BAB IITINJAUAN PUSTAKABRONKOPNEUMONIA
DEFINISI Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang
meliputi alveolus dan jaringan interstisial.5 Pneumonia biasanya
disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.6 Bila parenkim paru
terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh
alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau
pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus
dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak bercak yang tersebar
bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia
merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada anak anak.
7,8
EPIDEMIOLOGIPneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun. Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak
balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar
terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih sering
dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju. Menurut
survei kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi
dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
sistem respiratori, terutama pneumonia.1, 9
Gambar 5. Penyebab Kematian Pada Balita Pada Tahun 2008 (
WHO/Child Health Epidemiology Reference Group (CHERG) )
ETIOLOGISebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme ( virus, bakteri, jamur, parasit ) dan sebagain
kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam
lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi
hipersensitivitas, dan drug or radiation induced pneumonitis.6,9
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum
etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. 1Pada neonatus
sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat
kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui
aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Spektrum
mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram
negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus
pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi
dari ibu selama proses persalinan sering terjadi pada bayi di bawah
2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan
mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus
Herpes simpleks ( TORCH ), Varisela Zoster, dan Listeria
monocytogenes. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
pneumonia lebih sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae.1,9Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama
disebabkan oleh virus, di samping bakteri, atau campuran bakteri
dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia anak dan
menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan
virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak menyebabkan
pneumonia antara lain adalah Respiratory Synctial Virus ( RSV ),
Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang terbanyak adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan
Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas
mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan
dengan anak berusia di bawah 2 tahun. Namun, secara klinis umumnya
pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Daftar
etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang
bersumber dari data di negara maju dapat terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok
usia di negar maju1USIAETIOLOGI YANG SERINGETIOLOGI YANG JARANG
Lahir 20 hariBAKTERIBAKTERI
E. colliBakteri anaerob
Streptococcus group BStreptococcus group D
Listeria monocytogenesHaemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu 3 bulanBAKTERIBAKTERI
Chlamydia trachomatisBordetella pertussis
Streptococcus pneumoniaeHaemophillus influenzae tipe B
VIRUSMoraxella catharalis
Virus AdenoStaphylococcus aureus
Virus InfluenzaUreaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3VIRUS
Respitatory Syncytical VirusVirus Sitomegalo
4 bulan 5 tahunBAKTERIBAKTERI
Chlamydia pneumoniaeHaemophillus influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniaeMoraxella catharalis
Streptococcus pneumoniaeNeisseria meningitidis
VIRUSStaphylococcus aureus
Virus AdenoVIRUS
Virus InfluenzaVirus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial virus
5 tahun remajaBAKTERIBAKTERI
Chlamydia pneumoniaeHaemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniaeLegionella sp
Streptococcus pneumoniaeStaphylococcus aureus
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
FAKTOR RISIKOFaktor resiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang, antara
lain: pneumonia yang terjadi pada masa bayi berat badan lahir
rendah ( BBLR ) tidak mendapat imunisasi tidak mendapat ASI yang
adekuat malnutrisi defisiensi vitamin A tingginya prevalens
kolonisasi bakteri patogen di nasofaring tingginya pajanan terhadap
polusi udara ( polusi industri atau asap rokok) imunodefisiensi dan
imunosupresi ( HIV, penggunaan obat imunisupresif ) adanya penyakit
lain yang mendahului, seperti campak intubasi, trakeostomi
abnormalitas anatomi 1,8
PATOGENESIS Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme
pertahanan paru antara lain, mekanisme pertahanan awal yang berupa
filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus dan
mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai
sel. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit.Risiko infeksi di paru sangat
tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan saluran napas: aspirasi sekret yang berisi
mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring,
inhalasi aerosol yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari
bagian ekstrapulomonal. Dari ketiga cara tersebut, aspirasi dan
inhalasi agen agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih
jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria, atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 mm melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses
infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung,
orofaring ) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dan sebagian
sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur ( 50% ) juga
pada keadaan penurunan kesadaran. Sekret dari faring tersebut
mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8 10 /mL, sehingga
aspirasi dari sebagian kecil sekret ( 0,001 1,1 mL ) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi
pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara
inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di
saluran napas bagian atas sama dengan saluran napas bagian bawah,
tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis
mikroorganisme yang sama. 1,6,8
PATOLOGI Gambaran patologi tergantung dalam batas tertentu
tergantung pada agen etiologinya. Pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri ditandai dengan eksudat intraalveolar supuratif disertai
konsolidasi. Awalnya, mikroorganisme yang masuk bersama sekret
bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema
seluruh alveoli yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman
ke jaringan sekitarnya. Kemudian, disusul dengan konsolidasi, yaitu
terjadi sebukan sel sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga
terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel sel
PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan
leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi
bakteri tersebut kemudian dimaakan. Secara garis besar terdapat 3
stadium, yaitu stadium prodromal, stadium hepatisasi, dan stadium
resolusi. Pada stadium prodromal, yaitu 4 12 jam pertama, alveolus
alveolus mulai terisi sekret dari pembuluh darah yang berdilatasi
dan bocor yang ditimbulkan infeksi dengan kuman patogen yang
berhasil masuk. Pada 48 jam berikutnya, paru tampak merah dan
bergranulasi, seperti hati, dimana alveoli terisi dengan sebukan
sel sel leukosit terutama sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema,
dan kuman, yang disebut dengan stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, selama 3 8 hari, terjadi konsolidasi di dalam alveoli
akibat deposit fibrin dan leukosit yang semakin bertambah, yang
disebut dengan hepatisasi kelabu.Sebagai akibat dari proses ini,
secara akut salah satu lobus tidak lagi dapat menjalankan fungsi
pernapasan ( jadi merupakan gangguan restriksi ). Di samping itu,
pada saat yang bersamaan juga ada peningkatan kebutuhan oksigen
sehubung dengan panas yang tinggi. Proses radang juga akan mengenai
pleura viseralis yang membungkus lobus tersebut. Dengan demikian
akan timbul pula rasa nyeri setempat. Nyeri dada ini juga akan
menyebabkan ekspansi paru terhambat. Ketiga faktor ini akan
menyebabkan penderita mengalami sesak napas, tetapi karena tak ada
obstruksi bronkus, maka tidak akan terdengar wheezing.Bila
penderita dapat mengatasi infeksi akut ini, maka pada hari ke 7
sampai 11 terjadi stadium resolusi dimana jumlah makrofag
mingingkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang, dan isi alveolus akan melunak
untuk berubah menjadi dahak dan yang akan dikeluarkan lewat batuk,
dan jaringan paru kembali kembali pada struktur semulanya.Proses
infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi,
dimanan pada pneumonia lobaris konsolidasi ditemuka pada seluruh
lobus dan pada bronkopneumonia terjadi penyebaran daerah infeksi
yang berbercak dengan diameter 3 4 cm yang mengelilingi bronki.
Pada pneumonia akibat virus atau Mycoplasma pneumoniae, gambaran
patologi ditandai dengan peradangan interstisial yang disertai
penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun rongga
alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi.
1,6,7,8
KLASIFIKASI PNEUMONIA1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:a.
Pneumonia komuniti ( community acquired pneumonia ) : pneumonia
yang didapat di masyarakat dan sering disebabkan oleh kokus Gram
positif ( Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram negatif (
Haemophillus influenzae ), dan bakteri atipik.b. Pneumonia
nosokomial ( hospital acquired pneumonia ) : pneumonia yang timbul
setelah 72 jam dirawat di rumah sakit, yang lebih sering disebabkan
oleh bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus ) dan jarang oleh
pneumokokus atau Mycoplasma pneumoniae.c. Pneumonia aspirasi :
pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain makanan dan asam
lambungd. Pneumonia pada penderita immunocompramised2. Berdasarkan
mikoorganisme penyebaba. Pneumonia bakterial / tipikalb. Pneumonia
atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Clamydiac.
Pneumonia virusd. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi
sekunder dengan predileksi pada penderita dengan daya tahan tubuh
lemah ( immunocompromised )3. Berdasarkan predileksi infeksia.
Pneumonia lobarisb. Bronkopneumoniac. Pneumonia interstisial
6,10
MANIFESTASI KLINISSebagian besar gambaran klinis pneumonia pada
anak berkisar dari ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang
berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi sehingga
perlu dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis
pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme
penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas terutama pada
bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi
noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor
patogenesis.Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung
berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
Gambaran infeksi umum : demam: suhu bisa mencapai 39 40 oC sakit
kepala gelisah malaise penurunan nafsu makan keluhan
gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare kadang kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner Gambaran gangguan
respiratori: batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif
sesak nafas retraksi dada takipnea napas cuping hidung penggunaan
otat pernafasan tambahan air hunger merintih sianosis
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada
anak anak. Bila terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal
fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau
perkusi yang redup pada daerah yang terkena, suara napas melemah,
suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi
kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu
terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.1,7,11
1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi KecilGambaran klinis pada
neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea,
sianosis, grunting, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah,
tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan
demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Pada bayi yang
lebih tua jarang ditemukan grunting.1,12Infeksi oleh Chlamydia
trachomatis sering terjadi pada bayi berusia di bawah 2 bulan,
dimana gejala baru timbul pada usia 4 12 minggu dan pada beberapa
kasus pada usia 2 minggu, tetapi jarang setelah usia 4 bulan.
Gejala timbul perlahan lahan, dan dapat berlangsung hingga
berminggu minggu. Gejala umum berupa gejala infeksi respiratori
ringan sedang, ditandai dengan batuk staccato ( inspirasi diantara
setiap satu kali batuk ), kadang kadang disertai muntah, umumnya
pasien tidak demam. Bila berkembang menjadi pneumonia berat yang
juga dikenal sebagai sindroma pneumonitis, terdapat gejala klinis
ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis.1
2. Pneumonia pada Balita dan Anak Pada anak anak prasekolah,
keluhan meliputi demam, menggigil, batuk ( nonproduktif/produktif
), takipneu, dan dispneu yang ditandai oleh retraksi dinding dada.
Pada kelompok anak sekolah dan remaja dapat dijumpai demam, batuk (
nonproduktif/produktif ), nyeri dada, sakit kepala, anoreksia, dan
kadang kadang keluhan gastrointestinal seperti mual atau diare, dan
juga dehidrasi. Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti
takipnea, retraksi subkosta ( chest indrawing ), sianosis, dan
napas cuping hidung. Ronki basah halus ( fine crackles ) khas pada
anak besar dapat tidak dijumpai pada bayi. Penyakit ini sering
ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media,
faringitis, dan laringitis. Iritasi pleura dapat mengakibatkan
nyeri dada dan bila berat gerakan dada akan menurun waktu
inspirasi. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada
sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Rasa nyeri
dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut. Ronki hanya ditemukan
bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda
klinis pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau
empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi. Bula
efusi pleura bertambah, sesak napas akan semakin bertambah, tetapi
nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri
tumpul.Kadang kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia
lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen
dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis.
Abdomenn mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan
oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin teraba karena
tertekan oleh diafragma, atau memang membesar karena terjadi gagal
jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia.1,12
3. Pneumona Akibat Infeksi Mycoplasma pneumoniaeInfeksi
diperoleh melalui droplet dari kontak dekat. Masa inkubasi kurang
lebih 3 minggu. Gambaran klinis pneumonia atipik didahului dengan
gejala menyerupai influenza ( influenza like syndrome ) seperti
demam, malaise, sakit kepala, mialgia, tenggorokan gatal, dan
batuk. Suhu tubuh jarang mencapai 38,5 C. Batuk terjadi setelah
awitan penyakit, awalnya tidak produktif tetapi kemudian menjadi
produktif. Sputum mungkin berbercak darah dan batuk dapat menetap
hingga berminggu minggu.
4. Pneumona Akibat Infeksi Clamidia pneumoniaeClamidia
pneumoniae merupakan penyebab tersering infeksi saluran napas atas,
seperti faringitis, rinosinusitis, dan otitis, tetapi dapat
menyebakan pnumonia juga. Gejala klinis awalnya berupa gejala
seperti flu, yaitu batuk kering, mialgia, sakit kepala, malaise,
pilek, dan demam tidak tinggi. Pada pemeriksaan auskultasi dada
tidak ditemukan kelainan. Gejala respiratori umumnya tidak
mencolok. Leukosit darah tepi biasanya normal. Gambaran foto toraks
menunjukan infiltrat difus atau gambaran peribronkial nonfokal yang
jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis.1
PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Darah Perifer LengkapPada pneumonia
virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal
atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000 / mm3
dengan predominan PMN. Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan
prognosis yang buruk. Leukositosis hebat hampir selalu menunjukkan
adanya infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan
risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Clamydia
pneumoniae kadang kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura
merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 100.000
/ mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relatif lebih rendah
dibandingkan glukosa darah. Kadang kadang terdapat anemia ringan
dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat. Trombositopeni dapat
ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema. Secara umum
hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat membedakan antara
infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.1
2. C Reaktive Protein ( CRP ) dan LEDCRP adalah suatu protein
fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi
atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama IL 6, IL 1, dan TNF. Meskipun fungsinya belum
diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis CRP digunakan
sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan
non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah
pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis dibandingkan
infesksi bakteri profunda.1
3. Uji SerologisUji serologis untukj mendeteksi antigen dan
antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas yang
rendah dan secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi bakteri atipik.1
4. Pemeriksaan MikrobiologisPemeriksaan mikrobiologis untuk
diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada
pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan
mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi
paru. Pemeriksaan sputum kurang berguna. Diagnosis dikatakan
definitif apabila kuman ditemukan dalam darah, cairan pleura, atau
aspirasi paru, kecuali pada masa neonatus, dimana kejadian
bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif.1
5. Analisa Gas DarahAnalisa gas darah (AGDA) menunjukkan
hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis metabolik.
6. Pemeriksaan Rontgen ThoraxFoto toraks dengan proyeksi antero
posterior merupakan dasar diagnosis untuk pneumonia. Foto lateral
dilakukan bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi
pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang kadang bercak bercak
sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala
klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu
yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen tidak
diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala
klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tidak lanjut. Secara
umum gambaran foto toraks terdiri dari: Pneumonia / infiltrat
interstisial: ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya disebabkan oleh
virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi patchy
consolidation karena atelektasis Infiltrat alveolal : merupakan
konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai
satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas
yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal
sebagai round pneumonia. Biasanya disebabkan oleh bakteri
pnuemokokus atau bakteri lain. Bronkopneumonia : ditandai dengan
gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak bercak
infiltrat halus yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial
Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik
Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan
pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu
penelitian ditemukan pneumonia pada anak terbanyakk di paru kanan,
terutama lobus atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di
lobus bawah, maka hal tersebut merupakan prediktor perjalanan
penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih
meningkat.Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu
mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan
peribronkial, infiltrat interstisial merata, dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa
konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia, dan air bronchogram
sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus
sering ditemukan abses abses kecil dan pneumoatokel dengan berbagai
ukuran.Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat
bervariasi. Pada beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan
gambaran foto rontgen toraks pneumonia virus. Selain itu, dapat
juga ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus bawah,
inflitrat interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang
adalah konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya gambaran foto
toraks yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis. Meskipun
tidak terdapat gambaran foto toraks yang khas, tetapi bila
ditemukan gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini
cenderung disebabkan oleh infeksi Mikoplasma. Demikian pula bila
ditemukan gambaran perkabutan atau ground glass consolidation,
serta transient pseudoconsolidation.
DIAGNOSISDiagnosis etiologik berdasarkan pemeriskaan
mikrobiologis dan / atau serologis merupakan dasar yang optimal.
Akan tetapi, penemunan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena
memerlukan laboratorium menunjang yang memadai. Oleh karena itu
pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang
menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran
radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam,
sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut:
takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara
napas melemah. 1WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang
ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan
kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis
sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan berbagai
tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat
dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1 menit penuh dalam
keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas ( retraksi
epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan 5 tahun
adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan
gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2
bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi
pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan 5
Tahun.1Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun
Pneumonia berat bila ada sesak napas harus dirawat dan diberikan
antibiotik
Pneumonia bila tidak ada sesak napas ada napas cepat dengan laju
napas > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun > 40
x/menit untuk anak > 1 5 tahun tidak perlu dirawat, diberikan
antibiotik oral
Bukan pneumonia bila tidak ada napas cepat dan sesak napas tidak
perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih
bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan
kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.1Bayi
di bawah 2 bulan
Pneumonia bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak
napas harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia bila tidak ada napas cepat dan sesak napas tidak
perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ),
pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat: 1.
Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya
terdapat napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:a. pada usia 2
bulan 11 bulan : 50 kali / menitb. pada usia 1 tahun 5 tahun : 40
kali / menit2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas
ditambah minimal salah satu hal berikut ini:a. kepala terangguk
anggukb. pernapasan cuping hidungc. tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalamd. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (
infiltrat luas, konsolidasi, dll. )Selain itu bisa didapatkan pula
tanda berikut ini: Napas cepat anak umur < 2 bulan : 60 kali /
menit anak umur 2 11 bulan : 50 kali / menit anak umur 1 5 tahun :
40 kali / menit anak umur 5 tahun : 30 kali / menit Suara merintih
( grunting ) pada bayi muda Pada auskultasi terdengar crackles (
ronki ) suara pernapasan menurun suara pernapasan bronkialDalam
keadaan yang sangat berat dapat dijumpai: tidak dapat menyusu atau
minum/makan, atau memuntahkan semuanya kejang, letargi, atau tidak
sadar sianosis distress pernapasan berat 12
DIAGNOSIS BANDING 121. Pneumonia lobarisBiasanya pada anak yang
lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada bayi kecil.
Suhu naik cepat sampai 39 40 oC dan biasanya tipe kontinua.
Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung
dan mulut dan nyeri dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang
terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.
2. BronkioloitisDiawali infeksi saluran nafas bagian atas,
subfebris, sesak nafas, nafas cuping hidung, retraksi intercostal
dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus pada
auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia darah
menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.
3. Aspirasi benda asingAda riwayat tersedak, stridor atau
distress pernapasan tiba tiba, wheezing atau suara pernapasan yang
menurun yang bersifat fokal.
4. TuberkulosisPada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa,
uji tuberkulin positif ( > 10 mm atau pada keadaan imunosupresi
> 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih, batuk 3 minggu atau lebih,
pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun, pembengkakan
kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan
tulang/sendi punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat
disertai nafsu makan menurun dan malaise yang dapat ditegakkan
melalui skor TB.
5. AtelektasisAdalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya
bagian paru yang seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola
pernafasan cepat dan dangkal, takikardia, sianosis. Perkusi mungkin
batas jantung dan mediastinum akan bergeser dan letak diafragma
mungkin meninggi.
TATALAKSANA 1,5,12Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu
dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat
ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang lain, komplikasi,
dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil
dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar
tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kasual
dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan
suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen,
koreksi terhadap gangguan keseimbangan asm basa dan elektrolit, dan
gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan
kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera
diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh
bakteri. Karena identifikasi dini mikroorganisme tidak umum
dilakukan, maka pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman
empiris yang didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor
epidiemiologis.
1. Pneumonia Rawat JalanPada pneumonia ringan rawat jalan dapat
diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin
25 mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP dan 20 mg/kgBB
sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik
eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumoniae dan
bakteri atipik.Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak.
Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau
lebih kalau keadaan anak memburuk atau tidak dapat minum atau
menyusui. Bila pernapasannya membaik ( melambat ), demam berkurang,
nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari.
Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada
perubahan, ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk
kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di
rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia berat.
2. Pneumonia Rawat InapTerapi AntibiotikPemilihan antibiotik
lini pertama dapat menggunakan golongan beta laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta
laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti
gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk
etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan selama 7 10 hari
pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada neonatus dan
bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi
sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam / klavulanat
dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga.WHO
menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 50 mg/kgBB/kali IV
atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan selama
5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit
dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari untuk 5
hari berikutnya.Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik
yang direkomendasikan adalah antibiotik beta laktam dengan/tanpa
klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta
laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam
atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik
oral dan berobat jalan selama 10 hari.Bila keadaan klinis memburuk
sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat maka ditambahkan
kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam. Bila pasien
datang dengan keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin kloramfenikol atau ampisilin
gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson 80 100 mg/kgBB IV
atau IM sekali sehari. Bila tidak membaik dalan 48 jam, maka bila
mungkin foto toraks.Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti
antibiotik dengan gentamisin 7,5 mg/kgBB IM sekali sehari dan
klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau klindamisin 15
mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral 4 kali sehari
sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau klindamisin oral
selama 2 minggu.
Terapi OksigenBeri oksigen pada semua anak dengan pneumonia
berat. Bila tersedia pulse oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk
terapi oksigen ( berikan pada anak dengan saturaso < 90%, anak
yang tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap
stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak
berguna.
Terapi PenunjangBila anak disetai demam yang tampaknya
menyebabkan distres, beri antipiretik seperti parasetamol. Bila
ditemukaan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat. Bila
terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan.
Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang sesuai,
tetapi hati hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan
pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat minum, pasang
pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit
tapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan
pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan
meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan
bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang
hidung yang sama.
KOMPLIKASIKomplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema
torasis, perikarditis purulenta, pnemothoraks, atau infeksi
ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.
Kecurigaan ke arah empiema apabila terdapat demam persisten,
ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung ( bila
masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada
perkusi, gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu
atau kedua sisi dada ). Efusi pleura, abses paru dapat juga
terjadi.Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis
(tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase
meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia
anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan
yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik
noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.
1
PENCEGAHANPenyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan
menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini
penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia
ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit
saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: vaksinasi
Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela yang
dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin
influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. Efektivitas
vaksin pneumokok adalah sebesar 70% dan untuk H. influenzae sebesar
95%. Infeksi H. influenzae dapat dicegah dengan rifampicin bagi
kontak di rumah tangga atau tempat penitipan anak. 11,12
PROGNOSISPneumonia biasanya sembuh total dengan mortalitas
kurang dari 1 %. Mortalitas dapa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein dan datang
terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi
dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek
keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat
gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua
duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama sama dengan
infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan
dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
Pneumonia biasanya tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak.11,12
DAFTAR PUSTAKA
1. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi
Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.2.
Hudoyo A. Anatomi Saluran Napas.[ internet ]. 2009 April.[ cited 18
Januari 2014 ]. Available from:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e4e3ff458efaa961c32c1e9163a77a24964c5c0a.pdf3.
Ellis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior
Doctors. 11th ed. [ e book ]. Massachussets : Blackwell Publishing.
20064. Sherwood L. Human Physiology. 6th ed. China: Thomson
Brooks/Cole; 2007. hal. 451 - 4555. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS,
Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et. al. Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI. 2004. hal. 351 - 354.6. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I,
Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia Komuniti: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia. 2002.7. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu
Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000. Hal. 74 928.
Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses proses
Penyakit. Vol 2. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2006. Hal. 804 8109. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. [ e book ].
Philadelphia: Saunders Elsevier. 200710. Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 2. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. Hal 984.11. Iwantono HS.
Bronkopneumoni.[ internet ]. 2008 Mar.[ cited 18 Januari 2014 ].
Available from:
http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/bronkopneumonia.html12. Tim
Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah
Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di
Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83
11313. Bennett NJ, Steele RW. Pediatric Pneumonia.[ internet ].
2010 May.[ cited 18 Januari 2014 ]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-medication14. UNICEF.
The Challange: Pneumonia is the Leading Killer of Children. .[
internet ]. 2011 Mar.[ cited 18 Januari 2014 ]. Available from:
http://www.childinfo.org/pneumonia.html