Top Banner
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UNICEF dan WHO (2006), pneumonia merupakan pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major “forgotten killer of children” ). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang tinggi, yaitu sebanyak 19%. Lebih tinggi bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS (3%), malaria (8%) dan campak (4%). Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering, terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). 1 Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi pneumonia pada anak 11,2%. Pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare, yaitu sebesar 15,5% dan menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus. 2,3
31

bronkopneumonia

Dec 01, 2015

Download

Documents

bronkopneumonia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: bronkopneumonia

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut UNICEF dan WHO (2006), pneumonia merupakan pembunuh

anak paling utama yang terlupakan (major “forgotten killer of children”).

Pneumonia merupakan penyebab kematian yang tinggi, yaitu sebanyak 19%.

Lebih tinggi bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS (3%),

malaria (8%) dan campak (4%). Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak

meninggal karena pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab kematian

yang paling sering, terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir

semua kematian akibat pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan

kurang berkembang (least developed).1

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan

tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai

kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian

kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi pneumonia pada anak

11,2%. Pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi

dan balita setelah diare, yaitu sebesar 15,5% dan menduduki tempat ke-3

sebagai penyebab kematian pada neonatus.2,3

Berdasarkan organ yang terkena, pneumonia dapat dibagi menjadi tiga,

yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan

pneumonia intersisial (bronkiolitis). Pneumonia lobaris paling sering

mengenai usia dewasa muda, sedangkan bronkopneumonia dan bronkiolitis

sering mengenai balita dan anak-anak.4 Bronkiolitis paling banyak pada anak

usia kurang dari 2 tahun, sedangkan bronkopneumonia dapat mengenai anak

dan remaja pada semua usia. Berdasarkan hal tersebut, penulisan refrat ini

akan membahas tentang bronkopneumonia yang mempunyai epidemiologi

tertinggi.5

Kemampuan tenaga kesehatan dalam diagnosis dan tatalaksana

bronkopneumia pada anak menjadi penting dalam menurunkan angka

morbiditas dan motalitas. Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,

Page 2: bronkopneumonia

2

dan pemeriksaan penunjang yang efektif dan efisien. Tindakan pencegahan

juga penting karena tindakan sederhana dapat dilakukan untuk mengurangi

angka kesakitan.6 Oleh karena itu penulis menyusun refrat ini agar dapat

membahas bronkopneumonia pada anak, terutama dalam praktek klinis.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam refrat ini meliputi :

1. Anatomi sistem pernapasan

2. Pengertian bronkopneumonia

3. Etiologi

4. Faktor Risiko

5. Patogenesis

6. Gambaran Klinis

7. Tatalaksana

8. Pencegahan

9. Komplikasi

C. Tujuan Penulisan

1. Umum

Penulisan refrat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai

penyakit bronkopneumia pada anak.

2. Khusus

a. Mengetahui definisi, etiologi, faktor risiko, dan patogenesis

bronkopneumonia pada anak

b. Mengetahui diagnosis, tata laksana, pencegahan, dan komplikasi

bronkopneumonia anak dalam praktek klinis.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Penulisan refrat ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan

tentang penyakit bronkopneumonia pada anak

Page 3: bronkopneumonia

3

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Klinisi

Memberikan gambaran penyakit bronkopneumonia pada anak dan

pelaksanaannya dalam praktek klinis

b. Bagi Penulis Lain

Refrat ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan

referensi bagi penulis lain, khususnya dalam pembahasan penyakit

bronkopneumonia pada anak.

Page 4: bronkopneumonia

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Saluran Pernapasan

Fungsi pernapasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2)

dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh sebagai bahan metabolisme tubuh, dan

mentranport karbondioksida (CO2) kembali ke atmosfer. Secara anatomis,

sistem respirasi dibagi menjadi saluran napas atas dan saluran napas bawah.

Saluran napas atas terdiri dari nasi, cavum nasi, sinus paranasalis dan faring.

Komponen tersebut berfungsi untuk menyaring, menghangatkan, dan

melembabkan udara, serta mencegah patogen memasuki saluran napas

bawah. Saluran napas bawah terdiri dari laring, trakhea, bronkus, bronkiolus,

dan alveolus.7

Berdasarkan fungsi, sistem pernapasan dibagi menjadi bagian konduksi

dan bagian respirasi. Bagian konduksi berfungsi untuk membawa udara ke

bagian respirasi, yang meliputi nasal, cavum nasi, faring, laring, trachea,

bronkus dan bronkiolus. Bagian respirasi berperan dalam pertukaran gas,

yaitu alveolus.7

Gambar 1. Anatomi sistem respirasi manusia8

Page 5: bronkopneumonia

5

B. Pengertian Bronkopneumonia

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.

Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru

yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.

Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru

pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius,

duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli. Pada keadaan normal,

alveolus terisi udara, namun pada pasien dengan bronkopneumonia, alveoli

akan terisi dengan pus dan cairan, sehingga menyebabkan nyeri dada,

hambatan oksigenasi dan sesak napas.9,10

C. Etiologi

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan

pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan

strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. colli,

Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita

pneumonia sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae,

Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan

remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma

pneumoniae.11

Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang

mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza,

human metapneumovirus dan adenovirus. Insidens global pneumonia RSV

anak-balita adalah 33,8 juta kasus baru di seluruh dunia dengan 3,4 juta kasus

pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi

kematian 66.000-199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di

antaranya terjadi di negara berkembang. RSV adalah patogen yang menjadi

etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai

penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.11

Page 6: bronkopneumonia

6

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia12

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarangLahir - 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup DListeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonieVirusCMVHMV

3 minggu – 3 bulan Bakteri BakteriClamydia trachomatis Bordetella pertusisStreptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe BVirus Moraxella catharalisAdenovirus Staphylococcus aureusInfluenza VirusParainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 tahun Bakteri BakteriClamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe BMycoplasma pneumoniae Moraxella catharalisStreptococcus pneumoniae Staphylococcus aureusVirus Neisseria meningitidesAdenovirus VirusRinovirus Varisela ZosterInfluenzaParainfluenza

5 tahun – remaja Bakteri BakteriClamydia pneumonia Haemophillus influenzaMycoplasma pneumoniae Legionella spStreptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

VirusAdenovirus

D. Faktor Risiko

Faktor-dasar (fundamental) yang menyebabkan tingginya morbiditas dan

mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah :

1. Kemiskinan yang luas

Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat

kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.11

2. Derajat kesehatan rendah

Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk

infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid

lain seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng

(Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya

Page 7: bronkopneumonia

7

kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI

dan imunisasi yang tidak adekuat memperburuk derajat kesehatan.11

3. Status sosio-ekologi buruk

Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya

lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang

akibat penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan

sekam padi), dan polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat

pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan

kepercayaan lokal yang salah.11

4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil

Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang.

Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan

seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak

adekuat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di

tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang.11

5. Proporsi populasi anak lebih besar

Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi

populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di

negara berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk.

Besarnya proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada

pengendalian dan pencegahan pneumonia terutama pada aspek

pembiayaan.11

E. Patogenesis

Sebagian besar bronkopneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi

kuman atau penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya

sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau

penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari

sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak

terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh

adanya mekanisme pertahanan paru.13

Page 8: bronkopneumonia

8

Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :

1. Filtrasi partikel di hidung

2. Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis

3. Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk

4. Pembersihan ke arah kranial oleh mukosiliar

5. Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar

6. Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal

7. Drainase melalui sistem limfatik.14

Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan

antara daya tahan tubuh dan patogen dari luar, sehingga mikroorganisme

dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.15

Gangguan pertahanan tubuh akan menyebabkan mikroorganisme

sampai ke alveoli dan menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu

proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium Kongesti atau Hiperemis (4-12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan

yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator

peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru.16

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang

interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan

alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen haemoglobin.16,17

Page 9: bronkopneumonia

9

2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel

darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat

oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga

warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium

ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.16,17

Gambar 2. Stasium hepatisasi merah. Tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (neutrofil)17

3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa

sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap

padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu

dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.16,17

Page 10: bronkopneumonia

10

Gambar 3. Stadium hepatisasi kelabu. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil17

4. Stadium Resolusi (7-11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.16

F. Gambaran Klinis

1. Anamnesis

Gejala yang timbul biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas akut

bagian atas (rhinitis atau faringitis). Gejalanya antara lain batuk, demam

tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada

anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka

berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi kecil sering menunjukkan gejala

non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau

kembung. Anak besar kadang mengeluh sesak, nyeri kepala, nyeri

abdomen disertai muntah.18,19

2. Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok

umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding

dada, napas cuping hidung, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang

lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah

takipneu, napas cuping hidung, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan

iritabel.19 Tanda takipneu ditandai dengan napas cepat yang dihitung

Page 11: bronkopneumonia

11

selama satu menit dalam keadaan tenang. Frekuensi napas yang patut

dicurigai pneumonia adalah :

a. Anak usia kurang dari 2 bulan : lebih dari atau sama dengan 60 kali/

menit

b. Anak 2-11 bulan : lebih dari atau sama dengan 50 kali/ menit

c. Anak 12-59 bulan : lebih dari atau sama dengan 40 kali/ menit.1,20

WHO menyebutkan bahwa takipneu merupakan temuan yang sensitif dan

spesifik untuk pneumonia. Sensitivitasnya mencapai 61% dengan

spesifisitas 79% pada pasien malnutrisi. Pada pasien dengan gizi normal,

nilai sensitivitas meningkat hingga 79% dan spesivitasnya 65%.1

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk

(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan

retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat

dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala,

dehidrasi dan letargi.19

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah

Pada bronkpneumona virus jumah leukosit dapat normal atau

menurun (leukopenia), sedangkan mikoplasma umumnya ditemukan

leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Pemeriksaan

darah pada bronkopneumonia karena bakteri umumnya didapatkan

leukositosis hingga >15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan

dominasi polimorfonuklear (netrofil) pada hitung jenis. Trombositosis

>500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih

mengarah kepada infeksi virus.22,23

b. Pemeriksaan Radiologi

Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama

untuk menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk

menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling

sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia

ditemukan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-

Page 12: bronkopneumonia

12

bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai

dengan peningkatan corakan peribronkhial.18,24

Gambar 4. Foto toraks PA pada bronkopneumonia25

c. C-reaktif Protein

Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai

respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh

sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor

(TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk

membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan

bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya

lebih rendah pada infeksi virus dibandingkan pada infeksi bakteri.

CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi

antibiotik.26

d. Uji Serologis

Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada

infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat

mengkonfirmasi diagnosis.26

e. Pemeriksaan Mikrobiologi

Bila pasien dalam keadaan kritis, atau pengobatan antibiotik belum

dapat memperbaiki kondisi klinis, perlu dipikirkan pemeriksaan

mikrobiologi. Namun pemeriksaan tersebut juga sulit dilakukan

karena anak-anak sulit mengeluarkan dahak, pemeriksaan dengan

Page 13: bronkopneumonia

13

darah juga sulit karena kurang dari 10% kasus yang berhubungan

dengan bakteriemia. Pemeriksaan terbaik biasanya dilakukan dengan

sekret yang diaspirasi dari nasofaring.27

f. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan

riwayat kontak dengan TBC dewasa. Pada setiap anak dirawat inap

dengan bronkopneumonia, seharusnya dilakukan pemeriksaan pulse

oxymetry.26

4. Dasar Diagnosis

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan dasar diagnosis

bronkopneumonia secara ringkas adalah sebagai berikut :

a. Anamnesis

Pada alloanamnesis ditemukan : demam, batuk, dan sesak napas yang

timbul tidak mendadak.18,19

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum pasien tampak sesak atau sianosis

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan peningkatan suhu,

takipneu, dan dapat diikuti dengan takikardi

3) Pada hidung dapat ditemukan napas cuping hidung

4) Pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda :

Inspeksi : gerakan paru simetris, dan ditemukan retraksi

Palpasi : vokal fremitus paru kanan = kiri

Perkusi : bisa sonor atau redup, tergantung jumlah konsolidasi

Auskultasi: suara dasar vesikuler meningkat, ronkhi basah halus di

seluruh lapang paru, dan krepitasi.19,20

c. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan darah yang khas adalah ditemukannya leukositosis

dengan dominasi leukosit polimorfonuklear pada infeksi bakteri,

sedangkan pada infeksi virus dapat ditemukan leukopenia

2) Pemeriksaan foto thorak posisi akan ditemukan bercak-bercak

infiltrat homogen di seluruh lapang paru

Page 14: bronkopneumonia

14

3) Pemeriksaan penunjang lain jarang digunakan sebagai dasar

diagnosis.22,23,24

5. Differensial Diagnosis

Pada penegakan diagnosis bronkopneumonia, perlu diperhatikan

diagnosis banding penyakit ini, sehingga anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat terarah.

a. Bronkiolitis

Bronkiolitis adalah sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita

bayi kurang dari 2 tahun. Kondisi penyakit mirip dengan

bronkopneumonia, yaitu adanya batuk, demam, dan sesak yang tidak

mendadak. Perbedaannya adalah pada temuan pemeriksaan fisik. Pada

bronkiolitis terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memanjang

disertai dengan mengi. Foto thoraks ditemukan adanya hiperaerasi dan

diameter antero-posterior yang membesar.28

b. Asma bronkhial

Asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dengan

karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada

malam atau dini hari (noktural), musiman, setelah aktivitas fisik, serta

adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, penyingkiran diagnosis asma sudah

dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti. Pada pemeriksaan fisik,

biasanya terdapat mengi, dan tidak ditemukan ronkhi. Untuk

mendukung diagnosis, dapat dilakukan nebulisasi dengan

bronkodilator, anak dengan asma akan memberikan respon terhadap

pengobatan, sedangkan anak dengan bronkopneumonia tidak.28

c. Tuberkulosis (tb) paru

Pada tb paru, gejalanya adalah batuk lama (lebih dari 3 minggu),

demam lama (lebih dari 2 minggu), dan adanya penurunan berat badan

atau status gizi kurang. Pemeriksaan dengan skoring tb termasuk uji

tuberkulin di dalamnya dapat dilakukan untuk menyingkirkan

kecurigaan tb paru.29

Page 15: bronkopneumonia

15

G. Tata Laksana

1. Kriteria Rawat Inap

Neonatus hingga usia 20 hari dengan gejala dan tanda curiga

bronkpneumonia sebaiknya dirawat inap untuk monitoring dan mencegah

komplikasi.12

Bayi

- Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis

- Frekuensi napas > 60 x/menit

- Distress pernapasan, apnea intermitten, atau grunting

- Tidak mau minum/ menetek

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah. 5,30

Anak

- Saturasi oksigen < 92%, sianosis

- Frekuensi napas > 50 x/menit

- Distress pernapasan

- Grunting

- Terdapat tanda dehidradi

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah.5,30

2. Tatalaksana Umum

- Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92%, berikan terapi oksigen dengan

kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi

>92%

- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan

intravena dan dilakukan balans cairan ketat

- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan

pasien dan mengontrol batuk

- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk

memperbaiki mucociliary clearance

- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya 4

jam sekali, termasuk saturasi oksigen.5

3. Pemberian Antibiotik

Page 16: bronkopneumonia

16

- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak

<5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang

menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan

murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, cefaclor, eritromisin, dan

azitromisin

- M. Pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka

antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara

empiris pada anak ≥ 5 tahun

- Makrolid diberikan jika M. Pneumoniae atau C. Pneumoniae dicurigai

sebagai penyebab

- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae

sangat mungkin sebagai penyebab

- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau

kombinasi flucioxacillin dengan amoksisilin

- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat

menerima obat per oral (misalnya karena muntah) atau termasuk dalam

pneumonia berat

- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan

kloramfenikol, co-amoxiclav, cefuriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime

- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat

perbaikan setelah mendapatkan antibiotik intravena

- Rekomendasi untuk community acquired pneumonia adalah sebagai

berikut :

Neonatus – 2 bulan : ampisilin dan gentamisin

Lebih dari 2 bulan : lini pertama ampisilin, jika dalam 3 hari tidak ada

perbaikan ditambahkan kloramfenikol. Lini kedua sefriakson.

Bila klinis perbaikan, antibiotik intravena dapat diganti dengan preparat

oral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena

sebelumnya.5

Tabel 2. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia5

Antibiotik Dosis Frekuensi Keterangan

Page 17: bronkopneumonia

17

Penisilin G 50.000 unit/ kg/ kali, dosis tunggal max 4.000.000 unit

Tiap 4 jam S. pneumonia

Ampisillin 100 mg/ kg/ hari Tiap 6 jamKloramfenicol 100 mg/ kg/ hari Tiap 6 jamCefriaxone 50 mg/ kg/ hari,

dosis tunggal max 2 gram

1 x/ hari S. pneumonia, H. influenza

Cefuroxime 50 mg/ kg/ hari, dosis tunggal max 2 gram

Tiap 8 jam S. pneumonia, H. influenza

Clindamycin 10 mg/ kg/ kali, dosis tunggal max 1,2 gram

Tiap 6 jam Group A. Streptococcus, S. Aureus, S. Pneumoniae (alternatif jika alergi beta laktam)

Eritromisin 10 mg/ kg/ kali, dosis tunggal maks 1 gram

Tiap 6 jam S. pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia

4. Nutrisi

- Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per

oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube

(NGT) atau itravena.

- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak

mengalami overhidrasi, karena pada pneumonia berat terjadi

peningkatan sekresi hormon antidiuretik.5

5. Fisioterapi Dada/ Postural Drainase

Postural drainase (PD) adalah cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari

paru dengan mempergunakan gaya berat dari sekret itu sendiri. Mengingat

kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi, maka PD dilakukan

pada berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. PD dapat

dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas,

tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi

atelektasis.31

6. Kriteria Pulang

- Gejala dan tanda pneumonia hilang

- Asupan per oral adekuat

- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)

Page 18: bronkopneumonia

18

- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana

kontrol

- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.5

H. Pencegahan

Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan

pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-

imunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap

pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-

imunisasi merupakan pencegahan non-spesifik misalnya mengatasi berbagai

faktor risiko seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku

tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dan dan lain-lain.

1. Imunisasi

Pencegahan pneumonia yang berkaitan dengan pertusis dan campak adalah

imunisasi DPT dan campak dengan angka cakupan yang menggembirakan;

DPT berkisar 89,6 %-94,6 % dan campak 87,8 %-93,5 %.11

Dari beberapa studi vaksin (vaccine probe) diperkirakan vaksin

pneumokokus konjungat dapat mencegah penyakit dan kematian 20-35%

kasus pneumonia pneumokokus dan vaksin Hib mencegah penyakit dan

kematian 15-30% kasus pneumonia Hib. Pada saat ini di banyak negara

berkembang direkomendasikan vaksin Hib untuk diintegrasikan ke dalam

program imunisasi rutin dan vaksin pneumokokus konjugat

direkomendasikan sebagai vaksin yang dianjurkan.1,11

2. Non Imunisasi

Di samping imunisasi sebagai pencegahan spesifik pencegahan non-

imunisasi sebagai upaya pencegahan non-spesifik merupakan komponen

yang masih sangat strategis. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan

misalnya pendidikan kesehatan kepada berbagai komponen masyarakat,

terutama pada ibu anak dan balita tentang besarnya masalah pneumonia

dan pengaruhnya terhadap kematian anak, perilaku preventif sederhana

misalnya kebiasaan mencuci tangan dan hidup bersih, perbaikan gizi

dengan pola makanan sehat. Penurunan faktor risiko lain seperti mencegah

Page 19: bronkopneumonia

19

berat badan lahir rendah, menerapkan ASI eksklusif, mencegah polusi

udara dalam ruang yang berasal dari bahan bakar rumah tangga dan

perokok pasif di lingkungan rumah dan pencegahan serta tatalaksana

infeksi HIV.1,11

Suplementasi zinc dan vitamin A juga merupakan salah satu metode

strategis untuk mencegah pneumonia. Zinc dan vitamin A merupakan

mikronutrien penting dalam fungsi imunitas, defisiensi zinc dapat

menyebabkan regenerasi sel dan gangguan fungsi epitel. Penelitian

menunjukkan bahwa suplementasi zinc dan vitamin A berhubungan

dengan penurunan insidensi dan prevalensi pneumonia, sehingga

menurunkan angka kematian anak.32,33

I. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis

puruenta, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis

purulenta. Empiema torasis merupakan kompliasi tersering yang terjadi pada

pneumonia bakteri.24

Ilten et al. (2004) melaporkan komplikasi miokarditis (tekanan sistolik

ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung)

yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak usia 2-24 bulan. Oleh karena

miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk

melakukan deteksi dengan noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan

pemeriksaan enzim.34

Page 20: bronkopneumonia

20

III. KESIMPULAN

1. Bronkopneumonia adalah peradangan akut parenkim paru pada bagian distal

bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,

sakus alveolaris, dan alveoli.

2. Etiologi bronkopneumonia dapat berupa virus, bakteri, jamur, atau

mikoplasma. Virus dan bakteri merupakan etiologi tersering, dengan jenis

mikroorganisme beragam yang berhubungan dengan usia anak.

3. Faktor risiko bronkopneumonia meiputi : kemiskinan, derajat kesehatan yang

rendah, status sosio-ekologi buruk, pembiayaan kesehatan, dan proporsi

populasi anak.

4. Patogenesis bronkopneumonia dibagi menjadi empat stadium, yaitu stadium

hiperemis, hepatisasi merah, hepatisasi kelabu, dan resolusi.

5. Penegakan diagnosis bronkopneumonia, meliputi anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, temuan tersering adalah

batuk, demam, sesak napas, dan nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan

febris, takipneu, dan ronkhi. Pemeriksaan penunjang yang tersering

mendukung adalah darah lengkap ditemukan leuopenia atau leukositosis dan

foto toraks AP ditemukan sebaran infiltrat.

6. Diagnosis banding bronkpneumonia adalah bronkiolitis, asma bronkhial, dan tb

paru.

7. Tatalaksana bronkopneumonia meliputi rawat inap jika perlu, tata laksana

umum (oksigen, cairan, antipiretik, analgetik, observasi), pemberian antibiotik,

nutrisi, dan fisioterapi dada.

8. Pencegahan bronkopneumonia adalah dengan cara imunisasi (DPT, campak,

Hib, pneumokokkus), dan non imunisasi (menurunkan faktor risiko).

9. Komplikasi bronkopneumonia meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,

pneumothoraks, meningitis purulenta dan miokarditis. Empiema torasis

merupakan komplikasi tersering.