BAB 1PENDAHULUAN
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya
dinyatakan sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu
penyakit yang biasa terjadi. Ini di lihat dari frekuensi terjadinya
BPH di dunia, di Amerika serikat secara umum dan di Indonesia
secara khususnya.Di dunia, diperkirakan angka penderita BPH adalah
30 juta,angka ini hanya pada laki-laki karena wanita tidak
mempunyai kalenjar prostat, sehingga BPH hanya terjadi pada
laki-laki (emedicine, 2009). Jika dilihat secara epidemiologi, di
dunia, dan disesuaikan menurut usia, maka dapat di lihat insidensi
BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang menderita penyakit ini
adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam
rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi
50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bias sehingga
90% (A.K. Abbas, 2005). Akan tetapi, jika di lihat secara histology
penyakit BPH, secara umum 20% laki-laki pada usia 40-an, dan
meningkat secara dramatis pada laki-laki berusia 60-an, dan 90%
pada usia 70 tahun.Di indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak
di urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika
dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50 persen laki-laki
Indonesia yang berusia di atas 50 tahun, dengan kini usia harapan
hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit PPJ atau BPH
ini. Selanjutnya, 5 persen laki-laki Indonesia sudah masuk ke dalam
usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih
rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan
yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira 5 juta penduduk,
maka dapat secara umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta
laki-laki Indonesia menderita penyakit BPH atau PPJ ini. Indonesia
kini semakin hari semakin maju ditandai usia harapan hidup yangi
bertambah dengan sarana yang makin maju, maka kadar penderita BPH
secara pastinya turut meningkat. (Furqan, 2003)Secara pasti, angka
penderita pembesaran prostat jinak belum di dapati, tetapi secara
prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di Jakarta, di RS
Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak
yang dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras
sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama (Ponco Birowo, 2002).
Ini dapat menunjukkan bahwa kasus BPH adalah antara kasus yang
paling mudah dan banyak ditemukan.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan
BPH. Insidensnya akan meningkat sesuai dengan pertambahan usia,
hanya beberapa persen menyerang usia dibawah 40 tahun, tapi sekitar
88% mengenai usia diatas 80 tahun.2,8BPH merupakan kasus terbanyak
dibagian urologi, keadaan ini ditandai dengan pembesaran kelenjar
prostat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah sel, dengan keluhan
sering miksi, nocturia, kesulitan memulai dan mengakhiri miksi,
dysuria dan retensi urin.4,8,9Prostatic hyperplasia, secara
mikroskopik dijumpai adanya proliferasi murni dari sel-sel stromal
ataupun kedua komponen baik epitel dan sel stromal. Proporsi
elemen-elemen ini bervariasi antara satu nodul dengan nodul yang
lain, mulai dari nodul proliferasi murni stroma fibromuskular
sampai dengan nodul fibroepitelial yang dominan kelenjar.
Proliferasi kelenjar membentuk kumpulan kelenjar-kelenjar kecil
sampai dengan kelenjar-kelenjar besar dan berdilatasi, dilapisi
oleh dua lapisan sel (bagian dalam oleh sel epitel kolumnar dan
bagian luar oleh sel epitel kuboid atau pipih) dengan membran basal
yang utuh. Biasanya epitel tersebutkarakteristik membentuk tonjolan
atau gambaran papillary ke arah lumen kelenjar.
2.2. Anatomi dan FisiologiA. AnatomiKelenjar prostat adalah
suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan
bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa
kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar
4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu
lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah,
lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus
anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus
medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak
karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu,
dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut
kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior
kelenjar prostat terdiri dari:a. Kapsul anatomis.Jaringan stroma
yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler. Jaringan
kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :1. Bagian luar
disebut kelenjar sebenarnya.2. Bagian tengah disebut kelenjar sub
mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone.3. Di
sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari
ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika
seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang
bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas :
zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan
zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus
kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20
buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian
lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput
epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid.
GAMBAR ANATOMIGambar 1. Sistem Reproduksi Pria
Gambar 2. Pembesaran Prostat.
B. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,
sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua
biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada
proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan
unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi
lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak
berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu
ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler
yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak
mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat
menekan uretradari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah.
Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi
fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat
dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.
2.3. Etiologi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat
belum diketahui secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap
berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan
kadar hormone pria, terutama testosteron. Para ahli berpendapat
bahwa dihidrotestosteron yang memacu pertumbuhan prostat seperti
yang terjadi pada masa pubertas adalah penyebab terjadinya
pembesaran kelenjar prostat. Hal lain yang dikaitkan dengan
gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi lemak, tidak
aktif olahraga dan seksual.Selain itu testis menghasilkan beberapa
hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen.
Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron, dan
androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh
enzim 5-alfa- reduktase menjadidihidrotestosteron yang lebih aktif
secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi
ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu libido,
pertumbuhan otot dan mengatur doposit kalsium di tulang. Penurunan
kadar testosteron telah diketahui sebagai penyebab dari penurunan
libida, massa otot, melemahnya otot pada organ seksual dan
kesulitan ereksi. Selain itu kadar testosteron yang rendah juga
dapat menyebabkan masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu
pembesaran kelenjar prostat.Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi
lebih banyak steroid stres (karsitol) yang dapat menggeser produksi
DHEA (dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi mempertahankan
kadarhormon seks yang normal, termasuk testosteron. Stres kronis
menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria.
Kolesterol tinggi juga dapat mengganggu keseimbangan hormonal dan
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Faktor lain adalah
nikotin dan konitin ( produk pemecahan nikotin) yang meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan
kadar testosteron. Begitu pula toksin lingkungan (zat kimia yang
banyak digunakan sebagai pestisida, deterjen atau limbah pabrik)
dapat merusak fungsi reproduksi pria.
2.4. Patofisiologi
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan penyempitan
lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan
urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan
itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahananatomik
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada bulu-buli tersebut, oleh pasien disarankan sebagai
keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus.Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh
bagian bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan
pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine
dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter.
Keadaan keadaan ini jIka berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam
gagal ginjal.Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat
benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang
menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot
polos yang pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada
leher buli-buli. Otot polos itudipersarafi oleh serabut simpatis
yang berasal dari nervus pudendus. Menurut Mansjoer tahun 2000
pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal
dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase
penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan
berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
2.5. Manifestasi Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :a. Obstruksi :1)
Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)2) Pancaran
waktu miksi lemah3) Intermitten (miksi terputus)4) Miksi tidak
puas5) Distensi abdomen6) Volume urine menurun dan harus mengejan
saat berkemih.b. Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.2.
Gejala pada saluran kemih bagian atas Nyeri pinggang, demam
(infeksi), hidronefrosis.3. Gejala di luar saluran kemih :Keluhan
pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi
prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal (Sjamsuhidayat, 2004). Adapun gejala dan tanda yang
tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertroplasi:a. Sering
buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil, sulit
mengeluarkan atau menghentikan urin. b. Sering terbangun waktu
tidur di malam hari, karena keinginanbuang air kecil yang
berulang-ulang.c. Pancaran atau lajunya urin lemahd. Kandung kemih
terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagie. Pada beberapa kasus,
timbul rasa nyeri berat pada perut akibat tertahannya urin atau
menahan buang air kecil
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi,
yaitu:Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE
(digital rectal examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan
prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.Derajat 2 : Ditemukan
tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol,
batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas
prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml.Derajat 4
: Apabila sudah terjadi retensi total.
2.7. Penatalaksanaan
1. Modalitas terapi BPH adalah :a. Observasi yaitu pengawasan
berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien.b. Medikamentosa : terapi ini
diindikasikan pada BPH dengan Keluhan ringan, sedang, sedang dan
berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari
phitoterapi (misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa repens, dll),
gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.2. Indikasi
pembedahan pada BPH adalah :a. pasien yang mengalami retensi urin
akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).b. pasien dengan
residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah
klien buang air kecil > 100 Ml.c. pasien dengan penyulit yaitu
klien dengan gangguan system perkemihan seperti retensi urine atau
oliguria.d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.e. Flowcytometri
menunjukkan pola obstruktif.Pembedahan dapat dilakukan dengan :1)
TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).a. Jaringan abnormal diangkat
melalui rektroskop yang dimasukan melalui uretra.b. Tidak
dibutuhkan balutan setelah operasi.c. Dibutuhkan kateter foley
setelah operasi.2) Prostatektomi Suprapubisa. Penyayatan perut
bagian bawah dibuat melalui leher kandung kemih.b. Diperlukan
perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter suprapubis
setelah operasi.3) Prostatektomi Neuropubisa. Penyayatan dibuat
pada perut bagian bawah.b. Tidak ada penyayatan pada kandung
kemih.c. Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.4)
Prostatektomi Perineala. Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan
anus.b. Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.c.
Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.d.
Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan
perut, enema, diet rendah sisa dan antibiotik).e. Setelah operasi
balutan perineal dan pengeringan luka (drainase) diletakan pada
tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk. Pada TURP,
prostatektomi suprapubis dan retropubis, efek sampingnya dapat
meliputi:1. Inkotenensi urinarius temporer2. Pengosongan urine yang
keruh setelah hubungan intim dan kemandulan sementara (jumlah
sperma sedikit) disebabkan oleh ejakulasi dini kedalam kandung
kemih.
2.6. Komplikasi
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun
prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan
saraf pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus,
aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 Minggu,
karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi,
maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan
diekskresikan bersama urin.Apabila buli-buli menjadi dekompensasi,
akan terjadi retensio urin. Karena produksi urin terus berlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin
sehinnga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal.
BAB 3CATATAN MEDIS PASIEN
ANAMNESA PRIBADINama: Pak TUmur: 82 tahunJenis kelamin:
Laki-lakiSuku/bangsa: Batak / IndonesiaStatus: menikahAgama:
Kristen ProtestanPekerjaan: -Alamat: DesaLimbongSianjurTanggal
masuk: 9 Juli 2014
ANAMNESA PENYAKITKeluhan utama: Tidakbisabuang air kecilTelaah:
Hal ini dialami os sejak 1 hari yang lalu SMRS. Awalnya OS sulit
BAK sejak 1 minggu SMRS. Setiap kali mau BAK OS harus menunggu lama
sampai urinya keluar. Mengendan saat BAK (+), keluarnya urin
menetes (+), rasa tidak puas BAK (+), nyeri (+) saat BAK, frekuensi
urin pada siang hari setiap 1-2jam, nokturia (+) dijumpai dengan
frekuensi 4 kali sehingga mengganggu tidur OS. BAK berdarah (-),
BAK bernanah (-), dan nyeri pinggang (-).
Riwayat penggunaan obat : Tidak jelasRiwayat penyakit terdahulu
: Tidak ada
STATUS PASIENSensorium: Compos MentisTekanan darah: 110/80
mmHgHeart rate: 96 x/iRespiration rate : 20 x/iTemperature: 36,8 0
CPEMERIKSAAN FISIKKepalaMata : Konjungtiva palpebra inferior anemia
( - / - ), sklera ikterik ( -/- )T/H/M: Dalam batas normalLeher:
pembesaran KGB (-), trakea medial
ThoraksInspeksi: Simetris fusifomisPalpasi: SF kanan = kiri ,
nyeri (-)Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paruAuskultasi: SP :
Vesikuler pada kedua lapangan paru ST : (-)
AbdomenInspeksi: Simetris, benjolan di regio inguinal
kiriPalpasi: SoepelPerkusi : TimpaniAuskultasi: Peristaltik usus
(+) normal
Genitalia: Pembesaran skrotum (-) Rectal Toucher : Tonus
SphinterAni normal, ampula recti normal,
prostatterabadengankonsistensikenyal , tidakadanodul. Sarungtangan:
feses (-), darah(-), lendir(-)
Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan25/06/14Nilai normal
Darah lengkap
Hb (gr%)12.911,30-14,10
RBC (106/mm3)44.404,40-4,48
WBC (103/mm3)21.204,50-13,50
HT (%)40.1037-41
PLT (103/mm3)230150-450
Neutrofil (%)87.1037-80
Limfosit (%)7.7020-40
Monosit (%)4.92-8
Eosinofil (%)0.41-6
Basofil (%) 0.0000-1
Faal Ginjal
Ureum (mg/dL)44