PENDAHULUAN Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat bawaan yang masih menjadi masalah di tengah masyarakat. Antara Februari - Mei 1992, IKABI cabang Padang mengadakan pengabdian masyarakat di dua Kabupaten 50 Kota dan Solokberbentuk operasi bibir sumbing secara gratis. Dilakukan penelitian pada 126 penderita yang dilakukan operasi. Hardjowasito dengan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk. Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa disebut labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang diderita ibu pada kehamilan trimester 1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir, bayi tidak akan mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum dengan dot biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan dibagian bibir yang tidak sumbing. Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya terdesak mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi.keadaan umu yang kurang baik juga akan menunda tindakan untuk meperbaiki kelainan tersebut. A.DEFINISI Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentukpada struktur wajah. Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. B.ETIOLOGI FAKTOR HERIDITER Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. 1.Mutasi gen. 2.Kelainan kromosom. FAKTOR EKSTERNAL / LINGKUNGAN : 1.Faktor usia ibu 2.Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
3.Nutrisi
4.Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
5.Radiasi
6.Stres emosional
7.Trauma, (trimester pertama)
C.PATOFISIOLOGI
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan
bibir yg terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit2 lebih berefek kepada fungsi mulut
seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Pada kondisi normal, langit2 menutup rongga antara
mulut dan hidung. Pada bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat
menelan bayi bisa tersedak.Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek
pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi
kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudahterkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan
mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
D.MANIFESTASI KLINIS
Pada labio Skisis:
1.Distorsi pada hidung
2.Tampak sebagian atau keduanya
3.Adanya celah pada bibir
Pada palato skisis:
1.Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive
2.Adanya rongga pada hidung
3.Distorsi hidung
4.Teraba aa celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
• X-Linked adalah wanita dengan gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan
sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini.
1.3.1.2 Kelainan Kromosom
Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma akibat penyimpangan darikromosom, misalnya Trisomi 13 (patau), Trisomi 15, Trisomi 18 (edwars) dan Trisomi 21.
1.3.2 Lingkungan
1.3.2.1 Faktor usia ibu
Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari
ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan
trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet
baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35
tahun. Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak bertambah besar sesuai denganbertambahnya usia ibu
1.3.2.2 Obat-obatan
Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi hampir
selalu janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai
obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya celah
bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi [rifampisin, fenasetin, sulfonamide,
aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibu profen dan penisilamin, diazepam,
kortikosteroid. Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama kehamilandapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit. Obat-obat antineoplastik terbukti
menyebabkan cacat ini pada binatang.
1.3.2.3 Nutrisi
Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan
ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi
1.3.2.4 Daya pembentukan embrio menurun
Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai anak
banyak, penyebabnya:
1.3.2.5 Penyakit infeksi
Penyakit sifilis dan virus rubella dapat menyebabkan terjadinya cleft lips dan cleft palate.
Efek teratogenik sinar pengion telah diakui dan diketahui dapat mengakibatkan timbulnya celah
bibir dan celah langit-langit. Efek genetic yaitu yang mengenai alat reproduksi yang akibatnya
diturunkan pada generasi selanjutnya, dapat terjadi bila dosis penyinaran tidak menyebabkan
kemandulan. Efek genetic tidak mengenal ambang dosis.
1.3.2.7 Stress Emosional
Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih. Pada binatang percobaan telah
terbukti bahwa pemberian hidrokortison yang meningkat pada keadaan hamil menyebabkan cleft
lips dan cleft palate.
1.3.2.8 Trauma
Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu kelima.
1.3.3 Campuran
1.3.3.1 Radiasi
Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu faktor lingkungan dimana
dapat menyebabkan efek genetik yang nantinya bisa menimbulkan mutasi gen. Mutasi gen
adalah faktor herediter.
1.3.3.2 Faktor usia ibu dan daya pembentukan embrio menurun.
Bahwa dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan menurun
(factor lingkungan). Bertambah pula risiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang
akan menyebabkan bayi dengan kelainan kromosom (faktor herediter)
1.5 PATHOGENESIS
Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sanagt
kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta
mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan (kongenital). Kelainan bawaan adalah suatu
kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolism tubuh yang ditemukan pada bayi ketika ialahir. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada
gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio.
Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir :
1.9.1 tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan
operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia
yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of tens meliputi berat badan lebih dari 10
pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu. Hal ini
bertujuan untuk meminimalkan resiko anastesi, anak lebih dapat menahan stress akibat operasi,
memaksimalkan status nutrisi dan penyembuhan serta elemen bibir lebih besar sehingga
memungkinkan rekonstruksi yang lebih teliti dan ukuran alat yang sesuai. Selain rule of tens,
sebaiknya bebas dari infeksi pernapasan sekurang-kurangnya lebih dari dua minggu dan tanpa
infeksi kulit pada waktu operasi dan dari hasil pemeriksaan darah leukosit kurang dari 10.000/µL
dan hematokrit sejumlah 35%. Jika bayi belum mencapai rule of tens ada beberapa nasehat yang
harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah.
Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat
memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga
membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup,
jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuansendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya
susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan
menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak
terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan
(protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi
tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang
didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi
tiba.
1.9.2 Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah tentang
kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang
ahli bedah. Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini
dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi
pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga
kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk
langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2
tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus
diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat
bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada
mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah
(gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada
saat usia 8 – 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi operasi, dengan beberapa
tahap, sebagai berikut :
1. Penjelasan kepada orangtuanya
2. Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan alanasi (hidung), evaluasi telinga.
3. Umur 10-12 bulan : Operasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.
4. Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi
5. Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy atau/dan Pharyngoplasti
6. Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
7. Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi)
8. Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
9. Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan advancementosteotomy
1.9.3 Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap
jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi
pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan
terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi.
II. PROSES KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN PRE OP
2.1.1 Identitas : biasanya ditemukan sejak usia bayi atau sebelumnya (prenatal)2.1.2 Keluhan utama : bayi sulit untuk menyusu (ASI keluar lewat hidung)
2.1.3 Riwayat penyakit sekarang : terdapat celah pada bibir, palatum atau keduanya2.1.4 Riwayat penyakit dahulu :
Kehamilan : apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I, nutrisi ibu yang
kurang saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saathamil, apakah ibu sorang perokok.2.1.5 Riwayat psikososial : Orang tua menyatakan tidak dapat merawatnya.
2.1.6 Imunisasi :
Nama, Jumlah dosis, usia saat diberikanKekambuhan reaksi
2.1.7 Riwayat kesehatan keluarga :
Apakah orang tua memiliki kelainan kromosom, apakah di dalam keluarga ada yang menderita
• Ukuran lingkar kepala 33 – 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal kebagian occipital.
• wajah simetris
• Mata Simetris kanan kir i
• Alis tumbuh umur 2-3 bulan
• Kelopak mata : Tidak terdapat Oedema
• Ptosis : celah kelopak mata menyempit karena kelopak mata atas turun.
• Enof kelopak mata menyempit karena kelopak mata atas dan bawah tertarik kebelakang.
• Exoptalmus : pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata atas dan bawah tertarik kebelakang.
• ada rekasi miosis.
• pupil isokor kiri atau kanan
• pergerakan bola mata normal
• Refleks kornea
• Glaberal reflex positif
• Doll eye refleks
2.1.9.2 Hidung
• Inspeksi : kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing, kesukaran
dalam menghisap atau makan.
- Inspeksi pada labia skisis : tampak sebagian atau keduanya, adanya celah pada bibir.- Inspeksi pada palato skisis: tampak ada celah pada kedua tekak (uvula), palate lunak dan keras,adanya rongga pada hidung, distorsia hidung,
• Palpasi dengan menggunakan jari : teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa
dengan jari2.1.9.3 Mulut
• Terdapat celah pada bibir, palatum atau keduanya.
• Periksa gigi dan gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan
• Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan - Rooting reflex positif
- Sucking Refleks lemah
2.1.9.4 Telinga
• Simetris kiri dan kanan • Daun telinga dilipat, dan lama baru kembali keposisi semula menunjukkan
tulang rawan masih lunak.
• Canalis auditorious ditarik kebawah kemudian kebelakang,untuk melihat apakah ada serumen atau cairan.
• Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna
gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
• Starter refleks :mata akan berkedip.
2.1.9.5 Leher
• Lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa.
• tampak adanya vena jugularis.
- Raba tiroid apakah ada pembesaran atau tidak.- Tonick neck refleks : positif
- Neck rigting refleks refleks2.1.9.6 Dada
• Bentuk dada apakah simetris kiri dan kanan
• Bentuk dada barrel anterior – posterior dan tranversal hampir sama 1:1 dan dewasa 1: 2
• suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru, intensitas rendah 3:1
• Perkusi pada daerah paru suara yang ditimbulkan adalah sonor
• Apeks jantung pada mid klavikula kiri intercostals 5
• Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 ( bunyi katup aorta), sternal kiri ICS 2 ( bunyi katuppulmonal), sternal kiri ICS 3-4 ( bunyi katuptricuspid), sternal kiri mid klavikula ICS 5 ( bunyi
katup mitral).• Perkusi pada daerah jantung adalah pekak.
2.1.9.7 Abdomen
• Terdengar suara peristaltic usus.
• Palpasi pada daerah hati, teraba 1 – 2 cm dibawah costa, panjangnya pada garis media clavikula
6 – 12 cm.
• Palpasi pada daerah limpa pada kuadran kiri atas
Perkusi pada daerah hati suara yang ditimbulkan adakah pekak
Perkusi pada daerah lambung suara yang ditimbulkan adalah timpani
• Refleks kremaster : gores pada abdomen mulai dari sisi lateral kemedial ,terlihat kontraksi.
2.1.9.8 Ekstremitas
• Tidak ada kelainan pada jumlah jari • Ujung jari halus
• Kuku klubbing finger < 180
• Grasping reflex positif
• Palmar refleks positif 2.1.9.8 Pelvis
• lipatan paha simetris kiri kanan
• Ortholani test : lutut ditekuk sama tinggi/tidak
• Barlow test : kedua lutut ditekuk dan regangkan kesamping akan terdengar bunyi klik
• Tredelenburg test : berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis apakah simetris kiri dan kanan.
• Thomas test : lutut kanan ditekuk dan dirapatkan kedada,sakit dan lutut kiri akan terangkat
2.1.9.9. Kaki
• Refleks babinsky positif 2.2 WOC
(terlampir)
2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN PRE-OP
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah menghisap, intake
makanan dan minuman pada anak tidak adekuat.2. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan dan masuknya cairan
ke saluran telinga
5. Resiko perubahan perilaku orang tua yang berhubungan dengan cacat fisik yang sangat nyatapada bayi.
6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan perawatandirumah
2.3.1 INTERVENSI PRE OP
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi lelah menghisap, intakemakanan dan minuman pada anak tidak adekuat.
Tujuan : bayi dapat terpenuhi nutrisinya secara adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ....x24 jam
Kriteria hasil :- Nutrisi bayi terpenuhi
- Mempertahankan BB dalam batas normal.- Bayi dapat tidur nyenyak
Intervensi :1) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
R/ Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi & keefektifan terapi.
2) Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan lubang yang sesuai untuk pemberian minum
R/ Untuk mempermudah menelan dan mencegah aspirasi.
3) Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum, tetapi jangan diangkat dot
selama bayi menghisap.
R/ Karena cenderung menelan banyak udara dan mencegah cedera pada bayi4) Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.R/ Untuk mengetahui kemampuan menelan dan menghisap pada bayi.
5) Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
R/ Mempertahankan nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi6) Mempertahankan nutrisi adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat dapat mempertahankan atau menambah berat badan bayi
R/ Bila kemampuan menelan dan menghisap baik maka nutrisi yang masuk dapat terpenuhi.
8) Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorongmakan/minuman kedalam
R/ Posisi tempat dot yang tepat mencegah resiko aspirasi dan memberikan kenyamanan posisi
pada bayi.
2. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
Tujuan : anak tidak akan mengalami aspirasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x
24 jamDengan criteria hasil :
- Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.
- Bertoleransi terhadap asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi.- Bertoleransi terhadap pemberian perenteral tanpa aspirasi
Intervensi :
1) Jelaskan pada orang tua cara/ teknik menyusui yang benar
R/ ibu dapat mengerti cara yang benar dalam memberikan ASI sehingga bayi terhindar dari
aspirasi.2) Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler.
R/ Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.3) Gunakan dot khusus yang agak panjang
R/ untuk meminimalkan terjadinya aspirasi
4) Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan penghisapan selama makan,sesuai dengan kebutuhan.
R/ Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan menelan terganggu.
5) Pantau status pernafasan selama pemberian makan tanda-tanda aspirasi selama proses
pemberian makan dan pemberian pengobatan.R/ Perubahan yg terjadi pada proses pemberian makanan dan pengobatan bisa saja menyebabkan
aspirasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.Tujuan :Rasa cemas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam
Kriteria hasil :
- Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.- Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.
- Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan
Intervensi :1) Jelaskan pada keluraga keadaan yang diderita anaknya
R/ pemahaman ibu tentang keadaan yang diderita anaknya mengurangi kecemasan keluarga,
karena keadaan anak masih bisa diatasi.2) Kaji tingkat kecemasan keluarga.R/ Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan keluarga sekarang.
3) Berikan penyuluhan pada keluarga tentang penyakit dan proses penyembuhannya.
R/ Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan support atau penyuluhan.4) Anjurkan keluarga mengungkapkan dan atau mengekspresikan perasaan (menangis)
R/ membantu mengindentifikasikan perasaan atau masalah negatif dan memberikan kesempatan
untuk mengatasi perasaan ambivalen atau berduka. Klien dapat juga merasakan ancaman
dan di sepanjang sisi mulut di sisi noncleft, menekan pipi bersama-sama di sekitar puting untuk
meningkatkan suction lisan.posisi bayi tegak.2) Minta ibu memperagakan kembali apa yang sudah di ajarkan oleh perawat.
R/ untuk mengetahui tingkat pemahaman ibu tentang tekni pemberian makanan yang tepat.
3) Observasi ketepatan ibu dalam mengaplikasikan yang telah di ajarkan.
R/ menilai ketepatan teknik pemberian makanan.
2.4 PENGKAJIAN POST-OP2.4.1 Keluhan utama : nyeri pada luka jahitan.
2.4.2 Riwayat penyakit sekarang : setelah dilakukan operasi terdapat luka jahitan dibibir bagian
atas, bayi tidak dapat menghisap, bayi mengalami keterbatasan gerak, bayi mengalamiketidaknyamanan.
2.4.3 Activity daily living
Nutrisi :
• Di RS : bayi di RS minum susu menggunakan sendok, menggunakan nutrisi parenteral,
bagaimana toleransi bayi terhadap makanan yang dimodifikasi,2.4.5 pemeriksaan fisik
2.4.5.1 Hidung
• Dilubang hidung : terdapat jahitan
• Cuping hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung
2.4.5.2 Mulut
• Terdapat luka jahitan pada bibir bagian atas
• Terdapat celah pada palatum
• Periksa gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan
• Gags reflex positif
• Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan
- Rooting reflex positif - Sucking Refleks lemah
• Kaji apakah ada peregangan pada sisi jahitan2.4.5.3 Ektremitas
• Tangan selalu bergerak ke mulut
2.4.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN POST-OPP1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme.
3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan pada jahitan.2.4.2 INTERVENSI POST OP
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : anak mengalami tingkat kenyamanan yang optimal setelah dilakukan tindakan ....x 24 jamKriteria hasil : bayi tampak nyaman dan beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
1) Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan.R/ Mencegah kelelahan dan dapat meningkatkan koping terhadap stres atau ketidaknyamanan.
2) Beri stimulasi belaian dan pelukan
R/ sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal.
R/ untuk memberikan rasa aman dan nyaman.4) Berikan analgetik sesuai program.
R/ Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan sesuai dengan
kondisi tubuh
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme
Tujuan : mengurangi resiko terjadinya infeksi setelah dilakukan proses pebedahan
Kriteria hasil :- Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
- Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
- Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.- Luka tampak bersih, kering dan tidak edema.
Intervensi :
1) Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak sedikit tinggi supaya
makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pneumonia.
R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.2) Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.
R/ Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan pencegahan komplikasi lebih serius.3) Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
R/ Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
4) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang tidak steril, misalnyaalat tenun dan lainnya.
R/ alat yang tidak steril mudah menimbulkan MO mudah masuk ke daerah insisi.
5) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
R/ menjaga agar sutura tidak trauma/rusak
3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan pada jahitan.Tujuan : anak tidak mengalami trauma pada tempat pembedahan, anak tidak memperlihatkan
adanya aspirasiKriteria hasil : dapat menangani secret yang keluar dan susu formula tanpa aspirasi
Intervensi :
1) Gunakan teknik pemberian susu yang non traumaticR/ untuk meminimalkan resiko trauma
2) Pertahankan alat pelindung bibir
R/ untuk melindungi luka jahitan.3) Hindari penggunaan alat didalam mulut sesudah operasi
R/ untuk mencegah trauma pada luka operasi
4) Bersihkan jahitan operasi dengan hati-hati sesudah pemberian susuR/ karena inflamasi atau infeksi akan mengganggu proses kesembuhan serta efek kosmetik koreksi pembedahan.
5) Cegah bayi agar tidak menangis dengan keras
R/ dapat menimbulkan regangan pada jahitan bekas operasi6) Ajarkan prosedur membersihkan dan menahan gerakan bayi yang mengenai luka operasi jika
bayi dipulangkan sebelum jahitan luka dilepas.
R/ untuk meminimalkan komplikasi setelah pembedahan.
Faktor Hereditas dan Kaitannya Dengan Aspek Biologi
Molekuler Pada Kasus Cleft Lip and
Palate (Labiognathopalatoschisis)
4 September 2009 http://agathariyadi.wordpress.com/2009/09/04/faktor-hereditas-dan-kaitannya-dengan-aspek-biologi-molekuler-pada-kasus-cleft-lip-and-palate-labiognathopalatoschisis/
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Labiognatopalatoschisis atau Cleft Lip and Palate (CLP) adalah kelainan bawaan yang timbul
pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua sisi bibir hingga langit-langit dan
bahkan cuping hidung. (Wikipedia, 2008). Dalam bahasa Indonesia, kelainan ini sering disebutdengan bibir sumbing. Kelainan ini dapat berupa celah pada bibir (cleft lip), celah pada palatum
atau langit-langit mulut (cleft palate), atau gabungan dari keduanya (cleft lip and palate).
Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada tahap pembentukanembrio, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah kelahiran. CLP adalah kelainan
multifaktoral, jadi kemunculannya dipengaruhi oleh faktor gen dan lingkungan.
Berikut ini permasalahan dalam skenario 2 :
Seorang ibu memeriksakan anaknya yang berusia 1 bulan. Dokter memeriksa dan kemudian
menyatakan bahwa anak tersebut menderita labiognathopalatoschisis. Pada waktu hamil ibu
tersebut tidak pernah memeriksakan kehamilannya. Diketahui bahwa suami ibu tersebut adalahseorang perokok berat. Dokter mengatakan bahwa kecacatan tersebut dapat diperbaiki dengan
cara operasi plastik. Kebetulan di RSDM sedang mengadakan operasi gratis untuk penyakit
tersebut.
Dalam laporan ini penulis akan mencoba menganalisis kelainan labiognathopalatoschisis (CLP) dari faktor hereditas dan kaitannya dengan aspek biologi molekuler, untuk mengetahui apakah
kelainan labiognathopalatoschisis (CLP) mempunyai kaitan dengan faktor herediter.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja multifaktor penyebab CLP?
2. Apa kaitan paparan asap rokok dengan terjadinya CLP?
3. Adakah kaitan CLP dengan faktor herediter?
4. Apa saja metode yang digunakan untuk mendeteksi dini CLP?
6. Apakah pengaruh konsultasi prenatal dengan kondisi kesehatan janin?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui multifaktor penyebab CLP.
2. Mengetahui kaitan paparan asap rokok dengan terjadinya CLP.
3. Mengetahui kaitan CLP dengan faktor herediter.
4. Mengetahui metode yang digunakan untuk mendeteksi dini CLP.
5. Mengetahui dasar terapi bagi penderita CLP.
6. Mengetahui pengaruh konsultasi prenatal dengan kondisi kesehatan janin.
D. MANFAAT PENULISAN
Mahasiswa mempelajari kaitan aspek biologi molekuler dalam kelainan genetik CLP.
Mahasiswa belajar mencari dasar dan kaitan faktor hereditas dengan kelainan genetik
CLP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Patogenesis dan Patofisiologi Cleft Lip and Palate
CLP adalah kelainan bentuk fisik pada wajah akibat pembentukan abnormal pada wajah fetusselama kehamilan. Pembentukan wajah tersebut berlangsung dalam 6 hingga 8 minggu pertama
kehamilan. (Wikipedia, 2008). CLP dapat timbul tersendiri atau muncul sebagai salah satu
bagian dari syndrome. (Emedicine, 2000). Dari seluruh kasus CLP, 70% diantaranya adalahkasus CLP tersendiri (isolated cleft lip and palate), dan bukan salah satu bagian dari syndrome
tertentu. (Chakravarti, 2004). Beberapa syndrome yang terkait dengan CLP adalah 22q11.2
deletion syndrome, Patau syndrome (trisomi 13) dan Van der Woude syndrome. (MedlinePlus,
2008; Wikipedia, 2008).
Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan faktor lingkungan.(Zucchero, et.al., 2004). Isolated cleft disebabkan oleh multigen dan atau pengaruh faktor
lingkungan. Walaupun gen memiliki peran penting, dalam embryogenesis wajah, faktor
lingkungan berperan sama penting. Ada tiga kategori faktor lingkungan yang berpengaruh dalam
pembentukan janin, yaitu teratogen, infeksi, dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu hamilyang merokok menjadi faktor penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang meningkatkan
risiko CLP diantaranya adalah obat-obatan, seperti anticonvulsant phenytoin dan
benzodiazepines, atau pestisida, seperti dioxin. (Murray dan Schutte, 2004).
Morfogenesis fasial dimulai dengan migrasi sel-sel neural crest ke dalam regio fasial,
remodeling matriks ekstraseluler, proliferasi dan differensiasi sel-sel neural, crest untuk
membentuk jaringan otot dan pengikat, penggabungan antar komponen, dan pada bibir atasterjadi merger procesus maksilaris & nasalis medialis pada minggu VI kehamilan. Pembentukan
palatum primer dari procesus nasalis medialis, dan pembentukan palatum sekunder dari procesuspalatal sinistra & dekstra pada 8-12 minggu kehamilan. (Tolarova, 2006 ; Young et.al., 2000).
Patofisiologi molekuler secara garis besar terjadi melalui tahap-tahap tertentu, yaitu
- perlu untuk ekspresi gen Dlx sepanjang neural tube, ectoderm dan mesenchyme dari neural
crest.
(b) Defek proliferasi sel-sel neural crest
- ektoderm berfungsi untuk mempertahankan proliferasi mesenchyme dari neural crest.
- protein Sonic hedgehog (SHH) memegang peran
(c) Defek diferensiasi sel-sel neural crest
- Famili TGFβ terlibat (1) dalam proliferasi, diferensiasi dan migrasi sel, (2) regulasi deposisi
matriks ekstraseluler dan (3) transformasi epitelial-mesensimal.
- analisis genetik: fusi palatal perlu TGFβ.
(d) Defek matriks ekstraseluler
- perkembangan organ fasial melibatkan EGFR signaling: regulasi sekresi matriks
metalloproteinase
- TGFα merupakan ligan EGFR. (Young et.al., 2000).
Gen-gen yang telah diketahui menjadi penyebab terjadinya isolated CLP diantaranya adalah
IRF6 (sebagai gen yang juga berpengaruh dalam Van der Woude syndrome), P63, PVRL1,
TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB. Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1
umumnya terkait dengan kelainan gigi dan CLP yang terjadi lebih dari satu kali di dalam suatusilsilah keluarga, dalam hal ini ada kemungkinan diturunkan. (Murray and Schutte, 2004). Gen-
gen yang telah ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan
timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST, dan EPHX. (Murray, 2002).
B. Dasar Diagnosis Molekuler Cleft Lip and Palate
Dasar diagnosis molekuler CLP sama dengan diagnosis penyakit genetik yang lain, yaitu dengan
1. Amniocentesis, dilakukan pada kehamilan 14-16 minggu. (Suryo, 2005).
2. CVS (Chorionic Villus Sampling), dilakukan pada kehamilan 10-13 minggu. Tingkat
akurasinya 96-98% lebih rendah dari midtrisemester amniocentesis karena keterbatasanmosaic plasenta dan kontaminasi sel saat kehamilan. (Lewis, 2007).
C. Dasar Terapi dan Rehabilitasi Cleft Lip and Palate
Operasi CLP dapat dilakukan pada 2-3 bulan pertama pada bayi. Sedangkan operasi perbaikan
palatum dilakukan saat bayi telah berusia 6-12 bulan. Sebelum dilaksanakan operasi, bayi
memerlukan alat bantu saat makan, minum, atau menyusu. Untuk sementara sebelum operasi,dapat digunakan palatal obturator untuk menutupi celah pada palatum agar bayi tidak tersedak.
(Wikipedia, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
Cleft Lip and Palate disebabkan oleh beberapa gen yang telah membawa sifat-sifat tertentu
didalamnya. Sebagai kelainan multifaktor, CLP sangat terkait dengan faktor multigen dan juga
lingkungan. Sifat genetik CLP yang merupakan faktor internal kemudian dapat dipicu oleh faktor
eksternal atau lingkungan seperti paparan asap rokok dan konsumsi alkohol.
Pada kasus dalam skenario 3 terkait paparan asap rokok, gen-gen yang berinteraksi denganpaparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA,
P450, GST, dan EPHX. Dalam sel palatum yang sedang berkembang terdapat reseptor tertentu
yang bereaksi terhadap senyawa tertentu. Ahr (aryl-hydrocarbon receptor ), misalnya, berperan
sebagai reseptor dari senyawa aril hidrokarbon yang terdapat dalam asap rokok. (lihat lampiran).Masuknya aril hidrokarbon ini jelas mempengaruhi perkembangan janin, walaupun ibu hamil
hanya berperan sebagai perokok pasif. Selain teratogen, infeksi dan nutrisi juga turut berperan
dalam perkembangan janin. Kekurangan nutrisi asam folat misalnya, juga menjadi salah satu
penyebab bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti CLP.
Selanjutnya, karena adanya interaksi gen dengan lingkungan maka fenotip CLP muncul sebagai
hasilnya. Apabila gen-gen tertentu telah membawa sifat CLP, namun tidak dipicu oleh faktoreksternal, ada kemungkinan fenotip CLP tidak muncul. Ada pula gen yang memang telah
mengalami mutasi sejak awal, yaitu dari orang tuanya. Gen yang telah mengalami mutasi ini
akan menurunkan sifat kepada keturunannya. Mutasi tertentu dapat diturunkan, dengan syaratterjadi pada sel gamet (ovum atau spermatozoa). Mutasi pada sel somatik tidak diturunkan.
Metode deteksi dini CLP sama dengan deteksi penyakit genetik yang lain, seperti amniocentesis,
CVS, PUBS, dan FISH. Untuk metoode deteksi yang lain seperti Ultrasonografi, yangmengetahui bentuk janin setelah utuh terbentuk, mungkin dapat menjadi persiapan mental bagi
calon orangtua, sehingga setelah bayi lahir orangtua sudah siap dengan penanganan khusus yang
diperlukan dalam perawatan bayi, atau bahkan mungkin sudah siap dengan tindakan operasi
yang selanjutnya dapat dilakukan.
Dasar terapi bagi CLP adalah tindakan operasi, yang dapat dilakukan saat bayi telah mencapaiusia 2-3 bulan pertama untuk operasi Cleft Lip, dan 6-12 bulan pertama untuk operasi Cleft
Palate. Selanjutnya juga perlu untuk dilakukan terapi berbicara agar anak tidak menemui
kesulitan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan sesamanya.
Konsultasi prenatal sangat penting bagi ibu hamil, karena dalam konsultasi calon ibu akan
diberikan beberapa saran dan informasi seputar kehamilan dan kesehatan calon ibu dan janinnya.
Defisiensi nutrisi, misalnya, akan cepat dapat diketahui dan ditangani sehingga tidak mengganggu perkembangan janin.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. CLP disebabkan oleh multifaktor, yaitu multigen dan lingkungan.
2. Paparan asap rokok yang ditangkap oleh reseptor mengganggu perkembangan sel janin
sehingga dapat menyebabkan timbulnya CLP.
3. CLP dapat disebabkan oleh faktor herediter dari gen yang dibawa dari orangtua, namun ada
juga yang lebih terkait kepada faktor lingkungan, seperti tertaogen, infeksi, dan nutrisi.
4. Metode deteksi dini CLP meliputi amniocentesis, CVS, PUBS, dan FISH. Metode deteksi
yang lain diantaranya Ultrasonografi (USG).
5. Dasar terapi bagi penderita CLP adalah tindakan operasi.
6. Konsultasi prenatal mengarahkan calon ibu untuk menjaga kesehatan diri dan janinnya,
sehingga dapat mengurangi risiko bayi mengalami cacat kongenital.
B. Saran :
1. Anak tersebut dapat dioperasi apabila usianya telah mencapai 2-3 bulan (kurang lebih 10minggu), dan selama belum dioperasi, perlu perhatian khusus dalam perawatannya.
2. Setelah operasi, perlu dilakukan terapi bicara agar anak lancar berkomunikasi dengan
Murray, Jeffrey C, and Schutte, Brian C. 2004. Cleft palate: players, pathways, and pursuits.
http://www.jci.org/articles/view/22154
Suryo. 2005. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Young, D.L. Schneider, R.A. Hu, D. Helms, J.A. 2000. Genetic and teratogenic approaches tocraniofacial development. Critical Reviews in Oral Biology & Medicine 11:304-317.
Zucchero, Theresa M. et.al. 2004. Interferon Regulatory Factor 6 (IRF6) Gene Variant and the
Risk of Isolated Cleft Lip or Palate. http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/8/769