal

saling pengertian atau kemampuan untuk membangunkesepakatan bersama. Berkemampuan pula untuk melaksanakankerjasama cerdas, sehingga terjadi proses pengkayaan wawasandan pandangan. Para anggota budaya belajar memilikikemampuan yang tinggi untuk melakukan proses dialog(berbagi nilai, berbagi visi maupun berbagi pengetahuan)untuk membangun kecerdasan bersama.

4. Tipologi Budaya BelajarBerbagai pemikiran pengelompokan budaya belajar

dikemukakan. Argyris dan Schön (1978) membagi ke dalam tigabagian budaya belajar, yaitu single-loop learning, double-looplearning, dan deutero-learning.a. Single-loop Learning

Single-loop learning terjadi ketika suatu lingkunganmasyarakat mendeteksi dan mengoreksi kemungkinan-kemungkinan melencengnya arah dari sasaran yang sudahditetapkan bersama. Upaya mendeteksi dan mengoreksitersebut dilakukan dengan perilaku, strategi dan tindakantindakan bersama. Single-loop learning dapat dijelaskan denganmetafor dalam cara kerja termostat yang digunakan untukpemanasan sentral (a central heating). Termostat mempelajarikapan harus menyesuaikan diri dengan tingkat panas, jikaterlalu panas termostat akan mati dan artinya panasnya turun.Sebaliknya jika terlalu dingin akan kembali menyala dan suhupanas meningkatkan. Fungsi termostat yang demikiandikomparasikan dengan standar pembelajaran, sehinggamenaik atau menurun. Dengan kata lain pembelajaran akanmemiliki pengoreksian atau tidak. Rosengarten (1999:43)menyebutnya upaya fungsi koreksi pembelajaran ini disebutbelajar menyesuaikan (adjustment learning).

Page 133: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 111

Gambar 2.6. Single-Loop dan Double-Loop Learning, Sumber:Https://Markhneedham.Com/Blog/2011/03/30/Thoughtworks-University-A-

Double-Loop-Learning-Example/

Tujuan single-loop learning yaitu untuk meningkatkanefektivitas dengan cara penyesuaian setiap individu-individuuntuk menyesuaikan dengan nilai dan norma budaya belajaryang disepakati bersama. Atau dengan kata lain bertujuan agarnilai dan norma budaya belajar yang ada tidak dirubah dan tetappengaturannya terjaga.b.Double-Loop Learning

Dalamdouble-loop learning, kinerja termostat diberi kebebasanuntuk menentukan apakah temperatur ruang tersebut berapabesar optimalisasi dalam efisiensi (optimal efficiency). Hal ini bisadilakukan ketika nilai dan norma pengaturan (the governingvalues) yang ada pada single-loop learning kembali dipertanyakan.Diperlukan adanya pengaturan nilai norma baru dalampelaksanaan budaya belajar.

Mengingat nilai dan norma budaya belajar yang adadipandang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan daripara anggotanya masyarakat yang terus berkembang, makakonsekwensi akan terjadi modifikasi praktik budaya belajaryang baru. Dengan kata lain dalam menghadapi kebutuhan yang

Page 134: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

112 M. Nasrul Kamal

terus meningkat, maka diperlukan strategi budaya belajar yangbaru. Dengan demikian dapat dikatakan pada dasarnya double-loop learning memiliki ciri kemampuan usaha memecahkanmasalah (problem-solving capability), khususnya yang berkaitandengan pemenuhan kebutuhan hidup bersama yang terusmeningkat.c. Deutero-Learning

Level pembelajaran ketiga atau yang paling tinggi menurutArgyris dan Schön yaitu deutero-learning atau dikenal jugadengan learning to learn. Deutero-learning dipahami sebagaiproses dimana budaya belajar single-loop dan double-loop learningdipertimbangkan kembali, khususnya oleh seseorang yangmengamati berjalannya budaya belajar.

Gambar 2.7 Deutero-Learning, Https://Media.Springernature.Com

Individu observer tersebut bagai aktor yang merefleksikanefektivitas cara belajar yang ada. Dalam hal ini seorang observerpada gilirannya akan menjadi pembaharu yang memerankantindakan memecahkan masalah pembelajaran dengan cara

Page 135: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 113

membuat rumus suguhan mekanisme dukungan pembelajaran(learning supporting mechanism) yang dipandang akan lebih baik.

Substansi pikiran Argyris dan Schon (1978) dalam tipologibudaya belajar teramu dalam model SMM (Shared MentalModel), yakni mekanisme transformasi pengetahuan dariseorang aktor individu pembaharu yang mengkonfirmasikanmengenai keadaan budaya belajar yang tengah berlangsungpada suatu kelompok masyarakat. Proses demikian disebut jugasebagai “belajar berbagi” yang dioperasikan dalam “berbagimodel mental” yang secara perlahan tetapi pasti akan mengubahbudaya belajar suatu kelompok masyarakat. Berbeda denganpikiran Chun Wei Choo (1998) memperkenalkan dua bentukbudaya belajar pada suatu kelompok masyarakat, yaitu:eksploitasi (exploitation) dan eksplorasi (exploration). Eksploitasidipandang pembelajaran yang berlangsung dalam masyarakatdengancara menimbun pengalaman (amassing of experience).Seperti dipahami, pembelajaran yang selama ini berlangsungpada kelompok masyarakat yaitu untuk menciptakanketeraturan (order), karenanya pola budaya belajarnyamencerminkan keteraturan. Melalui pola pembelajaran terbuktitelah menghasilkan kemampuan pada setiap individu yang adadalam lingkungan bersangkutan. Hal ini diperoleh melaluipembelajaran eksploitasi, yakni dengan mengakumulasiberbagai pengalaman dari masing-masing anggota masyarakatyang kemudian kecakapan tersebut membentuk pola daripengetahuan suatu pekerjaan yang selama ini digelutinya.

Sedangkan eksplorasi yaitu pembelajaran melaluipenemuan hasil (discovery) yang ditandai dengan serangkaianpercobaan (experimentation) mengenai pembelajaran eksplorasiyang diorientasikan untuk menemukan tujuan-tujuan baru danpeluang-peluang yang selama ini dipandang belumtermanfaatkan (untapped oportunities). Dalam kenyataannya

Page 136: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

114 M. Nasrul Kamal

setiap kelompok masyarakat akan mengarah pola pembelajaranyang mengeksploitasi kepada pembelajaran eksplorasi. Hal inidisebabkan berbagai kenyataan yang ada menyadarkan merekauntuk mengembangkan kapasitas pembelajaran yang lebih baikuntuk memenuhi kebutuhan tersebut. salah satunya dengankonsep pengetahuan pembelajaran dengan memanfaatkanteknologi.

Farago dan Skyrme (1995) membagi pembelajaran ke dalamempat tingkatan yaitu Learning facts, knowledge, processes andprocedures; Learning new job skills that are transferable to othersituations; Learning to adapt; dan Learning to learn.

1) Pembelajaran fakta, pengetahuan, proses dan prosedur(Learning facts, knowledge, processes and procedures). Padatingkat ini, pembelajaran di masyarakat menunjukkantipe pembelajaran yang tidak dihadapkan dengan gejalaperubahan yang cepat. Tipe pembelajaran ini sebagaiperwujudan pembelajaran yang berlangsung pada masalalu dan berjalan antargenerasi.

2) Pembelajaran suatu kemampuan karena jenis pekerjaanbaru yang diakibatkan oleh tuntutan situasi (Learningnew job skills that are transferable to other situations). Padatingkat ini pembelajaran dengan cara menerapkan situasiatau keadaan yang baru,sehingga memungkinkanmelahirkan respon perubahan. Pembelajaran iniditandaidihasilkannya keterampilan atau keahlian baru.

3) Pembelajaran untuk menyesuikan diri (Learning to adapt)muncul pada saat dihadapkan dengan situasi perubahan.Dalam hal ini setiap individu mengadaptasi polapembelajaran yang dinamis dan dituntut untuk mencarisolusi untuk memecahkan permasalahan yang ada. Padatahapan ini berbagai uji coba untuk saling menyesuikan,

Page 137: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 115

baik dalam keberhasilan maupun kegagalan menjadimakna pembelajaran.

4) Pembelajaran yang belajar (Learning to learn). Tipepembelajaran ini yaitu pembelajaran yang palingrumit, karena bukan hanya mengandalkan penyesuiandiri, melainkan mengandalkan kreativitas danmenciptakan berbagai inovasi. Dalam hal ini usahaupaya mempertahankan saja tidak cukup melainkanharus mengembangkan yang tidak hanya sekedarmengandalkan beradaptasi, melainkan mengerangkakan(reframed) asumsi-asumsi untuk hadirnya pengetahuanbaru yang lebih berdayaguna bagi kehidupanmasyarakat yang bersangkutan. Pembelajaran yangberlangsung pada lingkungan masyarakat yang tinggiyaitu mampu “menciptakan kembali” (reinvent)budaya belajar baru.

Wood (1998:11) meyakini pembelajaran masyarakat selaludidasarkan atas sistem keyakinan (belief sistem) pada nilai norma,ethos dan pandangan belajar secara kolektif. Selain itu setiapbudaya belajar memiliki prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan.Prinsip budaya belajar harus mempertimbangkan: (1) setiapanggota masyarakat memiliki kebutuhan, (2) kemauan. (3)kemampuan, (4) mampu memutuskan yang menjadi kepentingannya, dan (5) setiap anggota masyarakat memiliki pengalamanyang menjadi lumbung ilmu tak pemah kering (Sihombing, 2000:134).

Page 138: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

116 M. Nasrul Kamal

Gambar 2.8 Adaptive-Learning, Https://Media.Springernature.Com

Dalam kaitan itu pembelajaran dalam perspektif budayabelajar akan memiliki tipologi yang bersumber dari kategoribudaya masyarakat bersangkutan.

Dengan mengadaptasi tiga pemikiran, yakni dari Argyrisdan Schön (1978); Chun Wei Choo (1998) dan Farago danSkyrme (1995), selain mempertimbangkan kerangka berpikirbudaya yang dipaparkan bagian awal, maka dapatdiformulasikan pengkategorian budaya belajar dalamlingkungan masyarakat Minangkabau dan khususnya di nagariKotogadang yaitu tipe: (a) Tipe budaya belajar adaptif; dan (b)budaya belajar interaksi simbolik. dan satu lagi tipe budayabelajar yang disebut tipe budaya belajar kolaboratif, tidak akan

Page 139: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 117

dibahas dalam konteks judul buku, karena bukalah menjaditiper budaya belajar masyarakat nagari Kotogadangd.Tipe Budaya Belajar Adaptif

Budaya belajar tidak bisa dipisahkan dari lingkungan, baiklingkungan alam, sosial, budaya dan pembelajaran. Lingkunganbagi masyarakat yaitu sumber daya yang menjadi hunian danpemenuhan kebutuhan hidupnya. Pandangan Argyris danSchön (1978) berkenaan dengan single-loop learning, memberiisyarakat, bahwa budaya belajar bersifat adaptif.

Selain juga Chun Wei Choo (1998)pembelajaran ekspoitasiyang dilakukan dengan menimbun pengalaman secara implicitmenunjukkan pada sifat budaya belajar yang yaitu hasilperilaku penyesuaian dengan pengalaman masa lalu. Lebih dariitu belajar mengenai fakta, pengetahuan dan prosedur yangdikemukakan Farago dan Skyrme (1995), memberi tanda, bahwapembelajaran itu diperoleh dari lingkungan sekitar.

Dalam kajian budaya, makna adaptif tidak sekedar satu arahyaitu penyesuaian manusia dengan lingkungan, melainkan jugalingkungan disesuikan dengan kepentingan manusia. Dalam halini manusia tidak hanya menerima lingkungan apa adanyamelainkan lingkungan dirubah dan disesuikan dengankebutuhan manusia. Dalam pandangan ini tipologi budayabelajar adaptif termasuk memiliki strategi adaptif untukmenyesuaikan dengan perubahan. Mengingat demikian berartibudaya belajar adaptif bukan hanya bersifat statis atau “poladari”, kelakuan belajar, melainkan juga “pola dari” kelakuan.Peter Senge (1990) menjelasakan tipe budaya belajar ini sebagaiadaptive learning.

Dixon (1994:5) menyatakan usaha menyesuaikan denganlingkungan akan terus mengalami modifikasi sesuai denganperkembangan. Hal ini berarti budaya belajar adaptif selain

Page 140: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

118 M. Nasrul Kamal

untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan juga diarahkan untukmengantisifasi dan mendeteksi kemungkinan-kemungkinanadanya tantangan berikut sumbernya. Lebih dari itu budayabelajar adaptif pada gilirannya akan dijadikan tindakan untukmenyelesaikan masalah tersebut bersama-sama.

Argyris, (1977:116) menjelaskan, bahkan lebih dari itubudaya belajar akan dapat mengoreksi kelemahan-kelemahanpenyesuaian yang selama ini dilakukan.

Utamanya dalam budaya belajar adaptif adalaahpembelajaran yang dibutuhkan oleh masyarakat, yaknipembelajaran yang dapat mencapai kemampuan yang padagilirannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupbersama. Dalam kerangka itu, maka upaya budaya belajarmeraih kecakapan dan kebutuhan dilakukan dengan prinsipberbagi mental, karena sesungguhnya penyesuaian yaituaktivitas dua belah pihak yang berbagi mental dan berbagipengetahuan.e.Tipe Budaya Belajar Interaktif Simbolik

Antal (2002: 1) menegaskan bahwa budaya belajar satu ciridisikan dengan interaktif, pada sisi lain dicirikan dengan kreatif.Budaya belajar yang interaktif dilakukan dengan serangkaiansimbol yang memiliki makna bagi pihak-pihak yang terlibat.Tipepembelajaran masyarakat yang budaya belajar interaktifsimbolik dibentuk atas sejarah budaya yang dimiliki, khususnyayang menjadi simbol identitasnya. Keseluruhan simbol budayamereka dijadikan sumber dan media pembelajaran antargenerasi.

Seperti tipe budaya belajar adaptif, maka dalam interaksisimbolik memiliki kemampuan berubah yakni dengan usaha-usaha yang dilakukan secara kreatif. Budaya belajar yangdemikian terbukti mendorong dan mengungkit pengetahuan

Page 141: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 119

dalam bentuk simbol baru. Sesuatu yang interaktif simbolikyang kreatif, mengindikasikan adanya pemindahanantarpengetahuan budaya belajar yang original. Antalmenyebutkan lebih jauh:

“learning is essentially a creative and interactive process. It issometimes achieved by acquiring and applying existing knowledgeand sometimes by generating new knowledge. In both situations,creativity is required because the transfer of knowledge from onecontext to another is never simple copying process”).

Crossan et. al., (1999) menjelaskan budaya belajar diawalidari interaksi antarpribadi maupun antarkelompok yangmerentangkan transmisi dariintuisi menuju institusi. Prosestransfer intuisi yaitu pembentukan pola imajinasi yangberlangsung pada tingkat individu maupun kelompok untukmendapatkan informasi melalui serangkaian pengalaman.Transfer intuisi dilanjutkan dengan transfer interpretasi, dimanaakan melahirkan makna-makna dari polaimajinasi individu,sehingga membentuk peta kognitif baru. Proses interpretasitersebut menjalan antar, sehingga pada gilirannya akan menjadipengetahuan kolektif atau disebut juga proses integrasipengetahuan.

Proses transmisi yang mengintegrasikan pengetahuanterlihat dari sikap saling memahami antarin dividu berkenaandengan pengetahuan dalam bentuk symbol baru. Melalui dialogdan pelaksanaan kerja yang terus-menerus akan mencapaikesamaan makna dalam suatu kelompok sosial. Selanjutnyaproses integrasi akan dibakukan menjadi pengetahuan bersamamelalui proses transfer institusi yang di dalamnya memuatpembentukan struktur, strategi, program, sistem dan prosedurpembelajaran bersama yang akan disepakati bersama denganmenggunakan pedoman yang sudah ditetapkan.

Page 142: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

120 M. Nasrul Kamal

Proses institusi pengetahuan dapat dikatakan sebagaiperkembangan pengetahuan budaya belajar baru.Keberlangsungannya terjadi tatkala terjadi kombinasipembelajaran antara asimilasi eksplorasi pengetahuan barudengan eksploitasi pengetahuan yang ada. Proses ini akanterjadi dalam tiga hirarki pembelajaran, yaitu melaluipembelajaran individual, pembelajaran tim dan pembelajaranorganisasi. Ketiga tingkatan belajar tersebut diintegrasikan olehproses sosial dan psikososial, yaitu proses: intuisi, interpretasi,integrasi dan institusionalisasi. Proses integrasi merupakanmekanisme transformasi pengetahuan dari individu menjadibudaya pembelajaran melalui berbagi pengetahuan. Kognisi(pengetahuan, pengertian dan kepercayaan) akan sangatdipengaruh secara signifikan dalam pembentukan aksi atauperilaku dalam pembelajaran.f. Tipe Budaya Belajar Kolaboratif

Tipe budaya belajar kolaboartif yaitu pembelajaran yangdicirikan dengan kerja sama antarpribadi dan antarkelompok dimasyarakat. Tujuan utama kerja sama yaitu untukmemecahkan berbagai permasalahan yang mucul akibatketidakseimbangan antara kebutuhan dan daya dukunglingkungan sebagai sumber daya kehidupan.

Apa yang sebutkan oleh Argyris dan Schön (1978) dengandouble-loop learning, dan deutero-learning pada dasarnya termasukmodel pembelajaran kolaboratif.

Bagi Schneiderman (2000) budaya belajar kolaboratif tidakada artinya ketika tidak didasarkan atas pengetahuan(knowledge) berkenaan dengan akuisisi, aplikasi dan penguasaanalat-alat dan metode baru. Demikian juga penguasaan alat danbahan, teknik dan metoda baru adalah sesuatu yang tidak bisadilepaskan dalam budaya belajar kolaboratif. Apabila usaha

Page 143: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 121

pengembangan budaya belajar terus berlanjut oleh Farago danSkyrme (1995) mencapai suatu etape pembelajaran masyarakatyang belajar (Learning to learn.). Hal inilah disebutkan oleh PeterSenge dengan pembelajaran generative (generative learning).

Ciri budaya belajar kolaboratif yakni dengan munculnyausaha memodifikasi budaya belajar yang selama ini berjalan dandirefleksikan oleh aktor pembaharu dengan cara mengkreasibudaya belajar baru. Dalam pemikiran Chun Wei Choo (1998)dimasukkan dalam pembalajaran eksplorasi, dimana akanditandai dengan lahirnya situasi baru yang harus dibarengidengan tuntutan kemampuan baru, khususnya dalam suatupekerjaan.

Bagi Nevis et al.(1995, 1997:31) tipe perubahan budayabelajar biasanya ditandai dengan perubahan lingkungan kerja.Dengan demikian dampak perubahan budaya belajar akanmengarah pada dua hal, yakni akan memelihara danmemperkuat proses budaya belajar baru, dan kedua akanmengarah pada prestasi kerja masing-masing individnya.

Prinsip perubahan budaya belajar kolaboratif selaluberkaitan dengan kegiatan usaha yang selama ini dilakukan.Tepatnya budaya belajar akan berhasil ketika materi budayabelajar berhubungan dengan suatu pekerjaan termasuk dalampembuatan benda yang bernilai ekonomi. Budaya belajar yangdemikian akan mendorong pengembangan keahlian (vocasional)bagi setiap individu. Pengetahuan budaya belajar yangkolaboratif akan diwujudkan dalam perilaku belajar yangkolaboratif, menyusun strategi yang kolaboratif dan melakukantindakan pembelajaran yang kolaboratif.

Pikiran Nonaka dari Hirotaka dalam kaitan dengan tipepembelajaran kolaboratif yang akan mengembangkan budaya

belajar dari eksplisit menjadi tacit (tasist) menjadi empat bagian:

Page 144: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

122 M. Nasrul Kamal

1) Perubahan pengetahuan tasit individual akan menjadipengetahuan tasit kelompok budaya belajar: Prosesperubahan ini berlangsung dalam proses sosialisasi, atauproses "sympathized knowledge", yaitu proses berbagipengetahuan, berbagi visi dan berbagi model mentalantar anggota untuk menciptakan pengetahuan tasitkelompok yang baru. Dalam hal ini proses diskusi,pelatihan atau pendidikan formal menjadi salurannya.

2) Perubahan pengetahuan tasit individual menjadipengetahuan eksplisit budaya belajar. Proses perubahanini berlangsung melalui proses eksternalisasi, atau proses"operational knowledge", dimana konsep atau ide yanadimiliki individu dioperasionalkan, bisa melalui proseslearning by doing, untuk menghasilkan technical know-howyang baru. Hal ini dapat terjadi melalui proses on the jobtraining atau simulasi praktik.

3) Perubahan pengetahuan eksplisit individual menjadi pengetahuan tasit budaya belajar. Proses perubahanini dapat terjadi melalui proses internalisasi, atau proses"conceptual knowledge",dimana pengetahuan eksplisitindividual diartikulasikan menjadi pengeta huan tasitbaru, dafam bentuk konsep-konsep, hipotesis, mode,atau formula baru. Hal ini dapat terjadi misalnya melaluiproses percobaan di laboratorium.

4) Perubahan pengetahuan eksplisit individual menjadipengetahuan eksplisit budaya belajar. Proses perubahanini dapat terjadi melalui proses kombinasi, atau proses"sistemic knowledge", yaitu proses manipulasipengetahuan eksplisit yang dimiliki individu-individudengan cara menyortir, menambahkan, ataumengkombinasikan diantara beberapa pengetahuaneksplisit, menjadi pengetahuan eksplisit baru. Hal ini

Page 145: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 123

dapat terjadi misainya melalui proses on the job trainingatau berbagi pengetahuan dan praktik lapangan.

Budaya belajar adalah seperangkat pengetahuan (set ofknowledge) masyarakat mengenai belajar yang mengandung nilainorma, ethos dan pedoman mengenai belajar yang berlangsungdi lingkungan masyarakat.

Karakteristiknya, yakni: diciptakan dan dilakukan bersamaoleh suatu kelompok masyarakat; dilaksanakan dengan salingpercaya dan saling berbagi; budaya belajar diadaptasikandengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama;diperoleh atas pengalaman dan/atau sejarah masa lalu; dandikembangkan atas hasil praktik para praktisi yang berhasil;selalu dipertahankan dan dikembangkan bersama.

Konsep dan teori tentang tipologi yang bersumber danmengadaptasi tiga pemikiran dari Argyris dan Schön (1978);Chun Wei Choo (1998) dan Farago dan Skyrme (1995).

***

Page 146: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

124 M. Nasrul Kamal

Page 147: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 125

BAB IIINAGARI KOTOGADANG SEBAGAI BAGIAN

DARI KECAMATAN IV KOTO DIKABUPATEN AGAM, SUMBAR

A. Pendahuluan1. Provinsi Sumatera Barat

umatra Barat (disingkat Sumbar) yaitu sebuah provinsi diIndonesia yang terletak di Pulau Sumatra dengan Padangsebagai ibu kotanya. Provinsi Sumatra Barat terletak

sepanjang pesisir barat Sumatra bagian tengah, dataran tinggiBukit Barisan di sebelah timur, dan sejumlah pulau di lepaspantainya seperti Kepulauan Mentawai. Dari utara ke selatan,provinsi dengan wilayah seluas 42.297,30 km² ini berbatasandengan empat provinsi, yakni Sumatra Utara, Riau, Jambi, danBengkulu. Propinsi ini dihuni oleh beberapa suku bangsadiantaranya:

1) Minangkabau 88,35%2) Mandailing 4,42%3) Jawa 4,15%4) Mentawai 1,28% [47]Sumatra Barat yaitu rumah bagi etnis Minangkabau,

walaupun wilayah adat Minangkabau sendiri lebih luas dariwilayah administratif Provinsi Sumatra Barat saat ini. Provinsiini berpenduduk sebanyak 4.846.909 jiwa dengan mayoritasberagama Islam. Provinsi ini terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota

47 https://imujio.com/kebudayaan-sumatera-barat/

S

Page 148: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

126 M. Nasrul Kamal

dengan pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan diseluruh kabupaten (kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai)dinamakan sebagai nagari.

Sumatra Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yangkaya dengan sumber keanekaragaman hayati. Sebagian besarwilayah Sumatra Barat masih terdapat hutan tropis alami dandilindungi. Berbagai spesies langka masih dapat dijumpai,misalnya Rafflesia arnoldi (bunga terbesar di dunia), harimausumatera, siamang, tapir, rusa, beruang, dan berbagai jenisburung dan kupu-kupu.

Terdapat dua Taman Nasional di provinsi ini, yaitu TamanNasional Siberut yang terdapat di pulau Siberut (KabupatenKepulauan Mentawai) dan Taman Nasional Kerinci Seblat.Taman nasional terakhir ini wilayahnya membentang di empatprovinsi: Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatra Selatan.

Selain kedua Taman Nasional tersebut terdapat jugabeberapa cagar alam lainnya, yaitu Cagar Alam Rimbo Panti,Cagar Alam Lembah Anai, Cagar Alam Batang Palupuh, CagarAlam Air Putih di daerah Kelok Sembilan, Cagar Alam LembahHarau, Cagar Alam Beringin Sakti dan Taman Raya Bung Hatta.

Sumber daya alam yang ada di Sumatra Barat yaitu berupabatubara, batu besi, batu galena, timah hitam, seng, mangan,emas, batu kapur (semen), kelapa sawit, kakao, gambir dan hasilperikanan.

Perairan pantai barat dan Kepulauan Mentawai memilikibanyak kehidupan laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi.Nelayan dapat menangkap beragam jenis ikan di kawasan ini.Ikan kerapu, udang, rumput laut, kepiting, dan mutiara adalahbeberapa hasil perikanan laut andalan.

Daerah pesisir pantai, terutama kawasan kepulauan,menghasilkan banyak kepala. Di daerah perbukitan dan

Page 149: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 127

pegunungan terdapat perkebunan karet, cengkih, dan lada.Kawasan pegunungan yang ditutupi hutan menghasilkan kayu.Medan yang berat karena banyaknya lereng perbukitan yangcuram adalah tantangan utama pengembangan sektorpertanian dan perkebunan di daerah ini.

Bahan galian juga banyak terdapat di daerah ini. Salah satuyang telah banyak memberi manfaat bagi daerah ini yaitubatuan kapur sebagai bahan dasar industri semen. PT SemenPadang telah memanfaatkan kekayaan alam ni selama puluhantahun. Batu kapur banyak terdapat di sekitar Padang, daerahsekitar dan au Singkarak, dan Padang panjang.

Di Padangpanjang, deposit batu kapur yang dapatdieksploitasi mencapai 43 juta ton. Bahan galian lainnya yaitubatu bara di Sawahlunto serta obsidian dan batu andesit diPadang pariaman. Sumber air yang melimpah juga telah banyakmemberi manfaat bagi pembangunan daerah ini. Perairan danauSingkarak dan Maninjau telah lama dimanfaatkan sebagaipembangkit listrik tenaga air. Sumber air ini juga memilikipotensi besar untuk diolah dan dikemas menjadi air mineral.

2. Kependudukan Sumatera BaratMayoritas penduduk Sumatra Barat yaitu Suku

Minangkabau. Di daerah Pasaman selain etnis Minang, jugaberdiam suku Mandailing. Kebanyakan dari mereka pindah keSumatra Barat pada masa Perang Paderi. Di beberapa daerahhasil transmigrasi, seperti di Sitiung, Lunang Silaut, danPadang Gelugur, tinggal juga sekelompok suku Jawa, sebagiandari mereka ialah keturunan imigran asal Suriname yangmemilih kembali ke Indonesia pada akhir tahun 1950-an. OlehPresiden Soekarno saat itu, diputuskan untuk menempatkanmereka di sekitar daerah Sitiung. Hal ini juga tidak terlepas darisituasi politik pasca pemberontakan PRRI.

Page 150: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

128 M. Nasrul Kamal

Di Kepulauan Mentawai yang mayoritas penduduknyaberetnis Mentawai, jarang dijumpai masyarakat Minangkabau.Etnis Tionghoa hanya terdapat di kota-kota besar, sepertiPadang, Bukittinggi, dan Payakumbuh. Di Padang danPariaman, juga terdapat masyarakat Nias dan Tamil dalamjumlah kecil.[48]

Terdapat banyak bukti antara lingkungan alam dan soSialsaling berhubungan, khususnya dalam membentuk kelompoksosial di wilayah Sumatera Barat. Hal itu tampak pada kelompokmasyarakat Kotogadang yang menghuni kawasan ini yangdekat dengan pegunungan dan berlembah dan berngarai.

3. Kebudayaan Masyarakat Sumatera BaratBerdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari

Luhak Nan Tigo, yang kemudian menyebar ke wilayah rantau disisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo.[49] Saatini wilayah budaya Minangkabau meliputi Sumatra Barat,bagian barat Riau (Kampar, Kuantan Singingi, Rokan Hulu),pesisir barat Sumatra Utara (Natal, Sorkam, Sibolga, dan Barus),bagian barat Jambi (Kerinci, Bungo), bagian utara Bengkulu(Mukomuko), bagian barat daya Aceh (Aceh Barat Daya, AcehSelatan, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Kabupaten AcehTenggara).

Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budayaanimisme dan Hindu-Budha. Kemudian sejak kedatangan parareformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18(rujukan), adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuaidengan hukum Islam dihapuskan. Para ulama yang dipelopori

48 http://www.jambi-independent.co.id kampung keling, tempat tinggalmuslim india di pariaman dan padang

49 kato, tsuyoshi (2005). Adat minangkabau dan merantau dalam perspektifsejarah. Pt balai pustaka. Hlm. 21. Isbn 979-690-360-1.

Page 151: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 129

oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesakKaum Adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yangsebelumnya banyak berkiblat terhadap budaya animisme danHindu-Budha, untuk berkiblat terhadap syariat Islam. Budayamenyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak,diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang.Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang Padriyang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanyaperjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat,dan cadiak pandai (cerdik pandai).

Gambar 3.1 Peta Penggunaan Bahasa Minangkabau:Sumber:Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Budaya_Minangkabau

Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budayaMinang pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuangdalam sebuah adagium yang berbunyi: Adat basandi syarak,syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai. (Adatbersendikan syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran).Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, polapendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabauberlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiapkampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, selain

Page 152: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

130 M. Nasrul Kamal

surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. PemudaMinangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur disurau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempalatihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.50

Surau Sebagai Tempat BelajarSurau yaitu lembaga pendidikan tertua di Minangkabau,bahkan sebelum Islam masuk ke Minangkabau surau sudah ada.Dengan datangnya Islam, surau juga mengalami prosesislamisasi, tanpa harus mengalami perubahan nama. Selanjutnyasurau semakin berkembang di Minangkabau. Disampingfungsinya sebagai tempat beribadah (shalat), tempat mengajarkanAl-Qur'an dan Hadis serta ilmu lainnya, juga sebagai tempatmusyawarah, tempat mengajarkan adat, sopan santun, ilmubeladiri (silat Minang) dan juga sebagai tempat tidur bagipemuda yang mulai remaja dan bagi laki-laki tua yang sudahbercerai. Ini barangkali sudah merupakan aturan yang berlaku diMinangkabau, karena di rumah orang tuanya tidak disiapkankamar untuk anak laki-laki remaja atau duda, maka merekabermalam di surau. Hal ini secara alamiah menjadi sangatpenting, karena dapat membentuk watak bagi generasi mudaMinangkabau, baik dari segi ilmu pengetahuan maupunketrampilan praktis.

Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/40441-ID-sistem-pendidikan-surau-karakteristik-isi-dan-literatur-keagamaan.pdf

4. Kesenian Masyarakat Sumatera Barata. Arsitektur

50 ] Sumber: https://media.neliti.com/media/publications/40441-ID-sistem-pendidikan-surau-karakteristik-isi-dan-literatur-keagamaan.pdf

Page 153: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 131

Arsitektur Minangkabau yaitu bagian dari seni arsitekturkhas Nusantara, yang wilayahnya yaitu kawasan rawangempa. Sehingga banyak rumah-rumah tradisionalnya yangberbentuk panggung, menggunakan kayu dan pasak, serta tiangpenyangga yang diletakkan di atas batu tertanam.

Namun ada beberapa kekhasan arsitektur Minangkabauyang tak dapat dijumpai di wilayah lain, seperti atapbergonjong. Model ini digunakan sebagai bentuk atap rumah,balai pertemuan, dan kini juga digunakan sebagai bentuk atapkantor-kantor di seluruh Sumatra Barat.

Di luar Sumatra Barat, atap bergonjong juga terdapat padakantor perwakilan Pemda Sumatra Barat di Jakarta, serta padasalah satu bangunan di halaman Istana Seri Menanti, NegeriSembilan. Bentuk gonjong diyakini berasal dari bentuk tandukkerbau, yang sekaligus adalah ciri khas etnik Minangkabau.

b. KulinerMemasak makanan yang lezat yaitu salah satu budaya

dan kebiasaan masyarakat Minangkabau. Hal ini dikarenakanseringnya penyelenggaraan pesta adat, yang mengharuskanpenyajian makanan yang nikmat. Masakan Minangkabau tidakhanya disajikan untuk masyarakat Minangkabau saja, tetapi jugatelah dikonsumsi oleh masyarakat di seluruh Nusantara. Orang-orang Minang biasa menjual makanan khas mereka sepertirendang, asam pedas, soto padang, sate padang, dan dendengbalado di rumah makan yang biasa dikenal dengan RestoranPadang. Restoran Padang tidak hanya tersebar di seluruhIndonesia, tetapi juga banyak terdapat di Malaysia, Singapura,Australia, Belanda, dan Amerika Serikat.[51] Rendang salah satu

51 http://www.okefood.com nasi padang yang lezat dicari hinggasingapura

Page 154: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

132 M. Nasrul Kamal

masakan khas Minangkabau, telah dinobatkan sebagai masakanterlezat di dunia.[52]

Rendang, masakan khas Minangkabau yang dinobatkansebagai makanan terlezat di dunia

Masakan Minangkabau yaitu masakan yang kaya akanvariasi bumbu. Oleh karenanya banyak dimasak menggunakanrempah-rempah seperti cabai, serai, lengkuas, kunyit, jahe,bawang putih, dan bawang merah. Kelapa merupakan salah satuunsur pembentuk cita rasa masakan Minang. Bahan utamamasakan Minang antara lain daging sapi, daging kambing,ayam, ikan, dan belut. Orang Minangkabau hanya menyajikanmakanan-makanan yang halal, sehingga mereka menghindarialkohol dan lemak babi. Selain itu masakan Minangkabau jugatidak menggunakan bahan-bahan kimia untuk pewarna,pengawet, dan penyedap rasa. Teknik memasaknya yang agakrumit serta memerlukan waktu cukup lama, menjadikannyasebagai makanan yang nikmat dan tahan lama.

c.Aksara MinangkabauMasyarakat Minangkabau telah memiliki budaya literasi

sejak abad ke-12. Hal ini ditandai dengan ditemukannya aksaraMinangkabau. Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah yaitusalah satu literatur masyarakat Minangkabau yang pertama.Tambo Minangkabau yang ditulis dalam Bahasa Melayu, yaituliteratur Minangkabau berupa historiografi tradisional. Padaabad pertengahan, sastra Minangkabau banyak ditulismenggunakan Huruf Jawi. Pada zaman lampau, sastraMinangkabau banyak berbentuk dongeng-dongeng jenaka dannasihat. Selain itu ada pula kitab-kitab keagamaan yang ditulisoleh ulama-ulama tarekat. Di akhir abad ke-19, cerita-cerita

52 owen, sri (1994). Indonesian regional food and cookery doubleday.London dan sydney: frances lincoln ltd. Isbn 978-1862056787.

Page 155: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 133

tradisional yang bersumber dari mulut ke mulut, seperti CinduaMato, Anggun Nan Tongga, dan Malin Kundang mulaidibukukan.

Pada abad ke-20, sastrawan Minangkabau yaitu tokoh-tokoh utama dalam pembentukan bahasa dan sastra Indonesia.Lewat karya-karya mereka berbentuk novel, roman, dan puisi,sastra Indonesia mulai tumbuh dan berkembang. Sehingga novelyang beredar luas dan menjadi bahan pengajaran penting bagipelajar di seluruh Indonesia dan Malaysia, yaitu novel-novelberlatarbelakang budaya Minangkabau. Seperti TenggelamnyaKapal Van der Wijck, Merantau ke Deli dan di BawahLindungan Ka'bah karya Hamka, Salah Asuhan karya AbdulMuis, Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, dan Robohnya SurauKami karya Ali Akbar Navis. Budaya literasi Minangkabau jugamelahirkan tokoh penyair seperti Chairil Anwar, Taufiq Ismaildan tokoh sastra lainnya Sutan Takdir Alisjahbana.

d.Pantun dan Pepatah-PetitihDalam masyarakat Minangkabau, pantun dan pepatah-

petitih yaitu salah satu bentuk seni persembahan dandiplomasi yang khas. Pada umumnya pantun dan pepatah-petitih menggunakan bahasa kiasan dalam penyampaiannya.[53]Sehingga di Minangkabau, seseorang bisa dikatakan tidakberadat jika tidak menguasai seni persembahan. Meskidisampaikan dengan sindiran, pantun dan pepatah-petitihbersifat lugas. Di dalamnya tak ada kata-kata yang ambigu danbersifat mendua. Budaya pepatah-petitih, juga digunakan dalamsambah-manyambah untuk menghormati tamu yang datang.Sambah-manyambah ini biasa digunakan ketika tuan rumah (sipangka) hendak mengajak tamunya makan. Atau dalam suatu

53 idrus hakimy dt rajo penghulu, rangkaian mustika adat basandi syarakdi minangkabau, remaja rosdakarya, 1994

Page 156: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

134 M. Nasrul Kamal

acara pernikahan, ketika pihak penganten wanita (anak daro)menjemput penganten laki-laki (marapulai).

Selain berkembang di Sumatra Barat, pantun dan pepatah-petitih Minangkabau juga mempengaruhi corak sastra lisan diRiau dan Malaysia.[54]

e.UkiranMasyarakat Minangkabau sejak lama telah mengembangkan

seni budaya berbentuk ukiran, pakaian, dan perhiasan. Seni ukirdahulunya dimiliki oleh banyak nagari di Minangkabau. Namunsaat ini seni ukir hanya berkembang di nagari-nagari tertentu,seperti Pandai Sikek. Kain adalah media ukiran yang seringdigunakan oleh masyarakat Minang. Selain itu ukiran jugabanyak digunakan sebagai hiasan Rumah Gadang.

Ukiran Rumah Gadang biasanya berbentuk garis melingkaratau persegi, dengan motif seperti tumbuhan merambat, akaryang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanyaberbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinandan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akarberkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Disamping itumotif lain yang dijumpai dalam ukiran Rumah Gadang yaitumotif geometri bersegi tiga, empat, dan genjang. Jenis-jenisukiran Rumah Gadang antara lain kaluak paku, pucuak tabuang,saluak aka, jalo, jarek, itiak pulang patang, saik galamai, dansikambang manis.f. Tarian

Tari-tarian adalah salah satu corak budaya Minangkabauyang sering digunakan dalam pesta adat ataupun perayaanpernikahan. Tari Minangkabau tidak hanya dimainkan oleh

54 http://www.harianhaluan.com merajut kebersamaan dalam sastra alammelayu

Page 157: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 135

kaum perempuan tapi juga oleh laki-laki. Ciri khas tariMinangkabau yaitu cepat, keras, menghentak, dan dinamis.Adapula tarian yang memasukkan gerakan silat ke dalamnya,yang disebut randai. Tari-tarian Minangkabau lahir darikehidupan masyarakat Minangkabau yang egaliter dan salingmenghormati. Dalam pesta adat ataupun perkawinan,masyarakat Minangkabau memberikan persembahan danhormat terhadap para tamu dan menyambutnya dengan tariangalombang. Jenis tari Minangkabau antara lain: Tari Piring, TariPayung, Tari Pasambahan, dan Tari Indang.g. Bela Diri

Pencak Silat yaitu seni bela diri khas masyarakatMinangkabau yang diwariskan secara turun temurun darigenerasi ke generasi. Pada mulanya silat yaitu bekal bagiperantau untuk menjaga diri dari hal-hal terburuk selama diperjalanan atau di perantauan. Selain untuk menjaga diri, silatjuga yaitu sistem pertahanan nagari (parik paga dalamnagari).

Pencak silat memiliki dua filosofi dalam satu gerakan.Pencak (mancak) yang berarti bunga silat adalah gerakan tarianyang dipamerkan dalam acara adat atau seremoni lainnya.Gerakan-gerakan mancak diupayakan seindah dan sebagusmungkin karena untuk pertunjukkan.[55] Sedangkan silat yaitusuatu seni pertempuran yang dipergunakan untukmempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakannya diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, danmelumpuhkan lawan.[56]

55 https://www.superadventure.co.id/news/18444/mengenal-silat-harimau-minangkabau-yang-mematikan/

56 https://sumbarsatu.com/berita/12436-silek-seni-bela-diri-minangkabau-dan-filosofinya

Page 158: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

136 M. Nasrul Kamal

Gambar 3.2 Pencak Silat Sumatera Barat, Sumber:Https://Www.Superadventure.Co.

Orang yang mahir bermain silat dinamakan pendekar(pandeka). Gelar pendekar ini pada zaman dahulunyadikukuhkan secara adat oleh ninik mamak dari nagari yangbersangkutan. Kini pencak silat tidak hanya diajarkan terhadapgenerasi muda Minangkabau saja, tetapi juga telah menyebar keseluruh Nusantara bahkan ke Eropa dan Amerika Serikat.[57]

h. MusikBudaya Minangkabau juga melahirkan banyak jenis alat

musik dan lagu. Di antara alat musik khas Minangkabau yaitusaluang, talempong, rabab, serta bansi. Keempat alat musik inibiasanya dimainkan dalam pesta adat dan perkawinan. Kinimusik Minang tidak terbatas dimainkan dengan menggunakanempat alat musik tersebut. Namun juga menggunakan istrumen

57 ismail hussein (datuk), aziz deraman, abd. Rahman al ahmadi; tamadunmelayu: volume 5, 1995

Page 159: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 137

musik modern seperti orgen, piano, gitar, dan drum. Lagu-laguMinang kontemporer, juga banyak yang mengikuti aliran-aliranmusik modern seperti pop, hip-hop, dan remix.

Sejak masa kemerdekaan Indonesia, lagu Minang tidakhanya dinyanyikan di Sumatra Barat saja, tetapi juga banyakdidendangkan di perantauan. Bahkan adapula pagelaranFestival Lagu Minangkabau yang diselenggarakan di Jakarta. Era1960-an yaitu masa kejayaan lagu Minang. Orkes Gumarangpimpinan Asbon Madjid, yaitu salah satu kelompok musikyang banyak menyanyikan lagu-lagu khas Minangkabau. SelainOrkes Gumarang, penyanyi-penyanyi Minang seperti EllyKasim, Ernie Djohan, Tiar Ramon, dan Oslan Husein, turutmenyebarkan musik Minang ke seluruh Nusantara. Bahkanpada era ini penyanyi yang bukan berdarah minangpun turutandil melantunkan lagu-lagu minang yang memang cukupmudah diterima oleh pendengar dan pencinta musik tanah air.Terbukti dengan seringnya lagu-lagu minang inidiperdengarkan disaluran radio RRI jakarta dan lainnya.Semaraknya industri musik Minang pada paruh kedua abad ke-20, disebabkan oleh banyaknya studio-studio musik milikpengusaha Minang. Selain itu, besarnya permintaan lagu-laguMinang oleh masyarakat perantauan, dan menjadi faktorkesuksesan industri musik Minang.[58]

4. Lokasi Kotogadang di Kabupaten Agam PropinsiSumatera Barat

Seperti yang diketahui Kotogadang terletak di KabupatenAgam, provinsi Sumbar. Kawasan kabupaten ini bermula darikumpulan beberapa nagari yang pernah ada dalam kawasan

58 majalah.tempointeraktif.com gairah rekaman daerah, geliat superstardesa

Page 160: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

138 M. Nasrul Kamal

Luhak Agam, pada masa pemerintahan Hindia Belanda,kawasan ini dijadikan Onderafdeeling Oud Agam dengan kotaBukittinggi sebagai ibu kotanya pada zaman itu.[59] Kemudianberdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1998,ditetapkan pada 7 Januari 1998, ibu kota kabupaten Agam secararesmi dipindahkan ke Lubuk Basung.[60]

Gambar 3.3 Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat, Sumber:Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Sumatra_Barat

B. Kecamatan IV Koto dan Sejarahnya1. Istilah Koto dan Nagari

Masyarakat etnik Minangkabau dikenal dengan sistemketurunan yang diperhitungkan menurut garis keibuan ataumatrilinial. Dalam kekerabatan seseorang termasuk keluargaibunya dan bukan keluarga ayahnya,. Seorang ayah beradadiluar keluarga anak dan istrinya. Sesuai dengan sistemmatrilineal yang dianut, orang-orang yang seibu disebut

59 http://www.docstoc.com pembangunan-infrastruktur kota bukittinggimasa kolonial belanda (diakses pada 11 juli 2010)

60 ayo mengenal indonesia: sumatra 1. Jakarta: cv. Pamularsih.2007. Isbn 978-979-7494-31-1

Page 161: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 139

samandeh (seibu). Kelompok samandeh tersebut asalnya dari satunenek yang disebut saparuik(satu perut). [61]

Beberapa keturunan saparuikitu bergabung dalam satu Sukudan beberapa Suku bermukim dalam satu tempat yang disebutKoto, dan beberapa buah Koto membentuk sebuah Nagari. [62]

Kembali ke sejarah penduduk kotogadang, oleh karena anakkemenakan bertambah banyak di kawasan tersebut, tanah untukbersawah dan berladang tidak lagi mencukupi untuk dikerjakanmaka dibuatlah empat buah koto.

Bercerailah kaum-kaum yang ada di bukit kepanasantersebut. Dimana dua penghulu pergi ke Sianok, dua belaspenghulu dan empat orang tua pergi ke Guguk, enam penghulupergi ke Tabek(kolam) Sarojo, dan dua puluh empat penghulumenetap di Bukit Kepanasan.

Karena penghulu yang terbanyak tinggal di Bukit Kepanasanmaka tempat itu dinamakan Kotogadang. Itulah nagari–nagariawal yang membentuk daerah yang disebut nagari IV Koto. [63]

61] dalam satu nagari, minimal ada 4 suku, kalau tidak maka tidak bisadiadakan nagari, suku asal dalam budaya minangkabau adalah“koto” dan “bodi caniago” yang nantinya memiliki pecahan-pecahan tersendiri.

62] kedua pihak atau salah satu pihak yang menikah itu tidak leburkedalam kaum kerabat pasangannya. Oleh karena itu menurutstruktur masyarakat mereka, setiap orang adalah warga dan sukumereka masing-masing yang tidak dapat dialihkan. Jadi setiaporang tetap menjadi warga kaumnya masing-masing, meskipuntelah diikat perkawinan dan telah beranak. Anak yang lahir daripasangan tersebut menjadi anggota kaum sang istri, sehingga ayahtidak perlu bertanggungjawab terhadap kehidupan anak-anaknya,bahkan terhadap rumah tangganya. Lih.aa.navis.1984, alamterkembang jadi guru, hal.193-228

Page 162: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

140 M. Nasrul Kamal

Tetapi penulis lain seperti Etek Azizah menjelaskan bahwanama Kotogadang itu dikarenakan pendatang yang menemuisebuah daerah yang elok, tanahnya datar dan luas sebagaiberikut ini.

Disebabkan kegirangan hati atas penemuan Kotogadangpemimpin dari kaum yang mula mendarat di daerah yang baru itubersorak kepada temannya yang menyusul di belakang "Koto tanahnan Gadang" sehingga daerah Koto tanah nan Gadang sampaisekarang disebut dengan Kotogadang (Etek Azizah, 2007: 4).64]

Kaum-kaum yang datang bersama ini kemudianmembangun pemukiman dan bernagari dengan tidakmelepaskan adat kebiasaan mereka. Dengan bergotong royongmereka membangun rumah-rumah gadang, sehingga sebelumtahun 1879 banyaklah rumah gadang yang bagus berikut denganlumbungnya. Pada tahun 1879 dan 1880 terjadilah kebakaranbesar sehingga memusnahkan perumahan-perumahan tersebut.

Penghidupan orang Kotogadang sebelum AlamMinangkabau berada di bawah pemerintah Hindia Belandaialah bersawah, berladang, berternak, bertukang kayu, danbertukang emas.

2. Kecamatan IV KotoIV Koto yang sekarang merupakan salah satu kecamatan

dalam wilayah Kabupaten Agam, di Propinsi Sumatera Barat,yang berbatasan langsung dengan Kotamadya Bukittinggi. Jaraktempuh dari Ibu Kota Kecamatan IV Koto ke Bukittinggimencapai 12 km. Sedangkan ke Kota Lubuk Basung sebagai Ibu

63 ibid, tamar jaya64 lihat juga https://www.republika.co.id/berita//no-

channel/09/01/18/26716-sebelum-disebut-koto-gadang

Page 163: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 141

Kota Kabupaten Agam berjarak 54 km melalui jalan propinsiyang kondisinya cukup baik. Luas wilayah Kecamatan IVKoto + 70,00 km2 dengan kondisi wilayah bergunung, berbukit-bukit, dataran dan berlembah. Kemiringan lahan di wilayahKecamatan IV Koto berkisar antara 00 - 45o dengan ketinggian450-1200 m dpl. [65]

Gambar 3.4 Tempat-Tempat Perajin dan Penjualan Kerajinan PerakMasa Sekarang, Sumber Google Map (2018), Modifikasi Oleh Penulis

Kecamatan IV Koto memiliki 7 (tujuh) nagari yaitu KotoTuo, Balingka, Sungai Landia, Koto Panjang, Sianok VI Suku,Kotogadang dan Guguak Tabek Sarojo yang terdiri dari 24jorong dengan jumlah penduduk mencapai 24.826 Jiwa yangterdiri dari 12.193 Jiwa laki-laki dan 12.633 Jiwa Perempuan

65 ] lihat. Http://msatuankumachudum.blogspot.com/2016/04/takana-jo-kampuang-halaman.html

Page 164: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

142 M. Nasrul Kamal

dengan 5.641 KK, dengan batas batas Kecamatan sebagai berikut: [66]

1) Sebelah Utara berbatas dengan : Kota Bukittinggi2) Sebelah Selatan berbatas dengan : Kecamatan Malalak3) Sebelah Timur berbatas dengan : Kecamatan Banuhampu4) Sebelah Barat berbatas dengan : Kecamatan Matur

Dialiri oleh beberapa sungai yaitu Sungai Batang Sianok,Batang Landia dan anak-anak sungai lainnya. Sungai tersebutdimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar aliran sungai untukmendukung usaha pertanian dan keperluan sehari-hari. MataPencaharian dominan penduduk di Kecamatan IV Koto adalahsebagai Petani, Pedagang, Perajin Perak dan Mas serta Penjahit.

3. Sejarah Ringkas Kecamatan IV KotoPerkembangan penduduk IV Koto dimulai sejak dari

rombongan Niniak Datuak Tumangguang Putiah berangkat dariVI Koto, Ladang Laweh, Pandai Sikek sampai “mamancanglatiah” di Kotogadang. Nagari-nagari yang mula-mula menjadibasis IV Koto sesuai dengan rute perjalanan yang ditempuhrombongan Datuak Tumangguang Putiah yaitu Guguak TabekSarojo, Kotogadang dan Sianok.

Tahap pertama ini diikuti oleh tahap kedua hingga menjadinagari-nagari yang disebut “Mimba Nan Salapan” yaitu GuguakTabek Sarojo, Kotogadang, Sianok, Cupak (Pakan Sinayan),Sungai Tanang, Cingkariang dan Sungai Landai (SungaiBuluah).

Kemudian perjalanan itu dilanjutkan dengan tahap ketigadan pada tahap ini nagari-nagari itu disebut “Anak Mimba Nan

66 ibid, makhudum (2016)

Page 165: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 143

Anam” yaitu Koto Tuo, Koto Hilalang, Pahambatan, SungaiLandia, Koto Panjang dan Malalak.

Yang menjadi Ibu Negeri IV Koto adalah Kotogadang yangdinamakan dalam Negeri itu “Penghulu Nan Duo Puluah Ampek”.Empat diantaranya dinamakan IV Suku dan yang menjadijenjang oleh Penghulu Nan Duo Puluh yaitu Dt. MachudumSati, Dt. Maharajo dan Dt. Malakewi. Sedangkan Penghulu NanDuo Puluah Ampek di Kotogadang ialah 7 di Koto, 8 diSikumbang, 3 di Piliang, 3 di Guci dan 3 di Caniago. SedangkanGuguak, Tabek Sarojo dan Sianok dinamakan “Nan TigoJurai” yaitu 12 penghulu di Guguak, 6 di Tabek Sarojo dan 6 diSianok. [67]

Selanjutnya Niniak Tumangguang Putiah besertarombongannya sampai ke Batang Ampalu yaitu di BukikKapanehan dan disana dilaksanakan bercocok tanam. Inilahyang dinamakan Pantang di Ampalu atau disebut jugaperjalanan Niniak Tumangguang Putiah dari darat menujurantau. Daerah ini dinamakan “pintu” IV Koto dan Malalakdisebut “janjang” atau tangga IV Koto. Adapun yang menjadi“serambi” IV Koto adalah Mudiak Padang.

Daerah IV Koto ini dulunya lebih luas dari daerahKecamatan IV Koto sekarang. Kira-kira dari Padang Luar sampaike Ampalu. Dengan tidak disebutnya beberapa nagari dalamrute yang dilalui oleh Niniak Tumangguang Putiah sejak dariSungai Tanang sampai ke Ampalu dalam Mimba Nan Salapanmaupun Anak Mimba Nan Anam maka negeri itu mungkinberkembang langsung dari basis IV Koto (Guguak, Tabek Sarojo,Kotogadang, Sianok) atau daerah negeri-negeri sebelah timurlainnya yang telah ada suku-suku di satu negeri. Adapun negeri-

67 ] ibid, makhudum (2016)

Page 166: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

144 M. Nasrul Kamal

negeri yang ada di IV Koto tidak seluruh penduduknyaberkembang atau berasal dari Niniak Tumangguang Putiahsebab ada negeri-negeri yang didapati oleh NiniakTumangguang Putiah dalam perjalanannya turun ke VII Koto,meskipun negeri itu belum bernama dan belum beberapa orangpenduduknya. Sebelum keluarnya UU. No. 5 tahun 1979 tentangPemerintahan Desa yang diberlakukan di Sumatera Barat mulaitanggal 1 Agustus 1983, Kecamatan IV Koto terdiri dari delapannagari yaitu Balingka, Guguak Tabek Sarojo, Koto Tuo,Kotogadang, Sianok VI Suku, Sungai Landia, Koto Panjang danMalalak.

Setelah diberlakukannya UU. No. 5 tahun 1979, makajorong-jorong yang ada dalam nagari di Sumatera Barat berubahmenjadi Desa (Pemerintahan Desa). Di Kecamatan IV Kotojumlah jorong pada waktu itu yang beralih menjadi desasebanyak 33 jorong.

Dalam perjalanan pelaksanaan UU. No. 5 tahun 1979,dilaksanakan pula beberapa kali penataan desa bagi desa-desayang tidak mencapai ketentuan persyaratan jumlah pendudukdan luas sebuah desa. Terakhir dari hasil Penataan Desa tahapIV, jumlah desa di Kecamatan IV Koto sebanyak 20 desa denganjumlah dusun (wilayah pemerintahan di bawah desa) sebanyak74 dusun.

Pada saat dilaksanakan UU. No. 22 tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah maka sesuai maksud UU. No. 22 tahun1999 tersebut dimungkinkannya Desa kembali ke sebutannyamasing-masing berdasarkan asal-usul, yang di Sumatera Baratdisebut Nagari. Setelah ditindak lanjuti dengan Perda PropinsiSumatera Barat No. 9 tahun 2000 dan di Kabupaten Agamditindak lanjuti pula dengan Perda Kabupaten Agam No. 31tahun 2001, maka pada tanggal 10 Nopember 2001 secara resmi

Page 167: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 145

kembali ke Pemerintahan Nagari. Ditandai dengandikukuhkannya Pj. Wali Nagari se Kabupaten Agam sebanyak73 nagari. Berdasarkan peraturan Bupati Agam No. 3 tahun 2005tentang Pemekaran Nagari Malalak menjadi empat nagari yaituNagari Malalak Utara, Malalak Selatan, Malalak Timur danMalalak Barat. Dengan peraturan Bupati Agam tersebut jumlahnagari di Kecamatan IV Koto bertambah dari 8 nagari menjadi 11nagari.

Menindak lanjuti aspirasi masyarakat Malalak dan dalamrangka pendekatan pelayanan terhadap masyarakat Malalak,dari bulan September 2006 sampai bulan Desember 2006 telahdilalui beberapa tahap pemekaran kecamatan IV Koto. Terhitungtanggal 20 Desember 2006 DPRD Kabupaten Agam telahmensyahkan Ranperda pemekaran Kecamatan IV Koto denganKecamatan Malalak dan telah dilaksanakan peresmianKecamatan Malalak pada tanggal 24 Mei 2007. Dengan telahresminya pemekaran Kecamatan Malalak, maka di KecamatanIV Koto dengan Ibu Kecamatan Balingka, terdapat 7 Nagari dan24 Jorong, yaitu berikut ini.

Tabel 3.1 Nagari dan Jorong di Kecamatan IV Koto

No Nagari Jorong1 Balingka 1. Pahambatan

2. Subarang3. Koto Hilalang

2 Guguak Tabek Sarojo 4. Guguak Tinggi5. Guguak Randah

3 Koto Tuo 6. Galudua7. Lurah8. Caruak9. Kapalo Koto10. Koto Tinggi11. Pakan Usang12. Koto Baru

Page 168: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

146 M. Nasrul Kamal

No Nagari Jorong4 Koto Panjang 13. Kampuang Pisang

14. Pahambek15. Sungai Jariang

5 Sianok Vi Suku 16. Sianok17. Lambah18. Jambak

6 Sungai Landia 19. Kampuang Baruah20. Kampuang Ateh21. Ranah

7 Kotogadang 22. Kotogadang23. Gantiang24. Sutijo

Sumber: Ibid, Makhudum (2016)

C. Nagari KotogadangKotogadang yaitu salah satu Nagari yang terletak di

Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Daerah inilah yangkemudian lebih dikenal dengan nama nagari Kotogadangsebagai salah satu dari 11 Nagari yang terletak di Kecamatan IVKoto Kabupaten Agam Sumatera Barat. [68]

Letak geografis Kotogadang berada di bawah kaki gunungSinggalang (sebelah Barat), sedangkan sebelah Timurnyadibatasi oleh Ngarai (jurang) yang dalam dan tajam. NagariKotogadang sebelah Barat berbatasan dengan Nagari KotoPanjang, sebelah Timur berbatasan dengan Nagari GuguakTabek Sarojo, sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Sianok,sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Koto Tuo [69]

68] djaja, tamar, 1980. Roehana khudus, srikandi mr, jakarta. Penerbitmutiara.

69] sumber: profil nagari kotogadang tahun 2016.

Page 169: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 147

Kalau dengan kendaraan dari Bukittinggi bisa lewat NgaraiSianok terus ke Sianok dan kalau lewat Padang luar juga bisa,belok kekanan arah ke Matur, di Guguak belok lagi ke kanan. Ditepi sawah yang luas itulah berbanjar kampung-kampung yangteratur letaknya. Di balik kampung yang ramai ada pula hutanbelukarnya yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan yangmenyejukkan. Jauh di balik belukar terentang Ngarai yangmenjadi batas dengan kampung sekeliling.

Gambar 3.5 Peta Kecamatan IV Koto, A. Nagari Kotogadang, B.NagariKoto Tuo, C. Nagari Guguak Sarojo, D. Nagari Koto Panjang. Sumber:

Nasbahry (2003)

Kotogadang (Bhs. Ind. Koto Besar), negeri tempat kelahiran“the grand old man” Haji Agus Salim, yang indah dengan alampemandangan sawah yang bertingkat-tingkat. Kotogadang disebelah barat Benteng Fort de Kock, Bukittinggi, hanya 20 menitjalan kaki turun naik jalan kecil lewat Ngarai Sianok.

Alam dan hawa daerah kotogadang memang baik bagikesehatan tubuh, maka akan segar bugarlah kembali kalau

Page 170: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

148 M. Nasrul Kamal

dapat beristirahat barang seketika disana.“ Demikianlah rayuananak negeri menghimbau agar anak kemenakan pulanglahkekampung dalam masa liburan sekolah.

1. Lingkungan Alam Nagari KotogadangSeperti yang kita ketahui nagari Kotogadang terletak di

dataran di antara Gunung Singgalang dan Ngarai Sianok denganketinggian 920 – 950 meter dari permukaan laut dengan suhurata-rata berkisar antara 27 o C dan pada malam hari mencapai16 oC. Nagari Kotogadang memiliki luas wilayah 640 Hadengan batas-batas sebagai berikut:

1) Sebelah Utara dengan Nagari Sianok VI Suku2) Sebelah Selatan dengan Nagari Koto Tuo3) Sebelah Timur dengan Guguak Tabek Sarojo4) Sebelah Barat dengan Nagari Koto Panjang

3. Pembagian Nagari KotogadangJorong yang ada di kotogadang yaitu berikut ini.1) Jorong Kotogadang2) Jorong Ganting3) Jorong Subarang Tigo Jorong, yang terdiri dari

a. Kampung Pondokb. Kampung Tarukoc. Kampung Baru

Sebenarnya jorong subarang ini terletak di sebelah baratjorong kotogadang, yang dibatasi oleh lembah yang dalamsehingga daerah ini boleh dikatakan terisolir, dan hanya bisadiakses melalui Nagari Koto Panjang, Lihat peta 3.6.

Tambo Minangkabau identik dengankarya sastra sejarahyang merekam kisah-kisah legenda-legenda yang berkaitandengan asal usul suku bangsa, negeri dan tradisi dan alam

Page 171: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 149

Minangkabau. Tambo Minangkabau ditulis dalam bahasaMelayu yang berbentuk prosa [70].

Gambar 3.6 Nagari Kotogadang terbelah oleh ngarai, sehingga adajorong yang terisolir, yaitu jorong Subarang Tigo Jorong. Sumber Google

map (2018)

Tambo berasal dari bahasa Sanskerta, tambay yang artinyabermula. Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, tambo yaitusuatu warisan turun-temurun yang disampaikan secara lisan [71].Kata tambo atau tarambo dapat juga bermaksud sejarah, hikayatatau riwayat. Maknanya sama dengan kata babad dalam bahasaJawa atau bahasa Sunda.

Penulisan tambo Minangkabau, pertama kali dijumpaidalam bentuk aksara Arab dan berbahasa Melayu. Sedangkanpenulisan dalam bentuk latin baru dikenal pada awal abad ke-

70 sebagaimana kita ketahui, kebudayaan minangkabau pertamadimunculkan oleh pengaruh kebudayaan india, dan khususnyapada zaman hindu (nasbahry, 1999). Salah satu buktinya adalahtentang tambo. Dan tambo sendiri adalah bahasa sanskerta.

71 sangguno diradjo, dt. (1954), tambo alam minangkabau, balai pustaka.

Page 172: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

150 M. Nasrul Kamal

20, yang isinya sudah membandingkan dengan beberapa buktisejarah yang berkaitan [72]. Naskah tambo Minangkabausebagian besar ditulis dengan huruf Arab-Melayu (huruf Jawi),dan sebagian kecil ditulis dengan huruf Latin. Jumlah naskahyang sudah ditemukan termasuk 83 naskah. Judulnya bervariasi,antara lain Undang-Undang Minangkabau, Tambo Adat, AdatIstiadat Minangkabau, Kitab Kesimpanan Adat dan Undang-Undang, Undang-Undang Luhak Tiga Laras, dan Undang-Undang Adat.

Tambo di Minangkabau secara garis besar dibagi dua bagianutama: [73]

1) Tambo alam, yang mengisahkan asal usul nenek moyangserta tentang kerajaan Minangkabau.

2) Tambo adat, yang mengisahkan adat, sistempemerintahan, dan undang-undang tentang pemerintahan Minangkabau pada zaman lalu.

Penyampaian kisah pada tambo umumnya tidaktersistematis, sementara kisahnya kadang kala disesuaikandengan keperluan dan keadaan, sehingga isinya dapat berubah-ubah menurut kesenangan pendengarnya [74]. Namun demikianpada umumnya Tambo Minangkabau berbentuk karangansaduran. 75Ada 47 buah tambo asli Minangkabau yang tersimpandi berbagai perpustakaan di luar negeri, 10 di antaranya ada diPerpustakaan Negara Jakarta, satu sama lainnya merupakankarya saduran tanpa di ketahui nama asli pengarangnya.

72] batuah a. Dt., madjoindo a, dt., (1957), tambo minangkabau, jakarta:balai pustaka.

73 ] a.a. Navis, (1984), alam terkembang jadi guru: adat dan kebudayaanminangkabau, jakarta: pt. Grafiti pers

74] ibid. A.a. Navis, 198475 ] namun sipenyadur tidak menyebutkan sumbernya sehingga seolah-olah

adalah hasil karyanya sendiri.

Page 173: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 151

3. Kotogadang Menurut Salah Satu TamboAsal usul Nagari Kotogadang menurut salah satu versi

tambo dimulai pada akhir abad ke 17 ketika sekelompokmasyarakat kaum yang berasal dari Pariangan Padang panjangdi bawah Pasukuan Niniak Datuak Katumanggungan danNiniak Datuk Perpatih Nan Sabatang yang memerintahkanuntuk mendirikan nagari-nagari baru di seluruh alamMinangkabau. (Tamar Djaja, 1980: 2).

Gambar 3.7 Peta Nagari Kotogadang dan Posisinya Terhadap KotaBukittinggi, Sumber: Google Maps.

Maka bersebarlah penduduk Nagari Pariangan mencaritempat mendaki, menuruni bukit dan lembah, menyebarangianak sungai, untuk mencari tanah yang elok yang akandijadikan sawah serta untuk tempat pemukiman [76]

76] ibid. Tamar djaya

Page 174: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

152 M. Nasrul Kamal

Setelah lama berjalan, sampailah di sebuah bukit yangbernama Bukit Kepanasan, di Bukit Kepanasan tersebut tempatbermufakat akan membuat “teratak, menaruko sawah”, danberladang yang kemudian berkembang menjadi dusun (RusdiChaprian (2013).

Idrus Hakimi (1999: 210) juga menjelaskan bahwa di BukitKepanasan ini: “penghulu yang terbanyak tinggal di koto tersebut,maka tempat itu dinamakan ”. Itulah sebabnya juga bukitkapanasan dianggap sebagai nagari awal yang membentukdaerah IV Koto.5. Perkembangan Nagari Kotogadang di Zaman

KolonialSeperti yang diketahui Untuk pertama kalinya Kapal-kapal

Belanda singgah di Sumatera Barat terjadi di pelabuhan Tikupada awal dasawarsa pertama abad ke 17, namun baru tahun1905 seluruh penjuru Ranah Minang berhasil mereka kuasaimelalui perjanjian yang disebut Plakat Panjang. [77]

Kolonial Belanda baru pada pertengahan abad ke 17 berhasilmasuk ke daerah pesisir Sumatera Barat. Walaupun kawasantersebut bagian dari Kerajaan Minangkabau, namun pada masaitu kerajaan tersebut hanya tinggal merupakan nostalgia dalamangan-angan orang Minang saja.

Walau Rajo Tigo Selo (Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat)masih bertakhta di Pagarruyung dan sangat dihormati olehseluruh orang Minang, namun angkatan bersenjata ataukekuasaan mereka tidak memilikinya. Berbeda dengan KerajaanAceh yang mempunyai armada niaga dan angkatan laut yangsangat kuat. Dalam keadaan dan situasi tersebut Aceh berhasil

77] lihat buku rusli amran, 1985, sumatera barat dan plakat panjang. Jakarta:sinar harapan

Page 175: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 153

menguasai daerah pesisir Sumatera Barat terutama dalambidang perdagangan dengan menempatkan wakil-wakilnyayang disebut “Panglima”, di kawasan tersebut, tanpa bertindaksebagai penguasa kawasan tersebut.

Dengan situasi yang demikian kolonial Belanda mulaimenancapkan kukunya si Sumatera Barat, namun untukberdagang di kawasan tersebut pihak Belanda harus terlebihdulu mendapat izin dari Sultan Aceh. Akan tetapi lisensi dariSultan Aceh saja tidak cukup, sebagaimana pedagang Eropalainnya, pihak Belanda/VOC harus mengadakan perjanjiandengan para pemimpin/penghulu dan raja-raja kecil setempat.[78]

Setelah pemerintah Hindia Belanda memerintah AlamMinangkabau, Kotogadang dijadikan ibu nagari dari KelarasanIV Koto. Dibuatlah susunan pemerintahan yang baru denganTuanku Lareh sebagai pemimpin yang memerintah di kelarasanIV Koto dan Penghulu Kepala sebagai pemimpin pemerintahannagari.4. Migrasi Penduduk Kotogadang

Seorang peneliti Universitas Indonesia, yang bernamaAbdul Karib (tanpa tahun). [79] Meneliti migrasi pendudukNagari Kotogadang, menyatakan bahwa jumlah penduduk aslidi nagari Kotogadang lebih sedikit daripada jumlah pendudukpendatang. Dalam penelitiannya itu dia menghitung pendudukasli hanya 538 orang. Sedangkan jumlah penduduk pendatangsebanyak 749 orang. Bukti bahwa penduduk nagari Kotogadangitu mengadakan migrasi yaitu berdasarkan kenyataan bahwa

78] ibid, rusli amran,79] abdul karib, (tanpa tahun), migrasi penduduk kotogadang , (tesis)

http://lib.ui.ac.id/file?File=pdf/abstrak-81829.pdf

Page 176: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

154 M. Nasrul Kamal

ada 161 buah rumah tidak dihuni lagi oleh pemiliknya. Dengankata lain anggota keluarga dari rumah-rumah yang kosongtersebut telah bermigrasi seluruhnya. Dengan banyaknyapenduduk Kotogadang yang bermigrasi ke luar tersebut,merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Ada beberapa halyang menjadi pertanyaan penelitiannya, misalnya.

1) Apakah yang menjadi penyebab penduduk bermigrasidari Kato Gadang ?

2) Apakah lahan pertanian sebagai penyebab pendudukbermigrasi

3) Apakah umur seseorang menentukan keputusannyauntuk bermigrasi ?

4) Apakah tingkat pendidikan mempengarulii jumlahmigrasi ?

5) Apakah sempitnya lapangan pekerjaan penyebabbermigrasinya penduduk ?.

Penelitian ini diawali dengan membahas penggunaan tanahdi daerah terpencil yang berdasarkan teori dari Von Thunen(dalam Sandy, 1989: 61). Von Thunen mengatakan bahwa didaerah terpencil pola penggunaan tanah berbentuk sebuahlingkaran konsentrik. Dimana intensitas penggunaan tanah yangpaling tinggi terdapat di sekitar pemukiman atau kampung.Makin menjauh dari tempat pemukiman itu, intensitaspenggunaan tanah secara bertahap berkurang.

Menurut Abdul Karib gambaran penggunaan tanah VonThunen itu tidak memperlihatkan dinamika atau perkembanganyang terjadi sesuai dengan waktu dan pertambahan penduduk.Untuk melihat dinamika penggunaan tanah di suatu lokasiterutama tanah di desa Kotogadang, maka dipakai teori tahapan-tahapan penggunaan tanah konsepsi wilayah tanah usaha yangdikemukakan oleh Sandy (dalam Sajogyo, 1980: 161).

Page 177: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 155

Berdasarkan teori tahapan-tahapan penggunaan tanahkonsepsi wilayah tanah usaha, maka penggunaan tanah diKotogadang baru pada tahap tertentu. Tahap penggunaan tanahtersebut dimulai dari tanah masih berupa hutan lebat dan belumada manusia di situ. Kemudian tanah tersebut digunakanmanusia untuk berbagai keperluannya. Akhirnya penggunaantanah itu mencapai dapat tingkat penggunaan yang merusaklingkungan. Menurut Abdul Karib, apabila perjalananpenggunaan tanah di Kotogadang terus berlanjut, makakerusakan lingkungan akan terjadi sebagai akibat darikurangnya tanah usaha bagi petani yang hidup di desaKotogadang ini. Untuk menghindarkan kerusakan lingkungan,penduduk Kotogadang dihadapkan terhadap dua pilihan yaitu:(1) pindah profesi selain petani atau (2) pindah tempat dengankata lain bermigrasi.

Penduduk Kotogadang telah melaksanakan kedua haltersebut. Dalam pindah profesi penduduk ada sebagai pengrajin,pedagang, tukang atau buruh dan pegawai. Akan tetapipenduduk yang telah berubah profesi tersebut tidak dapatmenjamin suatu kehidupan yang layak.Penduduk yangbermigrasi telah diteliti dengan agak rinci. Akhirnya penelitianAbdul Karib, itu menuniukkan bahwa berikut ini. [80]

1) Penduduk yang bermigrasi yang paling banyak berasaldari anggota keluarga yang memiliki lahan sempit (dibawah 0,5 ha).

2) Penduduk yang berpendidikan lebih tinggi lebih banyakbermigrasi darinada penduduk yang berpendidikanrendah. Penduduk Kotogadang yang bermigrasi yangterbanyak berpendidikan SLTA ke atas.

80 ibid. Abdul karib, (tanpa tahun),

Page 178: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

156 M. Nasrul Kamal

3) Penduduk Kotogadang yang bermigrasi kebanyakanmereka belum bekerja atau menganggur.

4) Penduduk yang bermigrasi umumnya yang berusiaproduktif (15 sampai 39 tahun).

Makna migrasi di sini berbeda dengan transmigrasi.Penduduk yang bermigrasi tidak dibantu oleh pemerintah.Tidak pula migrasi 'bedol deso' dan tidak ada pula pindah satukeluarga sekaligus. Melainkan bentuk migrasi pendudukKotogadang ini adalah migrasi swakarsa. Sebagai akibatpenduduk Kotogadang bermigrasi, tidak kurang dari 161 buahrumah tidak lagi dihuni oleh pemiliknya. Karena pendudukyang tua-tua mungkin sudah meninggal. Sedangkan pendudukyang berumur relatif muda terpaut dengan usahanya di tempatbaru.

Gambar 3.8 Migrasi penduduk menurut Tambo, dimana penduduk bukitKapanehan (kotogadang ) mencari tanah baru ke Koto Tuo, ke Guguak dan

ke Koto Panjang. Sumber Nasbahry (2003)

Page 179: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 157

Akan menjadi penelitian yang baik bagaimana kelanjutandari kehidupan warga desa Kotogadang di kemudian hari.Apakah desa itu akan kosong ataukah masih tetap dihuni olehbanyak penduduk asli? Menurut Abdul Karib, kasusKotogadang mungkin tidak akan merupakan satu-satunya kasusuntuk desa-desa yang terpencil di Indonesia. Tidak mustahilkasus seperti di Kotogadang ini akan terdapat pula pada desa-desa lain, apabila industrialisasi di Indonesia telah mencapaitaraf perkembangan yang tinggi.

Daerah-daerah ini juga sebagai penghasil kerajinan emasdan perak. Terutama nagari guguak Sarojo, terkenal sebagaitempat penghasil pengrajin emas. Umumnya tukang dan tokoemas berasal dari sini. (Lihat gambar peta)

***

Page 180: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

158 M. Nasrul Kamal

Page 181: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 159

BAB IVKERAJINAN PERAK KOTOGADANG

A. Perkembangan Kerajinan Perak Kotogadang

1.Awal Kebangkitan Kerajinanebagaimana diketahui usaha kerajinan ini ada hubungandengan tradisi dan atau budaya setempat yang masihkental, termasuk dalam hal berpakaian. Pada awalnya

kerajinan perak Kotogadang dipergunakan untuk kebutuhanadat istiadat serta sebagai pelengkap dari pakaian adatKotogadang. Pekerjaan ini mereka lakukan sekedar untukmelanjutkan warisan leluhur yang kemudian diwariskan darikakek terhadap anak dari anak turun kecucu mereka.

Pendapat ini disokong oleh beberapa peneliti seni danbudaya memberikan pandangan bahwa kerajinan tidakdiciptakan semata-mata untuk barang perdagangan pariwisatasaja. Karya-karya seni yang dihasilkan pada dasamya adahubungan dengan jalinan kehidupan kultur, politik, dankeagamaan yang menjiwai masyarakat setempat (Leumiek,1998:12).

Menurut Harmanza (2010) munculnya industri kerajinansulaman dan perak di Kotogadang juga dimulai dari banyaknyapara peziarah. Tidak jauh dari Kotogadang terdapat makamTuanku Malim Kaji di sebuah bukit yang bernama Guguak

S

Page 182: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

160 M. Nasrul Kamal

Bulek. Makam tersebut dikeramatkan oleh masyarakat Luhaknan Tigo. Tetapi pengembangan kerajinan dua daerah ini bukansemata terletak pada makam keramat atau kerajinan emas danperak yang dimilikinya tetapi semata oleh kontribusi intelektualpara perajin. [81]

2. Kerajinan PerakSeperti yang telah diketahui, bahwa kerajinan perak

Kotogadang termasuk “kerajinan tradisional”, bukan kerajinanmodern. Proses pembuatan barang umumnya mempergunakantangan dan alat sederhana yang ada di lingkunganrumahtangga. Kemudian dipelajari secara turun-temurundengan bahan baku yang tersedia di sekitar daerah tempattinggal (Bais, 1992:2). [82]

Kerajinan perak Kotogadang ini adalah produk dari usaharumah tangga yang dipengaruhi oleh herritage yang yaituwarisan budaya dari suatu masyarakat setempat.

Dapat disimpulkan pada awalnya pengrajin-pengrajin perakdi Kotogadang tidak ada pemikiran bahwa hasil produknyauntuk diperjual belikan sebagai aset bisnis, melainkan hanyauntuk pekerjaan sambilan sekedar melanjutkan warisan leluhurterdahulu dan setiap hasil kerajinannya biasanya dipergunakansebagai sarana pendukung adat diberikan kepada anak cucusebagai perlengkapan perhiasan pakaian adat Kotogadang.

81] https://harmanza.wordpress.com/2010/09/22/antara-kota-gede-dan-koto-gadang/

82 pendidikan dengan cara ini telah diterangkan sejak awal, bahwapembelajarannya adalah dengan cara mengalihkan keterampilanketukangan (crafmanship), misalnya oleh orang tua atau anggotakeluarga yang trampil kepada anak atau individu yang dipilih.Bagi lingkungan masyarakat tertentu cara ini dianggap penting.

Page 183: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 161

Perkembangan selanjutnya terlihat bahwa kerajinan yangberbentuk gelang, kalung, cincin, anting, yang kemudian merekabawa ke kota Padang untuk dijual terhadap para pedagangyang datang. Para pedagang Cina membeli hasil kerajinan inidengan cara menukarkannya dengan bahan baku perak.Peristiwa ini terjadi diperkirakan tahun 1800 [83]

Sekitar tahun 1918 masyarakat Kotogadang sudah dikenalsebagai pengrajin perak dan emas oleh bangsa Belanda. Makadipercayalah seorang pengrajin perak Kotogadang yang bergelarDatuak Mangkudun untuk mengikuti pameran ke negeriBelanda pada tahun 1920 (Zulhelman, 1999:14). yang jelasdiketahui bahwa pada pengrajin-pengrajin di Kotogadangdikenal sebagai pengrajin emas dan perak, ini terjadi padazaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1918.

Hasil-hasil kerajinan perak dari kenagarian Kotogadangdinilai sangat potensial dan berkualitas oleh pemerintahBelanda, maka dipercayakan salah seorang dari pengrajin perakKotogadang yang bergelar Datuk Mangkudun untukmengatakan pameran ke negeri Belanda pada tahun 1920-an.Sejak kembalinya Dt. Mangkudun dari negeri Belanda pengrajin-pengrajin di Kotogadang seakan-akan mendapat motivasi untuklebih menekuni serta mengembangkan kerajinan perak dan emasdi Kotogadang.

Pengrajin perak Kotogadang menurut informan Silver WorkRul [84] bahwa pengrajin yang pertama bernama: DatuakMangkudun, Angku di, Angku Yus Ledong, Tesbar, Muktar,dan Andin kesemuanya sudah meninggal.

Dari lima pengrajin tersebut di atas berkembang menjadi 21pengrajin dan yang aktif sekarang hanya13 pengrajin, 4

83 wawancara yasrin, 27 januari 201584 wawancara 19 april 2015,

Page 184: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

162 M. Nasrul Kamal

pengrajin alih propesi, 4 pengrajin dari Guguak kalau ada order,mereka siap untuk mengerjakannya.

Menurut salah seorang infornan dengan Leo [85] diKotogadang mengatakan bahwa kerajinan perak Kotogadangtelah didapat secara “turun-temurun dari nenek moyangmereka”, tidak ada pernyataan secara tertulis mengenai kapanmulainya semenjak penjajahan Belanda dan siapa pengrajinpertama diantara Datuak Mangkudun, Angku di, Angku YusLedong, Tesbar, muktar, Am, dan Andin.

3. Era Amai Setia (1911)Modal yang sedikit dan sulitnya mendapatkan bahan baku

membuat para pengrajin perak ini bergabung dengan UsahaAmai Setia. Usaha Amai Setia yang merupakan sejenis koperasimasyarakat dan mampu mengatasi permasalahan pengrajintersebut. Bergabungnya para pengrajin perak Kotogadangdengan Usaha Amai Setia sangat berpengaruh terhadap hasilproduk kerajinan perak yang mereka hasilkan. Dengan adanyausaha ini memberikan motivasi bagi para pengrajin sehinggakerajinan perak tumbuh maju dan berkembang serta membantuperekonomian pengrajin itu sendiri.

Bentuk yang unik, menarik dan proses pengerjaan yangcukup halus serta bermutu tinggi membuat para wisatawandatang kedaerah Kotogadang untuk membeli kerajinan perak.Mengikuti pameran adalah salah satu usaha yang dilakukanUsaha Amai Setia untuk memasarkan produknya.

85 wawancara minggu 6 april 2014

Page 185: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 163

Gambar 4.1 Foto Rohana Kudus. Sumber: Foto Repro Kamal Maret 2015

Selain itu kerajinan perak yang ada di Kotogadangmerupakan satu-satunya kerajinan perak yang ada di SumateraBarat. Hasil kerajinan Masyarakat Kotogadang kini bisa dilihatdan ditemui pada Sentra Amai Setia.

Kerajinan Amai Setia didirikan pada tanggal 11 Februari1911. Lahirnya nama ini berawal dari bersatunya para Ibu-ibuKotogadang dalam satu wadah perkumpulan Amai-Amaiyangberarti amak-amak atau ibu-ibu untuk membuat suatubentuk kegiatan kerajinan Minangkabau yang beranggotakanpara ibu.

Awalnya Usaha Amai Setia ini dipimpin oleh Rakena Puti,selanjutnya diteruskan oleh Rohana Kudus. Dengan berdirinyaorganisasi Amai Setia ini sebagai cikal bakal yang menandaimulainya kaum wanita Kotogadang menempuh pendidikanmodern.

Sejak tahun 1911 kerajinan perak dan songket Kotogadangtelah memiliki “brand image” yang dikenal di dunia, dan selalumenjadi incaran wisatawan mancanegara yang berkunjung kekota ini.

Page 186: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

164 M. Nasrul Kamal

Tujuan berdirinya Usaha Amai Setia ini yaitu untukmeningkatkan derajat wanita di Kotogadang dan Minangkabaupada umumnya. Tahun 1915 Kerajinan Amai Setia mendapatpengakuan dari Rechtsprsoon (Badan Hukum) dengan SuratPutusan No.31 Tanggal 16 Januari tahun 1915 yangberanggotakan seluruh wanita Kotogadang (Effendi, 1982:1).

Usaha Amai Setia ini adalah sejenis badan usaha yanganggotanya hampir seluruh masyarakat pengrajin diKotogadang, sedangkan bentuk kepengurusannya dipimpin olehsatu orang dan Usaha Amai Setia ini memiliki karyawan tetapyang sehari-hari ada di tempat.

Kegiatan Usaha Amai Setia pada mulanya hanya berbentukpemberian pelajaran keterampilan menjahit, membordir,menyulam, menenun, merenda. Tahun demi tahun usaha inimengalami peningkatan sehingga banyak hasil-hasil kerajinantangan yang mampu mereka ciptakan sendiri seperti:memperbaharui seni menenun, terutama untuk kebutuhansehari-hari, menciptakan jenis renda baru yang sekarang dikenaldengan Renda Bangku Kotogadang

Gambar 4.2 Foto Gedung Usaha Amai Setia. Sumber: Foto Kamal Maret2015

Page 187: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 165

Usaha Amai Setia juga membandingkan Kota Gede diYogyakarta sama-sama pengrajin perak dengan Kota Gadang.Kotogadang yaitu sebuah desa yang terletak beberapakilometer dari kota Bukittinggi. Desa ini cukup maju, bahkanbegitu majunya hingga tidak ada lagi warganya yang bekerjasebagai petani kecuali beberapa orang saja. Hal ini ditopang olehindustri rumah tangga yaitu berikut ini. kerajinan emas,kerajinan perak dan sulaman yang juga dimiliki masyarakatKotogadang. [86]

Usaha kerajinan perak Amai Setia Kotogadang berorientasipada bisniskerajinan sehingga semua unsur yang bekerja padausaha kerajinandisebut ”pengrajin”. Pada kegiatan bisnis ini,terjadi hubungan kekeluargaan di mana fungsi satu unsurdengan unsur lain tidak mengikat dengan ketat, tetapi dikelolasecara kekeluargaan. Unsur-unsur yang dimaksud adalah (1)pemilik, (2) staf, (3) perancang, (4)pengrajin. Organisasi usahakerajinan perak Amai Setia Kotogadang ini dapat digambarkansebagai berikut ini.

Gambar 4.3. Hubungan Kekerabatan Dalam Model ManajemenKekeluargaan, Hubungan Langsung dan Tidak Langsung, Serta Garis

Komando

Hubungan langsung Garis komando sebagai sebuah usahakeluarga, struktur organisasi perusahaan tidak tersusun dengan

86 ] ibid. Effendi, 1982

Page 188: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

166 M. Nasrul Kamal

ketat. Pemilik berfungsi sebagai manager, yang seringkali jugamerangkap sebagai desainer dan yang melakukan pemasaran.

Kota Gede Yogyakarta sebagai desa pelajar dan kotapendidikan banyak melahirkan tokoh-tokoh Muhammadiyahyang terkenal dengan ide pembaharuannya yang mereka kenalsangat anti feudal, meskipun begitu mereka mampumempertahankan posisi sebagai desa pendidikan.

Sementara masyarakat Kotogadang dikenal sangat pandaimemanfaatkan peluang. Ketika Belanda membuka sekolahnegeri, beramai-ramailah masyarakat Kotogadang menyekolahkan anaknya di sana. Sehingga banyak anak-anak Kotogadangyang direkrut menjadi pegawai pemerintah.

Karena pendidikan pula banyak tokoh nasional yangberdarah Minang berasal dari sini. Haji Agus Salim dan danSutan Syahrir yaitu segelintir contoh orang Kotogadang yangmemberikan peran bagi Republik ini.

Sumatera Barat, tepatnya daerah Minangkabau telahmelahirkan pemikir-pemikir yang memiliki jiwa-jiwa besardalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia dan memilikiperanan penting di bidang pendidikan seperti Haji AgusSalim, Dahlan Djambek, Dr. Mohammad Hatta, Rahma ElYunusiah, Rohana Kudus, Mohammad Sjafei, dan banyaklagi tokoh pemikir nasional yang ahli di bidang lainnya yangdapat dilihat sesuai zamannya.

Kerajinan Amai Setia (KAS) adalah organisasi perempuanpertama di Minangkabau. Organisasi ini dikenal sampai jauh keluar kampung, tersebar ke berbagai penjuru dunia. KerajinanAmai Setia dilahirkan di dalam satu rapat di kampung BukitKotogadang, dengan pengurus Rohana Kudus sebagai presidendan Hadisah sebagai komisaris. Dengan berdirinya organisasiini, perempuan Kotogadang jiwanya mulai tersadar untuk

Page 189: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 167

bekerja bagi kemajuan. Sebelumnya, sesuai tradisi, perempuanKotogadang belum boleh bersekolah. Kerajinan Amai Setiaadalah “kembaran dari StudiefondsKotogadang ”, sama-samamengambil bagian dalam evolusi kemajuan (Etek, 2007:33)

Suatu bangsa akan maju bila hanya laki-lakinya yang maju,sedangkan perempuannya tidak berkembang dengan organisasiitu mendapat subsidi dari pemerintah dan izin mengadakanlotere untuk membangun gedung sekolah, yang selesai dibangunpada tahun 1919.

Periode kedua tahun 1916 organisasi ini dipimpin olehHadisah. Tahun 1922 sewaktu Gubernur Jenderal HindiaBelanda Fox datang ke Sumatera Barat, ia tidak lupamengunjungi Kerajinan Amai Setia. Pada setiap pasarkeramaian, mereka mengeluarkan hasil karyanya, yaitukerajinan tangan buatan perempuan Kotogadang, seperti kainsuji terawang. Hasil karya ini mendapat penghargaan tinggibukan saja di dalam “nagari, melainkan sampai jauh keberbagaipenjuru dunia”, seperti Amsterdam, Paris, dan New York. [87]

Kemajuan kaum perempuan memang adalah jasa RohanaKhudus paling menonjol. Sejak Rohana Khudus menggerakkanpendidikan mulailah kaum wanita bebas bersekolah danberkembang biak keahlian jahit menjahit, terawang dan renda.Sampai sekarang ada beberapa hal spesifik Kotogadang yangterkenal ke mana-mana.

Pakaian perempuan Minang lainnya memang baju kurungjuga, tapi potongannya berbeda. Perempuan Kotogadangmemakai baju kurung yang longgar, bertangan lebar. Sampaisekarang masih tetap perempuan Kotogadang mempertahankannya, walaupun mode pakaian di lain-lain kampung sudahbanyak perubahan.

87 ] ibd. (etek, 2007:34)

Page 190: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

168 M. Nasrul Kamal

Perempuan Kotogadang tidak begitu tertarik dengan bajukebaya, apakah baju kebaya pendek atau baju kebaya dalam,mengikuti model aliran zaman. Sekurang-kurangnya pakaian inidipertahankan untuk “baralek” (kondangan), dan inilah yangdianggap pakaian resmi. Kalau gadis-gadis Minang sudahmenikah/kawin, pakaiannya harus seperti demikian, tidak bolehlagi memakai rok seperti banyak dilihat di kampung-kampungatau di kota-kota.

Pengrajin perak Kotogadang mempunyai silver Work sendiridirumahnya atau bengkel yang menghasilkan bermacam-macamasesoris, seperti, gelang, kalung, cincin, giwang, antimg-anting,bros, miniatur, hiasan dinding dan kreasi-kreasi pesanankonsumen yang dibuat hingga sekarang.Hasil kerajinanKotogadang terbuat dari perak murni dan tidak bercampurdengan bahan lain. Pengrajin Kotogadang terkenal penjahit,merenda yang halus dan terkenal kemancanegara dan luarnegeri.

Keistimewaannya sebagai pengrajin dan juga dengankulinernya yang khas ialah dengan gulai itik (bebek), hanyaorang Kotogadang lah yang ahli memasak bebek dan dianggapciri khas orang Kotogadang. Kalau keluarga Kotogadang tidakbisa memasak gulai itik (bebek), kalau merantau agaknya wanitabukan asli Kotogadang tidak bisa memasaknya. Kampung laintidak bisa memasak itik (bebek) seperti yang dilakukan wanitaKotogadang. Walaupun wanita bukan asli Kotogadangmelakukannya, tidak seenak dan asing rasanya.

Kepandaian jahit menjahit, terutama menjahit terawang.Sampai sekarang kepandaian jahit terawang belum teratasi olehkampung lain. Memang telah banyak kampung-kampung lain,seperti Ampek Angkek juga mengadakan industri rumah tanggamenjahit terawang, belum bisa menandingi Kotogadang.

Page 191: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 169

Pakaian kaum wanitanya, walaupun mereka adalah kaumintelek (terpelajar), tetapi pakaiannya tetap asli Kotogadang.Katakan asli Kotogadang karena berbeda dengan pakaian wanitaMinang lainnya. Wanita Kotogadang memakai baju kurunglengannya lebar, dan tengkuluk (selendang) di bawahnyamemakai kain batik.

Eksistensi pemimpin Kerajinan Amai Setia (KAS) dalamsuatu organisasi terbentuk oleh dua hal, yaitu (1) kepribadianyang didukung oleh persepsi, kemampuan, kemauan yang adasebagai faktor internal, dan (2) faktor sosial yang mendorongpemimpin menjadi tokoh. Untuk mengoptimalkan kerja yangdemikian maka diperlukan seorang pemimpin yangdapatmenjalankan organisasi secara maksimal. Menurut Dayati(1998:8-10) ciri kepemimpinan banyak tergantung padakebudayaan suatu masyarakat dan pada periode waktu tertentu.

Mengingat kondisi resesi global yang berpengaruhterhadap permintaan terhadap produk yang menjadi sekunder,mempengaruhi permintaan barang sekunder seperti produkkerajinan perak ini.

Box. 4.1 Amai Setia

Oleh: Yayasan Kerajinan Amai Setia (2014) [88]

Keradjinan Amai Setia (KAS) adalah organisasi perempuan pertamayang berdiri di Kotogadang, Bukittinggi, Minangkabau, Sumatera Barat.Tujuan utama pendirian KAS adalah untuk kemajuan perempuan danberupaya melestarikan serta mengembangkan berbagai keahliankerajinan tangan. Terbentuknya organisasi perempuan KAS disebabkankaum perempuan belum mendapat kesempatan menempuh pendidikanformal dan nonformal, karena pada masa itu pendidikan lebih

88 ] http://amaisetiacreativity.blogspot.com/2014/06/amai-setia.html

Page 192: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

170 M. Nasrul Kamal

diutamakan untuk kaum laki-laki.

Nagari Kotogadang adalah salah satu dari 11 nagari yang terletak diKecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Asal usul Nagari Kotogadangmenurut sejarahnya dimulai pada akhir abad ke-17. Ketika itusekelompok kaum yang berasal dari Pariangan Padang Panjangmendaki dan menuruni bukit dan lembah, menyeberangi anak sungai,untuk mencari tanah yang elok untuk dipeladangi dan dijadikan sawahserta untuk tempat pemukiman.

Demi meningkatkan kehidupan yang lebih baik dengan menuntut ilmuyang lebih tinggi, banyak kaum laki-laki Kotogadang yang merantau keluar kampung, meninggalkan keluarganya untuk memasuki sekolahformal atau menimba ilmu dan keterampilan langsung dari mereka yangahli di bidang masing-masing, sehingga Kotogadang menjadi tempatyang dikenal banyak melahirkan orang-orang pandai di berbagai disiplinilmu dan keterampilan.

Sementara kaum laki-laki merantau, maka kaum perempuan tinggal dikampung untuk mengurus keluarga dan harta pusaka kaumnya (sepertisawah, ladang, dan rumah), sambil menunggu ayah, suami atau anaklaki-lakinya kembali pulang ke kampung halaman.

Dalam menjalani kehidupan kesehariannya, perempuan Kotogadangjuga harus bisa menjalankan kehidupan rumah tangga sehari-harimenyesuaikan dengan kondisi apa adanya. Hal ini menggugah hatibeberapa Bundo Kanduang, yang kemudian mencetuskan ide untukmengadakan pendidikan khusus perempuan.

Pada masa itu, umumnya perempuan Kotogadang telah dibekali ilmudan keterampilan yang turun-temurun diwariskan. Keterampilan ituadalah menjahit, menyulam, menenun, mengaji dan sebagainya.

Ekonomi yang Baik

Pada abad ke-19, kehidupan perempuan Kotogadang bisa dibilangbiasa-biasa saja, tidak jauh beda dengan kehidupan perempuan di Tanah

Page 193: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 171

Melajoe pada umumnya. Namun dibandingkan dengan nasib kaumperempuan di Tanah Melajoe—di bawah penjajahan pemerintahankolonial Belanda pada umumnya perputaran roda kehidupanperempuan Kotogadang lebih baik. Keadaan ekonomi mereka umumnyacukup berada karena mamak atau ayah mereka yang mempunyai usahasebagai perajin emas dan perak, pedagang, dan pejabat tinggipemerintahan.

Perempuan Kota Gadang mengikuti perjalanan hidup yang sudahditentukan secara turun-temurun oleh peraturan adat istiadat danpenafsiran agama yang dikaitkan pada Adat Basandi Syara’, Syara’Basandi Kitabullah.

Karena kaum perempuan tidak boleh meninggalkan Kotogadang,kesempatan untuk masuk sekolah cenderung diberikan terhadap kaumlaki-laki saja. Sikap ini baru mulai berubah pada 1905 ketika bundokanduang, ninik-mamak, dan ulama sepakat memutuskan bahwa anakperempuan boleh menempuh pendidikan formal dan nonformal yangsetara dengan kaum laki-laki

Pada 1907, di Kotogadang didirikan “Kinder Julius Vereeniging”,sebuah perkumpulan untuk anak-anak, baik laki-laki maupunperempuan, yang mempunyai gedung sekolah sendiri. Disana, anak-anak diajarkan pengetahuan bahasa Belanda sebagai persiapan untukmemasuki Sekolah Belanda (Europeesche School).

Dari Kinder Julius Vereeniging itulah lahir Studiefonds Kota Gedangyang mendapatbesluit dari Pemerintah Belanda No. 10 pada 27 Januari1910 untuk diberikanrechtspersoon (badan hukum).

Lewat organisasi ini masyarakat Kotogadang, baik yang tinggal dikampung maupun yang berada di rantau, berlomba-lombamengumpulkan dana untuk membiayai studi anak-kemenakan merekake Jawa dan juga ke Belanda.

Dengan terbukanya kesempatan bagi perempuan Kotogadang, makalahirlahVereeniging “Karadjinan Amai Setia” te Kota Gedang. Amai

Page 194: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

172 M. Nasrul Kamal

Setia (Amai = ibu/ perempuan) sebuah organisasi perempuan pertama diMinangkabau, Sumatera yang didirikan pada awal abad ke-20 di zamanHindia Belanda. Organisasi ini didirikan atas kesadaran jiwa kaumperempuannya untuk berjuang mencapai kemajuan.

Berdirinya KAS

Pada 11 Februari 1911, atas prakarsa Rangkayo (Rky) Rekna Puti yangpunya inisiatif mendirikan perkumpulan amai-amai perajin diiringipemikiran Rky Roehana Koeddoes untuk meningkatkan pendidikanilmu pengetahuan umum serta keahlian Hadisah sebagai penenun danatas dukungan seluruh kaum perempuan di Kotogadang, makadidirikan organisasi perempuan Kerajinan Amai Setia. Tujuan utama:“Mengangkat Harkat dan Martabat Perempuan Kotogadang” untukmembekali kaum perempuan dengan berbagai ilmu pengetahuan danketerampilan. dan KetuaVereeniging K.A.S te Kota Gedang terpilihpada 11 Februari 1911 adalah Rky Roehana Koeddoes.

Tanggal 14 Juni 1913, Rky. Roehana cs (bestuursleden), dalam hal inididampingi oleh Rky. Hadisah dan Rky. Adisah, lalu mengajukanpermohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikanVereeniging K.A.S., agar diakui dan disahkan sebagai rechtspersoon.Setelah permohonan dicatat dan diterima, Rky. Roehana bisamengajukan permohonan untuk menyelenggarakan geldloterij (lotereuang).

Pada tanggal 20 November1913 diperoleh izin dari departemenOnderwijs en Eerendienst untuk penyelenggaraan lotere tersebut.Hadiah lotere sebesar f 10.000. Penarikan lotere oleh pemerintahdiselenggarakan pada 20 Oktober 1914.

Dari hasil keuntungan lotere, Rky. Roehana didampingi Rky. Hadisahdan Rky. Adisah lalu membeli sebidang tanah di Koto Kaciak,Kotogadang dengan akte notaris J. Tewnacht pada 28 Agustus 1914 dandiakui oleh Assistent Resident Van Agam, Karel Armand James.Pelunasan pembayaran untuk pembelian tanah tersebut sebesar f 180terlaksana pada 14 Desember 1914. Pada tahun 1915 secara bertahap

Page 195: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 173

dibangunlah gedung Keradjinan Amai Setia yang baru selesai hinggatahun 1919.

Pada 15 Januari 1915, Kerajinan Amai Setia dinyatakan sebagaiperkumpulan yang berbentuk Badan Hukum dengan diterbitkannyaBesluit No.31 Tahun 1915 dari Pemerintah Hindia Belanda.

Dengan berkembangnya kegiatan Vereeniging K.A.S te Kota Gedang,dirasakan bahwa gedung Studiefonds sudah tidak memadai lagi bagimurid-murid yang menumpang belajar dari pukul 14.00-17.00 di sana.Atas perhatian dan bantuan dariGroeneveld, Koemendur Lumbung,maka K.A.S. disarankan mengadakan kegiatan lotere untuk memerolehdana mendirikan gedung sekolah, keuntungannya boleh diambil olehpenyelenggara.

Berkat dukungan para tokoh adat dan cendekiawan Kotogadang danusaha para tokohVereeniging (perkumpulan) Karadjinan Amai Satia(KAS) te Kota Gedang, maka jumlah anak perempuan yang dapat baca-tulis, serta masuk sekolah formal dan nonformal terus meningkat.

Selain mengajari baca-tulis dan pengetahuan umum lainnya, Amai Setiajuga mengajari berbagai keterampilan yang menunjang pergerakanekonomi kaum perempuan, bahkan masyarakat di Kotogadang.

Sumber: http://amaisetiacreativity.blogspot.com/2014/06/amai-setia.html

Box. 4.2 Minang Saisuak: “Dua Pandai Emas”Suryadi – Leiden, Belanda | Singgalang, Minggu, 13 Desember 2015

Dua orang yang diabadikan dalam foto klasik ini adalah tukang amehyang terkenal di Kotogadang, Bukittinggi, pada tahun 1920-an. Yang disebelah kiri bernama B. Joenoes gelar Bandaharo Soetan, yang punyatoko emas yang terkenal di Fort de Kock (Bukittinggi) pada masa itu:“Winkelmas Fort de Kock”, dan yang di sebelah kanan bernama Kawi

Page 196: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

174 M. Nasrul Kamal

gelar Soetan Bandaharo.

Kedua orang tukang ameh ini mungkin paling beruntung dibandingpara pandai emas Sumatra Barat lainnya, bahkan mungkin sampai kini.Soalnya ialah bahwa mereka berdua telah dikirim oleh PemerintahKolonial Hindia Belanda untuk berkunjung ke Belanda selama dua bulanpada pertengahan 1928. Rohana Kudus saja tidak jadi ke Belanda tahun1913 karena tak diizinkan oleh keluarganya.

“Doea orang pandai mas Kota Gedang, Fort de Kock kenegeri Belanda”,demikian laporan Pandji Poestaka (lihat keterangan menganai sumberfoto di bawah) memberitakan keberangkatan mereka berdua ke ‘TanahDingin’ itu.

Dikatakan bahwa dengan kapal Johan de Witt yang berangkat pada awalMei 1928 dari Batavia, kedua pandai mas itu berlayar menuju Rotterdam,Belanda. Mereka diundang untuk berpartisipasi dalam kolonial

Page 197: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 175

Tentonstelling (pameran kolonial) di Arnhem. Rupanya mereka dikirimoleh Asisten Residen Agam untuk ikut dalam Pameran Kolonial diArnhem tersebut. “Ongkos dan makan sedjak kami berangkat dariroemah [di Kotogadang ] sampai kembali keroemah lagi, semoeadipikoel oléh Comité”, demikian penjelasan kedua orang itu padawartawan Pandji Poestaka yang menemui mereka di tempat penginapanmereka di Kwitang sebelum bertolak ke Belanda. Selain mereka,beberapa pengrajin dari Jawa, Makassar, dan Bali juga diundang kepameran itu.

Selanjutnya dijelaskan bahwa mereka memang tak diberi uanglumpsum. Sungguhpun demikian, mereka sudah merasa sangat gembirasebab “seandainja kami mesti berongkos sendiri, barangkali se’oemoerhidoep kami ta’kan pernah sampai kenegeri Belanda, dan bagian Éropahjang lain”, imbuh mereka.

Kedua pandai emas urang awak ini tampaknya sangat percaya diri.Mereka mengatakan bahwa mereka telah mempersiapkan segalasesuatunya, temasuk bahan-bahan perhiasan emas dan perak yang akanmereka pamerkan, juga emas dan perak padu serta alat-alat pertukanganemas, termasuk arang kayu, yang akan mereka gunakan untukmendemonstrasikan kemahiran mereka membuat perhiasan emas dalampameran itu nantinya.

Karena ini kesempatan langka, kedua orang itu berencana akan turunkapal di Genoa, lalu naik kereta api ke Arnhem. Di Belanda merekasudah punya contact person, antara lain seorang bekas Asisten Resident(mungkin yang dimaksud adalah L.C. Westenenk), juga beberapa orangstudent Indonesia.

Mereka akan berada selama 2 bulan di Negeri Belanda: “Jang seboelandalam Tentonstelling di Arnhem, jang seboelan lagi […] akan [di]pakaiboeat melihat-lihat” (pelesiran).

Pameran itu berlangsung sebulan penuh pada bulan Juli 1928. Padatanggal 3 Juli, Ratu Belanda, Emma, mengunjungi pameran itu (PandjiPoestaka No. 54, Tahoen VI, 6 Juli 1928, hlm.954).

Page 198: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

176 M. Nasrul Kamal

Belum diperoleh informasi kapan kedua orang itu balik ke Kotogadang,dan apakah mereka menulis catatan perjalanan. Yang jelas, kita salutjuga pada mereka. Seperti ditulis oleh Pandji Poestaka: “Meréka boekanorang berpeladjaran, boekan ahli mengoendjoengi vergadering, boekanahli berpidato, boekan ahli toelis-menoelis,” tapi “tahoe akanpekerdjaannja (vaknja) sendiri” dan sadar sepenuhnya bahwa hatimereka “tertarik akan pergi kenegeri asing, karena bepergian itoemembawa djoega manfa’at bagi pekerdjaannja.”

Kisah ini menunjukkan bahwa pada zaman kolonial profesionalismesangat dihargai. Orang yang berprestasi, walau berasal dari daerah, akandiberi peluang untuk maju. Kalau sekarang, anak-kemenakan pejabat(pusat) saja yang melahap peluang-peluang seperti ini, apalagi kalauundangannya datang dari luar negeri.

(Sumber foto: Pandji Poestaka No. 43, Tahoen VI, 18 Mei 1928:726).

Sumber tulisan dari: https://niadilova.wordpress.com/2015/12/14/minang-saisuak-245-dua-pandai-emas-koto-gadang-ke-belanda-1928/

4. Tahun 1942-1945: Era JepangKemerdekan tanah air Indonesia setelah penjajahan Jepang

mulai satu persatu melakukan transaksi jual beli hasil kerajinanperak ke manca negara. Tahun 1950-an banyak pemesan basilkerajinan perak Kotogadang dari Amerika, Belgia, dan Inggrisdalam jumlah besar dengan tujuan untuk dipasarkandinegaranya masing-rnasing. Namun ada beberapa kendalayang dibadapi oleh para pengrajin, seperti; tidak sanggupmengerjakan pesanan dengan jumlah yang banyak dalam waktuyang ditentukan.

Kendala-kendala yang dihadapi oleh pengrajin-pengrajinseperti di atas, maka sampai sekarang pameran-pameran dalam

Page 199: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 177

jumlah besar terhenti, tetapi banyak turis-turis manca negaradatang berkunjung ke Kotogadang secara individu membelihasil kerajinan perak sebagai oleh-oleh atau sovenir saja danbelajar membuat kerajinan perak Kotogadang [89]

5.Era 50-AnSekitar tahun 1950-an kerajinan emas diambil alih oleh

pengrajin-pengrajin yang ada di kenagarian Guguak (TabekSarojo). Maka ada dua kenagarian di Ampek Koto yang hidupsebagai pengrajin yaitu: (1) Kenagarian Guguak menekunisebagai pengrajin emas, dan (2) Kenagarian Kotogadangmenekuni sebagai pengrajin perak.

Era globalisasi dengan persaingan yang sudahsemakinkompleks seperti sekarang ini, pemimpin diharapkandapat berperan sebagai pemrakasa. Pemimpin diharapkanbersama-sama seluruh anggotanya merencanakan danmengambil keputusan mengenai rencana yang akandilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yangada, serta berbagai kemudahan yang diperoleh dari sistempendukungnya.

Disamping itu pemimpin harus mampu menerjemahkanide-ide yang datang dari luar untuk disesuaikan dengan tujuan,minat, kebutuhan, dan kemampuan organisasi. Ide yang berasaldari luar tersebut mungkin dirasa asing oleh anggotanya, makapemimpin harus mampu menerjemahkan ide tersebut menjadisuatu kebutuhan yang dirasakan oleh organisasinya. Dalamsebuah organisasi, kegiatan membangun adalah perubahan yangdirencanakan.

89 (wawancara dengan leo minggu 6 april 2014 di kotogadang ).

Page 200: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

178 M. Nasrul Kamal

Dengan kata lain, membangun adalah suatu usaha manusiauntuk memperbaiki kehidupannya. Oleh kerja membangundipengaruhi oleh manusia (termasuk di dalamnya nilai, tradisi,kebiasaan, tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi)sertalingkungan sosial dan alam. Membangun dapat ditafsiransebagaiusaha suatu organisasi memperbaiki kondisi yang”kurang manusiawi”menjadi kondisi yang ”lebih manusiawi”,yaitu kondisi yang mendukung eksistensi kehidupan manusiaseutuhnya.

Janssen (dalam Dayati 1998:16) menyatakan bahwa strategimembangun melalui 3 M yaitu melihat, menimbang-nimbang,dan melaksanakan. Artinya, untuk belajar mengenali nilai, citradiri, citraorang lain dan berbagai aspek lain dapat dilakukanmelalui mengalami dan melaksanakan sendiri (learning by doing).Terdapat dua pendekatan yang dapat diakukan, yaitu (1)pendekatan mentalistik dan(2) pendekatan pengondisian(conditioning). Pendekatan mentalistik adalah usahamempengaruhi dan mengubah seseorang secara langsung padamental seseorang. Pendekatan ini terfokus pada pimpinanterhadap wawasan, pengetahuan, dan keterampilan anak buahsecara langsung sehingga dapat mempengaruhi kemampuandan motivasi seseorang.

Diharapkan pada akhirnya dapat mempengaruhi perilakuanak buah. Pendekatan mentalistik ditempuh melalui berbagaicara misalnya diskusi,peragaan/ demonstrasi, teguran,keteladanan. Melalui cara-cara tersebut dimasukkan pikiran, ide,gagasan, dan cara keterampilan baru dengan harapan akanberpengaruh pada wawasan, pengetahuan, keterampilan, dansecara tidak langsung akan terjadi perubahan sikap padakelompok bersangkutan. Pendekatan pengondisian adalah suatuusaha mempengaruhi dan mengubah perilaku melaluimengubah kondisi dan situasi yang mempunyai pengaruh

Page 201: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 179

langsung terhadap perilaku kelompoknya. Pendekatan inimenekankan bahwa perilaku seseorang adalah hasil interaksiantara faktor individu dan lingkungan.

Apabila kondisi lingkungan diubah, maka perubahan ituakan mempengaruhi perubahan persepsi, kognisi, danpenghayatan individu. Perubahan-perubahanitu pada gilirannyaakan mengubah keyakinan jiwa seseorang. Selanjutnyaperubahan keyakinan akan menimbulkan perubahan perilaku.Jadi, untuk menimbulkan perubahan perilaku seseorang dapatdiupayakan melalui perubahan kondisi lingkungan yangmempunyai pengaruh langsung pada kelompoknya.

Kalau pendekatan mentalistik mempengaruhi faktorinternal, pendekatan pengondisian mempengaruhi faktor-faktoreksternal individu, seperti memberi peluang dan kebebasanberinisiatif, berkarya, dan berkreasi untuk mengaktualisasikandiri. Asumsinya, membangun sebagai suatu prosespembentukan dan perubahan perilaku manusia dipengaruhioleh dua determinan, yaitu determinan kultulral dan fungsional.Determinan kultural bersifat obyektif dan berasal darilingkungan, determinan fungsional bersifat subyektif danberasal dari diri seseorang seperti emosi, keinginan, kebutuhanatau tuntutan. Pandangan tersebut di atas seorang pemimpindiharapkansenantiasa (1) bersikap terbuka dan sensitif, (2) sukamengkajiberbagai masalah bidang kehidupan dalam segalakompleksitasnya,(3) memupuk sikap ”ingin tahu” (curiositu),dan (4) tidak hanya mampu. Agar dapat melakukan hal tersebutdengan baik, minimal mereka harus memiliki lima hal, yakni (1)kemampuan yang tinggi, (2) kreativitas yang tinggi, (3)kepemimpinan dan kerjasama tim yang baik, (4) empati yangtinggi, dan (5) penampilan yang menarik, khususnyapenampilan psikologis. Seperti telah diuraikan di depan,dukungan sistem sosial yang diberikan pada pimpinan suatu

Page 202: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

180 M. Nasrul Kamal

perusahaan / organisasi dalam menjalankan usaha /organisasinya dibagi menjadi 3 kelompok yaitu (1) organisasi, (2)keluarga, (3) masyarakat. Sesuai dengan teori kepemimpinan,peran pemilik adalah pimpinan yang menentukan rodaperusahaan.

Firth (dalam Kaplan dan Manners, 1999:144) menjelaskanbahwa (1) putusan individual secara sadar atau tidak,memunculkan modifikasi perilaku peran yang kemudianmenghasilkan perubahan struktural, (2) bila sarana, watak, atauunsur-unsur budaya muncul dalam suatu struktur sosial ataumempengaruhi dari ”luar”maka alternatif-alternatif tertentuyang semula tidak ada, lalu menjadi ada. Demikian jugadukungan yang diperoleh pimpinan usaha kerajinan perak AmaiSetia dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

Upaya untuk meningkatkan nilai kerajinan perak terusdilakukan oleh para pengrajin di Kotogadang. Salah satunyaadalah dengan terus meperbarui desain produk dan memperluasjaringan promosi dan pemasaran. Product upgrading ini misalnyadilakukan dengan mengkombinasikan antara perak denganmedia lain seperti batu permata. Para pengrajin juga secara rutinmengikuti pameran yang diselenggarakan baik oleh pemerintahmaupun mitra swasta yang diharapkan dapat lebihmemperkenalkan produk mereka.

Hubungan pemilik dengan pengrajin adalah hubunganhirarkhi di mana pengrajin mengerjakan order garapan yangdiperoleh dari pemilik. Pemilik berhak memilih pengrajin sesuaidengan desain yang akan dikerjakan, serta pemilik juga berhakuntuk mengembalikan hasil pekerjaan apabila tidak sesuaidengan harapannya.

Kondisi ini terjadi karena desain diciptakan danataudiseleksi oleh pemilik sendiri. Pemilik juga berperan sebagai

Page 203: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 181

qualitycontrol dari setiap hasil pekerjaan pengrajin yang akandipasarkan. Perancang akan membuat desain sesuai denganpesanan dari pemilik atau menciptakan model-model atasprakarsa sendiri. Pada awalnya perancang sulit menentukandesain yang memenuhi prinsip 3F (form, follow, function), karenaperancang tidak menguasai teknik penggarapan perhiasanlogam. Banyak desain yang sudah diciptakan tetapi tidak dapatdikerjakan.

Seleksi desain dilakukan oleh pemilik yang sudah memilikipengalaman lebih dari 20 tahun pada bidang perhiasan dariperak dan emas. Seringkali pengrajin juga dapat mengoreksidesain,yang secara teknis tidak dapat dikerjakan yang diperolehdari perancang. Staf terdiri dari seorang yang membawahipengrajin untuk masalah keuangan dan oder kerja. Selain itu iajuga menyelesaikan pembukuan usaha. Seorang membantupemasaran dan kegiatan-kegiatan yang berurusan dengan luar,misalnya mengirim barang, pendaftaran, membayar pajak, danlainnya.

Seorang ahli membantu operasional di dalam ruang pamer,seperti bertanggung jawab terhadap penataan ruang dan etalase,penjualan di tempat, kebersihan, dan lainnya. Sepertidiutarakan di depan, usaha ini dikelola dengan carakekeluargaan, sehingga peran setiap unsur tetap dalam polakerjasama. Demikian eratnya kerjasama ini sehingga rodausahaakan terganggu apabila salah satu unsur tidak berfungsiatau kurang maksimum dalam tugasnya. Pemilik (pemimpin)tidak dapat memasarkan produk kerajinan apabila pengrajintidak menghasilkan produk-produknya.

Pemilik tidak dapat membuat transaksi dengan pihak luarapabila staf, perancang, dan pengrajin tidak memberikandukungan maksimal. Pimpinan percaya, bahwa usaha ini tidak

Page 204: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

182 M. Nasrul Kamal

dapat berjalan kalau tidak ada pengrajin, maka harus diciptakansatu bentuk hubungan kekeluargaan yang harmonisfungsional.Usaha ini memiliki tempat usaha yang terdiri dariruang kerja pengrajin, ruang pamer, dan ruang tamu. Semuaunsur bekerja ditempat kerja mulai pukul 08.00 sampai pukul17.00, hari Minggu libur.Untuk perancang dan pengrajin prestasikerja sesuai dengan tingkat kesulitan produk, dan masa kerja.Pada pengrajin perak Kotogadang yang telah bekerja lebih daribertahun-tahun dengan harapan agar ia betah bekerja padausaha sendiri.

Proposisi George Homan (dalam Ritzer 1992:93-94)menyatakan makin tinggi ganjaran (reward) yang diperoleh atauyang akan diperoleh makin besar kemungkinan sesuatu tingkahlaku akan diulang. Proses ini akan memberikan keuntunganpada kedua belah pihak, dan keuntungan itu mengandungunsur psikologis. Jumlah pengrajin yang bekerja pada lokasiusaha Amai Setia Kotogadang 12 orang sedangkan yang beradadi luar lokasi usaha berjumlah 6 pengrajin. Pengrajin dapatmemeroleh hasil produknya tergantung konsumen datang danjumlah pemesan. Sementara untuk perancang dan pengrajintergantung pada ide tiap silver work masing-masing. Perbedaanini dapat dipahami oleh semua pihak sehingga tidak terjadikecemburuan sosial dalam organisasi.6. Dukungan Keluarga

Keluarga mempunyai andil yang cukup besar didalammendukung kemajuan usaha rumah tangga yang dikelolaoleh seorangpemimpin (kepala keluarga). Sebagai sebuah usahaswasta yang menerapkan manajemen kekeluargaan, jam kerjadari pimpinan tidak pasti. Dalam24 jam per hari transaksi dapatdilakukan meskipun di luar lokasi usaha. Artinya, pimpinandapat melakukan transaksi di luar jam kerjayang disepakati

Page 205: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 183

bersama. Misalnya pada hari Minggu terdapat pelanggan yangdatang dari luar kota, pimpinan dapat melakukan transaksidengan membuka ruang pamer atas permintaan pelanggan.Kondisi yang demikian menuntut dukungan keluarga (isteri dananak) untuk memberikan kesempatan pada pimpinan (kepalakeluarga) dalam menjalankan usahanya.

Demikian juga angota keluarga pengrajin, staf, danperancang menjadi syarat mutlak terpenuhinya target usaha dansecara tidak langsung memberi dukungan pada peran danfungsipemilik/ pimpinan. Dalam sosiologi modern, pranatasosial cenderung dipandang sebagai hubungan norma-normadan nilai-nilai yang mengitari aktivitas manusia. Pranata sosialyang dimaksudkan adalah keluarga dimana semua fungsi dankedudukan anggota mempunyai fungsi yang salingberhubungan dan terikat satu dengan yang lainnya (Ritzer1992:23).

7. Dukungan MasyarakatUsaha kerajinan perak Amai Setia Kotogadang pada awal

berdirinya tahun 1911, tercatat bahwa masyarakat masih belummemberikan dukungan. Pengrajin merasa sangat kesulitan dalanmemasarkan produknya.

Ada empat faktor penyebab sulitnya pemasaran, yakni1) Kerajinan perak Kotogadang belum dikenal oleh

masyarakat,2) kurangnya promosi,3) interaksi pengrajin dan pemakai belum terjalin,4) pengrajin belum dapat ”membaca” desain yang diminati

oleh masyarakat.Dalam perjalanan perusahaan, langkah awal dilakukan

melalui promosi di dalam kota Bukittinggi dengan mengadakan

Page 206: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

184 M. Nasrul Kamal

pameran. Pameran dilaksanakan pada acara-acara yangdiadakan oleh kelompok pengrajin yang dianggap memilikiprospek positif dalam usaha bidang kerajinan, misalnya bazaarpembangunan daerah, bazaar di sebuah Bank, dan acarapameran di hotel berbintang.

Pemilihan tempat promosi disesuaikan dengan sasaran yangdipandang meminati kerajinan perak Kotogadang. Melaluipromosi yang dilakukan secara tradisional maupun melaluipameran, kerajinan perak Amai setia Kotogadang saat ini sudahdapat diterima oleh masyarakat pemakai dari berbagai kota diIndonesia dan bahkan luarnegeri.

Oleh sebab itu ketergantungan antara masyarakat denganpengrajinperak Kotogadang dan sebaliknya, adalah kuncisukses sebuah usaha pengrajin perak. Artinya, dukunganmasyarakat terhadap produk pengrajin perak Kotogadangmenjadi syarat mutlak untuk kelancaran sebuah kelompokusaha. Secara tidak langsung, peran dan fungsi pemimpin jugasangatdibantu oleh dukungan masyarakat baik pembeli maupunpemakai.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwadukungan masyarakat meliputi (1) dukungan organisasi, (2)dukungan keluarga, dan (3) dukungan masyarakat konsumenamat menentukan peran pimpinan dalam membawa usahakerajinan perak Amai setia Kotogadang terhadap suatukemajuan industri perak khususnya di kota Bukittinggi dan diIndonesia pada umumnya. Sebagai sebuah usaha yang bergerakdi bidang kerajinan, usaha ini seharusnya mendapat dukungandari pemerintah dalam kemudahan-kemudahan mendapatkanbahan baku, memasarkan produk, dan mengeksport ke luarnegeri dalam rangka melestarikan hasil budaya Indonesia yangmemiliki ciri khas masyarakat Indonesia.

Page 207: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 185

Tabel 4.2 Informasi tentang Pengrajin Perak dan Emas Kotogadang

No TukangEmas

TukangPerak

Tahunkejadian

informan Keterangan

Amai Setia Amai Setia 1911 Dariberbagaisumber

1 DatuakMakhudum

1920-an Leo(2044)

Wawancara19 April2015

2 Angku di 1920-an sda sda3 Angku Yus

Ledong1920-an sda sda

4 Tesbar 1920-an sda sda5 Am 1920-an sda sda6 Andin 1920-an sda sda1 B. Joenoes

gelarBandaharoSoetan

v 1928-an Suryadi,Leiden

2 Kawi gelarSoetanBandaharo.

v 1928 Suryadi,Leiden

21 perajinaktif hanya13

2015 Leo(2044)

Wawancara19 April2015

Setiap rumah mendirikan industri rumah tangga danindustri tersebut diberikan nama silver work, dan tidak lupadengan hasil sulamannya. Pengrajin perak Kotogadangberjumlah 20 pengrajin yaitu berikut ini.

1) Silver Work Amai Setia,

Page 208: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

186 M. Nasrul Kamal

2) Silver Work Leo,3) Silver Work Rul,4) Handy Craft Lili Indah Budi,5) Sulaman Silver Work Cici,6) Silver Work Syafa,7) Silver Work Denny & Dessy,8) Silver Work Welisyar (Makwan),9) Silver Work Asri,10) Silver Work Zulkhaidir,11) Silver Work Iskandar,Silver Work Man,12) Silver Work Habibi,Silver Work Dahliar,13) Silver Work Rahmat,14) Silver Work Anci,15) Silver Work Angku In,16) Silver Work Quin,17) Silver Work Mandan18) Silver Work Yus Yen.

B. Pengembangan Alat dan Bahan Serta TenikProduksi Kerajinan Perak Kotogadang

1.Bahan BakuKerajinan perak Kotogadang merupakan warisan leluhur

budaya secara turun-temurun. Pada awalnya kerajinanKotogadang berbentuk kerajinan sulaman, kerajinan emas,kerajinan perak dan kerajinan tembaga. Namun seiring waktu,kerajinan peraklah yang paling diminati. Sehingga parapengrajin lebih banyak memilih untuk mengolah bahan perakhingga sekarang.

Bahan baku perak merupakan salah satu yang terpentingdalam pengembangan kerajinan perak Kotogadang. Selain perakpengrajin perak Kotogadang juga menggunakan bahankuningan, tembaga dan berbeda dengan logam emas dan batu

Page 209: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 187

mulia, jika dilihat dari penggunaannya, perak memilikikegunaan yang luas.

Bahan yang dipakai dalam produk kerajinan perakKotogadang tersebut dapat digolongkan pada logam ferro danlogam non ferro, dengan beragam keperluam sehari-hari,sehubungan dengan hal tersebut, pengelompokan logam secarateknik umum dibagi menjadi dua golongan utama yaitu logamferro dan non ferro.

Menurut Arifin (1976:9) logam ferro bahan dasarnya“terbuat dari baja dan non ferro disebut logam murni, logammurni tidak mengandung besi (Fe) dan Carbon (C). Sedanglogam ferro disebut besi karbon karena unsur dasarnya terdiridari unsur besi/baja (Fe) dan carbon (C)”.

Gambar 4.4 Butir Perak Murni Dibungkus Sumber: Silver Work RulfotoKamal Maret 2015

Perak murni disebut juga logam non ferro yang memilikiwarna putih yang terang. Unsur perak ini sedikit lebih kerasdibanding emas, sangat lunak dan mudah dibentuk. Perakmurni memiliki konduktivitas kalor dan listrik yang sangattinggi diantara semua logam dan memiliki resistansi kontakyang sangat kecil. Elemen ini sangat stabil di udara murni danair, tetapi langsung ternoda ketika diekspos pada ozon, hidrogensulfida atau udara yang mengandung belerang. Perak logamberwarna putih (dalam keadaan murni) yang lunak dan mudahditempa; argentum seperti terlihat gambar 4.4.

Page 210: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

188 M. Nasrul Kamal

Gambar 4.5. Butir Perak Murni Diwadah Sumber: Silver Work Rul FotoKamal Maret 2015

Gambar 4.6 Kawat Kasar Sumber: Silver Work Rul, Foto Kamal Maret 2015

Bahan baku kerajinan perak Kotogadang para pengrajinmendapatkannya dari luar daerah Sumatera Barat, namun bahanbaku perak dapat dibeli di kota Bukittinggi. Bahan baku perakdidatangkan dari pulau Jawa, Bali dan Kalimantan. Sebab,Kotogadang sendiri tidak punya pertambanganperak. Bahanbaku perak ini ada yang berbentuk batangan, dan ada juga yangberbentuk bola-bola sangat kecil seperti kristal. Bahan bakuperak kemudian dicampur dengan Pija supaya perak menjadicepat bersih. Hal ini dilakukan agar perak kelihatan putih sepertikapas.

Page 211: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 189

2.Alat dan BahanAlat yang di gunakan pengrajin perak Kotogadang, masih

menggunakan alat tradisional. Fungsi alat atau perkakas untukmempermudah pekerjaan. Karena hanya manusia yangmempunyai akal dan pikiran sehingga mempunyai kemampuanuntuk menghasilkan suatu karya ciptaan pengrajin. Kemampuanmanusia membuat alat bantu semakin berkembang seiringdengan kemajuan zaman dan teknologi. Bahan yang dapat digunakan sebagai alat juga beragam. Sejak zaman prasejarah,ketika manusia baru mengenal kayu dan batu, mereka telahberpikir untuk memanfaatkan benda-benda tersebut untukmeringankan pekerjaanya. Ketika logam di temukan, alat-alat dibuat dari logam. Jenis alat yang di gunakan pengrajin perakKotogadang disesuaikan juga dengan kebutuhannya.

Peralatan yang dipergunakan pengrajin perak Kotogadangsangat sederhana, seperti layaknya home industri (industrirumah tangga) atau kerajinan rakyat, dan dengan basilpemantauan di lapangan pengrajin kerajinan perak Kotogadangcara pengerjaannya dikerjakan pada sesudut ruangan minimalis.Peralatan yang digunakan pengrajin perak Kotogadang, alatyang dipakai dalam pembuatan benda asesoris dan bendaperhiasan beserta gambarnya sebagai berkut ini.

Tabel 4.2 Alat yang di gunakan Pengrajin Perak Kotogadang, Sumber:Silver Work Rul, Foto Kamal 2015

N Gambar Alat Fungsi

Page 212: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

190 M. Nasrul Kamal

N Gambar Alat Fungsi1. Wadah pelebur perak

dinamakanTomika/tembikar tahan api.

2. Bentuk alat, gunting, tank,jangka, dengan bermacamukuran. Gunting fungsinyauntuk memotong,Tankuntuk penyepit danjangko/jangka untukmengukur besar benda yangakan dibuat.

3. Landasan dari kayu danbesi. Landasan terbuat daribesi baja untuk memukulperak batangan menjdipipih, bebentuk lempengan

4. Pompa (kapuih) untukmanjalangkan (peleburperak), kapala api/solderdengan cara menekankapuihnya dengan kaki.Alat tradisional ini yangdigunakan untuk pekerjaanpengrajin perakKotogadang.

Page 213: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 191

N Gambar Alat Fungsi5. Alat penggling perak Perak

yang sudah dicetakberbentuk batangan,sebelum digiling ditokok(dipukul) menjdi lempenganbaru digiling. Giliangan iniada dua gunanya untukmembuat benang kawatperak dan memudahkanpembuatan cincin.

6. Sapik binguang (tank)gunanya untukmairik/menarek benangperak. Benang untukmembuat perhiasan.

7. Besi pairik/tarekan inimempunyai ukuran lobangyang berbeda mulai o,5 mm-3mm disesuaikan dengankebutuhan yang diperlukan.

8. Bermacam bentukkikia/Kikir ada bentuk segitiga, segi empat, lengkung,bulat dan empat persegipanjang semua kikir itudisesuaikan kegunaannya.

Page 214: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

192 M. Nasrul Kamal

N Gambar Alat Fungsi9. Landasan kayu dan

besi bulek (bula)gunanya untuk menstelpembuatan motif fanmemasang permata cincin.Basi (besi) bulek (bulat)untuk menstel bulat cincin.

10. Kayu landasan pilin (relung)kawat perak digulungdengan potonganbambu.Alat ini digunakanjuga membuat relungbenang perak supaya rapi.

11. Bermacam bentuk sanam(pinset) ini dengan bentukyang berbeda, sangatmembantuk pengrajinmembuat benda asesorisyang kecil. dansanam/pinset ini menjepitbenda kecil untukmemudahkan mengangkatdan mengambilnya.

12. Berbagai jenis wadah kecil(plastik, kaca, kaleng),lampu dinding ketek (kecil)danbermacam kotak kecil,gulungan kawat perak, batutahan sebagai landasankerja.

Page 215: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 193

N Gambar Alat Fungsi13. Alat taro/diantara ini

membentuk isian motif danbentuk pola bunga.

14. Tangkai gergaji ameh(emas), gergaji inidigunakan untuk membuatmotif yang berlobang atautembus.

16. Bentuk cetakan yang terbuatdari batu bata yang dilobangempat persegi pajang gunaperak yang dijalangkan(melebur) dituangkankedalam.

17. Bentuk cetakan perakterbuat dari basi (besi)yang dibentuk empatpersegi panjang guna perakyang dicairkan/meleburdituangkan kedalamcetakan.

18. Timbangan alat untukmengukur berat perak yangdigunakan ataudiperlukapembuatanperhiasan perakKotogadang.

Page 216: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

194 M. Nasrul Kamal

N Gambar Alat Fungsi19. Lesung penunbukbuak

Buah Kundi yang terlihatpada gambar dan lesungpenumbuk buah kundi,buah kundi berwarnamerah dan kegunaannyauntuk pencampuran alatpatri

Gambar di atas menjelaskan bahwa tungkahan (landasan),berbentuk sebatang kayu yang di atasnya tertancap besi yangberfungsi untuk menempa perak dengan menggunakan palu,sebagai alat pemukul atau penempa perak.Tarikan, alat iniberbentuk persegi panjang yang terdiri dari lobang-lobang yangmempunyai diameter mulai dari yang terkecil sampai diameteryang terbesar. Membuat barang-barang asesoris menggunakansanam (pinset), berbentuk alat yang mempunyai ujung runcingdan terbuat dari besi stenlis (besi tahan karatan) alat inimempunyai fungsi untuk menjepit benda-benda yang akandipatri dan benda-benda yang berukuran kecil.

Sanam (pinset) terdiri dari beberapa macam di antaranya:Sanam pencokol, sanam jaho, sanam pengisi, sanam pamacik(pemegang). Sanam ini mempunyai bentuk ujung yang runcingdan masing-masing sanam mempunyai fungsi yang berbeda.Kikir kegunaan alat ini berfungsi untuk membersihkan dansebagai alat penghalus bahan patri, ukuran kikir ini sangatberaneka ragam mulai dari yang besar sampai terhadap ukuranyang terkecil serta mempunyai bentuk dan fungsi yang berbeda.

Page 217: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 195

Tang berfungsi untuk penyepit yang terdiri dari bermacamjenis dan ukuran di antaranya ada tang yang berujung bulatdigunakan untuk pembentukan yang bulat, Tang yangberbentuk biasa digunakan untuk menarik dan menjepit kawat-kawat perak, Tang yang berbentuk runcing (kepala buaya)berfungsi untuk menjepit bagian-bagian yang terkecil.

Lampu Minyak, lampu ini dihidupkan secara terus menerusyang gunanya untuk pengambilan api, bila api yang ada padakepala pompa padam maka api selanjutnya diambil pada lampuminyak. Ragum berfungsi sebagai penyepit, alat ini digunakanuntuk untuk menjepit motif perak yang kescil agarmempermudah dalam proses penarikan kawat perak. Ragumjuga digunakan sebagai alat penjepit dalam proses pengikiranbahan patri. Alat ini digunakan agar proses pengikiran berjalandengan baik dan menghasilkan kikiran yang merata. Gunting,terdiri dari bermacam ukuran dan mempunyai fungsi sesuaidengan ukurannya, gunting yang berukuran besar digunakanuntuk memotong batangan perak.Gunting kecil biasanyadigunakan untuk memotong kawat-kawat yang berukuranhalus. Untuk memotong plat perak digunakan gunting yangberukuran menengah. Gilingan perak, alat ini berbentuk alatmanual yang digunakan untuk menggiling perak. Alat gilinganperak ini juga mempunyai fungsi yang bermacam mulai daripembuatan perak yang berbentuk plat sampai plat yangberbentuk kawat.

Proses pembuatan kerajinan perak Kotogadang dapatmenghasilkan berbagai jenis barang-barang kerajinan dan agarproses pembuatan bentuk perak yang diinginkan lebih cepatmaka digunakan gilingan perak. Timbangan, timbangandigunakan untuk mengukur perbandingan antara perak dantembaga yang nantinya digunakan sebagai bahan patri.Selain ituberatnya perak juga dapat menentukan harga penjualan hasil

Page 218: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

196 M. Nasrul Kamal

produk kerajinan perak nantinya nantinya pada pembeli. Sapikbinguang, adalah sejenis tang namun benda ini mempunyaiukuran yang lebih besar dan jepitannya digunakan pada bagiantengah benda tersebut. Alat sapik binguang (tang besar) inidigunakan dalam proses pembuatan kawat-kawat perak. AlatParateh ini terbuat dari besi runcing namun pada bagian kepalayang runcing tersebut mempunyai lobang dengan berbagaiukuran.

Alat ini biasa digunakan sebagai alat untuk membentukmotif bulat. Pairik bungkuak (tarikan bengkok) alat inidigunakan dalam proses pembuatan kawat perak. Sebagaipenahan kawat perak yang diinjak oleh kedua kaki, alat inidalam proses kerjanya, menggunakan sapik binguang sebagaipenarik kawat perak. Basi/besi tuangan (besi cetakan) alat inidigunakan sebagai tempat (penuangan perak yang sudahdilebur).Dalam pembuatan kerajinan perak, semua perakterlebih dahulu dibentuk menggunakan alat ini. Perak yangdihasilkan setelah penuangan nantinya akan berbentuk sepertibalok.

Gergaji skrol, gergaji digunakan sebagai alat pemotong,karena hasil pemotongannya lebih halus dan rapi serta mampumemotong bagian yang tidak bisa dipotong oleh alat lain.Minyak Pelumas, atau minyak sejenisnya yang digunakan padalobang goresan untuk mempermudah dalam proses penarikankawat perak pada lobang.

Selain peralatan yang tersebut di atas menurut Rul yangjuga seorang pengrajin perak mengatakan bahwa tidak tertutupkemungkinan ada peralatan-peralatan lain yang dipakai olehpengrajin perak. Peralatan-peralatan kerajinan perakKotogadang ini pada masa dahulunya merupakan ciptaan darimasing-masing pengrajin. Namun pada saat sekarang ini banyak

Page 219: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 197

peralatan-peralatan lain terdapat dipasar yang bisa untukdipergunakan sebagai alat untuk kerajinan perak walaupunperalatan tersebut diciptakan bukan untuk kerajinan perak

Masyarakat Kotogadang umumnya dan pengrajin perakkhususnya masih mempegunakan peralatan-peralatantradisional dan manual dalam proses pembuatan kerajinanperak, peralatan-peralatan ini merupakan peralatan yangdipakai oleh pengrajin sebelum mereka, Dengan peralatan yangmasih diwarisi oleh pendahulu mereka. Dalam proses pengrajinperak untuk menciptakan motif dan peralatan sendiri yangdisesuikan dengan kebutuhan desain. Dalam pembuatan produkkerajinan perak Kotogadang memerlukan alat yang di gunakandari nenek moyang untuk mengerjakan sesuatu benda sesuaidengan fungsinya dan supaya untuk mempermudah pekerjaan.pikiran sehingga mempunyai kemampuan untuk menghasilkansuatu karya ciptaan.

Setiap alat digunakan untuk pekerjaan dan kegiatan tertentupada pengrajin perak Kotogadang. Hal ini menyebabkan jenisalat menjadi sangat beragam yang digunakan oleh pengrajinperak di Kotogadang.

***

Page 220: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

198 M. Nasrul Kamal

Page 221: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 199

BAB VPENGRAJIN PERAK KOTOGADANG DARI

SUDUT PANDANG BUDAYA BELAJARADAPTIF DAN SIMBOLIS

A. Pola Perilaku Budaya Belajar AdaptifPengrajin Perak di Kotogadang

erilaku adaptif biasanya mengacu pada perilaku yangmemungkinkan seseorang untuk bergaul denganlingkungannya dengan keberhasilan terbesar dan paling

sedikit konflik dengan orang lain. Ini adalah istilah yangdigunakan dalam bidang psikologi dan pendidikan khusus.Perilaku adaptif berhubungan dengan keterampilan atau tugassetiap hari yang dapat diselesaikan oleh "rata-rata" orang, miripdengan istilah kecakapan hidup.

Perilaku sosial atau pribadi yang tidak konstruktif ataumengganggu kadang-kadang dapat digunakan untuk mencapaihasil yang konstruktif. Misalnya, tindakan berulang yangkonstan dapat difokuskan kembali pada sesuatu yangmenciptakan atau membangun sesuatu. Dengan kata lain,perilaku tersebut dapat disesuaikan dengan sesuatu yang lain.

Sebaliknya, perilaku maladaptif adalah tipe perilaku yangsering digunakan untuk mengurangi kecemasan seseorang,tetapi hasilnya adalah disfungsional dan tidak produktif.Misalnya, menghindari situasi karena Anda memiliki ketakutan

P

Page 222: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

200 M. Nasrul Kamal

yang tidak realistis pada awalnya dapat mengurangi kecemasanAnda, tetapi itu tidak produktif dalam meringankan masalahyang sebenarnya dalam jangka panjang. Perilaku maladaptifsering digunakan sebagai indikator kelainan atau disfungsimental, karena penilaiannya relatif bebas dari subjektivitas.Namun, banyak perilaku yang dianggap bermoral dapat bersifatmaladaptif, seperti perbedaan pendapat atau pantang.

Perilaku adaptif mencerminkan kompetensi sosial danpraktis individu untuk memenuhi tuntutan kehidupan sehari-hari. Pola perilaku berubah sepanjang perkembangan seseorang,lintas latar kehidupan dan konstruksi sosial, perubahan nilai-nilai pribadi, dan harapan orang lain. Penting untuk menilaiperilaku adaptif untuk menentukan seberapa baik fungsiindividu dalam kehidupan sehari-hari: secara vokal, sosial danpendidikan.

Budaya belajar entitas masyarakat Kotogadang didasarkan atas kenyataan di lapangan yang selalu beradaptasi denganlingkungannya, terutama lingkungan adatnya, atau tradisinya,tradisinya dan lingkungan alam yang terkenal denganmamangan adat “alam takambang jadi guru”.

Kemudian juga terlihat dari adaptasi lingkungan sosialbudaya dan ekonominya, Proses adaptasi itu dapat dilihatdalam tiga hal pokok diantaranya adalah

1) Adaptasi terhadap tradisi (lingkungan dalam)pembuatan atau teknik produksi yang dilaksanakansecara turun temurun atau perwujudan Budayabelajar, misalnya bentuk motif hias yang belajar darialam

2) Adaptasi terhadap lingkungan Luar : sosial budaya danEkonomi yang lebih luas, dengan tujuan untuk

Page 223: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 201

memahami hasil produk, dalam konteks bentuk, gaya,pemasaran, untuk menunjang kehidupan

3) Kemudian prinsip budaya belajar dalam rangkaadaptasi tersebut

1. Perwujudan Budaya Belajar Pengrajin KotogadangKarya kerajinan perak dan sulaman dapat menjadi salah

satu karya artisan (pengrajin) yang menjadi khazanah nagariKotogadang dan Bukittinggi. Para pengrajin memiliki caratersendiri dalam memanfaatkan lingkungannya yang indahuntuk dimanfaatkan terhadap baik hasil sulaman maupunkerajinan perak.a.Adaptasi terhadap Tradisi (adaptasi Lingkungan

Dalam/LD)Budaya belajar terlihat dari pemindahan atau pewarisan

kepandaian pembuatan kerajinan itu yang dilaksanakan secaraindividual dan jarang sekali dengan kelompok, baik terhadapanak cucunya maupun terhadap yang ingin mempelajarinya.Seperti yang terungkap dalam hasil wawancara sebagai berikutini.

Pengrajin perak Kotogadang dalam mendesain motif, dirancangsecara manual dengan alat yang sederhana dengan keterampilansecara turun-temurun, sehingga memiliki keunikan dankarakteristik motif maupun proses pengerjaannya. ( di sertasi,penulis tahun 2017, hal. 52)

Pembelajaran pada yang lain, terlihat sebagai berikut.

“ tetapi banyak turis-turis manca negara datang berkunjung keKotogadang secara individu membeli basil kerajinan perak sebagaioleh-oleh atau sovenir saja dan belajar membuat kerajinan perakKotogadang (wawancara dengan Leo Minggu 6 April 2014 diKotogadang ).

Page 224: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

202 M. Nasrul Kamal

b.Adaptasi Terhadap Teknis Pembuatan Kerajinan (adaptasiLD/Lingkungan Dalam dan LL/ Lingkungan Luar)

Dalam penelitian (tahun 2019,hal.90) tentang “MaknaSimbol Kerajinan Perak Kotogadang Kabupaten AgamSumatera Barat” penulis/peneliti akhirnya juga mengambilkesimpulan bahwa

“Ketika pengrajin menyeselesai mengamati proses pembuatanperhiasan perak bakar Kotogadang ini, dengan teknik yangmendetail dan sulitnya pekerjaan ini. Banyak di antara pengrajinperak bakar ini, ternyata pekerjaan ini sudah mulai dilakukan sejakdahulu, pengrajin biasanya bekerja secara turun-temurun,orang tuanya sebagai pengrajin dari bapaknya dan anaknyamengikutinya kakeknya.”

“Teknik yang digunakan pengrajin perak Kotogadang dalammembuat perhiasan berupa diantaranya; kalung, bros, cincin priadan wanita dengan teknik yang digunakan yaitu: (1) teknikbakarang (kerangka), (2) teknik pahek (pahat), (3) teknik bajalin(seperti anyaman), (4) teknik kikia (mengikir), (5) teknik suntik(menempel/menekan), (6) teknik baka (membakar), (7) teknikbatapuang (seperti ditekan/dipres) dan (8) teknik Tali Aia(kawat/wire).”

c. Adaptasi terhadap Keyakinan Agama dan Kepercayaan(adaptasi LD dan LL/Sosial Budaya)

Adaptasi terhadap agama dan kepercayaan terlihat daribagaimana para pengrajin perak dan sulam-sulaman diKotogadang atau di nagari lainnya di Minangkabau membuatmotif hias dan menyesuaikan diri dengan keyakinan dankepercayaan yang berlaku, seperti kutipan di bawah ini (Kamal,Laporan disertasi, 2017:92)

Motif realis ialah motif yang dibuat berdasarkan bentuk-bentuknyata yang ada di alam sekitar seperti bentuk tumbuh-tumbuhan,

Page 225: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 203

bentuk hewan atau binatang, bentuk batu-batuan, bentuk awan,matahari, bintang, bentuk pemandangan alam. Dalam tradisiMinangkabau ABS-SBK (Adat Bersandi Syarak, SyarakBersandi Kitabullah) tidak terdapat gaya motif realis hal inidipengaruhi kebudayaan islam yang melarang penggambaranmahluk hidup. Dalam segala produk motif hias di Minangkabautermasuk kerajinan perak juga memiliki prinsip yang sama.Kecendrungan motif lebih menonjolkan bentuk geometris ataustilisasi dari flora seperti bunga, sulur-sulur. Berbeda dengan faktayang ditemukan sekarang, masyarakat Minangkabau sudah lebihdinamis dan permisif. Alasan praktis perkembangan zamanmemunculkan motif realis. Terdapat kerajinan perak berupa kerbaudengan pedati, bangunan khas di daerah setempat (miniature),serangga, ikan, kuda dan sebagainya.

d. Bentuk Kerajinan yang Terjadi dalam RangkaMenghindari Bentuk Nyata (adaptasi LD dan LL)

Untuk mengindari bentuk nyata (realis), beberapa trik telahdilakukan oleh seniman yang berbudaya Islam. Diantara yangakan dibicarakan pada bagian ini adalah bentuk-bentuk distorsi,stilasi, deformasi, abstraksi, simbolisasi dan beragam istilah lainnyayang mencoba menghindar untuk menggambarkan bentuknyata, khususnya untuk menggambarkan makhluk hidup.

Tetapi istilah-istilah ini telah dipakai secara sembarangandan menggunakan bahasa yang tidak baku. Hal ini terlihat dariuraian di bawah ini. Untuk menghindari kesalahpahamanbeberapa istilah ini nampaknya perlu dijelaskan lagi agar tidaklagi dipakai lagi secara acak yang pada dasarnya hanyalah untukmeniru (imitasi) dari bentuk alam dan alam benda yang nyataitu sebagai berikut ini.

1) Imitasi, mengimitasi, artinya menitu bentuk nyata. Alamtakambang jadi guru, sebagai dasar falsafah minangkabausebenarnya sebuah proses peniruan (imitasi) walaupun

Page 226: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

204 M. Nasrul Kamal

tidak sama tetapi minimal adalah analogi ataukesamaan-kemiripan yang ada di dalamnya, istilah iniaman dipakai untuk menjelaskan perubahan bentuk

2) Distorsi. Dalam KBBI artinya adalah bentukpenyimpangan, atau perubahan bentuk yang tidakdiinginkan, jadi seakan bentuk itu sebenarnya tidakdiinginkan dan terjadi begitu saja. Pengertian ini bisaberbeda dengan yang dijelaskan oleh para pakar seniyang tidak hati-hati dalam penggunaan bahasa. Istilahini tidak aman dipakai untuk menjelaskan bentuk

3) Stilasi. Istilah ini tidak ada dalam KBBI, jadi bukanbahasa baku. Salah satu definisi stilasi yang salah ituadalah: Stilasi adalah cara menggambar suatu objek denganmerubah menjadi bentuk baru atau dengan menyederhanakanbentuk yang ada tanpa meninggalkan karakter dan bentukobjek aslinya. [90]. Setelah di cek ke kamus thresaurusInggris, rupanya berasal dari kata Style, dimana kata“stylize” artinya adalah “stylization” artinya the act ofstylizing; causing to conform to a particular style. Yangartinya tindakan bergaya; menyebabkan menyesuaikandengan gaya tertentu. Jadi yang benar adalah mengikutigaya tertentu atau penggayaan bentuk

4) Deformasi. Dalam KBBI adalah perubahan bentuk atauwujud dari yang baik menjadi kurang baik. Jadi istilah inihati-hati sekali dipakai sebab tujuannya adalah untukmenjelaskan kekeliruan dalam bentuk yang terjadi, dankurang terkait dengan tujuan estetika. Istilah ini tidakaman dipakai untuk menjelaskan bentuk

5) Abstrak. Abstrak dalam KBBI adalah tidak berwujud,tidak jelas, jadi bentuk abstraksi adalah bentuk yang

90 https://brainly.co.id/tugas/130891

Page 227: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 205

mengarah pada bentuk yang tidak jelas dari bentukyang jelas. Bentuk realis adalah menunjukkan kebenaranbentuk (sesuai dengan benda aslinya). Istilah abstraksijustru sebaliknya menunjukkan sesuatu bentuk yangkurang jelas dari bentuk aslinya. Oleh sesuatu sebababstrak adalah ringkasan atau penyederhanaan, sepertiabstrak tesis atau abstrak disertasi

6) Bentuk simbol. Bentuk simbol atau lambang adalahbentuk-bentuk yang dibuat dengan tujuan memberikanarti tertentu yang dipasangkan secara sewenang-wenang/ semaunya, atau arbitrarily, sifat abriter daribentuk simbol adalah karena dia dapat diberi maknasecara bebas dan jika makna telah ditentukan(disepakati) maka dia akan menjadi simbol denganmakna yang dapat dipahami. [91]

Gambar 5.1 Imitasi dan stilasi bentuk: Dua Kreasi Lumba-Lumba danMotif Kudo Manyipak Serta Kaluang Motif Daun Puluik-Puluik

Dari uraian di atas dapat disimpulkan istilah distorsimaupun deformasi, berkonotasi negatif karena bentuk itu tidak

91 ] lihat juga tulisan tentang kecerdasan simbol minangkabau, oleh andiasrizal, padang ekspress,https://palantaminang.wordpress.com/2008/06/26

Page 228: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

206 M. Nasrul Kamal

diinginkan (distorsi) dan bentuk itu kurang baik (deformasi), yangtepat adalah stilasi walaupun istilah ini tidak baku dalam bahasaindonesia.

Demikian juga istilah imitasi tepat dipakai sebagai bahasabaku. Beberapa contoh di bawah ini menjelaskan bagaimanastilasi bentuk misalnya dengan penggambaran bentuk yangmenekankan pada pencapaian karakter dengan cara membentukwujud-wujud tertentu pada benda atau objek yang digambar.Imitasi merupakan bentuk kreasi baru yang dibuat denganteknik filigree sebagai benda pajang. Motif bros rangkiangterdapat ciri khas Minangkabau.

Imitasi merupakan bentuk kreasi baru yang dibuat denganteknik filigree, sebagai benda pajang. Di Minangkabau terdapatmotif hias Kudo Manyipak, dan banyak motif lain untuk dijadikansumber ide.

Gambar 5.2 Bros dengan Stilasi bentuk Kupu-Kupu (bentuk bergaya kupu-kupu)

Misalnya perhiasan bentuk cincin, gelang yangdigambarkan dengan motif fauna dan flora. Dan denganmelakukan berbagai pengolahan dan perubahan bentuk, danditata. Elemen-elemen tersebut tersusun dalam suatu komposisiyang utuh, tanpa mengabaikan unsur estetik, artistik sertaharmoni, agar mencapai karya seni terapan yang individual

Page 229: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 207

simbolistik. Elemen-elemen dari bentuk nyata yang ditirumenjadi bentuk olahan baru sebagai berikut ini.

Gambar 5.3 memperlihatkan dua contoh bros filigree yangmendekati bentuk nyata, sifat dekoratifnya minimalis. Keduabentuk sudah melakukan distorsi bentuk dan ditambah dengandekorasi jumbai-jumbai rantai, sehingga memberikan kesanyang unik. Gambar 5.3 merupakan bentuk kreasi baru danmerupakan desain yang populer karena juga terdapat diberbagai sentra kerajinan lainnya. Stilasi dan imitasi bentukburung merak ini merupakan ciri khas motif hias diMinangkabau.

Gambar 5.3 Bros dari Motif Merak

Gambar 5.4 Bros dari Motif Kumbang Jati

Bentuk realis dengan teknik tempa atau casting akanmengurangi ciri khas dari motif tradisi. Untuk sumber ide barudalam motif hias Minangkabau terdapat motif ukir kumbang jati

Page 230: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

208 M. Nasrul Kamal

yang bisa dijadikan sumber ide dalam mendesain kerajinanperak.

Gambar 5.5 Bros dari Motif Kepala Kerbau

Stilasi bentuk kepala kerbau dengan teknik filigreemerupakan kreasi baru perajin, yang memiliki nilai sakral. Nilaisakral berkaitan dengan kerbau juga terdapat diberbagaikebudayaan lain di Nusatara. Hal ini tentu akan mengaburkanciri khas dari karakter kerajinan perak Kotogadang, denganmempelajari kerajinan perak Kotogadang diharapkan perajindapat mempraktikkan cara pembuatan sebelumnya yang telahdikuasai pengrajin tradisional setempat.

e.Adaptasi terhadap Pemasaran dan Penjualan (LL/ SosialBudaya)

Adaptasi bukan hanya dalam segi teknis tetapi juga dalamhal penjualan dan pemasaran yaitu adaptasi terhadap apa yangterjadi pada lingkungan luar komunitas sebagai berikut ini.

Selain keterampilan yang umumnya ditekuni kaum wanitaterdapat juga jenis kerajinan yang dikerjakan oleh kaum laki-lakiyaitu kerajinan loyang, tembaga dan pandai emas. Hasil kerajinanini diantaranya berupa gelang, kalung, cincin, anting, yangkemudian mereka bawa ke kota Padang untuk dijual pada parapedagang yang datang. Para pedagang Cina membeli hasil kerajinanini dengan cara menukarkannya dengan bahan baku perak.

Page 231: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 209

Peristiwa ini terjadi diperkirakan tahun 1800 (WawancaraYasrin, 27 Januari 2015) [92]

Dalam penelitian tahun 2019, tentang “Makna SimbolKerajinan Perak Kotogadang Kabupaten Agam SumateraBarat” penulis akhirnya juga mengambil kesimpulan bahwaadaptasi tidak hanya dilakukan terbatas pada masalah teknistetapi pada hal yang lebih luas dari itu sebagai berikut ini.

Manusia dalam kehidupannya banyak menggunakan desainsebagai fasilitas penunjang aktivitasnya. Manusia menginginkandesain sebagai produk yang sesuai dengan trend dan mewadahikebutuhannya yang semakin meningkat. Melihat kondisi saat ini,kecenderungan desain yang berubah akibat peningkatan kebutuhanmanusia tersebut menimbulkan kesadaran manusia tentangpentingnya desain yang eksklusif dan representatif, makinbertambahnya usaha-usaha di bidang desain yang mengakibatkanpersaingan mutu desain, peningkatan faktor pemasaran (daya tarikdan daya jual di pasaran), serta tuntutan kapasitas produksi yangsemakin meningkat. Selain itu, aktivitas desain yang menghasilkangagasan kreatif dipengaruhi pula oleh kecepatan membacasituasi, khususnya kebutuhan pasar dan permintaankonsumen. (laporan penelitian tentang “Makna Simbol KerajinanPerak Kotogadang Kabupaten Agam Sumatera Barat”tahun 2018,halaman.52)

f. Munculnya Benda Souvenir, sebagai Adaptasi TerhadapKebutuhan Turisme (LL/Sosial Budaya)

Dengan berkembangnya Turisme ,khususnya turisme yangberbasis budaya (Cultural Tourism), maka akan menimbulkanpula kebutuhan untuk membuat benda-benda cendra mata(souvenir).

92 ] data penelitian tahun 2015, kajian rupa kerajinan perak kotogadangkabupaten agam sumatera barat

Page 232: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

210 M. Nasrul Kamal

Suvenir (dari bahasa Prancis, yang berarti "kenangan atauingatan"), [93] kenang-kenangan, kenang-kenangan, atau tandaperingatan [94] adalah objek yang diperoleh seseorang untukingatan yang diasosiasikan oleh pemiliknya. Suvenir dapatberupa benda apa pun yang dapat dikumpulkan atau dibeli dandiangkut pulang oleh pelancong sebagai kenang-kenangan saatberkunjung. Meskipun tidak ada biaya minimum ataumaksimum yang harus dipenuhi seseorang saat membelisuvenir, etiket akan menyarankan untuk menyimpannya dalamjumlah uang yang tidak akan membuat penerima merasa tidaknyaman ketika menyajikan suvenir. Objek itu sendiri mungkinmemiliki nilai intrinsik, atau menjadi simbol pengalamannya.Tanpa masukan pemilik, makna simbolis tidak terlihat dan tidakdapat diartikulasikan. [95]

Terlihat bahwa di seluruh dunia, perdagangan cenderamatamerupakan bagian penting dari industri pariwisata yangmelayani peran ganda, pertama untuk membantu meningkatkanekonomi lokal, dan kedua untuk memungkinkan pengunjunguntuk membawa kenang-kenangan dari kunjungan mereka,pada akhirnya untuk mendorong peluang bagi kunjungankembali, atau untuk mempromosikan budaya lokal kewisatawan lain sebagai bentuk pemasaran dari mulut ke mulut.[96] Mungkin oleh-oleh yang paling dikoleksi oleh wisatawanadalah foto-foto sebagai media untuk mendokumentasikanperistiwa dan tempat tertentu untuk referensi di masa

93] . Online etymology dictionary.94 ] ibid.95 ] museum of the personal: the souvenir and nostalgia". Byte-time.net.

Archived from the original on 2011-07-23.96] niu, jiurong (february 2010). The design and development of tourist

souvenirs in henan (pdf). International symposium on tourismresources and management. Pp. 329–332. Diakses 17 april 2016.

Page 233: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 211

mendatang. [97]. Benda Suvenir termasuk barang dagangan yangdiproduksi secara massal seperti pakaian: T-shirt dan topi ; barangkoleksi : kartu pos, magnet kulkas, gantungan kunci, pin, koin dantoken suvenir, lonceng miniatur, model, patung, patung ; barang-barang rumah tangga: sendok, mug, mangkuk, piring, asbak, pengaturwaktu telur, fudge, notes, tatakan gelas, barang perhiasan perak, emasdan banyak lagi lainnya.

Gambar 5.6 Miniatur dari Motif Surau

97 ] ibid, online etymology dictionary.

Page 234: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

212 M. Nasrul Kamal

Gambar 5.7 Miniatur dari Motif Kabau Pedati

Imitasi Kabau Pedati dengan teknik filigree dan tempa iniadalah sebagai cendramata untuk wisatawan mengenai alattrasportasi zaman dahulu di Minangkabau yang telah punah.

Gambar 5.8 Bros dari Motif Rangkiang

g. Barang Kenang-Kenangan (memorabilia)Mirip dengan suvenir, memorabilia (bahasa Latin untuk

kenangan (hal-hal), jamak kenangan) adalah benda yangdihargai karena ingatan atau minat sejarah; namun, tidak sepertisuvenir, memorabilia dapat dinilai untuk koneksi ke suatu acara

Page 235: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 213

atau bidang profesional, perusahaan atau merek tertentu.Contohnya termasuk acara olahraga, acara bersejarah, budaya,dan hiburan. Barang-barang tersebut meliputi: pakaian ;peralatan game; foto dan poster publisitas; memorabilia ajaib ;barang dagangan terkait hiburan lainnya & memorabilia ;memorabilia film ; maskapai penerbangan [98] dan memorabiliaterkait transportasi lainnya; dan pin, antara lain. Seringkali itemmemorabilia disimpan dalam sampul pelindung atau etalaseuntuk melindungi dan menjaga kondisinya.

h. Adaptasi Terhadap Bentuk Benda-Benda Pakai danAsesoris Adat

Gambar 5.9 Perhiasan Kalung dari Motif Buah Rumbai

Transformasi, Bentuk kalung ini merupakan bentuktranformasi dari bentuk yang memiliki karakter namun dengankombinasi dengan elemen lain akan kreasi baru untuk menjadisebuah trend baru sekarang. Pertimbangan aspek ergonomisakan membuat konsumen lebih tertarik. Sekarang dikenaldengan kalung aksesoris.

98 aviation and airline memorabilia". Collectors weekly.

Page 236: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

214 M. Nasrul Kamal

Gambar 5.10 PerhiasanKalung/Dukuah, Motif Kreasi

Transformasi dan dekoratif, kalung ini merupakantransformasi bentuk alam dan digunakan dalam ritual adat diMinangkabau. Kalung Pinyaram dengan menerapkan teknis danmetoda baru akan memperingkas kerumitan dalam pekerjaandan memberikan peluang baru bagi pengrajin. Kalung memilikibentuk estetis yang tinggi dengan harmoni trasisi bentuk daribesar ke yang kecil, elemen dekorasi menerapkan motif tradisi.Hal ini memberikan peluang produk untuk mampu bersaing.

Gambar 5.11 Perhiasan Kalungdari Motif Daun Asam

Imitasi bentuk realis dengan teknik tempa atau casting akanmengurangi ciri khas dari motif tradisi. Namun terkadangpermintaan pasar menjadi dasar dari penciptaan karya ini.

Page 237: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 215

Gambar 5.12 Perhiasan Kalung dari Motif Daun Asam

Imitasi, bentuk realis dengan teknik tempa atau castingakan mengurangi ciri khas dari motif tradisi. Namun terkadangpermintaan pasar menjadi dasar dari penciptaan karya ini.

Gambar 5.13 Perhiasan Kalung dari Motif Bola/Rago

Transformasi dan dekoratif, motif daun asam merupakanmotif tradisi kerajinan perak Kotogadang, perajin terdahulutelah melakukan tranformasi bentuk dengan melakukan stilasipada konturnya. Sehingga tercipta bentuk yang unik dan indah.

Page 238: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

216 M. Nasrul Kamal

Gambar 5.14 Perhiasan Kalung dari Motif Daun Nangka

Transformasi dan dekoratif, hampir serupa denganpenjelasan diatas, motif daun nangka memiliki tingkatdisformasi yang lebih tinggi.

Gambar 5.15 Perhiasan Kalung Motif Buah Rambai

Transformasi dan dekoratif, kalung rambai merupakantransformasi dari bentuk alam. Motif ini merupakan bentuktradisi yang digunakan dalam acara adat. Bentuk manik yangdiumpamakan buah rambai ini dalam pemahaman baru, bisadikembangkan dengan menambahkan elemen motif lainsehingga mengurangi kesan yang monoton.

Page 239: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 217

Gambar 5.16 Perhiasan Kalung Motif Buah Cengkeh

Transformasi dan dekoratif, kalung cakiak/cekakdenganmotif cengkeh merupakan motif hasil tradisi hasiltransformasi bentuk alam, dengan stilasi dan disformasi akanlebih menyederhanakan bentuk sehingga akan lebih praktisuntuk konsumen.

Gambar 5.17 Perhiasan Kalung Motif Daun Nangka

Abstraksi, bentuk perhiasan ini lebih fleksibel, bentukgeometris sering muncul, pemahaman searah, teori desain dalamkerajinan perak Kotogadang diharapkan dapat memberikanwawasan bagi pengrajin sehingga pengrajin bisa melahirkanbentuk baru yang memiliki karakter yang unik dan sesuaidengan permintaan pasar.

Page 240: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

218 M. Nasrul Kamal

Gambar 5.18 Perhiasan Gelang Motif Ulo Permato/Ular

Transformasi dan dekoratif, gelang motif ulo permato/ular bermata akik merupakan transformasi bentuk alam dandekorasi yang diambil dari motif tradisi seperti motif aka cino.Bentuk ini secara estetis memberikan kesan yang indah, danberkarakter.

Gambar 5.19 Perhiasan Gelang Motif Galang Induk

Abstraksi, galang gadang/ galang induk ini merupakanperhiasan dengan motif tradisi yang telah diwariskansecaraturun menurun, digunakan dalam acara adat sepertipernikahan, batagak penghulu. Gelang ini dipakai denganmenggunakan kain songket. Dalam motif terlihat bantukgeometris kain songket sehingga menjadi kombinasi yang

Page 241: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 219

harmoni bagi pemakainya. Namun gelang ini secara ergonomistidak bisa digunakan dalam keseharian, ukuran yang besar akanmengurangi nilai praktis penggunanya. Gelang ini seringmenjadi barang koleksi karena keindahan bentuk dan nilaitradisinya. Hal ini seharusnya bisa menjadi potensi ide dalammenciptakan kreasi baru yang lebih praktis.

2. Prinsip Dasar Budaya Belajar Masyarakat PengrajinPerak

a. Prinsip Latar Belakang Tradisi dan Dukungan LingkunganAlam Sekitar

Budaya belajar kerajinan tidak akan terwujud jika tidakdidukung oleh kondisi lingkungan alamnya.

Kotogadang berada di wilayah pegunungan yang kayadengan sumber daya untuk berkespresi dan mengonkretkanseni dan kerajinan baik dalam bentuk sulaman maupun dalambentuk kerajinan perak.

Lingkungan yang demikian telah menciptakan salingpenyesuaian bagi para pengrajin untuk membuat objek kerajinanyang berorientasi pada budaya dan lingkungannya.Lingkungan yang tenang memungkinkan para pengrajin bekerjadengan teliti dan tenang

Dengan menyandarkan pada prinsip: (1) dalam kecakapanmendesain motif hias dengan cara meniru alam; (2) kecakapanmemproduksi dengan cara berorientasi pada budayaminangkabau; (3) kecakapan dalam memasarkan dilakukanlangsung pada pengunjung dan penjualan dengan penitipan.

b.Prinsip Ketersediaan Sumber Daya Manusia dariLingkungan Sosial Kotogadang

Budaya belajar tidak akan terwujud ketika tidak adalingkungan sosial yang menjadi sumber daya manusia.

Page 242: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

220 M. Nasrul Kamal

Demikian halnya budaya belajar menyulam dan memproduksikerajinan perak tidak akan terwujudkan ketika tidak adapelakunya, baik sebagai pembelajar ataupun pengajar. Dalamhal inilah terdapat kekurangan yang terjadi pada lingkunganmasyarakat pengrajin di Kotogadang, yang pada zamansebelum eksodusnya penduduk nagari dan pergi ke luarberemigrasi.

Dalam arena tersebut satu pengrajin dengan pengrajin yanglain saling berinteraksi dan mengonkretkan serangkaianperilaku, strategi dan tindakan budaya belajar yang salingmenyesuaikan. Kemampuan saling menyesuaikan sebagaiperwujudan kemampuan beradaptasi dengan lingkungansosial.

Perilaku, strategi dan tindakan anggota lingkungan sosialKotogadang tampak pada interaksi dan mobilitas dalamberkarya. Salah satunya dalam membuat desain gambar.Umumnya perilaku meniru sangat kentara, khususnya untukmembuat produk yang laku di pasaran

Hal ini merupakan sebuah srategi membuat desaindiarahkan pada pemenuhan kebutuhan mereka. Tindakanpembelajaran desain yang diperlihatkan dengan tindakanadaptasi yang mewujud serangkaian interaksi budaya belajaruntuk mencapai kemampuan memproduksi produk.

Demikian halnya perwujudan perilaku, strategi dantindakan budaya belajar memproduksi ditampakkan melaluikemampuan saling menyesuaikan.

Serangkaian usaha adaptasi tersebut telah menciptakanbudaya belajar yang mengarah pada kemampuan memproduksiyang ditandai dengan kualitas dan jumlah yang dihasilkan.Umumnya membentuk kemampuan memproduksi didasarkanpada azas kemampuan masing-masing.

Page 243: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 221

c. Menuju Kerajinan ModerenSerangkaian perilaku, strategi dan tindakan budaya belajar

sebagian diarahkan pada pembelajar mengenai perilaku cara-cara memasarkan produk, dan sebagai mana yang diketahuikerajinan itu sebenarnya memiliki dua jenis (1) kerajinantradisional; (2) kerajinan moderen.

Dengan adanya kendala dalam memasarkan kerajinantradisional, maka salah satu jalan keluarnya adalah denganmengembangkannya pada kerajinan moderen. Berdasarkankenyataan di lapangan dapat dikatakan, lingkungan sosial dapatmendorong kemampuan mendisian, memproduksi danmemasarkan produk yang didasarkan pada prinsip: (1) Salingmemerhatikan dan menyesuaikan diri diantara para perajindalam mendesain tema dan motif hias (2) Memposisikan dirisebagai pembelajar dan pengajar; dan (3) Melakukan tindakanpenjualan borongan jika dihadapkan dengan banyak kendalatermasuk memasarkan ke koperasi dan amai setia.

Dalam hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kamal (2015,2017, 2019) dapat disimpulkan sebagai berikut ini.

Leo.. menyatakan, bahwa jumlah pengrajin perak tradisional diKotogadang saat ini sangat sedikit bahkan dikhawatirkan pengrajinperak Kotogadang tidak akan ada lagi pada masa mendatang danberkemungkinan mengalami kepunahan. Begitu pula halnya denganpelatihan-pelatihan yang diadakan Oleh yayasan Amai Setia, jugakurang diminati oleh peserta pelatihan, terutama oleh generasi mudasedangkan pengrajin yang ada saat ini pada umunya sudah tua-tua(Hasil Wawancara, Minggu 9 April 2014). dari disertasi, tahun2017

Pernyataan Leo tersebut diperkuat oleh hasil observasi danwawancara peneliti dengan salah satu pimpinan kerajinan perakSentra Amai Setia Kotogadang, Widiya. Menurut Widiya

Page 244: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

222 M. Nasrul Kamal

“pelatihan kerajinan perak Kotogadang kurang diminati olehgenerasi muda, karena pelatihan yang diberikan kurang menarikdan tidak ada panduan belajar yang mendukung” (HasilWawancara,Minggu 9 April 2014).

Berdasarkan permasalahan tersebut, sentra kerajinan AmaiSetia sebagai pusat kerajinan dan perberian bekal pengetahuanpada para pengrajin melalui pelatihan-pelatihan perludifungsikan lebih optimal serta dilengkapi dengan berbagaisarana dan prasarana pembelajaran, salah satunya adalah bahanajar. Sejalan dengan hal tersebut penulis bermaksud membuatmodul pembelajaran kerajinan perak yang dapat dipakai olehyayasan Amai Setia dalam kursus dan pelatihan pelatihan yangmereka adakan.

Pengembangan bahan, teknik, bentuk dan motif kerajinanperak Kotogadang perlu dilakukan dalam bentuk pembelajaranyang terencana, terarah dan terstruktur dalam pembelajaran.Penelitian ini dilakukan agar dapat memberi kontribusi praktiskhususnya dalam pengembangan modul yang nantinya bisadiadopsi ataupun diadaptasi sesuai pembelajaran di yayasanAmai Setia. Peneliti berasumsi bahwa pengembangan modulpembelajaran yang terarah dan terstruktur bagi pengrajinkerajinan perak Kotogadang sangat diperlukan agar kerajinanperak di Kotogadang tidak mengalami kepunahan. Modul inidiharapkan dapat dipakai oleh instruktur dan pengrajin perakdalam pengembangan dan peningkatan mutu kerajinan perak diKotogadang .

1) Kerajinan perak masih dikerjakan secara tradisionalyaitu dikerjakan dengan tangan tanpa mesin

2) Pewarisan keterampilan mengolah kerajinan perakmasih diwariskan secara turu.-temurun langsung dariorang tua ke anak-anak mereka

Page 245: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 223

3) Jumlah pengrajin perak Kotogadang semakinberkurang karena sudah tua-tua dan uzur.

4) Minat belajar generasi muda terhadap kerajinan perakmasih kurang

5) Pelatihan-pelatihan kerajinan perak yang diadakan olehYayasan Amai Setia kurang diminati karena metodeyang digunakan masih konvesional.

6) Bahan ajar pada pelatihan kerajinan perak yangdiadakan oleh yayasan Amai Setia sangat kurang.

7) Belum ada panduan pembelajaran dalam pelatihanyangdapat menjadi pegangan atau panduan oleh instrukturdan peserta dalam pelatihan kerajinan perak di yayasanAmai Setia.

Modul pembelajaran kerajinan perak yang peneliti rancangini terdiri atas enam modul. Modul pertama berisi pengenalankerajinan perak Kotogadang yang meliputi konsep kerajinanperak, sejarah, dan kerajinan perak Amai Setia Kotogadangdalam budaya masyarakat Kotogadang. Selanjutnya, padadalam modul kedua dibahas mengenai ruang lingkup desainproduk, desain produk kerajinan, landasan filosofis, pengertianbentuk dan bentuk yang dirancang. Modul ketiga berisikantentang pengertian motif, motif hias, pengertian ornamen danornamen Minangkabau. Modul keempat berisikan peralatankerajinan perak untuk setiap tahapan kerajinan perak Amai SetiaKotogadang. Dalam Modul kelima disajikan bahan penyepuh,cor dan patri kerajinan perak Amai Setia Kotogadang. Modulkeenam berisikan tentang teknik/proses kerja kerajinan perakAmai Setia Kotogadang, yang dilengkapi dengan penyajianproses kerja dalam bentuk desain/model serta pencetakan yangdisertai dengan penjelasan gambar-gambar.

B. Pola Perilaku Budaya Belajar Simbolik

Page 246: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

224 M. Nasrul Kamal

Seperti dipahami, perilaku budaya belajar yang berorientasisimbolik, adalah untuk memahami makna dan arti di setiapkarya yang dibuat. Pembelajaran yang kental dengan nuansa initentunya, pada kerajinan ukir kayu dimana setiap pengukirharus memahami arti simbolis dari setiap ukiran. Namun hal inibisa juga terjadi pada perilaku belajar simbolik pada kerajinanperak dan sulaman.

Seperti peribahasa, “rajin pangkal pandai”. maka padamasyarakat pengrajin Kotogadang khususnya dalam belajarmemahami simbol-simbola yang ada pada kebudayaanminangkabau.

1. Perilaku Budaya Belajar Simbolik Kepada Adat danTradisi

Dalam laporan disertasi Kamal, 2017: 2, dijelaskan sebagaiberikut ini.

Kerajinan perak Sentra Amai Setia Kotogadang dulu lebih banyakmemiliki motif hias yang mengandung nilai fungsi dan nilaisimbolis. Berdasarkan fakta tersebut desain perhiasan kerajinanperak Sentra Amai Setia Kotogadang pada awalnya lebihcenderung sebagai benda fungsional yang mengandung simbol-simbol dan memiliki makna atau nilai filosofis adat budayamasyarakat Kotogadang, sebagai bagian dari budaya Minangkabau.Hal ini adalah karena bentuk kerajinan perak waktu dulu sangatberkaitan erat dengan fungsinya sebagai alat perlengkapan upacaraadat.

2.Pola Strategi Budaya Belajar SimbolikUpaya mentransmisikan makna simbol dalam budaya

minang biasanya melalui petatah petitih antargenerasi secaralangsung ataupun tidak langsung adalah mempertahankankeberadaan maknanya.

Page 247: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 225

Strategi budaya belajar yang dimasudkan oleh masyarakatadalah pilihan cara-cara, kiat-kiat dalam melaksanakan budayabelajar simbolik yang menjadi pilihannya. Strategi budayabelajar diciptakan, dipertahankan secara terus-menerus agardapat melangsungkan budaya belajar dalam kerajinan yangdimaksud.

Setidaknya ada dua strategi budaya belajar simbolik yangdidapat dilakukan pengrajin, yaitu (1) strategi yang bersifatumum dan (2) strategi bersifat khusus. Strategi khususditampilkan dalam bentuk cara belajar mendesain ,memproduksi dan memasarkan kerajinan perak. Para pengrajinyang senior berusaha mengarahkan anak asuhnya untukmemahami simbol dan makna hasil pekerjaannya

3. Strategi Belajar Simbolik pada Tradisi Minangkabaua.Belajar Tentang Adat dan Makna Simbolisnya

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa padamasyarakat Minangkabau upacara bukan hanya sekedarmemperingati tetapi masyarakat ikut bereaksi untuk melakukankegiatan upacara serta memahami dan menghayati bentukupacara yang dilaksanakan.

Dalah hal ini masyarakat dan khususnya pemangku adat belajarbagaimana mengetahui dan membaca makna dari peristiwa upacaratersebut. Keterlibatan masyarakat dalam upacara dimulai dariperangkat jabatan adat sampai kepada masyarakat nagari adalahsebuah proses pembelajaran secara adat.

Oleh sebab itu bagi masyarakat Minangkabau upacara adatmerupakan lembaga pendidikan untuk mempelajari adat bagisemua masyarakat secara turun temurun.

Melalui upacara yang dilaksanakan secara terus menerusbertujuan bagaimana masyarakat mulai dari generasi kegenerasi

Page 248: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

226 M. Nasrul Kamal

selanjutnya dapat memeroleh pendidikan dan pengetahuanadat melalui upacara adat. Selanjutnya secara berkelanjutanmasyarakat dapat memahami dan melaksanakan apa yangterkandung dalam falsafah hidup Minangkabau melaluiupacara. Jabaran dari falsafah hidup Minangkabau yang teruraidalam konsep adat dapat dilaksanakan sesuai denganperkembangan zaman.

Bagaimanapun perkembangan ilmu dan teknologi tetapdiikuti oleh masyarakat namun diatur oleh konsep adat. Sepertidijelaskan oleh pepatah adat

“.... sakali aia gadang sekali tepian berubah” (sekali air besar sekalitepian berubah).

Pepatah ini menjelaskan sekali aia gadang sekali tepian berubah(satu kali air besar satu kali tepian berubah). Pepatah ini diambildari pengamatan terhadap alam terbentang jadi guru, artinyasatu kali air besar satu kali pula tepian berubah.

Pada masa dahulu masyarakat membuat tepian untukkegiatan mandi, dan mencuci, bahkan merupakan tempatsebagai sumber informasi. Untuk diketahui pada tepian akanberkumpul masyarakat dan tidak disangkal berbagai informasiakan banyak ditemukan pada tempat ini.

Pada aliran sungai akan terdapat beberapa tepian, masing-masing kelompok masyarakat memiliki tepian disehiliransungai. Kalau terjadi musim hujan dan air sungai menjadi besarmaka struktur tepian akan berobah disebabkan pengaruh airsungai besar tersebut.

Walaupun berubah, namun tepian yang digunakanmasyarakat masih tetap berkisar disekitar tempat semula danditata kembali sesuai dengan keinginan kelompok masyarakatyang menggunakannya. Tentunya suasana tepian yang sudahditata kembali tidak sama dengan suasana tepian yang

Page 249: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 227

sebelumnya. Terjadinya perubahan tepian ini tentu tidak sekalisaja bisa saja lebih dari satu dan dua kali tergantung berapabanyak kali jumlah air besar yang melalui sungai tempat tepianmasyarakat tersebut. Inilah yang di maksud dengan sekali airbesar sekali tepian berubah.

Muatan dari sekali aia gadang adalah sebuah metafora,peristiwa, sedangkan muatan tapian berubah adalah suasanadidalamnya terdapat perobahan. Bisa dijelaskan apanya yangberobah dan kenapa berobah, apa hasil dari terjadinyaperobahan tersebut. Uraian di atas menjelaskan bahwa dariperkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai aspek tidakbisa ditolak. Bahkan perkembangan tersebut sangat ditunggudan diterima. Karena perubahan inilah yang akan membuatkeberadaan konsep adat bisa bertahan dan dapat mengiringizaman.

Namun berdasarkan falsafah hidup masyarakatMinangkabau perkembangan tersebut dipagari oleh konsepadat. Seperti yang telah dijabarkan bahwa konsep adat terdiridari empat acuan.

1) konsep yang pertama merupakan konsep adat yangsebenar adat. Tafsirannya adalah diyakini apapun kodratyang telah ditentukan oleh sang pencipta (Khalik) tidakbisa dirobah oleh manusia contohnya api membakar,harimau mengaum, air membasahi.

2) Kemudian konsep adat yang kedua apapun yang akandilaksanakan oleh manusia mengacu terhadap aturanberdasarkan syariat agama. Kedua konsep adat tersebut(pertama dan kedua) dikatakan dalam pepatah adatyaitu, indak lakang dek paneh dan indak lapuak dek ujan(tidak rusak oleh panas dan tidak lapuk oleh panas).Tafsiran pepatah tidak rusak oleh panas dan tidak lapuk

Page 250: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

228 M. Nasrul Kamal

oleh hujan, cerminan aturan adat yang tidak bisa dirobaholeh manusia. Karena konsep aturan ini bedasarkanagama.

3) Konsep adat yang ketiga dan keempat, memberikanpeluang, dan menganjurkan terhadap manusia untukmenuntut ilmu sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan, yang tidak menyalahi konsep adat yangpertama dan kedua. Perubahan perkembangan ilmupengetahuan dipagar aturan adat, artinya bagaimanamenyikapi perkembangan tersebut untuk dijadikansebuah perkembangan baru sesuai dengan zamannya.

Untuk itu konsep adat yang dimiliki oleh masyarakatMinangkabau dijadikan sebagai penyaring dari perubahan danperkembangan zaman. Dijelaskan juga dalam pepatah adat yaituadaik sepanjang jalan, cupak sepanjang batuang, (adat yangsepanjang jalan, takaran sepanjang bambu), maksud kataperumpamaan adaik nan sapanjang kebiasaan mengikuti sesuaiperkembangan, sedangkan jalan tempat melangkah yang tidakada batasnya. Maksud dari adaik sepanjang jalan (adat yangsepanjang jalan) adalah bahwa dianjurkan untuk mengikuti danmempelajari perkembangan ilmu pengetahuan.

Kemudian cupak sepanjang bambu artinya takaran dibuat daribambu yang volume takaran tersebut disepakati bersamamisalnya satu cupak sama dengan satu liter. Maksud dari cupaksepanjang batuang (takaran sepanjang bambu) yaitu merupakanketentuan alat ukur atau aturan yang digunakan dalam segalahal. Jadi adaik sepanjang jalan, cupak sepanjang batuang, tafsirannyaadalah apapun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologiharus dipelajari namun untuk mengikuti perkembangan tersebutharus disesuaikan dengan aturan adat.

Page 251: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 229

Artinya aturan, norma, hukum berdasarkan konsep-konsepadat yang mengacu terhadap falsafah hidup masyarakatMinangkabau, dijadikan sebagai filter untuk menerima semuailmu pengetahuan yang berkembang dari dari masa kemasa.Perubahan dan perkembangan harus diikuti untuk kelansunganhidup, tetapi harus dipagar oleh adat berdasarkan falsafah adatbesendikan syariat Islam. Perumpamaan dari adat yangsepanjang jalan, takaran sepanjang bambu tafsirannyamasyarakat harus mengikuti dan mempelajari perkembanganilmu pengetahuan berdasarkan aturan dan hukum adat yangsudah ditentukan.b.Simbol-simbol pada Pelaksanaan Upacara Aadat

Upacara adat yang selalu dilaksanakan salah satunyamerupakan lembaga pendidikan adat untuk mempelajari aturandan hukum adat. Apapun hasil perubahan dalam kehidupanmasyarakat menjadi suatu pencerahan dalam melansungkankehidupan. Peranan upacara adat mengajak masyarakat untukmemahami aturan, hukum, dan norma - norma yang diuraikandalam konsep adat. Hasil pendidikan adat melalui lembagaupacara berfungsi untuk menyikapi apapun perubahan danperkembangan yang terjadi dalam kehidupan. Perkembanganilmu dan tekonologi adat tetap berjalan sesuai dengan aturan,hukum, dan norma - norma sesuai dengan falsah hidupMinangkabau.

Pelaksanakan upacara berhubungan dengan kegiatankeseharian untuk membina kehidupan masyarakat yang kokoh.Masyarakat dibina untuk saling ikut merasakan hal yang bersifatkegembiraan dan kesedihan datam kehidupan sosial mereka.Melibatkan warga masyarakat dalam dalam upacara usahauntuk mencapai tujuan bersama berdasarkan sistemkemasyarakat yang sudah diatur oleh undang - undang dan

Page 252: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

230 M. Nasrul Kamal

hukum adat. Upacara adat adalah bahagian yang tidak bisaditinggalkan dalam adat masyarakat Minangkabau. Kegiatantersebut mengandung nilai dan makna bagi mereka. Begitu jugamelaksanaan upacara adat merupakan tanggung jawab danuntuk kepentingan bersama bagi masyarakat Minangkabau.

Dalam upacara kelihatan bagaimana masyarakat menyikapiperistiwa - peristiwa yang akan diperingati seperti seperti yangtelah dijelaskan scbelumnya. Bahwa dalam melaksanakanupacara - upacara adat sesuai dengan adat yang teradat, yaitudalam melaksanakan upacara tersebut sesuai dengan hasilmusyawarah pemuka adat yang disebut dengan adat salingkanagari. Upacara adat mengandung berbagai aturan yang wajibdipatuhi, ada aturan itu tumbuh dan berkembang secara turuntemurun, yang pada dasarnya melihat terhadap mungkin danpatuik (mungkin dan patut) maksudnya pantas dilaksanakan.

Pelaksanaan upacara adat ini disesuaikan dengan adatsepanjang jalan, maksudnya kebiasaan-kebiasaan yang dilakukanmasyarakat Minangkabau sejak dahulu tidak bertentangandengan falsafah adat dan apa yang dilakukan bisa diterimasesuai dengan perkembangan masa. Seperti yang dijelaskan olehprinsip adat yaitu, adat nan teradat yaitu tergantung terhadapadaik salingka nagari, karena masyarakat dan pemangku adatyang mempunyai aturan-aturantersendiri.

Setiap upacara adat penuh dengan perlambangan-perlambangan yang berperan sebagai alat komunikasi.Perlambangan tersebut sebagai penghubung antar sesama, danantara dunia nyata dengan dunia yang tidak nyata.Terbentuknya perlambangan dalam upacara itu berdasarkannilai-nilai Makna perlambangan tersebut menyimpan pesan-pesan yang-berupa nilai-nilai luhur, ajaran-ajaran adat, dannorma-norma yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau.

Page 253: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 231

Pada upacara adat semua muatan yang terkandung dalamperlambangan tersebut disampaikan dengan benda-bendaupacara yang digunakan, pepatah-petitih yang memiliki maknabagi anggota masyarakat.

Secara religius upacara adat merupakan peristiwapersembahan tertinggi dalam masyarakat Minangkabau.Peristiwa persembahan tersebut adalah pemberian penghargaanterhadap leluhur. Persembahan penghargaan tersebut adalahpemberian rasa syukur terhadap leluhur yang menjadi nenekmoyang masyarakat Minangkabau.

c.Falsafah Alam Takambang Jadi GuruNenek moyang yang dimaksud adalah pemimpin

masyarakat Minangkabau sebagai orang yang disebutpendahulu yang telah merancang sistem kemasyarakatandengan mengacu terhadap falsafah hidup yaitu alam takambangjadi guru (alam terbentang dijadikan guru).

Pepatah disebutkan; Panakiak pisau sirawik, ambiak galah batanglintabuang, salodang ambiak ka niru. Nan satitiak jadikan lawik,nan sakapa jadikan gunuang, alam takambang jadikan guru(penoreh dengan pisau siraut, ambil galah batang lintabung. yangsetitik jadikan laut, yang sekepal jadikan gunung, alam terbentangdijadikan guru).

Tafsiran dari pepatah tersebut yaitu, bahwa alam semestamerupakan wadah untuk menuntut ilmu pengetahuan. Semuaketentuan, sifat, dan siklus yang ada didalam alam menjadisumber pemikiran untuk dijadikan pembelajaran.

Semua sistem yang terdapat pada alam mulai dari yangterkecil sampai besar dijadikan sebagai guru; semuanyadipelajari, dianalisis, diaplikasikan untuk dimanfaatkan sebagaipembelajaran, menjadi sumber ilmu pengetahuan untukkelansungan hidup.

Page 254: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

232 M. Nasrul Kamal

Penghargaan terhadap para pencetus falsafah hidupMinangkabau ini memperlihatkan sifat kesakralan dalamupacara adat. Berkumpulnya masyarakat pada peristiwaupacara memperlihatkan rasa syukur terhadap aturan yangsudah dirumuskan berdasarkan konsep adat. Hal inidiperlihatkan dengan saling merasakan dan menghayatiperistiwa upacara yang dilaksanakan. Semua kegiatan berupatugas yang harus dilaksanakan oleh masyarakat tergambardalam peristiwa upacara. Para pemangku adat dan pelaksanaupacara dengan patuh dan penuh kesadaran melaksanakantanggung jawabnya sesuai dengan posisinya dalam pelaksanaupacara.

4. Pembelajaran Budaya Simbolik pada ProdukKerajinan Perak

Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa bentukkesepakatan simbolik yang terdapat pada produk kerajinanperak, sewaktu meneliti hal ini tahun (2018-2019). Sebagaiberikut ini.

a. Bunga MawarMotif bunga mawar diterapkan pada semua bentuk

kerajinan perak Kotogadang, karena motif bunga mawarmerupakan motif utama. Salah satu jenis kerajinan perakKotogadang yang menerapkan motif bunga mawar yaitukerajinan kotak perhiasan. Kotak perhiasan merupakan wadahyang digunakan untuk menyimpan perlengkapan asesories. kotakperhiasan mulanya bergambar (polos) akan tetapi denganadanya perkembangan, kerajinan perhiasan ini dihiasi dengantaro (pengisi diantara motif) perhisan perak Kotogadangmenggunakan motif bunga mawar. motif bunga mawardigunakan karena memiliki bentuk kelopak yang indahmelingkari dari bagian inti sarinya. Motif bunga mawar dalam

Page 255: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 233

kerajinan perhiasan mempunyai arti perlambangan sebagai cintakasih. Keterkaitan makna tersebut dilihat dari fungsinya yangsebagai keperluan pernikahan sehingga adanya suatukehidupan.

Tabel 5.1 Bentuk Simbolik pada Ornamen Bunga Mawar

No.Elemen-ElemenOrnamen Makna Simbolis

1. Inti Sari Inti sari motif bunga mawar tertutup

melambangkan adanya kerahasian

2. Kelopak Bunga MawarKelopak Bunga mawar mekarmelambangkan

adanya kelembutan/kecintaan3. Tangkai Bunga mawar Tangkai bunga mawar berduri

melambangkan adanya suatuperlindungan

4. Teknik pengerjanyaBakarang dan jalin

b. Bunga MelatiBunga melati merupakan jenis tanaman bunga hias yang

berupa perdu/ semak berbatang tegak yang hidup menahun. DiKotogadang jenis tumbuhan ini disebut dengan bunga melati.

Jenis motif bunga melati merupakan jenis motif yangtercipta setelah motif bunga mawar. Pada saat itu motif bungamelati sering diterapkan oleh pengrajin-pengrajin untuk

Page 256: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

234 M. Nasrul Kamal

membuat hiasan berbagai kerajinan. Terbentuknya penciptaanmotif bunga melati ini karena adanya suatu pernikahan adatbudaya yang menggunakan bunga melati sebagai hiasanpengantin wanita.

Tabel 5.2 Bentuk Simbolik pada Ornamen Bunga Melati

No Elemen-Elemen Motif BungaMelati

Makna Simbolis

1. Inti Sari Inti sari motif bunga melati tertutupmelambangkan adanya kerahasian

2. Kelopak Bunga Melati Kelopak bunga melati melambangkan

kehidupan/keindahan3. Tangkai Bunga Melati Tangkainya mengartikan bahwa adanya

keteguhan hati4. Teknik pengerjanya Bakarang dan jalin

Dari hiasan-hiasan tersebut kini motif bunga melatimemiliki perlambangan yang melambangkan adanya“kesucianhati”. Maksud dari kesucian yaitu bersifat bersih/fitrah. Bungamelati salah satu jenis dari beberapa tumbuhan yang seringdigunakan pada motif kerajinan perak. Motif bunga melatihampir sama seperti bunga mawar memiliki arti bagimasyarakat Minangkabau lambang tersebut digunakan padasaat adanya pernikahan. Keberadaan motif bunga melati diKotogadang sampai saat ini masih sering diterapkan pada

Page 257: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 235

kerajinan lainnya. Hal ini menyebabkan karena motif bungamelati sangat berpengaruh besar terhadap nilai kebudayaanMinangkabau. Khususnya di daerah Kotogadang. Motif bungamelati ini juga termasuk ciri motif Kotogadang .

c. Bunga MatahariMotif bunga matahari yang diterapkan yaitu ide dasar

penciptaan tumbuh-tumbuhan. Motif bunga matahari memilikibeberapa karakteristik diantaranya kelopak bunga, dan padabagian tengahnya terdapat inti sari yang menyerupai mataharidengan begitu makna motif bunga matahari melambangkanadanya sebuah kehidupan. Menurut Rul (pengrajin perakKotogadang ) dari berbagai karakteristik tersebut masing-masing mengandung makna simbolis tersendiri seperti adanyakelopak bunga yang melambangkan suatu keanggunansdangkan inti sari yang menyerupai seperti mataharimelambangkan sebuah kehidupan.

Tabel 5.3 Bentuk Simbolik pada Ornamen Bunga MatahariNo Elemen-Elemen Motif Makna Simbolis

1. Inti Sari Inti sari motif bunga Matahari tertutup

melambangkan adanya kerahasian2. Kelopak Bunga Matahari Kelopak bunga Matahari melambangkan

keanggunan/kesetiaan/keceriaan3. Tangkai bunga Matahari Tangkainya mengartikan bahwa adanya

Page 258: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

236 M. Nasrul Kamal

keteguhan hati

4. Bakarang dan jalin Bakarang dan jalin

d.Motif DaunMotif daun yang digunakan kerajinan perak Kotogadang

menyerupai dari bentuk tumbuh-tumbuhan yang merambat.Adapun Jenis daun yang digunakan hampir sama antara bentukyang satu dengan yang lainnya. Penerapan motif daundigunakan sebagai pelengkap hiasan dari bentuk motif utamayang berfungsi untuk menambah keindahan yang terdapat padamotif utama serta sekaligus berfungsi sebagai pengisi bidang-bidang yang kosong.

Adapun makna dari adanya motif daun menurut Jaja yaitumelambangkan pelengkap kesempurnaan dalam kehidupanseperti ibu yang memiliki seorang anak, kehadiran anak didalam keluarga dapat membuat kehidupan lebih lengkap danbahagia. Sedangkan pada ornamen burung apabila terdapatrangkaian daun-daun maka kelihatannya akan lebih terlihatmenarik, sempurna, dan indah.

e.Ornamen BurungMotif daun pada elemen ornamen burung yang diterapkan

kerajinan perak Kotogadang tedapat dua jenis yaitu motif daunpelengkap bunga dan motif daun sebagai pinggiran, adapunjenis-jenisnya sebagai berikut ini.

1) Motif Daun sebagai Pelengkap Bunga. Motif daun yangberfungsi sebagai pelengkap mempunyai 3 jenis yaitudaun runcing bercabang tiga, motif daun lebar, dan motifdaun tumpul. Karakteristik jenis motif daun pelengkapkeseluruhannya sama bercabang tiga, hanyaperbedaannya terdapat pada ujung daun yang runcing

Page 259: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 237

dan tumpul, serta tangkainya ada yang halus danberduri.

2) Motif Isian. Jenis motif isian yang digunakan pengrajinperak Kotogadang merupakan bentuk suatu goresanyang disebut dengan garis. Penggambaran bentuk isiangaris ini sebagai motif penghias dari bentuk motif utama,pelengkap dan sebagainya. fungsi penerapan motif isianini untuk menambah keindahan dan kesempurnaan.Motif isian merupakan hal yang paling penting untukmembuat suatu desain bentuk agar mendapatkan hasilyang menarik dan sempurna Jenis garis dalam motifisian yang diterapkan pengrajin perak Kotogadangyaitu berupa garis.

Motif bunga melati merupakan jenis motif yang terciptapada masa penjajahan setelah zaman belanda. Pada saat itumotif bunga melati sering diterapkan oleh pengrajin-pengrajinzaman dulu untuk membuat hiasan di berbagai kerajinan seni.Awal terbentuknya penciptaan motif bunga melati ini karenaadanya ikatan cinta antara budaya yang datang danKotogadang, sebagai simbol penyatuan adat budaya yangmenyatakan bahwa bunga melati sebagai perjanjian dalammenjalin kehidupan. Seperti halnya yang terdapat pada elemen-elemen bunga melati memiliki lambang keberanian dan cintakasih, (hasil wawancara dengan Rul, 27 Juli 2019). Keterkaitanantara makna cinta kasih dan bunga melati itu bermula padasaat terjalinnya hubungan ikatan pernikahan antara budayayang menjadi satu kesatuan. Awalnya bunga melati digunakanuntuk menyatakan suatu rasa, dengan adanya hal tersebut maka,bunga melati sampai saat ini masih terus digunakan dalampenerapan motif diberbagai macam kerajinan Palembangkhususnya kerajinan perak.

Page 260: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

238 M. Nasrul Kamal

Makna motif bunga melati adalah melambangkankeberanian, maksud dari keberanian yaitu adanya keyakinandan kekuatan dalam kehidupan. Motif bunga melati memilikibeberapa karakteristik diantaranya memiliki kelopak bungayang mengelilingi benang sari yang berbentuk seperti mahkota,memiliki tangkai dan berduri serta pada bagian pusatnyaterdapat inti sari.

Menurut Silver Work Rul dari berbagai karakteristiktersebut masing-masing mengandung makna simbolis tersendiriseperti adanya kelopak bunga yang melambangkan suatukelembutan, memiliki tangkai yang berduri melambangkanadanya suatu perlindungan, dan inti sari yang melambangkankerahasiaan. Penerapan motif bunga melati dikarenakanmerupakan suatu perlambangan penyatuan budaya. Bungamelati juga melambangkan kehidupan masyarakat Kotogadangyang penuh keberanian dan cinta kasih sesama manusia. (hasilwawancara dengan Silver Work Rul, 27 Juli 2019).).

Motif utama menjadi sangat penting diantara motifpelengkap, karena motif utama merupakan bentuk yangmemiliki daya tarik tersendiri. Pada kerajinan lakuer penerapantumbuh-tumbuhan, binatang maupun gabungan semuanyasama sesuai dengan permukaan bentuk benda yang diinginkan,sedangkan pelengkap dan isian berfungsi untuk menghiasi motifutama agar terlihat lebih menarik. Bentuk motif yang terdapatdalam satu jenis produk tidak hanya terdiri dari satu bentuktetapi ada yang merupakan kombinasi antar dua atau tiga.Penempatan bentuk motif tersebut bersifat bebas sesuai besarkecilnya bidang benda yang akan dihias. Bentuk bunga yangditerapkan pada motif buga merupakan penciptaan daritumbuh-tumbuhan. Berbagai jenis tumbuhan bunga, yang

Page 261: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 239

menjadi salah satu pemilihan dalam penerapannya adalahmotif bunga melati.

Bagi masyarakat Kabupaten Agam penggunaan cincin tandosebagai perlengkapan adat hanya digunakan pada upacara adatbalambang urek yang yaitu upacara adat paling besar (palingtinggi). Pada upacara adat ini semua ketentuan adat harusdilaksanakan baik bagi sipangka (penyelenggara upacara)maupun para tamu yang diundang.

Gambar 5.20 Perhiasan Cincin Tando

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa pada upacaraadat balambang urek seluruh masyarakat yang hadir padaupacara mengikuti aturan secara adat yang diadakan di tandogadang. Para penyelenggara upacara kalau berada pada posisipemangku adat (pangulu, manti, malin, dubalang, serta bundokanduang) semuanya menggunakan pakaian kebesaran sesuaidengan jabatan mereka masing-masing dalam adat. Sebaliknyapara tamu yang diundang juga menggunakan pakaian kebesaransesuai dengan jabatan mereka sebagai pemangku adat daridaerah mereka masing-masing. Sehingga pada upacara inikelihatanlah posisi mereka dalam adat baik sebagaipenyelenggara maupun sebagai tamu yang diundang,berdasarkan cincin kebesaran yang digunakannya.

Page 262: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

240 M. Nasrul Kamal

Gambar 5.21 Perhiasan Cincin Sehari-Hari

Kalau dilihat dalam kehidupan sehari-hari para pemangkuadat memiliki pekerjaan yang berbeda-beda. Ada yang memilikipropesi sebagai pegawai negeri, petani, pedagang, dan memilikijabatan khusus dalam pemerintahan. Secara adat masyarakatyang menghadiri upacara terdiri dari pimpinan perangkat adat,misalnya sebagai pengulu, manti, malin, dan dubalang, sertaninik mamak cendikiawan. Namun sebagai pemimpinmasyarakat, dubalang duduk sama rendah tegak sama tinggi.Artinya dalam adat seseorang memiliki kekuasaan untukmengayomi masyarakat sesuai dengan tanggung jawabnyamasing-masing. Walaupun keberadaan mereka dalam upacaraduduk sama tinggi tegak sama rendah secara adat harusdihormati. Semua jenis perangkat cincin tando gadangmerupakan simbol. Muatan makna simbol dari perangkat cincintando tersebut adalah penghargaan terhadap semua perangkatjabatan adat yang hadir ketika upacara diadakan didalam tandogadang.

3. Makna Cincin Tando di KotogadangCincin tando salah satu syarat untuk perlengkapan sebuah

upacara adat, memiliki peran yang penting dalam upacara.

Page 263: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 241

Seperti telah diuraikan sebelumnya, cincin tando terbuat dariperak, terdiri dari beberapa perangkat berfungsi untuk suatuikatan kedua belah pihak sebagai tanda perjanjian disimbolkandengan cincin tando. Penciptaan cincin tando yang sedemikianrupa bukanlah hanya sebagai hiasan tetapi didalam perangkatcincin tando memuat perlambangan undang-undang, peraturan-peraturan, dan ketentuan-ketentuan adat berkaitan denganupacara adat yang dilaksanakan. Muatan perlambangan tersebutdikatakan bahwa cincin tando itu ado yang manantukan untuakpertnangan supayo indak manimbulkan kecurigaan (diantarakedua calon penganten diberilah cincin tando ada yangmenentukan siapa yang akan memakainya supaya tidakmenimbulkan masalah).

Sementara yang akan menyelesaikan semua persoalan adatdalam masyarakat adalah penghulu, ninik mamak, cerdikdendikiawan. Oleh sebab itu cincin tando ini disebut dengancincin adat, dan upacara adat disebut dengan adat segala datukatau penghulu. Semua ketentuan dan peraturan adat yangtermuat dalam pakaian tando cerminan dari tanggung jawabpenghulu, ninik mamak, cedik pandai terhadap pelaksanaanupacara adat. Dengan demikian cincin tando dengan segalaperangkatnya merupakan simbol, berkaitan dengan semuapersoalan dan keselamatan upacara adat demi kelansungankehidupan bermasyarakat di Kabupaten Agam. Namun cincintando dan kelengkapan yang dimiliki masing-masing kenagariandi Kabupaten Agam tidak sama, hal ini disesuaikan dengan adatselingkar nagari. Perbedaan tersebut dapat dilihat jenispertangkat cincin tando tersebut.

Kata sifat dari emas sesuatu yaag sangat bermutu, sangattinggi mutunya. Perumpamaan emas yaitu berupa uang,tabungan, untuk mengatasi kemelaratan. Tafsiran dari kainpenutup miang, emas pendinding malu adalah akan terurai

Page 264: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

242 M. Nasrul Kamal

pada muatan-muatan perlambangan dalam perangkat cincintando.

Sebagai masyarakat rantau dari luhak nan tigo, sistem adatyang dilaksanakan masyarakat Kabupaten Agam menggunakanpaham perbauran antara konsep adat dari koto piliang dan bodicaniago. Artinya masyarakat Kabupaten Agam tetap mengacuterhadap falsafah adat Minangkabau yang dirumuskan oleh duaorang filsuf yaitu, paduan keselarasan Koto Piliang dengan BodiCaniago.

Seperti yang dijelaskan dalam pepatah adat, pisang sikalek-kalek utan, pisang batu nan bagatah, Koto Piliang inyo bukan, BodiCaniago inyo antah. (pisang sikelat-kelat hutan, pisang batu yangbergetah. Koto Piliang dia bukan, Bodi Caniago dia entah).Pepatah tersebut menyiratkan bahwa masyarakat KabupatenAgam membawa perbauran dua keselarasan yaitu Koto Piliangdengan Bodi Caniago. Tatanan adat yang digunakan tidakberpihak pada koto piliang dan tidak pula berpihak pada bodicaniago, mereka menggunakan sifat dua keselarasan dari pahamDt. Ketumanggungan dan Dt. Perpatih nan Sabatang, yang tetapmengacu kepada konsep adat yaitu, adat nan sabana adat, adat nanteradat, adat istiadat, dan adat yang diadatkan. [99]

Keberadaan cincin tando secara adat memiliki nilai, secaraturun-temurun harus dipahami oleh masyarakat MinangkabauKabupaten Agam. Secara sakral nilai yang terkandung dalamcincin tando merupakan aturan adat yang harus dipatuhi oleh

99 ] Tatanan adat yang tidak berpihak kepada KP dan BC ini di sebut LNP,dalam penelitian Syamsul Asri , Harmaini Darwis dan NasbahryCouto, kelarasan ini disebut “Lareh nan Panjang (LNP); yaitunagari-nagari yangada di sehiliran “batang Bengkaweh”, mulaidari Pariangan, Galogandang, sampai ke Belimbing di Kab. TanahDatar. Lihat Tesis Nasbahry C (1999).

Page 265: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 243

masyarakat. Secara sosial keberadaan cincin tando dalam upacaraadat mencerminkan kekayaan. Maksud dari kekayaan tersebutbukan hanya memiliki harta, namun mencerminkan bahwamasyarakat yang meiaksanakan upacara tersebut memilikikeluarga yang terpandang. Artinya secara adat merekamemperlihatkan tanggung jawab dari pemimpin kaumnya yangbertuah. Pemimpin kaum yang menyanggupi melaksanakanperingatan peristiwa adat dengan upacara besar. Keberadaancincin tando pada upacara cerminan dari tatanan adat yang akandipahami oleh generasi yang muda sampai kepada orang tua.Masyarakat mulai dari generasi anak-anak muda sudahdilibatkan dalam pendidikan adat ketika memasangkan cincintando setiap upacara diadakan. Keterlibatan masyarakat dalamupacara yang bersifat generasi tersebut merupakan wadahdalam pendidikan adat. Peranan cincin tando secara sosialmerupakan pendidikan adat dalam kehidupan masyarakat, yangberlansung secara terus menerus melalui upacara adat.

Makna simbolis ornamen yang terkandung di dalamkerajinan perak Kotogadang mengandung makna simboliskehidupan yang dapat dilihat dari bentuk dan elemen-elemenpada setiap bagian ornamennya seperti bentuk bunga mawarmelambangkan keberanian dan cinta kasih, bunga melatimelambangkan kesucian hati, bunga matahari melambangkanadanya kehidupan, bunga lado/cabe melambangkan kejantanan,kekuatan, kekaisaran, kejayaan, kesuburan, burung merakmelambangkan kegagahan, kemakmuran, kelembutan, bungacengkeh melambangkan kemegahan, kebijaksanaan, bungacengkeh melambangkan kesetiaan sebagai simbol tanggapenghubung antara dunia manusia dan dunia hewan, taro/isen-isen melambangkan penyatuan (sejalan), kesuburan dankehidupan yang bergerak dinamis, dan daun melambangkanpelengkap kehidupan.

Page 266: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

244 M. Nasrul Kamal

Tabel 5.4 Rekapilurasi Prinsip Dasar Budaya Belajar Masyarakat NagariKotogadang dalam Kecakapan Mengelola Kerajinan Perak

Lingkungan Budaya Belajar KerajinanJenis Kecakapan Lingkungan

PembelajaranRekapitulasiPembelajaranmelalui adaptasi

1 Kecakapanmerancang(Desain) baiksecara tradisimaupun moderen

Catatan:(kecakapanmerancang itubukan modusformalisme sajaataukomposisi/estetika)tetapi juga modusekspresi ) daninstituasionalisme/apa dan siapa yangmenentukan)Misalnya:ketentuansimbolisme adat

Pengenalanmerancang berbagaijenis produk baiksebagai benda pakai,sebagai benda adatatau asesoris pakaian,adat

1.Adaptasi danpembelajaran ttg.pakaian adat danasesorisnya2.Adaptasittg.kepercayaan,keyakinan dalammenggambarkanmackhluk hiduppada produksi3. Pengetahuan danadaptasi terhadapimitasi dan stilasibentuk3. Adaptasiterhadappengetahuanbentuk-bentuksimbolik adat danmaknanya

2 Kecakapanmemproduksi baiktradisi maupunmoderen

1.Kepemilikan,Penguasaan, danPengenalan alat dansumber bahan2.Pengenalan teknikpembuatan3.Pengenalan kepadafinishing: penyepuhan

Adaptasi ttg.1.Kerajinan tradisidan 2. Kerajinanmoderen

Page 267: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 245

Lingkungan Budaya Belajar KerajinanJenis Kecakapan Lingkungan

PembelajaranRekapitulasiPembelajaranmelalui adaptasi

3 Kecakapanmemasarkan secaratradisional

Pengenalan kepadakecakapanmemasarkandilakukan sebagaitindakan penyesuaiandengan kebutuhanhidup yakni dengansistem borongan danpenitipan di AmaiSetiaKemampuanmemasarkandilakukan denganprosedur meniru danmencoba.

Adaptasi ttg.Kebutuhan pasarbaik tradisi maupunmoderen1.Sebagai bendapakai,2. Sebagai benda

adat3.sebagai bendaBenda pajangan dan4. Sebagai Bendasouveniratau kenangan(memorilibia)

4 Kecakapanmemasarkan secarabaru / moderendan berubah

Lingkunganpembelajaran sesuaidengan bentuk usahadan besarnya modalyang dipakai untukmemproduksi ataumemasarkan danpenguasaannya

Kemampuanadaptasi pemarasanmelalui berbagaimedia : melaluipenitipan, melaluipajangan, Iklan,Kepemilikan toko,Melalui tokosouvenir, Melaluiinternet danmultimedia baru,dsb.

***

Page 268: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

246 M. Nasrul Kamal

Page 269: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 247

BAB VIANALISIS DAN PENELITIAN

ab ini sebenarnya ingin membahas tentang penelitian-penelitian yang relevan dengan judul buku ini, yangsekiranya akan memperjelas teori dan konsep

pembelajaran yang dibicarakan. Baik yang berasal dari luar ataubukan penulis, maupun yang berasal dari penulis sendiri.

A. Beberapa Penelitian Lain yang RelevanBerikut ini adalah berbentuk kajian yang mungkin relevan

dengan judul buku ini yang membahas permbelajaran yangbersifat adaptif, maupun yang bersifat simbolis.

Pertama, temuan Zulhelman, 1999. “Studi Kerajinan PerakKotogadang ”, STSI Padang Panjang (penelitian). Pada hasilpenelitian Zulhelman ini menjelaskan tentang perkembangan (1)bentuk motif baru, (2) desain baru dan (3) minat konsumenterhadap kerajinan perak baik lokal maupun maca negara padaindustri rumah tangga.

Kedua, adalah hasil penelitian yang dituliskan pada sebuahartikel/jurnal oleh Sinikka Pollanen,

Beyond Craft And Art: A Pedagogical Model For Craft As Self-Expression, article in international journal of education throughart,July2011.In an effort to redefine the subject of craft, teachers canstrengthen the relevance and meaningfulness of craft education bycontextualizing craft with different kinds of pedagogical models.

B

Page 270: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

248 M. Nasrul Kamal

Artikel ini fokus pada model pedagogis yangmenggabungkan kerajinan dan pendidikan seni. Pendekatansemacam ini tidak hanya mencakup bagaimana produksi senikerajinan, pendidikan seni kerajinan proses holistik modelpedagogis ekspresi diri, tetapi juga demonstrasi keterampilan,pengetahuan, pengalaman, pengalaman, persepsi dan emosiseseorang-tugas secara tradisional disediakan untuk ekspresiartistik.

Ketiga, temuan Hengky, S. H. 2015. Journal MacrothinkIntitute Business and Economic Research ISSN 2162-4860 2015,Vol. 5, No. 1,

“This article found that tourism performance of silver has thepower of images for tourists due to the favorable impact of a WorldCity silver Yogyakarta. Figure favorable rating of the major silvertourism: Social tourism became the first point that attract tourists;The uniqueness of silver, which expresses the philosophy andinterpretation; Conditional; Emotional and influence theirdecisions”.

Keempat, temuan Suhail M.Ghouse, Indian handicraftindustry: problems and strategies. International journal ofmanagement research And review, July 2012/ Volume 2/Issue7/Article No-8/1183-1199ISSN: 2249-7196, menjelaskan berikutini.

“The growth of the international market for home productsaccessories and the growing interest in global goods that have openedup new opportunities for artisans-market. This research involvesvarious craft industry problem that can be worked on by the Indiangovernment ships mutual exporters association in order to enhanceand promote the traditional sector”.

Jurnal ini bermanfaat bagi pertumbuhan pasar internasionaluntuk produk rumah aksesori dan meningkatnya minat dalam

Page 271: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 249

barang global yang telah membuka peluang baru-pasar untukpengrajin. Penelitian ini melibatkan berbagai masalah industrikerajinan yang dapat bekerja atas oleh kapal asosiasi salingpemerintah India eksportir dalam rangka untuk meningkatkandan mempromosikan sektor tradisional.

Kelima, temuan Marof Redzuan and Fariborz Aref, 2011.African Journal of Business Management Vol. 5 (2), pp. 256-260,18 January,“

The main purpose of this study is to identify the constraints andpotentials faced by handicraft industry in a peripheral andunderdeveloped region of Malaysia. The study is based uponqualitative analyses of material derived from field-work in severalvillages in the study area. It seeks to place handicrafts production inKelantan within the broader theoretical context of ruralindustrialization and the development of traditional and peripheralrural areas”.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untukmengidentifikasi kendala dan potensi yang dihadapi olehindustri kerajinan di daerah perifer dan terbelakang dariMalaysia. Penelitian ini didasarkan pada analisis kualitatif daribahan yang berasal dari lapangan-kerja di beberapa desa diwilayah studi. Ini berusaha untuk menempatkan produksikerajinan di Kelantan dalam konteks teoritis yang lebih luasindustrialisasi pedesaan, pengembangan daerah pedesaantradisional dan perifer.

Keenam, temuan Ariusmedi (2003) menyimpulkan bahwa“simbol-simbol pada pakaian penghulu dipakai untuk saranakomunikasi”.

Ketujuh Rustam (2001) menyimpulkan bahwa “materimuatan lokal memberikan dukungan yang berarti terhadap mata

Page 272: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

250 M. Nasrul Kamal

kuliah inti dalam struktur kurikulum MKK (mata kuliahkeahlian)”.

Kedelapan Ananingsih (2006) menyimpulkan bahwa“pembelajaran dengan modul berjalan dengan baik, penggunaanmodul oleh peserta didik dalam kategori baik dan penggunaanmodul oleh instruktur dalam kategori baik” [100].

B. Penelitian PenulisBeberapa penelitian yang penulis laksanakan dapat dilihat

pada tabel 7.1Tabel 7.1 Beberapa penelitian yang pernah penulis laksanakan

No Penelitian Tahun Keterangan1 Kajian Rupa Kerajinan Perak

Kotogadang KabupatenAgam Sumatera Barat

Tahun 2015 PenelitianDosen Madya

2 Pengembangan ModulPembelajaran KerajinanPerakpada sentra Amai Setia

Kotogadang

Tahun 2017 disertasiDoktor S3

3 Makna Simbol KerajinanPerak KotogadangKabupaten Agam SumateraBarat

Tahun 2018-19

PenelitianUnggulanPerguruanTinggi Dasar

100] sumber: http://eprints.uny.ac.id/41940/1/supriyadi%2009503245010.pdf

Page 273: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 251

C. Penelitian Tentang Kajian Rupa KerajinanPerak Kotogadang Kabupaten Agam SumateraBarat (2015)

1.Tim Peneliti/PenulisDrs. M. Nasrul Kamal, M.Sn; NIDN: 0002026310; Anggota: (1)San Ahdi, S.Sn, M.Ds; NIDN: 0016127903; (2) Riri Trinanda, S.Pd,M.Pd NIDN: 0023108003

2. Fokus Penelitian dan Metode PenelitianKajian utama yang akan dikupas dalam penelitian ini adalah

tentang keberadaan benda kerajinan dari bahan perak yang adadi Kotogadang Kabupaten Agam Sumatera Barat. Uraiantemuan yang akan diungkapkan terkait dengan latar belakangkerajinan perak Kotogadang, menginventarisasi kerajinan perakKotogadang dan makna bentuk rupa kerajinan perakKotogadang Kabupaten Agam Sumatera Barat

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalahdeskriptif kualitatif dengan analisis estetika. Teknikpengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah;observasi, wawancara, partisipan, penggunaan dokumenpribadi. Prosedur analisis data menggunakan analisisinterpretasi yang dideskripsikan dengan melakukan triangulasisumber data, pengumpul data, metode pengumpul data dantriangulasi teori yang dilakukan dengan mengkaji berbagai teoriyang relevan. Tahapan analisis data dimulai dari open coding,axial coding, selective coding.

Penelitian ini dirancang untuk mencari keakuratan datatentang kajian rupa benda untuk mencari kebenaran maknakerajinan perak di Kabupaten Agam Sumatera Barat.

Page 274: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

252 M. Nasrul Kamal

3. Hasil Penelitiana.Asal-usul Kerajinan

Kerajinan perak Kotogadang adalah kerajinan tradisionalsuatu proses pembuatan barang dengan mempergunakantangan dan alat sederhana yang ada di lingkungan rumahtanggaserta dipelajari secara turun-temurun dengan bahan baku yangtersedia di sekitar daerah tempat tinggal (Bais, 1992:2).

Pada awalnya kerajinan perak Kotogadang dipergunakanuntuk kebutuhan adat istiadat serta sebagai pelengkap daripakaian adat Kotogadang. Pekerjaan ini mereka lakukansekedar untuk melanjutkan warisan leluhur yang kemudiandiwariskan pada anak cucu mereka.

Barbara Leigh seorang peneliti seni dan budaya memberikanpandangan bahwa seni kerajinan tidak diciptakan semata- matauntuk barang perdagangan pariwisata saja. Karya-karya seniyang dihasilkanpada dasamya ada hubungan dengan jalinankehidupan culture, politik, dan keagamaan yang menjiwaimasyarakat setempat (Leumiek, 1998:12).

Selain keterampilan yang umumnya ditekuni kaum wanitaterdapat juga jenis kerajinan yang dikerjakan oleh kaum laki-lakiyaitu kerajinan loyang, tembaga dan pandai emas. Hasilkerajinan ini diantaranya berbentuk gelang, kalung, cincin,anting, yang kemudian mereka bawa ke kota Padang untukdijual kepada para pedagang yang datang. Para pedagang Cinamembeli hasil kerajinan ini dengan cara menukarkannya denganbahan baku perak.

Peristiwa ini terjadi diperkirakan tahun 1800101 pada tahun1918 masyarakat Kotogadang sudah dikenal sebagai pengrajinperak dan emas oleh bangsa Belanda. Maka dipercayalah

101 (wawancara yasrin, 27 januari 2015).

Page 275: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 253

seorang pengrajin perak Kotogadang yang bergelar DatuakMangkudun untuk mengikuti pameran ke negeri Belanda padatahun 1920102

Modal yang sedikit dan sulitnya mendapatkan bahan bakumembuat para pengrajin perak ini bergabung dengan UsahaAmai Setia. Usaha Amai Setia yang merapakan sejenis koperasimasyarakat Kotogadang mampu mengatasi permasalahantersebut.

Bergabungnya para pengrajin perak Kotogadang denganUsaha Amai Setia sangat berpengaruh terhadap hasil produkkerajinan perak yang mereka hasilkan. Dengan adanya usaha inimemberikan motivasi bagi para pengrajin sehingga kerajinanperak tumhuh maju. dan berkembang serta membantuperekonomian pengrajin itu sendiri.

b. Bentuk dan Jenis Kerajinan PerakBentuk dan jenis-jenis kerajinan perak yang dihasilkan oleh

perajin Kotogadang dewasa ini sangat beragam antara lain:anting-anting, liontin, bross, subang, gelang, kalung, ikatpinggang, hiasan, miniatur, dan berbagai bentuk cendramata(souvenir) untuk memenuhi kebutuhan pariwisata, baikdomistik maupun asing.

Produk kerajinan perak tersebut di disain denganmemadukan unsur-unsur motif tradisional Minangkabau yangsudah ada sebelumnya, dengan menyerap unsur-unsur disainmodern, sehingga menghasilkan berbagai produk yang kreatifdan inovatif, yang memiliki kekhasan tersendiri, sehingga bisabersaing di pasaran, baik lokal, nasional, maupun global.

Kemampuan dalam mengorganisasikan elemen-elemen senirupa seperti garis, bidang, warna, tektur, ruang, dan prinsip-

102 Zulhelman, 1999:14.

Page 276: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

254 M. Nasrul Kamal

prinsip penyusunan seperti: komposisi, proporsi, kesatuan,kontras, irama, dan keseimbangan, sangat dibutuhkan dalammembuat rancangan disain (Fadjar Sidik, 1981:25). Desain yanginovatif memiliki dasar kreatif dalam mencermati gejala sosial,budaya, ekonomi dari masyarakat, sehingga memilikikarakteristik atau identitas budaya. Perajin perak Amai Setia,Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam terus melakukan berbagaiupaya dalam mengembangkan disain-disain baru yang kreatifdan inovatif, dalam memenuhi kebutuhan pasar pariwisata yangsangat kompetitif.c. Fungsi Kerajinan Perak dari fungsi adat ke fungsi baru

Kerajinan perak Kotogadang dibuat dari bahanlogam/perak merupakan salah satu jenis kerajinan tradisionalmasyarakat Agam, keberadaan benda adat daerah tersebutdalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadaplingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta. Karenaitu munculnya benda adat terbuat dari bahan logam iniditempuh melalui tahap-tahap waktu yang mengarah kepadakesempurnaan teknik kegunaanya, maupun cara-caramemberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangankebudayaan masyarakat.

Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang Minangpengrajin logam sebelum Masehi. Hiasan-hiasan yang terdapatpada carano, silapah, perhiasan kelengkapan adat juga memilikiunsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Halini terlihat dari unsur-unsur pengaruh taradisi Neolitikum yangmemang banyak ditemukan di Indonesia. Masuknya agamaIslam di ke Minangkabau, ternyata juga memperkayaperkembangan kerajinan terbuat dari bahan logam di daerahAgam. Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsurlama tetap dipertahankan. Makna yang teramat dalam yaitu

Page 277: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 255

walaupun mereka jauh merantau ke negeri orang mereka tetapcinta Minangkabau dan tidak pula pernah meninggalkan adatistiadatnya ketika berada dalam perantauan.

Masyarakat Minang sangat kental akan budaya adatnya.Tujuan orang Minang merantau adalah untuk menimba ilmuyang belum pernah mereka dapat di kampung sendiri terutamadalam bidang pendidikan serta menjadi sukses dan kelak bisaberguna bagi kampung halamannya minimal berguna bagisanak family, serta ada pantangan bagi masyarakat rantauMiangkabau yaitu pantang untuk pulang kampung sebelummereka sukses dan bisa membanggakan sanak family danterbukti banyak orang-orang Minang yang sukses di ketika diamemijkkan kakinya di negeri orang serta banyak pula tokoh-tokoh ternama.

Akhirnya, benda ini kemudian menjadi bagian dari atributpakaian adat dan benda adat yang diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Uniknyabenda bahan logam yang dahulunya dipandang sebagaikelengkapan adat, kemudian beralih fungsi sebagai atributpakaian adat dan benda pajangan. Pandangan berikutnya yangmuncul benda adat sebagai benda budaya peninggalan zamanlalu yang sarat dengan nilai historis, filosofis, sosial, etis, danbahkan religius-magis. la juga dinilai dan dihargai sebagaisebuah benda yang mengandung aspek bahasa rupa/tanda, senirupa, dan pengetahuan metalurgi.d.Proses Pembuatan Kerajinan Perak Kotogadang

Proses pembuatan finishing kerajinan perak KotogadangMinangkabau dibagi atas 4 tahap yaitu: persiapan, proses dasar,pembuatan ornamen, dan teknik bakar. Proses meliputi(persiapan bahan dan alat), proses dasar meliputi (pengikiranproduk, pengikiran, pemolesan, dan pematrian), pembuatan

Page 278: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

256 M. Nasrul Kamal

ornamen meliputi (membuat sket, desain, mal, menjelaskanbidang dasar untuk memunculkan ornamen), teknikpenyepuhan, meliputi pemolesan lapisan transparan. Adapuntahap pembuatan proses kerajinan perak dapat dilihat di bawahini:

a. Pembuatan Ornamen.Tahap pembuatan ornamenmerupakan proses yang paling penting yaitu untukmengetahui keindahan seni perhiasan yang terdapatpada benda perak. Hal ini yang menentukan kekhasanpada pengrajin kerajinan perak, disamping itupenentuan ornamen-ornamen juga berpengaruh besaruntuk produksi kerajinan perak Kotogadang. Adapuntahap-tahap yang dilakukan dalam pembuatan ornamenyaitu membuat sket, desain, mengemal, dan membuatpola bidang dasar benda. Bagi pengrajin yang sudahmahir dapat langsung membuat desain di atas kertasyang akan dijadikan sebagai hiasan dengan ornamenyang diterapkan pada perhiasan.

b. Teknik Pengerjaan. Teknik dalam pembuatan ornamenyang dilakukan pengrajinperak Kotogadangmenggunakan teknik yang dipakai pengrajindiantaranya; cincin pria dan wanita dengan teknik yangdigunakan yaitu: (1) teknik bakarang (kerangka), (2)teknik pahek (pahat), (3) teknik bajalin (sepertianyaman), (4) teknik kikia (mengikir), (5) teknik suntik(menempel/menekan), (6) teknik baka (membakar), (7)teknik batapuang (seperti ditekan/dipres) dan (8) teknikTali Aia (kawat/wire). Pengembangan kerajinan perakpada Sentra Amai Setia Kotogadang berada padakategori praktis baik ditinjau dari segi kemudahan dalampenggunaan, manfaat yang didapat dan kesesuaiandengan perkembangan zaman dan waktu.

Page 279: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 257

D. Penelitian Tentang Pengembangan ModulPembelajaran Kerajinan Perak pada SentraAmai Setia Kotogadang (2017)

1.Tim Peneliti/PenulisM.Nasrul Kamal

2. Fokus Penelitian dan Metode PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul

pembelajaran kerajinan perak yang dapat digunakan olehinstruktur dan pengrajin perak di Sentra Amai SetiaKotogadang ; mengetahui validitas, praktikalitas, dan efektivitaspengembangan modul pembelajaran kerajinan perakKotogadang pada Sentra Amai Setia; dan mengungkap elemen-elemen estetis kerajian perak Kotogadang pada Sentra AmaiSetia.

Penelitian ini menggunakan desain Penelitian danPengembangan dengan model 4-D. Pengembangan modulpembelajaran kerajinan perak Sentra Amai Setia Kotogadangdilakukan dengan 1) tahap pendefinisian; 2) tahap perancangan;3) tahap pengembangan; dan 4) tahap pendeseminasian. Padatahap pendefinisian dilakukan analisis kebutuhan dan analisislatar belakang pengrajin.

Hasil analisis kebutuhan tersebut menyimpulkan bahwapengrajin menginginkan pengembangan kerajinan perakKotogadang yang terstruktur dan terencana dalam pelatihansecara berkala di Kotogadang. Hasil analisis pengrajinmenyimpulkan bahwa modul ini dikembangkan sesuai dengankondisi dan karakteristik pengrajin.

Pada tahap perancangan dilakukan penyiapan outline yanghasilnya adalah membuat komponen modul antara lain 1) Cover;

Page 280: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

258 M. Nasrul Kamal

2) Bagan Kedudukan Modul; 3) Petunjuk Penggunaan ModulBagi Pengrajin; 4) Pendahuluan; 5) Daftar Isi; 6) Glossarium; 7)Lembar Kegiatan Belajar Pengrajin; 8) Lembaran Tes/Evaluasi; 9)Kunci Jawaban Tes; 10) Umpan Balik; dan 11) Daftar Pustaka.Pada tahap pengembangan dilakukan validasi modul, ujipraktikalitas, dan uji efektivitas.

Pada tahap penyebarluasan modul ini dilakukan di KotaBukittinggi, Payakumbuh, Padang panjang dan Lubuk Basung.

Hasil uji validitas modul menyimpulkan bahwa modultergolong sangat valid dengan total nilai 96%. Hasil ujipraktikalitas menyimpulkan bahwa modul pembelajaran initergolong sangat praktis dengan nilai 93,3%.

Berdasarkan hasil uji efektivitas modul pembelajaran initergolong efektif dengan nilai thitung pada modul ini lebih besardari ttable (3,960 > 1,833) dan nilai Sig. (,000) <α (0,05).

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa modultersebut berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuanpengrajin perak pada Sentra Amai Setia Kotogadang .

Hasil analisis elemen estetis menjadi penting kedepankarena dalam persaingan pasar akan menuntut desain yangunik, memiliki, karakter, praktis, ergonomis dan berbagai faktorkesenirupaan yang akan menjadi modal kultural untukkeberlangsungan para pengrajin perak di KotogadangSumatera Barat

3. Hasil PenelitianBerdasarkan hasil pengembangan dan pembahasan yang

dikemukakan di BAB IV, pada bagian ini akan, dideskripsikankesimpulan, implikasi dan saransebagai berikut ini.

Page 281: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 259

a.Modul kerajinan perak yang dapat digunakan olehinstruktur dan pengrajin perak di Sentra Amai SetiaKotogadang

Proses modul pengembangan kerajinan perak pada SentraAmai Setia Kotogadang untuk pengrajin memakai ModulPengembangan Pembelajaran 4D yang terdiri atas pendefinisian,perancangan, pengembangan, dan pendeseminasian. Langkahpendefinisian dalam penelitian ini meliputi empat tahap yaituanalisis awal akhir, analisis pengrajin, analisis tugas, analisiskonsep, dan menyusun tujuan pembelajaran. Sebelum dilakukananalisis terhadap empat tahap tersebut terlebih dahulu dibuatinstrumen dan dilakukan validasi terhadap instrumen tersebut.Setelah sudah valid, instrumen tersebut digunakan untukmendapat data pendefinisian.

Langkah pendefinisian dilanjutkan dengan langkahperancangan Modul KPKG yang terdiri atas dua buku yaituBuku Modul untuk instruktur, Buku modul untuk pengrajinperak Kotogadang. Pada langkah perancangan tersebut jugadikembangkan instrumen untuk menvalidasi kedua produkpenelitian tersebut. Sebelum instrumen tersebut digunakanterlebih dahulu dilakukan validasi terhadap instrumen tersebut.

Tahap selanjutnya adalah tahap pengembangan. Pada tahappengembangan ini, dilakukan validasi terhadap kedua produkdalam penelitian ini dan dilakukan perbaikan terhadap saranyang diberikan oleh validator. Pada tahap ini juga dilakukan ujipraktikalitas dan efektivitas Modul KPKG. Tahap terakhir daripenelitian ini adalah tahap pendeseminasian. Sebelum dilakukanpendeseminasian, terlebih dahulu dibuat instrumen tahappendeseminasian dan dilakukan validasi terhadap instrumentersebut sebelum digunakan di Toko Mas. Deseminasi ModulKPKG dilakukan di empat Kabupaten di Sumatera Barat, yakniToko Mas Singgalang Bukittinggi, Toko Mas Singgalang

Page 282: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

260 M. Nasrul Kamal

Padang Panjang. Toko Mas Madoni Payakumbuh, dan Toko MasRidwan Lubuk Basung.

b.Pengembangan Modul Pembelajaran Kerajinan Perak padaSentra Amai Setia Kotogadang

Hasil analisis kebutuhan yang dilakukan melaluiwawancara bahwa informan membutuhkan PengembanganModul Pembelajaran Kerajinan Perak pada Sentra Amai SetiaKotogadang.Hasil analisis kebutuhan tersebut kemudianmenghantarkan penelitian kepada tahap desain yang secaraefektif dan efisien seperti terlihat di bawah ini:

1. Pengembangan modul kerajinan perak sesuai denganpotensidaerah melalui analisis pengembangan modulpembelajaran kerajinan perak pada Sentra Amai SetiaKotogadang ,analisis materi dan analisis pengrajin.

2. Materi modul dalam membuat desain disarankan kepadapengrajin, untuk mengaplikasikan modul disesuaikandengan potensi daerah, pada materi lainnya cincin priadan wanita dengan teknik yang digunakan yaitu: (1)teknik bakarang (kerangka), (2) teknik pahek (pahat), (3)teknik bajalin (seperti anyaman), (4) teknik kikia(mengikir), (5) teknik suntik (menempel/menekan), (6)teknik baka (membakar),(7) teknik batapuang (sepertiditekan/dipres) dan (8) teknik Tali Aia (kawat/wire).Pengembangan kerajinan perak pada Sentra Amai SetiaKotogadang berada pada kategori praktis baik ditinjaudari segi kemudahan dalam penggunaan, manfaat yangdidapat dan kesesuaian dengan waktu.

3. Pengembangan modul pembelajaran kerajinan perakpada Sentra Amai Setia Kotogadang yangdikembangkan menjadi salah satu upaya pelestarianpotensi daerah Kotogadang .

Page 283: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 261

c.Validitas, Praktikalitas, dan Efektivitas PengembanganModul Pembelajran Kerajinan Perak pada Sentra AmaiSetia Kotogadang

Hasil uji validitas modul menyimpulkan bahwa modultergolong sangat valid dengan total nilai96%. Hasil ujipraktikalitas menyimpulkan bahwa model pengembangan initergolong sangat praktis dengan nilai 93,3%.Berdasarkan hasilefektivitas model pengembanganini tergolong efektivitasnyadengan nilai thitung pada model ini lebih besar dari ttable (3,960 >1,833) dan nilai Sig. (,000) <α (0,05). Dari hasil tersebut dapatdisimpulkan bahwa modul tersebut berpengaruh terhadappeningkatan pengetahuan pengrajin perak pada Sentra AmaiSetia Kotogadang .

Efektivitas pengembangan modul kerajinan perak padaSentra Amai Setia Kotogadang berada pada kategori efektif,yang ditunjukkan dengan empat indikator berikut ini:

1. Aktivitas belajar ketika dilakukan pembelajaran denganmenggunakan pengembangan modul kerajinan perakpada Sentra Amai Setia Kotogadang termasuk padakategori tinggi;

2. Motivasi belajar pengrajin ketika dilakukanpembelajaran dengan menggunakan pengembanganmodul kerajinan perak pada Sentra Amai SetiaKotogadang berada pada ketagori sangat tinggi;

3. Hasil belajar kognitif setelah dilakukan pembelajarandengan menggunakan modul pengembangan kerajinanperak pada Sentra Amai Setia Kotogadang berada padakategori tuntas;

Page 284: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

262 M. Nasrul Kamal

4. Hasil belajar psikomotor dengan menggunakanpengembangan modul kerajinan perak pada Sentra AmaiSetia Kotogadang berada pada kategori baik.

d.Elemen-elemen estetis kerajinan perak Kotogadang padaSentra Amai Setia.

1. Nilai seni merupakan usaha pengrajin perak untukmenciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan, dalamartian bentuk yang dapat membingkai perasaankeindahan dan perasaan keindahan dapat terpuaskanapabila dapat menangkap harmoni atau satu kesatuandari bentuk yang disajikan.

2. Pengrajin dalam memproduksi kerajinannyamempertimbangkan unsur-unsur keindahan sebagaiungkapan kejiwaan yang dapat dieksplor melalui hasilkarya budaya yang memiliki karakter tersendiri.

3. Motif membuat sebuah produk jadi menarik bagipemesan, sehingga menimbulkan rasa peminat untukmembeli dan memilikinya. Ketertarikan pembeli ataukonsumen tidak hanya karena bentuknya tapi juga bisadari motifnya yang dapat menimbulkan daya tarik yanglebih pada produk yang dibuat.

F. Penelitian Tentang Makna Simbol KerajinanPerak Kotogadang Kabupaten Agam SumateraBarat (2018-2019)

1.Tim Peneliti/PenulisDr.M.Nasrul Kamal,M.Sn NIDN: 0002026310, Anggota: (1)

Hendra Afriwan, S.Sn. M.Sn NIDN. 0001047713, M.(2) AdinalAulia Arsydila, (3) Alifia Rahmadhani NIM. 16027059

Page 285: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 263

2. Fokus Penelitian dan Metode PenelitianPenelitian ini dilakukan untuk mengkaji makna simbol

kerajinan perak Kotogadang kabupaten Agam Sumatera Barat.Daerah ini merupakan pusat sentra kerajinan yangmenghasilkan berbagai macam benda kerajinan tangan.

Salah satu sentra kerajinan yang terkenal dalam sejarahkerajinan di Indonesia adalah sentra kerajinan Amai Setia. Sentrakerajinan yang didirikan oleh Rohana Kudus pada tahun 1911,memproduksi berbagai macam jenis benda kerajinan antara lainsulaman, kain tenun songket, perhiasan terbuat dari emas dankerajinan perak.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna yangterkandung dibalik motif hias yang terdapat pada bendakerajinan perak Kotogadang.

Motif hias yang digunakan oleh para pengrajin dipandangsebagai simbol-simbol yang diambil dan dikembangkan darimotif hias tradisional masyarakat Minangkabau.

Oleh karena itu motif hias tersebut diyakini memilikiketerkaitan dengan system nilai yang dianut oleh masyarakatMinangkabau.

Untuk menemukan makna yang terkandung dibalik karyasenikriya Kotogadang digunakan pendekatan seni, kriya,estetika, dan semiotika dan atau pendekatan budaya, dalam halini pendekatan berkaitan dengan estetika dan kebudayaanMinangkabau.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodepenelitian kualitatif deskriptif, data yang diperoleh akandianalisis menggunakan analisis model Feldman yaitu; deskripsidata, analisis formal, interpretasi data dan melakukan evaluasiterhadap analisis dan interpretasi.

Page 286: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

264 M. Nasrul Kamal

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalahinventarisasi ornamen hias yang terdapat pada benda kerajinanperak daerah Kotogadang kabupaten Agam, dan deskripsimakna simbol ornamen hias yang terdapat pada karya kerajinanperak masyarakat Kotogadang Kabupaten Agam SumateraBarat.

3. Hasil Penelitiana.Motif Hias Kerajinan Perak

Motif sering dikombinasikan dengan bentuk-bentuktumbuhan seperti fauna, flora dan daun asam, serta juga dapatdikombinasikan pada bentuk bunga seperti bunga mawar danmelati.

Fungsi adanya penerapan pada bentuk-bentuk lain yaituuntuk menambah nilai suatu keindahan pada produkkerajinannya. Penggambaran motif bunga mawar dan melatiterlihat mendominasi bidang yang digunakan, hal ini karenamotif daun asam lebih dari ornamen pelengkap lainnya yangditerapkan.

Motif adalah daya pendorong atau tenaga, daya pendorongatau tenaga pendorong yang mendorong manusia untukbertindak.

Menurut Toekiyo (1980:3) bahwa motif meliputi “segalabentuk ciptaan Tuhan (binatang, tumbuh-tunbuhan, manusia,gunung, air, awan, batu-batuan) demikian pula daya kreasi ataukayal manusia dapat menghasilkan suatu bentuk motif”. Vander (1949:1745) mengatakan bahwa, mengelompokkan motif senihias Indonesia dalam beberapa jenis yaitu “1) Bentuk Geometris;2) Bentuk Flora; 3) Motif Fauna; 4) Pola Hias Binatang”.

Motif biasanya digunakan untuk mendandani atau untukmenunjukkan ciri khas dari suatu daerah atau tradisi. Dalamsebuah karya pengrajin tentu telah menimbang aturan-aturan

Page 287: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 265

dalam terciptanya produk tersebut, diantaranya adalahkomposisi untuk mendapatkan hasil yang baik tentu komposisisuatu karya tidak boleh hilang.

Menurut Rosa (1997:115) motif adalah “corak atau pola yangterdapat pada bidang kain yang telah diberi gambar, dalam halini produk yang dibuat secara bordiran”. Pada motif terdiri daridua corak

(1) Motif yang diciptakan oleh “masyarakat etniktradisional”, yang lebih menitikberatkan motifnya memilikifungsi praktis magis.(2) Motif yang mempunyai “praktis-etis,pengertian estetika” secara umum bisa dikatakan sesuatu yangberhubungan dengan nilai keindahan”.

Gustami (1980:16) menambahkan: “motif adalah suatu pola,kemudian setelah motif itu mengalami proses penyusutan danditebarkan secara berulang-ulang akan memeroleh suatu pola,kemudian pola tersebut diterapkan pada benda lain makaterjadilah sebuah ornamen”. Motif meliputi segala bentuk alamciptaan Tuhan (binatang, tumbuh-tumbuhan, manusia, gunung,air, awan, batu-batuan).

Motif merupakan bagian yang penting dalam menghasilkansuatu karya atau produk. Bisa gambar atau motif yang diberikanpada produk yang dibuat tidak menarik maka dapatmenimbulkan suatu kesan ketidak menarikan produk tersebutsecara keseluruhan. Motif membuat sebuah produk jadi menarikbagi pemesan, sehingga menimbulkan rasa peminat untukmembeli dan memilikinya. Ketertarikan pembeli atau konsumentidak hanya karena bentuknya tapi juga bisa dari motifnya yangdapat menimbulkan daya tarik yang lebih pada produk yangdibuat.

Pendapat motif menurut Suhersono (2005:11) motif adalah“desain yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam

Page 288: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

266 M. Nasrul Kamal

garis atau elemen-elemen, yang terkadang begitu kuatdipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilasi alam benda, dengan gayadan ciri khas tersendiri”. Setiap motif dibuat dengan berbagaibentuk dasar atau berbagai macam garis, misalnya garisberbagai segi (segitiga, segiempat), garis ikal atau garis spiral,melingkar, berkelok-kelok, horizontal, vertical, garis yangberpilin-pilin dan saling jalin menjalin.

Selanjutnya menurut Purwadarminta (1996:666) motifadalah ”suatu pola, corak dan salah satu dari beberapa gagasanyang dapat berbentuk peran, citra yang berulang”. Berdasarkanpengertian motif di atas dapat disimpulkan bahwa motif adalahsuatu pola corak pada bagian bentuk suatu benda yang sudahmengalami perubahan sehinga lebih indah,menarik danmemiliki ciri tersendiri.

Penggambaran motif tumbuh-tumbuhan dalam segiornamen dilakukan dengan berbagai cara baik natural maupunstilirisasi sesuai dengan keinginan pengrajin perak, demikianjuga dengan jenis tumbuhan yang menjadi objek/inspirasi jugaberbeda tergantung dari lingkungan (alam, sosial dankepercayaan pada waktu tertentu) tempat motif tersebutdiciptakan. Motif tumbuhan yang merupakan hasil gubahansedemikian rupa jarang dikenali dari jenis dan bentuk tumbuhanapa sebenarnya yang digubah atau distilirisasi, karena telahdiubah jauh dari bentuk aslinya.

Hoeve (1983:745) menyebutkan bahwa kerajinan tanganadalah “jenis kesenian yang menghasilkan atau memproduksiberbagai jenis barang hiasan yang terbuat dari kayu, rotan,tulang, gading, porselin, perak dan sebagainya”. MenurutLodaria (1992:180) “proses penciptaannya, pengrajin harusterlebih dahulu mempertimbangkan aspek kegunaan dalamrancangan desain, sebab nilai kepraktisan yang menjadi tujuan

Page 289: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 267

utama seni terapan”. Bastomi (2003:84) mengungkapkan bahwaantar seni kriya/kriya seni tangan dengan industri mesin. Senikriya seni/karya seni”. Dapat ditarik pengertian kerajinan dalamhal ini, adalah aktivitas yang dilakukan seseorang, dikerjakandengan keutamaan pada keterampilan tangan, dalammenciptakan berbagai produk kerajinan dengan memanfaatkanmaterial tertentu.Bastomi (2003:85) secara tradisional ada duabentuk budaya yang menghasilkan kerajinan “(1) budayaagraris/petani, (2) budaya feodalistik atau budaya tinggi”.

Desain yang inovatif memiliki dasar kreatif dalammencermati gejala sosial, budaya, ekonomi dari masyarakat,sehingga memiliki karakteristik atau identitas budaya. Pengrajinperak Kotogadang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam terusmelakukan berbagai upaya dalam mengembangkan desain-desain baru yang kreatif dan inovatif.

Desain motif tumbuh-tumbuhan yang merupakan hasilgubahan yang kreatif sedemikian rupa jarang dikenali dari jenisdan bentuk tumbuhan apa sebenarnya yang digubah ataudistilirisasi, karena telah diubah jauh dari bentuk aslinya yangterpenting kegunaannya.Pengrajin perak Kotogadang dalam mendesain motif,dirancang secara manual dengan alat yang sederhana denganketerampilan secara turun-temurun, sehingga memilikikeunikan dan karakteristik motif maupun proses pengerjaannya.b. Makna Simbol Kemasyarakatan Masyarakat Minang

Seperti yang diketahui, simbol-simbol kemasyarakatanMinangkabau berasal dari sastra lisan yang Berdasarkan tambobahwa Luhak Nan Tigo merupakan daerah asal Minangkabauterdiri dari, Luhak Tanah data; Luhak Agam, dan LuhakLimopuluah. Sekarang dikenal dengan Kabupaten Tanah datar,Kabupaten Agam, dan Kabupaten Limapuluh Kota. Masing-

Page 290: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

268 M. Nasrul Kamal

masing masyarakat daerah luhak dipimpin oleh pangulu ataudatuak. Tugas pangulu bertanggungjawab mengayomi danmengatur masyarakat. Sebagai pimpinan tertinggi dalammasyarakat, pangulu memiliki tiga orang pembantu yaitumenjabat sebagai manti (mentri), dubalang (mentri keamanan),dan malin (ahli agama Islam). Ketiga orang tersebut membantupangulu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dalammasyarakat.

Semua hal yang berkaitan dengan sistem kemasyarakatan didaerah-daerh pemerintahan dipimpin oleh pangulu besertaperangkatnya (manti, malin dan dubalang).

Acuan dalam mengatur pemerintahan berdasarkan falsafahhidup yang telah dirumuskan oleh dua orang fitsufMinangkabau, Datuak Parpatih Nan Sabatang dan DatukKatumanggungan.

Dasar falsafah hidup tersebut adalah alam takambang jadiguru (alam terbentang dijadikan guru), dalam pepatahdisebutkan; panakiak pisau sirauik, ambiak galah batang lintabuang,salodang jadikan niru. Satitiak jadikan lauik, sakapa jadikan gunuang,alam takambang jadikan guru. (penakik pisau seraut, ambil galahbatang lintabung, salodang dijadikan niru. Setitik jadikan laut,sekepal dijadikan gunung, alam terbentang dijadikan guru).

Nilai dalam falsafah Alam takambang jadi guru (alamterbentang dijadikan guru), adalah seluruh sistem yang adadalam jagad raya dapat dihayati dan dipedomani sebagai prosespembelajaran untuk kelangsungan hidup bermasyarakat.

Aturan-aturan dan hukum yang terdapat di jagat raya yangdisebut dengan alam takambang jadi guru dijadikan acuanuntuk merumuskan ketentuan adat. seperti yang sudah ditulisoleh Nurdin (1995:37), Dua orang besar dalam sejarahMinangkabau yaitu Datuak Parpatih Nan Sabatang dan Datuk

Page 291: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 269

Katumanggungan, mereka berdua memberikan sendi-sendidalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Keduanyamempunyai pandangan tersendiri dalam hal pemerintahan danadat, dan membawa sistem matrilini (matriarchaat), yaitu adatyang dipakai sampai sekarang, pembagian atas suku-suku dansistem demokrasi bagi masyarakat Minangkabau.

Masyarakat Minangkabau mengikuti sistem matrilinialdengan dua keselarasan yaitu keselarasan Koto, Piliang dankeselarasan Bodi, Caniago. Konsep suku Koto Piliang hasilpemikiran Dt. Katumanggungan, dan Bodi Caniago hasilpemikiran Dt. Parpatiah nan Sabatang. Suku koto, piliang, danbodi, caniago, merupakan suku awal pada masyarakatMinangkabau. Semakin berkembangnya masyarakatMinangkabau maka muncul jurai-jurai suku dari koto, piliang,dan bodi, caniago, dengan nama baru. Berdasarkan pahammatrilini, bahwa keturunan mengikuti suku ibu.

Kedua orang memiliki dua alur pemikiran yang berbedadalam sistem pemerintahan. Datuk Ketumanggungan, memilikisistem bahwa segala sesuatu kebijakan yang akan dilaksanakanoleh masyarakat diputuskan oleh pimpinan. Dalam pepatahMinangkabau disebutkan bajanjang naiak batanggo turun(berjenjang naik bertangga turun), artinya segala sesuatu hasilmusyawarah yang akan dilaksanakan wajib secara adat diajukanterhadap pimpinan dan pelaksanaannya diputuskan olehpimpinan, yaitu pangulu atau datuk.

Sistem ini disebut juga manitiak dari ateh (menitik dari atas)atau bisa juga disebut dengan sistem pemerintahan Aristokrat.Selanjutnya Datuk Perpatih nan Sabatang memiliki konsep yaitusegala sesuatu yang akan dilaksanakan harus melaluimusyawarah bersama dan keputusan diambil dari mufakatbersama, kemudian direstui oleh pimpinan, dalam pepatah

Page 292: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

270 M. Nasrul Kamal

disebutkan dengan naiak dari anak tangga (naik dari anaktangga), artinya sesuatu yang akan dilaksanakan denganmelaksanakan musyawarah, hasil kesepakatan diputuskanbersama, kemudian direstui oleh pimpinan, pangulu atau datuk.Sistem dengan mambasuik dari bumi (membersut dari bumi), bisajuga disebut sistem pemerintahan demokrat. Kedua sistem initepadu dan tidak bisa dipisahkan. Sistem aristokrat dandemokrat menyatu menjadi keselarasan koto, piliang, bodi,caniago, dengan acuan konsep hidup mengacu kepada rumusanadat Minangkabau disebut dengan ”adaik nan ampek” (adat yangempat).

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa Luhak nan Tigo,merupakan daerah asal Minangkabau. Penyebaran masyarakatKubuang Tigo Baleh berasal dari Luhak nan Tigo yaitu LuhakTanah data. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya IstilahKubuang Tigo Baleh (aku buang tiga belas), merupakankelompok masyarakat yang berjumlah tiga belas (13 orang).Kelompok masyarakat ini kemudian menetap disuatu tempat,dan diberi nama dengan daerah Kubuang Tigo baleh, kemudiandaerah tersebut dikenal dengan daerah rantau masyarakatMinangkabau.

Sehingga Minangkabau terdiri dari Luhak Nan Tigo denganKubuang Tigo baleh, artinya daerah Minangkabau diawali olehdaerah Luhak nan Tigo kemudian ditambah dengan daerahrantau Kubuang Tigo Baleh. Dalam tambo adat disebutkan,‘pisang sikalek-kalek utan, pisang batu nan bagatah. Koto Piliang inyobukan, Bodi Caniago inyo antah.”(pisang sikelat-kelat hutan, pisangbatu yang bergetah. Koto Piliang dia bukan, Bodi Caniago diaentah). Pepatah tersebut menyiratkan bahwa masyarakat daerahKubuang Tigobaleh, merupakan daerah yang membawaperbauran dua keselarasan yaitu Koto Piliang dengan BodiCaniago.

Page 293: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 271

Berdasarkan kedua pepatah di atas bahwa masyarakatdaerah Kubuang Tigobaleh, merupakan daerah yang membawaperbauran dua keselarasan yaitu Koto Piliang dengan BodiCaniago.

Konsep adat yang empat sebagai acuan dapat dijadikanguru, sistem yang ada dalam alam dapat dijadikan sebagaipedoman dalam mengatur kebersamaan dalam hidupbermasyarakat.

Dalam pepatah adat dijelaskan, saikek bak lidi, sarumpun baksarai, salubang bak tabu, sakobek bak siriah, saciok bak ayam,sadantiang bak basi, ka bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun,tatungkuik samo makan tanah, tatilantang samo minum ambun.Kamudiak saantak galah, kailia sarangkuah dayuang, sakato muluikdengan hati, sasuai lahia dengan bathin, sarupo kulik dengan isi.(seikat seperti lidi, serumpun serai, selubang tabu, seikat Sirih,seciap ayam, sedenting besi, kebukit sama mendaki; kelembahsama menurun, tertungkup sama makan tanah, tertelantangsama minum embun, keatas sehentak galah, kehilir serangkuhdayung, sekata mulut dengan hati, sesuai lahir dan bathin,serupa kulit dan isi).

Maksudnya hidup bemasyarakat menciptakan kesepakatanbersama untuk menentukan prinsip dan mencapai kehidupanyang serasi. Diperlihatkan dengan kerja sama, gotong royong,keterbukaan, saling isi mengisi, saling merasakan, untukmencapai dan menciptakan kehidupan sesuai dengan falsafahhidup Minangkabau yang bersendikan syariat Islam. Dalamkehidupan bermasyarakat segala sesuatu yang ingin dicapaiuntuk kepentingan bersama, membina persatuan dan kesatuan.

Berdasarkan hasil musyawarah kesepakatan para pemimpinpemuka adat ditunjukklah salah seorang untuk pemimpin,mengayomi masyarakat nagari. Pemimpin yang telah

Page 294: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

272 M. Nasrul Kamal

ditentukan secara adat diberi gelar pangulu atau datuk.Penentuan pangulu terpilih ditentukan berdasarkan hasilkesepakatan musyawarah pemuka adat, pemuka agama, cerdikpandai cendikia di medan nan saruang. Kemudian pemimpinyang ditunjuk berdasarkan hasil musyawarah diumumkanterhadap masyarakat nagari di medan nan bapaneh. Untukmengumumkan siapa pemimpin atau pangulu tersebutdilaksanakan dengan upacara adat. inilah upacara adat pertamayang dilaksanakan di Minangkabau, yaitu memperingatipengukuhan pangulu pertama di medan nan pabaneh, yangdihadiri seluruh masyarakat nagari. Peristiwa upacara adatpengukuhan pemimpin masyarakat dimedan nan saruangkemudian diumumkan dimedan nan bapaneh tersebut didiringidengan mempertunjukkan berbagai acara kesenian rakyatselama tujuh hari tujuh malam. Pada hari peristiwa pengukuhantersebut masyarakat dilibatkan dan ikut bergembira dalammemperingati peristiwa tersebut.

c. Simbol Cincin tando pada Masyarakat Kabupaten AgamTerciptanya cincin tando merupakan pemikiran dari para

pemuka masyarakat dalam menghadapi pertunangan keduacalon penganten, diadakan musyawarah kedua mamak calonpengatin baik laki-laki maupu pihak perempuan. Orang-orangyang termasuk kedalam pemuka masyarakat yaitu pemimpinmasyarakat atau disebut dengan pangulu (penghulu) ataudatuk, manti (mentri), dubalang (mentri keamanan), dan malin(ahli agama), ninik mamak cendikiawan (kaum bapak dan parapaman yang memiliki ilmu yang tinggi baik secara adatmaupun ilmu pengetahuan umum). Selanjutnya pemimpinmasyarakat dari kaum ibu disebut dengan bundo kanduang(pemimpin wanita dalam suku dan masyarakat nagari).

Page 295: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 273

Ketika ada acara pertemuan dengan masyarakat yangdijelaskan di atas munculah kesepakatan bagi para pemuka adatuntuk membuat cincin tando sebagai perlengkapan dalam acarapertunangan kedua penganten yang sudah disepakati keduamamak calon pengatin baik laki-laki maupu pihak perempuan.Keberadaan Cincin tando termasuk sebagai alat perlengkapandalam suatu pertemuan tukar cincin.

Cincin tando tersebut disebut juga dengan sebagai cincinikatan yang terbuat dari perak untuk bukti sudah ada yangbertunang dan pertemuan tersebut disepakati untuk hal yangbersifat kegembiraan. Artinya seluruh masyarakat ikutberpartisipasi terhadap peristiwa yang dihadapi saat itu.Peristiwa yang bersifat kegembiraan misalnya acara pertemuanketika kelahiran, perkawinan, peresmian pengukuhan penghulu(pemimpin masyarakat).

Penciptaan cincin tando yang sedemikian rupa bukanlahhanya sebagai pelengkap ikatan ketika upacara adat, tetapididalam perangkat cincin tando memuat undang-undang sertaperaturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan adat. Muatanperaturan tersebut berkaitan dengan keselamatan upacara adatyang dilaksanakan. Seperti dijelaskan informan Menurut Leodan Rul pengrajin perak Kotogadang (hasil wawancara Juli2019) bahwa desain dalam modul pengembangan ini terlihat;“Bagus untuk pengerjaan desainnya bisa sehari selesai, tetapidalam pengerjaan peraknya kadang lama, dan yang sederhanapun bisa dibuat dan bagus, manis, lain dari pada yang lain,tetapi tergantung pada yang melihatnya.

Desain cincin masih gaya tradisional dengan bentuk ukiran-ukiran baru dan desain cincin tersebut sudah moderndiaplikasikan dengan batu juga dibuat sesuai dengan kebutuhanserta tuntutan zaman”.

Page 296: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

274 M. Nasrul Kamal

Maksudnya muatan simbol cincin tando cerminan dariperaturan-peraturan yang harus dipatuhi, seandainya terjadihal-hal yang melanggar aturan maka orang yang akanmenyelesaikannya juga sudah tergambar melalui mufakat.Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya untuk menyelesaikansemua persoalan dalam masyarakat adalah penghulu, ninikmamak, cerdik cendikiawan.

Segala ketentuan dan peraturan adat yang termuat dalampakaian tando, cerminan dari tanggung jawab penghulu, ninikmamak, cerdik pandai terhadap pelaksanaan upacara adat.Keterkaitan antara cincin tando dengan upacara adat adalahbahwa cincin tando disebut dengan cincin tando, dan upacara adatdisebut dengan adat segala datuk atau penghulu.

d. Menginterpretasikan makna Simbol cincin tandoterhadap masyarakat Kotogadang Kabupaten Agam,motif ragam hias.

Keberadaan cincin tando dan cincin hias seperti yangdijelaskan sebelumnya memiliki keterkaitan dengan upacaraadat. Pemasangan cincin tando melibatkan orang-orang yangditentukan secara adat. Ada tiga tahapan yang berkaitan denganproses pemasangan cincin tando.

Tahapan pertama, sebelum cincin tando dipasangkan diberitahu kepada urang yang patuik (orang yang pantas) untukmemasangkan cincin tando secara adat.

Orang yang patuik tersebut yaitu anak pisang, induak bako,orang sasuku, dan pemuda kampung. Anak pisang yaitu anakdari paman, anak dari kakak laki-laki dan anak dari adik laki-laki. Ketika ada upacara adat ditando nenek yaitu ibu dari ayahbegitu juga kakak dan adik perempuan dari ayah, biasanyadisuruh untuk berkumpul untuk membantu memasangkancincin tando.

Page 297: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 275

Begitu pula dengan induak bako, adalah semua keluargaayah berkumpul sebagai pelaksana persiapan untuk melakukanpemasangan cincin tando. Orang sasuku dan pemuda kampungyaitu orang yang sama sukunya dengan pelaksana upacara adattermasuk pemuda kampung ikut disertakan dalam prosespemasangkan cincin tando.

Seperti diketahui cincin tando memiliki beberapa perangkat,masing-masing perangkat cincin tando tersebut memiliki ukuranyang besar. Dalam memasangkan cincin tando ini memakanwaktu beberapa hari. Oleh sebab itu orang-orang yang patuikyang dijelaskan di atas bertugas secara adat untukmemasangkan cincin tando.

Tahapan kedua, ketika memasangkan cincin tando seluruhorang yang patuik bekerja sama dalam proses pemasangan.Ketika proses pemasangan cincin tando tersebut terjalinkomunikasi dan kerja sama antar sesama sampai selesainyapemasangan cincin tando tersebut.

Pemuda dan pemudi dalam ruang lingkup orang yangpatuik saling membantu dalam pemasangan dalam pepatahdisebutkan sebagai orang nan capek kaki ringan tangan, artinyapemuda adalah orang yang mau bekerja, mau disuruh,mengikuti apa yang dianjurkan oleh yang tua dalam prosespemasangan cincin tando ini.

Begitu pula keterlibatan kaum bapak dan perempuan ikutbekerja sama dengan para pemuda-pemudi untuk mengontroldan mengatur sistem pemasangan cincin tando, dalam pepatahdisebutkan balaia banangkodo, bajalan banan tuo, artinya berlayarada nakoda, berjalan ada yang dituakan. Tafsiran pepatah inidalam pemasangan cincin tando adalah keterlibatan kaum bapakdan ibu untuk memberi petunjuk dan pengotrol carapemasangan cincin tando.

Page 298: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

276 M. Nasrul Kamal

Bahkan ketika proses pemasangan cincin tando tersebutterjadi pendidikan adat, artinya kaum bapak dan ibumenjelaskan kenapa perangkat cincin tando tersebut memilikiperan dan penting sebagai perlengkapan dalam upacara adat.Ketika proses pemasangan cincin tando terjadilah senda gurauantar sesama antara yang muda dengan yang tua, laki-lakidengan anak perempuan, dengan acara makan dan minumbersama, semuanya di bawah pengawasan yang tua. Adabeberapa diantara pemuda dan pemudi, mereka jarang bertemuatau belum pernah bertemu disebabkan kesibukan pekerjaan,pendidikan. Pada saat ini terbina hubungan komunikasi danmereka menyadari bahwa mereka memiliki keterkaitankekeluargaan.

Tahapan ketiga, setelah selesai upacara membuka kembalicincin tando. Pada tahap ini seluruh keluarga yang secarasapatuik bersama- sama membuka cincin tando.

Pada waktu ini antara anak yang muda-muda bekerja samadengan para yang tua-tua membuka dan menyusun kembalimasing-masing perangkat cincin tando. Pada saat ini akanterulang senda gurau antara sesama. Kaum bapak dan kaum ibumengatur dan para yang muda-muda melaksanakan prosesmembuka cincin tando. Bahkan pada tahap ketiga ini terbentuksuasana kekeluargaan yang kokoh.

G. Penelitian Zihan Permadani: Perilaku AdaptifPerajin Cor Kuningan (Studi Deskriptif diDesa Wisata Bejijong Trowulan Mojokerto) [103]

1.Tim Peneliti/PenulisZihan Permadan

103]ttp://repository.unair.ac.id/79613/3/jurnal_fis.ant.66%2018%20per%20p.pdf

Page 299: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 277

2. Fokus Penelitian dan Metode PenelitianKerajinan cor kuningan merupakan salah satu warisan

peninggalan nenek moyang yang sudah turun temurun sejakjaman Majapahit. Kerajinan cor kuningan sebagai suatu karyaseni terapan yang penciptaannya terikat oleh fungsi praktisdipakai untuk bahan membuat alat-alat perlengkapan makandalam kerajaan atau kaum bangsawan.

Munculnya kerajinan cor kuningan ini berkaitan dengantujuan unuk memenuhi kebutuhan benda hias serta kebutuhanfungsional sehari-hari yang dipengaruhi oleh beberapa aspekguna untuk memenuhi keselarasan dan keseimbangan antaranila estetik dan nilai fungsional.

Desa Bejijong merupakan desa wisata pusat pembuatanproduk kerajinan cor kuningan yang terletak di KecamatanTrowulan, Kabupaten Mojokerto dan memiliki sekitar 160 unitusaha. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptifkualitatif dengan menggunakan metode observasi/pengamatanlangsung, wawancara/interview, pemilihan informan dengan 10orang informan yang terpilih dan memenuhi syarat,dokumentasi, dan studi pustaka.

Selanjutnya dilakukan analisis data melalui tahap-tahapdengan menggunakan teori, hasil penelitian perajin corkuningan di Bejijong Trowulan, melakukan proses produksidengan tiga tahap yaitu tahap pertama atau pra produksidengan menyiapkan bahan baku berbentuk malam/lilin, matakucing, tanah liat, kuningan.

Tahap kedua dengan pembuatan model/bentuk, finishingmodel/matras, membuat jalan kuningan masuk, mill,membungkus, membakar, membuka, serta proses lanjutan.Tahap ketiga yaitu finishing dengan teknik poles, teknik krom,dan teknik buatan.

Page 300: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

278 M. Nasrul Kamal

Kemudian kerajinan cor kuningan dipasarkan atau dikirimkepada pemesan dari Bali, Solo, Yogyakarta. Menggunakanstrategi tertentu untuk bertahan dalam persaingan bebas.Perilaku adaptif yang dilakukan oleh perajin cor kuninganbekerja berdasarkan kesepakatan dagang yang telahberlangsung selama 25 tahun. Serta menciptakan suatukaderisasi agar senantiasa ada yang meregenerasi dalam jangkapanjang.

3. Hasil PenelitianKerajinan cor kuningan merupakan suatu karya seni yang

berbentuk patung dengan dilapisi oleh kuningan. Kerajinan corkuningan yang berada di Desa Wisata Bejijong TrowulanMojokerto ini cukup menarik perhatian karena selainpengunjung temukan tempat wisata bersejarah juga pengunjungdapat melihat langsung cara membuat sebuah kerajinan corkuningan. Di sepanjang jalan masuk desa Bejijong terdapatbanyak rumah baik secara pribadi maupun terbentuk dalamsuatu kelompok usaha dagang yang memproduksi suatu karyaseni berbentuk kerajinan cor kuningan.

Dalam membuat suatu kerajinan cor kuningan terdapat tigatahapan. Yaitu tahap pertama pra produksi dengan menyiapkanbahan baku berbentuk lilin/malam, mata kucing, tanah liat, dankuningan. Kemudian tahap kedua yaitu proses produksi denganmembuat cetakan/model/bentuk, finishing model/matras,ndalani, mill, mbungkus, mbakar, mbukak’i, serta proseslanjutan. dan tahap ketiga yaitu finishing dengan teknik polesmulai dari grenda kasar, nglas untuk menyambung antar bagianpatung, pewarnaan, grenda kasar. Dengan begitu kerajinan corkuningan siap untuk dikirim ke pemesan.

Mengadopsi suatu perilaku adaptif yang dikemukakan olehJohn W Bennet, kemudian diaplikasikan dalam suatu kegiatan

Page 301: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 279

usaha kerajinan cor kuningan. Mulai dengan suatu prosespembuatan dan pemasaran kerajinan cor kuningan oleh UDWijaya Kusuma. Melalui cara-cara atau pendekatanpenghayatan dan proses interaksi antar pengusaha dankaryawan yang dicari jalan tengah yang mufakat, karenaadanya hubungan yang saling membutuhkan. Memberi suatupenghargaan kepada pak Doyok yang ahli dibidangnya dengankenaikan status sosial serta mulai menumbuhkan suatupencalonan atau kaderisasi guna untuk meregenerasi supayausaha yang sedang dijalani mampu survive hingga 10 tahun kedepan bahkan lebih.

H. Beberapa KesimpulanDapat disimpulkan bahwa para pengrajin Kotogadang

tentunya dapat survive, jika belajar mengadaptasi kebutuhanyang ada sehingga munculnya bentuk-bentuk tersebut adalahadaptasi terhadap kebutuhan yang berkaitan dengan pembuatankerajinan perak yang dimaksud, berikutnya dan belajar tentangmakna serta simbol-simbol yang berlaku umum di minangkabauserta simbol-simbol yang berkaitan dengan makna produkkerajinan perak yang dimaksud. [104]

***

104 dari uraian di atas jelaslah bahwa terjadi dan munculnya kerajinanperak di kotogadang lebih cendrung di sebabkan oleh budayabelajar (1) budaya belajar adaptif) dan (2) buda ya belajar simbolis,yang belum pernah disinggung baik pada peneltian 2016, 2017,dan 2018, walaupun

Page 302: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

280 M. Nasrul Kamal

Page 303: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 281

BAB. VIIPENUTUP

A. Pendahuluan

erajinan merupakan salah satu bagian dari seni rupayang sudah ada sejak lama. Kita diperkenalkan dengankerajinan dan seni rupa sejak kita memulai pendidikan.

Kerajinan sendiri diminati oleh semua kalangan dan tidakdibatasi oleh usia dan jenis kelamin. Saat ini kerajinan sudahsangat berkembang dan mengakibatkan munculnya kerajinanmoderen.

Ada dua macam kerajinan yang kita kenal saat ini, kerajinantradisional dan kerajinan moderen. (1) Kerajinan tradisionalyang terdapat di Indonesia adalah seperti kerajinan batik,anyaman bambu, anyaman rotan, dan lain sebagainya. (2)Sedangkan kerajinan moderen seperti scrapbook, clay, aksesoris,kotak hadiah, boneka flannel, dan lain sebagainya.

Kerajinan tangan moderen banyak diminati oleh sebagianmasyarakat Indonesia. Hal tersebut menyebabkan tumbuhnyatoko–toko penyedia bahan dan alat-alat kerajinan. Toko-tokotersebut tidak hanya menyediakan alat dan bahan kerajinan saja,tetapi juga menyediakan jasa kursus kerajinan. Kerajinan tanganmoderen ini cukup menarik perhatian masyarakat Indonesiamulai dari anak kecil

Kerajinan perak Kotogadang adalah kerajinan tradisionalsuatu proses pembuatan barang dengan mempergunakan

K

Page 304: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

282 M. Nasrul Kamal

tangan dan alat sederhana yang ada di lingkungan rumahtanggaserta dipelajari secara turun-temurun dengan bahan baku yangtersedia di sekitar daerah tempat tinggal (Bais, 1992:2).

Pada awalnya kerajinan perak Kotogadang dipergunakanuntuk kebutuhan adat istiadat serta sebagai pelengkap daripakaian adat Kotogadang. Pekerjaan ini mereka lakukansekedar untuk melanjutkan warisan leluhur yang kemudiandiwariskan pada anak cucu mereka.

Pengrajin perak Kotogadang seluruhnya menggunakanornamen flora dan fauna yang digunkan berbagai bentukornamen khas Minangkabau serta membuat bentuk peniruanlain, karena sebagai penggambaran bentuk-bentuk baru danmenuangkan keindahan yang terdapat dari bentuk tersebut.

Adapun Silver work Rul dan Leo mengungkapkan bahwa,dari semua bentuk yang ingin dibuat tidak harus sama denganorang lain, dengan membuat bentuk-bentuk baru akan munculide penciptaan sendiri, begitu juga dengan pengrajin-pengrajindisini tanpa dipaksakan untuk membuat kreasi sendiri terkecualiada pemesanan.

Penciptaan ide sendiri, Silver Work-Silver Work tidakmemproduksi hasil produknya melainkan hanya untukkebutuhan pribadi, sedangkan untuk ornamen hasil peniruanbentuk lain dari konsumen membuatkan akan tetapi tidakdiproduksikan secara besar-besaran, maksudnya hasil kerajinanornamen tersebut dibatasi hanya beberapa. Apabila diproduksisecara besar-besaran dikawatirkan ornamen ciri Minangkabauyang merupakan kerajinan tradisi, dengan mudah akanmenghilang karena kerajinan perak merupakan kerajinan turun-termurun maka, ornamennya juga menggunakan bentukterdahulu (hasil wawancara Silver Work Rul 28 Juli 2019).

Page 305: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 283

Menurut Silver Work Rul, ornamen peniruan bentuk lainawalnya hanya penggambaran semata untuk menciptakandesain yang berbeda dari pengrajin, hal nyata bentuk peniruanyang diterapkan juga mampu membuat masyarakat tertarikuntuk memilikinya.

Bentuk ornamen yang berbentuk stilasi flora dan faunasering ditemukan pada semua kerajinan yang ada diMinangkabau. Sebagian besar jenis ornamen flora dan faunamengacu pada bentuk aslinya dan hanya ada beberapaperubahan /stilisasi pada bagian-bagian tertentu misalnya padakelopak dan tangkai bunga.

Selain dari bentuk yang menyerupai di dalamnya jugaterdapat makna-makna simbolis yang menceritakan adanya nilaiprilaku, dan kehidupan. Pengrajin perak Kotogadangmenuangkan bentuk ornamen pada benda-benda perhiasan dariciri yang sudah menjadi ragam hias Minangkabau denganadanya pengaruh dari budaya Melayu, Arab bahkan Jawasehingga karakteristik ornamen Minangkabau identik dengankebudayaan tersebut sekarang sudah menjadi seni masyarakatMinangkabau.

Ciri kerajinan perak Kotogadang terletak pada teknik danhiasan dari flora dan fauna. Ornamen kerajinan perak yangditerapkan merupakan stilisasi dari unsur-unsur yang terdapatpada alam seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan gabunganantara tumbuh-tumbuhan dan hewan. Selain itu jugamenerapkan ornamen kreasi baru seperti kuda dan sepedamotor yang bukan termasuk ornamen Minangkabau, penerapantersebut dilakukan karena pengrajin perak dari generasisebelumnya mengungkapkan bahwa:

Ornamen buah cengkeh dan daun asam awalnya tergolongornamen Minangkabau dan sekarang banyak digunakan, karena

Page 306: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

284 M. Nasrul Kamal

bentuk tersebut merupakan pengaruh budaya kerajaan Pagaruyungsendiri.105

Ornamen hewan seperti burung terpengaruh dari budayaluar akan tetapi seiring berkembangnya agama islam diMinangkabau gambar-gambar lukisan yang berbentuk gambarhewan tidak diperbolehkan karena banyak orang menyakini,bahwa jika dirumahnya ada yang berbentuk hewan-hewan makarumah itu dipercaya tidak dimasuki malaikat kerumahnya.Dengan begitu penggambaran bentuk hewan pada kerajinanperhiasan perak hanya untuk melestarikan bentuk-bentukornamen terdahulu dengan melakukan perubahan stilasi dalambentuk aslinya.

Bentuk ornamen kerajinan perak Kotogadang terdapat 10jenis penerapan bentuk flora dan fauna, diantaranya yaitu bungamelati, bunga mawar, bunga matahari, daun, cengkeh, isiangaris dan pohon kelapa.

Ungkapan tersebut ada terdapat dua jenis yang merupakanhasil peniruan bentuk lain seperti kuda dan ikan, sedangkanyang lainnya merupakan ciri ornamen Minangkabau. Secarakeseluruhan ornamen terdiri pada bagian-bagian yangmempunyai peranan berbeda satu sama yang lain.

Bentuk-bentuk ornamen terbagi menjadi 3 karakter yangpertama yaitu ornamen utama, ornamen pelengkap dan isian.yang disebut ornamen utama adalah bentuk ornamen yangpaling menonjol dari bentuk-bentuk ornamen sekelilingnya ataubisa disebut sebagai fokus perhatian, sedangkan ornamenpelengkap merupakan bentuk ornamen yang berfungsi sebagaimengisi pada bidang-bidang yang kosong serta melengkapibentuk ornamen utama, dan isian yang berfungsi mendandani

105 silver work rul, 25 juli 2019).

Page 307: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 285

bentuk ornamen utama maupun bentuk ornamen pelengkap.Adapun bentuk-bentuk ornamen utama yaitu bunga mawar,ornamen pelengkap bunga melati, bunga matahari, daun danpohon kelapa serta isian (isen-isen/taro).

Dari segi proses belajar adaptif dapat disimpulkan sebagaiberikut:

1. Perilaku adaptasi merupakan perwujudan perilakuyang telah disesuaikan dengan tujuan yang hendakdicapai. Bentuk-bentuk perilaku dipilih dan diselaraskandengan tujuan, sehingga perilaku penolakan atauketerlibatan menjadi suatu suatu pilihan perilaku yangditampilkan dan bertujuann untuk beradaptasi. Secaratersirat perilaku adaptasi memiliki kaitan dengan tujuanyang hendak dicapai. Apabila tujuan tersebutmenguntungkan, perilaku adaptasi diupayakan untuksesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

2. Strategi adaptif mengacu pada tindakan-tindakan yangdipilih secara sistematis dan diwujudkan dalam bentukpengambilan keputusan. Dalam keputusan tersebutindividu atau kelompok bersangkutan telahmemprediksi bahwa dengan memanfaatkan dayamereka dipercaya akan berhasil mencapai tujuan. Padastrategi adaptif terkandung langkah-langkah yang akanditempuh dan memperhitungkan masalah yang akandihadapi. Langkah-langkah atau strategi-strategitersebut bersifat logis dan dipandang berdaya gunadalam menyelesaikan kebutuhan hidupnya.

3. Tindakan adaptasi bermakna suatu tindakan yang secarakhusus direncanakan dan dilakukan sekuat tenaga(maksimal) diarahkan untuk kemajuan di masa depan.Perencanaan dan perwujudan tindakan dilakukansecara logis melalui pemikiran yang rasional. Untuk itu

Page 308: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

286 M. Nasrul Kamal

tindakan adaptif lebih bersifat penyelesaian, biladipandang terdapat kekurangberesan dalam perilakuadaptif. Tindakan adaptif cenderung bersifat menerimaakan sumber daya yang ada dilingkungannya sebagaiseabagai potensi yang harus digali dan dimanfaatkansebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemajuanhidupnya.

Perilaku, strategi dan tindakan adaptif digunakan olehindividu atau kelompok masyarakat dalam rangka penyesuaiandengan lingkungannya. Jika terdapat dua atau lebih kelompokmanusia yang hidup dalam suatu lingkungan namun memilikitradisi berbeda, maka akan menampilkan perilaku adaptasi yangrelatif sama. Sebaliknya jika kelompok-kelompok tersebutmemiliki tradisi yang sama, namun berada dalam lingkungan,maka akan melahirkan perilaku adaptif yang berbeda.

Ada beberapa unsur yang diadaptasi oleh para pengarajinKotogadang yang dapat dibagi atas dua kelompok yaitu yangberasal dari lingkungan sendiri dan yang berasal darilingkungan luar.

B. Beberapa Catatan1. Prinsip Budaya Belajar

a. Adanya pengaruh latar dan dukungan lingkungan alamsekitar (lingkungan fisik, sosial, budaya dan ekonomi)

b. Adanya ketersediaan sumber daya manusia darilingkungan sosial Kotogadang

c. Adanya usaha untuk menguasai kerajinan yang bersifattradisi maupun yang moderen

2. Pola Perilaku Budaya Belajar AdatifPola Perilaku Belajar Adaptif terlihat dari

Page 309: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 287

a. Adaptasi terhadap tradisi (lingkungan dalam/ LD)misalnya adaptasi terhadap teknis pembuatan kerajinan(LD dan LL), adaptasi terhadap kebutuhan akanpembuatan bentuk benda-benda pakai dan asesoris adat.

b. Adaptasi terhadap lingkungan sosial budaya (LL)misalnya keyakinan agama dan kepercayaan (LD danll/sosial budaya), terhadap pemasaran dan penjualan(LL/ sosial budaya), adaptasi terhadap kebutuhanturisme (LL/sosial budaya), barang kenang-kenangan(memorabilia)

3. Pola Perilaku Budaya Belajar Simbolika. Perilaku Budaya Belajar Simbolik Kepada Adat dan

Tradisi (lingkugan dalam)b. Pola Strategi Budaya Belajar Simbolikc. Strategi belajar simbolik pada tradisi minangkabau: a.

belajar tentang adat dan makna simbolisnya; b. belajartentang falsafah alam takambang jadi guru; c. penerapan/ aplikasi pembelajaran budaya simbolik pada produkkerajinan perak

4. Makna PembelajaranBudaya seni dan kerajinan entitas Kotogadang jelas banyak

banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Misalnya budayasetempat yang diapresiasi oleh masyarakatnya, dan dimaknaidengan cara melestarikan nilai normanya. Dan itu berlangsungsejalan dengan perubahan waktu dan perubahankeperluan/kebutuhan yang dilaksanakan dalam kehidupansehari-hari. Nilai norma budaya adalah sesuatu yang berhargayang sekaligus berfungsi sebagai landasan pembelajaran. Nilai-norma budaya tampak dari sistem pengetahuan (baik teknis, dansimbolis) mereka berkenaan dengan kepentingan kelangsungankehidupan dan kecakapan serta ketrampilan yang harus mereka

Page 310: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

288 M. Nasrul Kamal

miliki. Makna Pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawahini

Tabel 7.2 Kebermaknaan Pembelajaran Adaptif Kerajinan

Lingkungan Budaya Belajar KerajinanJenisKecakapan

LingkunganPembelajaran

RekapitulasiPembelajaranmelalui adaptasi

1 Kecakapanmerancangbaik secaratradisimaupunmoderen

Pengenalan merancangberbagai jenis produkbaik sebagai bendapakai, sebagai bendaadat atau asesorispakaian, adat

1.Pembelajaran ttg.pakaian adat danasesorisnya2.Adaptasittg.kepercayaan,keyakinan dalammenggambarkanmackhluk hiduppada produksi3. Pengetahuan danadaptasi terhadapimitasi dan stilasibentuk3. Afdaptasi terhadappengetahuan bentuk-bentuk simbolik adatdan maknanya

2 Kecakapanmemproduksibaik tradisimaupunmoderen

1.Kepemilikan,Penguasaan, danPengenalan alat dansumber bahan2.Pengenalan teknikpembuatan3.Pengenalan kepadafinishing: penyepuhan

Adaptasi ttg.1.Kerajinan tradisidan 2. Kerajinanmoderen

3 Kecakapanmemasarkansecara

Pengenalan kepadakecakapan memasarkandilakukan sebagai

Adaptasi ttg.Kebutuhan pasarbaik tradisi maupun

Page 311: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 289

Lingkungan Budaya Belajar KerajinanJenisKecakapan

LingkunganPembelajaran

RekapitulasiPembelajaranmelalui adaptasi

tradisional danmenetap

tindakan penyesuaiandengan kebutuhanhidup yakni dengansistem borongan danpenitipan di Amai SetiaKemampuanmemasarkan dilakukandengan prosedurmeniru dan mencoba.

moderen1.Sebagai bendapakai,2. Sebagai benda

adat3.sebagai bendaBenda pajangan dan4. Sebagai Bendasouveniratau kenangan

4 KecakapanMemasarkansecara baru /moderen danberubah

Lingkunganpembelajaran sesuaidengan bentuk usahadan besarnya modalyang dipakai untukmemproduksi ataumemasarkan danpenguasaannya

Kemampuanadaptasi pemarasanmelalui berbagaimedia dan segalaperubahannya:melalui penitipan,melalui pajangan,Iklan, Kepemilikantoko, Melalui tokosouvenir, Melaluiinternet dan mediabaru, dsb.

***

Page 312: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

290 M. Nasrul Kamal

Page 313: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 291

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Buku

Abin Syamsudin Makmum, 2005. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.

Adi, Nugraha. 2089. Membaca Kepribadian Orang-orang Cina.Jogjakarta: Garasi

Ahimsa-Putra, S.H. 2001. Strukturalisme Levi Strauss: Mitos dan KaryaSastra. Yogyakarta: Galang Press.

Ahmadi. Abu. H & Uhbiyati, Nur, 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta.Rineka Cipta.

Akker, J. Van den. 1999. Principles and Method of DevelopmentResearch. London. Dlm. van den Akker, J., Branch, R.M.,Gustafson, K., Nieveen, N., &

Alfin, Toiler. 1981. The Future Shok “Third Wave”. New York: BantamBook.

Amran, Rusli, 1985, Sumatera Barat hingga Plakat Panjang,Jakarta:Pen.Sinar Harapan

Ananingsih. (2006). Pengembangan Modul Pembelajaran Mata di klatMenggambar Busana di SMK 2 Godean. Skripsi. FT UNY.

Andi, Prastowo, Menguasai Teknik-Teknik Koleksi Data PenelitianKualitatif. Diva Press, Jogjakarta, 2010.

Anitra Nettleton 2010.Life in a Zulu Village: Craft and the Art ofModernity in South AfricaThe Journal of ModernCraftVolume 3—Issue 1 March 2010 pp. 55–78

Ansyar, Mohd. 2000. Dasar-dasar Penyebaran Kurikulum. Jakarta,Depdikbud, di rjen. PT. P2LPTK

Page 314: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

292 M. Nasrul Kamal

Arifin, Syamsul, (1976). Ilmu logam, Jilid I, Jakarta. Ghalia Indonesia.Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan: Aplikasi

dan penerapannya. Jakarta: Bumi Aksara.Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: Rajawali Press.Awangku Hassanal Bahar Bin Pengiran Bagul, Pariwisata,

Kenyamanan dan Perubahan Global, Volume 1 (2014),p.TOC-10.

Azhar, Arsyad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.

Azizah Etek. 2007. Kotogadang Masa Kolonial. EDISI, cet.1.Penerbitan, Yogyakarat: LKIS,

Burden, P. R. & Byrd, D. M. 1999. Methods for Effective Teaching. (2nded.) Boston, MA: Allyn & Bacon.

Bakker.Anton. 1984. Kosmologi Ekologi Filsafat Tentang Kosmos SebagaiRumah Tangga Manusia.Yogyakarta. Kanisius.

Bandi. 2009. Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, Jakarta: direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen AgamaRI.

Bastomi, Suwaji.2003. Apresiasi Kesenian Tradisional, IKIP SemarangPress.

Borradori, G., 1994. The American Philosopher. Chicago and London:The University of Chicago Press.

Bram Palgunadi. 2007. Desain Produk 1: Desain, Desain er, danProyek Desain. Penerbit: ITB. Year. Bandung

Burden, P. R. & Byrd, D. M.. 1999. Methods for Effective Teaching. (2nded.) Boston, MA: Allyn & Bacon.

Burke, Peter. 2000. Sejarah dan Teori Sosial. Bandung: Remaja RosdaKarya Offset.

Chaprian, Rusdi.2003. Direktur, admin web dan pendiri PelangiHoliday Travel Services, Bukittinggi.

Coombs, p,. 1985. World Education Crisis. New York. OxfordUniversity press.

Page 315: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 293

Couto, Nasbahry, 2008, Budaya Visual Seni Tradisi Minangkabau,Padang: UNP Press

Creswell, John W.. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative, andMixed Methods Approaches Second Edition.London: SagePublication.

Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: KencanaPrenada Media Group.

Dayati, U. 1998. Kontribusi Faktor-faktor Kepemimpinan Wanitadengan Keberhasilan Program pada Organisasi SosialKemasyarakatan yang di pimpinya. Laporan Penelitian,Jakarta DP3M.

Denzin, N., & Lincoln, Y. (Eds.). 2005. Handbook of QualitativeResearch (3rd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.

Departemen Perdagangan RI. 2008. “Rantai Nilai Generik IndustriKreatif: Pemgembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025”.

di retorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah di retoratPembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2008. PanduanPenulisan Butir Soal, Departemen Pendidikan Nasional.

Djaja, Tamar, 1980. Roehana Khudus, Srikandi Mr, Jakarta. PenerbitMutiara.

Djelantik, A.A.M, 1999, Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: MSPI.Djoharnurani, Sri. 2002. Bahan Kuliah Sumber Penciptaan. Program ISI

Yogyakarta.Domer, P. (1997). The Culture of Craft. Manchester University Press.Effendy. Onong Uchjana. 1992. Hubungan Masyarakat. Bandung.

Remaja Rcsdakarya.Ernst Cassirer. 1987. Manusia dan Kebudayaan Sebuah Essai Tentang

Manusia. Jakarta. PT. Gramedia.Fatimah Siregar. 2012. Bentuk Penempatan dan Makna Motif Ukiran

yang ada di bagas Godang Desa Gadang KabupatenMandailing Natal Sumatera Utara. Skripsi Jurusan SenirupaFBS UNP Padang

Febrianti. Haluan, Rabu, 23 May 2012. Halaman 4

Page 316: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

294 M. Nasrul Kamal

Frondizi, Risieri. 1963. Pengantar Filsafat Nilai, Yogyakarta: PustakaPelajar,

Johnson, D.P. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. TerjemahanRobert M.Z. Lawang. Jakarta: PT Gramedia.

Gay, L. R. 1987. Education research, Competencies for analysis andapplication. Third edition. Columbus: Merrill PublishingCompany.

George Ritzer Douglas J. Goodman. 2004. (Sociological Theory) TeoriSosiologi dari Reori Sosiologi Klasik Samapai PerkembanganMutakir Tori Sosial Posmodern. Terj. Nurhadi,Yogyakarta. Penerbit Kreasi Wacana.

Gie, The Liang. 1996. Filsafat seni sebuahpengantar. Yogyakarta:PUBIB

Greenhalgh, P. (1997). The History of Craft. Manchester UniversityPress.

Gunter, A. L., et al. 1990. Instruction a Model Approach. London:Allyn and Bacon.

Gustami, SP., 1990. “Konsep-konsep Produk Kriya Tadisional Indonesia,Analisis, Desain Melalui Pendekatan Sosial Budaya”,Makalah Seminar Kriya ISI Yogyakarta

___________. 1980. Motif dan Ragam Hias, Jakarta.___________,1991. “Seni Kriya Indonesia di lema Pembinaan dan

Pengembangan", dalam SENI: Jurnal Pengetahuan danPencitaan Seni. 1/03 - Oktober 1991, Yogyakarta. BP ISI.

___________. 1992. "Filosofi Seni Kriya Tradisional Indonesia",dalam SENI: Jurnal Pengetahuan dan Pencitaan Seni. II/O 1- Januari 1992, B.P ISI Yogyakarta

Hadi, Sutrisno. 1980. Metologi Reserch, Yogyakarta. Yayasan PenerbitFakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hakimi.Idrus Datuk Rajo Pemghulu. 1999. Buku Pengang untukPenghulu di Minangkabau. Padang L.K.A.A.M. Sumbar

Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja GrafindoPersada.

Page 317: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 295

Hayatunnufus. 1993. Dasar-Dasar Desain Busana. Padang.FPTK1K1P.

Hendayat Sutopo, Westy Soemanto, 1993. Pembinaan danPengembangan Kurikulum Sebagai Substansi ProblemAdministrasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara.

Herawati, Tuty., 2013. Pengantar MICE. PNJ Press.Hery, Suhersono. 2005. Desain Bordir Motif Flora. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.Hoop, A.D.J. Th. A. Van Der. 1949. Ragam-Ragam Perhiasan Indonesia,

Terj. K. Siagian, Batavia: Konninklijk Bataviaasch GenootSchap Van Kunsten En Wotenshappen.

Ibenzani Usman. 1985. Seni Ukir Tradisional pada Rumah AdatMinangkabau: Teknik Pola dan Fungsinya.Bandung: ITB

Imran, Manam, 1989. Antropologi Pendidikan. Jakarta DepartemenPendidikan dan Kebudyaan.

Insannul Kamil, Indria Hapsari. 2007. Pengembangan Model IndustriKelautan Berbasis Klaster di Kota Padang. Jumal:Optimasi Sistem Industri, Vol. 6 No. 2 Mei 2007 JurusanTeknik Industri Fakultas Teknik Universitas AndalasPadang

Joyce, B. & Weil, M. 1992. Models of Teaching, New Yersey: Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs.

Kaelan. 2000. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta.Penerbit Paradigma.

Karl Polanyi, 2003. Transformasi Besar Asal-usul Politikdan EkonomiZaman Sekarang Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Kayam Umar. 1981. Seni Tradisional Masyarakat, Jakarta: SinarHarapan.

Kayam Umar. 1989. Seni Tradisional Masyarakat, Jakarta: SinarHarapan.

Kemp, J. E. 1977. Instructional Design: a Plan for Unit and CourseDevelopment. California: Fearon Pitman Publisher.

Kemp, J. E. 1977. Instructional Design: a Plan for Unit and CourseDevelopment. California: Fearon Pitman Publisher.

Page 318: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

296 M. Nasrul Kamal

Keraf A, S. 1987. Pragmatisme Menurut William james. Yogyakarta:Kanisius.

Koentjaraningrat. 1996. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan(cetakan kesembilan belas). Jakarta; PT. GramediaPustaka Utama.

_________. 1965. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

__________. 1989. Seni Tradisional Masyarakat, Jakarta: SinarHarapan.

Kuklick, B. 1976. “Pragmatism”. Dictionary of American History. Vol.V, Rev. Ed. New York: Charles Scribner’s Sons.

Lewis, D. G. 1968. Experimental design in education. London:University of London Press Ltd.

Lewis, D. G. 1968. Experimental design in education. London:University of London Press Ltd.

Lincoln & Guba, E. 1985. Evaluation: The Procces of Stimidating, Aiding,and Abetting Inssightful Action.Colorado: Phi Delta Kappa.

Lodra, I Nyoman. 2002. “Kerajinan Perak Suarti Sebagai KaryaTandingan di Pasar Global”. Tesis Program Studi Magister(S2) Kajian Budaya Universitas Udayana Denpasar.

Manners, A. dan Kapan, D. 1999. Teori Budaya. Terjemahan LandungSimatupang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mangkeso, La. 1995. Pengrajin Tradisional di Daerah Propinsi SulawesiTenggara. Bagian Proyek Pengkajian dan PembinaanNilai-Nilai Budaya Daerah Sulawesi Tenggara. Kendari.

Mansour Fakih, 2012. Analisis Gender & Transformasi Sosial.Yogyakarta. Pustaka Peiajar.

Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan Dalam PerspekifIlmu Budaya Dasar.Jakarta. Rineka Cipta.

Marina Mustafa, 2011. Potensi Mempertahankan Kerajinan sebagaiProduk Pariwisata di Yordania, International Journal ofBusiness dan Ilmu Sosial Vol. 2 No 2; Februari 2011

Page 319: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 297

Miles, Mathew B. & Huberman, A. Michael. 1992. Analisis DataKualitatif. Penerjemah Tjejep Rohendi Rohidi.Jakarta: UIPress.

Moleong, Lexy, J, 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarva

Nasir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.Nirant Satsang, 2014,Pengaruh Regional Promosi Intelektual dan

Industri Kreativitas Promosi tentang Baan-Cao-Jom JewelryDesign Sri-Satchanalai Kabupaten di Provinsi Sukhothai,International Journal of Humaniora dan Ilmu Sosial Vol.4, No. 6 (1); April 2014

Oesman, O. dan Alfian (Ed). 1990. Pancasila sebagai Ideologi dalamBerbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, danBernegara. Jakarta: Penerbit BP 7 Pusat.

Palgunadi, 2007. Diseminasi NSPM, Majalah Teknik Jalan danTransportasi, No.107, Tahun XXV, hal. 50-52, Jakarta.

Paursen, Van. C.A. 1976. Strategi Kebudayaan.Terj. Dick Hartoko.Yogyakarta: Kanisius.

Piliang Yasraf Amir. 1999. Hiper-Realitas Kebudayaan. Yogyakarta.LKIS.

Plomp, T. (pnyt.)”. Design approaches and tools in educational andtraining. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.

Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:PN. Balai Pustaka.

Power. 1982. Consequences of Prgamatism (Essays: 1972-1980).Minneapolis:University of Minnesota Press.

Prendergast, M. 2002. Action research: The improvement of student andteacherlearning.http://educ.queensu.ca/ ar/reports/MP2002.htm

Price. 1965. Educational Theory and Its Foundations di sciplines.London,Boston, Melbourne and Henley: Rutledge &Kegal Paul.

Pringgotligdo Mr. A.G. (1975).”Perak” Ensiklopedia Indonesia Umum,Yayasan Kanisius, Yogyakarta

Page 320: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

298 M. Nasrul Kamal

Raharjo, Timbul. 2011. Seni Kriya & Kerajinan. Program PascasarjanaISI Yogyakarta

Read, Herbert. 1974. The Meaning of Art, Bugay, Sffolki PelicanBooks.

Risatti, H. (2007). A Theory of Craft. Chapel Hill.Ritzer, G. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.

Terjemahan Alimandan. Jakarta: CV Rajawali.Rohana, Nurul. 2009.William James; Tokoh Filsafat Abad Modern

Pragmatisme dan Psikologi Agama. Pacitan: STKIP PGRIPress.

Rohidi, Tjetjep Rohendi, 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan.Bandung: STSI Bandung Press.

Rosa, Ady. 1997. Rosma dan Nukilan Bordir Sumatera Barat. PadangCitra Budaya Indonesia.

Rostow, W.W. 1961. The Stages of Economic Grouth; A Non-Communist Manifesto, Cambridge; CambridgeUniversity Press.

Sachari, Agus 1986. Paradigma Desain Indonesia, Jakarta. Rajawali.______________. 2002. Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Desain,

Arsitektur, Seni Rupa dan Kriya.Jakarta. PenerbitErlangga.

_____________ 2002. Perubahan Sosial, Sketsa Teori dan RefleksiMetodologi Kasus Indonesia,Yogyakarta. Tiara Wacana.

Sanyoto. Abdi Sadjiman. 2005. Dasar-Dasar Tata Rupa & Desain.Yogyakarta. DKV 1ST

Shah, A.B. Diterjemahkan oleh Hasan Basri. 1986. Metodologi IlmuPengetahuan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sinikka Pöllänen. 2011, Beyond Craft And Art: A Pedagogical Model ForCraft As Self-Expression, article in international journal ofeducation through art, uly 2011.

Slamet, Suyanto. 2004. Dasar-dasarprndidikan anak usia dini.Yogyakarta: Hikayat

Page 321: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 299

Soedarso Sp. 1990. "Pendidikan Seni Kriya" dalam seminar Kriya 1990,oleh Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 28-29 Mei 1990 diHotel Ambarukmo Yogyakarta.

____________. 2006. Trilogi Seni Penciptaan, Eksistensi, dan KegunaanSeni. Yogyakarta. BP 1ST

Soedarsono, R.M. 1999, Metode Penelitian Seni Pertunjukan dan SeniRupa, Bandung. MSPI.

___________. 2002, Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globanisasi,University Press., Yogyakarta Gadjah Mada

Soedjito S. 1986. Transformasi Sosial menuju masyarakt Industri.Yogyakarta. PT. Tiara wacana.

Soekanto, Soerjono. (2006), Sosiologi Suatu Perubahan: SebuahPengantar, Jakarta. PT Grafindo Persada.

Spradley, James. P. 1997. Metodologi Etnografi; penerjemah, MisbahZulfa Elizabeth; penyunting, Amirudin. Yogyakarta.Tiara Wacana.

Spradley. 2001. Qualitative Research. United State of America:Cambridge.

Sugiyono, 2013. Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed Method.Bandung: CV. ALFABETA

________. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.ALFABETA

_________. 2012. Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D.Bandung:CV. ALFABETA

Sedyawati, Edy, 2002.Warisan Budaya Takbenda (Intangible CulturalHeritage), Seminar di selenggarakan bersama oleh: KomiteNasional Indonesia untuk UNESCO, dan Pusat PenelitianKemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian U.I.Gedung Kautaman,Jakarta, 15-16 Oktober 2002.

Sukiman. 2012. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: InsanMadani.

Sungkono. 2003. Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta: UniversitasNegri Yogyakarta.

Page 322: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

300 M. Nasrul Kamal

Suparlan, Suhartono. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-RuzzMedia.

Supriyanto 2006.PendidikanDalamKeluarga, dari Jumal visiptk. Pnf.Wol.l No.3 Depdiknas.

Surajiyo, 2007. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: PT. BumiAksara.

Suryadi. Padang Ekspres, Minggu, 01 Februari 2009, Halaman 8Suseno, F.M. 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.

Yogyakarta: Kanisius.Syamsudin dan Damaianti, Vismaia S. 2006. Metode Penelitian

Pendidikan Bahasa. Bandung:Remaja Rosdakarya.Tabrani, Primadi. 1999. Belajar dari Sejarah. Bandung. Pemerbit ITB.Tilaar HAR. 2004. Pendidikan,Kebudayaan, dan Masyarakat Madani

Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya.Tim Penyusun, 2007. Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Titus, H. et.al. Dialihbahasakan oleh H.M. Rasjidi. 1984. Persoalan-

persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.Toekiyo, Soegeng, 2003. Mengenal Ragam Hias Indonesia, Bandung.

Angkasa.Trianto, 2010. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan

Praktek.Jakarta Prestasi PustakaVan Der Hoop, 1949. Ragam-Ragam Perhiasan Indonesia, Konninklijk

Bataviaach Genootschap Van Kunsten EnWotenshappen.

Wadiyo. tt. Seni sebagai Sarana Interaksi Sosial. Draf artikel, belumditerbitkan.

Sumber Internet

Abdul Karib, (tanpa Tahun), Migrasi Penduduk Kotogadang,(tesis) http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-81829.pdf

Page 323: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 301

Adi Purwo, Suprayitno. 2012. Pengertian Ukiran.http://pengertianukiran.blogspot.com/. Diakses 9Oktober 2013.

Ahmad, Safitri, 2015, Perhiasan Kalung Kotogadang, sumber:http://jamgadang04.com/perhiasan-kalung-koto-gadang/.html, diakses Juli 2018

Ahmad, Safitri, 2016, Taruko Tujuan Wisata Baru di Bukittinggi,Sumber: Jamgadang04,http://jamgadang04.com/taruko-tujuan-wisata-baru-di-bukittinggi/.html, diakses Juli 2018

Ahmad, Safitri, Maret, 2018, Wisata ke nagari Kotogadang,sumber: http://jamgadang04.com/wisata-ke-nagari-koto-gadang/.html, diakses Juli 2018

Couto, Nasbahry, 2011, “Islam dan Budaya LokalMinangkabau”, dariHttp://Nasbahrygallery1.Blogspot.Com/2011/03/Islam- dan -Budaya-Lokal-Minangkabau.Html. DiaksesDesember 2019

Pelangi Holiday, 2013, Objek Wisata Great Wall Kotogadang,sumber:https://www.pelangiholiday.com/2013/08/objek-wisata-great-wall-koto-gadang.html, diakses Juli 2018

Pelangi Holiday, 2013, Sekilas Perak dari Kotogadang Sumatera,Sumber:https://www.pelangiholiday.com/2013/12/sekilas-perak-dari-koto-gadang-sumatera.html, diakses Juli2018

Republika, 2018, “sebelum disebut Koto Gadanbg”, sumber:https://www.republika.co.id/berita//no-channel/09/01/18/26716-sebelum-disebut-koto-gadang

Tribunescom, 2015, Kotogadang Sumatera Barat Surga BelanjaIstri Pejabat? Sumber:

Page 324: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

302 M. Nasrul Kamal

http://www.tribunnews.com/travel/2015/06/03/koto-gadang-sumatera-barat-surga-belanja-istri-pejabat?page=all, diakses September 2018

Tropen Museum,https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Minangkabau-huis_van_Radja_Mengkoeloe_te_Kotagedang_nabij_Fort_de_Kock_Sumatra._TMnr_60003328.jpg, diaksesSeptember 2018

Page 325: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 303

GLOSARIUM

Abstrak. Abstrak dalam KBBI adalah tidak berwujud, tidak jelas, jadibentuk abstraksi adalah bentuk yang mengarah kepada bentukyang tidak jelas dari bentuk yang jelas (realistitik). Bentuk realismenunjukkan kebenaran bentuk karena sesuai dengan bendaaslinya. Istilah abstraksi justru sebaliknya menunjukkan sesuatubentuk yang kurang jelas dari bentuk aslinya. Dalam seni lukisbentuk abstrak terjadi karena distorsi atau deformasi (lihat istilahdeformasi dan distorsi). Oleh sesuatu sebab kata abstrak dipakaidalam tesis atau disertasi untuk menunjukkan ringkasan ataupenyederhanaan, seperti abstrak tesis atau abstrak disertasi

Adaptasi/adap•ta•si/ n (KBBI) penyesuaian terhadap lingkungan,pekerjaan, dan pelajaran: -- buku-buku roman asing itu perlusekali untuk memudahkan penerimaan murid; -- cahaya Dokpenyesuaian pupil mata terhadap cahaya yang meningkat,misalnya sehabis menonton film yang langsung mendapat cahayaterang; -- kebudayaan perubahan dalam unsur kebudayaan yangmenyebabkan unsur itu dapat berfungsi lebih baik bagi manusiayang mendukungnya; -- sosial perubahan yang mengakibatkanseseorang dalam suatu kelompok sosial dapat hidup dan berfungsilebih baik dalam lingkungannya; beradaptasi/ber•a•dap•ta•si/ vmenyesuaikan (diri): manusia adalah makhluk yang palingmampu ~ dengan lingkungannya;mengadaptasikan/meng•a•dap•ta•si•kan/ v menyesuaikan:orang tidak mudah ~ diri terhadap kebiasaan orang lain;pengadaptasian/peng•a•dap•ta•si•an/ n proses, cara, perbuatanmengadaptasi(kan)

Antropologi budaya. Istilah ini lazim dipakai untuk menggambarkanaliran mazhab antropologi Amerika Utara ketimbang aliranmazhab antropologi Inggris, meskipun perbedaan ini sekarangmungkin tidak kentara. Istilah Antropologi budaya atau mazhabini sering menekankan fokus pada makna bersama yang

Page 326: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

304 M. Nasrul Kamal

memungkinkan anggota komunitas untuk saling memahami danbekerja sama dengan sukses.

Antropologi Sosial. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan gayaantropologi lebih terkait dengan mashab antropologi Inggrisdaripada Amerika Utara. Mazhab ini sering menekankan perlunyafokus pada organisasi sosial bersama yang memungkinkansekelompok orang untuk bekerja sama dan menjaga ketertiban.

Antropologi Terapan. Penggunaan keahlian antropologis pada tingkatyang sangat praktis dalam mencoba memahami dan mengurangimasalah manusia seperti dampak dari sistem pertanian barudalam masyarakat, penyebab buta huruf di antara orang dewasadalam kelompok tertentu, dll.

Bentuk simbol. Bentuk simbol atau lambang adalah bentuk-bentuk yangdibuat dengan tujuan memberikan arti tertentu yang dipasangkansecara sewenang-wenang/ semaunya, atau arbitrarily, sifat abriterdari bentuk simbol adalah karena dia dapat diberi makna secarabebas dan jika makna telah ditentukan (disepakati) maka dia akanmenjadi simbol dengan makna yang dapat dipahami.

Budaya Belajar Adaptif adalah pembelajaran yang dibutuhkan olehmasyarakat, yakni pembelajaran yang dapat mencapaikemampuan yang pada gilirannya digunakan untuk memenuhikebutuhan hidup bersama. Dalam kerangka itu, maka upayabudaya belajar meraih kecakapan dan kebutuhan dilakukandengan prinsip berbagi mental, karena sesungguhnya penyesuaianadalah aktivitas dua belah pihak yang berbagi mental dan berbagipengetahuan.

Budaya belajar simbolik. Sama Seperti tipe budaya belajar adaptif, makadalam interaksi simbolik memiliki kemampuan berubah yaknidengan usaha-usaha yang dilakukan secara kreatif. Budaya belajaryang demikian terbukti mendorong dan mengungkit pengetahuandalam bentuk simbol baru. Sesuatu yang interaktif simbolik yangkreatif, mengindikasikan adanya pemindahan antarpengetahuanbudaya belajar yang original.

Budaya Belajar. Budaya belajar adalah seperangkat pengetahuan (set ofknowledge) masyarakat mengenai belajar yang mengandung nilainorma, ethos dan pedoman mengenai belajar yang berlangsung dilingkungan masyarakatnya. Karakteristiknya, yakni: diciptakan

Page 327: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 305

dan dilakukan bersama oleh suatu kelompok masyarakat;dilaksanakan dengan saling percaya dan saling berbagi; budayabelajar diadaptasikan dengan lingkungan untuk memenuhikebutuhan hidup bersama; diperoleh atas pengalaman dan/atausejarah zaman lalu; dan dikembangkan atas hasil praktik parapraktisi yang berhasil; selalu dipertahankan dan dikembangkanbersama. Tipologi yang bersumber dari kategori budayamasyarakat bersangkutan. Peter Senge (1990), menyatakan suatuorganisasi masyarakat akan berkembang ketika anggotapendukungnya memiliki budaya belajar. Untuk itu Iamenyampaikan azas budaya belajar yang perlu diperhitungkan,yakni: azas personal master; azas share vision;azas model mental;azas berpikir sistematik; dan azas tim learning. Masyarakat yangmengonkretkan lima aspek budaya belajar ditandai dengankompetensi masing-masing anggota masyarakatnya. Tigapemikiran mengenai bentuk dan tipe budaya belajar, yaknipemikiran Argyris dan Schön (1978); Chun Wei Choo (1998) danFarago dan Skyrme (1995). Tipologi budaya belajar yangmempertimbangkan lingkungan dan latar belakang sejarah sertabudaya kerajinan pada masyarakat Kotogadangmempertimbangkan (a) Tipe budaya belajar adaptif; dan (b)budaya belajar interaksi simbolik.

Budaya. Budaya adalah seperangkat pengetahuan manusia yang diperolehsecara sosial yang digunakan untuk memahami diri,menginterpretasi lingkungan, dan menjadi kerangka landasanyang mendorong terwujudnya kelakuan (Suparlan, l982;Goodenough dalam Spradley, l972). Budaya dalam StrukturalFungsional Parson, Adaptasi budaya, Interaksi simbolik danKolaborasi bukan dipandang sebagai gejala material, baik yangberbentuk benda-benda, perilaku manusia maupun tindakanyang mudah diobservasi. Budaya adalah sesuatu yang beradadalam alam pikiran yang di dalamnya memuat nilai-norma sertaethos dijadikan pedoman hidup (blueprint) anggotapendukungnya. Parsons dengan sistemmodel kontrol hirarkisibernetik (cybernetic hierarchy of control) budaya dipandangsebagai subsistem yang menempati struktur tertinggi berfungsipengontrol, pemberi energi dan mencipta keseimbangan

Page 328: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

306 M. Nasrul Kamal

subsistem di bawah nya. Sementara Bennet (1976) budayasebagai sistem pengetahuan yang digunakan untuk menyesuaikandiri dengan lingkungan. Budaya sebagai sistem pengetahuanterwujudkan dalam perilaku, menyusun strategi dan melakukantindakanadaptasi. Dalam pandangan interaksi simbolik, budayasebagai sistem pengetahuan diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol budaya yang memiliki makna tertentu. Simbol diciptakan,dibakukan dan diinteraksikan satu sama lain sebagaiperwujudan komunikasi budaya (Craib, 1984: 112; Garna, 1996:4-5). Sedangkan bagi pandangan kolaborasi, budaya adalahpengetahuan yang digunakan untuk bekerja samaantarkelompook sosial guna memecahkan masalah bersama.

Budaya. Ketika digunakan dalam antropologi sosial, budaya biasanya tidakmerujuk pada budaya tinggi seperti sastra atau seni. Dimaksudkansebagai jumlah total dari kepercayaan, adat istiadat, pengetahuandan teknologi orang-orang tertentu. Ini dipelajari dan merupakansistem yang dinamis. Sistem ini ada di luar tubuhnya dan tidakdiwariskan melalui biologi.

Cerita (narasi). Banyak pemahaman naratif ada dalam antropologi. Salahsatu yang relatif umum adalah gagasan yang berkaitan dengandeskripsi (fakta fiksi atau fakta) tentang orang-orang danperistiwa-peristiwa yang membantu memberikan peristiwa-peristiwa tertentu makna dan ketertiban bagi narator dan / atauaudiensi.

Deformasi. Dalam KBBI adalah perubahan bentuk atau wujud dari yangbaik menjadi kurang baik. Jadi istilah ini hati-hati sekali dipakaisebab tujuannya adalah untuk menjelaskan kekeliruan dalambentuk yang terjadi, dan kurang terkait dengan tujuan estetika.Istilah ini tidak aman dipakai untuk menjelaskan bentuk

Distorsi. Dalam KBBI artinya adalah bentuk penyimpangan, atauperubahan bentuk yang tidak diinginkan, jadi seakan bentuk itusebenarnya tidak diinginkan dan terjadi begitu saja. Pengertian inibisa berbeda dengan yang dijelaskan oleh para pakar seni yangtidak hati-hati dalam penggunaan bahasa. Istilah ini tidak amandipakai untuk menjelaskan bentuk

Page 329: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 307

Etnografi. Rekaman dan analisis suatu budaya atau masyarakat, biasanyadidasarkan pada pengamatan partisipan dan menghasilkancatatan tertulis tentang suatu masyarakat, tempat atau lembaga.

Etnosentris. Sebuah kata sifat yang menggambarkan kondisi melihat danmenilai (seringkali dalam pengertian yang merendahkan) budayadan masyarakat lain sesuai dengan asumsi (biasanya diterimabegitu saja) dari masyarakat sendiri. Sebaliknya, antropologimemerhatikan tidak hanya untuk menyoroti asumsi kita tetapijuga untuk menunjukkan bahwa budaya dan masyarakat lainberbeda dengan kita sendiri, tetapi tidak lebih buruk atau lebihbaik.

Evolusioner. Satu makna dari istilah ini merujuk pada gagasan yang sudahketinggalan zaman bahwa masyarakat diorganisasikan dalam halseberapa jauh mereka telah berkembang dalam hal organisasisosial dan budaya mereka. Beberapa evolusionis sosial percayabahwa semua masyarakat harus melewati tahap-tahap tertentuseiring berjalannya waktu dari yang sederhana ke kompleksdalam budaya dan organisasi mereka. Namun, dalam istilahbiologis, ini mengacu pada gagasan yang lebih terkini bahwapopulasi manusia dan makhluk hidup lainnya telah beradaptasisecara genetis dengan lingkungan yang berubah melaluiketurunan melalui mutasi acak dan proses seleksialam. Fungsionalisme. Perspektif antropologis yang menekankanperlunya melihat masyarakat saat mereka bekerja dan layak dimasa sekarang, daripada mencoba menjelaskan mereka dalam halmasa lalu mereka.

Fungsionalisme Struktural. Suatu bentuk fungsionalisme yangmenekankan keterkaitan antara lembaga-lembaga sosial misalnyabagaimana struktur keluarga suatu masyarakat berhubungandengan cara kegiatan ekonomi diatur (seperti dalam penggunaanpekerja anak untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga),atau bagaimana kepercayaan agama dapat memperkuat otoritaspolitik (seperti dalam gagasan abad pertengahan bahwa raja ituilahi).

Globalisasi. Proses dimana individu dan kelompok dalam masyarakatyang terpisah secara geografis menjadi semakin saling terhubung

Page 330: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

308 M. Nasrul Kamal

melalui ruang dengan cara seperti media komunikasi (buku,televisi, internet, dll) atau perjalanan fisik.

Ideologi. Keyakinan, sikap, dan pendapat yang bersatu dan terhubunguntuk membentuk pandangan dunia. Dalam tulisan-tulisanMarxis, ideologi terkait dengan organisasi ekonomi dan biasanyamemerlukan pembenaran hubungan sosial yang menguntungkansatu kelas sosial dan ekonomi dengan mengorbankan orang lain.

Imitasi, mengimitasi, artinya menitu bentuk nyata. Alam takambang jadiguru, sebagai dasar falsafah minangkabau sebenarnya sebuahproses peniruan (imitasi) walaupun tidak sama tetapi minimaladalah analogi atau kesamaan-kemiripan yang ada di dalamnya,istilah ini aman dipakai untuk menjelaskan perubahan bentuk

Kecakapan. Kecakapan adalah seperangkat konsep yang mengarah padamakna sejumlah kesanggupan individu atau kelompok untukmemenuhi kebutuhan hidup di lingkungannya. Kecakapanbercorak kombinasi keberbakatan dan kemampuan (Wood, et al.,2001: 97) yang terdiri dari Human skill; Conceptual skill danTechnical Skill (Hersey dan Blanche, 1980: 6). Sedangkankarakteristik kecakapan terdiri dari Motive: Trait: Self-concept;Content knowledge; Cognitive and behavioral skills (Spencer; 1993:9-11;Hooghiemstra, 1994:28). Kecakapan akan terus dipertahankandan dikembangkan olh masyarakat untuk mencapai tujuan yanglebih luas. Mengingat kebutuhan terus meningkat, maka setiapmasyarakat berupaya meningkatkan kemampuan melaluistandar kompetensi dan keterampilan (Kinicki, 2003:185). Kecakapan pengrajin adalah kesanggupan individu maupunkelompok masyarakat dalam mengonkretkan karya seni rupa.Jenis karya kecakapan berbentuk pembuatan kerajinan.Kecakapanseni rupa berkaitan dengan kecakapan emosi, intelek dan sosial.Selain itu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan psikologisuntuk mendesain karya. Kecakapan intelek digunakan untukpemenuhan kebutuhan integratif diwujudkan untukmemproduksi karya. Sementara kecakapan sosial berhubunganerat dengan pemenuhan kebutuhan sosial dan pemenuhankebutuhan biologis melalui pemasaran.

Kerajinan. Kerajinan adalah adalah hasil budaya kreatif manusia, baikyang berbentuk benda, suara, gerak yang dicipta manusia dan

Page 331: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 309

mengandungnilai keindahan. Perwujudan kerajinan memilikikaitan dengan lingkungan, latar belakang dan pesan-pesanbudaya (Anderson:l989; Merriem:l979; Suparlan, l987). Dalamkaitan itu, kerajinan tidak hanya berfungsi sebagai pedomanberkarya, melainkan juga sebagai strategi adaptif dan saranakomunikasi simbolik yang mengintegrasikan kebersamaan sosialguna memenuhi kebutuhan estetik (Rohidi, l993) walaupun dalamkenyataan empirik yang menjadi pendukungnya adalah individuanggota masyarakat bersangkutan (Suparlan, 1987). Kerajinansebagai pedoman budaya mengacu pada dua arah. Pertama,merupakan kerangka bagi pencipta atau kreator dalammenciptakan berbagai kreasi kerajinan yang bersifat artistik.Kedua, merupakan kerangka bagi penggemar untuk memahamisajian karya seni. Seorang kreator adalah individu yang secarapsikhis dapat menyeleksi berbagai unsur pengalaman imajinasidan perasaan-perasaan guna menciptakan reaksi yang bersifatestetik. Reaksi tersebut distimulasi melalui pengaturan yangbersifat kreatif pada unsur-unsur visual garis, warna, tekstur,ritme dan berbagai aspek komposisi lainnya (Fiths, l951).

Pembelajaran. Pembelajaran dipandang sebagai subsistem sosial budayayang mengandung subsistem masyarakat belajar, subsistemkepribadian belajar dan subsistem perilaku belajar. Fungsipembelajaran sebagai pengontrol atau pengendali enerji ataupotensi individu untuk bersama-sama menciptakan keseimbangansosial dalam rangka pencapaian tujuan. Selain itu pembelajaranmerupakantransformasi sistem sosial-budaya antargenerasi yangmenghantarkan segala akumulasi gagasan dalam bentukpengetahuan, ukuran, aturan, dan cara-cara tertentu, gunadialihkan dari generasi yang tua kepada generasi muda (Garna,1992). Pembelajaran dipandang sebagai fakta sosial, yang beradadi luar individu dan bersifat langgeng; memiliki daya paksa padasetiap individu untuk melakukan dan menjalaninya; tersebar padaseluruh anggota masyarakat dan menjadi milik masyarakatbersangkutan. Dalam pembelajaran terdapat interaksi yangdilandasi dengan rasa kecintaan, membangun perasaan yangsama (Freire, 2000:81), saling percaya dan saling menghargaiFriedman (1988: 255). Untuk itu dalam pembelajaran di

Page 332: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

310 M. Nasrul Kamal

masyarakat berlangsung interaksi simbolik yang didasarkan ataskesamaan, kesejajaran, saling percaya dan saling menghargai.Karenanya pembelajaran merupakan proses salingmempengaruhi yang dilakukan oleh generasi orang dewasakepada mereka yang belum siap melakukan fungsi sosial budaya.Sasarannya adalah mengembangkan sejumlah kondisi fisik,intelek, dan watak sesuai tuntutan dimana mereka hidup, denganbegitu pembelajaran adalah persiapan untuk hidup bermasyarakatyang diteruskan oleh masyarakat bersangkutan (Adiwikarta,1988). Lebih dari itu pembelajaran menjadi arena untuk melatihberbagai usaha penyesuaian masing-masing individu denganlingkungannya guna mencapai tujuan, yakni kemampuanmemenuhi kebutuhan hidup, termasuk memecahkan berbagaimasalah dengan cara penyesuaian perilaku belajar, strategi belajardan tindakan belajar yang adaptif. Untuk bisa menyesuaikan diriharus dilakukan dengan cara pembudayaan (Bennet; 1976).Sedangkan saluran pembelajaran berlangsung melalui pembudayaan (enkulturisasi), sosialisasi (sosialization) dan pelembagaan(institusionalisasi).

Perdukunan. Teknik berkomunikasi dengan makhluk atau kekuatan gaib,biasanya dilakukan oleh spesialis ritual. Teknik ini mungkinmelibatkan kerasukan roh dengan cara yang dikendalikan olehdukun.

Perubahan sosial. Para antropolog berusaha menjelaskan tidak hanyabagaimana masyarakat diorganisir, tetapi juga bagaimana danmengapa mereka berubah seiring waktu karena faktor-faktorseperti teknologi baru, masuknya pendatang baru, revolusiinternal, dll.

Refleksivitas. Kemampuan untuk mundur dan menilai aspek perilakuseseorang, masyarakat, budaya, dll dalam kaitannya denganfaktor-faktor seperti motivasi, asal-usul, makna, dll.

Simbol / Simbolisme. Setiap kata, gerakan atau objek yang mewakili ataumengekspresikan sesuatu yang lain adalah simbol. Dengandemikian, bendera adalah simbol suatu negara. Budaya yangberbeda menggunakan serangkaian simbol atau bentuksimbolisme yang berbeda.

Page 333: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 311

Stilasi. Istilah ini tidak ada dalam KBBI, jadi bukan bahasa baku. Salah satudefinisi stilasi yang salah itu adalah: Stilasi adalah caramenggambar suatu objek dengan merubah menjadi bentuk baruatau dengan menyederhanakan bentuk yang ada tanpameninggalkan karakter dan bentuk objek aslinya. [106]. Setelah dicek ke kamus thresaurus Inggris, rupanya berasal dari kata Style,dimana kata “stylize” artinya adalah “stylization” artinya the actof stylizing; causing to conform to a particular style. Yang artinyatindakan bergaya; menyebabkan menyesuaikan dengan gayatertentu. Jadi yang benar adalah mengikuti gaya tertentu ataupenggayaan bentuk

Strukturalisme. Sebuah teori yang berpendapat bahwa organisasi budayadan masyarakat dapat dikaitkan dengan beberapa fitur universaldari cara kerja pikiran manusia. Teori ini paling sering dikaitkandengan antropolog Perancis Claude Lévi-Strauss.

106 https://brainly.co.id/tugas/130891

Page 334: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

312 M. Nasrul Kamal

Page 335: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 313

INDEKS

adaptasi, vii, ix, 42, 43, 46,47, 48, 56, 75, 79, 87, 93,216, 281, 282

Adaptasi Budaya, 43, 56Alimana, 42Apprentice, 17Argyris, 81, 107, 109, 110,

113, 114, 115, 117, 120,301

Aristoteles, 58Bahan Baku, 182Bahasa Minangkabau, 125Bandung, i, iii, v, vii, viii,

124batik, 220Belajar Simbolik, 220Belanda, 3, 6, 9, 13, 127,

134, 136, 157, 158, 162,163, 248

Bennet, 302, 306beradaptasi, 41, 43, 46, 47,

55, 56, 112, 196, 215, 281budaya belajar, 57, 64, 80,

81, 82, 83, 84, 85, 86, 87,

88, 89, 90, 91, 92, 93, 94,95, 96, 97, 98, 99, 100,101, 102, 103, 104, 105,106, 107, 108, 109, 110,112, 113, 114, 115, 116,117, 118, 119, 120, 215,216, 219, 220, 301

Budaya Belajar, v, vii, viii,ix, xxi, 39, 80, 84, 89, 93,95, 97, 99, 101, 107, 114,115, 117, 194, 196, 214,219, 220, 240, 275, 282,283, 284, 300

Budaya Belajar Adaptif,194

Budaya-Lokal, 69Cendikiawan Indonesia, 1Coombs, xxi, 20, 21, 22, 23,

289David McClellland, 70entitas masyarakat, 57, 196estetik, 305

Page 336: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

314 M. Nasrul Kamal

ethos, 42, 56, 68, 76, 82, 84,89, 90, 91, 92, 93, 96, 98,99, 112, 120, 300, 301

Great Wall, 11, 12, 297Guguak Sarojo, 13, 143Indonesia, iii, viii, 17, 19Interaksi Simbolik, 49Jahja Datoek Kajo, 3Jawa-Barat, 91, 113, 124,

301Kabupaten Agam, 9, 133,

134, 136, 140, 141, 142,165, 197, 204, 205, 234,237, 238, 246, 247, 250,258, 260, 263, 268, 270

Kamal, iii, v, viii, ix, xxi,159, 160, 183, 184, 185,198, 217, 220, 313

Kecamatan IV Koto, xxi, 13,134, 136, 137, 138, 139,140, 141, 142, 143, 165,250, 263

kerajinan, 18, 196, 215, 283,301, 305

Kerajinan Moderen, 216Kerajinan Perak, v, ix, xxi,

16, 137, 155, 156, 182,197, 204, 205, 227, 240,243, 246, 247, 249, 250,

251, 253, 256, 257, 258,260, 275, 292, 314

kognitif, 59, 83, 116Kolaborasi Budaya, 52kolaboratif, 301komunikasi, 302, 305Koto Tuo, 11, 13, 137, 139,

140, 141, 142, 143, 144,152

Kotogadang, i, vii, ix, xxi, 1,2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11,12, 13, 14, 15, 16, 27, 57,91, 113, 124, 133, 135,136, 137, 138, 139, 142,143, 144, 145, 147, 148,149, 150, 151, 152, 153,155, 156, 157, 158, 159,160, 161, 162, 163, 164,165, 169, 172, 173, 176,178, 179, 180, 181, 182,183, 184, 185, 186, 189,191, 192, 193, 194, 196,197, 198, 204, 205, 211,213, 215, 216, 217, 218,219, 220, 228, 229, 230,231, 232, 233, 234, 236,239, 240, 243, 246, 247,248, 249, 250, 251, 252,253, 254, 255, 256, 257,258, 259, 260, 263, 269,

Page 337: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 315

270, 275, 278, 279, 280,282, 283, 288, 296, 297,301, 313

Lembaga pendidikan, 69life long learning, 95, 100,

101Magang, 15, 17, 18Magang,, 17Makna Pembelajaran, xxi,

283, 284masyarakat, vii, viii, 17,

124, 300, 301, 304, 305,306

Mead, 49, 51memproduksi, 216, 220mendisain, 215, 217, 220,

304menggambar, 214, 215Metode Penelitian, 247, 253,

259, 273, 292, 293, 295,296

Miniatur Rumah Gadang,9

model mental, 83, 101, 103,104, 110, 119, 301

nagari, 2, 4, 7, 11, 14, 15, 91,113, 122, 130, 131, 132,133, 135, 142, 147, 148,163, 196, 267, 268, 297

Nagari Kotogadang, 13,142, 144, 165

Nasbahry, v, xvii, xviii, xix,13, 143, 152, 238, 289

ngarai sianok, 11, 12, 14nilai norma, 41, 42, 58, 65,

67, 68, 71, 76, 78, 84, 85,89, 92, 93, 95, 108, 112,120, 300

otodidak, vii, ix, 16Pairik, 192Parental Sucsesion, 17Parsons, 301pelestarian, 55pembelajaran desain, 216Pencak Silat, 131, 132Pendidikan Non Formal, 26pendidikan seni, viii, 16,

17, 19Pendidikan Seni, 16pengetahuan, 19, 300, 301,

302, 305Pengrajin Perak, viii, xxi, 7,

27, 181, 185, 194, 214Penjualan Kerajinan, 137Perak Murni, 183, 184Personal master, 101Perspektif Sosial Budaya, 68Perspektif Filsafat, 57Perspektif Sosial, 61

Page 338: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

316 M. Nasrul Kamal

pewarisan, 16, 17Pewarisan, 17, 36, 218pewarisan budaya, 69, 96Plato, 58Psikologi Sosial, 62ritual, 78, 89Rohana Kudus, x, 159, 162,

169, 259Schön, 107, 109, 113, 114,

117, 120, 301Sekolah Desa, 2Sekolah Formal, 20, 34Seni, v, vii, 16, 157seni rupa, 304Silver Work Rul, xxi, 157,

182, 184, 185, 234, 279,280

simbol, 302

Struktual Fungsional, 39Struktural Fungsional, 39,

56, 301studiefonds, 3Sulaman Kapalo Samek, 9,

10Sumatera Barat, i, iii, vii, ix,

2, 13, 57, 91, 121, 123,124, 126, 132, 133, 134,136, 140, 142, 148, 149,159, 163, 165, 184, 197,204, 205, 246, 247, 255,258, 259, 260, 287, 294,297, 313

Suparlan, 301, 305Surau Suku, 69transmisi, 65, 69, 81, 116Wood, 304

Page 339: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

Budaya Belajar Adaptif Kerajinan Perak 317

BIODATA SINGKAT

Dr. M. Nasrul Kamal, M. Sn. adalahkelahiran di desa Kepala Beringin, AmpatAngkat Candung Kab. Agam. SumateraBarat (Februari 1963). Beliau adalah putadari Djamaan ST. Tumanggung pengajarguru agama parabek Kotogadang dan ibuZawadjir yang berputra empat anak:Hasnimar, Nartias, M.Nasrul Kamal danFauziar, yang semuanya berprofesi

mengajar. Nasrul Kamal, lulusan SD XII Kampung IV AngkatCandung (1976) SMP Simpang Candung (1980); SMSR Padang(1984); S1, FSRD ISI Yogyakarta (1990) dan (S2) Penciptaan SeniFotografi ISI Yogyakarta (2006) serta (S3) Ilmu Pendidikan IPSUNP Padang (2017). Beliau ini sekarang adalah Dosen ProdiDesain Komunikasi Visual Jurusan Seni Rupa FBS UniversitasNegeri Padang sejak 1993. Beristri Yensharti, S.Sn, M.Sn Stafpengajar Sendratasik FBS UNP Padang. dan berputra (1)Ammalia Azzahra Kamal; (2) Sabhina Dellenisa Kamal; (3)Haikal Sthalizt Kamal. Beliau banyak melakukan penelitiandiantaranya adalah tentang: Pengembangan ModulPembelajaran Kerajinan Perak pada Sentra Amai Setia

Page 340: BUDAYA BELAJAR ADAPTIFrepository.unp.ac.id/26406/1/BUKU PEMB-KAMAL DICETAK-A5...budaya simbolik, dan tipe budaya kolaborasi yang dikaitkan dengan latar lingkungan dan budaya Minangkabau.

318 M. Nasrul Kamal