BORANG PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN
Topik : Infark Miokard Akut
Tanggal MRS :2 Oktober 2015Presenter :dr. I Putu Juniartha
Tanggal Periksa :2 Oktober 2015
Tanggal Presentasi :-Pendamping :dr. Auliya Pratama Afandi
Tempat Presentasi :-
Objektif Presentasi :-
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Perempuan, usia 50 tahun, dengan keluhan: sesak,dada
terasa ampeg, dan nyeri dada kanan menjalar ke kiri.
Tujuan :Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan
tuntas.
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Data Pasien :Nama : Ny. L, Perempuan, 50 tahunNo. Registrasi :
05xxxxxx
Nama Rumah Sakit: RSM Ahmad DahlanTelp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Pasien perempuan dengan usia 50
tahun datang dengan keluhan sesak sejam 1,5 jam sebelum masuk rumah
sakit saat pasien sedang berbicara dengan keluarganya. Sesak
dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan istirahat. Pasien
merasa dadanya ampeg. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan
menjalar ke kiri dengan durasi 1,5 jam, tidak berkurang dengan
istirahat. Mual (-) muntah (-) demam (-) riwayat kaki bengkak (+)
tidur dengan bantal tinggi (-) sesak saat beraktivitas (-) sesak
saat malam hari (-) nyeri ulu hati (-) BAB dan BAK dalam batas
normal, intake pasien sebelum MRS baik.
2. Riwayat Pengobatan : Pasien tidak mengonsumsi obat obatan
sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat penyakit Hipertensi,
Diabetes, dan penyakit lain disangkal.
4. Riwayat Keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang memiliki
riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes maupun penyakit lain.
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien berkerja mengurus rumah
tangga.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tidak memiliki
riwayat merokok sebelumnya.
7. Lain-lain : -
Daftar Pustaka : 1. Kusmana D. 2009. Hipertensi : definisi,
prevalensi, farmakoterapi danlatihan fisik. Departemen Kardiologi
dan KedokteranVaskular FKUI. Cermin Dunia Kedokteran. 161-7.2.
Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Essensial. Dalam : Sudoyo WA,et
al.3. Buku Ajar ilmu Penyakit dalam Jilid 1. Edisi ke-4. Pusat
penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Jakarta.4. Basile J.
2012. Hypertension 2012: what will the JNC 8 Guideline look like?.
Annual primary care Kiawah conference Carolina.South carolina.5.
Chobaniam A.V. et al. 2003. Seventh Report of the Joint National
Committee onPrevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High BloodPressure. JAMA 289:2560-2572
Hasil Pembelajaran :
1. Infark Miokard Akut
2. Penegakan diagnosis Infark Miokard Akut
3. Tatalaksana Infark Miokard Akut
1. 17
2. LAPORAN KASUSIdentitas pasien: Nama pasien: Ny. L Usia: 50
tahun Jenis Kelamin: Perempuan No. RM: 05xxxxx Alamat: Mojoroto
Agama: Islam Suku: Jawa Warga Negara: Warga Negara Indonesia (WNI)
Bahasa Ibu: Jawa, Indonesia Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Status
pernikahan: MenikahSubjective: Keluhan Utama: Sesak RPS: Pasien
perempuan dengan usia 50 tahun datang dengan keluhan sesak sejam
1,5 jam sebelum masuk rumah sakit saat pasien sedang berbicara
dengan keluarganya. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak membaik
dengan istirahat. Pasien merasa dadanya ampeg. Pasien juga
mengeluhkan nyeri dada kanan menjalar ke kiri dengan durasi 1,5
jam, tidak berkurang dengan istirahat. Mual (-) muntah (-) demam
(-) riwayat kaki bengkak (+) tidur dengan bantal tinggi (-) sesak
saat beraktivitas (-) sesak saat malam hari (-) nyeri ulu hati (-)
BAB dan BAK dalam batas normal, intake pasien sebelum MRS baik.
RPD: Riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes, dan penyakit lain
disangkal. Riwayat alergi : Bahan injektan: disangkal Bahan
kontaktan: disangkal Bahan ingestan: disangkal Bahan inhalan :
disangkal Riwayat Pengobatan: Pasien tidak mengonsumsi obat obatan
sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga: riwayat Hipertensi,
Diabetes, dan penyakit lain pada anggota keluarga lain (-), riwayat
asma (-), riwayat alergi ; ibu(-), bapak(-), kakak(-), keluarga
lain(-). Riwayat Sosial: Pasien bekerja mengurus rumah tangga.
Pasien tidak mempunyai riwayat merokok sebelumnya.
Objective:PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum: Sesak, nyeri dada Vital
sign Tekanan Darah = 208/140 mmHg Nadi: 99x/menit, reguler RR:
35x/menit Temp: 36,7oC Produksi urin awal: 200 cc Kepala leher:
AICD -/-/-/+ NCH (+) Pembesaran KGB (-) Thorax: Pulmo: Inspeksi :
simetris, retraksi subcostae (+) Palpasi : ekspansi dinding dada
simetris, fremitus TDE Perkusi : sonor/sonor Auskultasi: ves +/+,
rh +/+ basah halus, wh-/- Cor: Inspeksi: hemithorax bulging
Palpasi: fremisment Perkusi: ukuran jantung normal Auskultasi: S1
S2 tunggal m- g- Abdomen: Inspeksi: Flat Auskultasi: BU (+) normal
Palpasi: Soefl, H/L/R TTB, Turgor normal, Nyeri tekan epigastrium
(-) Perkusi: tympani, shifting dullness () Ekstrimitas : Akral
dingin basah, CRT 25 30 kg/m2 dan obesitas dengan kelebihan lemak
berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan
kelainan metabolik seperti peninggian kadara trigliserida,
penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik,
resistensi insulin, dan diabetes mellitus tipe II (Ramrakha,
2006).Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya
dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas, dan
depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis
(Ramrakha, 2006).Resiko terkena miokard infark meningkat pada
pasien yang mengonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C
dan E, dan bahan bahan polisitemikal. Mengonsumsi alkohol satu atau
dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko
terjadinya infark miokard. Namun bila mengonsumsi berlebihan, yaitu
lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan
resiko terkena penyakit (Beers, 2004).
PatologiKejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya
aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah.
Penyakit aterosklerosis ditandai dengan pembentukan bertahap fatty
plaque di dalam dinding arteri. Lama kelamaan plak ini terus
terbentuk ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit.
Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat
penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).Faktor faktor seperti usia,
genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
reactive oxygen species, dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor faktor di atas
menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel
sel tidak dapat lagi memproduksi molekul molekul vasoaktif seperti
nitric oxide, yang bekerja sebagai vasodilator, anti trombotik, dan
anti proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan
produksi vasokonstriktor, endotelin 1, dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha,
2006).Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel
teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan
berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai
pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag
yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa
(foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi
otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur.
Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen
pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak
lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma
menyebabkan oklusi arteri (Price, 2006).Penyempitan arteri koroner
segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut
secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan
aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia
miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner
desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).Pada saat episode perfusi
yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat
menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia, dan elektrikal
miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan
iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang
disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan
dengan kegagalam otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn,
2005).Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas
metabolisme, fungsi, dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme
asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat
kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi,
glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaan
ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.
Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi
reversibel ( 20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada
infark miokard (Selwyn, 2005).Ketika aliran darah menurun tiba tiba
akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark
miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari
stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu
tersebut dapa terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain
STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman,
2005).Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen
ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur
plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang
terbentuk biasanya tidak menyebabkan okulsi menyeluruh lumern
arteri koroner (Kalim, 2001).Infark miokard dapat bersifat
transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark miokard
transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi
cepat, yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6 8 jam. Semua otot
jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang
bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian
miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada
waktu yang berbeda beda (Selwyn, 2005).
Gejala klinisNyeri dada penderita infark miokard serupa dengan
nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak
sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin
(Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah jeritan otot jantung yang
merupakan rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat
menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher, dan punggung.
Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik,
emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena
kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun,
sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat
(Hanafiah, 1996).Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita
gelisah, takut, berkeringat dingin, dan lemas. Pasien terus menerus
mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk
menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak
berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ekstremitas
biasanya terasa dingin (Antman, 2005).Pada fase awal infark
miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat
(Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan
stroke volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan
denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi
menjadi kecil dan lambat. Bradikardia dan aritmia juga sering
dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam
atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali
normal (Irmalita, 1996).Dari auskultasi prekordium jantung,
ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya sulit dipalpasi.
Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal
yang disebabkan oleh diskinesis otot otot jantung. Penemuan suara
jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung
dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda
disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat
terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark
miokard transmural tipe STEMI (Antman, 2005).
DiagnosisMenurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila
didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu:1. Adanya nyeri
dadaNyeri dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan
pemberian nitrat biasa.2. Perubahan elektrokardiografi
(EKG)Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal
miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri
koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa
elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian
kecil berkembang menjadi gelombang non Q. Ketika trombus tidak
menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST.
Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke
dalam unstable angina atau Non STEMi (Cannon, 2005).
Peningkatan pertanda biokimiaPada nekrosis miokard, protein
intraseluler akan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler
lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis
miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang
disebabkan kerusakan sel. Protein protein tersebut antara lain
aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine
kinase isoenzyme MB (CK MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA
III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI
dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein protein
ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).
EKG Sebagai penegakan diagnosis Infark MiokardKompleks QRS
normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel
ber depolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik.
Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh
elektroda pada daerah infark sebagai defeleksi negatif abnormal.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut sebagai
infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil
rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat
terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau
tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya > 0,04
detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III,
aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan
dalam (Chou, 1996).Pada injury miokard, area yang terlibat tidak
berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut lebih positif
dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi.
Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang
positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda
tersebut diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area
injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam
bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard,
di mana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal.
Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST
depresi (Chou, 1996).Iskemik miokard memperlampat proses
repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area
yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi
daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam
gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak
mengubah arah gambaran gelombang T, menginat proses repolarisasi
secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena
potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium
terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi (Chou,
1996).Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokar dengan elevasi
segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG.
Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat
dilihat di tabel 2.1.
Tabel 2.1. Lokasi Infark Miokard Berdasarkan Perubahan Gambaran
EKGLokasiPerubahan Gambaran EKG
AnteriorElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di V1 V4/V5
AnteroseptalElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di V1 V3
AnterolateralElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di V1 V6
dan I dan aVL
LateralElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di V5 V6 dan
inversi gelombang T/ elevasi ST/ gelombang Q di I dan aVL
InferolateralElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5 V6 (kadang kadang I dan aVL)
InferiorElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di II, III, dan
aVF
InferoseptalElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1 V3
True PosteriorGelombang R tinggi di V1 V2 dengan segmen ST
depresi di V1 V3. Gelombang T tegak di V1 V2
RV InfarctionElevasi segmen ST di precordial lead (V3R V4R)
biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini
hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.
Dikutip dari Ramrakha, 2006
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai
elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung
kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi
pria usia > 40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi
segmen ST di V1 V3 2 mm dan 2,5 mm bagi pasien berusia < 40
tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit
dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman,
2005).Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak
disertai dengan elavasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG
pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar, atau pseudo normalization,
atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan
diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST 0,5 mm di V1
V3 dan 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai
elevasi segmen ST tidak persisten (< 20 menit), dengan amplitudo
lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T
yang simetris 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI
(Tedjasukmana, 2010).
Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark MiokardTroponin adalah
suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus
kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu
troponin T (39 kDa), troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa)
(Maynard, 2000). Troponin C berikatan dengan ion Ca2+ dan berperan
dalam proses pengaturan aktivasi filamen tipis selama kontraksi
jantung. Berat molekulnya adalah 18.000 dalton. Troponin I yang
berikatan dengan aktin, berperan menghambat interaksi aktin miosin.
Berat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang berikatan
dengan tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi
kontraksi otot. Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton. Struktur
asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung
berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal dalam hal
komposisi imunologis, sedangkan struktur troponin C pada otot
jantung dan skeletal identik (Tarigan, 2003). Kompleks troponin,
tropomiosin, aktin, dan miosin dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Gambar kompleks troponin, tropomiosin, aktin, dan
miosinDikutip dari Cooper, 2000.
Cardia troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi
yang tinggi pada sitosol dan secara struktur berikatan dengan
protein. Sitosol, yang merupakan prekursor tempat pembentukan
miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin dalam bentuk
bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam keadaan
normal, kadar cTnT dalam darah diawali dengan keluarnya cTnT bebas
bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak.
Selanjutnya cTnT yang berikatan dengan miofibril terlepas, namun
hal ini membutuhkan waktu lebih lama (Antman, 2002).Karena
pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar cTnT
pada infark miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama
disebabkan oleh keluarnya cTnT bebas dari sitosol. Puncak kedua
terjadi karena pelepasan cTnT yang terikat pada miofibril. Oleh
sebab itu, pelepasan cTnT secara sempurna berlangsung lebih lama,
sehingga jendela diagnostiknya lebih besar dibanding pertanda
jantung lainnya (Tarigan, 2003).Berat dan lamanya iskemia miokard
menentukan perubahan miokard yang reversible atau irreversible.
Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan
fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan
proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel
menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel, dan hilangnya
intergritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula mula
akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebeas dalam sitosol
melalui transport vesikuler. Setelah itu terjadi difusi bebas dari
isi sel ke dalam intersitium yang mungkin disebabkan proses
glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian diikuti oleh pelepasan
dan aktivasi enzim enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH dan
aktivasi enzim proteolitik menyebabkan disintegrasi struktur
intraseluler dan degradasi protein terikat. Manifestasinya adalah
jiika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, cTnT dari
sitoplasma dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaan ini
berlangsung terus menerus selama 30 jam sampai persediaan cTnT
sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel
mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang
melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke dalam darah. Masa
pelepasan cTnT ini berlangsung 30 90 jam, lalu perlahan lahan
kadarnya turun (Tarigan, 2003).Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3
4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT mencapai puncak 12 24 jam
setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi selama 7 14
hari (Ramrakha, 2006). cTnT tetap meningkat kira 0 kira 4 5 kali
lebih lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5 15 hari untuk
kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis infark miokard ditegakkan
bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar 0,03 g/L, dengan
atau tanpa disertai gambaran iskemia atau infark pada lembaran EKG
dan nyeri dada (McCann, 2009).
Penatalaksanaan Infark MiokardBerdasarkan langkah diagnostik
tersebut di atas, Dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja
yang akan menjadi strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud
dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan
diagnosis kerja kemungkinan Sindrom Koroner Akut atau Sindrom
Koroner Akut atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat,
sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/ atau marka jantung. Terapi
awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
(disingkat MONA), yang tidak harus diebrikan semua atau
bersamaan.1. Tirah Baring (Kelas I C)2. Suplemen oksigen harus
diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri < 95%
atau yang mengalami distress respirasi (Kelas I C).3. Suplemen
oksigen dapat diberikan pada semua pasien sindrom koroner akut
dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
(Kelas IIA C).4. Aspirin 160 320 mg diberikan segera pada semua
pasien yang tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas
I A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorbsi
sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I C).5.
Penghambat reseptor ADP (Adenosine Diphospate)a. Dosis awal
ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/ hari kecuali pada pasien STEMI yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I
B).Ataub. Dosis awal Clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 75 mg/ hari (pada pasien yang direncanakan untuk
terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor
ASP yang dianjurkan adalah Clopidogrel) (Kelas I C).6.
Nitrogliserin (NTG) spray/ tablet sublingual bagi pasien dengan
nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat
(Kelas I C). Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali
pemberian, dapat diulang setiap 5 menit sampai maksimal tiga kali.
Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif
dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I C). Dalam keadaan
tidak tersedia NTG, Isosorbid Dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai
pengganti.7. Morfin Sulfat 1 5 mg intravena, dapat diulang setiap
10 30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga
dosis NTG sublingual (Kelas IIA B).
Gambar 4. Algoritma Evaluasi dan Tatalaksana Sindrom Koroner
Akut
8. FOLLOW UPTanggalSubyektifObyektifAssesmentPlanning
19 Maret 2015Nyeri Kepala & Nyeri Ulu Hati 30 menit setelah
diberikan Nifedipin 5 mg Sublingual keluhan nyeri kepala berkurang
Keadaan Umum: Tampak sakit ringan Vital sign Tekanan Darah =
200/120 mmHg 30 menit kemudian turun menjadi 180/ 100 mmHg Nadi:
88x/menit, regular RR: 18x/menit Temp: 36,5oC Kepala leher: AICD
-/-/-/- NCH (-) Pembesaran KGB (-) Thorax Pulmo Inspeksi :
simetris, retraksi subcostae (-) Palpasi : ekspansi dinding dada
simetris, fremitus TDE Perkusi: sonor/sonor Auskultasi: ves +/+, rh
-/-, wh-/- Cor: Inspeksi: hemithorax bulging Palpasi:fremisment
Perkusi: ukuran jantung normal Auskultasi: S1 S2 tunggal m- g-
Abdomen: Inspeksi: Flat Auskultasi: BU (+) normal Palpasi: Soefl,
H/L/R TTB, Turgor normal, Nyeri tekan epigastrium (+) Perkusi:
tympani, shifting dullness () Ekstrimitas : Hangat Kering Merah,
CRT